(ageratum conyzoides) pada tikus percobaan

8
HEPATOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN BABADOTAN (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN YULVIAN SANI 1 , SAUMITIRA BUSTAMI 2, dan AISJAH GIRINDRA 2 I Balai Penelitian Veteriner Jalan R .E. Martadinata 30, P .O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia 2 FMIPA - Institut Pertanian Bogor Jalan . Raya Padjadjaran, Bogor 16151, Indonesia (Diterima dewan redaksi 1 Mei 1997) ABSTRACT SANI, Y., S. BUSTAMI, dan A. GiRINDRA . 1998 . The hepatotoxicity of Ageratum conyzoides leaf in experimental rats . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (1) : 63-70 . Five extracts were obtained from Ageratum conyzoides leaf extracted in methanol-water (4 :1) . They were neutral extract (in ethyl acetate), moderately polar extract (in chloroform) ; basic extract (in chloroform-methanol), polar extract (in methanol), and filtrate. Three extracts were tested biologically and the moderately polar extract was found to be most toxic for female Wistar rats . While the toxicity of neutral extract was mild and other extracts were non-toxic . Therefore, the moderately polar extract was investigated for the hepatoxicity effects in the present study . Intragastric dosing of this extract in rats has caused mortality with clinical signs of weakness, low activity and death . Pathological examination showed mottling on the capsular surface of liver. Microscopically showed anisokaryosis, megalocytosis, bile duct cells proliferation and necrosis . Multiple dosing of this extract may lead to liver and lung injury showing anisokaryosis, megalocytosis, bile duct cells proliferation, centrolobular necrosis, vacuolisation, mitotic figures and mononuclear cells infiltration in the liver and epithelialisation of alveolar walls, thickening of alveolar walls and oedema in the lungs. Liver regeneration occurred 7 days after the last dosing showing mitotic figures and return to the normal structure of liver . The average body weight gain reduced during the first 3 weeks of intoxication from 127.6 g. on predosing to 120,4 g. on week-3 followed by an increased on body weight until the last experiment to 130 .8 g. when dosing of extract was terminated . There was an increased of alanine amino transferase ( ALAT) during the first 2 days after dosing from 14 .6 IU/1 to 23 .0 IU/1 and reduced at the following days to 7.5 IU/1 at day-5 after dosing . Dosing with retrorsin has caused an increased in ALAT consistently during the first 5 days to 8 .7 IU/1 . The activity of aspartate amino transferase (ASAT) reduced during the first 3 days after dosing with the extract from 29 .2 IU/1 to 15 .1 IU/I and from 15 .9 IU/1 to 8.9 IU/1 with retrorsin, but both enzymes appeared higher than control rats . The analysis of toxic compound in A. conyzoides leaf showed that the Rf value was similar to retrrorsin showing the leaf containing pyrrolizidine alkaloid compounds. Keywords : Ageratum conyzoides, retrorsine, pathology, regeneration, liver, lungs ABSTRAK SANI, Y ., S. BUSTAMI dan A. GIRINDRA . 1998 . Hepatotoksisitas ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides) pada tikus percobaan . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (1) : 63-70. Sebanyak 5 jenis ekstrak telah diperoleh dari daun babadotan segar yang .diekstraksi dengan pelarut metanol : air (4 :1) yaitu ekstrak netral (larut dalam etil asetat), polar moderat (larut dalam khloroform), basa (larut dalam khloroform-metanol), ekstrak polar (larut dalam metanol) dan residu (filtrat). Tiga di antaranya telah diuji secara biologis pada tikus betina Wistar dan ekstrak polar moderat disimpulkan sebagai ekstrak yang paling toksik yang dapat menimbulkan kematian pada tikus percobaan . Sementara itu, ekstrak netral menunjukkan derajat toksisitas yang rendah dan ekstrak lain tidak toksik pada tikus percobaan . Oleh karena itu, ekstrak polar moderat digunakan untuk mempelajari senyawa hepatotoksisitas pada penelitian ini . Pemberian ekstrak tersebut secara intragastrik telah menimbulkan kematian pada tikus dengan gejala klinis lemah, lesu, bulu kusam dan kematian . Secara patologis terlihat bahwa organ hati mengalami bintik-bintik keputihan (mottling) pada permukaan kapsular . Secara mikrosikopis menunjukkan ukuran inti tidak seragam ~anisokaryosis), megalositosis, proliferasi sel saluran empedu dan nekrosis sel hati . Pemberian ekstrak babadotan secara berulang dengan dosis bertingkat menimbulkan perubahan pada jaringan hati dan paru-paru seperti anisokaryosis, megalositosis, proliferasi sel saluran empedu, nekrosis bagian centrolobular, vakuolisasi, badan-badan mitotik (mitotic figure) dan infiltrasi sel mononuclear pada jaringan hati serta epitelialisasi alveolar, penebalan dinding alveolar dan oedema pada paru-paru. Regenerasi jaringan hati terjadi 7 hari setelah penghentian pemberian ekstrak yang ditandai dengan timbulnya mitotic figure dan kembalinya struktur jaringan hati kepada bentuk normalnya. Rataan bobot badan menurun selama 3 minggu pertama dari 127,6 g. sebelum pemberian ekstrak menjadi 120,4 g . pada akhir minggu 63

Upload: lamdan

Post on 25-Jan-2017

238 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

HEPATOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN BABADOTAN(AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

YULVIAN SANI 1 , SAUMITIRABUSTAMI 2, dan AISJAH GIRINDRA 2

I Balai Penelitian VeterinerJalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia

2 FMIPA - Institut Pertanian BogorJalan . Raya Padjadjaran, Bogor 16151, Indonesia

(Diterima dewan redaksi 1 Mei 1997)

ABSTRACT

SANI, Y., S. BUSTAMI, dan A. GiRINDRA . 1998 . The hepatotoxicity of Ageratum conyzoides leaf in experimental rats . JurnalIlmu Ternak dan Veteriner 3 (1) : 63-70.

