akreditasi: 21/e/kpt/2018 pengantar penelitian...

74
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan ISSN 2541-5166 E-ISSN 2541-5174 Volume 2 Nomor 2 2018 DAFTAR ISI Indeks Seleksi Galur Padi Rawa dengan Pembobot Daya Hasil Tinggi dan Tahan Penyakit Hawar Daun Bakteri ..................................... 67 Rina Hapsari Wening, Supartopo, Indrastuti A. Rumanti, dan M. Yamin Samaullah Adaptasi Agronomi Padi Unggul Varietas Inpara pada Lahan Rawa Pasang Surut ................................................................................................ 77 Koesrini, M. Saleh, dan M. Thamrin Preferensi Petani terhadap Karakter Beberapa Varietas Unggul Padi Lahan Rawa Pasang Surut .......................................................................... 85 Yanti Rina Darsani dan Koesrini Kajian Pengembangan Varietas Unggul Baru Padi Sawah dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Dompu, Nusa Tenggara Barat ............................................................................................ 95 Sudarto, Awaludin Hippi, dan Hiryana Windiyani Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan Menggunakan Geoadditive Small Area Model .................................................................. 101 Muhlis Ardiansyah, Anik Djuraidah dan Anang Kurnia Viabilitas dan Efektivitas Kombinasi Bakteri dan Cendawan dalam Mendekomposisi Biomas Jagung ............................................................. 111 Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Syafruddin Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani Kedelai: Studi Kasus di Lampung Timur .......................................................................................... 121 Ismalia Afriani, David Oktaviandi, Dayang Berliana, dan Jailan Supriyadi Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Barito Kuala, Kalimantan Selatan ........................................................................ 129 Dian Adi Anggraeni Elisabeth dan Nila Prasetiaswati Pengantar Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk usahatani padi memerlukan varietas unggul yang adaptif dan disukai petani. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan dalam nomor ini antara lain menyajikan hasil penelitian padi lahan rawa, mencakup seleksi galur, adaptasi agronomi, dan preferensi petani terhadap varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. Di Dompu NTB, petani lebih menyukai padi sawah varietas Inpari-30 Ciherang Sub- 1 karena selain berdaya hasil tinggi juga bercita rasa enak. Pendugaan produktivitas padi di tingkat kecamatan diperlukan sebagai acuan penentuan kebijakan swasembada pangan di tingkat kabupaten dan seterusnya. Salah satu alternatif mempercepat dekomposisi bahan organik yang me- ngandung lignin atau selulosa adalah peng- gunaan mikroorganisme. Telah teridentifi- kasi bakteri dan cendawan yang efektif mendekomposisi biomas jagung. Di Lampung Timur, usahatani kedelai sudah mencapai efisiensi teknis tapi peng- gunaan faktor produksi perlu ditambah agar tercapai efisiensi ekonomis. Di Barito Koala, Kalimantan Selatan, pengolahan ubi kayu menjadi kerupuk dan tepung mocaf pros- pektif dikembangkan karena memiliki R/C rasio lebih dari 1,0 sehingga memberikan keuntungan finansial. Redaksi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BOGOR, INDONESIA Akreditasi: 21/E/KPT/2018 Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan merupakan publikasi yang me- muat makalah ilmiah (KTI) primer hasil penelitian padi dan palawija. Media publikasi ilmiah yang terbit empat bulan sekali ini menerima KTI dari peneliti yang bernaung di bawah institusi penelitian pemerintah, perhimpunan profesi, dan perguruan tinggi. KTI yang dikirimkan ke redaksi seyogianya sudah mendapat persetujuan dari pimpinan institusi masing-masing. Ketentuan penulisan KTI untuk dapat dimuat di jurnal ilmiah dapat dilihat dalam "Petunjuk bagi Penulis" di halaman terakhir.

Upload: others

Post on 25-Jan-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penelitian PertanianTanaman Pangan ISSN 2541-5166

E-ISSN 2541-5174

Volume 2 Nomor 2 2018

DAFTAR ISI

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa dengan Pembobot Daya HasilTinggi dan Tahan Penyakit Hawar Daun Bakteri ..................................... 67Rina Hapsari Wening, Supartopo, Indrastuti A. Rumanti, danM. Yamin Samaullah

Adaptasi Agronomi Padi Unggul Varietas Inpara pada Lahan RawaPasang Surut ................................................................................................ 77Koesrini, M. Saleh, dan M. Thamrin

Preferensi Petani terhadap Karakter Beberapa Varietas Unggul PadiLahan Rawa Pasang Surut .......................................................................... 85Yanti Rina Darsani dan Koesrini

Kajian Pengembangan Varietas Unggul Baru Padi Sawah denganPendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Dompu, NusaTenggara Barat ............................................................................................ 95Sudarto, Awaludin Hippi, dan Hiryana Windiyani

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan MenggunakanGeoadditive Small Area Model .................................................................. 101Muhlis Ardiansyah, Anik Djuraidah dan Anang Kurnia

Viabilitas dan Efektivitas Kombinasi Bakteri dan Cendawan dalamMendekomposisi Biomas Jagung ............................................................. 111Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Syafruddin

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani Kedelai: Studi Kasus diLampung Timur .......................................................................................... 121Ismalia Afriani, David Oktaviandi, Dayang Berliana, danJailan Supriyadi

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di BaritoKuala, Kalimantan Selatan ........................................................................ 129Dian Adi Anggraeni Elisabeth dan Nila Prasetiaswati

Pengantar

Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untukusahatani padi memerlukan varietas unggulyang adaptif dan disukai petani. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan dalamnomor ini antara lain menyajikan hasilpenelitian padi lahan rawa, mencakupseleksi galur, adaptasi agronomi, danpreferensi petani terhadap varietas unggulpadi lahan rawa pasang surut.

Di Dompu NTB, petani lebih menyukaipadi sawah varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 karena selain berdaya hasil tinggi jugabercita rasa enak. Pendugaan produktivitaspadi di tingkat kecamatan diperlukansebagai acuan penentuan kebijakanswasembada pangan di tingkat kabupatendan seterusnya.

Salah satu alternatif mempercepatdekomposisi bahan organik yang me-ngandung lignin atau selulosa adalah peng-gunaan mikroorganisme. Telah teridentifi-kasi bakteri dan cendawan yang efektifmendekomposisi biomas jagung.

Di Lampung Timur, usahatani kedelaisudah mencapai efisiensi teknis tapi peng-gunaan faktor produksi perlu ditambah agartercapai efisiensi ekonomis. Di Barito Koala,Kalimantan Selatan, pengolahan ubi kayumenjadi kerupuk dan tepung mocaf pros-pektif dikembangkan karena memiliki R/Crasio lebih dari 1,0 sehingga memberikankeuntungan finansial.

Redaksi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BOGOR, INDONESIA

Akreditasi: 21/E/KPT/2018

Jurnal Penelitian Pertanian TanamanPangan merupakan publikasi yang me-muat makalah ilmiah (KTI) primer hasilpenelitian padi dan palawija.

Media publikasi ilmiah yang terbitempat bulan sekali ini menerima KTI daripeneliti yang bernaung di bawah institusipenelitian pemerintah, perhimpunanprofesi, dan perguruan tinggi. KTI yangdikirimkan ke redaksi seyogianya sudahmendapat persetujuan dari pimpinaninstitusi masing-masing.

Ketentuan penulisan KTI untuk dapatdimuat di jurnal ilmiah dapat dilihat dalam"Petunjuk bagi Penulis" di halaman terakhir.

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa ... (Wening et al.)

67

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa dengan Pembobot Daya Hasil Tinggidan Tahan Penyakit Hawar Daun Bakteri

Weighted Index Selection Among Swampy Rice Lines for High Grain Yieldand Resistant to Bacterial Leaf Blight

Rina Hapsari Wening*, Supartopo, Indrastuti A. Rumanti, dan M. Yamin Samaullah

Balai Besar Penelitian Tanaman PadiJl. Raya 9, Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Naskah diterima 15 Mei 2017, direvisi 13 Juli 2018, disetujui diterbitkan 25 Juli 2018

ABSTRACT

Bacterial leaf blight (BLB) is one of constraint on rice cultivationin swampy area. Resistant variety is the most effective way tocontrol the desease. This study aims to select the swampy ricelines with high yield and resistant to BLB. This experiment wasconducted at Muara experimental station, Bogor in April-September, 2014. The materials were 318 lines with five checkvarieties namely Inpara-2, Inpara-3, Inpara-6, Inpara-7, and IR42.The swampy rice lines have been used as the results from crossingof Fe, flood, salinity, Al, and drought tolerant, and also pest anddesease resistant. The experiment was arranged in a augmenteddesign. Observations were made on plant height, tiller number,age of flowering, age of maturity, grain yield, scores of BLB, andphenotypic growth score (PGS). Data were analyzed using SASversion 9.0 for analysis of variance and continued with path analysisand weighted standardized selection index. The results showedthat there were sixty lines selected based on weighted standardizedselection index. The grain yield of lines ranged between 4.48 t/hato 7.48 t/ha and could be proceed to the next yield test. Three lineshad yield which significantly higher than Inpara-2 namely B13100-2-MR-2-KA-3-2 (7.48 t/ha), TDK-Sub 1 1- MR-1 (7.04 t/ha), andB13991E-KA-25 (6.98 t/ha). These three lines respectively had102%, 90%, and 88% higher yields than Inpara-2 (3,7 t/ha). TDK-Sub 1 1-MR-1 and B13991E-KA-25 were moderately resistanceand resistance to bacterial leaf blight, respectively.

Keywords: Swampy rice, lines, bacterials leaf blight, weightedstandardized selection index.

ABSTRAK

Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit pentingpada tanaman padi. Pengendalian yang paling efektif adalahmenggunakan varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untukmengidentifikasi galur-galur padi rawa yang memiliki daya hasil tinggidan tahan terhadap HDB. Galur padi rawa yang digunakan dalampenelitian merupakan hasil persilangan genotipe-genotipe toleranFe, Al, rendaman, salinitas, dan kekeringan serta tahan hama danpenyakit. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Muara, Bogor,pada bulan April-September 2014 menggunakan rancanganaugmented. Materi yang diuji adalah 318 galur dengan lima varietaspembanding, yaitu Inpara-2, Inpara-3, Inpara-6, Inpara-7, dan IR42.

Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, umurberbunga, umur masak fisiologis, hasil gabah, skor HDB, dan skorfenotipik pertumbuhan. Data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengananalisis sidik lintas. Pengaruh langsung dari tiap variabel terhadaphasil digunakan sebagai bobot dalam penghitungan indeks seleksi.Hasil penelitian menunjukkan terdapat 60 galur padi rawa terpilihberdasarkan indeks seleksi dengan pembobot. Galur-galur tersebutmemiliki daya hasil berkisar antara 4,48-7,48 t/ha dan dapatdilanjutkan dalam pengujian selanjutnya. Dari 60 galur padi rawatersebut, terdapat tiga galur yang memiliki hasil gabah yang nyatalebih tinggi daripada varietas pembanding Inpara-2, yaitu galurB13100-2-MR-2-KA-3-2 (7,48 t/ha), TDK 1-Sub 1-MR-1 (7,04 t/ha),dan B13991E-KA-25 (6,98 t/ha). Ketiga galur tersebut masing-masing memiliki hasil 102%, 90%, dan 88% lebih tinggi dibandingvarietas Inpara-2 (3,7 t/ha). Galur TDK 1-Sub 1-MR-1 agak tahanterhadap HDB, sedangkan B13991E-KA-25 bereaksi tahan.

Kata kunci: Padi rawa, galur, hawar daun bakteri, seleksi, indekspembobot.

PENDAHULUAN

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan salahsatu masalah pada budi daya padi (Anggiani dan Umah2015). Pengendalian yang paling efektif, apabila tersedia,adalah menggunakan varietas tahan (Wening et al.2016). Hambatan dalam penggunaan varietas tahan HDBadalah mudahnya kepatahan ketahanan varietas karenaperkembangan strain penyakit ini. Oleh karena itu perludikembangkan varietas unggul baru dengan ketahananyang awet (durable resistance) untuk mengatasiperkembangan keragaman strain HDB. Penanamanvarietas dengan gen ketahanan tunggal yang sama darimusim ke musim dapat mempercepat perkembanganstrain baru, karena HDB mempunyai 12 patotipe yangterus berubah (Sudir et al. 2009).

Padi yang dibudidayakan pada lahan suboptimal,seperti lahan rawa, mengalami cekaman biotik danabiotik. Persilangan antara genotipe toleran Fe,

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p67-75

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75

68

rendaman, salinitas, Al, kekeringan, tahan hama danpenyakit bertujuan untuk memperoleh varietas padiyang adaptif pada lahan rawa dan memiliki ketahananterhadap berbagai cekaman, termasuk hama danpenyakit. Dari persilangan tersebut diperoleh galur-galurhomozigot generasi F8 hingga F10. Galur-galurhomozigot ini perlu diuji ketahanannya terhadap HDByang merupakan salah satu penyakit penting padatanaman padi pada lahan rawa.

Dengan asumsi komposisi patotipe HDB pada lahanrawa sama dengan lahan sawah irigasi, ketahanan galur-galur padi tehadap penyakit penting ini dapatdiidentifikasi melalui seleksi alami di lingkungan endemispenyakit HDB seperti di Kebun Percobaan Muara, Bogor.Wirnas et al. (2006) menyatakan seleksi daya hasil akanlebih efisien jika dilakukan secara tidak langsungmenggunakan indeks seleksi dari beberapa karakterdibandingkan dengan seleksi berdasarkan satu karakteratau kombinasi dari dua karakter. Seleksi berdasarkanindeks seleksi mendasarkan pada nilai pembobot yangdigunakan sebagai kriteria seleksi atau indeks seleksidengan pembobot (Syukur et al. 2009; Sari et al. 2013).Nilai pembobot dapat ditentukan oleh nilai ekonomi,korelasi, atau nilai heritabilitas (Wirnas et al. 2006; Syukuret al. 2009; Limbongan dan Paleleng 2014). Analisiskorelasi secara konvensional kerap digunakan untukmenentukan indikator seleksi dalam pemuliaan tanaman(Hapsari 2014; Wening dan Susanto 2014).

Pemilihan galur berdaya hasil tinggi dan karakterlain yang mendukung perlu mempertimbangkanseluruh karakter yang diamati, sehingga seleksi tidakhanya berdasarkan satu atau dua sifat saja. Hasilpenelitian menunjukkan umur tanaman berkorelasipositif dengan hasil. Menurut penelitian Wening danSusanto (2014), Safitri et al. (2011), dan Hairmansis(2008), peningkatan tinggi tanaman yang diikuti olehpeningkatan hasil gabah per rumpun ditunjukkan olehkoefisien korelasi yang nyata dan positif. Pendekatanyang lebih rasional dalam memanfaatkan sifat-sifattersebut adalah menggunakan indeks seleksi. Martono(2011) menyatakan indeks seleksi lebih efisiendibandingkan dengan seleksi berdasarkan satu karakter,karena dapat memperhitungkan dukungan lebih banyakkarakter tanaman yang diseleksi. Beberapa hasilpenelitian menunjukkan seleksi menggunakan indeksseleksi dengan pembobot cukup efektif. Limbongan danPalelleng (2014) menyatakan seleksi galur-galur generasilanjut disarankan menggunakan indeks seleksi denganpembobot. Undang (2012) juga memperoleh genotipeterbaik melalui indeks seleksi dengan pembobot padakomoditas jagung dan cabai.

Varietas padi rawa yang tahan terhadap HDB belumbanyak tersedia. Hasil penelitian Anggiani dan Umah

(2015) menunjukkan di antara 19 varietas padi rawa yangdiuji hanya varietas Dendang yang tahan terhadap HDBpatotipe VIII dan tidak satu pun yang tahan patotipe IV.Hasil penelitian Suparyono et al. (2003) menunjukkanpatotipe IV merupakan kelompok Xanthomnas oryzaepv. oryzae (Xoo) yang memiliki virulensi tinggi terhadapsemua varietas diferensial Kogyoku, Tetep, Wase Aikoku,dan Java 14. Kelompok patotipe VIII memiliki virulensitinggi terhadap varietas padi diferensial yang memilikigen tahan Xa1 dan Xa12 (Kogyoku), Xa-3 dan Xa-2(Tetep), serta Xa-3 dan Xa-12 (Wase Aikoku), tetapivirulensinya rendah terhadap varietas diferensial yangmemiliki gabungan gen tahan Xa-1, Xa-2, dan Xa-12 (Java14). Patotipe III adalah kelompok bakteri Xoo yangmemiliki virulensi tinggi terhadap varietas diferensialyang memiliki gen tahan Xa1 dan Xa12 (Kogyoku) sertaXa-3 dan Xa-2 (Tetep), tetapi virulensinya rendahterhadap varietas diferensial yang memiliki gen tahanXa-3 dan Xa-12 (Wase Aikoku), serta varietas diferensialyang memiliki gabungan gen tahan Xa-1, Xa-2, dan Xa-12 (Java 14).

Hornai et al. (2016) menyatakan Kebun PercobaanMuara adalah lokasi yang endemik HDB yang didugamemiliki beberapa patotipe dan cocok untuk penelitianpenyaringan ketahanan galur-galur padi terhadap HDBkarena memiliki pengairan yang memadai. Penelitian inibertujuan untuk mengidentifikasi galur-galur padi rawaberdaya hasil tinggi dan tahan HDB.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi diKebun Percobaan Muara, Bogor, pada bulan April-September 2014. Lokasi penelitian merupakanlingkungan endemis multipatotipe HDB. Sebanyak 318galur padi rawa ditanam menggunakan rancanganaugmented lima blok. Galur padi rawa yang digunakanberasal dari hasil persilangan genotipe-genotipe toleranFe, rendaman, salinitas, Al, kekeringan, serta tahan hamadan penyakit. Galur-galur yang diteliti pada setiap blokterdiri atas 63 atau 64 galur dengan lima varietaspembanding, yaitu Inpara-2, Inpara-3, Inpara-6, Inpara-7, dan IR42. Varietas pembanding sudah berkembangpada lahan rawa dengan sebaran areal tanam cukupluas. Inpara-6 dan Inpara-7 merupakan varietas unggulbaru lahan hara yang berdaya hasil tinggi. Masing-masinggalur ditanam pada petak berukuran 1 m x 5 m, jaraktanam 25 cm x 25 cm, bibit berumur 21 hari dan ditanamsatu batang per rumpun.

Tanaman diberi pupuk dasar setara 100 kg urea, 100kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan susulandilakukan pada 4 dan 7 minggu setuelah tanam, masing-masing dengan takaran 50 kg urea/ha. Pengamatan

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa ... (Wening et al.)

69

dilakukan terhadap beberapa karaker tanaman sebagaiberikut:1. Skor fenotipik pertumbuhan (Phenotypic Growth

Score-PGS), diamati pada fase gabah matangdengan skor: 1= sangat baik, 3 = baik, 5 = cukup, 7= jelek, dan 9 = sangat jelek.

2. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanahhingga malai terpanjang pada saat tanaman matangfisiologis.

3. Jumlah anakan produktif, diukur dengan caramenghitung jumlah batang anakan yang bermalaipada saat tanaman matang fisiologis.

4. Umur berbunga, dihitung sejak tanaman mulaiberbunga setelah benih disebar sampai 50%rumpun berbunga.

5. Umur matang fisiologis, dihitung sejak tanamanmenghasilkan gabah setelah sebar benih sampaigabah 80% matang.

6. Hasil gabah, diukur dengan cara menimbang hasilpanen dari semua rumpun yang ada pada petakbersih percobaan, selanjutnya diamati kadar airsegera setelah penimbangan hasil panen. Hasilpanen per petak dikonversi ke hektar dengan kadarair 14%.

7. Reaksi tanaman terhadap penyakit HDB ditentukanberdasarkan Standard Evaluation System (Tabel 1).

Analisis Ragam

Analisis ragam bertujuan untuk mengetahui pengaruhsumber keragaman terhadap variabel yang diamati. Ujilanjut beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahuigalur yang berdaya hasil nyata lebih tinggi daripadavarietas pembanding terbaik. Metode ANOVA padarancangan augmented disajikan pada Tabel 2.

Analisis lintas

Untuk menentukan komponen hasil yang berpengaruhlangsung terhadap hasil gabah dilakukan analisis lintas(path analysis) seperti yang dikembangkan oleh Deweydan Lu dalam Sutaryo et al. (2003). Hubungan antar-karakter diketahui melalui analisis korelasi Pearsonmenggunakan program SAS versi 9.1. Koefisien korelasiantara kombinasi karakter-karakter yang diamati (rij)diperoleh dari persamaan berikut (Mead & Curnow 1983):

Masing-masing koefisien korelasi diuji pada tarafnyata 0,05 atau 0,01 (Gomez & Gomez 1995). Selanjutnyadilakukan analisis lintas (Path Analysis) untukmengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung darikarakter pertumbuhan terhadap hasil gabah denganrumus (Singh dan Chaudhary 1979):

r1Y 1 r12 r13 r14 r15 r16 P1r2Y 1 r23 r24 r25 r26 P2r3Y = 1 r34 r35 r36 P3r4Y 1 r45 r46 P4r5Y 1 r56 P5r6Y 1 P6

riy = koefisien korelasi antara karakter ke-i yangdiamati dengan hasil (y).

rij = koefisien korelasi antara karakter i dan j.Pi = koefisien lintas (pengaruh langsung) antara

karakter ke-i yang diamati dengan hasil.

Pengaruh-pengaruh yang tidak dapat dijelaskan olehmodel (pengukuran nilai sisa) dari analisis lintas dihitungdengan rumus:

R = nilai sisa/residu.Pi = koefisien lintas karakter i.rij = koefisien korelasi fenotipe karakter i terhadap

hasil.

Tabel 1. Status ketahanan tanaman padi terhadap penyakit HDBberdasarkan Standard Evaluation System for Rice.

Skor Luas areal daun tertular Status

1 1-5% Tahan3 6-12% Agak tahan5 13-25% Rentan7 26-50% Rentan9 >51% Sangat rentan

Sumber: IRRI (2014)

Tabel 2. Metode ANOVA untuk rancangan augmented.

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Fkeragaman bebas kuadrat tengah

Blok b-1 bJK bKT bKT/EKTGenotipe atau rntries e-1 eJK eKT eKT/EKTCek c-1 cJK cKT cKT/EKTGalur g-1 gJK gKT gKT/EKTCek vs galur 1 cgJK cgKT cgKT/EKTGalat atau error (c-1)(b-1) EJK EKT

Total n-1 TJK TKT

Sumber: Sharma (2006)

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75

70

Indeks Seleksi dengan Pembobot

Indeks seleksi merupakan salah satu metode untukmenyaring atau menyeleksi genotipe yang diujiberdasarkan nilai variabel. Indeks seleksi denganpembobot diperlukan jika variabel yang diamati memilikibobot atau tekanan seleksi yang berbeda. Karakter yangdigunakan dalam pembentukan indeks seleksi denganpembobot adalah karakter pertumbuhan dimanapembobot disesuaikan dengan besarnya sumbanganpengaruh langsung setiap komponen pertumbuhanterhadap hasil gabah. Pembobot yang digunakan untukmasing-masing karakter dalam penelitian ini adalahtinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umurmasak, skor HDB dan PGS. Peubah hasil diberi pembobottertinggi (1), karena penelitian ditujukan untuk mencarigalur yang memiliki hasil tertinggi.

Nilai indeks seleksi dengan pembobot atau weightedselection index (WINDEX) diketahui menggunakanpersamaan Falconer dan Mackay (1996):

I = a1Z1 + a2Z2 + a3Z3 + ….. + anZn

I = Indeks seleksi dengan pembobotan = Bobot dari peubahZn = Nilai fenotipe tiap genotipe yang telah

distandarisasi untuk peubah ke-n berdasarkanrumus:

Zn = (X - rata-rata n)/StDev n

X = Nilai peubah tiap genotipeRata-rata n = Rata-rata nilai tiap peubahStDev n = Standard deviasi tiap peubah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Hasil dan Ketahanan terhadap HDB

Terdapat tiga galur yang memiliki hasil nyata lebih tinggidaripada varietas pembanding terbaik Inpara-2 (3,7 t/ha),yaitu B13100-2-MR-2-KA-3-2 (7,48 t/ha), TDK 1-Sub 1-MR-1 (7,04 t/ha), dan B13991E-KA-25 (6,98 t/ha). Ketiga galurtersebut secara berturut-turut memiliki hasil 102%, 90%,dan 88% lebih tinggi dari varietas Inpara-2 (3,7 t/ha). Umurberbunga dan umur matang ketiga galur nyata lebihgenjah dari varietas IR42 dan tinggi tanaman setaradengan Inpari-7 (Tabel 3). Dua galur tahan terhadap HDB,yaitu TDK 1-Sub 1-MR-1 (skor 3, agak tahan) dan B13991E-KA-25 (skor 1, tahan). Selain itu terdapat 205 galur yangberdaya hasil lebih tinggi dari varietas pembanding terbaikInpara-2, namun secara statistik tidak berbeda nyata.Berdasarkan karakter hasil gabah diperoleh beberapagalur yang dapat diuji lebih lanjut. Untuk menentukangalur-galur terpilih dan dapat diuji lebih lanjut digunakananalisis indeks seleksi dengan pembobot.

Secara empiris diketahui hasil tinggi dipengaruhi olehjumlah anakan produktif yang banyak, malai yangpanjang, bobot gabah isi yang tinggi, serta ketahananterhadap hama dan penyakit yang baik. Tingginya hasilgabah dari ketiga galur tersebut disebabkan antara lainoleh ketahanannya terhadap penyakit HDB. Hal ini dapatdimaklumi karena penularan HDB dapat menurunkanhasil 20-65% (Nayak et al. 2008; Khaeruni 2001; Shenand Ronald 2002). Susanto dan Sudir (2012) melaporkansetiap kenaikan 10% intensitas penyakit HDB dariambang kerusakan tanaman menyebabkan kehilanganhasil gabah meningkat 5-7%.

Analisis Korelasi dan Sidik Lintas

Data pada Tabel 4 menunjukkan umur masak memilikikorelasi positif sangat nyata dengan hasil gabah (r4y =0,19). Hal ini berarti umur masak dapat digunakansebagai kriteria seleksi untuk hasil gabah kering. Semakinpanjang umur masak semakin tinggi hasil gabah kering.Namun karakter tersebut juga perlu diperhatikan karenadalam pemilihan galur seringkali terdapat batasmaksimal umur tanaman dari suatu varietas yang akandilepas.

Karakter skor pertumbuhan fenotipik (PGS)berkorelasi sangat nyata dengan hasil gabah dengankoefisien korelasi negatif (r6y=-0,33) (Tabel 4). Koefisienkorelasi skor pertumbuhan dengan hasil gabah negatif,berarti semakin kecil skor pertumbuhan semakin tinggihasil gabah. Hal ini disebabkan karena galur-galurdengan pertumbuhan terbaik memiliki skor lebih kecil,dan sebaliknya. Karakter HDB bekorelasi negatif denganhasil (rxy = -0,10) yang menunjukkan semakin kecil skorHDB semakin tinggi hasil gabah.

Data pada Tabel 5 memperlihatkan hubunganpengaruh langsung dan tidak langsung komponenpertumbuhan terhadap hasil gabah kering. Jika koefisienkorelasi bernilai positif, maka pengaruh langsungnyanegatif atau dapat diabaikan, sehingga pengaruh tidaklangsungnya menjadi penyebab korelasi. Dengandemikian, semua variabel bebas harus diperhatikan dandiperhitungkan secara serempak (Hapsari dan Adie2010). Indikasi ini ditunjukkan oleh karakter umurberbunga yang menunjukkan adanya pengaruh tidaklangsung yang berkorelasi dengan hasil.

Analisis lintas yang dibangun menggunakan enamkarakter sebagai karakter bebas hanya mampumenjelaskan ragam hasil gabah kering 8%. Pengaruhkarakter-karakter lain yang tidak dimasukkan ke dalamdiagram lintas (pengaruh sisaan) adalah 92%, artinyamasih banyak keragamaan yang belum diketahuipengaruhnya terhadap hasil gabah.

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa ... (Wening et al.)

71

Tabel 3. Karakter agronomi dan hasil gabah beberapa galur padi rawa. KP. Muara, Bogor, 2014.

Tinggi Jumlah Umur UmurNo lapang Galur tanaman anakan berbunga matang Hasil Skor Skor

(cm) (batang) (HSS) (HSS) (t/ha) HDB PGS

267 B13567E-KA-6-B 103 8,51 97 120 1,14 3 737 B13935E-KA-36 111 12,97 84 120 1,24 3 346 B13952E-KA-23 113 16,30 92 119 2,44 3 372 B13957E-KA-37 122 16,50 89 123 3,00 5 36 B13922E-KA-38 122 14,97 93 120 3,84 3 7285 B13580E-KA-8-B 124 12,11 99 128 3,86 3 785 B13969E-KA-33 122 18,50 89 120 3,90 3 789 B13972E-KA-5 124 16,17 98 116 4,00 1 1258 B13526E-KA-15-B 126 10,51 91 124 4,04 3 5228 B13100-2-MR-3-KY-2-11 123 14,51 93 124 4,14 3 3233 B13507E-MR-57 131 14,51 95 124 4,14 3 1120 B13988E-KA-22 110 13,50 86 122 4,60 3 3231 B13507E-MR-19 121 17,17 99 124 4,64 1 387 B13970E-KA-44 126 20,17 80 124 4,80 1 7112 B13982E-KA-40 117 14,50 80 120 5,00 3 3234 B13507E-MR-85 120 12,51 100 125 5,04 5 1127 B13988E-KA-29 116 15,17 89 123 5,20 1 1122 B13988E-KA-24 120 15,50 91 123 5,50 3 1232 B13507E-MR-33 129 13,84 93 124 5,54 5 3301 B13925E-KA-1 110 13,11 100 124 5,56 5 3125 B13988E-KA-27 125 16,17 92 124 6,00 3 1130 B13988E-KA-32 113 18,50 92 124 6,00 1 1132 B13988E-KA-34 122 16,50 92 123 6,00 5 1238 B13136-6-MR-2-KA-2-1-7 103 15,17 90 125 6,04 3 5261 B13545E-KA-1-B 107 19,51 96 133 6,04 3 5166 B13990E-KA-14 95 21,90 93 123 6,08 3 1254 B13522E-KA-1-B 100 13,51 93 125 6,44 3 5290 B13582E-KA-6-B 86 24,77 98 124 6,46 3 1252 B13521E-KA-6-B 104 15,84 93 125 6,54 1 7178 B13991E-KA-25 93 10,24 92 124 6,98 1 1247 TDK 1-Sub 1-MR-1 82 14,84 90 124 7,04 3 3198 B13100-2-MR-2-KA-3-2 97 9,57 92 125 7,48 5 1Cek IR42 87 22,00 102 132 3,52 5 1Cek Inpara-2 89 16,07 92 121 3,70 7 1Cek Inpara-3 92 15,00 95 120 3,42 5 1Cek Inpara-6 94 13,20 91 121 2,82 3 1Cek Inpara-7 95 17,27 93 118 2,92 7 1

Rata-rata 110 15,44 93 123 4,73 LSD 24,66 10,81 7 5 2,93

HSS = hari setelah semai; HDB = hawar daun bakteri; PGS= phenotypic growth score.Angka tegak setara dengan cek terbaik, angka tebal nyata lebih tinggi daripada cek terbaik, dan angka miring nyata lebih kecil dibandingcek terbaik.

Tabel 4. Koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dan hasil gabah kering

Karakter X1 X2 X3 X4 X5 X6 rxy

Tinggi tanaman 1 0,17 ** -0,12 * -0,19 ** -0,06 ns 0,08 ns 0,06 nsJumlah anakan 1 -0,09 ns -0,01 ns -0,12 * 0,06 ns -0,09 nsUmur berbunga 1 0,58 ** 0,22 ** -0,18 ** 0,08 nsUmur masak 1 0,12 * -0,21 ** 0,19 **Skor HDB 1 -0,02 ns -0,10 nsSkor PGS 1 -0,33 **

X1 = tinggi tanaman; X2 = jumlah anakan; X3 = umur berbunga; X4 = umur masak; X5 = skor HDB; X6 = skor PGS,rxy = korelasi antara komponen pertumbuhan dengan hasil gabah kering. *, **, dan ns = masing-masing nyata pada taraf 5%, 1%, dan tidak berbeda nyata.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75

72

Indeks Seleksi dengan Pembobot

Hasil penyusunan indeks seleksi dengan pembobotpada penelitian ini menunjukkan varietas pembandingyang memiliki indeks seleksi terbaik adalah IR42, disusuloleh Inpara-2. Varietas IR42 menduduki peringkat ke-209, sedangkan Inpara-2 menduduki peringkat 230.Dengan demikian berdasarkan WINDEX (weightedselection index), terdapat 208 galur yang memilikiperforma lebih baik dibanding cek terbaik IR42. Agarseleksi efektif dan dapat menghasilkan kemajuan genetiksesuai harapan, maka penentuan galur yang akan dipilihuntuk pengujian selanjutnya dilakukan berdasarkanintensitas atau tekanan seleksi. Intensitas seleksi yangbiasa dilakukan adalah 20%. Berdasarkan intensitasseleksi maka dari 318 galur yang diuji terpilih 60 galur

dengan hasil gabah kering berkisar antara 4,47-7,48 t/ha(Tabel 7). Dari ke-60 galur terpilih terdapat tiga galurdengan daya hasil tertinggi, yaitu B13100-2-MR-2-KA-3-2(7,48 t/ha), B13991E-KA-25 (6,98 t/ha), dan TDK 1-Sub 1-MR-1 (7,04 t/ha). Jika dilihat reaksinya terhadap HDB,ketiga galur agak tahan hingga tahan (Tabel 3).

Galur-galur yang digunakan dalam penelitian inimemiliki latar belakang genetik yang sesuai untuk lahanrawa, seperti toleran Fe, Al, dan kekeringan, sehinggaketiga galur yang tahan HDB dan berdaya hasil tinggitersebut adaptif pada lahan rawa. Ketiga galur terpilihmemiliki hasil lebih tinggi daripada varietas pembandingInpara-2 karena tahan HDB yang merupakan penyakitendemis di KP Muara. Varietas Inpara-2 dilaporkan tidaktahan terhadap HDB (Jamil et al. 2016).

Tabel 5. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung enam komponen pertumbuhan terhadap hasil gabah kering.

Pengaruh tidak langsungKarakter Pengaruh Pengaruh

langsung X1 X2 X3 X4 X5 X6 total (rxy)

Tinggi tanaman 0,125 0,055 0,003 -0,023 0,014 -0,022 0,152Jumlah anakan -0,112 0,021 0,006 0,008 -0,008 0,009 -0,076Umur berbunga -0,055 -0,015 0,010 -0,027 0,016 -0,063 -0,133Umur masak 0,120 -0,024 0,001 -0,032 -0,005 0,008 0,069Skor HDB -0,124 -0,008 0,013 -0,012 0,015 0,002 -0,113Skor PGS -0,284 0,098 -0,006 0,010 -0,026 0,003 -0,206Pengaruh sisaan 0,926

X1 = tinggi tanaman; X2 = jumlah anakan; X3 = umur berbunga; X4 = umur masak; X5 = skor HDB; X6 = skor PGS;rxy = korelasi antara komponen pertumbuhan dengan hasil gabah kering

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa ... (Wening et al.)

73

Tabel 6. Hasil seleksi beberapa galur padi rawa berdasarkan indeks seleksi dengan pembobot (weighted standardized selection index).

IndeksRanking No Galur WINDEX

galur Tinggi Jumlah Umur Umur Hasil Skor Skortanaman anakan berbunga masak gabah kering HDB PGS

1 179 B13100-2-MR-2-KA-3-2 -0,39 -1,66 0,13 0,65 3,35 1,51 -1,24 3,722 161 B13991E-KA-25 -0,75 -1,46 0,13 0,27 2,87 -1,80 -1,24 3,543 227 TDK 1-Sub 1-MR-1 -1,77 -0,06 -0,13 0,27 2,93 -0,14 -0,29 2,854 116 B13988E-KA-27 2,02 0,34 0,13 0,34 1,92 -0,14 -1,24 2,545 121 B13988E-KA-32 0,99 1,05 0,13 0,34 1,92 -1,80 -1,24 2,546 175 B13991E-KA-47 -0,18 -0,65 0,13 0,27 1,90 -0,14 -1,24 2,357 232 B13522E-KA-1-B -0,14 -0,47 0,35 0,65 2,35 -0,14 0,67 2,278 230 B13521E-KA-6-B 0,23 0,24 0,35 0,65 2,44 -1,80 1,63 2,279 123 B13988E-KA-34 1,76 0,44 0,13 -0,04 1,92 1,51 -1,24 2,2510 260 B13582E-KA-6-B -1,37 2,95 1,06 0,57 2,37 -0,14 -1,24 2,2511 239 B13545E-KA-1-B 0,47 1,35 0,84 3,68 1,96 -0,14 0,67 2,0912 152 B13990E-KA-14 -0,63 2,08 0,29 -0,11 2,00 -0,14 -1,24 2,0313 114 B13988E-KA-24 1,64 0,14 -0,04 -0,04 1,44 -0,14 -1,24 2,0014 115 B13988E-KA-26 1,67 0,95 -0,04 0,34 1,44 -0,14 -1,24 1,9615 169 B13991E-KA-37 -1,04 -1,76 -0,36 0,27 1,42 -0,14 -1,24 1,9116 118 B13988E-KA-29 1,29 0,04 -0,36 -0,04 1,15 -1,80 -1,24 1,9017 218 B13136-6-MR-2-KA-2-1-7 0,11 0,04 -0,13 0,65 1,96 -0,14 0,67 1,8818 119 B13988E-KA-30 1,73 0,64 -0,68 -0,42 1,44 -1,80 -0,29 1,8819 10 B13925E-KA-8 -0,69 -0,23 0,87 -0,04 1,38 -1,80 -1,24 1,8520 155 B13990E-KA-49 -1,16 -1,36 0,13 0,27 1,42 -0,14 -1,24 1,8221 213 B13507E-MR-33 2,42 -0,37 0,35 0,27 1,48 1,51 -0,29 1,7322 267 B13589E-KA-20-B 0,81 -0,89 1,22 1,33 1,02 -0,14 -1,24 1,6823 172 B13991E-KA-40 -0,75 -1,66 -1,65 -0,49 0,94 -1,80 -1,24 1,6424 170 B13991E-KA-38 -0,99 -2,06 -0,68 -0,49 0,94 -1,80 -1,24 1,6025 162 B13991E-KA-26 -0,84 -1,66 0,13 0,65 1,04 -0,14 -1,24 1,5626 164 B13991E-KA-28 -1,07 -1,76 -1,81 0,65 0,94 -0,14 -1,24 1,5527 151 B13990E-KA-10 -1,22 -0,24 0,45 -0,11 1,13 -1,80 -1,24 1,5528 268 B13925E-KA-1 0,72 -0,59 1,39 0,57 1,50 1,51 -0,29 1,5429 263 B13588E-KA-1-B 1,19 0,82 1,55 1,33 1,02 -0,14 -1,24 1,5230 129 B13988E-KA-42 1,65 -0,57 1,10 0,34 0,96 -1,80 -0,29 1,5131 215 B13507E-MR-85 1,62 -0,77 1,48 0,65 1,00 1,51 -1,24 1,4532 171 B13991E-KA-39 -0,48 -0,35 -0,04 -0,49 0,94 -1,80 -1,24 1,4433 160 B13991E-KA-12 -0,87 -1,36 0,13 0,65 0,94 -0,14 -1,24 1,4334 92 B13981E-KA-34 1,06 -0,06 -0,36 -0,04 1,44 -0,14 0,67 1,4235 192 B11377F-MR-34-2 0,52 -1,56 1,10 1,78 0,65 -0,14 -1,24 1,4236 188 B13100-1-MR-2-KY-2 -1,10 -1,56 -0,04 0,27 0,94 -0,14 -1,24 1,3837 201 B13100-3-MR-1-KA-2-2 -0,41 1,45 0,35 0,27 1,00 -1,80 -1,24 1,3738 207 B13161E-KA-11 1,47 -1,07 -0,46 -0,11 0,90 -0,14 -0,29 1,3239 113 B13988E-KA-23 1,47 1,55 -0,04 -0,42 0,96 -0,14 -1,24 1,2940 265 B13588E-KA-18-B 0,66 -0,09 1,39 1,33 1,02 -0,14 -0,29 1,2941 126 B13988E-KA-38 1,70 0,34 -0,52 -0,42 0,96 1,51 -1,24 1,2842 222 B13100-2-MR-2-KA-2-2 -1,51 -0,37 0,19 0,65 1,48 -0,14 0,67 1,2343 177 B13144-1-MR-2-KA-3-1 0,84 -1,96 0,13 -0,11 0,75 1,51 -1,24 1,2244 104 B13982E-KA-40 1,38 -0,17 -1,81 -1,17 0,96 -0,14 -0,29 1,2145 216 B13519E-MR-54 -0,97 2,66 0,51 0,65 1,00 -1,80 -1,24 1,2046 276 B13981E-KA-34 -0,64 -0,99 0,74 0,19 1,02 1,51 -1,24 1,2047 184 B13132-8-MR-1-KA-21 -1,22 -1,86 0,13 0,27 0,94 1,51 -1,24 1,1948 105 B13983E-KA-40 1,76 -0,17 -1,81 0,34 0,48 -1,80 -0,29 1,1649 127 B13988E-KA-40 0,85 0,24 -0,52 -0,04 0,48 -1,80 -1,24 1,1650 217 B13519E-MR-81 -0,89 -0,97 0,35 0,65 0,52 -1,80 -1,24 1,1551 269 B13926E-KA-23 -0,34 -0,09 1,39 0,57 1,02 1,51 -1,24 1,1452 72 B13961E-KA-8 0,58 1,15 -1,81 0,34 0,48 -1,80 -1,24 1,1453 187 B13132-8-MR-2-KA-9 -0,72 -0,65 -0,20 0,27 0,94 1,51 -1,24 1,1354 231 B13521E-KA-12-B -0,35 -0,67 0,35 0,65 1,00 -1,80 0,67 1,1255 159 B13991E-KA-11 -0,72 0,67 0,29 0,65 0,84 -0,14 -1,24 1,1156 202 B13100-3-MR-1-KA-2-3 -0,92 1,25 0,03 -0,11 1,00 -0,14 -1,24 1,1057 223 IR85260-148 (IR67F290) -1,86 0,24 0,35 -0,11 1,00 -0,14 -1,24 1,0858 154 B13990E-KA-47 -1,58 -0,65 0,29 -0,11 0,84 -0,14 -1,24 1,0659 212 B13507E-MR-19 1,68 0,64 1,32 0,27 0,61 -1,80 -0,29 1,0160 185 B13132-8-MR-2-KA-2 -0,16 -0,95 -0,20 0,65 0,46 -0,14 -1,24 1,00

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75

74

KESIMPULAN

Seleksi galur-galur generasi lanjut padi rawa berdasarkanindeks seleksi dengan pembobot menghasilkan 60 galurberdaya hasil tinggi yang dapat dievaluasi pada pengujianselanjutnya. Daya hasil galur-galur tersebut berkisarantara 4,48-7,48 t/ha. Galur B13100-2-MR-2-KA-3-2, TDK1-Sub 1-MR-1, dan B13991E-KA-25 memiliki hasil gabahmasing-masing 7,48 t/ha, 7,04 t/ha, dan 6,98 t/ha, nyatalebih tinggi dibanding varietas Inpara-2. Galur TDK 1-Sub 1-MR-1 agak tahan terhadap penyakit HDBsedangkan galur B13991E-KA-25 bereaksi tahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Badan LitbangPertanian yang telah memfasilitasi dana penelitian inimelalui DIPA tahun 2014 dan kepada Sdr. Oma atasbantuannya dalam pengambilan data penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anggiani dan C. Umah. 2015. Reaksi ketahanan 19 varietas padirawa terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonasoryzae pv. oryzae). Prosiding Seminar Nasional MasyarakatBiodiversitas Indonesia 1(6):1457-1460.

Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to quantitativegenetics. Longman, Essex.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untukpenelitian pertanian. UI-Press.

Hairmansis, A. 2008. Kriteria Seleksi Galur Padi Gogo BerdayaHasil Tinggi berdasarkan Analisis Lintasan. Widyariset 11(2):65-69.

Hapsari, R.T. dan M.M. Adie. 2010. Pendugaan parameter genetikdan hubungan antarkomponen hasil kedelai. Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan 29(1): 18-23.

Hapsari, R.T. 2014. Pendugaan keragaman genetik dan korelasiantara kompponen hasil kacang hijau berumur genjah.Buletin Plasma Nutfah 2(2): 51-58.

Hornai, E.M.L., B.S. Purwoko, W.B. Suwarno, dan I.S. Dewi. 2016.Pengujian daya hasil dan ketahanan penyakit hawar daunbakteri tanaman padi hibrida. J. Agron. Indonesia 44(2):126-132.

Tabel 7. Daya hasl 60 galur padi rawa terpilih berdasarkan indeks seleksi dengan pembobot atau WINDEX.

Ranking No Galur Hasil WINDEX Ranking No Galur Hasil WINDEXgalur gabah galur gabah

(t/ha) (t/ha)

1 179 B13100-2-MR-2-KA-3-2 7,48 3,72 31 215 B13507E-MR-85 5,04 1,452 161 B13991E-KA-25 6,98 3,54 32 171 B13991E-KA-39 4,98 1,443 227 TDK 1-Sub 1-MR-1 7,04 2,85 33 160 B13991E-KA-12 4,98 1,434 116 B13988E-KA-27 6,00 2,54 34 92 B13981E-KA-34 5,50 1,425 121 B13988E-KA-32 6,00 2,54 35 192 B11377F-MR-34-2 4,68 1,426 175 B13991E-KA-47 5,98 2,35 36 188 B13100-1-MR-2-KY-2 4,98 1,387 232 B13522E-KA-1-B 6,44 2,27 37 201 B13100-3-MR-1-KA-2-2 5,04 1,378 230 B13521E-KA-6-B 6,54 2,27 38 207 B13161E-KA-11 4,94 1,329 123 B13988E-KA-34 6,00 2,25 39 113 B13988E-KA-23 5,00 1,2910 260 B13582E-KA-6-B 6,46 2,25 40 265 B13588E-KA-18-B 5,06 1,2911 239 B13545E-KA-1-B 6,04 2,09 41 126 B13988E-KA-38 5,00 1,2812 152 B13990E-KA-14 6,08 2,03 42 222 B13100-2-MR-2-KA-2-2 5,54 1,2313 114 B13988E-KA-24 5,50 2,00 43 177 B13144-1-MR-2-KA-3-1 4,78 1,2214 115 B13988E-KA-26 5,50 1,96 44 104 B13982E-KA-40 5,00 1,2115 169 B13991E-KA-37 5,48 1,91 45 216 B13519E-MR-54 5,04 1,2016 118 B13988E-KA-29 5,20 1,90 46 276 B13981E-KA-34 5,06 1,2017 218 B13136-6-MR-2-KA-2-1-7 6,04 1,88 47 184 B13132-8-MR-1-KA-21 4,98 1,1918 119 B13988E-KA-30 5,50 1,88 48 105 B13983E-KA-40 4,50 1,1619 10 B13925E-KA-8 5,44 1,85 49 127 B13988E-KA-40 4,50 1,1620 155 B13990E-KA-49 5,48 1,82 50 217 B13519E-MR-81 4,54 1,1521 213 B13507E-MR-33 5,54 1,73 51 269 B13926E-KA-23 5,06 1,1422 267 B13589E-KA-20-B 5,06 1,68 52 72 B13961E-KA-8 4,50 1,1423 172 B13991E-KA-40 4,98 1,64 53 187 B13132-8-MR-2-KA-9 4,98 1,1324 170 B13991E-KA-38 4,98 1,60 54 231 B13521E-KA-12-B 5,04 1,1225 162 B13991E-KA-26 5,08 1,56 55 159 B13991E-KA-11 4,88 1,1126 164 B13991E-KA-28 4,98 1,55 56 202 B13100-3-MR-1-KA-2-3 5,04 1,1027 151 B13990E-KA-10 5,18 1,55 57 223 IR85260-148 (IR67F290) 5,04 1,0828 268 B13925E-KA-1 5,56 1,54 58 154 B13990E-KA-47 4,88 1,0629 263 B13588E-KA-1-B 5,06 1,52 59 212 B13507E-MR-19 4,64 1,0130 129 B13988E-KA-42 5,00 1,51 60 185 B13132-8-MR-2-KA-2 4,48 1,00

Indeks Seleksi Galur Padi Rawa ... (Wening et al.)

75

Jamil, Satoto, P. Sasmita, A. Guswara, dan Suharna. 2016. Deskripsivarietas unggul baru. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Kementrian Pertanian. 84 hal.

Khaeruni, A. 2001. Penyakit hawar daun bakteri pada padi: Masalahdan upaya pemecahannya. IPB Press. Bogor.

Limbongan, Y dan Palelleng. 2014. Efektivitas seleksi generasi F2hasil persilangan padi unggul lokal toraja dengan padi tipebaru inpari 7. Jurnal AgroSain V(1): 1-10.

Martono, B. 2011. Keragaman dan tanggap pertumbuhan sertaproduksi asiatikosida pegagan (Centella asiatica (l.) urban)pada ketinggian tempat dan naungan yang berbeda. Disertasi.Institute Pertanian Bogor, Bogor. 172 hal.

Mead R. and R.N. Curnow. 1983. Statistical methods in agricultureand experimental biology. Chapman and Hall, London.

Nayak, D., M.L. Shanti, L.K. Bose, U.D. Singh, and P. Nayak. 2008.Pathogenicity association in Xanthomonas oryzae pv. oryzaethe causal organism of rice bacterial blight disease. AsianResearch Publishing Network (ARPN) and Biol. Sciance:12-27.

Safitri, H. B.S. Purwoko, I.S. Dewi, dan B. Abdullah. 2011. Korelasidan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Galur-galur HaploidGanda Hasil Kultur Antera. Widyariset, 14(2): 295-303.

Sari, H.P., Suwarto, dan M. Syukur. 2013. Daya hasil 12 hibridaharapan jagung manis (Zea mays L. var. saccharata) diKabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Bul. Agrohorti 1(1):14-22.

Shen, Y., and P. Rhonald. 2002. Molecular determinants of diseaseand resistance in interaction of Xanthomonas oryzae pv.oryzae and rice. J. Microbe and Infection 4(13): 1361-1367.

Singh, R.K., B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical methods inquantitative genetic analysis. Kalyani, Ludhiana, New Delhi.304 pp.

Sudir, Suprihanto, dan T.S. Kadir. 2009. Identifikasi patotipeXanthomonas oryzae pv oryzae penyebab penyakit hawardaun bakteri padi di daerah sentra produksi padi di Jawa.Jurnal Penelitian Pertanian 28(3):131-138.

Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2003. Komposisi patotipe patogenhawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuhberbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22(1):45-50.

Sutaryo, B., A. Purwantoro, dan Nasrullah. 2003. Heterosis standarhasil gabah dan analisis lintasan beberapa kombinasipersilangan padi pada tanah berpengairan teknis. IlmuPertanian 10(2): 70-78.

Susanto, U. dan Sudir. 2012. Ketahanan genotipe padi terhadapXanthomonas oryzae pv. Oryzae patotipe III, IV, dan VIII. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan 31(2):108-116.

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik pemuliaantanaman. Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman,Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. 300 hal.

Undang. 2012. Seleksi berbagai genotipe jagung manis, cabai,dan kacang panjang hasil pemuliaan IPB sebagai penyediabenih unggul. Jurnal Sains Terapan Edisi II 2(1):1-15.

Wening, R.H. dan U. Susanto. 2014. Skrining plasma nutfah paditerhadap cekaman kekeringan. Widyariset. Vol 17(2).

Wening, R.H., U. Susanto, dan Satoto. 2016. Varietas unggul paditahan hawar daun bakteril perakitan dan penyebaran di sentraproduksi padi. Iptek Tanaman Pangan 11(2):119-126.

Wirnas, D. I. Widodo, Sobi, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie.2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeksseleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron.34(1):19-24.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 67-75

76

Adaptasi Agronomi Padi Varietas Inpara ... (Koesrini et al.)

77

Adaptasi Agronomi Padi Unggul Varietas Inpara padaLahan Rawa Pasang Surut

Agronomy Adaptation of Inpara Rice Varieties in Tidal Swamp Land

Koesrini*, M. Saleh, dan M. Thamrin

Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaJl. Jalan Kebun Karet, PO Box 31, Loktabat Utara Banjarbaru 70712, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Naskah diterima 24 Januari 2018, direvisi 19 Juli 2018, disetujui diterbitkan 27 Juli 2018

ABSTRACT

Local rice varieties dominate almost 90% of rice cultivation intidal swampland. This local rice is preferred to be planted becauseits adaptation to submerge tolerant and its rice texture and taste.However, the local rice varieties have long growing period (8-10months) and low yield (2.0-2.5 ton/ha). Introducing of new improvedrice varieties such as Inpara is needed to increase the productivityof rice in tidal swampland. The objective of this study was toevaluate the plant growth and yield performance of Inpara 1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8, and 9 varieties in tidal swampland with type C overflow.The assessment was conducted at Barambai Kolam Kanan village,Barambai district, Barito Kuala regency from April to August 2016.Randomized block design with three replications was applied toexamine 9 rice varieties (Inpara 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, and 9) withcheck variety (Margasari) and local variety. The results showedthat yield of Inpara 1 dan Inpara 4 were higher 17.7% and 31.2%compared with Margasari and 18.8 % and 32.4% than local variety.The Inpara 5 variety is susceptible to iron toxicity with yieldreduction between 40.8-41.4 % compared with two check varieties.This assessment indicated that Inpara 1 and Inpara 4 could beused as an alternative varieties in that agroecosystem with waterand soil pH conditions through land amelioration (liming, biotaraand biological fertilizer) and improvement of macro/micro watersystem) should be improved to approximate the normal conditionto spur the potential yield of each varieties that are adaptive to thetidal swampland.

Keywords: Rice, tidal swamp land, variety.

ABSTRAK

Varietas lokal mendominasi hampir 90% areal pertanaman padi padalahan rawa pasang surut (LRPS). Petani pada ekosistem ini memilihvarietas lokal karena adaptif pada kondisi genangan air dan rasanasinya (pera) disukai oleh konsumen lokal. Kelemahan varietaslokal adalah berumur panjang (8-10 bulan) dengan produktivitasrendah, hanya 2,0-2,5 t/ha. Introduksi varietas unggul baru padaLRPS diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Penelitian inibertujuan untuk mengevaluasi adaptasi agronomi sembilan varietasunggul padi pada LRPS tipe luapan C. Pengujian dilaksanakan diDesa Barambai Kolam Kanan, Kecamatan Barambai, KabupatenBarito Kuala, Kalimantan Selatan, pada April-Agustus 2016. Penelitianmenggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.Varietas yang diuji adalah Inpara-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan varietas

Margasari dan varietas lokal sebagai pembanding. Hasil penelitianmenunjukkan variasi pertumbuhan dan hasil gabah antarvarietas.Varietas Inpara-1 dan Inpara-4 memberikan hasil masing-masing17,7% dan 31,2% lebih tinggi dibanding varietas Margasari dan18,8% dan 32,4% lebih tinggi daripada varietas lokal. Varietas Inpara-5 rentan terhadap keracunan besi dengan penurunan hasil 40,8-41,4% dibandingkan dengan kedua varietas pembanding. Dapatdisimpulkan varietas Inpara-1 dan Inpara-4 dapat digunakan sebagaivarietas unggul alternatif pada LRPS tipe luapan C, tetapi perluperbaikan pH tanah melalui ameliorasi lahan (kapur, biotara, pupukorganik) dan perbaikan tata air makro/mikro sampai mendekati kondisinormal untuk mencapai potensi hasil dari setiap varietas adaptif diLRPS.

Kata kunci: Padi, lahan rawa pasang surut,varietas.

PENDAHULUAN

Lahan rawa pasang surut (LRPS) merupakan lahansuboptimal yang memiliki potensi dikembangkan untukbudi daya padi. Luas LRPS di Indonesia diperkirakansekitar 20,1 juta hektar, dan yang berpotensidimanfaatkan untuk pertanian 9,53 juta hektar,sementara yang sudah direklamasi baru sekitar 2,27 jutahektar. Hasil analisis menunjukkan melalui upayapeningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, danpeningkatan indeks pertanaman (IP) pada LRPS yangsudah direklamasi (2,27 juta hektar) akan diperolehtambahan produksi sekitar 2,70 juta ton gabah keringgiling (GKG) per tahun (BBSDLP 2011, Haryono 2013).

Sampai saat ini sumbangan produksi padi dari LRPSmasih rendah, diperkirakan 600-700 ribu ton GKG pertahun atau sekitar 1,5% dari produksi padi nasional 62,56juta ton GKG dengan produktivitas 3,0-5,0 t/ha atau rata-rata 4,5 t/ha GKG. Rendahnya produktivitas padi padaLRPS disebabkan oleh kondisi biofisik lahan danlingkungan, sosial ekonomi, budaya, dan adat istiadatsetempat (BBSDLP 2011). Keracunan besi dankemasaman tanah merupakan kendala biofisik lahan

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 77-83 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p77-83

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 77-83

78

yang sering dihadapi petani pada agroekosistem LRPS(Annisa et al. 2011) dan penurunan hasil akibat keracunanbesi dapat mencapai 30-60% (Majerus et al. 2007).

Varietas lokal mendominasi areal pertanaman padipada LRPS. Adaptasi yang baik pada kondisi lahan rawa,terutama genangan air, dan rasa nasi yang peramenjadikan varietas lokal tersebut disukai olehkonsumen dan petani setempat. Studi kasus diKecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala,Kalimantan Selatan, yang didominasi oleh LRPS dengantipe luapan air C membatasi petani untuk mengusahakantanaman padi secara intensif karena dihadapkan kepadakendala kemasaman tanah, keracunan besi, dan kahathara. Mereka umumnya menanam varietas lokal sekalidalam setahun dengan umur panen 8-10 bulan dan hasilrendah, hanya 2,0-2,5 t/ha.

Petani mulai membuat persemaian kering (taradak)pada bulan November-Desember, pemindahan bibitpertama (ampak) pada bulan Januari-Februari,pemindahan bibit kedua (lacak) pada bulan Februari-Maret, tanam pada bulan April-Mei, dan panen padabulan Juli-September. Wahdah dan Langai (2010)menyatakan petani menanam varietas lokal karenakemudahan dalam budi daya, tidak memerlukan inputtinggi, dan nasinya (pera) disukai konsumen sehinggaharga jual berasnya tinggi. Harga beras varietas lokalberkisar antara Rp 12.500-13.750/kg untuk varietas SiamMutiara dan Siam Mayang, Rp 10.000-11.250/kg untukvarietas Siam Unus, Siam Rukut, dan Siam Karang Duku.Harga beras varietas unggul berkisar Rp 8.750-10.000/kg. Wardah et al. (2012) juga melaporkan terdapatkeragaman karakter di antara varietas lokal yangditanam petani di Kalimantan Selatan.

Untuk meningkatkan IP diperlukan varietas yangadaptif dengan umur genjah-sedang, 105-135 harisetelah semai (HSS). Inpara (Inbrida Padi Rawa) adalahvarietas padi yang dirakit untuk dikembangkan padalahan rawa dengan umur panen bervariasi antara 114-135 HSS dan potensi hasil berkisar antara 5,1-7,6 t/ha(BB Padi 2016). Hasil penelitian Koesrini et al. (2013) padaLRPS serta penelitian Djufry dan Kasim (2015) pada lahansawah bukaan baru menunjukkan adaptasi varietasInpara sangat bervariasi. Adaptasi varietas Inpara-1sampai Inpara-4 lebih baik dibandingkan Inpara-5 padaLRPS tipe luapan air B di Kabupaten Barito Kuala. Hasilvarietas Inpara-1 sampai Inpara-4 berkisar antara 3,83-4,34 t/ha, sedangkan hasil Inpara-5 hanya 1,83 t/ha.Varietas Inpara-5 rentan terhadap penyakit blasPyricularia grisea dan toleran keracunan besi (Koesriniet al. 2013). Adaptasi varietas Inpara-1 sampai Inpara-5cukup baik pada lahan sawah bukaan baru diKabupaten Merauke, Papua, dengan hasil 3,5-4,2 t/ha(Djufry dan Kasim 2015).

Pada penelitian ini, selain Inpara-1 sampai Inpara-5juga dievaluasi adaptasi agronomi varietas Inpara-6, 7,8, dan 9 yang relatif baru dilepas. Penelitian bertujuanuntuk memperoleh informasi adaptasi varietas Inpara-1 sampai Inpara-9 pada LRPS sehingga dapat digunakansebagai varietas alternatif pengganti varietas Lokal.Varietas terpilih nantinya dapat disarankan untukditanam pada musim hujan atau musim kemarau dalamupaya peningkatan IP dan produktivitas padi pada LRPS.

BAHAN DAN METODE

Pengujian adaptasi varietas dilaksanakan pada LRPS diDesa Barambai Kolam Kanan, Kecamatan Barambai,Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, padamusim kemarau (April–Agustus) 2016. Luapan air dilokasi penelitian termasuk tipe C, yaitu lahan tidakmendapat luapan air pada saat pasang besar maupunpasang kecil. Percobaan menggunakan rancangan acakkelompok dengan tiga ulangan. Varietas padi yang diujiadalah Inpara 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sebagaipembanding digunakan varietas lokal setempat danvarietas Margasari yang dilepas pada tahun 2000. Sampaisaat ini, varietas lokal dan varietas Margasari masihditanam petani di Kecamatan Belawang dan Jajangkit,Kabupaten Barito Kuala. Varietas lokal lebihmendominasi areal pertanaman padi pada musimkemarau.

Penyiapan lahan secara mekanis menggunakantraktor, kemudian dibuat petak percobaan denganukuran 4 m x 10 m. Ameliorasi lahan menggunakankapur dolomit dengan takaran 1,0 t/ha atau 4 kg/petak,disebar merata pada setiap petak percobaan. Padapersemaian basah, benih setiap varietas disemai terpisahagar tidak tercampur. Bibit ditanam pada umur 25 HSSdengan sistem jajar legowo 2:1 (25-40) cm x 12,5 cm,sehingga populasi tanaman menjadi 960 rumpun/petakatau 246.150 rumpun/ha.

Pemupukan dilakukan tiga kali. Pertama, pupukdengan dosis 50 kg/ha urea + 250 kg/ha phonska atau0,2 kg urea + 1 kg phonska/petak diberikan 7 hari setelahtanam (HST). Kedua dan ketiga, pupuk dengan dosis150 kg/ha phonska atau 0,6 kg/petak masing-masingdiberikan pada 30 HST dan 60 HST. Pengendalian gulmadilakukan 3 minggu setelah tanam (MST) dan 6 MST.Pengendalian hama dan penyakit tanaman disesuaikandengan intensitas serangan. Peubah yang diamatimeliputi :1. Sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia tanah (pH H2O, C-

organik, N-total, P-Bray 1, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd, KTK,Fe2+) sebelum percobaan dan sesudah percobaanuntuk peubah pH dan Fe2+

Adaptasi Agronomi Padi Varietas Inpara ... (Koesrini et al.)

79

2. Skor pertumbuhan dan keracunan besi pada fasevegetatif (30 HST) dan generatif (60 HST). Penilaianskor pertumbuhan dan keracunan besimenggunakan standar IRRI (2014), yaitu skor 1 bilapertumbuhan sangat vigor, skor 3 bila pertumbuhanvigor, skor 5 bila pertumbuhan normal, skor 7 bilapertumbuhan lemah, sebagian tanaman kerdil,populasi sedikit, dan anakan tidak terbentuk, danskor 9 bila pertumbuhan sangat lemah, tanamankerdil dan daun berwarna kekuningan. Skortanaman keracunan besi dinilai berdasarkan adatidaknya klorosis pada daun, yang merupakan gejalakhas dari tanaman padi yang mengalami keracunanbesi. Berdasarkan standar IRRI (2014) tanamandiberi skor 0 bila tumbuh normal, tidak terlihat gejalakeracunan besi, skor 1 bila tumbuh normal, adaspot cokelat kemerahan atau oranye, skor 3 bilatumbuh agak normal dan daun tua berwarnacokelat kemerahan, ungu, atau kuning oranye, skor5 bila pertumbuhan dan pembentukan anakanterhambat, daun berwarna cokelat kemerahan,skor 7 bila pertumbuhan dan pembentukan anakansangat terhambat dan sebagian besar tanamanmati, dan skor 9 bila hampir semua tanaman mati.

3. Pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggitanaman dan jumlah anakan diukur dari 10tanaman contoh pada fase vegetatif (30 HST),generatif (60 HST), dan panen.

4. Hasil gabah dalam satuan t/ha diperoleh dengancara mengonversi dari luasan 10.000 m2/40 m2 xhasil/petak.

5. Umur panen, kriteria panen berdasarkan warnagabah, yaitu 90% gabah telah masak dan berwarnakuning secara merata.

6. Penurunan dan peningkatan hasil varietas ujiterhadap varietas pembanding diperoleh dengancara: hasil varietas A dikurangi hasil varietaspembanding, kemudian dibagi dengan hasil varietaspembanding dikali 100%.

Data hasil pengamatan ditabulasi, kemudiandianalisis sidik ragam menggunakan program SAS danperlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut denganuji berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah

Hasil analisis tanah sebelum percobaan menunjukkantingkat kesuburan tanah di lokasi pengujian sangatrendah dengan tekstur tanah liat berdebu dan termasuktanah sulfat masam aktual (Sulfaquept) atau tanah

aluvial bersulfida dangkal (SMP-1). Tanah tergolongsangat masam (pH 3,99) dengan kandungan besi sangattinggi (181,89 ppm) (Tabel 1). Batas kritis konsentrasi Fedalam larutan tanah yang menyebabkan keracunan besiadalah 100 ppm pada pH 3,7 dan 300 ppm atau lebihpada pH 5 (Sahrawat et al. 1996 dalam Noor danKhairudin 2014).

Kemasaman tanah dan keracunan besi merupakankendala utama budi daya padi pada LRPS dan setiapvarietas memiliki respon yang spesifik pada lahansupotimal ini. Pada penelitian ini, kandungan Fe melebihibatas kritis, sehingga pada varietas yang rentan munculgejala keracunan besi. Hal yang sama juga dilaporkanoleh Majerus et al. (2007) dan Mehraban et al. (2008)bahwa kadar besi dalam larutan hara 250-500 ppmdengan pH 4,5-6,0 nyata meningkatkan kadar besi dalamjaringan tanaman dan menunjukkan gejala keracunanbesi pada varietas rentan.

Kandungan basa seperti Cadd, Mgdd, dan Kddtergolong sangat rendah sampai rendah yangmengindikasikan rendahnya ketersediaan hara di lokasipercobaan. Untuk memperbaiki kesuburan tanahdilakukan pemberian amelioran berupa kapur dolomitsaat pengolahan tanah dengan dosis 1,0 t/ha. Aplikasikapur dolomit meningkatan pH tanah dari 3,99 menjadi4,84 dan menurunkan kandungan besi dari 182 ppmmenjadi 144 ppm. Kandungan besi dalam pengujian ini(144 ppm) masih dapat ditoleransi oleh varietas rentanseperti Inpara-5 dengan skor keracunan besi 2,3 padafase vegetatif dan 3,7 pada fase generatif. Menurut Nooret al. (2012), skor keracunan besi pada varietas IR64 yangtergolong rentan bervariasi, bergantung padakonsentrasi besi terlarut. Varietas IR64 menunjukkanskor 3 (keracunan Fe ringan) pada konsentrasi 52 ppmFe, skor 5 (keracunan Fe sedang) pada konsentrasi 143

Tabel 1. Hasil analisis tanah sebelum percobaan pada LRPS di DesaBarambai Kolam Kanan, Kabupaten Barito Kuala,Kalimantan Selatan, MK 2016.

Sifat kimia tanah Nilai Kriteria

pH H2O 3,99 Sangat MasamC-organik (%) 3,71 TinggiN-total (%) 0,38 SedangP-Bray 1 (ppm P) 13,76 TinggiCa-dd (cmol(+)/kg) 0,36 Sangat rendahMg-dd (cmol(+)/kg) 0,89 RendahK-dd (cmol(+)/kg) 0,25 RendahNa-dd (cmol(+)/kg) 0,41 SedangKTK (cmol(+)/kg) 51,8 Sangat tinggiFe2+ (ppm) 181,89 Sangat TinggiTekstur

Pasir (%) 5,47Debu (%) 43,44Liat (%) 51,09

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 77-83

80

ppm Fe, dan skor 9 (keracunan Fe berat) padakonsentrasi >325 ppm Fe. Pada konsentrasi 400 ppmFe, pertumbuhan tanaman padi terhambat.

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanamanpade fase vegetatif menunjukkan pada tanah denganpH 4,84 hampir semua varietas yang diuji dapat tumbuhdengan baik. Analisis ragam terhadap pertumbuhantanaman pada fase vegetatif maupun generatifmenunjukkan perbedaan nyata (Tabel 2). Pertumbuhanbeberapa varietas seperti Inpara 1, 2, 4, 7, 8, dan 9 tidakberbeda nyata dengan varietas pembanding Margasaripada fase vegetatif. Pertumbuhan semua varietas Inpara,kecuali Inpara-6, lebih baik atau sama dengan varietaslokal. Pada fase generatif, semua varietas Inpara memilikiskor pertumbuhan yang sama dengan kedua varietaspembanding. Hal ini menunjukkan varietas Inparapotensial dikembangkan pada LRPS dengan tipe luapanair C, sebagai alternatif pengganti varietas lokal.

Nilai Skor Keracunan Besi

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan skor keracunanbesi pada tanaman padi fase vegetatif maupun generatifberbeda nyata (Tabel 2). Skor keracunan besi padasemua varietas Inpara umumnya tidak berbeda nyatadengan varietas pembanding Margasari, kecuali Inpara-6. Margasari merupakan varietas toleran keracunan besiyang merupakan hasil persilangan antara varietas lokalSiam Unus dengan Cisokan yang memiliki umur setaradengan varietas unggul pada umumnya (120 hari setelahsemai - HSS) dengan potensi hasil 4,5 t/ha (BB Padi 2016).Varietas Margasari toleran keracunan besi sepertivarietas lokal dan tahan terhadap penyakit blas yangsering merusak tanaman padi pada LRPS. Varietas lokal

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siam Rukut,yang beradaptasi dengan baik pada LRPS sebagaimanaterlihat dari nilai skor pertumbuhan dan keracunan besi,terutama pada fase generatif (Tabel 2).

Nilai skor pertumbuhan dan keracunan besimenunjukkan varietas Inpara-4 dan Inpara-9 lebih baikdaripada varietas Inpara lainnya. Inpara-4 merupakanvarietas introduksi dari IRRI, berasal dari galur Swarnasub-1 (IR05F101) yang toleran terhadap rendaman 14hari pada fase vegetatif (Debrata and Sarker 2012,Hairmansis et al. 2012). Varietas Inpara-9 merupakanhasil persilangan antara varietas Mesir dengan galurIR60080-23 yang toleran keracunan besi (BB Padi 2016).

Varietas Inpara-6 menunjukkan gejala klorosiscukup berat, pertumbuhan dan pembentukan anakanterhambat, daun berwarna cokelat kemerahan. Gejalakhas keracunan besi terlihat terutama pada varietasrentan. IRRI (2014) melaporkan gejala keracunan besiyang ditemui pada tanaman padi umumnya dalambentuk bronzing. Gejala yang muncul sangat bervariasi,bergantung pada kandungan besi dalam tanah dantoleransi varietas. Gejala keracunan besi mulai terlihatpada daun tua berupa spot cokelat kemerahan atauoranye, anakan dan pertumbuhan tanaman terhambatbahkan mati pada kondisi keracunan berat.

Varietas Inpara-1 sampai Inpara-9 memiliki umurpanen 94-127 HSS (Tabel 2), lebih pendek 8-21 haridaripada deskripsi varietas (BB Padi 2016). Hal ini dapatterjadi jika varietas tersebut ditanam pada kondisi kering.Pada lahan LRPS tipe luapan C, ketersediaan air dipermukaan terbatas walaupun dalam keadaan pasangbesar. Sumber air pada lokasi penelitian terutama darihujan. Selama pertumbuhannya, tanaman tidak

Tabel 2. Skor pertumbuhan dan keracunan besi pada fase vegetatif dan generatif serta umur panen varietas Inpara di LRPS di DesaBarambai Kolam Kanan, Kabupaten Barito Kuala pada musim kemarau 2016.

Skor pertumbuhan Skor keracunan FeVarietas Umur panen

Vegetatif Generatif Vegetatif Generatif (HSS)

Inpara 1 1,0 e 2,3 ab 0,0 e 2,3 abc 105Inpara 2 2,3 cde 3,0 a 1,3 cde 3,0 ab 116Inpara 3 3,0 bcd 2,3 ab 2,3 bcd 3,7 a 116Inpara 4 1,0 e 1,0 b 0,7 de 1,0 c 127Inpara 5 3,7 bc 1,8 ab 2,3 bcd 3,7 a 94Inpara 6 6,3 a 3,0 a 6,3 a 2,3 abc 100Inpara 7 1,7 de 2,3 ab 3,0 bc 3,0 ab 116Inpara 8 2,3 cde 3,0 a 1,7 e 3,7 ab 116Inpara 9 1,0 e 1,0 b 0,0 e 1,0 c 116Margasari 1,0 e 1,0 b 1,0 cde 1,7 bc 116Lokal 4,3 b 1,7 ab 3,7 b 1,7 bc 223

Rata-rata 2,7 2,1 2,3 2,6 121,8

Angka selajur yang diikuti huruf oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Adaptasi Agronomi Padi Varietas Inpara ... (Koesrini et al.)

81

tergenang air seperti pada lahan sawah irigasi atau lahanLRPS tipe luapan air B, tetapi cukup lembab. Selamapercobaan berlangsung dilakukan tiga kali pemompaanair yang bersumber dari saluran di sekitar arealpertanaman. Kondisi ini diduga berpengaruh terhadapumur tanaman yang lebih pendek dibandingkan dengandeskripsi varietas. Hal serupa juga dilaporkan olehKurniasih et al. (2008) bahwa cekaman kekeringandapat mempercepat umur berbunga dan umur panentanaman padi.

Tinggi tanaman bervariasi antarvarietas Inpara yangdiuji (Tabel 3). Tanaman tertinggi pada saat panenditunjukkan oleh varietas Inpara-8 (102,0 cm) dan Inpara-9 (105,5 cm), sedangkan tanaman terendah ditunjukkanoleh Inpara-6 (75,4 cm). Varietas Inpara-6 mengalamikeracunan besi berat pada fase vegetatif (skor 6,3) yangterindikasi dari rendahnya tanaman. Fageria et al. (2008)melaporkan tanaman padi yang mengalami keracunanbesi memiliki perakaran sedikit, pendek, dan berwarnacokelat gelap sehingga absorbsi hara terganggu danberpengaruh terhadap tinggi tanaman.

Berdasarkan postur tanaman, varietas Inpara-1sampai Inpara-9 pada penelitian ini tergolong rendah(<110 cm), varietas Margasari termasuk sedang (110-130 cm), dan varietas lokal tergolong tinggi (>130 cm)(IRRI 2014). Varietas Inpara-8 dan Inpara-9 memiliki daunbendera tegak, sehingga malai terlindung dari hamaburung. Murchie et al. (2002) dalam Koesrini et al. (2017)menyatakan bahwa varietas yang memiliki daun benderategak memungkinkan penetrasi dan distribusi cahayalebih besar sampai ke bagian bawah dan merata,sehingga meningkatkan fotosintesis 20% lebih tinggidaripada daun terkulai pada kondisi indeks luas dauntinggi.

Jumlah anakan beragam antarvarietas Inpara padafase vegetatif, generatif, dan saat panen (Tabel 3). VarietasInpara-1 dan Inpara-5 pada penelitian ini memiliki jumlahanakan hampir sama dengan deskripsi varietas (BB Padi2016), yaitu 18 batang dan lebih banyak dibandingkandengan kedua varietas pembanding Margasari danvarietas lokal yang hanya rata-rata 12,8 batang. Jumlahanakan varietas Inpara lainnya lebih sedikit daripadayang tertera pada deskripsi varietas dan kedua varietaspembanding pada fase vegetatif. Jumlah anakan semuavarietas Inpara pada fase generatif dan saat panen lebihsedikit dibanding deskripsi varietas. Hal ini menunjukkantingkat kesuburan tanah (Tabel 1) berpengaruh terhadappembentukan anakan dan malai tanaman. Pada fasetersebut, tanaman memerlukan hara makro dan haramikro yang cukup besar untuk membentuk anakan,malai, dan pengisian gabah.

Hasil gabah berbeda nyata antarvarietas (Gambar1). Peubah ini merupakan salah satu faktor pentingdalam menentukan keunggulan suatu varietas. Padapengujian ini, hasil varietas Inpara rata-rata 1,99 t/ha,padahal potensi hasilnya dapat mencapai 5-7 t/hasebagaimana yang ditunjukkan pada deskripsi varietas(BB Padi 2016). Penyebab rendahnya hasil gabah varietasInpara dalam penelitian ini adalah tingkat kesuburantanah yang tidak optimal, pH tanah masam (4,84),kandungan besi tinggi (144 ppm), dan pH air sangatmasam (<4,5). Terdapat korelasi antara keracunan besidengan pembentukan klorofil, proses fotosintesis, danhasil gabah seperti dilaporkan oleh Mehraban et al.(2008). Pembentukan total klorofil menurun pada saattanaman mengalami keracunan besi. Terhambatnyapembentukan klorofil maka laju fotosintesis menjadirendah yang berdampak terhadap rendahnya hasil

Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah anakan varietas Inpara pada fase vegetatif, generatif, dan saat panen. Desa Barambai Kolam Kanan,Barito Kuala, Kalimantan Selatan, MK 2016.

Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan (btg)Varietas

Fase vegetatif Fase generatif Saat panen Fase vegetatif Fase generatif Saat panen

Inpara-1 54,9 abc 86,9 bc 96,1 de 18,7 a 10,4 c 9,1 bcInpara-2 39,9 e 72,8 d 97,3 cde 11,8 b 11,9 bc 9,1 bcInpara-3 48,3 b-e 80,7 cd 92,3 ef 9,6 c 8,7 de 7,8 cdInpara-4 31,3 f 57,5 e 85,7 fg 13,2 b 14,0 a 11,8 aInpara-5 50,5 bcd 85,4 bc 85,8 fg 19,1 a 11,9 ab 11,1 aInpara-6 47,4 cde 87,6 bc 75,4 h 8,4 c 8,2 e 7,2 cInpara-7 43,2 de 84,4 bc 84,8 g 9,9 c 10,0 cd 10,5 abInpara-8 47,5 cde 82,0 cd 102,0 cd 9,2 c 8,7 de 7,3 cdInpara-9 57,4 ab 95,6 ab 105,5 c 9,8 c 10,1 cd 7,9 cdMargasari 46,1 cde 93,7 ab 121,4 b 12,8 b 11,1 bc 11,2 aLokal 60,9 a 104,7 a 142,9 a 12,8 b 12,4 ab 10,7 ab

Rata-rata 48,1 84,6 91,4 12,2 10,7 9,4

Angka selajur yang diikuti huruf oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 77-83

82

tanaman. Wahyuti et al. (2013) juga melaporkan terdapatkorelasi positif antara kandungan klorofil daun denganhasil tanaman padi.

Hasil varietas Inpara-1 sampai Inpara-9 relatif samadengan kedua varietas pembanding. Varietas Inpara-1dan Inpara-4 memberikan hasil gabah >2,5 t/ha padaumur panen masing-masing 105 HSS dan127 HSS.Varietas lokal yang digunakan sebagai varietaspembanding juga berproduksi lebih dari 2 t/ha tetapipada umur panen yang lebih panjang (223 hari). Ditinjaudari umur panen, varietas Inpara (96-123 hari)dimungkinkan meningkatkan IP menjadi 2,0 dalam polatanam padi unggul-padi unggul atau padi unggul-padilokal.

Tingkat penurunan dan peningkatan hasil varietasInpara dibanding varietas Margasari dan varietas lokaldisajikan pada Tabel 4. Varietas Inpara-1 dan Inpara-4menunjukkan peningkatan hasil 17-18%. Peningkatanhasil varietas Inpara-6 dan Inpara-7 hanya 2,3%. Di sisilain, varietas Inpara-3, Inpara-5, Inpara-8, dan Inpara-9menunjukkan penurunan hasil yang cukup tinggi,berkisar antara 28-41%. Penurunan hasil tertinggiditunjukkan oleh varietas Inpara-5 (40,8-41,4%).

Majerus et al. (2007) melaporkan bahwa keracunanbesi merupakan kendala biofisik lahan pada tanahmasam yang berpotensi menurunkan hasil padi 30-60%.Hasil serupa juga dilaporkan oleh Koesrini et al. (2017)bahwa penurunan hasil varietas Inpara-5 mencapai30,7% pada LRPS tipe luapan air B. Oleh karena itu,pengembangan varietas Inpara-5 tidak disarankan padaekosistem tersebut. Varietas padi yang akandikembangkan pada LRPS adalah yang mampu

beradaptasi pada kondisi cekaman lingkungan,terutama kemasaman tanah dan keracunan besi.Varietas Inpara-1 dan Inpara-4 dapat didiseminasikan ditingkat petani pada LRPS tipe luapan C untukmeningkatkan indeks pertanaman.

KESIMPULAN

Varietas Inpara-1 dan Inpara-4 berproduksi lebih tinggimasing-masing 17,7% dan 31,2% daripada varietasMargasari serta 18,8% dan 32,4% dibanding varietas lokalsetempat. Varietas Inpara-5 tergolong rentan terhadapkeracunan besi dengan penurunan hasil mencapai 40,8-

Tabel 4. Peningkatan dan penurunan hasil varietas Inparadibandingkan varietas Margasari dan varietas lokal. DesaBarambai Kolam Kanan, Barito Kuala, Kalimantan Selatan,MK 2016.

Hasil varietas pembanding (%)Varietas Hasil

(t/ha) Varietas VarietasMargasari lokal

Inpara-1 2,53 +17,7 +18,8Inpara-2 2,12 -1,4 -0,5Inpara-3 1,43 -33,5 -32,9Inpara-4 2,82 +31,2 +32,4Inpara-5 1,26 -41,4 -40,8Inpara-6 2,18 +1,4 + 2,4Inpara-7 2,15 0 + 0,9Inpara-8 1,33 -38,1 -37,6Inpara-9 1,52 -29,3 -28,6Margasari 2,15 - -Lokal 2,13 - -

Gambar 1. Produktivitas varietas Inpara dan varietas pembanding pada LRPS tipe luapan air C. Desa Barambai Kolam Kanan, Barito Kuala,Kalimantan Selatan, MK 2016.

Adaptasi Agronomi Padi Varietas Inpara ... (Koesrini et al.)

