abstrak faktor-faktor yang mempengaruhi …

58
ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK (StudipadaMahasiswa S1 JurusanAkuntansi FakultasEkonomidanBisnisUniversitasBrawijaya) Oleh: Donna HerdianSusandra DosenPembimbing: Prof. IwanTriyuwono, SE.,M.Ec., Ph.D., Ak. Tujuan penelitianini adalah untuk mengkaji dan mengetahui tentang pengaruh perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan publik, sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik. Jumlah sampel sebesar 87 mahasiswa di dapatkan dari perhitungan rumus Yamane. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan sumber data primer melalui penyebaran kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS) melalui program SmartPLS, dimana dapat diketahui apakah ada hubungan antara perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender, dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan publik. Semakin tinggi perilaku belajar mahasiswa maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat pemahaman kode etik akuntan publik. Begitu pula dengan kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas. Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data didapatkan hasil bahwa dari lima variabel independen, tiga diantaranya yaitu perilaku belajar, kecerdasan emosional, religiusitas terbukti berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik akuntan publik. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu aktivitas kemahasiswaan dan gender tidak berpengaruh terhadap kode etik akuntan publik. Hasil perhitungan R square didapatkan hasil sebesar 0.5097. Skor tersebut menjelaskan bahwa variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pemahaman kode etik akuntan publik sebesar 51% dijelaskan oleh variabel independen perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender, dan religiusitas. Sedangkan 49% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian. Kata kunci: Akuntanpublik, kodeetik, perilakubelajar, kecerdasanemosional, aktivitaskemahasiswaan, gender, religiusitas, pemahamanmahasiswaterhadapkodeetikakuntanpublik. ABSTRACT FACTORS AFFECTING THE UNDERSTANDING OF STUDENT CODE OF PUBLIC ACCOUNTANTS (Studies in Student S1 Accounting Department

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAHAMAN

MAHASISWA TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK

(StudipadaMahasiswa S1 JurusanAkuntansi

FakultasEkonomidanBisnisUniversitasBrawijaya)

Oleh:

Donna HerdianSusandra

DosenPembimbing:

Prof. IwanTriyuwono, SE.,M.Ec., Ph.D., Ak.

Tujuan penelitianini adalah untuk mengkaji dan mengetahui tentang pengaruh

perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan

religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan publik, sehingga dapat

diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa

terhadap kode etik akuntan publik.

Jumlah sampel sebesar 87 mahasiswa di dapatkan dari perhitungan rumus

Yamane. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan

sumber data primer melalui penyebaran kuesioner. Alat analisis yang digunakan

adalah Partial Least Square (PLS) melalui program SmartPLS, dimana dapat

diketahui apakah ada hubungan antara perilaku belajar, kecerdasan emosional,

aktivitas kemahasiswaan, gender, dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik

akuntan publik. Semakin tinggi perilaku belajar mahasiswa maka diharapkan

semakin tinggi pula tingkat pemahaman kode etik akuntan publik. Begitu pula

dengan kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas.

Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data didapatkan hasil bahwa dari lima

variabel independen, tiga diantaranya yaitu perilaku belajar, kecerdasan

emosional, religiusitas terbukti berpengaruh positif terhadap pemahaman kode

etik akuntan publik. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu aktivitas

kemahasiswaan dan gender tidak berpengaruh terhadap kode etik akuntan publik.

Hasil perhitungan R square didapatkan hasil sebesar 0.5097. Skor tersebut

menjelaskan bahwa variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pemahaman

kode etik akuntan publik sebesar 51% dijelaskan oleh variabel independen

perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender, dan

religiusitas. Sedangkan 49% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model

penelitian.

Kata kunci: Akuntanpublik, kodeetik, perilakubelajar,

kecerdasanemosional, aktivitaskemahasiswaan, gender, religiusitas,

pemahamanmahasiswaterhadapkodeetikakuntanpublik.

ABSTRACT

FACTORS AFFECTING THE UNDERSTANDING OF STUDENT CODE

OF PUBLIC ACCOUNTANTS

(Studies in Student S1 Accounting Department

Page 2: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Faculty of Economics and Business UniversitasBrawijaya)

By:

Donna HerdianSusandra

Advisor Lecturer:

Prof. IwanTriyuwono, SE., M.Ec., Ph.D., Ak.

The purpose of this study is to investigate and find out about the influence of

learned behavior, emotional intelligence, student activities, gender and religiosity

to the understanding of the code of ethics of public accountants, so that can know

the factors that influence students' understanding of the code of ethics of public

accountants.

The number of samples of 87 students obtained from the calculation formula

Yamane. The method used is quantitative method with the source of primary data

through questionnaires. The analysis tool used is Partial Least Square (PLS)

through SmartPLS program, which can be known whether there was a relationship

between behavioral learning, emotional intelligence, student activities, gender and

religiosity to the understanding of the code of ethics of public accountants. The

higher the learning behavior of students it is expected that the higher the level of

understanding of the code of ethics of public accountants. Similarly, emotional

intelligence, student activities, gender and religiosity.

The results of the collection and processing of data showed that of the five

independent variables, three of which are learned behavior, emotional

intelligence, religiosity proved to be a positive influence on understanding the

code of ethics of public accountants. Meanwhile, two other variables, namely

student activities and gender has no effect on the code of ethics of public

accountants. R square calculation results obtained yield was 0.5097. The score

explained that the dependent variable in this study is understanding the code of

conduct of public accountants by 51% is explained by the independent variables

studied behavioral, emotional intelligence, student activities, gender and

religiosity. While the remaining 49% is explained by other variables outside the

research model.

Keywords: public accountant, code of ethics, learning behavior, emotional

intelligence, student activities, gender, religiosity, students' understanding of

the code of ethics of public accountants.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi yang terjadi di dunia saat ini, memaksa setiap individu, instansi

maupun suatu negara untuk menghadapi persaingan global yang semakin ketat.

Tidak heran jika saat ini masyarakat berlomba-lomba untuk menuntut ilmu

dengan alasan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya. Perguruan

Page 3: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk

mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan,

dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian (UU No. 2 tahun

1989, pasal 16 ayat 1).

Setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi maka peserta didik atau

yang biasa disebut dengan mahasiswa dipandang telah memiliki kemampuan

akademis dan profesional yang siap untuk memasuki dunia kerja, serta dapat

mengimplementasikan apa yang telah didapat dari bangku kuliah dan dapat

memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu,

pendidikan yang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang

berkualitas (Daryono. Dkk, 2003).

Sebagai mahasiswa Akuntansi, salah satu profesi yang akan digeluti nantinya

adalah sebagai Akuntan Publik. Akuntan merupakan profesi yang menuntut

individu untuk bekerja secara profesional yang tidak hanya memiliki pengetahuan

dan keterampilan saja, melainkan juga karakter. Karakter diri yang dicirikan oleh

ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya

(Ludigdo, 2007).

Etika merupakan aturan-aturan khusus yang harus ditaati oleh pihak yang

menjalankan profesi tersebut. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi

tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat

kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mendukung

profesionalisme Akuntan, pada tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah

mengesahkan etika profesional dengan diberi nama “Kode Etik Akuntan

Indonesia.” Kode etik Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku etika akuntan

dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya kepada publik, pemakai jasa

akuntan, dan rekan.Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,

bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi (IAI, 1998 dalam Ludigdo,

2007:58).

Kode etik diperlukan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Kode etik profesi merupakan salah satu upaya dari suatu

asosiasi profesi untuk menjaga integritas profesi tersebut agar mampu menghadapi

tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri atau pihak luar (Tugiman, 1997).

Berbagai kasus mengenai pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila

setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan untuk

menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan

pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Namun, yang terjadi saat ini banyak

profesi Akuntan Publik yang gagal dalam kinerjanya dikarenakan kurang

memahami kode etik Akuntan Publik, yang mengakibatkan munculnya berbagai

kasus.

Sebagai contohkasus yang terjadi di Indonesia yaitu kasus Sembilan KAP pada

tahun 2001, dimana KAP tersebut diduga melakukan kolusi dengan kliennya

antara tahun 1995-1997. Dalam kasus tersebut terdapat banyak pelanggaran kode

etik profesi akuntan, seperti tanggung jawab profesi, kepentingan publik,

obyektivitas serta standar teknis. Untuk mengatasi kasus-kasus pelanggaran kode

etik Akuntan Publik, maka pemerintah memberikan sanksi yang dapat berupa

Page 4: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

denda maupun pencabutan izin praktik KAP yang bersangkutan melalui

Keputusan Menteri Keuangan.

Kasus lain yang terjadi adalah kasus laporan keuangan ganda Bank Lippo pada

tahun 2002 dimana salah satu laporan keuangan disampaikan oleh Kantor

Akuntan Publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan auditor Ruchjad

Kosasih. Kasus tersebut menyebabkan profesi akuntan mengalami krisis

kepercayaan dari masyarakat. Kasus serupa yang menyebabkan keraguan

masyarakat terhadap penggunaan jasa Akuntan Publik adalah kasus perusahaan

Enron dengan KAP Arthur Andersen pada tahun 2002. Oleh karena itu, terjadinya

berbagai kasus seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika

dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan (Triyuwono dan Ludigdo, 2006)

Dari uraian di atas didapati bahwa etika profesi Akuntan Publik sangat diperlukan

agar terhindar dari kasus-kasus yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

Akuntan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memahami persoalan etika diawali

dengan pendidikan yang benar pada mahasiswa. Sudibyo (1995) dalam

Khomsiyah dan Indriantoro (1998) mengemukakan bahwa dunia pendidikan

akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika auditor. Dalam

hal ini dapat dipahami bahwa sikap dan perilaku seorang Akuntan dapat diperoleh

melalui proses pendidikan di Perguruan Tinggi.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa tehadap

kode etik Akuntan Publik, hal ini akan berdampak pada perilaku mahasiswa kelak

sebagai seorang Akuntan Publik.Safitri (2010) dalam penelitian skripsi yang

berjudul Pengaruh Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, dan Aktivitas

Kemahasiswaan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan, diperoleh hasil bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik

Akuntan Publik adalah perilaku belajar, kecerdasan emosional dan aktivitas

kemahasiswaan.

Perilaku belajar merupakan sebuah aktivitas belajar. Setiap mahasiswa

memiliki perilaku belajar yang berbeda-beda, ada yang belajar dengan cara

mendengarkan, membaca maupun dengan cara menemukan. Metode belajar yang

dapat dilakukan oleh mahasiswa seperti mengikuti pelajaran, membaca buku teks,

mengunjungi perpustakaan serta dapat pula belajar dengan cara browsing

menggunakan internet yang ada pada gadget yang dimiliki mahasiswa, yang lebih

memudahkan untuk belajar dimanapun dan kapanpun. Namun, ada pula

mahasiswa yang tidak semangat dalam belajar, hanya mau belajar pada saat akan

ujian saja.

