advanced organizer

21
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER (AO) Istilah model pembelajaran sangat dekat dengan pengertian strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Soejadi (Widdiharto, 2004) adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah satu keadaan pembelajaran kini menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan. Dalam proses pembelajaran, guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang dapat melibatkan siswa aktif ketika belajar, baik secara fisik, mental maupun sosial, karena dengan terlibatnya siswa secara langsung dalam proses belajar akan lebih menguatkan ingatan terhadap materi yang diajarkan. Sedangkan model pembelajaran sendiri diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas yang mempunyai strategi pencapaian kompetensi matematik siswa melalui pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Checep, 2008). Jadi, model pembelajaran itu lebih luas cakupannya apabila dibandingkan dengan strategi dan metode pembelajaran. Menurut Suherman (2006: 2) model pembelajaran adalah macam-macam pola hubungan interaksi guru, siswa dan lingkungan belajar untuk dijadikan contoh dan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas. Model pembelajaran tidak dapat diterapkan pada sembarang waktu dan kesempatan, melainkan harus memperhatikan keperluan, kondisi dan situasi kelas

Upload: rananda-vinsiah

Post on 21-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Advanced Organizer

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER (AO)

Istilah model pembelajaran sangat dekat dengan pengertian strategi

pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Soejadi (Widdiharto, 2004) adalah

suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah satu

keadaan pembelajaran kini menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan.

Dalam proses pembelajaran, guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang

dapat melibatkan siswa aktif ketika belajar, baik secara fisik, mental maupun

sosial, karena dengan terlibatnya siswa secara langsung dalam proses belajar akan

lebih menguatkan ingatan terhadap materi yang diajarkan. Sedangkan model

pembelajaran sendiri diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari

awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas yang mempunyai

strategi pencapaian kompetensi matematik siswa melalui pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran (Checep, 2008). Jadi, model pembelajaran itu lebih luas

cakupannya apabila dibandingkan dengan strategi dan metode pembelajaran.

Menurut Suherman (2006: 2) model pembelajaran adalah macam-macam

pola hubungan interaksi guru, siswa dan lingkungan belajar untuk dijadikan

contoh dan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas.

Model pembelajaran tidak dapat diterapkan pada sembarang waktu dan

kesempatan, melainkan harus memperhatikan keperluan, kondisi dan situasi kelas

Page 2: Advanced Organizer

12

yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar model yang diterapkan tepat guna

bagi siswa maupun bagi gurunya.

Beberapa model pembelajaran telah dikembangkan dalam pembelajaran

matematika yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar atau menggali

kompetensi-kompetensi matematik siswa. Salah satu diantaranya adalah model

pembelajaran yang dikembangkan dari teori belajar David Ausubel.

Menurut Ausubel, belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu

belajar hapalan dan belajar bermakna (Dahar, 1996: 111).

1. Belajar hapalan

Belajar hapalan terjadi apabila dalam struktur kognitif siswa tidak terdapat

konsep-konsep yang relevan. Siswa hanya mencoba-coba menghapalkan

informasi-informasi baru tanpa menghubungkannya pada konsep yang telah ada

dalam srtruktur kognitifnya.

2. Belajar bermakna

Inti dari teori belajar Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi

Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru

pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang

(Dahar, 1996: 112). Untuk mengimplikasikan teori Ausubel dalam pengajaran,

disusunlah suatu model pembelajaran Advance Organizer.

Advance Organizer adalah sebuah konsep pembelajaran yang

dikembangkan dan dipelajari secara sistematik oleh David Ausubel pada tahun

1960-an. Ausubel secara terus menerus berusaha untuk membuktikan bahwa

Advance Organizer dapat memudahkan belajar.

Page 3: Advanced Organizer

13

Advance Organizer berfungsi dalam memberikan dukungan pada informasi

baru untuk memudahkan menghubungan pengetahuan baru dengan konsep yang

telah ada pada struktur kognitif siswa sehingga terjadi belajar bermakna. Advance

Organizer mengarahkan perhatian siswa kepada sesuatu yang penting dalam

materi yang akan datang, menyoroti hubungan-hubungan antar gagasan yang akan

disajikan, dan mengingatkan siswa akan informasi relevan yang telah dimiliki

siswa (Abiansyah, 2007: 14). Sedangkan bagi guru, Advance Organizer

membantu dalam menyampaikan informasi seefisien mungkin sehingga terjadi

belajar bermakna.

