ahd

26
BAB III PEMBAHASAN 2.1 Sindrom dyspepsia organik Pasien didiagnosis sindrom dyspepsia organik karena didapatkan kondisi-kon dari hasil anamnesis. Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami BAB berwarna hi berwarna hitam disebabkan karena adanya darah yang telah teroksidasi de perdarahan tersebut pastinya berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu beras Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter dan b dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat berbau busuk dan lengket. ! lamanya hubungan antara darah dengan asam lambung besar kecilnya perdarahan ke lokasi perdarahan dan pergerakan usus. Pada melena dalam perjalannya m berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh "#$ lamb hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. %adang-kadang pada perdarahan sa bawah dari usus halus atau kolon asenden feses dapat berwarna merah terang&gel muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar '-( ja feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak )*-+** cc baru dijumpai tetap berwarna hitam seperti ter selama ,(- jam setelah perdarahan berhenti. / feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Dara terdapat pada feses selama -+* hari setelah episode perdarahan tunggal. 0elain bahwa pasien mengalami nyeri pada ulu hati. 1*-,*2 dari pasien yang menggunakan panjang memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil stud dari pasien dengan tidak ada keluhan 4/ telah luka parah mengungkapkan pada stud dari pasien dengan keluhan 4/ memiliki integritas mukosa normal. 0indro epigastrium mual kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering m perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena kemudian disusul dengan pasca perdarahan. Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti t diepigastrium tengah atau di punggung. "al ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yan menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refle6 local yang otot halussekitarnya. 3yeri biasanya hilang dengan makan karenamakan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali namun bila lambung telah kosong atau alkali 20 | L a p o r a n K a s u s

Upload: chr-z-umbu

Post on 06-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembesaran jantung pada penderita anemia telah ditemukan sejak satu abad yang lalu. Penelitian pada 51 penderita anemia akibat ankilostomiasis dengan kadar Hb berkisar antara 1.5 hingga 6.5 g/dL, yang dialami selama 4 bulan berturut-turut, menemukan bahwa 80% diantaranya mengalami pembesaran jantung.

TRANSCRIPT

BAB IIIPEMBAHASAN

2.1 Sindrom dyspepsia organikPasien didiagnosis sindrom dyspepsia organik karena didapatkan kondisi-kondisi yang mengarah dari hasil anamnesis. Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami BAB berwarna hitam. BAB yang berwarna hitam disebabkan karena adanya darah yang telah teroksidasi dengan asam lambung. Dan perdarahan tersebut pastinya berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu berasal dari esophagus dan lambung. Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter dan berisi darah yang telah dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat, berbau busuk, dan lengket. Warna melena tergantung dari lamanya hubungan antara darah dengan asam lambung, besar kecilnya perdarahan, kecepatan perdarahan, lokasi perdarahan dan pergerakan usus. Pada melena, dalam perjalannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang/gelap. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal. Selain itu, dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami nyeri pada ulu hati. 30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang, memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan GI memiliki integritas mukosa normal. Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar diepigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam ambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan.Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme reflex local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makanmenetralisasi asamataudenganmenggunakan alkali,namunbila lambungtelah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikantekanan lembut pada epigastrium atau sedikit disebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium. Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong. Meskipun jarang pada ulkus duodenal takterkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung. Dari anamnesis juga didapatkan pasien suka mengkonsumsi asam mefenamat setelah selesai bekerja. Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan salah satu obat golongan Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS) yang memiliki aktivitas sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Sebagaimana obat lain asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping dan yang paling menonjol adalah kemampuan merangsang dan merusak lambung. Hal ini merupakan pemicu timbulnya ulkus pada mukosa lambung yang kemungkinan besar dapat menyebabkan gastritis erosif hemoragika. PenatalaksanaanTujuan terapi pada tukak peptik ialah meredakan keluhan, menyembuhkan tukak aktif, mencegah kekambuhan dan komplikasi serta meminimalkan dampak sosioekonomi akibat sakit.(3)1. Mengubah cara hidupMenghentikan kebiasaan merokok, minum alcohol, serta obat-obat yang dapat mengganggu saluran makan terutama aspirin dan golongan nonsteroid anti-inflamasi lainnya.2. Terapi dengan obat Pengobatan awalTahap awal pengobatan pH lambung sekitar 5, tingkat keasaman optimal untuk penyembuhan tukak. Obat yang digunakan meliputi antasida, antagonis reseptor H2, inhibitor K-H-ATPase, antikolnergik. Obat lain yang dapat diberikan ialah obat yang memperbaiki ketahanan mukosa, sedative atau antidepresi. Pada tukak lambung lama pengobatan awal 12 minggu, dan tukak duodenum 8 minggu. Setelah itu dilanjutkan dengan pengobatan pemeliharaan. Pengobatan pemeliharaan Diberikan obat dengan dosis separuh dari dosis awal selama 6-12 bulan.

