acta jurnal

105
Marketing Public Relations ( MPR) Implementasi Kode Etik Jurnalistik sebagai Pertanggungjawaban Profesi Jurnalis di Harian Surya Rubrik Kontak Jodoh di Harian Kompas & Jawa Pos Pengaruh Kampanye di TV terhadap Pemilih Pemula Tone Iklan Presiden Indonesia 2004 di Televisi Berita Terorisme dalam Wacana Media

Upload: supri-jangkung

Post on 11-Mar-2016

265 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

jurnal LPPM stikosa

TRANSCRIPT

Marketing Public Relations ( MPR)

Implementasi Kode Etik Jurnalistik sebagai Pertanggungjawaban Profesi Jurnalis di Harian Surya

Rubrik Kontak Jodoh di Harian Kompas & Jawa Pos

Pengaruh Kampanye di TV terhadap Pemilih Pemula

Tone Iklan Presiden Indonesia 2004 di Televisi

Berita Terorisme dalam Wacana Media

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 i

Volume 2, Nomor 2 Juni 2010

Jurnal ilmiah ini terbit setiap enam bulan. Berisi hasil-hasil penelitian, artikel, makalah, bahasan metodologi penelitian, resensi, atau pendekatan baru dalam konteks ilmu komunikasi. Tujuan penerbitan adalah menyosialisasikan dan mengembangkan hasil penelitian serta menyebarluaskan ilmu pengeta-huan kepada masyarakat. Redaksi menerima naskah dari para pakar, akademisi maupun praktisi. Naskah yang dikirim harus asli, belum pernah diterbitkan atau dimuat di media lain. Diketik spasi ganda pada kertas kuarto maksimal 20 halaman termasuk ta-bel dan data pendukung. Tulisan dikirim via email: [email protected], disertai identitas penulis: nama, alamat, dan pekerjaan. Referensi sumber ditulis dengan menyebutkan nama belakang penga-rang, tahun, dan halaman (McQUail. 1970:16). Daftar pustaka ditulis di hala-man terpisah dan disusun menurut abjad.Redaksi berhak merevisi atau menolak naskah yang tidak sesuai dengan visi Jurnal ActAWS.

Penerbit : LPPM Stikosa-AWSPengarah : Ketua Stikosa-AWS ZainalArifinEmka,M.Si.Redaktur Pelaksana : Suprihatin, S. PdPenyunting :ZainalArifinEmka,M.SiDewan Redaksi : - Wolly Baktiono, M. Si -FajarArifiantoIsnugroho,S.SosLay Out : Suprihatin, S. PdDistribusi : LPPM Stikosa-AWSAlamat Penerbit : Stikosa-AWS JalanNgindenIntanTimurI/18Surabaya Telp.(031)5967164Faks.(031)5922018 Email:[email protected]

No. ISSN 2085-8582

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2ii

Jurnal Ilmiah Stikosa-AWSActAWSVolume 2 nomor 2 Juni 2010

Daftar Isi:

A. Pengantar Redaksi .................................................... iB. Daftar Isi .......................................................................... ii

1. Marketing Public Relations (MPR ) H. Supriadi, SH MM ............................................................... 1

2. Implementasi Kode Etik Jurnalistik sebagai Pertanggungjawaban Profesi Jurnalis di Harian Surya Mas’ud Sukemi, M. Si. ............................................................... 6

3. Rubrik Kontak Jodoh di Harian Kompas & Jawa Pos Sri Moerdijati, M.S. ............................................................... 27

4. Pengaruh Kampanye di TV terhadap Pemilih Pemula Mucholil,S.Kom,M.Si ………………………………….....…….... 38

5. Tone Iklan Presiden Indonesia 2004 di Televisi Andria Saptyasari ................................................................ 64

6. Berita Terorisme dalam Wacana Media ZainalArifinEmka,M.Si ………………………………………......... 73

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.21

ABSTRAK

Memasuki era globalisasi pada abad 21, persaingan kegiatan bisnis di bidang pemasaran semakin nyata. Keberhasilan kinerja Public Rela-tions (PR) sebagai item penting organisasi perusahaan yang bertugas

menciptakan dan mempertahankan nilai atau image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satucara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif, hal tersebut diwujud-kan dengan upaya memberikan kualitas teknik promosi penjualan produk yang memadukan kekuatan publisting (suatu bentuk pengembangan kegiatan public relationsdenganpendekatanjurnalistikdalammengkonfirmasikanprodukyangakan diluncurkan kepada publiknya). Konsep mega marketing yang merupakan perpaduan antara kekuatan public relations dan marketing mix dan kemudian muncul istilah Marketing Public Relations (MPR).

MARKETING PUBLIC RELATION (MPR)

H. Supriadi, SH. MMStaf pengajar Stikosa-AWS

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 2

I.PENDAHULUANI.MARKETING PUBLIC RELATIONS Dalam bukunya The Marketer’s Guide to Public Relations yang dipop-ulerkan oleh Thomas L.Haris (1991) mengatakan :“Marketing Public Relation is the process of planning and evaluating programs, that encourange purchase and customer through credible communication of information and impression that identify companies and their products with the need, concerns of costumer “ ( Marketing Public Relations adalah sebuah pro-ses perencanaan dan pengevaluasian program yang merangsang penjualan pelanggan. Hal tersebut dilakukan melslui pengkomunikasian informasi yang kredibel dan kesan-kesan yang dapat menghubungkan perusahaan, produk dengan kebutuhan serta perhatian pelanggan ) Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan dan strategi pemasaran ( marketing strategy implementation ) dengan aktivitas program kerja Public Re-lations ( work program of public relations ), dalam upaya meluaskan pemasaran dan demi mencapai kepuasaan pelanggan (costumer satisfaction). Sedangkan dalam pelaksanannya Marketing Public Relations (MPR) menerapkan 3 (tiga) strategi penting yakni :1. Pull Strategy yaitu public relations memiliki dan harus mengembangkan

kekuatan untuk menarik perhatian public.2. Push Strategy yaitu public relations memiliki kekuatan untuk mendorong

berhasilnya pemasaran3. Pass Strategy yaitu public relations memiliki kekuatan untuk mempengaru-

hi dan menciptakan opini yang menguntungkan.

II. PERMASALAHANPERANANMARKETINGPUBLICRELATIONS Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations(MPR) berper-an sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan npemasaran yaitu :1. Mengadakan riset pasar,untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.2. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.3. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif.4. Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)5. Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk (pre-project

selling) yang akan diluncurkan serta mampu bersaing di marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.23

6. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of satisfying the needs of customer by means of the product and the whole cluster of thing associatedwithcreating,deliveringandfinallyconcummingit”.(marketingadalah sebuah ide untuk memuaskan keinginan pelanggan dengan me-nampilkan produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, yang diasosiasikan dengan pembuatan, pendistribusian dan akhirnya pengkon-sumsian produk tersebut).

Dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations (MPR) ver-fungsi secara garis besar mempunyai tugas antara lain sebagai berikut :1. Menumbuh kembangkan cita positif perusahaan ( corporate image ) terha-

dap public eksternal atau masyarakat luas demi tercapainya saling penger-tian bagi kedua belah pihak.

2. Membina hubungan yang positif antar karyawan ( employee relations ), antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan tumbuh budaya perusahaan ( corporate culture ) yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja, profesionalisme yang tinggi srta memiliki Sense of be-longing terhadap perusahaan yang baik.

Sedangkan untuk mewujudkan serta merealisasikan agar tujuan dari pada peran Marketing Public Relations dengan baik yaitu dengan cara meng-adakan berbagai program komunikasi mulai dari komunikasi lisan maupun tu-lisan, komunikasi melalui media cetak ( Koran, majalah, press release, brosur dan leaflet ), sampai komunikasimelaluimedia elektronika ( televise, radio,internet ).

III. KESIMPULAN PERKEMBANGAN MARKETING PUBLIC RELATIONS Dalam perkembangan Marketing Public Relations telah mencapai titik temu yang cukup efektif dalam membangun pengenalan merk ( brand aware-ness ) dan pengetahuan merk ( brand knowledge ). Perkembangan tesebut berpotensi untuk memasuki dan mendukung bauran pemasaran ( marketing mix ) yaitu produk (product), tempat ( place), promosi ( promotion ) dan har-ga (price) dan khususnya unsure “ promosi “ dalam bauran tersebut diang-gap lebih hemat untuk mencapai publisitas tinggi dalam proses publikasi, jika dibandingkan dengan iklan komersial yang selain biayanya cukup mahal dan jangka waktunyapun cukup pendek (produck oriented), dan Marketing Public Relation mengandung kekuatan untuk mendidik ( educated ) masyarakat atau

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 4

publiknya. Sedangkan dengan adanya kecanggihan dari media elektronik mem-punyai manfaat sebagai berikut :1. Dapatlebihefektifdanefisiendalampenggunaanpublikasi,mengingatse-

makin tingginya biaya promosi di media massa ( komersial )2. Dapat meningkatkan kredibilitas ( kepercayaan ) dari pesan-pesan yang di-

sampaikan melalui jalur public relation, sehingga dapat menembus situasi yang relatve sulit dijangkau oleh iklan atau memiliki kemampuan menjem-batani kesenjangan informasi jika disampaikan melalui taknik periklanan serba terbatas itu.

3. Kampanye melalui iklan mempunyai keterbatasan pada ruang ( space ) dan waktu ( timely ) yang tersedia di media elektronik dan media cetak, oleh karena itu penggunaan promosi iklan tersebut harus memberi ruang dan waktu siarnyaagar pesan/informasi dapat dimuat atauditayangkanolehmedia bersangkutan. Sedangkan kampanye melalui Public Relations tidak membelispace,mediaagardapatdimuat/ditayangkan.Pesan-pesanatauinformasi public relations tersebut diolah dan dikemas sedemikian rupa ke dalam bentuk suatu berita (news) artikel sponsor (advertorial) atau feature sehingga mampu menarik perhatian bagi pembaca atau pemirsanya.

Perbedaan-perbedaan antara pemasaran dan public relations tetap ada, tetapi perbedaan kedua peranan tersebut bias dipersempit atau diupaya-kan titik temu perannya (equal function) dalam hal pencapaian tujuan utama-nya ( main objectif ) dan khalayak sasaran ( target audience ). Kesimpulannya, bahwa target dan tujuan yang hendak dicappai dalam strategi Marketing Public Relations harus sejalan dengan bagaian pemasaran (marketing) dan tujuan pemasaran (marketing objective) adalah untuk memuaskan bagi pihak pelang-gannya (customer satisfaction) tersebut terlebih dahulu dibutuhkan suatu ke-percayaan pelanggan (customer trust) melalui pembinaan dan pemeliharaan, agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling kepada produk pesaing. Jadi dalam praktiknya Humas (Public Relations) dapat berfungsi ganda yaitu di satu pihak sebagai Marketing Public Relations ( MPR ) untuk mencapai marketing objective, sedangkan pihak lain sebagai corporate public relations untuk mencapai tujuan dari perusahaan (company goals) dalam menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif (make an identity and corporate im-age). Sedangkan tujuan program Stake Holder berupaya untuk membangun saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual apprecia-tion), kemauan baik (good will) dan toleransi (tolerance) baik terhadap publik internal maupun eksternal.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.25

DAFTAR PUSTAKA

Emeraldy Chatra dan Rulli Masrullah.2008.PublicRelation:StrategiKehu-masandalammenghadapikrisis.MultiTrustCreativeService:Bandung

Ian Philipson,2008.PublicRelation.ImagePress:Jogjakarta.

Moekajat. 1991. Kamus Marketing. Mandar Maju: Bandung.

Morrisan.2008.ManajemenPublicRelation:StrategiMenjadiHumasProfe-sional.. Kencana Perdana Media Group: Jakarta.

Rosady Ruslan. 2008.Manajemen Public Relation danMedia Komunikasi:Konsepsi dan Aplikasi. Rajawali Pers: Jakarta.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 6

ABSTRACT

This research begin there is pers freedom belong to journalist (reporter) particularly Surya Daily news journalist, is that mean freedom that per-formed by those journalist extent without any regulations to regulate his

or her performance. The freedom established in norm corridor, principle or rule, thatisAct40of1999onPress.Inthisstatueregulatedconcerningtoprofessionethicalasjournalist.AnethicrequiredinthisthingareJournalisticEthicalCode,alreadyformulatedon14March2006byPressOrganization.Itcouldbebasicfor journalist (reporter) to be accountable his or her profession as journalist in the public front.Therefore, analysis in this research by using descriptive analysis to explain data from the problem into sentence outline by related to norm requirements, prin-ciplealsorelevanttorealityinthefieldbasedondiscussedproblem. Actually in reality indicating that journalist (reporter) Surya Daily news, in performing his or her profession activity always take responsible according toJournalisticEthicalCode. Itcouldasaccountability inmandatingprovisionofArticle7JournalisticEthicalCode, Indonesian journalisthave refusal rightto protecting their informant who did not want to show his or her identity or existence, valuing embargo requirement, background information and “off the record”suitabletoagreement.However,didnotcloseanycontingency,ifjour-nalistSuryaDailynewsprohibitrequirementinJournalisticEthicalCode,wouldbeburdensanctionheavyenoughbasedCompanyRegulationP.T.AntarSuryaJaya,aPressCompanyasplacewherethosejournalistdonetheirprofession. Kata kunci: implementasi, kode etik jurnalistik, tanggung jawab profesi

Drs. Mas’ud Sukemi, M.Si.

IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PROFESI

PARA JURNALIS DI HARIAN SURYA

Staf pengajar Stikosa-AWS

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.27

I. PENDAHULUANLatar Belakang Dunia jurnalistik dan pers adalah dunia tulis menulis dan pemberitaan yang memiliki peran sangat penting serta strategis dalam banyak aspek kehi-dupan berbangsa, bernegara, sosial masyarakat maupun dalam berpolitik. Ter-masuk bahwa jurnalistik dan pers juga menjadi media yang paling berpengaruh dalam rana revolusi dan perubahan sosial lainnya. (Nurul Hadi Abdi, 2007: http://anoeh.multiply.com).Tidakmengherankanjikaperandaneksistensiperssebagaimediajurnalistikmenjadisangatsignifikanuntukmencapaikebutuhanstrategis tersebut. Pada pencapaian kebutuhan yang sangat strategis tersebut, baik jurnalistik maupun pers mempunyai kekebasan yang dilindungi oleh undang-undang. Seperti yang disebutkan dalam unsur Menimbang Undang-Undang RepublikIndonesiaNomor40Tahun1999tentangPers(selanjutnyadisingkatUndang-Undang Nomor 40 Tahun 1999) yang dikatakan bahwa, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapatsebagaimanatercantumdalampasal28Undang-UndangDasar1945harus dijamin. Hal ini berlanjut pada bunyi ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, bahwa “kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Kemerdekaan pers merupakan salah satu persyaratan sebuah demokrasi, di mana kemerdekaan pers perlu dijaga, karena pertahanan pers yang kuat adalah profesionalisme yang memelihara integritas, kepercayaan publik, dan dukungan masyarakat terhadap fungsi pers. Dengan demikian masyarakatpun berhak mengingatkan pers agar memelihara kemerdekaannya, sebab seperti yang telah disebutkan di awal paragraf ini bahwa kemerdekaan pers adalah wujud daripada kemerdekaan menyatakan pendapat. Sebagaimana yang disebut dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, di mana pers adalah lembaga sosial dan wahana komu-nikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, mem-peroleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi yang baikdalambentuktulisan,suara,gambar,suaradangambar,datadangrafikmaupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elek-tronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Berdasarkan beberapa pertanyaan yang dituangkan dalam beberapa pasal tersebut di atas, pada hakikatnya kebebasan pers adalah: a) Memper-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 8

cepat proses demokrasi; b) Mempercepat pembangunan nasional; c) Sebagai kontrol sosial; d) Menambah wawasan; e) Pencerdasan bangsa; f) Meningkat-kan tertibhukum; g)Terciptanyamasyarakatmandiri (http: //www.litbangda-sulsel.go.id). Adanya kebebasan pers tersebut memang tidak dapat terlepas dari ke-beradaan serta peran profesi seorang jurnalistik dalam hal ini adalah wartawan. Tetapi kebebasan pers yang dimiliki oleh seorang jurnalis (wartawan), bukan berarti kebebasan yang seluas-luasnya tanpa adanya suatu aturan yang meng-atur kinerjanya. Kebebasan tersebut tetap diatur dalam suatu koridor hukum, yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, seperti yang sudah tersebut sebelumnya dan tentunya diatur masalah aturan etika da-lammelakukanprofesisebagaiseorangjurnalistik.Etikayangdiperlukandalamhal ini adalahKodeEtik Jurnalistik, yang telahdirumuskanpada tanggal 14Maret 2006 oleh Organisasi Pers. Adanya kode etik tersebut, pada dasarnya merupakan pertahanan yang kuat untuk melindungi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Termasuk pula sebagai pedoman serta pegangan, karena etika merupakan se-suatu yang lahir dan keluar dari hati nurani seseorang, yang sangat diharapkan dapat mendorong serta memberi pengaruh positif dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai profesi yang dijalankannya. Keberadaan dan pelaksanaan kode etik jurnalistik sebagai norma atau disebut sebagai landasan moral profesi wartawan dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila, oleh karena kode etik jurnalistik merupakan kaidah penentu bagi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, sekaligus memberi arah tentang apa yang seharusnya dilakukan serta yang seharusnya ditinggalkan. (Mulia-diNur,2008:http: //umrikebo.blogspot.com).Meskipundemikian, tidakdapatdipungkiri bahwa dalam praktik sehari-hari masih terdapat (tidak semuanya) berbagai pernyimpangan-penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik maupun terhadap ketentuan-ketentuan lain (khususnya norma-norma hukum) yang ber-laku bagi profesi wartawan. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan di atas, penulis ingin membahas bagaimana kode etik tersebut diimplementasikan se-carakonkritdi perusahaanpers “HarianSurya”.Terutamadikalanganparajurnalis (wartawan) Harian Surya dalam melaksanakan profesinya.

II. PERMASALAHANRumusan MasalahDaribeberapaidentifikasimasalahtersebutpenelitirumuskansebagaiberikut:1. Bagaimanakah penegakan kode etik jurnalistik bagi jurnalis (wartawan) Ha-

rian Surya dalam melaksanakan profesinya?

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.29

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban dan perlindungan bagi jurnalis (war-tawan) Harian Surya dalam melaksanakan kode etik jurnalistik?

Kerangka Pikir Kebebasanpersmenunjukkanduapengertianyaitu“bebasdari”meru-pakan pemikiran Thomas Hobes dan John Lock, yang berarti kondisi yang me-mungkinkan seseorang untuk tidak dipaksa melakukan suatu perbuatan. Se-dangkan“bebasuntuk”berasaldaripemikiranJacuesdanHegelyangberartikondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu untuk menyampaikan segala sesuatu yang mereka inginkan. Dalam perspektif ini, kebebasan pers berartikondisiyangmemungkinkanparapekerjapers(parajurnalis/wartawan)tidak dipaksa berbuat sesuatu dan mampu berbuat sesuatu untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Kebebasan informasi dan komunikasi adalah hak setiap orang, bukan hanya pers saja, tetapi timbullah kewajiban yang harus dipikul oleh pers ter-hadap kemaslahatan dan kesejahteraan umum berupa penyajian berita yang transparan, benar, akurat dan jujur. Jika pers menyajikan berita, kemudian ter-jadi penyalahgunaan kebebasan, maka hal ini tentu saja juga merugikan ma-syarakat. Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dantanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara mencapai tujuan tersebut. Etika berkaitan dengan perilaku benar atau tidak benar, yang baikatau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak ber-guna dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.Etikajugadapatdiartikansebuahrefleksikritisdanrasionalmengenainilaidannorma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Dalam konteks manusia sebagai bagian dari organisasi tertentu, maka etika lebih berfungsi sebagainorma.Etikamenjadinormatifatauetikanormatif(SatyaDharma,dkk,2003 : 115). Etikadalaminijugamerupakanpilihannilaimoraldalammenghadapirealitas yang harus diterapkan dalam berkomunikasi. Setidaknya ada 3 (tiga) pertimbangan mengapa penerapan etika komunikasi semakin mendesak un-tuk dibutuhkan. Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Padahal media mudah memanipulasi dan mengalienasi audi-ens. Dengan demikian, etika komunikasi melindungi publik yang lemah. Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara ke-bebasan berekspresi dan tanggung jawab. Salah satunya adalah mengingat-kan tendensi korporatis para wartawan media besar untuk memonopoli kritik. Sementara praktik mereka tidak mau dikritik. Jangan sampai semua bentuk

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 10

kritik terhadap terhadap media langsung dimasukkan ke dalam stigma pem-batasan atau pengebirian kebebasan pers. Jadi, tujuannya justru untuk masa depan pers sendiri dengan menagih tanggung jawab negara. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting hanyalah memper-tahankan kredibilitas pers di depan publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat perhatian. Padahal nilai dan makna melekat pada tujuan suatu tindakan, sedangkan logika instrumental sering menjadikan sarana, cara atau instrumen sebagai tujuan pada dirinya (Boris Libois, 1994 : 3). Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Bila hak itu tidak dijamin akan mengebiri pikiran atau kebebasan berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada otonomi manusia. Termasuk hak ko-munikasi di ruang publik juga tidak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan nurani dan kebebasan berkekspresi. Jadi un-tuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya mungkin apabila hak untuk berko-munikasi di publik dihormati. (Haryatmoko, 2007 : 43). Oleh karena itu, etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi tersebut. Kebebasan pers tersebut juga tidak dapat terlepas dari dimensi etika komunikasi itu sendiri, yaitu dimensi yang langsung terkait dengan perilaku ak-torkomunikasi (salahsatunyaadalahpara jurnalis/wartawan)hanyamenjadisalah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik untuk bertanggung jawab. Kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnal-isme. Ada 3 (tiga) prinsip utama deontologi jurnalisme: Pertama, hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan in-formasi dan sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya. Masuk dalam kategori ini ialah perlindungan atas sumber berita; pemberitaan informasi yang benar dan tepat, jujur dan lengkap; pembedaan antara fakta komentar, infor-masi dan opini; sedangkan mengenai metode untuk mendapatkan informasi harus jujur dan pantas (harus ditolak jika ternyata hasil curian, menyembunyi-kan, menyalahgunakan kepercayaan, dengan menyamar, pelanggaran terha-dap rahasia profesi atau instruksi yang harus dirahasiakan). Kedua, hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara. Termasuk hak ini ialah hak akan martabat dan kehormatan; hak atas kesehatanfisikdanmental;hakkonsumendanhakuntukberekspresidalammedia; serta hak jawab. Selain itu, harus mendapat jaminan juga ialah hak akan

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.211

privacy, praduga tak bersalah, hak akan reputasi, hak akan citra yang baik, hak bersuara, dan hak akan rahasia komunikasi. Jadi, hak akan informasi tidak bisa memberi pembenaran pada upaya yang akan merugikan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk menerima atau menolak penyebaran iden-titasnya melalui media. Ketiga, ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Unsur ketiga de-ontologi jurnalisme ini melarang semua bentuk provokasi atau dorongan yang akan membangkitkan kebencian atau ajakan pada pembangkangan sipil (Boris Libois, 1994: 6-7).

Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif dan sosiologis. Di mana penelitian dengan pendekatan normatif ini didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mem-pelajarisalahsatuataubeberapagejalaaturan/norma/kaidahtertentudenganjalan menganalisanya. (Soerjono Soekanto, 1999:43). Termasuk nilai-nilai yang terkandung dalam suatu aturam/norma/kaidah tersebut akan dirumuskannyasebagai konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik (sehingga harus dianuti), dan apa yang dianggap buruk (sehing-ga harus dihindari). Hal ini tergambar pada etika suatu profesi, yaitu profesi jurnalis di dalam melakukan tugasnya (pekerjaannya). Sedangkan yang ber-sifat sosiologis menitikberatkan pada hubungan aspek-aspek normatif dan ke-nyataan normatif dari sebuah norma, kaidah, aturan dan etika yang terdapat dalamKodeEtikJurnalistikkhususnyayangmenyangkutprofesionalismejur-nalis (wartawan) Harian Surya. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang terkumpul melalui observasi danwawancara serta identifikasi dan inventarisasi secarakritis dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif, artinya bahwa data yang ter-kumpul disajikan apa adanya. Kemudian dianalisis serta diinterpretasikan, se-hingga data tersebut dapat dibaca dan dipahami maksudnya. Data yang diperoleh akan diproses, sehingga akan diperoleh adanya suatu informasi, dan informasi tersebut dapat disusun menjadi kategori-kate-goriyangpadagilirannyaakandideskripsikansecaraanalitik(Moleong,1998:198).

Jenis Penelitian Melihat latar belakang dan pokok permasalahan seperti yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 12

Oleh sebab itu, dasar pertimbangan dipergunakannya jenis penelitian kualitatif ini, karena penelitian kualitatif lebih tertarik pada hasil yang bermakna universal. Artinya, hasil penelitian kualitatif tidak hanya dapat digeneralisasikan pada latar substantif yang sama, tetapi juga pada latar lainnya. Jadi menurut Bogdan dan Taylor, dapatnya digeneralisasikan lebih banyak digunakan oleh peneliti yang tertarik pada penyusunan teori dasar (grounded theory) (Bogdan, 1982:41).

Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri (instrumen manusia)atau dengan bantuan orang lain yang merupakan alat pengumpul data utama. Instrumenmanusiamerupakaninstrumenyangpalingsesuaidalammemper-oleh data yang diperlukan bagi penelitian kualitatif, karena manusia sebagai instrumen penelitian dalam hal ini mengadakan observasi (pengamatan), men-catat dan mengadakan interpretasi mengenai pesan-pesan dan pengertian-pengertian yang ada serta kenyataan-kenyataan di lapangan. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung di tempat penelitian dengan meng-gunakan sumber informan yang dipilih yaitu, Pimpinan Umum Harian Surya (Rusdi Amral) dan Pimpinan Redaksi Harian Surya (Dhimam Abror Djuraid). Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan interview atau wawancara langsung serta terarah dengan informan yang dilaksanakan padatanggal23sampaidengan25Juli2008.Interviewsendirimerupakanpro-ses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Untuk data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara studi ke-pustakaan (studi literatur), termasuk dokumen-dokumen lainnya baik pendapat atau tulisan para sarjana dan tulisan-tulisan melalui website internet. Di sam-pingitudatainijugadiperolehdariaturan-aturan/norma-norma/kaidah-kaidahyang berkaitan dengan permasalahan kode etik jurnalistik bagi para jurnalis (wartawan).

Metode Analisis Data Keseluruhan data yang diperoleh, dari data primer maupun data sekunder akan dianalisis menggunakan metode non statistik, yaitu analisis dengan menekankan pada analisis deskriptif.

Hasil Penelitian PelaksanaanKodeEtikJurnalistikdikalanganWartawanHarianSurya.Sebelum melaksanakan tugas, wartawan dibekali dengan aturan yang terda-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.213

patdiKodeEtikJurnalistik.Selain itu, jurnalis(wartawan)perlupuladibekalidengan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik yang menunjuk-kan pengetahuan dan tanggung jawab sesuai dengan tuntutan profesionalisme yang dipersyaratkan. Kemampuan yang dimaksud adalah kompetensi war-tawan. Kompetensi (skill), didukung dengan pengetahuan (knowledge), dan dilandasi dengan kesadaran (awareness) yang diperlukan dalam melaksana-kan tugas dan fungsi jurnalistik. Kompetensi ditentukan sesuai unjuk kerja yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan media, dipersyaratkan oleh institusi media (pengusaha pers), dan diakui oleh asosiasi profesi war-tawan (Dewan Pers, 2006 : 21). Wartawan profesional termasuk dalam hal ini wartawan Harian Surya saat ini menghadapi tuntutan masyarakat dan perkembangan persoalan sosial yang tumbuh kian kompleks. Untuk dapat menjawab tuntutan dan perkemba-ngan tersebut wartawan harus memiliki dan terus-menerus meningkatkan ber-bagai kompetensi yang diperlukan. Meskipun demikian, kompetensi wartawan bukanlahseperangkathukumatauperaturanyangbersifatdefinitif.Setiaplem-baga pengkajian media, institusi media atau organisasi wartawan dapat meru-muskan standar kompetensi sesuai kebutuhan. Berdasarkan wacana yang berkembang dalam lokakarya dan disku-si mengenai kompetensi wartawan, paling tidak aspek-aspek tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori kompetensi, yaitu:

1. Kesadaran (awareness): mencakup kesadaran tentang etika, hukum dan karir. Dalam melaksanakan pekerjaannya wartawan dituntut menyadari norma-norma etika dan berbagai ketentuan hukum yang berkaitan dengan karya jur-nalistik. Selain itu dalam meniti karirnya wartawan juga harus menyadari arti penting profesionalisme dalam melaksanakan pekerjaannya.Kesadaran akan etika merupakan hal sangat penting dalam profesi kewartawa-nan. Dengan adanya kesadaran tersebut, mekanisme kerja wartawan akan selalu mengacu pada kode perilaku, sehingga setiap langkahnya akan selalu dilandasi pertimbangan yang matang, termasuk dalam mengambil keputusan penulisan isu-isu sensitif. Oleh karena itu, kurangnya kesadaran akan etika da-pat berakibat serius, dan dapat menyebabkan wartawan mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Untuk menghindari hal tersebut, wartawan wajib:• Memiliki integritas, tegas dalam prinsip, kuat dalam nilai-nilai. Wartawan

yang beretika melaksanakan misinya, memiliki tekad pada standar jurnalis-tik yang tinggi dan bertanggungjawab.