Aunurrahman (2012: 185) mendefinisikan bahwa kebiasaan belajar merupakan

perilaku belajar siswa yang telah berlangsung lama sehingga memberikan

karakteristik tertentu terhadap aktivitas belajarnya. Metode belajar mahasiswa

yang beragam tersebut akan berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa

nantinya dan dapat membentuk perilaku mahasiswa. Perbedaan perilaku belajar

mahasiswa tersebut dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa akuntansi

mengenai etika profesi akuntan.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pemahaman kode etik Akuntan Publik

adalah kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional

cenderung dapat menciptakan optimis, ketangguhan, inisiatif dan beradaptasi

Page 5: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

dengan lingkungannya sehingga membuat orang tersebut dengan mudah mencapai

keinginannya (Ludigdo, 2004). Kecerdasan emosional mampu melatih

kemampuan mahasiswa, yaitu kemampuan untuk mengenal diri (kesadaran diri),

mengelola emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, berhubungan

dengan orang lain atau empati (Goleman, 2002:57-59). Kemampuan-kemampuan

tersebut mendukung seorang mahasiswa akuntansi dalam mencapai tujuan dan

cita-citanya untuk menjadi seorang Akuntan Publik.

Selain kedua faktor di atas, ada pula faktor aktivitas kemahasiswaan.

Mahasiswa datang ke kampus tidak hanya untuk mengikuti kegiatan kuliah saja

namun dapat juga mengikuti berbagai macam kegiatan kemahasiswaan yang dapat

membentuk soft skills (social skills) individu. Dengan mengikuti berbagai macam

aktivitas secara tidak langsung akan mendorong mahasiswa untuk belajar

berorganisasi, memimpin dan dipimpin, berkomunikasi, serta menyelesaikan

berbagai macam permasalahan. Dengan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

yang menyenangkan di kampus, mahasiswa juga akan terdorong untuk merasa

senang untuk mengikuti perkuliahan. Kegiatan kemahasiswaan yang dapat diikuti

oleh mahasiswa di Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya menurut Safitri

(2010) seperti HMJA (Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi, BEM (Badan

Eksekutif Mahasiswa), Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan), Indikator,

LSME (Lingkar Studi Mahasiswa Ekonomi), AIESEC (Assosiation Internationale

des Etudiants en Sciences), CIES (Center for Islamic Economics Studies), EDC

(Economic Dance Club), dan EGO (Economic Goes to Opera).

Ketiga variabel dalam skripsi Safitri (2010) yang telah diuraikan di atas,

berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan

Publik, dan yang berpengaruh paling besar terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik adalah faktor perilaku belajar mahasiswa jika dibandingkan

dengan dua variabel bebas lainnya yaitu kecerdasan emosional dan aktivitas

kemahasiswaan. Namun yang menjadi kelamahan dalam penelitian ini adalah

jumlah sampel yang digunakan hanya 10% dari populasi, sehingga kondisi ini

belum dapat menggambarkan keadaaan yang sebenarnya. Selain itu, jawaban

responden yang kurang sungguh-sungguh menyebabkan hasil kurang

menggambarkan situasi sebenarnya. Dalam penelitian tersebut juga hanya

meneliti tiga variabel yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik Akuntan Publik dari sekian banyak variabel lain yang berpengaruh.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melanjutkan penelitian terdahulu

dan untuk memperbaiki kelemahannya. Untuk mengembangkan penelitian Safitri

(2010), digunakan variabel gender dan religiusitasdari penelitian yang dilakukan

oleh Hutahahean dan Hasnawati (2015)yang berjudul Pengaruh Gender,

Religiusitas dan Prestasi Belajar terhadap Perilaku Etis Akuntan Masa Depan.

Menurut penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh

interpersonal religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi. Faktor

gender dan prestasi belajar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku

etis mahasiswa.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel dari penelitian

Hutahahean dan Hasnawati (2015) yaitu variabel gender dan religiusitas,

sedangkan variabel lainnya yaitu prestasi belajar tidak digunakan di dalam

Page 6: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

penelitian ini dikarenakan hasil penelitian Hutahahean dan Hasnawati (2015) yang

menyebutkan bahwa variabel prestasi belajar berpengaruh negatif terhadap

perilaku etis akuntan masa depan, Selain itu peneliti juga menganggap bahwa

variabel prestasi belajar tidak berhubungan dengan pemahaman terhadap kode etik

akuntan publik, dikarenakan sulit ditemukannya penelitian yang mendukung

bahwa prestasi belajar berpengaruh terhadap pemahaman kode etik akuntan

publik.

Peneliti menggunakan variabel gender meskipun di dalam penelitian

Hutahahean dan Hasnawati (2015) menyebutkan bahwa variabel gender

berpengaruh negatif terhadap perilaku etis akuntan masa depan. Peneliti

menggunakan variabel gender dikarenakan adanya penelitian yang mendukung

dari Wibowo (2010) yang menyebutkan bahwa gender berpengaruh positif

terhadap pemahaman kode etik, sehingga variabel gender digunakan peneliti

untuk melakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi pemahaman

mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.

Perbedaan gender antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan dapat

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku untuk memahami etika seseorang. Dalam

hal ini apakah laki-laki atau perempuan lebih sensitif dalam memahami etika

suatu profesi, dikarenakan laki-laki dan perempuan dapat memiliki respon

perilaku yang berbeda terhadap pemahaman suatu etika.

Selain itu, agama memiliki peran yang penting terhadap etika dalam

kehidupan sehari-hari yang mutlak yang dapat membentuk seluruh kehidupan

individu. Religiusitas dikenal memiliki pengaruh terhadap perilaku dan sikap

seseorang (Weaver dan Agle, 2002 dalam Lung dan Chai, 2010). Dalam hal ini

apakah tingkat religiusitas mahasiswa dapat berpengaruh terhadap pemahaman

kode etik Akuntan Publik, dikarenakan kode etik Akuntan Publik merupakan

suatu keharusan yang dilakukan seorang individu dalam menjalankan profesinya

agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak menyalahi aturan agama yang

dianutnya.

Pemahaman mengenai kode etik Akuntan Publik sangat diperlukan oleh

mahasiswa jurusan akuntansi, agar kelak ketika menjadi seorang Akuntan dapat

menjalankan tanggung jawab dengan profesional tertinggi dan terhindar dari

berbagai macam kasus mengenai pelanggaran kode etik. Pemahaman mahasiswa

terhadap kode etik pada saat di bangku kuliah juga dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang perlu untuk diketahui. Oleh karena itu pada penelitian ini

akan diteliti mengenai faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemahaman

mahasiswa mengenai kode etik Akuntan Publik, yang akan berdampak di masa

depan ketika menjadi seorang Akuntan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Safitri (2010) dengan

menggabungkan beberapa variabel dari penelitian Hutahahean dan Hasnawati

(2015) yaitu gender dan religiusitas. Perbedaan penelitian ini dari penelitian

sebelumnya adalah bahwa pada penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik Akuntan Publik, dengan obyek penelitian Mahasiswa Strata Satu Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Page 7: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis termotivasi

untuk melakukan penelitian yang diberi judul “FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP KODE

ETIK AKUNTAN PUBLIK” (Studi pada Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang

akan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Apakah faktor perilaku belajar berpengaruh terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik?

2. Apakah faktor kecerdasan emosional berpengaruh terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik?

3. Apakah faktor aktivitas kemahasiswaan berpengaruh terhadap pemahaman

kode etik Akuntan Publik?

4. Apakah faktor gender berpengaruh terhadap pemahaman kode etik Akuntan

Publik?

5. Apakah faktor religiusitas berpengaruh terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai di

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku belajarterhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor kecerdasan emosional terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik.

3. Untuk mengetahuipengaruh faktor aktivitas kemahasiswaan terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik.

4. Untuk mengetahui pengaruh faktor gender terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik.

5. Untuk mengetahui pengaruh faktor religiusitas terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa

terhadap kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun secara praktis, adapun manfaat penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis:

Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

memberikan sumbangan informasi bagi para ilmuan ekonomi sehingga dapat

memperkaya dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang akuntansi.

2. Manfaat secara praktis:

a. Bagi Mahasiswa

Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

Page 8: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

mahasiswa sebagai peneliti selanjutnya mengenai pembuatan skripsi, dan

memberikan gambaran mengenai kode etik Akuntan Publik.

b. Bagi Universitas

Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya hasil-

hasil penelitian, khususnya dalam bidang akuntansi yang berkaitan dengan etika

profesi akuntan sehingga dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.

c. Bagi Masyarakat Luas

Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dan

pengetahuan mengenai etika profesi akuntan dimana pengetahuan didapat selama

berada di dalam bangku perkuliahan.

1.5 Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

isi skripsi ini, pembahasan dilakukan secara komprehansif dan sistematik

meliputi:

BAB I: Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II: Landasan Teori

Merupakan bab yang berisi tentang landasan teori sebagai kerangka acuan

pemikiran dalam pembahasan masalah yang akan diteliti dan sebagai dasar

analisis yang diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan panelitian ini,

kerangka pikir teoritis dan hipotesis.

BAB III: Metode Penelitian

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang

terangkum dalam bab ini antara lain variabel penelitian termasuk pengukurannya

dan definisi operasionalnya, jenis dan sumber data, serta metode analisis yang

digunakan.

BAB IV: Analisis dan Pembahasan

Merupakan bab yang menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan.

Hasil penelitian berupa gambaran umum obyek penelitian, deskripsi data

penelitian dan responden, uji validitas dan reabilitas, uji statistik, analisis data

penelitian dan pembahasan.

BAB V: Penutup

Merupakan bab yang menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang diberikan

peneliti terhadap penelitian yang telah dilakukan yang disajikan secara singkat

dan jelas agar dapat memberikan manfaat dan pengetahuan serta dapat

dikembangkan menjadi bahan kajian penelitian berikutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Page 9: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh

Safitri (2010) dengan judul “Pengaruh Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional,

dan Aktivitas Kemahasiswaan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan”. Hasil

penelitian Safitri (2010) mengatakan bahwa perilaku belajar, kecerdasan

emosional, dan aktivitas kemahasiswaan berpengaruh terhadap pemahaman

mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik.

Pengaruh perilaku belajar terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik

Akuntan Publik dapat dibuktikan dengan sikap mahasiswa yang memiliki perilaku

belajar yang baik sehingga dapat mendukung keberhasilannya menjadi calon

Akuntan Publik professional, yaitu akuntan publik yang memahami dan

menerapkan kode etik dalam melaksanakan tugas profesinya.

Kecerdasan emosional juga berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa

terhadap kode etik Akuntan Publik, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya

beberapa sikap yang ditunjukkan oleh responden seperti sikap mandiri dan tidak

mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang bersifat negatif dan dapat

merugikan diri sendiri. Selain itu juga memiliki sikap mengerti apa yang menjadi

tujuan hidupnya, tidak mudah berputus asa serta selalu memiliki motivasi hidup,

sehingga hasil tersebut merupakan indikator bahwa mahasiswa memiliki

kecerdasan emosional yang bagus, yang berkontribusi terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

Selain perilaku belajar dan kecerdasan emosional, ada pula aktivitas

kemahasiswaan yang berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik Akuntan Publik, hal ini dapat dibuktikan dengan mengikuti kegiatan

kemahasiswaan, maka pengalaman hidup para mahasiswa menjadi bertambah.

Pengalaman hidup ini banyak dipetik melalui berbagai kegiatan kemahasiswaan,

misalnya sikap tanggung jawab, cara berkomunikasi dengan orang lain, dan masih

banyak lagi yang lainnya. Melalui berbagai sikap mahasiswa dapat dilatih untuk

menjadi seorang Akuntan Publik yang dapat bekerja secara profesional, karena

semakin meningkat aktivitas mahasiswa maka akan semakin tinggi tingkat

pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan.