Contoh pengobatan:1. Tablet antasida DEON(Alumunium Hidroksida 200mg atau magnesium hidroksida 200mg), diberikan sehari 6-7 kali 2 tablet yakni 1 jam setelah makan dan sebelum tidur malam hari.2. Antagonis reseptor H2Tablet cimetidine 3-4 x 200 mg atau 2 x 400 mg per hariTablet ranitidine 2 x 150 mg atau 300 mg malam hariTablet famotidine 2 x 20 mg atau 40 mg malam hari3. Inhibitor K-H-ATPaseDiberikan omeprazole 1 kapsul 20 mg tiap pagi, terutama digunakan untuk tukak duodenum, menekan sekresi asam lambung sangat kuat, dapat memberikan kesembuhan lebih dini, pengobatan tahap awal hanya diberikan selama 4 minggu, tidak digunakan untuk terapi pemeliharaan. 4. AntikolinergikTablet pirenzepin dengan dosis 2 x 50 mg, efek menekan sekresi asam lambung.5. Memperbaiki ketahanan mukkosa Obat yang digunakan sucralfat, bismut subcitrat, dan karbenoksonsolon3. Pembedahan Bila terjadi komplikasi atau pada tukak yang intractableKomplikasi (3)Perdarahan, perforasi, obstruksi/stenosis pilorik.

2.2 Anemia Pasien tersebut didiagnosis anemia mikrositik hipokrom. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Poplack dan Varat menyatakan, bahwa anemia ditegakkan bila konsentrasi Hb di bawah persentil tiga sesuai usia dan jenis kelamin berdasarkan populasi normal. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.Klasifikasi anemia pada anak menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2006 adalah berdasarkan usia (Tabel 2.1).1 Berdasarkan derajat dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia menjadi 4 kelompok, yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1Tabel 2.1 Derajat anemia berdasarka WHO dan NCI Derajat WHONCI

Derajat 0 (nilai normal)

Derajat 1 (ringan)Derajat 2 (sedang)Derajat 3 (berat)Derajat 4 (mengancam jiwa) 11,0 g/dL

9,5 10,9 g/dL8,0 - 9,4 g/dL6,5 7,9 g/dL< 6,5 g/dL Perempuan 12,0 16,0 g/dLLaki-laki 14,0 18,0 g/dL10 g/dL nilai normal8,0 10,0 g/dL6,5 - 7,9 g/dL< 6,5 g/dL

