aktor,proses, dan dampak reformasi birokrasi: studi kasus...

29
30 BAB V REFORMASI BIROKRASI : DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA SALATIGA Perpustakaan dan Arsip Sebagai gambaran awal perlu kiranya menjabarkan apa yang dimaksud dengan perpustakaan dan arsip, sebab bagi seseorang yang asing terhadap kedua hal tersebut sering mengesankan bahwa perpustakaan dan arsip merupakan sebuah tempat yang tidak menarik untuk dikunjungi, oleh karena itu sebagai permulaan ada baiknya penulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan dan arsip. Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah bangsa, serta berbagai layanan jasa lainnya. Pada prinsipnya perpustakaan mempunyai tiga kegiatan pokok (ensiklopedia amerikana, vol 17, 1991 dalam Sutarno NS); 1. Mengumpulkan (to collect) semua informasi yang sesuai dengan bidang kegiatan dan misi lembaganya dan masyarakat yang dilayani. 2. Melestarikan dan memelihara merawat seluruh koleksi perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai baik karena pemakaian ataupun usianya (to preserve). 3. (to make available) menyediakan untuk siap dipergunakan dan diberdayakan atas seluruh sumber informasi dan koleksi yang dimiliki perpustakaan, bagi para pemakainya Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Upload: vokhanh

Post on 20-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

30

BAB V

REFORMASI BIROKRASI : DI KANTOR

PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA

SALATIGA

Perpustakaan dan Arsip

Sebagai gambaran awal perlu kiranya menjabarkan apa yang

dimaksud dengan perpustakaan dan arsip, sebab bagi seseorang yang

asing terhadap kedua hal tersebut sering mengesankan bahwa

perpustakaan dan arsip merupakan sebuah tempat yang tidak menarik

untuk dikunjungi, oleh karena itu sebagai permulaan ada baiknya

penulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan dan arsip. Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, sumber

ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah bangsa,

serta berbagai layanan jasa lainnya. Pada prinsipnya perpustakaan

mempunyai tiga kegiatan pokok (ensiklopedia amerikana, vol 17, 1991

dalam Sutarno NS);

1. Mengumpulkan (to collect) semua informasi yang sesuai dengan

bidang kegiatan dan misi lembaganya dan masyarakat yang

dilayani.

2. Melestarikan dan memelihara merawat seluruh koleksi

perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai baik

karena pemakaian ataupun usianya (to preserve).

3. (to make available) menyediakan untuk siap dipergunakan dan

diberdayakan atas seluruh sumber informasi dan koleksi yang

dimiliki perpustakaan, bagi para pemakainya Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007

menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi

karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional

dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,

penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Page 2: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

31

Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung,

ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku

dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan

tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo-

Basuki 1991: 3). Menurut Sutarno NS (2003) keberadaan perpustakaan

dimaksudkan untuk:

1. Mengumpulkan data, maksudnya perpustakaan mempunyai

kegiatan yang terus menerus untuk menghimpun sumber

informasi untuk dikoleksi;

2. Mengolah atau memproses semua bahan pustaka, dengan metode

tertentu seperti registrasi, klasifikasi, katalogisasi, baik manual

maupun menggunakan sarana teknologi informasi, pembuatan

perlengkapan lain agar semua koleksi mudah digunakan;

3. Menyimpan dan memelihara, artinya kegiatan mengatur,

menyusun, menata, merawat agar koleksi rapi, awet, utuh,

lengkap, mudah diakses, tidak mudah rusak, hilang dan berkurang;

4. Sebagai salah satu pusat informasi, sumber belajar, penelitian dan

rekreasi;

5. Membangun tempat informasi yang lengkap bagi pengembangan

pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku/sikap

(attitude); 6. Merupakan agen perubahan dan agen kebudayaan dari masa lalu,

sekarang dan masa depan.

Sebagaimana Perpustakaan, Kearsipan juga diatur tersendiri

dalam Undang-Undang Kearsipan No. 43 Tahun 2009 yang

menyebutkan bahwa Arsip merupakan rekaman kegiatan atau

peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan

diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga

pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan,

dan perseorangan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Tujuannya meliputi:

Page 3: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

32

a. Menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,

perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan

perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan

nasional;

b. Menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai

alat bukti yang sah serta menjamin terwujudnya pengelolaan arsip

yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

c. Menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak

keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip

yang autentik dan terpercaya;

d. Mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu

sistem yang komprehensif dan terpadu serta menjamin

keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti

pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara;

e. Menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi,

sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa; dan

f. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan

pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.

Kondisi Organisasi Pra Perubahan

Sebelum tahun 2008, perpustakaan dan arsip hanya menjadi

pelengkap pada beberapa lembaga teknis yang ada. Perpustakaan dan

arsip pernah menjadi Sub Bagian Perpustakaan yang berada di bawah

Bagian Hukum dan Organisasi dan Tata Laksana, kemudian dialihkan

ke Bagian Organisasi menjadi Sub Bagian Perpustakaan. Karenanya tak

salah bila dikatakan bahwa perpustakaan dan arsip itu hanya gerbong

tambahan. Bahkan sekitar tahun 2000 pemerintah Kota Salatiga pernah

menolak ketika pemerintah pusat berniat memberi bantuan berupa

Page 4: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

33

mobil perpustakaan keliling, seperti diceritakan oleh Heru Susanto SE,

Kepala Seksi Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah

Kota Salatiga. Susanto menuturkan:

“Perpus keliling wis ono wiwit walikota Salatiga dipimpin Pak Abdul Rahman sekitar tahun 2000 nanging sebab ora ono biaya njuk ditolak lan dialihkan ning Purworejo mergo ono beberapa data sekolah sing ora mampu.”

Pada medio 2010 sampai 2011 Kantor Perpustakaan dan Arsip

Daerah Kota Salatiga menempati 3 gedung. Pertama bangunan eks

Kantor Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan Kota Salatiga di Jalan Adi

Sucipto No 7 yang digunakan sebagai Kantor Administrasi. Kedua,

gedung Eks Dinas Sosial di Jalan Diponegoro No 37 sebagai gedung

pelayanan dan sirkulasi peminjaman koleksi buku perpustakaan dan

yang ketiga adalah gedung eks dinas penerangan yang kemudian

dimanfaatkan sebagai depo arsip.