Five extracts were obtained from Ageratum conyzoides leaf extracted in methanol-water (4 :1) . They were neutral extract(in ethyl acetate), moderately polar extract (in chloroform) ; basic extract (in chloroform-methanol), polar extract (in methanol),and filtrate. Three extracts were tested biologically and the moderately polar extract was found to be most toxic for femaleWistar rats . While the toxicity of neutral extract was mild and other extracts were non-toxic. Therefore, the moderately polarextract was investigated for the hepatoxicity effects in the present study. Intragastric dosing of this extract in rats has causedmortality with clinical signs of weakness, low activity and death. Pathological examination showed mottling on the capsularsurface of liver. Microscopically showed anisokaryosis, megalocytosis, bile duct cells proliferation and necrosis . Multipledosing of this extract may lead to liver and lung injury showing anisokaryosis, megalocytosis, bile duct cells proliferation,centrolobular necrosis, vacuolisation, mitotic figures and mononuclear cells infiltration in the liver and epithelialisation ofalveolar walls, thickening of alveolar walls and oedema in the lungs. Liver regeneration occurred 7 days after the last dosingshowing mitotic figures and return to the normal structure of liver . The average body weight gain reduced during the first 3weeks of intoxication from 127.6 g. on predosing to 120,4 g. on week-3 followed by an increased on body weight until the lastexperiment to 130.8 g. when dosing of extract was terminated . There was an increased of alanine amino transferase ( ALAT)during the first 2 days after dosing from 14.6 IU/1 to 23 .0 IU/1 and reduced at the following days to 7.5 IU/1 at day-5 afterdosing . Dosing with retrorsin has caused an increased in ALAT consistently during the first 5 days to 8.7 IU/1 . The activity ofaspartate amino transferase (ASAT) reduced during the first 3 days after dosing with the extract from 29 .2 IU/1 to 15 .1 IU/I andfrom 15 .9 IU/1 to 8.9 IU/1 with retrorsin, but both enzymes appeared higher than control rats . The analysis of toxic compoundin A. conyzoides leaf showed that the Rf value was similar to retrrorsin showing the leaf containing pyrrolizidine alkaloidcompounds.

Keywords : Ageratum conyzoides, retrorsine, pathology, regeneration, liver, lungs

ABSTRAK

SANI, Y., S. BUSTAMI dan A. GIRINDRA . 1998 . Hepatotoksisitas ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides) pada tikuspercobaan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (1) : 63-70.

Sebanyak 5 jenis ekstrak telah diperoleh dari daun babadotan segar yang .diekstraksi dengan pelarut metanol : air (4 :1)yaitu ekstrak netral (larut dalam etil asetat), polar moderat (larut dalam khloroform), basa (larut dalam khloroform-metanol),ekstrak polar (larut dalam metanol) dan residu (filtrat). Tiga di antaranya telah diuji secara biologis pada tikus betina Wistar danekstrak polar moderat disimpulkan sebagai ekstrak yang paling toksik yang dapat menimbulkan kematian pada tikus percobaan.Sementara itu, ekstrak netral menunjukkan derajat toksisitas yang rendah dan ekstrak lain tidak toksik pada tikus percobaan.Oleh karena itu, ekstrak polar moderat digunakan untuk mempelajari senyawa hepatotoksisitas pada penelitian ini . Pemberianekstrak tersebut secara intragastrik telah menimbulkan kematian pada tikus dengan gejala klinis lemah, lesu, bulu kusam dankematian . Secara patologis terlihat bahwa organ hati mengalami bintik-bintik keputihan (mottling) pada permukaan kapsular .Secara mikrosikopis menunjukkan ukuran inti tidak seragam ~anisokaryosis), megalositosis, proliferasi sel saluran empedu dannekrosis sel hati . Pemberian ekstrak babadotan secara berulang dengan dosis bertingkat menimbulkan perubahan pada jaringanhati dan paru-paru seperti anisokaryosis, megalositosis, proliferasi sel saluran empedu, nekrosis bagian centrolobular,vakuolisasi, badan-badan mitotik (mitotic figure) dan infiltrasi sel mononuclear pada jaringan hati serta epitelialisasi alveolar,penebalan dinding alveolar dan oedema pada paru-paru. Regenerasi jaringan hati terjadi 7 hari setelah penghentian pemberianekstrak yang ditandai dengan timbulnya mitoticfigure dan kembalinya struktur jaringan hati kepada bentuk normalnya. Rataanbobot badan menurun selama 3 minggu pertama dari 127,6 g. sebelum pemberian ekstrak menjadi 120,4 g. pada akhir minggu

63

Page 2: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

64

YULVIANSAM et al. : Hepatotoksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides)

ke-3 yang diikuti dengan kenaikan bobot badan sampai akhir percobaan sebesar 130,8 g. setelah penyuntikan dihentikan .Sementara itu aktivitas enzimatis alanine amino transferase (ALAT) meningkat selama 2 hari pertama setelah penyuntikan dari14,6 IU/1 menjadi 23,0 IU/1 serta menurun secara bertahap pada hari berikutnya hingga 7,5 IU/1 pada hari ke-5 hingga akhirpercobaan . Sementara itu pemberian senyawa retrorsin menimbulkan peningkatan aktivitas ALAT secara konsisten selama 5hari pertama sebesar 8,7 IU/1 . Aktivitas enzim aspartate amino transferase (ASAT) menurun selama 3 hari pertama setelahpenyuntikan ekstrak babadotan dari 29,2 IU/1 menjadi 15,1 IU/1 dan retrorsin dari 15,9 IU/1 menjadi 8,9 IU/1 . Tetapi tingkatankedua enzim tersebut masih berada di atas tingkatan ensimatis pada kelompok kontrol . Demikian pula halnya dengan aktivitasASAT yang menurun selama 3 hari pertama dari 29,3 IU/1 menjadi 15,1 IU/1 pada kelompok ekstrak daun babadotan dan 15,9IU/1 menjadi 8,9 IU/1 pada kelompok senyawa retrorsin, tetapi lebih tinggi daripada kelompok kontrol . Analisis kandungansenyawa toksik babadotan menunjukkan nilai refraktori cahaya (Rf) yang sama dengan nilai retrosin, sehingga diperkirakandaun babadotan mengandung gugusan pirolizidin alkaloida .

