agroindustri tempe dan kedelai

31
A. KEDELAI 1. KEDELAI SEBAGAI SUMBER PROTEIN MASA DEPAN Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Protein tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu berkisar dari 8.000 sampai 10.000 dalton. Secara biokimiawi, 20 persen dari susuanan tubuh orang dewasa terdiri dari protein (Devi, 2010). Manfaat protein untuk tubuh sangat besar. Asupan protein yang cukup dapat membantu tubuh dalam proses penyembuhan luka, regenerasi sel hingga pengaturan kerja hormon dan enzim dalam tubuh. Protein juga memiliki fungsi utama untuk membentuk jaringan pada tubuh dengan kandungan asam aminonya. Kekurangan protein pada anak- anak dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan. Selain itu, kekurangan protein juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti misalnya kwashiorkor dan marasmus (Anonim, 2012). Malnutrisi energi protein adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein, yang umumya juga disertai dengan defisiensi nutrien lain. Malnutrisi Energi Protein di Indonesia masih merupakan salah satu masalah gizi. Meskipun prevalensi MEP menurun tajam pada dekade sebelum krisis ekonomi tahun 1997/1998, persentase MEP pada anak- anak di Indonesia masih paling tinggi di antara negara- negara ASEAN. Menurut analisa data Susenas tahun 1999 didapatkan 1,7 juta anak menderita malnutrisi berat dan 170.000 didapatkan marasmus dan atau kwashiorkor (Kurniawan, 2001). Kedelai merupakan jenis tanaman yang mengandung protein tinggi. Menurut Shurtleff dan Akiko (1979), kedelai akan menjadi sumber protein utama di masa depan. Selain karena protein kedelai jauh lebih murah dibanding dengan daging dan ikan, kedelai sangat potensial untuk dikembangkan karena: a. Penggunaan lahan yang lebih optimum 1

Upload: achmad-syukron

Post on 26-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Berisi mengenai permasalahan agrouindustri tempe dan kedelai yang ada di Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Agroindustri Tempe dan Kedelai

A. KEDELAI1. KEDELAI SEBAGAI SUMBER PROTEIN MASA DEPAN

Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Protein tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu berkisar dari 8.000 sampai 10.000 dalton. Secara biokimiawi, 20 persen dari susuanan tubuh orang dewasa terdiri dari protein (Devi, 2010).

Manfaat protein untuk tubuh sangat besar. Asupan protein yang cukup dapat membantu tubuh dalam proses penyembuhan luka, regenerasi sel hingga pengaturan kerja hormon dan enzim dalam tubuh. Protein juga memiliki fungsi utama untuk membentuk jaringan pada tubuh dengan kandungan asam aminonya. Kekurangan protein pada anak-anak dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan. Selain itu, kekurangan protein juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti misalnya kwashiorkor dan marasmus (Anonim, 2012).

Malnutrisi energi protein adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein, yang umumya juga disertai dengan defisiensi nutrien lain. Malnutrisi Energi Protein di Indonesia masih merupakan salah satu masalah gizi. Meskipun prevalensi MEP menurun tajam pada dekade sebelum krisis ekonomi tahun 1997/1998, persentase MEP pada anak-anak di Indonesia masih paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Menurut analisa data Susenas tahun 1999 didapatkan 1,7 juta anak menderita malnutrisi berat dan 170.000 didapatkan marasmus dan atau kwashiorkor (Kurniawan, 2001).

Kedelai merupakan jenis tanaman yang mengandung protein tinggi. Menurut Shurtleff dan Akiko (1979), kedelai akan menjadi sumber protein utama di masa depan. Selain karena protein kedelai jauh lebih murah dibanding dengan daging dan ikan, kedelai sangat potensial untuk dikembangkan karena:a. Penggunaan lahan yang lebih optimum

Dengan luas yang sama, lahan yang ditanami kedelai akan menghasilkan lebih banyak protein yang berguna bagi manusia.

b. MurahKedelai adalah sumber protein dengan harga yang paling murah di hampir seluruh negara di dunia.

c. Memiliki nilai nutrisi yang tinggiKedelai mengandung protein dengan kualitas yang paling tinggi dibanding dengan legum-leguman yang lain, serta satu-satunya legum yang mengandung seluruh asam amino esensial yang dibutuhkan oleh manusia.

d. Dikonsumsi secara luasLebih dari seperempat populasi dunia mengandalkan kedelai sebagai sumber protein utama dalam asupan gizi mereka.

e. SerbagunaKedelai mudah diolah menjadi berbagai macam produk.

f. Teknologi pengolahan yang sederhanaHampir semua makanan tradisional dari kedelai dapat dibuat oleh industri rumahan dengan teknologi yang murah dan sederhanal.

1

Page 2: Agroindustri Tempe dan Kedelai

g. Kuat dan adaptifKedelai dapat ditumbuhkan pada lahan yang berada pada berbagai kondisi iklim, mulai dari daerah khatulistiwa di Brazil sampai daerah dengan lintang tinggi di pulau Hokaido Jepang. Selain itu, kedelai juga relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit.

h. Tidak atau hanya membutuhkan sedikit pupuk bernitrogenAkar kedelai bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mendapatkan nitrogen sehingga kebutuhannya akan pupuk bernitrogen relatif kecil.

Melihat fakta banyaknya kasus malnutrisi protein di Indonesia, serta dengan memperhitungkan banyaknya keunggulan yang dimiliki kedelai, rasanya memang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan kedelai sebagai salah satu upaya untuk memerangi masalah kekurangan protein tersebut. Namun apa daya bahwa sekarang ini Indonesia sangat tergantung dengan kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan adanya kenaikan harga kedelai dunia beberapa waktu terakhir, rakyat Indonesia dibuat menjerit karena mahalnya produk-produk olahan kedelai yang menjadi makanan sehari-hari, seperti tempe dan tahu. Secara langsung, ini tentunya menjadikan Indonesia semakin rawan terhadap gejala malnutrisi protein.

Maka dari itu, sudah saatnya bagi Indonesia untuk memulai upaya swasembada kedelai.Indonesia bisa belajar dari Amerika Serikat yang sejak tahun 1970-an sangat serius di bidang pertanian dan industri kedelai. Pada waktu itu, mereka menargetkan bahwa pada tahun 2002, mereka harus sudah menguasai perkedelaian dunia. Target itu dipancang berdasarkan penelitian American Soybean Association yang mengatakan bahwa kedelai akan menjadi emasnya tanah (the gold of soil) dan sumber protein masa depan dunia (the future protein of the world) (Sudargo, 2012).

2. ARTI STRATEGIS KEDELAI DI INDONESIAKedelai di Indonesia memiliki beberapa arti strategis, yaitu:

a. Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan komoditas palawija yang kaya akan protein. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri pangan seperti tempe, tahu dan kecap (Sudaryanto dan Swastika, 2007). Permintaan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun.

b. Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas penanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh luas areal tanaman pangan, namun komoditas ini memegang posisi sentral dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena peranannya sangat penting dalam menu pangan penduduk. Kedelai telah dikenal sejak awal sebagai sumber protein nabati bagi penduduk Indonesia namun tidak pernah menjadi tanaman pangan utama seperti padi dan jagung (Sumarno et al., 1991).

c. Kedelai merupakan sumber protein dan lemak yang sangat tinggi untuk mencukupi kebutuhan gizi manusia dan hewan. Kedelai mengandung seluruh asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sastrahidajat dan Sumarno, 1991).

d. Kedelai merupakan komoditas pangan bergizi tinggi dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat (Arsyad dan Syam, 1995).