Untuk mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2010),

digunakan beberapa variabel dari penelitian yang dilakukan Hutahahean dan

Hasnawati (2015) dengan judul “Pengaruh Gender, Religiusitas dan Prestasi

Belajar terhadap Perilaku Etis Akuntan Masa Depan”. Hasil penelitian ini

menyebutkan bahwa terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap perilaku

etis mahasiswa akuntansi. Faktor gender dan prestasi belajar tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa.

Variabel yang akan digunakan untuk mengembangkan penelitian Safitri (2010)

adalah variabelgender dan religiusitas. Dalam hal ini perlu diketahui apakah

gender berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan

Publik, mahasiswa laki-laki atau perempuankah yang lebih sensitif dalam

memahami etika profesi, dikarenakan laki-laki dan perempuan dapat memiliki

respon perilaku yang berbeda terhadap pemahaman suatu etika profesi.

Selain faktor gender, perlu diketahui juga apakah tingkat religiusitas mahasiswa

dapat berpengaruh terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, dikarenakan

kode etik Akuntan Publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang

Page 10: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

individu dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang

tidak menyalahi aturan agama yang dianutnya.

Memahami kedua hal yaitu gender dan religiusitas, maka peneliti terinspirasi

untuk menggunakannya sebagai variabel dalam mengembangkan penelitian Safitri

(2010) dengan variabel perilaku belajar, kecerdasan emosional dan aktivitas

kemahasiswaan, dimana kelima variabel tersebut berpengaruh positif terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik. Dengan demikian penelitian ini

merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk

mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa

mengenai kode etik Akuntan Publik.

2.2 Perilaku Belajar

Pengertian mengenai perilaku belajar sangat beragam tergantung pada

pandangan setiap orang. Perilaku adalah suatu perbuatan, aktivitas atau respon,

baik itu berupa reaksi, tanggapan, jawaban, atau balasan yang dilakukan oleh

suatu makhluk.

Menurut Walgito (2005), perilaku adalah suatu aktivitas yang mengalami

perubahan dalam diri individu. Perubahan itu didapat dalam segi kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Sedangkan pengertian belajar menurut Hanifah dan Syukry

(2001) menyatakan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang kompleks

dilakukan oleh orang dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi

mengerti untuk memperoleh perubahan tingkah laku menjadi lebih baik secara

keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungan.

Suwardjono (1991) menyatakan belajar di perguruan tinggi merupakan suatu

pilihan strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara

belajar dan sikap mahasiswa terhadap belajar dipengaruhi oleh kesadaran adanya

tujuan individu dan tujuan lembaga pendidikan. Kuliah adalah tempat untuk

mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri.

Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian. Jika

proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari

proses tersebut (Prasetyo, 2013).

Suwardjono (1991) juga menyatakan bahwa perilaku belajar sebagai kegiatan

individual, kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan

individual tertentu. Menurut Surachmand (dalam Hanifah, 2001), perilaku belajar

yang baik terdiri dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan memantapkan

pelajaran, kebiasaan membaca buku, kebiasaan menyiapkan karya tulis dan

kebiasaan menghadapi ujian. Dengan memiliki kebiasaan-kebiasaan tersebut

maka seorang mahasiswa mampu memperoleh prestasi akademik yang baik.

Untuk meningkatkan kebiasaan belajar yang baik, sebaiknya lebih dulu

menggariskan berapa lama waktu yang digunakan untuk belajar, bagaimana

membagi waktu belajar, kapan dan dimana belajar, seberapa baik berkonsentrasi

dan bagaimana sikap dan metode yang digunakan dalam perilaku belajar

merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam

wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak

memahami sesuatu menjadi memahaminya karena adanya interaksi individu

dengan lingkungannya sehingga mencapai tujuan yang diinginkan individu

tersebut.

Page 11: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Sedangkan Safitri (2010) menyatakan bahwa perilaku belajar adalah proses

panjang seseorang dari lahir hingga meninggal untuk belajar mengatur perasaan,

nafsu dan emosi, juga bagaimana seseorang untuk belajar berinteraksi dengan

sekitar dan menyesuaikan diri dengan norma, adat, dan peraturan yang berlaku di

masyarakat. Peneliti sependapat dengan pernyataan tersebut karena dengan

individu belajar untuk mengatur perasaan, nafsu, emosi, berinteraksi dengan

lingkungan serta norma dan peraturan yang berlaku, maka individu tersebut akan

memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku

dan kemampuan bereaksi dari semula tidak memahami sesuatu menjadi

memahaminya sehingga akan mancapai tujuan yang diinginkan individu tersebut.

2.3 Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas

emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Septiana, 2014).

Salovey dan Mayer (dalam Septiana, 2014), mendefinisikan kecerdasan

emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan

membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan

maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat

membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Menurut Goleman (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan

mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi

diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baikpada diri sendiri dan

dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut dibagi

menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola emosi,

memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, dan berhubungan dengan orang

lain (empati).

Pendapat lain dikemukakan oleh Cooper dan Sawaf (2002), kecerdasan emosional

adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan dan

kepekaan emosi sebagai sumber energy, informasi, koneksi, dan pengaruh yang

manusiawi.

Proses belajar mengajar di perguruan tinggi dalam berbagai aspeknya sangat

berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini

mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk

mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri,

kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan

mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati

yang relatif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.

Kemampuan-kemampuan tersebut mendukung seorang mahasiswa dalam

mencapai tujuan dan cita-citanya.

Menurut Septiana (2014), kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar

mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan untuk

menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam

kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

Dari beberapa pendapat diatas peneliti sependapat dengan pendapat Goleman

(2003), bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita

Page 12: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan

dengan orang lain. Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai dengan usia dan

pengalaman individu mulai anak-anak hingga dewasa. Jika kemampuan-

kemampuan tersebut dimiliki oleh individu maka akan dapat mendukung individu

dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

2.4 Aktivitas Kemahasiswaan

Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup dalam

kehidupan sehari-hari. Sedangkan mahasiswa adalah orang yang menempuh

pendidikan di perguruan tinggi, baik di universitas, institute maupun akademi.

Menurut kamus Bahasa Indonesia (2008), definisi mahasiswa adalah orang yang

belajar di perguruan tinggi, setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah

tingat menengah. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat

disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).

Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010) mahasiswa merupakan anggota

masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi,

sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat

bertindak sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses

modernisasi.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan

professional.

Mahasiswa dinilai mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan

dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak

dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap

mahasiswa, sehingga dapat saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia yang

tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi (Siswoyo, 2007).

Aktivitas kemahasiswaan biasanya disebut dengan Organisasi

kemahasiswaan. Organisasi Kemahasiswaan merupakan bentuk kegiatan di

perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk

mahasiswa (Sukirman, 2004). Organisasi tersebut merupakan wahana dan sarana

pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan , peningkatan ilmu dan

pengetahuan, serta integritas kepribadian mahasiswa. Organisasi mahasiswa juga

sebagai wadah pengembangan kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa di perguruan

tinggi yang meliputi pengembangan penalaran, keilmuan, minat, bakat dan

kegemaran mahasiswa itu sendiri (Sudarman, 2004).

Menurut Safitri (2010), aktivitas kemahasiswaan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh sekelompok mahasiswa untuk mengembangkan minat dan

bakatnya dalam bidang seni dan olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi

termasuk teknologi komunikasi, keagamaan, dan jurnalistik yang diharapkan

selain dapat meningkatkan minat dan bakatnya, mahasiswa mampu memiliki

sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap

lingkungan social, berkepribadian baik, berintelektual dan berakhlak mulia.

Page 13: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Aktivitas kemahasiswaan yang ada di Jurusan Akuntansi Universitas

Brawijaya Malang yang dapat diikuti oleh mahasiswa Akuntansi seperti HMJA

(Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa),

Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan), Indikator, LSME (Lingkar Studi

Mahasiswa Ekonomi), AIESEC (Assosiation Internationale des Etudiants en

Sciences), EDC (Economic Dance Club), dan EGO (Economic Goes to Opera).

Berikut penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut:

1. HMJA (Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi)

HMJA merupakan sebuah wadah yang menampung aspirasi, minat, bakat,

dan keinginan yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi. HMJA beranggotakan

mahasiswa akuntansi yang ada di Universitas Brawijaya dan berada langsung

di bawah Pembantu Dekan III (bagian kemahasiswaan).

2. BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)

BEM merupakan lembaga independen yang berwenang atas penyelesaian

berbagai macam persoalan mahasiswa.

3. Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan)

Forstiling merupakan lembaga Otonom Mahasiswa FEB UB yang memiliki

tujuan untuk mencetak generasi yang professional, intelektual, cerdas, kreatif,

dan berakhlak mulia.

4. Indikator

Indikator merupakan sebuah lembaga pers mahasiswa FEB UB di bidang pers

dan jurnalistik. Selain itu Indikator juga aktif dalam menyelenggarakan

berbagai kegiatan edukatif seperti workshop, pendidikan dan pelatihan

jurnalistik, seminar regional atau nasional dan berbagai macam aktivitas lain

untuk pengembangan orgasisasional lebih lanjut.

5. LSME (Lingkar Studi Mahasiswa Ekonomi)

LSME merupakan lembaga yang memiliki kegiatan untuk menganalisa dan

menyingkap fenomena social masyarakat yang teraplikasi dalam kegiatan-

kegiatan seperti diskusi ilmiah, pembuatan karya ilmiah, penelitian,

pendidikan, dan pelatihan yang bertujuan untuk membina, meningkatkan dan

mengembangkan kepekaan social serta penalaran mahasiswa dalam rangka

mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

6. AIESEC (Assosiation Internationale des Etudiants en Sciences)

AIESEC adalah learning organization based on exchange. Learning

organization yang dimaksud adalah AIESEC menyediakan tempat untuk

belajar bagi anggotanya dan pembelajaran itu diwujudkan dalam bentuk

latihan misalnya marketing skill, leadership, communication skill, dan

sebagainya. Kemudian pembelajaran tersebut diarahkan pada pertukaran yang

difasilitasi oleh AIESEC dalam bentuk magang atau bekerja di luar negeri.

7. EDC (Economic Dance Club)

EDC merupakan lembaga kemahasiswaan yang berfokus pada pengembangan

potensi diri, khususnya pada seni tari. Selain aktivitas intern, EDC juga

mengikuti berbagai macam event, yang nantinya akan meningkatkan kualitas

EDC dalam bentuk prestasi.

8. EGO (Economics Goes to Opera)

Page 14: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

EGO merupakan lembaga kemahasiswaan yang memberikan wadah dan

kesempatan kepada mahasiswa FEB UB untuk mengekspresikan dan

mengambangkan diri khususnya pada seni teater. EGO memiliki misi untuk

memberikan proses pembelajaran keorganisasian yang pengkaderisasian

anggotanya dan untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya

anggota dibidang seni teater dan keorganisasian.

Berdasarkan paparan di atas mengenai aktivitas kemahasiswaan maka dapat

disimpulkan bahwa kegiatan kemahasiswaan meliputi penalaran, keilmuan, minat,

bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh mahasiswa di tingkat jurusan,

fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk memperluas wawasan, ilmu dan

pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti memiliki sikap

kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap lingkungan

sosial, berintelektual dan berakhlak mulia. Setelah hal tersebut diperoleh

diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya, sehingga kegiatan

kemahasiswaan tidak menjadi faktor penghambat dalam memperoleh prestasi

belajar yang baik. Namun sebaliknya, menjadi faktor yang dapat mempengaruhi

untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.