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar sehingga harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut Berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi, anemia dibagi menjadi 3 golongan : anemia hipokromik mikrositer (MCV 20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.2. Hemoglobin 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi. Stadium perkembangan Gagal Jantung menurut American Heart Association (AHA) guideliness tahun 2009 : (7) Stadium A : risiko tinggi, tanpa perubahan struktur jantung, tanpa gejala Stadium B : perubahan struktur jantung, tanpa gejala Stadium C : perubahan struktur jantung dengan gejala Stadium D : gagal jantung refrakter yang membutuhkan intervensi dan strategi tatalaksana khususKlasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NYHA) : 1. Kelas I: Tidak ada batasan dengan aktivitas fisik biasa2. Kelas II : Gejala ringan, sedikit terbatasi dengan aktivitas biasa3. Kelas III : Gejala fatigue, dispnea, palpitasi atau angina pada aktivitas minimal4. Kelas IV : Gejala muncul saat istirahat, gejala meningkat pada segala aktivitas Penatalaksanaan(7)a. Non Farmakologi Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan, anjuran diet, dan perubahan gaya hidup yang diperlukan. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan. Hentikan rokok Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya. Aktivitas fisik, tergantung beratnya gagal jantung (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu. Kontrasepsi non hormonal pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan. Istirahat pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut, pasien seperti ni perlu mendapat pengawasan spesialis.b. Farmakologi Diuretik Furosemid : 20-40 mg/hari bila respon tidak cukup baik dosis dapat dinaikkan . Hidroklorotiazid: 50-200 mg/hari Spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari bukan untuk diuretik, tetapi anti remodelling dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional III-IV) Pantau kadar kalium pada penggunaan spironolakton bersamaan dengan ACE inhibitor/ARB karena dapat terjadi hiperkalemia. ACE InhibitorDirekomendasikan sebagai terapi standar untuk gagal jantung . Bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal. Captopril : pemberian dimulai dengan dosis rendah 6,25 mg per oral 3 kali sehari, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. Bila sudah terdapat hipertensi dosis dinaikkan. Bila intoleransi (batuk angioedema) dapat diganti dengan Angiotensin Cl reseptor antagonis (ARB : Valsartan, 40 mg dua kali/hari) Pantau kadar kalium, ureum Tidak boleh pada wanita hamil dan dihindari pada menyusui. Beta blockerHanya dapat diberikan bila tidak ada tanda-tanda dekompensasi. Mulai dosis kecil, kemudian dititrasi tiap 2 minggu. Biasa digunakan bersama-sama dengan ACE inhibitor dan diuretik. Bisoprolol 1,25 mg satu kali perhari, dapat dinaikkan dosisnya. Metoprolol 50 mg 2-3 kali/hari Carvedilol 3,125 mg dua kali/hari dinaikkan hingga 25 mg dua kali/hari DigoksinHanya bermanfaat untuk mengurangi gejala, tidak mengurangi mortalitas. Terutama bila disertai gangguan ritme jantung. Dosis : 0,75-1,5 mg pada hari pertama. Lalu 0,125-0,25 mg dosis rumatan. Antikoagulan (hanya diberikan atas indikasi) dan anti platelet Antiaritmia* perlu pemantauan dokter spesialis Antagonis kalsium dihindari karena dapat menyebabkan inotropik negatif. Inotropik, perlu pemantauan dokter spesialis. Komplikasi Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektroli

2.4 Hubungan Antargejala Anemia akibat sindrom dyspepsia organik e.c drug induced e.c NSAIDMekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili,sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaanmukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.(5)Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin nen dogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat inidikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yang juga bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.(1) Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotriene yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap ipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor- mengarah ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel.Wallace mendalilkan bahwa pengaruh NSAID terhadap neutrofil adheren mungkin berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme utama:1. Oklusi microvessels lambung oleh microthrombi menyebabkan aliran darah lambungberkurang dan kerusakan sel iskemik2. Meningkatkan pembebasan dari radikal bebas yang berasal oksigen. Oksigen radikal bebas bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa menyebabkan peroksidasi lipiddan kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya merusak perut, tetapi dapat mempengaruhi saluran pencernaan seluruh dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi ekstrain testinal parah seperti kerusakan ginjal sampai gagal ginjal akut pada pasien yang memiliki faktorrisiko, retensi natrium dan cairan, hipertensi arterial, dan, kemudian, gagal jantung.(2)Dari pemeriksaan Fisik didapatkan konjungtiva anemis. Hal ini menandakan pasien dalam keadaan anemia. DarihasilpemeriksaanlaboratoriumdidapatkanpenurunanHb(3,0), MCV(56,4), MCH16,0danMCHC28,3.Padapasieniniterjadianemiamikrositikhipokromik. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Penyebab defisiensi besi adalah: (1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuransaja;(2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan (3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, konsumsi aspirin, NSAID dan hemoroid. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 gram besi,bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferrin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut. Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besidiangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yangberat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml; Hb 6 sampai 7 g/100 ml) mempunyai rambutyang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat. Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap dirumah sakit. Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untukmemberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni:a) Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.b) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerimac) Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.d) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.e) Cairan cukup, terutama bila ada muntahf) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis,maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)g) Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan minum susuterlalu banyak.h) Makan secara perlahani) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberikan istirahat pada lambung. Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID, obat-obat tukakseperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkanpasien yang tidak mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknyamenggunakan PPI. Mereka yang mempunyai factor risiko untuk mendapat komplikasi berat,sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostaglandin.Presentasi klinis tukak gastroduodenal pada pemakai OAINS bervariasi dari asimtomatiksampai peritonitis difusa karena perforasi. Kematian akibat toksisitas OAINS pada saluran cernabagian atas mencapai 1,3-1,6% pertahun. Pemakaian OAINS harus dihentikan bila pasienmempunyai efek samping tukak gastroduodenal. Pemberian sukralfat tidak berbeda denganplasebo, sedangkan penghentian OAINS bersama-sama pemberian H2RA selama 8 minggu dapat menyembuhkan tukak hampir pada 100% kasus. Pada situasi tertentu pemakaian OAINS non selektif sulit untuk dihentikan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa PPI maupun prostaglandin