2

Page 3: Agroindustri Tempe dan Kedelai

3. PERANAN AGRIBISNIS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN NASIONALPentingnya agribisnis kedelai dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari

berbagai segi, antara lain dari segi penghematan devisa, penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.a. Peranan Agribisnis Kedelai Dalam Penghematan Devisa

Permintaan kedelai dan bungkil kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun Akibat peningkatan jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia serta perkembangan perekonomian nasional. Karena produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelai dan bungkil kedelai, maka pemerintah mendatangkannya dalam bentuk impor dengan menggunakan devisa yang tidak sedikit (Amang et al., 1996). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai selama 2011 mencapai 2,08 juta ton dengan nilai US$1,24 miliar, jauh lebih besar dari tahun sebelumnya yang cuma sekitar satu juta ton (bisnis-jabar.com, 2012). Apabila produksi kedelai dapat ditingkatkan, maka kebutuhan kedelai domestik dapat dipenuhi tanpa harus melakukan impor dari luar negeri.

b. Peranan Agribisnis Kedelai Dalam Penciptaan Nilai TambahNilai tambah yang dihasilkan dari sistem agribisnis kedelai berasal dari usaha budidaya tanaman kedelai dan industri pengolahannya yang menggunakan kedelai seagai bahan baku utama seperti kecap, tauco, tempe, tahu, makanan lain, ransum ternak dan konsentrat. Sabagai contoh, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 81.000 usaha pembuatan tempe yang memproduksi 2,4 juta ton tempe per tahun. Industri tempe ini menghasilkan sekitar Rp37 triliun nilai tambah (Setiadi, 2012). Hal ini belum termasuk pengolahan kedelai menjadi tahu dan kecap dimana masing-masing memberikan nilai tambah sebesar Rp. 293,9 dan Rp. 1173,64 untuk setiap kilogram kedelai (Tadjo, 2012).

c. Peranan Agribisnis Kedelai Dalam Penyerapan Tenaga KerjaApabila diolah menjadi tempe, tahu dan kecap, maka satu kilogram kedelai yang diusahakan mulai dari kegiatan usaha tani, pemasaran hingga pengolahannya akan menyerap tenaga kerja masing-masing sebesar 1,28 HOK; 1,27 HOK dan 1,6 HOK (Hari Orang Kerja). Jika produksi kedelai dalam negeri mencapai 600.000 ton/tahun dan keseluruhannya diolah menjadi tempe, tahu atau kecap, maka akan terserap tenaga kerja sebanyak 2.511.182 orang, 2.434.504 orang atau 3.102.939 orang per tahunnya dengan asumsi hari kerja setahun 313 hari. Angka tersebut mengindikasikan betapa besar tenaga kerja yang terserap dari agribisnis kedelai. Hal ini belum termasuk jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memasarkan produk-produk olahan kedelai itu (Tadjo, 2012).

4. MASALAH PERKEDELAIAN DI INDONESIABerdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011 produksi kedelai

lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan, sehingga Indonesia perlu mengimpor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri (Bratadharma, 2012). Produksi kedelai nasional, terbukti semakin hari terus menurun dari 1,4 juta ton pada 1990 menjadi 851 ribu ton pada Angka Tetap (ATAP) 2011. Karena kebutuhan kedelai nasional mencapai sekitar 3

3

Page 4: Agroindustri Tempe dan Kedelai

juta ton per tahun sedangkan kemampuan produksi hanya sebesar 800 ribu ton per tahun, maka kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor (Pirantiwi, 2012).

Akibat bergantung pada kedelai impor, industri lokal berbahan baku kedelai menjadi sangat rentan dengan gejolak harga. Seperti yang terjadi sekarang, banyak perajin tahu dan tempe kewalahan akibat naiknya harga kedelai yang awalnya dihargai US$ 435 per ton pada Januari kini bertengger di US$ 520 per ton. Industri yang tidak mampu mengakali kenaikan harga berujung pada kebangkrutan (Pirantiwi, 2012).

Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai menurun dari sekitar 11,38 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menurun rata-rata 1,69 persen per tahun. (Simatupang et al, 2005). Namun demikian, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan tumbuhnya perekonomian nasional, konsumsi total kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Padahal di lain pihak, produksi kedelai di dalam negeri semakin menurun. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar (Swastika, 2003). Hal ini berarti bahwa Indonesia akan makin tergantung dengan impor untuk menutupi defisit.

Sementara itu, peningkatan produksi kedelai kini masih terkendala faktor lahan yang harus berkompetisi dengan komoditas jagung, tebu, beras dan konversi lahan untuk kebutuhan lainnya. Selain itu, kendala iklim juga menjadi salah satu persoalan tersendiri dalam upaya peningkatan produksi kedelai nasional. Pasalnya, Indonesia beriklim tropis, sementara kedelai dapat tumbuh baik di daerah beriklim sub-tropis (Kurniawan, 2012).

5. UPAYA OLEH PETANI UNTUK MENGATASI KRISIS KEDELAIAda beberapa hal yang bisa dilakukan oleh petani untuk meningkatkan potensi

kedelai lokal.a. Menambah areal panen

Penambahan areal panen dapat dikonsentrasikan pada tiga jenis lahan yang potensial sebagai berikut:1) Lahan sawah

Upaya menambah luas areal panen bisa dititikberatkan pada lahan sawah irigasi yang ditanami satu atau dua kali padi setahun, yaitu dengan cara memasukkan kedelai dalam pola tanam sehingga meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari IP 120-150 menjadi IP 300. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-kedelai, pendekatan tidak dilakukan dengan menaikkan indeks panen, tetapi dengan mengubah cara tanam dari semai basah untuk tanaman padi menjadi semai kering sehingga waktu tanam kedelai lebih cepat dan produktivitas meningkat dari 1,1 t/ha menjadi lebih dari 2,0 t/ha (Suyamto dan Indrawati, 1992).

2) Lahan keringPeluang menambah luas areal panen kedelai di lahan kering masih besar karena ketersediaannya cukup luas di luar Jawa. Walaupun lahan kering yang tersedia untuk menambah areal tanam kedelai cukup luas, dari aspek kesesuaian secara teknis dan ekonomis, mungkin yang sesuai hanya ratusan ribu hektar. Paket teknologi produksi kedelai di lahan kering masam telah

4

Page 5: Agroindustri Tempe dan Kedelai

tersedia dengan potensi hasil 1,5-2,0 t/ha, termasuk tiga varietas unggul baru yang sesuai untuk lahan masam, yaitu Nanti, Sibayak, dan Tanggamus dengan potensi hasil 1,2-2,0 t/ha (Arsyad et al., 2002).