Lokasi perpustakaan yang berpindah-pindah menjadi kendala

tersendiri. Susanto menambahkan:

“Saat lokasi perpustakaan berada di depan BRI pengunjungnya cukup lumayan, sebab ketika jam pulang sekolah banyak pelajar yang mampir. Berbeda jauh dengan ketika perpustakaan bertempat di Jl. Diponegoro. Saat itu perpustakaan menjadi sepi pengunjung karena lokasinya yang berada di bawah jalan dan jadi tidak terlihat”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui

pentingnya perbaikan sarana dan infrastrukturnya. Diketahui bahwa

sampai 2010 jumlah koleksi buku di Perpustakaan Salatiga hanya

18.662 eksemplar, ditata di rak-rak yang tingginya dan panjangnya

tidak sejajar. Sarana prasarana kearsipan juga nyaris serupa. Hanya ada

Page 5: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

34

2 filling cabinet dan 2 mobile file di Kantor yang menangani urusan

kearsipan. Lebih lanjut Ign Bagus Indarto menjelaskan :

“Dulu memang kesan arsip itu kumal, berdebu, semrawut. Paradigma pemahaman dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sendiri tentang pentingnya arsip juga masih sangat rendah, terkadang pengiriman berkas dilakukan dalam bentuk karungan, bahkan hanya berkas yang tidak ada nilai gunanya, semacam undangan. Bahkan pembinaan dari SKPD pun dirasa kurang optimal karna kurangnya perhatian penuh terhadap penanganan masalah kearsipan.”

Kapasitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia

Berkaitan dengan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia

yang ada di KPAD, Kasi Arsip Daerah Indarto SE, AMd, SE

menjelaskan :

“Sekarang kita punya 2 orang dari DIII arsiparis. Dari dulu kuotanya memang segitu. Jumlah orangnya tidak bertambah tapi latar belakang pendidikannya dan pekerjaannya bertambah. Tujuan yang harus dilayanipun semakin komplek. Cuma yang terjadi sekarang SDMnya belum ditempatkan sesuai fungsinya, akan tetapi secara jumlah tetap saja masih kurang. Ini dikarenakan KPAD menangani sekitar 60 Satuan Kerja di wilayah Pemerintah Kota Salatiga, apalagi nanti masih ditambah dengan sekitar 155 sekolah yang selama ini belum tercover oleh KPAD”. Hal tersebut dibenarkan oleh Shakti, S.Sos selaku Bina

Perpustakaan dan Kearsipan :

Page 6: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

35

“Aktor KPAD masih jauh dari kata “profesional” sebab aktor-aktor yang punya pemikiran konseptual di bidang perpustakaan dan kearsipan masih minim, kita butuh aktor-aktor yang punya background pendidikan S1 Kearsipan dan Perpustakaan, ataupun peningkatan melalui workshop, bimbingan teknik dan diklat fungsional dalam bidang yang diperlukan.”

Pernyataan akan kebutuhan pegawai juga diungkapkan Kepala

Sub Bagian Tata Usaha Sri Hartani, SH, MM :

“Memang kalau secara jumlah belum mencukupi, bisa kita lihat dari analisis jabatan tahun 2012. Kita ini masih kekurangan 21 pegawai, dengan rincian S1 Arsiparis 2 orang, DIII Arsiparis 5 orang, S1 perpustakaan 5 orang, dan DIII perpustakaan 9 orang. Kebutuhan akan pegawai itu sementara kita siasati dengan Tenaga Harian Lepas (THL). Sebenarnya kita berharap mereka ini nantinya bisa diangkat (menjadi PNS), karena secara kualitas pekerjaan, sikap dan karakter mereka kita sudah kenal betul, akan tetapi secara aturan kan tidak memungkinkan”

Pesatnya perkembangan pelayanan perpustakaan memang

sesuai dengan apa yang diinginkan, tetapi ini juga menjadi persoalan

tersendiri bagi KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki. Agus

Parmadi mencoba mensiasati keterbatasan personel ini dengan

membuat terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada

masyarakat, atas seijin kepala daerah beliau meminta tambahan

personel berupa Tenaga Harian Lepas atau Tenaga Kontrak yang

berlatar belakang DII, DIII dan S1 perpustakaan sejumlah 6 orang di

samping Tenaga Kontrak yang lain semacam Satpam dan tenaga

kebersihan. Dalam satu kesempatan Agus Parmadi menjelaskan :

“SDM yang ada saat ini, saya bisa mengacungkan jempol, dan mindset yang ada sekarang sudah berubah, dibandingakn dengan mindset SDM pada waktu kita belum punya sarana prasarana ini, karena apa, image dari pegawai, kalau dulu orang

Page 7: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

36

yang mau ke perpustakaan, image nya sudah macam-macam, tetapi kalo sekarang, orang kalo mau dipindah ke perpustakaan harus siap untuk bekerja.”

Tuntutan Eksternal Untuk Perubahan

Perspektif sentralisasi yang berpusat di Jakarta sudah bergeser

menjadi era otonomi daerah. Konsekuensinya pelayanan publik harus

lebih dekat dan menjadi tidak berjarak dengan masyarakat sehingga

kemudahan dalam hal akses ke fasilitas pelayanan publik menjadi

mutlak. Masyarakat sekarang sudah bosan dengan pelayanan publik

yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam

akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap perilaku birokrat

yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai

partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan

dengan mengkritisi kinerja birokrasi. Media massa seperti surat kabar juga menjadi efektif sebagai

alat kontrol untuk menggiring pelayanan publik berjalan sesuai rel

yang sudah ditetapkan. Isu yang diangkat media massa seputar

pelayanan publik biasanya akan direspon lebih cepat oleh aparatur

pemerintah, meski terkadang membutuhkan waktu yang cukup dalam

hal eksekusi.

KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di

Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada

masyarakat pun berbenah seiring tuntutan masyarakat untuk

menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan di Kota Salatiga.

Perubahan yang paling terlihat adalah gedung pelayanan perpustakaan

baru yang sangat representatif. Keberadaan perpustakaan dengan gedung pelayanan yang baru

ini sebenarnya masih bisa dikembangkan untuk menjadi semacam

Page 8: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

37

“landmark” di Kota Salatiga. Heru Susanto, SE Kasi Perpustakaan di

KPAD yang mengatakan :

“Perpustakaan tidak lain dari "tempat rekreasi", kita juga bisa menambahkan taman bermain untuk menarik minat masyarakat Salatiga dan daerah sekitar seperti Kabupaten Semarang dan Boyolali untuk berkunjung dan betah berlama-lama di perpustakaan. Cuma kendalanya di persoalan anggaran, birokrasi yang terkadang masih panjang dan rumit”

Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya juga

menjadi pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri. Ini

dibuktikan dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi

pengelolaan arsip baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota

Salatiga. Ini seperti yang disampaikan Kepala Seksi Arsip Ign Bagus

Indarto SWE, A.Md, SE :

“Supervisi dan pembinaan di KPAD meliputi pembinaan dan pendampingan ke BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) termasuk kemudian SKPD dan sekolah. Selain itu kita juga pernah melakukan pendampingan pengelolaan kearsipan dengan Bank Salatiga. Ini merupakan bagian tuntutan eksternal yang muncul dan mau tidak mau kita harus siap.”