analog mempunyai hasil yang lebih baik dibanding H2RA untuk mengatasi tukakgastro duodenal yang disebabkan OAINS konvensional walaupun pemberian OAINS tetap dilanjutkan. Agrawal dkk melaporkan ada perbedaan yang signifikan dalam penyembuhan tukak gaster dari pasien yang mendapat ranitidin dan lansoprazol yaitu masing-masing sebanyak53% dan 73% dari kasus yang diobati. Peneliti lain melaporkan pada penderita dengan tukak duodenum karena OAINS dan tetap meneruskan pemakaian OAINS-nya dengan pemberian PPI (omeprazol 20mg od) selama 8 minggu penyembuhan terjadi pada 93% kasus dari yang diobati, sedangkan dengan prostaglandin analog (misoprostol 200 mg qid) penyembuhan hanya ditemukan pada 77% kasus. Perubahan Kardiovaskular akibat AnemiaPembesaran jantung pada penderita anemia telah ditemukan sejak satu abad yang lalu. Penelitian pada 51 penderita anemia akibat ankilostomiasis dengan kadar Hb berkisar antara 1.5 hingga 6.5 g/dL, yang dialami selama 4 bulan berturut-turut, menemukan bahwa 80% diantaranya mengalami pembesaran jantung. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa stroke volume lebih dekat hubungannya terhadap cardiac output dibandingkan takikardia dan peningkatan aliran darah.18 Studi lainnya memperlihatkan adanya peningkatan cardiac output bila kadar Hb < 7 g/dL.17-23 Penelitian pada 36 anak penderita SCA berusia 2 hingga 17 tahun dengan kadar Hb antara 3.6 hingga 10.8 g/dL, mendapatkan 32 anak mengalami pembesaran jantung. Penelitian yang dilakukan pada ADB dengan Hb < 6 gr/dL mendapatkan penderita anemia berat mengalami peningkatan indeks jantung yang bermakna. Proses penghantaran oksigen ke organ atau jaringan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :1) faktor hemodinamik berupa cardiac output serta distribusinya2) kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah yaitu konsentrasi Hb3) oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi oksigen antara darah arteri dan vena.Kapasitas penghantaran oksigen akan menurun bila kadar Hb < 7 g/dL. Prinsip Fick menyatakan bahwa cardiac output sebanding dengan konsumsi oksigen oleh jaringan dan berbanding terbalik dengan perbedaan kandungan oksigen antara arteriovenus. Kadar Hb merupakan faktor penentu dari perbedaan kandungan oksigen arteriovenus. Pada saat kadar Hb rendah, cardiac output akan meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen jaringan. Cardiac output tergantung pada kapasitas fungsional jantung. Rentang normal dari cardiac output bervariasi sesuai dengan berat badan pasien, sehingga cardiac index lebih sering digunakan. Cardiac index adalah cardiac output dibagi dengan luas permukaan tubuh pasien (nilai normal cardiac index adalah 2.6 4.2 L/menit/m2). Anemia akan menginduksi terjadinya mekanisme kompensasi terhadap penurunan konsentrasi Hb. Mekanisme kompensasi ini bersifat hemodinamik dan nonhemodinamik. Mekanisme kompensasi hemodinamik bersifat kompleks, yang meliputi 1. Penurunan afterload akibat penurunan resistensi vaskular 2. Peningkatan preload akibat peningkatan venous return 3. Peningkatan fungsi ventrikel kiri akibat peningkatan aktivitas simpatis dan faktor-faktor inotropik. Kombinasi ketiganya akan meningkatkan kerja jantung pada anemia kronis. Hukum Frank-Starling menyatakan, energi kontraksi sebanding dengan panjang awal serat otot jantung. Sehingga dengan diregangnya otot, timbul peningkatan tegangan sampai maksimal dan kemudian menurun dengan makin bertambahnya regangan. Pada keadaan fisiologis semakin besar volume ventrikel selama diastolik, semakin teregang serat jantung sebelum stimulasi, dan akan semakin besar pula kekuatan kontraksi berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa, peningkatan ventricular output berhubungan dengan preload (peregangan serat-serat miokardium sebelum kontraksi). Cardiac output dipengaruhi oleh stroke volume dan frekuensi jantung. Ventricular stroke volume dipengaruhi oleh preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Stroke volume akan meningkat bila terjadi peningkatan preload, penurunan afterload, atau peningkatan kontraktilitas. Kompensasi nonhemodinamik terhadap anemia akan berperan pada saat kadar Hb < 10 g/dL. Kompensasi ini berupa peningkatan produksi eritropoetin untuk merangsang eritropoesis dan peningkatan oxygen extraction. Bukti terkini membuktikan bahwa kadar Hb > 12g/dL, dianggap paling optimal untuk mempertahankan kesehatan jantung dan kualitas hidup, khususnya pada pasien yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala klinis adanya penyakit jantung. Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia berat kronis akan terlihat jelas bila pasien mengalami gagal jantung kongestif. Pasien biasanya mengalami pucat, bisa terlihat kuning, denyut jantung saat istirahat cepat, prekordial aktif dan dapat terdengar desah sistolik. Setiap penurunan konsentrasi Hb sebesar 1 g/dL akan meningkatkan risiko terjadinya dilatasi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, gagal jantung kongestif, kejadian gagal jantung berulang dan kematian. Suatu kohort prospektif mendapatkan bahwa waktu median yang diperlukan disfungsi ventrikel untuk berkembang menjadi gagal jantung adalah 19 bulan. Lamanya waktu median penderita dengan disfungsi ventrikel untuk bertahan hidup adalah 38 bulan. Anemia yang terjadi dalam jangka panjang dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri maladaptif, dekompensasi jantung, gagal jantung serta kematian. Suatu penelitian mengenai perubahan hemodinamik pada anemia berat dengan konsentrasi Hb < 6.5 g/dL yang dialami selama minimal 4 bulan, menunjukkan terjadinya perbaikan hemodinamik setelah koreksi dari anemia. Pada tahun 1927, telah dilaporkan seorang penderita infeksi cacing tambang dengan Hb 2.9 g/dL yang memiliki rasio jantung toraks (RJT) sebesar 62%. Ukuran jantung kembali normal dengan RJT 49% ketika Hb meningkat menjadi 14.6 g/dL. Pada tahun 1931, dilakukan penelitian pertama dengan bantuan roentgenogram memperlihatkan hilangnya pembesaran jantung dengan perbaikan anemia. Hubungan Perubahan Fungsi Sistolik dan Dilatasi Ventrikel Kiri dengan Ekokardiografi pada Anemia Berat KronisPada keadaan anemia, jantung akan meningkatkan venous return untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Maka sesuai mekanisme Frank-Starling, jantung akan meningkatkan stroke volume, sehingga dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri, dengan miofibril jantung yang memanjang serta dilatasi dari ventrikel kiri. Ventricular end-diastolic volume (atau end-diastolic pressure) sering digunakan sebagai representasi preload. End-diastolic volume dipengaruhi oleh compliance ruang jantung. Ventricular end-systolic volume tergantung pada afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat diterangkan dengan lebih jelas dalam kurva Frank-Starling (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Kurva Frank Starling Ekokardiografi dapat memberikan pencitraan yang cepat, akurat dan bersifat non invasif untuk menilai struktur dan fungsi jantung. Dilatasi dari ventrikel kiri sering dijumpai pada keadaan kelebihan cairan (volume overload) yang mendasari terjadinya anemia. Sedangkan kelebihan tekanan (pressure overload) akan menyebabkan peningkatan massa ventrikel kiri. Laplace menyatakan bahwa tahanan dinding jantung berbanding lurus dengan radius dinding, serta berbanding terbalik dengan ketebalan dinding. Hal ini merupakan respon fisiologis terhadap kelebihan cairan dengan dilatasi ventrikel kiri. Akibatnya akan terjadi dilatasi ventrikel terutama peningkatan tekanan dinding jantung, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen dan percepatan kerusakan miosit. Pada tahap ini terjadi dilatasi progresif dari dinding ventrikel kiri menebal yang disebut eccentric hipertrofi. Hipertrofi ini merupakan mekanisme adaptasi untuk melindungi jantung dari peningkatan tahanan dinding jantung. Data longitudinal menunjukkan bahwa risiko dari penyakit jantung iskemik, gagal jantung, dan kematian meningkatkan secara progresif. Risiko terendah dijumpai pada pasien dengan hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Risiko medium dijumpai pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri dengan fungsi sistolik yang intak, dan risiko tinggi dijumpai pada pasien dengan disfungsi sistolik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa anemia sebagai predisposisi terjadinya dilatasi ventrikel kiri dengan kompensasi hipertrofi yang dapat mengakibatkan disfungsi sistolik. Gagal jantung merupakan komplikasi serius dari anemia. Etiologi dari gagal jantung secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 1) Kegagalan