83

41,4% dibandingkan dengan varietas Margasari danvarietas lokal. Impikasi dari penelitian ini adalah varietasInpara-1 dan Inpara-4 dapat digunakan sebagai varietasalternatif pada LRPS tipe luapan air C dengan kondisipH tanah dan air harus diperbaiki melalui ameliorasilahan (pengapuran, pemberian biotara, pupuk hayati)dan perbaikan tata air makro/mikro.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Badan LitbangPertanian atas bantuan dana penelitian melalui DIPABalittra tahun 2016. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantupelaksanaan penelitian ini dari awal sampai akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, W., B.H. Purwanto, dan D. Shiddieq. 2011. Pengaruhpemberian jerami padi dan purun tikus pada berbagai tingkatdekomposisi terhadap konsentrasi besi di tanah sulfat masam.Jurnal Tanah dan Iklim edisi Khusus Rawa, Juli 2011.

BB Padi. 2016. Deskripsi varietas. Balai Besar Penelitian TanamanPadi. http://bbpadi. litbang.pertanian.go.id. (12 Juni 2017).

BBSDLP. 2011. State of the art & grand design pengembanganlahan rawa. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.44 hal.

Debrata, P. and R.K. Sarker. 2012. Role of non strukturalcarbohydrate and its catabolism associated with sub 1 qtl inrice subjected to comple submergence. Exp. Agric. 48:502-512.

Djufry, F. dan A. Kasim. 2015. Uji adaptasi varietas unggul barupadi rawa lahan sawah bukaan baru di Kabupaten Merauke,Propinsi Papua. J. Agrotan 1(1):99-109.

Fageria, N.K., A.B. Santos, M.P.B. Filho, and C.M. Guimaraes. 2008.Iron toxicity in lowland rice. J. Plant Nutr. 31:1676-1697.

Hairmansis, A., Supartopo, B. Kustianto, Suwarno, dan H. Pane.2012. Perakitan dan pengembangan varietas unggul barupadi toleran rendaman air Inpara 4 dan Inpara 5 untuk daerahrawan banjir. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31:1-7.

Haryono. 2013. Lahan rawa: lumbung pangan masa depanIndonesia. Cetakan ke-2 IAARD. Jakarta. 162 hal.

IRRI. 2014. Standar evaluation system for rice. International RiceResearch Institute, Manila, Philippines. 37p.

Koesrini, M. Saleh, dan D. Nursyamsi. 2013. Keragaan varietasInpara di lahan rawa pasang surut. Pangan Media Komunikasidan Informasi 22:221-227.

Koesrini, M. Saleh, dan S. Nurzakiah. 2017. Adaptabilitas varietasInpara di lahan rawa pasang surut tipe luapan air B padamusim kemarau. J. Agron. Indonesia 45(2):117-123.

Kurniasih, Taryono, dan Toekidjo. 2008. Keragaan beberapa varietaspadi (Oryza spp.) pada kondisi cekaman kekeringan dansalinitas. Ilmu Pertanian 15:49-58.

Majerus, V., P. Bertin, and S. Lutts. 2007. Effect of iron toxicity onosmotic potential, osmolytes and polyamines concentrationsin the African rice (Oryza plaberrima Steud.). J. Plant Sci.173:96-105.

Mehraban, P., A.A. Zadeh, and H.R. Sadeghipour. 2008. Iron toxicityin rice (Oryza sativa L.) under different potassium nutrition.Asian J. Plant Sci. 7:251-259.

Noor, A., I. Lubis, M. Ghulamahdi, M.A. Chozin, K. Anwar, dan D.Wirnas. 2012. Pengaruh konsentrasi besi dalam larutan haraterhadap gejala keracunan besi dan pertumbuhan tanamanpadi. J. Agron. Indonesia 15(2):91-98.

Noor, A. dan Khairudin. 2014. Keracunan besi pada padi: aspekekologi dan fisiologi-agronomi. hal:305-318. Dalam: M. Yasindkk. (eds). Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian diBanjarbaru, 26-27 Maret 2013.

Wahdah, R. dan B.F. Langai. 2010. Preferensi petani terhadapvarietas padi lokal di area pasang surut Kabupaten TanahLaut dan Kabupaten Barito Kuala. Media Sains 2(1):114-120.

Wahdah, R., B.F. Langai, dan T. Sitaresmi. 2012. Keragamankarakter varietas lokal padi pasang surut Kalimantan Selatan.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31(3):158-165.

Wahyuti, T.B., B.S. Purwoko, A. Junaedi, Sugiyanto, dan B. Abdullah.2013. Hubungan karakter daun dengan hasil padi varietasunggul. J. Agron. Indonesia 41:181-187.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 77-83

84

Preferensi terhadap Padi Rawa Pasang Surut ... (Darsani dan Koesrini)

85

Preferensi Petani terhadap Karakter Beberapa Varietas Unggul PadiLahan Rawa Pasang Surut

The Preference of Farmer on Characteristics of High YieldRice Varieties on Tidal Swampland

Yanti Rina Darsani dan Koesrini

Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaJl. Kebun Karet, PO Box 31. Loktabat Utara Banjarbaru, 70712 Kalimantan Selatan, Indonesia

Email:[email protected] dan [email protected]

Naskah diterima 4 Oktober 2017, direvisi 10 Juli 2018, disetujui diterbitkan 24 Juli 2018

ABSTRACT

Local tidal swampland rice varieties are mostly preferable forfarmers in this agroecosystem. But low yield compared to the newlyrice varieties. To increase productivity and rice production in thisarea, introduction of new rice variety with higher yield and betterphysico-chemical characteristics that meet the local consumerstaste and preferences are mostly needed. The objective of thisresearch was to study the preferences of Javanese and Banjareseethnics farmer on the characteristics of high yield rice varieties intidal swampland. The research was conducted on farmer’s fields atKarang Bunga Village, Mandastana District, Barito Kuala Regency,and the survey was at Samuda Village, Belawang District, BaritoKuala Regency in 2016. Thirty-three farmers from two ethnics(Javanese and Banjarese) were taken randomly as respondents.Characteristics of farmers, plant morphology, and texture of ricewere collected as primary data source through field observationand direct interview. Observations were conducted toward plantgrowth before harvest, grain shape, and rice texture by taste test.The data were tabulated, grouped and analyzed by using descriptiveapproach. The research’s results showed that preference level ofboth ethnic toward tested varieties characteristics mainly includedplant type, plant height, panicle length, productive tillers, grain shape,rice quality, rice colour and texture. From varieties aspects for bothJavanese and Banjarese farmers tend to accept Inpara-2, Margasari,Inpara-3, Inpara-8, and Inpara-6. Javanese is also preferredMekongga variety and Banjarese preferred Inpara-9. Javanesefarmers preferred to choose Inpara-2 due to its plant type, productivetillering, length of panicle, grain colour, and rice quality whileBanjarese preferred to chooce Margasari because of its plant type,grain shape, rice quality, colour, texture and rice taste. Instead ofgood vegetative performances, varieties should have the preferredgrain shape, rice quality, rice texture, and rice taste for thedevelopment of its varieties on tidal swampland. This informationwill be needed for plant breeder to invent new high yield rice varietyin tidal swampland.

Keywords: Rice, high yield variety, tidal swampland, farmerpreference.

ABSTRAK

Varietas padi lokal masih disukai oleh petani di wilayah pasangsurut karena rasa nasi memenuhi selera masyarakat setempat.

Namun demikian, hasil padi dari varietas ini masih relatif rendahyaitu 2.0-2,5 t/ha. Oleh karena itu introduksi varietas unggul barudengan karakteristik fisiko-kimia yang memenuhi rasa dan seleramasyarakat di wilayah ini sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui preferensi petani etnis Jawa dan Banjar terhadapkarakteristik varietas unggul padi lahan rawa pasang surut.Penelitian lapang dilaksanakan pada lahan petani dan survei di DesaKarang Bunga, Kecamatan Mandastana, dan Desa Samuda,Kecamatan Belawang, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan,pada tahun 2016. Responden sebanyak 33 orang yang merupakanpetani etnis Jawa dan Banjar dipilih secara acak sederhana. Datayang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, morfologi tanaman,mutu beras, dan tekstur nasi. Pengumpulan data melalui pengamatandan wawancara dengan petani. Pengamatan dilakukan terhadappertumbuhan tanaman di lapang pada saat menjelang panen, bentukgabah/beras, dan tekstur nasi melalui uji rasa. Data pengamatanditabulasi, dikelompokkan, dan dianalisis secara deskriptif. Hasilpenelitian menunjukkan petani dari kedua etnis menyukai varietaspadi berdasarkan tipe tanaman, tinggi tanaman, panjang malai, jumlahanakan produktif, bentuk gabah, mutu beras, warna dan teksturnasi. Petani etnis Jawa dan Banjar lebih menyukai varietas Inpara-2, Margasari, Inpara-3, Inpara-8, dan Inpara-6. Etnis Jawa jugamenyukai varietas Mekongga dan etnis Banjar menyukai Inpara-9.Petani etnis Jawa paling menyukai varietas Inpara-2 dari segi tipetanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, warna gabah,dan mutu beras. Petani etnis Banjar lebih menyukai varietasMargasari dari segi tipe tanaman, bentuk gabah, mutu beras, warna,tekstur, dan rasa nasi. Aspek yang perlu mendapat perhatian dalampengembangan varietas padi pada lahan rawa pasang surut adalahpertumbuhan (vegetatif), bentuk gabah, mutu beras, tekstur nasi,dan rasa nasi yang disukai petani setempat. Informasi ini diharapkanmenjadi masukan bagi pemulia tanaman dalam merakit varietasunggul baru padi lahan rawa pasang surut.

Kata kunci: Padi, varietas unggul, lahan rawa pasang surut,preferensi petani.

PENDAHULUAN

Lahan rawa pasang surut adalah lahan suboptimal yangdapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanamanpadi. Luas lahan rawa pasang surut di Indonesiadiperkirakan 20,14 juta hektar dan yang berpotensi untuk

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p85-94

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94

86

pertanian sekitar 9,53 juta hektar (Haryono et al. 2013).Kendala utama pengembangan lahan rawa pasang surutuntuk pertanian adalah biofisik lahan (kesuburan tanahrendah), sosial ekonomi (kelangkaan tenaga kerja,kelembagaan belum berkembang), dan prasaranapenunjang (jaringan tata air, jembatan, jalan) belummemadai sehingga membatasi pemasaran produksi.

Sebagian besar (90%) petani pada lahan rawapasang surut menanam padi varietas lokal, sekali dalamsetahun. Hanya 10% petani yang menanam padi ungguldengan pola tanam padi unggul-padi lokal. Alasan petanimenanam padi lokal adalah karena kemudahan budidaya, tidak memerlukan input tinggi, harga jual berastinggi, dan rasa nasi disukai oleh konsumen setempat(Wahdah dan Langai 2010). Selain itu varietas lokaladaptif pada lahan rawa pasang surut, meskipun umurbibit sudah tua (2-3 bulan) masih bisa ditanam. Tidakdemikian halnya varietas unggul.

Kelemahan varietas lokal adalah berdaya hasilrendah (2,0-2,5 t/ha), umur panjang (8-10 bulan), danrelatif tidak tahan terhadap hama dan penyakit tanaman(Koesrini et al. 2014). Penggunaan benih yang sama darisatu musim ke musim berikutnya diduga menjadi sumberpenularan hama dan penyakit di lapang, sehingga padamusim tertentu terjadi ledakan serangan seperti terjadipada tahun 2016. Dalam hal ini, penyakit tungro merusakpertanaman varietas lokal di Kabupaten Barito Kuala.

Untuk meningkatkan produksi padi pada lahan rawapasang surut perlu diintroduksikan varietas unggul baru(VUB) yang adaptif, potensi hasil tinggi, dan mutu hasil(bentuk gabah/beras, rasa nasi) sesuai preferensi petani/konsumen. Inpara merupakan varietas unggul baru padiyang dapat beradaptasi pada lahan rawa. Sampai tahun2014 telah dilepas sembilan varietas Inpara, yaitu Inpara-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan karakteristik yangberbeda, baik dari segi adaptasi dan morfologi tanamanmaupun mutu hasil (BB Padi 2016). Hasil penelitianKoesrini et al. (2014) adaptasi varietas Inpara pada lahanrawa pasang surut bervariasi. Adaptasi varietas Inpara-1 sampai Inpara-4 lebih baik dibanding Inpara-5 padalahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan. VarietasInpara-5 dilaporkan sangat rentan terhadap keracunanbesi dan penyakit blas. Rohima et al. (2014) jugamelaporkan varietas Inpara-2 dan Inpara-4 berpotensidikembangkan pada lahan pasang surut di KabupatenMarauke. Selain di lahan rawa pasang surut, varietasInpara-1, Inpara-2, dan Inpara-3 juga berpotensidikembangkan pada lahan rawa lebak (Helmi 2015).

Puspandi et al. (2011) dalam Setyowati danKurniawati (2015) menyatakan bahwa untukpengenalan, pengembangan, dan penyebaran varietasunggul baru ke petani dapat dilakukan melalui sosialisasideskripsi varietas dan identifikasi preferensi petani/

konsumen terhadap mutu beras. Pengenalan varietasunggul baru pada lahan pasang surut Kabupaten BaritoKuala dilakukan melalui distribusi benih, kemudiandilanjutkan dengan uji preferensi dari aspekpertumbuhan, hasil gabah, dan rasa nasi.

Preferensi konsumen/petani terhadap mutu berasdi setiap daerah berbeda-beda. Sebagian besarpenduduk Indonesia menyukai rasa nasi pulen,sedangkan rasa nasi agak pera sampai pera disukai olehumumnya penduduk Kalimantan Barat dan SumateraBarat (Haryadi 2015).

Uji preferensi rasa nasi berhubungan dengan adopsivarietas. Adopsi berkaitan dengan proses perubahanperilaku seseorang berupa pengetahuan, sikap, danketerampilan dalam menerima inovasi (Mardikanto1996dalam Warsito et al. 2010). Varietas yang adaptif, potensihasil tinggi, dan mutu hasil sesuai preferensi petani dankonsumen biasanya akan diadopsi. Melalui uji preferensirasa nasi dapat diketahui preferensi petani terhadapvarietas unggul padi yang akan dikembangkan, sehinggadapat menjadi acuan dalam penyediaan benihsumbernya. Dukungan penyediaan benih sumber jugamenjadi faktor penting dalam pengembangan varietasunggul baru pada lahan rawa pasang surut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensipetani etnis Jawa dan Banjar terhadap karakteristikbeberapa varietas unggul padi lahan rawa pasang surut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada agroekosistem lahan rawapasang surut di Desa Karang Bunga, KecamatanMandastana (etnis Jawa) dan Desa Samuda KecamatanBelawang (etnis Banjar) Kabupaten Barito Kuala,Kalimantan Selatan, pada tahun 2016. Dari kedua lokasipenelitian dipilih 33 orang sampel secara acaksederhana. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristikdan preferensi petani terhadap 12 varietas padi,morfologi tanaman, dan mutu gabah/beras, yaituvarietas unggul Inpara-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, serta varietasMargasari, Mekongga, dan Ciherang.

Tahapan penelitian preferensi dibagi ke dalam duatahap, yaitu (1) penilaian petani terhadap keragaantanaman yang meliputi tipe dan tinggi tanaman, anakanproduktif, panjang malai, umur tanaman, dan ketahananterhadap hama dan penyakit, dan (2) penilaian terhadapmutu dan bentuk gabah, mutu beras dan rasa nasi.Penilaian terhadap tipe tanaman meliputi bentuktanaman (tegak, agak tegak, dan menyebar dalamrumpun). Penilaian terhadap mutu gabah mencakupbentuk/ukuran gabah (panjang/ramping, bulat atausedang) dan warna gabah (bernas/mulus, keseragamanwarna), dan mutu beras (ukuran beras, tingkat

Preferensi terhadap Padi Rawa Pasang Surut ... (Darsani dan Koesrini)

87

kepecahan, warna beras). Uji organoleptik meliputipenilaian terhadap warna nasi, kepulenan (pulen/pera),dan rasa nasi (enak dan tidak enak). Data dikumpulkanmelalui pembagian kuesioner sederhana kepadaresponden agar mudah dipahami dan dijawab.

Metode Analisis

Pengujian dilakukan terhadap responden secarasubjektif dengan uji indra (Haryadi 2015). Ujiorganoleptik adalah pengujian yang didasarkan padaproses penginderaan. Pengujian dilakukan denganmenyajikan nasi beberapa varietas padi kepadaresponden. Nasi dimasak dengan cara yang sama untuksemua varietas uji dan dimasak menggunakan cara yangbiasa digunakan petani. Sampel nasi disajikan padapiring sampel beras dan gabah disajikan dalam kemasanplastik yang dapat dilihat dan disentuh responden,kemudian responden diminta menilai. Data yang telahterkumpul ditabulasi, kemudian dianalisismenggunakan skoring (Tabel 1).

Nilai skor yaitu bobot dikali jumlah petani untuksetiap varietas. Preferensi total dari setiap varietasmerupakan skor rata-rata dari semua karakter yangdimiliki varietas tersebut. Jika nilai tertinggi berarti varietastersebut paling disukai. Preferensi petani terhadapkarakter varietas adalah rata-rata semua nilai skor untuksemua varietas yang diuji pada karakter yang sama. Jika

nilai rata-rata karakter paling tinggi berarti karaktertersebut paling disukai.

Data preferensi petani didistribusikan pada kelasyang berbeda. Pemberian skor menggunakan skalaLikert dengan lima kriteria, 5 sangat suka, 4 suka, 3 cukupsuka, 2 tidak suka, dan 1 sangat tidak suka. Kriteriatersebut memiliki interval yang besarnya ditentukan olehrumus interval kelas. Nilai skor ditampilkan dalam bentukpersentase (Nasution dan Barizi 1988 dalam Rina danKoesrini 2016a; Suharyanto dan Kariada 2011) denganrumus:

% skor tertinggi – % skor terendahPanjang = ————————————————interval Jumlah interval kelas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani

Umur petani berkisar antara 37-76 tahun dengan rata-rata 48,9 tahun di Desa Karang Bunga, KecamatanMasdastana, dan 33-71 tahun dengan rata-rata 43,8tahun di Desa Samuda, Kecamatan Belawang. Di keduadesa tersebut, petani responden termasuk ke dalam usiaproduktif (Tabel 2).

Tingkat pendidikan petani di kedua desa bervariasiantara 6-12 tahun. Rata-rata tingkat pendidikan petanidi Desa Karang Bunga 7,4 tahun (SMP) dan di DesaSamuda 8,0 tahun (SMP). Artinya petani memiliki tingkatpendidikan yang cukup memadai untuk dapatmenerima teknologi yang diintroduksikan.

Pengalaman bertani berkisar antara 9-35 tahundengan rata-rata 24,5 tahun di Desa Karang Bunga,Kecamatan Mandastana, dan 23,0 tahun di DesaSamuda, Kecamatan Belawang. Pengalaman bertaniresponden di kedua desa rata-rata 23,7 tahun.Pengalaman bertani responden merupakan faktorpendorong bagi keberhasilan usahatani di kedua desa.Prayogo (2010) menyatakan perbedaan tingkatpenguasaan teknologi disebabkan oleh faktor internal

Tabel 1. Preferensi petani terhadap morfologi dan mutu hasiltanaman beberapa varietas unggul padi lahan rawa. DesaKarang Bunga, Kecamatan Mandastana (etnis Jawa) danDesa Samuda Kecamatan Belawang (etnis Banjar)Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 2016.

Interval Preferensi Bobot Jumlah petani Nilai skorskor (%) (%) (org) (%)

84,01-100 Sangat suka 20 n n x bobot68,01-84 Suka 20 n n x bobot52,01-68 Cukup suka 20 n n x bobot36,01-52 Tidak suka 20 n n x bobot20,00-36 Sangat tidak suka 20 n n x bobot

Tabel 2. Karakteristik petani padi pada agroekosistem lahan rawa pasang surut di Kecamatan Mandastana dan Belawang, Kabupaten BaritoKuala, 2016.

Kec. Mandastana Kec. BelawangUraian Rata-rata

Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran

Umur (th) 48,87 37-76 43,78 33-71 46,32Pendidikan (th) 7,40 6-12 8,00 6-12 7,70Pengalaman bertani (th) 24,47 15-35 23,00 9-35 23,73Tenaga kerja produktif (org/KK) 2,96 2-4 3,26 2-6 3,11Luas lahan milik (ha) 2,26 1,25- 3,25 2,00 1,0-3,14 2,13Luas lahan garapan (ha) 2,13 1,25- 2,25 1,73 1,0-2,5 1,93

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94

88

petani seperti pengalaman berusahatani, umur, dantingkat pendidikan. Selain itu, keberhasilan berusahatanijuga disebabkan oleh faktor eksternal sepertipenyuluhan.

Tenaga kerja produktif bervariasi antara 2-6 orang/KK, rata-rata 2,96 orang/KK/th di Desa Karang Bungadan 3,26 orang/KK/th di Desa Samuda. Tenaga kerjaproduktif di kedua desa rata-rata 3,1 orang/KK yangmendukung kelancaran usahatani pada lahan rawa.

Luas lahan yang dimiliki petani di kedua desa rata-

rata 2,13 ha/KK, dengan kisaran 1,25–3,25 ha/KK di DesaKarang Bunga dan 1-3,14 ha/KK di Desa Samuda.Sementara luas lahan garapan di kedua desa rata-rata1,93 ha/KK atau 90,6% dari luas lahan hak milik.

Varietas Unggul yang Disukai

Preferensi petani etnis Jawa terhadap karakter varietasunggul padi yang diuji pada lahan rawa pasang surutditampilkan pada Tabel 3 dan preferensi petani etnis

Tabel 3. Preferensi petani etnis Jawa terhadap pertumbuhan vegetatif varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. Kabupaten BaritoKuala, 2016.

Preferensi petani (%)Varietas

Tipe Tinggi Anakan Panjang Umur Ketahanan Skor Katagoritanaman tanaman produktif malai tanaman hama dan

penyakit

Inpara-1 80,0 80,0 69,3 64,0 69,3 64,0 71,1 SInpara-2 80,0 77,3 80,0 80,0 77,3 69,3 77,3 SInpara-3 83,0 81,3 81,3 72,0 78,7 70,7 77,8 SInpara-4 66,7 64,0 74,7 70,7 41,3 57,3 62,4 CSInpara-5 66,7 61,3 66,7 72,0 78.7 36,0 63,6 CSInpara-6 78,8 80,0 76,0 77,3 77,3 50,7 73,3 SInpara-7 77,3 74,7 58,7 65,3 73,3 70,7 70,0 SInpara-8 77,3 72,0 68,0 76,0 72,0 70,7 72,7 SInpara-9 81,3 81,3 70,7 73,3 68,0 60,0 72,4 SMargasari 60,0 58,7 61,3 86,7 70,7 76,0 68,9 SMekongga 74,7 74,7 74,7 76,0 74,7 45,3 70,0 SCiherang 74,7 73,3 60,0 80,0 73,3 34,6 66,0 CS

Rata-rata 75,0 73,2 70,1 74,4 71,2 58,8 70,5 S

Skor 52,01-68% = cukup suka (CS), 68,01-84% = suka (S), 84,01-100% = sangat suka (SS)

Tabel 4. Preferensi petani etnis Banjar terhadap karakter pertumbuhan vegetatif varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. KabupatenBarito Kuala, 2016.

Preferensi petani (%)Varietas

Tipe Tinggi Anakan Panjang Umur Ketahanan Skor Katagoritanaman tanaman produktif malai tanaman hama dan

penyakit

Inpara-1 68,9 64,4 63,3 61,0 61,1 55,5 62,4 CSInpara-2 85,5 77,8 72,2 71,1 67,8 72,2 74,4 SInpara-3 84,4 82,2 77,8 72,2 67,8 74,8 76,5 SInpara-4 83,3 80,0 81,1 67,8 47,8 62,2 70,4 SInpara-5 68,9 63,3 56,7 66,7 73,3 62,2 65,2 CSInpara-6 83,3 83,3 83,3 75,5 83,3 60,0 78,1 SInpara-7 71,1 70,0 64,4 68,9 73,3 52,2 66,6 CSInpara-8 87,8 82,2 84,4 72,2 81,1 83,3 81,8 SInpara-9 86,7 83,3 82,2 71,1 78,9 72,2 79,1 SMargasari 84,4 72,2 73,3 78,9 71,1 73,3 75,5 SMekongga 66,7 67,8 68,9 71,1 67,8 43,3 64,3 CSCiherang 72,2 66,7 65,5 75,5 72,2 63,3 69,2 S

Rata-rata 78,60 74,40 72,75 71,00 70,40 64,54 71,96 S

Skor 52,01-68% = cukup suka (CS), 68,01-84% = suka (S), 84,01-100% = sangat suka (SS)

Preferensi terhadap Padi Rawa Pasang Surut ... (Darsani dan Koesrini)

89

Banjar pada Tabel 4. Karakter pertumbuhan tanamandan mutu hasil varietas unggul yang diintroduksikanperlu diketahui petani dari kedua etnis di lokasipenelitian karena akan mempengaruhi keputusan untukmengadopsi.

Tingkat kesukaan petani etnis Jawa terhadapkarakter keragaan tanaman varietas unggul padiberturut-turut adalah pada tipe tanaman, panjang malai,tinggi tanaman, umur tanaman, dan anakan produktif.Sementara tingkat kesukaan petani etnis Banjar berturut-turut pada karakter tipe tanaman, tinggi tanaman,anakan produktif, panjang malai, dan umur tanaman.Dari data ini dapat diurutkan prioritas karakter tanamanyang paling disukai petani responden yaitu tipe tanaman,tinggi tanaman, panjang malai, dan anakan produktif.

Preferensi Petani terhadap Keragaan Tanaman

Tipe tanaman. Tipe tanaman merupakan karakter yangpaling diutamakan petani dalam menilai varietas karenamenentukan bentuk tanaman (serak, tegak) yang dapatdinilai langsung di lapangan. Petani etnis Jawa dan Banjarsama-sama menyukai tipe tanaman varietas Inpara-1, 6,7, dan Ciherang. Petani etnis Jawa juga menyukai tipetanaman varietas Inpara-2, 3, 8, 9, dan Mekongga sertacukup suka pada tipe tanaman varietas Inpara-4, 5, danMargasari. Petani etnis Banjar sangat menyukai tipetanaman varietas Inpara -2, 3, 8, 9 dan Margasari. Selainitu, mereka juga menaruh perhatian terhadap varietasInpara-4, 5. dan Ciherang serta cukup suka terhadapvarietas Mekongga.

Tipe tanaman berkaitan dengan penampilantanaman, tumbuh tegak atau serak. Padi varietas unggulInpara umumnya dirakit dari tetua dengan tipe tanamandan daun bendera tegak. Varietas yang memiliki tipe inimemungkinkan penetrasi dan distribusi cahaya lebihbesar sampai ke bagian bawah secara merata, sehinggameningkatkan fotosintesis pada tanaman. Murchie etal. (2002) dalam Koesrini et al. (2017) melaporkanfotosintesis pada tanaman dengan kanopi daun tegaksekitar 20% lebih tinggi dibandingkan kanopi daunterkulai pada kondisi indeks luas daun tinggi.

Petani dari kedua etnis tersebut selain tertarik padatipe tanaman varietas Inpara, juga menyukai adaptasinya(terutama varietas Inpara-2 dan 3) pada lahan rawapasang surut. Kedua varietas tergolong toleran terhadapkemasaman tanah dan keracunan besi (Koesrini et al.2014). Tingkat adopsinya oleh petani cukup tinggi diKabupaten Barito Kuala. Pada tahun 2011, luas tanamvarietas Inpara di daerah ini hanya 86 ha dan meningkatsecara signifikan pada tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015berturut-turut menjadi 1.225 ha, 2.818 ha, 2418 ha, dan4.827 ha (Rina dan Koesrini 2016a). Adaptasi varietas

Inpara-2 juga cukup baik pada lahan rawa lebak, tetapiadopsinya oleh petani masih rendah (Rina dan Koesrini2016b).

Adri dan Yardha (2014) melaporkan varietas Inpara-1 dan Inpara-3 mampu berproduksi 6,2-7,2 t/ha padalahan sawah pasang surut di Jambi. Koesrini et al. (2017)juga melaporkan varietas Inpara-3, 4, 6, 8, dan 9memberikan hasil cukup tinggi (3,5-4,3 t/ha) pada lahanrawa pasang surut di Kalimantan Selatan dengan pHtanah 4,9 dengan kandungan besi 169 ppm dan varietasInpara-5 kurang adaptif pada ekosistem ini. PenelitianDebrata dan Sarker (2012) dan Hairmansis et al. (2012)menunjukkan varietas Inpara-5 yang berasal dari galurIR64 sub-1 (IR07F102) berpotensi dikembangkan didaerah rawan banjir pada lahan rawa lebak dangkal,sawah bonorowo, dan sawah di pesisir pantai. Varietastersebut tidak disarankan ditanam pada lahan rawapasang surut karena tidak memiliki gen tolerankeracunan besi (BB Padi 2016).

Inpara-1 (B 9852E-KA-66) dan Inpara-2 (B10214F-TB-7-2-3) memberikan hasil lebih tinggi dibandingkangalur lainnya pada lahan rawa pasang surut maupunrawa lebak (Kustianto 2009). Ikhwani dan Makarim(2012) melaporkan Inpara-4 yang diuji pada daerahrawan rendaman memberikan hasil gabah tertinggi.Sementara itu Djufry dan Kasim (2015) melaporkanvarietas Inpara-1, 2, 3, 4, dan 5 sesuai dikembangkanpada lahan bukaan baru di Kabupaten Merauke, Papua,dengan produktivitas 3,2-4,2 t/ha GKP.

Postur Tanaman. Petani etnis Jawa dan Banjar sama-sama menyukai postur tanaman varietas Inpara-2, 3, 6,7, 8 dan 9. Petani etnis Jawa juga menyukai varietasInpara-1, Mekongga, dan Ciherang dan cukup sukaterhadap postur tanaman varietas Margasari. Petani etnisBanjar juga menyukai varietas Inpara-4 dan Margasariserta cukup suka pada varietas Inpara-1, 5, Mekongga,dan Ciherang. Varietas-varietas tersebut memiliki postursedang (tinggi tanaman <110 cm), batang kokoh dankuat, sehingga panen lebih mudah dibandingkandengan varietas dengan postur tanaman yang lebihpendek maupun terlalu tinggi. Tanaman tertinggi padasaat panen ditunjukkan oleh varietas Inpara-8 (115,3 cm)dan Inpara-9 (115,6 cm), sedangkan tanaman terendahditunjukkan oleh varietas Inpara-5 (90,1 cm).Berdasarkan penilaian IRRI (2014), tanaman Inpara-1sampai Inpara-7 tergolong rendah (<110 cm),sedangkan Inpara-8 dan Inpara-9 tergolong sedang(110-130 cm).

Jumlah anakan. Dari aspek jumlah anakan, petanietnis Jawa dan Banjar juga sama-sama menyukai varietasInpara -2, 3, 4, 6, 9, dan Mekongga. Petani etnis Jawajuga menyukai jumlah anakan varietas Inpara-1 dansementara petani etnis Banjar menyukai varietas

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94

90

Margasari dan sangat suka pada varietas Inpara-8 (Tabel3 dan 4). Menurut pantauan petani, varietas tersebutmemiliki jumlah anakan produktif 10-15 batang/rumpun,sedangkan menurut deskripsi varietas adalah 10-19batang/rumpun untuk varietas Margasari, 16 batang/rumpun untuk Inpara-2, 17 batang/rumpun untukInpara-3, dan 18 batang/rumpun untuk Inpara-4 (BBPadi 2016).

Hasil pengkajian pada lahan rawa pasang surutmenunjukkan varietas Inpara-2 dan Inpara-4memberikan hasil lebih tinggi daripada varietaspembanding Batanghari dan Mekongga. Oleh karenaitu, kedua varietas berpotensi dikembangkan padaagroekosistem yang sama di Kabupaten Marauke(Lestari dan Kasim 2014). Potensi lahan sulfat masampotensial dapat ditingkatkan dengan menanam varietasunggul Inpara-1, 2, 3, dan 4 yang produktivitasnya lebihtinggi dari varietas Margasari, berturut-turut 0,99 t/ha,1,39 t/ha, 0,98 t/ha, dan 0,98 t/ha GKG (Koesrini et al.2013).

Panjang malai. Petani etnis Jawa dan Banjar sama-sama menyukai panjang malai varietas Inpara-2, 3, 6, 8,9, Mekongga, dan Ciherang. Petani etnis Jawa sangatmenyukai pada panjang malai varietas Margasari dansuka pada varietas Inpara-4 dan Inpara-5, sedangkanpetani etnis Banjar menyukai panjang malai varietasMargasari dan Inpara-7. Dari segi panjang malai, varietasMargasari menyerupai varietas lokal yang umumnyamemiliki malai yang panjang.

Umur tanaman. Petani etnis Jawa dan Banjarmenyukai umur tanaman varietas Inpara-5, 6, 7, 8, 9,Margasari, dan Ciherang. Petani etnis Jawa juga menyukaijumlah anakan Inpara-1, 2, 3, dan Mekongga. Keduaetnis tidak menyukai varietas Inpara-4 karena berumur135 hari, lebih panjang daripada varietas Inpara lainnyayang hanya berumur panen 120-127 hari (BB Padi 2016),tidak sesuai dengan keinginan petani, terutama yangmenerapkan pola tanam padi unggul-padi unggul,seperti di lokasi penelitian. Varietas Inpara dan Margasarilebih genjah dibanding varietas lokal yang berumur 6-9bulan.

Ketahanan terhadap hama dan penyakit. Dari segiketahanan hama dan penyakit tanaman, petani etnisJawa dan Banjar sama-sama menyukai varietas Inpara-2, 3, 8, dan Margasari. Petani etnis Jawa juga menyukaivarietas Inpara-7, sedangkan etnis Banjar lebih suka padavarietas Inpara-9 dan Margasari. Kedua etnis tidak sukapada ketahanan hama dan penyakit varietas Mekongga.Petani etnis Jawa tidak suka pada ketahanan hama danpenyakit varietas Ciherang, tetapi petani etnis Banjarcukup suka. Kedua varietas tidak berkembang padalahan rawa pasang surut di Kabupaten Barito Kualakarena tidak tahan terhadap penyakit blas. Koesrini et

al. (2017) juga melaporkan bahwa hasil kedua varietastersebut rendah karena tidak toleran keracunan besidan tidak tahan serangan hama dan penyakit. VarietasMargasari dan Inpara-3 cukup tahan terhadap penyakitblas yang sering merusak pertanaman padi pada lahanrawa pasang surut (Koesrini et al. 2014).

Berdasarkan keenam variabel di atas maka dapatdisimpulkan bahwa petani etnis Jawa dan Banjar sama-sama menyukai varietas Inpara -2, 3, 6, 8, 9, dan Margasari.Petani etnis Jawa juga menyukai varietas Inpara-1, 7, danMekongga, sedangkan petani etnis Banjar menyukaivarietas Inpara-5 dan Ciherang. Berdasarkan nilai skorkeragaan tanaman, petani etnis Jawa lebih menyukaiInpara-3 selain Inpara-2, 6, 8 dan 1, sedangkan petanietnis Banjar lebih menyukai Inpara 8, kemudian Inpara-9, Inpara-6, Margasari, dan Inpara-3.

Preferensi terhadap Mutu Gabah, Beras, dan Nasi

Preferensi petani etnis Jawa dan Banjar terhadap mutumutu beras dan nasi varietas unggul padi lahan rawapasang surut disajikan pada Tabel 5 dan 6. Berdasarkannilai skor terlihat tingkat kesukaan petani etnis Jawaterhadap karakter mutu hasil varietas unggul secaraberturut-turut adalah pada bentuk gabah, warna gabah,mutu beras, tekstur nasi, dan rasa nasi. Sementara tingkatkesukaaan petani etnis Banjar adalah pada warna nasi,bentuk gabah, warna gabah, rasa nasi, mutu beras, dantekstur nasi. Tingkat kesukaan petani dari kedua etnisterhadap karakter mutu hasil varietas adalah padabentuk gabah, warna gabah, mutu beras, warna nasi,rasa dan tekstur nasi.

Bentuk gabah. Petani etnis Jawa dan Banjar sangatsuka bentuk gabah varietas Margasari, dan suka padavarietas Inpara-2, 3, 5, 6, 9, Mekongga, dan Ciherang.Petani etnis Jawa juga suka pada bentuk gabah Inpara-7, Inpara-8, dan cukup suka pada varietas Inpara-1 danInpara-4, sedangkan petani etnis Banjar suka padabentuk gabah varietas Inpara-4.

Petani dari kedua etnis menyukai bentuk gabahvarietas Margasari yang panjang dan ramping miripvarietas lokal. Varietas yang juga memiliki bentuk gabahpanjang dan ramping adalah Inpara-3, Inpara-5, Inpara-7, dan Inpara-9, Mekongga, dan Ciherang (BB Padi 2016).Hasil uji preferensi oleh Ningsih dan Khairatun (2013)juga menunjukkan 75% petani memilih varietas Inparadengan gabah panjang ramping dan 60% menyukaitekstur nasi pera.

Warna gabah. Petani etnis Jawa dan Banjar sama-sama memiliki preferensi suka terhadap warna gabahvarietas Inpara-3, 5, 6, 8, 9, Margasari dan cukup sukawarna gabah varietas Inpara-4 dan Inpara-7. Petani etnisJawa juga menyukai warna gabah Inpara-1, Inpara-2,

Preferensi terhadap Padi Rawa Pasang Surut ... (Darsani dan Koesrini)

91

Mekongga, dan Ciherang, sedangkan petani etnis Banjarcukup suka varietas Inpara-1, Inpara-2, Mekongga, danCiherang. Petani umumnya menyukai warna gabahkuning bersih, tidak kusam, seragam, dan tidak adabercak.

Mutu beras. Petani etnis Jawa dan Banjar menyukaimutu beras varietas Inpara-3, Inpara-8, dan Mekongga,dan cukup suka mutu beras varietas Inpara-1, 5, 7. Petanietnis Jawa juga menyukai mutu beras Inpara-2, Margasari,dan Ciherang dan cukup suka varietas Inpara-4, 6, dan 7.Petani etnis Banjar sangat suka varietas Margasari, suka

varietas Inpara-4 dan Inpara-6, serta cukup suka varietasInpara-2, Inpara-9, dan Ciherang. Petani menyukai warnaberas putih bersih, tidak ada butir mengapur, berasmenguning, dan tidak banyak patah.

Mutu beras berkaitan langsung dengan harga beras.Varietas Margasari memiliki mutu beras yang baik danbentuk gabah menyerupai varietas lokal, sehinggaharganya lebih tinggi dibanding varietas unggul lainnya,tetapi lebih rendah daripada varietas lokal. Harga berasvarietas unggul Ciherang Rp 10.000/kg, beras varietasMargasari Rp 14.000 /kg, dan varietas lokal Rp 16.000/kg

Tabel 6. Preferensi petani etnis Banjar terhadap mutu beras dan nasi varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. Kabupaten BaritoKuala, 2016.

Skor (%)Varietas

Bentuk Warna Mutu Warna Kepulenan Rasa Skor Katagorigabah gabah beras nasi nasi nasi

Inpara-1 65,4 64,4 62,2 74,4 65,5 66,7 66,4 CSInpara-2 68,9 67,8 65,5 71,1 67,8 71,1 68,7 SInpara-3 72,2 68,9 68,9 75,5 64,4 67,8 69,6 SInpara-4 70,0 64,4 68,9 77,8 73,3 74,4 71,5 SInpara-5 70,0 68,9 66,7 61,1 66,7 63,3 66,1 CSInpara-6 75,5 77,8 81,1 73,3 73,3 67,8 74,8 SInpara-7 67,8 65,5 62,2 66,7 65,5 67,8 65,9 CSInpara-8 65,5 75,5 76,7 75,5 67,8 73,3 72,4 SInpara-9 72,2 73,3 64,4 72,2 72,2 70,0 70,7 SMargasari 84,4 82,2 85,5 83,3 85,5 82,2 83.9 SMekongga 68,9 67,8 76,7 81,1 66,7 73,3 72,4 SCiherang 68,9 66,7 58,9 72,2 61,1 64,4 65,4 CS

Rata-rata 70,8 70,3 69,8 73,7 69,1 70,2 71,2 S

Skor 52,01-68% = cukup suka (CS), 68,01-84% = suka (S), 84,01-100% = sangat suka (SS)

Tabel 5. Preferensi petani etnis Jawa terhadap mutu beras dan nasi varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. Kabupaten Barito Kuala,2016.

Skor (%)Varietas

Bentuk Warna Mutu Warna Kepulenan Rasa Skor Katagorigabah gabah beras nasi nasi nasi

Inpara-1 66,7 69,3 66,7 68,0 70,7 68,0 68,2 SInpara-2 81,3 78,7 80,0 78,7 78,7 78,7 79,3 SInpara-3 70,7 77,3 72,0 68,0 64,0 64,0 69,3 SInpara-4 65,3 62,7 61,3 72,0 61,3 58,7 63,5 CSInpara-5 72,0 69,3 61,3 61,3 69,3 68,0 66,9 CSInpara-6 73,3 73,3 65,3 69,3 69,3 70,7 70,2 SInpara-7 69,2 61,3 62,7 62,6 64,0 61,3 63,5 CSInpara-8 76,0 76,0 76,0 69,3 68,0 69,3 72,4 SInpara-9 80,0 76,0 72,0 58,6 65,3 65,3 69,5 SMargasari 85,3 81,3 82,7 77,3 82,7 84,0 82,2 SMekongga 78,7 74,7 80,0 69,3 76,0 77,3 76,0 SCiherang 80,0 77,3 77,3 74,7 73,3 73,3 76,0 S

Rata-rata 74,8 73,1 71,4 69,1 70,2 69,9 70,9 S

Skor 52,01-68% = cukup suka (CS), 68,01-84% = suka (S), 84,01-100% = sangat suka (SS)

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94

92

(Juni 2018).Mutu beras juga ditentukan oleh indeks glikemik (IG)

yang dikelompokkan menjadi rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (>70). Beras dengan IG rendahdisarankan dikonsumsi oleh penderita diabetes. VarietasMargasari dan Inpara-4 memiliki IG rendah berturut-turut 39,0 dan 50,9. Varietas Inpara-3 dan Inpara-5memiliki IG sedang, masing-masing 59,2 dan 59,0.Ciherang memiliki IG sedang (55) dan Mekongga tinggi(88) (Suprihatno et al. 2010).