Ada dua tipe Advance Organizer yaitu expository dan comparative (Joyce

dan Weil, 1996: 272). Menurut Prikasih (2003: 14) expository organizer

digunakan jika akan menjelaskan suatu gagasan umum yang memiliki beberapa

bagian yang saling berhubungan. Expository organizer juga akan membantu

memperluas pemahaman konsep dasar bagi siswa. Tipe ini menggambarkan

tingkatan intelektual dimana siswa akan menemukan informasi baru. Sedangkan

comparative organizer dirancang untuk mengintegrasikan konsep baru dengan

konsep lama yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan tujuan untuk

mempertajam dan memperluas pemahaman konsep. Comparative organizer

khusus digunakan pada materi yang telah dikenal. Tipe ini membandingkan materi

sebelumnya dengan materi baru untuk menghindari kebingungan siswa.

Page 4: Advanced Organizer

14

Menurut Hedron (Abiansyah, 2007: 18) Advance Organizer terbagi menjadi

enam jenis, yaitu:

1. Advance Organizer adalah pengorganisasian yang berdasarkan pada

pengetahuan siswa sebelumnya tentang materi pelajaran atau pengetahuan

tentang kehidupan sehari-hari.

2. Ekspository Organizer (mendeskripsikan konsep baru) merupakan penjabaran

pengetahuan atau materi kepada siswa berdasakan apa yang ada pada saat itu

secara tepat sehingga siswa dapat mengambil pengetahuan secara bermakna.

3. Naratif Organizer merupakan penyajian informasi baru dalam bentuk cerita

kepada siswa.

4. Skimming Organizer (membaca sepintas), membaca materi pelajaran untuk

melihat materi baru dan memperoleh tinjauan dasar terhadap materi tersebut

dapat berupa teks atau bacaan.

5. Graphics Organizer merupakan visualisasi dan grafik untuk menjabarkan

informasi baru, menggambarkan hubungan-hubungan antara fakta, istilah, dan

gagasan dalam pembelajaran. Graphics organizer dapat berupa peta-peta

pengetahuan, peta-peta cerita, organizer kognitif, atau diagram-diagram

konsep.

6. Consep Map (pemetaan konsep), peta konsep adalah alat yang dapat

digunakan para guru sains untuk menentukan sifat gagasan-gagasan siswa

yang ada. Peta dapat digunakan untuk membuktikan konsep-konsep utama.

Page 5: Advanced Organizer

15

Ada dua dampak yang dapat terlihat dan merupakan keunggulan dari model

pembelajaran Advance Organizer (Wuryani, 2007: 14), yaitu dampak langsung

dan dampak iringan. Dampak instruksional atau dampak langsung akan

memperkuat struktur konseptual anak dan memberikan proses pada konsep

asimilasi. Dampak nukturant atau dampak iringan yang berupa rasa ketertarikan

untuk menyelidiki lebih lanjut dan membiasakan siswa untuk berpikir secara

tepat. Keunggulan Advance Organizer dapat digambarkan dalam bagan di bawah

ini.

Gambar 2.1 Keunggulan Model Advance Organizer

Keterangan:

: dampak instruksional/dampak langsung

: dampak nurturant/dampak iringan

Model pembelajaran Advance Organizer (AO) menurut Joyce (Prikasih,

2003: 15) memiliki tiga langkah aktivitas yaitu:

1. Presentasi AO meliputi:

a. Klarifikasi tujuan pembelajaran dimaksudkan untuk membangun perhatian

peserta didik dan menuntun mereka pada tujuan pembelajaran dimana

Struktur Konseptual

Asimilasi bermakna dari informasi

dan ide

Memiliki perilaku secara tepat Minat dalam inkuiri

Model Advance Organizer

Page 6: Advanced Organizer

16

keduanya merupakan hal penting untuk membantu terciptanya belajar

bermakna.

