akalasia esogafus

10
AKALASIA ESOGAFUS 1. Definisi Akalasia esofagus dikenal juga dengan nama simpel ektasis, kardiospasme, megaesofagus, dilatasi esofagus difus tanpa stenosis, atau dilatasi esofagus idiopatik. Akalasia esofagus ditandai dengan ketidakmampuan sfingter esofagus bawah untuk berelaksasi dan tidak adanya gerakan peristaltik pada esofagus (Fauci, 2008). 2. Epidemiologi Insiden achalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orangper tahun, dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Achalasia esofagus lebihsering terjadi pada orang dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukanhubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi pada anak-anak, di mana mengenaianak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dengan rasio 6:1 (Fernandez et al., 2004; Paterson et al., 2006; Allaix, 2015). 3. Etiologi Achalasia esofagus dapat terjadi secara primer (idiopatik) atau secara sekunder. Achalasia esofagus primer diduga terjadi akibat tidak adanya seluruh atau sebagian sel ganglion inhibitor pada pleksus Mienterikus (Auerbach’s) padaesofagus. Hal ini

Upload: wuryan-dewi

Post on 27-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Akalasia esofagus

TRANSCRIPT

Page 1: AKALASIA ESOGAFUS

AKALASIA ESOGAFUS

1. Definisi

Akalasia esofagus dikenal juga dengan nama simpel ektasis,

kardiospasme, megaesofagus, dilatasi esofagus difus tanpa stenosis, atau

dilatasi esofagus idiopatik. Akalasia esofagus ditandai dengan

ketidakmampuan sfingter esofagus bawah untuk berelaksasi dan tidak adanya

gerakan peristaltik pada esofagus (Fauci, 2008).

2. Epidemiologi

Insiden achalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orangper

tahun, dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Achalasia esofagus lebihsering terjadi

pada orang dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga

sangat jarang ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukanhubungan. Kurang dari 5%

dari kasus terjadi pada anak-anak, di mana mengenaianak laki-laki lebih banyak daripada

anak perempuan, dengan rasio 6:1 (Fernandez et al., 2004; Paterson et al., 2006;

Allaix, 2015).

3. Etiologi

Achalasia esofagus dapat terjadi secara primer (idiopatik) atau secara sekunder.

Achalasia esofagus primer diduga terjadi akibat tidak adanya seluruh atau sebagian sel

ganglion inhibitor pada pleksus Mienterikus (Auerbach’s) padaesofagus. Hal ini

mengakibatkan ketidakseimbangan antara neuron eksitatorik dan neuron inhibitorik yang

menyebabkan spinchter esofagus bawah tidak dapat berelaksasi. Beberapa penelitian telah

mencatat sejumlah ganglion mienterik pada spesimen-spesimen penyakit esofagus dan

menemukan adanya infiltrat limfositik dan deposisi kolagen di dalam ganglion.

Berdasarkan penemuan ini, agen-agen yangdapat menyebabkan penyakit infeksi, seperti

virus, dan beberapa mediator radangakibat respon imunnya, diduga sebagai penyebab dari

kehilangan ganglion, tetapietiologi pastinya belum diketahui. Penelitian mengenai

neurotransmisi dan penghantaran sinyal yang terjadi pada esofagus distal dan spinchter

esofagus bawah pada achalasia esofagus telah berkembang pesat. Nitrit oksida diduga telah

menjadi neurotransmitter inhibitori yang terbesar, yang mengontrol proses relaksasi dari otot

Page 2: AKALASIA ESOGAFUS

polos esofagus. Hipotesis yang timbul, bahwa pada proses achalasia esofagus,terjadi

kehilangan yang lebih besar pada neuron inhibitori nitrogenik daripada neuron kolinergik.

Penyebab sekunder achalasia esofagus yang paling sering adalah penyakitChagas,

suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infestasi spesies protozoa,yaitu

Trypanosoma cruzi, yang ditansmisikan oleh seekor serangga, menginfeksi neuron

intramural, dan menyebabkan disfungsi otonom. Penyakit Chagas palingsering terjadi di

Amerika Tengah dan Selatan, dan diduga penyakit ini menjadi penyebab sekunder

terbanyak dari achalasia esofagus. Selain itu, penyebab sekunder dari achalasia esofagus

dapat berupa malignansi (karsinoma lambung, esofagus), postvagotomi, pseudo-obstruksi

intestinal kronik tipe neuropatik, amiloidosis,sarkoidosis, dan penyakit Anderson-Fabrey

(William dan Peters, 2009; Allaix, 2015)

4. Patofisiologi

Teori utama yang dapat menjelaskan penyakit ini, antara lain:

a. Terjadi abnormalitas neurogenik primer yang disertai dengan tidak berfungsinya

neuron inhibitorik dan terjadi degenerasi progresif dari ganglion sel

b. Terjadi defisiensi dari ganglion sel pleksus mienterik, dapat juga disebabkan oleh

Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD), penyakit Chagas, dan infeksi virus.