Warna nasi. Petani etnis Jawa dan Banjar menyukaiwarna nasi varietas Inpara-2, 4, 6, 8, Margasari,Mekongga, dan Ciherang, cukup suka warna nasivarietas Inpara-1, 3, 5, 7, dan 9. Petani etnis Banjarmenyukai warna nasi varietas Inpara-1, 3, dan 9. Warnanasi Inpara-7 agak kemerahan dengan warna gabahagak kecokelatan, sehingga kurang disukai petani.Inpara-7 adalah varietas beras merah. Menurut Haryadi(2015), warna nasi dipengaruhi oleh derajat sosoh,kandungan amilosa, dan perubahan selamapenyimpanan beras. Derajat sosoh yang tinggimengakibatkan banyak kulit ari terlepas sehingga beraslebih putih.

Tekstur nasi. Petani etnis Jawa menyukai nasivarietas Inpara-1, 2, 5, 6, Margasari, Mekongga, danCiherang karena bertekstur pulen, dan cukup sukavarietas Inpara-3, 4, 7, 8, dan 9. Petani etnis Banjar sangatsuka tekstur nasi varietas Margasari, suka varietas Inpara-4, 6, 9, dan cukup suka varietas Inpara lainnya. Teksturnasi menentukan tingkat penerimaan konsumen danberkaitan dengan kadar amilosa beras. Beras dengankadar amilosa 10-20% (rendah) memiliki tekstur nasisangat pulen, kadar amilosa 20-25% (sedang) pulen, dankadar amilosa >25% (tinggi) memiliki tekstur nasi pera.Hasil penelitian Indrasari et al. (2008) dalam Arif et al.(2013) menunjukkan beras berkadar amilosa rendahcenderung mempunyai IG tinggi dan sebaliknya. Berasdengan amilosa tinggi mempunyai tekstur nasi pera danmemiliki IG yang cenderung rendah. Varietas Margasarimengandung amilosa 27% (tinggi) dengan IG 39 (rendah)dan tekstur nasi pera. Berdasarkan deskripsi varietas,tekstur nasi varietas Inpara-1, 3, dan 4 tergolong pera,tekstur nasi varietas Inpara-2, 5, 6, dan 8 termasuksedang, dan tekstur nasi varietas Mekongga dan Inpara-7 tergolong pulen (BB Padi 2016).

Varietas Inpara-2 memiliki tekstur nasi sedangdengan kandungan amilosa 24,1%, Inpara-3 berteksturnasi pera dengan kadar amilosa 28,6%, Inpara-7 pulendengan kadar amilosa 20%, dan Margasari pera dengankadar amilosa 27%. Yang et al. (2010) menyatakan setiapvarietas unggul menghasilkan beras dengan karakteristikberbeda dan unik seperti rasa nasi, aroma, warna, zatgizi, dan komposisi kimia. Preferensi konsumen

terhadap tekstur nasi berbeda antardaerah sepertidilaporkan Haryadi (2015) bahwa penduduk Indonesiaumumnya menyukai tekstur nasi pulen, kecuali diKalimantan dan Sumatera yang lebih menyukai nasiagak pera hingga pera. Masyarakat Marauke, Papua,lebih menyukai tekstur nasi varietas Inpara-2 (52%)dibanding Inpari-7 (26%) dan Inpari-8 (22%) (Untari danNursih 2013).

Rasa nasi. Petani etnis Jawa dan Banjar menyukairasa nasi varietas Inpara-2, Inpara-8, Margasari, danMekongga, serta cukup suka rasa nasi Inpara-1, 3, 5,dan 7. Petani etnis Jawa juga menyukai rasa nasi Inpara-6 dan Ciherang, serta cukup suka rasa nasi varietasInpara-4 dan Inpara-9. Petani etnis Banjar juga suka rasanasi varietas Inpara-4 dan Inpara-9 serta cukup sukarasa nasi varietas Inpara-6 dan Ciherang.

Berdasarkan keenam variabel mutu beras dan nasitersebut dapat disimpulkan petani etnis Jawa dan Banjarsama-sama menyukai varietas Inpara-2, 3, 6, 8, 9,Margasari dan Mekongga serta cukup suka varietasInpara-5, dan 7. Petani etnis Jawa juga suka rasa nasiInpara-1, Ciherang dan cukup suka rasa nasi Inpara-4.Sebaliknya, petani etnis Banjar menyukai rasa nasivarietas Inpara-4 dan cukup suka nasi varietas Inpara-1dan Ciherang.

Secara keseluruhan, preferensi petani terhadapkeragaan tanaman, mutu gabah, beras, dan nasi varietasunggul yang diuji disajikan pada Tabel 7. Urutanpreferensi petani etnis Jawa terhadap keragaantanaman, mutu beras dan nasi varietas yang disukaiadalah Inpara-2, Margasari, Inpara-3, Mekongga, Inpara-8, dan Inpara-6, sedangkan urutan preferensi petani etnisBanjar adalah varietas Margasari, Inpara-8, Inpara-6,Inpara-9, Inpara-3, dan Inpara-2.

Pada dasarnya petani dari kedua etnis memiliki selerayang hampir sama. Petani etnis Jawa sudah bermukimsejak tahun 1987 pada agroekosistem lahan pasangsurut sejak. Awalnya mereka tidak menyukai nasi dengantekstur pera, tetapi menjadi terbiasa setelah 30 tahunbermukim dan beradaptasi pada agroekosistemtersebut, bahkan mereka juga menanam varietas lokalsetempat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkanperbedaan preferensi antara kedua etnis petaniterhadap varietas padi yang diteliti pada lahan pasangsurut. Petani etnis Jawa paling menyukai varietas Inpara-2, sementara petani etnis Banjar menyukai varietasMargasari.

Karakter yang tidak disukai petani etnis Banjar atautingkat kesukaannya lebih rendah terhadap Inpara-2adalah (1) umur tanaman termasuk sedang, 125-164hari; (2) tekstur nasi pulen; dan (3) bentuk gabah tidakramping. Sebaliknya, petani etnis Jawa cukup sukavarietas Margasari terutama dari tipe tanaman, tinggi

Preferensi terhadap Padi Rawa Pasang Surut ... (Darsani dan Koesrini)

93

tanaman, dan jumlah anakan produktif.Pengembangan lahan rawa pasang surut untuk

usahatani padi dihadapkan pada kendala kemasamantanah, keracunan besi, dan cekaman air (kekeringandan rendaman). Oleh karena itu, varietas yangdikembangkan pada lahan rawa pasang surut ke depanselain memiliki tipe tanaman serak-tegak, posturtanaman sedang, jumlah anakan produktif 16-19 batang,malai panjang, umur genjah-sedang, gabah ramping,beras bersih, dan tekstur nasi pulen-pera dengan kadaramilosa 20-25% (sedang) juga toleran kemasamantanah, keracunan besi, dan cekaman air.

KESIMPULAN

Varietas padi yang disukai petani etnis Jawa dan Banjaradalah Inpara-2, Margasari, Inpara-3, Inpara-8, danInpara-6. Petani etnis Jawa lebih menyukai varietasInpara-2 dari segi tipe tanaman, anakan produktif,panjang malai, warna gabah, dan mutu beras. Petanietnis Banjar lebih menyukai varietas Margasari dari segitipe tanaman, bentuk gabah, mutu beras, warna, teksturdan rasa nasi.

Aspek yang perlu mendapat perhatian dalampengembangan varietas padi pada lahan rawa pasangsurut ke depan adalah memiliki pertumbuhan (vegetatif),bentuk gabah, mutu beras, tekstur nasi, dan rasa nasiyang disukai petani setempat, serta toleran kemasamantanah, keracunan besi, dan cekaman air. Informasi inidiharapkan menjadi masukan bagi pemulia tanamandalam merakit varietas unggul baru padi lahan rawapasang surut.

DAFTAR PUSTAKA

Adri dan Yardha. 2014. Upaya peningkatan produktivitas padimelalui varietas unggul baru mendukung swasembadaberkelanjutan di Provinsi Jambi. Jurnal Agroekotek 6(1):1-11.

Arif, Abdullah B., A. Budiyanto, dan Hoerudin. 2013. Nilai indeksglikemik produk pangan dan faktor-faktor yangmempengaruhinya. Jurnal Litbang Pertanian 32(3): 91-99.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). 2016. DeskripsiVarietas. http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id (2 Oktober2017).

Debrata, P. and R.K. Sarker. 2012. Role of non strukturalcarbohydrate and its catabolism associated with sub 1 qtl inrice subjected to comple submergence. ExperimentalAgriculture 48:502-512.

Djufry,F. dan A.Kasim. 2015. Uji adaptasi varietas unggul barupadi rawa pada lahan sawah bukaan baru di KabupatenMerauke Provinsi Papua. Jurnal Agrotan 1(1):99-109.

Hairmansis, A., Suparto, B. Kustianto, Suwarno dan H. Pane. 2012.Perakitan dan pengembangan varietas unggul baru paditoleran rendaman air Inpara 4 dan Inpara 5 untuk daerahrawan banjir. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian31(1):1-7.

Haryadi. 2015. Teknologi pengolahan beras. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta. 239 hal.

Haryono, M. Noor, H. Syahbuddin, dan M. Sarwani. 2013. Lahanrawa: penelitian dan pengembangan. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 103 hal.

Helmi. 2015. Peningkatan produktivitas padi lahan rawa lebakmelalui penggunaan varietas unggul padi rawa. JurnalPertanian Tropik 2(2):78-92.

Ikhwani dan A.K. Makarim. 2012. Respon varietas padi terhadapperendaman, pemupukan, dan jarak tanam. Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan 31(2):93-99.

International Rice Research Institute (IRRI). 2014. Standardevaluation system for rice. International Rice ResearchInstitute. Manila Philippines. 57p.

Tabel 7. Preferensi petani terhadap keragaan tanaman dan mutu hasil varietas unggul padi lahan rawa pasang surut. Kabupaten BaritoKuala, 2016.

Petani etnis Jawa (%) Petani etnis Banjar (%)Varietas

Keragaan Mutu Skor Kategori Keragaan Mutu Skor Kategoritanaman hasil tanaman hasil

Inpara-1 71,1 68,2 69,65 S (9) 62,4 66,4 64,40 CS (12)Inpara-2 77,3 79,3 78,30 S (1) 74,4 68,7 71,55 S (6)Inpara-3 77,8 69,3 73,55 S (3) 76,5 69,6 73,05 S (5)Inpara-4 62,4 63,5 62,95 CS (12) 70,4 71,5 70,95 S (7)Inpara-5 63,6 66,9 65,25 CS (11) 65,2 66,1 65,65 CS (11)Inpara-6 73,3 70,2 71,75 S (6) 78,1 74,8 76,45 S (3)Inpara-7 70,0 63,5 66,75 CS (10) 66,6 65,9 66,25 CS (10)Inpara-8 72,7 72,4 72,55 S (5) 81,8 72,4 77,10 S (2)Inpara-9 72,4 69,5 70,95 S (8) 79,1 70,7 74,90 S (4)Margasari 68,9 82,2 75,55 S (2) 75,5 83.9 79,70 S (1)Mekongga 70,0 76,0 73,00 S (4) 64,3 72,4 68,35 S (8)Ciherang 66,0 76,0 71,00 S (7) 69,2 65,4 67,30 CS (9)

Skor: 36,01-52% = tidak suka (TS), 52,01-68% = cukup suka (CS), 68,01-84% = suka (S), 8,01-100% = sangat suka (SS)Angka dalam kurung menunjukkan urutan varietas yang disenangi petani

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 85-94

94

Koesrini, E. William, dan I. Khairullah. 2014. Hlm:97-118. Varietaspadi adaptif lahan rawa pasang surut. Dalam: Nursyamsi etal. (eds). Teknologi Inovasi Lahan Rawa Pasang SurutMendukung Kedaulatan Pangan Nasional. IAARD Press,Badan Litbang Pertanian.

Koesrini, M.Saleh, dan D. Nursyamsi. 2013. Keragaan varietasInpara di lahan rawa pasang surut. Pangan 22(3):221-227.

Koesrini, M.Saleh, dan S. Nurzakiah. 2017. Adaptabilitas varietasInpara di lahan rawa pasang surut tipe luapan B pada musimkemarau. Jurnal Agronomi Indonesia 45(2):117-123.

Kustianto, B. 2009. Produktivitas galur harapan padi di lahan pasangsurut dan rawa lebak. Jurnal penelitian Pertanian TanamanPangan 28(1):34-38.

Lestari, R.H.S. dan A. Kasim. 2014. Pengkajian varietas padi unggulbaru pada lahan rawa pasang surut di Kabupaten Marauke.Jurnal Informatika Pertanian 23(1):59-64.

Ningsih, D.N. dan N. Khairatun. 2013. Preferensi konsumen terhadappadi Inpara dan penampilan pertumbuhan di lahan rawaKabupaten Barito Kuala. Hlm: 172-177. Dalam: Muniantoet al. (eds). Prosiding Seminar Nasional MenggagasKebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian danKelautan. Madura, Juni 2013. Faperta Universitas Trunojoyo.

Prayogo, A. 2010. Produktivitas dan efisiensi teknis usahatani padiorganik lahan sawah. Jurnal Agro Ekonomi 28(1):1-9.

Rina, Y. dan Koesrini. 2016a. Tingkat adopsi varietas Inpara danMargasari di lahan rawa pasang surut. Jurnal Agros 18(1):65-80.

Rina, Y. dan Koesrini. 2016b. Tingkat adopsi varietas Inpara dilahan rawa lebak. Jurnal SEPA 12(2): 193-204.

Rohimah H. S. Lestari dan A. Kasim. 2014. Pengkajian varietaspadi unggul baru pada lahan rawa pasang surut di KabupatenMarauke. Informatika Pertanian 23(1):59-64.

Setyowati, I. dan S.Kurniawati. 2015. Preferensi masyarakatterhadap karakter nasi unggul baru padi: kasus di kecamatanCibadak, kabupaten Lebak, Banten. Prosiding SeminarNasional Masyarakat Biodiversity Indonesia 1(4):889-893.

Suharyanto dan I.K., Kariada. 2011. Kajian adopsi penerapanteknologi pupuk organik kascing di daerah sentra produksisayuran Kabupaten Tabanan. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian 14(1): 28-39.

Suprihatno, B., A.A.Daradjat, Satoto, Baehaki. 2010.Deskripsivarietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.Sukamandi. 113 hal.

Untari, U. dan W. I.Nursih. 2013. Uji preferensi masyarakat lokalterhadap nasi dari varietas padi Inpari 7, Inpari 8 dan Inpara2. Journal Agricola 3(1): 43-52.

Wahdah, R. dan B.F. Langai. 2010. Preferensi petani terhadapvarietas padi lokal di area pasang surut Kabupaten TanahLaut dan Kabupaten Barito Kuala. Media Sains 2(1):114-120.

Warsito., M. Sarwani, dan E.E. Ananto. 2010. Persepsi dan adopsipetani terhadap teknologi pemupukan berimbang padatanaman padi dengan indeks pertanaman 300. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan 29 (3):157-165.

Yang D.S., K.S.Lee, and S.J.Kays. 2010. Characteriszation anddiscrimination of premium-quality, waxy and black pigmentedrice based on odor-active compounds, J.Sci FoodAgric.DOI:10.1002/jsfa.4126.

Kajian Pengembangan Varietas Unggul Padi Sawah ... (Sudarto et al.)

95

Kajian Pengembangan Varietas Unggul Baru Padi Sawah dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Dompu,

Nusa Tenggara Barat

Assessment on the Development of New Improved Varieties PaddyField with Integrated Crop Management Approach in Dompu,

West Nusa Tenggara

Sudarto*, Awaludin Hipi, dan Hiryana Windiyani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTBJl. Raya Peninjauan Narmada Lombok Barat NTB 83371, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Naskah diterima 1 Februari 2018, direvisi 4 Juni 2018, disetujui diterbitkan 11 Juli 2018

ABSTRACT

One of the ways to increase rice production is the use of newimproved varieties that also benefited farmers. The assessmentis carried out to the major technology components in the applicationof Integrated Crop Management (ICM). The objective of theassessment was to look at yield of new improved rice field comparedto the commonly farmers planted rice varieties. The assessmentwas carried out on farmer’s land in dry season I (April to July2015) in Ranggo village, Pajo sub-district, Dompu district, WestNusa Tenggara involving farmers, with total land area of 1,0 ha.The assessment was prepared following randomized completelyblock design with 4 replications. A total of 5 (five) new improvedvarieties tested as treatment are Inpari-10, Inpari-16, Inpari-19,Inpari-22, Inpari-30 Ciherang Sub-1 and Cigeulis as check. Inthis study also apply the system of planting row jajar legowo 2:1spacing (40 cm x 20 cm) x 10 cm. Plant fertilized with urea 200 kg/ha and NPK 200 kg/ha. The parameters observed were: plantheight, number of productive tillers, number of grains, weight of1000 seeds, and yield. The results of assessment indicated thatgrowth and yield components of new improved varieties of rice onall observed parameters showed significantly different results torice varieties that commonly grown by farmers (Cigeulis variety).The hightest result were obtained on Inpari-30 Ciherang Sub-1varieties (4,79 t/ha dry grain harvested/DGH), 10% higher thanCigeulis variety (4,35 t/ha DGH). Based on the preference offarmers, the variety of Inpari-30 Ciherang Sub-1 is favored becausethey have good taste of rice and higher production.

Keywords: Paddy, varieties, cultivation, farmer preference.

ABSTRAK

Salah satu cara meningkatkan produksi padi adalah menggunakanvarietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi petani.Pengkajian bertujuan untuk mengetahui produktivitas dan preferensipetani terhadap varietas unggul baru padi sawah yangdibudidayakan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu(PTT). Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah milik petani padaMK I (April-Juli 2015) di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten

Dompu, Nusa Tenggara Barat, pada lahan seluas 1,0 ha denganmelibatkan petani. Pengkajian disusun mengikuti rancangan acakkelompok dengan empat ulangan. Sebagai perlakuan adalah limavarietas unggul baru padi sawah yaitu Inpari-10, Inpari-16, Inpari-19, Inpari-22, dan Inpari-30 Ciherang Sub-1, Varietas Cigeulisdigunakan sebagai pembanding. Benih ditanam menggunakansistem jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam (40 x 20) x 10 cm.Tanaman dipupuk dengan urea 200 kg/ha dan NPK 200 kg/ha.Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan,jumlah gabah, bobot 1000 butir, dan hasil gabah. Hasil pengkajianmenunjukkan pertumbuhan dan komponen hasil varietas unggul barupadi sawah berbeda nyata dengan varietas pembanding. VarietasInpari-30 Ciherang Sub-1 memberikan hasil 4,79 t/ha GKG, lebihtinggi 10% dibanding varietas pembanding Cigeulis (4,35 t/ha GKG).Petani setempat lebih menyukai varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1karena selain berdaya hasil tinggi juga memiliki rasa nasi yang enak.

Kata kunci: Padi sawah, varietas, budi daya, preferensi petani.

PENDAHULUAN

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satulumbung beras dan pemasok kebutuhan pangannasional. Luas areal tanam padi pada lahan sawah tahun2017 di NTB adalah 422.423 ha dengan produktivitas 5,40t/ha. Sasaran luas tanam padi sawah pada KabupatenDompu adalah 41.198 ha dengan produktivitas 4,50 t/ha, lebih rendah dari produktivitas padi di NTB (DinasPertanbun 2017). Hal ini memberi peluang bagi upayapeningkatan produktivitas padi pada lahan sawah diKabupaten Dompu. Upaya yang paling strategisadalahmeningkatkan mutu intensifikasi.

Peningkatan produksi padi selain untuk memenuhikebutuhan pangan penduduk, juga sebagai sumberpendapatan rumah tangga petani produsen (Suphendiet al. 2014). Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 95-99 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p95-99

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 95-99

96

berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkanproduksi padi, di antaranya varietas unggul baru.Sebagian dari varietas unggul baru yang dihasilkanmelalui penelitian telah dikembangkan petani.

BPTP NTB sebagai lembaga penelitian danpengkajian pertanian di daerah dituntut merakitkomponen teknologi untuk mendukung programpeningkatan produksi. Salah satu upaya dalampeningkatan produktivitas padi pada lahan sawahadalah menerapkan teknologi budi daya denganpendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) spesifiklokasi yang diikuti oleh pendampingan penerapannyadi tingkat petani. Slameto et al. (2014) menyatakan PTTpadi sawah merupakan inovasi di bidang pertanian yangberperan penting mendukung peningkatanproduktivitas padi.

Salah satu komponen teknologi dalam PTT adalahvarietas unggul baru.Selain berdaya hasil tinggi, varietasunggul baru memiliki pertumbuhan yang lebih seragamsehingga dapat dipanen serempak, mutu hasil lebih baik,tekstur nasi pulen dengan kadar amilosa 18,0-22,7%, dandisukai oleh umumnya petani (Mejaya et al. 2014). Tahanterhadap hama dan penyakit utama, varietas unggulbaru mudah diadopsi petani (Endrizal dan Bobihoe2010; Khadijah et al. 2010).

Budi daya padi dengan pendekatan PTTmenggunakan benih bermutu tinggi 20 kg/ha, umur bibitpada saat tanam d” 21 hari setelah semai (HSS), 1-2batang per rumpun, dan ditanam dengan sistem jajarlegowo (Abdurahman et al. 2011 dalam Elsera et al. 2014;Bananiek dan Abidin 2013; Sirappa dan Wahid 2010;Sirappa dan Wahid 2012). Penanaman padi dengansistem jajar legowo meningkatkan populasi per satuanluas melalui pengaturan jarak tanam dan memberikankeuntungan yang lebih tinggi karena hasil gabah lebihtinggi. Peningkatan hasil padi dengan cara tanam jajarlegowo dipengaruhi oleh peningkatan populasi dandampak tanaman pinggir. Dua baris rumpun padi padabarisan pinggir pertanaman jajar legowo 2:1meningkatkan intersepsi sinar matahari pada tanamanyang diperlukan dalam proses fotosintesis (Suhendra2008).

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahuiproduktivitas dan preferensi petani terhadap varietasunggul baru padi sawah yang dibudidayakan denganpendekatan PTT.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan pada lahan milik petani seluas1,0 ha di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, KabupatenDompu, NTB, pada MK I (April-Juli 2015), dengan

melibatkan empat petani kooperator, masing-masingpada lahan seluas 0,25 ha. Cara tanam menggunakansistem jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam (40 x 20) x10 cm. Pengkajian menggunakan rancangan acakkelompok dengan empat ulangan (petani sebagaiulangan) dan enam perlakuan yang terdiri atas limavarietas unggul baru padi yaitu Inpari-10, Inpari-16,Inpari-19, Inpari-22, Inpari 30 (Ciherang Sub-1). VarietasCigeulis yang ditanam oleh banyak petani setempatdigunakan sebagai pembanding.

Tanaman dipupuk dengan urea 200 kg/ha + NPK200 kg/ha. Pupuk dasar berupa urea 50 kg/ha + NPK150 kg/ha diberikan pada saat tanam. Pupuk susulanpertama diberikan pada saat tanaman berumur 25 harisetelah tanam (HST) dengan dosis 100 kg urea danpupuk susulan kedua diaplikasikan pada 40 HST dengandosis 50 kg urea + 50 kg NPK. Pengamatan terhadaphama dan penyakit dilakukan secara berkala dandikendalikan menggunakan konsep pengendalian hamaterpadu (PHT), sedangkan pengendalian gulmadilakukan secara manual minimal dua kali, sesuaikebutuhan.

Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman perrumpun, jumlah anakan, jumlah gabah isi/malai, jumlahgabah hampa/malai, bobot 1.000 butir, dan hasil gabahkering giling. Hasil gabah ditentukan berdasarkan panenubinan pada petakan berukuran 2,4 m x 2,5 m untuksetiap varietas. Hasil ubinan selanjutnya dikonversimenjadi t/ha. Data dianalisis menggunakan analysis ofvariance (ANOVA) software DAASTAT Versi 1.101 Italy.Jika terdapat perbedaan nyata, analisis dilanjutkandengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Untuk mengetahui preferensi petani terhadapvarietas padi yang dikajidilakukan uji organoleptikdengan metode kesukaan rasa terhadap bentuk gabah,tingkat hasil gabah, dan rasa nasi (Hedonoic scale)(Resureccion 1998 dalam Yeyen et al. 2011). Ujiorganoleptik melibatkan 20 respoden. Skala hidonikdibuat lima tingkat (1-5), yaitu: 1 = sangat suka; 2 =suka; 3 = sedang; 4 = kurang suka; dan 5 = tidak suka.Data yang diperoleh dari uji organoleptik dianalisismenggunakan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Tinggi tanaman tidak berbeda nyata antar varietas.Varietas Cigeulis sebagai pembanding memiliki tinggitanaman 102,65 cm, lebih tinggi dari kelima varietasunggul baru yang dikaji (Tabel 1).

Kajian Pengembangan Varietas Unggul Padi Sawah ... (Sudarto et al.)

97

Tinggi tanaman merupakan salah satu kriteria seleksitanaman padi. Tinggi rendahnya tanaman berkaitandengan ketahanan rebah. Tanaman yang terlalu tinggiumumnya mudah rebah. Oleh sebab itu, tinggi tanamanmenentukan penerimaan petani terhadap suatu varietasunggul baru. Petani umumnya kurang menyukai varietasdengan postur tinggi karena produktivitasnya belumtentu tinggi (Endrizal dan Bobihoe 2010).

Pengkajian yang telah dilaksanakan BPTP berupadisplay varietas unggul baru memberikan pertimbanganbagi petani untuk memilih varietas yang akandikembangkan. Varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1memiliki sifat yang mirip dengan varietas Ciherang yangmasih disukai petani responden selain varietas Cigeulis.Pemilihan varietas umumnya didasarkan pada sifatagronomis tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlahanakan (Rohaeni et al. 2012). Hasil penelitian Kristamtiniet al. (2016) menunjukkan nilai keragaman fenotipe dangenotipe yang luas terdapat pada karakter tinggitanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi/malai, dan jumlah gabah hampa/malai. Karaktertersebut umumnya lebih banyak dikendalikan olehfaktor genetik daripada faktor lingkungan.

Hasil analisis ragam terhadap jumlah anakanmenunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata, namunjumlah anakan produktif tertinggi diperoleh padavarietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 dibanding varietaslainnya (Tabel 1). Jumlah gabah isi per malai berbedanyata antara varietas unggul baru yang dikaji denganvarietas pembanding Cigeulis. Hasil tertinggi diperolehpada varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 (111,75 butir),kemudian disusul berturut-turut oleh varietas Inpari-16(110,50 butir), Inpari-19 (93,50 butir), Inpari-10 (89,25butir), Inpari-22 (85,25 butir), dan Cigeulis (83,00 butir).

Jumlah gabah isi per malai berkorelasi nyata denganhasil gabah, karena jumlah gabah isi per malaimerupakan salah satu komponen hasil yang

menentukan gabah (Endrizal dan Bobihoe 2010).Menurut Sutaryo dan Kusumastuti (2015), jumlah gabahisi per malai varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 berbedanyata dengan varietas Cigeulis dan jumlah gabahhampanya sama pada kedua varietas. Berdasarkanjumlah gabah isi dan gabah hampa sertamempertimbangkan jumlah gabah total dari varietasunggul padi yang diuji, maka hasil gabah masih bisaditingkatkan dengan mengoptimalkan pengaturansistem tanam jajar legowo.

Hasil analisis ragam terhadap komponen hasil bobot1000 butir gabah dan hasil gabah kering gilingmenunjukkan perbedaan yang nyata antara varietasunggul baru yang diintroduksikan dibanding varietaspembanding Cigeulis. Bobot 1000 butir gabah varietasunggul baru lebih tinggi dibandingkan dengan varietasCigeulis. Hasil tertinggi ditunjukkan pada varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 (25,79 g) diikuti varietas Inpari-19(25,76 g), Inpari-16 (25,28 g), Inpari-22 (22,95 g), Inpari-10 (22,93 g) dan varietas pembanding Cigeulis (22,18 g)(Tabel 1). Besar kecilnya ukuran gabah berpengaruhterhadap bobot 1000 butir dan merupakan pencirivarietas. Ukuran gabah yang besar dan jumlah gabahisi/malai yang banyak meningkatkan bobot 1000 butir,dan sebaliknya. Enung et al. (2016) menyatakan bobotgabah juga merupakan salah satu parameter yangberhubungan erat dengan hasil tanaman padi persatuan luas.

Hasil analisis ragam menunjukkan hasil gabahvarietas unggul baru yang diintroduksikan berbedanyata dibanding varietas padi yang banyak ditanampetani (varietas Cigeulis). Hasil tertinggi ditunjukkan olehvarietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 (4,79 t /ha), kemudiandiikuti oleh varietas Inpari-19 (4,70 t/ha), Inpari-16 (4,67t/ha), Inpari-22 (4,47 t/ha), dan Inpari-10 (4,46 t/ha), lebihtinggi dibanding varietas Cigeulis (4,35 t/ha). Varietasunggul baru padi sawah yang beradaptasi dengan baik

Tabel 1. Tinggi tanaman dan komponen hasil varietas unggul padi sawah di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB, MT2015.

Tinggi Jumlah anakan Jumlah Jumlah Bobot HasilVarietas tanaman/ produktif/ gabah isi/ gabah hampa/ 1.000 butir GKG

rumpun (cm) rumpun malai malai (g) (t/ha)

Inpari-10 100,06 15,25 89,25bc 15,75 22,93b 4,46cInpari-16 100,35 16,25 110,50a 15,25 25,28a 4,67abInpari-19 100,73 15,50 93,50b 14,25 25,76a 4,70abInpari-22 101,50 16,25 85,25c 15,50 22,95b 4,47cInpari-30 101,75 16,50 111,75a 15,00 25,79a 4,79aCigeulis 102,65 14,00 83,00c 16,25 22,18b 4,35c

BNT 5% ns ns 6,48 ns 1,98 0,17 Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 95-99

98

pada lingkungan setempat mampu memberikan hasilgabah yang lebih tinggi mencapai potensi yangsesungguhnya (Mejaya et al. 2014). Hal senadadinyatakan oleh Adijaya dan Sugiarta (2013) bahwa hasilpadi varietas Inpari yang dibudidayakan dengan sistemtanam jajar legowo 2:1 meningkat 0,61 t/hadibandingkan dengan cara tanam petani sehinggamemberikan keuntungan yang lebih tinggi.

Varietas unggul baru padi sawah yangdiintroduksikan menunjukkan pertumbuhan dankomponen hasil yang lebih baik, antara lain jumlahanakan produktif lebih tinggi dan jumlah gabah/malailebih banyak sehingga hasil gabah lebih tinggi, terutamaapabila didukung oleh teknologi budi daya yang tepat.Beberapa komponen teknologi yang berperan antaralain bibit muda yang ditanam 1-3 batang/rumpun,penggunaan bahan organik dan pemupukanberdasarkan status hara tanah, dan populasi tanamanyang tepat. Hasil penelitian Azwir dan Ridwan (2009)menunjukkan teknologi budi daya introduksi memberihasil rata-rata 8,68 t/ha GKP, lebih tinggi dibandingkanteknologi budi daya petani yang hanya mampumemberikan hasil 4,20 t/ha GKP. Hal yang sama dinyatakanoleh Yayat et al. (2012) bahwa penerapan teknologi budidaya padi dengan pendekatan PTT meningkatkan hasilgabah 18% dibanding teknologi petani. Penggunaanvarietas unggul baru padi sawah yang dibudidayakandengan pendekatan PTT berkontribusi nyata terhadappeningkatan hasil gabah kering panen dibandingkandengan budi daya konvesional.

Preferensi Petani

Berdasarkan bentuk gabah varietas Inpari-30 CiherangSub-1 disukai petani dengan nilai 2,3 (Tabel 2). Tingkatkesukaan terhadap varietas lainnya termasuk sedangdengan nilai 2,9 untuk varietas Inpari-19; 3,1 untukInpari-22; dan 3,4 untuk Inpari-16 Varietas Cigeulissebagai pembanding yang ditanam petani setempatumumnya disukai dengan nilai 3,9. Dari aspek bentukgabah, varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 dan Inpari-19sangat disukai karena petani di kawasan penelitian lebihmenyukai varietas padi dengan bentuk gabah yangpanjang atau ramping. Beberapa varietas padi yangdilepas akhir-akhir ini memiliki bentuk gabah yang miripantarvarietas. Menurut Mulsanti et al. (2013), padavarietas yang sama terdapat variasi fisik bentuk gabah,gabah pada pangkal malai tidak persis sama dengan diujung malai.

Hasil varietas yang dikaji rata-rata memberikan hasil> 4 t/ha GKG. Petani reponden lebih menyukai bentukgabah yang panjang/ramping seperti Inpari-30 CiherangSub-1. Sebagian petani menggunakan padi hasil panen

untuk konsumsi keluarga dan sebagian dijual untukmemenuhi kebutuhan lainnya seperti modal usahatanipada musim tanam berikutnya. Menurut Rahayu (2012)jika produksi padi tinggi maka pendapatan meningkatsehingga sebagian dapat dialokasikan sebagai modalusahatani pada musim tanam yang akan datang.

Berdasarkan aspek rasa nasi, varietas Inpari-30Ciherang Sub-1 paling enak (pulen) dengan skor 2,4 dandiikuti oleh varietas Inpari-19 (2,5), Inpari-10 (2,5), Inpari-16 (2,6), Inpari-22 (2,6) dan Cigeulis sebagai pembandingdengan skor 2,6 (Tabel 2). Tingginya tingkat kesukaanpetani terhadap rasa nasi Inpari-30 Ciherang Sub-1dimungkinkan karena petani di daerah setempatsebelumnya menanam dan mengkonsumsi varietas padidengan tekstur nasi pulen seperti Ciherang. Hal inidiperkuat oleh deskripsi varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 yang merupakan hasil seleksi dari tetua varietasCiherang dan IR-64 dengan kadar amilosa rendah(22,4%) dan tekstur nasi pulen (Mejaya et al. 2014). Hasilpenelitian Sutaryo dan Purwaningsih (2014)menunjukkan varietas Ciherang memiliki rasa nasidengan tingkat kepulenan yang lebih tinggi dibandingvarietas Inpari-3, Inpari-4, Inpari-9, Inpari-10, Inpari-11,dan Situbagendit. Zahara et al. (2016) juga menyatakanberas dengan kandungan amilosa rendah akanmenghasilkan nasi yang lembut dan lengket. Semakintinggi kadar amilosa beras semakin pera tekstur nasidan sebaliknya.

Pengkajian varietas unggul baru padi di daerahpengembangan dengan melibatkan partisipasi petanidiyakini dapat mempercepat adopsi dan penyebaranvarietas. Cara ini memberi kesempatan kepada petaniuntuk berperan aktif memilih varietas yang akandikembangkan menurut preferensi mereka (Sujitno etal. 2011).

Tabel 2. Preferensi petani terhadap bentuk gabah, produktivitas,dan rasa nasi beberapa varietas unggul baru padi sawah.Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB,MT 2015.

Nilai preferensi (skor)Varietas

Bentuk gabah* Produktivitas** Rasa nasi***

Inpari 10 3,2 2,7 2,5Inpari 16 3,4 2,7 2,6Inpari 19 2,9 2,6 2,5Inpari 22 3,1 3,1 2,6Inpari 30 2,3 2,1 2,4Cigeulis 3,9 3,2 2,6

*) 1 = Sangat suka; 2 = Suka; 3 = Sedang; 4 = Kurang suka;5 =Tidak suka

**) 1 = Sangat tinggi; 2 = Tinggi; 3 = Sedang; 4 = Kurang tinggi***) 1 = Sangat enak; 2 = Enak; 3 = Sedang; 4 = Kurang enak;

5 =Tidak enak

Kajian Pengembangan Varietas Unggul Padi Sawah ... (Sudarto et al.)

99

KESIMPULAN

Introduksi varietas unggul baru yang dibudidayakandengan pendekatan PTT meningkatkan hasil padi sawahdari 4,50 t/ha menjadi 4,79 t/ha. Varietas Inpari-30Ciherang Sub-1 lebih disukai petani di KabupatenDompu NTB karena memberikan hasil tinggi dan rasanasi enak. Dalam perakitan dan pengembangan varietasunggul baru padi, pemulia tanaman perlumempertimbangkan preferensi petani, terutama dariaspek produktivitas dan rasa nasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, I.N. dan P. Sudiarta. 2013. Daya hasil padi Inpari-7 dan 10pada sistem tanam legowo 2:1 dan cara petani. BPTP Bali.hlm.129-134. http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/phocadownload/p8.pdf [2 Februari 2017].

Azwir dan Ridwan. 2009. Peningkatan produktivitas padi sawahdengan perbaikan teknologi budi daya. Jurnal Akta Agrosia12(2): 212-218.

Bananiek, S. dan Z. Abidin. 2013. Faktor-faktor sosial ekonomiyang mempengaruhi adopsi teknologi pengelolaan tanamanterpadu padi sawah di Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajiandan Pengembangan Teknologi Pertanian 16(2): 89-97.

Dinas Pertanbun Propinsi NTB. 2017. Program UPSUS Padi, Jagungdan Kedelai di NTB. Dinas Pertanbun-Mataram. Propinsi NTB.

Elsera ,T., Jumali, dan B. Kusbiantoro. 2014. Karakteristis flavorberas varietas padi aromatik dari ketinggian lokasi berbeda.Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33(1): 27-35.

Endrizal dan J. Bobihoe. 2010. Pengujian beberapa galur unggulanpadi dataran tinggi di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi.Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian13(3): 175-184.

Enung, S.M., A.Y Perdani, S. Indrayani, dan Suwarno. 2016. Seleksifenotipe populasi padi gogo untuk hasil tinggi, toleranalumunium dan tahan blas pada tanah masam. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan 35(3): 191-197.

Khadijah El Ramija, N. Chairuman, dan D. Harnowo. 2010.Keragaan pertumbuhan komponen hasil dan produksi tigavarietas padi unggul baru di lokasi Primatani KabupatenMandailing Natal. Jurnal Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian 13(1): 42-51.

Kristamtini, Sutarno, E.W. Wiranti, dan S. Widyayanti. 2016.Kemajuan genetik dan heritabilitas karakter agronomi padiberas hitam pada populasi F2. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan. 35(2): 119-124

Mejaya, M.J., Satoto, P. Sasmita, Y. Baliadi, A. Guswara, danSuharna. 2014. Deskripsi varietas unggul baru padi. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Mulsanti, I.W., M. Surahman, S. Wahyuni, dan D.W. Utami. 2013.Identifikasi galur tetua padi hibrida dengan marka SSR spesifikdan pemanfaatannya dalam uji kemurnian benih. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan 32(1):1-8.

Rahayu, H.S.P. 2012. Preferensi petani Kabupaten Donggalaterhadap karakteristik kualiatas hasil dan beberapa varietasunggul baru padi sawah. Jurnal Widyariset 15(2): 293-300.

Resurreccion, A.V.A. 1998. Consumer sensory testing for productdevelopment. Aspen Publisher, Inc., Maryland.

Rohaeni, W.R., A. Sinaga, dan M.I. Ishaq. 2012. Preferensiresponden terhadap keragaan tanaman dan kualitas produkbeberapa varietas unggul baru padi. Jurnal InformatikaPertanian 21(2): 107-115.

Sirappa, M.P. dan Wahid. 2010. Keragaan dan potensi beberapavarietas padi pada lahan sawah bukaan baru. Jurnal BudidayaPertanian 6(2): 84-94.

Sirappa, M.P. dan Wahid. 2012. Kajian tiga jenis pupuk organikterhadap pertumbuhan dan hasil padi rawa di Desa DebowaeKecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Jurnal BudidayaPertanian 8(2): 95-102.

Slameto, F., Trisakti Haryadi, dan Subejo. 2014. Faktor-faktor yangmempengaruhi persepsi beberapa etnis petani terhadapkarakteristik inovasi pengelolaan tanaman terpadu padisawah di Lampung. Jurnal Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian 17(1):1-13.

Suhendra, T. 2008. Peran inovasi teknologi pertanian dalampeningkatan produktivitas padi sawah untuk mendukungketahanan pangan. Prosiding Seminar Nasional TeknikPertanian, Yogyakarta.

Sujitno, E., T. Fahmi, dan S. Teddy. 2011. Kajian adaptasi beberapavarietas unggul padi gogo pada lahan kering dataran rendahdi Kabupaten Garut. Jurnal Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian 14(1): 6-69.

Suphendi, E. Rustiadi, dan B. Juanda. 2014. Optimasi pendapatanpetani melalui System of Rice Intensification di KabupatenIndramayu. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian 17(2): 106-114.

Sutaryo, B. dan C.T. Kusumastuti. 2015. Keragaan hasil gabah dankarakter agronomi sepuluh varietas padi unggul di Sleman,Yogyakarta. Semnas Universitas PGRI Yogyakarta. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta dan UniversitasPGRI Yogyakarta. hlm.364-371.

Sutaryo, B. dan H. Purwaningsih. 2014. Kajian keragaan varietasunggul baru padi sawah dengan pengelolaan tanamanterpadu di Bantul. Jurnal Pengkajian dan Pengembanganteknologi Pertanian 17(2):11.

Yayat, H., Y. Saleh, dan M. Waraiya. 2012. Kelayakan usahatanipadi varietas unggul baru melalui PTT di KabupatenHalmahera Tengah. Jurnal Penelitian Pertanian TanamanPangan 31(3): 166-172.