• Melayani kepentingan publik, memantau mereka yang berkuasa agar ber-tanggung jawab, menyuarakan mereka yang tak bersuara. Berani dalam keyakinan dan bersikap independen, mempertanyakan otoritas, dan meng-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 14

hargai perbedaan. UntukmeningkatkankompetensietikawartawanIndonesia,termasukwartawanHarianSurya,perlumendalamiKodeEtikJurnalistikdanpenafsiran-nya. Sementara itu guna mendukung kesadaran etika wartawan, perusahaan pers dituntut untuk menyusun dan menerapkan kode praktik dan kode perilaku perusahaan media. Sebagai pelengkap pemahaman etika, wartawan perlu juga meningkat-kan kesadaran hukum. Wartawan wajib menyerap dan memahami undang-un-dang pers, menjaga kehormatan dan melindungi hak-haknya. Wartawan perlu tahu hal-hal mengenai penghinaan, privasi, ketentuan dengan sumber (seperti off the record, confidential sources). Kompetensi hukummenuntut penghar-gaan pada hukum, batas-batas hukum, dan memiliki kemampuan untuk me-ngambil keputusan yang tepat dan berani untuk memenuhi kepentingan publik, dan menjaga demokrasi. 2. Pengetahuan (knowledge): mencakup pengetahuan umum dan pengetahuan khusus sesuai bidang kewartawanan yang bersangkutan. War-tawan dituntut untuk menguasai sejumlah pengetahuan dasar seperti ilmu pengetahuan umum (budaya, sosial, politik) dan pegetahuan khusus (terkait dengan liputan isu terkait), serta pengetahuan teknis. Wartawan perlu menge-tahui perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan sebagai basis informasi un-tuk memerankan fungsi pers sebagai pendidik dan informatif. Wartawan tanpa pengetahuan yang memadai, hanya akan menghasilkan karya jurnalistik yang berisi informasi yang dangkal dan tidak memberikan pencerahan bagi masya-rakat. Memahami teori jurnalisme dan komunikasi penting bagi wartawan se-belum bekerja turun ke lapangan, agar memahami bidang dan wilayah kerja-nya. Jurnalisme tidak sekadar berita dan informasi, di dalamnya tercakup juga etika, dan tanggung jawab sosial.

3. Keterampilan (skills): mencakup keterampilan menulis, wawancara, riset, investigasi, menggunakan berbagai peralatan, seperti computer, kamera, mesinpemindai/scanner,faksimili,dansebagainya. Dalam hal ini terkait pula dengan kompetensi reportase yang mencak-up kemampuan menulis, mewawancara, dan melaporkan informasi secara aku-rat, jelas, bisa dipertanggungjawabkan dan layak. Format dan gaya reportase terkait dengan medium dan audiensnya, tulisan untuk koran harian berbeda dengan majalah, media internet, atau radio dan televisi. Kompetensi ini penting untuk memastikan saling kepahaman dengan narasumber, mampu merespon dan meyakinkan. Kompetensi mengoperasikan komputer penting dalam proses menyusun laporan, kemampuan ini bukan sekadar mengetik tulisan, melainkan juga menyusun database (berguna untuk laporan investigasi), dan aplikasi mul-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.215

timedia, termasuk pagemaker (untuk layout), printshop, photoshop, dan lain-lain. Berkait dengan hal di atas dan adanya keragaman masyarakat ada-lahkeniscayaandiIndonesiasebagainegaradenganwilayahyangluas,terdiriatasberatus-ratussukubangsa,beragamadat,agama,dankepercayaan.ItusebabnyaKodeEtikJurnalistikyangtelahdirevisipadatahun2006menekan-kandalampreambul(mukadimah),bahwawartawanIndonesiatidakberpras-angka, bersikap diskriminatif atau merendahkan seseorang berdasarkan suku, ras, dan agama. Berhubungan dengan maksud di atas pula bahwa, para jurnalis (war-tawan), khususnya wartawan Harian Surya dalam menjalankan profesinya se-bagai seorang jurnalis (bekerja dalam dunia pers) tersebut harus benar-benar menjalankan apa yang sudah diamanatkan dalam ketentuan KodeEtik Jur-nalistik. Di samping itu sebagai seorang wartawan Harian Surya, berdasarkan buku SembilanElemen Jurnalistik yang dikarang olehBill Kovach,menga-takan bahwa berita itu adalah sepenggal informasi yang mengandung suatu kebenaran. Meskipun demikian, fakta jurnalistik secara terminologi, tidak harus berarti kebenaran mutlak. Fakta jurnalistik adalah apa yang dilihat dan didengar oleh wartawan, sejauh hal itu akurat maka bisa diangkat sebagai fakta, dengan memverifikasidanmenguji fakta itu,sehinggamendekatikebenaran.Namunkebenaran pemberitaan pers tidak otomatis adalah kebenaran hukum, tetapi kebenaran yang diyakini oleh wartawan sebagai kebenaran hati nurani. Dalam menulis berita, wartawan sedapat mungkin menghindari opini, serta mengiden-tifikasidengan jelassumber informasi faktadenganmendeskripsikannyase-cara akurat. Adanyarumusanbahwawartawan“tidakberitikadburuk”,sepertiapayangtertulisdalampasal1KodeEtikJurnalistik,menegaskanpentingnyaniatdan itikad baik wartawan Harian Surya dalam menjalankan dan melaksanakan profesi jurnalisme. Akurasi dan keberimbangan menjadi kurang relevan, jika dalam tugas liputan landasan berpikir wartawan penuh dengan niat dan itikad tidak baik, seperti untuk kepentingan pribadi dan kelompok, atau untuk menye-rang atau mendukung pihak-pihak tertentu. Jika itikad wartawan semata-mata untuk kepentingan publik, maka kelemahan dalam akurasi atau kurang berim-bang masih bisa dimaafkan, sejauh hal itu akibat kelemahan teknis dan bukan dari suatu kesengajaan. Selain masalah kebenaran, independensi, akurasi dan itikad baik, se-jumlah persoalan etika yang menonjol untuk dilaksanakan oleh wartawan Har-ianSuryasalahsatunyaadalahprivasi, yangmanadidalamKodeEtikJur-nalistiktertuangpadapasal9,yangmenyatakanbahwa:wartawanIndonesiamenghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk ke-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 16

pentingan publik, dengan sebuah bentuk penafsiran yaitu:1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarg-

anya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Sebenarnya privasi adalah wilayah dan perilaku pribadi seorang indi-vidu yang tidak langsung terkait dengan kepentingan publik dan tidak merugi-kan orang lain, sehingga seharusnya tidak diberitakan oleh media, khususnya Harian Surya. Wilayah privasi antara lain adalah rumah, tempat tinggal, atau ruangan-ruangan tertentu yang ditempati seseorang (seperti toilet, kamar di rumah sakit, kamar hotel dan sebagainya), aktivitas privasi adalah kegiatan personal yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan umum, kegiatan yang terkait dengan hobi seseorang, kehidupan rumah tangga, atau hubungan per-sonal. Hal ini yang selalu diperhatikan oleh para jurnalis (wartawan) Harian Surya dalam meliput suatu berita yang berhubungan dengan segala bentuk privasi narasumber. Dalam melaksanakan tugas atau profesi sebagai wartawan selalu didukung oleh dewan redaksional yang handal, sehingga ketika melaksa-nakanpasal9KodeEtikJurnalistik,wartawanHarianSuryamengetahuibetulmana bagian untuk konsumsi publik dan mana yang bukan sebagai konsumsi publik. Sebagai wujud dari pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, bahwa parajurnalis (wartawan) Harian Surya juga menempuh jalan dan cara yang jujur (fairness) untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan, dengan meneliti kebenaran dan akurasinya sebelum memberitakannya atau menyiarkannya serta harus memperhatikan kredibilitas sumbernya. Di dalam menyusun suatu berita hendaknya dibedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), se-hingga tidak mencampuradukkan antara keduanya, termasuk kedalamannya adalahobjektifitasdansportifitasberdasarkankebebasanyangbertanggungjawab serta menghindari cara-cara pemberitaan yang dapat menyinggung pri-badi seseorang, sensasional, immoral dan melanggar kesusilaan. Dalam unsur fairness ini juga terkandung makna bersikap wajar atau patut. Di mana sesuatu yang dipublikasikan oleh wartawan Harian Surya tidak boleh terlepas dari unsur kepatutan menurut etika yang berlaku. Pemberitaan suatu berita yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara,fitnahan,pemutarbalikansuatukejadianadalahmerupakanpelangga-ran berat terhadap profesi jurnalistik, secara khusus bagi wartawan itu sendiri. Menanggapi besarnya kesalahan yang dapat ditimbulkan dari proses atau cara pemberitaansertamenyatakanpendapatdiatas,makadalamKodeEtikJur-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.217

nalistik diatur juga mengenai hak jawab dan hak koreksi (di mana hal tersebut akan dibahas dalam sub bab tersendiri). Bagi seorang wartawan Harian Surya juga diharuskan menyebut de-ngan jujur sumber pemberitaan dalam pengutipannya, sebab perbuatan meng-utip berita gambar atau tulisan tanpa menyebutkan sumbernya maka pertang-gungjawaban terletak pada wartawan dan atau penerbit yang bersangkutan.Pertanggungjawaban dan Perlindungan bagi Wartawan Harian Surya Para jurnalis (wartawan) yang terlibat dalam suatu proses kejurnalisan harus mempunyai tanggung jawab dalam pemberitaan atau apa yang disiar-kan. Apa yang diberitakan media massa harus bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, jurnalis (wartawan) tidak sekadar menyiarkan informasi tanpa bertang-gungjawab terhadap dampak yang ditimbulkannya. Tanggung jawab ini bisa ditujukan pada Tuhan, masyarakat, profesi atau dirinya masing-masing. Komitmen wartawan Harian Surya jika pemberitaannya mempunyai konsekuensi merugikan masyarakat, jurnalis (wartawan), termasuk di sini ada-lah perusahaan pers (vide: PT. Antar Surya Jaya tempat naungan wartawan Harian Surya) harus ikut bertanggungjawab dan bukan menghindarinya. Ter-masuk yang tidak cukup adalah sekadar memberikan (pledoi) tanpa dasar hanya untuk membela diri. Jika dampak itu sudah merugikan masyarakat se-cara perdata atau pidana, media massa, khususnya di sini adalah Harian Surya harus bersedia bertanggungjawab seandainya pihak yang dirugikan tersebut protes ke pengadilan. Hal ini ditempuh jika jalan kompromi antara pihak yang dirugikan dengan Harian Surya sudah tidak bisa dilakukan lagi, dengan kata lain Harian Surya siap untuk melaksanakan hal tersebut. SebagaibentukpertanggungjawabandalammelaksanakanKodeEtikJurnalistik, para jurnalis (wartawan) secara khusus di sini adalah wartawan Harian Surya mengamanatkan seperti yang diungkapkan dalam pasal 7 Kode EtikJurnalistik,bahwawartawanIndonesiamemilikihaktolakuntukmelindunginarasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargaiketentuanembargo, informasi latarbelakangdan“of therecord”sesuai dengan kesepakatan, yang mengandung suatu penafsiran sebagai beri-kut:1. Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan

narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.2. Embargoadalahpenundaanpemuatan,ataupenyiaranberitasesuaide-

ngan permintaan narasumber.3. Informasilatarbelakangadalahsegalainformasiataudatadarinarasum-

ber yang disiarkan tanpa menyebutkan narasumbernya.4. “Off therecord”adalahsegala informasiataudatadarinarasumberyang

tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 18

Bentuk Hak Tolak tersebut seperti yang telah diungkapkan dalam pasal 7 Kode Etik Jurnalistik, berlandaskan pada ketentuan undang-undang yangmengatur tentang pers, sebagaimana yang disebut dalam Undang-Undang No-mor 40 Tahun 1999, khususnya dalam pasal 4 ayat (4) yang berbunyi: “dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempu-nyaiHakTolak”. Hak Tolak bagi wartawan dalam mempertanggungjawabkan pemberi-taannya di depan hukum adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sum-ber informasi dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi tersebut. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik (polisi atau jaksa) dan atau menjadi saksi di pengadilan dan hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ke-tertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Hal ini tertuang sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan pasal 4 ayat (4) undang-undang pers.Hak tolak harus digunakan sangat selektif. Sebagai panduan atau tolok ukur yang dapat digunakan untuk menggunakan hak tolak atau tidak menggunakan hak tolak, karena esensi penggunaan hak tolak adalah melindungi narasumber dari kemungkinan terancamnya jiwa keselamatan sang narasumber dan atau keluarganya, maka wartawan harus sangat berhati-hati dalam menggunakan-nya. Jika tidak hati-hati, maka kemungkinan wartawan menggunakan hak tolaksebagai“saranabersembunyi”danataumenjadikannyasebagai“saranamelakukan posisi tawar untukmemeras” sangat terbuka lebar. Jika ini yangterjadi, maka sesungguhnya nilai, ketulusan dan keinginan mulia penggunaan haktolakmenjadihancurdanterdegradasi.(HincaIPPandjaitan,2004:24). Saat ini perkembangan penggunaan hak tolak banyak menyimpang jauh dari hakekat makna hak tolak itu sendiri, terutama akibat perkembangan teknologi informasi berupa handphone, yang bermuara pada, sebutlah “jur-nalismeshortmessagesservices(SMS)”.Dimanabanyaksekalimediayangmenghimpun pandangan masyarakat tentang suatu informasi, baik yang te-manya disediakan dan ditentukan oleh media itu maupun yang sama sekali tidakditentukansebelumnya.Isi“SMS”inidimuatapaadanyadenganmelindu-ngisangpengirimSMS.Biasanyacukupdikatakanatauditulis“0812345XXX”.Tentulah maksud penulisan nomor handphone tidak secara lengkap, bahkan sebaliknya dibuang 3 angka di bagian belakang dengan menggantikannya “XXX”untukmelindunginarasumber. Cara-carayangdemikianinisebenarnyasamasekalitidakdibenarkan,kecualimemangjikaisi“SMS”dansipengirim“SMS”disebutkanberakibatpadaterancamnya jiwa dan keselamatan sang pengirim SMS dan atau keluarganya. Sama diketahui bahwa ada dua model tentang identitas si pemegang nomor

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.219

handphone. Pertama, pra bayar. Kedua, pasca bayar. Untuk yang disebutkan pertama, maka tak seorangpun dapat mengetahui siapakah sebenarnya peme-gang nomor handphone pra bayar tersebut. Sebab siapa saja dapat membelin-ya untuk kemudian memilikinya tanpa pernah menyebutkan atau mendaftarkan nama dan identitas pemiliknya kepada operator telekomunikasi seluler. Dengan demikian, sesungguhnya penggunaan jurnalisme SMS ini sama sekali tidak mendidik masyarakat pembacanya untuk berlaku bijak dan demokratis. Justru sebaliknya, penggunaan jurnalisme SMS gaya seperti ini adalah jurnalisme yang menciderai demokrasi dan mengajar masyarakat pen-jadipengecut.Sepertipepatah“lemparbatusembunyitangan”.(HincaIPPan-djaitan, 2004: 26). Dalamhaliniseharusnyawartawancukupmenjadimateri“SMS”yangditerimanya itu menjadi stimulus untuk melakukan investigasi, check and re-check, dan konfirmasi kepadapara pihak yangdiberitakanatau dituduhkan.Apabila hal ini sama sekali tidak dilakukan lalu memuatnya begitu saja dengan memenggal nomor SMS sang pengirim SMS. Dapat disimpulkan apabila hal ini terjadi,makaredaksionalsudahmelakukanpelanggaranatasKodeEtikJur-nalistik. Jika kemudian terjadi persoalan hukum yang ditimbulkan oleh isi SMS tersebut, maka sesungguhnya penanggungjawabnya tidak hanya wartawan saja tetapi redaksi juga ikut memikul dan bertanggungjawab atas tuntutan hu-kum yang ada. Di sisi yang lain bahwa dilema hak tolak bagai wartawan Harian Surya adalah, apakah hak ini perlu dipertahankan untuk melindungi narasumber kon-fidensial meskipun melanggar hukum, misalnya jika perlindungan terhadapnarasumber ternyata melanggar undang-undang anti teroris, lazimnya war-tawan profesional lebih menaati kode etik dan memilih menerima konsekue-nsi hukum. Dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, ulama/pastor,advokad, hak tolak untuk wartawan ditegaskan menjadi hukum positif dalam undang-undang pers. Jika seorang wartawan dihadapkan kepada pengadilan dan hakim meminta siapa sumber informasinya, dia berhak menolak. Jika war-tawandiadilidalamkasusnarasumberkonfidensial,wartawanbisamengaju-kan permohonan ke pengadilan untuk dibentuk majelis hakim yang baru yang akan menyidangkan apakah perkara itu menyangkut keselamatan negara atau ketertiban umum. Jika majelis hakim tahu menyatakan kasus ini menyangkut kepentingan negara, maka hak tolak menjadi gugur. Dengan kata lain dia harus mengungkapkan narasumbernya. Kewajiban pers, khususnya di sini adalah wartawan, adalah bentuk per-tanggungjawaban koreksi, jika terjadi suatu kesalahan. Koreksi dilakukan untuk kesalahanfaktaataudatayangtidakterlalusignifikandansecarakeseluruhantidak mengurangi arti penting karya jurnalistik terkait. Koreksi idealnya dilaku-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 20

kan oleh pihak redaksi media segera setelah mengetahui adanya kesalahan, tidak harus menunggu ada pihak atau pembaca yang bereaksi, jika wartawan menemukan kesalahannya, maka wartawan tersebut wajib melakukan koreksi. Hak koreksi merujuk pada kekeliruan informasi atau fakta yang disajikan oleh pers, dan untuk melakukan koreksi bisa dilakukan siapa saja, tidak harus pihak yang terkait dengan materi informasi. Misalnya keliru menyebut nama tempat, tanggal terjadinya suatu peristiwa, dan nama orang yang terlibat di dalamnya. Halinisesuaidenganketentuanpasal10KodeEtikJurnalistik,yangmenyata-kanbahwa:wartawanIndonesiasegeramencabut,meralatdanmemperbaikiberita keliru, dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pem-baca, pendengar atau pemirsa. Dengan sebuah penafsiran:1. Segera, berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada

maupun tidak ada teguran dari pihak luar.2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi

pokok. Pembaca Harian Surya bisa melakukan koreksi jika ada kesalahan atau kekeliruan tulisan pada pers. Hal ini juga berkaitan dengan bunyi pasal 11 KodeEtikJurnalistik,dimanawartawanIndonesiamelayanihakjawabdanhakkoreksi secara proporsional, dengan penafsiran bahwa, hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Dengan demikian hak koreksi merupakan sarana kontrol yang lain. Selain itu masih ada sarana kontrol yang lain, yaitu kejujuran melakukan ke-wajiban koreksi. Jika hak jawab dan hak koreksi inisiatifnya datang dari orang yang dirugikan, maka kewajiban koreksi adalah kewajiban redaksi, sekalipun tidak ada sanggahan atau tanggapan dari orang lain jika redaksi menemukan sebuah kesalahan. Sebaliknya, tanpa menunggu pengaduan datang untuk melakukan ko-reksi, redaksi juga dapat secara proaktif pula melakukan kewajiban koreksi saat mana redaksi mengetahui bahwa pemberitaannya itu tidak benar atau tidak akuratataumelanggarprinsip-prinsipKodeEtikJurnalistik.Kewajibankoreksiitu dapat meliputi keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu infor-masi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Wartawan dalam mengelola berita dan perusahaan pers yang mem-produksi berita dan informasi itu dalam bahasa sederhana disebut sebagai produk“sejumlahkata-kata”.Penekananpadaproduksipersadalahkata-katayang bertumpu pada kekuatan fakta-fakta. Tentulah tidak mungkin semua pem-baca senang atau bersuka cita atas berita dan informasi itu. Amarah pembaca itu ada yang terkontrol dan tersalurkan dengan wajar, tetapi tidak sedikit pula amarah yang terpendam, lalu menjadi api kebencian yang dapat diwujudkan

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.221

dalam berbagai bentuk, mulai dari yang sederhana dari kecil sampai ke yang ruwet dan besar. Penyerangansecarafisikdenganmendudukikantorperusahaanpersdapat saja terjadi. Gugatan hukum secara perdata sudah populer. Tuntutan se-cara hukum pidana juga sudah menjamur. Bahkan gugatan perdata dapat dijadi-kan kendaraan untuk membangkrutkan perusahaan pers melalui permohonan ganti rugi yang jumlahnya sangat besar dibarengi pula dengan permohonan peletakan sita jaminan atas seluruh aset perusahaan pers tersebut. Tuntutan dengan menggunakan mekanisme hukum pidana dengan cara memenjarakan wartawanataupenanggungjawabperusahaan/penanggungjawabredaksijugadapat terjadi akibat amarah yang tak terbendung dan tidak terdistribusikan se-cara pas. Semua pilihan ini tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi semua pihak, bahkan tidak menguntungkan bagi pembangunan kemerdekaan pers yang bermartabat sebagai pilar demokrasi. Memenjarakan wartawan dengan menggunakan Kitab Undang-Un-dang Hukum Pidana (KUHP) akibat permasalahan permberitaan pers atau aki-bat wartawan melakukan kegiatan jurnalistik sesungguhnya sama sekali tidak sesuaidenganundang-undangpersdanKodeEtikJurnalistik,termasukkebi-asaan universal yang lazim dilakoni terutama di negara-negara yang teratur. Yang terbijak dan terbaik adalah menyelesaikan permasalahan yang ditimbul-kankarena“kata-kata”dengan“kata-kata”pula. Sebuah berita atau informasi yang disampaikan oleh wartawan Har-ian Surya dalam dunia pers kepada pembaca, diyakini dan dipastikan bahwa semua berita dan atau informasi yang di dapat oleh wartawan telah memenuhi mekanisme jurnalistik dan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik pula, makaredaksi memutuskan berita yang diturunkan besok pagi. Tidak ada seorang pun yangmampumengendalikan“kekuasaan”redaksidinewsroom.Disisiyanglain, redaksi sangat tidak berkuasa melawan deadline dan keterbatasan space. Satu-satunya sarana kontrol yang bisa dipakai redaksi adalah profesionalisme danpematuhanpadaKodeEtikJurnalistik.Redaksidengansegalaotoritasnyaakan selalu menghindari kesalahan sekecil apapun. Namun sebagai manusia, wartawan dan redaksi juga sadar tak mungkin tak pernah salah. Meskipun antara karyawan dan redaksi sudah sangat yakin dengan berita yang akan ditu-runkannya itu sudah memenuhi standar kinerja jurnalistik yang baku termasuk rambu-rambuKodeEtikJurnalistik,tetaptidakmenjaminbahwaberitayangdi-turunkan tersebut esok hari tidak menimbulkan permasalahan. Sebab, demiki-anlah adanya sifat berita itu, tak mungkin dapat menyenangkan semua pihak. Walaupun berita itu juga sudah sesuai dengan etika jurnalistik, tetapi kemudian ternyata melukai dan atau menciderai nama baik seseorang, tentulah harus terbuka dan dibukakan pintu untuk melakukan kontrol terhadap wartawan dan

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 22

redaksi oleh orang yang nama baiknya dirugikan itu. Kontrol yang demikian itu disebut Hak Jawab. Hak Jawab, yaitu hak seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sanggahan atau tanggapan atas sebuah pemberitaan yang dirasakan merugikan nama baiknya, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada. Olehkarenaitu,makafilosofimekanismepenyelesaianpermasalahanakibat pemberitaan pers sebagai bentuk pertanggungjawabannya seharusnya diselesaikan dengan menggunakan mekanisme pemberitaan pers pula. Kes-alahan jurnalistik diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik pula. Bukan de-ngan memenjarakan wartawan atau, membangkrutkan perusahaan pers. Dengan demikian, hak jawab bukanlah sekedar hak keperdataan, se-bagaimana banyak didalihkan orang dan para ahli hukum, yang bisa dipakai oleh si yang berhak dan sebaliknya bisa pula tidak dipakai. Hak jawab adalah hak yang disediakan dan dijamin oleh undang-undang pers dan karenanya se-baiknya harus digunakan dan dilakukan apabila kesempatan untuk itu dibuka-kan dan disediakan. Hak jawab adalah hak memukul balik akibat sebelumnya para jurnalis (wartawan) sudah dicederai oleh pukulan yang menyakitkan. Apa-bila hak jawab tidak digunakan, itu berarti bahwa pukulan yang disampaikan itu sama sekali tidak menyakitkan. Jika pemberitaan itu tidak ada yang salah dan tidak pula menyakitkan. Dan jika itu terjadi, memang sangat pantas untuk tidak menggunakanhakmemukulbalik.Ituberartitidakpernahadapermasalahanyang ditimbulkan akibat pemberitaan pers itu. Sanksi bagi Wartawan Harian Surya yang Melakukan Pelanggaran KodeEtikJurnalistik Munculnya “wartawan bodrex” (wartawan gadungan) dilihat sebagaiekses kebebasan pers, di mana wartawan bodrex yang makin berkembang biak sering menjadi alasan tentang kekacauan situasi kemerdekaan pers pasca reformasi. Kran kebebasan yang terbuka telah dimanfaatkan untuk mendapat-kan peluang mencari nafkah yang mudah diperoleh, yaitu praktik pemberian amplop. Dapat dikatakan menjadi wartawan bodrex bukanlah satu pelangga-ran hukum, mereka hanya berperilaku tidak etis, atau dapat dikatakan telah melanggarKodeEtik Jurnalistik, khususnya dalampasal 6 yang dinyatakanbahwa,wartawanIndonesia tidakmenyalahgunakanprofesidantidakmene-rima suap, dengan sebuah penafsiran bahwa:• Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keun-

tungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum infor-masi tersebut menjadi pengetahuan umum.

• Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Salah satu prinsip utama kerja wartawan adalah independen dan ti-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.223

dak terikat sumber berita. Dengan menerima amplop dari sumber berita, war-tawan tidak lagi bisa menjaga sikap independensinya. Sebagaimana “tidak ada makansianggratis”,begitupula tidakadaamplop tanpapamrih.Hasil kerjawartawan (berupa informasi, berita) adalah kepercayaan konsumennya, maka kepatuhan pada etika adalah prinsip yang tidak bisa ditawar dengan alasan apapun. Tuntutan atas perbaikan kesejahteraan wartawan bisa dilakukan jika wartawan memiliki posisi tawar. Posisi tawar itu bisa dibangun dengan mening-katkan profesionalitas dan kredibilitas, serta membangun organisasi wartawan yang kuat. Karena budaya amplop masih dianggap sebagai hal yang lazim, bukan sebagai praktik yang memalukan, akibat membuka peluang bagi banyak orang mendirikan“perusahaanpers”dansejumlahindividumemaksakandirimenjadi“wartawan”sekedaruntukmenanggapiamplop,yangdalamhalinidapatmer-ongrong etika dan integritas wartawan. Dengan demikian agar tidak terjadi hal tersebut perlu adanya penggalakan ke masyarakat (sumber berita agar tidak memberikan amplop kepada wartawan). Perusahaan pers juga wajib mene-rapkan code of conduct bagi wartawannya untuk tidak menerima amplop, dan memberikan sanksi kepada para jurnalis (wartawan) yang ketahuan menerima amplop. Sering dengan pernyataan di atas tersebut pada Harian Surya juga tidak terlepas adanya budaya amplop yang demikian bagi wartawannya seba-gai bentuk suatu pelanggaran dalam etika yang pada akhirnya akan dikenakan suatu sanksi. Idealnya,penegakanetikadanpemberitaansanksimerupakanmeka-nisme internal suatu perusahaan pers. Norma etika bersifat pada ketaatan, dan penegakkannya pada hati nurani manusia (wartawan) yang melaksanakan. Di bidangjurnalistikpemberitaanyangbersifatpenyebaranberitabohong,fitnah,pelanggaran privasi, asas praduga tak bersalah dan plagiat, bisa masuk pada kategori pelanggaran etika maupun hukum. Pelanggaran etika yang sifatnya tidak fatal lazimnya diselesaikan dengan pernyataan ralat atau permintaan maaf, wartawan yang melanggar etika akan diperingatkan, dikenakan sanksi atau skorsing. Sedangkan media atau wartawan yang sering melanggar etika pada akhirnya akan mendapatkan sanksi moral atau sosial, seperti konsumen tidak berminat membeli, karena meragukan kredibilitas media atau wartawan itu. Untuk wartawan Harian Surya yang melanggar adanya etika jurnalisme, khususnya terhadap budaya amplop, akan diberikan sanksi sesuai dengan pe-domanpadaKodeEtik Jurnalistik pada bagian penutup bahwa, sanksi ataspelanggaranKodeEtikJurnalistikdilakukanolehorganisasiwartawandanatau

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 24

perusahaan pers. Dalam hal ini jenis sanksi yang diberikan berdasarkan ketentuan pasal 81 Peraturan Perusahaan PT. Antar Surya Jaya ayat (1): Karyawan yangmelakukan perbuatan melanggar hukum, melanggar peraturan perusahaan, melanggar larangan dan tata tertib atau bertingkah laku yang dapat merugikan perusahaan, dan atau patut diduga akan merugikan perusahaan akan dikena-kan sanksi. Apabila wartawan Harian Surya benar-benar terbukti melakukan pe-langgaran tersebut, maka pimpinan perusahaan dapat menentukan jenis sank-sisesuaidenganbobotdanjeniskesalahannya(sesuaidenganbunyipasal81ayat (3), dan sanksi yang terberat adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sesuaipuladenganketentuanpasal81ayat(2)poinh. Berkaitan dengan masalah PHK (Pemutusan Hubugan Kerja), seperti yangtelahdijelaskanpadapasal81ayat(2)dan(3),dipertegaskembalipadapasal81ayat (5):Tergantungdari jenisdanbobotpelanggaranyangdilaku-kan karyawan, pimpinan perusahaan dapat langsung memberikan peringatan pertamadanterakhir(III)ataulangsungPemutusanHubunganKerjadengankaryawan yang bersangkutan tanpa melalui tahap-tahap sebelumnya. Pada ayat (6), dinyatakan bahwa:

Poin d: Membujuk dan atau melakukan perbuatan yang melanggar etika dan norma agama di lingkungan perusahaan.