2.5 Gender

Menurut Fakih (2006), mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat

yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan

secara sosial maupun kultural. Selain itu, istilah gender merujuk pada

karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan.

Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan

biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya

menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004).

Pengertian lain dari gender menurut Ferijani dan Mareta (2003) dalam Metta

Suliani (2010) adalah interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin

dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender di antara laki-

laki dan perempuan dibentuk oleh suatu proses yang sangat panjang.

Pembentukan perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya,

melalui sosialisasi, budaya yang berlaku, serta kebiasaan-kebiasaan yang ada

(Indriantoro dalam Kristhy, 2011).

Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk

menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat

bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Gender

merupakan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan

perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai

dengan perkembangan jaman.

Perbedaan gender dapat membentuk persepsi yang berbeda sehingga

mempengaruhi sikap yang berbeda pula antara laki-laki dan perempuan dalam

menanggapi etika profesi akuntan.Menurut Dellaportas et al.,(2005), mengatakan

bahwa akuntan perempuan dan mahasiswa akuntansi perempuan memiliki nilai

yang lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut tampak pada kemampuan

penalaran moral dari akuntan perempuan yang secara fundamental berbeda dari

akuntan laki-laki. Penyebab perbedaan ini tidak diketahui, tetapi Gilligan (1982)

dalam Dellaportas et al. (2005) berpendapat bahwa perkembangan sosial laki-laki

Page 15: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

disorot oleh rasa invidualitas, sementara perkembangan sosial perempuan

menekankan hubungan antara orang-orang didorong oleh hubungan dan

kewajiban kepada orang lain yang dikenal sebagai kepedulian etika. Pengakuan

hubungan dan tanggung jawab oleh perempuan lebih menonjol dalam keputusan

etis yang mereka buat daripada laki-laki.

Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Chung and

Monroe (2001) dalam Wibowo (2010), yang menyebutkan bahwa perempuan

dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang

kompleks disbanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki

kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan. Dalam

hal ini laki-laki dinyatakan relatif kurang mendalam dalam menganalisis inti dari

suatu keputusan.

Dari paparan di atas peneliti sependapat dengan pernyataan Rahmawati

(2004), bahwa gender merupakan karakteristik dan ciri-ciri sosial yang

diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang

diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga

pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau

perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab

antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi yang berbeda.

Perbedaan persepsi tersebut dapat membentuk sikap yang berbeda antara laki-laki

dan perempuan dalam menanggapi etika profesi akuntan publik.

2.6 Religiusitas

Religiusitas berakar dari kata (Religio, Bahasa latin, religion, Bahasa Inggris),

agama dan din (al-Din, Bahasa Arab). Walaupun secara etimologis memiliki arti

sendiri namun secara terminologis dan teknis istilah tersebut berinti makna sama.

Religi sendiri berasal dari kata re dan ligare artinya menghubungkan kembali yang

telah putus, yaitu menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan

manusia yang telah terputus oleh dosa-dosanya (Arifin, dalam Mahmuddah,

2011). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) religiusitas

berarti pengabdian terhadap agama atau kesalehan.

Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan

sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa

pelaksanaan ibadah dan kaidah dan sebarapa dalam penghayatan atas agama Islam

(Nashori dan Mucharam, 2002). Terkait dengan religiusitas Islam, kualitas

religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami,

menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah Allah SWT secara

menyeluruh dan optimal. Agar hal tersebut dapat tercapai maka diperlukan iman

dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi Islam sebagai

rahmat seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan.

Hutahahean dan Hasnawati (2015) menyebutkan bahwa keyakinan agama

seseorang memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan etis karena

nilai-nilai dan standar pribadi yang sering berhubungan dengan latar belakang

agama seseorang. Artinya bahwa agama seseorang sudah memiliki aturan-aturan

yang harus dipatuhi oleh penganut agama tersebut.Religiusitas individu mampu

berperan sebagai faktor-faktor yang membedakan dengan individu yang lain,

maka itu akan menimbulkan konsekuensi dari perbedaan dalam pencapaian

Page 16: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

perilaku, sehingga sikap dan perilaku sebagai akibat dari religiusitas akan

mendorong orang untuk bertindak dalam kinerja yang proaktif, inovatif, dan

unggul (Fauzan, 2015).

Selanjutnya, Ancok dan Suroso (1995) mengemukakan bahwa keberagamaan

atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Religiusitas

Islam meliputi dimensi jasmani dan rohani, fikir dan dzikir, aqidah dan ritual,

peribadatan, pengahayatan dan pengalaman, akhlak, individu dan kemasyarakatan,

serta duniawi dan akhirat, sehingga pada dasarnya religiusitas Islam meliputi

seluruh dimensi dan aspek kehidupan. Untuk mengukur religiusitas tersebut,

dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan), syariah

(praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan syariah)

dan pengalaman atau penghayatan. (Ancok dan Suroso, 1995).

Menurut Jalaluddin (2005), seseorang dikatakan memiliki perilaku

religiusitas jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang

matang, bukan sekedar ikut-ikutan.

2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak

diaplikasikan dalam perilaku dan tingkah laku.

3. Berperilaku positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha

untuk mempelajari dan mendalami pemahaman keagamaan.

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan tanggung jawab diri

hingga sikap religiusitas merupakan dari sikap hidup.

5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.

6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan

beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas

pertimbangan hati nurani.

7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian

masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam

menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap religiusitas dengan kehidupan sosial,

sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial sudah berkembang.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas

merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan keyakinannya

terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang diwujudkan dalam

berbagai sisi kehidupan manusia dengan mematuhi perintah dan menjauhi

larangan-Nya dengan hati ikhlas dan dengan seluruh jiwa dan raga. Ancok dan

Suroso (1995) menyatakan bahwa untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang

tersebut, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan),

syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan

syariah) dan pengalaman atau penghayatan.Penulis sependapat dengan pernyataan

tersebut karena Islam merupakan agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan di

dunia maupun di akhirat.

2.7 Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik

2.7.1 Pemahaman

Beberapa definisi mengenai pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar,

Page 17: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Zul, Fajri &

Senja, 2008). Menurut Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012), pemahaman

adalah kemampuan sesorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang

dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Sedangkan menurut Benjamin S. Bloom (Sudijono, 2009), pemahaman

(Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami

sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, dengan kata lain memahami

adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Dapat

disimpulkan bahwa seorang pelajar dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat

memberikan penjelasan mengenai hal yang ia pelajari dengan menggunakan

bahasanya sendiri, terlebih jika ia dapat memberikan contoh mengenai apa yang ia

pelajari dengan permasalahan yang ada di sekitarnya.

2.7.2 Etika

Pengertian mengenai Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari

kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat

yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan

penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,

salah, baik, buruk, dan tanggung jawab (Wikipedia, 2015). Menurut Bertens

(2007), definisi etika dapat terbagi menurut tiga sudut pandang, yaitu etika

sebagai praksis, etika sebagai refleksi, dan etika sebagai ilmu. Berikut penjelasan

mengenai tiga sudut pandang tersebut:

1. Etika sebagai praksis

Etika sebagai praksis adalah nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh

dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya

dipraktekkan. Sehingga etika dalam sebagai praksis dapat dikatakan sebagai

apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma

moral yang dengan kata lain etika dalam sudut pandang praksis berarti moral

atau moralitas.

2. Etika sebagai refleksi

Etika sebagai refleksi berarti pemikiran moral. Dengan demikian maka dalam

sudut pandang refleksi, kita berfikir tentang apa yang harus dilakukan dan

tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai

praksis atau mengambil praksis etis sebagai obyeknya. Etika sebagai refleksi

menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang. Etika dalam sudut

pandang ini dapat dijalankan pada taraf popular maupun ilmiah.

3. Etika sebagai Ilmu

Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi ini sama

panjangnya dengan sejarah seluruh filsafat, karena etika dalam cabang ini

merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu yang sering

disebut sebagai filsafat moral atau etika filosofis.

Pengertian lain mengenai etika menurut Sukamto (1991) dalam Suraida

(2005), adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang

diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu. Definisi etika

secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) dalam Suraida (2005) adalah “ a

set of moral principles or values”. Prinsip-prinsip etika tersebut (yang dikutip dari

Page 18: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

The Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity,

promise keeping, loyality, fairness, caring for others, responsible citizenship,

persuit of excellent and accountability.

Dalam perkembangannya, etika sangat mempengaruhi kehidupan manusia

dengan memberikan orientasi bagaimana untuk menjalani hidup melalui

rangkaian tindakan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk dapat mengambil

sikap atau keputusan secara tepat mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan

sehingga etika dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan.

2.7.3 Profesi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam Bahasa Inggris “Profess”,

yang dalam Bahasa Yunani adalah "Επαγγελια",yang bermakna: janji untuk

memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen

(Wikipedia, 2016).

Profesi merupakan perkerjaan yang didalamnya memerlukan keahlian khusus

dalam bidang pekerjaannya, keahlian tersebut diperoleh dari pendidikan yang

diikuti dengan pengalaman praktik kerja lapangan. Profesi sudah pasti menjadi

sebuah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah sebuah profesi, karena

profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan

lainnya. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai

suatu ketentuan, sedangkan pekerjaan tidak memiliki aturan seperti itu.

2.7.4 Akuntan

Akuntan adalah suatu gelar profesi yang pemakaiannya dilindungi oleh

peraturan (UU No. 34 tahun 1945). Peraturan ini mengatakan bahwa gelar akuntan

hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari

perguruan tinggi yang diakui menurut peraturan tersebut dan telah terdaftar pada

Departemen Keuangan yang dibuktikan pemberian nomor register. Apabila

seseorang telah lulus dari pendidikan tinggi dimaksud tidak terdaftar maka yang

bersangkutan sesuai dengan ketentuan tersebut bukan akuntan. Oleh sebab itu,

semua “akuntan yang resmi” mempunyai nomor register (Regar, 2007). Dengan

kata lain, seseorang berhak menyandang gelar Akuntan bila telah memenuhi

syarat seperti telah menempuh pendidikan Sarjana Jurusan Akuntansi dari

Fakultas Ekonomi Perguruan Tinggi yang telah diakui menghasilkan gelar

Akuntan atau Perguruan Tinggi swasta yang berafiliasi ke salah satu perguruan

tinggi yang telah berhak memberikan gelar Akuntan. Selain itu juga telah

mengikuti Ujian Nasional Akuntansi (UNA) yang diselenggarakan oleh

konsorsium Pendidikan Tinggi Ilmu Ekonomi yang didirikan dengan SK

Mendikbud RI tahun 1976.

Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003),

profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di

bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan public, akuntan intern yang

bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di

pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik. Berikut penjelasan mengenai profesi

akuntan:

1. Akuntan Publik (Public Accountants)

Akuntan publik yang disebut juga dengan akuntan eksternal adalah akuntan

independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu.

Page 19: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan publik.

Seorang Akuntan yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah yang

bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP), jika seorang Akuntan

mendirikan sebuah kantor akuntan maka harus memperoleh izin dari

Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik juga dapat melakukan

pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa konsultasi

manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.

2. Akuntan Intern (Internal Accountant)

Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau

organisasi. Akuntan intern disebut juga dengan akuntan perusahaan atau

akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari staf

biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan.

Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan

keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada

pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan

dan pemeriksaan intern.

3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants)

Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga

pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).

4. Akuntan Pendidik

Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi,

melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun

kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

2.7.5 Etika Profesi

Etika Profesi mencakup perilaku untuk orang-orang professional yang

dirancang baik untuk tujuan praktis maupun untuk tujuan idealistis. Oleh karena

itu kode etik harus realistis dan dapat dipaksakan. Agar bermanfaat, kode etik

seyogyanya harus lebih tinggi dari undang-undang, tetapi di bawah ideal

(Haryono, 2005). Etika profesional ditetapkan oleh suatu organisasi bagi para

anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip-prinsip perilaku profesional

lebih keras daripada yang diminta oleh undang-undang. Prinsip-prinsip tersebut

telah dirumuskan dalam bentuk kode etik. Kode etik umumnya termasuk dalam

norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat,

maka termasuk dalam kategori norma hukum. Kode etik merupakan pola aturan

atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan dari kode etik adalah agar

profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakainya. Adanya kode

etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Prinsip-prinsip etika profesi menurut Isnanto (2009) adalah sebagai berikut:

1. Tanggung jawab, yang meliputi:

Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap

hasilnya.

Tanggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang

lain atau masyarakat pada umumnya.

2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa

yang menjadi haknya.

Page 20: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan

diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya.

2.7.6 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

Etika profesi Akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Ikatan Akuntan

Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat

dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI

di sisi lainnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai

pedoman dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan

publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di

lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.

Etika professional bagi praktik akuntan Indonesia disebut kode etik (Simamora,

2002).

Menurut Baidaie (2000) dalam Ludigdo (2007), secara lebih luas kode etik profesi

merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi eksistensi profesi dan

sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi

kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling

baik bagi masyarakat. Terdapat beberapa keuntungan dari adanya kode etik yang

telah disebutkan oleh Mathews dan Perrera (1991) dalam Ludigdo (2007), yaitu:

1. Para profesional akan lebih sadar tentang aspek moral dari

pekerjaannya.

2. Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat diakses secara lebih

mudah.

3. Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang

konkret dan dapat diaplikasikan ke segala situasi.

4. Anggota sebagai suatu keseluruhan akan bertindak dalam cara yang

lebih standar pada garis profesi.

5. Menjadi suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan

kebijakan profesi.

6. Anggota akan menjadi dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri.

7. Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya

atas kebijakan-kebijakan etisnya.

8. Anggota dapat menjustifikasi perilakunya jika dikritik.

Dalam kongresnya pada tahun 1973, untuk pertama kalinya Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) menyusun kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia. Kode Etik

Akuntan Indonesia mengalami beberapa kali penyempurnaan pada saat

berlangsungnya Kongres IAI pada tahun 1986, 1990, dan 1994. Penyempurnaan

terakhir dilakukan ketika berlangsungnya Kongres IAI pada tanggal 23-25

September 1998 di Jakarta. Berdasarkan hasil Kongres IAI pada tahun 1998

tersebut, Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri atas tiga bagian yaitu prinsip

etika,aturan etika, dan interpretasi aturan etika (Simamora, 2002)

Prinsip Etika Akuntan adalah prinsip yang harus ditaati oleh semua anggota

IAI. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur

pelaksanaan pemberian jasa profesional olehpara anggota profesi kepada publik,

pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi

tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan

Page 21: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku

terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.

Prinsip Etika Akuntan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia

memuat 8 prinsip etika (Standar Profesional Akuntan Publik, 2001), yaitu:

1. Tanggung jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, setiap anggota

harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam

semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai

peranpenting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota

mempunyaitanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

Anggota jugaharus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan

anggota untukmengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan

masyarakat, danmenjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya

sendiri.

2. Kepentingan Publik

Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak

dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik,

danmenunjukkan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu

profesiadalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan

memegangperan yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi

akuntan yang terdiridari klien, kreditor, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,

investor, dunia bisnis dankeuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada

objektivitas dan integritasakuntan dalam memelihara berjalannya fungsi

bisnis secara tertib.Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan

terhadap kepentinganpublik. Kepentingan profesi akuntan adalah untuk

membuat pemakai jasa akuntanpaham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan

prestasi tinggi dan sesuai denganpersyaratan etika yang diperlukan untuk

mencapai tingkat prestasi tersebut.

3. Integritas

Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan

meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab

profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.

Integritasadalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan

profesional.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur

dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Pelayanan dankepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan

pribadi. Integritasdapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan

perbedaan pendapat yangjujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau

peniadaan prinsip. Integritasmengharuskan anggota untuk menaati baik

bentuk maupun jiwa standar teknis danetika. Integritas juga mengharuskan

anggota untuk mengikuti prinsip objektivitasdan kehati-hatian profesional.

4. Objektivitas

Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai

anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan.Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas

jasa yang diberikananggota. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang

Page 22: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

berbeda dan harusmenunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi.

Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta

konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan

sebagaiseorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam

kapasitaskeuangan dan manajemennya di industri, pendidikan,

danpemerintah. Merekajuga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin

masuk kedalam profesi.Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus

melindungi integritas pekerjaannyadan memelihara objektivitas.

5. Kompetensi dan kehati-hatian professional

Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh

kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat

yangdiperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja

memperolehmanfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan

perkembangan praktik,legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-

hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab

profesionalnya dengankompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti

bahwa anggota mempunyaikewajiban untuk melaksanakan jasa profesional

dengan sebaik-baiknya sesuaidengan kemampuannya, demi kepentingan

pengguna jasa dan konsisten dengantanggung jawab profesi kepada publik.

Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu

tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota

untukmemberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan

profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib

melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih

kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi

masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman, dan

pertimbanganyang diperlukan memadai tanggung jawab yang harus

dipenuhinya.

6. Kerahasiaan

Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama

melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan

informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban

profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan

profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan

kerahasiaan

didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban

kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang

diperolehselama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

7. Perilaku professional

Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten

selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat

mendiskreditkan profesinya. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang

dapatmendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai

perwujudantanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota

yang lain, staf,pemberi kerja dan masyarakat umum.

Page 23: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

8. Standar Teknis

Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan

mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan

keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut

sejalan

dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar

professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh

Ikatan AkuntansiIndonesia, International Federation of Accountants, badan

pengatur, danperaturan perundang-undangan yang relevan.

Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan

ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sector public,

aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-

KASP). Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang

penyusunannya mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang

diterbitkan oleh The International Federation of Accountants (IFAC). Berikut ini

yang merupakan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik (Standar Profesional

Akuntan Publik, 2001):

1. Independensi

Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan sikap

mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana

diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh IAI.

2. Integritas dan Objektivitas

Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas

dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh

membiarkan faktor salah saji material.

Interpretasi Aturan Etika Akuntan adalah interpretasi yang dikeluarkan pengurus

kompartemen untuk menanggapi anggota–anggota dan pihak–pihak yang

berkepentingan, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa

dikmaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

2.8 Mahasiswa Akuntansi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), mahassiswa didefinisikan

sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi. Sedangkan akuntansi adalah seni

pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu

transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi. Jadi, yang dimaksud mahasiswa

akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang sedang atau telah menempuh

mata kuliah akuntansi dan etika bisnis untuk mahasiswa semester akhir atau

senior. Persyaratan ini didasarkan pada asumsi bahwa para mahasiswa akuntansi

untuk mahasiswa semester akhir atau senior telah mempunyai pemahaman

mengenai prinsip-prinsip etika dalam Kode Etik IAI.

2.9Keterkaitan antara Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas

Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas dengan Pemahaman Kode Etik

Akuntan Publik.

Perilaku belajar merupakan merupakan suatu proses yang dialami individu untuk

belajar mengatur perasaan, nafsu, emosi serta penyesuaian diri dengan norma

Page 24: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

yang berlaku di masyarakat guna memperoleh pengetahuan dan pengalaman

dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak

memahami sesuatu menjadi memahaminya karena adanya interaksi individu

dengan lingkungannya sehingga mencapai tujuan yang diinginkan individu

tersebut. Perilaku belajar setiap individu berbeda-beda sehingga hasilnyapun juga

akan berbeda. Perbedaan perilaku belajar dapat mempengaruhi pemahaman

individu mengenai suatu hal yang dipelajari.

Keterkaitan antara perilaku belajar dengan pemahaman kode etik Akuntan Publik

adalah seorang akuntan harus benar-benar memahami etika profesi dan memenuhi

tanggung jawab profesionalnya terhadap publik, pemakai jasa akuntan dan rekan.

Pemahaman tersebut dapat diperoleh melalui proses pendidikan yang tinggi yang

akan menghasilkan seorang akuntan yang kompeten. Selain memahami etika

profesi, akuntan juga diharuskan untuk memahami standar teknis dan standar

professional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International

Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan

yang relevan. Dengan memahami semua hal tersebut maka seorang akuntan akan

dapat terhindar dari kasus-kasus pelanggaran etika seperti yang telah terjadi.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali

emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan

kemampuan untuk membina hubungan kerjasama dengan orang lain.

Kemampuan-kemampuan tersebut dapat mendukung individu dalam mencapai

tujuan dan cita-citanya. Jika dikaitkan dengan pemahaman kode etik akuntan

publik, kemampuan tersebut dapat berkontribusi pada sikap profesional seorang

Akuntan Publik yang mengacu pada 8 prinsip Etika Akuntan yaitu tanggung

jawab profesi, kepentingan public, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-

hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis.

Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan yang dilakukan mahasiswa selain

kuliah yang dapat berkontribusi pada kegiatan yang dilakukan di dalam kantor

akuntan publik. Kegiatan tersebut akan membentuk soft skills (social skills)

individu seperti belajar berorganisasi, memimpin dan dipimpin, berkomunikasi,

serta menyelesaikan berbagai macam permasalahan, sehingga pada saat menjadi

seorang akuntan sikap tersebut telah dimilikinya.

Gendermerupakan perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki

dan perempuan yang dapat dilihat dari segi nilai dan tingkah laku untuk

memahami etika seseorang. Keterkaitan gender dengan pemahaman mengenai

kode etik Akuntan Publik adalah perbedaan gender antara laki-laki dan

perempuan dapat membentuk sikap atau respon yang berbeda dalam menanggapi

etika profesi akuntan publik.

Religiusitas merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan

keyakinannya terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang

diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga

dalam hal ini agama memiliki peran yang penting terhadap etika dalam kehidupan

sehari-hari yang dapat membentuk seluruh kehidupan individu. Keterkaitan

religiusitas dengan pemahaman mengenai kode etik Akuntan Publik adalah kode

etik Akuntan publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang akuntan

Page 25: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak

menyalahi aturan agama yang dianutnya.

Mencermati paparan di atas, maka dapat dapat disimpulkan bahwa terdapat

keterkaitan antara perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas

kemahasiswaan, gender dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan

Publik. Pemahaman inilah yang memdasari kerangka berpikir dalam penelitian

ini.

2.10 Kerangka Dasar Penelitian

Kerangka dasar penelitian ini adalah hasil dari penggabungan variabel antara dua

penelitian terdahulu yang menguji tentang pengaruh perilaku belajar, kecerdasan

emosional, aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik akuntan

publik (Safitri, 2010) dan juga pengaruh gender, religiusitas, dan prestasi belajar

terhadap perilaku etis akuntan masa depan (Hutahahean dan Hasnawati, 2015).

