abstrak -...
TRANSCRIPT
i
Abstrak
Guru adalah salah satu referensi yang paling dominan bagi media
belajar para siswa dibandingkan dengan beberapa sumber belajar lainnya.
Dalam skripsi ini peran utama seorang guru dalam mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an adalah sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator
bagi para siswanya karena itu seorang guru menjadi ujung tombak bagi
keberhasilan belajar siswa di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang
guru PAI tidak hanya hadir untuk menyampaikan materi pelajaran didepan
kelas, tetapi juga dapat mengetahui apa saja kendala yang dialami siswa
sehingga siswa menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, dengan
adanya peran guru tersebut diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan
siswa.
Begitu banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar agama
khususnya dalam belajar membaca Al-Qur’an, namun kesulitan ini belum
diketahui secara pasti faktor penyebab yang menjadikan siswa mengalami
kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini membuat penulis untuk
melahirkan suatu rumusan masalah yaitu, kesulitan apa saja yang ditemui
siswa dalam membaca Al-Qur’an, bagaimana cara mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an tersebut dan bagaimana peran guru PAI dalam
mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Islam Al-Ikhlas. Dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel
sebanyak 15% dari jumlah populasi 272 yaitu 41 orang dengan ketentuan
penarikan sampel yaitu random sampling.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif
analisis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi,
wawancara, angket dan dokumentasi. Dengan metode ini diharapkan
memperoleh data-data yang konkrit dan sesuai dengan kebutuhan dalam
pelaksaan penelitian yang dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete
Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Peran guru PAI
dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa yang menemui
kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya peran guru
seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat merangsang
siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik, sedangkan kesulitan siswa
dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam
diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya
semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah,
kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu
tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an,
sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya motivasi dan perhatian dari
kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik
pendidikan formal maupun non formal.
PERAN GURU PAI DALAM MENGATASI KESULITAN
MEMBACA AL-QUR’AN SISWA DI SMP ISLAM AL-IKHLAS
CIPETE JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S,Pd.i)
Oleh
HANIFAH
NIM: 105011000139
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
i
Abstrak
Guru adalah salah satu referensi yang paling dominan bagi media
belajar para siswa dibandingkan dengan beberapa sumber belajar lainnya.
Dalam skripsi ini peran utama seorang guru dalam mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an adalah sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator
bagi para siswanya karena itu seorang guru menjadi ujung tombak bagi
keberhasilan belajar siswa di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang
guru PAI tidak hanya hadir untuk menyampaikan materi pelajaran didepan
kelas, tetapi juga dapat mengetahui apa saja kendala yang dialami siswa
sehingga siswa menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, dengan
adanya peran guru tersebut diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan
siswa.
Begitu banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar agama
khususnya dalam belajar membaca Al-Qur’an, namun kesulitan ini belum
diketahui secara pasti faktor penyebab yang menjadikan siswa mengalami
kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini membuat penulis untuk
melahirkan suatu rumusan masalah yaitu, kesulitan apa saja yang ditemui
siswa dalam membaca Al-Qur’an, bagaimana cara mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an tersebut dan bagaimana peran guru PAI dalam
mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Islam Al-Ikhlas. Dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel
sebanyak 15% dari jumlah populasi 272 yaitu 41 orang dengan ketentuan
penarikan sampel yaitu random sampling.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif
analisis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi,
wawancara, angket dan dokumentasi. Dengan metode ini diharapkan
memperoleh data-data yang konkrit dan sesuai dengan kebutuhan dalam
pelaksaan penelitian yang dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete
Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Peran guru PAI
dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa yang menemui
kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya peran guru
seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat merangsang
siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik, sedangkan kesulitan siswa
dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam
diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya
semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah,
kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu
tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an,
sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya motivasi dan perhatian dari
kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik
pendidikan formal maupun non formal.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillahhirobbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah
semata, yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita
semua. Atas Rahmat, Taufik dan Hidayah serta izin Allah SWT, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-
Qur’an Siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan” ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, masih jauh
dari kesempurnaan tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, baik berupa
motivasi, izin, pikiran, tenaga, dana dan lainnya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dosen pembimbing skripsi, Ibu Dra. Hj. Eri Rosatria, M. Ag, yang
telah memberikan bimbingan, motivasi serta meluangkan waktunya
untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dosen Akademik, Bapak DR. Zaimuddin M.Ag yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya dalam penulisan skripsi ini.
5. Staf PU dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepala sekolah SMP Islam Al-Ikhlas, Bapak H. Prasetyo dan Stafnya,
yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk melakukan
penelitian.
7. Kedua orang tua yang tercinta dan penulis banggakan, Ayahanda (H.
Umar Ardawi) dan ibunda (Hj. Mariam), yang tidak pernah henti-
iii
hentinya memberikan doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun
materil sehingga skripsi ini dapat selesai. I Love You Forever…
8. Kakanda Abdul Rojak, Ubaidillah, Dzikru Yudi yang selalu
menanyakan kapan lulus, merupakan suatu motivasi untuk penulis
agar terus berjuang demi mencapai apa yang diharapkan.
9. Abie Andi Yanuarsyah yang telah meluangkan waktu dan tenaganya
demi membantu terselesaikannya skripsi ini, serta teman-temanku,
Candra, Rosyidin, Asep, Lia, Sikho, Ela, Ozy, Maya, Reka, Yani dan
seluruh PAI kelas D 2005. Terimakasih atas motivasinya semoga tali
siraturrahmi diantara kita selalu terjaga. Amin…
Dipenghujung tulisan ini, penulis menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemempuan dan
pengetahuan yang penulis miliki. Dengan penuh kesadaran dengan segala
kekurangan dalam kata-kata di dalam penulisan, kaidah-kaidah dan lain
sebagainya, penulis mohon maaf kepada pembaca umumnya. Penulis
mohon saran dan kritiknya yang membangun dalam rangka membimbing
penulis untuk mengenali cara penulisan seperti apa yang benar dan lain
sebagainya. Semoga dari partisipasi pembaca, penulis bisa belajar dari
kesalahan.
Penulis mengucapkan terimakasih, semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal atas jasa dan bantuan serta pengorbanan yang telah
diberikan mereka semua, dan mudah-mudahan karya ini, bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembacanya.
Jakarta, 30 Maret 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ........................................ 1
A. Identifikasi Masalah ......................................... 5
B. Pembatasan Masalah ......................................... 5
C. Perumusan Masalah ........................................... 6
D. Tujuan Penelitian .............................................. 6
E. Manfaat Penelitian ............................................. 6
BAB II LANDASAN TEORETIK
A. Membaca Al-Qur’an ......................................... 7
1. Pengertian Membaca Al-Qur’an ................... 7
2. Keutamaan Membaca Al-Qur’an ................. 9
3. Adab Membaca Al-Qur’an ........................... 12
B. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an ............... 15
1. Adab Pengajar Al-Qur’an ............................. 15
2. Adab Pelajar Al-Qur’an ................................ 17
C. Problematika dalam Membaca Al-Qur’an ........ 19
1. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca
Al-Qur’an ................................................ 19
a. Faktor-faktor Kesulitan Membaca
Al-Qur’an .................................................. 19
b. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca
Al-Qur’an .................................................. 23
v
2. Cara Mengatasi Kesulitan Membaca
Al-Qur’an ...................................................... 26
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ke-
mampuan Siswa Dalam Membaca Al-Qur’an 27
4. Metode Belajar Membaca Al-Qur’an ........... 28
D. Peran dan Tugas Guru PAI ............................... 35
1. Pengertian Guru PAI .................................... 35
2. Peran Guru PAI ............................................ 36
3. Tugas Guru PAI ............................................ 40
4. Peran Guru PAI dalam Mengatasi
Kesulitan Membaca Al-Qur’an ................... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................... 46
B. Metode Penelitian .............................................. 46
C. Populasi dan Sampel ......................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ................................ 47
E. Instrumen Penelitian .......................................... 48
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMPI Al-Ikhlas .................... 52
1. Visi dan Misi ................................................. 52
2. Keadaan Guru, karyawan dan Siswa ............. 53
3. Keadaan Sarana dan Prasarana ...................... 55
4. Prestasi Siswa ................................................ 58
B. Pengolahan dan Analisis Data ........................... 59
C. Interpretasi Data ................................................ 80
D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian ........ 84
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................... 85
B. Saran .................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kisi-kisi angket ................................................... 49
Tabel 2 Keadaan guru, karyawan dan siswa SMP I
Al-Ikhlas ............................................................. 54
Tabel 3 Sarana .................................................................. 55
Tabel 4 Prasarana SMP Islam Al-Ikhlas .......................... 57
Tabel 5 Prestasi Siswa SMP Islam Al-Ikhlas ................... 59
Tabel 6 Guru PAI memberikan bantuan kepada siswa
kepada siswa yang mengalami kesulitan
dalam membaca Al-Qur’an ................................. 60
Tabel 7 Guru PAI memberikan bimbingan dalam
mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan
bacaan yang benar ............................................... 61
Tabel 8 Guru PAI mengucapkan huruf-huruf hijaiyah
dengan fasih ........................................................ 62
Tabel 9 Guru PAI menganjurkan kepada siswa untuk
mengulangi pelajaran di rumah ........................... 62
Tabel 10 Guru PAI memberikan pujian kepada siswa
yang memperoleh nilai baik ................................ 63
Tabel 11 Guru PAI memberikan hadiah kepada siswa
yang baik dalam membaca Al-Qur’an ................ 63
Tabel 12 Guru Al-Qur’an memberikan dorongan untuk
belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh ...... 64
Tabel 13 Guru memerintahkan siswa untuk membaca
Al-Qur’an setiap hari .......................................... 65
Tabel 14 Guru Al-Qur’an memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melafazkan hukum bacaan
tajwid satu persatu ............................................... 65
Tabel 15 Guru Al-Qur’an menegur siswa jika
tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an ......... 66
viii
Tabel 16 Guru Al-Qur’an memberikan sanksi jika siswa
tidak memperhatikan pelajaran AlQur’an .......... 67
Tabel 17 Guru Al-Qur’an memberikan sanksi jika siswa
tidak mengerjakan tugas ..................................... 67
Tabel 18 Guru Al-Qur’an bertanya kepada siswa tentang
materi yang sudah diajarkan sebelum memulai
pelajaran .............................................................. 68
Tabel 19 Guru Al-Qur’an memberikan tugas kepada siswa
setelah kegiatan belajar mengajar selesai ........... 68
Tabel 20 Guru Al-Qur’an memberikan penilaian dalam
setiap pelajaran Al-Qur’an .................................. 69
Tabel 21 Guru Al-Qur’an menegur siswa yang jarang hadir 69
Tabel 22 Guru Al-Qur’an memberikan tugas yang bervariasi
tiap siswa ............................................................. 70
Tabel 23 Guru Al-Qur’an menggunakan media belajar
untuk memperjelas penyampaian materi ............ 70
Tabel 24 Penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an ...... 71
Tabel 25 Siswa membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah 72
Tabel 26 Setiap membaca Al-Qur’an siswa membacanya
dengan tartil ........................................................ 72
Tabel 27 Siswa senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an .... 73
Tabel 28 Siswa menemui kesulitan dalam mempelajari ilmu
tajwid (hukum bacaan izhar dan ikhfa ................ 73
Table 29 Siswa menemui kesulitan dalam membedakan
lafadz huruf أ dengan 75 ...................................... ع
Tabel 30 Siswa menemui kesulitan dalam melafalkan
hukum bacaan Iqlab ............................................ 76
Tabel 31 Siswa menemui kesulitan tentang perbedaan
hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom
bilagunnah ........................................................... 76
Tabel 32 Orang tua membimbing siswa dalam belajar
ix
membaca Al-Qur’an ............................................ 77
Tabel 33 Orang tua siswa memberikan dorongan agar
belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-
sungguh ............................................................... 78
Tabel 34 Setelah siswa faham tentang ilmu tajwid, minat
siswa semakin bertambah untuk terus belajar
membaca Al-Qur’an ............................................ 78
Tabel 35 Siswa senang mendengarkan penjelasan dari
guru Al-Qur’an tentang pelajaran ilmu tajwid .... 79
Tabel 36 Siswa mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an
yang sudah dipelajari di sekolah ......................... 79
Tabel 37 Siswa senang mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru Al-Qur’an ............................................ 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah pegangan atau pedoman yang paling pertama bagi umat
Islam karena Al-Qur‟an adalah sumber ajaran Islam yang memuat seluruh
aspek kehidupan berupa akidah, ibadah, akhlak, sejarah dan sosial.
Ajaran Islam dapat dilaksanakan dengan baik oleh seseorang muslim
apabila muslim tersebut bisa memahami kandungan ajaran yang terdapat
dalam kitab sucinya, yaitu Al-Qur‟an dan sunnah Rasul dan hal ini adalah
wajib bagi setiap muslim untuk belajar dan mengajarkan ilmunya.
Sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur‟an telah lama mendapatkan
perhatian khusus dari kaum muslimin di seluruh dunia. Sejak dini anak-anak
mereka telah diperkenalkan kepada Al-Qur‟an dengan cara meminta kepada
para guru atau pengajar Al-Qur‟an agar berkenan mengajarkan Al-Qur‟an.
Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“Didiklah anak-anak kamu pada tiga hal: mencintai Nabi kamu, mencintai
keluarganya dan membaca Al-Qur’an. Sebab orang-orang yang ahli Al-
Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada
perlindungan selain daripada perlindungan-Nya dan orang-orang yang
suci ”.(HR. Thabrani)
1
2
Dalam buku yang di tulis oleh Abdullah Nasih Ulwan yang berjudul
pendidikan anak dalam Islam telah menjelaskan beberapa pernyataan yang
dilontarkan oleh para ulama pendidikan Islam tentang kewajiban mengajarkan
Al-Qur‟an kepada anak-anak; antara lain:
Sa‟ad bin Abi Waqash r.a, berkata: Kami mengajar anak-anak kami
tentang peperangan Rasulullah saw. Sebagaimana kami mengajarkan
surah Al-Qur‟an kepada mereka.
Ibn Khaldun, di dalam Mukaddimahnya, mengisyaratkan akan
pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al-Qur‟an kepada anak-
anak. Ia juga menjelaskan bahwa pengajaran Al-Qur‟an merupakan
dasar bagi seluruh kurikulum sekolah di berbagai Negara Islam. Sebab,
Al-Qur‟an salah satu syi‟ar agama yang dapat menguatkan akidah dan
keimanan.
Ibnu Sina, dalam buku As-Siyasah memberikan nasihat agar seorang
anak semenjak kecil sudah mulai diajari Al-Qur‟an. Hal ini
dimaksudkan agar ia mampu menyerap bahasa Al-Qur‟an serta
tertanam di dalam hati mereka ajaran-ajaran tentang iman.1
Dalam ajaran Islam, telah menempatkan budaya membaca pada posisi
yang penting dan mulia, lebih-lebih dengan perintah membaca Al-Qur‟an
yang dilakukan semata-mata karena Allah (niat beribadah kepada Allah),
maka tiada balasan yang setimpal kecuali balasan pahala. Seruan untuk
membaca Al-Qur‟an termaktub dalam firman Allah yang pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam surat Al-„Alaq ayat 1-5.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa membaca sangat besar perannya
dalam membentuk suatu masyarakat yang berpendidikan dan berperadaban.
1 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),
Cet ke-3, Jilid 1, h. 169
3
Dalam kehidupan manusia, membaca merupakan salah satu fungsi yang
sangat penting dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar diawali dari
hal membaca, karena dengan membaca, manusia dapat mengetahui apa yang
belum diketahuinya dan mendapatkan sedikit ilmu baik pengetahuan umum
atau pun pengetahuan agama.
Kemampuan membaca Al-Qur‟an merupakan hal yang sangat penting dan
urgen dikalangan umat Islam, dalam pengajaran Al-Qur‟an tidak dapat
disamakan dengan pengajaran membaca menulis di sekolah dasar, karena
dalam pengajaran Al-Qur‟an anak-anak hanya belajar huruf-huruf dan kata-
kata yang mereka tidak pahami artinya. Apalagi umumnya anak-anak hanya
belajar membaca, tidak menuliskannya. Mereka belajar kata-kata mati, mereka
belajar simbol huruf (bunyi) dan kata yang tidak ada wujudnya bagi mereka.
Mereka belajar bahasa yang tidak praktis dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini mungkin dapat mempersulit dan memperlambat
berhasilnya pengajaran Al-Qur‟an itu. Meskipun demikian, anak (orang) Islam
mesti belajar membaca Al-Qur‟an, karena kepandaian membaca Al-Qur‟an itu
merupakan kebutuhan sehari-hari bagi kehidupan seorang muslim dalam
pengalaman ajaran agamanya.
Setiap sholat (minimal lima kali sehari semalam) mereka wajib membaca
(hafal) ayat Al-Qur‟an walaupun hafalannya itu tidak dicapai dengan melalui
belajar membaca, namun membaca Al-Qur‟an merupakan suatu ilmu
(kepandaian) yang berguna dan seharusnya ada pada setiap umat Islam dalam
rangka ibadat dan syi‟ar agamanya.2
Kemampuan membaca Al-Qur‟an adalah kemampuan hasil belajar yang
diperoleh siswa dengan diperlihatkannya setelah mereka menempuh
pengalaman belajar. Kemampuan membaca Al-Qur‟an dipengaruhi oleh
banyak faktor salah satunya adalah minat. Siswa yang mempunyai minat yang
tinggi dalam belajar Al-Qur‟an akan senantiasa berusaha untuk mengatasi
segala hambatan dan tangtangan.
2 Zakiyah Daradjat, dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam… (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), Ed-2, Cet ke-3…h. 91-92
4
Tidak menafikkan hahwa ada umat Islam yang masih komitmen dan
konsisten terhadap Al-Qur‟an, namun ada juga yang menjadikan Al-Qur‟an
tidak lebihnya sebagai nyanyian yang disuarakan dan dibacakan dengan
merdu, bahkan diperlombakan atau dijadikannya sebagai sarana mencari
kehidupan dunia dengan menjualnya dengan harga murah.
Kenyataan ini pun berimplikasi juga dikalangan pelajar dalam dunia
pendidikan formal, yang merasa enggan atau malas untuk membaca Al-
Qur‟an. Ketika dilembaga sekolah, khususnya bernuansakan Islam, baik dari
tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi, maka mereka wajib diberikan
pelajaran mengenai pendidikan Al-Qur‟an sebagai tuntunan bagi kehidupan,
karena Al-Qur‟an merupakan salah satu bagian dari rukun yang wajib
diamalkan.
Di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete, sebagai akibat dari otonomi daerah yang
berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak pengelola
yayasan mengambil suatu kebijakan yaitu membahas masalah Al-Qur‟an
dengan menjadikannya sebagai salah satu bidang studi.
Bidang studi Al-Qur‟an ini dilaksanakan supaya lebih menambah dan
mengembangkan pengetahuan siswa-siswa dalam mempelajari ilmu-ilmu
agama yang dirasakan sedikit sekali waktu belajar pendidikan agama, apalagi
mayoritas siswa yang ada di SMP Islam Al-Ikhlas ini berlatar belakang dari
sekolah umum. Oleh sebab itu dalam pengajaran agama Islam di sekolah
banyak sekali problem yang dihadapi guru PAI, khususnya dalam membaca
Al-Qur‟an. Siswa yang berasal dari sekolah dasar memasuki sekolah yang
berbasis Islam yakni SMP Islam atau Madrasah, mungkin pengetahuan dan
pengalaman belajar yang diperolehnya dalam membaca Al-Qur‟an sangat
minim.
Adapun diantara kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam membaca
Al-Qur‟an adalah dalam pengucapan makharijul huruf, pemahaman ilmu
tajwid yang masih kurang, serta kelancaran membaca Al-Qur‟an yang masih
terbata-bata.