3) Lahan pasang surut/lebakPotensi lahan lebak di Kalimantan Selatan seluas 300 ribu hektar selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Paket teknologi kedelai untuk lahan ini telah tersedia dengan produktivitas 1,5-2,0 t/ha (Adisarwanto et al., 2000). Di samping itu, tersedia varietas kedelai unggul baru dengan nama Lawit dan Manyapa.

b. Menggunakan kedelai varietas unggulPenggunaan varietas kedelai tipe ideal dengan fenotipe berbatang kokoh

dan tidak/sedikit bercabang bertujuan agar anjuran populasi tanaman optimal 400-500 ribu tanaman setiap hektar dapat ditingkatkan menjadi 600 ribu tanaman sehingga pada saat panen dapat dipenuhi jumlah 300-400 ribu tanaman dan produktivitas 3,5-4,0 t/ha akan tercapai. Fenotipe kedelai tipe ideal ditandai dengan sifat-sifat:a) tinggi tanaman lebih dari 100 cmb) mempunyai batang utama yang kokoh sehingga tahan rebahc) mampu memproduksi polong lebih dari 100 polong berbiji dua atau lebih,

terutama pada batang utama dan tidak/sedikit bercabangd) biji berukuran besar (14-15 g/100 biji) dan berwarna kuninge) tipe pertumbuhan determinitf) umur masak 90-110 hari

Saat ini, telah ditemukan dua galur kedelai yang menunjukkan sifat tahan/toleran terhadap hama pengisap polong, yaitu IAC 80-596-2 dan IAC 100 (Suharsono, 2001). Selain itu juga ditemukan beberapa galur tahan hama ulat grayak (Adie dan Tridjaka, 2000). Pada tahun 1995 telah dilepas dua varietas kedelai toleran lahan masam, yaitu Slamet dan Sindoro (Sunarto, 1996). Selanjutnya, pada tahun 2001 dihasilkan tiga varietas unggul kedelai baru, yaitu Nanti, Tanggamus, dan Sibayak dengan potensi hasil biji 1,5-2,0 t/ha (Arsyad et al., 2002). Untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan baru ditemukan beberapa galur harapan (Suyamto dan Soegiyatni, 2002).

c. Mengelola lahan, hara dan air secara terpaduKeterpaduan pengelolaan lahan, hara, dan air merupakan salah satu syarat

untuk meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Adisarwanto dan Riwanodja (2002) pada tanah Entisol di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB menunjukkan lebih dari 75% memiliki kandungan C-organik tanah rendah sampai sangat rendah, demikian pula untuk kadar hara N, K, dan S. Untuk mengatasi kendala tersebut, penambahan bahan organik kotoran ayam sebanyak 10-20 t/ha sangat dianjurkan (Kuntyastuti 1998). Pada tanah Vertisol, penambahan kotoran ayam 20 t/ha dapat menaikkan kadar C-organik tanah dan meningkatkan efisiensi pupuk P pada kedelai (Kuntyastuti, 2000).

Di lahan sawah dengan pola tanam padi-padi-kedelai atau padi-kedelai-kedelai, takaran anjuran pupuk harus mempertimbangkan efek residu pupuk dari tanaman padi. Adisarwanto et al. (1996) menyatakan bahwa tanaman kedelai

5

Page 6: Agroindustri Tempe dan Kedelai

setelah padi sawah yang dipupuk sesuai program intensifikasi khusus atau umum, tidak memerlukan tambahan pupuk NPK karena sudah di-cukupi dari residu pupuk pada tanaman padi. Pendapat ini dikuatkan oleh Sumarno et al. (1989) yang menyatakan bahwa kedelai lebih respons terhadap residu pupuk yang ditinggalkan dari tanaman sebelumnya. Anjuran pemupukan secara umum untuk lahan sawah adalah urea 50 kg, SP36 50-75 kg, dan KCl 50-100 kg/ha (Adisarwanto et al., 1996). Aplikasi pupuk hayati untuk setiap sentra produksi kedelai diperlukan karena keanekaragaman kesuburan tanah yang ada di lahan petani.

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah pengelolaan air. Kekurangan maupun kelebihan air berpengaruh terhadap produktivitas kedelai. Kondisi cekaman kekeringan yang masih dapat ditoleransi oleh tanaman kedelai adalah lengas tanah pada awal pertumbuhan 50%, saat berbunga 75%, dan pembentukan biji 75% air tersedia (Rahmianna, 2002). Sebaliknya, bila kondisi tanah mengalami kelebihan air maka tanah jenuh air yang dapat ditoleransi tanaman kedelai adalah apabila tanah tersebut masih berada sekitar 85% jenuh air (Savitri et al., 2003). Di samping itu, kondisi kejenuhan air pada 85% juga optimal untuk pemupukan P (Masudah et al., 2003). Teknologi produksi kedelai pada lahan basah (jenuh air) telah tersedia dengan produktivitas sekitar 2,0 t/ha (Adisarwanto, 2001).

d. Menerapkan teknologi produksi tepat lokasiKedelai memerlukan air untuk pertumbuhannya, tetapi apabila air terlalu

banyak maka pertumbuhan menjadi terhambat dan hasil rendah. Pertanaman kedelai yang mengalami cekaman kelebihan air atau jenuh air banyak ditemukan di Jateng, Jatim, Bali, dan NTB pada areal 500 ribu ha (Sumarno, 1986) dengan tingkat penurunan hasil beragam antara 20-75% (Sumarno et al. 1989; Adisarwanto et al., 1989). Untuk mengatasi kondisi tanah jenuh air, telah ditemukan teknologi produksi kedelai untuk kondisi tanah basah dengan produktivitas sekitar 2,0 t/ha. Komponen paket teknologi tersebut antara lain adalah membuat bedengan lebar 1,60 m dan ditanami empat lajur berjarak 40 cm x 10 cm, kedalaman saluran 30 cm, dan varietas kedelai yang cocok yaitu yang berbiji kecil sampai sedang (Adisarwanto, 2001).

e. Menekan kehilangan hasil saat panen dan pascapanenSerangkaian kegiatan yang telah dilakukan secara sempurna sejak awal

sampai panen akan sia-sia apabila penanganan panen dan pascapanen tidak optimal. Panen yang terlalu awal, yaitu pada saat masih banyak polong berwarna hijau, atau terlalu lambat sehingga banyak polong yang pecah menjadi penyebab sekitar 10-15% biji hilang/ tercecer. Untuk itu, panen harus dilakukan tepat waktu dengan ciri banyaknya daun yang masih ada pada tanaman sekitar 5% dan 95% polong berubah warna menjadi coklat kekuningan. Panen kedelai tepat waktu dapat menekan kehilangan hasil menjadi sekitar 5%. Memotong batang kedelai memakai parang/sabit bergerigi yang tajam dapat mengurangi kehilangan hasil. Panen dengan cara mencabut tanaman mempunyai banyak kelemahan karena banyak bintil akar yang ikut terbawa panen (Adisarwanto, 2010).

Membawa hasil panen berupa brangkasan dari lapangan ke rumah dengan menggunakan alat transportasi tradisional seperti dokar dan sepeda atau dipikul

6

Page 7: Agroindustri Tempe dan Kedelai

masih sering dilakukan petani. Hal ini akan berakibat banyak biji kedelai yang tercecer selama dalam perjalanan (Adisarwanto, 2010).

Akhir-akhir ini berkembang sistem upah borongan menggunakan alat perontok yang dilaksanakan langsung di lahan petani, khususnya untuk panen musim kemarau. Penggunaan perontok dapat mengurangi kehilangan hasil 5-10% karena jumlah biji yang pecah dan hilang selama proses pembijian menjadi berkurang. Kadar air 13-15% dalam biji kedelai adalah yang optimal untuk proses pembijian menggunakan perontok agar biji tidak pecah. Untuk panen musim hujan, penggunaan alat pengering merupakan jalan keluar yang terbaik. Dari kelima strategi tersebut, kontribusi perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas adalah yang paling banyak, diperkirakan mencapai 70-80%, dengan catatan apabila dilaksanakan terencana secara apik dan benar (Adisarwanto, 2010).