Peneliti menggabungkan beberapa variabel independen yang memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen berdasarkan kedua penelitian tersebut.

Peneliti menguji pengaruh perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas

kemahasiswaan, gender, dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan

publik. Peneliti melakukan penelitian untuk mencari bukti empiris tentang

keterkaitan antara kelima variabel tersebut terhadap pemahaman mahasiswa

mengenai kode etik akuntan publik. Adapun model penelitian ini dijelaskan

sebagai berikut bahwa pemahaman mahasiswa akuntansi terhadap kode etik

akuntan publik dipengaruhi oleh variabel perilaku belajar, kecerdasan emosional,

aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas sehingga berimplikasi terhadap

calon akuntan yang benar-benar memahami kode etik akuntan publik, seperti pada

model dibawah ini:

Gambar 2.1

Kerangka Dasar Penelitian

Perilaku Belajar

(X1)

Kecerdasan Emosional H1

(X2) H2

H3 Pemahaman Kode

Aktivitas Kemahasiswaan Etik Akuntan Publik

(X3) (Y)

H4

Gender

(X4)

H5

Religiusitas

(X5)

Page 26: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Variabel pada penelitian ini yang digunakan adalah variabel independen, yaitu

perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan

religiusitas. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pemahaman

kode etik Akuntan Publik.

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya masih harus

diuji, atau rangkuman kesimpulan teoritis yang diperoleh dari tinjauan pustaka

(Martono, 2011). Sedangkan menurut Sekaran (2003), hipotesis adalah hubungan

yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yasng

diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Berdasarkan landasan

teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesis yang

dapat diambil adalah sebagai berikut:

2.11.1 Pengaruh perilaku belajar terhadap pemahaman kode etik Akuntan

Publik

Perilaku belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar. Pengertian

mengenai perilaku belajar itu sendiri sangat beragam tergantung pada pandangan

setiap orang. Seseorang yang menerapkan perilaku belajar yang baik akan

memperoleh keberhasilan dalam belajarnya, begitu pula sebaliknya apabila

seseorang mempunyai perilaku belajar yang buruk maka akan mengalami

kegagalan dalam belajarnya.

Hanifah dan Syukry (2001) mengungkapkan bahwa belajar sebagai suatu proses

usaha yang kompleks dilakukan oleh orang dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak

mengerti menjadi mengerti untuk memperoleh perubahan tingkah laku menjadi

lebih baik secara keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungan. Di dalam

penelitiannya mengenai pengaruh perilaku belajar terhadap prestasi akademik

mahasiswa akuntansi,disebutkan bahwa perilaku belajar yang efektif seperti

memiliki kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke

perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian berpengaruh positif dan signifikan

terhadap prestasi belajar.

Safitri (2010) mengungkapkan bahwa perilaku belajar adalah proses panjang

seseorang dari lahir hingga meninggal untuk belajar mengatur perasaan, nafsu dan

emosi, juga bagaimana seseorang untuk belajar berinteraksi dengan sekitar dan

menyesuaikan diri dengan norma, adat, dan peraturan yang berlaku di masyarakat.

Di dalam penelitiannya terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Brawijaya, membuktikan bahwa perilaku belajar berpengaruh

positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.

Dalam proses belajar seseorang akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman

dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak

memahami sesuatu menjadi memahaminya sehingga akan mancapai tujuan yang

diinginkan individu tersebut. Berangkat dari penelitian yang dilakukan oleh

Hanifah dan Syukry (2001) dan Safitri (2010), maka hipotesis pertama yang

diajukan oleh peneliti adalah:

H1 : Perilaku belajar berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik.

2.11.2 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik

Page 27: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Goleman (2003) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional adalah

kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri

sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut

dibagi menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola

emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, dan berhubungan

dengan orang lain (empati).Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang

tinggi akan mampu menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih

kepuasan dan mengatur suasana hati.

Apabila seseorang memiliki kemampuan yang telah diungkapkan oleh

Goleman (2003) akan berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan

bertambahnya pengalaman mulai pada saat masih anak-anak hingga dewasa.

Kemampuan tersebut juga dapat mendukung seseorang dalam mencapai tujuan

dan cita-citanya.

Safitri (2010) melakukan penelitian terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Hasil penelitiannya membuktikan

bahwa variabel kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman

kode etik Akuntan Publik.

Notoprasetio (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual auditor terhadap kinerja auditor pada kantor

akuntan pubik di Surabaya. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa

kecerdasan emosional berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja auditor.

Dapat dikatakan bahwa semakin baik kecerdasan emosional yang dipunyai

seorang akuntan dapat berpengaruh signifikan dan dapat menghasilkan kinerja

yang baik pula, begitupila sebaliknya. Penelitian tersebut selaras dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo, Triyuwono, dan Tikollah (2006) yang

melakukan penelitian mengenai pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan

emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.

Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kecerdasan emosional

berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Berdasarkan pada uraian di atas

maka hipotesis kedua yang diajukan di dalam penelitian ini adalah:

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

2.11.3 Pengaruh aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik

Aktivitas kemahasiswaan merupakan suatu wadah untuk menyalurkan minat dan

bakat mahasiswa yang nantinya akan berorientasi kepada pengabdian masyarakat,

penelitian, aktualisasi diri dan peningkatan kapasitas keilmuan yang

diselenggarakan oleh pihak universitas, fakultas maupun organisasi

kemahasiswaan yang terdaftar. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas

wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti

memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap

lingkungan sosial, berintelektual dan berakhlak mulia. Setelah hal tersebut

diperoleh diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya,

sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak menjadi faktor penghambat dalam

Page 28: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

memperoleh prestasi belajar yang baik. Namun sebaliknya, menjadi faktor yang

dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.

Safitri (2010) melakukan penelitian terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Hasil penelitiannya membuktikan

bahwa variabel aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif terhadap pemahaman

kode etik Akuntan Publik. Berdasarkan pada uraian di atas maka hipotesis ketiga

yang diajukan oleh peneliti adalah:

H3 : Aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

2.11.4 Pengaruh Gender terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik

Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk

menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat

bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).

Rahmawati (2004) mengungkapkan bahwa gender merupakan karakteristik

dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik

dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis,

melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi

laki-laki atau perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan

tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi

yang berbeda.

Dellaportas et al.,(2005), mengatakan bahwa akuntan perempuan dan

mahasiswa akuntansi perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada laki-

laki. Hal tersebut tampak pada kemampuan penalaran moral dari akuntan

perempuan yang secara fundamental berbeda dari akuntan laki-laki.

Chung and Monroe (2001) dalam Wibowo (2010), menyebutkan bahwa

perempuan dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam

tugas yang kompleks disbanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki

kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan.

Hutahahean dan Hasnawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh

gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntan masa depan.

Menurut penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa faktor gender tidak

berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh negatif terhadap perilaku etis

mahasiswa.

Wibowo (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh gender, pemahaman

kode etik profesi akuntan terhadap auditor judgment. Menurut penelitian tersebut

terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara gender terhadap

pemahaman kode etik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan

pemahaman kode etik yang signifikan antara auditor perempuan dibandingkan

dengan auditor laki-laki. Dari uraian tersebut maka hipotesis keempat yang

diajukan oleh peneliti adalah:

H4 : Gender berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.

2.11.5 Pengaruh religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik

Religiusitas berarti pengabdian terhadap agama atau kesalehan, seringkali

juga diidentikkan dengan keberagamaan, yang diartikan sebagai seberapa jauh

pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah

dan sebarapa dalam penghayatan atas agama yang dianut. Terkait dengan

Page 29: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

religiusitas Islam, kualitas religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh

individu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah

Allah SWT secara menyeluruh dan optimal. Agar hal tersebut dapat tercapai maka

diperlukan iman dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi

Islam sebagai rahmat seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan.

Ancok dan Suroso (1995) mengemukakan bahwa keberagamaan atau

religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Untuk mengukur

religiusitas, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan),

syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan

syariah) dan pengalaman atau penghayatan.

Hutahahean dan Hasnawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh

gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntan masa depan.

Dalam penelitian tersebut terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap

perilaku etis mahasiswa. Interpersonal religiusitas merupakan bagaimana cara

pandang seseorang terhadap sebuah hubungan dengan orang lain, dirinya dan

berbagai nilai-nilai agama dan juga keaktifan seseorang dalam bersosialisasi di

dalam organisasi ataupun kelompok-kelompok agama. Dalam hal ini berarti

religiusitas memiliki pengaruh secara positif terhadap perilaku etis akuntan masa

depan.

Fauzan (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh religiusitas dan

ethical climate terhadap ethical behavior. Menurut penelitian tersebut, diperoleh

hasil bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

perilaku etis. Berdasarkan pada uraian tersebut maka hipotesis kelima yang

diajukan oleh peneliti adalah:

H5 : Religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan

Publik.

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai metode penelitian. Metode

penelitian memilki peranan penting dalam melakukan suatu penelitian ilmiah.

Metode penelitian merupakan sesuatu masalah memecahkan persoalan atas usaha

untuk menemukan sesuatu, baik dalam ilmu pengetahuan atau kemasyarakatan

yang dikembangkan dan diuji kebenarannya, dengan menggunakan cara atau

prosedur yang bersifat ilmiah. Bentuk ilmu pengetahuan yang dihasilkan dalam

penelitian, sepenuhnya tergantung pada metode penelitian yang digunakan, karena

metode penelitian mempengaruhi kualitas ilmu pengetahuan melalui sudut

pandang.

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian terdahulu

dan menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik Akuntan Publik. Berdasarkan pada tujuan tersebut maka yang menjadi

objek penelitian adalah Mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Brawijaya yang telah menempuh mata kuliah akuntansi dan

Page 30: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

etika bisnis. Jangka waktu untuk melakukan penelitian dilakukan selama bulan

Juni 2016.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan kelompok, orang, kejadian, atau hal minat yang

ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2011). Sedangkan menurut Sugiyono (2011),

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

adalah mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya Program Strata 1,

yang meliputi mahasiswa angkatan tahun 2009 sampai angkatan tahun 2013 yang

masih aktif kuliah. Berikut ini adalah data populasi yang diperoleh dari Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Tabel 3.1

Jumlah Mahasiswa Strata 1 Jurusan Akuntansi Semester Genap Tahun

Ajaran 2015-2016

Angkatan Jumlah

2013 264

2012 253

2011 79

2010 36

2009 19

Total 651 Sumber: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, 2016.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2011), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Usman dan Akbar

(2009), sampel (contoh) adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan

menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Cara

pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling, yaitu

pengambilan sampel secara tidak acak. Menurut Sugiyono (2011), non probability

samplingyaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi

peluang.kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

cara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2011). Dengan kata lain purposive sampling yaitumetode

pengumpulan informasi dari target-target tertentu atau tiap tipe orang tertentu

yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Sehingga peneliti hanya akan

memilih sampel yang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai kode etik

Akuntan Publik sehingga mereka dapat memberikan jawaban sebagaimana yang

diharapkan dalam penelitian ini. Sampel yang dipilih yaitu mahasiswa S1 yang

terdiri dari angkatan tahun 2009 sampai dengan angkatan tahun 2013, dengan

jumlah keseluruhan adalah 651 mahasiswa.