5
Dengan dasar itulah, pihak sekolah merasa perlu menambah jam pelajaran
khusus untuk bidang studi Al-Qur‟an yang diharapkan berpengaruh bagi
siswa-siswinya dalam upaya mengatasi kesulitan membaca Al-Qur‟an, baik
ketika belajar di sekolah maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk merealisasikan semua itu tentu tidak mudah, maka terlebih dahulu
perlu diperhatikan oleh setiap pendidik bahwa dalam kegiatan belajar
mengajar harus memperhatikan faktor kesulitan membaca, yang merupakan
salah satu dari sekian banyak faktor penghambat dari proses belajar.
Melihat fenomena yang ada di SMP Islam Al-Ikhlas, penulis merasa
tertarik untuk meneliti fenomena di atas dan dituangkan dalam sebuah judul,
yaitu: “Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur‟an
Siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete”.
B. Identifikasi Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya minat siswa dalam belajar membaca Al-Qur‟an di SMP Islam
Al-Ikhlas.
2. Kurangnya pemahaman siswa tentang ilmu tajwid.
3. Metode mengajar yang kurang menarik.
4. Kurangnya jam pelajaran di sekolah untuk belajar Al-Qur‟an, sehingga
tidak dapat memberikan semua materi yang harus disampaikan.
5. Kurangnya motivasi dari keluarga khususnya orang tua.
6. Latar belakang pendidikan yang berbeda.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dalam penelitian ini diperlukan pembatasan
masalah, sehingga diharapkan pembahasan ini tidak meluas. Adapun masalah
dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam membaca Al-Qur‟an.
2. Metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran Al-Qur‟an.
6
3. Peran yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan siswa membaca Al-
Qur‟an.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan, maka penulis rumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi
ini, yaitu:
1. Kesulitan apa saja yang ditemui siswa SMPI Al-Ikhlas dalam membaca
Al-Qur‟an?
2. Bagaimana peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-
Qur‟an?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesulitan siswa dalam belajar membaca
Al-Qur‟an.
2. Untuk mengetahui peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca
Al-Qur‟an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru PAI dalam mengatasi
kesulitan membaca Al-Qur‟an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas.
F. Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan acuan oleh para guru maupun calon guru agar dapat
memberikan layanan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa
dalam proses kegiatan belajar mengajar khususnya dalam pembelajaran
Al-Qur‟an.
2. Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas PAI di SMP
Islam Al-Ikhlas Cipete.
3. Menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang PAI
7
BAB II
LANDASAN TEORETIK
A. Membaca Al-Qur’an
1. Pengertian Membaca Al-Qur’an
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa membaca adalah,
“Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis”.1 Sedangkan menurut
Bamberger sebagaimana dikutip oleh Imam Siregar dalam jurnal PENAMAS
membaca adalah, “Suatu proses kognitif sekaligus kebahasaan”.2 Selanjutnya
dia menjelaskan bahwa secara kognitif, membaca adalah “Proses
mentrasformasikan simbol-simbol grafis ke dalam konsep-konsep intelektual,
sedangkan dari segi proses kebahasaan, membaca adalah satu sarana efektif
pengembangan kemampuan berbahasa dan kepribadian”.3 Dengan kata lain
membaca berarti berbuat atau melakukan sesuatu pekerjaan atau kegiatan atau
perbuatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pesan atau informasi
yang berbentuk teks atau tulisan.
Al-Qur‟an secara bahasa berasal dari kata Arab qara‟a- yaqra‟u- qira‟atan-
qur‟anan, yang berarti bacaan atau hal membaca.4 Sedangkan secara
terminologi, para ahli mengemukakan pengertian yang berbeda-beda.
1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. ke-
3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 83 2 Imam Siregar, “Kemampuan Membaca dan Memahami Al-Qur‟an”, dalam PENAMAS,
Vol. XXII, No. I, Januari-April 2009, h. 37 3 Ibid…h. 37
4 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990),
Cet. ke-8, h. 79.
8
Imam Fakhlur Razi dan Syeikh Mahmud Syaltut, menyatakan: “Al-Qur‟an
adalah lafal Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang
diturunkan kepada kita secara mutawattir”.
Sedangkan DR. Abdul Wahab Khallaf, mendefinisikan Al-Qur‟an
dengan: Kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat
Jibril (Ar-Ruh Al-Amin) ke dalam hati Rasulullah saw dengan
menggunakan bahasa Arab serta makna-makna yang benar untuk
dijadikan hujjah (argumentasi) dalam pengakuannya sebagai Rasul dan
dijadikan sebagai dustur (undang-undang) bagi seluruh umat manusia,
dimana mereka mendapatkan petunjuk dari pada-Nya di samping
merupakan amal ibadah bagi kaum Muslimin yang membacanya.5
Menurut M. Samsul Ulum dalam bukunya yang berjudul Menangkap
Cahaya Al-Qur‟an “Al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Saw. untuk semua manusia yang hidup sejak Nabi Muhammad diutus
menjadi rasul sampai manusia yang hidup di akhir zaman”.6 Sedangkan
menurut Manna al-Qaththan, Al-Qur‟an adalah “Firman Allah (kalamullah)
yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang membacanya menjadi suatu
ibadah”.7
Lebih lanjut Totok Jumantoro menyimpulkan pengertian Al-Qur‟an
sebagai berikut: Wahyu atau firman Allah SWT, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril, atau dengan
cara lain, dengan menggunakan bahasa Arab untuk pedoman dan
perunjuk bagi manusia, dan merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw.
yang terbesar, yang diterima oleh umat Islam secara mutawattir, dan
dinilai ibadah bagi orang yang membacanya.8
Dari pengertian membaca Al-Qur‟an di atas penulis dapat simpulkan bahwa
membaca Al-Qur‟an adalah suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh kesan dan pesan dari sebuah ajaran Ilahi dan
sudah berbentuk kitab yang merupakan ibadah bagi orang yang membacanya,
karena merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Rasul-Nya yaitu
5 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah,
2009), Cet. Ke-2, h. 8. 6 M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur‟an, (Malang: PT. UIN Malang Press,
2007),…h. 2. 7 Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Al-Qur‟an, Terj. dari Mahabits Fi „Ulum Al-
Qur‟an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), Cet. Ke-4, h. 18. 8 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih… h. 7-8.
9
Muhammad Saw dan sebagai pedoman serta petunjuk bagi manusia kepada
jalan yang lurus yaitu jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.
2. Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Bagi umat Islam, Al-Qur‟an adalah kitab suci yang memiliki keistimewaan
luar biasa yang telah diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW baik di dunia
maupun di akhirat. Membaca Al-Qur‟an tidaklah sama dengan membaca
buku-buku lainnya, karena dengan membaca Al-Qur‟an disertai dengan
memahami dan mengamalkannya akan membawa kita kepada kehidupan yang
lebih baik dan kepada Al-Qur‟anlah semua kehidupan umat Islam dirujukan.
Oleh karena itu, setiap orang Islam harus membacanya supaya bisa memahami
isinya kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memompa semangat belajar membaca Al-Qur‟an, sangat penting
mengetahui fadilah (keutamaan) membaca Al-Qur‟an. Diantaranya yaitu;
Irfan Abdul „Azhim dalam bukunya yang berjudul Agar Bacaan Al-Qur‟an
Anda Tidak Sia-sia menjelaskan bahwa “Orang yang membaca Al-Qur‟an
akan mendapat banyak kebaikan di dunia dan di akhirat, hidupnya dinamis,
penuh gairah, jauh dari duka dan dekat Yang Maha Kuasa”.9 Hal ini terdapat
dalam hadits yang diriwayatkan dari „Utsman bin „Affan RA, ia berkata:
“Rasulullah bersabda: paling baik kamu adalah orang yang
mempelajari Al-Qur‟an dan mengajarkannya”.
Kandungan dari hadits tersebut menegaskan bahwa orang yang belajar Al-
Qur‟an dan setelah mampu, maka mengajarkannya kepada orang lain adalah
orang yang terbaik, yaitu orang yang mendapat banyak kebaikan di dunia dan
di akhiratnya.
9 Irfan Abdul „Azhim, Agar Bacaan Al-Qur‟an Anda Tidak Sia-sia, (Solo: PT. Pustaka
Iltizam, 2009), Cet Ke-I, h. 92-93
10
Selanjutnya Ahmad Syarifuddin menjelaskan bahwa “Membaca Al–Qur‟an
merupakan obat (terapi) jiwa yang gundah”.10
Lebih lanjut ia menjelaskan
bahwa “Membaca Al-Qur‟an bukan saja amal ibadah, namun bisa juga
menjadi obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut, nurani tidak tentram
dan sebagainya”.11
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra‟: 82, yang
berbunyi:
...
"Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman” .
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi hati, mereka
menyatakan bahwa ”Membaca Al-Qur‟an merupakan salah satu obat hati yaitu
dengan cara membacanya secara khusyu‟ seraya merenungkan makna
kandungannya disamping lima hal yang lain, yaitu berteman dengan orang
shaleh, dzikir di waktu sunyi, shalat malam, dan puasa”. 12
Sedangkan pendapat Rochman Na‟im, dalam bukunya yang berjudul
“Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya”, beliau menjelaskan beberapa
keutamaan orang yang membaca Al-Qur‟an diantaranya yaitu;
1. Dapat mensucikan atau membersihkan hati. Hal ini terdapat dalam hadits
Rasulullah SAW, yang berbunyi:
“Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya qalbu itu berkarat
sebagaimana besi berkarat. Kemudian Rasulullah ditanya: Wahai
Rasulullah apa yang membuatnya menjadi terang. Rasulullah
menjawab: membaca Al-Qur‟an dan mengingat mati”.13
10
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an,
(Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet ke-3, h. 47 11
Ibid…h. 47 12
Ibid…h. 48 13
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya Ilmu,
2006), Cet. Ke- 1, h. 22
11
2. Keimanannya akan bertambah dalam qalbunya sehingga ia tidak akan
mudah terguncang apalagi rubuh. Diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas RA, ia
berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya orang yang tidak ada dalam
ruang tubuhnya sesuatu dari Al-Qur‟an bagaikan rumah yang rubuh”.
3. Akan mendapat pahala dari Allah dan akan bersama para malaikat yang
mulia dan taat kepada Allah. Dalam Hadits yang diriwayatkan dari „Aisyah
RA, ia berkata:
“Rasulullah saw bersabda: “orang yang membaca Al-Qur‟an dan dia
mahir (pintar) dalam membacanya akan bersama malaikat yang mulia
dan taat. Dan orang yang membaca Al-Qur‟an dan dia terbata-bata dan
menghadapi kesulitan dalam membacanya maka baginya dua pahala”.
4. Akan mendapatkan syafa‟at di akhirat kelak. Sebagaimana dalam hadits
dari Umamah RA, ia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “bacalah oleh kamu
sekalian Al-Qur‟an maka sesungguhnya ia akan datang pada hari
kiamat sebagai pemberi syafa‟at kepada yang membacanya”.
5. Akan diberi ganjaran oleh Allah sepuluh kebaikan. Diriwayatkan dari
„Abdullah bin Mas‟ud RA, ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: siapa yang membaca satu huruf dari
kitabullah (Al-Qur‟an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan
dibalas dengan sepuluh kebaikan yang sama. Tidaklah aku berkata alif
lam mim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim
satu huruf”.14
Demikianlah keutamaan orang yang membaca Al-Qur‟an, selalu
mempunyai nilai lebih bagi orang-orang yang membacanya, baik di dunia
14
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya Ilmu,
2006), Cet. Ke- 1, h. 15-22
12
maupun di akhirat. Begitu mulianya Al-Qur‟an sehingga Orang yang
membaca Al-Qur‟an secara terbata-bata saja akan mendapatkan dua pahala,
yaitu pahala terbata-batanya dan pahala membacanya. Apalagi orang yang
pintar membaca Al-Qur‟an, akan bersama para malaikat yang mulia dan taat.
3. Adab Membaca Al-Qur’an
Seperti telah disinggung diatas bahwa membaca Al-Qur‟an tidaklah sama
dengan membaca sebuah buku, majalah, surat kabar dan semacamnya, ada
adab dan tata cara tertentu yang mesti dilakukan agar si pembaca bukan hanya
mampu membaca, tetapi harus mampu memahami dan menyelami ke dalam
makna ayat-ayatnya dengan baik dan benar, walaupun sekedar membacanya
saja sudah mendapat pahala. Oleh sebab itu dianjurkan bagi orang yang
membaca Al-Qur‟an memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur‟an;
diantaranya yaitu:
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan menerangkan dalam bukunya Mahabits Fi
„Ulum Al-Qur‟an yang diterjemahkan oleh Aunur Rafiq el- Mazni bahwa adab
membaca Al-Qur‟an sebagai berikut:
1. Membaca Al-Qur‟an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang
paling utama, dan bersiwak sebelum memulai membaca.
2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan
membaca Al-Qur‟an.
3. Membacanya dengan khusyu‟, tenang dan penuh hormat, dan membaca
ta‟awudz pada permulaannya serta membaca basmalah pada permulaan
setiap surah.
4. Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas
serta memberikan hak setiap huruf. Seperti membaca mad dan idghom.
5. Membaguskan suara dengan membaca Al-Qur‟an dan mengeraskan bacaan
Al-Qur‟an, karena membacanya dengan suara jahar (keras) lebih utama.
6. Membaca Al-Qur‟an dengan melihat langsung kepada mushaf dan
membacanya dengan hafalan.15
Sedangkan Sirojuddin SA menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh
Jalaluddin As-Syuyuthi dalam buku Al-Itqan fi Ulumi Al-Qur‟an bahwa adab
membaca Al-Qur‟an antara lain sebagai berikut:
15
Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Al-Qur‟an, Terj. dari Mahabits Fi „Ulum Al-
Qur‟an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni…h. 233-237
13
1. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an di tempat yang suci dan bersih. Dan
tempat yang paling baik adalah masjid.
2. Disunnahkan menggosok gigi terlebih dahulu sebelum membaca Al-
Qur‟an.
3. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an dalam keadaan duduk tenang dan kepala
ditundukkan.
4. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an dengan suara merdu dan indah dengan
tetap memlihara kaidah-kaidah ilmu tajwid.
5. Membaca Al-Qur‟an tidak boleh dipotong-potong oleh pembicaraan
apapun.
6. Tidak dibolehkan membaca Al-Qur‟an dengan bahasa selain bahasa Arab,
baik dalam sholat maupun diluar sholat.
7. Disunnahkan sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat sajadah.
8. Setelah khatam Al-Qur‟an disunnahkan berdoa yang dimulai dengan
hamdallah, sholawat, dan istighfar.16
Lebih lanjut Sirajuddin SA menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh
Ismael Tekan, dalam buku Tajwid Al-Qur‟an Al-Karim, bahwa adab membaca
Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
1. Tiap-tiap selesai membaca Al-Qur‟an, hendaklah diakhiri dengan
membaca:
“Maha Benar Allah Yang Maha Agung. Dan telah menyampaikan Rasul-
Nya yang tercinta lagi mulia. Dan kami termasuk orang-orang yang
menjadi saksi dan bersyukur terhadap yang demikian itu. Dan segala
puji bagi Allah semesta alam”.
2. Setelah selesai membaca Al-Qur‟an hendaklah diletakkan pada tempat yang
bersih dan tertinggi dari buku-buku lain.
3. Jangan menjulurkan kaki ke arah Al-Qur‟an, karena termasuk penghinaan
dan berdosa.17
Menurut Ahsin W. Alhafidz, dalam bukunya yang berjudul Bimbingan
Praktis Menghafal Al-Qur‟an, bahwa adab membaca Al-Qur‟an ada delapan,
yaitu;
16
Sirajuddin SA, 24 Tuntunan Membaca Al-Qur‟an dengan Tartil, (Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2005), cet, ke-1, h. 139- 140 17
Ibid…h.140-141.
14
1. Berwudhu, lebih lanjut dia menjelaskan bahwa membaca Al-Qur‟an
sesudah berwudhu, termasuk Zikrullah yang paling utama. Rasulullah saw
bersabda:
“Dari An-Nu‟man bin Basyir r.a., bahwa Nabi saw. bersabda:Yang
paling utama dari ibadah umatku adalah membaca Al-Qur‟an.” (HR. Al
Baihaqi).18
2. Menbacanya di tempat yang suci dan bersih. Ini dimaksudkan untuk
menjaga keagungan Al-Qur‟an.
3. Membacanya dengan khusyu‟, tenang dan penuh hikmat Allah berfirman
dalam surat Al-Isra‟ :17;
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyu'.”
4. Bersiwak sebelum memulai membaca.
5. Membaca ta‟awuz sebelum memulai membaca ayat Al-Qur‟an. Allah
berfirman:
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. AN-Nahl/16:
98).
6. Membaca basmalah pada setiap permulaan surah, kecuali surat At-Taubah.
7. Membacanya dengan tartil. Allah berfirman:
“Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan
perlahan-lahan”. (QS. Al-Muzamil/73: 4).19
8. Tadabbur/Memikirkan Terhadap Ayat-ayat yang Dibacanya. Allah
berfirman dalam surat Shaad/38: 29 :
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”.
18
Ahsin W. Alhafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), cet. Ke- 1, h. 32 19
Irfan Abdul „Azhim, Agar Bacaan Al-Qur‟an Anda Tidak Sia-sia…h. 146-147
15
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan membaca seperti itu, artinya
penuh perhatian terhadap ayat-ayat yang dibacanya, maka seorang pembaca
akan memahami dan respek terhadap ayat-ayat yang sedang dibaca. Dengan
demikian, maka seorang pembaca akan membaca „tasbih‟ ketika ia bertemu
dengan ayat-ayat yang mengandung perintah bertasbih, membaca ta‟awudz
ketika membaca ayat-ayat yang bernada ancaman , dan lain sebagainya.20
Jadi jelas bahwa tidaklah sama Al-Qur‟an dengan buku ensikopedia,
kamus, atau buku-buku yang lainnya. Meski zahir-nya sama-sama terbuat dari
kertas yang ditulisi tinta dan dicetak serta dijual dipasaran, namun di
dalamnya menuntut perlakuan yang berbeda terhadap Al-Qur‟an. Seperti
adab-adab tersebut yang harus kita lakukan untuk memulai bacaan Al-Qur‟an,
yaitu apabila ingin membaca Al-Qur‟an harus diawali dengan membersihkan
diri terlebih dahulu dengan cara berwudhu, bersiwak atau gosok gigi dan
sebagainya.
Demikianlah antara lain adab membaca dan menyikapi Al-Qur‟an yang
terpenting, yang harus kita pelihara demi menjaga kesucian Al-Qur‟an
menurut arti yang sesungguhnya.
B. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an
Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur‟an, mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab terhadap kitab sucinya itu. Diantara kewajiban dan tanggung
jawab itu adalah mempelajarinya dan mengajarkannya. Namun dalam
mempelajari dan mengajarkannya memiliki adab masing-masing.
a. Adab Pengajar Al-Qur’an
Dalam melaksanakan pembelajaran Al-Qur‟an, terdapat beberapa
ketentuan yang sebaiknya dilalui oleh pembelajar, yaitu guru dan murid. Bagi
seorang guru ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengajar Al-
Qur‟an diantaranya yaitu;
Menurut Abdul Aziz dalam bukunya yang berjudul Bersanding Dengan Al-
Qur‟an, adab pengajar Al-Qur‟an ada 5; diantaranya yaitu:
20
Ahsin W. Alhafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an…h. 33.
16
1. Yang harus diperhatikan oleh pengajar Al-Qur‟an adalah niat.
Niat mengajar Al-Qur‟an adalah untuk mencari keridhoan Allah SWT. Di
dalam Shohihain di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya dan setiap orang
tergantung dengan apa yang diniatkan”.21
2. Menghiasi diri dengan akhlak mulia sesuai tuntunan syar‟i.
Seyogyanya seorang pengajar Al-Qur‟an berakhlak luhur sesuai tuntunan
syar‟i, menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, berperilaku yang
diridhoi Allah, seperti penuh kekhusyu‟an, tenang, berwibawa, dan rendah
hati, dan berperilaku lembut terhadap murid.22
Lebih lanjut Imam Nawawi
menjelaskan bahwa guru sepatutnya tidak merasa besar diri berhadapan
dengan murid-muridnya. Seharusnya dia hendaklah berlembut dan
merendahkan diri. Hal ini tertulis dalam hadits Rasulullah SAW:
“Berlemah lembutlah terhadap muri-murid kamu dan terhadap guru-
guru kamu”.23
3. Suka memberi nasihat.
Seorang guru Al-Qur‟an harus ikhlas menasihati para murid yang
merupakan bagian dari umat Islam dan pengikut Nabi Muhammad SAW.