Poin n: Menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.Poin s: Merusak nama baik perusahaan.

Inilah sanksi-sanksi yang diterapkan pada jurnalis (wartawan) Har-ian Surya yang melakukan sebuah pelanggaran etika, walaupun tidak tersurat secara jelas mengenai jenis pelanggaran etika (vide: budaya amplop). Tetapi hal ini sudahmengandungmaknayang tersiratdari implementasiKodeEtikJurnalistik, untuk menegakkan tanggungjawab profesi sebagai seorang jurnalis (wartawan).

III. KESIMPULAN Memahami etika tidak menjamin seorang jurnalis (wartawan) akan se-lalu bisa bersikap etis, namun mempelajari etika adalah kemampuan yang bisa dilakukan setiap wartawan. Dengan selalu mempelajari dan kemudian mene-rapkan diharapkan muncul sikap etis yang konsisten. Dengan demikian etika bukan lagi sekedar sesuatu yang dimiliki, melainkan sesuatu yang dilakukan, dan selalu berupaya menerapkan etika jurnalistik yang pada akhirnya akan me-ningkatkan kualitas kerja. Itu sebabnya etika yang terjelma dalam kode etikmenjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jurnalisme. Kode etik selain menjadi

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.225

panduan bagi wartawan dalam menentukan tindakan dan pilihan, juga menjadi sarana untuk melindungi masyarakat dari praktek kinerja wartawan yang sem-barangan. Oleh karena itu perlu adanya kompetensi etika wartawan IndonesiatermasukwartawanHarianSurya,yangharusmendalamiKodeEtikJurnalistikbeserta penafsirannya. Sementara itu guna mendukung kesadaran etika war-tawan, perusahaan pers dituntut secara tegas melaksanakan kesadaran etika para wartawannya. SebagaiwujuddaripelaksanaanKodeEtikJurnalistik,bahwaparajur-nalis (wartawan) Harian Surya juga menempuh jalan dan cara yang jujur (fair-ness) untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan, dengan meneliti ke-benaran dan akurasinya sebelum memberitakannya atau menyiarkannya serta harus memperhatikan kredibilitas sumbernya. Di dalam menyusun suatu berita hendaknya dibedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukkan antara keduanya, termasuk kedalamannya adalah obyektifitas dan sportifitas berdasarkan kebebasan yang bertanggungjawabserta menghindari cara-cara pemberitaan yang dapat menyinggung pribadi seseorang, sensasional, immoral dan melanggar kesusilaan. Apabila dalam hal para jurnalis (wartawan) Harian Surya tidak lagi mengindahkanamanatyangterdapatdalamKodeEtikJurnalistikataupelang-garan etika yang sifatnya tidak fatal, lazimnya diselesaikan dengan pernyataan ralat atau permintaan maaf. Wartawan yang melanggar etika akan diperingat-kan, dikenakan sanksi atau skorsing. Sedangkan media atau wartawan yang sering melanggar etika pada akhirnya akan mendapatkan sanksi moral atau so-sial, seperti konsumen tidak berminat membeli, karena meragukan kredibilitas media atau wartawan itu. Sedangkan untuk wartawan Harian Surya yang me-langgar adanya etika jurnalisme, khususnya terhadap budaya amplop, akan di-berikansanksisesuaidenganpedomanpadaKodeEtikJurnalistikpadabagianpenutupbahwa,sanksiataspelanggaranKodeEtikJurnalistikdilakukanolehorganisasi wartawan dan atau perusahaan pers, yaitu dengan dikeluarkan dari tempat wartawan tersebut menjalankan profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Atmakusuma. 2006. Panduan Jurnalistik Praktis. Lembaga Pers Dr. Soetomo: Jakarta.

Abidin, Wikrama Iryans.2007.Pokok-PokokPikirantentangEtikaJurnalistikdan Problematikanya. Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen.1982.QualitativeResearchforEdu-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 26

cation:AnIntroductiontoTheoryandMethods.AllynandBaconInc:Boston.Emka, Zainal Arifin. 2005.Wartawan Juga Bisa Salah – Etika Pers dalamTerapan, Stikosa-AWS – Jawa Pos Group: Surabaya.Guba, Egon & Yvonna S. Lincoln.1981.EffectiveEvaluation,Jossey-BassPublishers: Fransisco.

Haryatmoko.2007.EtikaKomunikasi (ManipulasiMedia,Kekerasan,&Por-nografi)Kanisius:Yogya

Ishwara, Luwi.2005.Catatan-CatatanJurnalismeDasar.Kompas:Jakarta.

Libois, Boris.1994.EthiquedeI’informantion,Ed.deL’UniversitedeBruxelles:Bruxelles.

Luwarso, Lukas (2006), Kompetensi Wartawan – Pedoman Peningkatan Pro-fesionalisme Wartawan dan Kinerja Pers, Dewan Pers, Jakarta.

Luwarso, Lukas & Samsuri.2007.PelanggaranEtikaPers.DewanPers:Ja-karta.

Pandjaitan, Hinca IP. 2004. Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi, Kewajiban Ko-reksi Anda,Ombudsman Memfasilitasinya. Tim Ombudsman Jawa Pos Group dan Jawa Pos Press: Surabaya.

Satya Dharma, S.dkk.2003.MalpraktekPersIndonesia.AwamIndonesia:Ja-karta.

Severin, Werner J dan James W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan didalam Media Massa. Prenada Media: Jakarta.

Soekanto, Soerjono.1999.PengantarPenelitianHukum,UniversitasIndone-sia Pers: Jakarta.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.227

ABSTRAK

Penelitian ini mendiskripsikan identitas pencari jodoh pada rubrik “Kontak Jodoh” dan“Pertemuan”di KompasdanJawaPos tahun2009.Halini pernah diteliti tahun 1990 di Kompas. Pada tahun 2009 ini apakah

temuannya masih sama atau berbeda dengan temuan pada tahun 1990. Pemi-lihan pada kedua suratkabar tersebut berdasarkan pada perbedaan wilayah distribusinya. Kerangka teori yang digunakan tentang rubrik dalam suratkabar, kara-kteristikdemografidariparapencarijodohdiKompasdanJawaPos.Tipepe-nelitian diskriptif, metoda analisis isi, populasi penelitian sama dengan sampel penelitian. Unit analisis setiap surat yang dimuat pada rubrik Pertemuan dan Kontak Jodoh di Kompas dan Jawa Pos. Pengumpulan data menggunakan lembar koding dan tabel frekuensi sebagai teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan simpulan pada Jawa Pos dan Kompas tentang Rubrik Jodoh sama, yaitu sebagian besar dari populasi perempuan berstatus sebagai gadis dan janda, usia antara 20 tahun - 60 tahun. Mayoritas be-ragamaIslamdanKatolik.PendidikanS1bahkanadayangS2.Sebagianbesarperempuanbekerjasebagaikaryawatidanwiraswasta.EtnismerekamayoritasJawa dan Tionghoa dan berasal dari kota-kota besar di Jawa. Temuan ini agak berbeda dengan penelitian pada tahun 1990 berkaitan dengan usia, agama, pendidikan, pekerjaan, dan etnis.

RUBRIK “KONTAK JODOH” PADA SURATKABARKOMPAS DAN JAWA POS

Sri Moerdijati, M.S.Staf Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP Universitas Airlangga

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 28

I. PENDAHAHULUANLatar Belakang Masalah : MencariinformasidapatdilakukandenganUsesandGratifications(Littlejohn,2008:301).MenurutDonohewdanTiptondalamMc.Quail(1996:95) strategi pencarian informasi terdiri dari strategi berfokus sempit dan strategi berfokus luas. Masing – masing individu dapat memilih menggunakan strategi yang mana. Salah satu sumber informasi yang dapat digunakan adalah media massa, yaitu suratkabar. Suratkabar menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh pembacanya, salah satunya informasi berkaitan untuk mencari pasangan. Kompasmengemasinidalamrubrik“Pertemuan”,sedangJawaPosinformasiinidimuatdalamrubrik“KontakJodoh”.Padarubrikiniberisikaninformasiidentitas diri pencari jodoh dan identitas dari pasangan yang diharapkan. Pene-litian ini bertujuan untuk mengetahui data dari para pencari jodoh di suratkabar Kompas dan Jawa Pos pada tahun 2009. Hal ini pernah diteliti pada tahun 1990 padasuratkabarKompas.(Ibrahim,1998:391)Temuannyamenunjukkanpe-masang iklan pada suratkabar Kompas sebagian besar wanita, baik berstatus gadis maupun janda, usianya berkisar antara 25 tahun -34 tahun. Pada tahun 2009 ini apakah temuannya masih sama atau berbeda dengan temuan pada tahun 1990. Selain itu juga ingin mengetahui informasi dalam rubrik tersebut berbeda atau sama pada dua suratkabar tersebut. Pemili-han pada kedua suratkabar tersebut berdasarkan pada perbedaan wilayah dis-tribusinya. Keduanya merupakan suratkabar nasional hanya Kompas wilayah distribusinya lebih luas daripada Jawa Pos. Untuk menjawab hal tersebut peneliti menggunakan analisis isi kuan-titatif, karena yang diteliti adalah pesan, yaitu pesan yang ada dalam rubrik “KontakJodoh”padasuratkabarKompasdanJawaPosHasildaripenelitiandiharapkan dapat memberikan gambaran tentang identitas diri para pencari jodoh dan harapannya tentang pasangannya.

Perumusan Masalah Bagaimanakahidentitasdiri/demografiparapencarijodohpadarubrik“KontakJodoh”dan“Pertemuan”diKompasdanJawaPospadatahun2009?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mendiskripsikan atau memberikan gambaran secara detil identitas diri / demografi para pencari jodoh yang terdapat pada rubrikKontak Jodoh dan Pertemuan di Kompas dan Jawa Pos pada tahun 2009

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.229

Signifikansi Penelitian Manfaatpenelitiannyamenunjukkankecenderungan identitasdiri/de-mografidariparapencarijodoh.

Kerangka Teori Penelitian tentang rubrik Kontak Jodoh pernah diteliti oleh Peter Hagul danEdySutopo(Ibrahim,1998:391-392)MerekamenelitidiKompasdarita-hun1980-1990,denganjumlahsampel896orangyangterpilihsecararandomsistematis. Hasilnya menunjukkan pemasang iklan di rubrik jodoh sebagian be-sar perempuan, 70% gadis dan 6% janda dan gadis yang menawarkan diri 3 x lebih banyak dari bujangan.tujuhpuluh persen (70%) gadis berusia 25-34 tahun sedangbujanganberusia30-38tahun,sedangkanjandaberusiadibawah39tahun. Para pencari jodoh ini sebagian besar berpendidikan tinggi, bekerja di sektorformal,beretnisCinasertaberasaldariJakarta. Pada penelitian ini, peneliti meneliti dua suratkabar yaitu Kompas dan Jawa Pos tahun 2009, keduanya merupakan suratkabar nasional hanya wilayah edarnya berbeda. Selain hal tersebut peneliti ingin mengetahui apakah hasilnya berbeda atau sama dengan temuan penelitian dari Peter Hagul, mengingat ja-rak waktu penelitian sudah 19 (sembilan belas) tahun.

1. Rubrik ‘Kontak Jodoh’ dalam suratkabar Ruang atau kolom atau bagian dari suratkabar disebut rubrik. (Wojowa-sito,1983:554)Adanyarubriktersebutmemudahkanpembacamencaritopik-topik yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Berdasarkan pada hal tersebut, Kompas dan Jawa Pos sebagai media massa cetak juga berisikan berbagai macam rubrik, salah satunya adalah rubrik yang memuat informasi untuk mendapatkan pasangan atau rubrik jodoh. Pada Kompas rubrik ini dise-but Pertemuan, sesuai dengan namanya pada rubrik ini individu yang mencari jodoh ‘menawarkan dirinya’ dan bagaimana kriteria orang yang akan menjadi pasangannya. Di Jawa Pos rubrik ini ada di lembar Metropolis dengan nama rubrik Kontak Jodoh. Kedua rubrik ini hanya muncul setiap hari Minggu 2. Identitas para pencari jodoh berdasarkan pada karakteristik demografi Demografimerupakanhalpentingdalamperencanaanpembangunan,karenademografiberhubungandengandatakependudukan.Berkaitandenganhal tersebut maka data kependudukan yang tersedia harus lengkap dan akurat. Demografimempelajaristrukturdanprosespendudukdisuatuwilayah.Struk-tur penduduk meliputi : jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk. (Mantra, 2007 : 1-2) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan identitas para pencari jodohlebihmelihatpadakarakteristikdemografinyaterutamapadakomposisi

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 30

penduduknya yaitu yang berkaitan dengan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, etnis dan domisili dari para pencari jodoh di Kompas dan Jawa Pos.

3. Analisis Isi pada media cetak Metode analisis isi digunakan untuk meneliti isi media yang terdoku-mentasi atau yang dapat didokumentasikan. Jadi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. (Budd, 1967:2). Sedangkan menurut Be-relson(1952),yangkemudiandiikutiolehKerlinger(1986),analisis isididefi-nisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, obyektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Wim-mer&Dominick2000:135).

1. Prinsip sistematik oleh Berelson diartikan, ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisis hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan po pulasi dan sampel).

2. Prinsip objektif, berarti hasilnya tergantung pada prosedur penelitian bukan pada orangnya, yaitu dengan ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, se-hingga orang lain dapat menggunakannya. Sehingga apabila digunakan untuk isi yang sama, dengan prosedur yang sama maka hasilnya harus sama pula, walaupun penelitinya berbeda.

3. Sedang kuantitatif, diartikan dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensiuntukmelukiskanberbagaijenisisiyangdidefinisikan.Namuninijuga diartikan sebagai prinsip digunakannya hypothetico deduktive method, dimana penelitian harus diawali dengan research question, conceptual atau theoritical framework, hipotesis, yang kemudian dibuktikan di lapangan.

4. Sementara isi yang nyata, diberi pengertian, yang diteliti dan dianalisis han-yalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh si peneliti .

Alasan perlunya menggunakan analisis isi1. Sifat selektif dan keterbatasan individu dalam menerima pesan dari media2. Ada kecenderungan pada individu untuk menggeneralisasi pengalaman

komunikasi yang khas3. Terpaan sehari-hari dari media jarang memotivasi untuk menganalisis as-

pek-aspek yang berharga pada isi pesan komunikasi

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.231

Tujuan menggunakan analisis isi untuk memperoleh suatu hasil atau pemahaman obyektif tentang isi pesan komunikasi dari berbagai media, dalam hal ini adalah suratkabar. Berkaitan dengan penelitian ini maka dengan menggunakan metoda analisis isi, peneliti bisa mendiskripsikan bagaimana identitas dari para pencari jodoh dan bagaimana harapan mereka terhadap calon pasangannya.

Metoda Penelitian Penelitian ini menggunakan metoda analisis isi. Metoda ini digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi atau unsur pesan dalam pro-ses komunikasi. Peneliti menggunakan metoda ini karena menganalisis isi pe-san pada suratkabar Kompas dan Jawa Pos yaitu Rubrik Jodoh. Unit analisis dalam penelitian ini setiap surat yang dimuat pada rubrik ini terdiri atas satuan kata dan kalimat pada rubrik tersebut.

Prosedur Penelitian Operasionalisasi konsep penelitian ini sebagai berikut : identitas para pencari jodoh pada rubrik Kontak Jodoh disurat kabar Kompas dan Jawa Pos adalahkarakteristikdemografimerekayangmengirimsuratperkenalanpadarubrik Pertemuan dan Kontak Jodoh di Kompas dan Jawa Pos. Kategorisasi dibutuhkan karena untuk mengklasifikasikan unsur-unsur de-mografiparapencari jodoh.Sehinggakategorisasinya adalah jeniskelamin,usia , pendidikan, pekerjaan, agama, etnis, serta domisili. Tipe penelitian diskriptif yaitu mendiskripsikan identitas para pencari jodoh pada rubrik Pertemuan dan Kontak Jodoh di Kompas dan Jawa Pos. Populasi penelitian keseluruhan surat perkenalan yang masuk pada Ru-brik Jodoh pada masing-masing suratkabar. Pada Kompas terdapat 170 surat perkenalansementarapadaJawaPosterdapat68suratperkenalan,sehinggajumlah keseluruhannya 238 surat perkenalan.Sampel penelitianmerupakantotal sampling. Unit analisis pada penelitian ini adalah setiap surat yang dimuat pada rubrik Pertemuan dan Kontak Jodoh di kompas dan Jawa Pos. Pengumpulan data menggunakan lembar koding. Teknik analisis data menggunakan tabel frekuensi.

II. PERMASALAHANDiskusi TeoretikRubrik Kontak Jodoh di Jawa Pos Berdasarkan temuan data surat perkenalan yang masuk pada rubrik Kontak Jodoh, sebagian besar atau tigaperempat dari seluruh populasi adalah

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 32

perempuan berstatus sebagai gadis dan janda. Hal ini tidak berbeda dengan temuan dari penelitian Peter Hagul untuk hal sama pada tahun 1990. Temuan inimenunjukkan”sepertinya”yangbanyakberminatuntukmencarijodohada-lah perempuan. Perempuansecaraeksplisitatauterbuka”menawarkandirinya”denganberbagaimacamcara.Adayang”menawarkandirinya”darisisifisik,pekerjaan,karakter ataupun sifatnya. Pernyataan-pernyataan siapa diri mereka bisa diba-ca pada judul suratnya. Sebagai contoh : Gadis manis berjilbab, Staff account-ing penuh pengertian, Bu dosen juga wirausaha, Damba nan sayang anak. Se-mentaralaki-lakicara”menawarkandirinya”agakberbedadenganperempuan.Laki-laki tidak menawarkan dirinya secara langsung, tetapi lebih menekankan apa yang menjadi harapannya. Sebagai contohnya : Pria cari anak pengusaha, Damba yang ikhlas menjadi ibu, Damba istri yang setia, Pria suka kesederha-naan. Mereka yang berstatus gadis sebagian besar berusia di antara 31 ta-hun – 40 tahun, sedangkan yang berstatus janda berusia di antara 41 tahun sampaidengan60tahun.SebagianbesarperempuaniniberagamaIslamdanKatolik serta mempunyai pendidikan strata satu. Pekerjaan mereka sebagai karyawati dan wiraswasta serta bertempat tinggal di Surabaya pada khusus-nya atau di wilayah propinsi Jawa Timur pada umumnya, meskipun ada yang berasal dari luar propinsi. Sebagian besar perempuan ini beretnis Jawa dan Tionghoa serta beberapa etnis lainnya misalkan Batak, campuran Arab-Jawa, ataupun Jawa-Madura. Pada umumnya harapan status tentang pasangan bagi perempuan yang masih gadis adalah jejaka, meskipun ada beberapa gadis yang meng-harapkan pasangannya bisa jejaka atau duda, mereka ini berusia lebih dari 35 tahun. Sementara perempuan yang janda mengharapkan pasangan duda tetapi dengan syarat tidak mempunyai anak atau anaknya maksimal dua orang. Harapan usia bagi pasangan perempuan ini sebagian besar sama de-ngan usiannya atau lebih tua dari usianya, maksimal enam sampai tujuh tahun. Pada umumnya agama dan etnis diharapkan sama. Pendidikan minimal SMA, mempunyai pekerjaan tetap apakah sebagai PNS atau wiraswasta asalkan tidak menganggur. Ada beberapa perempuan yang mensyaratkan pekerjaan pasangansebagaiABRIatauPOLRI.Tinggibadan,beratbadan,kesehatanjasmani dan rohani juga menjadi persyaratan. Beberapa perempuan menambahkan syarat bagi pasangannya mem-punyai hoby sama dengan mereka, mempunyai sifat jujur, tidak materialistis, bertanggungjawab, romantis, setia, serius berumahtangga, dari keluarga baik-baiksertatidakberjudi/narkoba/miras.Padasetiapakhirdarisuratselalutertu-lis ”yangseriuskirimbiodata lengkap”,hal inimenunjukkanmerekamempu-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.233

nyai niat yang serius dalam usahanya untuk mendapatkan pendamping atau suami. Dari persyaratan atau dambaan ataupun harapan para perempuan baikbagigadisataujanda,merekaini”serius”untukmendapatkanpasangan,mereka juga tidak mau menanggung risiko dalam kehidupan pernikahan yang akan dijalani. Pengirim surat perkenalan laki-laki juga mempunyai status sama de-ngan pengirim surat perempuan, status mereka ada yang lajang dan duda. Usia duda berkisar dari 31 tahun – 50 tahun, hal ini berbeda dengan perem-puan, mereka yang janda usia maksimalnya ada yang 60 tahun. Sedangkan lajang berusia dari 31 tahun – 40 tahun, ini sama usianya untuk perempuan yang berstatus gadis. Mayoritas laki-lakiberagama IslamdanKatolik, sementarayang lainada yang beragama Hindu dan Budha. Pendidikan terendah laki-laki D1, tetapi mayoritas berpendidikan S1, sebagian besar beretnis Jawa dan Tionghoa. La-ki-laki pengirim surat perkenalan sebagian besar berasal dari Surabaya dan propinsi Jawa-Timur pada umumnya. Pengirim surat laki-laki harapan untuk pasangannya hampir sama de-ngan para pengirim surat perempuan. Pada umumnya mereka menginginkan usia pasangan tidak jauh berbeda dengan usianya sendiri. Agama diharapkan sama, sedangkan untuk etnis kalau bisa sama tetapi kalau berbeda tidak jadi masalah. Pendidikan minimal SMA, pekerjaan boleh dalam bidang apa saja tetapi yang penting halal. Laki-laki lajang atau duda juga mau dengan janda tetapi dengan syarat tidak mempunyai anak. Umumnya status duda mereka karena perceraian dan sudah mempunyai anak. Syarat menarik yang diajukan olehlaki-lakiberkaitandenganpenampilanfisik.Merekamensyaratkanharuscantik, kulit kuning langsat atau putih serta mempunyai sifat keibuan. Selain itu ada yang mensyaratkan pasangannya berasal dari keluarga baik-baik dan anak pengusaha kaya. Berkaitan dengan hal ini judul suratnya sudaheksplisit”anakpengusahakaya”sebagaisyaratutamanya;judulnyase-bagaiberikut:”Priacarianakpengusahakaya”.Rubrik Pertemuan di Kompas Populasi pada rubrik Pertemuan berjumlah 170 surat, ternyata yang menggunakan rubrik ini 77,1% atau tigaperempat dari seluruh populasi perem-puan, sedangkan yang laki-laki hanya sebagian kecil. Temuan ini sama dengan disuratkabarJawaPos.Halinisemakinmenunjukkan”sepertinya”yangbanyakberminat untuk mencari jodoh adalah perempuan. Pada rubrik Pertemuan surat perkenalannya tidak seperti di rubrik Kontak Jodoh, di rubrik ini surat perkenal-annya tidak ada judulnya. Di rubrik ini perempuan secara eksplisit atau terbuka

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 34

mendiskripsikan diri berkaitan dengan status, etnis, usia, agama, pendidikan kemudian tentang sifat serta hobynya. Demikian juga halnya dengan laki-laki. Status mereka, baik dari pengirim laki-laki maupun perempuan tidak semuanyamasihberstatuslajang/jejakaataugadis.Ternyatayangmengirim-kan surat perkenalan juga ada duda dan janda. Usia pada laki-laki berkisar antara 20 tahun sampai dengan 70 tahun, sementara pada perempuan berkisar antara 20 tahun sampai dengan 60 tahun. Sedangkan persentase terbesar antara pengirim surat berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berada pada usia 31 tahun – 40 tahun Pengirim surat perkenalan pada rubrik Pertemuan yang berjenis ke-lamin perempuan berjumlah 131 orang, kurang dari 20 % berstatus janda dan berusiaantara24tahun-58tahun,padaumumnyastatusjandamerekaka-rena bercerai dan sudah mempunyai anak. Sedangkan perempuan yang ber-status gadis berusia antara 20 tahun – 50 tahun. MayoritasmerekaberagamaIslamdanmenyatakandalamsuratnyamereka menggunakan jilbab. Sebagian lainnya beragama Katolik dan Kristen. Pendidikan terendah SLTP, tetapi sebagian besar berpendidikan S1 dan ada juga S2. Terdapat beberapa perempuan tidak hanya berpendidikan pada satu strata, sebagai contoh ada yang berpendidikan S1 dan juga mempunyai pendi-dikan D1 (keprofesian). Sebagian besar perempuan bekerja sebagai karyawati danwiraswasta.EtnismerekamayoritasJawadanTionghoa,sertaberasaldariJakarta,Bandung,Surabaya.Informasitentangetnisinitidaksemuapengirimsurat memberitahukan mereka berasal dari etnis apa. Pada umumnya harapan status tentang pasangan bagi perempuan yang masih gadis adalah jejaka, meskipun ada beberapa gadis yang meng-harapkan pasangannya bisa jejaka atau duda, mereka ini berusia minimal 27 tahun. Sementara perempuan yang janda mengharapkan pasangan duda tetapi dengan syarat tidak mempunyai anak atau anaknya maksimal dua orang. Harapan usia bagi pasangan perempuan ini sebagian besar sama de-ngan usiannya atau lebih tua dari usianya, maksimal enam sampai tujuh tahun. Pada umumnya agama dan etnis diharapkan sama. Pendidikan minimal SMA, mempunyai pekerjaan tetap apakah sebagai PNS atau wiraswasta asalkan ti-dak menganggur. Tinggi badan, berat badan, kesehatan jasmani dan rohani juga menjadi persyaratan. Beberapa perempuan menambahkan syarat bagi pasangannya mem-punyai hobi sama dengan mereka, mempunyai sifat jujur, tidak materialistis, bertanggungjawab, romantis, setia, serius berumahtangga, dari keluarga baik-baiksertatidakberjudi/narkoba/miras.Padasetiapakhirdarisuratselalutertu-lis”yangseriuskirimbiodatalengkap”.Daripersyaratanataudambaanataupunharapanparaperempuanbaikbagigadisataujanda,merekaini”serius”untuk

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.235

mendapatkan pasangan, mereka juga tidak mau menanggung risiko dalam ke-hidupan pernikahan yang akan dijalani. Pengirim surat perkenalan laki-laki juga mempunyai status sama de-ngan pengirim surat perempuan, status mereka ada yang lajang dan juga duda. Mayoritas duda berusia berkisar dari 41 tahun – 70 tahun, hal ini berbeda dengan perempuan, mereka yang janda usia maksimalnya hanya 50 tahun. Sedangkan lajang sebagian besar berusia antara 31 tahun – 40 tahun, tetapi ada juga lajang yang berusia antara 20 tahun sampai 30 tahun. Mayoritas laki-lakiberagamaIslamdanKristen,sementarayang lainada yang beragama Hindu dan Budha. Pendidikan terendah laki-laki SLTA, tetapi mayoritas berpendidikan S1 bahkan ada yang S2, sebagian besar be-retnis Jawa dan Tionghoa. Laki-laki pengirim surat perkenalan sebagian besar berasal dari Jakarta, kota-kota besar di pulau Jawa bahkan ada yang berasal dari luar pulau Jawa, seperti Batam, Palembang. Pengirim surat laki-laki harapan untuk pasangannya hampir sama de-ngan para pengirim surat perempuan. Pada umumnya mereka menginginkan usia pasangan tidak jauh berbeda dengan usianya sendiri. Agama diharapkan sama, sedangkan untuk etnis kalau bisa sama tetapi kalau berbeda tidak jadi masalah. Pendidikan minimal SMA, pekerjaan boleh dalam bidang apa saja tetapi yang penting halal. Laki-laki lajang atau duda juga mau dengan janda tetapi dengan syarat tidak mempunyai anak. Umumnya status duda mereka karena perceraian dan sudah mempunyai anak. Syarat menarik yang diajukan olehlaki-lakiberkaitandenganpenampilanfisik.Merekamensyaratkancantik,kulit kuning langsat atau putih serta mempunyai sifat keibuan. Berdasarkan pada analisis dan interpretasi data dari rubrik Kontak jodoh dan Pertemuan di Jawa Pos dan Kompas pada tahun 2009 dapat dike-tahui hasil dari analisis isinya mempunyai kemiripan. Mayoritas yang memasuk-kan surat perkenalan di dominasi perempuan yang berstatus gadis dan janda. Temuan ini sama dengan temuan pada tahun 1990, namun untuk usia mereka berbeda. Pada tahun 1990, rentang usia untuk gadis dan janda antara 25-34 tahun. Sedangkan pada penelitian ini, mereka berusia antara 20 – 60 tahun. SebagianbesarberagamaIslamdanKatolik,sementaratemuanpadatahun1990hanyaberagamaIslam.MerekayangberagamaIslammenyebut-kan menggunakan jilbab, hal ini tidak ditemui pada penelitian terdahulu. Mereka berpendidikan S1 bahkan ada yang S2, serta sebagian besar bekerja sebagai karyawati atau wiraswasta. Pada penelitian tahun 1990 mayoritas berpendidi-kan S1 dan bekerja di sektor formal. EtnismerekamayoritasJawadanTionghoa,hal iniberbedadengan

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 36

temuan pada penelitian terdahulu yaitu etnisnya lebih banyak Tionghoa, baru kemudian Jawa. Surat perkenalan tersebut berasal dari kota-kota besar di Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung; dan juga dari kota-kota besar di luar Jawa. Temuan pada tahun 1990 lebih dari separuh berasal dari Jakarta terutama Jakarta Pusat. Berdasarkan uraian tersebut di atas temuan penelitian pada tahun 1990 dan tahun 2009 ternyata tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya pada rentang usia, pendidikan, pekerjaan, agama serta tempat tinggal mereka. Nam-paknyayang”merasabingung”untukmencarijodohlebihbanyakperempuandibandingkan dengan pria. Di samping itu, kalau dilihat dari karakteristik de-mografimerekaberasaldarikelasmenengahdantinggaldikota-kotabesar. Dari hasil penelitian dan uraian tersebut di atas menunjukkan rubrik ini merupakan gejala dari kelas menengah di kota besar – meskipun hal ini sudah mulai juga nampak dari kota-kota di sekitar kota besar, seperti Kediri – untuk mencari jodoh. III.KESIMPULANBerdasarkan pada uraian pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan se-bagai berikut :Pada suratkabar Jawa Pos dan Kompas tentang Rubrik Jodoh simpulannya sama yaitu sebagian besar atau tigaperempat dari seluruh populasi adalah perempuan berstatus sebagai gadis dan janda. Usia berkisar antara 20 tahun sampaidengan60tahun.MayoritasmerekaberagamaIslamdanmenyatakandalam suratnya mereka menggunakan jilbab. Sebagian lainnya beragama Ka-tolik dan Kristen. Pendidikan terendah SLTP, tetapi sebagian besar berpendidi-kan S1 dan ada juga S2. Terdapat beberapa perempuan tidak hanya berpen-didikan pada satu strata, sebagai contoh ada yang berpendidikan S1 dan juga mempunyai pendidikan D1 (keprofesian). Sebagian besar perempuan bekerja sebagai karyawati dan wiraswasta. Mayoritas beretnis Jawa dan Tionghoa, surat perkenalan dari kota-kota besar di Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Se-marang, Bandung; dan juga dari kota-kota besar di luar Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.237

Flournoy, Don Michel (ed.),1990.AnalisaIsiSuratkabar-suratkabarIndonesia,Gajahmada University Press: Yogyakarta.