Zahara M., A. T. Rakhmi, S.D. Indrasari, dan B. Kusbiantoro. 2016.Evaluasi mutu beras untuk menentukan pola preferensikonsumen di Pulau Jawa. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan 35(3): 163-172.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 95-99

100

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan ... (Ardiansyah et al.)

101

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat KecamatanMenggunakan Geoadditive Small Area Model

Geoadditive Small Area Model for the Estimation of Rice Productivityin Sub-District Level

Muhlis Ardiansyah1, Anik Djuraidah2, dan Anang Kurnia2

1Program Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian BogorKampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia, HP: 081328613725,

E-mail: [email protected] Statistika, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia

Naskah diterima 10 Juli 2018, direvisi 26 Juli 2018, disetujui diterbitkan 27 Juli 2018

ABSTRACT

The government needed productivity of rice plants data in sub-district level to support food self-sufficiency programs. The problemis that BPS couldn’t provide data on the productivity of rice plantsin the sub-district level because the sample size in the UbinanSurvey wasn’t representative for the sub-district level. The purposeof this research is to estimate productivity of rice plants and riceproduction data per sub-district in Seruyan Regency, CentralKalimantan, Indonesia in 2016. A method to estimate rice plantsproductivity is Geoadditive Small Area Model. Accuracy of themodel was evaluated by the RMSE using the jackknife methodwith the resampling process. The results showed that theproductivity of rice plants tended to be higher down the SeruyanRiver. The highest rice productivity was in Seruyan Hilir TimurSub-district (3.46 t/ha) and the lowest in Seruyan Hulu Sub-district(1.99 t/ha). The results of estimation with the Geoadditive SmallArea Model provided a good accuracy results because it hadsmall RMSE values. Only four sub-districts had rice surplus i.e.Seruyan Hilir Timur, Danau Sembuluh, Seruyan Hulu, and SulingTambun Sub-district, and six other sub-districts experienceddeficit in rice. Overall, Seruyan Regency during 2016 suffered adeficit in rice (8,236.8 tons).

Keywords: Rice, estimation productivity, Geoadditive SmallArea Model, surplus-deficit.

ABSTRAK

Pemerintah membutuhkan data produktivitas padi hingga tingkatkecamatan untuk mendukung program swasembada pangan.Permasalahannya, Badan Pusat Statitik (BPS) tidak dapat menyajikandata produktivitas padi hingga tingkat kecamatan karena ukurancontoh pada survei ubinan tidak representatif. Tujuan penelitian iniadalah menduga produktivitas padi dan produksi beras perkecamatan di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, pada tahun2016. Metode untuk menduga produktivitas padi di tingkat kecamatanmenggunakan Geoadditive Small Area Model. Keakuratanpendugaan dievaluasi dengan nilai RMSE menggunakan metodejackknife dengan proses resampling. Hasil penelitian menunjukkanproduktivitas padi di Kabupaten Seruyan cenderung lebih tinggi

semakin ke hilir Sungai Seruyan. Produktivitas padi sawah lebihtinggi 0,90 t/ha dibanding padi gogo. Produktivitas tertinggi beradadi Kecamatan Seruyan Hilir Timur (3,46 t/ha) dan terendah di SeruyanHulu (1,99 t/ha). Penggunaan model Geoadditive SAE memberikandugaan hasil yang akurat dengan nilai RMSE lebih kecil. Di KabupatenSeruyan hanya empat kecamatan yang mengalami surplus beras,yaitu Seruyan Hilir Timur, Danau Sembuluh, Seruyan Hulu, dan SulingTambun, sedangkan enam kecamatan lainnya defisit beras. Secarakeseluruhan, Kabupaten Seruyan selama tahun 2016 mengalamidefisit beras sebesar 8.236,8 ton.

Kata kunci: Padi, dugaan produktivitas, Geoadditive Small AreaModel, surplus-defisit.

PENDAHULUAN

Survei penentuan produksi pangan nasional oleh BadanPusat Statistik (BPS) umumnya dirancang hingga tingkatkabupaten karena tidak ada ukuran yang representatifuntuk menduga produksi secara langsung di tingkatkecamatan. Permasalahan muncul ketika pemerintahkabupaten membutuhkan data produksi pada arealyang lebih kecil untuk perencanaan dan evaluasipembangunan pertanian. Data produksi hingga tingkatkecamatan diperlukan untuk mendukung programswasembada pangan. Dari data tersebut dapat diketahuikecamatan yang mengalami defisit dan surplus beras,yang kemudian dapat digunakan sebagai dasarperencanaan, pengambilan keputusan, dan evaluasipembangunan pertanian.

Hingga saat ini pendugaan produksi padi di tingkatkecamatan dihadapkan pada tidak tersediaanya dataproduktivitas padi pada areal yang lebih kecil. Surveiubinan tidak representatif menghasilkan dataproduktivitas hingga tingkat kecamatan. Apabilaproduktivitas padi diduga dengan ukuran yang tidak

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 101-110 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p101-110

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 1-8

102

representatif maka data yang dihasilkan memilikikeragaman yang besar dan bisa jadi tidak di semuakecamatan terdapat contoh survei ubinan.

Ada dua solusi untuk memecahkan masalahtersebut. Pertama, pendugaan langsung (directestimation) dengan menambah ukuran contoh hinggarepresentatif menyajikan data produktivitas padi ditingkat kecamatan. Kedua, pendugaan tidak langsung(indirect estimation) melalui pemodelan denganmelibatkan peubah lain yang dapat membantumemberikan informasi tentang lahan yang tidak terpilihsebagai ukuran contoh pendugaan. Metode pendugaanlangsung dengan penambahan jumlah ukuran contohtidak disarankan karena akan memunculkanpermasalahan baru, yaitu bertambahnya anggaransurvei dan beban kerja pengumpul data. Solusi yanglebih tepat adalah menggunakan pendugaan tidaklangsung karena lebih cepat dan murah dibandingpendugaan langsung. Menurut Rao dan Molina (2015),metode pendugaan tidak langsung pada dasarnyamemanfaatkan informasi tambahan secara statistik yangmemiliki sifat meminjam kekuatan (borrowing strength)informasi dari hubungan antara peubah yang menjadiperhatian dengan informasi dari peubah lain.

Pendugaan areal kecil data produktivitas padi diIndonesia pertama kali dilakukan oleh Tedra (2017)menggunakan SAE Rao-Yu Model. Meskipun demikian,hasil pendugaan dengan model tersebut belummemberikan hasil memuaskan karena MSE (MeanSquare Error) masih besar (19,42). Hal ini disebabkanoleh pengaruh peubah penyerta terhadap produktivitasyang bersifat nonlinier sehingga perlu pendekatannonparametrik pada model SAE. Oleh karena itu, padapenelitian ini, metode SAE yang digunakan adalah modeladitif nonparametrik dengan Geoadditive Small AreaModel.

Berbagai penelitian menggunakan pendugaan arealkecil dengan pendekatan aditif nonparametrik telahdilakukan oleh Bocci (2010) dan Petrucci (2014).Pendugaan produktivitas padi di tingkat kecamatanmenggunakan model geoadditive berbasis unit leveldapat menghasilkan data yang representatif. Hasilpendugaan dengan metode ini akan dievaluasi denganRMSE (Root Mean Square Error) menggunakan metodejackknife. Penggunaan metode ini akan menghasilkanestimasi dengan tingkat presisi yang tinggi pada areakecil menggunakan proses resampling.

Penelitian ini bertujuan untuk menduga produktivitaspadi di tingkat kecamatan menggunakan GeoadditiveSmall Area Model dan menganalisis surplus atau defisitproduksi beras di tingkat kabupaten. Beberapa analisisproduksi padi telah dilakukan oleh Zuriani (2013),Amrullah et al. (2014), Asnawi (2014), Wirawan et al.

(2014), Garside dan Asjari (2015), Kurnia (2015), Widayatdan Purba (2015), Hidayat (2016), Ezward et al. (2017),Nurina et al. (2017), dan Satria et al. (2017). Penelitiantersebut menggambarkan bahwa kondisi geografisberpengaruh terhadap produksi padi dan perbandinganantara ketersediaan dan kebutuhan beras sehinggadiketahui wilayah yang mengalami defisit atau surplusberas.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kabupaten Seruyan, KalimantanTengah, berdasarkan hasil survei ubinan tahun 2016.Pengumpulan data produktivitas padi dilakukan secararutin oleh BPS melalui survei ubinan. Metodepengambilan contoh yang diterapkan dalam survei iniadalah two-stage stratified sampling. Data produktivitaspadi dikumpulkan dengan mengukur langsung padaplot ubinan terpilih dengan alat pengubin danwawancara dengan petani terpilih. Data produktivitasdigunakan untuk menentukan produksi padi di suatuwilayah.

Kabupaten Seruyan dipilih sebagai lokasi penelitiankarena memiliki potensi cukup besar dikembangkanuntuk pertanian yang tercermin dari 479 ribu hektarlahan yang menganggur. Ketersediaan data produktivitaspadi di tingkat kecamatan dapat dijadikan salah satupertimbangan dalam program pembukaan lahanpertanian.

Geoadditive Small Area Model

Geoadditive Small Area Model adalah penggabunganantara model geoadditive dan model SAE (Small AreaEstimation). Beberapa peneliti yang menggunakanmodel geoadditive antara lain Khatab dan Fahrmeir(2009), Nkurunziza et al. (2011), Alaba dan Olaomi (2015),Alfred dan Stanley (2015), Ayele et al. (2016), danNussbaum et al. (2017). Darsyah (2013), Satriya et al.(2015), dan Sriliana (2017) telah melakukan penelitianSAE Penalized Spline.

Model geoadditive merupakan penambahaninformasi spasial (latitude, longitude) ke dalam model.Misal ri dengan 1 ≤ ≤ n adalah peubah prediktor pada

lokasi spasial , 2. Model geoadditive dapat

diformulasikan sebagai berikut (Bocci 2010):

f( ( , ) (1)

f adalah fungsi pemulus dari satu peubah dan merupakan fungsi pemulus dua peubah spasial denganspline-2 (thin-plate spline). Spline-2 adalah potongan-potongan fungsi polynomial untuk dua peubah spasial

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan ... (Ardiansyah et al.)

103

(latitude dan longitude) dengan turunan yangmemenuhi kekontinuan kendala tertentu. Spline-2sering digunakan untuk memprediksi spasial dan dapatdinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi basisradial sehingga pendugaan spline-2 dapat didekatidengan model linier campuran (Djuraidah 2006). Padaspline-2, potongan-potongan basis radial merupakankomponen yang akan dimuluskan sehingga potongan-potongan basis ini merupakan komponen acak padamodel linier campuran (Wand 2003 dalam Djuraidah2006). Berdasarkan spline terpotong berdimensi rendahuntuk f dan spline-2 untuk h, model (1) dapat ditulis kedalam bentuk model campuran:

(2)

dan Z dipilih untuk menggabungkan matrik yang berisifungsi spline f dan h:

Z = (3)

adalah knots (simpul) lokasi untuk dua fungsi. Simpuldapat diartikan sebagai titik fokus dalam fungsi splinesedemikian rupa sehingga kurva yang dibentuktersegmen pada titik tersebut. Titik knot memiliki artipenting dalam pendekatan spline. Pemilihan danpenentukan lokasi knot dengan tepat sangat dibutuhkanagar diperoleh model spline yang optimal. Jika jumlahknot terlampau banyak maka model yang dihasilkanakan overfitting. Salah satu metode pemilihan titik knotoptimal adalah Generalized Cross Validation (GCV)sebagai berikut:

(4)

Penetuan jumlah titik knot menggunakan fixedselection method (Yao and Lee 2008) yaitu K= min (0,25banyaknya xi yang unik, 35). Jumlah pemulus untuk duakomponen aditif dan komponen geostatistik dari modeldapat dikuantifikasi melalui komponen rasio varian

. Komponen pemulus ditambahkanpada pengaruh acak Zv, sementara komponen linierdapat ditulis sebagai pengaruh tetap Xβ. Dengandemikian, model geoaditif dan model klasik small areadapat dikombinasikan.

Misalnya terdapat m areal kecil yang akan diduga, yijmenunjukkan peubah respon dengan i = 1, 2, ... , m danj = 1, 2,..., ni. Jika xij adalah vektor peubah penyerta yangbersesuaian dengan unit respon maka model klasik SAE(Rao dan Molina 2015) adalah: yij = xijβ +ui + eij dengani = 1, 2, ... , m dan j = 1, 2,..., ni, m adalah banyaknya arealkecil dalam suatu wilayah dan ni adalah banyaknyaukuran contoh pada masing-masing areal kecil, ut adalahpeubah acak yang menyebar normal ui ~iid N(0, ), eijyaitu galat contoh pada kecamatan ke-i dan petani ke-jyang berdistribusi normal eij ~iid N(0, ), dan eij salingbebas.

Formula (2) model linier campuran analog denganmodel geoadditive pada formula (1) sehingga dapatdigunakan untuk menduga areal kecil yang disebutGeoadditive Small Area Model. Model spline-2 maupunmodel SAE dapat dipandang sebagai model denganpengaruh acak, sehingga sangat dimungkinkanmenggabungkan kedua konsep tersebut dalampendugaan areal kecil nonparametrik berdasarkan padamodel linier campuran (Kurnia 2009). Berikut adalahmodel Geoadditive Small Area dengan dua komponenpengaruh acak.

(5)

Matriks peubah penyerta menjadi X= ,βββββ adalah vektor koefisien yang tidak diketahui berukuranp x 1, u adalah pengaruh acak areal kecil, v adalahkoefisien Spline-2 (pengaruh acak kedua), e adalah galatacak tingkat individu/unit, dan Z adalah matriks dariSpline-2 berdasarkan fungsi:

Komponen varian yang tidak diketahui dapat didugadengan metode kemungkinan maksimum terkendala(Restricted maximum likelihood, REML) sehinggadiperoleh dan Dugaan matriks kovariandari y adalah dan pendugaEBLUP (Best Linier Unbiased Predictor) bagi βββββ ,v , dan uadalah:

= [

X = β = , = ,

= ,

= .

C(r) = ||r||2 log||r| | dan ,..., dan ,...,

; ,..., , yaitutitik knot dan matriks ; ;

; . Solusi dapat dinyatakan dalam

bentuk (Djuraidah 2007).

= ; Cov =

C(r) = ||r||2 log||r| |.

. = ZZT + DDT + In

= , Cov =

= , K = simpul dan

= (XT -1X)-1 XT -1y = ZT -1(y- X ) = T -1(y- X ).

1/21 h, k ks

]

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 1-8

104

Untuk menduga produktivitas padi per kecamatandapat menggunakan formula:

(6)

adalah nilai parameter level areal i dandiasumsikan diketahui. Untuk areal kecil yang tidakterpilih sebagai contoh, vi dan ui disubstitusi dengan vidan ui pada areal i yang mempunyai kemiripan terdekatberdasarkan peubah penyerta. Kemiripan terdekatdiukur berdasarkan jarak euclid terkecil.

Tingkat presisi pendugaan areal kecil dapat dilihatdari nilai MSE dengan metode resampling jackknife,dengan melakukan pengambilan secara berulang daricontoh awal seluruh peubah berukuran n dengan caramenghilangkan pengamatan ke-i, i =1,2,…, n. Penerapanjackknife pada SAE bertujuan untuk mengoreksi hasilpendugaan MSE. Metode jackknife pertama kalidiperkenalkan oleh Tukey pada tahun 1958. Kemudianberkembang untuk mengoreksi bias pada suatupenduga dengan melakukan penghapusan terhadapobservasi ke-i untuk i =1,2,…, n dan kemudian dilakukanpendugaan parameter areal kecil. Prosedur metodejackknife dalam pendugaan areal kecil dapat dilihat padaKurnia dan Notodiputro (2006).

Peubah Penelitian

Peubah yang digunakan mencakup peubah respon danpeubah penyerta (auxiliary variable). Peubah responadalah peubah yang perubahan nilainya dipengaruhioleh perubahan peubah penyerta. Peubah respon dalampenelitian ini adalah produktivitas padi yang diukurmelalui survei ubinan. Produktivitas adalah rata-rata hasilpanen dalam setiap hektar luas panen bersih dalambentuk gabah kering giling (GKG). Peubah penyerta yangdigunakan yaitu proporsi luas panen padi sawah dantitik koordinat geografis (latitude dan longitude). Tabel 1menerangkan sumber data dari keempat peubah.

Model Geoadditive Small Area dibangun denganmemanfaatkan informasi dari dalam dan luar areal yang

berbatasan langsung dengan Kabupaten Seruyan, yaituKabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur.Ketiga kabupaten diasumsikan memiliki pola umumyang sama. Data level unit yang digunakan dalampenelitian ini diperoleh dari survei ubinan tahun 2016 diKabupaten Seruyan, Kotawaringin Barat, danKotawaringin Timur yang bersumber dari BPS. Datapeubah penyerta tingkat kecamatan diperoleh dariPodes 2014 dan Dinas Pertanian Kabupaten Seruyan,Kotawaringin Barat, dan Kotawaringin Timur. Datapeubah penyerta tingkat kecamatan diasumsikan tidakmengandung kesalahan karena diperoleh berdasarkanpendataan lengkap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Seruyan terletak pada posisi 0o77’ LintangSelatan dan 3o56’ Lintang Selatan dan antara 111o49’Bujur Timur dan 112o84’ Bujur Timur dengan luaswilayah 16.404 km2 (BPS 2016). Daerah ini memilikikeunikan dengan bentuk yang memanjang dari hulu kehilir mengikuti aliran Sungai Seruyan sepanjang 350 km(BPS 2016).

Penentuan Titik Knot Optimum

Untuk melakukan pemodelan pendugaan areal kecildengan model geoadditive dimulai dengan penentuanjumlah knot (simpul) optimum berdasarkan nilai GCVminimum. GCV adalah metode yang digunakan untukmenentukan parameter pemulus pada regresismoothing spline yang telah didefinisikan padapersamaan (4). Kemulusan kurva permukaanpendugaan spasial dipengaruhi oleh jumlah simpul yangdigunakan pada fungsi basis radialnya. Nilai GCVdisajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, hasil kajian menunjukkanmodel aditif spasial dengan jumlah simpul enam padapendugaan produktivitas padi memberikan GCVterendah. Dengan kata lain, rata-rata simpangan antaradugaan dan nilai sebenarnya dengan jumlah simpulenam adalah yang terendah. Nilai GCV minimum adalah57,66 untuk latitude dan 57,09 untuk longitude.Hubungan antara titik latitude dan produktivitas paditidak membentuk pola linier sehingga perlu ditambahmodel aditif nonparametrik. Hubungan kedua peubah

Tabel 1. Peubah pada penelitian.

Peubah Nama Peubah Sumber

Y Produktivitas tanaman BPS (Survei Ubinan 2016)padi (ku/ha)

X1 Proporsi luas panen BPS (untuk data level unit)padi sawah dan Dinas Pertanian

Kabupaten Seruyan,Kotawaringin Barat, danKotawaringin Timur (untukdata total area tingkatkecamatan)

X2 Garis lintang (latitude) BPS (Podes 2014)X3 Garis bujur (longitude) BPS (Podes 2014)

Tabel 2. Jumlah titik knot dan GCV.

Jumlah titik knot GCV untuk GCV untuk(simpul) Latitude Longitude

K=4 75,82 57,41K=5 71,37 57,16K=6 57,66 57,09

i dan

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan ... (Ardiansyah et al.)

105

tersebut dapat didekati menggunakan thin plate splinedengan model polynomial tersegmen yang dibangunsedemikian rupa sehingga kurva yang dibentuk muluspada titik-titik yang disebut simpul. Berdasarkan kriteriaGCV minimum diperoleh knot optimum enam simpul.Keenam simpul tersebut terletak pada titik {latitude;longitude}: {(-1.3288, 111.7713), (-1.7764, 112.0640), (-1.9172, 112.1950), (-2.2098, 112.4756), (-2.7493,112.5509), (-3.0578; 112.9647)}. Titik koordinat simpuldapat dilihat pada peta tematik (Gambar 1). Setelah

diketahui lokasi titik knot dengan GCV optimum, langkahselanjutnya adalah melakukan pendugaan pengaruhtetap dan pengaruh acak.

Pendugaan Parameter Model

Model dibangun berdasarkan data level unit hinggadiperoleh dugaan parameter pada persamaan modellinier campuran sebagai model SAE. Hasil pendugaanparameter disajikan pada Tabel 3.

Data pada Tabel 3 menunjukkan model GeoadditiveSmall Area memiliki pola umum 0,90. Artinya,produktivitas padi sawah lebih tinggi 0,90 t/ha dibandingpadi gogo. Produktivitas padi pada kecamatan nircontohdiduga dengan kekuatan pengaruh acak dari kecamatanyang memiliki kemiripan terdekat, yang dihitungberdasarkan jarak euclid minimum dengan nilai peubahpenyerta pada ketiga kecamatan. Terdapat tigakecamatan nircontoh pada survei ubinan tahun 2016 diKabupaten Seruyan, yaitu Kecamatan Seruyan Raya,Hanau, dan Danau Seluluk. Hasil penghitunganmenunjukkan Kecamatan Seruyan Raya memilikikemiripan terdekat dengan Mentaya Hulu (KabupatenKotawaringin Timur), Kecamatan Hanau memilikikemiripan terdekat dengan Seruyan Hilir, danKecamatan Danau Seluluk memiliki kemiripan terdekatdengan Seruya Hilir Timur.

Setelah diperoleh penduga parameter, selanjutnyadilakukan pendugaan produktivitas padi denganGeoadditive Small Area Model dan dibandingkan denganpendugaan langsung. Pendugaan langsungproduktivitas padi di kecamatan nircontoh tidak dapatdilakukan. Hasil pendugaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Terdapat tiga kecamatan yang tidak terdapat contohpada survei ubinan, yaitu Kecamatan Seruyan Raya,Hanau, dan Danau Seluluk, sehingga pendugaanlangsung untuk ketiga kecamatan tidak dapat dilakukan.Produktivitas padi di ketiga kecamatan nircontoh

Gambar 1. Titik koordinat (latitude, longitude) simpul optimumKabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

Tabel 3. Nilai penduga parameter model Geoadditive Small Area di tingkat kecamatan di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Selatan, tahun2016.

Pengaruh tetap Pengaruh acakKecamatan

010 Seruyan Hilir -666,30 9,01 -0,01 6,15 -2,03 -0,45011 Seruyan Hilir Timur -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,24 0,36020 Danau Sembuluh -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,05 -0,58021 Seruyan Raya -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,08 -4,31030 Hanau -666,30 9,01 -0,01 6,15 -2,03 -0,45031 Danau Seluluk -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,24 0,36040 Seruyan Tengah -666,30 9,01 -0,01 6,15 0,79 2,55041 Batu Ampar -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,08 -0,92050 Seruyan Hulu -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,85 -0,52051 Suling Tambun -666,30 9,01 -0,01 6,15 -0,21 -0,13

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 1-8

106

tersebut dapat diduga menggunakan model GeoadditiveSAE (Geoadditive Small Area Model). Hasil pendugaandengan metode pendugaan langsung dan GeoadditiveSAE memberikan kinerja yang hampir sama, kecuali diKecamatan Batu Ampar. Terdapat selisih yang signifikanantara pendugaan langsung (3,14 t/ha) denganpendugaan menggunakan model Geoadditive SAE (2,27t/ha) di Kecamatan Batu Ampar. Hal ini disebabkancontoh plot ubinan di Batu Ampar tidak representatifkarena tidak mewakili keadaan populasi lahan yangsebagian besar ditanami padi gogo, sedangkan contohterpilih pada survei ubinan di Batu Ampar seluruhnyaadalah usahatani padi sawah. Hal ini menjadi kelebihandari model Geoadditive SAE, yaitu mampu mengoreksicontoh yang tidak representatif dan mampu mendugawilayah nircontoh.

Penghitungan produktivitas padi menggunakanmodel Geoadditive SAE memberikan informasi bahwahasil pendugaan dengan model ini mendekatipendugaan langsung yang dirilis BPS. Produktivitas padiberdasarkan pendugaan langsung oleh BPS adalah 2,67t/ha, sedangkan pendugaan dengan Geoadditive SAEmenghasilkan 2,70 t/ha. Hal ini menunjukkan tidak adaperbedaan yang signifikan antara pendugaan langsungBPS dengan hasil pendugaan Geoadditive SAE.Kelebihan dari pendugaan areal kecil denganGeoadditive SAE adalah dapat menyajikan dataproduktivitas padi hingga tingkat kecamatan, sedangkanpendugaan langsung BPS tidak dapat. Hasil pendugaanproduktivitas padi menggunakan Geoadditive SAE dapatlebih jelas jika ditampilkan dalam bentuk peta tematik(Gambar 2).

Terdapat kecenderungan semakin ke hilir suatuwilayah semakin besar produktivitas padi. Sebaranproduktivitas padi yang tinggi umumnya berada dibagian hilir Kabupaten Seruyan yang sebagian besar

didominasi oleh usahatani padi sawah. Daerah denganproduktivitas padi rendah berada di bagian huluKabupaten Seruyan yang merupakan daerah perbukitanyang sebagian besar ditanami padi gogo.

Lahan pertanian yang terletak di bagian hilir SungaiSeruyan umumnya lebih subur karena memperoleh ataumenampung endapan lumpur yang kaya hara.

Gambar 2. Produktivitas padi (t/ha) menurut kecamatan diKabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Tabel 4. Hasil pendugaan produktivitas padi di tingkat kecamatan dengan Geoadditive Small Area Model di Kabupaten Seruyan, KalimantanTengah, 2016.

Produktivitas padi dengan Produktivitas padi denganKode Kecamatan Jumlah contoh pendugaan langsung (SRS) Geoadditive Small Area Model RMSE

plot ubinan (t/ha) (t/ha)

010 Seruyan Hilir 14 3,00 3,13 0,14011 Seruyan Hilir Timur 16 3,44 3,46 0,04020 Danau Sembuluh 3 3,28 3,26 0,10021 Seruyan Raya - - 2,72 0,20030 Hanau - - 3,09 0,14031 Danau Seluluk - - 3,26 0,04040 Seruyan Tengah 20 2,66 2,67 0,02041 Batu Ampar 11 3,14 2,27 0,90050 Seruyan Hulu 10 1,99 1,99 0,03051 Suling Tambun 15 2,06 2,03 0,04

Total 89 2,67 2,70 0,29

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan ... (Ardiansyah et al.)

107

Kecamatan dengan produktivitas tanaman padi tertinggiyaitu Seruyan Hilir Timur (3,46 t/ha) dan Danau Seluluk(3,26 t/ha). Kecamatan dengan produktivitas paditerendah adalah Seruyan Hulu (1,99 t/ha).

Data produktivitas padi tingkat kecamatan yang telahdiperoleh dapat dijadikan dasar dalam penghitunganproduksi pada masing-masing kecamatan. Produksipadi merupakan perkalian antara hasil dugaanproduktivitas dengan luas panen. Data populasi luaspanen per kecamatan telah diperoleh dari DinasPertanian Kabupaten Seruyan, sementara dataproduktivitas padi per kecamatan diduga menggunakanGeoadditive Small Area Model. Selanjutnya dilakukanperkalian antara produktivitas dan luas panen padi perkecamatan sehingga diperoleh data produksi padi

(GKG) per kecamatan. Hasil pendugaan data produksipadi dalam GKG per kecamatan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan BPS tidak menyajikan dataproduksi padi hingga tingkat kecamatan tetapi modelGeoadditive SAE bisa digunakan untuk itu. Penjumlahanproduksi padi pada tingkat kecamatan akanmenghasilkan produksi padi di tingkat kabupaten. Totalproduksi padi hasil pendugaan dengan Geoadditive SAEadalah 27.305,11 ton sedangkan data yang dirilis BPSadalah 27.012,89 ton. Artinya, hasil pendugaan tersebutmemberikan selisih pendugaan langsung oleh BPS relatifkecil, hanya 292,22 ton. Hal ini mengindikasikan hasilpendugaan menggunakan model Geoadditive SmallArea memberikan kinerja yang akurat. Sebaran produksipadi per kecamatan disajikan dalam bentuk peta tematik(Gambar 3).

Tabel 5. Nilai duga produksi padi menurut kecamatan di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Produktivitas padi Luas Dugaan produksi Dugaan produksi padiKode Kecamatan dengan Geoadditive SAE panen padi padi BPS Geoadditive SAE

(t/ha) (ha) (ton GKG) (ton GKG)

010 Seruyan Hilir 3,13 1.090,40 - 3.415,56011 Seruyan Hilir Timur 3,46 1.295,30 - 4.478,72020 Danau Sembuluh 3,26 1.086,20 - 3.536,45021 Seruyan Raya 2,72 100,90 - 274,38030 Hanau 3,09 643,40 - 1.989,54031 Danau Seluluk 3,26 499,80 - 1.631,39040 Seruyan Tengah 2,67 1.511,90 - 4.039,14041 Batu Ampar 2,27 455,90 - 1.034,49050 Seruyan Hulu 1,99 2.209,00 - 4.403,18051 Suling Tambun 2,03 1.232,90 - 2.502,25

Total 2,70 10.125,70 27.012,89 27.305,11

Gambar 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi padi di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Luas panen padi (ha) Produktivitas padi (t/ha) Produksi padi (t)

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 1-8

108

Tabel 6. Dugaan produksi beras menurut kecamatan di KabupatenSeruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Dugaan produksi padi DugaanKode Kecamatan Geoadditive SAE produksi beras

(ton GKG) (ton)

010 Seruyan Hilir 3.415,56 2.142,92011 Seruyan Hilir Timur 4.478,72 2.809,95020 Danau Sembuluh 3.536,45 2.218,77021 Seruyan Raya 274,38 172,14030 Hanau 1.989,54 1.248,24031 Danau Seluluk 1.631,39 1.023,53040 Seruyan Tengah 4.039,14 2.534,16041 Batu Ampar 1.034,49 649,04050 Seruyan Hulu 4.403,18 2.762,56051 Suling Tambun 2.502,25 1.569,91

Total 27.305,11 17.131,22

Tabel 7. Nilai dugaan kebutuhan beras menurut kecamatan di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Dugaan TotalKode Kecamatan produksi beras Jumlah konsumsi beras Surplus/ Keterangan

(ton) penduduk (ton) Defisit

010 Seruyan Hilir 2.142,92 36.680 5.104,02 - 2.961,10 Defisit011 Seruyan Hilir Timur 2.809,95 8.465 1.177,90 1.632,05 Surplus020 Danau Sembuluh 2.218,77 13.234 1.841,51 377,26 Surplus021 Seruyan Raya 172,14 24.035 3.344,47 - 3.172,33 Defisit030 Hanau 1.248,24 26.123 3.635,02 - 2.386,78 Defisit031 Danau Seluluk 1.023,53 23.209 3.229,53 - 2.206,00 Defisit040 Seruyan Tengah 2.534,16 24.988 3.477,08 - 942,92 Defisit041 Batu Ampar 649,04 9.198 1.279,90 - 630,86 Defisit050 Seruyan Hulu 2.762,56 12.759 1.775,41 987,15 Surplus051 Suling Tambun 1.569,91 3.616 503,17 1.066,74 Surplus

Total 17.131,22 182.307 25.368,02 - 8.236,80 Defisit

Dari peta tematik tersebut diperoleh informasibahwa untuk meningkatkan produksi padi dapatdilakukan dengan dua cara. Pertama, menambah arealtanam. Kedua, meningkatkan produktivitas.Produktivitas padi rendah apabila areal tanam yang luasmenghasilkan produksi padi yang tinggi. Luas panenrendah dan produktivitas tinggi juga akan meningkatkanproduksi padi. Kecamatan Seruyan Hulu memilikiproduktivitas padi 1,99 t/ha dengan luas panen 2.209ha, sehingga merupakan kecamatan dengan produksipadi tertinggi di Kabupaten Seruyan.

Konversi Gabah ke Beras

Konversi gabah kering giling (GKG) ke berasdimaksudkan untuk melihat perbandingan produksipadi dengan konsumsi beras. Gabah yang digiling akanmenghasilkan beras dengan rendemen 62,74%

berdasarkan hasil Survei Konversi Gabah ke Beras yangdilakukan BPS pada tahun 2012. Hasil konversi padidalam bentuk gabah kering giling ke beras disajikan padaTabel 6.

Perbandingan Produksi dan Konsumsi Beras

Permintaan beras terus meningkat sejalan denganpertambahan populasi penduduk. Jika kenaikanpermintaan beras tidak diimbangi oleh kenaikanproduksi padi maka ketersediaan pangan tidaktercukupi. Informasi produksi beras akan lebihbermanfaat dibanding konsumsi beras antarkecamatan.Perbandingan antara produksi dan konsumsi berasmenggambarkan tingkat swasembada pangan dimasing-masing kecamatan. Informasi tersebut dapatdigunakan untuk melihat kecamatan surplus dan defisitberas sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakandalam pengaturan distribusi beras.

Kecamatan surplus beras berarti produksi beras dikecamatan tersebut melebihi konsumsi dan sebaliknyauntuk defisit beras. Data produksi dan kebutuhan berasmenjadi penting untuk merumuskan kebijakan danevaluasi terhadap target yang telah dicanangkanpemerintah. Jumlah penduduk yang terus meningkatberdampak terhadap peningkatan kebutuhanberas. Sesuai target Sustainable Development Goals(SDGs) yang kedua, yaitu zero hunger yang dituangkanpada program swasembada pangan, maka pemerintahbertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhanberas penduduk. Selain pemerintah pusat, pecapaiantarget swasembada pangan juga menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Untuk mengetahui tercapaitidaknya target swasembada pangan diperlukan statistikyang akurat. Nilai dugaan konsumsi beras per kecamatandisajikan pada Tabel 7.

Pendugaan Produktivitas Padi di Tingkat Kecamatan ... (Ardiansyah et al.)

109

Gambar 4. Peta tematik produksi, konsumsi, dan surplus-defisit beras di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, tahun 2016.

Kajian BPS menunjukkan konsumsi beras di ProvinsiKalimantan Tengah 139,15 kg/kapita yang terdiri ataskonsumsi beras rumah tangga dan nonrumah tangga.Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di KabupatenSeruyan pada tahun 2016 yang mencapai 182.307 jiwamaka konsumsi beras pada tahun tersebut diperkirakan25.368 ton. Jika konsumsi beras dibandingkan denganproduksi beras di Kabupaten Seruyan pada tahun yangsama sebesar 17.131 ton, maka Kabupaten Seruyanpada tahun 2016 mengalami defisit beras 8.237 ton.Hingga kini kebutuhan beras dipasok dari luarKabupaten Seruyan untuk memenuhi kebutuhanpangan penduduk. Peta tematik pada Gambar 4memberi gambaran lebih jelas mengenai kecamatansurplus dan defisit beras.

Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Seruyanmengalami defisit beras, hanya empat kecamatan yangmengalami surplus beras, yaitu Kecamatan Seruyan HilirTimur, Danau Sembuluh, Seruyan Hulu, dan SulingTambun. Data ini merupakan early warning kerawananpangan di Kabupaten Seruyan, atau dapat digunakansebagai acuan dalam pencapaian swasembada panganmelalui peningkatan produksi padi di masing-masingkecamatan.

KESIMPULAN

Model Geoadditive SAE terbukti dapat digunakan untukmenduga produktivitas padi di tingkat kecamatanmendekati nilai pendugaan langsung BPS. Semakin ke

hilir Sungai Seruyan, produktivitas padi di KabupatenSeruyan cenderung lebih tinggi. Produktivitas padi sawahlebih tinggi 0,90 t/ha dibandingkan dengan padi gogo.Produktivitas padi tertinggi berada di KecamatanSeruyan Hilir Timur (3,46 t/ha) dan terendah di SeruyanHulu (1,99 t/ha).

Pendugaan produksi padi dengan Geoadditive SmallArea Model memberikan hasil akurat dengan nilai RMSElebih kecil, kecuali di Kecamatan Batu Ampar karenacontoh plot ubinan tidak mewakili areal pertanamanyang sebagian besar padi gogo, sementara contohterpilih pada survei ubinan adalah padi sawah. DiKabupaten Seruyan hanya empat kecamatan yangmengalami surplus beras, yaitu Kecamatan Seruyan HilirTimur, Danau Sembuluh, Seruyan Hulu, dan SulingTambun. Secara keseluruhan, Kabupaten Seruyanselama tahun 2016 mengalami defisit beras 8.236,8 ton.Dalam penelitian selanjutnya dapat menggunakanperbandingan model EBLUP dan model GeoadditiveSmall Area untuk membuktikan penambahan pengaruhacak spline-2 dapat menurunkan RMSE.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim redaksidan mitra bestari atas komentar, saran, dan masukanyang sangat berharga. Penelitian ini didanai oleh BPSmelalui program beasiswa S2 APBN BPS bekerja samadengan IPB.

Produksi beras (ton) Konsumsi beras (ton) Surplus-defisit beras (ton)

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 1-8

110

DAFTAR PUSTAKA

Alaba O and Olaomi JO. 2015. Geo-additive modelling of familysize in Nigeria. Journal Biom Biostat. 6(3):1-6.

Alfred N and Stanley CC. 2015. Determinants of Low Birth Weightin Malawi: Bayesian Geo-Additive Modelling. Plos One Journal10(6): 1-14.

Amrullah, Sopandie D, Sugianta, dan Junaedi A. 2014. Peningkatanproduktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.) melaluipemberian nano silika. Jurnal Pangan 23(1): 17-32.

Asnawi R. 2014. Peningkatan produktivitas dan pendapatan petanimelalui penerapan model pengelolaan tanaman terpadu padisawah di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Jurnal PenelitianPertanian Terapan 14(1): 44-52.

Ayele DG, Zewotir T, dan Mwambi H. 2016. Spatial analysis ofmalaria on The Geo-Additive Bayesian Model. Cancer Prog.Diagn. Journal 106 1(1): 26-32.

Bocci C. 2010. Geoadditive Small Area Model for the estimation ofconsumption expenditure in Albania. Giuseppe ParentiWorking Paper 2010/14.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Seruyan dalam angka. BPSKabupaten Seruyan: Kuala Pembuang.

Darsyah MY. 2013. Small area estimation terhadap pengeluaranper kapita di Kabupaten Sumenep dengan pendekatannonparametrik. Jurnal Statistika 1(2): 28-36

Djuraidah A dan Aunuddin. 2006. Kriging pada thin-plate splinedengan pendekatan model campuran. Jurnal MatematikaIntegratif 5(2):1-12.

Djuraidah A. 2007. Model aditif spatio-temporal untuk pencemaranudara pm10 dan ozon di Kota Surabaya dengan pendekatanmodel linier campuran [disertasi]. IPB: Bogor.

Ezward C, Indrawanis E, Seprido, dan Mashadi. 2017. Peningkatanproduktivitas tanaman padi melalui teknik budidaya danpupuk kompos jerami. Jurnal Agrosains dan Teknologi, 2(1):51-67.

Garside AK dan Asjari HY. 2015. Simulasi ketersediaan beras diJawa Timur. Jurnal Ilmiah Teknik Industri 14 (1): 47-58.

Hidayat YR. 2016. Analisis stakeholders rantai pasok beras diKabupaten Indramayu. Jurnal logika 18(3):54-60.

Khatab K and Fahrmeir L. 2009. Analysis of childhood morbiditywith geoadditive probit and latent variable model: a casestudy for Egypt. Journal Trop. Med. Hyg. 81(1):116-128.

Kurnia A dan Notodiputro KA. 2006. Penerapan metode jackknifedalam pendugaan area kecil. Jurnal Forum Statistika danKomputasi 11(1): l2-16.

Kurnia A. 2009. Prediksi terbaik empirik untuk model transformasilogaritma di dalam pendugaan area kecil dengan penerapanpada data susenas [disertasi]. IPB: Bogor.

Kurnia H. 2015. Prediksi Ketersediaan beras di masyarakatmenggunakan logika fuzzy dalam upaya meningkatkanketahanan pangan (studi kasus di Kecamatan Harau). JurnalPendidikan dan Teknologi Informasi 2(1): 64-75.

Nkurunziza H, Gebhardt A, Pilz J. 2011. Geo-additive modelling ofmalaria in Burundi. Malaria Journal 10(234).

Nurina BS, Permana H, Trihandoko K, Jamaludin A, dan UmaidahY. 2017. Prediksi produktivitas tanaman padi di KabupatenKarawang menggunakan bayesian networks. Jurnal Infotel9(4): 454-460.

Nussbaum M, Lorenz W, Fraefel M, Greiner L, dan Papritz A. 2017.Mapping of soil properties at high resolution in Switzerlandusing boosted geoadditive models. SOIL-Journal 3: 191-210.

Petrucci A and Pratesi M. 2014. Spatial models in small areaestimation in the context of official statistics. StatisticaApplicata - Italian Journal of Applied Statistics 24(1): 9-27.

Rao JNK and Molina I. 2015. Small Area Estimation Second Edition.New Jersey (USA): John Wiley and Sons.

Satriya AMA, Iriawan N, Sutijo B. 2015. Small area estimationpengeluaran per kapita di Kabupaten Bangkalan denganmetode hierarchical bayes. Jurnal Statistika 3(2): 1-10

Satria B, Erwin MH, dan Jamilah. 2017. Peningkatan produktivitaspadi sawah (oryza sativa L.) melalui penerapan beberapajarak tanam dan sistem tanam. Jurnal Agroekoteknologi FPUSU. 5(3): 629-637.

Sriliana I, Sunandi E, dan Rafflesia U. 2017. Pemodelan kemiskinandi Provinsi Bengkulu menggunakan small area estimationdengan pendekatan semiparametrik penalized spline. JurnalMIPA. 40(2): 134-140.