Berbeda dengan sarana pelayanan perpustakaan yang sudah

terhitung modern, kondisi Depo Arsip di daerah Ngawen sedikit

memprihatinkan. Menempati gedung eks Dinas Koperasi, bangunan

Depo Arsip ini lebih terkesan mirip gudang ketimbang sebagai sarana

penyimpanan arsip. Ini juga menjadi keprihatinan sendiri bagi Ign

Bagus Indarto dan staf nya di KPAD Kota Salatiga, sebagai lembaga

pengelola kearsipan untuk menyimpan dan menyelamatkan

keberadaan arsip itu sendiri.

“Melihat kondisi fisik bagunan Depo Arsip di Ngawen cukup memprihatinkan dan perlu diperbaiki. Untuk sarana prasarana

Page 9: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

38

dalam hal ini bangunan gedung arsip memang kurang sekali dan jauh tertinggal dari gedung perpustakaan yang sudah sangat representatif, meskipun kalau dilihat dari struktur organisasi sebenarnya pergerakannya sama-sama eksis dan saling melengkapi. Depo Arsip itu sendiri seharusnya mempunyai standar tertentu terkait dengan keamanan dan kualitas arsip. Gedung yang selama ini difungsikan sebagai sarana penyimpan arsip sebenarnya masih sangat jauh dari standar yang ada, padahal ini juga menjadi tuntutan dari SKPD yang menitipkan arsipnya di KPAD. Jadi sementara ini kita baru bisa mengantisipasi kerusakan arsip dan lingkungan penyimpanan arsip dengan termite control, rodent control dan fumigasi. Belum lagi kalau berbicara tentang teknologi informasi, untuk server, untuk sewa link itu kan juga perlu anggaran. Dan satu hal lagi, pemerintah pusat melalui Arsip Nasional mempunyai JIKN (Jaringan Informasi Kearsipan Nasional), sudah di launching mungkin ya, tapi kita kan belum dapat surat edaran tentang program ini. Padahal dengan adanya JIKN itu, kita juga harus sudah membentuk JIKD (Jaringan Informasi Kearsipan Daerah) yang pusatnya di KPAD.”

Perkembangan teknologi informasi yang pesat juga menjadikan

KPAD berbenah dengan cepat, antara lain dengan mengadopsi sistem

otomasi untuk pelayanan perpustakaan dengan mengunakan SLIMS

(Senayan Library Management System) dan sekaligus menyiapkan

aktor yang ada untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Hal lain yang dilakukan adalah dengan melakukan monitoring dan

pembinaan perpustakaan baik di lingkup perpustakaan sekolah,

perpustakaan masyarakat dan perpustakaan di rumah ibadah. Seperti

yang disampaikan Kepala Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan

Rinaldi Anggoro Shakti S.Sos :

“Berbicara mengenai perpustakaan dan arsip tidak hanya tentang persoalan teknis saja, ada banyak hal lain juga.

Page 10: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

39

Misalnya tentang IT, kerjasama dengan lembaga lain, pembinaan SDM maupun minat baca masyarakat. Hal tersebut tidak bisa dijawab hanya dengan membangun sebuah gedung. Taruhlah berbicara pendidikan, perpustakaan juga merupakan bidang pendidikan yang dapat dilihat dari ukuran kualitatif, yaitu sejauh mana memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Bukan hanya perpustakaan saja tetapi kearsipan juga. Kita juga harus mampu merencanakan semua itu dengan membuat maping terkait dengan pembinaan, monitoring dan evaluasi, sehingga pelayanan itu dinamis sesuai dengan perkembangan.”

Pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat adalah

berbicara tentang apa-apa yang secara umum diinginkan oleh

masyarakat, baik dari segi sarana prasarana yang disediakan serta

bagaimana cara “aktor” memberikan pelayanan itu sendiri. Tuntutan

dari masyarakat menjadi perhatian bagi KPAD, seperti yang

disampaikan Agus Parmadi PT SE MSi :

“Komitmen berubah lebih baik menjadi awal dari semua, yang pertama merubah mindset pegawai, dari “sekedar” melayani, menjadi sepenuh hati melayani, konsekuensinya sanggup memberikan pelayanan selama tujuh hari dalam satu minggu. Di bulan-bulan awal banyak kritikan masuk di kotak saran, tapi dengan berjalannya waktu, kritik itu sudah berkurang. Yang bertambah justru request buku, permintaan buku, judul-judul buku, yang diinginkan oleh masyarakat, ini kita akomodir. Hasilnya kita mendapat progres prestasi dalam kurun 1 tahun. Diantaranya Juara pelayanan publik tingkat kota dan juara pelayanan perpustakaan tingkat Jateng. kalau dulu di ranking 30 dari 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah sekarang sudah masuk 5 besar bahkan sekarang sudah mengalahkan SKPD pelayanan umum lainnya.”

Page 11: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

40

Aktor dan Perubahan

Kantor KPAD Kota Salatiga saat ini mempunyai pegawai

berjumlah 34 orang terdiri dari 24 orang Pegawai Negeri Sipil dan 10

orang Tenaga Harian Lepas. Pegawai yang ada di KPAD berangkat dari

background pendidikan yang bermacam-macam dan bukan hanya dari

ranah perpustakaan dan kearsipan. Pegawai Negeri Sipil yang

mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan dan kearsipan

hanya berjumlah 6 orang. Ini yang kemudian disiasati dengan merekrut

Tenaga Harian Lepas berpendidikan ilmu perpustakaan. Sri Hartani,

SH, MM selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha menjelaskan :

“Aktor penggerak perubahan sudah lumayan baik. Kita memiliki staff PNS sebanyak 4 orang dengan background pendidikan perpustakaan dan kearsipan. Ini masih kita tambah dengan 6 orang Tenaga Harian Lepas, 2 orang DII perpustakaan, 1 orang D3 perpustakaan dan 3 orang S1 perpustakaan. Basic pendidikan yang dimiliki, teman-teman ini mempunyai kapasitas dan kompetensi untuk melaksanan tugas-tugas teknis yang berkaitan dengan perpustakaan dan kearsipan. Persoalannya teman-teman PNS ini belum menjadi Fungsional Khusus perpustakaan dan atau kearsipan, bisa jadi ini terkait dengan kesejahteraan Jabatan Fungsional Khusus yang masih rendah, sehingga belum diarahkan secara spesifik untuk menangani urusan kearsipan dan perpustakaan. Berbicara SDM memang kita kurang, bukan hanya secara jumlah, secara kualitas juga, tapi kan akhirnya kita harus berangkat dari yang ada. Kelemahan juga terdapat dalam maintainance untuk kunjungan perpustakaan, selama ini kita belum bisa memberikan semacam tour guide, makanya ke depan coba untuk diperbaiki dengan meningkatkan kualitas SDM.”