Ibrahim, Idy Subandi dan Hanif Suranto,1998.WanitadanMedia.Bandung:Rosda.

Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss,2008.TheoriesofHumanCom-munication. ninth ed. Singapura: Wadsworth.

Mantra, Ida Bagus,2007.DemografiUmum,Yogyakarta:PustakaPelajar.

McQuail, Denis and Sven Windahl,1996.CommunicationModelsseconded.London and New York: Longman.

Rakhmat, Jalaluddin, 1989. Metode Penelitian Komunikasi, RemajaKarya:Bandung.

Subiyakto, Henry, “ Metoda Analisis isi” dalam Suyanto, Bagong (ed), 1995. Metode Penelitian Sosial, Airlangga University Press: Surabaya.

Wimmer, Roger D. & Joseph R. Dominick, 2000. Mass Media Research An Introduction,sixthed.,WadsworthPublishingCompany:Belmont.

Wojowasito, 1983. KamusUmumBelanda-Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru-Van Holve.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 38

ABSTRAK

Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan dilaksanakan secara langsung untukpertamakalibagirakyatIndonesia,ternyatamemunculkanfeno-mena baru yang sangat menarik, yaitu rakyat atau pemilih semakin su-

sah dipengaruhi untuk memilih calon presiden tertentu, meskipun dari suatu partai pemenang pemilu legislatif. Selain itu pemilih telah mengerti bagaimana pentingnya menggunakan hak pilih dalam pemilihan presiden secara benar dan tidak perlu takut pada siapapun. Karena pada saat pemilihlah yang banyak dir-ayu calon presiden untuk dapat mendukung pencalonannya. Yang lebih menarik lagi adalah seorang calon presiden, untuk bisa menduduki kursi kepresidenan, ternyata tidak hanya cukup mengandalkan ka-lau dirinya seorang jendral yang sudah berbintang empat atau dirinya seorang pengusaha yang kaya raya atau bahkan seorang Profesor yang sudah senior. Tetapi seorang capres harus bisa menarik simpati rakyat, dan bagaimana un-tuk bisa menciptakan citra yang baik di hati masyarakat. Hal ini terjadi karena rakyatIndonesiasaatiniternyatalebihmenginginkanseorangpemimpinyangselain mempunyai kecerdasan yang tinggi juga harus mempunyai daya tarik secarafisik.

Mucholil, S.Kom, M.Si

PENGARUH KAMPANYE DI TV TERHADAP PEMILIH PEMULA

Staf pengajar Stikosa-AWS

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.239

I. PENDAHULUANLatar Belakang Masalah Sudahdelapan kali bangsa Indonesia,menyelenggarakanpemilihanumum (Pemilu) untuk memilih wakil-wakil rakyat dan pemimpin negara. Pemilu tahun 2004 adalah yang ke-9. Dari kedelapan kali itu, model pemilihan masih memilihparawakilrakyatuntukmenjadianggotaDPR/MPR,tanpamengetahuisiapa yang dipilih. Pemilih hanya mencoblos gambar partai. Dilihat dari tujuannya, pada masa lalu masih memilih wakil rakyat untuk menjadianggotaDPR/MPR.Selanjutnyalembagainilahyangmemilihpimpin-an nasional dan membuat garis-garis besar haluan negara. Pemilu 2004 ber-beda, karena Pemilu tersebut juga memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu2004jelaslebihdemokratisdantransparan.IndikatorjikaPemi-lu lebih demokratis adalah setiap pemilih tahu benar siapa yang mereka ingink-an dan siapa yang mereka anggap layak menjadi presiden. Lebih transparan, indikatornya adalah banyaknya lembaga-lembaga sosial masyarakat yang ikut memantau dan menghitung perolehan suara, mulai dari tingkat tempat pemu-ngutan suara (TPS) sampai tingkat KPU pusat. PemilupresidensecaralangsungputaranItelahdilaksanakantanggal5 Juli 2004. Hasil pemilihan umum (Pemilu) presiden dan wakil presiden 2004 putaranItersebuttelahditetapkanolehKomisiPemilihanUmum(KPU)tanggal26 Juli 2004. Dari penetapan tersebut dipastikan bahwa Pemilu presiden dan wakilnya tidak bisa diselesaikan dalam satu putaran, karena tidak ada satu pa-sangan calon pun yang mampu mengumpulkan lebih dari 50% suara sah. BerdasarkanketentuanyangadadidalamUUNo.23/2003TentangPemiluPresidendanWakilPresiden,khususnyaPasal67ayat(I),apabilatidakada pasangan calon yang memeroleh lebih dari 50% suara, pasangan calon yang memperoleh suara banyak pertama dan kedua pilih kembali oleh rak-yat secara langsung melalui Pemilu. Yang menempati urutan pertama dalam perolehansuarapadaputaranIiniadalahpasanganSusiloBambangYudho-yono–M.JusufKalla(SBY-JK)denganmemeroleh39.838.184suaradanuru-tan kedua ditempati oleh Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi dengan 31.569.104 suara. Jadi, kedua pasangan inilah yang berhak mengikuti Pemilu putaranII,sedangkantigapasanganlainnyagugur. KetigapasanganyanggugurdalampemilupresidenputaranItersebutadalah pasangan Wiranto – Salahuddin Wahid, Amien Rais – Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz – Agum Gumelar secara berturut-turut menempati urutan ketiga, keempat dan kelima. Pasangan Wiranto – Salahuddin memper-oleh26.286.788suara,Amien–Siswono17.392.931,danHamzahHaz–AgumGumelar3.569.861suara.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 40

KPU dalam situsnya (kpu.go.id) menetapkan, bahwa jumlah pemilih Pemilu Presiden putaran II adalah 153.312.436 , sedangkan suara sah yang diper-oleh oleh kedua pasangan tersebut pada Pemilu presiden putaran I seba-nyak71.407.288suara.Dengandemikianmasihadacalonpemilihsebanyak81..905.148suarayangdapatdipengaruhiuntukmemilihyaitupasangancalonpresiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) melalui dialog kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU), setelah pertemuan dengan Tim Kam-panyeduaPasanganCalonPresidendanWakilPresidenuntukPilpresputa-ran ke-2, telah menetapkan bahwa bentuk kampanye untuk Pemilu presiden putaran II adalah dengan format dialog yang hanya akan diikuti oleh keduapasangancapres-cawapresyangtelahloloskeputaranII.Dialogtersebutakandiadakan pada tanggal 14 sampai dengan 16 September 2004 (kpu.go.id). Dia-logtersebutdisiarkansecaralangsungolehTelevisiRepublikIndonesia(TVRI)sehingga semua lapisan masyarakat dapat mengikuti jalannya dialog, dan de-ngan sendirinya secara tidak langsung dapat memberikan penilaian kepada capres-cawapres tersebut. Kampanye dengan model dialog ini jelas sangat menarik bagi kalangan intelektual termasuk mahasiswa, apabila dibandingkan dengan kampanye yang mengerahkan massa. Kampanye dialog tidak perlu ada pengerahan massa, cu-kup pasangan capres-cawapres dan beberapa panelis. Karena pada dialog ini yang dipentingkan adalah bobot atau kualitas capres-cawapres tersebut dalam menjawab berbagai pertanyaan dari para panelis tersebut. Bukan banyaknya massa pendukung yang hadir dalam acara tersebut. Memangkampanyedialogcapres-cawaprespadaputaranIIinimasihada kekurangannya bila dialog itu dinamakan debat pasangan capres-cawapres. Beberapa pengamat atau kaum intelektual sempat mengecam dengan adanya dialogini.MisalnyaSahriryangjugaKetuaPartaiIndonesiaBiru(PIB)menilaikebijakan KPU yang memutuskan debat pasangan capres-cawapres dengan tidak mempertemukan dua kandidat (Mega-SBY) dalam satu panggung adalah merupakan pembodohan rakyat. (Kompas,14 September 2004). Masih ada beberapa pengamat yang sependapat dengan Sahrir, misal-nya Muladi yang juga mantan Menteri Kehakiman. Beliau menamakan dialog ini sebagai langkah mundur. “Dialog antar capres kali ini menunjukkan suatu kemunduran.Inisuatulangkahmundur(setback).Yangdilakukanpadapilpresputaran pertama sudah benar. Mereka tampil dalam satu panggung” (JawaPos, 15 September 2004). ImamPrasojodariUniversitas Indonesiamenyesalkandialogcapresputaran kedua pilpres yang tidak mempertemukan kandidat seperti putaran pertama. Kebijakan KPU yang menampilkan capres secara terpisah ini akan menyulitkan masyarakat membandingkan program antara Mega dengan SBY (Surya, Rabu, 15 September 2004).

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.241

Terlepas dari semua itu, kampanye dialog ini dinilai baik sebagai lang-kah awal menuju pemilu yang lebih mengedepankan program kerja menuju Indonesiabaruyangdamaidansejahtera.Mahasiswasebagaikelompokma-syarakat ilmiah tentunya akan lebih tertarik untuk mengikuti jalannya dialog dan sekalligus memberikan penilaian kepada kedua pasangan capres-cawapres tersebut atas dasar kualitas jawaban yang mereka berikan kepada para panelis yang memberikan pertanyaan kepada kedua pasangan tersebut. Meskipun seperti diketahui tim panelis di antara masing-masing peserta Pemilu, tetapi topik dan materi telah digariskan oleh KPU. Sebagai objek penelitian, penulis sengaja memilih kalangan mahasiswa diSekolahTinggi IlmuKomunikasi-AlmamaterWartawanSurabaya (Stikosa-AWS). Pertimbangannya, mahasiswa yang mengambil jurusan ilmu komunikasi tentunya akan sangat peduli pada acara-acara yang disiarkan melalui media massa. Kedua, dilihat dari materi percakapan sehari-hari, mahasiswa Stikosa-AWS sangat memerhatikan politik, khususnya mengenai kampanye capres-cawapres yang dikemas dalam bentuk dialog di televisi. Yang menjadi masalah, mungkinkah calon pemilih yang jumlahnya 81.905.148 pemilih itu akan terpengaruh dengan adanya kampanye dialogtersebut dan mau memilih capres yang berkampanye ini. Kalau terpengaruh oleh kampanye dialog tersebut, dari sisi apa mereka tertarik? Dari kualitas di-alog atau dari sisi personalitas kandidat capres-cawapres? Mengingat calon pemilih tersebut merupakan pemilih yang dapat dianggap sebagai kelompok mengambang atau kelompok yang belum menetapkan pilihannya (undicided majority). Pemilih ini, semula telah mempunyai pilihan sendiri tetapi kalah da-lamPemilu pilpres putaran I (yaitu para pemilihWiranto-SalahuddinWahid,Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah-Agum). Dalam memilih pasangan calon presiden dan wakilnya masyarakat tampaknya lebih berdasar apresiasi mereka pada sosok atau personalitas calon presiden dari pada wakilnya. Masyarakat lebih tertarik personalitas calon presiden yang meliputi aspek keberpihakan pada rakyat, kejujuran, kebijaksan-aan dan ketegasan dalam pengambilan keputusan. Meskipun akan ada hal-hal yang timpang di kemudian hari, bila pemilih menentukan pilihannya atas dasar personalitas, maka hampir dapat dipastikan bahwa kesenjangan antara harapan dengan prestasi presiden yang dipilih akan sangat besar. Karena itu besar kemungkinan presiden terpilih akan mengalami kesulitan yang sangat besar dalam menjalankan kebijaksanaannya dan lebih sulit lagi untuk mempertahankan kepresidenannya dalam pemilihan yang akan datang.Capresbaruyanglebihpopuleryangdapatmensinkronkanpersonali-tasnya dengan harapan yang tinggi dari pemilih akan mendapatkan popularitas dan dukungan yang tinggi.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 42

Dari hasil perolehan suara pemilihan presiden putaran pertama, terlihat pemilihlebihmenyukaifigurdaripadasubstansilain,sepertipengalamanataudukungandaripartaipolitik.Pemilihmisalnya,mengharapkanfiguryangterpilihsebagai presiden akan secara sendirian (single handedly) memecahkan per-masalahan yang menjadi perhatian masyarakat yaitu perekonomian. Pemilih tidak peduli betapa sulitnya menjalankan kebijaksanaan tanpa dukungan DPR, dan sebagian besar pemilih juga tidak peduli program dan tim ekonomi yang akan disusun oleh presiden terpilih. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis sengaja tidak mengikutkan cawapres sebagai bagian dari penelitian ini.

II. PERMASALAHANII.1 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Seberapa besar pengaruh antara kualitas dialog kampanye di televisi ter-

hadap sikap pemilih dalam menentukan pilihan?2. Seberapa besar pengaruh antara personalitas calon presiden dengan sikap

pemilih dalam menentukan pilihan?3. Secara bersama-sama seberapa besar pengaruh antara kualitas dialog

dandayatarikfisikcalonpresidenterhadapsikappemilihdalammenen-tukan pilihan?

II.2 Kerangka Teori Menurut Davids Krech (1996), sikap dapat terbentuk dengan adanya informasi yang diterpakan kepadanya. Komunikasi adalah proses penyampa-ian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (ko-munikan) dalam wujud simbol. Komunikasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication,berasaldarikatalainCommunicatio,danbersumberdarikataCommunisyangberarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah: sumber (komunikator), pesan (message), saliran (channel) dan penerima (komunikan) serta efek yang ditimbulkannya. Menurut Schramm, suatu proses kegiatan komunikasi akan berjalan baik bila terdapat overlaping of interest (pertautan minat dan kepentingan) antar sumber atau penerima. Overlaping of interest menuntut adanya persamaan (dalam tingkatan relatif) dalamhal “kerangka referensi” (frame of reference)dari kedua pelaku komunikasi (sumber dan penerima). Yang dimaksud dengan kerangka referensi di sini antara lain merujuk pada tingkat pendidikan, penge-tahuan, latar belakang budaya, kepentingan, dan orientasi. Semakin besar ting-katan persamaan dalam hal kerangka referensi, semakin besar pula overlaping of interest. Iniberartiakansemakinmudahproseskomunikasiberkangsung.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.243

Dengan kata lain, komunikasi akan berjalan lancar dan sukses bila terdapat sama pengertian antara bentuk komunikasi yang digunakan dan makna yang dimaksud. Jadi antara komunikator dan komunikan harus memiliki frame of ref-erence yang sama. Dengan kata lain, kesamaan makna menjadi hal yang pen-ting dalam komunikasi. Tujuan utama komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku komu-nikan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Dengan demikian komunikator akan berusaha menyampaikan pesan untuk memengaruhi komu-nikan agar mengikuti kehendaknya. Saat ini, media massa mendominasi komunikasi masyarakat. Salah satu sarana komunikasi massa modern adalah media televisi. Beberapa sta-siuntelevisisudahtidaklagimelakukansiaranhanya8jamsehariatau12jamsehari, tetapi 24 jam sehari. Oleh karena itu televisi sangat berpengaruh terha-dap pola pikir dan sikap masyarakat. Menurut Hamijoyo (2004), media televisi mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh media lainnya, misalnya dapat menggambarkan hal-hal:1. Yang terlalu besar atau terlalu kecil ukurannya;2. Yang terlalu jauh dan terlalu dekat jaraknya;3. Yang terlalu cepat dan lambat gerakannya;4. Yang tersembunyi atau terselubung tempatnya atau kedudukannya;5. Yang lampau dan yang belum dan yang akan terjadi;6. Gerak-gerik wajah, mulut, gaya berpakaian dan lain-lain dari tokoh yang di-

tayangkan secara amat jelas dan jeli (melalui bidikan kamera super close-up);

7. Suara bunyi, gerak, atau sesuatu yang biasanya kurang berarti atau me-narik,denganteknikzoom,sound&lighteffectbisa“diledakkan”sehinggaberubah menjadi sangat menyolok dan mencekam di luar batas kewaja-ran.

Televisi mampu menciptakan semua kejadian menjadi sangat realistic, sehingga sampai batas-batas tertentu dapat memberi pengaruh yang besar. Di samping itu ia mampu menggambarkan segala sesuatunya dalam gerak dan warna yang dinamis. Oleh karena itu televisi dipercaya merupakan media pe-nerangan, dakwah, dan pendidikan yang selain menambah pengetahuan dan wawasan, dalam kondisi tertentu juga dapat membentuk opini,sikap dan peri-laku khalayak (Hamijoyo, 2004). Mengapa debat capres-cawapres pilpres 2004, disiarkan oleh televisi bukannya media massa lain seperti radio, koran, dan sebagainya? Media TV dipilih karena keunggulan-keunggulannya. Tujuan akhir dari KPU dengan di-siarkannya debat capres-cawapres di televisi adalah agar seluruh masyarakat Indonesiadapatmengetahuiakanvisi-misidanprogramkerjacapres-cawapres.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 44

Tetapi tujuan capres-cawapres yang bersangkutan sudah pasti bukan hanya visi-misi dan program kerja itu saja. Melainkan juga bagaimana untuk bisa men-ciptakan image yang menarik agar supaya khalayak terpengaruh untuk memilih dia (capres) dalam pemilihan presiden 2004. Pesan yang mudah dapat dimengerti dan dipahami akan mampu meng-gerakkan atau mendorong perubahan perilaku pada diri khalayak, sehingga akan membuat makna yang terkandung dalam pesan tersebut dapat membu-kakan mata khalayak untuk melihat keuntungan atau nilai praktis dari pesan yang disampaikan. Dalam acara kampanye dialog atau debat capres-cawapres di televisi, capres-cawapres pada saat menyampaikan pesan dalam hal ini berupa visi-misi dan rencana program kerja, maka dia telah bertindak sebagai komunika-tor. Salah satu faktor sukses komunikator dalam menyampaikan pesan adalah daya tarikfisik (fisicallyatractivenes).Hal inidisampaikanolehHaroldSigalldanElliotAronsonyangtelahmelakukanpenelitianmengenaipengaruhdayatarikfisikterhadapkeberhasilandalampenyampaianpesan(Rachmat,2002:114). Pemenuhan kebutuhan manusia untuk memeroleh kepuasan dari me-dia massa seperti televisi dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Uses andGratifications.Teoriinimenjelaskanbahwakhalayaksecarasadardanaktifmengaitkandirimerekadenganmediatertentuuntukmemperolehgratifikasi.Gratifikasiadalahpelariandiridariperasaankhawatir,peredaanrasakesepian,dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak sosial. Seorang meny-enangi acara televisi yang disajikan oleh stasiun televisi karena kebutuhannya akan terpuaskan kalau menonton acara tersebut. Teori ini memahami interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan media oleh orang itu dan kepuasan yang diperolehnya. Kenyataan yang ada pada masyarakat kita saat ini adalah, bahwa sikap masyarakat kita masih banyak yang menganut budaya panutan (paternalistik). Maksudnya dalam bersikap terhadap hal-hal tertentu masih mengikuti apa ke-hendak dari seorang tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai karisma. Misalnya dalam menentukan pilihan pada saat pemilihan umum, masyarakat pedesaan atau masyarakat tradisonal cenderung mengikuti anjuran seorang Kyai atau seorang yang ditokohkan di lingkungan masyarakat setempat. Bagi masyarakat perkotaan yang umumnya lebih modern dan tingkat intensitas dalam mengkonsumsi media lebih tinggi, cenderung lebih rasional, sehingga pertimbangannya lebih banyak didasarkan pada informasi-informasi yang diserap dari media massa daripada ikut-ikutan tunduk kepada seorang tokoh yang tak begitu dikenalnya secara pribadi.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.245

II.3 Kerangka Konseptuala). Sikap Sikap adalah kondisi internal seseorang dalam bentuk kecenderungan semata-mata, tersembunyi atau tertutup. Baru sikapnya itu diketahui orang apabila diekspresikan. Pengekspresiannya dapat dilakukan secara verbal, yaknidengankata-kataatausecaranirverbalfisik.Jikadiekspresikansecaraverbal, maka jadilah opini atau pendapat atau pandangan dan kalau diekpresi-kansecaranirverbalfisik,jadilahperilakuataukegiatanatautindakan.Mesinyaopini dan perilaku itu sesuai dengan sikap, karena merupakan ekspresi sikap, tetapi pada kenyataannya tidak selalu demikian. Jika sikap seesorang positif maka opini dan perilakunya juga akan positif tetapi jika sikap seseorang negatif, maka opini dan perilakunya akan menjadi negatif pula. Sikap yang terdapat pada diri seseorang terdiri dari tiga komponen yakni kognisi (cognition) berben-tuk tekad atau itikad. Konasi adalah resultan paduan kognisi dan afeksi, dengan perkataan lain tekad atau itikad adalah hasil paduan pikiran dan perasaan. Jadi kalau opini dan perilaku itu adalah ekspresi dari sikap, dan sesungguhnya ak-spresi dari konasi atau tekad atau itikad.

b). Kualitas Dialog DalamensiklopediIndonesiadijelaskan,yangdimaksuddengankuali-tas adalah tingkat baik-buruknya sesuatu. Kadar bagaimana derajat kepanda-ian atau kecakapan. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas atau berkua-litas adalah apabila orang tersebut mempunyai kecakapan atau kepandaian. Kualitasmanusiadibagimenjadiduaunsurutama,yaitukualitasfisikdannonfisik.Unsur-unsurfisikantara lainkeadaanfisikyangditunjukkanolehstatusgizi (misalnya tinggi dan berat badan), serta status kesehatan dan kesegaran jasmani.Sedangkanunsur-unsurkualitasnonfisikadalahkualitasbudipekertidan spiritual serta kualitas mental-emosional. Secara keseluruhan unsur-unsur kulitas tersebut menentukan kualitas dan interaksi manusia tersebut dengan lingkungan social dan lingkungan spiritualnya.Dengan demikian kualitas dialog berarti suatu percakapan atau wawancara dari beberapa orang yang mempunyai derajat kecakapan serta kepandaian.

c). Daya Tarik Fisik Dalam pergaulan, akan selalu terjadi interaksi. Tanpa ada yang menyu-ruh, pada saat terjadi interaksi kita akan selalu memperhatiakn manusia lain, dan memberikan penilaian secara subjektif kepada orangg tersebut. Misalnya seorang mahsiswa yang sedang mengikuti kuliah di kelas akan memperhatikan dosennya, seorang pembeli akan memperhatikan penjualnya dan komunikan akan memperhatikan komunikatornya, penonton bioskop akan memperhatiakn bintangfilmnya.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 46

Dari perhatian yang diberikan kepada orang lain tersebut, kita akan menilai bahwa orang ini berwajah tampan, berparas cantik, bertubuh indah, berkulit bersih, gagah, berbicara sopan, dan berpenampilan menarik.

II.4 Operasional Konsep Konsep “pengaruh dialog dan personalitas terhadap penentuan pilih-andalampemilupresidensecara langsung”berartiupayauntukmengetahuiseberapa besar pengaruh kampanye dialog di televisi terhadap sikap pemilih dalam menentukan pillihan mereka dalam pemilu presiden secara langsung. Dialog dan sikap pemilih (kecenderungan memilih) mahasiswa Stikosa-AWS dalam penelitian ini dapat dioperasionalkan sebagai berikut:1. Variabelbebas(X),adalahdialogdebatcapres-cawapresyangdisiarkan

secara langsung oleh media televisi. Dengan demikian aktivitas yang di-lakukan oleh responden adalah berbentuk aktivitas melihat, mendengar-kan dan memperhatikan materi dialog tersebut. Sadar atau tidak respon-den yang telah melihat, mendengarkan dan memperhatikan, dia juga telah melakukan penilaian terhadap objek yang diamati, termasuk di antaranya personalitas capres tersebut. Aktivitas responden yang akan diteliti dari variabel ini (dialog atau de-bat capres-cawapres) tersebut meliputi sub variabel sebagai berikut:

a. Kualitas dialog (variabel X1) variabel bebas.PenilaianparamahasiswaSTIKOSA-AWSterhadapkualitasdalamberdialogdari pasangan kendidat capres-cawapres SBY-Kalla pada kampanye pemilu presiden putaran kedua yang dikemas dalam “dialog dengan cara penajaman visi,misi,danprogram”,yaitu:• Tentang kecerdasan capres-cawapres dalam menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh tim panelis;• Rasa percaya diri capres-cawapres dalam acara dialog tersebut;• Kemampuan capres-cawapres dalam menyampaikan visi-misi dan rencana

program kerja.

b. Daya tarik fisik (variabel X2) adalah variabel bebas. Dalam pemilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden, masya-rakat tampaknya lebihmendasarkanapresiasimerekapadasosokataufigurcalon presiden dari pada wakilnya. Untuk itu dioperasionalisasikan sebagai penilaianparamahasiswaStikosa-AWSterhadapdayatariksecarafisikdaricapres-cawapres tersebut meliputi:• Wajah(misal:cantik/tampan);• Penampilan (misal: cara berpakaian, kesopanan);• Fisik(misal:gagah/semampai)

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.247

2. Sikap Pemilih (variabel Y) adalah variabel tak bebas.Perilaku atau kecenderungan tindakan mahasiswa Stikosa-AWS dalam menentukan pilihan capres-cawapres pada pelaksanaan Pemilu Presiden secara langsung tahun 2004 putaran II yang merupakan model pemiluyang baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia dan sianggap palingdemokratis.Selanjutnya variabel Y (sikap pemilih) ini dioperasionalisasikan sebagai berikut: • Penilaian calon pemilih tentang kecerdasan capres• Penilaian calon pemilih tentang perilaku agamis capres• Penilaiancalonpemilihtentangrasapercayadiricapresdalamdialog/

debat capres.