Yang termasuk bagian dari nasihat bagi Allah dan Kitab-Nya ialah
memuliakan murid dan pelajar, menunjuki kepada mereka kemaslahatan,
menyikapi dengan lembut, murah hati dalam menuturkan pengajaran dan
ramah, bertutur kata lembut serta mendorong mereka giat belajar.24
4. Bersemangat dalam memberikan pengajaran Al-Qur‟an.
Seorang pengajar Al-Qur‟an haruslah mengajari dan mendidik pelajarnya
dengan penuh semangat sehingga dapat memberikan pengaruh kepada para
pelajarnya, dan Para guru Al-Qur‟an harus berupaya membuat pelajarnya
paham. Memberi pengajaran kepada masing-masing anak sesuai dengan
kemampuannya. Ia tidak boleh mengajar mereka lebih banyak atau lebih
lama, sementara mereka tidak menyanggupinya. Sebaiknya, pengajar tidak
boleh mengajar terlalu singkat untuk pelajar yang memerlukan tuntunan
pengajaran yang lebih banyak. 25
5. Memuliakan ilmu
21
Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), Cet
ke- I, h.25-26 22
Ibid...h. 30 23
Imam Nawawi, Adab Pengemban Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Salam SDN. BHD,
1996), Cet ke-I, h. 36 24
Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an...h. 31 25
Ibid...h. 32
17
Di antara adab-adab yang amat perlu diperhatikan adalah ilmu tidak boleh
di hina. Termasuk adab yang ditekankan dan diperhatikan adalah tidak
merendahkan ilmu dengan pergi ke suatu tempat untuk mengajarkan
muridnya disana. Meskipun yang didatangi itu seorang pemimpin atau
dibawahnya.26
Sedangkan Imam Nawawi menjelaskan bahwa adab guru dalam mengajar
Al-Qur‟an ialah guru jangan mendengki para pelajarnya yang cemerlang dan
jangan pula terlalu membesar-basarkan nikmat yang diperoleh oleh pelajarnya
itu. Karena perasaan dengki terhadap orang lain adalah diharamkan sekeras-
kerasnya. Kemudian seorang guru Al-Qur‟an hendaklah menjaga tangannya
daripada merayau-rayau ketika mengajar, menjaga matanya daripada
memandang tanpa ada keperluan.27
b. Adab Pelajar Al-Qur’an
Sedangkan hal yang harus dilakukan oleh seorang pelajar dalam
melaksanakan pembelajaran Al-Qur‟an yaitu;
Menurut Abdul Aziz bahwa adab membaca Al-Qur‟an bagi seorang pelajar
Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
1. Niat untuk mencari keridhoan Allah SWT.
2. Berperilaku tawadhu terhadap guru dan berperilaku sopan
Meskipun gurunya lebih muda, kurang terkenal, tidak berasal dari keluarga
terpandang dan yang lainnya; pelajar harus tetap tawadhu‟ kepada gurunya,
maka dengan sikap tawadhu‟ tersebut, ia akan mendapatkan ilmu. Seorang
penyair berucap: “Ilmu itu jauh dari murid yang sombong, Bagaikan air
(bah) yang menjauhi tempat yang tinggi”.
3. Pelajar harus bersedia menerima nasihat guru
Pelajar yang menerima nasihat dari guru seperti seorang yang sakit yang
pintar menerima nasihat dari dokter yang cerdik lagi pemberi nasihat.
Maka guru lebih mulia ucapannya daripada dokter.28
4. Semangat dan tekun
Termasuk adab-adab yang penting bagi seorang pelajar adalah semangat
menggebu dalam menuntut ilmu, giat dan rajin belajar pada setiap saat yang
memungkinkan untuk belajar. Ia tidak boleh merasa puas dengan ilmunya
yang sedikit jika masih mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan ilmu
26
Ibid…h. 33 27
Imam Nawawi, Adab Pengemban Al-Qur‟an…h. 38 28
Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an...h. 36
18
yang banyak. Meskipun demikian, setiap pelajar tidak boleh memaksakan
diri untuk mencapai ilmu yang lebih tinggi yang melewati kemampuan
dirinya. Sebab boleh jadi hal itu akan menimbulkan kebosanan, bahkan
merusak ilmu yang telah dicapainya. Dan hal ini tentunya berbeda-beda,
tergantung keadaan dan kondisi pelajar.29
Sedangkan menurut H. Ramlan Mardjoned, bahwa seorang pelajar Al-
Qur‟an harus mempunyai adab sebagai berikut:
a) Adab terhadap guru
Adab pelajar terhadap guru harus dimulai dengan niat ikhlas untuk belajar
dan menimba ilmu dari gurunya, agar mendapatkan kemudahan dalam
belajar menulis dan membaca Al-Qur‟an untuk diamalkan, yaitu:
- Membaca Ayat Al-Qur‟an dengan tartil, memahami pelajaran yang
diberikan, disiplin menghapal ayat kemudian mengamalkannya;
- Bersikap sopan dan santun atau hormat dengan akhlakul karimah
terhadap guru yang mengajar,.
- Bersikap taat, patuh dan hormat kepada guru, dan senantiasa
bekonsultasi kepadanya dalam hal pelajaran dan memperhatikan
nasihatnya;
- Bersikap merendahkan suara, agar jangan suara pelajar lebih keras dari
gurunya.
b) Disiplin belajar, sikap disiplin belajar bagi pelajar, yaitu;
- Datang ke ruang belajar atau kelas hendaklah secara disiplin, sesuai
dengan waktu belajar yang ditetapkan guru.
- Taat pada peraturan yang telah ditetapkan guru atau sekolah.
c) Sikap terhadap sahabat
Di dalam pergaulan antar sesama teman atau kawan belajar di ruang kelas
hendaknya;
- Saling menebarkan kasih sayang untuk menyambung silaturrahmi dan
membina ukhuwah, saling melepaskan senyum tanda persahatan.
- Jangan saling mengejek dan mentertawakan dengan tujuan merendahkan
sahabat atau kawan.
- Pelajar jangan saling melihat ke kiri dan kanan atau kebelakang, dengan
tujuan menggoda teman dan berbincang-bincang.30
Demikianlah adab-adab yang harus dilaksanakan oleh seorang pengajar
(guru) dan pelajar agar ilmu yang diperolehnya bermanfaat. Adab yang paling
utama bagi pengajar dan pelajar yaitu niat, apa yang diniatkan haruslah
semata-mata karena mencari keridhoan Allah SWT. Dan dari penjelasan di
29
Ibid...h. 40 30
Ramlan Mardjoned, Akhlak Belajar dan Mengajar Al-Qur‟an, (Jakarta: LPPTKA-
BKPRMI, 1994), Cet ke-I, h. 48-49
19
dalam adab-adab ini juga mengajak kita untuk saling menyayangi sesama
manusia (hablum minannas).
Dalam rangka menciptakan iklim yang lebih kondusif dalam interaksi dan
juga sebagai pendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, maka bagi
seorang murid harus dapat melaksanakan adab-adab tersebut. Begitu pula bagi
seorang guru atau pengajar diusahakan agar dapat menyikapi pelajar dengan
sikap lembut, bijaksana dan membantunya dalam mendapatkan apa yang
mereka cari dan selalu mendorong mereka untuk lebih giat dalam belajar.
C. Problematika dalam Membaca Al-Qur’an
1. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an
Penyebab kesulitan membaca Al-Qur‟an dalam bahan penelitian yang
dimaksud disini adalah sebagai bentuk problematika yang sering dihadapi oleh
siswa dalam membaca Al-Qur‟an. Pengetahuan yang diberikan kepada anak
didik melalui proses pendidikan disuatu lembaga tidak mudah dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang dimaksud, hal ini disebabkan banyaknya perbedaan
potensi yang dibawa anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik atau
siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan
kesulitan belajar, kesulitan dalam belajar ini pula yang dapat mempersulit
siswa dalam belajar membaca Al-Qur‟an.
a. Faktor-faktor Kesulitan Membaca Al-Qur’an
Faktor penyebab kesulitan belajar dalam membaca Al-Qur‟an dapat
digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Faktor Intern Siswa, meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-
fisik siswa, yakni:
a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual atau intelegensi siswa;
b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap;
20
c. Yang bersifat psikomotorik (ranah rasa), antara lain terganngunya alat-
alat indera penglihat dan pendengar.
2. Faktor Ekstern Siswa, melputi semua situasi dan kondisi lingkungan
sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar. Faktor ini dapat dibagi tiga
macam:
a. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan ayah
dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan yang
nakal.
c. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi letak gedung sekitar yang
buruk seperti pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas
rendah.31
Dalam diri siswa memiliki intelegensi yang berbeda-beda untuk menerima
suatu pelajaran. Siswa yang memiliki intelegensi yang rendah akan menemui
kesulitan dalam menerima pelajaran, yang demikian dapat menyebabkan
kesulitan dalam belajar. Dalam membaca Al-Qur‟an, alat indera yang
memegang peranan penting adalah lisan (alat ucapan), mata (alat lihat), dan
telinga (alat dengar). Jika alat indera ini berfungsi kurang baik, maka hal ini
akan menjadikan hambatan dan kesulitan bagi anak untuk menerima
pengajaran dengan baik dan sempurna.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi
dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan dalam belajar. Yang termasuk
dalam faktor ini adalah orang tua. Orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan anaknya dalam belajar agama khususnya belajar membaca Al-
Qur‟an, tidak memperhatikan kemajuan belajar anaknya dalam membaca Al-
Qur‟an, akan menyebabkan anak tersebut sulit untuk membaca Al-Qur‟an.
Begitu pula bagi seorang guru dapat menjadi faktor kesulitan dalam
belajar membaca Al-Qur‟an, apabila:
31
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 1995), Cet Ke-1, h. 173
21
a) Guru tidak kualified dalam pengambilan metode yang digunakan dalam
belajar membaca Al-Qur‟an. Sehingga cara menerangkan kurang jelas,
sukar dimengerti oleh murid-muridnya.
b) Hubungan guru dengan murid kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan
sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya, seperti: kasar, suka
marah, tak pernah senyum, tak pandai menerangkan, menjengkelkan,
tinggi hati tak adil dan lain-lain.
c) Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam
belajar Al-Qur‟an, antara lain:
1. Guru dalam mengajar tidak menggunakan alat peraga atau media yang
memungkinkan semua alat inderanya berfungsi.
2. Metode belajar yang menyebabkan murid pasif, sehingga anak tidak
ada aktifitas.
3. Metode mengajar tidak menarik, kemungkinan materinya tinggi atau
tidak menguasai bahan.
4. Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak variasi. Hal ini
menunjukkan metode guru yang sempit, tidak mempunyai kecakapan
diskusi, tanya jawab, eksperimen, sehingga menimbulkan aktivitas
murid dan suasana menjadi hidup.32
Sedangkan menurut Prof. Dr. Jalaluddin, kesulitan membaca Al-Qur‟an
memiliki empat faktor, diantaranya sebagai berikut:
1. Orientasi Cara Berfikir
Pengaruh modernisasi banyak mempengaruhi pemikiran orang. Kemajuan
teknologi dengan segala hasil yang disumbangkan bagi hidup manusia,
dapat mengalihkan perhatian untuk hidup lebih erat kepada alam
kebendaan. Hal ini mendorong mereka untuk menuntu ilmu yang
diperkiranakan dapat membantu kea rah pemikiran praktis dan dapat
menunjang prestise kehidupan duniawi. Maka tidak heran kalau
pengetahuan tentang Al-Qur‟an dan cara membacanya kalah bersaing
dengan kepentingan hidup yang lain hingga hampir diabaikan.
2. Kesempatan dan tenaga
Arah berpikir yang material telah mendudukkan status wajib belajar Al-
Qur‟an ke proporsi yang lebih kecil. Pengaruh ini telah menimbulkan
gejala baru, yaitu belajar Al-Qur‟an secara sambilan. Akibatnya terjadi
kelangkaan penyediaan kesempatan dan kelangkaan tenaga. Waktu yang
digunakan untuk belajar Al-Qur‟an lebih sedikit dibandingkan dengan
waktu yang digunakan untuk menuntut pengetahuan lain. Akhirnya tenaga
pengajar yang tersedia tidak sempat berkembang seimbang dengan
kebutuhan.
3. Metode
32
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) h. 84-85
22
Perkembangan teknologi telah merubah kecenderungan masyarakat untuk
menuntut pengetahuan secara lebih mudah dan lebih cepat., yaitu dengan
memanfaatkan jasa teknologi untuk media pendidikan baik media-visual,
audio-visual atau komputer dengan cara yang semakin tepat guna.
Khusus untuk pendidikan Al-Qur‟an cara ini masih langka dan mahal.
Metode lama dengan beberapa seginya mungkin sudah kurang serasi
dengan keinginan yang tepat guna ini. Akibatnya metode yang demikian
berangsur kurang diminati. Akhirnya minat untuk mempelajari Al-Qur‟an
kian menyurut.
4. Aksara
Kitab suci Al-Qur‟an ditulis dengan aksara dan bahasa Arab. Factor ini
menyulitkan bagi mereka yang berpendidikan non pesantren/madrasah
karena pengetahuan itu tidak dikembangkan secara khusus di sekolah
umum. Akibatnya pelajar yang berpendidikan umum sebagian besar buta
aksara Kitab Sucinya.33
Faktor-faktor di atas menurut Prof. Dr. Jalaluddin banyak mempengaruhi
kecenderungan yang menimbulkan sikap masa bodoh dan anggapan siswa
bahwa belajar Al-Qur‟an sulit.
b. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an
Dalam membaca Al-Qur‟an terdapat metode belajar yang sangat variatif,
karena belajar Al-Qur‟an bukan hanya sekedar mengenalkan huruf-huruf Arab
beserta syakal yang menyertainya, akan tetapi harus juga mengenalkan segala
aspek yang terkait dengannya seperti, makharijul huruf, ilmu tajwid dan
bagian-bagiannya. Dengan demikian, Al-Qur‟an dapat dibaca sebagaimana
mestinya. Hal inilah yang sering dianggap sulit oleh siswa untuk memahami
cara belajar membaca Al-Qur‟an agar lebih baik.
Macam-macam kesulitan yang sering kita jumpai dalam membaca Al-
Qur‟an diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Melafalkan Huruf-huruf Hijaiyah (Makharijul Huruf)
Mengenal huruf hijaiyah adalah langkah awal bagi siapa saja sebelum
membaca Al-Qur‟an dengan baik, demikian juga dengan siswa. Oleh karena
33
Jalaluddin, Metode Tunjuk Silang, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 6-7
23
itu, bila belum mengenal dengan baik huruf-huruf aksara Al-Qur‟an maka
untuk melafalkannya akan terasa sulit.
Ketika membaca Al-Qur‟an setiap huruf harus dibunyikan sesuai
makhrajnya. Kesalahan dalam pengucapan huruf dapat menimbulkan
perbedaan makna atau kesalahan arti pada bacaan yang sedang di baca. Dalam
kondisi tertentu, kesalahan ini bahkan dapat menyebabkan kekafiran apabila
dilakukan dengan sengaja dan benar.
Contoh kesalahan makhraj yang menyebabkan berubahnya arti misalnya
„Ain-nya lafaz pada kalimat “ yang terbaca Hamzah. Arti ”الحمداهلل رب العا لمين
Dengan Hamzah ” االلمين“ dengan „Ain adalah semesta alam, sedang ”العا لمين“
adalah (segala) penyakit.34
Untuk membunyikan huruf-huruf hijaiyah yang baik dan benar, kita harus
sering-sering melatih membiasakan lidah kita untuk mengucapkan huruf-huruf
itu dengan tepat menurut bunyinya yang khas, sehingga satu sama lain tidak
bertukar, misalnya:
ث dengan س
ع dengan ا
س dengan ص
س dengan ز
dan sebagainya.
Pertukaran bunyi bukan saja dapat merusak bacaan, akan tetapi juga dapat
merusak makna (arti) dari lafadz itu sendiri, contoh lain:
berarti dosa اثم berarti nama sedangkan اسم
berarti pemberian عرض berarti bumi sedangkan ارض
berarti tasbih سبح berarti subuh sedangkan صبح
Dan lain sebagainya.35
2. Penguasaan Ilmu Tajwid
34
Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2003), h. 21 35
H. Abdurrahman Thaha, Seluk Beluk Hukum Membaca Al-Qur‟an, (Bandung: CV.
Pelita Fajar), Cet ke-I, h. 23
24
Kaidah ilmu tajwid merupakan hal penting bagi siapapun yang membaca
Al-Qur‟an. Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah
tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari
makhrajnya. Disamping itu harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf
dengan yang sebelum dan sesudahnya dalam cara pengucapannya. Oleh
karena itu tidak dapat diperoleh hanya sekedar dipelajari namun harus melalui
latihan, praktek dan menirukan orang yang baik bacaannya.36
Membaca Al-Qur‟an termasuk ibadah, oleh karena itu membacanya harus
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Sikap memperbaiki bacaan Al-
Qur‟an dengan menata huruf sesuai dengan tempat atau haknya merupakan
suatu ibadah pula, sama halnya meresapi, memahami, dan mengamalkan isi
kandungan Al-Qur‟an merupakan suatu ibadah. Sahabat Abdullah bin Mas‟ud
berpesan, “Jawwidul Qur‟an” „bacalah Al-Qur‟an dengan baik (bertajwid)‟.
Para ulama menjelaskan, membaca Al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan ilmu
tajwid sebagai al-Lahn, yakni kekeliruan atau cacat dalam membaca.
Atas dasar itu perlunya membaca Al-Qur‟an secara bertajwid, anak (siswa)
hendaknya diajarkan ilmu tajwid. Karena dalam ilmu tajwid diajarkan
bagaimana cara melafalkan huruf yang berdiri senndiri, huruf yang dirangkai
dengan huruf lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar
mengucapkan bunyi yang panjang dan pendek, cara menghulangkan bunyi
huruf dengan menggabungkannya (idghom) berat atau ringan, berdesis atau
tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan sebagainya.37
3. Kelancaran Bacaan
Kurangnya kemampuan siswa baik dalam melafalkan huruf hijaiyah
(makharijul huruf) maupun kaidah ilmu tajwid dapat menyebabkan
pengucapan atau bacaannya terbata-bata. Hal ini disebabkan kurangnya latihan
anak (siswa) dalam membaca Al-Qur‟an baik di sekolah maupun di rumah,
sehingga anak (siswa) dalam membaca Al-Qur‟annya masih kurang lancer.
36
Manna al-Qaththan, Aunur Rafiq el- Mazni (penterjemah), Pengantar Studi Islam Al-
Qur‟an…h. 229-230 37
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an…h.
91-92
25
Membaca Al-Qur‟an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya
karena Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. Oleh karena itu, membacanya
mempunyai etika zahir, yaitu membacanya dengan tartil. Makna tartil adalah
dengan perlahan-lahan sambil memperhatikan huruf dan barisnya.
Al-Ghozali mengatakan bahwa tartil disunnahkan tidak semata untuk
tadabbur karena non-Arab yang tidak memahami makna Al-Qur‟an juga
disunnahkan untuk membaca dengan tartil, karena tartil lebih dekat dengan
pemuliaan dan penghormatan terhadap Al-Qur‟an, dan lebih berpengaruh bagi
hati daripada membaca dengan tergesa-gesa dan cepat.38
Bahrun Abu Bakar menjelaskan dalam bukunya yang berjudul: al Burhan
Fi Tajwidil Qur‟an, Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul Athfal dan Al Jazariyah,
bahwa membaca Al-Qur‟an mempunyai empat macam bacaan, yaitu:
1) Tartil, yaitu bacaan yang dilakukan dengan perlahan-lahan, tenang, dan
membunyikan setiap huruf dari makhrajnya masing-masing dengan
memberikan hak serta mustahaknya, lalu memikirkan makna bacaannya.