Kata kunci : Ageratum conyzoides, retrorsin, patologi, regenerasi, hati, paru-paru

PENDAHULUAN

Ageratum conyzoides (babadotati) adalah sejenistanaman perdu yang tumbuh di daerah basah danberawa . Tanaman ini termasuk ke dalam familiAsteraceae clan banyak dijumpai tumbuh di berbagaidaerah di Indonesia . Secara umum tanaman inimemiliki rasa yang pahit dan mengeluarkan aromayang kurang sedap sehingga kurang diminati olehternak sebagai pakan hijauan . Namun, keracunan dapatterjadi apabila ternak dalam keadaan lapar meng-konsumsi tanaman tersebut, terutama setelah meng-alami perjalanan yang jauh dan lokasi yang barutersebut tidak memiliki pakan hijauan yang memadai.

STOLTZ dan MURDIATI (1986) melaporkan bahwakeracunan tanaman beracun pernah terjadi di daerahSumatera Utara pada sejumlah sapi yang barudidatangkan dari luar propinsi . Sapi tersebut mengalamikematian setelah mengkonsumsi hijauan yang tersediadi lokasi penampungan . Sirosis hati merupakankelainan utama yang dijumpai pada hampir keseluruhanternak yang mati . Sementara itu, Babadotan didugamerupakan salah satu penyebab keracunan pada ternaktersebut di samping beberapa tanaman lainnya.Beberapa penelitian telah pula dilaksanakan untukmempelajari toksisitas tanaman ini . Sekelompok tikusWistar diberi diet yang mengandung tanamanbabadotan sebesar 10-30% setiap hari secara labora-torik menunjukkan perubahan pada jaringan hatinyasecara konsisten (SAM dan STOLTZ, 1993) . Perubahanhistopatologis umumnya terlihat berupa anisokariosissel hati, megalositosis dan proliferasi sel saluranempedu (SAM dan STOLTZ, 1993 ; SAM dan BAHRI,1994) .

AnalisismenimbulkantanamanWIEDENFELD (1991) mencoba untuk mengidentifikasisenyawa toksik daun babadotan secara kimiawi danmelaporkan, bahwa tanaman tersebut mengandungsenyawa pirolizidin alkaloida dengan struktur kimiaberupa lycopsamin dan echinatin . Kedua senyawa

kandungan senyawa toksik yangkerusakan pada jaringan hati akibat

ini belum pernah dilaporkan . RODER and

tersebut bersifat toksik terhadap serangga Lepidoptera .Namun, senyawa aktif daun babadotan penyebabkerusakan hati belum diketahui . Oleh karena itu,penelitian ini dilakukan untuk mempelajari senyawaaktif daun babadotan yang bersifat hepatotoksikmelalui ekstraksi dan uji biologis pada tikus betinaWistar .

MATERI DAN METODE

Tanaman babadotan (Ageratum conyzoides)

Tanaman babadotan (A . conyzoides) yang sedangberbunga dikoleksi pada pagi hari pukul 7 :00 WIB diDesa Cimanglid, Kabupaten Bogor. Daun babadotandipisahkan dari tangkainya dan dibawa langsung tanpapenundaan ke laboratorium untuk dibersihkan denganair. Selanjutnya disimpan pada suhu -30°C di dalamsebuah refrigerator sampai digunakan untuk prosesekstraksi .

Ekstraksi daun babadotan

Ekstraksi dilakukan berdasarkan dua metode yangberbeda untuk menentukan fraksi aktif dari daunbabadotan segar yaitu metode ekstraksi umum(HARBORNE, 1984) dan metode ekstraksi khusussenyawa pirolizidin alkaloida (CULVENOR et al., 1981).Sebanyak 250 g . bobot basah daun babadotan yangtelah dipotong halus diekstraksi di dalam pelarutmetanol:air (4:1) pada volume 2 .500 ml (HARBORNE,1984) selama 1-2 jam dan selanjutnya disaring untukekstraksi secara bertahap sampai diperoleh 5 fraksiyang berbeda dari daun babadotan, antara lain : (1)ekstrak netral, (2) ekstrak polar moderat, (3) ekstrakbasa, (4) ekstrak metanol (bersifat polar) dan (5) filtratyang mengandung serat kasar. Masing-masing ekstrakyang diperoleh dilakukan uji biologis terhadap 2 ekortikus betina Wistar yang diberikan secara intragastrikuntuk mengetahui toksisitasnya .

Sementara itu ekstraksi khusus untuk mengetahuikandungan senyawa pirolizidin alkaloida dilakukandengan mengikuti metode CULVENOR et al . (1981) .

Page 3: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

46

Sebanyak 100 g daun babadotan diekstraksi denganmetanol panas (t :5 40°C) sebanyak 3 kali pengulangandan didekantasi . Filtrat dikeringkan dengan roto-evaporator dan diekstraksi dengan penambahan H,SO,0,1 N. Larutan tersebut selanjutnya disaring dandievaporasi dengan rotoevaporator dan filtrat dibagimenjadi dua bagian yang sama banyak. Bagian pertamaditambahkan H,SO4 2N dan selanjutnya dibasakandengan penambahan NH, pekat hingga mencapai pH10 . Bagian kedua ditambahkan dengan Zn secarabertahap setiap setengah jam, dan diaduk selama ± 4jam . Selanjutaya dengan cara yang sama seperti bagianterdahulu dibasakan dengan penambahan NH, pekathingga mencapai pH 10 . Kepada masing-masing bagianditambahkan (NH4)ISO, anhidrat lalu disaring .Kemudian larutan ini diekstraksi dengan CHCI,sebanyak 3 kali. Pemisahan senyawa alkaloidadilakukan terhadap kedua fraksi tersebut denganmenggunakan kromatografi lapisan tipis (thin layerchromatography, TLC) dengan menggunakan pelarutpengemban khloroform:heksana:etil asetat (7 :2 :1) padaplat khusus alkaloida DC alufolien Kieselgel. Standaryang digunakan sebagai pembanding adalah senyawaalkaloida retrorsin. Nilai RJ ditentukan berdasarkanperbandingan RI standar dan sampel yang diamati darinoda bewarna orange dari pereaksi Dragendorff.