6. PERAN AGROINDUSTRI DALAM MENGATASI KRISIS KEDELAIMasalah krisis kedelai yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun

belakangan hanya bisa diselesaikan melalui sinergi yang kuat antara petani, industri, pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Agroindustri yang mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) serta Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dalam hal ini memegang peranan yang cukup penting. Adapun peran agroindustri dalam upaya mengatasi krisis ini adalah:a. Membantu menjamin ketersediaan (availability) kedelai nasional bagi masyarakat

Ketersediaan kedelai di sini bisa berarti dalam bentuk asli kedelai maupun dalam bentuk produk turunan. Di sini, agroindustri khususnya IPHP, mampu mengolah kedelai menjadi produk-produk bernilai tambah yang lebih tahan lama dibanding apabila kedelai itu dibiarkan dalam wujud mentah. Dengan demikian, “kedelai” ini dapat didistribusikan ke berbagai daerah di seluruh wilayah Indonesia. Adapun produk-produk yang dibuat pun bisa beragam, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Ini menjamin bahwa “kedelai” tersedia untuk seluruh golongan masyarakat.

Agroindustri itu sendiri lambat laun akan menstimulasi pertumbuhan produksi kedelai nasional. Agar bisa tetap bertahan, pihak industri tentunya harus menjamin ketersediaan bahan baku demi keberlangsungan kegiatan produksinya. Di sini, kemitraan antara pihak industri dengan petani kedelai lokal sangat menguntungkan keduanya. Pihak industri tidak perlu lagi berhadapan dengan ketidakpastian harga kedelai dunia, sementara petani lokal juga diuntungkan karena hasil panennya sudah pasti tersalurkan. Dengan skema seperti ini, maka berkurangnya jumlah petani kedelai di Indonesia bisa dihindari.

b. Meningkatkan efisiensi sistem pertanian untuk menjamin keterjangkauan (accessibility) kedelai bagi seluruh lapisan masyarakat

Keterjangkauan yang dimaksud disini meliputi keterjangkauan dari segi fisik dan juga dari segi ekonomi. Agroindustri kedelai seperti industri pada umumnya, tentu menginginkan agar produk yang dihasilkannya dapat terserap pasar. Konsekuensinya, agroindustri harus mendistribusikan produknya ke berbagai wilayah. Dengan adanya distribusi produk ini, maka masyarakat di

7

Page 8: Agroindustri Tempe dan Kedelai

berbagai wilayah yang mungkin bukan sentra penghasil kedelai kemudian bisa menjangkau kedelai secara fisik.

Agroindustri juga merupakan bagian dari agribisnis yang mampu meningkatkan efisiensi sistem pertanian. Melalui berbagai sistem perancanaan dan pengendalian produksi, manajemen rantai pasok, manajemen operasi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan dan manajemen pemasaran yang baik, agroindustri akan membuat upaya penyediaan kedelai menjadi lebih efisien dan terkendali. Oleh karenanya, biaya upaya penyediaan tersebut menjadi lebih murah sehingga dari segi ekonomi, kedelai maupun produk-produk turunan kedelai menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.

c. Meningkatkan stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan kedelai secara ekonomi Distribusi secara terus menerus oleh pihak agroindustri akan menjamin

ketersediaan kedelai dan produk turunannya di suatu daerah. Sementara itu, pengolahan kedelai menjadi produk turunan oleh agroindustri akan membuat harga “kedelai” menjadi lebih stabil apabila dilihat dari sisi masyarakat luas sebagai konsumen. Kedua hal tersebut bisa terjadi karena adanya sistem perencanaan dan pengendalian produksi serta penggudangan bahan baku dan produk jadi yang dilakukan oleh pihak agroindustri.

d. Menyediakan kedelai yang aman dan berkualitasAgroindustri kedelai yang baik akan berusaha menghasilkan produk-

produk yang aman dan berkualitas, baik itu karena adannya aturan dari pemerintah maupun karena adanya tuntutan dari konsumen. Sebalikya, agroindustri yang kurang baik yang menghasilkan produk-produk yang terbukti tidak aman, dengan sendirinya akan mati. Dengan demikian, lama kelamaan hanya produk-produk yang aman saja yang akan masuk ke pasar dan diterima konsumen.

7. PERAN BIOTEKNOLOGI DALAM MENGATASI KRISIS KEDELAI

Bioteknologi dapat didefinisikan secara luas sebagai sebuah tools yang memungkinkan para ilmuwan untuk memperbaiki kualitas atau kuantitas suatu organisme sesuai dengan keinginan manusia dengan cara memodifikasi karakter genetik organisme tersebut. Beberapa teknologi yang sedang berkembang, terutama yang melibatkan transformasi dan karakterisasi molekuler, sekarang ini banyak digunakan secara luas untuk memperbaiki tanaman pangan. Beberapa disiplin ilmu termasuk genomik dan proteomik juga mulai turut andil dalam upaya perbaikan tanaman pangan tersebut (Soper et al., 2003).

Pada kasus kedelai, bioteknologi menjanjikan sebuah produk dengan nilai nutrisi yang lebih baik dan kuantitas hasil panen yang lebih banyak melalui penciptaan tanaman yang resisten terhadap penyakit, herbisida dan kekeringan. Peningkatan produktivitas ini sangat penting mengingat konsumsi kedelai yang terus meningkat (Soper et al., 2003). Tanpa adanya bioteknologi, harga kedelai diperkirakan akan 9,6 % lebih tinggi. Sementara itu, harga minyak kedelai dan makanan yang terbuat dari kedelai akan lebih tinggi 9%. Pada tahun 2007, bioteknologi telah membantu menyediakan tambahan produksi kedelai sebanyak 68 juta ton (Anonim 2, 2012).

Pada tahun 2002, terdapat sekitar 28,8 juta hektar lahan yang ditanami kedelai hasil modifikasi dengan bioteknologi di Amerika Serikat dan Kanada. Angka ini

8

Page 9: Agroindustri Tempe dan Kedelai

mewakili sekitar 80% dari total produksi kedelai di sana. Penggunaan kedelai yang telah mengalami perbaikan melalui bioteknologi tersebut menyumbang peningkatan sekitar 11% dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan betapa besar peran bioteknologi terhadap upaya peningkatan produksi kedelai di Amerika Serikat dan Kanada (Soper et al., 2003).

Penciptaan tanaman kedelai yang lebih tahan terhadap hama Soybean Cyst Nematode (SCN) merupakan contoh nyata dari hasil aplikasi bioteknologi pada kedelai. SCN merupakan hama yang paling destruktif di Amerika Serikat, yang menyebabkan kerugaian sebesar 1 miliar dolar AS per tahun. Nematoda ini hidup pada akar dan menyebabkan kerusakan yang signifikan berupa kekerdilan dan penguningan, serta penurunan hasil panen. Di dalam akar, nematoda betina dibuahi oleh pejantan dan memproduksi telur dalam jumlah banyak. Pada akhir musim, betina akan mati. Akan tetapi, tubuh betina tersebut akan membentuk cangkang protektif atau sista yang dapat melindungi telur-telur yang ada di dalamnya. Sista ini dapat bertahan selama lebih dari satu dekade (Soper et al., 2003).