II.5 Metode Penelitiana. Tipe penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan metode ex-planatory survey. Yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.

b. Populasi dan Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif Stikosa-AWS(SekolahTinggiIlmuKomunikasi-AlmamaterWartawanSurabaya)seba-nyak 344 orang. Berdasarkan tingkatannya, seluruh mahasiswa Stikosa pada semester gasal tahun akademik 2004-2005 berjumlah 346 mahasiswa yang terbagi dalam 4 semester sbb.:SemesterI :101mahasiswaSemesterIII :89mahasiswaSemesterV :80mahasiswaSemesterVII/IX :74mahasiswa

Penarikan sampel dilakukan dengan teori stratified sampling yaitusebuah teknik pengambilan sampel yang dilakukan jika populasi terdiri dari golongan-golongan yang mempunyai susunan bertingkat. Selanjutnya diambil sampel sebesar 15% atau sejumlah 50 mahasiswa terdiri dari laki-laki 21 orang dan perempuan 29 orang.

c. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpul an data dalampenelitian ini dilakukandengan: kuisioner/angket, observasi, interview.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 48

d. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Untuk kepentingan analisis, dibuat model struktur hubungan kausal antar variabel (diagram jalur) sbb.:

Regresi linier berganda untuk mengetahui dan memprediksi pengaruh variabelX1danvariabelX2,baiksecarabersama-samamaupunsecaraparsialterhadap variabel Y, dengan persamaan sbb.:

Y=β0 + β1X1 + β2X2 + ε

Dimana:Y = sikap pemilihX1 =kualitasdialogX2 =dayatarikfisikΒ0 =KonstantaB1 =KoefisienregresivariabelkualitasdialogB2 =Koefisienregresivariabeldayatarikfisikε =Kesalahanatauerror

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.249

Langkah-langkah pengujian hipotesis

1. Uji SimultanUntuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak bebas, dilakukan Uji-F dengan rumus:

F = R2 ( n-k-1) k (1-R2) Di mana:F = Nilai test terhadap nilai Fn = Jumlah sampelk = Jumlah Predictor

2. Uji PartialUntuk mengetahui keeratan antar variabel digunakan uji-t sebagai berikut:

t-test= r

di mana:t =tessignifikankorelasir =koefisienkorelasik = jumlah regresor

3. Pengukuran persentase pengaruh semua variabel bebas Persentase pengaruh semua variabel bebas terhadap nilai variabel tak bebasditunjukkanolehbesarnyakoefisiendeterminasi(R2).Uji Validitas Untuk mengetahui apakah instrumen dalam penelitian ini sahih atau tidak, maka perlu dilakukan uji validitas. Pengujian meliputi validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construk validity). Uji validitas dilakukan dengan menganalisis setiap item dengan cara mengkorelasikan setiap skor item de-ngan skor total. Rumus korelasi yang dapat digunakan adalah korelasi Product Moment korelasi Pearson dengan rumus sbb.:

rxy=n∑xy-∑x∑y ______________________________ √{n∑x2 -(∑x)2 } { n ∑y2 - ( Y )2 }

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 50

Dalammemberikaninterpretasiterhadapkoefisienkorelasi,item–itemyang mempunyai korelasi positif dengan skor total serta kolerasi yang tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula biasa-nyasyaratminimumuntukdianggapmemenuhisyaratadalahkalaukoefisienkorelasi(r)lebih≥0,3makaitemtersebutdisebutfalid.

PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yaitu variabel bebas yaitukampanyedialogditelevisi(X1)terdiridari10butiritem.Dayatarikfisikcapres(X2)terdiridarilimabutiritemdanvariabeltakbebasyaitusikappemi-lih (Y) terdiri dari 19 butir item. Untuk pengelolahan data digunakan software SPSS versi 11.05. hasil pengolahan tersebut sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 1HASI KORELASI ITEM KUESINER

VARIABEL KAMPANYE DIALOG DI TELEVISI (X1)

No. Butir Koefisien Korelasi KeteranganItem1 .711 ValidItem2 .670 ValidItem3 .597 ValidItem4 .743 ValidItem5 .771 ValidItem6 .844 ValidItem7 .750 ValidItem8 .617 ValidItem9 .840 ValidItem10 .825 Valid

Tabel 1 di atas bahwa untuk semua item instrumen penelitian variable KampanyeDialogDiTelevisi(X1)diperolehkoefisienkorelasinyadiatas0,3.Hal ini menunjukkan setiap item pertanyaan penelitian ini dapat dikatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. KoefisienkorelasisemuaiteminstrumentpenelitianvariableDayaTarikFisikCapres(X2)terhadaptotalskormenunjukkankoefisienkorelasinyadiatas3,3,koefisienkorelasiinimenandakanbahwasemuaiteminstrumentpenelitiantermasuk katagori valid, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian (lihat table 4.5).

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.251

Tabel 2HASIL KORELASI ITEM KUESINER

VARIABEL DAYA TARIK FISIK CAPRES (X2)

No. Butir Koefisien Korelasi KeteranganItem1 .776 ValidItem2 .656 Valid

Item3 .666 ValidItem4 .542 ValidItem5 .532 Valid

Korelasi semua item instrument penelitian variable Sikap Pemilih (Y) terhadap total skor (lihat tabel 2) diperoleh koefisien korelasinya diatas 0,3,koefisienkorelasiinimenandakanbahwasemuaiteminstrumentpenelitianun-tuk variable Sikap Pemilih termasuk kategori valid, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.

Tabel 3HASIL KORELASI ITEM KUESINER

VARIABEL SIKAP PEMILIH (Y)

No. Butir Koefisien Korelasi KeteranganItem1 .789 ValidItem2 .712 ValidItem3 .753 ValidItem4 .810 ValidItem5 .582 ValidItem6 .789 ValidItem7 .578 ValidItem8 .432 ValidItem9 .370 Valid

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 52

1.Uji Reliabilitas Uji realibilitas digunakan untuk menunjukkan sejauhmana hasil dari pengukuran itu hasilnya relatif konsisten, bila pegukuran tersebut diulangi dua kali atau lebih. Reliabilitas itu sendiri artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu penguku-ran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliable). Reliabilitas merupakan salah satu cirri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keter-handalan, keajegan, konsistensi, kestabilan dan sebagainya. Namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana data hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error). Teknikperhitungankoefisienreliabilitasyangdigunakandisiniadalahdenganmenggunakancara:AlphaCronbach.Bilaα≥0,6datalayakdipergu-nakan untuk penelitian (Hair,Tatham,Anderson&Black, 1995:639).RumusAlpha digunakan adalah

k1-∑σ2 b

r11 = ____ _______ (k-1)σ21

keterangan :r11 = reliabilitas instrumentk = banyaknya butir pertanyaan∑σ²b =jumlahvariansbutir∑σ²1 =varianstotal

Berdasarkan tabel 3 semua item instrument penelitian variable kam-panyedialogditelevisi(X1)diperolehnilaiα≥0,6,halinimenandakansemuaitem instrumen variabel kampanye dialog di televisi dinyatakan reliable dan layak untuk digunakan dalam penelitian.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.253

Tabel 4HASIL UJI RELIABILITAS

VARIABEL KAMPANYE DIALOG DI TELEVISI (X1)

**** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****

RELIABILITYANALYSIS–SCALE(ALPHA)

ReliabilityCoefficients

NofCases=50.0 NofItems=10 Alpha = .9064

Hasil uji reliabilitas semua item instrument penelitian variabel daya tarik fisikcapres(X2)diperolehdarinilaiα≥0,6,makauji reliabilitassemua iteminstrumen variabel sikap pemilih dikatakan reliable dan layak untuk digunakan pada penelitian.

Tabel 5HASIL UJI RELIABILITAS

VARIABEL DAYA TARIK FISIK CAPRES (X2)

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis******

RELIABILITYANALYISIS–SCALE(ALPHA)

ReliabilityCoefficients

NofCases=50.0 NofItems=5 Alpha = .6223

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 54

Tabel 5 mennunjukkan hasil ujij reliabilitas semua item instrumen variabel sikap pemilih(Y).diperolehnilaiα≥0,6,makaujireliabilitassemuaiteminstrumenvariabel sikap pemilih dikatakan reliable dan layak untuk digunakan pada pe-nelitian.

Tabel 6HASIL SKOR TOTAL

VARIABEL SIKAP PEMILIH (Y)

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis******

RELIABILITYANALYSIS–SCALE(ALPHA)

ReliabilityCoefficients

NofCases=50.0 NofItems=9

Alpha=.8263

2.Total Skor Variabel Penelitian2.1 Sikap Pemilih (Y) Skor yang diberikan responden tentang sikap sosial adalah nilai yang diperoleh dari jawaban menurut kategori yang telah ditentukan yaitu menurut pengukuran skala ordinal. Setelah dilakukan perhitungan atas 9 item pertanya-an untuk mengukur sikap pemilih terhadap 50 responden diperoleh skor tinggi 42danskorterendah28.Distribusifrekuensidari50respondenberdasarkannilai skor diperoleh sebagai berikut :

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.255

Tabel 7HASIL SKOR TOTAL

VARIABEL SIKAP PEMILIH (Y)

No. Skor Total Variabel X1 Frekuensi Presentase1 28.00 1 2.0

2 29.00 3 6.0

3 30.00 2 4.0

4 31.00 2 4.0

5 33.00 4 8.0

6 34.00 7 14.0

7 35.00 2 4.0

8 36.00 6 12.0

9 37.00 5 10.0

10 38.00 6 12.0

11 39.00 3 6.0

12 40.00 9 4.0

13 41.00 4 8.0

14 42.00 3 6.0

Total 50 100.0

Distribusi responden berdaasarkan skor total mesing-masing item tersebut, dapat dilakukan pengelompokkan skor total. Pengelompokkan skor total atas variabel sikap pemilih diharapkan dapat diperoleh gambaran lebih jelas tentang distribusi frekuensi responden. Pengelompokkan ini dilakukan atas dasar interval skor total terendah dengan skor total diatasnya. Berdasarkan skor responden untuk variabel sikap pemilih didapat gam-baran, bahwa paling banyak responden pada katagori tinggi (33 – 45) sebanyak 42orang,danpadakatagorisedang(21–32)sebanyak8orang,danpadakatagori rendah tidak ada.

2.2 Kampanye Dialog di Televisi Skor kampanye dialog di televisi ini juga dikatagorikan menurut pengu-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 56

kuran skala ordinal. Jumlah item untuk kampanye dialog di televisi sebanyak 10 butir item, sehingga nilai tertinggi adalah 49 dan nilai terendah adalah 31. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 8HASIL SKOR TOTAL

VARIABEL KAMPANYE DI TELEVISI (X1)

No. Skor Total Variabel X1 Frekuensi Presentase1 31.00 1 2.02 32.00 1 2.03 33.00 2 4.04 34.00 1 2.05 35.00 2 4.0

6 36.00 4 8.07 38.00 3 6.08 39.00 6 12.09 40.00 6 12.010 41.00 1 2.011 42.00 2 4.0

12 43.00 1 2.013 44.00 4 8.014 45.00 6 12.015 46.00 4 8.016 47.00 3 6.0

17 48.00 1 2.0

18 49.00 2 4.0Total 50 100.00

Berdasarkan skor responden untuk kampanye dialog televisi dapat gambaran bahwa paling banyak skor katagori tinggi yaitu sebanyak 39 orang, sedangkan katagori sedang sebanyak 11 dan pada katagori rendah tidak ada.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.257

2.3 Daya Tarik Fisik Capres Skordayaraikfisikcapresinijugadikatagorikanmenurutpengukuranskalaordinal.Jumlahitemuntukdayatarikfisikcapressebanyak5butiritem,sehingga nilai tertinggi adalah 25 dan nilai terendah adalah 16. hasil yang diper-oleh dari penelitian ini dari sebagian berikut :

Tabel 9HASIL SKOR TOTAL

VARIABEL DAYA TARIK FISIK CAPRES (X2)

No. Skor Total Variabel X2 Frekuensi Presentase1 16.00 1 2.02 17.00 1 2.03 18.00 6 12.04 19.00 5 10.05 20.00 14 28.06 21.00 7 14.07 22.00 6 12.08 23.00 7 14.09 24.00 2 4.0

10 25.00 1 2.0Total 50 100.0

Berdasarkanskorrespondenuntukdayatarikfisikcapresdapatgam-baran bahwa paling banyak skor katagori tertinggi yaitu sebanyak 42 orang. Sedangkanpadakatagorisedangsebanyak8orangdanpadakatagorirendahtidak ada.

2.4 Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian statistik lainnya uji asumsi klasik dilaku-kan lebih dahulu mengecek kelayakan moden analisi regresi. a. Uji Multikolinieritas Salah satu metode untuk mengukur multikolinieritas adalah menggunakanVarianceInflatoryFactor(VIF)untuktiapvariablebebasnya.Be-dasarkanperhitunganVIFdenganbantuansoftwareSPSSsebagaiberikut:

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 58

Tabel 10UJI MULTIKOLINIEARITAS

ModelCollinearity StatisticsTolerance VIF

1 (Constant) Kampanye Dialog di TelevisiDayaTarikFisikCapres

.993

.993

1.007

1.007 a. Dependent Variable : Sikap Pemilih BerdasarkantabeldiataspadakolomVIFatauVarianceInflationFac-tor diperoleh nilai untuk semua variable bebas mendekati angka 1 atau dibawah angka 5, hal ini menunjukkan bahwa kedua variable bebas tersebut tidak mem-punyai persoalan Multilinieritas.

b. Uji AutokorelasiUntuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variable tergantung dengan variable penggunaan (e ) digunakan uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin – Watson test.

TABEL 11MODEL SUMMARY (b)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin – Watson

1 .761 (a) .579 .561 3.4185596 1.271

aPredictors:(constant),dayaTarikFisikCapres,kampanyeDialogdiTelevisib Dependent Variable : Sikap Pemilih

Pada tabel ini diperoleh hasil D – W sebesar 1,271 hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara variable tergantung dengan variable pengganggu.

c. Uji Heteroskedastik Heteroskedastik dimaksudkan terdapat hubungan antara variable pengganggu dengan variable bebas dimana variable tergantung yang diguna-kan tidak hanya dijelaskan oleh variable bebas tetapi juga dipengaruhi dengan variable pengganggu. Hipotesis pertama yang akan diuji untuk variable kampanye dialog di

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.259

televisi dapat dioperasionalkan sebagai berikut: Ho = tidak terdapat heteroskedastik dalam regresi. Ha = terdapat heteroskedastik ke dalam regresi. Hasilyangdiperolehmenunjukkanbahwanilaisignifikasi=0,147lebihbesar dari probabilitas alfa = 5 % hal ini berarti tidak terdapat heteroskedatik dalam regresi antara variabel komunikasi interpersonal keluarga dengan nilai residu.

Tabel 12UJI HETEROSKEDASTIK

UNTUK VARIABEL KAMPANYE DIALOG DI TELEVISI

ModelUnstandardizedCoef-

ficientsStandardized coefficients t Sig.

B Std.Error beta

1

( constant)KampanyeDialog di Televisi

4.322

-.066

1.204

.045 -.208

3.590

-1.473

.001

.147

Tabel 13

UJI HETEROSKEDASTIKUNTUK VARIABEL DAYA TARIK FISIK CAPRES

ModelUnstandardizedCoef-

ficientsStandardized coefficients t Sig.

B Std.Error Beta

1( constant )Daya Tarik Fisik Capres

.726

.144

1.395

.105.195

.520

1.375

.605

.176

HipotesiskeduayangakandiujiuntukvariableDayatarikfisikcapresdapat dioperasionalkan sebagai berikut:

Ho = tidak terdapat heteroskedastik dalam regresi. Ha = terdapat heteroskedastik ke dalam regresi.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 60

Hasilyangdiperolehmenunjukkanbahwanilaisignifikasi=0,057lebihbesar dari probabilitas alfa = 5 % hal ini berarti tidak terdapat heteroskedatik dalam regresi antara variabel kredibilitas otang tua dengan nilai residu.

2.5 Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis Variabel tidak bebas (Y) yaitu sikap pemilih dan dua variabel bebas yaitukampanyedialogditelevisi(X1)dandayatarikfisikcapres(X2)denganmenggunakan analisis regresi linier berganda dengan hasil sebagai berikut

TABEL 14ESTIMASI REGRESI LINEAR BERGANDA

VARIABEL KAMPANYE DIALOG DI TELEVISI DAN NYATA TARIK FISIKTERHADAP SIKAP PEMILIH

***** MULTIPLEREGRESSION*****

EquationNumber1DependentVariableSikapPemilih

BlockNumber1.Method:EnterKampanyeDialogdiTelevisi DayaTarikFisikCapres

Variable(s)EnteredonStepNumber 1. Kampanye Dialog di Televisi 2. DayaTarikFisikCapres

Multiple R .761 R Square .579 Adjusted R Square .561 StandartError 3.4186

Analysis of Variance DF Sum of Square Mean Square F Sig.FRegression 2 754.717377.25832.290.000Residual 47 549.268 11.687Total 491303.984

---------------Variables in the Equation-------------------

VariableBSEBBetaTSig.Tr^2(constant)1.2182.912.418.678KampanyeDialog..552.075.7027.386.000.5373 Di TelevisiDayaTarikFisikCapres.442.175.2402.530.015.1197

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.261

Dari tabel fungsi linier berganda dalam penelitian ini adalah :

Y = 1.218 + 0,552 X1 + 0,442 X2

Keterangan :Y = Sikap pemilih.X1 =KampanyeDialogdiTelevisiX2 =DayaTarikFisikCapres

SelanjutnyadarikoefisienBetadiketahuiperbandinganrelatifpenting-nya suatu varuabel bebas dengan variabel bebas lainnya terhadap variabel tidak bebas dalam model dengan penjelasan sebagi berikut:1. Nilaikoefisienregresivariabelkampanyedialogditelevisi(X1)=0,552arti-

nya jika kampanye dialog di televisi berubah dengan satu – satuan maka sikap pemilih (Y) akan berubah sebesar 0,552 satuan dengan anggapan bahwa variabel bebas lainnya tetap.

2. Nilaikoefisienregresivariabeldayatarikfisik(X2)=0,442artinyajikadayatarik capres berubah dengan satu – satuan maka sikap pemilih (Y) akan bertambah sebesar 0,442 satuan dengan anggapan bahwa variabel bebas lainnya tetap.

2.6 Pengujian terhadap Koefisien Regresi ( uji total /Simultan) Uji Simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau secara bersama – sama variasi perubahan nilai variabel bebas dapat men-jelaskan variasi perubahan nilai variabel bebas dapat menjelaskan variasi pe-rubahan nilai variabel tak bebas.Hipotesis : Ho:β1=β2=β3=0 (Tidak ada pengaruh bersama – sama variabel kampanye dialog di televisi dan dayatarikfisikcapresdansikappemilih.) Ha:β1≠β2≠β3≠0(ada pengaruh bersama – sama variabel kampanye dialog di televisi dan daya tarikfisikcapresdansikappemilih.) Berdasarkantabel14nilaisignifikasi=0,000lebihkecildariprobabili-tasalfa=5%iniberartivariabelkampanyedialogditelevisidandayatarikfisikcapresmempunyaipengaruhterhadapsignifikasiterhadapsikappemilih.

2.7 Pengujian terhadap Koefisien Regresi ( uji Partial) Ujipartialdigunakanuntukmengujitingkatsignifikasimasing–masingvariabel bebas terhadap variabel tak bebas dengan cara membandingkan nilai

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 62

uji –t dengan probabilitas alfa = 5%. Sesuai tabel 14 diperoleh:1. Untukmengujivariabelkampanyedialogditelevisi(X1)terhadap sikap pemilih (Y). : Ho:β1=0(tidakadapengaruhkampanyedialogditelevisiterhadap sikap pemilih) Ho:β2≠0(adapengaruhkampanyedialogditelevisiterhadapsikap pemilih) Berdasarkanperhitungannilaisignifikasi(X1)=0,000ternyatalebihke cil dari probabilitas alfa = 5% yang artinya variabel kampanye dialog ditelevisimempunyaipengaruhyangsignifikanterhadapsikap pemilih (Y)2. Untukmengujivariabeldayatarikfisikcapres(X2)terhadapsikap pemilih (Y): Ho:β1=0(tidakadapengaruhdayatarikfisikterhadapsikap pemilih) Ho:β2≠0(adapengaruhdayatarikfisikterhadapsikappemilih) Hasilperhitungandiperolehnilaisignifikansiuntukvariabeldayatarik fisikcapres(X2)=0,015terntaralebihkecildariprobabilitas alfa=5%.Halinimenandakanbahwavariabeldayatarikfisikcapres (X2)mempunyaipengaruhyangsignifikasikanterhadapsikappemilih (Y). Dari hasil uij –t tersebut dapat diketahui bahwa secara patial variabelyaitukampanyedialogditelevisidandayatarikfisikcapres mempunyaipengaruhyangsignifikanterhadapsikappemilih.

2.8 Pengukuran Persentase Pengaruh Variabel Bebas Persentase pengaruh semua variabel bebas terhadap nilai variabel tak bebas ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R²/R-Squred).Padatabel 14 diperoleh hasil R Squared sebesar 0,579. hal ini berarti 57,9% peruba-han dari variabel sikap pemilih (Y) dipengerahui oleh masing – masing variabel bebasyaitukampanyedialogditelevisidandayatarikfisikcapresyangmenjadipenelitian ini dan sisanya 42,1% ditentukan oleh variabel lain yang tidak teliti dalam penilitian ini. Berdasarkanpengaruhpartial,variabelkampanyedialogditelevisi(X1)mempunyai pengaruh paling besar = 53,73% diantara variabel bebas lainnya terhadapsikappemilih(Y)danvariabeldayatarikfisikcapres(X2)mempunyaipengaruh paling rendah = 11,97% terhadap sikap pemilih.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.263

III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa dialog atau de-batcapresditelevisidandayatarikfisikcapressangatlahmempengaruhisikapcalon pemilih pada pemilu presiden. Besar pengaruh variabel diatas sebesar 57,79% sedangkan pengaruh variabel lain 42,21%. Beberapa variabel bebas menunjukkan antara kampanye dialog di te-levisi/debetcapres,dandayatarikfisikcapresmenjelaskanadanyakorelasiyang bersifat positif. Semakin baik citra seorang capres dan didukung kecer-dasan yang tinggi maka sikap calon pemilih menunjukkan ada kecenderungan lebih menerima calon tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari,2000,AnalisisRegresi:Teori,KasusdanSolusi,EdisiKedua,CetakanI,Yogyakarta,BPVE.

Hadi, Sutrisno,1998,Statistik,AndiOffset,Yogyakarta.

Liliweri, Alo,2000,KomunikasiVerbaldanNonVerbal,CitraAdityaBakti,Ban-dung.

Littlejohn,Stephen W,1996,TeoriesofHumanCommunication,TerjemahanUniversitas Padjadjaran, Bandung.

McQuail.,1987,TeoriKomunikasiMassa,Erlangga,Jakarta.

Mulyana,Dedy.,2001,IlmukomunikasiSuatuPengantar,RemajaRosdaKarya,Bandung.

Rakhmat,Jalaludin,1992, Retorika Modern : Pendekatan Praktis, Rosda Karya, Bandung.

Sugiyanto,Hadi.,2004,Statistik Sisial Terapan,Hand Out Kuliah,Universitas Dr. Soetomo, Surabaya.

Wiryanto., 2000, Teori Komunikasi Massa, PT. Gramedia, Jakarta.

Yulianita, Neni., 2004, Komunikasi Pemasaran, Universitas Dr. Soetomo, Surabaya.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 64

I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian ini untuk melihat tone of political advertising di iklan televisi dari iklan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai kandidat presiden di pemilihan presiden 2004. Penelitian ini mempunyai sig-nifikansidibidangkomunikasipolitikkarenayangakanditeliti inimerupakaniklanpolitikpertamadiIndonesiayangdimediakandimanapilpres2004inijugamerupakanpemilihanpresidenlangsungyangpertamakalidiIndonesia. Penelitian ini mempunyai asumsi bahwa tiap-tiap kandidat memilih tone of political advertising untuk menarik voters dalam pemilihan presiden. Seperti dikemukakan oleh Wen, Benoit dan Yu bahwa ada tiga tones of political adver-tising yaitu acclaims (positive utterances), attacks (negative utterances) dan defence (protecting from attack). Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa ac-claims lebih berkorelasi secara positif dengan peningkatan popularitas daripada attacks dan defence (Wen et al., 2004, p. 140-155). Berdasarkan pernyataan Wen, Benoit dan Yu di atas, maka penelitian ini mencoba melihat dan men-ganalisis the tone of political advertising di iklan televisi dari Megawati Soeka-rnoputridanSusiloBambangYudhoyono,sehinggadapatmengklasifikasikankecenderungan tones categories of political advertising yang digunakan di iklan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono apakah mereka cenderung meng-gunakan acclaims, attacks atau defence. Untuk melihat the tone of political advertising ini digunakan analisis se-miotik pada sebelas iklan yang terdiri dari 6 iklan Megawati dan 5 iklan Susilo diputaranpertamapemilihanpresiden2004.Inidipilihkarenaisidariiklandiputaran pertama lebih lengkap daripada iklan di putaran kedua.

Andria Saptyasari,M.SiStaf Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP Universitas Airlangga

Tone Iklan Presiden Indonesia 2004 di Televisi

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.265

b.Rumusan Masalah:Bagaimana the tone of political advertising di konstruksikan lewat text, visual images dan sound effects di enam iklan Megawati dan lima iklan Susilo di te-levisi?

c.Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini untuk medeskripsikan the tone of political advertising yang di konstruksikan lewat text, visual images dan sound effects di enam iklan Megawati dan lima iklan Susilo di televisi.

d.Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang kecenderungan the tone of political advertising yang di konstruksikan lewat text, visual images dan sound effects di enam iklan Megawati dan lima iklan Susilo di televisi apakah acclaims, attacks atau defence.

e.Tinjauan Pustaka • Budget Iklan Presiden Tahun 2004 Pada tahun 2004, ada regulasi baru KPU termuat dalam Peraturan Nomer48,yangmembolehkan kandidatpresidenberiklanselama25menitper hari di stasiun radio dan televisi, dan satu halaman per hari di surat kabar untukmemberikanedukasi tentangmisi-misimerekapadamasyarakat Indo-nesia(USINDO,2004;IDEA,2003).Iniadalahpertamakalinyakandidatpolitikmengiklankan isu,citradankebijakanmereka lewatmedia (KPIcited inCE-TRO, 2004). DalamkonferensipersPanwaslu,AhmadFaisoldariISAImengatakanbahwa dari tanggal 6 sampai 10 Juni 2004, kelima kandidat awal: Megawati, Wiranto, Susilo, Hamzah Haz, and Amien Rais, masing-masing membelanja-kan uang iklan sebesar Rp6.5 milyar (477 spots), Rp6.02 milyar (413 spots), Rp4.6 milyar (412 spots), Rp1.7 milyar (230 spots), and Rp1.37 milyar (149 spots)pada11stasiuntelevisitermasukTVRI,RCTI,GlobalTV,Indosiar,SCTV,ANTV,TV7,MetroTV,Lativi,TPIandTransTV(FaisolcitedinJunaidi,2004).Data di atas menunjukkan Megawati lebih banyak menggunakan iklan televisi disebabkan karena target utamanya adalah the grassroots level (FKR, 2004, p. 3) yang memiliki tingkat literacy rendah dan lebih memilih media elektronik daripadamediacetak(Wimmer&Dominick,2003,p.311).SebaliknyaSusilomenduduki tempat ketiga dalam beriklan di televisi dan dia lebih memilih meng-gunakaniklansuratkabardibandingmediaelektronik(EUEOM,2004)karenatarget utamanya adalah educated people termasuk para profesional, pemimpin religius dan murid-murid SMA (Siboro, 2004), untuk menjaring siapa-siapa yang

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 66

tidak menjadi target utama Megawati. Dan hasil pemilihan presiden putaran kedua tanggal 20 September 2004 menunjukkan Susilo unggul dengan mem-peroleh 60.7% suara dibanding Megawati yang memperoleh 39.4% suara (KPU cited inCarterCenter, 2004). Inimenunjukkanwalaupun nilai nominal yangdikeluarkan untuk iklan politik di media lebih besar, tidak menjamin perolehan suara juga akan meningkat karena banyak faktor yang mempengaruhi termasuk tone yang dipakai apakah acclaims, attacks atau defence tone. Apalagi menu-rut Wen, Benoit dan Yu acclaims tone lebih berkorelasi secara positif dengan peningkatan popularitas daripada attacks dan defence (Wen et al., 2004, p. 140-155). Dengan kata lain, khalayak lebih senang pada iklan-iklan kandidat yang memiliki positive tone atau acclaims tone daripada yang menjelek-jelek-kan kandidat lain atau attacks tone. Lebih lanjut untuk menganalisis ini akan dibahastentangtoneiklanpresidensebagaiiklanpolitikdiIndonesia.