Uji biologis ekstrak aktif daun babadotan

Untuk seleksi ekstrak aktif daun babadotandilakukan uji pendahuluan terhadap 5 jenis ekstrakyang diperoleh dari metode HARBORNE (1984) pada 9ekor tikus Wistar betina, kecuali untuk ekstrak polardan filtrat yang pada penelitian terdahulu telahmenunjukkan tidak toksik untuk hewan percobaan .Masing-masing ekstrak diberikan secara intragastrikkepada 2 ekor tikus dan toksisitas diamati berdasarkangejala Minis dan mortalitas yang dijumpai pada hewanperlakuan selama 72 jam setelah penyuntikan .Nekropsi dilakukan terhadap seluruh hewan baik yangmengalami kematian selama pengamatan maupun padaakhir percobaan . Hewan yang hidup diterminasi 72jam setelah penyuntikan di bawah anastesia ringandengan dietil eter yang diikuti dengan eksanguinasipada kedua pembuluh darah besar arteri dan venajugularis . Jaringan hati dan beberapa jaringan lainseperti jantung, ginjal, paru-paru, usus serta limpadikoleksi dan difiksasi dengan buffered neutralformalin 10% yang selanjutnya diwarnai denganpewama hematoksilin eosin untuk pemeriksaanmikroskopik . Fraksi yang paling toksik yang menim-bulkan angka kematian tertinggi atau menimbulkangejala keracunan paling parah dipilih sebagai ekstrakyang akan digunakan untuk mempelajari senyawahepatotoksik daun babadotan pada tikus Wistar betina .

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No . 1 Th . 1998

Dosis toksik antara ditentukan pada 12 ekor tikusyang dibagi sama banyak menjadi 4 kelompok, diberifraksi aktif terseleksi secara intragastrik dengan dosistunggal masing-masingnya sebesar 0,5 ; 0,7 ; 1,0 dan 1,4mg./ekor . Dosis toksik antara ditentukan berdasarkanmortalitas yang pertama kali timbul pada dosis terendahatau kelainan patologis yang paling parah yangditimbulkan pada dosis yang terendah setelahpenyuntikan . Pengamatan dosis antara dilakukanselama 7 hari setelah penyuntikan dan nekropsidilakukan terhadap seluruh hewan perlakuan baik yangdijumpai mati selama pengamatan maupun yangditerminasi pada akhir pengamatan untuk pemeriksaanmakroskopik dan mikroskopik .

Selanjutnya, sebanyak 42 ekor tikus Wistar betinadibagi menjadi dua kelompok, yaitu 14 ekor kelompokkontrol dan 28 ekor kelompok perlakuan . Kelompokperlakuan dibagi sama banyak menjadi 2 subkelompokyang masing-masingnya diberi senyawa retrorsin danfraksi aktif daun babadotan secara intragastrik. Fraksiaktif daun babadotan diberikan setiap hari selamaseminggu berturut-turut sebesar 1,4 mg/ekor danditingkatkan setiap minggu sebanyak 1,4 mg/ekorselama 3 minggu sehingga dosis akhir mencapai 4,2mg/ekor . Sementara itu, senyawa retrorsin diberikankepada 14 ekor tikus perlakuan lainnya dengan carayang sama .

Sedikitnya 2 ekor tikus dari masing-masingsubkelompok diterminasi di bawah anastesia ringandietil eter yang diikuti dengan eksanguinasi pada keduapembuluh darah besar arteri dan vena jugularis padahari ke - 0, 1, 2, 3, 5, 7 dan 14 hari setelah penyuntikanuntuk dinekropsi dan koleksi sampel darah . Sampeldarah dikoleksi dari setiap tikus yang diterminasi untukdiperiksa terhadap aktivitas enzimatik ASAT danALAT. Beberapa organ seperti jaringan hati, ginjal,paru-paru dan limpa dikoleksi untuk pemeriksaanhistopatologik . Kelompok kontrol tidak diberi senyawastandar dan fraksi aktif daun babadotan, tetapi diberipakan normal secara ad libitum selama percobaan.

Analisis kimiawi fraksi aktif daun babadotan

Kandungan alkaloid di dalam daun babadotandianalisis mengikuti metode ekstraksi yang disampai-kan oleh CULVENOR et al. (1981) . Sebanyak 100 gramdaun babadotan segar diekstraksi di dalam metanolhangat (t <_ 40°C) sebanyak 3 kali ekstraksi. Setelahdidekantasi dan penguapan, filtrat diekstraksi denganlarutan H,SO, 0,1N dan dikeringkan dengan meng-gunakan rotoevaporator. Selanjutnya, filtrat dibagisama banyak menjadi dua bagian yang kepada masing-masing bagian ditambahkan H,SO, pekat hinggamencapai 2N. Salah satu bagian dari ekstrak tersebutditambah dengan Zn . Setelah pengasaman kedua filtrat

65

Page 4: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

YULVIAN SANI et al. : Hepatotoksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides)

tersebut dibasakan dengan NH3 pekat hingga mencapaipH 10 . Selanjutnya ditambah (NH,),SO, anhidrat dandiekstraksi dengan pelarut khloroform sebanyak 3 kalidan dikeringkan dengan menggunakan rotoevaporator .Senyawa alkaloida di dalam daun babadotan dianalisisdengan menggunakan TLC dan pengemban khloroformheksana : etil asetat (7:2:1) pada plat khusus untuk

alkaloida DC alufolien Kieselgel dan standar retrorsin .Pewamaan untuk menentukan senyawa tersebut di-lakukan dengan menggunakan pewamaan Dragendorff.

HASIL

Ekstraksi dan anafisis senyawa toksik daun babadotan

Dari 250 g daun babadotan segar yang diekstraksidengan pelarut metanol:air (4:1) diperoleh sebanyak 5jenis fraksi yitu 0,98 g . (0,39%) ekstrak neutral ; 0,78 g(0,31%) ekstrak polar moderat ; 0,18 g (0,07%) ekstrakbasa ; 0,07 g (0,03%) ekstrak polar ; dan 247,09 g(99,2%) residu . Oleh karena itu pemberian ekstraktersebut dilakukan pada dosis sebesar 0,49 mg/250 gekstrak etil asetat ; 0,20 mg/250 g ekstrak khloroform ;0,07 mg/250 g ekstrak khloroform-metanol secaraintragastrik masing-masing kepada 2 ekor tikus denganbobot badan antara 100-200 g . Berdasarkan pengujianterdahulu ekstrak polar dan filtrat diketahui tidak toksikuntuk tikus, maka kedua ekstrak tersebut tidak diujipada penelitian ini .