Pemetaan gen telah digunakan untuk mengindentifikasi lokasi dari gen resistensi SCN di dalam kromosom. Teknologi ini telah membawa para ilmuwan kepada penelitian lanjutan yang kemudian menghasilkan kedelai yang lebih tahan terhadap SCN. Keberhasilan ini mampu meningkatkan hasil kedelai pada lahan yang telah terinfeksi telur SCN (Soper et al., 2003).

Tool lain dari bioteknologi adalah genomik, yaitu bidang ilmu yang berkenaan dengan studi tentang fungsi dan struktur suatu gen. Genom kedelai, seperti genom pada spesies yang lain, menyediakan cetak biru sebagai sumber pengetahuan mengenai apa saja yang sebenarnya tanaman ini bisa sediakan. Genomik membantu ilmuwan memahami struktur DNA kedelai dan fungsinya sehingga mereka bisa memanipulasi sifat resistensi hama pada kedelai, kuantitas hasil panen dan komposisi biji kedelai. Pemahaman ini kemudian diubah menjadi tools untuk mengembangkan penanda gen untuk menyeleksi sifat-sifat tertentu pada kedelai dengan cara memperbesar kerja gen dan promoter tertentu. Sementara itu, proteomik dikombinasikan dengan pendekatan-pendekatan lain, membantu ilmuwan menyesuaikan kualitas dan kuantitas protein pada kedelai untuk memenuhi kebutuhan global (Soper et al., 2003).

B. TEMPE1. TEMPE SEBAGAI MAKANAN

Tempe merupakan makanan tradisional berbahan baku kedelai yang sangat populer di Indonesia. Indonesia sendiri merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Astawan, 2003).

Meskipun kedelai merupakan sumber dari protein berkualitas tinggi dan juga banyak nutrien lainnya, namun hanya sebagian saja yang tersedia bagi tubuh apabila kedelai utuh disajikan dengan cara direbus, dibakar atau disangrai. Sebaliknya, pada

9

Page 10: Agroindustri Tempe dan Kedelai

proses pembuatan tempe, Rhizopus oligosporus membuat perubahan yang signifikan pada kedelai. Fermentasi yang singkat selama proses pembuatan tempe menjadikannya memiliki rasa dan aroma yang nikmat, tekstur dan penampakan yang unik, serta nilai nutrisi dan daya cerna yang lebih besar. Tempe memiliki banyak keunggulan dibanding dengan makanan-makanan lain, yaitu (Shurtleff dan Aiko, 1979):a) Mengandung protein berkualitas tinggi

Dibanding dengan makanan sumber protein lain yang selama ini dianggap mewah oleh sabagian masyarakat Indonesia, kuantitas dan kualitas protein pada tempe tidaklah kalah. Dari segi kuantitas, jumlah protein pada tempe berada di atas beberapa macam daging dan susu. Kemudian dari segi kualitas, protein tempe memiliki nilai NPU (Nett Present Utilization) yang relatif tinggi. NPU digunakan secara luas untuk mengukur seberapa jumlah protein yang sebenarnya bisa digunakan oleh tubuh. NPU merepresentasikan rasio jumlah nitrogen yang diserap tubuh terhadap nitrogen yang masuk ke dalam tubuh.

b) Protein tempe adalah protein lengkapProtein baik pada tempe maupun pada kedelai merupakan protein yang lengkap, yaitu mengandung semua asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh dan harus didapatkan dari makanan). Dan yang lebih penting lagi, kedelai memiliki kandungan lisin yang sangat tinggi yang bisa dijadikan pelengkap untuk serealia yang miskin lisin, termasuk serealia yang banyak dikonsumsi di dunia sejak dulu. Pada faktanya, konsumsi kedelai bersama dengan serealia tersebut bisa menjadi langkah besar dalam memperbaiki status gizi masyarakat.

c) Merupakan sumber vitamin esensial B12 terkaya untuk vegetarianVitamin B12 adalah nutrien yang sangat penting bagi manusia untuk pembentukan sel darah merah yang normal serta untuk mencegah anemia kronis. Tempe adalah sumber makanan pertama bagi vegetarian yang mengandung vitamin B12 dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.

d) Merupakan makanan yang “utuh”Tidak seperti tahu dan makanan yang terbuat dari kedelai pada umumnya, tempe adalah makanan “utuh” yang mengandung banyak serat alami. Serat penting untuk kesehatan karena menstimulasi dan membersihkan saluran pencernaan, terutama usus halus dan usus besar. Makanan yang mengandung serat cenderung memiliki serum kolesterol yang rendah.

e) Rendah lemak JenuhSeperti semua makanan yang terbuat dari kedelai, kandungan lemak jenuh pada tempe saangatlah rendah. Sebaliknya, tempe kaya akan lesitin dan lemak tidak jenuh esensial seperti asam linoleat dan asam linolenat.

f) Bebas kolesterolTempe tidak mengandung kolesterol. Hal ini memungkinkan kita untuk menghindari lemak hewani dan kolesterol tanpa harus kehilangan protein dan rasa.

g) Mudah dicernaMakanan yang terbuat dari kacang-kacangan kebanyakan sulit dicerna dan menyebabkan gejala flatulensi (timbulnya gas pada usus). Namun demikian, tidak

10

Page 11: Agroindustri Tempe dan Kedelai

untuk tempe. Standar yang secara luas digunakan untuk mengukur daya cerna adalah koefisien daya cerna, dimana koefisien untuk tempe adalah 86,1%. Lebih rendah dari pada tahu namun masih sangat baik.

h) Sumber vitamin dan mineral yang baikSelain vitamin B12, tempe juga kaya akan vitamin-vitamin B yang lain (yang disintesis oleh kapang pada tempe), zat besi, magnesium, kalium, seng dan mangan. Kapang Rizhopus pada tempe juga memproduksi enzim aktif yang disebut fitase, yang dapat menguraikan fitat, yaitu substansi lengket pada kedelai yang dapat mengikat sejumlah mineral dan garam mineral.

i) Mengandung antibiotikRhizopus memproduksi agen antibakteria alami dan stabil terhadap panas yang bertindak seperti antibiotik untuk melawan organisme penyebab penyakit. Agen antibakteri ini terutama menghambat pertumbuhan bakteri gram positif seperti staphylococcus aureus.

j) Bebas dari kemotoksinTempe, seperti makanan lain yang terbuat dari kedelai, adalah makanan berprotein dan berkalsium tinggi yang unik, yaitu relatif bebas kemotoksin. Sebagai perbandingan, daging, ikan dan unggas rata-rata mengandung 20 kali pestisida lebih banyak dari pada yang terdapat pada legum.