Page 12: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

41

Keterbatasan akan pegawai yang mempunyai kompetensi

kearsipan dan perpustakaan juga sudah disampaikan ke instansi yang

menangani dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga.

KPAD menyadari bahwa pegawai yang mempunyai kompetensi bidang

yang sesuai, mampu memicu perubahan lebih cepat, ini dikarenakan

ketika pegawai melakukan interaksi dengan SKPD baik dalam

melakukan pembinaan, maupun pendampingan, proses adaptasinya

dan transfer ilmu pengetahuannya akan lebih cepat. Persoalan ini

sebenarnya juga sudah disadari oleh Agus Parmadi PT selaku Kepala

Kantor KPAD :

“Saya sudah mengusulkan permintaan formasi pegawai ke pemerintah daerah dalam hal ini BKD (Badan Kepegawaian Daerah), dengan dasar analisa kebutuhan dan analisa jabatan. Kendalanya adalah SDM yang ada di pemerintah kota yang berlatar pendidikan perpustakaan dan arsip sangat terbatas. Usulan formasi pegawai sebenarnya sudah diserahkan oleh BKD ke BKN (Badan Kepegawaian Nasional), akan tetapi formasi yang dibutuhkan oleh KPAD belum terakomodir, makanya saya buat terobosan dengan merekrut THL pustakawan, dan dimungkinkan juga nanti kita rekrut THL arsiparis. Saya berharap dengan UU yang baru yaitu UU ASN (Aparatur Sipil Negara) yang memungkinkan adanya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak), kita bisa menambah pegawai untuk tugas pokok fungsinya sebagai pustakawan dan arsiparis. Untuk beberapa pegawai yang background pendidikannya bukan dari perpustakaan dan kearsipan nantinya kita kirim ke pelatihan, baik itu perpustakaan maupun kearsipan. Bicara masalah improvisasi, sebenarnya cukup dilematis, karena kadang kita terjebak pada rutinitas yang membuat kita kurang peka terhadap perubahan dan miskin kreatifitas.”

Page 13: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

42

KPAD selaku lembaga pembina kearsipan, sebenarnya sudah

melakukan peningkatan kualitas SDM arsip di lingkungan pemkot

Salatiga melalui pembinaan tenaga kearsipan yang dilakukan per

triwulan. Persoalan yang muncul terkadang petugas kearsipan itu

berganti, pimpinan SKPD juga berganti, dan pemahaman tentang

kearsipan dari masing-masing aktor relatif tidak sama, ini yang

membuat ritme kerja terkadang menjadi sedikit menyulitkan. Stimulus perubahan sebenarnya sudah coba dilakukan juga

dengan memberikan bantuan berupa sarana prasarana kearsipan dan

filling cabinet ke SKPD dan Kelurahan di Pemerintah Kota Salatiga, ini

dimaksudkan supaya kinerja petugas kearsipan SKPD dalam

pengolahan arsip meningkat, dan arsip bisa tertangani dan tertata

dengan baik. Pada tahun ini KPAD juga merencanakan melakukan

pembinaan ke seluruh sekolah di wilayah Salatiga secara bertahap.

Persoalaan yang muncul adalah persoalan klasik yaitu persoalan

anggaran yang hanya bisa dicover dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan

Anggaran) diawal tahun dan DPA Perubahan di tengah tahun sehingga

tidak memungkinkan improvisasi, jika muncul persoalan di tengah

perjalanan. Keterbatasan SDM juga menjadi kendala tersendiri, sebab

KPAD harus menangani 60 satuan kerja dan sekitar 95 sekolah di

Salatiga. Agus Parmadi PT, SE MSi Kepala Kantor Perpustakaan dan

Arsip Daerah Kota Salatiga menyadari keterbatasan SDM yang ada saat

ini, beliau mendorong pegawai dengan basic pendidikan perpustakaan

dan kearsipan untuk melimpah ke Jabatan Fungsional Khusus sebagai

Pustakawan maupun Arsiparis.

“Dari segi kuantitas SDM yang kita punya terbatas, sehingga kita tutup dengan segi kualitas. Banyak kegiatan yang diakomodir oleh pegawai baik dari pelayanan perpustakaan maupun arsip, satu orang bisa melayanani beberapa bagian,

Page 14: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

43

mereka mampu untuk melaksanakan itu, meskipun tetep ada jam-jam yang harus dikerjakan dengan lembur. Ke depan akan kita dorong mereka dari fungsional umum menjadi fungsional khusus, tapi kita imbangi juga dengan perhatian dan dorongan dalam rangka meningkatkan derajat kepangkatan.”

KPAD telah mendorong pegawai yang ada untuk mengikuti

pendidikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang

dimilikinya, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui

Perpustakaan Nasional maupun ANRI (Arsip Nasional Indonesia) atau

oleh pemerintah provinsi dalam hal ini Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk

merecharge pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta

menangkap isu-isu strategis yang sedang berkembang untuk kemudian

“dibagi” dalam lingkup KPAD dan Pemerintah Kota.

