agama islam
DESCRIPTION
PRESENTASI YA CUYTRANSCRIPT
SEMESTER I
Agama
A. Agama dan Pembagiannya
Dalam pendapat lain dikatakan bahwa islam berasal dari kata
assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Ada juga
yang berpendapat bahwa Islam berasal dari kata assalamu-assalmu-assilmu
yang berarti menyerahkan diri, tunduk, dan taat. Semua akar kata tersebut
dibentuk dari tiga huruf yaitu sin, lam, mim yang berarti sejahtera, tidak
tercela, dan selamat. Secara terminologis “Islam adalah kaidah hidup yang
diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan
terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an
yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir,
Muhammad SAW” (Almasdoosi, 1962).
Agama Islam sebagai satu-satunya agama yang diakui disisi Allah
SWT (Ali Imran, 3:19) memiliki enam karakteristik. Pertama, ajaran Islam
sederhana, rasional, praktis, dan mendorong manusia berpikir serta
menggunakan akal dan pikirannya. Kedua, kesatuan antara kebendaan dan
kerohanian. Kebendaan berarti segala wujud material yang dapat
ditangkap dengan panca indera, misalnya, membersihkan diri dari hadas
dan najis. Sedangkan kerohanian adalah segala wujud spiritual yang
berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan, misalnya membersihkan
hati dari sifat iri dan dengki. Ketiga, Islam memberikan petunjuk bagi
seluruh kehidupan manusia. Keempat, keseimbangan antara individu dan
masyarakat. Kelima, Islam bersifat menyeluruh dan universal, artinya
islam diturunkan untuk seluruh manusia dan mengakui bahwa setiap
manusia memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan yang Esa, Allah SWT.
Keenam, ketetapan dan perubahan, artinya ajaran islam sebagaimana yang
tercantum dalam Al-Quran dan hadits adalah bersifat kekal.
B. Sumber Agama Islam
1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou,
quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18: “Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika
Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang
keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi pekerti
(akhlak).
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan
terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran
membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum
yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-
hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan
semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah
yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau
pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh
shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa
Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf
Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang
disebut pula Mushaf Utsmani.
2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-
istiadat" atau "kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan,
perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad
Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw
terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan
Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw.
“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka
menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap
putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S.
4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan
apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu
Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah
Khulafaur Rasyidin setelahku” (H.R. Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk
pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang
kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau
Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana
shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar”
sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku,
sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para
sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan
agar ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran).
Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau
hapalan para sahabat.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi
40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga
kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih
Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih
Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga
kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang
kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits
yang kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang
menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam
Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu
Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan
Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.
3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas
suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-
Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga
setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat
Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi
Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur
Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal
itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah
Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi
ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya
menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi
Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara
seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami
jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan
dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus
meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya
Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin
timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang
harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah
kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap
orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah
sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan yang
lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara
yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada dasarnya,
semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-
Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama
yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam.
Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara
bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.
Wallahu a'lam. (www.risalahislam.com)
C. Sumber Hukum Islam
Hukum berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti
“memutuskan”, “menetapkan”, dan “menyelesaikan”. Sedangkan pengertian
hukum menurut istilah sederhana adalah seperangkat aturan tentang tingkah
laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun oleh orang-orang
yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya.
Bila pengertian hukum tersebut dihubungkan dengan Islam atau syara
maka “Hukum Islam” berarti seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan
Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
mengikat untuk semua yang beragama Islam. dari pengertian ini mengandung
arti bahwa hukum Islam mengatur tindak lahir manusia yang dikenakan
hukum. Peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-
orang yang meyakini kebenaran wahyu dan Sunnah Rasul itu, yaitu umat
Islam.
Jadi, yang dimaksud Sumber Hukum Islam adalah al Quran dan Sunnah
Rasul yang merupakan seperangkat aturan tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama
Islam.
Macam-Macam Sumber Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu; al Quran,
Sunnah, dan al Rayu ( akal ).Landasannya adalah :
1. Al Quran surat al Nisa (4):59 yang artinya: ”Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah ( al Quran ) dan Rasul (Sunnah)”. Perintah
mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam al
Quran. Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang
disampaikan Rasul dalam Sunnahnya. Perintah mentaati ulil amri berarti
perintah mengamalkan hukum yang ditemukan berdasarkan ijma. Perintah
mengembalikan sesuatu yang siperselisihkan hukumnya kepada Allah dan
Rasul berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan melalui
qiyas. Ijma dan qiyas merupakan hasil dari al Rayu ( hasil ijtihad ).