2) Tahqiq, sama dengan bacaan tartil, hanya bacaan tahqiq lebih ditekankan
kepada factor ketenangannya.
3) Hadar, bacaan cepat, tetapi dengan mengeja (menyesuaikan hokum-
hukum) bacaan.
4) Tadwir, bacaan pertengahan antara tartil dan hadar.
Tingkatan yang paling utama di antara semuanya ialah bacan tartil karena
Al-Qur‟an diturunkan dengan memakai bacaan ini. Hal ini diterangkan
oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Furqan;32.
...
“Dan Kami membacanya dengan tartil”.
39
Jadi di dalam membaca Al-Qur‟an disunnahkan dengan cara tartil, yaitu
membacanya dengan perlahan-lahan sambil diiringi dengan kaidah ilmu
tajwid bukan dengan cara terbata-bata ataupun dengan tergesa-gesa atau cepat
tanpa mengikuti pedoman ilmu tajwid. Karena membaca Al-Qur‟an yang tidak
mengikuti pedoman ilmu tajwid sebagai Al-Lahn, yaitu sebuah kekeliruan atau
38
Yusuf Qardawi, Berinteraksi dengan Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 235 39
Bahrun Abu Bakar, al Burhan Fi Tajwidil Qur‟an: Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul Athfal
dan Al Jazariyah, (Bandung: Trigenda Karya, 1995), Cet ke-I, h. 14
26
cacat dalam membaca yang apabila salah dalam pengucapan makhrajnya,
maka salah pula arti yang dibacanya.
2. Cara Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an
Agar dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar maka usaha yang
harus kita lakukan yaitu dengan cara bertahap. Adapun cara-cara yang dapat
kita lakukan, diantaranya yaitu:
Menurut Agus Syafii, cara mudah belajar membaca Al-Qur'an itu secara
garis besar seseorang harus menguasai 5 hal berikut;
1) Menguasai huruf hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf berikut makharijul
hurufnya. Hal ini dikarenakan untuk bisa membaca Al-Qur'an, 90 %
ditentukan oleh penguasaan huruf hijaiyyah dan selebihnya 10 % lagi
sisanya seperti tanda baca, hukum dan lain–lain.
2) Menguasai tanda baca (a, i, u atau disebut fathah, kasrah, dan dhommah).
3) Menguasai isyarat baca seperti panjang, pendek, dobel (tasydid), dan
seterusnya
4) Menguasai hukum-hukum tajwid seperti cara baca dengung, samar, jelas
dan sebagainya.
5) Latihan yang istiqamah dengan seorang guru yang ahli.40
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat dalam bukunya yang berjudul
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, bahwa yang paling penting dalam
pengajaran Al-Qur‟an ialah “Mengenal keterampilan membaca Al-Qur‟an
dengan baik dan sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu tajwid.
Selanjutnya latihan dan pembiasaan pengucapan huruf dengan makhrajnya
yang benar pada tingkat permulaan, yang akan membantu dan mempermudah
mengajarkan tajwid”.41
Dari beberapa uraian di atas yang paling terpenting agar dapat membaca
Al-Qur‟an terlebih dahulu yaitu seorang anak harus dapat mengenal huruf-
huruf hijaiyah dan terus praktek bagaimana cara pengucapan makhraj yang
baik dan benar, kemudian selalu berlatih membaca Al-Qur‟an di rumah oleh
seorang guru yang ahli atau mahir dalam membaca Al-Qur‟an.
40
http://agussyafii.blogspot.com/2008/09/cara mudah belajar membaca al-quran 41
Zakiyah Draradjat, dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), Ed-2, Cet ke-3…h. 93
27
Selain itu, untuk mempermudah siswa dalam melaksanakan belajar
membaca Al-Qur‟an, hendaknya dipenuhi fasilitas dan sarananya seperti, alat-
alat untuk mengaji, misalnya: Al-Qur‟an, buku-buku ilmu tajwid, kursi, meja
dan sebagainya, hal-hal tersebut memungkinkan siswa dapat terkesan untuk
selalu belajar membaca Al-Qur‟an.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Siswa Membaca Al-
Qur’an
1. Motivasi
Motivasi adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang
yang mendorong orang untuk bertingkah lakuatau berbuat sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Berupa suatu kebutuhan, tujuan,
cita-cita atau suatu hasrat/keinginan yang merupakan daya penggerak
dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam
mencapai suatu tujuan.42
Macam-macam motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi yang berasal dari diri siswa itu sendiri atau tidak adanya
rangsangan dari luar. Misalnya siswa yang gemar membaca Al-
Qur‟an, tidak perlu adanya orang yang menyuruh atau mendorongnya.
Karena siswa ingin sekali menguasai pelajaran Al-Qur‟an.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi yang pendorongnya diluar kaitan atau tidak adan
hubungannya dengan nilai yang terkandung di dalam objek atau
tujuan pekerjaannya. Misalnya siswa mau membaca Al-Qur‟an karena
takut kepada guru atau karena ingin memperoleh nilai baik dan
sebagainya.43
2. Pola Latihan
a. Sikap
42
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1993), Cet ke-1, h. 128. 43
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 82
28
Sikap (Attitude) sebagai suatu kecenderungan untuk mereaksikan
suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh tak
acuh. Bisa dengan tiga kemungkinan, yaitu suka (menerima atau
senang) mempelajari Al-Qur‟an, tidak suka (menolak atau tidak
senang) dengan pelajaran Al-Qur‟an, dan sikap acuh tak acuh.
b. Minat
Minat (Interest) kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan
mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya
dengan perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat terjadi
karena sikap senag terhadap pelajaran Al-Qur‟an. Siswa yang senang
pelajaran Al-Qur‟an berarti sikapnya senang kepada pelajaran Al-
Qur‟an.44
4. Metode Belajar Membaca Al-Qur’an
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Metode adalah
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan”.45
Seiring dengan itu, Mahmud Yunus
mengatakan “Metode adalah jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang
supaya sampai kepada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan, atau
perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya”.46
Jadi metode pembelajaran Al-Qur‟an adalah suatu cara yang sistematis
guna memudahkan guru untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan yaitu
supaya siswa bisa atau kompeten membaca Al-Qur‟an dengan lancar dan
sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Pada saat masyarakat mulai merasakan kebutuhan akan belajar Al-Qur‟an,
maka para pakar sekaligus para pemerhati pembelajaran A-Qur‟an melakukan
upaya-upaya untuk mencari solusi agar belajar membaca Al-Qur‟an menjadi
lebih mudah dan diminati. Seiring dengan perkembangan zaman, sejak
44
Ibid…h. 84 45
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), Ed. 2, cet ke-4, h. 652-653 46
Mahmud Yunus, Ilmu Mengajar, (Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1954), Cet ke-I, h. 90
29
pertengahan abad 19, banyak metode-metode pengajaran baca Al-Qur‟an.
Mulai dari yang dianggap klasik seperti al-baghdady, kemudian dilanjutkan
dengan metode yang bernama qiro‟ati, dan sebagainya. Metode-metode
tersebut disusun secara sistematis dan diupayakan mencakup materi-materi
yang dibutuhkan, terdiri dari beberapa jilid dan setiap jilid memiliki tahapan
serta target kemampuan yang terencana.
Keberhasilan suatu program, terutama pengajaran dalam proses belajar
mengajar tidak terlepas dari pemilihan metode. Pada sekarang ini begitu
banyaknya metode belajar membaca Al-Qur‟an yang digunakan, yang
tujuannya untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa. Diantaranya yaitu:
a) Metode Al-Baghdady
Metode Baghdady berasal dari Baghdad Irak. Metode Al-Baghdady adalah
metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu suatu metode yang tersusun
secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita kenal
dengan metode alif, ba‟, ta‟. Metode ini adalah metode yang paling lama
muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia.
Cara pembelajaran metode ini adalah:
- Hafalan
- Eja
- Modul
- Tidak variatif
- pemberian contoh yang absolut
b) Metode Hattaiyyah
Adalah suatu metode pengajaran membaca Al-Qur‟an dengan pendekatan
pengenalan huruf Arab, tanda baca melalui huruf latin.
c) Metode Al-Barqi
Metode ini sifatnya bukan mengajar namun mendorong, disini siswa
dianggap telah memiliki persiapan dengan pengetahuan yang tersedia. Siswa
membuka atau melihat peraga/papan tulis, tidak dalam keadaan kosong.
Karena sudah punya kesiapan, maka siswa hanya membaca, memisah,
memilih dan memandu sendiri.
d) Metode Iqro’
30
Metode iqro‟ ini disusun oleh Ustadz As‟ad Human yang berdomisili di
Yogyakarta. Metode Iqro‟ adalah suatu metode membaca Al-Qur‟an yang
menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro‟
terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana , tahap demi tahap
sampai pada tingkatan yang sempurna.
Model pengajaran metode iqro‟ yaitu, a) Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA), guru tak lebih hanya sebagai penyimak, bukan penuntun bacaan, b)
Privat, guru menyimak seorang dengan seorang, c) Asistensi, yaitu jika guru
tidak mencukupi, murid yang mahir bisa turut membantu mengajar murid-
murid yang lainnya.47
e) Metode Jibril
Metode ini ditemukan oleh KH. M. Bashori Alwi (dalam Taufiqur-
Rohman) sebagai pencetus metode jibril, bahwa dasar metode jibril bermula
dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh
seluruh orang-orang yang mengaji. Sehingga mereka dapat menirukan bacaan
guru dengan pas.
Istilah metode jibril yang digunakan sebagai nama dari pembelajaran Al-
Qur‟an yang diterapkan di Pendidikan Ilmu Al-Qur‟an (PIQ) Singosari
Malang, adalah dilatarbelakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur‟an yang telah diwahyukan melalui
malaikat Jibril. Dalam pelaksanaannya metode Jibril menempuh dua tahap, yaitu tahqiq dan
tartil.
1) Tahap tahqiq adalah pembelajaran Al-Qur‟an dengan pelan dan
mendasar.Tahap ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga
kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi (pengucapan)
terhadap sebuah huruf dengan tepat dan benar sesuai dengan makhraj dan
sifat-sifat huruf.
2) Tahap tartil adalah pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan durasi
sedang dan bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai
dengan pengenalan sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru,
lalu ditirukan oleh para santri secara berulang-ulang. Disamping
pendalaman artikulasi (pengucapan), dalam tahap tartil juga diperkenalkan
praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf, dan
ibtida‟, hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan sebagainya.48
f) Metode Qira’ati
Metode Qiro‟ati disusun oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy pada tahun
1986. Metode ini ialah membaca Al-Qur‟an yang langsung memasukkan dan
47
Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur‟an 5 Kali Pandai, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1995), .134 48
http://idb4.wikispaces.com/file/view/ur4001.pdfIQ,2005
31
mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dan dalam
metode qira‟ati ini telah mempunyai beberapa macam strategi, yaitu;
1. Strategi mengajar umum (global)
a. Individu atau privat yaitu santri bergiliran membaca satu persatu.
b. Klasikal Individu yaitu sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk
menerangkan pokok pelajaran secara klasikal.
c. Klasikal baca simak yaitu strategi ini digunakan untuk mengajarkan
membaca dan menyimak bacaan Al-Qur‟an orang lain.
2. Strategi mengajar khusus (detil)
Dalam strategi ini mengajarkannya secara khusus atau detil. Dalam
Strategi ini agar berjalan dengan baik maka perlu di perhatikan syarat-
syaratnya. Dan strategi ini meng-ajarkannya secara khusus atau detil.
Dalam mengajar-kan metode qiro‟ati ada I sampai VI yaitu:
a. Jilid I
Ilid I adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca Al-Qur'an.
Apabila Jilid I lancar pada jilid selanjutnya akan lancar pula, guru
harus memperhatikan kecepatan santri.
b. Jilid II
Jilid II adalah lanjutan dari Jilid I yang disini telah terpenuhi target
Jilid I.
c. Jilid III
Jilid III adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan
panjang (huruf mad).
d. Jilid IV
Jilid ini merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan
bertajwid.
e. Jilid V
Jilid V ini lanjutan dari Jilid IV. Disini diharapkan sudah harus mampu
membaca dengan baik dan benar
f. Jilid VI
Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian dilanjutkan dengan
pelajaran Juz 27.49
Prinsip-prinsip pengajaran Al-Qur‟an pada dasarnya bisa dilakukan
dengan bermacam-macam metode. Pada umumnya metode-metode yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengajar membaca Al-Qur‟an adalah
Metode Musyafahah, „Ardul Qiro‟ah (Sorogan), dan Metode Mengulang-
ngulang Bacaan.
1. Metode Musyafahah (adu lidah), yaitu guru membaca terlebih dahulu,
kemudian disusul oleh siswa. dengan metode ini, guru dapat menerapkan
cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. Siswa juga akan
49
http://darussalam-comunity.blogspot.com
32
dapat melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari
lidah guru untuk ditirukannya. Metode ini diterapkan oleh nabi SAW pada
kalangan sahabat.
2. Metode „Ardul Qiro‟ah (sorogan), yaitu siswa membaca di depan guru,
sedangkan guru menyimaknya. Metode ini dipraktikkan oleh Rasulullah
SAW bersamaan dengan malaikat Jibril pada setiap tes bacaan Al-Qur‟an
di bulan Ramadhan.
3. Guru Mengulang-ngulang Bacaan (metode drill), sedangkan siswa
menirukannya kata perkata, kalimat perkalimat juga secara berulang-ulang
sehingga terampil dan benar.50
Dari ketiga metode ini, metode yang banyak diterapkan dikalangan siswa
pada masa kini ialah metode kedua, karena dalam metode ini terdapat sisi
positifnya yaitu, aktifnya murid dalam membaca atau dapat disebut juga
dengan Cara belajar Siswa Aktif. Untuk tahap awal pembaca Al-Qur‟an, yaitu
proses pengenalan huruf-huruf hijaiyah kepada anak-anak pemula, maka
metode yang tepat adalah metode yang pertama. Sehingga siswa mampu
mengekspresikan bacaan huruf-huruf hijaiyah secara tepat dan benar.
sedangkan metode ketiga cocok untuk mengajar siswa dalam menghafal Al-
Qur‟an.
H. Hafni Ladjid, menjelaskan bahwa tujuan unsur pokok Al-Qur‟an lebih
banyak menyangkut ranah cognitive dan psychomotor, seperti dalam membaca
Al-Qur‟an dengan benar dan baik sesuai dengan ilmu tajwid, menghafal,
menerjemahkan dan mengartikan dan memahami isi kandungan ayat-ayat Al-
Qur‟an. Sehingga metode yang ditekankan adalah: Metode Drill (latihan),
Metode Demonstrasi, Metode Ceramah, Metode Tanya jawab, dan Metode
Resitasi.51
a. Metode Drill/Latihan
Metode Drill/latihan adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran
dalam bentuk latihan-latihan khusus dalam rangka mengembangkan
keterampilan tertentu dikalangan peserta didik. Penerapan metode ini adalah
sebagai berikut:
50
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an,
(Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet ke-3, h. 81 51
Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Jakarta: PT. Ciputat Pres Group, 2005, h. 32.
33
1. Dilakukan dalam KBM Individual/privat atau Klasikal kelompok privat,
dan dapat dipadukan atau disertai metode ceramah, tanya jawab atau
pemberian tugas.
2. Bahan pengajaran yang sesuai dengan metode latihan ini ialah pengajaran
Iqro, Tadarus, Materi Hafalan, Ilmu Tajwid, Praktek Shalat, Tahsinul
Khitabah dan sebagainya.52
b. Metode Demonstrasi
Metode Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian bahan untuk
disaksikan dan ditiru oleh peserta didik. Penerapan metode ini adalah sebagai
berikut:
1. Dapat dilakukan dalam KBM Klasikal maupun KBM Individual, dan
dapat dipadukan atau disertai metode ceramah (dalam rangka penjelasan
lisan), metode latihan atau metode pemberian tugas.
2. Bahan pengajaran yang sesuai dengan penggunaan metode ini adalah,
Bacaan Iqro, Bacaan Tadarus, Ilmu Tajwid, dan sebagainya.53
c. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran dalam
bentuk penuturan atau penerangan lisan oleh guru terhadap peserta didik.
Praktik penerapannya adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan pada saat KBM Klasikal awal, atau Klasikal akhir. Sebaiknya
didukung oleh alat Bantu berupa gambar, bagan atau sketsa, alat peraga
dan alat bantu lainnya.
2. Dapat divariasikan dengan kemasan seni BBM (Bermain, Bercerita dan
Menyanyi) atau dipadukan dengan metode tanya jawab.
3. Bahan pengajarannya yang dapat disajikan dengan metode ceramah pada
umumnya adalah bahan pengajaran yang menuntut pemahaman dan
pembentukan sikap, seperti Materi Adab (Doa dan Adab Harian), Ilmu
Tajwid, Pengajaran Shalat dan sebagainya.
d. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran
melalui proses tanya jawab. Siapa yang bertanya dan siapa yang menjawab, hal
ini perlu diatur dengan baik agar KBM berjalan efektif dan efisien.
Penerapannya adalah sebagai berikut:
1. Metode ini dapat diterapkan pada saat individual atau pada saat
pendekatan klasikal kelompok privat. Bisa juga pada klasikal akhir, sesuai
situasi dan kondisinya, dan dapat digunakan untuk semua bahan
pengajaran.
2. Pola interaksi tanya jawab dapat dilakukan dengan bervariasi:
52
U. Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum dan Pengajaran Taman Kanak-kanak Al-
Qur‟an (TKA) Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA), (Jakarta: PT LPPTKA BKPRMI Pusat,
2006), Edisi Revisi, h. 60 53
Ibid... h. 58
34
Guru bertanya dan siswa menjawabnya secara perorangan. Lalu guru
memberi pengarahan atau pengembangan seperlunya. Atau,
Siswa dirangsang untuk bertanya atau membuat pertanyaan.
Minat peserta didik untuk berani bertanya dan berani menjawab atau
mengemukakan pendapatnya dapat dirangsang dengan pemberian
“hadiah pujian” bagi anak yang berani tampil bertanya dan anak yang
bisa memberi jawaban dengan benar. dan bilamana perlu disediakan
hadiah khusus.
e. Metode Resitasi/Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran
dalam bentuk pemberian tugas tertentu dalam rangka mempercepat target
pencapaian tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Penerapan metode ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dilakukan pada saat KBM Klasikal kelompok privat. Tugas tersebut
sewaktu-waktu dapat berupa PR, tugas ini diperuntukkan bagi siswa yang
dinilai lambat dalam memenuhi target pencapaian pengajarannya.
2. pemberian tugas dapat berupa petunjuk lisan atau tertulis, misalnya berupa
soal-soal yang harus dicari sendiri jawabannya, tugas menyalin bahan
tulisan dan sebagainya.54
Dalam pembelajaran Al-Qur‟an metode merupakan faktor dominan dalam
menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
pendidik diharapkan dapat memberikan metode yang cocok dan efektif dalam
pengajaran Al-Qur‟an agar tidak mengalami kesulitan dan dapat mencapai tujuan
pengajaran dengan seefektif mungkin.
Metode dalam suatu pembelajaran mempunyai peranan sangat penting
dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Keragaman atau banyaknya
metode dalam pembelajaran tentulah bukan untuk membuat kita bingung
dalam memutuskan pemilihan. Sebaliknya, justru dengan semakin banyaknya
metode yang diangkat oleh para pakar pendidikan akan dapat lebih
memudahkan kita sebagai pendidik dalam memilih metode yang tepat guna.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan
menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang
bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik
perhatian anak didik. Tetapi juga penggunanaan metode yang bervariasi tidak
54
Ibid…h. 61
35
akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak
tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis anak didik.