kontraktilitas 2) Peningkatan afterload3) Kegagalan pengisian ventrikel. Gagal jantung yang disebabkan oleh abnormalitas pengosongan ventrikel, baik yang disebabkan oleh kegagalan kontraktilitas atau afterload yang berlebihan disebut sebagai disfungsi sistolik. Sedangkan gagal jantung yang disebabkan oleh abnormalitas relaksasi diastolik atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik. Sekitar dua pertiga dari pasien-pasien dengan gagal jantung mengalami disfungsi sistolik, yang diawali dengan disfungsi diastolik Sebagian besar disfungsi jantung disebabkan oleh abnormalitas dari jantung kiri. Sehingga evaluasi klinis dari fungsi jantung, terutama dinilai dari fungsi ventrikel kiri. Fungsi pompa dari ventrikel kiri tergantung pada kemampuannya untuk mengisi (fungsi diastolik) dan mengosongkan (fungsi sistolik). Fungsi sistolik ventrikel kiri dapat diukur sebagai fraksi ejeksi ventrikel kiri. Penelitian sebelumnya melaporkan fungsi ventrikel kiri yang normal pada pasien dengan anemia berat kronis, sementara penelitian lainnya memperlihatkan adanya derajat disfungsi ventrikel kiri yang bervariasi dengan penurunan yang bermakna dari fractional shortening dan abnormal interval waktu sistolik. Hingga saat ini, belum ada konsensus yang menyatakan apakah kontraktilitas otot jantung disebabkan oleh anemia berat yang lama atau terganggu oleh proses kelebihan cairan yang kronis. Dua dekade lalu, analisa kontraktilitas miokardium menggunakan hubungan antara LV end-systolic wall stress (ESSm) dan rate-corrected velocity of circumferential fiber shortening (VCFc). Hubungan ini tidak tergantung oleh preload, frekuensi jantung, dan afterload. Sehingga dapat merefleksikan secara akurat kontraktilitas miokardium. Suatu penelitian pada 57 anak dengan SCA yang berusia 1 hingga 18 tahun menunjukkan, bahwa pasien anemia memiliki corrected ejection time (ETc) yang lebih lama serta nilai FS dan VCFc yang lebih rendah dibandingkan anak sehat. Evaluasi kerja miokardium yang tidak tergantung kepada beban, dengan menggunakan hubungan antara ESSm-VCFc memperlihatkan penurunan kontraktilitas miokardium pada anemia. Sedangkan afterload miokardium, yang dinilai dengan ESS turut meningkat. Peningkatan derajat anemia berbanding lurus dengan peningkatan LV systolic dan diastolic dimensions. Secara khusus, terdapat korelasi negatif antara kadar hemoglobin dan Z score dari LV end-diastolic dimension (LVEDD) dengan r= -0.6. Indeks fungsi ventrikel yang tergantung kepada beban (%FS, VCFc, ETc) tidak secara langsung dipengaruhi oleh usia pasien, peningkatan tingkat keparahan atau lamanya anemia. Seperti halnya indeks kontraktilitas, yaitu hubungan antara ESSm-VCFc, juga tidak dipengaruhi usia pasien atau peningkatan tingkat keparahan dari anemia. Karena tingkat keparahan anemia jangka panjang tidak dapat diwakili secara sesuai dengan nilai hemoglobin yang tunggal, maka diperlukan penilaian terhadap dilatasi ventrikel (LVEDD Z-score), yang lebih efektif dalam menilai tingkat keparahan anemia yang kronis. Beberapa penelitian terdahulu melaporkan fungsi ventrikel kiri yang normal pada pasien-pasien dengan anemia berat kronis. Sementara penelitian lainnya menunjukkan disfungsi ventrikel kiri dengan derajat yang bervariasi dengan penurunan fractional shortening atau waktu interval sistolik yang abnormal. Pada disfungsi sistolik, terdapat hilangnya kapasitas dari ventrikel terhadap darah yang dipompakan karena kegagalan kontraktilitas miokardium atau tekanan yang berlebihan (contohnya afterload yang berlebihan). Pada penelitian ekokardiografi sebelumnya yang menilai fungsi ventrikel kiri pada pasien SCA, kontraktilitas dievaluasi dengan menggunakan indeks fase ejeksi yaitu fractional shortening (FS), ejection fraction (EF), velocity of circumferential fiber shortening (VCFc), atau interval waktu sistolik. Pengukuran-pengukuran ini sangat tergantung dan dipengaruhi kondisi miokardium dan frekuensi jantung, dimana keduanya abnormal pada pasien SCA. Idealnya, untuk membedakan antara disfungsi ventrikel inheren dan efek dari kondisi yang mengakibatkan perubahan beban jantung, maka kontraktilitas miokardium seharusnya dievaluasi dengan menggunakan indeks fungsi ventrikel yang tidak tergantung kepada beban. 2.5 Analisis Sindrom dyspepsia organic e.c tukak peptic e.c drug induced e.c NSAID