b. Presentasi AO meliputi konsep-konsep utama atau proposisi dari disiplin

ilmu atau kajian bidang studi. Pertama-tama organisasi harus disusun

sedemikian rupa sehingga siswa dapat menangkap gagasan utama. Dalam

hal ini dilakukan penyajian identifikasi definisi yang merupakan abstraksi

tingkat tinggi. Gambaran konsep atau proposisi yang esensial harus

dikemukakan secara jelas dan hati-hati sehingga siswa mau melakukan

eksplorasi baik berupa tanggapan maupun contoh-contoh. Di sini proses

sudah mulai memasuki kegiatan penyajian materi.

c. Untuk membangun struktur kognitif yang terintegrasi, perlu ditumbuhkan

kesadaran siswa tentang pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan

dengan susunan penyajian. Di sini peran aktif siswa tampak dalam bentuk

memberikan respon terhadap presentasi yang diberikan oleh guru.

2. Presentasi tugas pembelajaran

Dalam langkah kedua, dikembangkan dalam bentuk diskusi, ekspositori,

siswa memperhatikan gambar-gambar atau membaca teks yang masing-masing

diarahkan pada tujuan pengajaran (mempelajari materi pelajaran) yang

ditunjukkan oleh langkah pertama. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu (1)

mengarahkan perhatian siswa; (2) membuat susunan belajar secara eksplisit

sehingga siswa tetap memiliki perhatian langsung. Berkaitan dengan hal tersebut,

presentasi harus memperhatikan hubungan logis antar materi sehingga siswa dapat

melihat bagaimana gagasan berhubungan satu sama lain.

Page 7: Advanced Organizer

17

Untuk mengembangkan struktur hierarki dalam proses belajar mengajar

dilakukan dengan cara:

a. Diferensiasi progresif, yaitu suatu proses menguraikan masalah pokok

menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan khusus. Guru mengajarkan

konsep-konsep dari yang paling inklusif kemudian konsep yang kurang

inklusif setelah itu baru memberikan yang khusus seperti contoh-contoh.

b. Rekonsiliasi integratif, gagasan baru harus secara sadar dihubungkan dengan

isi pembelajaran sebelumnya. Kadang-kadang siswa dihadapkan pada suatu

kenyataan yang disebut pertentangan kognitif. Hal ini terjadi bila dua atau

lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila

nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk mengatasi

sedapat mungkin pertentangan kognitif ini, Ausubel menyarankan prinsip

rekonsiliasi integratif.

3. Penguatan susunan kognitif

Tujuan dari langkah ini adalah mengaitkan materi belajar yang baru dengan

struktur kognitif siswa. Ausubel mendefinisikan menjadi empat aktivitas yaitu:

a. Menggunakan prinsip rekonsiliasi integratif yaitu mempertemukan materi baru

dengan struktur kognitif. Hal ini dikembangkan oleh guru melalui:

• Mengingatkan siswa tentang gambaran menyeluruh gagasan atau ide.

• Menanyakan ringkasan dari atribut materi pelajaran baru.

• Mengulangi definisi secara tepat.

Page 8: Advanced Organizer

18

• Menanyakan perbedaan aspek-aspek yang terdapat dalam materi.

• Menanyakan bagaimana materi pelajaran mendukung konsep atau preposisi

yang baru digunakan.

b. Belajar aktif, dapat dilakukan dengan cara:

• Siswa menggambarkan materi baru dengan menghubungkan melalui salah

satu aspek pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

• Siswa memberi contoh-contoh terhadap konsep-konsep yang berhubungan

dengan materi pelajaran.

• Siswa menceritakan kembali dengan kerangka referensi yang dimilikinya.

• Siswa menghubungkan materi dengan pengalaman atau pengetahuan yang

dimilikinya.

c. Pendekatan kritis dalam pengetahuan, dilakukan dengan menanyakan kepada

siswa tentang asumsi atau pendapatnya yang berhubungan dengan materi

pelajaran. Guru memberikan pertimbangan dan tantangan terhadap pendapat

tersebut dan menyatukan kontradiksi apabila terjadi silang pendapat.

d. Klarifikasi dapat terjadi, kemungkinan memunculkan banyak pertanyaan yang

memperlihatkan kekurangjelasan. Guru dapat melakukan klarifikasi dengan

cara memberikan tambahan informasi baru atau mengaplikasikan gagasan ke

dalam situasi baru atau contoh lain.