•Tone Iklan Presiden sebagai Iklan Politik di Indonesia Bagian ini akan mendiskusikan the tone of political advertisement di iklanpresidenIndonesiatahun2004. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, berkaitan dengan tone pada iklan politik, Wen, Benoit dan Yu mengatakan bahwa ada 3 macam tone yakni acclaims (positive utterances), attacks (negative utterances) dan defence (protecting from attack). Mereka menegaskan bahwa acclaims berkorelasi positif pada peningkatan popularitas dibanding attacks dan defence (Wen et al., 2004, p. 140-155). Berdasarkan kategori tersebut penelitian ini mencoba menganalisis tone yang dipakai Megawati dan Susilo di iklan televisi. Pengama-tan sepintas dari peneliti, Megawati menggunakan defence yang terlihat dalam keyword-nya “Sudah terbuktiSudah teruji,PilihMega-Hasyim”.Dengankatalain, Megawati ingin mengatakan: “Pilihlah saya karena saya adalah incumbent president di 2001-2004, dan saya lebih punya pengalaman menjadi pemimpin Negara daripada kandidat lain”. Ini merupakan tindakan memproteksi diridari serangan Susilo di kampanye capres. Sementara, Susilo menggunakan acclaimsdenganmengatakan“BersamaKitaBisa!”dan ini lebihmendukungpopularitasnya daripada keyword Megawati’s. Namun ini hanya pengamatan sepintas, yang nantinya akan dibahas lebih mendetail di temuan data. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebenarnya masing-masing kandidat memiliki tone yang berbeda tergantung pada tujuan mereka sendiri-sendiri. Meskipun Megawati dan Susilo mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menarik simpati para voters dalam pilpres, namun mereka mengemas pesannya secara berbeda. Sehingga walaupun isinya sama, tetapi maknanya bisa berbeda.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.267

Lewat text, visual images dan sound effects yang ada di enam iklan Megawati dan lima iklan Susilo di televisi akan dianalisis kecenderungan the tone of political advertising, apakah acclaims, attacks atau defence.

f.Metodologi Studi ini menggunakan qualitative content analysis method yang le-bih dikenal dengan semiotic analysis. Semiotik adalah sebuah metode untuk melihat bagaimanamaknadiproduksi danditransmisikan (O’Shaughnessy&Stadler, 2006, p. 112-113). Semiotik di sini digunakan untuk menganalisis mak-na teks, visual images dan sound effects dari iklan-iklan Megawati dan Susilo dikaitkan dengan kecenderungan the tone of political advertising mereka di iklan tersebut. Semiotik tidak bisa dilepaskan dari sistem tanda, dan menurut O’Shaughnessy and Stadler, tanda di sini dibagi menjadi dua bagian yaitu: sig-nifierdansignified(O’Shaughnessy&Stadler,2006,p.112-113).Sehinggaun-tuk menganalisis tanda yang ada di iklan harus dipisahkan dulu menjadi dua, yaitu1) signifiers, seperti logo, keywords, colour, voices, songdan images,dan2)signified,sepertimemaknaidanmenginterpretasimaknadenotativedankonotatifpadasemuasignifierstadi.Namun,tidaklahmudahuntukmemaknaidan menginterpretasi tanda tersebut, karena tanda-tanda tersebut mempunyai codes, conventions, dan systems yang berbeda-beda tergantung pada masing-masingculturalcontext(O’Shaughnessy&Stadler,2006,p.112-113).Sehing-ga,untukmenginterpretasisignifiersyangadadiiklantersebut,studiinimen-dasarkan diri pada analisis cultural context yang diperoleh dari berbagai artikel danbukuyangberkaitandenganPilpresIndonesia2004. Tahapan dalam penelitian ini antara lain:1. Menentukan sampel. Semua sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah iklan-iklan Megawati dan Susilo di Pilpres putaran pertama karena isinya lebih lengkap daripada di putaran kedua.

2. Selanjutnya, pada tahap intertextuality process, penelitian ini mencoba mengkonstruksihubunganantarasemuasignifiersyangadadalamiklan-iklantersebutdenganthetoneofpoliticaladvertisingdalamiklanPilpresIn-donesia 2004. Untuk menganalisis lebih dalam tentang the tone of political advertising di iklan Megawati dan Susilo, penelitian ini mencoba membuat narrative meaning of the tone yang ada di iklan mereka. Kemudian meng-klasifikasikannya ke dalam kategorisasi acclaims, defence atau attackstone berdasarkan penjabaran dari Wen, Benoit dan Yu (Wen et al., 2004, p. 140-155). Kategori di atas akan diaplikasikan untuk melihat kecenderungan the tone of political advertising yang dipakai Megawati dan Susilo di iklan mereka.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 68

g.Temuan dan Analisis DataBagian ini akan membahas dan mendeskripsikan the tone of political advertis-ing yang digunakan di 6 iklan Megawati dan 5 iklan Susilo.

II. PERMASALAHANAnalisis Iklan-Iklan Megawati 1.Tone di Iklan Megawati

•Attack dan defence tones di keywords Megawati KeywordsMegawati“SudahterbuktiSudahteruji,PilihMegaHasyim!”di iklannya meunjukkan attack dan defence tones. Keywords ini menggam-barkan tendensi Megawati secara eksplisit menyerang dan membela diri dari kandidatlain,dengankatalain,“Iamqualifiedtobepresidentandothersarenot,becauseIhaveaspecialqualityasincumbent”(Jamieson,1992,p.378),sehingga posisinya sebagai incumbent sangat menguntungkannya (Kompas, 2004,p.82),karenapendatangbaruyanglainbelummempunyaipengalamanseperti dirinya. Namun, keywords ini terlihat arrogant, yang mana menurut Jamieson, the arrogant packaging is seen to be an unattractive message (Jamieson, 1992, p. 139), dan masyarakat tidak menyukai negative campaigns seperti ini yang menggunakan attack dan defence tones. Mereka menganggap the negative po-liticaladvertisingasunfairnessbecauseitvilifiesothercandidates(Changetal.,1998).MeskipunadasatuiklanMegawatiyangmenggunakananeutraltone,masyarakatIndonesiasudahterlanjurterterpaattackingkeywordsyangadadilima iklannya yang lain. Menurut Wen, Benoit dan Yu, lebih banyak mengguna-kan attack dan defence tone, maka akan berkorelasi pada unpopularity (Wen et al., 2004, p. 140-155).

•Attack tone lewat images kekerasan militer ImageskekerasanmiliteryangadadiiklanMegawatiseperti:barikademiliter, pertikaian mahasiswa dengan militer, genjatan senjata dan penggunaan tank, serta pernyataan Megawati, “Tragedi krisis multidimensi dan kekerasan yang sangat menyengsarakan rakyat harus menjadi pelajaran dan harus kita perjuangkanagartidakterulangkembali”merepresentasikanbahwadiainginmengatakan, “Kita sudah punya pengalaman dipimpin oleh a military man, Soe-harto yang sering menggunakan aksi militer untuk menyelesaikan segala per-soalan yang muncul, untuk itu maka pilihlah saya karena saya adalah a civilian femaleyangtidakmenyukaicarakekerasanuntukmengatasikonflik.”Imagesini dan pernyataan Megawati tersebut merepresentasikan secara eksplist untuk menyerang kandidat lain yang berasal dari kalangan milite r seperti Susilo, un-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.269

tukmemastikanrakyatIndonesiatidakmemilihSusilo.Sehinggasepertihalnyadi atas, the attack tone sangat berkorelasi positif dengan unpopularity daripada the acclaims tone (Wen et al., 2004, p. 140-155). Lebih lanjut, attack tone di keywords dan images iklan Megawati yang menggunakan the direct and explicit language menunjukkan powerless lan-guage(Tannen,1998,p.269-270;Guerreroetal.,2007,p.177).Apalagibuda-yaIndonesiatermasukahighcontextcultureyanglebihmenyukaiindirectness(DeVito,2004,p.46-49),sehinggamasyarakatIndonesialebihmemilihkandi-dat yang menggunakan the indirect dan explicit language yang lebih menunjuk-kan politeness.

Analisis Iklan-Iklan Susilo1.Tone di Iklan Susilo•Implicit Attack tone DiiklanSusilomenunjukkantheattacktoneimplicitly.Contohnya,Susi-lomenggunakanlaguIslamiyangberjudulRinduRasulkaranganBimbo,yangsecara implisit ingin mengatakan bahwamasyarakat Indonesia sudah rinduuntuk dipimpin oleh presiden laki-laki setelah 3 tahun dipimpin oleh presiden perempuan,Megawati (2001-2004). Ini secara implisitmenyerangMegawatidengan mengatakan bahwa presiden seharusnya laki-laki dan bukan perem-puan,karenadalamIslam,Nabi(pemimpinagama)selalulaki-laki.Theattacktone yang lain yaitu kata-kata yang diucapkan seorang Muslimin, “Saat ini bangsa IndonesiamerindukanfigureBapak”yangkemudiandilanjutkanper-kataannyaolehseorangMuslimat,”BapakBangsa”.Komentaryangdiucapkanini dikatakan implisit menyerang Megawati karena bukan Susilo sendiri yang mengatakannya tetapi masyarakat yang menginginkan laki-laki sebagai presi-den atau bapak bangsa. Hal ini senada dengan yang ditemukan oleh survey Nielsen bahwamasyarakat Indonesia pada umumnya lebihmemilih laki-lakisebagai legislators dan lebih memilih laki-laki sebagai presiden (Nielsen, 2003). The implicit and indirect attack tones yang ada di iklan Susilo mengindikasikan penggunaan thepowerful language(Tannen,1998,p.269-270).Apalagiduaattack tones ini tercover oleh the acclaim tone yang ada di semua iklan Susilo sepertipenggunaankeywords,“BersamaKitaBisa!”,sehinggamasyarakatIn-donesia tidak menyadari keberadaan dua attack tones di iklan Susilo.

•Acclaim tone TheacclaimtonesyangadadikeywordsSusilo“BersamaKitaBisa!”mengekspresikan kata-kata emotif seperti hopeful, togetherness, equality and solidarity. Kata-kata emotif ini menciptakan a positive tone and a powerful meaning (Anderson, 1990, p. 136; Brader, 2006, p. 37). The acclaim tone yang

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 70

lain yang digunakan Susilo terlihat dalam iklan kelimanya: “Berilah kami kesem-patanuntukmewujudkanIndonesiayanglebihbaikdenganmemilihkamipadatanggal5Juli2004”.Pernyataannyainimenunjukkanbahwaiaingindipiliholehvoters, tetapi ia mengatakannya secara lebih sopan dan indirect dengan me-ngatakan“Berilahkamikesempatan”.Dengankatalain,sebagaianewcomer,Susilo menyadari bahwa dia tidak memiliki pengalaman sebagai presiden, tetapi bagaimana masyarakat tahu kemampuannya jika tidak memberikan ke-sempatan padanya untuk memimpin negeri ini sebagai presiden sehingga dia mengatakan seperti itu. Semua acclaim tones ini berkorelasi positif terhadap popularitasnya daripada the attack and defence tones (Wen et al., 2004, p. 140-155).Lebihlanjut,sepertidikatakansebelumnyabahwabudayaIndonesiater-masuk a high context culture yang lebih menyukai indirectness (DeVito, 2004, p.46-49),sehinggamasyarakatIndonesialebihmenyukaikandidatyangmeng-gunakan the indirect and explicit language untuk menunjukkan politeness.

III. KESIMPULAN Berdasarkan pada pernyataan yang dikemukakan oleh Wen, Benoit dan Yu bahwa ada tiga tones of political advertising yaitu acclaims (positive ut-terances), attacks (negative utterances) dan defence (protecting from attack), maka terlihat Megawati lebih memilih menggunakan attack dan defence tones di keywords dan images-nya, sedangkan Susilo lebih menggunakan acclaims dan implicit attacks tones di text, song dan pemilihan katanya. Lebih lanjut, seperti yang telah dikemukakan oleh Wen, Benoit dan Yu bahwa acclaims dan implicit attacks tones yang digunakan Susilo ini lebih ber-korelasi secara positif dengan peningkatan popularitas daripada attacks dan defence tones yang digunakanMegawati dalam iklannya.Apalagi Indonesiatermasuk negara high context culture yang lebih suka pada kandidat yang menggunakan bahasa yang lebih implicit dan lebih polite dibanding dengan bahasa yang explicit.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.271

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. R. O. G. (1990). Language and power: exploring political cultures inIndonesia.London:CornellUniversityPress.

Brader, T.(2006).Campaigningforheartsandminds:howemotionalappealsinpoliticaladswork.Chicago:UniversityofChicagoPress.

Carter Center.(2004).SpecialReportseries,TheCarterCenter2004:Indone-siaelection report.Retrieved14July,2006, fromhttp://www.cartercenter.org/documents/2161.pdf

Chang, W. H., Park, J., & Shim, S. W.(1998).EffectivenessofNegativePo-liticalAdvertising.Retrieved1April,2006, fromhttp://www.scripps.ohiou.edu/wjmcr/vol102/2-1a-B.htm

CETRO (the Center for Electoral Reform). (2004). Pedoman Siaran Kam-panye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Lembaga Penyiaran. Retrieved13June,2007,fromhttp://www.cetro.or.id/uu/kpi0072004.pdf

DeVito, J. A. (2004). The interpersonal communication book. Boston: Pear-son.

EUEOM General and Presidential Elections Indonesia 2004: Media Monitor-ingResultsforthePresidentialElections.Retrieved4March,2006,fromhttp://www.id.eueom.org/media_result_pres.html

Guerrero, L. K., Andersen, P. A., & Afifi, W. A. (2007).Close encounters:communication in relationships. Los Angeles: Sage Publications.

IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance). (2003). Pre-liminaryReview June2003:LegislativeFrameworkfortheIndonesianGeneral Elections 2004. Retrieved 6August, 2007. from http://www.idea.int/publications/legislative_framework_indonesian_elections/upload/LEGISLA-TIVE_FRAMEWORK_2004.pdf

Jamieson, K. H. (1992). Packaging the presidency: a history and criticism of presidential campaign advertising (2nd ed.). New York: Oxford University Press.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 72

Junaidi, A. (2004, 25 June). Presidential candidates violate TV ad regulations. Retrieved14April,2007,fromhttp://www.thejakartapos.com

Kompas. (2004). Sang kandidat, analisis psikologi politik lima kandidat presi-dendanwakilpresidenRIpemilu2004.Jakarta:Kompas.

Nielsen, A. C. (2003,February). Indonesia:AReportonPublicOpinionandthe2004ElectionsQualitativeResearchSurvey.Retrieved14July,2006,fromhttp://www.asiafoundation.org/pdf/elections_survey_indo_03.pdf

O’Shaughnessy, M., & Stadler, J.(2006).MediaandSociety:AnIntroduction.New York: Oxford University Press.

Siboro, T. (2004, 17 April). Grassroots ready for Susilo’s campaign for presi-dency.Retrieved14April2007,2007,fromhttp://www.thejakartapost.com

Tannen, D.(1998).Therelativityoflinguisticstrategies:rethinkingpowerandsolidarityingenderanddominance.InD.Cameron(Ed.),TheFeministCritiqueof Language: A Reader (pp. 261-279). London: Routledge.

USINDO (The United States-Indonesia Society). (2004, 15 September). USINDOElectionCountdown:New IFESPollSBY inLeadbutMegaGains.Retrieved23February,2006, fromhttp://www.usindo.org/miscellaneous/Elec-tion%20Primer.htm

Wen, W. C., Benoit, William L., & Yu, Tzu-hsiang. (2004, September). A Func-tional nalysis of the 2000 Taiwanese and US Presidential Spots. Asian Journal ofCommunication,14(2),140-155.

Wimmer, R. D., & Dominick, J. R.(2003).MassMediaResearch:Introduction(7th ed.). Belmont: Wadsword.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.273

ABSTRACT

ThewaragainstterrorismreverberatedbyAmerica,alsoechoesinIndone-sia which experiences some of the bomb-attacks, being entitled as terror-actions. The war against terrorism is not a holy war that permits all means

necessary to win it.. War,includingtheso-calledwaragainstterrorism,isaconflict.Andaconflictalwaysinvolvestwosides.Itisamistaketoconsideronlyreportingonesideinaconflictandignoringtheotherone. Mass media which functions to control, bears the obligation to watch the war through the balanced reporting, so that the report would be intelligible. One effort to realize it is to open the space for the information diversities from diverse sources. Evenofficialsourceisnotthesidewhoisfree-interest.Hecanalsobepotential to have an agenda and hide it. This is where the importance of a bal-anced coverage is counted.

Kata kunci: berita, terorisme, media massa

BERITA TERORISMEDALAM WACANA MEDIA

(Analisis Wacana Berita tentang Terorisme pada Jawa Pos, Surya, dan Kompas periode Maret – Juni 2007)

Zainal Arifin Emka, M.SiStaf pengajar Stikosa-AWS

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 74

I. PENDAHULUANLatar Belakang Masalah Perang melawan terorisme yang dikumandangkan Amerika Serikat se-jak terjadinya serangan mematikan yang kemudian dikenal dengan sebutan Tragedi 11 September 2001, terasa gaungnya di sebagian besar negara-nega-ra di dunia. Indonesiayangkemudianjugamengalamiseranganterorisdalampe-ristiwaBomBali Ipada12Nopember2002danbomBali IIpada1Oktober2005, disusul bom di hotel JW Marriott Jakarta 5 Agustus 2003, dan di depan gedung Kedubes Australia pada 9 September 2004, serta merta ikut terlibat dalam kegalauan perang melawan terorisme itu. Tingkat sensasionalitas peristiwa peledakan bom itu memang sangat tinggi. Bukan saja karena jumlah korban jiwa yang cukup besar, sekitar 200 jiwa melayang. Juga karena peristiwa itu terjadi di pulau Bali yang kondang di selu-ruhduniasebagaidaerahtujuanwisatadandiJakartasebagaiIbukotaNegaraIndonesia.Karenabobotberitanya(newsvalue)yangsangattinggiitu,makatakpelaklagi,persIndonesiamenempatkanberita-beritaseputarterorismese-bagai berita utama.

Sebagai berita dengan nilai jual tinggi. Mediamassatampaknyacukup“beruntung”karenagenderangperangglobal melawan terorisme terus bergema. Gaung sensasi aksi teror itu terus ter-pelihara oleh serentetan ancaman teror per telepon. Pendek kata media selalu menyediakan ruang-ruangnya meliput setiap perkembangan kasus terorisme. Apalagi ketika polisi menangkapi para tersangka teroris yang kemudian dise-but-sebutsebagaikeberhasilanPolrimembongkarjaringanterorismediIndo-nesia sekaligus membongkar rencana serangkaian aksi teror. Terakhir sukses itu dilakukan dengan menangkap Abu Dudjana dkk pada awal Juni 2007. Yang hendak dikatakan dengan paparan itu adalah fakta bahwa perang melawan terorisme sudah menjelma menjadi perang global. Bukti keglobalan-nyasalahsatunyabisadilacakdaridiserahkannya ImamHambalidanUmarAlFarouq.DuaorangIndonesiaataumenikahdenganorangIndonesia,yangdisangka sebagai gembong teroris danditangkapolehaparat keamanan In-donesia ini, serta merta harus diserahkan kepada aparat keamanan Amerika Serikat dan kemudian diketahui ditahan di Guantanamo yang kontroversial itu. DalamkontekssepertiitulahmediamassadiIndonesiaseharusnyamelihatse-mua isu tentang terorisme. Artinya, perang melawan apa yang disebut Amerika sebagai aksi terorisme bukanlah sekadar perang yang terjadi di suatu negara, tapi sudah mendunia. Dengan pemahaman seperti itu, maka liputan berita ter-orisme seharusnya juga dilihat dalam sebuah keterkaitan, ada konteks antara

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.275

apayangterjadidiIndonesiadenganyangterjadidibelahanbumilainnya.Me-lihat konteks seperti itu tentu tak cukup hanya dengan menyebut-nyebut si Anu ada hubungan dengan Al Qaedah, atau si Fulan pernah berlatih kemiliteran di Afghanistan, atau si Badu ikut aktif membantu gerakan separatisme di Filipina Selatan.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan, maka rumusan masalah yang ingin diteliti adalah:1. Apakah dalam pemberitaan mengenai terorisme, media telah bersikap ber-

imbang dalam penggunaan nara sumber?2. Masalah lain yang ingin peneliti ketahui adalah mengapa media memberi-

kan perlakuan berbeda ketika meliput dan memberitakan isu-isu terorisme? Mengapa media merasa cukup menyiarkan berita hanya dengan mengutip satu sumber, dalam hal ini kepolisian.

3. Mengapa media melupakan prinsip “Satu berita dari banyak sumber. Bukan banyakberitadarisatusumber”.Bahkantakjarangmediamenyiarkanber-ita penting tentang rencana serangkaian aksi teror oleh tersangka hanya dari narasumber anonim yang biasa disebut media dengan “sumber yang layakdipercaya”?

4. Media juga sangat santer menyajikan keterangan polisi yang sarat berisi tuduhan berat terhadap para tersangka. Pertanyannya, mengapa media tak tergerak untukmengkonfirmasi keterangan (baca: tuduhan) polisi itukepada para tersangka? Bahkan media juga tampak tak berhasrat menguji kebenaran atau setidaknya menggali lebih rinci keterangan polisi.

5. Sungguh menarik untuk mengetahui, mengapa untuk berita tentang teror-isme yang sangat pelik itu, media memperlakukannya seperti meliput berita seremonial, berita upacara yang cukup dipungut dari keterangan Kepala Humas atau dari acara jumpa pers saja?

6. Dari semua pertanyaan atas pemberitaan media massa tentang terorisme itu,kemudianmenarikuntukmengetahui,mengapadi Indonesiakhusus-nya, partisipasi masyarakat untuk ikut “terlibat” dalam perang melawanterorisme tak bisa digerakkan. Bahkan keberhasilan Polri menangkap ke-lompok yang disebut teroris pun malah dipertanyakan dan menimbulkan kecurigaan?

7. Mengapa di era kebebasan pers sekarang pers seolah kesulitan membuat liputan berimbang, nara sumber yang beragam, khususnya dalam liputan isu terorisme di dalam negeri. Bukankah lokasi dan beragam nara sumber beradadalamjangkauanmediadiIndonesia?

8. Pertanyaannyaadalahmengapauntukliputankonflikdidalamnegeripun

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 76

pers menghadapi kendala yang sama. Nara sumber media untuk liputan perangdiAceh,konflikMalukudanPososertaliputanberbagaiaksiteror,sebagianterbesarinformasinyadiperoleh(atau“disarankan”)berasaldarisumber-sumber resmi.

9. Pers Indonesia sudah menikmati kebebasannya. Pertanyaannya, masihbegitusulitkahbagipers Indonesiauntukmeliputsecaraseimbang,adil,dan tidak memihak. Antara lain dengan memberi tempat bersuara kepada orang-orang yang dinyatakan oleh polisi sebagai pelaku terorisme sebelum pengadilan memvonisnya.

10. Ada pertanyaan mendasar, mengapa ketika meliput isu terorisme pers ha-nya memberi tempat pada keterangan sumber resmi, dalam hal ini aparat keamanan pemerintah? Mengapa pers seolah merasa tak perlu memberi tempat pada para pihak yang diduga sebagai pelaku atau sekadar mem-bantu tindakan terorisme? Mengapa dalam liputan isu terorisme pers mengabaikan asas keberimbangan dengan menempatkan para tersangka pelakudalamposisi“sudahpastibersalah”padahalbelumdiprosessecarahukum melalui pengadilan?

METODE PENELITIANKerangka Konseptual Untuk memahami penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa kon-sep tentang beberapa masalah yang menjadi perhatian peneliti. Berikut peneliti jelaskanbeberapadefinisiyangakandigunakandalampenelitian.Pengertian Berita: • Berita adalah sesuatu yang nyata – news is real. Wartawan adalah pencari

fakta. Fakta yang dilengkapi dengan benar akan sama dengan kebenaran itu sendiri.

• Ada dua jenis berita. Pertama, berita yang terpusat pada peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umumnya tidak diinterpretasikan, dengan konteks yang minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa lain. Kedua, adalah berita yang berdasarkan pada proses yang disajikan dengan inter-pretasi tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dalam konteks yang luas dan melampaui waktu.

Berita bukan fakta, berita itu laporan tentang fakta. Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan. Mem-injamkata-kataDr.Hagemenn,apabilaperistiwaitu”memasukiisikesadaranpublik”dandengandemikianmenjadipengetahuanpubliksecaraaktual.(Per-spektifPersIndonesia,JakobOetama,1987,hal195)

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.277

Reportase Faktual MeminjamistilahWalterLipmann,barumerupakan”laporandarisatuaspek”danbaruberfungsi”mengisyaratkantandaterjadinyasuatuperistiwa”.Reportase faktual merupakan suatu persyaratan dan kemampuan elementer yang harus dimiliki oleh seorang wartawan karena mempersyaratkan sikap obyektif dan kejujuran dalam melihat dan melaporkan dan melihat suatu keja-dian. Menurut Jakob Oetama, dalam bukunya Perspektif Pers Indonesia,1987,hal195,untukmasyarakatyangsemakinkompleks,reportasejenisitutidak memadai. Reportase faktual melihat suatu peristiwa hanya dari satu di-mensi, dimensi linier, kronologi kejadian, itupun hanya dilakukan sekilas saja. Iajugamengingatkan,suatuperistiwatidakberdirisendiri.Iaberkaitandenganbeberapa peristiwa lain. Selalu ada kaitan, ada konteks. Reportase kompre-hensif amat memperhatikan konteks dan kaitan itu. Komprehensif artinya men-cakup segala segi.

Keberimbangan Menurut Robert Scheer dari Los Angeles Times, pertanyaan yang lebih penting adalah bukan apakah Anda bisa netral. Tapi bagaimana Anda menger-jakan pekerjaan Anda dengan cara yang adil dan jujur. Dalam hal ini, suratkabar Washington Post mempunyai standar mengenai sikap adil, yaitu:1. Berita itu tidak adil bila mengabaikan fakta yang penting. Jadi adil adalah

lengkap.2. Berita itu tidak adil bila dimasukkan informasi yang tidak relevan. Jadi adil

adalah relevansi. 3. Berita itu tidak adil bila secara sadar maupun tidak membimbing pembaca

ke arah yang salah atau menipu. Jadi adil adalah jujur.4. Berita itu tidak adil bila wartawan menyembunyikan prasangka atau emos-

inya di balik kata-kata halus yang merendahkan. Jadi adil adalah menuntut keterusterangan(Ishwara,2005:46-47).

Narasumber Mutu suatu tulisan antara lain ditentukan oleh sumber. Siapa atau apa yang menjadi sumber harus jelas sehingga pembaca dapat menilai sendiri. Ka-rena itu nama atau asal sumber harus dicantumkan, siapa dia dan apa kemam-puan, keahlian, atau keterampilannya. Semua sumber baik itu orang maupun informasi berupa catatan, dokumen, referensi, buku, kliping, dan sebagainya yang akan digunakan wartawan haruslah disebutkan asalnya. Melvin Mencerh dalam bukunya News Reporting and Writing mengata-kan, bahwa sumber manusia terkadang kurang bisa dipercaya dibanding sum-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 78

ber dokumen, referensi, buku, dan seagainya. Orang atau pejabat yang terli-batdalamperistiwabisamempunyaikepentinganuntukmelindungi(Ishwara,2005:46-47).

Sumber Anonim Sumber juga bisa membahayakan atau menimbulkan kerugian bagi wartawan atau media terutama sumber yang tidak mau disebutkan namanya. Sikap skeptis dalam menghadapi sumber anonim ini sangat penting karena: 1. Bahaya dimanfaatkan: ada kemungkinan media dimanfaatkan oleh sum-

ber rahasia itu atau oleh wartawannya sendiri yang membuat (fabrication). Ceritadenganmenyebutkandalamtulisannyasebagaisumberyangdira-hasiakan.

2. Kredibilitas hilang: kemungkinan hilangnya kredibilitas jika pembaca tidak diberitahu sumber yang menyampaikan informasi penting itu. Banyak yang mau bicara dengan wartawan asalkan wartawan berjanji tidak mengung-kapkan identitasnya.

3. Tuntutanhukum:kesulitanmembeladalamtuntutanhukum(fitnah)bilaha-kim menolak pembuktian akurasi dari berita yang didasarkan pada sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya.

Dalam kaitan dengan nara sumber anonim, Deborah Howell, editor di Washing-ton untuk surat kabar Newhouse menambahkan dua pegangan: 1. Jangan pernah memakai sumber anonim untuk menyampaikan suatu opini

tentang orang lain.2. Jangan pernah memakai sumber anonim sebagai kutipan pertama dalam

sebuah berita.

Terror Penggunaan kekerasan dan ancaman untuk menimbulkan rasa takut dan untuk meniadakan perlawanan (teror).

• Terror, defensive: penggunaan teror untuk mempertahankan kedudukan atau hak tradisional (teror defensif).

• Terror, system: hubungan sosial yang dipaksakan oleh adanya teror (teror sistem).