Penelitian ini menggunakan penentuan sampel yang dikemukakan oleh

Yamane dalam Supramono dan Utami (2004), yaitu:

Page 31: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Presisi yang ditetapkan atau pesentase kelonggaran ketidaktelitian

karena kesalahan pengambilan sampel masih dapat ditoleransi atau

diinginkan (kesalahan maksimum yang bisa ditolerir sebesar 10 persen).

Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu:

n = N

Nd2 + 1

n = 651

651 (1,10)2 + 1

n = 651

651 (0,01) + 1

n = 651

7,51

n = 86,6844 mahasiswa, dibulatkan 87 mahasiswa.

Populasi dalam penelitian ini berstrata, maka penentuan sampel juga berstrata

sesuai dengan angkatan harus proporsional. Jadi perhitungan jumlah sampel untuk

tiap angkatan adalah:

1. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2013

264

× 87 = 35

651

2. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2012

253

× 87 = 34

651

3. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2011

79

× 87 = 10

651

4. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2010

36

× 87 = 5

651

5. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2009

19

× 87 = 3

651

Tabel 3.2

Jumlah Sampel Setiap Angkatan

Angkatan Jumlah

2013 35

Page 32: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

2012 34

2011 10

2010 5

2009 3

Total 87 Sumber: Data primer (diolah)

Berdasarkan uraian di atas bahwa jumlah keseluruhan dari sampel penelitian

adalah 87sampel penelitian.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Jenis

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif-deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan suatu fenomena. Dalam hal ini peneliti ingin

mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan suatu keadaan terkait dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik

Akuntan Publik.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Berikut penjelasan mengenai jenis data tersebut:

a. Data Primer

Menurut Sekaran (2011), data primer adalah data yang diperoleh dari tangan

pertama untuk analisis berikutnya untuk menemukan solusi atau masalah

yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini adalah data mengenai perilaku

belajar mahasiswa, kecerdasan emosional, aktivitas mahasiswa dalam

mengikuti kegiatan mahasiswa, perbedaan gender dan tingkat religiusitas

mahasiswa yang merupakan variabel bebas, sedangkan data primer untuk

variabel terikatnya adalah pemahaman kode etik Akuntan Publik. Data

diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan oleh peneliti dan diisi langsung

oleh mahasiswa sebagai responden.

b. Data Sekunder

Menurut Sekaran (2011), data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan

oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan yang

lainnya, serta informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau nonpublikasi

entah di dalam atau di luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi

peneliti. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah

mahasiswa jurusan akuntansi yang terdaftar pada tahun ajaran 2015-2016.

Data sekunder ini diperoleh dari staf Sub Bagian Akademik Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Data ini

digunakan untuk mengetahui jumlah mahasiswa Akuntansi yang terdaftar di

semester genap tahun akademik 2015-2016.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi

keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan

data, siapa sumbernya, dan alat apa yang digunakan. Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner atau angket.

Page 33: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Menurut Sugiyono (2011), kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara membuat seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien jika peneliti tahu dengan pasti variabel

yang akan diukur dan tahu apa yang tidak bias diharapkan dari responden. Angket

sebagai teknik pengumpulan data sangat cocok untuk mengumpulkan data dalam

jumlah besar.

Model kuesoiner yang akan disebar adalah kuesioner dengan skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2011). Tipe data

dalam skala Likert ini adalah interval, dengan pemberian bobot sebagai berikut:

Penilaian Kuesioner

STS TS N S SS

1 2 3 4 5

Keterangan:

STS = Sangat Tidak Setuju N = Netral SS = Sangat Setuju

TS = Tidak Setuju S = Setuju

Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden peneliti melakukan uji coba

terlebih dahulu. Uji coba dilakukan terhadap beberapa mahasiswa guna

mengetahui apakah pertanyaan dan kalimat di dalam kuesioner sudah cukup jelas

untuk dimengerti. Jika terdapat ketidakjelasan pertanyaan maupun kalimat maka

kuesioner akan dilakukan pembetulan terlebih dahulu setelah itu disebarkan

kepada reponden. Kuesioner yang disebarkan ke mahasiswa Jurusan Akuntansi

FEB UB dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4 Opersasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen atau Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian

ini yang menjadi variabel bebas terdiri dari 5 variabel, yaitu perilaku belajar

mahasiswa (X1), kecerdasan emosional (X2), aktivitas kemahasiswaan (X3),

perbedaan gender (X4), dan tingkat religiusitas mahasiswa (X5).

2. Variabel Dependen atau Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

pemahaman kode etik Akuntan Publik (Y).

3.4.1 Perilaku Belajar (X1)

Perilaku belajar adalah proses panjang seseorang dari lahir hingga meninggal

untuk belajar mengatur perasaan, nafsu dan emosi, juga bagaimana seseorang

untuk belajar berinteraksi dengan sekitar dan menyesuaikan diri dengan norma,

adat, dan peraturan yang berlaku di masyarakat (Safitri, 2010). Dengan individu

belajar mengenai hal tersebut, maka akan memperoleh pengetahuan dan

Page 34: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari

semula tidak memahami sesuatu menjadi memahaminya sehingga akan mancapai

tujuan yang diinginkan individu tersebut.

Variabel perilaku belajar diukur berdasarkan indikator berikut:

a. Belajar untuk mengatur perasaan

b. Belajar untuk mengatur nafsu

c. Belajar untuk mengatur emosi

d. Cara untuk berinteraksi dengan sekitar

e. Cara untuk menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku

3.4.2 Kecerdasan Emosional (X2)

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan

perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan

mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang

lain.(Goleman, 2003). Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai dengan usia

dan pengalaman individu mulai anak-anak hingga dewasa. Jika kemampuan-

kemampuan tersebut dimiliki oleh individu maka akan dapat mendukung individu

dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

Variabel kecerdasan emosional diukur berdasarkan indikator:

a. Pengenalan diri

b. Pengendalian diri

c. Motivasi

d. Berhubungan dengan orang lain (empati)

e. Keterampilan sosial

3.4.3 Aktivitas Kemahasiswaan (X3)

Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan mahasiswa yang meliputi

penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh

mahasiswa di tingkat jurusan, fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk

memperluas wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian

mahasiswa seperti memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi,

kepekaan terhadap lingkungan sosial, berintelektual dan berakhlak mulia.

Setelah hal tersebut diperoleh diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan

prestasi belajarnya, sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak menjadi faktor

penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Namun sebaliknya,

menjadi faktor yang dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar

yang baik.

Variable aktivitas kemahasiswaan diukur berdasarkan indikator:

a. Pengembangan minat dan bakat

b. Pengembangan bidang ilmu pengetahuan

c. Pengembangan bidang keagamaan

d. Kepemimpinan dalam berorganisasi

Acuan yang digunakan untuk mengukur indicator aktivitas kemahasiswaan

berupa pertanyaan yang mengarah pada kuantitas kegiatan yaitu HMJA, BEM,

Forstiling, Indikator, LSME, AIESEC, EDC, dan EGO. Sedangkan untuk

mengukur kualitas mahasiswa di dalam mengikuti aktivitas kemahasiswaan

menggunakan skala Likert seperti yang telah dijelaskan.

3.4.4 Gender (X4)

Page 35: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Gender merupakan karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada

laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya

didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan

kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004).

Hal tersebut dapat dipahami dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan

tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi

yang berbeda. Perbedaan persepsi tersebut dapat membentuk sikap yang berbeda

antara laki-laki dan perempuan dalam menanggapi etika profesi akuntan publik.

Gender pada penelitian ini diukur dengan menggunakan skala nominal, dibedakan

atas kelompok (1) untuk wanita, (2) untuk laki-laki. Data diperoleh dari jawaban

kuesioner atas pertanyaan mengenai jenis kelamin responden. Angka yang dipilih

responden tidak menunjukkan tingkat kualitas.

3.4.5 Religiusitas (X5)

Religiusitas merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan

keyakinannya terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang

diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia dengan mematuhi perintah

dan menjauhi larangan-Nya dengan hati ikhlas dan dengan seluruh jiwa dan raga.

Ancok dan Suroso (1995) menyatakan bahwa untuk mengukur tingkat religiusitas

seseorang tersebut, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah

(keyakinan), syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari

aqidah dan syariah) dan pengalaman atau penghayatan.

Variabel religiusitas diukur berdasarkan indikator:

a. Dimensi keyakinan (aqidah)

b. Dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah

c. Dimensi pengamalan (akhlak)

d. Pengalaman atau penghayatan

3.4.6 Pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik (Y)

Varibel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman mahasiswa terhadap

kode etik akuntan publik. Pemahaman etika akuntan publik adalah pemahaman

terhadap 8 prinsip etika berikut ini, yang juga merupakan indikator dalam

mengukur variabel, yaitu:

a. Tanggung jawab profesi

b. Kepentingan umum

c. Integritas

d. Objektivitas

e. Kompetensi dan kehati-hatian professional

f. Kerahasiaan

g. Perilaku professional

h. Standar teknis

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian

Kuisioner dalam penelitian ini digunakan sebagai alat analisa. Oleh karena itu

dalam analisa yang dilakukan lebih bertumpu pada skor responden pada tiap-tiap

amatan. Sedangkan benar tidaknya skor responsi tersebut tergantung pada

pengumpulan data. Instrumen pengumpulan data yang baik harus memenuhi 2

persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.

1. Uji Validitas

Page 36: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Pengujian validitas sangat diperlukan dalam suatu penelitian, khususnya yang

menggunakan kuisioner dalam memperoleh data. Pengujian validitas

dimaksudkan untuk mengetahui keabsahan menyakngkut pemahaman mengenai

keabsahan antara konsep dan kenyataan empiris. Uji validitas adalah suatu ukuran

yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen.

Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin

diukur atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Pengujian validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing

faktor atau variabel dengan total faktor atau variabel tersebut dengan

menggunakan Corrected Item-Total Correlation.

Pengujian validitas yang dilakukan dengan melalui program SPSS ver. 20.0

dengan mengggunakan Corrected Item-Total Correlation menghasilkan nilai

masing-masing item pernyataan dengan skor item pertanyaan secara keseluruhan

dan untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel yang ada pada Lampiran 2.

Dari Tabel Uji Validitas Variabelyang disajikan dalam Lampiran 2 dapat dilihat

bahwa nilai r hitung lebih besar 0,361 atau Sig. < 0,05. Hal ini berarti item

pertanyaan yang digunakan sudah valid, sehingga dapat disimpulkan bahwa item

pertayaan tersebut dapat digunakan untuk mengukur variabel penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan tingkat kemantapan, keajegan dan ketepatan suatu

alat ukur atau uji yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran

relatif konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang. Uji ini digunakan untuk

mengetahui sejauh mana jawaban seseorang konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. Arikunto (2006) menyebutkan bahwa reliabilitas menunjukkan pada suatu

pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Teknik pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan nilai koefisien

reliabilitas alpha. Kriteria pengambilan keputusannya adalah apabila nilai dari

koefisien reliabilitas alpha lebih besar dari 0,6 maka variabel tersebut sudah

reliabel (handal).