Berdasarkan informasi-informasi di atas, dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan model pembelajaran AO adalah suatu model pembelajaran yang

dimulai dengan penyajian konsep-konsep atau gagasan-gagasan utama dari materi

yang digunakan sebagai pemandu untuk memahami konsep baru yang akan

Page 9: Advanced Organizer

19

diajarkan. Dengan metode ini, struktur kognitif siswa dibenahi terlebih dahulu

sehingga akan mempermudah siswa untuk memahami konsep baru yang akan

diberikan.

Adapun langkah pembelajaran model AO menurut Ausubel (Budiningsih,

2005: 50) adalah:

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya

belajar dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya

dalam bentuk konsep-konsep inti.

4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk Advance

Organizer yang akan dipelajari siswa.

5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut dan menerapkannya dalam bentuk

nyata/konkret.

6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Menurut Soekamto (Oktaviyanto, 2007: 12) ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam model pembelajaran Advance Organizer antara lain:

♦ Menentukan tujuan instruksional.

♦ Mengukur kesiapan siswa melalui pertanyaan awal, interview, dan teknik

lainnya.

♦ Memilih materi yang cocok dan mengaturnya kembali dalam bentuk penyajian

konsep.

♦ Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru.

Page 10: Advanced Organizer

20

♦ Menyajikan suatu pandangan yang menyeluruh tentang apa yang harus

dipelajari.

♦ Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi

dengan uraian singkat yang menunjukkan keterkaitan dengan materi yang

akan diberikan.

♦ Mengajak siswa memahami konsep-konsep dan prinsip yang ada dengan

memberikan fokus pada hubungan yang ada.

♦ Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Secara umum tujuan Advance Organizer adalah menjelaskan,

mengintegrasikan dan menginterkorelasikan materi yang dipelajari sebelumnya.

Advance Organizer membantu siswa membedakan materi baru dan materi yang

sebelumnya dipelajari. Advance Organizer yang paling efektif adalah

menggunakan konsep, istilah-istilah, dan dalil-dalil yang sudah dikenal siswa

serta diilustrasikan dengan analogi yang tepat. Tujuan ini dapat tercapai jika

pengembangan rencana pembelajaran dilakukan sesuai dengan tuntutan

kurikulum, artinya benar-benar berfungsi sebagai pedoman pengajaran

(Abiansyah, 2007: 16).

B. PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

Ruseffendi (Suhendra, 2005: 37) menjelaskan bahwa pembelajaran

matematika konvensional (tradisional) pada umumya memiliki kekhasan tertentu,

misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada

Page 11: Advanced Organizer

21

keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran

yang berpusat pada guru.

Brooks & Brooks (Ansari, 2003: 2) menanamkan pembelajaran dengan pola

suasana kelas masih didominasi guru dan titik berat ada pada keterampilan dasar

dianggap sebagai pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional atau

mekanistik ini menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill dengan

mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma

tertentu.

Model pembelajaran konvensional (tradisional) menurut Wartono

(Suhendra, 2005: 38) adalah model pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam

proses pembelajaran saat ini, yang bercirikan:

1. Lebih bersifat informatif daripada pencarian (penemuan) konsep atau prinsip.

2. Lebih mengutamakan produk daripada proses.

3. Dalam diskusi, guru lebih banyak bertindak sebagai hakim daripada sebagai

pembimbing/fasilitator.

4. Dalam percobaan atau demonstrasi, lebih banyak bersifat membuktikan teori.

Adapun ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Nasution (Suhendra,

2005: 38) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat

diamati dan diukur.

2. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas keseluruhan tanpa

memperhatikan siswa secara individual.

Page 12: Advanced Organizer

22

3. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis,

dan media lain menurut pertimbangan guru.