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fraksikhloroform menimbulkan kematian selama 3 harisetelah penyuntikan . Kematian tercepat terjadi 24 jamsetelah penyuntikan dengan gejala klinis berupa lemah,lesu, pucat, penurunan aktivitas serta bulu berdiri dankusam. Secara patologis, kelainan pada organ hatimerupakan perubahan patologis yang konsisten padasetiap tikus berupa pembengkakan, peningkatan konsis-tensi jaringan apabila dipalpasi dan bentuk-bentukgranular pada bidang permukaan kapsular . Pemeriksaanmikroskopik dijumpai nekrosis sentrolobular danvakuolisasi sel hati . Paru-paru mengalami penebalanpada dinding alveolar, oedema pulmonum yang ringandan pneumonia . Satu dari 2 ekor tikus yang disuntikdengan ekstrak etil asetat mengalami kematian 3 harisetelah penyuntikan tanpa gejala klinis yang spesifik .Di lain pihak, gejala keracunan tidak dijumpai padaekstrak khloroform-metanol yang dengan itu seluruhhewan percobaan bertahan hidup hingga akhirpengamatan tanpa menunjukkan kelainan klinis danpatologis . Oleh karena itu, diperkirakan bahwasenyawa toksik daun babadotan berada di dalamekstrak khloroform atau larut di dalam pelarutkhlorofom . Hasil pengujian biologis ekstrak daunbabadotan diilustrasikan pada Tabel 1 .

66

Selanjutnya analisis senyawa aktif pirolizidinalkaloida pada daun babadotan dilakukan melaluiekstraksi dengan pelarut khloroform (CULVENOR et al.,1981) . Senyawa alkaloida dianalisis dengan mengguna-kan TLC dengan pembandingkan senyawa standarretrorsin yang diwamai dengan pewarna Dragendorff.Dari 100 g daun babadotan segar diperoleh 2 fraksiyang berbeda, yaitu fraksi-1 di dalam H,SO, dan fraksi-2 di dalam Zn yang masing-masingnya sebanyak 0,001g (0,001%) bobot basah. Analisis senyawa alkaloidapada TLC menunjukkan bahwa rataan nilai R, darikedua fraksi tersebut mencapai 0,74 (fraksi-1) dan 0,64(fraksi-2) . Secara keseluruhan nilai Rf dari keduafraksi mencapai 0,69 yang memiliki nilai yang samadengan senyawa retrorsin, yaitu 0,69 .

Hepatotoksisitas ekstrak daun babadotan

Sebanyak 14,3 g ekstrak kasar telah diperoleh dari450 g daun babadotan segar yang diekstrak denganpelarut khloroform dan digunakan untuk mempelajarihepatotoksisitas pada hewan percobaan. Ekstrak iniselanjutnya disuntikkan secara intragastrik masing-masing sebesar 0,5 ; 0,7 ; 1,0 dan 1,4 mg/ekor kepada 3ekor tikus percobaan . Sebanyak 1 dari 3 ekor tikusyang diberi ekstrak daun babadotan sebesar 1,0 mg/ekor menimbulkan kematian 3 hari setelah penyuntikandengan gejala klinis yang sama dengan pengamatanterdahulu, yaitu lesu, lemah, penurunan aktivitas danbulu kusam . Secara makroskopis terlihat kepucatan,pembengkakan dan bintik-bintik pada permukaankapsular hati serta oedema pulmonum . Organ laintidak menunjukkan perubahan patologis yang spesifik .Kerusakan jaringan hati pada umumnya berupavakuolisasi, anisokariosis, megalositosis, proliferasi selsaluran empedu dan infiltrasi sel mononuklear .Sementara itu, epitelialisasi terkadang dijumpai padaalveolar paru-paru . Apabila dosis penyuntikanditingkatkan menjadi 1,4 mg/ekor, maka 2 dari 3 ekortikus mengalami kematian beberapa hari setelahpemberian ekstrak dengan gejala klinis yang lebihparah . Secara makroskopis dan mikroskopis, perubahanyang konsisten juga dijumpai pada jaringan hati danparu-paru . Pada dosis yang lebih rendah tidak dijumpaimortalitas dan perubahan patologis selama pengamatansehingga dosis toksik antara untuk ekstrak daunbabadotan ini disimpulkan berkisar antara 1,0 - 1,4mg/ekor.

Sehubungan dengan hanya 1 ekor tikus dijumpaimati pada dosis tunggal sebesar 1,0 mg/ekor, makauntuk pemberian ekstrak secara berulang dilakukandengan dosis awal sebesar 1,4 mg/ekor, yang kemudianditingkatkan dua kali pada minggu berikutnya selama 3minggu . Pemberian ekstrak daun babadotan setiap harimenimbulkan penurunan rataan bobot badan dari 127,6g pada awal percobaan menjadi 126,4 g setelah 3

Page 5: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

minggu. Penurunan bobot badan tersebut terjadi Secaraberaturan sesuai dengan tingkatan dosis yang diberikanyaitu menjadi 124,3 g pada dosis 1,4 mg/ekor/ hariselama ininggu ke-1, 120,4 g pada dosis 2,8 mg/ekor/hari selama minggu ke-2 dan meningkat menjadi 126,4g pada dosis 4,2 mg/ekor/hari selama minggu ke-3 .Gejala klinis tidak dijumpai kelainan yang spesifikpada hewan perlakuan kecuali kekurusan . Perubahanpatologis menunjukkan kelainan pada organ hati yangkonsisten berupa kepucatan, pembengkakan, penge-rasan ringan dan pembentukan granular padapermukaan kapsular . Kelainan patologis tersebut dapatdijumpai hingga 3 hari setelah akhir percobaan dantidak dijumpai lagi 5 hari setelah penyuntikan yangdengan itu organ hati kembali kepada bentuk semula-nya . Secara mikroskopis menunjukkan bahwapemberian ekstrak daun babadotan selalu menimbulkankerusakan jaringan hati dan paru-paru . Kerusakanjaringan hati meliputi anisokaryosis sel hati, megalo-sitosis, vakuolisasi dan proliferasi sel saluran empedu(Gambar 1) . Sementara itu, pada paru-paru terdapatkerusakan jaringan berupa epitelialisasi sel alveolar daninfiltrasi sel mononuklear (Gambar 2) . Jaringan lain,demikian pula kelompok kontrol tidak menunjukkanperubahan patologis .