2. KAPANG PADA TEMPEPada umumnya, starter yang digunakan dalam pembuatan tempe di Indonesia

merupakan kultur campuran. Dari starter ini, kemudian akan tumbuh beberapa spesies kapang sebagai berikut (Shurtleff dan Aiko, 1979):a) Rhizopus oligosporus

Spesies ini merupakan kapang dasar yang digunakan dalam pembuatan tempe. Di antara kapang yang lain, kapang ini memiliki aktivitas protease dan lipase yang paling kuat (yang paling ideal untuk memecah kedelai yang memang kaya akan lemak dan protein), dan juga memiliki aktivitas amilase yang paling lemah (sangat bagus untuk memproduksi tempe dari biji-biji serealia atau campuran kedelai dan serealia).

b) Rhizopus oryzaeSpesies ini memiliki aktivitas amilase yang paling kuat sehingga tidak terlalu baik untuk digunakan untukk membuat tempe yang mengandung biji-bijian serealia. Namur demikian, karena kapang ini memiliki aktivitas protease yang juga tinggi, kapang ini juga bagus untuk membuat tempe kedelai.

c) Rhizopus arrhizusd) Rizhopus stolonifere) Rhizhopus achlamydosporusf) Rhizhopus formosaensisg) Rhizhopus chinensish) Rhizhopus cohnii

Dalam pembuatan tempe di Indonesia, di antara kapang, terdapat juga beberapa bakteri dan yeast. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tempe yang dibuat dengan kultur campuran memiliki kelebihan berupa (Shurtleff dan Aiko, 1979):

11

Page 12: Agroindustri Tempe dan Kedelai

a) aroma dan rasa yang lebih kaya, kompleks dan enakb) daya cerna yang lebih baikc) kandungan nutrisi yang lebih baikd) daya tahan yang lebih lama

3. FERMENTASI PADA TEMPEProses pada fermentasi tempe terbagi atas tiga fase berdasarkan perubahan

temperatur pada tempe, pelepasan asam lemak bebas (freee fatty acids, FFA), pertumbuhan mikrobia dan sifat-sifat organoleptik (warna, rasa, tekstur dan aroma). Pada saat fase pertama atau rapid phase (dari awal sampai jam ke tiga puluh pada suhu 32° C), terdapat peningkatan yang cepat pada total FFA, pertumbuhan kapang dan sejumlah bakteri. Pada fase ini, temperatur pada pusat tempe meningkat dengan cepat dari 25°C menjadi 32°C, yang kemudian tetap konstan sampai sekitar jam ke lima belas. Lalu, seiring tempe menghasilkan panasnya sendiri untuk fermentasi, temperatur meningkat secara konstan menjadi maksimum 43,5°C. Pada waktu jam ke lima belas sampai jam ke dua puluh, kapang pada awalnya tumbuh dengan lambat dan pada umumnya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemudian, hifa tipis berwarna putih mulai muncul dan mulai melilit butiran-butiran kedelai yang ada. Permukaan kedelai secara cepat kemudian ditutupi oleh miselium yang secara berangsur-angsur bertambah tebal. Seiring dengan temperatur tempe yang mulai mencapai puncaknya, ruang diantara butiran-butiran kedelai mulai terisi penuh dengan massa miselium sehingga tempe menjadi kompak dan padat (Shurtleff dan Aiko, 1979).

Pada permulaaan fase ke dua atau translational phase (jam ke tiga puluh sampai jam ke lima puluh), tempe siap untuk dipanen. Temperatur tempe mulai menurun kembali. Sementara itu, peningkatan jumlah FFA, bakteri dan kapang mulai berhenti (Shurtleff dan Aiko, 1979).

Pada fase ke tiga atau deterioration phase, selagi temperatur tempe turun menuju temperatur kamar, kandungan FFA dan sejumlah bakteri (yang pada saat ini mulai menjadi organisme dominan) meningkat kembali, meskipun tidak secepat sebelumnya. Saat miselium pada tempe mulai terlihat lembab, hal ini berarti bahwa kapang mulai mati (Shurtleff dan Aiko, 1979).

4. PERBAIKAN FERMENTASI PADA TEMPEAgar proses fermentasi berjalan dengan baik, maka perlu diperhatikan

beberapa hal berikut ini (Shurtleff dan Aiko, 1979).a. Perebusan Awal, Perendaman dan Prafermentasi

Untuk membuat tempe, kedelai kering dicuci, direbus dalam air mendidih selama 15-30 menit untuk kemudian direndam selama 22 jam. Perebusan akan menjadikan kulit kedelai menjadi lebih longgar sehingga lebih mudah dikupas. Perebusan akan membunuh semua kapang dan bakteri yang menempel pada kedelai. Semakin pendek durasi perebusan, semakin banyak bakteri yang bertahan hidup yang akan mengaktifkan prafermentasi. Perendaman dengan air hangat melunakkan biji kedelai, menstimulasi terjadinya prafermentasi dan menghilangkan inhibitor kapang. Pada saat direndam, bakteri yang masih menempel pada kulit kedelai

12

Page 13: Agroindustri Tempe dan Kedelai

mampu mengaktifkan terjadinya sedikit prafermentasi. Akibatnya, air rendaman menjadi keruh dan berasa sedikit asam. Prafermentasi akan menurunkan pH kedelai menjadi antara 3,5-5. Setelah inokulasi, pH yang rendah ini menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang tidak diinginkan tanpa menghalangi pertumbuhan miselium Rhizopus. Apabila pH rendah ini tidak bisa dicapai, maka dibutuhkan lebih banyak lagi starter sehingga biaya produksi menjadi lebih mahal.

b. PengupasanFungsi biologis dari kulit kedelai adalah melindungi biji kedelai dari serangan jamur. Oleh karena itu, kulit kedelai harus dihilangkan agar kapang dan enzim yang dihasilkannya mampu melakukan penetrasi ke dalam kedelai.

c. PerebusanPerebusan dilakukan selama 60 menit dengan menggunakan air rendaman untuk mengasamkan kedelai. Perebusan dibutuhkan untuk melunakkan kedelai, meningkatkan nilai nutrisi kedelai dan menonaktifkan inhibitor tripsin serta menghentikan aktivitas prafermentasi. Apabila waktu perebusan terlalu singkat, bakteri pengkontaminasi mungkin masih hidup sehingga tempe yang dihasilkan menjadi lebih cepat rusak. Sementara itu, perebusan yang terlalu lama justru menghambat pertumbuhan miselium, menghancurkan beberapa asam amino pada kedelai dan menurunkan daya cerna protein.

d. Inhibitor Kapang Pada KedelaiSetelah direbus kedua kalinya, kedelai harus ditiriskan dan air rebusannya dibuang. Pembuangan air rebusan perlu dilakukan karena air ini mengandung senyawa tahan panas dan larut dalam air yang dapat menghambat pertumbuhan miselium Rhizopus. Faktor penghambat ini juga mencegah pembentukan enzim proteolitik oleh kapang

e. InokulasiDalam pembuatan tempe, adalah sangat penting untuk menggunakan inokulum dalam jumlah yang benar. Penggunaan konsentrasi 1 juta butir spora Rhizopus oligosporus untuk setiap 100 gram kedelai rebus sangat dianjurkan karena menghasilkan pertumbuhan kapang yang optimal. Konsentrasi inokulum yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menyebabkan waktu fermentasi menjadi lebih lama.

Sementara itu, untuk memproduksi tempe dengan kualitas protein yang tinggi, kapang Rhizhopus membutuhkan oksigen, kelembaban, temperatur dan PH yang tepat (Shurtleff dan Aiko, 1979).a. Oksigen

Karena Rhizhopus merupakan kapang aerob, kurangnya oksigen akan menyebabkan kapang ini mati dan berhenti tumbuh sehingga miselium yang tumbuh terlalu sedikit dan kualitas tempe yang dihasilkan di bawah standar. Sementara itu, udara yang berlebihan akan menyebabkan permukaan kedelai menjadi kering sehingga menghambat pertumbuhan kapang. Apabila kelebihan oksigen terjadi setelah miselium terbentuk dengan sempurna, maka kapang akan bermetabolisme dengan laju yang terlalu cepat dan menghasilkan panas yang selanjutnya akan menghambat pertumbuhan kapang itu sendiri. Aerasi yang lambat dan seragam dari segala arah adalah yang paling ideal.