2. Sunnah, yaitu kisah pembicaraan Nabi dengan Muaz bin Jabal sewaktu ia
diutus oleh Nabi sebagai qadli ( hakim ) ke Yaman.
Nabi : Bagaimana Anda memutuskan seandainya kepada Anda dihadapkan
suatu perkara?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan apa yang saya temukan dalam al
Quran.
Nabi : Kalau engkau tidak dapat menemukan dalam al Quran ?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan apa yang saya temukan dalam
Sunnah.
Nabi : Seandainya dalam Sunnah pun engkau tidak dapat menemukan
jawabannya ?
Muaz : Saya mengamalkan ijtihad dengan nalar saya dan saya tidak akan
berbuat kelengahan.
Nabi : Segala puji untuk Allah yang telah meberikan taufik kepada utusan
Rasul Allah menurut apa yang direlakannya.
Hukum yang Terkandung dalam Al Qur`an
Secara garis besar hukum yang terkandung dalam al Qur`an dapat dibagi 3
macam:
1. Pertama, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt
mengenai apa yang harus diyakini dan harus dihindari sehubungan dengan
keyakinannya ( hukum diyah ) yang dikaji dalam “ilmu tauhid” atau “
ushuluddin”.i`tiqa
2. Kedua, hukum yang mengatur pergaulan manusia( hukum khuluqiyah )
yang kemudian dikembangkan dalam ilmu akhlak.
3. Ketiga, hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku
lahirnya dalam hubungan dengan Allah Swt, dan dalam hubungannya
dengan sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukan
atau dijauhi ( hukum amaliyah ) yang dikembangkan dalam hukum
syari`ah.
Hukum amaliyah tersebut secara garis besar dibagi dua :
1. Hukum ibadah dalam arti khusus, hukum yang mengatur tingkah laku dan
perbuatan lahiriah manusia dalam hubungannya dengan Allah Swt,seperti;
shalat, puasa zakat, dan haji.
2. Hukum muamalah dalam arti umum, yaitu hukum yang mengatur tingkah
laku lahiriah manusia dalam hubungannya dengan sesama dan alam
sekitar, seperti; jual beli, perkawinan,pembunuhan, dan lain-lain.
Dilihat dari segi pemberlakuannya, hukum muamalah terdiri dari beberapa
macam, yaitu:
1. Hukum muamalah dalam arti khusus, yaitu hukum yang mengatur
hubungan sesama manusia yang menyangkut kebutuhan harta bagi
keperluan hidup. Contoh : jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
dan sebagainya.
2. Hukum munakahat, yaitu hukum yang mengatur hubungan sesama
manusia yang menyangkut kebutuhan akan penyaluran nafsu sahwat
secara sah dan yang berkaitan dengan itu. Contoh : nikah, talak, cerai, dan
pengasuhan anak yang dilahirkan.
3. Hukum mawarits dan wasiat, yaitu hukum yang mengatur hubungan
sesama manusia yang menyangkut kebutuhan perpindahan harta karena
adanya kematian.
4. Hukum jinayah atau pidana, yaitu hukum yang mengatur hubungan
sesama manusia yang menyangkut kebutuhan usaha pencegahan terjadinya
kejahatan; harta, penyaluran sahwat, dan lain-lain serta sanksinya. Contoh;
pencurian, pembunuhan, perzinaan dan sebagainya.
5. Hukum murafa`at atau qadha atau hukum acara yaitu hukum yang
mengatur hubungan sesama manusia yang menyangkut kebutuhan usaha
penyelesaian akibat tindak kejahatan di pengadilan. Contoh; kesaksian,
gugatan, dan pembuktian.
6. Hukum dusturiyah atau tata Negara yaitu hukum yang mengatur hubungan
sesama manusia yang menyangkut kebutuhan kehidupan bermasyarakat
dan bernegara
7. Hukum dualiyah atau hukum hubungan internasional, yaitu hukum yang
mengatur hubungan sesama manusia yang menyangkut kebutuhan dengan
negara lain dalam keadaan damai maupun perang. Contoh; ekstradisi,
perjanjian, tawanan perang dan sebagainya.