D. Peran dan Tugas Guru PAI
a. Pengertian Guru PAI
Dalam dunia pendidikan guru adalah sosok manusia yang mempunyai
tanggung jawab berat dan besar, yaitu membawa siswanya pada suatu taraf
kematangan tertentu. Guru merupakan salah satu faktor pendidikan yang
sangat berperan, karena guru itulah yang akan bertanggung jawab dalam
upaya membina dan membimbing perilaku anak didik guna pembentukan
pribadinya, terlebih-lebih guru agama, karena mempuyai tanggung jawab
terhadap pembinaan sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang
bertanggung jawab kepada Allah.
Menurut Undang-undang Sisdiknas, “Pendidik (guru) merupakan tenaga
professional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses
pembelajaran, memahami hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik perguruan tinggi”.55
Sedangkan guru atau pendidik menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati adalah
“Orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan
kepada anak didik dalam perkembangan jasamani dan rohaninya agar
mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai
individu yang sanggup berdiri sendiri”.56
Selanjutnya pengertian pendidikan agama Islam menurut Aat Syafaat TB
sebagaimana yang dikutip oleh Sahilun A. Nasir, yaitu:
55
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV.
Tamita Utama, 2004), h. 22.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-
2, h. 65. 56
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-2,
h. 65.
36
Suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam mendidik anak didik
yang beragama Islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-
ajaran Islam itu benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang
integral dalam dirinya. Yakni, ajaran Islam itu benar-benar dipahami,
diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi
pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.
Lebih lanjut Aat Syafaat TB menjelaskan pendidikan agama Islam yaitu
“Usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar
kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi
maupun kehidupan masyarakat”.57
Sedangkan Prof. DR. Ramayulis merumuskan bahwa pendidikan agama
Islam sebagai berikut, Pendidikan agama Islam yaitu upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, mengimani, bertakwa berakhlak mulia, mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan Al-
Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta
penggunaan pengalaman.58
Jadi dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa guru pendidikan agama Islam ialah orang yang bertanggung jawab atau
orang yang mempunyai tugas mengajar dan membimbing serta melatih siswa
tentang pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari baik bagi
pribadi, masyarakat, bangsa dan Negara. Adapun guru agama Islam yang
penulis maksud dalam pembahasan ini yaitu seseorang yang berprofesi
sebagai pengajar sub bidang studi agama Islam di SMP Islam Al-Ikhlas
Cipete Jakarta Selatan.
b. Peran Guru Agama
Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak
peran yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar
57
Aat Syafaat. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja
(Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), Ed-I…h. 15-16. 58
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet.
Ke-4, h. 21.
37
dimana seorang guru sangat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap
keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud
dengan baik.
Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar adalah “Terciptanya tingkah laku yang saling berkaitan yang
dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.59
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi
banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Uzer Usman, sebagai
berikut:
1) Informator
Guru sebagai informator yaitu guru menjadi sumber informasi bagi murid
baik dalam kegiatan akademik maupun umum.
2) Mediator dan Fasilitator
Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan
demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang
bersifat melengkapi dan dan merupakan bagian integral demi berhasilnya
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.60
Lebih lanjut Sadirman A, M, dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar menjelaskan bahwa “Guru sebagai fasilitator, yaitu
guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar.
Misalnya dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa,
serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan
berlangsung secara efektif”.61
3) Directur
Yaitu guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
mengajar siswa sesuai tujuan yang dicita-citakan.
59
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1994), Cet. Ke-8, h. 4 60
Ibid…h. 9-10 61
Sadirman A, M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), Cet. Ke-11, h. 145
38
4) Demonstrator
Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang
akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ini ilmu yang dimilikinya.
5) Motivator
Hendaknya guru berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan
meningkatkan motivasi anak untuk belajar. Seiring dengan itu Uzer Usman
menjelaskan ada empat hal yang dapat dilakukan guru dalam memberikan
motivasi, yaitu:
1. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar.
2. Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan
pada akhir pengajaran.
3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat
merangsang prestasi yang lebih baik.
4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.62
Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan peranan guru dalam proses belajar
mengajar sebagai motivator yaitu “Guru hendaknya dapat mendorong anak
didik agar bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi,
guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas
belajar dan menurun prestasinya di sekolah”.63
Sedangkan Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, menjelaskan bahwa agar proses
pengajaran menjadi optimal, maka peran guru diantaranya yaitu;
1) Guru sebagai Sumber Belajar
Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi
pelajaran. Bisa kita menilai baik atau tidaknya seseorang guru hanya dari
penguasaan materi pelajaran.
2) Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting,
kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa
menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
3) Guru sebagai Pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam
menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Melalui pengelolaan kelas guru juga dapat menjaga kelas agar tetap
kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
62
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…h. 11-12 63
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet ke-I, h.
39
4) Guru sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan
kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan
memahami setiap pesan yang disampaikan.
5) Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing, yaitu guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.64
Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut
untuk mampu memberikan bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan
bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar mendapat
penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat
belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Untuk jelasnya tujuan pelayanan bimbingan belajar dirinci sebagai berikut:
1. Memberikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak
atau kelompok anak.
2. Menunjukkan acara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran.
3. Memberikan informasi (sarana dan petunujuk) bagi yang memanfaatkan
perpustakaan.
4. Menunjukan cara-cara menghadapi kesulitan belajar dalam bidang studi
tertentu.65
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari adanya
perbedaan. Walaupun secara fisik mungkin memiliki kemiripan, tetapi pada
hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan
sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan potensi yang
dimilikinya sebagai bekal hidup mereka. Membimbing siswa agar dapat
mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga
dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh berkembang sebagai manusia ideal
yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
64
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed- I, Cet ke-5, h. 21-26 65
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet
ke-I, h. 105
40
6) Guru sebagai Motivator
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi
dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar
siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif
mengembangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan cara:
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai
b. Membangkitkan minat siswa
c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar
d. Berilah pujian yang wajar terhadapsetiap keberhasilan siswa
e. Berikan penilaian
f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa
g. Ciptakan persaingan dan kerja sama.66
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis
yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi rendah
bukan berarti oleh kemampuannya yang rendah tetapi dikarenakan tidak
adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan
segala kemampuannya. Dengan demikian dapat dikatakan siswa yang
berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah
pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi.
7) Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Yang
mempunyai fungsi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam
menyerap materi kurikulum, dan untuk menentukan keberhasilan guru dalam
melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.67
Sebagai seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan dan terampil
dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat
mengetahui prestasi yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar ,
dan dengan penilaian juga dapat memotivasi seorang guru untuk mengajar
lebih maksimal lagi.
66
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan…h. 29-
30 67
Ibid…h. 31-32
41
c. Tugas Guru Agama
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di
kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah Mengajar dan
mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara
peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak
orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang
bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur‟an Ali
Imran ayat 104 Allah berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari
yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”68
Guru agama tidak hanya bertugas melaksanakan pendidikan Agama
dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan
agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, dan
pembinaan kembali terhadap pribadi anak.
Menurut Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya menerangkan bahwa tugas guru adalah “a) mendidik
dengan titik berat memberikan arah motivasi pencapaian tujuan baik jangka
pendek maupun jangka panjang, b) memberikan fasilitas pencapaian tujuan
pengalaman belajar yang memadai, c) membantu perkembangan aspek-aspek
pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penguasaan diri”.69
Sedangkan menurut Heri Jauhari Muhtar dalam bukunya “Fiqih
Pendidikan”, mengatakan bahwa secara umum tugas pendidik atau guru yaitu:
68
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Toha Putra, 1989), h.
93 69
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta
2003), Cet. Ke-4, h.97.
42
1) Mujaddid, yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun
praktek, sesuai dengan syariat Islam;
2) Mujtahid yaitu sebagai pemikir yang ulung; dan
3) Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.70
Sedangkan Uzer Usman menjelaskan beberapa tugas guru diantaranya:
a. Tugas Propesional
Tugas profesianal yaitu tugas yang berkenaan dengan profesi tugas guru,
yang meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada
siswa, dalam hal ini guru berprofesi untuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi
anak didiknya, baik segi jasmani maupun segi rohani. Guru hendaknya
mengenal dan memahami tingkat perkembangan anak didik.71
Di samping memahami siswa, guru juga harus mengenal dan memahami
dirinya, agar terhindar dari konflik yang berhubungan dengan tugasnya seperti
frustasi dan ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, sehingga ia dapat
memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya.
b. Tugas Kemanusiaan
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia
menjadi idola para siswaanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya
dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam
penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak
akan dapat menanamkan benih pengjarannya itu kepada para siswanya. Para
siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik (rapih). Pelajaran tidak
dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat dapat mengerti bila
menghadapi guru.Pelajaran tidak dapat serap sehingga
c. Tugas Kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormmat di
lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat
memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban untuk
mencerdaskan kemajuan masyarakat dan bangsa ini, dengan kata lain bahwa
guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila.72
70
Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet
ke-I, h. 155 71
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional… h. 6 72
Ibid…h. 6-7
43
Adapun menurut Abu Ahmad, tugas professional guru agama adalah
sebagai berikut:
1. Guru harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan
target yan hendak dicapai.
2. Guru agama harus memilik pengetahuan yang cukup mengenai berbagai
metode mengunakan dalam situasi yang sesuai.
3. Guru agama harus dapat memilih bahan dan mempergunakan alat-alat
pembantu dan menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam
pengalaman kaifiyah pelajaran agama tersebut.
4. Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai
dengan target dan situasi yang khusus. Adapun yang dinilai adalah apa
yang dilakukan anak didik setelah menerima pelajaran agama.73
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan walaupun pada dasarnya
tugas pokok guru ada dua, yaitu medidik dan mengajar siswa di sekolah, tetapi
untuk menciptakan pengajaran dan pendidikan yang lebih baik, seorang guru
dituntut untuk professional dalam tugasnya seperti menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis serta memberi
teladan yang baik kepada siswa maupun masyarakat disekitarnya dan
sebagainya.
d. Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an
Kata peran atau role dalam kamus oxford dictionary diartikan: Actor‟s
part; one‟s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi.74
Sedangkan Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai
arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat.75
Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka
seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan
73
Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Amrico,1986), h. 100. 74
The New Oxford Illustrated Dictionary, ( Oxford University Press, 1982), 1466. 75
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 854
44
menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan
tersebut.
Begitu pula seorang guru sangat berperan dalam mengatasi kesulitan siswa
dalam membaca Al-Qur‟an atau proses pembelajaran di sekolah, dengan
adanya peran guru diharapkan dapat memberikan segala pengajaran dan
pembinaan dengan pendidikan yang belum dapat dipahami dan dimengerti
oleh siswa.
Peran yang dilakukan oleh guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca
Al-Qur‟an di sekolah SMP Islam al-khlas diantaranya yaitu:
1. Memberikan bimbingan bagaimana cara melafazkan huruf-huruf hijaiyyah
dengan benar sesuai dengan makharijul hurufnya.
2. Pembinaan dalam membaca Al-Qur‟an, yaitu dengan cara menerapkan
metode pengajaran sebagai berikut:
a) Metode Individu atau Privat
Metode ini dilakukan yaitu dengan cara siswa Al-Ma‟arif satu persatu.
Al-Ma‟arif yaitu suatu kurikulum pembelajaran Al-Qur‟an yang
diajarkan di SMP Islam ini. Pembelajaran Al-Ma‟arif memiliki 6 jilid,
dengan rincian sebagai berikut:
Jilid I : Siswa belajar mengenal huruf-huruf hijaiyyah
Jilid II : Mengenal huruf sambung dan bacaan panjang pendek
(mad thabi‟i)
Jilid III : Mengenal huruf panjang pendek dengan 4-5 harakat (mad
wajib, mad jaiz dan sebagainya)
Jilid IV : Mengenal hukum nun mati dan mim mati
Jilid V : Mengenal mad „arid lissukun
Jilid VI : Praktek membaca juz „amma
b) Metode Klasikal
Metode ini diterapkan pada sebagian waktu yang digunakan guru
untuk menerangkan pokok pelajaran secara klasikal, yaitu menjelaskan
ilmu tajwid dengan metode ceramah dan mengulang-ngulang hukum
bacaan tajwid dengan benar.
45
c) Penerapan Ilmu Tajwid
Metode ini diterapkan oleh guru kepada siswa yang sudah lancar
dalam membaca Al-Qur‟an, yaitu dengan cara siswa membaca satu
ayat kemudian dijabarkan hukum tajwidnya.
3. Mengevaluasi serta mementoring bacaan siswa
Setiap jam pelajaran Al-Qur‟an siswa diwajibkan untuk membaca Al-
Ma‟arif satu per satu, kemudian guru menilainya dari segi tajwid,
makhorijul huruf atau kefasihannya dan setiap siswa memiliki lembar
mentoring baca Al-Qur‟an yang telah di handle oleh 2 orang guru dalam 1
kelas.
4. Hafalan Juz „Amma
Hafalan juz „amma bertujuan melatih siswa agar dapat mengucapkan
makhorijul huruf dan hukum bacaan tajwid dengan benar.76
76
Abdullah,Guru pelajaran Al-Qur‟an SMP Islam Al-Ikhlas, Wawancara, Jakarta,
24/02/2011.
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete-Jakarta
Selatan mulai 24 Februari 2011 sampai dengan 21 Maret 2011
B. Metode Penelitian
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang akan
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian tentang
Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an, penulis
melaksanakan penelitian lapangan dengan menggunakan metode
“Deskriptif Analisis”.
Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat memperoleh fakta, data
dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai peran guru PAI
yang dilakukan dalam mengatasi kesultan membaca Al-Qur’an di sekolah
SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
C. Populasi dan Sampel
Adapun populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa/i SMP
Islam Al-Ikhlas, kelas VII, VIII, dan IX yang berjumlah 425 orang siswa.
Sedangkan populasi terjangkau yaitu siswa kelas VII dan kelas VIII, yang
berjumlah 272 orang siswa. Dari populasi terjangkau tersebut, penulis
mengambil sample 15 % (41 orang).
47
Selanjutnya dalam menentukan sample penelitian, penulis
menggunakan teknik Random Sampling (pengambilan secara acak).
Penulis mengambil berdasarkan absensi siswa dengan memilih nomor
yang ganjil siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan empat teknik
penelitian, yaitu:
1. Observasi/ Pengamatan
Dalam metode ini, penulis melihat dan mengamati secara langsung
keadaan sekolah di SMP Islam Al-Ikhlas dan kegiatan pembelajaran Al-
Qur’an yang dilaksanakan seminggu satu kali pertemuan (2 jam pelajaran).
Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai keadaan dan
kegiatan pembelajaran Al-Qur’an yang diterapkan di SMP Islam Al-
Ikhlas.
2. Wawancara
Wawancara penulis lakukan dengan bentuk wawancara terstruktur
dengan pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar pertanyaan
yang akan ditanyakan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara
dengan guru Al-Qur’an SMP Islam Al-Ikhlas berkenaan dengan kesulitan
siswa dalam membaca Al-Qur’an dan beberapa siswa.
3. Angket
Angket diberikan kepada seluruh responden penelitian sebanyak 41
orang siswa. Angket yang disebarkan kepada responden berbentuk angket
tertutup atau terstruktur dengan alternativ jawaban yang telah disediakan.
Teknik angket dilakukan untuk mendapatkan data tentang “Peran Guru
Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Kesulitan Siswa Membaca
Al-Qur’an”.
48
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Studi dokumentasi yang
penulis lakukan adlah dengan mengumpulkan data berupa profil sekolah,
keadaan guru, karyawan, siswa, hasil mentoring bacaan siswa dan hasil
nilai raport mata pelajaran Al-Qur’an siswa SMP Islam Al-Ikhlas. Nilai
raport tersebut penulis gunakan untuk melihat kemampuan siswa dalam
pelajaran Al-Qur’an.
E. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat ukur yang digunakan dalam
penelitian sebagai alat pengumpulan data. Instrument penelitian yang
digunakan untuk memperoleh data mengenai permasalahan yang dihadapi
siswa dalam kesulitan membaca Al-Qur’an. Instrument yang digunakan
dalam penelitian ini berupa angket yang terdiri dari 19 butir soal untuk
mengukur peran guru pendidikan agama islam dan 16 butir soal untuk
mengukur kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.
Kemudian instrument non tes dalam bentuk wawancara diperuntukan
kepada guru pendidikan agama Islam yang digunakan untuk mempertajam
informasi mengenai permasalahan yang dihadapi siswa dalam membaca
Al-Qur’an, dan upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an melalui angket.
49
Tabel I
KISI-KISI ANGKET PERAN GURU PAI DALAM MENGATASI
KESULITAN SISWA MEMBACA AL-QUR’AN
Variabel Dimensi Indikator No. Item
Pertanyaan
Jumlah
Item
1. Kesulitan
dalam
membaca
Al-Qur’an
Faktor yang
mempe-
ngaruhi
kemampuan
siswa dalam
membaca
Al-Qur’an
1.1. Melafalkan
huruf-huruf
hijaiyah
(makharijul
huruf)
1.2. Pengetahuan
tentang ilmu
tajwid
1.3. Kelancaran
membaca Al-
Qur’an
1.4. Minat dan
motivasi
dalam
membaca Al-
Qur’an
1. Kemampuan dalam mengucapkan
makharijul huruf
1. Pengetahuan tentang hukum
bacaan izhar
2. Pengetahuan tentang hukum
bacaan ikhfa
3. Pengetahuan tentang hukum
bacaan idghom
4. Pengetahuan tentang hukum
bacaan iqlab
1. Kemampuan membaca Al-Qur’an
dengan tenang dan teratur (tartil)
2. Senang membaca Al-Qur’an
setiap hari
3. Senang mengikuti pelajaran Al-
Qur’an
1. Minat dalam membaca Al-Qur’an
2. Orang tua memberikan motivasi
dan bimbingan dalam belajar
membaca Al-Qur’an
3. Senang mengulang kembali
pelajaran Al-Qur’an di rumah
27
23-24
25-26
29
28
21
20
33
32
30-31
34
1
2
2
1
1
1
1
1
1
2
1
50
4. Senang mengerjakan tugas yang
diberikan guru
35 1
2. Peran guru
PAI dalam
mengatasi
kesulitan
membaca
Al-Qur’an
2.1 Guru sebagai
pembimbing
2.2. Guru sebagai
motivasi
4.3. Guru sebagai
evaluator
4.4. Guru sebagai
mediator
1. Guru memberikan bantuan
kepada siswa dalam belajar Al-
Qur’an
2. Guru membimbing siswa dalam
pengucapan huruf-huruf hijaiyah
dengan benar
1. Guru menyuruh siswa untuk
mengulangi pelajaran di rumah
2. Guru memberikan pujian dan
hadiah kepada siswa
3. Guru memberikan motivasi
kepada siswa
4. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melafazkan
contoh hukum bacaan tajwid
5. Guru memberi sanksi kepada
siswa
6. Guru menegur siswa
1. Guru bertanya kepada siswa
2. Guru memberikan tugas kepada
siswa
3. Guru memberikan penilaian
kepada siswa
1. Guru menggunakan media dalam
belajar Al-Qur’an
2. Media belajar Al-Qur’an yang
memadai
1
2-3
4
5-6
7-8
9
11-12
10,16
13
14,17
15
18
19
1
2
1
2
2
1
2
2
1
2
1
1
1
51
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh berdasarkan angket yang diberikan kepada
siswa, kemudian diolah dalam bentuk table dengan menggunakan teknik
deskriptif persentase. Dari angket yang telah terkumpulkan kemudian
diolah dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk
diteliti, telaah dan dirumuskan. Pada tahap ini penulis mengecek
kembali kelengkapan dan kebenaran pengisisn angket agar
terhindar dari kekeliruan atau kesalahan, yaitu dengan memilih
angket yang diisi dengan lengkap dan menyisihkan yang tidak
lengkap.
b. Tabulating, yaitu perhitungan statistik sederhana. Dengan cara
menstabulasikan atau memindahkan jawaban responden dalam
table kemudian dicari persentase untuk dianalisa dan
dipersentasekan.