Penghentian pemberian ekstrak daun babadotanpada tikus menimbulkan regenerasi jaringan hati padahari ke-5 setelah peyuntikan terakhir. Secaramikroskopis terlihat bahwa jaringan hati mengalamipeningkatan warna sitoplasma sel hati bagian sentro-lobular menjadi warna yang lebih basofilik serta me-

Gambar 1 .

Kerusakan jaringan hati

akibat pemberianekstrak daun babadotan yang menunjukananisokaryosis, megalositosis, proliferasi selsaluran empedu dan vakuolisasi. (H&E .x100) .

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No . I Th . /998

Gambar 2 .

Perubahan histopatologis pada jaringan paru-paru akibat pemberian ekstrak daunbabadotan yang menunjukan epitelialisasi selalveolar clan infiltrasi sel mononuklear.(H&E . x100)

ngandung benda-benda granular, anisokariosis daninfiltrasi sel mononuklear . Pembentukan sel mitotikdapat dijumpai pada beberpa jaringan hati pada hari ke-7 . Pada jaringan paru-paru, epitelialisasi sel alveolarmasih dapat dijumpai sampai hari ke-5 setelah pem-berian ekstrak daun babadotan, tetapi tidak dijumpailagi pada hari ke-7 . Perubahan mikroskopis padakedua jaringan tersebut diilustrasikan pada Tabe12.

Penurunan bobot badan juga dijumpai selama 4hari pertama apabila sekelompok tikus diberi senyawapyrrolizidin alkaloid standar retrorsin sebesar 2,5 mg/ekor dari 159 g menjadi 124 g Pada hari ke-5 setelahpenyuntikan, bobot badan meningkat kembali hingga138 g pada akhir percobaan . Gejala klinis yang spesifiktidak dijumpai selama pengamatan tetapi kelainan padaorgan hati merupakan perubahan patologis yang utamaselama 3 hari setelah penyuntikan yaitu berupakepucatan, bintik-bintik granular pada permukaankapsular dan pembengkakan. Hati terlihat kembalikepada bentuk semula pada hari ke-4 . Secaramikroskopis terlihat perubahan yang sama sepertikelompok tikus yang diberi ekstrak daun babadotanberupa nekrosis sentrolobular, vakuolisasi, anisoka-riosis clan megalositosis pada jaringan hati, sertapenebalan dan epitelialisasi dinding alveolar paru-paru .Nekrosis sentrolobular mulai terlihat pada hari ke-2hingga ke-3 pada jaringan hat, yang diikuti olehanisokariosis, megalositosis dan vakuolisasi sel .Sementara itu, penebalan dinding dan epitelialisasidinding alveolar paru-paru terlihat pada hari ke-3hingga hari ke-7 setelah penyuntikan .

67

Page 6: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

Regenerasi jaringan hati mulai terjadi pada harike-5 dengan perubahan yang sama seperti hewan yangdiberi ekstrak daun babadotan . Hewan terlihat kembalinormal pada hari ke-14 setelah penyuntikan. Selamapercobaan ini kelompok kontrol fdak menunjukkanperubahan klinis maupun patologis yang spesifik.

Aktivitas enzimatis jaringan hati

Pemberian ekstrak daun babadotan pada dosisbertingkat dan pemberian senyawa retrorsin pada dosis

Tabel 2 .

68

Keterangan :

PSE

: proliferasi sel saluran empeduM

: megalositosisA

: anisokariosisv

: vakuolisasi

YULVIAN SAN] et al. : Hepatotoksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides)

Aktivitas enzim ALAT terlihat lebih rendah padahari ke-1 yaitu, sebesar 5,8 IU/l setelah pemberianretrorsin daripada pemberian ekstrak daun babadotandan kelompok kontrol pada hari yang sama. Namun,aktivitas enzim ini mengalami peningkatan pada harike-5 setelah penyuntikan sebesar 8,7 IU/1 dan fdakmengalami perubahan hingga hari ke-14 setelahpenyuntikan (Gambar 3) .

Sementara itu, aktivitas enzim ASAT mencapai29,2 IU/1 pada hari ke-1 setelah pemberian ekstrakdaun babadotan, tetapi menurun hingga 22,6 IU/1 padahari ke-3 dan pada hari ke-14 menjadi 15,1 IU/1.Pemberian retrorsin menimbulkan penurunan aktivitasenzim ASAT dari 15,9 IU/1 pada hari ke-1 setelahpenyuntikan menjadi 8,9 IU/1 pada hari ke-2, tetapimeningkat kembali sampai hari ke-14 hingga 14,0 IU/1 .Kelompok kontrol hanya mengalami penurunan yangrelatif kecil dari 19,0 IU/l pada hari ke-1 menjadi 8,9

EpOMOEo

tunggal menimbulkan pengaruh terhadap aktivitasenzim hati ASAT dan ALAT. Pemberian ekstrak daunbabadotan selama 3 minggu menimbulkan kenaikanaktivitas ALAT dari 14,6 IU/I pada hari ke-1 menjadi23,0 IU/1 pada hari ke-2 setelah penyuntikan .Selanjutnya aktivitas enzim tersebut terlihat menurunhingga mencapai ffk terendah pada hari ke-5 sebesar7,5 IU/1 dan fdak mengalami perubahan hingga harike-14 setelah penyuntikan .

Tingkat kerusakan jaringan hati dan paru-paru akibat pemberian ekstrak daun babadotan pada tikus Wistar betinayang diamati secara mikroskopis .