4. Siswa umumnya pasif, karena terutama harus mendengarkan uraian guru.

5. Dalam hal kecepatan belajar, semua siswa harus belajar menurut kecepatan

yang umum ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

6. Keberhasilan mengajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif.

7. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan pelajaran

secara tuntas, sebagian lagi akan menguasainya sebagian saja, dan ada lagi

yang gagal.

8. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan (sebagai

sumber informasi/pengetahuan).

Berdasarkan keterangan dan ciri-ciri di atas, pembelajaran konvensional

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode

ekspositori. Menurut Suhendra (2005: 39) pembelajaran konvensional dapat

dibatasi sebagai pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai sumber belajar

yang dominan, guru lebih banyak menggunakan waktunya di kelas untuk

menyampaikan materi, dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih bersifat

penyampaian informasi atau pengetahuan sehingga siswa menjadi lebih pasif

dalam mengonstruksi pengetahuannya. Adapun alur pembelajaran dalam

ekspositori adalah guru menjelaskan konsep, memberikan contoh kemudian

memberikan soal latihan.

Page 13: Advanced Organizer

23

C. KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling

menyampaikan pesan yang berlangsung dalam komunitas dan konteks budaya.

Menurut Abdulhak (Ansari, 2003: 13), komunikasi dimaknai sebagai proses

penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran

tertentu untuk tujuan tertentu.

Komunikasi merupakan kegiatan yang pasti terjadi dalam setiap aktivitas

manusia sebagai mahluk sosial. Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran,

komunikasi guru dengan siswa atau antar siswa itu sendiri. Menurut Sudjana

(Yuniawatika, 2008: 23) ada beberapa bentuk komunikasi yang dapat digunakan

untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa, yaitu:

a. Komunikasi satu arah (one-way communication)

Dalam komunikasi ini, pembelajaran kurang menekankan pada aktivitas

siswa. Guru dipandang sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi.

Guru hanya mentransfer informasi atau pengetahuannya kepada siswa tanpa ada

respon balik dari siswanya itu sendiri.

b. Komunikasi relasional (interaksi)

Pada komunikasi ini, siswa sudah dilibatkan untuk berinteraksi dengan guru

walaupun hanya antara guru dan siswa. Akan tetapi, peran guru ketika

berkomunikasi tetap dominan, yaitu selain sebagai sumber utama juga sebagai

fasilitator yang dilakukan secara klasikal.

Page 14: Advanced Organizer

24

c. Komunikasi konvergen (multi arah)

Bentuk komunikasi ini benar-benar melibatkan siswa untuk berpartisipasi

dalam pembelajaran. Komunikasi terjadi antara guru dengan siswa dan siswa

dengan siswa.

Pada penelitian ini bentuk komunikasi yang digunakan adalah komunikasi

multi arah atau konvergen, karena ketika proses pembelajarannya siswa

melakukan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Saat berlangsungnya diskusi,

terjadilah komunikasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

Komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan yang dapat

tergali setelah pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah, koneksi,

kreativitas dan lain sebagainya. Kemampuan komunikasi matematik adalah

kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi/soal cerita ke dalam

bahasa/simbol matematika dalam bentuk grafik dan atau rumus aljabar,

kemampuan siswa dalam memberikan penjelasan atas jawabannya secara logis

dan benar serta kemampuan siswa dalam menyusun atau mengomunikasikan suatu

strategi penyelesaian masalah matematika (Yuniawatika, 2008: 23).

Komunikasi matematik meliputi kemampuan membaca dan menulis.

Artinya, mengomunikasikan matematik dapat melalui tulisan maupun lisan. Hal

ini didukung oleh pendapat Syaban (2008), yaitu komunikasi matematik

merepleksikan pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya

matematik. The Common Core of Learning (Syaban, 2008), menyarankan, semua

siswa seharusnya “…justify and communicate solutions to problems”. Siswa-

siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang

Page 15: Advanced Organizer

25

apa yang mereka sedang dikerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam

mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide

mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide,

strategi dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk

merepleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka

sendiri. Membaca apa yang siswa tulis adalah cara yang istimewa untuk para guru

dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari siswa.