13

Page 14: Agroindustri Tempe dan Kedelai

b. KelembababanKapang pada tempe tumbuh dengan baik pada rentang kelembaban yang relatif luas. Sudarmadji merekomendasikan kelembababan udara sebesar 50%. Kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan kapang, sedangkan kelembaban yang berlebih akan menyebabkan pertumbuhan bakteri serta menghalangi difusi oksigen ke dalam kedelai.

c. Temperatur terhadap waktuKapang tempe tumbuh dengan baik pada suhu 30-37 °C. Suhu 25°C juga dapat digunakan, tetapi kadang-kadang menghasilkan tempe dengan kulitas rendah dan membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama yaitu 5 hari. Sementara pada suhu 37°C, waktu fermentasi yang dibutuhkan hanya satu hari. Pada inkubator yang sering digunakan di industri rumahan dimana tidak ada termostat dan sirkulasi udara buatan, suhu 31°C memberikan hasil yang terbaik karena mengurangi terjadinya bahaya pemanasan yang berlebihan dan kerusakan. Masa inkubasi yang lama pada temperatur ini (32 jam) menghasilkan tempe yang kompak dan enak.

d. pHpH substrat tempe yang akan diinokulasi dengan starter harus 5 atau sedikit di bawahnya. Rhizopus oligosporus tumbuh dengan baik pada pH 3,4-6, tetapi pada pH di bawah 3,4, pertumbuhan kapang akan sangat terhambat. Dua enzim proteolitik yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus aktif dan stabil pada pH antara 3,0-6,0.

5. BAHAN BAKU TEMPE SELAIN KEDELAIUntuk mengurangi ketergantungan dengan kedelai, beberapa bahan lain bisa

digunakan sebagai bahan subtitusi kedelai dalam pembuatan tempe. Bebarapa bahan yang tersebut adalah (Shurtleff dan Aiko, 1979):a. Kecipir

Salah satu sumber protein berkualitas tinggi yang murah di daerah tropis adalah kecipir. Tanaman legum ini hidup dengan cara merambat dan diperkirakan asli berasal dari wilayah Indonesia. Kecipir sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki lima karakter unik, yaitu:1) Menghasilkan makanan yang kaya nutrisi dengan rasa yang enak

Hampir seluruh bagian dari tanaman ini dapat dimakan, mulai dari buah, daun, pucuk, umbi dan bijinya. Hal ini dapat membantu negara-negara dengan penduduk yang mengalami defisiensi protein.

2) Biji kecipir kering sangat kaya akan proteinKecipir adalah satu-satunya legum dengan kandungan protein yang menyamai kedelai (32-38%). Kecipir juga memiliki kandungan lisin 20-40% lebih banyak dari pada kedelai.

3) Memiliki produktivitas yang tinggiJika dibudidayakan di daerah tropis yang lembab seperti Indonesia, kecipir dapat tumbuh dengan mudah dan cepat serta menghasilkan panenan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal ini bertolak belakang dengan kedelai yang memang lebih mudah dibudidayakan di daerah subtropis.

14

Page 15: Agroindustri Tempe dan Kedelai

4) Menghasilkan umbi kaya proteinKandungan protein pada umbi kecipir mencapai 20% dari berat keringnya. Ini jauh lebih tinggi dari pada singkong, talas dan kentang.

5) Umbi kecipir memiliki kemampuan yang luar biasa untuk membentuk nodul dan mengikat nitrogenTanaman kecipir mampu membentuk nodul dalam jumlah banyak yang mampu mengikat nitrogen empat kali lipat lebih banyak dari pada kedelai untuk setiap satu satuan luas. Kemampuan mengikat nitrogen yang sangat tinggi ini memungkinkan tanaman ini untuk dibudidayakan pada lahan yang relatif miskin unsur hara.

Kecipir sudah banyak dikenal untuk membuat tempe. Tempe kecipir mengandung 17,5% protein, sedikit di bawah tempe kedelai yang sebesar 19,8%.

b. BengukBenguk mengandung protein sebanyak 28,7% dari berat kering, cukup tinggi dibanding dengan legum yang lain.. Kelebihan dari benguk adalah harganya yang murah serta mengandung lebih banyak asam amino pembatas metionin.

c. LamtoroTanaman ini menghasilkan daun yang kaya akan protein sehingga biasa dijadikan pakan ternak, pupuk dan mulsa. Biji lamtoro mengandung senyawa toksin yang disebut mimosin. Senyawa ini berbahaya bagi manusia apabila persentasenya dalam asupan makanan mencapai lebih dari 10%. Mimosin dapat menyebabkan terjadinya kerontokan rambut. Saat ini, lamtoro yang rendah mimosin sedang dikembangkan.

d. Kacang hijauBiji kacang hijau mengandung 24,2% protein. Tempe yang dibuat dari kacang hijau utuh mengandung protein sebesar 41,1% dari berat keringnya. Dibanding dengan legum yang lain (kecuali kedelai), tanaman ini mampu menghasilkan protein yang lebih banyak untuk setiap satu satuan luas. Kacang hijau juga lebih mudah dicerna dan tidak menimbulkan gejala flatulensi.

e. Kacang babiBiji kacang babi mengandung 25% protein. Kacang ini dikonsumsi secara luas di seluruh dunia, terutama di daerah mediterania.

f. Kacang merahg. Kara

C. TAHUTahu adalah makanan yang telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tahu

dibuat dengan cara menggumpalkan sari kedelai tanpa melibatkan proses fermentasi. Sebagai makanan, tahu memiliki beberapa keunggulan yaitu (Shurtleff dan Akiko, 1975):

a) Kaya akan protein berkualitas tinggib) Mengandung asam amino esensialc) Merupakan makanan yang ideal untuk dietd) Rendah lemak jenuh dan kolesterole) Kaya akan vitamin dan mineral

15

Page 16: Agroindustri Tempe dan Kedelai

f) Relatif bebas dari toksin kimiawig) Murahh) Mudah dibuati) Serbaguna

D. DIVERSIFIKASI POLA MAKAN UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN DENGAN PROTEIN KEDELAI

Makanan sumber protein sebenarnya dapat berasal dari darat maupun laut. Dengan kondisi ekonomi penduduk Indonesia yang belum semuanya terentaskan dari kemiskinan, maka konsumsi rutin makanan sumber protein seperti daging dan ikan belum bisa dilakukan oleh karena harganya yang relatif mahal. Sementara itu, tempe dan tahu yang selama ini menjadi sumber protein murah bagi masyarakat tidak bisa terus diharapkan mengingat bahwa kedelai sebagai bahan baku kedua jenis makanan tersebut belum bisa dipenuhi oleh produksi di dalam negeri. Karena sebagian besar kedelai masih diimpor dari negara lain, harga kedelai di Indonesia menjadi sangat mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga kedelai internasional. Terlebih lagi, harga kedelai internasional diperkirakan akan terus mengalami kenaikan mengingat permintaan akan kedelai yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karenanya, selagi produksi kedelai domestik belum sanggup mencukupi kebutuhan kedelai nasional, ada baiknya masyarakat Indonesia mencari sumber protein lain yang mudah di dapat dari alam sekitar. Bahan-bahan yang layak untuk dijadikan sumber protein di Indonesia adalah bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:1) Memiliki harga yang murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat2) Memiliki kadar protein yang tinggi3) Dapat ditemui atau dibudayakan dengan mudah4) Halal