Proses dan Mekanisme Perubahan

Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah adalah Satuan Kerja

Perangkat Daerah yang berbentuk Kantor. KPAD menangani dua

urusan yang cukup penting, yaitu terkait dengan Perpustakaan dan

Kearsipan. Struktur kelembagaan yang ada didalamnya terdiri dari Sub

Bagian Tata Usaha, Seksi Perpustakaan, Seksi Arsip Daerah dan Seksi

Bina Perpustakaan dan Kearsipan. Dalam membahas tujuan atau

program kerja dan kegiatan yang bersifat insidentil, KPAD

memulainya dengan menjaring ide-ide dan gagasan dari staf di masing-

masing seksi yang kemudian di desk-an bersama sebelum nantinya

menjadi sebuah dokumen. Seperti yang disampaikan Sri Hartani SH,

MM :

Page 15: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

44

“Mulai dari perencanaan kita bahkan sudah menjaring ide dan gagasan dari teman-teman di seksi, yang kemudian kita desk-an bersama sebelum akhirnya nanti menghasilkan sebuah dokumen. Dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran pun kita sudah berpatokan pada renstra dan renja yang data awalnya dipasok dari masing-masing seksi kemudian dikompilasi menjadi dokumen utuh.”

Rinaldi Anggoro Shakti, Kasi Bina Perpustakaan dan Kearsipan

menjelaskan, perubahan yang paling terlihat adalah adanya gedung

pelayanan baru yang menjadi icon Salatiga, gedung dua lantai yang

menempati tanah seluas 1740 m² memang sangat representatif.

Masyarakat Salatiga dan sekitarnya sangat antusias berkunjung dan

memanfaatkan layanan yang ada. Perubahan yang kedua adalah

munculnya formasi kebutuhan pegawai negeri sipil dengan

background pendidikan perpustakaan dan arsip yang kemudian

ditempatkan di KPAD, ini menjadikan tugas pokok dan fungsi yang

terkait dengan perpustakaan dan kearsipan mulai bisa tertangani

meskipun dengan keterbatasan personil. Perubahan yang ketiga pada

level perencanaan yang mampu memetakan kebutuhan yang akan

datang dengan menuangkannya dalam dokumen tertulis, sehingga

beberapa kegiatan yang dulunya tidak ada, seperti kegiatan fumigasi,

lembur pelayanan tujuh hari kerja, fasilitas internet, berlangganan

majalah bulanan, yang sebenarnya memang prinsip-prinsip dasar

pelayanan bisa tercover dalam Rencana Strategis, Rencana Kerja dan

kemudian direalisasikan dalam Dokumen Penetapan Anggaran. Perubahan yang terjadi juga sampai pada sarana prasarana

perpustakaan maupun kearsipan, seperti rak buku, rak arsip, roll opack,

mobile file mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Kondisi

tersebut membuat KPAD mencoba memicu perubahan dengan

memberi bantuan sarana prasarana dan filling cabinet ke satuan kerja

di wilayah pemerintah Kota Salatiga. Perubahan yang dilakukan juga

menyangkut SDM yang menangani perpustakaan dan arsip dengan

melakukan pembinaan baik secara klasikal ataupun dengan melakukan

Page 16: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

45

pendampingan di lapangan. KPAD juga berinisiatif mengajukan

standarisasi honorarium sebagai upaya memberi reward petugas

kearsipan di Salatiga. Tentang bantuan filling cabinet ke Satuan Kerja

di Pemerintah Kota Salatiga, Agus Parmadi PT, menjelaskan :

“Salah satu terobosan kepada SKPD sebagai sarana prasarana menata arsip kita berikan filling cabinet. Kita adakan lomba, baik lomba di kelembagaan maupun petugasnya, ini merupakan upaya supaya SKPD maksimal dalam mengelolanya. Kenyataannya Perkembangan SKPD sudah membaik, salah satu contohnya, dokumen-dokumen yang harus diamankan oleh kita banyak yang dikirim, terbukti ada peningkatan sebanyak 100% dokumen yang kita simpan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan pemahaman dari kepala SKPD, ya meskipun tidak menutup kemungkinanbahwa masih ada juga kepala SKPD tidak peduli.” Melihat perkembangan yang ada seharusnya penanganan

bidang perpustakaan dan kearsipan ini idealnya dipisah dan masing-

masing ditangani oleh lembaga tersendiri. Di Salatiga sendiri ini belum

memungkinkan karena Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)

untuk dua bidang ini memang masih digabung menjadi satu di KPAD.

Berdasarkan penuturan Ign Bagus Indarto, di beberapa kabupaten kota

bahkan arsip ini lebih sering dinomor duakan dibanding perpustakaan,

bahkan menurut beliau pada level provinsi setelah Badan Arsip dan

Perpustakaan digabung belum ada kebijakan tentang kearsipan yang

signifikan.

“Saya rasakan setiap kabupaten kota, rata-rata arsip itu dinomor duakan, yang ditonjolkan itu ya perpustakaannya. Arti penting arsip itu sendiri masih dipandang sebelah mata, apalagi kebijakan tentang kearsipan itu masih mengambang sejak perpustakaan dan arsip di level provinsi digabung, jadi ada kecenderungan arsip itu kesilep oleh perpustakaan”

Page 17: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

46

Keterbatasan yang ada dikarenakan SOTK (Struktur Organisasi

dan Tata Kerja) KPAD masih berbentuk kantor, juga disampaikan oleh

Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, Agus Parmadi PT, SE,

MSi :

“Era saat ini dengan pelayanan yang harus kita berikan baik pada lingkup masyarakat umum atau pemerintah kota, kalau sebatas kantor saja perlu ditingkatkan. Bila ada peluang akan kita usulkan menjadi Badan Arsip dan Perpustakaan, tapi ini ada kendala, karena pemerintah pusat dalam membentuk satu kelembagaan yang digunakan adalah pertimbangan luas wilayah dan jumlah penduduk. Mereka tidak berpikir seberapa besar yang kita layani. Semoga dengan perubahan UU Pemda ada kesempatan Kearsipan pisah dari perpustakaan. Banyak kebutuhan dari kearsipan yang harus diselamatkan. Tidak hanya dokumen arsip yang baru, tapi arsip dokumen lama juga harus dijaga, menjaga dokumen-dokumen lama itu tidak mudah, ada proses-proses tertentu yang harus dilalui, demikian pula dalam rangka pembinaan, pemahaman kepada birokrasi, pelaku-pelaku pemerintahan untuk lebih memahami pentingnya arsip. Banyak hal yang bersinggungan dengan hukum jika arsip tidak ditangani dengan baik, pengelola arsip juga bisa kena akibat hukumnya, maka kita upayakan agar bisa menjadi badan sendiri (Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah).” Perubahan memang sedang terjadi di KPAD, berangkat dari

yang ada, mau tak mau proses tersebut harus dilakukan. Pandangan

umum masyarakat terhadap perpustakaan dan arsip memang sudah

terlanjur mengidentikan perpustakaan dan arsip itu dengan “film hitam

putih” atau sama sekali tidak menarik, sepi dan monoton. Dalam satu

kesempatan wawancara Agus Parmadi PT, SE, MSi dengan panjang

lebar menjelaskan :

