acuan operasional kegiatan dan indikator · pdf filedan indikator kinerja ... menjelaskan...
TRANSCRIPT
ACUAN OPERASIONAL KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA
KOMITE SEKOLAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
TIM PENGEMBANGAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH JAKARTA, OKTOBER 2003
1
BAB I
PENDAHULUAN
Our schools are at the heart of the community.
They have a rich tradition of parental and community involvement in education
(Ministry of Education and Training, Ontario, Canada).
Sekolah-sekolah kita ada pada jantung masyarakat. Mereka memiliki satu tradisi yang
kaya tentang keikutsertaan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan
(Menteri Pendidikan dan Pelatihan, Ontario, Kanada)
1. Latar Belakang
Sekolah berada pada jantung komunitas atau masyarakat setempat. Mereka memiliki
satu tradisi yang kaya tentang keterlibatan orangtua siswa dan komunitasnya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Demikianlah pernyataan Kementerian Pendidikan dan
Pelatihan, Ontario, Kanada. Demikian pulalah sebenarnya hakikat sekolah di mata
hati keluarga dan masyarakat di Indonesia.
Untuk memantapkan dan mengembangkan tradisi tersebut, maka dibentuklah satu
lembaga yang dikenal dengan nama generik Komite Sekolah yang berkedudukan di:
(a) satu satuan pendidikan tertentu, (b) beberapa satuan pendidikan sekolah yang
sejenis yang berada di kompleks atau kawasan yang berdekatan, (c) beberapa satuan
pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikannya serta terletak di kompleks
atau kawasan yang berdekatan, dan (d) beberapa satuan pendidikan yang sama di
kawasan yang berdekatan milik atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara
pendidikan. Di samping itu juga dibentuk Dewan Pendidikan pada tingkat Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota (Pasal 56 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Agar Komite Sekolah dapat segera melaksanakan roda organisasinya diperlukan satu
acuan yang dapat dipedomani. Di samping itu, pelaksanaan roda organisasi Komite
Sekolah perlu satu ukuran berupa indikator yang akan digunakan untuk menilai
kinerjanya. Itulah sebabnya maka disusunlah buku panduan operasional yang disebut
dengan Acuan Operasional Kegiatan dan Indikator Kinerja Komite Sekolah.
Buku panduan operasional kegiatan dan indikator kinerja Komite Sekolah ini
disusun antara lain karena adanya beberapa latar belakang permasalahan sebagai
berikut:
a. Proses pembentukan Komite Sekolah kebanyakan belum sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2003
tanggal 2 April 2003;
b. Banyak Komite Sekolah dibentuk dengan pola-pola stigmatis yang diwarisi dari BP3 atau POMG;
2
c. Timbul kesan dan pandangan yang amat negatif dari orangtua dan masyarakat terhadap konerja Komite Sekolah yang menyatakan bahwa kenaikan iuran dan
atau uang sekolah menjadi lebih besar karena dibentuknya Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah. Kesan dan pandangan negatif ini timbul dari kebijakan,
program, dan kegiatan operasional Komite Sekolah yang belum sepenuhnya
mencerminkan pelaksanaan peran dan fungsi Komite Sekolah sesungguhnya.
Hal ini terjadi antara lain karena Komite Sekolah yang baru dibentuk tersebut
belum memiliki acuan yang dapat dijadikan rambu-rambu dalam pelaksanaan
kegiatan operasionalnya, serta ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja
organisasi. Praktik pelaksanaan peran dan fungsi Komite Sekolah yang dinilai
menyimpang antara lain terjadi model Komite Sekolah yang terlalu meniru
gaya birokrat atau menjadi stempel sekolah (di bawah komando kepala sekolah)
di satu sisi, dan model Komite Sekolah yang meniru gaya LSM (melebihi
kewenangan yang seharusnya) dan bahkan sebagai eksekutor (melakukan
eksekusi atau hukuman) di sisi lain.
d. Komite Sekolah yang telah dibentuk itu pun banyak yang belum memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang disusun
sendiri, dan belum pula memiliki program kerja jangka panjang, menengah, dan
jangka pendek yang disusun berdasarkan aspirasi orangtua dan masyarakat
sebagai komponen utama stakeholder pendidikan.
