agribisnis bukan sekedar konsep

3
Agribisnis Bukan Sekedar Konsep Oleh : Atep Afia Hidayat Perkataan agribisnis makin banyak disebut, entah itu dalam seminar, surat kabar, majalah atau dalam perbincangan shari-hari. Pendek kata agribisnis makin popular dan terus bergaung. Lantas, apa yang dimaksud dengan agribisnis, kapan pertama kali muncul, dan kapan mulai dikenal di Indonesia? Sebelum memasuki bahasan lebih lanjut, tentu perlu ada pemahaman persepsi tentang agribisnis, apa da bagaimana. Adalah dua orang ilmuwan terkemuka dari Harvard University, yaitu J. Davis dan R. Goldenberg yang pertama kali “menelorkan” konsep agribisnis melalui bukunya A Conception of Agribusiness. Buku tersebut diterbitkan tahun 1957, dan sejak itulah dianggap sebagai tahun kelahiran konsep agribisnis. Dengan demikian konsep tersebut sampai saat ini telah melampaui lima dekade. Di Indonesia sendiri agribisnis mulai dikenal sejak tahu 1975, yaitu ketika IPB membuka program studi perusahaan pertanian, yang dalam tahun 1984 berganti nama menjadi program studi agribisnis. Konsep agribisnis benar-benar “ngetop” dalam dekade 1990-an. Sebenarnya konsep agribisnis merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep pertanian itu sendiri. Dalam arti sempit pertanian itu hanya meliputi upaya manusia untuk membudidayakan (farming) berbagai tanaman, hewan dan ikan. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), maka kegiatan farming tersebut semakin mengarah pada intensifikasi, hingga hal-hal seperti produktivitas dan efisiensi menjadi ciri utamanya. Dalam perkembangannya kegiatan farming makin berinteraksi dengan kegiatan industri (pupuk, pestisida dan mesin), hingga keduanya nyaris sulit dipisahkan dan terus membentuk saling ketergantungan. Tingkat produksi pupuk tergantung pada intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, sebaliknya produksi pertanian juga dipengaruhi ketersediaan pupuk. Di sisi lainnya ternyata berbagai produk pertanian memerlukan pengolahan lebih lanjut, maka berkembanglah industri pengolahan, mulai dari pabrik kecap, tahu,saos, sambal, nenas dalam kaleng, sari buah, ikan dalam kaleng, dan sebagainya.

Upload: neng-sarah

Post on 24-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Agribisnis Bukan Sekedar Konsep

Agribisnis Bukan Sekedar Konsep

Oleh : Atep Afia Hidayat –

Perkataan agribisnis makin banyak disebut, entah itu dalam seminar, surat kabar, majalah atau dalam perbincangan shari-hari. Pendek kata agribisnis makin popular dan terus bergaung. Lantas, apa yang dimaksud dengan agribisnis, kapan pertama kali muncul, dan kapan mulai dikenal di Indonesia? Sebelum memasuki bahasan lebih lanjut, tentu perlu ada pemahaman persepsi tentang agribisnis, apa da bagaimana.

Adalah dua orang ilmuwan terkemuka dari Harvard University, yaitu J. Davis dan R. Goldenberg yang pertama kali “menelorkan” konsep agribisnis melalui bukunya A Conception of Agribusiness. Buku tersebut diterbitkan tahun 1957, dan sejak itulah dianggap sebagai tahun kelahiran konsep agribisnis. Dengan demikian konsep tersebut sampai saat ini telah melampaui lima dekade.

Di Indonesia sendiri agribisnis mulai dikenal sejak tahu 1975, yaitu ketika IPB membuka program studi perusahaan pertanian, yang dalam tahun 1984 berganti nama menjadi program studi agribisnis. Konsep agribisnis benar-benar “ngetop” dalam dekade 1990-an.

Sebenarnya konsep agribisnis merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep pertanian itu sendiri. Dalam arti sempit pertanian itu hanya meliputi upaya manusia untuk membudidayakan (farming) berbagai tanaman, hewan dan ikan.

Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), maka kegiatan farming tersebut semakin mengarah pada intensifikasi, hingga hal-hal seperti produktivitas dan efisiensi menjadi ciri utamanya.

Dalam perkembangannya kegiatan farming makin berinteraksi dengan kegiatan industri (pupuk, pestisida dan mesin), hingga keduanya nyaris sulit dipisahkan dan terus membentuk saling ketergantungan. Tingkat produksi pupuk tergantung pada intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, sebaliknya produksi pertanian juga dipengaruhi ketersediaan pupuk.

Di sisi lainnya ternyata berbagai produk pertanian memerlukan pengolahan lebih lanjut, maka berkembanglah industri pengolahan, mulai dari pabrik kecap, tahu,saos, sambal, nenas dalam kaleng, sari buah, ikan dalam kaleng, dan sebagainya.

Page 2: Agribisnis Bukan Sekedar Konsep

Dengan adanya industri pengolahan tersebut terjadi peningkatan nilai tambah hasil pertaian, meskipun yang diterima petani relatif kecil. Selain dengan sektor industri, sektor pertanian pun terus berinteraksi seperti dengan transportasi, perdagangan, koperasi, dan perbankan.