Page 18: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

47

“Arsip harus dikelola, ditata dengan memilih orang-orang yang punya kompetensi. Membentuk komitmen yang berkaitan dengan arsip memang masih sangat kurang, terkadang kepala SKPD ada yang tidak serius dalam pengelolaan arsip, sehingga kita siapkan perubahan dari pengelolaan arsip manual kita arahkan kepada menggunakan teknologi informasi, server sudah kita siapkan, jadi nantinya tidak harus harus mengirimkan arsip secara manual. KPAD masih menunggu sistem ini diberlakukan secara nasional dan sudah dikomunikasikan langsung dengan Telkom. Berkaitan dengan arsip, meskipun sudah kita rencanakan berbasis taknologi informasi, pengelolaan fisik arsip juga tidak boleh terabaikan, kan berbahaya semisal produk-produk faktual yang ada di SKPD sampai tercecer sebab bukti fakta otentiknya arsip itu juga harus tetap ada. Terkait dengan perpustakaan, pelayanan perpustakaaan yang berjalan dengan rutin baru layanan baca di tempat dan pemutaran film, untuk selanjutnya kita harapkan story telling bisa dilaksanakan di perpustakaan salatiga ini.”

Hambatan Reformasi Birokrasi

KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan

Pemerintah Kota yang melakukan pelayanan publik dan bersentuhan

dengan masyarakat luas, mau tidak mau harus harus berbenah dengan

melakukan reformasi birokrasi untuk membangun kepercayaan

masyarakat. Menurut Prof. Prijono, Tujuan utama reformasi birokrasi

yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak

dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan

terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani

kepentingan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, reformasi birokrasi di KPAD bukannya

tanpa hambatan. Agus Parmadi menjelaskan :

Page 19: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

48

“Secara prinsip berkaitan dengan arsip membutuhkan pengkondisian, karena yang kita layani adalah SKPD yang merupakan bagian dari birokrasi, sehingga agak susah untuk bisa kita ajak jalan cepat, memang terlihat lambat tapi meskipun demikian tetap jalan. Penanganannya jelas berbeda dengan perpustakaan yang pelayanannya lebih mudah, hanya sebatas apa yang dibutuhkan masyarakat seperti peminjaman buku, ketika tidak ada yang mengembalikan kita cabut keanggotaannya. Sedangkan melakukan pembinaan kearsipan di SKPD butuh kesabaran. Sampai sekarang arsip koleksipun belum lengkap, masih sebatas arsip yang kurang mempunyai nilai guna, bukan arsip vital bahkan depo arsip pun belum memenuhi syarat, oleh karena itu rencana akan diadakan renovasi supaya penataan arsip lebih terkondisikan, meskipun pelan tetap ada pergerakan. Reward punishment juga perlu diperjelas, sehingga kalau ada petugas yang kerjaannya tidak beres bisa langsung ditegur.”

Melihat perkembangan kebutuhan SDM dari tahun ke tahun,

KPAD sebenarnya masih kekurangan pegawai, menurut perhitungan

Analisis Beban Kerja (ABK) KPAD masih kekurangan pegawai yang

mempunyai kompetensi bidang di perpustakaan dan kearsipan.

Penataan staf dan mutasi pegawai di lingkungan Pemerintah Kota

terkadang juga menjadi persoalan tersendiri, ritme kerja yang sudah

dibangun biasanya akan mengalami penyesuaian ketika ada pegawai

yang dimutasi, baik mutasi keluar maupun masuk ke KPAD. Beberapa kendala dalam menjalankan pelayanan baik kepada

masyarakat serta dalam melakukan tugas pokok dan fungsi juga dialami

Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan, seperti diungkapkan Rinaldi

Anggoro Shakti :

“Masing-masing seksi di KPAD itu dibentuk untuk menangani bidang yang spesifik yaitu perpustakaan dan kearsipan,

Page 20: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

49

idealnya SDM yang ada memang mempunyai keahilan di bidang tersebut, cuma kondisi sekarang di seksi bina perpustakaan dan kearsipan belum ideal. Perlu dipetakan mengenai kebutuhan, hambatan di lapangan, langkah ke depan, pembinaan lembaga atau Sumber Daya Manusia, bentuk kerjasama, promosi, bahkan sampai sistem yang berjalan masih relevan atau perlu kita evaluasi. Jadi perlu sumber daya lain yang disiapkan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Kemudian mengenai internal KPAD, kebanyakan teman juga masih bingung soal SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan kurang memahami tentang job deskripsinya, sehingga beberapa persoalan tersebut harus segera kita urai agar memudahkan pekerjaan-pekerjaannya.”

Dalam proses perencanaan kegiatan di KPAD meski sudah

dirancang dengan cermat terkadang juga masih menyisakan beberapa

detail yang kurang, proses diskusi perencanaan kegiatan sebelum

menjadi dokumen juga selalu dibahas di internal KPAD secara

berjenjang.

Pelayanan Publik yang Sudah Direformasi

Pelayanan publik (public services) merupakan salah satu

perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan sesuai

dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Pemerintahan dalam hal ini KPAD pada hakekatnya adalah pelayanan

kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya

sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi

yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan

kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama

(Rasyid, 1998). Birokrasi berkewajiban dan bertanggung jawab untuk

memberikan pelayanan baik dan profesional.

Page 21: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

50

Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga,

merupakan SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang

memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Berkaitan dengan

pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di KPAD, Agus

Parmadi PT menjelaskan :

“Perpustakaan Salatiga ingin ikut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dengan mengupayakan perbaikan dalam hal kelembagaan Sumber Daya Manusia, infrastruktur, pendanaan, pelayanan dan semua hal, oleh karena itu Visi KPAD adalah “Menjadikan perpustakaan dan arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang mendukung visi Kota Salatiga”. Visi dan misi yang kita buat tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”, karenanya KPAD mengambil motto ‘dengan membaca kita lebih hidup’, maksudnya supaya kehidupan masyarakatnya semakin sejahtera, mandiri, dan bermartabat.” Pelayanan di KPAD mencakup pelayanan perpustakaan dan

kearsipan, dua pelayanan ini berkontradiksi jadi satu. Layanan

perpustakaan menyediakan buku yang harus dibaca dan dilayankan

kepada masyarakat sebagai pemustaka, sedang pelayanan kearsipan

harus menyimpan, mengamankan dan tidak boleh sembarangan untuk

dibaca, terkait hal tersebut Parmadi menambahkan :