Ep O Mo Eo

epitelialisasioedemainfrltrasi sel mononuklearinfiltrasi sel eosinofil

IU/1 pada akhir percobaan . Aktivitas enzim inidiilustrasikan pada Gambar 4 .

30

Paru-paru

" Kontrol

" ' Ekstrak babadotan

9 Standar retrorsin

Gambar 3.

Aktivitas enzimatis ALAT pada tikus betinaWistar yang diberi ekstrak daun babadotan

HariPSE M A

Hativ Lain-lain

1 ++ + ++ _ Infiltrasi eosinofil2 + + ++ + Infiltrasi eosinofil3 + ++ ++ + tnfiltrasi eosinofil5 - - + - Mitotic fgures7 Regenerasi14 - - - - Normal

Tabel l .

No .

Uji biologis beberapa

Fraksi

ekstrak daun

Dosis (mg)

babadotan padatikus

Jumlah hewan(ekor)

betina Wistar

Mortalitas

dengan bobot badan 100 -

Periode mortalitas(jam)

200 gram

Toksisitas

1 . Netral 0,4.9 2 1/2 72 Toksik ringan2 . Polar moderat 0,20 2 2/2 24 Toksik3 . Basa 0,07 2 0/2 - Non toksik

Page 7: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

40

35-

s0

25-

G

Q 20i

15 ;

10-

5-

------------------

0

1 2 3 5 7 10 14Hari

" Kontrot

" Ekstrak babadotan

" Standar retrwsin

Gambar 4 .

Aktivitas enzimatis ASAT pada tikus betinaWistar yang diberi ekstrak daun babadotan

PEMBAHASAN

Jurnal 11mu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. I Th . 1998

Berbagai jenis tanaman beracun banyak dijumpaidi berbagai wilayah Indonesia, namun belum banyakmendapat perhatian untuk diamati, karena kasuskeracunan pada temak jarang dilaporkan dan sistempeternakan yang bersifat tradisional melalui pengaritanpakan hijauan, sehingga secara tidak sengaja hijauantersebut mengalami seleksi secara alamiah . Perkem-bangan pola beternak yang terjadi saat ini secaraberangsur mulai mengarah kepada sistem pengem-balaan, sehingga keracunan tanaman beracun mungkindapat terjadi sewaktu-waktu apabila pengawasan ternaktidak dilakukan secara baik. Kasus keracunan pernahdilaporkan di Propinsi Sumatera Utara beberapa tahunyang lalu (STOLTZ dan MURDIATI, 1986) . Beberapajenis tanaman dikoleksi dari lokasi kejadian clan 6 dari43 jenis tanaman yang dikoleksi diduga sebagaipenyebab utama timbulnya penyakit sirosis hati yangdiakhiri dengan kematian pada ternak . Salah satu jenistanaman tersebut adalah A . conyzoides (babadotan),namun senyawa aktif penyebab sirosis hati daribabadotan belum diketahui .

_Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi

terhadap daun babadotan segar untuk mempelajarikandungan senyawa toksik penyebab hepatotoksisitaspada hewan percobaan . Berdasarkan penelitianterdahulu (SANI, data tidak dipublikasi), ekstrak polardan filtrat tidak menunjukkan toksisitas pada beberapahewan percobaan dan tidak menimbulkan gejalakeracunan baik secara klinis maupun patologis . Olehkarena itu, pengujian toksisitas ekstrak daun babadotandiarahkan kepada ekstrak netral, ekstrak polar moderatdan ekstrak basa . Setelah dilakukan pengujian biologisterhadap ketiga ekstrak tersebut, maka ekstrak polarmoderat yang larut di dalam khloroform menunjukkantoksisitas yang tinggi pada tikus percobaan.

Selanjutnya, dosis toksik antara ditentukan berdasarkanpenyuntikan ekstrak daun babadotan secara intragastrikpada tingkatan dosis 0,5 ; 0,7 ; 1,0 ; dan 1,4 mg/ekor .Hasil penentuan dosis tersebut diperoleh tingkatandosis toksik antara sebesar 1,0-1,4 mg/ekor ekstrakpolar moderat. Kematian pertama dijumpai pada dosisterendah sebesar 1,0 mg/ekor sebanyak 1 dari 3 ekortikus yang diberi ekstrak daun babadotan. Jumlahkematian yang lebih banyak dijumpai pada tingkatandosis sebesar 1,4 mg/ekor, yaitu sebanyak 2 ekor tikusdengan gejala klinis yang lebih parah.

Secara makroskopis dan mikroskopis, perubahanyang sama juga dijumpai pada jaringan hati dan paru-paru . Pada dosis yang lebih rendah tidak dijumpaimortalitas selama pengamatan dan tidak dijumpaikelainan yang spesifik . Oleh karena itu, kisaran dosistoksik antara untuk ekstrak daun babadotan ini di-tentukan antara 1,0 - 1,4 mg/ekor. Perubahan patologisyang sama juga dijumpai pada sekelompok hewan yangdiberi daun babadotan dalam bentuk campuran denganpakan normal hewan percobaan sebesar 10-30% (SANIdan BAHRI, 1994) . Dapat disimpulkan bahwa ekstrakdaun babadotan pada percobaan ini merupakan ekstrakutama penyebab kerusakan jaringan hati yangdisebabkan oleh daun babadotan .

Pemberian ekstrak daun babadotan secara ber-ulang dengan dosis yang bertingkat menunjukkanbahwa kerusakan jaringan hati dan paru-paru dapatditimbulkan oleh daun babadotan. Perubahan patologispada jaringan hati terlihat berupa anisokaryosis,megalositosis, proliferasi sel saluran empedu danvakuolisasi, sedangkan pada paru-paru terjadiepitelialisasi dan penebalan dinding alveolar sertaoedema . Keadaan yang sama pada jaringan hati jugadilaporkan pada sekelompok tikus yang diberi dietdaun babadotan secara khronis setiap hari selama 4minggu berturut-turut (SANI dan BAHRI, 1994) . Dengandemikian penelitian ini mengkonfirmasikan bahwadaun babadotan dapat menimbulkan kerusakan padajaringan hati .