Untuk menganalisa data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisa deskriptif, yaitu teknik menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dan
telah diolah dengan tujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang
diteliti. Teknik yang digunakan adalah teknik persentase, dengan rumus:
F
P = X 100%
N
Ket:
P = Persentase
F = Frekuensi yang sedang dicari presentasenya
N = Jumlah populasi yang ada
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
SMPI Al-Ikhlas didirikan oleh Almarhum Bapak Rusli pada tanggal 05 Juli
1988 di atas tanah seluas 2.382 m2, yang beralamat di Jl. Cipete III No. 6–8,
Cilandak Jakarta Selatan. Sekolah ini berada di bawah yayasan Masjid Al-Ikhlas
Cipete dan terakreditasi dengan nilai A1. Sekarang SMP Islam Al-Ikhlas telah
ditetapkan menjadi “Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)” dengan SK.
DEPDIKNAS No. 1880/C3/Ds/2008.
Adapun tujuan akademik SMPI Al-Ikhlas ini adalah 1) Untuk meningkatkan
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual siswa. 2) Siswa memiliki
karakteristik salimul aqidah, shahihul ibadah dan musqaful fikri. 3)
Mengakomodasi keberagaman potensi siswa dan lebih mendekatkan pendidikan
pada dunia riil.1
1. Visi dan Misi
Visi SMP Islam Al-IKhlas adalah “Menjadikan Sekolah Islam Berwawasan
Global Yang Melahirkan Siswa Cerdas dan Berakhlak”. Sedangkan misi SMP
Islam Al-Ikhlas, diantaranya yaitu:
1. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dengan kurikulum nasional
yang terintegrasi dengan muatan Islam.
2. Melaksanakan pembelajaran agama Islam yang berkualitas.
1 Buku pedoman SMP Islam Al-Ikhlas, h. 1
53
3. Mengembangkan dan membina potensi siswa dalam bidang non akademik
(ekstrakurikuler).
4. Melaksanakan bimbingan pembinaan kepribadian siswa yag Islami.
5. Melahirkan siswa yang mampu mengenali potensi diri dan mampu
menghadapi tantangan.
6. Menciptakan lingkungan sekolah yang bernuansa Islami.
7. Menciptakan brand image positif di masyarakat;
8. Menyediakan SDM yang unggul dalam belajar.2
2. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa
Sekolah ini memiliki 33 guru dengan kategori 20 guru tetap/PNS dan 13 guru
bantu. 20 guru tetap terdiri dari 19 guru berpendidikan S1 dan 1 guru
berpendidikan D1. Adapun 13 guru bantu terdiri dari 12 guru berpendidikan S1
dan 1 guru berpendidikan S2. Lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel 2 point a.
Mengenai guru yang mengajar di SMP Islam Al-Ikhlas dapat dikatakan sudah
cukup baik, walaupun masih ada guru yang mengajar bukan pada bidangnya,
karena sebagian besar guru sudah mengajar pada bidang studi yang ditekuninya.
Seperti guru dalam bidang studi Al-Qur’an, akhir pendidikannya rata-rata dari
jurusan Pendidikan agama Islam, lebih jelasnya dapat di lihat pada lampiran 2.
Selanjutnya tenaga kerja atau karyawan SMP Islam Al-Ikhlas sebanyak 10
orang, 2 orang pendidikan SMP, 6 orang pendidikan SMA, 1 orang lulusan
sarjana muda (D3) dan 1 orang lulusan Sarjana (S1). Sedangkan siswa-siswi SMP
Al-Islam seluruhnya berjumlah 425 orang, yang terdiri dari 222 orang laki-laki
dan 203 orang perempuan, lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 2 point b dan c.
2 Ibid...h. 1
54
Tabel 2
Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa
a. Kualifikasi pendidikan, status, jenis kelamin, dan jumlah guru
No.
Tingkat
Pendidikan
Jumlah dan Status Guru
Jumlah GT/PNS GTT/Guru Bantu
L P L P
1. S2 1 1
2. S1 9 10 8 4 31
3. D1 1 1
Jumlah 9 11 9 4 33
b. Jumlah tenaga pendukung/karyawan dan kualifikasi pendidikannya
No. Tenaga Pendukung
Jumlah tenaga pendukung dan
Kualifikasi pendidikannya Jumlah
SMP SMA D3 S1
1. Tata Usaha 2 1 3
2. Perpustakaan 1 1
3. Penjaga sekolah 2 1 3
4. Keamanan 3 3
Jumlah 2 6 1 1 10
c. Jumlah keadaan siwa SMP Islam Al-Ikhlas
No. Kelas
A B C D E Jumlah
L P L P L P L P L P L P Jml
seluruhnya
1 VII 15 16 16 15 18 12 12 10 - - 73 63 136
2 VIII 16 13 15 14 13 15 16 12 12 10 72 64 136
3 IX 16 14 17 14 15 15 15 16 14 17 77 76 153
Jumlah 222 203 425
55
3. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sekolah SMP Islam Al-Ikhlas mempunyai sarana dan prasarana yang baik dan
memadai, membantu untuk kelancaran proses belajar mengajar, dengan sarana
dan prasarana yang sangat mencukupi murid dapat belajar dengan nyaman begitu
pula guru bisa mengajar dengan tenang. Dalam tabel 3 dan 4 menggambarkan
bentuk sarana dan prasarana yang ada di sekolah SMP Islam Al-Ikhlas.
Tabel 3
Sarana SMP Islam Al-Ikhlas
a. Data Ruang Belajar
No. Jenis Ruangan
(Inventaris) Jumlah Unit Kondisi
1. Perpustakaan 1 Baik
2. Lab. Biologi 1 Baik
3. Keterampilan 1 Baik
4. Multimedia 1 Baik
5. Kesenian 1 Baik
6. Lab. Bahasa 1 Baik
7. Lab. Komputer 1 Baik
8. Lab. Fisika 1 Baik
9. Serbaguna 1 Baik
10. Kelas 15 Baik
56
d. Data Ruang Kantor
No. Jenis Ruangan
(Inventaris) Jumlah Unit Kondisi
1. Kepala Sekolah 1 Baik
2. Wakil Kepala Sekolah 1 Baik
3. Guru 1 Baik
4. Tata Usaha 1 Baik
5. Tamu 1 Baik
e. Data Ruang Penunjang
No. Jenis Ruangan
(Inventaris) Jumlah unit
Kondisi
1. Gudang 1 Baik
2. Dapur 1 Baik
3. Reproduksi 1 Baik
4. KM/WC Guru 1 Baik
5. KM/WC Siswa 1 Baik
6. BK 1 Baik
7. UKS 1 Baik
8. PMR/Pramuka 1 Baik
9. Osis 1 Baik
10. Ibadah 1 Baik
11. Ganti 1 Baik
12. Koperasi 1 Baik
13. Hall 1 Baik
14. Kantin 1 Baik
15. Pos Jaga 1 Baik
Dalam ruang penunjang seperti ruang ibadah (musholla), sangat berperan
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Islam Al-Ikhlas, dengan adanya
musholla dapat dijadikan tempat praktek sholat berjama’ah, dan juga sebagai sarana
bagi siswa yang gemar membaca Al-Qur’an.
57
Tabel 4
Prasarana SMP Islam Al-Ikhlas
a. Perabot Ruang Kelas (belajar)
No. Inventaris Jumlah Unit Kondisi
1. Meja siswa 420 Baik
2. Kursi Siswa 420 Baik
3. Al-mari + Rak buku/alat 12 Baik
4. Papan tulis 12 Baik
b. Perabot Ruang Belajar Lainnya
No. Ruang Inventaris Jumlah
Unit Kondisi
1. Perpustakaan Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
40
40
10
Baik
2. Lab. IPA Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
4
70
10
Baik
3. Lab. Bahasa Meja
Kursi
40
40 Baik
4. Lab. Komputer Meja
Kursi
40
40 Baik
5. Kesenian Meja
kursi
20
20 Baik
c. Perabot Ruang Kantor
No. Ruang Inventaris Jumlah
unit Kondisi
1. Kepala Sekolah Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
1
1
1
Baik
2. Wk. Kep.Sek. Meja
Kursi
3
3 Baik
3. Guru Meja
Kursi
30
30 Baik
4. Tata Usaha Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
3
7
4
Baik
5. Tamu Meja
Kursi
2
8 Baik
58
d. Perabot Ruang Penunjang
No. Ruang Inventaris Jumlah
Unit
Kondisi
1. BK Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
2
2
2
Baik
2. UKS Almari+Rak buku/alat 1 Baik
3. OSIS Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
1
12
1
Baik
4. Gudang Almari+Rak buku/alat 4 Baik
5. Koperasi Meja
Kursi
Almari+Rak buku/alat
4
4
4
Baik
6. Pos jaga Meja
Kursi
1
3
Baik
Dari uraian tabel 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah SMP Islam Al-Ikhlas sudah sangat baik, hal ini terlihat dengan
banyaknya ruangan yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar serta adanya
ruangan penunjang salah satunya adalah tempat ibadah, yang dapat digunakan
untuk latihan sholat berjamaah dan sholat dhuha, semua ruangan dalam kondisi
baik.
4. Prestasi siswa
Begitu banyak jenis prestasi yang diraih oleh siswa SMP Islam Al-Ikhlas, baik
dari tingkat kabupaten/kota maupun tingkat propinsi dengan kategori sebagai
finalis, juara 1, 2 dan 3, lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa prestasi yang paling menonjol di SMP
Islam Al-Ikhlas yaitu dalam bidang Ilmu Teknologi (IT). Hal ini dapat di lihat dari
berbagai macam prestasi yang diraihnya rata-rata pada bidang IT atau komputer,
seperti dalam lomba pada tingkat kabupaten kompetisi komputer lazuardi dengan
kategori sebagai juara I, web design bakti idhata dengan kategori sebagai juara I
dan merakit komputer bakti idhata dengan kategori sebagai juara II.
Namun prestasi siswa dalam hal membaca Al-Qur’an belum begitu
dikembangkan, sehingga prestasi siswa dalam membaca Al-Qur’an kurang
berkembang.
59
Tabel 5
Prestasi Siswa SMP Islam Al-Ikhlas
No. Nama Lomba
Tahun 2004/2005 Tahun 2005/2006
Tingkat Tingkat
Kab/Kota Propinsi Juara
ke:
Kab/Kota Juara
ke:
1. Pembuatan
Mading Al Azhar 3
2. Keberbakatan
Bahasa Indonesia 1 & 3
3. Olimpiade Sains Finalis
4. Kompetisi
Komputer Lazuardi 1
5. Kompetisi B.
Inggris
1
6. Puisi Al-Qur’an
Darul Ma’arif
2
7. Bid. Studi IPS
SMU Cikini
2
8. Listening &
Reading Percik
2
9. Web Design
Bakti Idhata
1
10. Merakit Komputer
Bakti Idhata
2
B. Pengolahan dan Analisa Data
Pada pembahasan sebelumnya penulis telah kemukakan bahwa salah satu
tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui angket. Angket yang
penulis sebarkan adalah berjumlah 41 angket yang dibagikan kepad 41 siswa dari
272 siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Islam Al-Ikhlas sebagai sampel. Angket
yang penulis sebarkan terdiri dari 2 komponen pertanyaan yang berjumlah 35 item
pertanyaan yang disusun berdasarkan pokok penelitian dan indikator dari variabel
yang diteliti, yaitu mengenai Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan
Membaca Al-Qur’an siswa.
Dari angket yang telah terkumpulkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai
berikut:
60
a. Editing, pada tahap ini penulis mengecek kembali kelengkapan dan
kebenaran pengisisn angket agar terhindar dari kekeliruan atau kesalahan.
Apabila ada angket yang tidak lengkap dalam pengisiannya maka penulis
bertanya kembali kepada responden yang bersangkutan untuk
menjawabnya.
b. Tabulating, yaitu perhitungan statistik sederhana. Dengan cara
menstabulasikan atau memindahkan jawaban responden dalam tabel
kemudian dicari persentase untuk dianalisa dan dipersentasekan dan
ditabulasikan ke dalam bentuk persentase kemudian diolah sehingga
diperoleh kesimpulan, hal ini dapat dilihat dan dijelaskan dalam analisis
secara keseluruhan.
Data yang telah terkumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan
distribusi frekuensi dengan rumus persentase sebagai berikut:
F
P = X 100
N
P = Presentase
F = Frekuensi jawaban responden
N= Jumlah sampel.
Analisis data
1. Peran Guru PAI
Tabel berikut ini mengemukakan data-data mengenai peran guru PAI di SMP
Islam Al-Ikhlas.
Tabel 6
Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
dalam membaca Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
1.
Selalu 17 42%
Sering 18 44%
Jarang 5 12%
Tidak pernah 1 2%
Jumlah 41 100%
61
Tabel tersebut memberikan gambaran hampir setengah siswa (44%)
mengatakan bahwa guru PAI sering memberikan bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan. Hampir setengah siswa (42%) mengatakan guru PAI selalu
memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-
Qur’an, sebagian kecil siswa (12%) mengatakan jarang, dan tidak ada siswa (2%)
mengatakan bahwa guru PAI tidak pernah memberikan bantuan kepada siswa
yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa guru PAI memberikan bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 7
Memberikan bimbingan dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah
dengan bacaan yang benar
No. Jawaban Frekuensi Persentase
2.
Selalu 22 54%
Sering 15 36%
Jarang 4 10%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Dari tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (54%) mengatakan
bahwa guru PAI selalu memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan
huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Sebagian kecil siswa (36%)
mengatakan guru PAI sering memberikan bimbingan kepada siswa dalam
mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Hampir tidak ada
siswa (10%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%) yang mengatakan bahwa
guru PAI tidak pernah memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan
hurf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Hal ini berarti guru PAI dapat
memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah
dengan bacaan yang benar dan itu sering dilakukan dalam mengajar Al-Qur’an.
Selanjutnya apakah guru mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih
dapat di lihat pada tabel 8. Hampir sebagian besar siswa (78%) menjawab bahwa
guru PAI selalu mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih. Hampir sebagian
62
kecil siswa (17%) menjawab sering, hampir tidak ada siswa (5%) menjawab guru
PAI sering mengucapkan huruf-huruf hijaitah dengan fasih dan tidak ada siswa
(0%) yang menjawab bahwa guru PAI tidak pernah mengucapkan huruf-huruf
hijaiyah dengan fasih.
Tabel 8
Mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih
No. Jawaban Frekuensi Persentase
3.
Selalu 32 78%
Sering 7 17%
Jarang 2 5%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa guru PAI dapat
membimbing dan mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dan benar, dan
hal itu selalu dilakukan dalam mengajar Al-Qur’an.
Tabel 9
Menyuruh untuk mengulangi pelajaran di rumah
No. Jawaban Frekuensi Persentase
4.
Selalu 19 46%
Sering 8 20%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 2 5%
Jumlah 41 100%
Data tersebut menggambarkan setengah siswa (46%) menjawab bahwa guru
PAI selalu menyuruh kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Hampir
sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (20%)
menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (5%) menjawab bahwa guru PAI
tidak pernah menyuruh siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Hal ini berarti
63
guru Al-Qur’an selalu menyuruh kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di
rumah.
Tabel 10
Memberikan pujian kepada siswa
yang memperoleh nilai baik
No. Jawaban Frekuensi Persentase
5.
Selalu 15 36%
Sering 11 27%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 3 8%
Jumlah 41 100%
Dari tabel 10 dapat di lihat bahwa sebagian kecil siswa (36%) menjawab
bahwa guru PAI selalu memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai
baik, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil
siswa (27%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (8%) menjawab bahwa
guru PAI tidak pernah memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai
baik dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa guru PAI senang memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai
baik sebagai motivasi bagi siswa yang kurang baik dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 11
Memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
6.
Selalu 1 2%
Sering 0 0%
Jarang 9 22%
Tidak pernah 31 76%
Jumlah 41 100%
Tabel 11 memberikan gambaran sebagian besar siswa (76%) menjawab bahwa
guru PAI tidak pernah memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam
membaca Al-Qur’an. Hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab jarang, dan
64
tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa guru PAI sering memberikan hadiah
kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa guru kurang sekali dalam hal memberikan hadiah
kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 12
Memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh
No. Jawaban Frekuensi Persentase
7.
Selalu 21 51%
Sering 14 34%
Jarang 6 15%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (51%) menjawab
bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an
dengan sungguh-sungguh, sebagian kecil siswa (34%) menjawab sering, hampir
sebagian kecil siswa (15%) menjawab guru Al-Qur’an jarang memberikan
dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, dan tidak ada siswa
(0%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah tidak memberikan dorongan untuk
belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Selanjutnya mengenai apakah guru memerintahkan siswa untuk membaca Al-
Qur’an setiap hari dapat dilihat dalam tabel 13. Hampir setegah siswa (44%)
menjawab guru PAI selalu memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an
setiap hari, hampir setengah juga (36% siswa) menjawab sering, hampir sebagian
kecil siswa (20%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa
guru PAI tidak pernah tidak memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an
setiap hari.
65
Tabel 13
Memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari
No. Jawaban Frekuensi Persentase
8.
Selalu 18 44%
Sering 15 36%
Jarang 8 20%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas siswa menjawab
guru PAI selalu memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar membaca Al-
Qur’an dengan sungguh-sungguh dan selalu memerintahkan siswa untuk
membaca Al-Qur’an setiap hari. Dapat dikatakan juga bahwa guru memerintahkan
kepada siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari merupakan suatu motivasi
agar siswa dapat belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Tabel 14
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum
bacaan tajwid satu persatu
No. Jawaban Frekuensi Persentase
9.
Selalu 3 7%
Sering 4 10%
Jarang 22 54%
Tidak pernah 12 29%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa setengah siswa (54%) menjawab bahwa
guru Al-Qur’an jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan
contoh hukum bacaan tajwid satu persatu, hampir sebagian kecil siswa (29%)
menjawab guru Al-Qur’an tidak pernah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum
bacaan tajwid satu persatu, hampir tidak ada siswa (10%) menjawab sering, dan
hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hkum bacaan tajwid satu
66
persatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru Al-Qur’an kurang sekali memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hkum bacaan tajwid satu
persatu .
Tabel 15
Menegur siswa jika tidak memperhatikan
pelajaran Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
10.
Selalu 28 68%
Sering 9 22%
Jarang 3 8%
Tidak pernah 1 2%
Jumlah 41 100%
Tabel 15 memberikan gambaran bahwa hampir sebagian besar siswa (68%)
menjawab guru Al-Qur’an selalu menegur siswa jika tidak memperhatikan
pelajaran Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab sering, sedikit
sekali siswa (8%) menjawab jarang, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab
bahwa guru Al-Qur’an tidak pernah menegur siswa yang tidak memperhatikan
pelajaran Al-Qur’an.
Selanjutnya apakah guru memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan
pelajaran Al-Qur’an dapat di lihat pada tabel 16. Sebagian kecil siswa (37%)
menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan sanksi jika siswa tidak
memperhatikan pelajaran Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (29%)
menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab sering, dan
hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa guru tidak memberikan sanksi
kepada siswa yang tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an.
67
Tabel 16
Memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
11.
Selalu 15 37%
Sering 11 27%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 3 7%
Jumlah 41 100%
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa menyatakan
bahwa guru selalu menegur dan memberikan sanksi jika siswa tidak
memperhatikan pelajaran Al-Qur’an.
Tabel 17
Memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas
No. Jawaban Frekuensi Persentase
12.
Selalu 11 27%
Sering 15 37%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 3 7%
Jumlah 41 100%
Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian kecil siswa (37%) menjawab bahwa
guru Al-Qur’an sering memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas,
hampir sebagian kecil siswa (29%) siswa menjawab jarang, hampir sebagian kecil
(27%) siswa menjawab selalu dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa
guru Al-Qur’an tidak pernah memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan
tugas. Hal ini dapat di tarik kesimpulan bahwa guru Al-Qur’an sering sekali
memberikan sanksi kepada siswa yang tidak memberikan tugas.