“Supaya segala macam pelayanan bisa berjalan dengan baik KPAD berusaha menyediakan infrastruktur yang terbaik, menyediakan buku yang terbaik, jadi adanya gedung perpustakaan dengan anggaran yang tidak, total sekitar 12 Milyar, harus bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat dengan merubah jam pelayanan selama satu minggu tujuh hari kerja, tidak ada hari libur untuk pelayanan,

Page 22: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

51

jam layanan per harinya juga kita tambah, hari senin sampai jum’at, pelayanan kita buka jam 8 pagi sampai jam 8 malam, sabtu dan minggu jam 8 pagi sampai jam 4 sore, dengan maksud agar masyarakat bisa menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan kapan pun. Saat ini perubahannya signifikan, dari yang semula hanya sekitar 50 pengunjung sekarang sudah mencapai 800 sampai 1000 orang per hari.”

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Perpustakaan Salatiga

telah mengalami perkembangan yang baik. Keinginannya untuk

menjadi perpustakaan modernpun telah dibuktikan dengan adanya

pelayanan perpustakaan berupa sistem otomasi SLIMS (Senayan Library Management System), yaitu fasilitasi dengan pelayanan

internet gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses

wifi, selain itu ada juga gallery planning atau gambaran pembangunan

kota salatiga ke depan, termasuk didalamnya informasi mengenai

investasi.

Dampak Reformasi Birokrasi

Perubahan yang terjadi di KPAD jelas berdampak terhadap

“aktor” yang ada, kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri

dengan perubahan jelas sangat dibutuhkan. Perubahan menuntut

“aktor” untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki, baik dengan

mengikuti pendidikan dan pelatihan atau secara kreatif membaca

literatur yang dibutuhkan. Sri Hartani selaku Kepala Sub Bagian Tata

Usaha Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah mengatakan :

“Proses perubahan ini sempat membuat beberapa teman berpikir “wah kalau seperti ini saya akan pensiun dini”, hal tersebut tidak lain karena beberapa merasa tertinggal dengan adanya kemajuan teknologi, selain itu beberapa inovasi yang dilakukan di KPAD tidak bisa dengan cepat mereka ikuti,

Page 23: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

52

meskipun ini merupakan sebuah keniscayaan demi kebaikan bersama.”

Para “aktor” di KPAD dituntut mempunyai kemampuan, baik

berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai,

sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin kritis dan berani

melakukan kontrol terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah,

dalam hal ini KPAD. Secara mandiri KPAD sudah menyiapkan sumber

dayanya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dengan

melakukan pelatihan internal berkaitan sistem komputerisasi untuk

pelayanan yang memang relatif cukup baru di KPAD. Pelayanan tujuh

hari kerja di KPAD cukup mendapat apresiasi dari masyarakat,

meskipun secara umum ada beberapa kendala terkait jumlah pegawai.

Rinaldi Anggoro Shakti mengatakan:

“Agar tidak terjadi semacam cultured shock karena perubahan layanan dengan menggunakan sistem komputerisasi, seharusnya memang SDM yang ada disiapkan untuk itu, sehingga ada yang kemudian mau belajar dan untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Kalau mau jujur pelayanan tujuh hari kerja itu berat, manusia kan ada batasan-batasan, tidak mungkin seorang itu memberi pelayanan dari pagi sampai malam, bagaimanapun waktu kerja efektif ada ukurannya, sehingga kita sudah mengaturnya sedemikian rupa supaya pelayanan tetap berjalan lancar.”

Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi

aparatur negara sebagai abdi negara. Pemerintah dalam hal ini KPAD

dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di KPAD tidak

boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak yang sama atas

pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah merupakan

implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat.

Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) cukup strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana

Page 24: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

53

aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan

pelayanan yang prima kepada masyarakat. Untuk itu ada beberapa

strategi yang dilakukan KPAD untuk menarik minat masyarakat di

Salatiga dan sekitarnya, seperti diungkapkan Agus Parmadi selaku

Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga

“Kita tidak membatasi siapapun yang ingin berkunjung ke perpustakaan. Pada ranah memberikan informasi KPAD mencoba memfasilitasi semua golongan, seperti layanan berkebutuhan khusus yang diberikan kepada pengunjung tuna netra berupa koleksi buku braille dan komputer bicara. Semua boleh berkunjung, menikmati, memanfaatkan layanan perpustakaan, tidak ada batasan, baik itu anak-anak, laki-laki perempuan, tua maupun muda. Salah satu prinsip pelayanan terbaik yang coba kita berikan kepada masyarakat”

Perpustakaan harus memiliki magnet yang menarik masyarakat

untuk berkunjung, kalau pelayanan tidak ada daya tarik, orang tidak

akan datang, karenanya fasilitas yang diberikan juga harus menarik.

Terkait hal tersebut Agus Parmadi menambahkan:

“KPAD dalam hal ini sudah melakukan beberapa perbaikan, mulai dari halaman gedung perpustakaan yang rutin digunakan untuk pameran buku, senam lansia dan bahkan pernah juga dipakai untuk pameran lukisan. Khusus pameran buku memang kita program secara rutin, ini dimaksudkan untuk meningkatkan gerakan gemar membaca di masyarakat dan ternyata animo masyarakat cukup tinggi. Di gedung pelayanan KPAD banyak fasilitas yang diberikan seperti ruang multi media yang menjadi Broadband Learning Center, ruangan ini rutin digunakan oleh beberapa komunitas seperti HIMPAUDI, Komunitas Ibu Profesional, Komunitas Salatiga Berbagi, Teater Debunk, untuk melakukan workshop baik untuk masyarakat umum maupun anggota komunitas tersebut. KPAD juga

Page 25: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

54

mencoba nguri-uri seni tradisi dengan membuka Sanggar Tari “Khayangan”, kelas tari ini dibuka untuk siswa usia Sekolah Dasar dan rutin berlatih setiap hari minggu.”

Reformasi Birokrasi di KPAD

Reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai

kemajuan suatu negara dan salah satu cara untuk membangun

kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi hakikatnya merupakan upaya

untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap

sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-

aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan

sumber daya manusia aparatur.