• Terrorism : penggunaaan kekerasan secara sistematis untuk menimbul-kan rasa takut dan mengganggu sistem wewenang (terorisme) (Sukamto, 1983)

Tipe Penelitian Tipe penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif yang sepenuh-nya beranjak dari analisis teks. Paradigma ini memandang bahwa realitas kehi-

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.279

dupan sosial bukanlah realitas yang netral, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi, politik, dan sosial. Dalam studi analisis teks berita, paradigma kritis terutama berpan-dangan bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral, dan menjadi ruang publik dari berbagai pandangan yang berseberangan dalam masyarakat. Media, se-baliknya, adalah ruang tempat kelompok dominan menyebarkan pengaruhnya dengan meminggirkan kelompok lain yang tidak dominan. Berangkat dari pemahaman itu, maka faktor-faktor yang mewarnai munculnya sebuah berita menjadi fokus penelitian. Penempatan sumber berita yang menonjol dibanding dengan sumber lain, menempatkan wawancara se-orang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan hanya satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, tidaklah dianggap sebagai kekeliruan atau bias, tetapi dianggap memang itulah praktik yang dijalakankan oleh wartawan, editor ataupun pemimpin redaksi. Media juga dipandang sebagai instrumen ideologi. Melalui media lah satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kelompok lain. Media di sini tidak dipandang sebagai wilayah yang netral tempat berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok ditampung. Media justru bisa menjadi subjek yang memiliki kemampuan dan kemauan mengonstruksi realitasataspenafsirandandefinisinyasendiriuntukkemudiandisebarkanke-pada khalayak. Dari sini sudah harus dikatakan bahwa salah satu sifat analisis kritis adalah pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai ketika memandang subjek penelitian. Analisis yang sifatnya kritis, umumnya memang beranjak dari pandangan atau nilai tertentu yang diyakini peneliti. Oleh karena itu keberpihakan peneliti dan posisi peneliti atas suatu masalah sangatmenentukanbagaimanadata/teksditafsirkan. Unsur subjektivitas itu sebisa mungkin ditekan karena analisis kritis di sini sepenuhnya didasarkan pada penafsiran peneliti pada teks. Panafsiran atas teks itu sepenuhnya dihajatkan untuk bisa mendapatkan dunia dalam, masuk menyelami dalam teks, dan menyingkap makna yang ada di baliknya.Langkah awal yang dilakukan penelti untuk mencapai tingkat subjektivitas itu adalah dengan melakukan koding dan tabulasi atas teks oleh lembaga lain. Dalam hal ini dilakukan oleh Lembaga Konsumen Media (LKM) Surabaya. LKM dalam hal ini memfokuskan diri memperhatikan unsur-unsur da-lam teks berkait berita tentang terorisme yang dberitakan suratkabar Jawa Pos, Surya, dan Kompas. Bertolak dari temuan itulah selanjutnya peneliti melakukan telaah kritis atas teks.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 80

II. PERMASALAHAN

TABEL ISUMBER INFORMASI

NarasumberNama Suratkabar

Jawa Pos Surya KompasPihakKepolisian/Militer 37 30 24

Pejabat Pemerintah 2 5 -

Pakar/Ahli 2 - 3

TPM (Tim Pengacara Muslim) 6 - -

Teknik Pengumpulan Data Informasi tentang bagaimana wartawan, redaktur, dan pemimpinredaksi menempatkan serta memperlakukan berita tentang isu-isu terorisme di medianya, dikaji lewat studi analisis wacana kritis. Untuk keperluan itu peneliti menentukan tiga suratkabar sebagai objek penelitian, yaitu harian pagi Jawa Pos, harian Surya, dan harian Kompas. Ke-tiga harian itu dipilih karena ketiganya merupakan suratkabar umum. Berdasar-kan pengamatan, ketiga suratkabar itu banyak memberitakan isu-isu terorisme, khususnya ketika aparat kepolisian melakukan aksi penangkapan terhadap orang atau kelompok yang dinyatakan telah ata akan melakukan aksi teror-isme. Langkah berikutnya, peneliti menyerahkan atau meminta bantuan Lembaga Konsumen Media (LKM) Surabaya untuk melakukan tabulasi dan pengkodingan atas berita-berita tentang terorisme yang diberitakan suratkabar Jawa Pos, Surya, dan Kompas yang terbit dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2007. Tabulasi meliputi: judul, rubrik, jenis berita, angle, visualisasi, label-ing, metafora, katagori narasumber, dan kutipan.

Teknik Analisis Data Analisis atas data temuan dilakukan dalam beberapa tahapan. Per-tama, peneliti membandingkan temuan tiap variabel yang diteliti antara yang disajikan Jawa Pos, Surya, dan Kompas. Kedua, menganalisis temuan itu berdasar landasan teori yang diguna-kan, dalam hal ini analisis wacana kritis. Ketiga, memberikan interpretasi atas temuan data. Karena menggunakan penelitian tipe kualitatif, maka interpretasi sepenuhnya didasarkan pada kemampuan peneliti yang sangat terbatas dan sepenuhnya merupakan pendapat pribadi peneliti yang sangat mungkin salah.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.281

Pihak Luar Negri 3 - -Pemuka Agama 2 - -NGO (Non-Government Organization) 2 - 1Keluarga tokoh tersangka teroris 10 8 14Warga/KhalayakUmum 9 14 31Sumber Anonim 25 9 7Tersangka Teroris - 1 3Lain-lain 3 1Jumlah 98 61 78

Narasumber Aparat Keamanan: Dari analisis yang dilakukan menunjukkan ketergantungan Jawa Pos, Surya, dan Kompas terhadap narasumber-narasumber berita resmi negara yang terdiri dari pihak keamanan dalam hal ini kepolisian atau militer. Dari 98 narasumber berita yang dikutip Jawa Pos, 37 di antaranyamerupakan narasumber resmi atau mencapai 37 persen. Harian Surya berada di urutan kedua dengan jumlah 30 dari total 61 narasumber yang dikutip atau mencapaiangka49,18persen.SedangkanharianKompas24kalimengutipketerangannarasumberkepolisianataumiliterdarisebanyak78narasumberyang dikutip atau mencapai angka 30,77 persen. Beberapa nama yang kerap muncul dalam pemberitaan tentang ter-orisme di suratkabar Jawa Pos, Surya, dan Kompas, khususnya dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2007 adalah:• KadivHumasMabesPolriIrjenPol.SisnoAdiWinoto,• KapoldaDIJ,HariAnwar,• Kapolwil Surakarta, Yontje Mende, • KapoldajatengIrjenPol.DoddySumantyawan,• Kabidpenum Polri Kombes Bambang Kuncoro,• KapolrestaSurabayaUtaraAKBPEddySumitroTambunan,• KadinPeneranganUmumMabesTNI,KolonelYaniBasuki,• Kapolres Magetan AKBP Bambang Sunarwibowo, • Kepala Desk Antiteror Kementrian Polhukam, Ansyad Mbai, • KabidKedokterankepolisian,drMussadeqIshaq,• KapoldaJatimIrjenPol.SuryadiSamawiredja,• Kapolresta Sukabumi, AKBP Syaeful Zahri,• Kasatreskrim Kompol Djoko Tjahyono, • Kapolresta Surabaya Selatan AKBP Heri Dahana,• Kabareskrim Komjen Pol. Bambang Hendarso Danuri,• Kapolri Jenderal Sutanto, • DirekturIKamtrannasBareskrimMabesPolriBrigjenPol.SuryaDharma.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 82

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Berita yang ditulis hanya berdasar pernyataan satu pihak narasumber, pada dasarnya mempunyai nilai berita rendah. Hak masyarakat untuk tahu se-perti terampas sebagian karena informasi yang disajikan media hanya dari satu narasumber. Karena itu pembaca akan merasa kehilangan beragam informasi dan dari sudut pandang yang berbeda yang bisa diperoleh dari narasumber yang lebih beragam. Ketika wartawan hanya mengutip informasi dari narasumber yang itu ke itu, boleh jadi alasannya karena keterbatasan akses. Namun hendaklah dis-adari bahwa justru keterbatasan akses itulah yang bisa menggiring wartawan untuk hanya mewawancarai sumber-sumber resmi yang senantiasa siap de-ngan klaim-klaim yang bisa saja sepihak. Kecenderungan seperti itu menjadi persoalan serius mengingat dalam berita tentang terorisme pernyataan nara-sumber merupakan klaim sepihak yang seringkali berisi tuduhan berat dengan konsekuensi hukuman berat pula, bahkan sampai hukuman mati. KodeEtikJurnalistikyangdisepakatisedikitnyaoleh29organisasipro-fesiwartawandiIndonesiadankemudiandikukuhkanlewatSuratKeputusanDewanPers,pasal3menyebutkan:WartawanIndonesiaselalumengujiinfor-masi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran pasal itu adalah:1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran

informasi itu.2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada ma-

sing-masing pihak secara proporsional.3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda

dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi war-tawan atas fakta.

Menguji Informasi Narasumber Resmi Tentu saja tak ada yang salah dengan tindakan mengutip keterangan narasumber, apalagi narasumber yang memang memiliki otoritas atau ke-wenangan untuk itu. Jelasnya, penggunaan narasumber dalam praktik jurnalis-tikmerupakanhalyanglazimdantidakmelanggarKodeEtikJurnalistik(KEJ).Namun praktik itu bisa tidak lazim jika informasi dari narasumber itu hanya be-rupa opini , dan lebih-lebih opini yang bersifat menghakimi pihak lain. Dalam hal ini wartawan sesungguhnya dianjurkan untuk bersikap skeptis dan kemu-dian tergerak untuk menguji kebenarannya. Wartawan setidaknya bisa menguji kebenaran informasinya misalnya dengan meminta dokumen atau narasumber lain yang bisa menguatkan informasi dari narasumber pertama. Bukan menel-annya mentah-mentah begitu saja dan menyiarkannya pula.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.283

Beberapa berita bernada seperti itu ditemukan pada harian Jawa Pos dan Kompas. JawaPosedisi15Juni2007dibawah judul “Kapolri: IndonesiaBe-lumAman”tertulispenegasanKapolriJenderalPolSutantodiLembangbahwabahwa ditangkapnyaAbuDujana tidakmenjamin Indonesia akan aman dariancaman bom. Sebab masih ada sejumlah tersangka teroris yang belum ter-tangkap. Seorang di antara mereka adalah Noordin M Top yang kini menjadi prioritasutamaperburuanDensus88MabesPolri. Dibawahjudul“BisaLebihDahsyatdaripadaBomBali”JawaPosedisi4 April 2007 mengutip pernyataan Brigjen Pol Surya Dharma yang menatakan sayapmiliter JI pimpinanAbuDujana sangat berbahaya. “Mereka itu punyarencana untuk melakukan pembalasan pada polisi lewat assassination opera-tion,”katanya. Yang dibidik, kata Surya Dharma, adalah Kadensus 88 Brigjen PolBekto Suprapto dan juga sejumlah petinggi Mabes Polri yang selama ini giat menangkap pelaku teror. Selain itu Kajati Jateng juga tak luput dari daftar sasa-ran. Harian Surya edisi 17 Juni di bawah judul besar berwarna merah “Re-krut32.000Bomber”jugamenyajikanlaporanbernadamenakutkansepertiitu.Surya mengutip pendapat pengamat terorisme dari Univeritas Malikussaleh BandaAceh,AlChaidarmenyatakanbahwagembongterorisAbuDujanadanMbahsudahmerekrut32.000calonterorisyangtersebardi29propinsidiIndo-nesia yang siap dengan aksi-aksi mereka. Lebih jauhAlChaidarmenyatakan,perekrutanterhadap32.000rela-wan ‘jihad’ ini bisa menjadi bom waktu yang tak kalah menakutkan. Sebab me-reka sudah dididik, didoktrin, dan dicuci otak dengan mindset (pemikiran) ‘jihad buta’ oleh para tokoh senior seperti Abu Dujana, Zarasih, Noordin M Top, Abu Fatih (pelaku bom Natal dan Atrium Senen) dan Hambali. MengutipKepalaDivisiHumasPolri,IrjenSisnoAdiwinoto,beritaKom-pas,13Juni2007berjudul”JaringanAbuDujanaBerkembangPesat”meng-gambarkan Ainul Bachri alias Abu Dujana (37) cukup piawai sebagai pemegang kendalidileveloperasionalkelompokJemaahIslamiyah.”IajustrumerupakanpelindungNoordinMTopdanpengaturstrategipeledakansejumlahbom,”kataKepalaDivisiHumasPolri,IrjenSisnoAdiwinoto. Dan, di bawah judul ”Polri Temukan Dokumen Rencana PeledakanBom”,Kompasedisi15JunimengutippernyataanKepalaKepolisianNegaraRepublikIndonesia,Jenderal(Pol)Sutantoyangmenyatakan,polisimenemu-kan bukti atau dokumen tentang rencana peledakan bom di sejumlah tempat. Akan tetapi Sutanto tidak bersedia mengungkap lebih jauh tempat atau wilayah yang menjadi sasaran kelompok teroris itu.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 84

Kemudian Kompas edisi 22 Maret 2007 menurunkan berita ”BahanPeledak Ditemukan di Bungker” mengutip keterangan Kepala Divisi HumasPolri,IrjenSisnoAdiwinoto,yangmenyatakanAbuDujanadidugaterlibatda-lam peledakan bom di Hotel JW Marriott serta perlindungan terhadap Noordin M Top dan almarhum Azahari yang tewas dalam penggerebekan d Malang, Jawa Timur tahun lalu. Dalam berita-berita itu, tidak tampak upaya wartawan sampai pada edisi berikutnya untuk menguji kebenaran pernyataan para narasumber resmi. Misalnya dengan meminta data atau dokumen yang dipunyai narasumber, Jadi bukan cuma omongan. Mungkin saja wartawan sudah melakukannya, sudah meminta tapi tak diberi. Kalau itu benar, seharusnya wartawan menuliskannya dalamberita.Iniagarpembacamengetahuiupayayangsudahdilakukannya.Membuktikan bahwa wartawan tidak hanya menelan mentah-mentah apapun yang dikatakan narasumber. Dukungan fakta untuk penyataan dengan nada menakutkan seperti itu tentu saja penting karena memang menjadi tugas wartawan untuk hanya menyebarkan informasi yang benar-benar akurat, didukung data lengkap dan meyakinkan. Tanpa itu wartawan bisa dituduh pembaca sebagai provokator dan penyebar ketakutan. Bukan itu tugas wartawan. Dampak buruk publikasi seperti itu sebenarnya sudah mulai muncul. Banyaknya ancaman bom di perkantoran ataupun plasa-plasa yang kemudian tak pernah terbukti kebenarannya, sudah mulai membuat masyarakat apatis. Juga tak kunjung tertangkapnya Noordin M Top yang selalu dikatakan polisi masihberadadi Indonesiadansangatberbahayakarenadi tubuhnyaselaluterlilit bom yang siap diledakkan, mulai membuat masyarakat melihatnya seba-gai tokoh jadi-jadian. Nada kecurigaan seperti itu pernah diberitakan Surya Edisi 14 Juni2007berjudul”TerorisJadiProyek”mengutippernyataananggotaKomisiIdariFP-DIP,PermadiyangmenilaiPolrisaatinijelasmelakukantindakantidakpro-fesional. ”Kalaubegini,samasajaPolritidakprofesional.Tidaktertutupkemung-kinan ada permainan dalam hal ini. Tetapi, saya tidak mau mengatakan ini per-mainan yang dilakukan Australia, meski Australia, berkepentingan dalam pen-angkapanparatersangkaterorisini,”tegasPermadi. Masih dari Surya, 12 Juni 207 menurunkan pernyataan Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendradatta yang mengatakan akan mengklar-ifikasipihakkepolisian terkaitpenengkapan limaorangyangdidugasebagaiteroris. Polisi harus menjelaskan kelima orang itu ditangkap dalam peristiwa apa.”Kalautidaksegeradijelaskan,makakamimelihatadapergerakanpolitik

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.285

untukmemberangusaktivisIslam,”kataMahendra,Senin,11/6. Mahendra juga mengatakan, saat ini ada upaya pihak tertentu meng-halangi gerak TPM dengan cara memunculkan TPM bayangan. TPM bayangan ini mencoba lebih dulu masuk menjadi pengacara orang-orang yang ditangkap dengan dugaan terorisme. Ditanyai mengenai kelompok Abu Dujana, Mahen-dra mengaku tidak tahu menahu. Namun pada 25 Maret 2007 lalu, wakil koordinator TPM, Ahmad Mih-dan mempertanyakan penangkapan orang-orang yang diduga sebagai jaringan AbuDujana.”SetelahDr.AzaharitidakadasekarangdimunculkannamaAbuDujana,memangnyadiaitusiapa?”ujarnyaketikaitu.Iamenegaskan,ImamSamudra, Muklas, dan Amrozi yang dianggap sebagai dedengkot teroris saja tidak mengetahui siapa Abu Dujana. Sampai di sini peneliti tak bisa memastikan, di mana letak masalahnya, mengapa ada kelompok yang tak bisa mengapresiasi kerja keras dan pengor-banan polisi dalam memburu dan mengungkap yang berrarti mencegah sera-ngan teroris. Keterangan polisi yang tak cukup meyakinkan atau kerja wartawan yang setengah-setengah sehingga tak berhasil meyakinkan pembacanya?

Narasumber Anonim Realitas lain adalah digunakannya narasumber anonim. Narasumber anonimini lazimnyamunculdengansebutan:“sebuahsumber”atau“sumberyangmintatakdikorankan”atau“sumberyangtakmaudisebut identitasnya”atau“sumberyanglayakdipercaya”. Dalam hal penggunaan narasumber anonim ini, menariknya Jawa Pos paling banyak menggunakannya, jumlahnya mencapai 25 kali. Surya 9 kali, dan Kompas 7 kali. Jawa Pos lebih terang-terangan menyebut narasumber anonimitudengansebutansumberJawaPos.Inisamadengancarayangdi-pakai Surya. Namun Kompas agak tersamar dengan menggunakan sebutan sepertisebutan“informasiyangdihimpundikepolisian”. Sebutan-sebutan yang biasa digunakan Jawa Pos, Surya, maupun Kompas untuk secara tersamar menyebut, atau dalam upaya melindungi atau menyebut secara tersembunyi narasumber anonimnya antara lain: • sumber di Kepolisian, sebuah sumber di kepolisian,• sumber JP yang minta namanya dirahasiakan, • sumber yang meminta namanya tidak dikorankan,• seorang anggota Polwil Surakarta, • informasi yang dihimpun di TKP,

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 86

• menurut sebuah sumber, • sumber JP, sumber JP di kepolisian, • informasi yang dihimpun JP,• informasi yang dihimpun di kepolisian,• informasi di kepolisian.

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Dalam batas-batas tertentu, mungkin bisa dipahami ketika wartawan menggunakan sumber anonim. Tapi akan terasa melampaui batas ketika infor-masi yang disampaikan sumber anonim dan kemudian disebarluaskan kepada masyarakat bermuatan tuduhan berat kepada teroris. Misalnya: tersangka ada-lah pelaku serangkaian peledakan bom di tanah air, berencana melakukan serangkaian serangan teroris, dsb. DalamberitaSuryaberjudul“TanganKananAzahari”yangditempatkansebagai headline juga terasa upaya menggiring pembaca ke arah kesimpulan seperti tercantum dalam judul. Berita tentang M. Yusuf yang disebut sebagai teroris, meskipun mencantumkan banyak sumber, akan tetapi kategori yang dipilih hanyalah warga sekitar dan kepolisian. Wartawan tidak menanyakan ke-pada keluarga tersangka maupun tersangka sendiri, mengenai siapakah dia dan orang seperti apakah dia. Dengan demikian, wartawan secara tidak sengaja telah mengkuti pola stereotyping teroris sebagai pribadi yang eksklusif, misterius, asosial, dan intro-vert. Dalamberitaberjudul “PolisiBongkarBungkerBahanPeledak”yangmemberitakan tentang pembongkaran bungker di rumah Sikas, pada sub judul, dituliskan,“SeorangTerorisTewasDitembak”.Yangperlumenjadicatatanada-lah, ia tertembak bukan ketika sedang melakukan aksi terorisme. Jadi status-nya adalah masih orang yang diduga terlibat jaringan terorisme. Tetapi Surya telah melakukan judgement dengan memberikan sub judul demikian.

Narasumber Anonim untuk Headline Hal penting lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah digu-nakannya informasi dari sumber tanpa identitas sebagai judul, bahkan sebagai intro (pembukaan, teras berita, atau lead) berita utama (headline). Langkah ini tentu patut dicatat mengingat dalam konsep penulisan berita dengan format piramida terbalik, teras berita (lead) atau intro merupakan bagian terpenting da-lam keseluruhan berita. Apalagi bila ditilik informasi yang disajikan lewat teras berita itu di antaranya bermuatan tuduhan yang memberatkan nama-nama orang yang di antaranya disebut dengan jelas identitasnya.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.287

Berikut ini beberapa contoh temuannya: HarianJawaPosedisi8Aprilmenurunkanberitautamadenganjudul”NoordinBatalSumpahPelakuBomBunuhDiri”.Intronya:NoordinMTop,bu-ronnomorwahidDensus88MabesPolri,berencanamembaiat(sumpah)enamtersangka teroris yang ditangkap di Jateng bulan lalu. Namun rencana itu ga-galtotalsetelahpenggerebekandiJogjaolehaparatgabunganPoldaDIJdanMabes Polri. ”KelompokitutelahdideteksiaparatintelejensejakOktobertahunlalu,”ujar sumber Jawa Pos - (cetak miring dari peneliti – Pen). JawaPos edisi 9Aprilmenurunkan berita di bawah judul ”NoordinMembentukLaskarIstimataBaru”dengansubjudul”SelainUniversitas,RSdanHotelJadisasaranTeror”.Disitutertulislead: Teroris buron Noordin M Top telah membentuk laskar berani mati atau disebut Laskar Istimata. Kelompok baru itu rencananya,mengagantikan sellamayangtelahdienduspolisi.LaskarIstimataituberoperasilebihtertutupdandisiplin yang ketat. ”PerencanaannyasejakAzaharitewasdiMalang,sebenarnyahampirjadi.Tapi,sekarangadareorganisasilagi,”ujarsumberJawaPos. CatatanlainyangperludiberikanuntukberitaJawaPostersebutada-lah kesan adanya keinginan atau kesengajaan wartawan untuk mendramatisasi atau mencari sensasi dengan mencantumkan subjudul di atas. Realitasnya, subjudulitudikutipdariketeranganKadivHumasMabesPolri,IrjenPolSisnoAdiwinoto bahwa pihaknya sudah memberikan peringatan kepada jajaran Pol-dadiseluruhIndonesiauntuktidakmeremehkanancamansekecilapapunter-hadap tempat-tempat publik. Seperti hotel-hotel, rumah sakit, dan universitas (cetak miring dari peneliti-Pen). Sementara itu harian Surya edisi 25 Maret dengan judul “Tangan Ka-nanAzahari”,tertulis: Informasidarikepolisian,(cetakmiringdaripeneliti–Pen)Holisadalahorang kepercayaan almarhum Dr. Azahari. Paska kematian Dr. Azahari, Holis bergabung dengan Noordin Moch Top. Holis juga ditengarai ikut terlibat aksi kerusuhandiPosodanbeberapakerusuhandiIndonesia. “Ketika menjadi kaki tangan Dr. Azahari, Holis bagian mengirim bom yangsudahdirakit,”akusumberkepolisian.Masihkatasumbertadi,bomyangdikirim Holis ke Poso menggunakan jalur laut (kapal laut). DanSuryaedisi13Junidibawah judul ”JaringanTerorisSurabaya”,harian ini menjadikan informasi dari sumber anonim ini sebagai headline: Jaringan terorisme di surabaya diperkirakan cukup kuat. Penangkapan ArifSyaifuddindiSurabaya,Senin11/6memberipetunjukkepadapolisibahwajaringan itu sudah tertata rapi. Sumber-sumber di kepolisian mengatakan,

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 88

setelah penangkapan Arif kini polisi memburu lelaki bernama AT. ”ATinikelahiranSurabayayangdipercayasebagaiKepalaDivisiTem-pur. Sedangkan Arif Syaifuddin yang ditangkap kemarin itu merupakan hasil rekruitmenATdandipersiapkansebagaileaderdikelompokitu,”katasumberitukepadaSurya,Selasa12/6diSurabaya. Harian Kompas ternyata juga melakukan hal yang sama. Kompas edi-si 25Maret 2007, di bawah judul ”Ditemukan,CatatanBerisi Peta”, tertulis:Dujana, menurut pihak polisi (cetak miring dari peneliti-Pen), lebih berbaha-ya ketimbang Noordin M Top maupun Azahari Husein. Dujana dinilai memiliki kepemimpinan yang kuat dan secara pribadi disegani. Juga kalimat berikut ini: Dari sejumlah keterangan yang dihimpun, ke-polisanmenciumsaatiniJemaahIslamiyah(JI)telahmemilikisusunanorgani-sasi yang baru. Masih dari Kompas: Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari ke-polisian, sepekan setelah peristiwa peledakan Bom Bali I pada 12 Oktober2002,JImengadakanrapatkonsolidasidisuatutempatdiKecamatanTawang-mangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Penggunaan narasumber anonim dalam praktik jurnalistik sebenarnya merupakanhalyanglazimdilakukandanKodeEtikJurnalistikmembolehkanhal itu. Namun yang tidak lazim adalah bila informasi dari narasumber anonim itu hanya berupa opini narasumber, bukan fakta empirik. Hal kedua yang seharusnya menjadi pertimbangan wartawan adalah bahwa ketika wartawan melindungi narasumbernya dan mengutip keterangan-nya, berarti secara tidak langsung wartawan mengambil alih tanggung jawab atas kebenaran dan segala konsekuensi yang timbul akibat pemberitaan itu.Narasumber Anonim Melempar Tuduhan Masalah lain yang muncul dari penggunaan informasi dari narasumber anonim adalah karena bila dicermati, sebagian dari informasi yang dilontarkan narasumber anonim itu berisi tuduhan yang memberatkan para pihak (dalam hal ini tersangka teroris).Beberapa contoh pernyataan berisi tuduhan itu antara lain: Harian Jawa Pos: • Noordin Batal Sumpah Pelaku Bom Bunuh Diri.• NoordinMTop, buron nomorwahidDensus 88MabesPolri, berencana

membaiat (sumpah) enam tersangka teroris yang ditangkap di Jateng bu-lan lalu.

• Selain Universitas, RS dan Hotel Jadi sasaran Teror.• Teroris buron Noordin M Top telah membentuk laskar berani mati atau dise

butLaskarIstimata.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.289

Harian Surya: • Holis adalah orang kepercayaan almarhum Dr. Azahari.• Paska kematian Dr. Azahari, Holis bergabung dengan Noordin Moch Top. • Holis juga ditengarai ikut terlibat aksi kerusuhan di Poso dan beberapa

kerusuhandiIndonesia.• Ketika menjadi kaki tangan Dr. Azahari, Holis bagian mengirim bom yang

sudah dirakit.• Arif Syaifuddin yang ditangkap kemarin dipersiapkan sebagai leader di ke-

lompok itu.

Harian Kompas:• Dujana lebih berbahaya ketimbang Noordin M Top maupun Azahari Hu-

sein. Dujana dinilai memiliki kepemimpinan yang kuat dan secara pribadi disegani.

• KepolisanmenciumsaatiniJemaahIslamiyah(JI)telahmemilikisusunanorganisasi yang baru.

• SepekansetelahperistiwapeledakanBomBali Ipada12Oktober2002,JImengadakanrapatkonsolidasidisuatutempatdiKecamatanTawang-mangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

• Selain itu, sebelum peledakan Hotel JW Marriott di Jakarta pada 5 Agustus 2003, Noordin sempat melapor dahulu kepada Dujana di suatu daerah di Sumatera.

Sekali lagi, sekadar untuk mengingatkan, informasi bernada member-atkan para tersangka itu dikutuip dari narasumber anonim dan belum atau tidak dikonfirmasikepadaparatersangka.Wartawanmengutipdanmenyiarkannyabegitu saja. Bahkan tak terlihat upaya untuk menguji kebenarannya, dengan meminta dukungan fakta, berupa dokumen misalnya.

Dikeluarkan dari Pembicaraan Masih berkait dengan penggunaan narasumber, Jawa Pos juga me-rupakan satu-satunya suratkabar yang memberi tempat bersuara untuk TPM (Tim Pengacara Muslim), meski cuma sekali. Namun ketiga suratkabar terlacak berusaha memberi tempat untuk keluarga tersangka teroris. Jawa Pos 10 kali, Surya8kali,danKompas14kali. Inilah kiranya yang digambarkan teori ekskomunikasi (Excomunica-tion), yaitu bagaimana seseorang atau suatu kelompok dikeluarkan dari pem-bicaraan publik. Di sini, misrepresentasi terjadi karena seseorang atau suatu kelompok tidak diperkenankan untuk berbicara. Ia tidak diaggap, dianggaplain (alien). Karena tidak dianggap sebagai bagian dari partisipan publik, maka penggambaran hanya terjadi pada pihak aparat kepolisian atau militer, tidak ada kebutuhan untuk mendengar suara pihak lain.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 90

Konsekuensi penting dari ekskomunikasi ini, partisipan wacana hanya dibatasi pada pihak aparat keamanan. Pihak tersangka teroris memang ditam-pilkan, tetapi ditampilkan melalui perspektif aparat. Temuan itu menunjukkan bagaimana ekskomunikasi dilakukan dengan penghadiran dan penghilangan (presence and absence) suatu kelompok dan berbagai identitasnya. Harian Surya edisi 16 Juni 2007, setelah sekian puluh berita turun tan-pa secuil pun pernyataan dari para tersangka teroris, dalam berita di bawah judul”MeringkusSiEmbah”memangmemberitempatuntuktersangkateroris.Namun keterangan atau informasi dari pihak tersangka teror itu hanya berupa kaset rekaman saja yang dibawa oleh Kabareskrim ketika konferensi pers.Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Ada yang dilupakan ketiga suratkabar dan media massa pada umum-nya bahwa dengan cara pandang seperti itu suratkabar sudah melakukan peng-gambaranyangsimplifistik,danmenggambarkanpihaktersangkaterorisselaludalam kerangka kepentingan aparat keamanan. Dalam berbagai pemberitaan itu, wartawan samasekali tidak berusaha untukmengonfirmasikebenaranakantuduhanyangdilancarkanpolisi.Dalamberita tentang terorisme wartawan seolah menempatkan polisi dalam posisi mahabenar sehingga apapun informasinya tak perlu dicek dan cek kembali. Polisi boleh jadi benar, tapi tersangka toh tetap punya hak untuk bersuara.