Tedra WT. 2017. Estimasi produktivitas padi sawah per kecamatanmenggunakan sae rao-yu model (estimasi produksi berasper kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2016) [tesis].Bandung: Universitas Padjadjaran.

Widayat D, dan Purba CO. 2015. Produktivitas tanaman dankehilangan hasil tanaman padi kultivar Ciherang padakombinasi jarak tanam dengan frekuensi penyianganberbeda. Jurnal Kultivasi 14(1): 17-24.

Wirawan KA, Susrusa B, dan Ambarawati. 2014. Analisisproduktivitas tanaman padi di Kabupaten Badung ProvinsiBali. Jurnal Manajemen Agribisnis 2(1): 76-90.

Yao F and Lee TCM. 2008. On knot placement for penalized splineregression. Journal of the Korean Statistical Society (37):259-267.

Zuriani. 2013. Analisis produksi dan produktivitas padi sawah diKabupaten Aceh Utara. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,4(1): 59-64.

Bakteri dan Cendawan pada Biomas Jagung ... (Djaenuddin et al.)

111

Viabilitas dan Efektivitas Kombinasi Bakteri dan Cendawan dalamMendekomposisi Biomas Jagung

Viability and Efectivity of Combination Bacteria and Fungi onDecomposing of Maize Biomass

Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Syafruddin

Balai Penelitian Tanaman SerealiaJl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 31 Januari 2018, direvisi 2 Mei 2018, disetujui diterbitkan 3 Agustus 2018

ABSTRACT

One alternative to accelerate the decomposition of lignin orcellulose organic matter is to use microorganisms. To ensure theviability and effectiveness of the decomposer microorganisms asuitable carrier material is required. The objective of this studywere to obtain a combination of microorganisms isolates (bacteriaand fungi) in accordance with the formulation of the carrier insupporting their viability and effectiveness to decompost of maizebiomass. The experiment was carried out on February toNovember 2016. The treatment consisted of two factors, namelythe carrier and microorganism. The tested of cerrier are: (1) waterimmersion of rice and zeolite, (2) soymilk and soaked water, (3)clay of soil and cassava fermentation, and (4) sago and compost.The microorganisms used were two isolates of bacteria and fungi,ie: (1) combination of E7.7 bacteria and P7 fungi and (2) bacteriacombination B7.1 and fungus O5. The results showed that thecombination of isolates E7.7 + P7 and B7.1 + O5 up to 28 weeks’storage were relatively superior than Promi and EM4. At 28 weeksstorage, population of bacterial E7.7 + P7 is 2,1-2,75 x 109 cfu/gand fungus 0,30-0,48 x 109 cfu/g. Isolate B7.1 + O5 had bacterial1,38-2,5 x 109 cfu/g and fungus 0,2-0,3 x 109 cfu/g. While Promiand EM4 had bacterial were about 0.1-1.5 x 109 cfu/g and fungus0.1 x 109 cfu/g. Both of these isolate to decomposition of maizebiomass had lower C/N and water content, and higher P and Kcontent than EM4. Therefore, both of the combination of bacteriaand fungi are worthy as biodecomposer for the making of compostfertilizer. To maintain viability and effectiveness of microbe E7.7+ P7 was a better to use sago + compost, while for the combinationof B7.1 + O5 can using sago + compost and alternative is waterimmersion of rice + zeolit carrier material. The results ofidentification based on 16S rRNA sequence showed that isolatesB7.1 and E7.7, respectively were Bacillus cereus strain ATCC14579and Brevundimonas diminuta strain NBRC12967. While isolatesof fungus O5 and P7 respectively were are Aspergillus fumigatusstrains KARVSO4, and A. fumigatus strains DAOM-21534-28S.

Keywords: Maize, biomass, Bacillus cereus, Brevundimonasdiminuta, Aspergillus fumigatus

ABSTRAK

Salah satu alternatif untuk mempercepat dekomposisi bahan organikyang mengandung lignin atau selulosa adalah penggunaanmikroorganisme. Untuk menjamin viabilitas dan efektivitasmikroorganisme dekomposer diperlukan bahan pembawa yangsesuai. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kombinasi isolatmikroorganisme (bakteri dan cendawan) yang sesuai denganformulasi bahan pembawa dalam menunjang viabilitas danefektivitasnya dalam mendekomposisi biomas jagung. Penelitiandilaksanakan pada Februari-November 2016. Perlakuan terdiri atasdua faktor, yaitu bahan pembawa dan mikroorganisme. Bahanpembawa/formula yang diuji adalah (1) air beras dan zeolit, (2) airrendaman kedelai dan sekam halus, (3) tanah liat dan tape ubi kayu,dan (4) sagu dan kompos. Mikroorganisme yang digunakan adalahdua isolat kombinasi bakteri dan cendawan, yaitu (1) kombinasibakteri E7.7 dan cendawan P7, dan (2) kombinasi bakteri B7.1 dancendawan O5. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi isolat E7.7 +P7 dan B7.1 + O5 hingga pada penyimpanan 28 minggu relatif lebihunggul dibanding Promi dan EM4. Pada penyimpanan 28 minggu,populasi bakteri isolat E7.7 + P7 mencapai 2,1-2,75 x 109 cfu/g danpopulasi cendawan 0,30-0,48 x 109 cfu/g. Isolat B7.1 + O5 memilikijumlah sel bakteri 1,38-2,5 x 109 cfu/g dan cendawan 0,2-0,3 x 109

cfu/g. Promi dan EM4 hanya memiliki populasi bakteri 0,1-1,5 x 109

cfu/g dan cendawan 0,1 x 109 cfu/g. Kombinasi isolat E7.7 + P7 danB7.1 + O5 dalam mendekomposisi biomas jagung menghasilkan C/Ndan kadar air lebih rendah, dengan kadar P dan K yang lebih tinggidibanding EM4. Oleh karena itu kedua kombinasi bakteri dancendawan tersebut layak dijadikan biodekomposer dalampembuatan pupuk kompos. Untuk mempertahankan viabilitas danefektivitas mikroba E7.7+P7 lebih baik menggunakan bahanpembawa sagu + kompos, sedangkan untuk kombinasi mikrobaB7.1 + O5 selain menggunakan sagu + kompos juga dapatmenggunakan bahan pembawa air beras + zeolit. Hasil identifikasiberdasarkan sekuens 16S rRNA menunjukkan isolat B7.1 dan E7.7secara berturut-turut adalah Bacillus cereus strain ATCC14579dan Brevundimonas diminuta strain NBRC12967. Isolat cendawanO5 memiliki kesamaan 99% dengan Aspergillus fumigatus strainKARVSO4, dan P7 memiliki kesamaan 99% dengan A. fumigatusstrain DAOM-21534-28S.

Kata kunci: Jagung, biomas, Bacillus cereus, Brevundimonasdiminuta, Aspergillus fumigatus

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p111-119

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119

112

PENDAHULUAN

Organisme perombak bahan organik memegangperanan penting dalam ekosistem lahan, antara lainuntuk mendegradasi bahan yang mengandung lignindan selulosa. Untuk mempercepat prosespengomposan dan biodegradasi bahan organik dapatdilakukan dengan menginokulasi mikroorganisme yangefektif. Inokulasi mikrorganisme dekomposermempercepat penurunan C/N ratio dan meningkatkanaktivitas mikroba dalam mendegradasi selulosa danmendukung mineralisasi sehingga hara lebih tersediabagi tanaman (Ghaffari et al. 2011, Nurhayati dan Darwa2014). Cendawan sebagai organisme lignoselulolitiklebih efisien mendegradasi lignin dan selulosadibandingkan dengan bakteri (Widiastuti et al. 2009).

Proses inokulasi mikroba ke biomas tanaman yangakan didekomposisi memerlukan bahan pembawa(carier) yang sesuai untuk memudahkan aplikasimikroorganisme yang digunakan. Bahan pembawa yangsesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme akanmenjaga viabilitas dan efektivitas tetap tinggi selamamasa penyimpanan (Ferreira and Castro 2005, Arora etal. 2008). Media pembawa yang baik adalah tidak bersifatracun bagi mikroba, daya absorbsi tinggi, tidak keras,mudah dihancurkan dan disterilkan, daya adhesi jugabaik terhadap biji, murah dan mudah tersedia, kapasitasmenahan air cukup tinggi, dan mengandung cadanganmakanan yang cukup untuk menjamin pertumbuhanmikroba (Setiawati et al. 2015).

Zeolit dilaporkan sebagai bahan pembawa yangbaik untuk mempertahankan viabilitas inokulanAzospirilum, Azotobacter, dan BPF (Bakteri Pelarut Fosfat)(Putri et al. 2010). Penggunaan molase 3% dapatmempertahankan viabilitas bakteri Bacillus megateriumtetap tinggi selama inkubasi 3 bulan (Supriyanto et al.2012). Campuran gambut dan kompos juga merupakanbahan pembawa yang baik dengan viabilitas bakteritertinggi sampai masa penyimpanan pupuk 42 minggusetelah diproduksi (Danapriatna dan Simarmata 2011).

Dari hasil penelitian terhadap 119 isolat bakteri dan23 isolat cendawan yang dikoleksi dari berbagai lokasidi Sulawesi Selatan diperoleh 16 isolat bakteri yangpotensial sebagai dekomposer efektif (Djaenuddin et al.2014a), dan 12 isolat cendawan berpotensimendekomposisi limbah tanaman jagung dengan baik(Djaenuddin et al. 2014b). Uji lebih lanjut kompatibilitaskombinasi isolat bakteri dan cendawan dekomposer invitro (Djaenuddin dan Faesal 2015a) dan dilanjutkandengan pengujian viabilitas mikroba tersebut pada tigajenis media penyimpanan dan efektivitasnya pada

serasah daun dan janggel jagung in vitro (Djaenuddindan Faesal 2015b) menunjukkan bakteri E7.7 dan B7.1serta cendawan P7 dan O5 dapat dikombinasikan danpaling efektif mendekomposisi biomas jagung. Viabilitasmikroba perlu dipertahankan agar efektifmendekomposisi bahan organik. Mikroba yangdiproduksi dan yang akan digunakan sebagaidekomposer disimpan terlebih dahulu selama periodetertentu. Dalam hal ini diperlukan formulasi bahanpembawa atau carier yang sesuai.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkankombinasi mikroba (bakteri dan cendawan) yang sesuaidengan formulasi bahan pembawa (carier) dalammenunjang viabilitas dan efektivitasnya dalammendekomposisi biomas jagung.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada Februari-November 2016di Laboratorium Penyakit dan Rumah Kaca EkofisiologiBalai Penelitian Tanaman Serealia Maros, menggunakanrancangan acak kelompok dengan tiga ulangan,sehingga terdapat 30 unit percobaan. Perlakuan terdiriatas dua faktor, yaitu (1) bahan pembawa, dan (2)mikroorganisme. Bahan pembawa yang diuji adalah (1)formula AZ (air beras dan zeolit), (2) formula KS (airrendaman kedelai dan sekam halus), (3) formula LT(tanah liat dan tape ubi kayu), dan (4) formula SK (sagudan kompos). Semua perlakuan disimpan pada suhukamar (28oC) dan suhu dingin (16oC).

Mikroorganisme yang digunakan adalah dua isolatkombinasi bakteri dan cendawan yang unggul dari hasilseleksi pengujian pembuatan kompos limbah tanamanjagung, yaitu (1) mikroba E (kombinasi bakteri E7.7 dancendawan P7) dan (2) mikroba B (kombinasi bakteriB7.1 dan cendawan O5). Bakteri E7.7 adalah bakteri yangdiisolasi dari tanah tumpukan jerami, B7.1 merupakanbakteri yang diisolasi dari sekitar perakaran tanamanjagung, cendawan O5 adalah cendawan yang diisolasidari tanah pada penggilingan gabah, dan P7 berupacendawan yang berasal dari tanah pada pertanamanpakis. Sebagai pembanding adalah biodekomposerPromi (produk Badan Litbang Pertanian) danbiodekomposer komersial EM4. Perlakuanselengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Penelitian dilakukan beberapa tahapan yangmencakup penyediaan formulasi biodekomposer, ujiviabilitas isolat pada formulasi bahan pembawa, ujiefektifitas formulasi bahan pembawa, dan identifikasiisolat mikroba.

Bakteri dan Cendawan pada Biomas Jagung ... (Djaenuddin et al.)

113

Penyediaan Formulasi Biodekomposer

(1) Sterilisasi bahan pembawa. Bahan pembawa bubukdimasukkan ke dalam plastik tahan panaskemudian ditutup, bahan pembawa cairdimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudiankeduanya disterilkan dalam autoklaf pada suhu121oC selama 30 menit.

(2) Produksi bakteri dekomposer. Satu koloni tunggalisolat bakteri dibiakkan pada medium Nutrient Agar(NA), diinkubasi selama 2 x 24 jam. Setelah itudilarutkan dalam 50 ml media Nutrient Broth (NB),diinkubasi lagi pada shaker selama 1 x 24 jam(preculture). Sebanyak 1 ml preculture dicampurdengan 200 ml air kelapa, diinkubasi selama 3 x 24jam pada shaker dengan kecepatan 200 rpm (mainculture).

(3) Produksi cendawan dekomposer. Isolat cendawandiperbanyak pada medium Potato Dextrose Agar(PDA) dan diinkubasi selama 3 x 24 jam. Setelahdiinkubasi, bahan dilarutkan ke dalam 50 ml mediaPotato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi padashaker selama 1 x 24 jam (preculture). Sebanyak 10ml preculture dicampurkan dengan 200 ml airkelapa, kemudian diinkubasi selama 3 x 24 jam padashaker dengan kecepatan 200 rpm (mainculture).

(4) Formulasi isolat mikroba dekomposer. Kombinasibahan pembawa masing-masing sebanyak 100 gdicampurkan dengan 5% sukrosa, 0,5% YeastEkstrak, dan 0,5% molase, kemudian disterilisasiselama 15 menit pada suhu 121oC. Setelahdidinginkan, ditambahkan 20 ml suspensi mikroba/100 g bahan pembawa. Selanjutnya formulasidisimpan dalam botol plastik steril dan diadukhingga homogen.

Uji Viabilitas Isolat pada Formulasi Bahan Pembawa

Uji viabilitas formulasi dilakukan dengan caramemasukkan 1 g formula bahan pembawa ke dalam 9ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%), kemudian dikocokhingga larutan menjadi homogen dan selanjutnya dibuatseri pengenceran. Masing-masing inokulanditumbuhkan pada media NA untuk bakteri dan PDAuntuk cendawan. Pengamatan pada inokulan dilakukansecara berkala, sebelum penyimpanan dan setelahdisimpan 28 minggu dengan interval 2 minggu. Kolonibakteri dan cendawan yang tumbuh diamati dandihitung populasinya menggunakan metode cawan agar(plate counting) (Gunawan 2011) dengan rumus:

a 1Populasi bakteri (Cfu/g) = —— x —— V df

Cfu: Coloni forming unit; a: rata-rata jumlah koloni/petri;df: faktor pengenceran; V: volume suspensi kultur yangdisebarkan.

Uji Efektivitas Formulasi Bahan Pembawa

Semua perlakuan diuji efektivitasnya terhadappengomposan biomas jagung. Tahapan pengomposanadalah sebagai berikut: (1) limbah biomas (batang dandaun) jagung dicacah dengan ukuran <3 cm,dikeringkan di bawah terik matahari selama dua harihingga kadar air mencapai ±10%; (2) sebanyak 5 kglimbah tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastikpengomposan, ditambahkan 50 g formulabiodekomposer, kemudian dilarutkan dalam 250 ml air,ditambahkan air dan diaduk rata hingga kelembabanbahan kompos ± 60%; (3) wadah ditutup dan diikatagar kompos tetap lembab, kemudian ditempatkan dirumah kaca dan ditutup dengan kain hitam; (4) setiapminggu kompos dibalik/diaduk untuk meratakansuhunya, kemudian ditimbang setiap minggu sampaiempat minggu proses pengomposan; (5) kompos yangmatang ditandai oleh suhunya yang kembali normal,warnanya agak kehitaman dan tekstur lebih halus; (6)kompos yang telah matang dipilih secara acak sebagaisampel, kemudian diayak untuk dianalisis kandunganunsur haranya di laboratorium.

Identifikasi Isolat Mikroba

Isolat bakteri dan cendawan diidentifikasi secaramolekuler dengan prosedur sekuensing terhadap gen16S rRNA. Proses sekuensing mengacu pada protokolkit (Genomic DNA Mini Kit, Geneaid) dengan tahapan:(1) pembiakan isolat bakteri dan isolasi DNA; (2) gen16S rRNA diamplifikasi dengan teknik Polymerase ChainReaction (PCR) menggunakan primer universal (63F

Tabel 1. Perlakuan kombinasi bahan pembawa dan mikrobadekomposer. Maros, Sulawesi Selatan, 2016.

Perlakuan Kombinasi bahan pembawa Kombinasi mikroba

AZE Air beras + zeolite E7.7 + P7AZB Air beras + zeolite B7.1 + O5KSE Air rendaman kedelai + sekam E7.7 + P7KSB Air rendaman kedelai + sekam B7.1 + O5LTE Tanah liat + tape ubi kayu E7.7 + P7LTB Tanah liat + tape ubi kayu B7.1 + O5SKE Sagu + kompos E7.7 + P7SKB Sagu + kompos B7.1 + O5PROMI Promi -EM4 EM 4 -

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119

114

CRGGYCTAACACAKGCWAGTC dan 1387RGGRCYGTGTGYACAAGGC); (3) campuran PCR disiapkandengan volume 47 µl yang mengandung 1 µl primer F, 1µl primer R, 25 µl primer mix, 3 µl ekstrak DNA, dan 20 µlH2O; (4) amplifikasi DNA dilakukan pada mesin PCRdengan denaturasi awal selama 1 menit pada suhu 95oC,kemudian diikuti oleh 35 siklus denaturasi pada suhu94oC selama 1 menit, annealing pada suhu 50oC selama1 menit, dan dilanjutkan ekstensi pada suhu 72oC selama1 menit; (5) setelah 35 siklus berakhir ditambah denganekstensi akhir pada suhu 72oC selama 5 menit; dan (6)produk PCR divisualisasi secara elektroforesis pada gelagarose yang telah ditambahkan buffer TAE.

Sekuensing hasil PCR dilakukan oleh perusahaanpenyedia layanan sekuensing (First Base, Singapore).Hasil sekuensing digunakan untuk mencari padanansekuens 16S rRNA yang homolog pada DNA database(GenBank) menggunakan program BLAST dari NationalCentre for Biotechnology Information (NCBI).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Viabilitas Mikroba pada Formulasi Bahan Pembawa

Populasi bakteri dan cendawan dekomposer yang diuji,baik yang disimpan pada suhu dingin (16oC) maupunsuhu kamar (28oC) dua minggu setelah produksi (MSP)masih belum berkembang. Hal ini disebabkan karenapopulasi mikroba mengalami penyesuaian terhadaplingkungan yang baru. Setelah penyesuaian lingkungantumbuh dan didukung oleh nutrisi media, populasimikroba meningkat cukup tinggi hingga puncakpertumbuhan pada penyimpanan 8-10 minggu. Setelahitu terjadi penurunan populasi hingga minggu ke-16 danselanjutnya stabil hingga penyimpanan 28 minggu.Penurunan populasi terjadi setelah penyimpanan 8-10minggu karena terjadinya persaingan dalampengambilan nutrisi pada bahan pembawa (carier).Promi dan EM4 sebagai pembanding populasi bakteridan cendawan relatif stabil sejak penyimpanan 2 mingguhingga 28 minggu. Hal ini disebabkan karena keduadekomposer tersebut telah diinokulasikan dalam bahanpembawa, sehingga mikroba sudah beradaptasi denganbaik.

Setelah terjadi penurunan populasi sampai padapenyimpanan 16 minggu, jumlah populasi mikroba(bakteri dan cendawan) yang diuji relatif stabil hinggapenyimpanan 28 minggu, baik yang disimpan pada suhukamar 280C maupun suhu dingin 160C. Hal inimenunjukkan terjadinya keseimbangan populasimikroba (bakteri dan cendawan) dengan ketersediaannutrisi. Penyimpanan mikroba pada 16-28 minggu tidakberbeda nyata antara yang disimpan pada suhu kamar

dengan suhu dingin, dalam hal viabilitas bakteri dancendawan (Gambar 1A vs 1D).

Populasi bakteri dan cendawan, baik isolat E7.7 +P7 maupun B7.1 + O5 hingga pada penyimpanan 28minggu, relatif lebih tinggi dibanding Promi dan EM4.Hingga penyimpanan 28 minggu pada suhu ruang (280C)ternyata mikroba E7.7+P7 masih memiliki jumlah selbakteri 2,1 x 109 cfu/g dan cendawan 0,48 x 109 cfu/g,sedangkan kombinasi B7.1+O5 memiliki sel bakteri 1,38x 109 cfu/g dan cendawan 0,23 x 109 cfu/g. Pada suhudingin (160C), isolat E7.7+P7 memiliki jumlah sel bakteri2,75 x 109 cfu/g dan cendawan 0,3 x 109 cfu/g, sedangkanB7.1+O5 memiiki populasi bakteri 2,5 x109 cfu/g dancendawan 0,2 x 109 cfu/g (Gambar 1). Pada suhu ruang(280C) dan suhu dingin (160C), Promi dan EM4 memilikisel bakteri 0,1-1,5 x 109 cfu/g dan cendawan 0,1 x 109

cfu/g. Di samping populasinya yang lebih tinggi dari EM4dan Promi, juga lebih tinggi dari standar mutu yangdisyaratkan untuk bidekomposer, yaitu populasi bakteri≥ 108 cfu/g dan cendawan ≥ 104 cfu/g (Permentan 2011).Oleh karena itu, populasi kedua kombinasi bakteri dancendawan tersebut layak dijadikan biodekomposeruntuk mempercepat pembuatan pupuk kompos.Tingginya populasi bakteri dan cendawan pada keduakombinasi isolat mikroba yang diuji sampai padapenyimpanan 28 minggu disebabkan karena kulturutama (mainculture) yang digunakan adalah air kelapayang mengandung berbagai nutrisi, antara lain sukrosa,dekstrosa, fruktosa, dan vitamin B kompleks untukpertumbuhan mikroba selama penyimpanan (Yelti etal. 2014).

Bakteri dan cendawan yang diuji pada empat bahanpembawa menunjukkan adanya variasi populasi setiapperiode simpan. Secara umum, penyimpanan hingga 6-12 minggu pada suhu kamar maupun suhu dinginmenunjukkan penggunaan sagu + kompos dan airberas + zeolit sebagai bahan pembawa mempunyaiviabilitas relatif lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh lebihtingginya populasi bakteri dan cendawan dibandingbahan pembawa lainnya. Akan tetapi, jika disimpan lebihlama hingga 28 minggu, hanya sagu + kompos sebagaibahan pembawa untuk kedua kombinasi mikrobaE7.7+P7(SKE) dan B7.1+O5 (SKB) yang mempunyaiviabilitas lebih baik dengan populasi bakteri 2-5 x 109

cfu/g dibanding bahan pembawa lainnya denganpopulasi bakteri 1-2 x 109 cfu/g. Populasi cendawan padasemua bahan pembawa relatif sama (Gambar 1B - 1F).Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mediapembawa adalah kompos karena berperan sebagaisumber energi bagi mikroba (Setiawati et al. 2015).Kompos merupakan bahan pembawa yang potensialkarena tersedia melimpah dan terbarukan serta ramahlingkungan (Mulyana dan Sudrajat 2012).

Bakteri dan Cendawan pada Biomas Jagung ... (Djaenuddin et al.)

115

Gambar 1. Perkembangan populasi bakteri selama masa penyimpanan pada kondisi suhu kamar 28oC (kiri/A-C) dan suhu dingin 16 oC (kanan/D-F) antara setiap mikroba (atas), antara bahan pembawa pada mikroba kombinasi A7.1+P7 (tengah), dan antara bahanpembawa pada mikroba kombinasi B7.1+O5 (bawah). Maros, Sulawesi Selatan, 2016.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119

116

Gambar 2. Perkembangan populasi cendawan selama masa penyimpanan pada kondisi suhu kamar 28oC (kiri/A-C) dan suhu dingin 16 oC(kanan/D-F) antara setiap mikroba (atas), antara bahan pembawa pada mikroba kombinasi A7.1+P7 (tengah), dan antara bahanpembawa pada mikroba kombinasi B7.1+O5 (bawah). Maros, Sulawesi Selatan, 2016.

Bakteri dan Cendawan pada Biomas Jagung ... (Djaenuddin et al.)

117

Efektivitas Kombinasi Bakteri CendawanDekomposer

Indikator utama untuk menilai efektivitas mikrobadalam mendekomposisi biomas adalah nilai C/Nkompos yang dihasilkan. Nilai C/N menunjukkankematangan kompos. Kompos yang memiliki nilai C/Ndi bawah 25 menunjukkan kualitas yang baik (Lim et al.2013, Tsouko et al. 2015). Secara keseluruhan, mikrobayang diuji menghasilkan kompos dengan nilai C/N padakisaran 22-25. Hal ini berarti mikroba yang diuji cukupbaik sebagai dekomposer karena kompos dari biomasbatang dan daun jagung sudah matang pada 4 minggusetelah inokulasi. Mikroba kombinasi E7.7+P7 danB7.1+O5 relatif lebih unggul dibanding EM4, yangditunjukkan oleh ratio C/N yang lebih rendah, dengankandungan P dan K yang lebih tinggi. Mikroba E7.7+P7mempunyai nilai C/N rata-rata 24,0 dengan kisaran 22,7-25,4; P2O5 0,20% (0,17-0,23); K2O total 3,95% (3,55-4,85%).Mikroba B7.1+O5 mempunyai nilai C/N rata-rata 24,0dengan kisaran 23,1-24,9; P rata-rata 0,18% dengankisaran 0,15-0,2%, dan K rata-rata 3,51% dengan kisaran3,0-4,1%. EM4 sebagai pembanding menghasilkan C/Nrata-rata 26,6, P rata-rata 0,14%, dan K rata-rata 3,47%.

Untuk meningkatkan efektivitas mikroba E7.7+P7dan B7.1+O5 dalam mendekomposisi biomas jagungdiperlukan bahan pembawa yang kompatibel danmendukung perkembangan populasi mikroba.

Penggunaan sagu + kompos sebagai bahan pembawauntuk mikroba E7.7+P7 (SKE) dan B7.1+O5 (SKB) atauair beras + zeolit untuk B7.1+O5 (AZB) menghasilkankompos yang relatif lebih baik dibanding jika keduamikroba tersebut menggunakan bahan pembawalainnya. Penggunaan SKE dan AZB menghasilkankompos dengan nilai C/N dan kadar air yang lebihrendah dengan kandungan P dan K yang relatif lebihbaik dibanding mengunakan bahan pembawa lainnyaatau EM4 (Tabel 2). Kompos yang baik ditandai olehrendahnya C/N dan kadar air, pH netral - alkalis,kandungan hara utama N,P, atau K lebih tinggi (Pan andSen 2013, Rawat et al. 2013, Lim et al. 2015, Munawarahet al. 2014).

Identifikasi Isolat Bakteri dan CendawanDekomposer

Hasil identifikasi secara molekuler terhadap sekuens 16SrRNA dari dua isolat bakteri dan dua isolat cendawandekomposer menunjukkan isolat bakteri B7.1 memilikikesamaan 98% dengan Bacillus cereus strainAATCC14579, isolat E7.7 memiliki kesamaan 97% denganBrevundimonas diminuta strain NBCR12967, dan isolatcendawan O5 memiliki kesamaan 99% denganAspergillus fumigatus strain KARVSO4, dan P7 memilikikesamaan 100% dengan Aspergillus fumigatus strainDAOM-21534-28S (Tabel 3). EM4 mengandung

Tabel 2. Sifat kimia kompos biomas jagung dengan berbagai perlakuan biodekomposer dan bahan pembawa. Maros, Sulawesi Selatan,2016.

Kandungan haraPerlakuan

N (%) P2O5 (%) K2O (%) C-Organik (%) pH Kadar air (%) C/N

AZE 1,88 0,21 3,76 47,8 7,85 35,8 25,4AZB 1,90 0,20 4,09 45,1 7,88 26,5 23,8KSE 1,92 0,17 3,55 46,5 7,38 37,3 24,2KSB 1,95 0,19 3,86 47,2 7,33 31,9 24,2LTE 1,92 0,23 3,85 45,1 7,73 36,1 23,5LTB 1,90 0,16 3,01 47,2 7,43 34,2 24,9SKE 1,93 0,17 4,65 43,8 7,80 25,9 22,7SKB 1,94 0,15 3,85 44,9 7,43 36.8 23,1Promi (K) 1,90 0,13 3,90 46,8 7,44 34,1 24,6EM4 (K) 1,88 0,14 3,47 50,0 7,41 30,1 26,6

Tabel 3. Padanan sekuen 16S rRNA isolat bakteri dan cendawan dekomposer pada GenBank DNA menggunakan program BLAST. Maros,Sulawesi Selatan, 2016.

Kode isolat Aksesi padanan Kemiripan (%) Spesies dan strain

B7.1 NR 074540.1 98 Bacillus cereus strain ATCC 14579E7.7 NR 113602.1 97 Brevundimonas diminuta strain NBRC12967O5 KC 119200.1 99 Aspergillus fumigatus strain KARVSO4P7 JN 938928.1 100 Aspergillus fumigatus strain DAOM-21534-28S

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119

118

mikroorganisme Lactobacillus sp, Streptomyces sp, danragi (Prihastuti 2014), sedangkan Promi mengandungmikroorganisme Trichoderma harzianum DT38, T.Pseudokoningii DT39, dan Aspergilus sp (Isroi danPurwanta 2016).

Kedua bakteri dan cendawan dekomposer yangdiidentifikasi sebagai spesies Brevundimonas diminuta,Bacillus cereus, dan Aspergillus fumigatus merupakanspesies mikroorganisme yang mempunyai kemampuandalam mempercepat dekomposisi bahan organik,meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensipemupukan, serta menstimulasi hormon tumbuhsecara langsung dalam bentuk pupuk hayati(biofertilizer) atau tidak langsung melalui pupuk organikhasil dekomposisi dari mikroorganisme tersebut (Garcia-Fraile et al. 2015, Pal et al. 2015, Simarmata et al. 2016).Bakteri B. diminuta meningkatkan produktivitas danefisiensi pemupukan pada tanaman kentang (Nurbaityet al. 2016) dan padi (Rana et al. 2015), meningkatkankelarutan P dalam tanah, memproduksi auksin (Hayatet al. 2012, Parani and Saha 2012, Iqbal dan Hasnain2013). Bakteri B. cereus mampu mendekomposisi bahanyang mengandung 2-4 dichlorophenol (Matafonova etal. 2007) dan mendegradasi lignin (Harith et al. 2014),meningkatkan kelarutan P (Rashid et al. 2016), dapatmemproduksi hormon IAA, GA, dan ABA (Spaepen et al.2007, Sokolova et al. 2011,Liu et al. 2013, Hassan andBano 2014, Alemu and Alemu 2015). Cendawan A.fumigatus sangat baik mendegradasi biomas yangmengandung lignin (Mahalingam and Rasi 2014).Inokulasi bakteri pelarut P dan bakteri perangsanghormon (PGPR) dapat mengurangi 50% penggunaan Ptanpa menurunkan hasil (Yazdani et al. 2009).

KESIMPULAN

Mikrobia kombinasi E7.7+P7 dan B7.1+O5 lebih ungulsebagai dekomposer dibanding EM4. Kedua isolattersebut menghasilkan kompos dengan C/N dan kadarair lebih rendah, kadar P dan K relatif lebih tinggidibanding EM4 dan Promi.

Untuk mempertahankan viabilitas dan efektivitasmikroba E7.7+P7, bahan pembawa sagu + komposlebih sesuai. Untuk mikroba B7.1+O5 selainmenggunakan sagu + kompos juga dapatmenggunakan bahan pembawa air beras + zeolit.Penyimpanan isolat pada suhu ruang 280C sampai 28minggu tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadapviabilitas mikroba dibanding penyimpanan di ruangsuhu dingin 160C.

Identifikasi berdasarkan sekuens 16S rRNAmenunjukkan isolat B7.1 dan E7.7 masing-masing

adalah Bacillus cereus strain ATCC14579 danBrevundimonas diminuta strain NBRC12967, sedangkanisolat cendawan O5 dan P7 masing-masing adalahAspergillus fumigatus strain KARVSO4 dan strain DAOM-21534-28S.

DAFTAR PUSTAKA

Alemu, F. and T. Alemu. 2015. Pseudomonas fluorescens isolatesused as plant growth promoter of Faba Bean (Vicia faba) invitro as well as in vivo study in Ethiophia. American JournalJournal of Life Sciences 3(2): 100-108.

Arora, N.K., E. Khare, R. Naraian, and D.K. Maheshwari. 2008.Sawdust as a superior carrier for production of multipurposebioinoculant using plant growth promoting rhizobial andpseudomonas strain and their impact on productivity ofTridolium repense. Current Science. 95(1): 90-94.

Danapriatna, N. dan T. Simarmata. 2011. Viabilitas pupuk hayatipenambat nitrogen (Azotobacter dan Azospirillum) ekosistempadi sawah pada berbagai formulasi bahan pembawa. JurnalAgribisnis dan Pengembangan Wilayah 3(1):1-10.

Djaenuddin, N., Faesal, Soenartiningsih. 2014a. Isolasi dan ujiefektifitas beberapa isolat dekomposer lokal dalammendekomposisi limbah tanaman jagung. Biosfera 31(2):48-55.

Djaenuddin, N., Faesal, Soenartiningsih. 2014b. Identifikasi danuji in vitro efektifitas cendawan dekomposer terhadap limbahtanaman jagung. hlm 185-193. Dalam: Syahyuti, S.H.Susilowati, A. Agustian, dan S. Friyatno (eds). ProsidingSeminar Nasional Hari Pangan Sedunia ke-34. Makassar:Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Djaenuddin, N. dan Faesal. 2015a. Uji kombinasi antara isolat-isolat bakteri dan cendawan dekomposer in vitro. hlm 355-361. Dalam: A. Muis, Syafruddin, Bahtiar, dan M. Aqil (eds).Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros: Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan.

Djaenuddin, N. dan Faesal. 2015b. Viabilitas mikroba pada tigajenis media penyimpanan dan efektifitasnya terhadap lajudekomposisi limbah tanaman jagung. Buletin PenelitianTanaman Serealia 1(1): 16-21.

Ferreira, E.M. and I.V. Castro. 2005. Residues of the cork industryas carrier for the production of legume inoculants. SilvaLuciana 13(2): 159-1967.

Ghaffari, S., A.A. Sepahi, M.R. Razavi, F. Malekzadeh, and H.Haydarian. 2011. Effectiveness of inoculation with isolatedAnnoxybacillus sp. MGA 110 on municipal solid wastecomposting process. African Journal of MicrobiologyResearch 5(30):5373-5378.

Garcia-Fraile, P., E. Menendez, and R. Rivas. 2007. Role of bacterialbiofertilizer in agricultural and forestry. AIMS Bioengineering2(3):183-205.

Gunawan, R. 2011. Produksi massal inokulum Azotobacter,Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat dengan menggunakanmedia alternatif. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 50hlm.

Harith, Z.T., N.A. Ibrahim, and N. Yusoff. 2014. Isolation andidentification of locally isolated lignin degrading bacteria.Journal of Sustainability Science and Management 9(2):114-118.

Bakteri dan Cendawan pada Biomas Jagung ... (Djaenuddin et al.)

119

Hassan, T.U. and A. Bano. 2016. Biofertilizer: a novel formulationfor improving wheat growth, physiology and yield. PakistanJournal Botany 48(6): 2233-2241.

Hayat, R., R.A. Sheirdil, M.I. Hasan, and I. Ahmad. 2012.Characterization and identification of compost bacteria basedon 16 S rRNA gen sequencing. Ann. Microbiology DOI 10.1007/s13213-012-0542-4: 1-9.

Iqbal, A. and S. Hasnain. 2013. Auxin producing PseudomonasStrains : Biological candidates to modulate the growth ofTriticum aestivum beneficially. American Journal Of PlantScience 4:1693-1700.

Isroi dan A. Purwantara. 2016. Petunjuk Teknis PengomposanLimbah Pertanian dengan Promi. Pusat PenelitianBioteknologi dan Bioindustri Indonesia. 9 hlm.

Lim, L.Y., L.S. Chua, and C.T. Lee. 2013. Composting andmicrobiological additive effects on composting.Environmental Science An Indian Journal 8(9): 333-343.

Lim, L.Y., L.S. Chua, and C.T. Lee. 2015. Effects of microbial additiveon the physiochemical and biological properties of oil palmempty fruit bunches compost. Journal of Enginering Scienceand Technology: 10-18.

Liu, F, S. Xing, and H. Ma. 2013. Cytokinin-producing, plant growth-promoting rhizobacteria that confer resistance to droughtstress in Platycladus orientalis container seedlings. Appl.Microbiol Biotechnol 97: 9155-9164.

Mahalingam, P.U. and R.P.M. Rasi. 2014. Screening andcharacterization lignin degrading fungi from decayedsawdust. European Journal of Experimental Biology 4(5):90-94.

Matafonova, G.G., G.S. Shirapova, C. Zimmer, G.W. Kohring, F.Gifhorn, V.B. Batoev, and V.J. Tsyrenov. 2007. Bacillus cereusis a microbial decomposer of 2,4-Dichlorophenol. BiologyBulletin 34(5): 534-538.

Mulyana, N. dan D. Sudrajat. 2012. Formulasi inokulan konsorsiamikroba Rhizosfer berbasis kompos teriradiasi. hlm 126-132.Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah-Penelitian DasarIlmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Yogyakarta: PusatTeknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN.

Munawarah, H.Z., D. Zul, B.L. Fibriarti. 2014. Aplikasi mikrobalignoselulolitik indigenus asal tanah gambut Riau dalampembuatan kompos dari campuran tandan kosong dan limbahcair pabrik kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). JOM FMIFA1(2):213-223.

Nurbaity, A., E.T. Sofyan, and J.S. Hamdani. 2016. Application ofBlmus sp. And Pseudomonas diminuta reduce the use ofchemical fertilier in production of potato grown on differentsoil types. Earth and Environment Science. DOI:10.10088/1755-1315/14/1/012004:1-6

Nurhayati, H. dan I. Darwa. 2014. Peran mikroorganisme dalammendukung pertanian organik. hlm. 295-300. ProsidingSeminar Nasional Pertanian Organik. Bogor.

Pal, S., H.B. Singh, A Farooqui, and A. Rakshit. 2015. Fungalbiofertilizers in Indian agriculture: perseption, deeman, andpromotion. Journal of Eco-friendly Agriculture 10(2):101-113.

Pan, I., and SK. Sen. 2013. Microbial and physio-chemical analysisof composting process of wheat straw. Indian Journa ofBiotechnology 12:120-28.

Parani, K. and B.K. Saha. 2012. Prospect of using phosphatesolubilizing Pseudomonas as bio fertilizer. European Journalof Biological Science 4(2): 40-44.

Permentan. 2011. Peraturan Kementerian Pertanian Tentang:“Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah”. No.70/SR.140/10/2011.

Prihastuti, T. 2014. Commercialization prospects of microbial andsoil microbial formulation in Indonesia in agriculture.International Journal of Soil and Crop Sciences 2(4): 46-53.

Putri, S.M., I. Anas, F. Hazra, dan A. Citraresmini. 2010. Viabilitasinokulan dalam bahan pembawa gambut, kompos, arangbatok dan zeolite yang disteril dengan iradiasi sinar gammaCo-60 dan mesin berkas elektron. J. Tanah dan Lingkungan12(1): 9-16.

Rana, A., S.R. Kabi, S. Verma, A. Adak, M. Pal, Y.S. Shivay, R.Prsana, and L. Nain. 2015. Prospecting plant growth promotingbacteria and cyanobacteria as options for enrichment ofmacro nd micronutrients in grains in rice-wheat croppingsequence. Cogent Food and Agriculture 1:1037379.

Rashid, M.I., L.H. Mujawar, T. Shahzad, T. Almeelbi, I.M.I. Ismail,and M. Oves. 2016. Bacteria and fungi can contribute tonutrient bioavailability and aggregate formation in degradedsoils. Micobiological Research 183: 26-41.

Rawat, M., A.L. Ramanathan, and T. Kuriakose. 2013.Characterization of municipal solid waste compost (MSWC)from selected Indian cities-A case study for its sustainableutilization. Journal of Environmental Protection 4:163-171.

Setiawati, T.C., M. Mandala, dan A. Mudjiharjati. 2015. Pemanfaataninokulasi ganda bakteri pelarut fosfat dan pelarut kaliumpada media bagasse tebu guna peningkatan ketersediaanhara tanah dan pertumbuhan tanaman. Laporan AkhirPenelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Universitas Jember.57 hlm.

Simarmata, T., B.N. Fitriatin, B. Joy, E. Trinurani, P. Iskak, Hersanti,T. Turmuktini, B. Sudjana. 2016. Application of organicameliorant and biofertilizers to increase the induced systemicresistance and rice productivity in Indonesia. Solidarity in acompeting world-fair use of resources. Paper presented inTropentag, 18-21 September 2016, Vienna, Austria.

Sokolova, M.G., G.P Akimova, and O.B. Vaishlia. 2011. Effect ofphytohormones synthesized by rhizoshere bacteria on plants.Prikl. Biokhim. Mikrobiol 47: 302-307.

Spaepen, S., J. Vanderleyden, and R. Remans. 2007. Indole-3 aceticacid inmicrobial and microorganism-plant signaling. FEMS.Micro. Rev 31: 425-448.

Supriyanto, A., A.N. Heryani, dan Ni’matuzahroh. 2012. Studiviabilitas dan pola pertumbuhan Bacillus megaterium padakonsentrasi molase dan waktu inkubasi yang berbeda. J.Ilmiah Biologi FST 3(1): 12-20.