Abnormalitas motorik pada achalasia esofagus merupakan hasil dari penurunan fungsi

pada motor neuron yang terletak pada pleksus mienterikus intramural. Secara

fungsional, kontraksi spinchter esofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter

eksitatorik (asetilkolin dan substansi P) dan relaksasi spinchter esofagus diatur oleh

pelepasan neurotransmitter inhibitorik (nitrit oksida dan vasoactive intestinal

peptide). Seseorang yang menderita achalasia esofagus kehilangan ganglion sel

inhibitori yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam transmisi neuron eksitatori dan

inhibitori, sehingga mengakibatkan timbulnya tekanan yang tinggi pada spinchter

esofagus dan tidak dapat berelaksasi (Paterson et al., 2006; Allaix, 2015).

5. Gejala Klinis

a. Disfagia yang bersifat intermiten diperparah dengan stress emosional atau

makan terburu-buru

b. Regurgitasi terutama pada malam hari

c. Nyeri retrosternal

Page 3: AKALASIA ESOGAFUS

d. Heart burn like chest pain

e. Penurunan berat badan (Kumar dan Clark, 2009; Soepardi et al., 2007)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologis

Pada achalasia esofagus, foto toraksmenunjukkan pelebaran mediastinum yang berasal

dari esofagus yangberdilatasi dan tidak adanya gelembung udara yang normal pada

lambung,karena kontraksi spinchter esofagus bawah mencegah udara untuk masuk

kedalam lambung (Spechler et al., 2007).

.

Gambar 1. Gambaran foto toraks pada achalasia esofagus. Tanda panah

menunjukkan esofagusyang berdilatasi hebat.

Pemeriksaan esofagografi dengan menggunakan barium, memiliki akurasisekitar 95%

dalam mendiagnosis achalasia esofagus, dan secara khasmenunjukkan bagian esofagus

yang berdilatasi dan terdapat juga bagian yangmenyempit yang menyerupai paruh

burung (bird-beak appereance) atau ekor tikus (mouse tail appereance) akibat

kontraksi spinchter esofagus bawah secara persisten.

Page 4: AKALASIA ESOGAFUS

Gambar 2. Pemeriksaan esofagografi pada penderita achalasia esofagus,

menunjukkan esofagus bagian distal yang menyerupai paruh burung (bird-beak

appereance) atau ekor tikus (mouse tail appereance) (Spechler et al., 2007).

b. Manomentrik esofagus

Manometrik esofagus adalah pemeriksaan gold standar untuk mendiagnosis

achalasia esofagus yaitu dengan menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan

pemeriksaan tekanan di dalam lumen dan spinchter esofagus. Hal-hal yang dapat

ditunjukkan pada pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain:

-  Relaksasi spinchter esofagus bawah yang tidak sempurna

- Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagus secara

simultan sebagai reaksi dari proses menelan.

- Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang tinggi pada

spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat lebih

besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat

istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)

(Soepardi et al., 2007; Spechler et al., 2007).

Page 5: AKALASIA ESOGAFUS

c. Pemeriksaan endoskopi

Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada penderita achalasia

esofagus,untuk menyingkirkan kausa malignansi pada esophagogastric junction.

Pada achalasia esofagus primer, pemeriksa melihat esofagus yang berdilatasi dan

mengandung sisa-sisa makanan dan spinchter esofagus tidak membuka secara spontan.

Jika achalasia esofagus disebabkan oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus,

spinchter esofagus biasanya dapat dibuka dengan sedikit memberikan tekanan pada saat

melakukan tindakan endoskopi (Spechler et al., 2007).

7. Terapi

Sifat terapi pada achalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat

dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberidiet tinggi kalori,

medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasiesofagokardiotomi (operasi

Heller) (Soepardi et al., 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Allaix ME (2015). Achalasia. Diakses dari http://reference.medscape.com /article/169974-overview - Januari 2016.

Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL et al., editor (2008). Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-17. New York: McGraw Hill,Health Professions Division.

Fernandez PM, Lucio LAG, Pollachi F (2004). Esophageal achalasia of unknown etiologyin children. Jornal de Pediatria, 8(6): 523-6.

Kumar P, Clark M (2009). Gastrointestinal disease-motility disorder. Dalam Kumar P, Clark M, editor. Clinical medicine edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier-Saundersp. H: 277-8.

Paterson WG, Goyal RK, Habib FI (2006), Esophageal motility disorders. Diakses dari http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo20.html - Januari 2016.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD (2007). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. H: 290.

Spechler SJ. Esophageal disorders. In: Dale DC, Federman DD, editor (2007). ACPMedicine. Edisi ke-3. USA:WebMD Inc.

Page 6: AKALASIA ESOGAFUS

Williams VA, Peters JH (2009). Achalasia of the esophagus: a surgical disease. American College of Surgeons, 208 (1): 151-62.

Page 7: AKALASIA ESOGAFUS

BLEEDING PEPTIC ULCER