Dikucilkan dalam Pembicaraan Temuan fakta itu juga menunjukkan terjadinya eksklusi, yaitu bagaima-na pihak tersangka teroris dikucilkan dalam pembicaraan. Mereka dibicarakan dan diajak bicara, tetapi mereka dipandang lain, mereka buruk dan mereka bu-kankita.Eksklusiinibisadilacakdarikelompokdalamhaliniaparatkepolisian/militer-- yang merasa mempunyai otoritas dan kemampuan tertentu mengang-gap para tersangka teroris sebagai kelompok yang sudah pasti buruk.Fakta itu bisa dilacak dari digunakannya labeling yang digunakan Jawa Pos, Surya, dan Kompas, seperti: • Noordin, Gembong Teroris yang kepalanya dihargai Rp 2 Miliar, • Abu Dujana, pelaku teror nomor wahid, • Buruan nomor wahid, • Noordin, buron nomor satu, • Gembong teroris, Teroris buron, • Jaringan Abu Dujana, • Abu Dujana, pentolan geng teroris, • Abu Dujana, tangan kanan gembong teroris Noordin M.Top, • jaringan Abu Dujana, • Pelarian buron yang kepalanya dibanderol 500 juta,

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.291

• Komplotan, • Tersangka kasus terorisme Abu Dujana, • LaskarIstimata(laskarberanimati),• Jaringan teroris, • Yusron, tersangka kasus teroris, • Abu Dujana, buron teroris, • Abu Dujana, buron, yang kepalanya dihargai setengah miliar, • Abu Dujana, panglima lapangan, • AbuDujanapanglimaperangJI,• ZarkasihPimpinanEksekutiftertinggi/pengendaliorganisasi/pucukpimpinan,• Zarkasih, pemimpin eksekutif tertinggi, • AbuDujanayangmenjabatsebagai“panglimaperang”.

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Bila dicermati, temuan-temuan dalam pemberitaan terorisme itu se-sungguhnya juga telah terjadi praktik marjinalisasi. Dalam marjinalisasi me-mang tidak terjadi pengucilan atau mengeluarkan orang dari pembicaraan se-perti dalam ekskomunikasi dan eksklusi. Dalam marjinalisasi, terjadi penggambaran buruk atas semua ter-sangka teroris yang notabene belum diadili. Bahkan penggambaran buruk itu otomatis merembet kepada anggota keluarga tersangka seperti kepada istri, anak-anaknya, bahkan orangtuanya. Banyak misrepresentasi dari marjinalisasi ini terjadi dalam pemberi-taan terorisme. Para tersangka dalam banyak wacana suratkabar digambarkan secara buruk. Penggambarannya bahkan terkesan sangat menyederhanakan. Misalnyadenganmenyodorkan”fakta”bahwatersangkaberjenggot,rajinsalat,mengajar mengaji, sering pulang malam, pendiam, jarang bergaul dengan te-tangga. Istritersangkamisalnya,direpresentasikansebagaijarangbergaulde-ngan tetangga, hanya terlihat keluar rmah ketika mengantar anaknya ke seko-lah, berjilbab, memakai kerudung, jarang kelihatan keluar rumah. Di sini, istri tersangka teroris tidak digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi penggam-baran itu tidak disertai dengan pemisahan. Dampak lebih jauh dari cara pemberitaan suratkabar seperti itu adalah terjadinya delegitimasi. Kalau marjnalisasi berhubungan dengan bagaimana para tersangka dan keluarganya digambarkan secara buruk dengan indikator-indikator sederhana, maka delegitimasi atas para tersangka tampak dari ba-gaimana para tersangka dianggap tidak absah. Temuan yang menarik dicermati dari paparan ketiga suratkabar antara laindisebutnyaremotecontrol,CD,CDplayer,laptop,komputer,kaset-kaset,

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 92

dan buku-buku, yang dalam pemberitaan kasus terorisme digambarkan seolah-olah sebagai kepemilikan yang tidak sah. Dalam pemberitaan tentang terorisme hal seperti itu seringkali muncul, lewatpernyataanaparatkeamananatausekadarsimplifikasiyangdilakukanwartawan. Misalnya: tersangka memelihara jenggot, rajin salat, mengajar men-gaji, menjadi imam, sering pulang malam, bersikap pendiam, atau jarang ber-gaul dengan tetangga.

Jenis BeritaJenis Berita Jawa Pos Surya Kompas

Straight News 11 16 8

SoftNews/Features 10 5 6

In-depthNews - - 2

InvestigativeReporting - - 1

Analisis yang dilakukan atas fakta yang tercantum dalam tabel 2 ada-lah temuan betapa ketiga suratkabar, Jawa Pos, Surya, dan Kompas hanya memberi tempat terbesar untuk kemasan berita langsung atau straight news. Sedikit sekali yang menggunakan format sajian liputan menyelidik atau inves-tigative reporting, setidaknya untuk liputan mendalam atau indepth news. Dari ketiga suratkabar itu, hanya Kompas yang pernah menyajikan liputan menda-lam 2 kali, dan liputan menyelidik 1 kali.

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Temuan ini tentu memprihatinkan mengingat posisi wartawan adalah sebuah profesi yang dinisbatkan sebagai representasi masyarakat untuk me-menuhi hak tahunya akan sesuatu masalah yang terjadi di lingkungannya. Dari wartawan masyarakat berharap mendapat informasi yang objektif, apa adanya, dan benar. Posisi seperti itu meniscayakan adanya kemauan kuat setiap watawan untuk mencari tahu, menggali lebih dalam setiap informasi yang diterimanya. Bagaimana wartawan bisa yakin bahwa sebuah informasi benar terlebih yang hanya bersumber dari aparat keamanan kalau wartawan belum menyelidikinya dari sumber berbeda atau sumber independen. Dari sini bisa dipertanyakan sikap skeptis wartawan dalam mengha-dapi setiap informasi dalam upaya menguji kebenaran setiap informasi yang diterimanya. Dengan sikap skeptis adalah awal bagi wartawan untuk melaku-kan liputan yang berimbang, tidak memihak, adil dan netral. Dengan demikian informasi yang disampaikan kepada masyarakat bisa diharapkan sudah dalam

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.293

keadaan bersih dari kesalahan dan benar. Khusus untuk liputan isu terorisme, wartawan mungkin merasa lebih aman jika hanya mengutip keterangan atau informasi aparat keamanan. Atau akan merasa aman jika cukup hanya menyiarkan berita secara apa adanya berdasar sumber resmi polisi pula. Namun meminjam istilah Walter Lipmann seperti dikutup Jakob Oetama dalambukunya “PerspektifPers Indonesia”,1987,hal195: reportase faktualsepertiitubarumerupakan”laporandarisatuaspek”danbaruberfungsi”meng-isyaratkantandaterjadinyasuatuperistiwa”.Reportasefaktualbarumerupakansuatu persyaratan dan kemampuan elementer yang harus dimiliki oleh seorang wartawan karena mempersyaratkan sikap obyektif dan kejujuran dalam melihat dan melaporkan dan melihat suatu kejadian. Menurut Jakob Oetama, dalam buku yang sama, untuk masyarakat yang semakin kompleks, reportase jenis itu tidak memadai. Reportase faktual melihat suatu peristiwa hanya dari satu dimensi, dimensi linier, kronologi keja-dian, itupun hanya dilakukan sekilas saja. Iajugamengingatkan,suatuperistiwatidakberdirisendiri.Iaberkaitandengan beberapa peristiwa lain. Selalu ada kaitan, ada konteks. Reportase komprehensif amat memperhatikan konteks dan kaitan itu. Komprehensif arti-nya mencakup segala segi. Telaah lebih jauh atas temuan itu adalah kemungkinan di sinilah boleh jadi sumber keraguan masyarakat atau sebagian masyarakat atas kebenaran berita-berita tentang terorisme. Antara lain karena sebagian besar bersumber dari kepolisian yang ditempatkan sebagai subjek. Sedikit sekali porsi untuk pihak yang ditempatkan sebagai objek, apalagi pihak independen. Lebih-lebih untuk berita yang melibatkan dua pihak atau beberapa pihak seperti tuduhan tindak terorisme. Artinya, wartawan seharusnya menggali fakta dan harus mengumpul-kanbukti-buktiuntukmendukung.Tentusajaliputanberitadengankualifikasiseperti itu menuntut usaha lebih besar dibanding liputan berita upacara, misal-nya. Lebih-lebih jika liputan menyelidik itu memang sejak awal dihajatkan untuk membongkar atau mengungkap sesuatu yang boleh jadi sengaja disembunyi-kan para pelakunya dari mata wartawan dan pandangan masyarakat. Liputan seperti itu pasti memerlukan waktu lebih lama karena para pe-main kunci mugkin tidak bersedia memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan sama sekali menolak buka mulut. Dalam kaitan ini wartawan biasanya berdalih tak bisa melakukannya karena tekanan waktu tenggat (deadline). Di era kebebasan pers untuk mencari, mengumpulkan dan menyiarkan informasi,“keengganan”wartawanuntukmelakukanindephtnewsatau

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 94

investigative reporting, tentu menimbulkan tanda tanya. Penelitian ini memang membatasi diri pada analisis wacana, sehingga tidak sampai menjangkau ke ruang-ruang redaksi (newsroom), tempat isu-isu terorisme digarap dan disaji-kan kepada pembaca. Boleh jadi wartawan takut dicap tidak nasionalis atau tidak patriotik ke-tikamembelaorang-orangyangditangkapDensus88yangbarudalamstatustersangka. Wartawan juga takut dicap proteroris kalau mencoba membela orang yang menjadi korban salah tangkap dan kemudian divonis sebagai teroris. Ketakutanseperti itusebenarnyapernah jugadialamimediadi Indo-nesia ketika ketika merebak aksi penangkapan bahkan pembunuhan massal terhadap ribuan orang-orang yang dituduh sebagai anggota atau sekadar sim-patisanPartaiKomunisIndonesia(PKI). Undang-UndangPersNo.40/1999memberisekaligusmengamanat-kan kewenangan pers antara lain untuk melakukan kontrol sosial (Ps 3 (1), dan untuk itu berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Ps 4 (3). Peran pers itu (Pasal 6) untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan sa-ran terhadap hal-hal yang berkait kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Untukbisamenjalankanperan”mengembangkanpendapatumumber-dasarkaninformasiyangtepat,akuratdanbenar,melakukanpengawasan”itu-lah pers dituntut bersikap independen dan profesional dengan mematuhi stan-dar-standar jurnalisme. Bukan menjadi corong suatu pihak dan mengabaikan hak bersuara pihak lainnya.

Metafora atas Tokoh Di tengah membanjirnya informasi sebagai hasil dari kebebasan pers itu, masyarakat sering dibuat bingung. Masyarakat kerap bertanya-tanya ka-rena sering kali antara berita-berita itu saling berbeda dan bahkan berlawanan. Selanjutnya, masyarakat justru bertanya-tanya karena berita bermunculan se-cara sepotong-sepotong, terkesan tiba-tiba dan tanpa ujung untuk kemudian menghilang. Selain disajikan sepotong-sepotong tanpa kelanjutan (follow up news), wartawan juga menyajikan berita tanpa konteks. Berita disajikan seolah sebuah peristiwa yang berdiri sendiri, terlepas dari peristiwa lainya. Tanpa konteks. Pa-dahal di dunia ini tak pernah ada peristiwa yang berdiri sendiri. Sebuah peris-tiwa sederhana semisal tabrakan antara mobil angkutan kota (angkot) dengan bus kota saja, sesungguhnya didahului oleh peristiwa lainnya. Misalnya kondisi sopir bus kota yang kelelahan karena harus kerja lembur dan kemarahan sopir

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.295

Di sinilah menariknya untuk mencermati dan menelisik bagaimana berita-berita itu dihadirkan. Adakah motif-motif politik-ideologis tertentu yang ber(ter)sembunyi di balik teks-teks berita. Wacana secara ideologi dapat meng-gusur gagasan orang atau kelompok tertentu. Penggusuran itu akan peneliti coba lacak dari bagaimana isu terorisme disajikan dalam teks berita. Bagaimana cara media memaknai realitas? Paling tidak ada dua pro-ses besar yang dilakukan media. Pertama, memilih fakta. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaima-na fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proporsisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Aspek memilih fakta tidak dapat dilepaskan dari bagaimana fakta itu dipahami oleh media. Ketika melihat suatu peristiwa, wartawan mau tidak mau memakai kerangka konsep dan abstraksi dalam menggambarkan realitas. Hampir mustahil wartawan melihat dunia tanpa membuat kategorisasi atau per-spektiftertentu.Pendefinisianinitentusajamenyebabkanrealitasyanghadirbisaberubahsecaratotal.”Realitas”yangsamadapatmenciptakan”realitas”yangberbedakalauiadidefinisikandandipahamidengancarayangberbeda.

angkot yang dibawanya sejak dari terminal akibat perselisihannya dengan sang majikan yang menegurnya karena tak kunjung membayar setoran.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 96

Tabel 3Metafora atas Tokoh

Jawa Pos Surya Kompas• Mata rantai jaringan teroris,• GenerasiterakhirasalIndonesiayang

sempat merasakan pendidikan militer di Afghanistan,

• Jaringan penebar terror di Nusantara,• Doni, kaki tangan Abu Dujana, • Abu Dujana, tangan kanan gembong

teroris Noordin M Top,• Baiat dilakukan Noordin terhadap

calon“pengantin”ataueksekutoryangsiap melakukan bom bunuh diri,

• JIternyatatakpernahlumpuh,• Yusron, tangan kanan teroris Abu Du-

jana,• OrganisasiJIyangdidirikanAbdullah

Sungkar itu akan layu dan mati

Bakul Goren-gan

Polri benar-benar menjadi bintang,

Licin bagai be-lut

Kabur,

Tewas tertem-bak,

B u r o n a n pelaku bom JW Marriot 3003

Dari temuan penggunaan metafora atas tokoh itu terlihat bagimana teks digunakan suatu kelompok dalam hal ini aparat keamanan sebagai narasumber untuk mengunggulkan diri sendiri dan memarginalkan kelompok lain, dalam hal iniparatersangkateroris.DalamhaliniJawaPosterlihat”sangatkreatif”dalammemproduksi metafora atas tokoh pemberitaan. Menarik untuk didiskusikan, apakah seseorang, kelompok, atau suatu gagasan, dalam hal ini para tersangka teroris atau pelaku terorisme atau ga-gasan teror, ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya ini mengacu pada apakah semuanya diberitakan apa adanya, ataukah diburukkan. Menilik temuan dalam tabel 3, tampak sekali penggambaran yang tampil adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarginalkan ses-eorang atau kelompok tertentu. Di sini hanya citra yang buruk saja yang ditam-pilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari pemberitaan. Semuanya tampak seperti bisa dibaca dari teks yang digunakan Jawa Pos: Abu Dujana, tangan kanan gembong teroris Noordin M Top, Baiat dilaku-kanNoordinterhadapcalon“pengantin”ataueksekutoryangsiapmelakukanbombunuhdiri,JIternyatatakpernahlumpuh,Yusron,tangankananterorisAbuDujana,organisasiJIyangdidirikanAbdullahSungkar ituakanlayudanmati.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.297

Atauseperti yangdipilihSurya: “bakulGorengan”,Polri benar-benarmenjadi bintang, dan Licin bagai belut. Dan teks yang digunakan Kompas: Ka-bur, Tewas tertembak, Buronan pelaku bom JW Marriot 3003. Representasi sekaligus misrepresentasi adalah peristiwa kebahasaan. Maka sungguh menarik untuk diteliti lebih jauh bagaimana ketiga suratkabar itu menampilkan para tersangka teroris dengan menciptakan metafora atas mereka. Penyebutan kata kabur, buronan seperti digunakan Kompas, sepintas seperti tak bermuatan apa-apa. Namun dengan mudah bisa dilihat betapa kata kabur dan buronan menyiratkan pesan bahwa pelakunya adalah orang buruk atau orang jahat. Hal yang sama bisa dilihat dari begitu banyaknya metafora atas tokoh seperti dilakukan Jawa Pos. Bisa disimak pesan apa yang ingin disampaikan Jawa Pos dengan sebutan-sebutan berikut ini: Abu Dujana, tangan kanan gem-bong teroris Noordin M Top, Baiat dilakukan Noordin terhadap calon “pengan-tin”ataueksekutoryangsiapmelakukanbombunuhdiri,JIternyatatakpernahlumpuh,Yusron,tangankananterorisAbuDujana,organisasiJIyangdidirikanAbdullah Sungkar itu akan layu dan mati. Khusus untuk penggunaanmetafora “bakul gorengan” yangmunculdalamberitaSuryaberjudul“TerorisAnakBakulGorengan”,darisatusisibisadianggap wartawan telah merendahkan atau memandang rendah pekerjaan sebagai penjual goengan. Namun sebutan yang sama juga bisa mengirimkan pesan bernada sinisme, ternyata orang yang oleh polisi disangka sebagai te-roris itu tak lebih dari anak penjual gorengan. Kesimpulan peneliti ini bertolak dari temuan bahwa berita itu mengambil sudut pandang kehidupan pribadi tersangka teroris. Foto yang melengkapi ber-ita utama (headline) Surya edisi 21 Maret 2007 itu menunjukkan Amir Slamet, orangtuaInul(tersangkateroris)yangsedangberdirisambilmenunjukkankuegoregan dagangannya.

Kemasan Berita Representasi atau misrepresentasi tentang bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberi-taan, bisa jadi merupakan penggambaran yang buruk dan cenderung memar-ginalkan seseorang atau kelompok tertentu. Representasi atau misrepresentasi bisa ditampilkan selain dengan kata, kalimat, aksentuasi, juga dengan kemasan berpafotoataugrafis.Atinya,denganbantuanfotomacamapaseseorang,ke-lompok, atau gagasan ditampilkan dalam pemberitaan terorisme kepada kha-layak. Dalam mencermati bahasa yang digunakan wartawan dalam memberi takan isu terorisme, menarik juga untuk mengamatinya dari kalimat langsung

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 98

Sebuah sumber anonim dikutip Suryamenyatakan: “Densus 88 su-dahmenyisir lokasi sejakMinggu (25/3) pukul 23.00WIB.Sebelumnyame-rekasudahkoordinasidiPolrestaSurabayaSelatan.SekitarPukul02.00WIB,Senindinihari,anggotaDensusmenggerebekrumahIruldiSimogunungBaruRaya.” Juga pernyataan narasumber yang hanya disebut sebagai polisi me-nyatakan:…mengatakanbahwa Irul beradadalamkendaliAbuDujana, dansering mengadakan kontak (par. 12). Polisi anonim lainnya dikutip menyatakan: “Mereka Pasti menyamar. Untuk mengidentifikasi mereka, kami hanya menggunakan feeling.”(par. 5). SebuhanarasumbertanpaidentitasyangdisebutdariDensus88,di-kutip pernyataannya: “Kami tidak berwenang bicara, tapi tanyakan langsung kepadapimpinandiJakarta”(par.9). Dan seorang narasumber yang disebut sebagai polisi dikutip pernyataan-nya: Holis adalah orang kepercayaan Almarhum Dr. Azahari. Pasca kematian Dr. Azahari, Holis bergabung dengan Noordin Moh Top yang kini masih dicari polisi. Holis juga ditengarai ikut terlibat aksi kerusuhan di Poso dan beberapa peledakanbomdiIndonesia(par.11). Lagi-lagi polisi yang disembunyikan identitasnya dikutip pernyataan-nya: “Kami tidak berwenang bicara, tapi tanyakan langsung kepada pimpinan diJakarta.” “Ketika menjadi tangan kanan Azahari, Holis bagian mengirim bom yangsudahdirakit.”(par.11)katapolisiyangtakdisebutnamanya. Tidak hanya polisi tanpa identitas, warga tanpa identitas juga dikutip. Di antaranya: “Menurut warga sekitar, keluarga Mustaqim (mertua Holis, tersangka teroris), dikenal jarang bergaul dengan warga sekitar. Saat ada rapat RT atau RW, perwakilan keluarga Mustakim jarang datang. Bahkan, keluarga Holis dan Mustakim jarang terlihat shalat berjama’ah di Mushalla yang jaraknya sekitar 15 meter dari rumah Mustaqim. (par. 6). Warga anonim lainnya dikutip pernyataannya: “Bukan hanya saya yang menganggap keluarga Mustaqim tertutup, hampir semua warga juga menilai sama.”(par.7). Sebuah narasumber anonim yang disebut dari kalangan keluarga me-nyatakan dalam kalimat tak langsung: tidak percaya kalau kakak iparnya men-jadi teroris. Selama ini dikenal kesantunannya dengan sesama keluarga dan sifat kebapakan terhadap anak-anak. (par. 14)

narasumber yang dikutip wartawan. Dalam jurnalistik dikenal sebagai kalimat kutipan.Biasanyaberadadiantara tandakutip(”__”).Menariknya,beberapapernyataan penting justru dikutip wartawan dari narasumber anonim.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.299

Pembahasan/Interpretasi/Tafsiran Hasil Analisis Melihat isi pernyataan narasumber-narasumber anonim seperti dikutip dari temuan itu, sesungguhnya wartawan telah melakukan tindakan berani da-lam menghadapi risikonya. Pertama, sebagian atau keseluruhan pernyataan para narasumber cenderung memberikan kesaksian yang memberatkan posisi tersangka tero-ris. Sebagai contoh pernyataan polisi anonim yang dikutip menyatakan: “Ke-tika menjadi tangan kanan Azahari, Holis bagian mengirim bom yang sudah dirakit.” Juga pernyataan seorang warga yang samasekali tak diatribisikan bah-kan sekadar umurnya. Seorang warga tanpa identitas menyatakan: “Menurut warga sekitar, keluarga Mustaqim (mertua Holis, tersangka teroris), dikenal ja-rang bergaul dengan warga sekitar. Saat ada rapat RT atau RW, perwakilan keluarga Mustakim jarang datang. Bahkan, keluarga Holis dan Mustakim jarang terlihat shalat berjama’ah di Mushalla yang jaraknya sekitar 15 meter dari ru-mah Mustaqim. Kedua,KodeEtikJurnalistikdariPersatuanWartawanIndonesia,pasal13 menyatakan bahwa wartawan yang mengutip keterangan dari narasumber yang keberatan disebut identitasnya, berarti bersedia mengambil alih tang-gung jawab atas segala konsekuensi yang muncul akibat dipublikasikannya pernyataan sumber anonim itu. Ketiga, sesunggunyalah berita –apalagi cuma berupa pernyataan— yang bersumber dari narasumber tanpa identitas memiliki nilai berita (news value) rendah. Keempat, wartawan memang diperbolehkan mengutip keterangan dar narasumber anonim. Bahkan untuk itu wartawan memiliki perlindungan yang bernama Hak Tolak. Artinya, wartawan dilindungi hukum untuk tidak bersedia membuka identitas narasumbernya. Sebab tanpa itu, tak akan ada lagi orang yang bersedia berbagi informasi kepada wartawan, khususnya bila itu memiliki risiko bagi sang informan. Kelima, bila karena pertimbangan demi kepentingan umum wartawan harus menerima kesepakatan untuk melindungi identitas narasumbernya, se-sungguhnya hal itu hanya pantas dilakukan untuk informasi yang berupa fakta impirik berupa benda atau dokumen. Bukan berupa pernyataan berisi opini yang disebut fakta opini. Apalagi kalau itu berisi opini yang menyudutkan orang lain. Keenam, penggunaan narasumber anonim, sesungguhnya tanpa disa-dari dapat menurunkan kredibilitas wartawan dan selanjutnya kredibilitas me

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 100

dianya. Wartawan adalah profesi yang dilindungi untuk mewakili masyarakat menuntut hak tahunya. Profesi itu bahkan dilindungi undang-undang. Maka masyarakat akan kecewa jika informasi yang diterimanya dikutip dari sumber tanpa identitas.

III.KESIMPULAN Setelah menelaah berita-berita tentang terorisme yang disajikan su-ratkabar Jawa Pos, Surya, dan Kompas yang terbit dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2007, peneliti menyimpulkan:Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar tersebut masih lebih banyak mengandalkan informasi dari sumber-sumber resmi ne-gara, dalam hal ini Polri atau pihak militer.1. Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar tersebut

tak terlihat berupaya menghubungi para tersangka teroris untuk melakukan konfirmasiatastuduhanpolisi.

2. Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar tersebut suka menggunakan narasumber anonim. Seperti warga tanpa identitas, saksi mata tanpa identitas, bahkan polisi yang tak disebut namanya.

3. Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar tersebut juga melakukan penghakiman terhadap orang-orang atau kelompok yang baru disangka sebagai teroris.

4. Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar banyak sekali melakukan labeling terhadap orang yang disangka sebagai teroris.

5. Dalam memberitakan isu-isu tentang terorisme ketiga suratkabar sedikit sekali yang melakukan liputan mendalam atau liputan menyelidik. Sebagian besar dikemas berupa berita langsung ata straight news.

6. Ketidakpercayaan atau keraguan atau sikap skeptis sebagian masyarakat terhadap keberhasilan polisi membongkar apa yang disebut sebagai ja-ringan terorisme, antara lain dibangun oleh liputan media yang sepihak, tidak mendalam, dan sepotong-sepotong, meloncat-loncat dari satu topik ke topik lainnya. Setiap peristiwa seolah berdiri sendiri tak terkait dengan peristiwa lainnya.

Bertolak dari berbagai temuan dalam penelitian ini, peneliti menyarank-an:1. Meskipun meliput isu perang melawan terorisme, posisi wartawan tetap

harus independen agar bisa meliput secara berimbang dan adil.2. Betapapun perang melawan terorisme adalah perang yang melibatkan dua

belah pihak. Maka salah kalau wartawan menganggap hanya ada satu pihak yang layak didengarkan suaranya sementara pihak lainnya boleh diabaikan.

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2101

1. Bukanlah tugas wartawan untuk ikut berperang melawan apa yang disebut terorisme. Karena itu wartawan tetap harus berada dalam posisinya seba-gai mediator yang bersifat menjembatani lewat liputan yang dilakukannya.

2. Dalam meliput isu terorisme wartawan jangan menggunakan pendekatan aparatkepolisianadalah“sibaik”yangsedangmelawan“sijahat”parater-sangka teroris hanya karena nara sumber resmi mengatakan itu.

3. Wartawan sudah seharusnya menyadari bahwa perang melawan terorisme haruslah tetap berada dalam koridor hukum dan hak asasi manusia. Dalam bingkai seperti itulah seharusnya wartawan melihat dan meliput isu teror-isme.

4. Para awak media sebaiknya menyimak kembali seruan pertemuan Forum MasyarakatAsia-Eropa(ASEM)diHanoi,Vietnam8-9Oktober2004lalu.Pertemuan itu menyerukan kepada pemerintahan negara anggota untuk menghapus peraturan yang menerapkan berbagai halangan bagi warga negara untuk mengekspresikan hak-hak dasarnya dengan dalih “perang melawanterorisme.”

5. Penelitian ini akan lebih lengkap bila juga bisa menjawab apakah berita tentang teroris hanya ditangani oleh wartawan beat yang berada di kepoli-sian dan instansi keamanan pada umumnya.

6. Bila jawabanataspertanyaandi nomor7adalah “ya”,makadisarankansebaiknya untuk liputan tentang teror juga dibuka kemungkinan diliput oleh wartawan di luar beat sehingga bisa didapatkan sudut pandang dan pers-pektif berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Chomsky, Noam. 2005. Kuasa Media. Terjemahan. Yogyakarta: Pinus.

Departemen Komunikasi dan Informatika. 2006. Membangun Pers Nasional yang Bebas, Profesional dan Bermartabat. Jakarta: (Pengarang).

Dewan Pers. 2006. Kompetensi Wartawan: Pedoman Peningkatan Profesional Wartawan dan Kinerja Pers. Jakarta: Sekretariat Dewan Pers.

--.2007.Undang-UndangRepublik IndonesiaNomor40Tahun1999tentangPers. Jakarta: Sekretariat Dewan Pers.

Eriyanto. 2006. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 102

Eriyanto. 2006. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Proposal dan Laporan Pe-nelitian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Ida, Rachmah.2006.AuthoriphobiaMediadanParadoksDemokrasidiIndone-sia. Surabaya: Airlangga University Press.

Ishwara, Luwi.2005.Catatan-CatatanJurnalismeDasar.Jakarta:PTKompasMedia Nusantara.

Kurnia, Septiawan Santana.2003.JurnalismeInvestigasi.Jakarta:YayasanOborIndonesia.Oetomo, Jakob.1987.PerspektifPersIndonesia.Jakarta:LP3ES.

Potter, Deborah.2006.BukuPeganganJurnalismeIndependen.Amerika:BiroProgramInformasiInternasionalDepartemenLuarNegeriAmerikaSerikat.