Kemampuan komunikasi matematik terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Kemampuan komunikasi tertulis

Kemampuan komunikasi matematik tertulis adalah kemampuan siswa dalam

menyampaikan gagasan dan ide dari suatu masalah matematika secara tertulis

(Istiqomah, 2007: 31).

Indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan oleh Ross

(Istiqomah, 2007: 31) adalah sebagai berikut:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah

menggunakan gambar, bagan, tabel dan secara aljabar.

b. Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis.

c. Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan konsep

matematika dan solusinya.

d. Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan

dalam bentuk tertulis.

e. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.

Page 16: Advanced Organizer

26

2. Kemampuan komunikasi lisan

Komunikasi lisan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan

siswa dalam mengungkapkan satu gagasan atau ide matematika secara lisan.

Adapun indikator kemampuan komunikasi matematik lisan adalah sebagai

berikut:

a. Siswa dapat menjelaskan kesimpulan yang diperolehnya.

b. Siswa dapat memilih cara yang paling tepat dalam menyampaikan

penjelasannya.

c. Menggunakan tabel, gambar, model dan lain-lain untuk menyampaikan

penjelasannya.

d. Siswa dapat mengajukan suatu permasalahan atau persoalan.

e. Siswa dapat menyajikan penyelesaian dari suatu permasalahan.

f. Siswa dapat merespon suatu pernyataan atau persoalan dari siswa lain

dalam bentuk argumen yang meyakinkan.

g. Siswa dapat menginterpretasi dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah,

serta informasi matematika.

h. Siswa dapat mengungkapkan lambang, notasi dan persamaan matematika

secara lengkap dan tepat.

i. Mau mengajukan pertanyaan ketika ada sesuatu yang tidak dimengerti.

Aspek pengomunikasian ide-ide matematika menurut Jacob (2002: 380),

yaitu:

1. Merepresentasi ide-ide yang membutuhkan analisis yang cermat, sehingga

secara aktif meliputi berpikir siswa.

Page 17: Advanced Organizer

27

2. Mendengar dengan teliti yang bermanfaat dalam mengonstruksi pengetahuan

matematik yang lebih lengkap atau strategis yang lebih efektif.

3. Membaca literatur dan textbooks yang menjadi sumber informasi dan ide-ide.

4. Berdiskusi untuk mempraktikkan komunikasi lisan secara teratur.

5. Menulis yang lebih ditekankan pada pengekspresian ide-ide matematik.

Untuk mengukur tingkat kemampuan komunikasi siswa dalam diskusi,

indikator yang dikemukakan oleh Djumhur (Amalia, 2006: 10) dapat dijadikan

sebagai patokannya. Indikator tersebut adalah:

1. Siswa ikut menyampaikan pendapat tentang masalah yang dibahas.

2. Siswa berpartisipasi aktif dalam menanggapi pendapat yang diberikan siswa

lain.

3. Siswa mau mengajukan pertanyaan ketika ada sesuatu yang tidak dimengerti.

4. Mendengarkan secara serius ketika siswa lain mengemukakan pendapat.

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi

matematik antara lain, pengetahuan prasyarat (prior knowledge), kemampuan

membaca, diskusi, dan menulis (reading, discussing and writing), serta

pemahaman matematik (mathematical knowledge) (Ansari, 2003: 28).

Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai faktor-faktor kemampuan

komunikasi matematik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan prasyarat (prior knowledge), merupakan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Namun demikian

dalam komunikasi matematik kemampuan awal siswa kadang-kadang tidak

Page 18: Advanced Organizer

28

dapat dijadikan standar untuk meramalkan kemampuan komunikasi lisan

maupun tulisan.

2. Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis (reading, discussing, and

writing). Ada suatu mata rantai yang saling terkait antara membaca, diskusi,

dan menulis seorang siswa yang rajin membaca, namun enggan menulis, akan

kehilangan arah. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang gemar menulis,

namun enggan membaca, maka akan berkurang makna tulisannya. Adapun

yang lebih baik adalah jika seseorang yang gemar membaca dan suka

berdiskusi (dialog), kemudian menuangkannya dalam tulisan, maka akan

memantapkan hasil tulisannya. Oleh karenanya diskusi dan menulis adalah

dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level. Sementara itu

kemampuan membaca dalam topik-topik tertentu dan kemudian

mengelaborasi topik-topik tersebut dan menyimpulkannya merupakan aspek

penting untuk melihat keberhasilan berpikir siswa.