Lambat laun membentuk suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Dengan demikian agribisnis pada dasarnya meliputi budidaya pertanian, industri hulu (penyediaan sarana produksi pertanian), industri hilir (pengolahan hasil pertanian), serta pemasaran berbagai produk pertanian.

Saat ini posisi agribisnis makin strategis, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, yang notabene masih merupakan mayoritas penduduk Indonesia.

Ternyata sebagian besar dari 32 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan ternyata merupakan petani. Agribisnis diharapkan mampu merangkul petani untuk turut terlibat di dalamnya, sekaligus bisa merasakan adanya peningkatan nilai tambah.

Selama ini agribisnis memang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun nilai tambahnya ternyata tidak dinikmati oleh kebanyakan petani. Kenyataannya justru “petani-petani berdasi” yang lebih menikmatinya. Bagaimanapun, dalam upaya mengembangkan agribisnis, petani masih merupakan ujung tombaknya.

Kebangkitan bangsa Indonesia tidak bisa terlepas dari kebangkitan pertanian dan petaninya. Dengan aplikasi konsep agribisnis maka diharapkan terjadi percepatan pembangunan pertanian dan kemandirian bangsa.

Secara proporsional kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) memang makin menurun. Jika pada tahun 1969 masih 37,6 persen, tahun 1990 tinggal 21,8 persen, maka tahun 2010 tinggal sekitar 15 persen. Namun kontribusi absolutnya tetap dominan, dan masih merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dalam kurun waktu yang sama sektor industri mengalami pertumbuhan dari 6,1 (1969) menjadi 19,5 persen (1990), dan sekitar 26 persen (2010).

Agroindustri yang merupakan bagian dari angribisnis meliputi industri hasil kehutanan, perkebunan, tanaman pangan dan horticultural, peternakan dan perikanan. Sebenarnya Indonesia memiliki potensi perikanan darat dan laut yang sangat besar, selayaknya agroindustri perikanan bisa berkembang pesat. Begitu pula untuk agroindustri peternakan, yang memiliki peluang besar di kembangkan di Kawasan Indonesia Timur.

Page 3: Agribisnis Bukan Sekedar Konsep

Untuk mengembangkan agribisnis diperlukan dukungan modal yang sangat besar. Dalam hal ini belum banyak bank yang sanggup bermitra usaha dengan sektor agribisnis, hal itu terutama disebabkan faktor risiko yang tinggi, khususnya dalam kegiatan farming.

Budidaya tanaman, ternak dan ikan sangat dipengaruhi lingkungan, baik makro atau mikro. Selain itu, ternyata agribisnis masih diharapkan pada delik pemasaran yang harus selalu memperhatikan standar mutu internasional. Seringkali terjadi produk agribisnis yang diekspor dikembalikan karena mutu yang tidak memadai.

Selayaknya kemampuan untuk membaca peluang pasar makin diingkatkan. Bagaimanapun sektor agribisnis bisa menjadi andalan utama, mengingat sumberdaya yang sangat mendukung, seperti bahan baku, lahan, teknologi dan sumberdaya manusia.

Sudah sewajarnya Indonesia berhasil menjadi negara agribisnis terkemuka, setelah beberapa abad dikenal sebagai negara agraris.

Upaya pengembangan agribisnis di luar Jawa terutama dihadapkan pada infrastruktur yang masih minim. Sentra-sentra produksi tanaman memang banyak dibuka, baik melalui PIR, transmigrasi, HTI, HTI-Trans, dan sebagainya, namun pengolahan lebih lanjut menjadi sulit karena pabrik belum banyak tersedia. Untuk membangun satu unit pabrik di tengah-tengah perkebunan sawit, karet, kakao atau tebu, diperlukan infrastruktur seperti jalan, listrik, telepon, saluran air, dan sebagainya. Begitu pula untuk memperlancar distribusi produk agroindustri ke pasar ekspor, diperlukan pelabuhan yang memenuhi beberapa kualifikasi, seperti dapat disinggahi kapal-kapal berukuran besar.

Sektor agribisnis tidak bisa berdiri sendiri. Dengan adanya kelengkapan infrastruktur, minat investor dalam dan luar negeri diharapkan makin meningkat. Untuk menjadikan agribisnis sebagai sektor andalan, tak ada pilihan lain, maka infrastruktur perlu terlebih dahulu dikembangkan.

Jika sudah berkembang sedemikian rupa, maka sektor agribisnis diharapkan makin meningkatkan nilai tambah; memperluas kesempatan kerja; meningkatkan perolehan devisa; serta mendongkrak pertumbuhan sektor industry dan pertanian. Selain itu diharapkan mampu memperbaiki kesejahteraan petani yang masih merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Sebenarnya agribisnis merupakan salah satu “jurus” yang cukup ampuh untuk mengentaskan kemiskinan. (Atep Afia, Staf Pengajar Universitas Mercu Buana, Jakarta).