Gagal jantung Pemberat Anemia GravisEfek langsungFaktor Lain

Anemia pada pasien tersebut adalah anemia yang disebabkan karna sindrom dyspepsia organic akibat penggunaan obat NSAID dalam jangka waktu lama. Perdarahan mukosa lambung pasien tersebut sudah terjadi cukup lama dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan Hb terakhir pasien 3,00 g/dL. Gejala yang dialami pasien berupa cepat lelah dan mata menjadi kabur ketika beraktifitas merupakan manifestasi klinik dari anemia gravis tersebut. Pasien baru mengeluhkan gejala tersebut karena usaha kompensasi tubuh tidak dapat lagi mengkompensasi rendahnya kadar Hb pasien.Pada kasus ini pasien dapat terjadi 2 mekanisme gagal jantung kongestif.1. Gagal jantung kongestif yang di akibatkan karena anemia gravis yang diderita pasien tersebut.2. Perburukan gagal jantung kongestif yang sudah ada sebelumnya akibat anemia yang diderita pasien Dari anamnesis serta pemeriksaan tambahan, penulis menganalisis bahwa gagal jantung yang di derita pasien tersebut merupakan gagal jantung kongestif yang sedah ada dan memburuk akibat anemia yang diderita pasien. Dilihat dari gejala anemia pada pasien, peurunan Hb sampai tingkat critical 3 bulan terakhir, sedangkan menurut penelitian-penelitian yang dilakukan dengan Hb yang sangat rendah dalam jangka waktu yang lama (> 4 bulan) baru dapat mengakibatkan gangguan pada jantung penderita anemia. Dari hasil pemeriksaan fisik menunjukan adanya distensi vena leher, menunjukan adanya perjalanan penyakit dalam waktu lama/kronik. Dari hasil foto torak, menunjukan pembesaran jantung yang sangat progresif dalam waktu yang sangat singkat menunjukan tidak hanya anemia pasien yang menjadi faktor penyebab. Oleh karena hal tersebut menurut penulis gagal jantung yang diderita pasien sudah ada sejak pasien tersebut belum menderita sindrom dyspepsia dan anemia, dan anemia gravis hanya merupakan faktor yang memperberat gagal jantung pasien sehingga akhirnya gejala klinis gagal jantung tersebut muncul akibat fungsi jantung yang semakin menurun.BAB IVKESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus anemia gravis dengan penyakit jantung kongestiv pada seorang laki-laki usia 39 tahun. Laki-laki ini didiagnosis anemia berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh hasil yang mendukung terhedap penegakan diagnosis anemia. Selain anemia pasien juga terdiagnosis gagal jantung kongestif sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan foto torak dan USG, hasilnya memenuhi beberapa kriteria Framingham untuk gagal jantung kongestif. Dari runtutan gejala hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diduga factor yang menyebabkan timbulnya anemia dan berlanjut pada gagal jantung kongestif adalah perdarahan saluran cerna pasien yang sudah terjadi dalam waktu yang lama. berhubungan dengan riwayat konsumsi beberapa obat OAINS perdarahan lambung semakin dapat terjadi . Hal ini yang diduga menyebabkan anemia berat kronis, selah satu kompensasi tubuh adalah meningkatkan kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan nutrisi jaringan, kerja jantung yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gagall jantung.Beberapa penanganan sudah di berikan, diharapkan proses pemulihan dapat terjadi. Pasien menjalani perawatan di RS selama 12 hari,kondisi klinis semakin membaik, beberapa keluhan sudah teratasi. Selama proses pengobatan pasien di berikan transfuse sebanyak 4 bag dan terjadi perubahan Hb dari 3,0 g/dL menjadi 9 g/dL. Factor yang diduga sebagai penyebab sudah ditangani pasien dipulangkan dengan kondisi yang lebih baik dan disarankan untuk control rutin poli IPD.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan P. Tukak gaster. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, penyunting. Bukuajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.513-17.2. Suega K, Bakta IM., Adyana L, Darmayud T. Perbandingan beberapa metode diagnosisanemia defisiensi besi: usaha mencari cara diagnosis yang tepat untuk penggunaan klinik.Ed 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.153-73. Pedoaman Diagnosis dan Terapi. BAG/SMF Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo; 2008.4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; 20125. Panggabean M. Gagal Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 15834.6. Gagal Jantung. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p. 434.7. YP IDI. Gagal Jantung. Indonesian Doctors Compendium. 2011. p. 798. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; 20129. Maghfirani. Pengaruh Siklus Haid Terhadap Kadar Hemoglobin PadaMahasiswi Fakultas Kedokteran Usu Angkatan 2010. Karya Tulis Ilmiah. Medan; 2011http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31263/4/Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 27 November 2014)10. Price S, Wilson L. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. EGC; 200611. Willkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. EGC : Jakarta.12. Handayani, Wiwik. Haribowo, Andisulistyo.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematolog. Jakarta:SalembaMedika.13. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21127/4/Chapter%20II.pdf (diakses tanggal 21 November 2014)14. hhtp://id.wikipedia.org/wiki/anemia (diakses tanggal 21 November 2014)

31 | Laporan Kasus