Gambaran patologis berupa megalositosis danproliferasi sel saluran empedu pada jaringan hati sertaepitelialisasi pada dinding alveolar paru-paru menunjukkan bahwa daun babadotan dan ekstraknya mengan-dung senyawa pirolizidin alkaloida (MATTOCK, 1978dan CULVENOR, 1978) . RODER and WIEDENFELD(1991) telah mencoba melakukan isolasi danidentifikasi senyawa aktif pada daun babadotan . Hasilisolasi dan identifikasinya menunjukkan bahwasenyawa pirolizidin alkaloid dengan struktur kimiaberupa lycopsamin dan echinatin terdapat pada daunbabadotan . Kedua senyawa kimia tersebut bersifattoksik terhadap serangga. Lepidoptera . Oleh karena itu,pada penelitian ini dilakukan ekstraksi daun babadotan

69

Page 8: (AGERATUM CONYZOIDES) PADA TIKUS PERCOBAAN

YULVIAN SANI et ai. : Hepatotoksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides)

untuk mempelajari senyawa aktif yang dapat menim-bulkan kerusakan hati .

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut khloro-form menunjukkan kerusakan pada jaringan hatiapabila ekstrak diberikan pada sekelompok hewanpercobaan pada dosis 1,0 - 1,4 mg/ekor . Kerusakanyang sama juga ditunjukkan apabila hewan percobaantersebut diintoksikasi dengan senyawa standarpirolizidin alkaloid retrorsin dengan perubahanhistopatologis berupa anisokariosis, megalositosis danproliferasi sel saluran empedu pada jaringan hati sertaepitelialisasi dinding alveolar paru-paru. Gambaranhistopatologis demikian menunjukkan bahwa daunbabadotan mengandung senyawa priolizidin alkaloidayang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan hati .

Kerusakan jaringan hati akibat pemberian ekstrakdaun babadotan juga dipelajari secara biokimiawimelalui analisis enzimatis ALAT dan ASAT . Pemberianekstrak secara berulang telah menimbulkanpeningkatan aktivitas ALAT selama 2 hari pertamasetelah pemberian ekstrak selama 3 minggu berturut-turut . Sebagai perbandingannya aktivitas enzim ALATpada kelompok perlakuan temyata masih lebih tinggidibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidakdiberi ekstrak daun babadotan . Sementara itu, aktivitasenzim ini pada kelompok tikus yang diberi retrorsinterlihat meningkat secara konsisten selama 5 haripertama setelah penyuntikan terakhir . Peningkatanaktivitas enzim ALAT pada tikus percobaanmenunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan padaparenkhima hati yang mulai terjadi selama 2 haripertama setelah penyuntikan ekstrak daun babadotandan 5 hari setelah penyuntikan retrorsin .

Kerusakan sel parenkhima hati juga dikonfirmasi-kan secara mikroskopis yang terjadi pada hari yangsama dengan perubahan berupa anisokariosis, vakuolisasi dan megalositosis . Meskipun aktivitas enzim ASATmenurun selama 3 hari pertama setelah penyuntikanekstrak daun babadotan, tingkatan enzim ini masihberada di atas tingkatan kelompok tikus kontrol .Tingginya kadar ASAT pada kelompok perlakuandibandingkan dengan kelompok kontrol memberikanindikasi bahwa pemberian ekstrak daun babadotan dansenyawa retrorsin menimbulkan kerusakan pada selsaluran empedu (KRAMER, 1986). Kerusakan inidikonfirmasikan secara mikroskopis dengan perubahanberupa proliferasi sel saluran empedu pada kelompokperlakuan .

Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak daunbabadotan memiliki nilai Rf yang mendekati nilai padasenyawa retrorsin, yaitu sebesar 0,69 . Oleh karena itu,ektrak daun babadotan diperkirakan mengandunggugusan senyawa pirolizidin alkaloida . Namun,identifikasi senyawa alkaloida ini pada daun babadotanperlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakanberbagai teknik seperti infra red (IR), nuclear magneticresonance (NMR), mass spectrophotometry (MS) disampirig pengujian secara biologis .

DAFTAR PUSTAKA

CULVENOR, C.C.J . 1978 . Serum enzyme tests forpyrrolizidine alkaloid toxicosis in cattle and horse. inSymposium in Pyrrolizidine (Senecio) AlkaloidToxicity, Metabolism and Poisonous Plants Control.Eds. R.F . Keeler, K.R . van Kampen and L.F . James.Oregon State University . Cornellis . pp : 135 - 143 .

CULVENOR, C.C .J ., J.A . EDGAR, and L. W. SMITH. 1981 .Plan t sources of hepatotoxic pyrrolizidine alkaloid . J.Na . Prod. 44 . pp : 129 - 152.

HARBORNE, J.B . 1984. Phytochemical Methodes : A Guideto Modern Techniques of Plant Analysis. 2nd ed .Chapman and Hall . London and NY .

KRAMER, J.W. 1986 . Clinical Enzymology. in ClinicalBiochemistry of Domestic Animals. 3rd. ed . AcademicPress . NY .

MATTOCKS, A.R . 1978 . Recent studies on mechanism ofcytotoxic action of pyrrolizidine alkaloids. in ToxicitiesofPoisonous Plants on Livestock. Eds. R.F . Keeler andL.F. James. Academic Press . NY .

R6DER, E. and H. WIEDENFELD . 1991 . Pyrrolizidinealkaloids from Ageratum conyzoides. J Med. Plant.Res. 57 : 578 - 579.

SANI, Y. and D.R . STOLTZ . 1993 . A preliminary study onthe toxicity of Ageratum conyzoides (babadotan) leavesin rats . Penyakit Hewan 25 (45) : 61-65.

SANI, Y. and S. BAHRI. 1994 . Perubahan patologis jaringanhati akibat keracunan tanaman Ageratum conyzoides(babadotan). Penyakit Hewan 26 (48) : 64-70.

STOLTZ, D.R. and T.B . MURDIATI . 1986 . Investigatio n ofsuspected plant poisoning on North Sumatran cattle . inProceedings Konperensi Toksikologi Indonesia I(abstrak), Bandung.