Tsouko, E., C. Kourmentza, D. Ladakis, N. Kopasahelis, I. Mandala,S. Papanikolaou, F. Paloukis, V. Alves. 2015. Bacterialcellulose production from industrial waste and by product.Streams Int. J. Mol. Sci.16(14):832-849.

Widiastuti, H., Isroi, dan Siswanto. 2009. Keefektifan beberapadekomposer untuk pengomposan limbah sludge pabrik kertassebagai bahan baku pupuk organik. BS 44(2): 99-110.

Yazdani, M., M.A. Bahmanyar, H. Pirdushti, and M.A. Esmaili. 2009.Effect of phosphat solubilization microorganisme (PSM) andplant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on yieldcomponent of corn (Zea mays L.). Proc World Acad Sci. Eng.Tech. 37:90-92.

Yelti, S.N., D. Zul., dan B.L. Fibriarti. 2014. Formulasi biofertilizercair menggunakan bakteri pelarut fosfat indigenus asal tanahgambut Riau. JOM FMIPA 1(2): 651-662.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 111-119

120

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

121

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani Kedelai:Studi Kasus di Lampung Timur

Technical and Economic Efficiency of Soybean Production:A Case Study in East Lampung

Ismalia Afriani1*, David Oktaviandi2, Dayang Berliana3, Jailan Supriyadi1

1STIPER Dharma Wacana MetroJln. Kenanga No. 3 Mulyojati Metro, Lampung, Indonesia

*E-mail: [email protected] Pertanian Pangan Kep. Bangka Belitung

Komplek Perkantoran Gub. Kep. Bangka Belitung, Indonesia3Politeknik Negeri Lampung

Jl. Sukarno Hatta, Bandar Lampung, Indonesia

Naskah diterima 21 Juni 2018, direvisi 2 Juli 2018, disetujui diterbitkan 11 Juli 2018

ABSTRACT

Planting area of soybean commodity at almost entire Sumatraisland has decreased whitin period of 2011-2015. This decreasingtrend mostly due to the low soybean productivity so that soybeanfarming is less competitive and encourages farmers to switch toother commodities such as corn, peanuts and cassava. The lowproductivity of soybean is also due to limited capital to buyproduction inputs that include seeds, fertilizers, and pesticideswith price tend to increase, especially the price of anorganicfertilizers and pesticides besides, the price of soybean during theharvest time often less profitable to farmers. This study aims tomeasure the level of economic efficiency that includes technicalefficiency and allocative efficiency in soybean farming in EastLampung. The study took place on April 2017 in Raman Utaradistric as one of the soybean production centre in East Lampungfor the last five years (2013-2017). Ammount 790 farmersrespondent either as own or rental soybean plantation area.Respondent taken randomly using proportional random sampling.Data are analyzed using technical efficiency analysis, allocativeefficiency analysis and economic efficiency analysis. The resultsshowed that the average technical efficiency of soybean farmingsystem is 1.0 which means that in general the soybean farminghas reached the level of technical efficiency. Meanwhile value ofthe allocative efficiency reach 1.4 that means efficiency level hasnot been achieved. The value of economic efficiency 1.4 is greaterthan 1.0 or noteficient yet. Therefore the use of production factorsneed to be added in order to achieve efficiency condition.

Keywords: Soybean, farming, technical efficiency, allocativeefficiency, economic efficiency.

ABSTRAK

Penurunan luas tanam kedelai pada tahun 2011-2015(terjadi dihampir seluruh provinsi di Sumatera. Penyebabnya antara lainrendahnya produktivitas sehingga usahatani kedelai tidak menarikbagi petani. Hal ini mendorong banyak petani beralih mengusahakan

komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti jagung, kacangtanah, dan ubi kayu. Rendahnya produktivitas kedelai juga disebakanoleh keterbatasan modal dalam penyediaan sarana produksi berupabenih, pupuk, dan pestisida. Sementara itu harga sarana produksicenderung naik dari tahun ke tahun, terutama pupuk kimia danpestisida. Harga kedelai yang tidak menentu, terutama pada saatpanen raya, semakin melemahkan semangat petani untukberproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensiteknis dan efisiensi ekonomis usahatani kedelai di Lampung Timur.Penelitian dilakukan pada April 2017 di Kecamatan Raman Utarayang merupakan sentra produksi kedelai di Lampung Timur dalamlima tahun terakhir (2013-2017). Jumlah responden adalah 790 petaniyang menanam kedelai pada lahan milik sendiri maupun lahan sewa.Responden ditentukan secara acak (random sampling) denganmetode proportional random sampling. Data dianalisis denganmetode analisis efisiensi teknis, analisis efisiensi harga/alokatif,dan analisis efisiensi ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan nilaiefisiensi teknis usahatani kedelai = 1,0. Artinya, usahatani kedelaiumumnya sudah mencapai tingkat efisiensi teknis. Sementara itunilai efisiensi alokatif baru menyebtuh angka 1,4 atau belum efisien.Oleh karena itu, penggunaan faktor produksi perlu ditambah agartercapai efisiensi ekonomis maksimal.

Kata kunci: Kedelai, usahatani, efisiensi teknis, efisiensi alokatif,efisiensi ekonomi.

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L.) adalah tanaman kacang-kacangan yang termasuk komoditas pangan strategisdi Indonesia karena merupakan sumber protein nabatiyang berperan penting dalam diversifikasi danketahanan pangan nasional (Badan Ketahanan Pangan2010). Ke depan, permintaan akan komoditas kedelaidiperkirakan terus meningkat seiring denganmeningkatnya konsumsi dari 9,87 kg pada tahun 2011

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 121-128 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p121-128

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 121-128

122

menjadi 10,27 kg/kapita pada tahun 2015, ataumeningkat rata-rata 1,4% per tahun. Peningkatankonsumsi kedelai berkaitan erat dengan peningkatanpopulasi penduduk, pendapatan masyarakat, dankesadaran akan pentingnya gizi (Aimon 2014).

Sementara itu, permintaan kedelai yang terusmeningkat tidak diikuti oleh pasokan yang mencukupi(Swastika 2016; Sari et al. 2014; Susilowati et al. 2013).Ketidakseimbangan antara supply dan demandmemaksa pemerintah mengimpor kedelai seperti diChina (McFarlene 2014). Kesenjangan ini semakin lebarkarena kedelai juga dibutuhkan oleh industri pakanternak yang terus berkembang.

Hingga saat ini, usaha untuk mengatasi defisitproduksi kedelai di Indonesia telah diupayakan melaluiberbagai program oleh Kementerian Pertanian. Hal initerbukti dari program peningkatan produksi kedelai,antara lain Program Pengapuran Tanah Masam padaKedelai (1983-1987), Perbenihan Kedelai (1986-1988),Gema Palagung (1994-1999), Kedelai Bangkit (2000-2005), Program Komoditas Unggulan Kedelai (2005-2009), Program Swasembada Kedelai (2010-2014), danProgram Peningkatan Produktivitas Kedelai (2015-2017)melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan TanamanTerpadu (GP-PTT) Kedelai (Kementan 2015; Swastika2011).

Program peningkatan produksi kedelai tidakberpengaruh nyata terhadap perkembangan luas arealpanen dan produksi nasional kedelai, bahkan menurundari tahun ke tahun. Menurut data KementerianPertanian (2017), penurunan luas panen kedelai terjadidi seluruh wilayah Sumatera. Di Provinsi Lampung,misalnya, luas panen kedelai pada tahun 2016 turun27,3% dibandingkan dengan tahun 2015. Meskipundemikian, produktivitas kedelai pada tahun 2016meningkat 10,9% dibandingkan dengan tahun 2015.Penurunan areal tanam adalah akibat rendahnyapartisipasi petani menanam kedelai karena tidakmemberi keuntungan layak (Zakaria 2010). Produktivitaskedelai di Lampung Timur pada tahun 2015 tercatat 1,2t/ha, relatif di bawah produktivitas nasional 1,27 t/hapada tahun yang sama. Produktivitas kedelai di LampungTimur terus menurun sampai tahun 2016. Kondisi inimencerminkan penurunan minat petanimengembangkan kedelai, ditambah lagi risiko usahataniyang tinggi, lahan usaha yang sempit, penangan panendan pascapanen yang masih sederhana (Dermoredjo2014).

Secara umum permasalahan yang dihadapi petanikedelai di Kabupaten Lampung Timur hampir samadengan sebagian wilayah di Indonesia, antara lainvarietas yang digunakan berproduktivitas rendah,

tingkat adopsi teknologi budi daya juga rendah, danrendahnya efisiensi usahatani (Rahayu dan Riptanti2010; Irwan 2013). Selain aspek produksi, petani kedelaijuga dihadapkan pada aspek ekonomi karena tidakadanya jaminan harga dan pasar, kedelai impor relatiflebih murah dengan mutu yang lebih baik sebagai bahanbaku produk olahan kedelai (Rante 2013).

Sebagian besar petani kesulitan dalam memasarkanproduksi kedelai yang diusahakan. Mereka bergantungpada tengkulak dan pedagang pengumpul sehinggaharga kedelai yang diterima tidak sesuai dengan modalyang telah dikeluarkan. Kondisi ini sejalan dengan hasilpenelitian Kariyasa (2015) yang menyatakan instrumenpeningkatan haga pembelian pemerintah (HPP) harusdisertai dengan instrumen kebijakan yang mendukung,antara lain perbaikan penyediaan benih bermutu danteknologi spesifik lokasi, perbaikan infrastruktur danakses pasar. Terkait dengan berbagai permasalahanusahatani kedelai maka penelitian ini bertujuan untukmenganalisis tingkat efisiensi teknis dan ekonomisusahatani kedelai di Kabupaten Lampung Timur, ProvinsiLampung.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada April 2017 di KecamatanRaman Utara yang merupakan sentra produksi kedelaidi Kabupaten Lampung Timur dalam lima tahun terakhir(2013-2017). Responden adalah petani yang menanamkedelai pada lahan milik sendiri maupun lahan sewa.

Dari 11 desa yang ada di Kecamatan Raman Utarayang mengusahakan tanaman kedelai, terpilih lima desadengan jumlah petani penanam kedelai tertinggi, yaituDesa Rejo Binangun, Desa Rantau Fajar, Desa Rejo Katon,Desa Rama Puja, dan Desa Restu Rahayu. Jumlahresponden dari lima desa tersebut adalah 790 orang(Tabel 1). Responden ditentukan secara acak (randomsampling) dengan metode proportional randomsampling.

Tabel 1. Populasi petani kedelai di Kecamatan Raman Utara,Lampung Timur, 2017.

Desa Jumlah petani Proporsi Sampel kedelai (orang) (%) (orang)

Rejo Binangun 118 14,9 13Rantau Fajar 115 14,6 13Rejo Katon 142 18,0 16Rama Puja 195 24,7 22Restu Rahayu 220 27,8 26

Jumlah 790 100 90

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

123

Metode Analisis

Analisis efisiensi teknik menggunakan metodeparametrik dan nonparametrik. Secara parametrikmenurut Soekartawi (2003) adalah untuk mengetahuitingkat efisiensi teknis (technical efficiency rate)menggunakan rumus:

YiET = ......................................................(1) yi

ET = Tingkat efisiensi teknisYi = Besarnya produksi (output) ke-iyi = Besarnya produksi yang diduga pada

pengamatan ke-i yang diperoleh melalui fungsiproduksi frontier Cobb-Douglas.

Untuk mengetahui efisiensi masing-masingusahatani kedelai digunakan Data Envelopment Analysis(DEA). DEA didesain secara spesifik untuk mengukurefisiensi teknis suatu unit produksi, yang memungkinkanmenggunakan banyak input dan banyak output, yangbiasanya sulit disiasati secara sempurna oleh teknisanalisis pengukuran efisiensi lainnya, yaitu analisis rasiodan analisis regresi (Ji and Lee 2010). DEA termasukpendekatan nonparametrik yang tidak memerlukanasumsi fungsi untuk melihat hubungan antara input danoutput (Riatania et al. 2014).

Unit kegiatan ekonomi (UKE) dikatakan efisiensecara teknis apabila rasio perbandingan outputproduksi dan input yang digunakan sama dengan satu.Efisiensi tidak hanya diukur dari rasio output dan input,tetapi juga memasukkan faktor pembobotan dari setiapinput dan output yang digunakan. Dalam konteks DEA,efisiensi diartikan sebagai target dalam mencapaiefisiensi maksimum dengan kendala efisiensi relatif danseluruh unit tidak boleh lebih 100%. Secara matematis,efisiensi dalam DEA merupakan solusi denganpersamaan berikut:

.........................(2)

Zk = nilai optimal sebagai indikator efisiensi relatif dariUKE k

Yrk = jumlah output r yang dihasilkan oleh UKE kXik = jumlah input i yang digunakan UKE ks = jumlah output yang dihasilkanm = jumlah input yang digunakanUrk = bobot tertimbang dari output r yang dihasilkan

tiap UKE kVik = bobot tertimbang dari input i yang dihasilkan

tiap UKE k

Pengukuran efisiensi teknis pada penelitian iniberdasarkan input oriented (minimalisasi input)menggunakan DEA VRS (variable returns to scale),

dengan pertimbangan usahatani kedelai tidakberoperasi pada skala yang optimal karena adanyaketerbatasan biaya produksi dan produktivitas dari faktorproduksi yang digunakan.

Analisis Efisiensi Harga/Alokatif

Efisiensi harga atau allocative efficiency dapat diketahuimenggunakan rumus efisiensi harga dengan teknikfungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi 2003):

................................................................................................(3)

b = elastisitas produksi

= output rata-rata

= input rata-rata

= harga output rata-rata

= harga input rata-rata

Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antaranilai produksi marginal masing-masing input denganharga inputnya sama dengan satu dengan rumus:

NPMx = Px ; atau ......................................(4)

NPMx = nilai produk marjinal xPx = harga x

Analisis Efisiensi Ekonomis

Efisiensi ekonomis merupakan hasil perkalian antaraefisiensi teknis dengan efisiensi alokatif atau harga danseluruh faktor input, sehingga efisiensi ekonomis dapatdinyatakan sebagai berikut (Soekartawi 2003):

EE = ET.EH ................................................................ (5)EE = Efisiensi ekonomisET = Efisiensi teknisEH = Efisiensi alokatif/harga

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Usahatani Kedelai

Pada umumnya kedelai di Lampung Timur ditanamsecara monokultur. Pola tanam bergantung padaketersediaan air irigasi karena usahatani kedelaidilakukan pada lahan sawah irigasi teknis. Bilaketersedian air irigasi mencukupi untuk budi daya padipada musim tanam gadu (MT II) maka petani menanampadi sawah, namun bila ketersediaan air tidakmencukupi maka petani menanam kedelai tolerankekeringan. Hasil pengamatan menunjukkan pola tanamyang umumnya diterapkan petani di lahan sawah irigasiteknis di daerah penelitian disajikan pada Gambar 1.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 121-128

124

Di daerah penelitian, kedelai sangat idealdibudidayakan pada minggu terakhir bulan Maretsampai akhir April. Pertimbangannya adalah panen akanjatuh pada bulan Juni atau Juli, saat curah hujan sangatkecil sehingga hasil panen kedelai tidak rusak terkenahujan.

Dari pola tanam tersebut dapat diketahui frekuensipenanaman kedelai dibanding tanaman lainnya sangatdipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama ketersediaanair. Kendala usahatani kedelai menyangkut kepastianpasar dan tingginya risiko di lapangan sangatmempengaruhi keputusan petani untuk menanamkedelai, karena tanaman pesaing ubi kayu dan jagunglebih mudah dipelihara dan memiliki kepastian pasar.

Kepastian pasar sangat terkait dengan harga kedelai.Harga kedelai kering panen yang diterima petani diLampung Timur pada tahun 2015 adalah Rp 7.000/kg,masih di bawah harga di tingkat petani di NTB dan Jawapada tahun yang sama sebesar Rp 7.700/kg (Kariyasa2015). Harga yang diterima petani tentu mempengaruhipendapatan usahatani. Dalam penelitian ini, pendapatandibedakan menjadi dua, yakni pendapatan atas biayatunai dan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunaiadalah pendapatan berdasarkan biaya yang benar-benar dikeluarkan petani (explisit cost), sedangkanpendapatan atas biaya total adalah pendapatan yangdiperoleh dengan memperhitungkan input milikkeluarga atau input bantuan dari pemerintah sebagaibiaya (input cost).

Hasil penelitian menunjukkan kedelai potensialdikembangkan di sentra produksi di KabupatenLampung Timur dengan hasil rata-rata 1,49 t/ha, di atasproduktivitas nasional (> 1,33 t/ha). Hasil yang tinggidiikuti oleh tingginya biaya produksi sebesar Rp6,7 juta/ha atas biaya tunai dan Rp9,1 juta/ha atas biaya yangdiperhitungkan. Meskipun harga yang diterima petani

cukup tinggi tetapi keuntungan yang mereka terimahanya Rp3,5 juta/ha atas biaya tunai dan Rp1,1 juta/haatas biaya total. Meskipun demikian, penerimaan Rp10,2juta/ha lebih besar daripada biaya produksi yangdikeluarkan dan berimplikasi terhadap nilai R/C 1,1(Tabel 2). Artinya, usahatani kedelai tetap layak (R/C>1)Budi daya kedelai secara intensif seyogianya didukungoleh harga jual yang tinggi agar menjadi daya tarik bagipetani untuk tetap menanam kedelai.

Efisiensi Teknis

Produksi kedelai ditentukan oleh penggunaan input.Analisis fungsi produksi menggambarkan hubunganproduksi dan input-input yang pada penelitian inimenggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Analisisfungsi produksi bertujuan untuk melihat faktor-faktoryang mempengaruhi produksi kedelai di lokasi penelitian.Fungsi produksi awal diduga dengan tujuh variabel, yaituluas lahan, jumlah benih, jumlah tenaga kerja, pupukurea, pupuk NPK, pupuk organik, dan pestisida. AnalisisOLS (Ordinary Least Square) dilakukan terlebih dahuluuntuk menguji apakah terdapat pelanggaran asumsiatau tidak (multikolinearity,autokolerasi, danheteroskedasticity) di samping untuk mengetahuivariabel yang memiliki nilai koefisien yang negatif. Dalamanalisis ekonomi, koefisien fungsi produksi harusbernilai positif.

Tabel 3 memperlihatkan hasil pendugaan fungsiproduksi Cobb-Douglas. Hasil pendugaanmenggambarkan kinerja terbaik (best practice) daripetani responden pada tingkat teknologi yang ada.Seluruh variabel diduga menghasilkan koefisien positif,kecuali pestisida, namun tidak nyata sehingga sesuaidengan asumsi fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabelyang nyata berpengaruh terhadap produksi adalah luaslahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK dan

Ketersediaan air irigasi Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt

Cukup

Sedang

Kurang

Cukup: Padi – Padi Cukup:

Padi – Padi

Cukup: Padi –

Padi

Cukup: Padi – Padi

Cukup: Padi – Jagung

Cukup: Padi –

Kedelai

Cukup: Padi – Jagung

Ubi kayu

Gambar 1. Pola tanam pada lahan sawah irigasi di Lampung Timur, 2017.

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

125

pupuk organik. Keenam variabel berpengaruh pada tarafnyata 10%. Variabel-variabel ini masih dapat ditingkatkanuntuk meningkatkan produksi. Pestisida tidakberpengaruh nyata terhadap produksi kedelai tetapiberpengaruh negatif yang mencerminkan penggunaanpestisida sudah melampaui ambang batas ekonomi.

Parameter dugaan pada fungsi produksimenunjukkan nilai elastisitas produksi dari input-input.Koefisien dalam fungsi produksi merupakan elastisitasproduksi masing-masing input yang digunakan.Koefisien fungsi ini merupakan kondisi return to scaledengan nilai 1,084. Hal ini menunjukkan fungsi produksiCobb-Douglas berada dalam kondisi constant return toscale.

Pengolahan data menggunakan program DEAmenghasilkan nilai efisiensi teknis untuk masing-masingpetani responden. Nilai efisiensi teknis menggunakan

model VRS (Variable Returns to Scale) yang dipilihdengan pertimbangan bahwa penambahan faktorproduksi dalam jumlah tertentu pada usahatani kedelaitidak selalu meningkatkan output dalam jumlah yangsama. Selain itu, responden menghadapi hambatansehingga mereka tidak mengusahakan kedelai secaraoptimal, misalnya keterbatasan biaya produksi, saranaprasarana, dan sebagainya.

Nilai efisiensi teknis pada penelitian ini didasarkanatas input oriented (minimum input). Pengukuranefisiensi teknis menggunakan DEA VRS (VariableReturns to Scale) dengan pertimbangan berusahatanikedelai tidak beroperasi pada skala optimal karenaadanya keterbatasan biaya produksi dan produktivitasfaktor produksi yang digunakan. Hasil penelitianmenunjukkan, secara teknis 79 petani sampel (87,8%)sudah efisien dalam penggunaan input dengan nilaiefisiensi 1,0, sedangkan 11 petani sampel lainnya (12,2%)di bawah 0,95 atau tidak efisien dalam penggunaan inputproduksi, tetapi masih memiliki kesempatanmemperoleh hasil maksimal, seperti petani yang sudahefisien secara teknis melalui pengurangan ataupenambahan input produksi. Secara keseluruhan nilaiefisiensi teknis rata-rata 1,0 yang artinya usahatanikedelai di daerah penelitian sudah efisien secara teknis.

Return to Scale (RTS) adalah ciri dari fungsi produksiyang menunjukkan perubahan output akibat perubahaninput, dengan skala perubahan yang sama. MenurutSoekartawi (1994), return to scale digunakan untukmengetahui apakah kegiatan usahatani tersebutmengalami kaidah increasing (b1+b2+...bn > 1),

Tabel 3. Hasil pendugaan fungsi produksi kedelai di Lampung Timur,2017.

Variabel Koefisien t-hitung Sig.regresi (b)

Konstanta 4,899 9,457* 0,000Luas lahan 0,430 3,773* 0,000Benih 0,356 4,357* 0,000Tenaga kerja 0,282 2,746* 0,007Pupuk urea 0,018 2,170* 0,033Pupuk NPK 0,024 2,895* 0,005Pupuk organik 0,014 4,396* 0,000Pestisida -0,040 -2,183ns 0,032

Tabel 2. Analisis pendapatan usahatani kedelai di Lampung Timur, 2017.

Komponen Jumlah (Rp/ha) Harga(Rp) Nilai (Rp/ha)

Penerimaan (TR) kg 1.469,36 7.000 10.285.542Biaya produksi- Biaya tunai (BT)Benih kg 45,67 15.000 685.107Pupuk urea kg 161,47 1.900 306.785Pupuk NPK Phonska kg 200,59 2.600 521.537Pupuk organik kg 1.131,21 500 565.603Pestisida gram 3.306,84 395,06 1.306.383Tenaga kerja HOK 56,04 60.000 3.362.454 Total BT Rp - - 6.747.869- Biaya diperhitungkan (BD)Penyusutan alat Rp - - 439.385Pajak/Janggol Ili-Ili (ha/musim) Rp - 140.000 141.291Sewa lahan (ha) Rp - 400.000 1.614.752Bunga modal (0,225%) Rp - - 165.112Total BD Rp - - 2.360.541Total biaya (TC) Rp - - 9.108.409Pendapatan atas biaya tunai Rp - - 3.537.674Pendapatan atas biaya total Rp - - 1.177.133R/C ratio atas biaya tunai - - - 1,5R/C ratio atas biaya total - - - 1,1

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 121-128

126

constant (b1+b2+...bn = 1) atau decreasing return toscale (b1+b2+...bn < 1) dan dapat menunjukkanefisiensi produksi secara teknis.

Dari 90 petani sampel, 47 orang (52,2%) di antaranyaberoperasi pada skala increasing return to scale. Artinya,penambahan faktor produksi akan meningkatkanproduksi yang lebih besar. Sebanyak 20 petani (22,2%)beroperasi pada skala constant return to scale (Gambar2). Artinya, penambahan faktor produksi akanproporsional dengan penambahan produksi. Sebanyak23 petani (25,6%) beroperasi pada skala decreasingreturn to scale. Artinya, penambahan faktor produksimelebihi pertambahan produksi. Menurut hukum thelaw of deminishing return, kondisi tersebut berada padatahap marginal product > average product, elastisitasproduksi > 1,0 sehingga total produksi masih dapatmeningkat untuk mencapai titik efisien, sehingga perlu

penambahan input produksi untuk memperolehproduksi yang lebih tinggi.

Efisiensi Alokatif Usahatani Kedelai

Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antaranilai produksi marginal masing-masing input denganharga input sama dengan 1,0. Menurut Soekartawi(2003) kriteria pengambilan keputusan adalah:a. (NPMx / Px) > 1, artinya penggunaan input x belum

efisien, agar efisien maka penggunaan input x perluditambah.

b. (NPMx / Px) = 1, artinya penggunaan input x sudahefisien.

c. (NPMx / Px) < 1, artinya penggunaan input x tidakefisien, agar efisien maka penggunaan input x perludikurangi.

Dari hasil analisis dapat dilihat penggunaan benihbelum mencapai efisiensi harga dengan nilai 5,34 > 1.Luas lahan juga belum mencapai efisiensi harga/alokatifdengan nilai 2,74 > 1 (Tabel 4). Nilai efisiensi harga/alokatifpupuk urea, pupuk NPK, pupuk organik, dan pestisidakurang dari 1,0 atau tidak efisien. Agar mencapai efisiensialokatif maka penggunaan pupuk urea, pupuk NPK,pupuk organik, dan pestisida perlu penambahan ataupengurangan dalam usahatani kedelai.

Faktor produksi tenaga kerja menunjukkan nilai 0,86(mendekati 1,0), atau hampir mencapai tingkat efisiensiharga/alokatif. Nilai efisiensi alokatif rata-rata 1,4 yangberarti tingkat efisiensi alokatif usahatani kedelai didaerah penelitian belum tercapai.

Gambar 3 menunjukkan nilai elastisitas produksi(Ep) berada di antara -0,040 dan 0,430 dan nilai produkmarjinal (NPM atau MPP) berada di antara -0,02 dan626,49. Hal ini menunjukkan nilai EP = 1,0 dan nilai NPM/P = 1,0 belum tercapai sehingga dapat disimpulkanbahwa usahatani kedelai di daerah penelitian belummencapai efisiensi harga.

Gambar 2. Hubungan antara produk total (PT), produk rata-rata(PR), produk marjinal (PM), dan elastisitas produksi (Ep)pada usahatani kedelai di Lampung Timur, 2017.

Tabel 4. Tingkat efisiensi alokatif/harga pada usahatani kedelai di Lampung Timur, 2017.

Faktor produksi Elastisitas Faktor Produk Harga Nilai produk Harga faktor Efisiensi(X1-X7) produksi peubah marginal Xi produk marginal Xi produksi X harga X

(bi) (Xi*) (PMXi) (PY) (NPMXi) (PX) (NPMXi/PXi)

Luas lahan 0,430 0,47 626,49 7.000 4.385.455,7 1.600.000 2,74Benih 0,356 21,47 11,45 7.000 80.157,2 15.000 5,34Tenaga kerja 0,282 26,34 7,39 7.000 51.755,7 60.000 0,86Urea 0,018 75,89 0,16 7.000 1.146,6 1.900 0,60NPK 0,024 94,28 0,18 7.000 1.230,6 2.600 0,47Pupuk organik 0,014 531,67 0,02 7.000 127,3 500 0,25Pestisida -0,040 1.554,21 -0,02 7.000 124,4 395,1 -0,31

Rata-rata nilai efisiensi harga/alokatif 1,4

Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

127

Efisiensi Ekonomis

Dari hasil analisis efisiensi teknis dan efisiensi alokatifdiperoleh nilai tingkat efisiensi teknis rata-rata 1,0 dannilai tingkat efisiensi alokatif rata-rata 1,4. Data inimenunjukkan efisiensi ekonomis usahatani kedelai diLampung Tumur belum maksimal. Jika dilihat dariefisiensi alokatif, penggunaan faktor produksi masihdapat ditingkatkan untuk mencapai efisiensi maksimal.

KESIMPULAN

Tujuh variabel diduga memiliki koefisien positif, sesuaidengan asumsi fungsi produksi Cobb-Douglas, kecualipestisida. Variabel yang berpengaruh nyata terhadapproduktivitas usahatani kedelai adalah luas lahan, benih,tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK, dan pupukorganik. Variabel yang paling responsif adalah lahan.Dengan demikian masih ada peluang untukmeningkatkan produksi kedelai di Lampung Timurmelalui program ekstensifikasi, atau memberikanmotivasi kepada petani untuk menanam kedelai.

Usahatani kedelai di Lampung Timur sudah efisiensecara teknik, tetapi belum efisien secara alokatif/harga.Nilai efisiensi ekonomis lebih besar dari 1,0 yang berartiefisiensi ekonomis maksimal belum tercapai. Olehkarena itu, penggunaan faktor produksi perlu ditambahagar tercapai efisiensi ekonomis maksimal.

Hasil kedelai masih dapat ditingkatkan hinggamencapai titik efisien, dengan penambahan inputproduksi untuk memperoleh produksi yang lebih tinggi.Penggunaan faktor produksi, terutama pestisida, dalamusahatani kedelai sudah melampaui ambang batas (nilaikoefisien negatif dan mendekati 0), sehingga harusmenerapkan jargon lima tepat, yaitu tepat sasaran, tepatjenis, tepat waktu, tepat takaran, tepat cara aplikasidengan mempertimbangkan ambang batas ekonomi

dengan melakukan pengamatan rutin pada pertanamankedelai agar biaya pengadaan pestisida dapat ditekan.

Penggunaan pestisida harus benar-benarbermanfaat dan berpengaruh positif terhadap hasilmaupun keamanan bahan pangan dan lingkungan.Selain itu perlu dilakukan pengombinasian penggunaanfaktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupukurea, NPK, dan pupuk organik dengan menambahmaupun mengurangi agar efisiensi harga/alokatif danefisiensi ekonomis usahatani kedelai dapat tercapai dandiperoleh pendapatan yang layak. Oleh karena itudiperlukan paket teknologi yang memenuhi ketigakriteria efisiensi tersebut melalui kegiatan diseminasi danon-farm atau demonstration farm (dem-farm).

DAFTAR PUSTAKA

Aimon, H. dan A. Satrianto. 2014. Prospek Konsumsi dan ImporKedelai di Indonesia Tahun 2015-2020. Jurnal Kajian Ekonomi:3(5). http://ejournal.unp.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/4157/3304.

Dermoredjo, S.K. 2014. Analisis Kebijakan Pengembangan Padi,Jagung, dan Kedelai di Indonesia dalam MenghadapiPerdagangan Bebas ASEAN. Analisis Kebijakan Pertanian12(1): 51-68.

Irwan. 2013. Faktor Penentu Keputusan Petani dalam MemilihVarietas Benih Kedelai di Kabupaten Pidie. Agrisep 14(1):10-18.

Ji, Y., and C. Lee. 2010. Data Envelopment Analysis. The StataJournal 10(2): 267-280.

Kariyasa, I K. 2015. Potensi Dampak Kebijakan Harga dalamMendorong Penerapan Teknolog Anjuran dan PeningkatanProduksi Kedelai. Analisis Kebijakan Pertanian 13 (2): 167-184.

Kementan (Kementerian Pertanian). 2015, Rencana StrategisKementerian Pertanian Tahun 2015-2019. KementerianPertanian. Indonesia. http://www.pertanian.go.id. [Diakses19 November 2015].

Kementan, 2017. Produksi dan Luas Panen Tanaman Kedelai 2013-2017. www.pertanian.go.id.

McFarlane, I. and O’Connor, E.A. 2014. World Soybean Trade: Growthand Sustainability. Modern Economy, 5, 580-588. http://dx.doi.org/10.4236/me.2014.55054

Rante, Y. 2013. Strategi Pengembangan Tanaman Kedelai untukPemberdayaan Ekonomi Rakyat di Kabupaten KeeromProvinsi Papua. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan15(1):75–88.

Rahayu, W., E.W. Riptanti. 2010. Analisis Efisiensi EkonomiPenggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Kedelaidi Kabupaten Sukoharjo. Caraka Tani: Journal of SustainableAgriculture 21(1):119-125.

Riatania, R.B.L., A. Daryanto, M. Tambunan, dan H.P.S. Rahman.2014. Analisis Efisiensi Teknis Produksi Nanas. Jurnal AgroEkonomi: Vol 32 (2): 91-106.

Sari, P.M., H. Aimon, dan E. Syofyan. 2014. Analisis Faktor-faktoryang Memengaruhi Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelaidi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi 3(5):1-28.

Susilowati, E., R. Oktaviani, B.Arifin, dan Y. Arkeman. 2013. TheDecrease of Production of Indonesian Soybeans and Efforts

Gambar 3. Produk marjinal (PM) dan elastisitas produksi (Ep) padausahatani kedelai di Lampung Timur, 2017.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 121-128

128

to Ensure the Certainty of the Vagetable Protein Supply: aliterature review. International Journal of InformationTechnology and Business Management 9(1):1–5

Swastika, D.K.S. 2011. Membangun Kemandirian dan KedaulatanPangan untuk Mengantaskan Petani dari Kemiskinan.Pengembangan Inovasi Pertanian 4(2): 103-117.

Swastika, D.K.S. 2015. Kinerja Produksi dan Konsumsi sertaProspek Pencapaian Swasembada Kedelai di Indonesia.Forum Penelitian Agro Ekonomi 33(2): 149-160.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok BahasanAnalisis Fungsi Cobb-Douglas. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Zakaria, A.K., W.K. Sejati, dan R. Kustiari. 2010. Analisis dayasaing komoditas kedelai menurut agroekosistem: kasus ditiga provinsi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 28(1):21-37

Zakaria, A.K. 2010. Kebijakan Pengembangan Budidaya KedelaiMenuju Swasembada Melalui Partisipasi Petani. AnalsisKebijakan Pertanian 8(3): 259-272.

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Barito Kuala ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

129

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayudi Barito Koala, Kalimantan Selatan

Financial Feasibility and Added Value Analysis of Cassava Processingin Barito Koala, South Kalimantan

Dian Adi Anggraeni Elisabeth dan Nila Prasetiaswati

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan UmbiJln. Raya Kendalpayak KM 8, Malang, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

Naskah diterima 2 Januari 2018, direvisi 14 Maret 2018, disetujui diterbitkan 20 Maret 2018

ABSTRACT

Cassava processing into food products aimed to improve shelf-life of fresh cassava that feasible to be consumed and give higheradded value in order to improve cassava’s selling value. Prospectof home scale-cassava processing development was studied byanalyzing financial feasibility and added value. Research locationwas detemined by using purposive sampling method; while sampletaking was determined using simple random sampling and keyperson methods. Data were analyzed by using both qualitativeand quantitative descriptive methods. Stages of financial feasibilityand added value analysis included production cost analyses,revenue, benefit, efficiency (R/C and B/C ratio), and added value.The research results showed that cassava processing industryhad B/C ratio 1.7 as well as added value ratio and benefit ratiowere respectively 63.1% and 90.8%. It meant that the cassavachips industry is more efficient, financially feasible, give higheradded value and benefit compared to cassava crackers andmodified cassava flour. Cassava processing into crackers andmodified cassava flour have good prospect to be developed inBarito Koala District because R/C ratio were more than 1 thereforethey can provide financial benefits.

Keywords: Cassava, home industries, financial feasibility,added value.

ABSTRAK

Pengolahan ubi kayu menjadi aneka produk pangan bertujuan untukmeningkatkan daya tahan bahan baku sehingga layak dikonsumsidan memberikan nilai tambah ekonomi dalam rangka meningkatkannilai jual ubi kayu. Peluang pengembangan industri pengolahan ubikayu skala rumah tangga dipelajari dengan menganalisis kelayakanfinansial dan nilai tambah. Pemilihan lokasi menggunakan metodepurposive sampling, sementara pengambilan contoh menggunakanmetode simple random sampling dan key person. Data diolah secaradeskriptif kualititatif dan kuantitatif. Tahapan analisis kelayakanfinansial dan nilai tambah meliputi analisis biaya produksi,penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha (R/C dan B/C ratio), dannilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan industri pengolahan ubikayu menjadi produk kripik memiliki B/C rasio 1,7 serta rasio nilaitambah dan tingkat keuntungan berturut-turut 63,1% dan 90,8%.Artinya, industri keripik ubi kayu lebih efisien, layak dikembangkan,

memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih tinggi dariproduk berupa kerupuk dan tepung mocaf. Pengolahan ubi kayumenjadi kerupuk dan tepung mocaf juga prospektif dikembangkandi Kabupaten Barito Koala karena memiliki R/C rasio lebih dari 1,0sehingga dapat mendatangkan keuntungan finansial.

Kata kunci: Ubi kayu, industri rumah tangga, kelayakan finansial,nilai tambah.

PENDAHULUAN

Agroindustri merupakan industri dengan bahan bakuhasil pertanian yang menghasilkan nilai tambahekonomi. Bahan baku agroindustri tidak harus berupabarang impor, tetapi juga bahan-bahan yang tersediamelimpah di dalam negeri. Secara tidak langsung,agroindustri dapat membantu meningkatkanperekonomian petani (Alifia et al. 2012) sebagaiprodusen bahan baku industri. Pengembanganagroindustri merupakan salah satu pilihan strategisdalam mengembangkan perekonomian Indonesia.Agroindustri menciptakan kondisi yang salingmendukung antara industri dengan pertanian, sekaligusmembentuk keterpaduan sektor industri pertanian darihulu ke hilir yang mampu memberikan perubahanmelalui pemberdayaan sumber daya alam yang dapatdiperbarui, menyerap tenaga kerja, meningkatkan danmemperbaiki pembagian pendapatan, menambahdevisa negara, dan mendorong munculnya industri baru(Udayana 2011).

Pengolahan hasil pertanian adalah rangkaian dariagribisnis yang berperan meningkatkan nilai tambahhasil pertanian (Imran et al. 2014). Pengolahan ubi kayumenjadi aneka produk pangan merupakan usaha untukmenghasilkan nilai tambah ekonomi karena mudahrusak dalam bentuk segar, bersifat musiman danvoluminus (bulky). Tujuan pengolahan ubi kayu menjadi

Penelitian Pertanian Tanaman PanganVol. 2 No. 2 Agustus 2018: 129-136 DOI: http//dx.doi.org/10.21082/jpptp.v2n2.2018.p129-136

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 129-136

130

aneka produk pangan adalah untuk meningkatkan dayatahan produk yang layak dikonsumsi, dan meningkatkannilai jualnya di pasaran (Hamidah et al. 2015).

Ubi kayu merupakan komoditas abad ke-21 karenamemiliki kegunaan yang beragam dan secara ekonomiberpotensi mengentaskan kemiskinan di perdesaan danmeningkatkan perekonomian nasional (Howeler et al.2013). Secara agronomis, ubi kayu memiliki keunggulaninternal yang dapat dimanfaatkan untuk pengembanganagribisnis, di antaranya berpotensi hasil tinggi, sumberpati tinggi, umur panen fleksibel, fleksibel dalamusahatani, toleran tanah masam dan kekeringan (Atman2011). Sifat toleran tersebut membuat ubi kayu jugadapat berkembang pada lahan suboptimal ataumarginal. Lahan optimal lebih diutamakan untukpengembangan tanaman padi dan jagung, sedangkanubi kayu dapat dikembangkan pada lahan marginal,salah satunya lahan pasang surut di Kalimantan Selatan.

Menurut Sudaryono (2017), lahan rawa pasangsurut dengan tipe luapan C dan D di Kalimantan Selatanpotensial untuk pengembangan ubi kayu. Di daerah ini,lahan pasang surut sebagian besar terdapat diKabupaten Barito Koala dan petani setempat umumnyamengusahakan ubi kayu dalam bentuk sistem surjan.Dalam hal ini, ubi kayu ditanam pada bagian atasbedengan (balur), sementara bagian bawah bedenganditanami padi lokal. Faktor pembatas utama yang umumditemui pada lahan pasang surut di Indonesia, termasukdi Kabupaten Barito Koala, adalah genangan air,kemasaman tanah yang tinggi, gambut tebal, keracunanbesi dan aluminium (Mubekti 2010). Namun hasil analisismenunjukkan sebagian besar lahan pasang surut diBarito Koala termasuk kategori sesuai marginal untukbudi daya tanaman pangan, yaitu 198.012 ha untuk padidan 156.344 ha untuk ubi kayu.

Penerapan teknologi budi daya yang masihsederhana dan belum menggunakan varietas unggulmenyebabkan hasil ubi kayu yang ditanam dengansistem surjan hanya 4-5 t/ha (Saleh et al. 2011), jauh lebihrendah dari rata-rata hasil nasional yang telah mencapai20,2 t/ha. Di tingkat penelitian dan pengembangan, hasilbeberapa varietas unggul ubi kayu bahkan mencapai40-50 t/ha (Balitkabi 2016). Penggunaan varietas ungguldan teknologi budi daya di tingkat petani untuk memacupeningkatan produksi dan produktivitas ubi kayu masihrendah (Radjit et al. 2014).

Inovasi peningkatan nilai tambah ubi kayu dapatdikembangkan melalui penumbuhan agribisnis disentra-sentra produksi. Pengembangan agroindustripengolahan ubi kayu berdampak terhadap upayapenganekaragaman produk dan peningkatan hargakomoditas karena adanya permintaan bahan bakusecara kontinu (Prianto 2011).