68
Tabel 18
Bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan
sebelum memulai pelajaran
No. Jawaban Frekuensi Persentase
13.
Selalu 16 39%
Sering 10 24%
Jarang 11 27%
Tidak pernah 4 10%
Jumlah 41 100%
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa (39%) menjawab bahwa
guru PAI selalu bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan
sebelum memulai pelajaran, hampir sebagian kecil siswa (24%) menjawab sering,
hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab jarang, dan sedikit sekali (10%)
siswa menjawab bahwa guru PAI tidak pernah bertanya kepada siswa tentang
materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa guru PAI suka bertanya kepada siswa tentang materi yang
sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran baru.
Tabel 19
Memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai
No. Jawaban Frekuensi Persentase
14.
Selalu 10 22%
Sering 13 29%
Jarang 18 40%
Tidak pernah 4 9%
Jumlah 45 100%
Tabel di atas dapat ketahui bahwa hampir setengah siswa (40%) menjawab
guru Al-Qur’an jarang memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar
mengajar selesai, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab sering, hampir
sebagian kecil siswa (22%) menjawab guru Al-Qur’an selalu memberikan tugas
kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai, dan hampir tidak ada
siswa (9%) menjawab tidak pernah. Dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa
69
guru Al-Qur’an jarang sekali memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan
belajar mengajar selesai.
Tabel 20
Memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
15.
Selalu 21 51%
Sering 15 37%
Jarang 5 12%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Data di atas menggambarkan setengah siswa (51%) menjawab bahwa guru Al-
Qur’an selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an, hampir
sebagian kecil siswa (37%) menjawab sering, hampir tidak ada siswa (12%)
menjawab jarang dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab bahwa guru Al-
Qur’an tidak pernah memberikan penilaian. Dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa Guru Al-Qur’an selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-
Qur’an berakhir, hal ini memotivasi siswa agar selalu mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru Al-Qur’an.
Tabel 21
Menegur siswa yang jarang hadir
No. Jawaban Frekuensi Persentase
16.
Selalu 14 34%
Sering 16 39%
Jarang 11 27%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Tabel ini menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa (39%) menjawab bahwa
guru Al-Qur’an selalu menegur siswa yang jarang hadir, sebagian kecil siswa
(34%) menjawab sering, hampir sebagian kecil (27%) siswa menjawab guru Al-
70
Qur’an jarang menegur siswa yang jarang hadir, dan tidak ada siswa (0%)
menjawab bahwa guru Al-Qur’an tidak pernah menegur siswa yang jarang hadir.
Dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa guru selalu menegur siswa yang
jarang hadir dalam pelajaran Al-Qur’an.
Tabel 22
Memberikan tugas yang bervariasi
No. Jawaban Frekuensi Persentase
17.
Selalu 3 7%
Sering 8 20%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 18 44%
Jumlah 41 100%
Tabel 22 memberikan gambaran hampir setengah siswa (44%)
menjawab bahwa guru PAI tidak pernah memberikan tugas yang bervariasi
tiap siswa, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir
sebagian kecil siswa (20%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (7%)
menjawab guru PAI selalu memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa guru PAI tidak pernah
memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa.
Tabel 23
Menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian materi
No. Jawaban Frekuensi Persentase
18.
Selalu 3 7%
Sering 9 22%
Jarang 20 49%
Tidak pernah 9 22%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas menggambarkan setengah siswa (49%) menjawab guru Al-
Qur’an jarang menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian
71
materi. Hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab sering, hampir sebagian
kecil siswa (22%) menjawab tidak pernah, dan hampir tidak ada siswa (7%)
menjawab guru Al-Qur’an selalu menggunakan media belajar untuk
memperjelas penyampaian materi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa mayoritas siswa menyatakan guru kurang sekali dalam menggunakan
media belajar untuk memperjelas penyampaian materi tentang pelajaran Al-
Qur’an.
Tabel 24
Penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
19.
Sangat memadai 8 20%
Cukup memadai 25 60%
Kurang memadai 8 20%
Tidak memadai 0 0%
Jumlah 41 100%
Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar siswa (60%) menjawab
bahwa media yang digunakan dalam belajar Al-Qur’an sudah cukup memadai.
Hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab sangat memadai, hampir sebagian
kecil juga (20%) siswa menjawab kurang memadai, dan tidak ada siswa (0%)
menjawab penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an tidak memadai. Hal ini
berarti media yang digunakan dalam belajar Al-Qur’an sudah cukup memadai
dalam meningkatkan pembelajaran Al-Qur’an.
72
2. Kesulitan Siswa dalam Membaca Al-Qur’an
Tabel berikut ini adalah data-data mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi
siswa dalam membaca Al-Qur’an
Tabel 25
Membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah
No. Jawaban Frekuensi Persentase
20.
Selalu 1 2%
Sering 6 15%
Jarang 34 83%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (83%) menjawab
jarang, yaitu siswa jarang membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah. Hampir
sebagian kecil siswa (15%) siswa menjawab sering, hampir tidak ada siswa
(2%) menjawab selalu, dan tidak ada siswa (0%) menjawab tidak pernah tidak
membaca Al-Qur’an di rumah setiap hari. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa mayoritas siswa menyatakan jarang sekali membaca Al-
Qur’an di rumah.
Tabel 26
Setiap membaca Al-Qur’an dengan tartil
No. Jawaban Frekuensi Persentase
21.
Selalu 3 8%
Sering 21 51%
Jarang 17 41%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 45 100%
Data di atas memberikan gambaran setengah siswa (51%) menjawab bahwa
sering membaca Al-Qur’an dengan bacaan tartil, hampir setengah siswa (41%)
menjawab jarang, hampir tidak ada siswa (8%) menjawab selalu membaca Al-
Qur’an dengan tartil, dan tidak ada siswa (0%) menjawab tidak pernah membaca
73
Al-Qur’an dengan tartil. Hal ini berarti siswa apabila membaca Al-Qur’an
mereka sering membacanya dengan bacaan tartil.
Tabel 27
Senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
22.
Selalu 11 27%
Sering 18 44%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Dari data di atas dapat diketahui bahwa hampir setengah siswa (44%)
menjawab sering senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an di sekolah, hampir
sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa
(27%) menjawab selalu dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab tidak pernah
tidak senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an di sekolah. Dari hasil ini maka
dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa senang mengikuti pelajaran Al-
Qur’an di sekolah.
Tabel 28
Kesulitan dalam mempelajari ilmu tajwid (Ikhfa dan Izhar)
No. pernyataan Jawaban F P
23. Kesulitan dalam membedakan hukum bacaan
izhar dengan hukum bacaan ikhfa
Selalu 10 24%
Sering 15 37%
Jarang 9 22%
Tidak pernah 7 17%
Jumlah 41 100%
24. Kesulitan dalam memberikan contoh hukum
izhar
Selalu 7 17%
Sering 14 34%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 8 20%
Jumlah 41 100%
74
25. Kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada
di dalam hukum bacaan ikhfa
Selalu 5 12%
Sering 18 44%
Jarang 13 32%
Tidak pernah 5 12%
Jumlah 41 100%
26. Kesulitan dalam memberikan contoh hukum
ikhfa
Selalu 4 10%
Sering 19 46%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 6 15%
Jumlah 41 100%
Dari data no. 23 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah siswa (36%)
sering menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan
hukum bacaan ikhfa, hampir sebagian kecil siswa (25%) menjawab sering
menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum
bacaan ikhfa, hampir sebagian kecil juga (25%) jarang menemui kesulitan, dan
hampir sebagian kecil siswa (17%) menjawab tidak pernah menemui kesulitan
dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum bacaan ikhfa.
Selanjutnya data no. 24 mengenai apakah siswa memenui kesulitan dalam
memberikan contoh hukum izhar, hampir setengah siswa (34%) sering menemui
kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, sebagian kecil siswa (29%)
menjawab jarang, hampir sebagian kecil (20%) siswa menjawab tidak pernah
menemui kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, hampir sebagian
kecil siswa (17%) menjawab bahwa selalu menemui kesulitan dalam
memberikan hukum izhar.
Sedangkan dalam data no. 25 menunjukkan bahwa setengah siswa (44%)
sering menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada di dalam hukum
bacaan ikhfa, sebagian kecil siswa (32%) menjawab jarang, hampir sebagian
kecil siswa (12%) menjawab selalu menemui kesulitan dalam menghafal 15
huruf yang ada di dalam hukum bacaan ikhfa, dan sebagian kecil siswa (12%)
menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada
di dalam hukum bacaan ikhfa.
75
Dari data no. 26 dapat diketahui bahwa setengah siswa (46%) menjawab
sering menemui kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa, hampir sebagian
kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (15%)
menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa,
dan hampir tidak ada siswa (10%) menjawab selalu menemui kesulitan dalam
memberikan contoh hukum ikhfa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa
menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum
bacaan ikhfa, setengah siswa masih menemui kesulitan dalam memberikan
contoh hukum izhar, setengah siswa masih menemui kesulitan dalam menghafal
15 huruf yang ada dalam hukum bacaan ikhfa, dan setengah siswa menemui
kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa. Dapat dikatan juga bahwa masih
kurangnya pemahaman siswa tentang ilmu tajwid.
Tabel 29
Menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أ dengan ع
No. Jawaban Frekuensi Persentase
27.
Selalu 4 10%
Sering 11 27%
Jarang 17 41%
Tidak pernah 9 22%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir setengah siswa (41%) jarang
menemui kesulitan dalam membedakan bunyi lafadz huruf أ dengan ع , hampir
sebagian kecil siswa (27%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (22%)
menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أ
dengan ع , dan hampir tidak ada siswa (10%) yang selalu menemui kesulitan
dalam membedakan lafadz huruf أ dengan ع . Dari gambaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa jarang sekali siswa menemui kesulitan dalam membedakan
lafadz huruf huruf أ dengan ع yang dari pengucapannya agak sama.
76
Tabel 30
Menemui kesulitan dalam melafalkan hukum bacaan Iqlab
No. Jawaban Frekuensi Persentase
28.
Selalu 1 2%
Sering 13 32%
Jarang 15 37%
Tidak pernah 12 29%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas menggambarkan bahwa sebagian kecil siswa (37%) jarang
menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab, sebagian kecil siswa
(32%) sering menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab, hampir
sebagian kecil siswa (29%) tidak pernah menemui kesulitan dalam melafadzkan
hukum bacaan iqlab, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab bahwa selalu
menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa jarang sekali siswa yang menemui kesulitan dalam
melafadzkan hukum bacaan iqlab.
Tabel 31
Menemui kesulitan tentang perbedaan
hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah
No. Jawaban Frekuensi Persentase
29.
Selalu 4 10%
Sering 14 34%
Jarang 12 29%
Tidak pernah 11 27%
Jumlah 45 100%
Tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil siswa (34%) sering
menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan
idghom bilagunnah, hampir sebagian kecil siswa (29%) jarang menemui
kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom
bilagunnah, hampir sebagian kecil siswa (27%) tidak pernah menemui kesulitan
tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah,
77
dan hampir tidak ada siswa (10%) menjawab selalu menemui kesulitan tentang
perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa mengerti tentang hukum bacaan
idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah.
Tabel 32
Orang tua membimbing dalam belajar membaca Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
30.
Selalu 15 37%
Sering 17 41%
Jarang 8 20%
Tidak pernah 1 2%
Jumlah 41 100%
Tabel 32 dapat digambarkan bahwa hampir setengah siswa (41%) menjawab
bahwa orang tua sering membimbing mereka dalam membaca Al-Qur’an,
hampir setengah siswa (37%) menjawab selalu, hampir sebagian kecil siswa
(20%) menjawab orang tua jarang membimbing mereka dalam membaca Al-
Qur’an, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab orang tua tidak pernah
membimbing mereka dalam membaca Al-Qur’an.
Selanjutnya tabel 33 mengenai apakah orang tua memberikan dorongan agar
siswa dapat belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, setengah
siswa (48%) menjawab selalu, hampir setengah siswa (37%) menjawab sering,
hampir sebagian kecil siswa (15%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%)
yang menjawab bahwa orang tua tidak pernah memberikan dorongan kepada
siswa agar belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
78
Tabel 33
Orang tua memberikan dorongan agar belajar membaca Al-Qur’an
dengan sungguh-sungguh
No. Jawaban Frekuensi Persentase
31.
Selalu 20 48%
Sering 15 37%
Jarang 6 15%
Tidak pernah 0 0%
Jumlah 41 100%
Dari uraian tabel 32 dan tabel 33 dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya
orang tua siswa yang membimbing dan memberikan dorongan kepada anaknya
untuk selalu belajar membaca A-Qur’an dan bersungguh-sungguh dalam
mempelajarinya.
Tabel 34
Setelah faham tentang ilmu tajwid, minat semakin bertambah untuk
terus belajar membaca Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
32.
Selalu 3 7%
Sering 21 51%
Jarang 15 37%
Tidak pernah 2 5%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (51%) minat mereka
sering bertambah setelah faham ilmu tajwid, hampir setengah siswa (37%)
menjawab minat mereka jarang bertambah setelah faham ilmu tajwid, hampir
tidak ada siswa (7%) menjawab selalu bertambah minatnya setelah faham ilmu
tahjwid, dan hampir tidak ada juga (5%) siswa menjawab bahwa minat mereka
tidak pernah bertambah untuk terus belajar ilmu tajwid walaupun mereka sudah
faham ilmu tajwid. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa minat siswa sering
bertambah untuk terus belajar Al-Qur’an setelah mereka memahami ilmu tajwid.
79
Tabel 35
Senang mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an
tentang pelajaran ilmu tajwid
No. Jawaban Frekuensi Persentase
33.
Selalu 10 25%
Sering 17 41%
Jarang 13 32%
Tidak pernah 1 2%
Jumlah 41 100%
Tabel 35 menunjukkan hampir setengah siswa (44%) menjawab bahwa
mereka selalu mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an tentang pelajaran
ilmu tajwid, sebagian kecil siswa (31%) menjawab sering, hampir sebagian kecil
siswa (18%) menjawab jarang mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an
tentang pelajaran ilmu tajwid, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab tidak
pernah mendengarkan penjelasan guru tentang pelajaran ilmu tajwid. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa selalu mendengarkan
penjelasan guru tentang ilmu tajwid.
Tabel 36
Mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah
dipelajari di sekolah
No. Jawaban Frekuensi Persentase
34.
Selalu 0 0%
Sering 3 7%
Jarang 32 78%
Tidak pernah 6 15%
Jumlah 41 100%
Tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (78%) menjawab
jarang mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di
sekolah. Sedangkan yang menjawab tidak pernah mengulang kembali pelajaran
80
Al-Qur’an yang sudah dipelajari di rumah hampir sebagian kecil siswa (15%).
Sedikit sekali siswa (7%) yang menjawab sering dan tidak ada siwa (0%)
menjawab selalu mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari
di sekolah. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
siswa jarang sekali mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah
dipelajari di sekolah.
Tabel 37
Senang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an
No. Jawaban Frekuensi Persentase
35.
Selalu 2 5%
Sering 13 31%
Jarang 18 44%
Tidak pernah 8 20%
Jumlah 41 100%
Data di atas menggambarkan hampir setengah siswa (44%) jarang mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an. Sebagian kecil siswa (31%) sering
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an, hampir sebagian kecil
siswa (20%) menjawab bahwa mereka tidak pernah mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru Al-Qur’an, dan hampir tidak ada siswa (5%) yang selalu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an. Hal ini berarti siswa
jarang sekali mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an, hanya ada
5% siswa yang selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an.
C. Interpretasi data
Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian,
dapat diketahui bahwa peran guru PAI sebagai pembimbing yaitu memberikan
bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca Al-
Qur’an, hampir setengah siswa menjawab sering dengan persentase 43%, guru
membimbing siswa dalam pengucapan huruf-huruf hijaiyah dengan benar sebesar
54% (setengah siswa). Hal ini menyatakan bahwa peran guru PAI sebagai
pembimbing sudah cukup baik. Guru sebagai pembimbing dalam membaca Al-
81
Qur’an adalah guru yang mempunyai tugas tanggung jawab agar siswa-siswinya
dapat membaca Al-Qur’an dengan benar, baik dari segi pengucapannya
(makharijul huruf) dan dari ilmu tajwidnya. Oleh sebab itu guru Al-Qur’an
seharusnya memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
membaca Al-Qur’an.
Peran guru sebagai motivasi yaitu menyuruh siswa untuk mengulangi
pelajaran di rumah setegah siswa menjawab selalu persentase terbesar 46%, guru
memberikan pujian sebagian kecil siswa (36%) menyatakan selalu, guru
memberikan hadiah sebagian besar siswa (75%) menjawab guru Al-Qur’an tidak
pernah memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an.
Guru memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an, setengah siswa menjawab
selalu dengan persentase 51%. Guru selalu memerintahkan untuk membaca Al-
Qur’an setiap hari hampir setengah siswa (44%). Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk presentasi sebagian kecil (29%) siswa menjawab jarang.
Sebagian besar (68%) guru selalu menegur siswa yang tidak memperhatikan,
sebagian kecil siswa (37%) guru selalu memberikan sanksi kepada siswa yang
tidak memperhatikan pelajaran. Sebagian kecil siswa (37%) guru sering memberi
sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. Hampir setengah siswa (41%)
guru sering menegur siswa yang jarang hadir. Hal ini membuktikan dari hasil
wawancara bahwa guru PAI hanya dapat memberikan dorongan atau motivasi
kepada siswa-siswinya dengan cara selalu memberikan nasehat kepada siswa agar
selalu membaca Al-Qur’an di rumah dengan sungguh-sungguh, mengajak siswa
untuk selalu fokus dalam memperhatikan pelajaran Al-Qur’an dan bagi yang belum
bisa membaca Al-Qur’an guru PAI juga menyarankan untuk privat membaca Al-
Qur’an di rumah. 3
Peran guru PAI sebagai evaluator yaitu untuk mengevaluasi, sebagian kecil
siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar yaitu 36% guru memberikan
tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Guru Al-Qur’an
selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an setengah siswa
(51%). Guru Al-Qur’an memberikan tugas yang bervariasi hamper setengah (44%)
siswa menjawab tidak pernah. Hal ini membuktikan hasil wawancara bahwa guru
PAI selalu mengevaluasi siswa dengan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan
3Tri Wahyu Ningrum, Guru Al-Qur’an, Wawancara Pribadi, Cipete 28 Februari 2011.
82
pembelajaran Al-Qur’an itu berdasarkan kemampuan siswa dalam membaca Al-
Qur’an.
Pengajaran yang dilakukan dalam SMP Islam Al-Ikhlas yaitu menggunakan
buku panduan Ma’arif. Dan siswa siswi selalu dimentoring dan diberi nilai baik
dari segi tartil, tajwid dan kefasihannya dalam setiap pertemuan pembelajaran Al-
Qur’an.
Peran guru PAI sebagai mediator yaitu apabila mengajar menggunakan media
atau alat mengajar untuk memperjelas penyampaian materi, setengah siswa dengan
persentase terbesar (49%) menjawab jarang, media yang digunakan dalam belajar
Al-Qur’an hamper sebagian besar (60%) siswa menjawab sudah cukup memadai.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan
secara didaktis pedagogis, maka pengajaran Al-Qur’an yang efektif adalah
menggunakan alat peraga, bagan dan alat sebagainya dengan maksud memberikan
kejelasan yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan media yang ada,
diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu siswa hanya tahu
kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya, sedangkan dalam
belajar membaca Al-Qur’an banyak sekali kata-kata yang kurang dimengerti oleh
siswa, seperti dalam pembelajaran makharijul huruf.
D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa peran guru PAI
dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas
adalah sebagai pembimbing, motivator, evaluator dan mediator.