3. Pemahaman matematik (mathematical knowledge). Pemahaman berdasarkan

taksonomi tujuan dari Bloom menyebutkan bahwa pemahaman dapat

digolongkan dalam tiga segi yang berbeda, yaitu:

• Pemahaman translasi, adalah kemampuan untuk memahami suatu ide yang

dinyatakan dengan cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal

sebelumnya. Misalnya, individu mampu mengubah soal yang tertulis

berupa kalimat ke dalam bentuk simbol dan sebaliknya.

Page 19: Advanced Organizer

29

• Pemahaman interpretasi, adalah kemampuan untuk memahami atau mampu

mengartikan suatu ide yang diubah atau disusun dalam bentuk lain, seperti

grafik, tabel, diagram dan sebagainya.

• Pemahaman ekstrapolasi, adalah kemampuan untuk meramalkan kelanjutan

dari kecenderungan yang ada menurut data tertentu.

D. MENGASSES KEMAMPUAN KOMUNIKASI DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Menurut Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M. S. dalam NCTM tahun 1996

(Sudrajat, 2001: 19) salah satu model yang pernah berkembang untuk

mengevaluasi kemampuan komunikasi siswa adalah seperti yang dicontohkan

QCAI (QUASAR Cognitive Assesment Instrument). QUASAR adalah suatu

proyek nasional di Amerika yang didesain untuk mengembangkan pembelajaran

matematika bagi siswa menengah yang tidak beruntung secara ekonomi. Model

ini dinamakan Open-Ended Tasks, di dalamnya berupa format evaluasi dalam

bentuk pertanyaan open-ended, yaitu suatu pertanyaan yang memberi kekuasaan

pada siswa untuk menjawab secara benar dengan kemungkinan alasan atau cara

menjawab yang beragam.

Jawaban siswa dianalisis dan diberi skor dengan menggunakan panduan

Holistic Scoring Rubrics, yaitu prosedur yang digunakan untuk menyekor respon

siswa dari open-ended tasks. Skor ini diberi level 0, 1, 2, 3, 4. Setiap skor yang

diraih siswa mencerminkan kemampuan siswa dalam merespon persoalan yang

diberikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek pengetahuan matematika

Page 20: Advanced Organizer

30

(mathematical knowledge), strategi pengetahuan (strategic knowledge), dan

komunikasi (communication). Agar lebih jelas mengenai cara mengaplikasikan

panduan skor dalam penelitian ini dapat dilihat dalam lampiran B.10 halaman 150.

E. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Untuk mendukung penelitian yang akan dilaksanakan, berikut merupakan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini, diantaranya hasil penelitian yang dilakukan Sopianti (2004) dengan

judul “Penerapan Model Pembelajaran Pemandu Awal (Advance Organizer)

dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” menunjukkan adanya

peningkatan nilai rata-rata kelas, daya serap siswa dan daya serap klasikal

(ketuntasan belajar) terhadap konsep setelah mendapat perlakuan dengan model

AO. Tanggapan dari guru dan siswa terhadap pembelajaran model AO ini juga

positif.

Penelian relevan lainnya adalah hasil penelitian Wuryani (2007) yang

berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Advance Organizer dalam

Pembelajaran Fisika di SMA” menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model

AO lebih efektif bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu

dalam proses pembelajarannya sebagian besar siswa lebih terlibat aktif.

Ada pula hasil penelitian Yulianti (2007) dari skripsinya yang berjudul

“Pembelajaran dengan Model Advance Organizer untuk Meningkatkan

Pemahaman Matematis Siswa” menunjukkan bahwa pemahaman matematis siswa

meningkat yang terlihat dari hasil tes formatif I-III, daya serap klasikalnya juga

Page 21: Advanced Organizer

31

meningkat bila dibandingkan dengan hasil ulangan rata-rata harian siswa.

Pembelajaran AO pun dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa sehingga

pembelajaran menjadi lebih kondusif.