Di Kalimantan Selatan, usaha pengolahan hasil ubikayu masih terbatas untuk bahan pangan, baik untukkonsumsi sendiri maupun dikembangkan menjadiproduk pangan tradisonal. Produk olahan ubi kayusecara tradisional yang dikenal masyarakat KalimantanSelatan adalah ubi goreng, ubi rebus, tape, keripik,kerupuk, dan kue tradisional seperti wade kumpal miripkue jemblem di Jawa. Di beberapa daerah transmigrasiasal Jawa, seperti di Kecamatan Rantau Badauh danWanaraya, ubi kayu diolah menjadi aneka olahanpangan seperti tiwul, gatot, dan oyek untuk konsumsisendiri. Sekitar 3,6% petani di Wanaraya mengolah ubikayu untuk produk pangan tradisional dan sebagaitambahan penerimaan rumah tangga dengan kontribusiyang masih rendah, hanya 1% dari kegiatan off-farm(Elisabeth dan Prasetiaswati 2016).

Produk olahan ubi kayu yang telah berkembangsecara komersial di Kabupaten Barito Koala di antaranyadalam bentuk kerupuk di Desa Sungai Gampak,Kecamatan Rantau Badauh, dalam bentuk keripik diDesa Barambai Kolam Kiri, Kecamatan Barambai, sertadalam bentuk mocaf atau tepung ubi kayu termodifikasi(modified cassava flour) di Desa Berangas Tengah,Kecamatan Alalak. Industri rumah tangga didefinisikansebagai industri dengan tenaga kerja kurang dari limaorang (Fachrizal 2016). Industri skala rumah tangga iniumumnya menjadi kegiatan sekunder petani ataupenduduk desa sebagai sumber penghasilan tambahandan bersifat musiman (Parmawati 2011). Namun, industriskala rumah tangga kenyataannya diperlukan untukmemberikan kesempatan kerja dan sekaligus pemerataanpendapatan (Bangun 2008). Masriah (2009)menambahkan bahwa industri skala rumah tangga danindustri kecil yang mengolah hasil pertanian berperanpenting dalam meningkatkan nilai tambah dan kualitasproduk, penyerapan tenaga kerja, keterampilan, danpendapatan rumah tangga petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluangpengembangan pengolahan ubi kayu skala rumahtangga di Kalimantan Selatan melalui analisis kelayakanfinansial, nilai tambah, dan pendapatan petani ubi kayu,terutama di Kabupaten Barito Koala.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dalam bentuk survei dilaksanakan pada tahun2016 di tiga lokasi pengolahan ubi kayu skala rumahtangga di Kabupaten Barito Koala, Kalimantan Selatan,yaitu (1) di Desa Sungai Gampak, Kecamatan RantauBadauh, produk olahan dalam bentuk kerupuk; (2) diDesa Barambai Kolam Kiri, Kecamatan Barambai,produk yang dihasilkan berupa keripik; dan (3) di DesaBerangas Tengah, Kecamatan Alalak, produk olahandalam bentuk tepung mocaf.

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Barito Kuala ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

131

Pendekatan Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengajamenggunakan metode purposive sampling. Metodepemilihan responden dalam penelitian menggunakanmetode acak sederhana (simple random sampling) dansebagai narasumber kunci (key person) adalah DinasKoperasi, Dinas Perindustrian, dan Dinas PerdaganganKabupaten Barito Koala, Kalimantan Selatan. Data yangdigunakan adalah data primer dan data sekunder. Dataprimer meliputi karakteristik atau keragaan umumagroindustri berbasis ubi kayu, kelayakan finansial, dannilai tambah yang dikumpulkan melalui wawancaralangsung dengan responden menggunakan panduanwawancara (interviews guidance) dan observasi dilapangan. Data sekunder berasal dari jurnal, prosiding,buku, dan literatur lain yang terkait dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Kelayakan finansial dan nilai tambah dianalisis secaradeskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatifbertujuan untuk menjelaskan aspek yang berhubungandengan bahan baku, teknis dan teknologi, serta kondisipasar agroindustri berbasis ubi kayu. Analisis kuantitatifbertujuan untuk menjelaskan kelayakan finansial dannilai tambah. Tahapan analisis kelayakan finansial dannilai tambah pengolahan ubi kayu skala rumah tanggameliputi:1. Biaya produksi

Pada dasarnya biaya produksi (total costs - TC) yangdiperhitungkan dalam jangka pendek adalah biayatetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs)(Gupito et al. 2014).

2. PenerimaanSecara sistematis, analisis penerimaanmenggunakan rumus:TR = Q x PTR = penerimaan total (total revenue)Q = jumlah produk (quantity)P = harga (price)

3. KeuntunganPenerimaan total (TR) yang didapatkan produsendikurangi dengan biaya total (TC) sehinggamenghasilkan pendapatan bersih atau keuntungan(benefit/ B) yang diperoleh produsen (Gupito 2014).

4. Analisis penerimaan atas biaya (R/C ratio)Rasio penerimaan atas biaya produksi (R/C ratio)digunakan untuk mengukur tingkat keuntunganrelatif, artinya dari angka rasio dapat diketahuiapakah suatu usaha menguntungkan atau tidak(Normansyah et al. 2014).

5. Pemenuhan kriteria kelayakan finansial (B/C ratio)Perhitungan efisiensi usaha menggunakan benefitcost ratio (B/C ratio) (Armiaty 2014), yang dihitungdari perbandingan antara keuntungan (B) denganbiaya produksi (TC).

6. Nilai tambahNilai tambah adalah peningkatan nilai suatukomoditas karena adanya perlakuan yangdiberikan. Prosedur perhitungan nilai tambahmengikuti metode Hayami yang telah disesuaikanseperti dapat dilihat pada Tabel 1 (Mubarok et al.2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Kerupuk Ubi Kayu Skala Rumah Tangga

Pengolahan kerupuk skala rumah tangga di Desa SungaiGampak, Kecamatan Rantau Badauh, melibatkan 50kepala keluarga (KK) dengan kebutuhan ubi kayu 120t/bulan. Bahan baku ubi kayu tidak hanya diperoleh darisekitar desa, namun juga dari luar desa sepertiKecamatan Barambai, Kabupaten Barito Koala. Varietas

Tabel 1. Prosedur perhitungan nilai tambah produk ubi kayu.

Variabel Nilai

Output, input, dan hargaHasil usahatani/output (kg) ABahan baku (kg) BTenaga kerja (jam/1x produksi) CFaktor konversi D = A/BKoefisien tenaga kerja E = C/BHarga output (Rp/kg) FUpah tenaga kerja (Rp/jam) G

Pendapatan dan keuntunganHarga bahan baku (Rp/kg) HSumbangan input lain (Rp/kg) INilai output (Rp/1x produksi) J = DxFNilai tambah (Rp/kg/1x produksi) K = J – H – IRasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100%Imbalan tenaga kerja (Rp/1x produksi) M = E x GBagian tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100%Keuntungan (Rp/kg/1x produksi) O = K – MTingkat keuntungan P% = (O/K) x 100

Keterangan:1. Nilai tambah menunjukkan selisih antara nilai output dengan

bahan baku utama dan sumbangan input lain, tidak termasuktenaga kerja

2. Rasio nilai tambah menunjukkan persentase nilai tambah darinilai output (nilai produk)

3. Keuntungan menunjukkan bagian yang diterima industripengolahan

4. Tingkat keuntungan menunjukkan persentase keuntungan darinilai tambah

Sumber: Mubarok et al. (2015)

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 129-136

132

ubi kayu yang digunakan untuk industri kerupuk di DesaSungai Gampak adalah Papa Merah, dengan harga ubisegar Rp 1.800-2.000/kg.

Produk kerupuk diolah dari umbi segar, bukan daripati yang diekstrak. Beberapa pengrajin membuatkerupuk dari pati namun kurang berkembang karenaharga jualnya relatif lebih mahal dan kurang terjangkauoleh konsumen. Satu kali produksi kerupuk ubi kayumemerlukan waktu sekitar satu minggu. Rendemenpengolahan kerupuk ubi kayu adalah 30%. Artinya, dari1 ton ubi kayu segar dapat dihasilkan sekitar 300 kgkerupuk mentah. Harga jual kerupuk mentah berkisarRp 9.000-10.000/kg. Di Desa Sungai Gampak, bahan bakuubi kayu dibeli oleh pengrajin kerupuk dari pedagangpengumpul yang memperolehnya dari petani diBarambai. Setelah diolah mentah, kerupuk dibawa olehpedagang dari Banjar yang kemudian memasarkannyakepada pedagang di luar provinsi seperti di Sampit,Samarinda, Palangkaraya, Batulicin, dan Kapuas.Kerupuk dikemas dalam jumlah besar (curah)menggunakan karung.

Pola pemasaran kerupuk ubi kayu di Desa SungaiGampak cukup sederhana dan berbeda dengan didaerah lain. Sebagai contoh, adalah industri kerupukskala rumah tangga di Desa Bamban Utara, KecamatanAngkinang, Kabupaten Tanah Laut (Gambar 1). Di desaini pedagang pengumpul kerupuk mentah berasal daridalam desa. Pedagang pengumpul desa juga berfungsisebagai pemasok bahan baku ubi kayu bagi pengrajinkerupuk. Tugasnya adalah mencari pasokan ubi kayudari petani ubi kayu di Marabahan dan sekitarnya,kemudian mengatur distribusinya ke masing-masingpengrajin kerupuk. Kerupuk mentah yang ditampungoleh pedagang pengumpul desa dijual dalam partaibesar kepada pedagang dari Samarinda dan Balikpapan.

Dari pedagang Samarinda, kerupuk dikemas kembalidalam kemasan berukuran kecil dan dipasarkan sampaike beberapa daerah di Sulawesi, dengan mencantukanlabel produksi Samarinda di kemasan produk. Pedagangpengumpul desa juga menjual kerupuk kepadapedagang pengecer di desa. Pedagang pengecermengemas kembali kerupuk dalam kemasan kecilberupa plastik bersablon dan memasarkannya sebagaioleh-oleh khas dari Desa Bamban Utara di sepanjangpinggir jalan desa.

Produksi Keripik

Industri ubi kayu skala rumah tangga di Desa BarambaiKolam Kiri, Kecamatan Barambai, cukup berkembang.Pengrajin keripik mendapatkan bahan baku baku daripetani ubi kayu di sekitar desa dengan harga cukupmurah, Rp 1.100-1.200/kg. Satu kali produksi keripik ubikayu dengan kapasitas 180 kg ubi kayu segarberlangsung selama satu minggu. Rendemenpengolahan keripik adalah 25-30%, dimana dari 1 kg ubikayu dihasilkan 0,25-0,3 kg keripik matang atau sudahdigoreng dengan harga jual Rp 32.000/kg. Keripik ubikayu yang dihasilkan dikemas dalam plastik, dengankemasan berukuran kecil dititipkan ke warung dankantin sekolah dan kemasan sedang dijual di kantor-kantor dinas provinsi dan pesanan dari Marabahan.Kendala pemasaran keripik ubi kayu adalah pendeknyajangkauan pemasaran dan cukup banyak keripikpesaing di pasaran.

Produksi Tepung Mocaf

Tepung ubi kayu merupakan salah satu sumberkarbohidrat yang potensial dikembangkan sebagaibahan subtitusi tepung terigu. Namun, tepung ubi kayuumumnya memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:(1) warna tepung kurang putih karena terjadinya reaksipencokelatan yang disebabkan oleh aktivitas enzimfenolase pada ubi (browning enzymatic); (2) pati tidakmengandung gluten sehingga produk olahannyacenderung tidak mudah mengembang dan teksturnyalebih keras dibandingkan dengan produk olahan daritepung terigu yang mengandung gluten; dan (3) memilikiaroma khas langu yang tidak disukai oleh konsumen(Suismono dan Wargiono 2009). Dengan teknologirekayasa proses, karakteristik tepung ubi kayu yangdemikian dapat diperbaiki sehingga memilikikarakteristik menyerupai tepung terigu.

Tepung ubi kayu yang dihasilkan melalui prosesfermentasi dikenal sebagai tepung ubi kayu termodifikasiatau modified cassava flour (mocaf). Tepung mocafdapat menghasilkan produk olahan pangan yangmemiliki tekstur lebih lunak, lebih mekar, manis, dan

Petani ubikayu Marabahan

Pedagang pengumpul

desa

Pengrajinkerupuk

PedagangSulawesi

Pedagang Samarinda dan

Balikpapan

Pedagang pengecer

desa

Gambar 1. Rantai pemasaran kerupuk di Desa Bamban Utara,Kecamatan Angkinang, Kabupaten Tanah Laut,Kalimantan Selatan, 2016.

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Barito Kuala ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

133

tidak beraroma langu sehingga memiliki karakteristikyang mendekati tepung terigu. Pada beberapa produkolahan makanan kering seperti kue kering (cookies), stikkeju, telur gabus, dan produk olahan kue basah dankue tradisional seperti lapis legit, bolu kukus, dodol,bubur candil, dan klepon, tepung mocaf dapatmensubstitusi 50-100% penggunaan tepung terigu dan/atau tepung ketan. Sementara untuk olahan roti, pastry,dan mie mensubtitusi 30-40% penggunaan tepungterigu, pada pada kerupuk dan pempek menggantikan100% tapioka (Yulifianti et al. 2012).

Meskipun telah dikenal cukup lama, pengolahantepung mocaf dari ubi kayu relatif baru di KalimantanSelatan. Salah satu pengrajin tepung mocaf diKalimantan Selatan berada di Desa Berangas Tengah,Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Koala. Industriproduk ubi kayu ini berdiri pada bulan Juni 2014 dandikelola dalam skala rumah tangga oleh kelompokwanita tani (KWT) Berkat Sholawat dengan anggota 16orang. Selain memproduksi tepung mocaf, kelompokwanita ini juga memproduksi aneka produk olahanberbahan baku tepung mocaf, seperti brownies, roti,kacang telur, dan kue kering (nastar, kastengel, semprit,dan lain-lain). Kebanyakan produk olahan dari tepungmocaf produksi KWT Berkat Sholawat masih occasionalatau bergantung pesanan. Pesanan datang dari kantor-kantor pemerintah dan konsumen lain, yang jumlahmeningkat pada menjelang hari raya. Beberapa produkolahan seperti brownies dan kacang telur telahdipasarkan secara kontinu di minimarket dalamKabupaten Barito Koala (Marabahan) dan Banjarmasindengan harga jual dari pengrajin Rp 27.000/kemasanbrownies dan Rp 6.000/kemasan kacang telur.

Bahan baku tepung mocaf berasal dari kirimanpetani di sekitar Kabupaten Barito Koala. Kapasitasproduksi tepung mocaf adalah 400 kg ubi kayu segardengan harga Rp 2.500/kg. Jika tidak ada kiriman bahanbaku dari petani, KWT biasanya membeli ubi kayu daripasar Kecamatan Wanaraya atau Anjir dengan hargakurang dari Rp 3.000/kg. Untuk 1 kg tepung mocaf dapatdiproduksi dari 3,0-4,5 kg ubi kayu, bergantung padakualitas ubi. Harga jual tepung mocaf Rp 14.000/kg jikatepung diambil sendiri oleh pembeli dan Rp 15.000/kgjika tepung diantar oleh pengrajin ke lokasi pembeli.

Selain dipasarkan sesuai pesanan, tepung mocafjuga dipasarkan secara kontinu ke minimarket diKabupaten Barito Koala dan Banjarmasin. Pesanantepung mocaf biasanya datang dari usaha makanan dancatering di sekitar Kabupaten Barito Koala. Bahan bakulain yang penting dalam produksi tepung mocaf adalahstarter untuk fermentasi yang menggunakan merek‘Bimo’ yang berasal dari Jawa. Untuk satu kali produksidigunakan 400 g starter yang dilarutkan dalam 400-450

liter air. Dalam satu bulan, KWT dapat berproduksisebanyak 2-3 kali. Selain dipengaruhi oleh cuaca,produksi tepung mocaf juga bergantung pada jumlahpesanan oleh konsumen, baik dalam bentuk tepungmocaf maupun produk olahan pangan.

Kelayakan Finansial Pengolahan Ubi KayuSkala Rumah Tangga

Usaha pengolahan ubi kayu dapat memberikan nilaitambah yang tinggi, efisien, menguntungkan, danprospektif dikembangkan. Kajian Raharja et al. (2013)di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu,pada tahun 2011 menunjukkan usaha pengolahankerupuk ubi kayu memiliki nilai tambah 48,7%, tingkatkeuntungan 95,5%, dan R/C rasio 1,495. Sebelumnya,penelitian Valentina (2009) menunjukkan pengolahankeripik ubi kayu di Kabupaten Karanganyar, JawaTengah, yang dijalankan oleh KUB Wanita Tani Makmurmemberikan keuntungan dengan R/C rasio 1,11 untukusaha keripik mentah dan 1,68 untuk keripik matang.Pengolahan keripik ubi kayu di Desa Lamahu,Kecamatan Bulango, Kabupaten Bone Bolango,memiliki efisiensi usaha sampai 2,20 (Imran et al. 2014).Nilai tambah usaha pengolahan keripik ubi kayu di KotaPontianak, Kalimantan Barat, mencapai 78,8% dengankeuntungan 97,6% (Hamidah et al. 2015). Hal ini jugatercermin dari industri pengolahan ubi kayu diKalimantan Selatan seperti dapat dilihat dari analisisfinansial berikut.

Biaya produksi

Komponen terbesar biaya produksi untuk produkolahan ubi kayu adalah pada biaya bahan (Tabel 2),meliputi bahan baku (ubi kayu segar), bahan pendukungtermasuk biaya pengemasan. Proporsi biaya bahanuntuk produk olahan ubi kayu mencapai lebih dari 75%dari total biaya. Biaya tenaga kerja produksi tepung mocaf

Tabel 2. Total biaya produksi produk olahan ubi kayu di KabupatenBarito Koala, Kalimantan Selatan, 2016.

Biaya pengolahan (Rp)Komponen biayaproduksi Kerupuk Keripik Tepung mocaf

Bahan baku 2.014.000 480.000 1.189.000Tenaga kerja 270.000 92.500 275.000Penyusutan alat 6.058 1.923 2.115

Total 2.290.158 574.423 1.466.115

Keterangan: Kapasitas poduksi 1 t, 180 kg, dan 400 kg ubi kayusegar berturut-turut untuk industri kerupuk, keripik,dan tepung mocaf

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 129-136

134

di Desa Berangas Tengah dibagi ke dalam paket-paketpekerjaan dengan upah per paket Rp 25.000 per orang.Paket pekerjaan dalam produksi tepung mocaf terdiriatas: (1) paket pengupasan, perendaman, sampaiperajangan; (2) paket perendaman dalam starter,penirisan, dan penjemuran; serta (3) paket penepungan,pengemasan, dan pengantaran/distribusi produk.

Penerimaan

Penerimaaan yang berasal dari penjualan kerupuk,keripik, dan tepung mocaf sebagai produk olahan utamaubi kayu disajikan pada Tabel 3. Penerimaanagroindustri skala rumah tangga tersebut masih dapatditingkatkan dengan memanfaatkan hasil sampingpengolahan berupa kulit ubi kayu dan pati air perasanindustri kerupuk. Pemanfaatan kedua produk hasilsamping ini masih sebatas untuk konsumsi sendiri. Kulitubi kayu dimanfaatkan untuk pakan ternak.Sebelumnya, pengrajin kerupuk di Desa Sungai Gampakmenjual limbah kulit ubi kayu pada peternak sapi di DesaDanda Besar yang kebanyakan adalah transmigrandengan harga Rp 2.500/kuintal. Pati dari limbah airperasan berpotensi menambah penghasilan usahakerupuk ubi kayu. Namun, karena belum menjadiperhatian pengrajin, limbah air perasan lebih seringdibuang. Bagi beberapa pengrajin, pati ubi kayudimanfaatkan untuk konsumsi sendiri setelah diolahmenjadi makanan tradisional.

Kemasan menjadi kendala bagi pengrajin dalampemasaran produk ubi kayu. Penampilan kemasan yangmasih sederhana berupa plastik berstiker tidakmemungkinkan tepung mocaf yang dihasilkan dijualdengan harga yang lebih tinggi dari Rp 15.000/kemasankarena sulit diterima pasar. Penggunaan kemasan yanglebih menarik (aluminium foil dan kotak) meningkatkanharga tepung mocaf dari Pasuruan yang mencapai Rp32.000/kemasan atau lebih dua kali lipat harga tepungmocaf Kalimantan Selatan.

Keuntungan, R/C ratio, dan B/C ratio

Keuntungan pengolahan ubi kayu bervariasi, bergantungpada jenis produk olahan yang dihasilkan. Industri rumahtangga keripik ubi kayu memberikan keuntungan lebihtinggi dibanding industri kerupuk dan tepung mocafdengan R/C ratio 2,67 (Tabel 4). Artinya, dari setiap Rp 1biaya yang dikeluarkan untuk produksi keripik ubi kayudiperoleh keuntungan Rp 1,67. Oleh karena itu, industrikeripik lebih efisien dan layak dikembangkan di BaritoKoala, Kalimantan Selatan.

Nilai tambah

Hasil analisis menunjukkan perkiraan nilai tambah yangdapat diperoleh dari industri rumah tangga pengolahanubi kayu, imbalan bagi tenaga kerja, dan imbalan bagimodal yang merupakan keuntungan pengrajin produkolahan ubi kayu. Rata-rata nilai tambah ubi kayu setelahdiolah menjadi tiga macam produk dapat dilihat padaTabel 5.

Nilai tambah suatu produk dipengaruhi oleh nilaiproduk, harga bahan baku yaitu ubi kayu, dan biaya inputlain. Faktor yang termasuk ke dalam biaya input lainadalah biaya selain pengadaan bahan baku dan tenagakerja. Biaya bahan baku ubi kayu setiap industri produkolahan cukup beragam (Tabel 5). Perbedaan hargadisebabkan oleh perbedaan lokasi bahan baku danlokasi industri produk pengolahan, terutama kerupukdan tepung mocaf, sehingga menambah biayatransportasi dan lain-lain yang berkontribusi menaikkanharga bahan baku. Pada industri tepung mocaf adakriteria khusus ubi kayu yang digunakan agarmenghasilkan tepung bermutu baik. Hal ini jugamenyebabkan harga bahan baku naik. Yulifianti danGinting (2012) menyatakan sifat fisik dan kimia ubi kayumenentukan kualitas tepung mocaf yang dihasilkan. Ubi

Tabel 3. Penerimaan dari produk olahan ubi kayu di Kabupaten BaritoKoala, Kalimantan Selatan, 2016.

Produk Jumlah Harga jual Total(kg) (Rp/kg) (Rp)

Kerupuk mentah 333,33 9.500 3.166.667Keripik matang1) 48 32.000 1.536.000Tepung mocaf 133 15.000 1.995.000

Keterangan: Kapasitas produksi 1 t, 180 kg, dan 400 kg ubi kayusegar berturut-turut untuk industri kerupuk, keripik,dan tepung mocaf

1) Menggunakan bumbu serbuk rasa balado

Tabel 4. Penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha produksiproduk pangan dari ubi kayu di Kabupaten Barito Koala,Kalimantan Selatan, 2016.

Produk (Rp)Uraian

Kerupuk Keripik Tepung mocaf

Total penerimaan (Rp) 3.166.667 1.536.000 1.995.000Total biaya (Rp) 2.290.158 574.423 1.466.115Keuntungan (Rp) 876.509 961.577 528.885R/C ratio 1,4 2,7 1,4Efisiensi usaha (B/C ratio) 0,4 1,7 0,4

Keterangan: Kapasitas produksi 1 t, 180 kg, dan 400 kg ubikayusegar berturut-turut untuk industri kerupuk, keripik,dan mocaf

Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Barito Kuala ... (Elisabeth dan Prasetiaswati)

135

kayu sebagai bahan baku tepung mocaf harus segeradigunakan dan tidak boleh lebih dari 48 jam setelahpanen karena mudah rusak sehingga mempengaruhiwarna ubi dan kadar pati (Ginting et al. 2009).

Hasil analisis menunjukkan rasio nilai tambahproduk olahan ubi kayu bervariasi. Rasio nilai tambahdikelompokkan oleh Hayami ke dalam tiga kategori, yaiturendah jika <15%, sedang jika 15-40%, dan tinggi jika>40% (Mubarok 2015). Rasio nilai tambah komoditasubi kayu setelah diolah menjadi kerupuk termasuksedang (35,8%) dan menjadi tinggi jika diolah menjadikeripik dan tepung mocaf, berturut-turut 63,1% dan42,8%. Ketiga industri skala rumah pengolahan ubi kayumenguntungkan dan tingkat keuntungan produksikeripik lebih tinggi daripada kerupuk dan tepung mocaf(Tabel 5).

KESIMPULAN

Dengan B/C rasio 1,7 dan rasio nilai tambah serta tingkatkeuntungan berturut-turut 63,1% dan 90,8%, industripengolahan keripik ubi kayu di Kabupaten Barito Koala,Kalimantan Selatan, lebih efisien dan layak dikembangandengan nilai tambah dan keuntungan yang lebih tinggi.Industri rumah tangga pengolahan ubi kayu menjadiproduk kerupuk dan tepung mocaf juga prospektifdikembangkan di Kabupaten Barito Koala karenamemiliki nilai R/C rasio lebih dari 1,0 sehingga dapatmendatangkan keuntungan finansial.

DAFTAR PUSTAKA

Alifia, F.D., Mubarokah, dan S. Imam H. 2012. Pengembanganagroindustri sangko’ di Kecamatan Sapekan KabupatenSumenep. J-SEP 6(3): 64-71.

Armiaty. 2014. Karakteristik dan kelayakan finansial usahatanijeruk keprok Selayar. Hlm. 473-486. Dalam: M. Yasin, A.Noor, Suryana, A. Hasbianto, N. Amali, dan Y. Prayudi (Eds.).Prosiding. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian2013. BPTP Kalimantan Selatan. 635 hlm.

Atman. 2011. Dukungan teknologi pengembangan ubi kayu diSumatera Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 11(2):56-68.

Balitkabi. 2016. Deskripsi Varietas Unggul Aneka Kacang danUmbi. Cetakan ke-8. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacangdan Umbi.

Bangun, R.H.Br. 2008. Peranan dan pengaruh industri tikar rakyatterhadap pengembangan wilayah Kecamatan Pantai Cermin,Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. JurnalPerencanaan dan Pengembangan Wilayah 3(3): 157-165.

Elisabeth, D.A.A. dan N. Prasetiaswati. 2016. Kontribusi usahataniubi kayu di lahan pasang surut Kalimantan Selatan terhadappenerimaan rumah tangga tani. Hlm. 365-370. Dalam: D.PAriyanto, E. Yuniastuti, dan Hadiwiyono (Eds). ProsidingSeminar Nasional “Peran Agroteknologi/Agroekoteknologidalam Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Energi”. FakultasPertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 606 hlm.

Fachrizal, R. 2016. Pengaruh modal dan tenaga kerja terhadapproduksi industri kerajinan kulit di Merauke. Jurnal IlmiahAgribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU Ternate) 9(2): 66-75.

Ginting, E., T. Sundari, dan N. Saleh. 2009. Ubi kayu sebagai bahanbaku industri bioetanol. Buletin Palawija 17: 1-10.

Gupito, R.W., Irham, dan L.R. Waluyati. 2014. Analisis faktor-faktoryang mempengaruhi pendapatan usahatani sorgum diKabupaten Gunungkidul. Agro Ekonomi 24(1): 66-75

Hamidah, M., A.H.A. Yusra, dan J. Sudrajat. 2015. Analisis nilaitambah agroindustri keripik ubi di Kota Pontianak. JurnalSocial Economic of Agriculture 4(2): 60-73.

Tabel 5. Nilai tambah ubi kayu setelah diolah menjadi kerupuk, keripik, dan tepung mocaf di Kabupaten Barito Koala, Kalimantan Selatan, 2016

Variabel Kerupuk Keripik Tepung mocaf

Produksi/output (kg) 333 48 133Bahan baku (kg) 1.000 180 400Tenaga kerja (jam/1x produksi) 63 19 88Faktor konversi 0,33 0,27 0,33Koefisien tenaga kerja 0,06 0,11 0,22Harga output (Rp/kg) 9.500 32.000 15.000Upah tenaga kerja (Rp/jam) 4.286 5.000 3.125Harga bahan baku (Rp/kg) 1.800 1.167 2.500Sumbangan input lain (Rp/kg) 214 1.500 333Nilai produk (Rp/1x produksi) 3.135 8.640 4.950Nilai tambah (Rp/kg/1x produksi) 1.121 5.973 2.118Rasio nilai tambah (%) 35,8 63,1 42,8Imbalan tenaga kerja (Rp/1x produksi) 270 550 688Bagian tenaga kerja (%) 24,09 9,21 32,47Keuntungan (Rp/kg/ 1x produksi) 851 5.423 1.430Tingkat keuntungan (%) 75,9 90,8 67,5

Keterangan: Kapasitas produksi 1 t, 180 kg, dan 400 kg ubi kayu segar berturut-turut untuk industri kerupuk, keripik, dan tepung mocaf

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2 Agustus 2018: 129-136

136

Howeler, R.H., N. Lutaladio, and G. Thomas. 2013. Save and Grow:Cassava, A guide to sustainable production intendification.Food and Agriculture Organization, Rome, 2013. 129 pp.

Imran, S., A. Murtisari, dan N.K. Murni. 2014. Analisis nilai tambahkeripik ubi kayu di UKM Barokah Kabupaten Bone Bolango.Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah 1(4):207-212.

Masriah. 2009. Agro-industri regional sebagai penunjangpertumbuhan ekonomi. Jurnal Ekonomi Bisnis 14(1): 26-30.

Mubarok, A.A., A. Arsyad, dan H. Miftah. 2015. Analisis nilai tambahdan margin pemasaran pisang menjadi olahan pisang. JurnalPertanian 6(1): 1-14.

Mubekti. 2010. Evaluasi lahan untuk zonasi komoditas unggulanpertanian kasus kawasan rawa pasang surut KabupatenBatola. J.Tek.Ling 11(3): 331-339.

Normansyah, D., S. Rochaeni, dan A.D. Humaerah. 2014. Analisispendapatan usahatani sayuran di kelompok tani Jaya, DesaCiaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. JurnalAgribisnis 8(1): 29-44.

Parmawati, S.D. 2011. Analisis usaha industri rengginang singkongskala rumah tangga di Kabupaten Sragen. Skripsi. JurusanSosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, UniversitasSebelas Maret. 80 hlm.

Prianto, F.W. 2011. Pola pengembangan agroindustri yang berdayasaing (Studi kasus Kabupaten Malang). JEAM 10(1): 48-71.

Radjit, B.S., Y. Widodo, N. Saleh, dan N. Prasetiaswati. 2014.Teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan keuntunganusahatani ubi kayu di lahan kering ultisol. Iptek TanamanPangan 9(1): 51-62.

Raharja, A., B. Setiawan, dan R. Isaskar. 2013. Analisis usahaagroindustri kerupuk singkong (Studi kasus di Desa Mojorejo,Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu). Habitat XXIV(3): 223-229.

Saleh, N, B.S. Rajid, N. Prasetiaswati, and A. Munip. 2011. Thedemonstration plots of MS35 fertilizer on cassava crop atLampung Province. Final report. ILETRI.18 pp.

Sudaryono. 2017. Teknologi produksi ubi kayu di lahan pasangsurut Kalimantan Selatan. Paper disampaikan pada SeminarBulanan Puslitbangtan, 10 Agustus 2017. (http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/seminar/2017/Teknologi%20Produksi%20Ubi kayu%20di%20Lahan%20 Pasang%20Surut%20Kalimantan%20Selatan%2010082017.pdf). [Akses3 November 2017].

Suismono dan J. Wargiono. 2009. Teknologi proses tepung kasavamodifikasi. Hlm. 243-258 Dalam: J. Wargiono, Hermanto,dan Sunihardi (Eds.). Ubi kayu: Inovasi teknologi dankebijakan pengembangan. Bogor: Puslitbang TanamanPangan.363 hlm.

Udayana, I.G.B. 2011. Peran agroindistri dalam pembangunanpertanian. Singhadwala, Edisi 44, Februari 2011, hlm. 3-8.

Valentina, O. 2009. Analisis nilai tambah ubi kayu sebagai bahanbaku keripik singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus padaKUB Wanita Tani Makmur). Skripsi. Fakultas Pertanian,Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Yulifianti, R. dan E. Ginting. 2012. Karakteristik tepung mocaf daribeberapa varietas/klon ubi kayu. Hlm. 621-629. Dalam: A.Widjono, Hermanto, N. Nugrahaeni, A.A. Rahmianna,Suharsono, F. Rozi, e. Ginting, A. Taufiq, A. Harsono, Y. Prayogo,dan E. Yusnawan (Eds.). Prosiding Seminar Hasil PenelitianTanaman Aneka Kacang dan Umbi, Balitkabi, PuslitbangTanaman Pangan.845 hlm.

Yulifianti, R., E. Ginting, dan J.S. Utomo. 2012. Tepung kasavamodifikasi sebagai bahan substitusi terigu mendukungdiversifikasi pangan. Buletin Palawija 23: 1-12.

137

Petunjuk bagi Penulis

Naskah yang diterima redaksi berisi hasil penelitian primertanaman pangan yang belum pernah diterbitkan danpenulisannya mengikuti “Petunjuk bagi Penulis” ini. Naskahditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Untukmemudahkan penelaahan oleh redaksi dan mitra bestari,naskah diketik satu setengah spasi menggunakan huruf(font) arial 12 pt. Naskah dikirim ke Dewan Redaksi JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan dan harus mendapatpersetujuan dari pimpinan instansi penulis, dengan alamat:Jalan Merdeka No. 147 Bogor, 16111 atau lewat email:[email protected].

Redaksi akan mengirimkan form isian “pernyataan etikapenulisan” kepada penulis yang naskahnya memenuhisyarat untuk diproses di keredaksian. Form tersebut diisidan ditandatangani penulis di atas materai, kemudiandikirimkan kembali kepada redaksi untukdidokumentasikan.

Format naskah

Terdiri atas Judul, Nama Penulis, Instansi, Alamat Lengkapdan E-mail, Abstrak (dalam bahasa Indonesia dan Inggris),Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan,Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (jika diperlukan), danDaftar Pustaka.

Judul

Menggambarkan isi pokok tulisan secara singkat dan jelas,informatif, usahakan tidak lebih dari 12 kata.

Nama Penulis

Ditulis tanpa gelar, disertai dengan nama instansi kerjadan alamat lengkap termasuk telepon (HP), faks, dan emailkalau ada.

Abstrak

Ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris) tidak lebihdari 250 kata. Abstrak merupakan intisari dari seluruh tulisanyang meliputi masalah, tujuan, bahan dan metode, hasildan pembahasan, serta kesimpulan penelitian. Di dalamabstrak, seperti halnya dalam teks pokok, setiap namaumum organisme atau nama dagang bahan kimia harusdiikuti oleh nama ilmiahnya, minimal pada penyebutan yangpertama kali. Abstrak dilengkapi dengan kata kunci, minimaltiga kata, disusun dari umum ke khusus.

Pendahuluan

Merupakan latar belakang penelitian yang terdiri atasmasalah atau hipotesis yang mendorong penyelenggaraanpenelit ian, penemuan yang akan disanggah ataudikembangkan, dan tujuan penelitian.

Bahan dan Metode

Menguraikan bahan, teknik dan rancangan percobaan,lingkungan, waktu dan tempat penelitian. Penulisan Bahandan Metode yang kompleks dapat dipilah ke dalam sub-

subbab, sesuai dengan aspek yang diteliti. Sitiran pustakadan penjelasan diberikan kepada metode yang kurangdikenal.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian dikemukakan secara jelas, bila perludisertai dengan tabel, ilustrasi (grafik, diagram, gambar),dan foto. Informasi yang telah dijelaskan dengan tabel danilustrasi tidak perlu diulang dengan uraian panjang lebardalam teks. Pembahasan memuat analisis tentang hasilpenelitian, bagaimana penelitian dapat memecahkanmasalah, perbedaan atau persamaan dengan penelitianterdahulu, dan kemungkinan pengembangannya.

Kemukakan hasil penelitian terlebih dahulu sebelummenyertakan pendapat peneliti lain yang relevan. PenulisanHasil dan Pembahasan dapat dipilah ke dalam sub-subbab, sesuai dengan aspek yang ditelit i. Dalampenulisannya, Bab Hasil t idak dipisah dari BabPembahasan.

Kesimpulan

Berisi hal penting dari hasil penelitian dan pembahasan,sesuai dengan judul dan tujuan penelitian dan disajikansecara ringkas dalam bentuk narasi, bukan pointer. Hasilpenelitian yang ditulis di kesimpulan tidak perlu dibahas.

Ucapan Terima Kasih

Penulis hendaknya memberikan apresiasi kepada pihakyang telah membantu pelaksanaan penelitian atau pihaklain yang berkontribusi dalam penelit ian. Apresiasidiberikan dalam bentuk ucapan terima kasih.

Rujukan/sitasi

Menggunakan sistem nama-tahun, terbatas pada hal-halyang berhubungan erat dengan penelitian. Sitasi untuk tabeldan ilustrasi dicantumkan sebagai sumber dan diterakanpada baris terakhir.

Daftar Pustaka

Pustaka disusun menurut abjad berdasarkan nama(keluarga) penulis pertama. Penulisan pustaka pada teksatau narasi menggunakan sistem “nama-tahun” dengandua bentuk, misalnya Dobermann dan Fairhust (2000) ditengah kalimat atau (Dobermann and Fairhust 2000) di akhirkalimat. Jika pustaka ditulis di akhir kalimat, kata “dan” diantara Dobermann-Fairhust diganti dengan “and” untukpustaka bahasa Inggris.

Jika lebih lebih dari satu pustaka disebutkan bersama-samamaka penulisannya disusun berdasarkan tahun terbit.Contoh: (Harahap dan Panjaitan 2003; Suparyono 2005;Sumarno dan Suyamto 2007; Sembiring 2012). Apabilaterdapat lebih dari dua penulis maka nama (keluarga)penulis pertama diikuti oleh et al. Namun et al. tidak

138

digunakan di daftar pustaka. Semua nama penulis daneditor ditulis lengkap pada daftar pustaka. Penggunaanpustaka “anonim” tidak diperbolehkan.

Setiap pustaka yang dirujuk dalam teks, tabel, atau ilustrasiharus dimuat dalam Daftar Pustaka, dan sebaliknya.Pustaka yang dirujuk minimal 80% dari jurnal ilmiah primeryang baru, terbit dalam 10 tahun terakhir.

Contoh penulisan rujukan di daftar pustaka menurut sumberrujukan:

Jurnal ilmiah primer:

Satoto, Indrastuti, M. Direja, B. Suprihatno. 2008. Yieldstability of ten hybrid rice combination derived fromintroduced CMS and local restorer lines. Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan 26(3):145-149.

Buku (tex book)

Gomez, K.A. and A.A Gomez. 1984. Statistical proceduresfor agriculture research. An International Rice ResearchInstitute Book. John Wiley and Sons. 427 pp.

Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 335 hlm.

Artikel dalam buku

Kasryno, F. 2003. Perkembangan produksi dan konsumsijagung dunia dan implikasinya bagi Indonesia. Dalam: F.Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Jakarta:Badan Litbang Pertanian. p:20-35.

Tesis/Disertasi

Sumertajaya, I.M. 2005. Kajian pengaruh interblok daninteraksi pada uji multilokasi gandadan respon ganda.Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 179 hlm.

Naskah Prosiding

Heriyanto. 2012. Upaya percepatan penyebaran varietasunggul kedelai di Jawa. hlm. 272-282. Dalam: A.A.Rahmiana, E. Yusnawan, A. Taufiq, Sholihin, Suharsono, T.Sundari, dan Hermanto (eds). Prosiding Seminar NasionalHasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Ubi. Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Naskah Konferensi

Chin, L.J., L.M. Tan, and K. Wegleitner. 2007. Occurance ofmycotoxins in feed samples from Asia. A continuation of theBromin mycotoxin survey program. Paper presented in 15th

Annual ASA-IM Southeast Asian Feed Technology andNutrion Workshop, 27-30 May 2007, Bali, Indonesia.

Naskah online

Nasseri, T. 1996. Knowledge leverage: the ultimateadvantage. http://cmypiles/nasseri.htm. [14 March 2008].

Persamaan matematik

Dikemukakan dengan jelas. Bila simbol matematik tidakterdapat pada komputer dapat ditulis secara jelas denganpensil/pulpen. Jika perlu diberi keterangan dengan tulisantangan (pensil tipis) untuk simbol yang bersangkutan. Angkadesimal, ditandai dengan koma bila dalam bahasaIndonesia, atau titik bila dalam bahasa Inggris.

Tabel

Berjudul singkat dan jelas, diikuti oleh keterangan tempatdan waktu pengambilan data. Antarkolom/anak kolomterpisah cukup jelas. Tanda ditto (“) tidak dipergunakan.Jumlah desimal sedapat mungkin dibuat sederhana.Catatan kaki tabel ditandai dengan huruf kecil superior (agaknaik) untuk membedakan dengan tanda catatan kaki teksdengan angka.

Ilustrasi (grafik, diagram, dan gambar)

Diberi judul singkat, jelas, diikuti keterangan tempat danwaktu pengambilan data (bila mungkin), dan diletakkan dibawah ilustrasi yang bersangkutan. Simbol-simbol yangdimuat tidak terlalu banyak. Ilustrasi dibuat dengan jelas,kontras, rapi, bersih, dan dapat diperbaiki redaksi untukkeperluan penerbitan. File ilustrasi dapat disertakanterpisah dengan naskah untuk memudahkan perbaikanoleh redaksi.

Foto

Kontras, berkualitas tinggi, dan mampu menjelaskansubstansi tanpa narasi, tidak hanya sekadar pelengkap.Foto diberi judul singkat, jelas, diikuti keterangan tempatdan waktu pengambilan (bila mungkin), dan diletakkan dibawah foto bersangkutan.File foto dapat disertakan terpisahdengan naskah untuk memudahkan proses penerbitan.