Adapun bimbingan yang diberikan oleh guru PAI dalam bentuk memberikan
bantuan kepada siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an serta
memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah
dengan benar dan fasih dapat dikatakan sudah baik, karena rata-rata siswa
memjawab guru selau membantu dan memberikan bimbingan kepada siswa yang
menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Guru sebagai pembimbing dalam
hal memberikan bimbingan mengucapkan huruf hijaiyah dengan fasih sangat
berperan untuk mengatasi siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-
Qur’an, agar siswa senantiasa dapat mengucapkan huruf-huruf hijaiyah
(makharijul huruf) dengan baik dan benar. Guru sebagai pembimbing dalam
proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut untuk mampu memberikan
83
bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan bimbingan secara umum adalah
membantu murid-murid agar mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi
belajar, sehingga setiap murid dapat belajar dengan efisien sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.4
Sedangkan peran guru sebagai motivator yaitu dalam bentuk menyuruh siswa
untuk mengulangi pelajaran Al-Qur’an di rumah 46% selalu dilakukan oleh guru
agar siswa dapat terlatih secara khusus dalam memahami ilmu tajwid. Kemudian
motivasi dalam bentuk memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai
baik 36% selalu dilakukan agar dapat merangsang siswa untuk terus bersaha
mengembangkan pengetahuannya dalam belajar membaca Al-Qur’an. Selanjutnya
motivasi dalam bentuk memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam
membaca Al-Quran 76% tidak pernah dilakukan, atau dapat dikatakan guru kurang
sekali dalam hal memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-
Qur’an. Sedangkan motivasi untuk selalu belajar membaca Al-Qur’an setiap hari di
rumah 44% selalu dilakukan oleh guru agar siswa terbiasa membaca Al-Qur’an di
luar jam belajar, yakni di rumahnya masing-masing di bawah pengawasan dan
bimbingan dari orang tua.
Dari uraian di atas mengenai peran guru PAI sebagi motivator dapat dikatakan
cukup baik, yaitu dengan memberikan dorongan agar siswa selalu belajar membaca
Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan membacanya setiap hari di rumah,
sedangkan dalam bentuk materil kurang dilakukan. Keberhasilan sebuah proses
pembelajaran khususnya pendidikan formal ditentukan oleh banyak faktor, salah
satunya adalah interaksi antara siswa dan guru, selain materi pembelajaran yang
disampaikan, dorongan semangat dari guru ditambah dengan faktor kepribadian
guru juga sangat mempengaruhi dalam mendorong motivasi siswa demi
meningkatkan keberhasilan dalam belajar.
Peran guru sebagai evaluator yaitu dengan cara memberikan penilaian kepada
siswa untuk mengetahui apakah siswa sudah berhasil atau faham terhadap pelajaran
yang telah disampaikan. Peran guru sebagai evaluator dalam hal memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperagakan bacaan di depan kelas 54% atau
jarang sekali dilakukan dan dalam bentuk memberikan tugas kepada siswa setelah
4 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet ke-I,
h. 105
84
kegiatan belajar mengajar selesai juga jarang sekali dilakukan oleh guru, karena
pada saat pelajaran berlangsung dengan sistem membaca Al-Ma’arif (buku
panduan belajar membaca Al-Qur’an SMP Islam Al-Ikhlas) secara individual,
siswa yang tidak dapat giliran membaca diberikan tugas oleh guru.5 Selanjutnya
dalam memberikan penilaian 51% selalu dilakukan dalam setiap pelajaran Al-
Qur’an dan 44% guru tidak pernah memberikan tugas yang bervariasi kepada
siswa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peran guru sebagai evaluator sudah cukup
baik, hanya dalam penyampaiannya terlalu monoton.
Selanjutnya dalam penggunaan media tentang pengajaran ilmu tajwid sebagian
kecil siswa (49%) mengatakan jarang dilakukan oleh guru. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis
pedagogis, maka pengajaran Al-Qur’an yang efektif adalah menggunakan alat
peraga, bagan dan alat sebagainya dengan maksud memberikan kejelasan yang
dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan media yang ada, diharapkan
proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang
diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya.
Sedangkan kesulitan yang dialami siswa adalah kurangnya pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran tajwid, hal ini disebabkan karena siswa menganggap
bahwa materi yang diajarkan cukup sulit, akibatnya siswa tidak dapat membaca Al-
Qur’an dengan baik dan lancar. Selain itu kesulitan siswa dalam membaca Al-
Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam diri siswa itu sendiri dan
ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya semangat siswa untuk mengulang
kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah, kurang membaca Al-Qur’an di rumah
dengan menggunakan kaidah ilmu tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru al-Qur’an, sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya
motivasi dan perhatian dari kedua orang, kurang mendapatkan pendidikan agama
sebelumnya baik pendidikan formal maupun non formal serta guru kurang melatih
murid-muridnya secara personal dalam pengucapan hokum bacaan tajwid.
5 Tri Wahyu Ningrum, Guru Al-Qur’an, Wawancara Pribadi.
85
Guru adalah pejuang bagi peradaban dunia pendidikan. Semua tetesan keringat
dan air mata guru tidak akan sia-sia, karena semua itu melahirkan kebaikan di
dunia dan akhirat. Kebaikan guru tersebut tak mengharap balasan dari para
siswanya. Melihat siswanya sukses pun bagi seorang guru adalah lebih dari cukup
dan menjadi kebahagiaan tersendiri. Profesi guru memang sangat mulia.
Sedangkan metode yang dilakukan dalam pembelajaran Al-Qur’an di SMP Al-
Ikhlas memiliki beberapa metode dan masing-masing guru memiliki ide-ide
tersendiri dalam mengajarkannya, diantaranya yaitu:
Bukan hanya motivasi dari guru, motivasi dari orang tua juga sangat
mempengaruhi juga sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar membaca Al-
Qur’an baik di rumah maupun di sekolah. Dengan kurangnya motivasi yang
diberikan oleh orang tua, anak pun akan merasa tidak adanya beban untuk bisa atau
mampu dalam membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya adanya semangat bagi anak
86
untuk membaca Al-Qur’an akan lebih meningkatkan kemampuannya dalam
membaca Al-Qur’an. Sementara faktor lain, seperti ketersediaan sarana dan
prsarana pembelajaran sebagai pendukung bagi proses pembelajaran yang ada.
1. Metode Individual, yaitu dengan cara siswa bergiliran baca satu persatu
dengan gurunya masing-masing.
2. Metode Drill, yaitu latihan siap yang dimaksudkan untuk memperoleh
ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari.
3. Metode Tanya jawab, yaitu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan
pertanyaan kepada peserta didik tentang pelajarn yang telah diajarkan, atau
sebaliknya peserta didik bertanya tentang pelajaran yang belum dimengerti.
4. Metode Ceramah, yaitu menerangkan secara lisan oleh guru terhadap peserta
didiknya. Dalam metode ceramah ini hanya satu orang guru yang
menerangkan tentang pelajaran ilmu tajwid.
Kegiatan Pembelajaran Al-Qur’an
Dalam kegiatan pembelajaran Al-Qur’an, buku panduan yang digunakan yaitu
Al-Ma’arif yang memiliki 6 jilid. Hasil penelitian yang penulis dapatkan yaitu
setiap pembelajaran Al-Qur’an masing-masing kelas diajarkan oleh tiga orang
guru, khususnya guru Al-Qur’an. Satu orang guru membimbing + 10 orang siswa
agar dapat memonitoring hasil bacaan Al-Ma’arif siswa tersebut. Dengan catatan
sebagai berikut:
berdasarkan pengalaman sebagai pembimbing dan penguji skripsi, thesis dan disertas,
berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang umumnya diajukan oleh penguji
skripsi/thesis, atau disertasi:
Judul: Apakah judul Anda telah mencerminkan pertanyaan penelitian Anda?
Pertanyaan penelitian. Ini adalah inti penelitian Anda. Oleh karena itu
pertanyaan penelitian ini amatlah penting.
1. Apakah pertanyaan itu penting bagi pemecahan sebagian persoalan di
masyarakat atau pengembangan ilmu pengetahuan?
2. Apakah pertanyaan tersebut belum terjawab oleh peneliti lain?
Latar belakang penelitian: Apakah uraian Anda dalam latar belakang
penelitian itu dengan jelas menunjukkan mengapa pertanyaan penelitian Anda
87
itu penting sekali diketahui jawabannya? Penting di sini bukan hanya penting
bagi Anda (yang ingin segera menyelesaikan studi) tapi, terutama, bagi
pemecahan masalah di masyarakat dan/atau di bidang ilmu pengetahuan.
Anda harus menunjukkan hal itu.
Signifikansi penelitian: Apakah pentingnya menjawab pertanyaan penelitian
Anda itu? (Secara rinci, ini mestinya sudah Anda kemukakan dalam latar
belakang penelitian. Di sini Anda hanya menegaskan kembali secara ringkas.)
Kajian pustaka yang relevan/terkait. Tujuan bagian ini adalah untuk (1)
membuktikan bahwa pertanyaan penelitian Anda benar-benar belum terjawab
oleh eneliti lain dan/atau (2) memberikan penjelasan tentang teori yang Anda
gunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian Anda tersebut. Oleh karena
itu, pertanyaan yang biasa diajukan penguji adalah:
1. Apakah uraian dalam bagian kajian pustaka ini telah membuktikan bahwa
pertanyaan penelitian Anda tersebut belum terjawab oleh peneliti-peneliti lain
yang juga meneliti topik Anda? Apakah pengetahuan Anda tentang hasil-hasil
penelitian sejenis itu cukup luas?
2. Apakah penjelasan tentang teori yang Anda gunakan dalam penelitian itu jelas
dan relevan dengan penelitian Anda (atau hanya sekedar memperbanyak
halaman saja)?
Metode penelitian:
1. Bagaimana cara Anda mengumpulkan informasi (data) untuk menjawab
pertanyaan penelitian itu? Apakah data itu dapat dipercaya (valid dan
reliabel)? Apakah penguji (pembaca) bisa mendapatkan gambaran yang rinci
tentang bagaimana Anda melakukannya?
2. Bagaimana cara Anda menganalisa informasi (data) yang telah Anda
kumpulkan itu? Apakah analisa Anda itu dapat dipercaya (valid dan
reliabel)? Apakah penguji (pembaca) dapat bisa mendapatkan gambaran yang
rinci tentang bagaimana Anda melakukannya?
3. Apa hasil (kesimpulan) analisa Anda? Apakah hasil (temuan/kesimpulan) itu
konsisten dengan data dan analisa yang telah Anda sajikan?
Penyajian dan analisa data
1. Apakah data yang Anda sajikan relevan dengan pertanyaan penelitian
Anda? Apa data tersebut Anda sajikan sehingga memudahkan
pembaca memahaminya? Apakah data tersebut memudahkan pembaca
memahami cara berfikir Anda untuk sampai pada kesimpulan yang
Anda ambil?
2. Apakah analisa Anda relevan dan tepat untuk digunakan pada data
Anda? Apakah penyajian cara Anda menganalisa data tersebut
memudahkan pembaca untuk memahami cara berfikir Anda sehingga
sampai pada kesimpulan yang Anda tarik?
Kesimpulan/penutup
1. Apakah kesimpulan terakhir Anda merupakan jawaban atas pertanyaan
penelitian Anda?
88
2. Apakah saran yang Anda berikan sesudah kesimpulan itu didasarkan
atas apa yang telah Anda tulis dalam bab-bab sebelumnya (terutama di
bagian analisa atau diskusi)?
Diskusi. Kadang-kadang mahasiswa juga diminta untuk membicarakan
implikasi temuan/hasil penelitian itu dalam bagian tersendiri. Dalam hal ini,
mahasiswa diharapkan membicarakan bagaimana implikasi temuan/hasil
penelitian itu bagi pemecahan sebagian masalah di masyarakat atau
pengembangan pengetahuan (yang sudah diutarakan dalam latar belakang
penelitian). Oleh karena itu, pertanyaan yang biasanya diajukan penguji
adalah ’bagaimana peneliti (mahasiswa) menunjukkan implikasi temuan
penelitian itu bagi pemecahan sebagian masalah masyarakat atau
pengembangan ilmu pengetahuan itu.’
Masalah teknis penulisan. Penguji juga memperhatikan kejelasan uraian dan
hal-hal teknis yang dapat mengganggu kemudahan pembaca memahami isi
laporan penelitian (skripsi) Anda. Hal itu mekiputi penomoran halaman,
kesalahan ketik/eja, tanda baca, format laporan (sudah memenuhi ketentuan
perguruan tinggi atau belum), tata bahasa, penggunaan istilah (kosakata), dsb.
Itulah beberapa pertanyaan yang umumnya sering diajukan penguji skripsi guna
memastikan bahwa skripsi Anda sudah memenuhi kriteria laporan penelitian ilmiah
dan mudah difahami pembaca. Semua jawaban atas pertanyaan ini harus tertulis
secara lugas, jelas, dan rinci dalam skripsi Anda. Jangan hanya dijawab secara lisan
dalam ujian. Ingat, skripsi Anda akan diletakkan di perpustakaan agar dapat dibaca
dan difahami orang lain tanpa kehadiran Anda.
Semoga bermanfaat dan selamat ujian.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Peran guru PAI dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa
yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya
peran guru seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat
merangsang siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik.
2. Upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-
Qur’an yaitu dengan selalu memberikan bimbingan dan motivasi yang dapat
mendorong siswa untuk selalu belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-
sungguh, menghafal juz ‘Amma dan selalu mementoring siswa secara
individual di setiap jam pelajaran Al-Qur’an.
3. Motivasi dari orang tua dan guru sangat mempengaruhi minat siswa dalam
belajar membaca Al-Qur’an baik di rumah maupun di sekolah. Dengan
kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua dan guru, anak pun akan
merasa tidak adanya beban untuk bisa atau mampu dalam membaca Al-
Qur’an. Sesungguhnya adanya semangat bagi anak untuk membaca Al-Qur’an
akan lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca Al-Qur’an.
4. Kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau
dari dalam diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya
semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah,
kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu
tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an,
sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya motivasi dan perhatian dari
kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik
86
pendidikan formal maupun non formal serta guru kurang melatih murid-
muridnya secara personal dalam pengucapan hukum bacaan tajwid.
B. Saran-Saran
1. Untuk Sekolah
Khusus kepada guru:
a. Hendaknya benar-benar memperhatikan unsur-unsur metodis dan psikologis
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat tercapai secara
optimal.
b. Hendaknya dapat memberikan motivasi, baik yang bersifat moril maupun
materil agar siswa dapat belajar dengan baik dan memberikan kebebasan kepada
siswa untuk mengembangkan pengetahuannya.
2. Untuk orang tua/wali murid
a. Hendaknya menjadi tauladan yang baik yaitu dengan membiasakan membaca
Al-Qur’an di rumah dengan bacaan yang benar atau menggunakan kaidah ilmu
tajwid, agar anak termotivasi untuk ikut serta membaca Al-Qur’an dengan
bacaan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Amrico,1986.
Ahmadi, Abu, dan Supriyono, Widodo. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta,
1991, Cet ke-I.
Abdurohim, Acep, Iim. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2003.
Abu, Bakar Bahrun. Al Burhan Fi Tajwidil Qur’an: Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul
Athfal dan Al Jazariyah, Bandung: Trigenda Karya, 1995, Cet ke-I.
Alam, Tombak. Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1995.
Azhim, Irfan, Abdul. Agar Bacaan Al-Qur’an Anda Tidak Sia-sia, Solo: PT. Pustaka
Iltizam, 2009, Cet Ke-I.
Aziz, Abdul. Bersanding Dengan Al-Qur’an, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), Cet
ke- I.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Toha Putra, 1989.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (akarta:
Balai Pustaka, 1995, Ed. 2, cet ke-4.
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Pendidikan Nasional, Jakarta:
CV. Tamita Utama, 2004.
Djamarah, Syaiful, Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000, Cet ke-I.
Dradjat, Dzakiyah, dkk. Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2004, Ed-2, Cet ke-3.
Hafidz, W. Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara,
1994, cet. Ke- 1.
Jalaluddin, Metode Tunjuk Silang, Jakarta: Kalam Mulia, 1998.
Jumantoro, Totok, dan Amin, Samsul, Munir. Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta:
Amzah, 2009, Cet. Ke-2.
Ladjid, Hafni. Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Jakarta: PT. Ciputat Pres Group, 2005.
Mardjoned, Ramlan. Akhlak Belajar dan Mengajar Al-Qur’an, Jakarta: LPPTKA-
BKPRMI, 1994, Cet ke-I.
Muhtar, Heri, Jauhari. Fiqih Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005,
Cet ke-I.
Naim, Rochman. Bacalah Al-Qur’an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya
Ilmu, 2006), Cet. Ke- 1.
Nawawi, Imam. Adab Pengemban Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Salam SDN. BHD,
1996, Cet ke-I.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed.
ke-3, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet.
Ke-4.
Sabri, M. Alisuf , Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet ke-1.
Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed- I, Cet ke-5.
Sardirman A, M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004, Cet. Ke-11.
Siregar, Imam. “Kemampuan Membaca dan Memahami Al-Qur’an”, dalam
PENAMAS, Vol. XXII, No. I, Januari-April 2009.
Sirajuddin SA, 24 Tuntunan Membaca Al-Qur’an dengan Tartil, Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2005, Cet, ke-1.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta
2003, Cet. Ke-4.
Syafaat, Aat. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan
Remaja (Juvenile Delinquency), Jakarta: Rajawali Pers, 2008, Ed.I.
Syafii, Agus. “Cara Mudah Belajar Membaca Al-Qur’an”, dari blogspot.com,
September 2008.
Syah Muhibin, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Pt.
remaja Rosdakarya Offset, 1995), Cet Ke-1.
Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum dan Pengajaran Taman Kanak-kanak Al-
Qur’an (TKA) Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Jakarta: PT LPPTKA
BKPRMI Pusat, 2006, Edisi Revisi.
Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur’an,
Jakarta: Gema Insani, 2006, Cet ke-3.
Thaha, Abdurahman. Seluk Beluk Hukum Membaca Al-Qur’an, (Bandung: CV.
Pelita Fajar), Cet ke-I.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, Ed. I.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-
2.
Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1994), Cet. Ke-8.
Qardawi, Yusuf. Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 1999.
Qaththan, Manna. Pengantar Studi Islam Al-Qur’an, Terj. dari Mahabits Fi ‘Ulum
Al-Qur’an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009),
Cet. Ke-4.
Yunus, Mahmud. Ilmu Mengajar, Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1954, Cet ke-I.
Nomor : ET/TL/31.01/1/2011 Jakarta, 31 Januari 2011
Lamp : -
Hal : Penyebaran Angket
Kepada Yth.
Kepala Sekolah SMP N 132 Jakarta
Di
Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan hormat kami sampaikan bahwa:
Nama : Hanifah
NIM : 10501100139
Semester : XI
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menghadapi Kesulitan
Membaca Al-Qur’an Siswa di SMP I Al-Ikhlas Cipete Jakarta
Selatan”.
Adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang
sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penyebaran angket untuk menguji
validitas data yang sedang diteliti di instansi yang Saudara pimpin. Untuk itu kami
mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa/i tersebut untuk melaksanakan
penyebaran angket pada penelitian yang dimaksud.
Atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
1. Struktur Organisasi SMP Islam Al-Ikhlas
-------------------------------
KEPALA SMP ISLAM AL IKHLAS
Kepala
Tata Usaha
Staff TU
IT
Staff TU
Akademik
Staff TU
Adm. Siswa
Koordinator RSBI Wakil Bidang
Kurikulum Intra & Ekstra Wakil Bidang
Kesiswaan & Humas
Koord. Hub
Internasional Koord.
Standar Inter.
Koord.
HUMAS
Koord.
Osis Koord.
Intrakurikuler
Koord.
Ekstrakurikuler
Divisi
Hubungan
Antar SBI
Divisi
Standar
Lokal
Divisi
Internal &
Eksternal
Divisi
Pengembangan
Kepemimpinan
Siswa
Divisi
Pelatihan &
Kompetensi
Divisi
Perencanaan
& Evaluasi
Divisi
MGMP WALI KELAS WALI KELAS
DEWAN GURU
BP 3