2. Landasan
Acuan operasional kegiatan dan indikator kinerja Komite Sekolah ini disusun
berdasarkan:
a. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah b. UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
d. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
e. PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang beberapa permasalahan tersebut, maka dipandang perlu
adanya satu acuan operasional kegiatan dan indikator kinerja Komite Sekolah,
sambil menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus akan
menjadi acuan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dan untuk
indikator yang akan digunakan untuk mengukur kinerja Komite Sekolah. Acuan
operasional kegiatan dan indikator kinerjan Komite Sekolah ini disusun dengan
tujuan sebagai berikut:
a. menjadi acuan bagi warga sekolah dan semua elemen stakeholder pendidikan dalam menyikapi dan melaksanakan empat peran utama Komite Sekolah,
yakni sebagai (1) badan yang memberikan pertimbangan (advisory agency),
(2) badan yang memberikan dukungan kepada sekolah (supporting agency),
(3) badan yang mengawasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah
3
(controlling agency), dan (4) badan yang menjadi penghubung antara sekolah
dengan orangtua dan masyarakat (mediator);
b. Menjadi acuan bagi KS, khususnya pengurus dan anggota, dalam menjalankan roda administrasi dan keuangan organisasinya;
c. Menyediakan alat ukur untuk menilai tingkat kinerja Komite Sekolah, baik yang dapat dilakukan oleh lembaga sendiri (self assessment) atau yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga independen;
4. Sistematika
Acuan operasional kegiatan dan indikator kinerja Komite Sekolah ini disusun
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I, pendahuluan, menjelaskan secara singkat tentang latar belakang perlunya
acuan operasional ini, yang dapat digunakan baik oleh warga sekolah maupun oleh
seluruh elemen stakeholder pendidikan dalam menyikapi dan melaksanakan empat
peran utama Komite Sekolah.
Bab II, landasan konsepsional, menjelaskan tentnag upaya peningkatan mutu
pendidikan dalam era otonomi daerah,
Bab III, acuan operasional tentang prasyarat organisasi, menjelaskan kembali secara
lebih operasional tentang langkah-langkah pembentukan Komite Sekolah,
pembentukan pengurus, persyaratan menjadi pengurus, sebagaimana telah dijelaskan
dalam Buku Panduan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dan prasyarat umum
organisasi yang harus dilengkapi, termasuk AD dan ART-nya.
Bab IV, acuan operasional tentang pelaksanaan peran, fungsi, dan tujuan Komite
Sekolah, memberikan rambu-rambu acuan operasional kegiatan dan indikator kinerja
Komite Sekolah, yang dijabarkan dari peran dan fungsi Komite Sekolah, serta
diselaraskan dengan kondisi, potensi, dan tuntutan aspirasi orangtua dan masyarakat,
memberikan rambu-rambu acuan tentang pelaksanaan teknis administrasi dan
keuangan.
Bab V, indikator kinerja Komite Sekolah, menjelaskan tentang ukuran-ukuran atau
indikator teknis yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kinerja organisasi
Komite Sekolah.
Bab VI, dampak kinerja Komite Sekolah terhadap kinerja sistem pendidikan
nasional, memaparkan tentang dampak apa saja yang dihasilkan setelah Dewan
Pendidikan melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal.
Bab VII, penutup, menjelaskan tentang beberapa harapan dengan adanya buku acuan
ini.
4
BAB II
LANDASAN KONSEPSIONAL
KOMITE SEKOLAH
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan, baik pada jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah (Lampiran II Kepmendiknas Nomor 004/U/2002)
1. Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Era Otonomi Daerah
Kelahiran UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta perangkat
PP yang berkaitan telah membawa perubahan paradigma pengelolaan sistem
pendidikan. Tentu ini akan berakibat terhadap perubahan struktural dalam
pengelolaan pendidikan, dan berlaku juga pada penentuan stakeholder di dalamnya.
Jika di masa lalu, stakeholder pendidikan itu sepenuhnya ada di tangan aparat pusat,
maka dalam era otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai stakeholder itu
akan tersebar kepada berbagai pihak yang berkepentingan.
Salah satu model pengelolaan pendidikan yang kini digagas Departemen Pendidikan
Nasional adalah apa yang disebut manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS
merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi
atau kemandirian sekolah dan aparat daerah dalam menentukan arah, kebijakan, serta
jalannya pendidikan di daerah masing-masing. Keberhasilan dalam pelaksanaan
MBS sangat ditentukan oleh perwujudan kemandirian manajemen pendidik