Selain kacang-kacangan yang bisa dibudidayakan dengan mudah di Indonesia seperti kecipir, benguk, kara, kacang hijau dan kacang babi, ada beberapa bahan lain yang memenuhi syarat-syarat tersebut sehingga layak untuk dijadikan sumber protein bagi penduduk Indonesia. Bahan-bahan tersebut antara lain:1) Jangkrik

Sedikitnya 1.800 spesies serangga cocok untuk dikonsumsi manusia. Serangga relatif mudah dikembangbiakkan dan dipelihara. Untuk memproduksi satu kilogram “daging serangga”, hanya dibutuhkan seperduabelas dari pakan yang diperlukan untuk memproduksi satu kilogram daging sapi (Hapsari, 2012). Salah satu jenis serangga yang bisa dengan mudah ditemui di Indonesia adalah jangkrik. Selain tinggi protein, jangkrik juga kaya akan kalsium dimana kalsium yang terkandung di dalam empat ekor jangkrik dewasa setara dengan kalsium dalam satu gelas susu (Odi, 2012).

2) BelutDi Indonesia terdapat tiga jenis ikan belut, yaitu belut sawah (Monopterus albus Zuieuw), belut rawa (Synbranchus bengalensis Mc. Clell), dan belut bermata sangat kecil (Macrotema caligans Cant). Belut sawah merupakan jenis yang paling dikenal di Indonesia, sedangkan belut rawa jumlahnya terbatas sehingga kurang begitu dikenal. Nilai protein pada belut (18,4 g/100 g daging) setara dengan protein daging sapi (18,8

16

Page 17: Agroindustri Tempe dan Kedelai

g/100g), tetapi lebih tinggi dari protein telur (12,8 g/100 g). Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia, dari bayi hingga usia lanjut. Protein belut juga kaya akan beberapa asam amino yang memiliki kualitas cukup baik, yaitu leusin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat (Astawan, 2008).

Di antara kecipir, benguk, kara, kacang hijau, kacang babi, jangkrik dan belut tidak semuanya memiliki protein dengan kualitas dan kuantitas sebaik kedelai. Namun demikian, apabila bahan-bahan tersebut dikonsumsi dengan dikombinasikan satu sama lain, maka kebutuhan tubuh akan protein tetap dapat terpenuhi. Terlebih lagi, organisme-organisme tersebut mudah ditemui dan dibudidayakan di Indonesia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa diversifikasi pola makan sangat membantu masyarakat Indonesia untuk mengurangi ketergantungan dengan protein kedelai mengingat banyaknya organisme asli Indonesia yang juga memiliki kandungan protein tinggi.

17

Page 18: Agroindustri Tempe dan Kedelai

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2010. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai Sebagai Upaya Untuk Memenuhi Kebutuhan di Dalam Negeri dan Mengurangi Impor. Dalam http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ip034106.pdf. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Amang, et al. 1996. Ekonomi Kedelai. Bogor : IPB Press.

Anonim 1. 2012. Manfaat Protein Untuk Tubuh. Dalam http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=1746_Manfaat-Protein-Untuk-Tubuh-. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Anonim 2. 2012. Biotechnology: Ask The Expert. Dalam http://www.soyconnection.com/health_nutrition/health_biotechnology/ask_the_expert.php. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Arsyad, MA dan M. Syam. 1995. Kedelai Sumber Pertumbuhan dan Teknik Budidaya. Puslitbang Tanaman Pangan.

Astawan, Made. 2003. "Tempe: Cegah Penuaan & Kanker Payudara..!". Dalam http://web.archive.org/web/20050309121715/http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0307/03/092312.htm. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Astawan, Made. 2008. Si Licin Belut Kuatkan Tulang. Dalam http://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/10453394/si.licin.belut.kuatkan.tulang. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Bratadharma, Angga. 2012. Besarnya Kebutuhan Kedelai, Picu Fluktuasi Harga. Dalam http://www.infobanknews.com/2012/07/besarnya-kebutuhan-kedelai-picu-fluktuasi-harga/. Diakses pada tanggal 5 Okober 2012.

Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food, Gizi untuk Keluarga. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara

Hapsari, Endah. 2012. Ayam dan Daging Mahal? Ini Dia Sumber Protein yang Murah Meriah. Dalam http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/12/04/19/m2p8io-ayam-dan-daging-mahal-ini-dia-sumber-protein-yang-murah-meriah. Diakses tanggal 6 Oktober 2012.

Kurniawan, Gani. 2012. Pemerintah Harus Prioritaskan Peningkatan Produksi Kedelai. Dalam http://www.tribunnews.com/2012/07/26/pemerintah-harus-prioritaskan-peningkatan-produksi-kedelai. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Kurniawan, Latief D. 2001. Childhood Malnutrition in Indonesia, Its Current Situation. In : Joint Symposium On Childhood Malnutrition Its Consequences and Management. Surakarta, Indonesia, 1 – 25.

18

Page 19: Agroindustri Tempe dan Kedelai

Odi. 2012. Uni Eropa Teliti Serangga Sebagai Sumber Protein Berkualitas. Dalam http://food.detik.com/read/2012/01/31/155939/1830542/294/uni-eropa-teliti-serangga-sebagai-sumber-protein-berkualitas. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Pirantiwi, Astri. 2012. Berapa Jauh Indonesia dari Swasembada Kedelai?. Dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/07/26/090419484/Berapa-Jauh-Indonesia-dari-Swasembada-Kedelai. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Sastradihajat, HIR dan Soemarno DS. 1991. Budidaya Tanaman Tropika. Surabaya : Penerbit Usaha Nasional.

Setiadi, Bambang. 2012. Menjadikan Tempe sebagai Pangan Dunia. Dalam http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/10883. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Shurtleff, William dan Akiko Aoyagi. 1975. The Book of Tofu Food For Mankind. Autumn Press. Massachusetts.

Shurtleff, William dan Akiko Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh professional Edition. Harper and Row Publisher. New York.

Simatupang, et al. 2005. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. Dalam http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_IV_10.pdf. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Soper, et al. 2003. The Future of Biotechnology in Soybeans. Dalam http://www.agbioforum.org/v6n12/v6n12a03-sullivan.htm. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2012.

Sudargo, Greg. 2012. Impor Kedelai Indonesia Pada 2011 Naik Dua Kali Lipat. Dalam http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/impor-kedelai-indonesia-pada-2011-naik-dua-kali-lipat. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Sudaryanto, T. dan D. K. S. Swastika. 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Puslitbangnas halaman 1-27.

Sumarno et al. 1989. Analisis Kesenjangan Hasil Kedelai di Jawa. Bogor : Pusat Palawija Bogor.

Swastika, D.K.S. 1997. Swasembada Kedelai Antara Harapan dan Kenyataan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.15(1): 57–66.

Swastika, D.K.S. 2003. Soybean Self-sufficiency in Indonesia: Dream or Reality?. Short Article. CGPRT-Flash. Vol.1(5): 2 p.

Tadjo, Masnama. 2012. Kedelai dan Peranannya di Indonesia. Dalam http://ambonekspres.com/index.php/index.php?option=read&cat=42&id=39022. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

19