Perpustakaan dan Arsip Daerah dalam hal ini juga perlu

melakukan reformasi birokrasi agar tetap eksis mengikuti

perkembangan masyarakat, baik secara aspek kelembagaan,

ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur. Menurut Tamin

(2004: 74) reformasi birokrasi adalah adanya pembaharuan dan

penyesuaian untuk membentuk kembali pada maksud semula

diadakannya birokrasi pemerintah, didefinisikan berbagai kalangan

melalui bermacam-macam angle, berkonotasi mencapai kebijakan

birokrasi pemerintah di negara demokratis yang betul-betul bekerja

sesempurna-sempurnanya, berorientasi kepentingan publik dengan

menerapkan manajemen yang semakin modern. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Kota Salatiga

sebagai lembaga teknis Kota Salatiga terbentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Salatiga. Pembentukan

lembaga ini bertujuan untuk menangani penyusunan kebijakan teknis,

pelaksanaan, dan pembinaan teknis dibidang perpustakaan dan arsip

daerah.

Page 26: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

55

Dinamisnya kepemimpinan pada ranah Pemerintah Daerah

yang dimaksudkan untuk kelancaran mesin birokrasi terkadang

menjadi persoalan tersendiri. KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) juga mengalami ini. Paradigma pemahaman dari SKPD

di lingkungan Pemerintah Kota terkait pentingnya Perpustakaan dan

Arsip bisa saja berubah jika terjadi resuffle kepemimpinan. Dibutuhkan

figur pemimpin yang concern, memberi perhatian agar kegiatan pokok

perpustakaan dan arsip daerah dapat berjalan dengan baik. Pemimpin merupakan aktor yang mempunyai pengaruh kuat

dalam melembagakan suatu organisasi, aktor dapat berupa orang,

kelompok, organisasi atau jalinan yang mampu mengambil keputusan

dan bertindak dengan cara yang sedikit banyak terkoordinasi. Para

aktor dapat berupa individu, kelompok, partai, pemerintah dan

sebagainya. Kelompok-kelompok yang terorganisasi mempunyai tujuan

dan sasaran dalam situasi interaksi dan mempunyai kemampuan untuk

melaksanakan tindakan kolektif. Sudah barang tentu terdapat proses-

proses sosial di dalam kelompok. Setiap aktor mempunyai serangkaian

tertentu kesempatan bertindak untuk dipilihnya. Setiap tindakan yang

dipilihnya akan memberikan dampak dan aksi (Burns, 1987 dalam Novi

Yani 2013). Berbicara tentang kapasitas dan kualitas aktor ada di KPAD

Kota Salatiga sebenarnya cukup ironis, sebab hanya ada 6 orang yang

linear dengan bidang perpustakaan dan kearsipan, yaitu 3 orang

lulusan diploma kearsipan, 1 orang diploma perpustakaan, 1 orang

sarjana perpustakaan dan 1 orang sarjana sosial dengan konsentrasi

perpustakaan. Padahal KPAD menangani 60 Satuan Kerja di wilayah

Pemerintah Kota Salatiga, dan 155 sekolah yang selama ini belum

tercover secara maksimal oleh KPAD. Pesatnya perkembangan pelayanan menjadi persoalan bagi

KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki, Agus Parmadi selaku

Kepala Kantor mensiasati keterbatasan personel dengan membuat

terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, atas ijin

Page 27: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

56

Kepala Daerah beliau meminta tambahan personel Tenaga Harian

Lepas yang berlatar belakang pendidikan perpustakaan sejumlah 6

orang disamping tenaga kontrak Satpam dan tenaga kebersihan.

Visi KPAD Kota Salatiga yaitu ingin “Menjadikan perpustakaan

dan arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang

mendukung visi Kota Salatiga” masih bertahan sampai sekarang. Visi

dan misi dibuat lebih mengarah kepada pelayanan sebagaimana

tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap memberikan

pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”. Konsekuensi dari

maklumat pelayanan tersebut KPAD harus memaksimalkan potensi

yang ada. Pierson (2000) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada

suatu institusi dipengaruhi oleh proses dan bukan hanya oleh aktor

rasional transaksional, jadi sangat mungkin sebuah organisasi pada

prosesnya maupun pada akhirnya akan menyimpang dan berubah

haluan, yang berarti tidak seperti cita-cita dan visi ketika organisasi itu

dibentuk. Masyarakat sekarang ini sudah bosan dengan pelayanan publik

yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam

akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap prilaku birokrat

yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai

partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan

atau bahkan mengkritisi kinerja birokrasi yang cenderung mempunyai

motif untuk mengontrol perilaku masyarakat dan mencari keuntungan

ekonomi. KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di

Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada

masyarakat pun berbenah melakukan perubahan seiring tuntutan

masyarakat untuk menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan

di Kota Salatiga. Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya

pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri, ini dibuktikan

dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi pengelolaan arsip

Page 28: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

57

baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota Salatiga, sedangkan

berkaitan dengan pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di

KPAD. Fasilitas yang disediakan sekarang tidak hanya membaca buku,

tetapi juga mengacu pada perpustakaan modern. Prinsipnya

pengunjung yang datang bisa mencari informasi dengan cepat, mudah,

murah. Prinsip inilah yang diinginkan masyarakat, apabila hanya

menyediakan koleksi buku saja, pengunjung yang datang belum tentu

mendapatkan apa yang diinginkan, oleh karena itu disediakan layanan

perpustakaan dengan sistem otomasi SLIMS (Senayan Library Management System), penyediaan fasilitas dengan pelayanan internet

gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses wifi. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi

aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini

KPAD dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di

KPAD tidak boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak

yang sama atas pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan

yang berlaku. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah

merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan

masyarakat. Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum

(public services) cukup strategis karena menentukan sejauh mana

aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat. Sebuah lembaga seharusnya memiliki kepribadian sendiri dan

bukan merupakan hasil dari agresi aktor. Sehingga dalam mempelajari

sebuah proses kelembagaan (institusionalisasi) harus memiliki frame

yang jelas dilihat dari dasar-dasar kesamaan organisasi dan turunannya,

hubungan antara struktur dan perilaku, peran simbol dalam kehidupan

sosial, hubungan antara gagasan dan kepentingan, serta ketegangan

antara kebebasan dan ketertiban. Di Maggio dan Powel (1983)

menggunakan pendekatan institusionalisme tersebut untuk

menjelaskan homogenitas institusi dan juga menjelaskan bagaimana

Page 29: Aktor,Proses, dan Dampak Reformasi Birokrasi: studi kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9312/5/T2_092012014_BAB V.pdfpenulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan

58

institusi dapat berubah dari waktu ke waktu dalam hal karakter dan

potensi.