Tabel 3.3

Uji Reliabilitas Variabel

No. Variabel Koefisien Reliabilitas Keterangan

1 X1 0,833 Reliabel

2 X2 0,950 Reliabel

3 X3 0,871 Reliabel

4 X5 0,945 Reliabel

5 Y 0,926 Reliabel

Sumber: Data primer (diolah)

Dari Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai dari alpha cronbach untuk semua variabel

lebih besar dari 0,6. Dari ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya maka

semua variabel yang digunakan untuk penelitian sudah reliabel.

3.6 Metode Analisis Data

Page 37: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Setelah data diperoleh dan dikumpulkan dari responden maka langkah

selanjutnya adalah melakukan analisis data. Beberapa tahapan yang harus

dilakukan adalah:

3.6.1 Validitas

Jogiyanto (2010) menyimpulkan bahwa validitas menunjukkan seberapa

nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas

berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai

sasarannya. Validitas berhubungan dengan kenyataan (actually). Validitas juga

berhubungan dengan tujuan dari pengukuran. Pengukuran dikatakan valid jika

mengukur tujuannya dengan nyata atau benar. Alat ukur yang tidak valid adalah

yang memberikan hasil ukuran menyimpang dari tujuannya. Penyimpangan

pengukuran ini disebut dengan kesalahan (error) atau varian.

3.6.2 Reliabilitas

Jogiyanto (2010) juga menyimpulkan bahwa reliabilitas menunjukkan akurasi

dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi

(accurately) dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari

pengukur. Suatu pengukur dikatakan reliable (dapat diandalkan) jika dapat

dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat dan

konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subjek yang

sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.

3.7 Pengujian Hipotesis

Padapenelitianini, penelitimemilihpengujiandengananalisisPartial Least Square

(PLS). PLS merupakan analisis multivariat yang melakukan pembandingan antara

variabel dependen berganda dan variabel independen berganda. PLS merupakan

salah satu metode statistika SEM (Structural Equation Modeling) berbasis varian

yang berfungsi untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan

spesifik pada data, seperti adanya data yang hilang, multikolinearitas dan ukuran

sampel yang kecil (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).

Peneliti memilih menggunakan analisis dengan PLS karenadinilaisesuaidengan

data yang mempunyaiinterval.Selainitu PLS tidakmensyaratkan data berdistribusi

normal sehinggasangatcocokdigunakandidalampenelitianini yang

mempunyaidistribusi data tidak normal.Ketidaknormalandistribusi data

inidiketahuisetelahdiadakanujinormalitasdenganmenggunakan program SPSS.

Berikut ini beberapa pengujian hipotesis dengan PLS yang digunakan untuk

menganalisis penelitian ini:

1. Evaluasi outer model (Model Pengukuran)

a. Uji Validitas Konstruk

Tabel 3.4

Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS

Uji Validitas Parameter Rule of Thumbs

Konvergen

Faktor Loading Lebih dari 0,7

Average Variance Extracted

(AVE)

Lebih dari 0,5

Communality Lebih dari 0,5

Diskriminan Akar AVE dan Korelasi Variabel

Laten

Akar AVE > Korelasi

Variabel Laten

Page 38: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Cross Loading Lebih dari 0,7 dalam

satu variabel Sumber: Jogiyanto dan Abdillah (2009)

Validitas konstruk memperlihatkan seberapa baik kesesuaian hasil yang

diperoleh dari penggunaan suatu pengukuran dengan teori- teori yang

digunakan dalam membentuk suatu konstruk tersebut. Validitas ini terdiri

dari:

1) Validitas Konvergen: validitas yang terjadi jika nilai yang diperoleh

dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang sama

memiliki korelasi yang tinggi.

2) Validitas Diskriminan: validitas yang terjadi jika dua instrumen yang

berbeda yang mengukur dua konstruk yang diprediksi tidak berkorelasi

menghasilkan nilai yang memang tidak berkorelasi (Jogiyanto dan

Abdillah, 2009).

b. Uji Reliabilitas

Uji ini untuk memberikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu alat

ukur dalam melakukan pengukuran (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).

Dengan menggunakan PLS pengujian ini dapat dilakukan dengan

menggunakan dua metode, yaitu berdasarkan nilai:

1) Cronbach’s alpha

Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu konstruk

dan dikatakan reliable apabila nilainya harus > 0,6.

2) Composite reliability

Composite reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu

konstruk dan dikatakan reliable apabila nilainya harus > 0,7, namun jika

nilainya > 0,6 maka masih dapat diterima. Metode ini dipercaya lebih

baik dalam melakukan pengestimasian konsistensi internal suatu

konstruk.

2. Evaluasi inner model (Model Struktural)

Model ini dievaluasi dengan:

a. Menggunakan R2

Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat beda perubahan variabel

independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2

menunjukkan bahwa semakin baik model prediksi dari model penelitian

yang diajukan. Namun, model ini bukanlah pengukur absolut untuk

mengukur ketepatan model prediksi (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).

b. Menggunakan nilai koefisien path atau t-values tiap path untuk uji

signifikansi antar konstruk dalam model stuktural Model ini digunakan

untuk melihat tigkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Untuk

pengujian hipotesis pada alpha 5 persen dan power 80 persen, jika nilai

koefisien path yang dihasilkan oleh nilai statistik T (Tstatistic) ≥ 1,96 maka

hipotesis alternatif dapat dinyatakan didukung (Jogiyanto dan Abdillah,

2009).

3.7Persamaan Struktural

Model hubunganvariabel-

variabeldalampenelitianinidapatdisusundalampersamaanyang dapat digunakan

Page 39: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan variabel Perilaku Belajar

(X1), Kecerdasan Emosional (X2), Aktivitas Kemahasiswaan (X3), Gender (X4),

Religiusitas (X5) terhadap variabel dependen Pemahaman Kode Etik Akuntan

Publik (Y), persamaan struktural tersebut adalah sebagai berikut:

𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝛽5𝑋5 + 𝑒 Keterangan:

Y = Pemahaman kode etik Akuntan Publik

α = Konstanta

β1 = Koefisien dari variabel X1 (Perilaku Belajar)

X1 = Perilaku belajar

β2 = Koefisien dari variabel X2 (Kecerdasan Emosional)

X2 = Kecerdasan emosional

β3 = Koefisien dari variabel X3 (Aktivitas Kemahasiswaan)

X3 = Aktivitas kemahasiswaan

β4 = Koefisien dari variabel X4 (Gender)

X4 = Gender

β5 = Koefisien dari variabel X5 (Religiusitas)

X5 = Religiusitas

e = Standar error

BAB IV

ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pengumpulan Data

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-1

jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Pemilihan

responden didasarkan pada mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah

akuntansi dan etika bisnis yang di anggap telah mengetahui dan memahami kode

etik Akuntan Publik dan berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2015-

2016. Dalam melakukan penelitian digunakan metode survei dalam pengambilan

data. Metode survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada

responden secara langsung atau dengan cara menemui sampel secara satu persatu.

Waktu yang dibutuhkan selama pengumpulan data ini selamahampir 3 minggu.

Kuesioner yang disebarkan sebanyak 95 kuesioner, hal ini dilakukan untuk

mewaspadai adanya kuesioner yang tidak bisa digunakan. Semua kuesioner

diterima kembali oleh peneliti, sehingga dapat dikatakan tingkat respon responden

sebesar 100%. Setelah semua kuesioner diterima oleh peneliti, maka dilakukan

tahap pemeriksaan dimana untuk menentukan kuesioner tersebut dapat digunakan

atau tidak. Sebanyak 87 kuesioner digunakan dan diolah sedangkan 8 kuesioner

dinyatakan tidak memenuhi kriteria untuk diolah karena responden tidak mengisi

kuesioner secara lengkap atau terdapat bias pada data yang diperoleh. Namun

demikian, respon rate dalam penelitian ini tetap sebesar 100% yaitu sebanyak 87

kuesioner, dimana jumlah ini sesuai dengan penghitungan sampel dari populasi

yang ada dengan menggunakan rumus Yamane. Pembagian pengembalian

kuesioner dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Page 40: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Pembagian Pengembalian Kuesioner

Jumlah Sampel 87

Kuesioner yang disebarkan 95

Kuesioner yang diterima kembali 95

Kuesioner yang digunakan 87

Kuesioner yang tidak dapat digunakan 8

Tingkat pengembalian yang dapat digunakan 100% Sumber: Data primer (diolah)

Berikut akan dijelaskan mengenai deskripsi gambaran secara umum mengenai

data responden yang menjadi data pada penelitian ini, deskripsi digambarkan

dalam bentuk diagram dan tabel yang disertai dengan penjelasannya.

a. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Angkatan

Gambaran umum responden berdasarkan angkatan disajikan dalam Gambar

4.1 berikut ini:

Gambar 4.1

Komposisi Responden Berdasarkan Angkatan (Tahun Masuk)

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar diatas menunjukkan jumlah responden terbanyak berasal dari angkatan

tahun 2013 yaitu sebesar 40% sebanyak 35 responden, dan jumlah responden

terendah berasal dari angkatan tahun 2009 yaitu sebesar 3% sebanyak 3

responden, hal ini dikarenakan sebagian besar dari angkatan 2009 sudah tidak

aktif dalam perkuliahan atau sudah lulus dari Universitas Brawijaya.

b. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam

Gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2

Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar di atas menunjukkan jumlah reponden terbanyak adalah yang berjenis

kelamin perempuan, yaitu sebesar 67% sebanyak 58 responden. Sedangkan

20093%

20106%2011

12%

201239%

201340%

Angkatan (Tahun Masuk)

Laki-laki33%

Perempuan67%

Jenis Kelamin

Page 41: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

jumlah responden terendah adalah yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar

33% sebanyak 29 responden.

c. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Agama yang Dianut

Gambaran umum responden berdasarkan agama yang dianut disajikan dalam

gambar 4.3 berikut ini. Agama yang dianut berdasarkan yang ada di Negara

Indonesia.

Gambar 4.3

Komposisi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar di atas menunjukkan responden terbanyak adalah responden yang

beragama Islam, yaitu sebesar 93% sebanyak 81 responden. Berikutnya adalah

responden beragama Kristen sebanyak 4 responden (5%). Responden yang

beragama Katolik dan Buddha masing-masing hanya 1 responden saja (1%).

Dalam hal ini berarti responden terbanyak adalah responden yang beragama

Islam.

d. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Mahasiswa yang Aktif

dalam Kegiatan Kemahasiswaan

Gambaran umum responden berdasarkan dari mahasiswa yang mengikuti

kegiatan kemahasiswaan atau yang tidak mengikuti disajikan dalam gambar 4.4

berikut ini.

Gambar 4.4

Komposisi Responden Berdasarkan Mahasiswa yang Aktif dalam Kegiatan

Kemahasiswaan

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar di atas menunjukkan responden yang aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan sebesar 84% yaitu sebanyak 73 responden, sedangkan responden

yang tidak mengikuti kegiatan kemahasiswaan sebesar 16% yaitu sebanyak 14

responden. Dalam hal ini berarti sebagian besar responden mengikuti kegiatan

kemahasiswaan yang diselenggarakan oleh kampus.

Islam93%

Kristen5%

Katolik1%

Hindu0% Buddha

1%

Agama yang Dianut

Aktif84%

Tidak Aktif16%

Mahasiswa yang Aktif dalam Kegiatan Kemahasiswaan

Page 42: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Dari penjabaran mengenai data responden di atas dapat dibuat ringkasan

mengenai data responden seperti angkatan (tahun masuk), jenis kelamin, agama,

dan jumlah mahasiswa yang aktif dan yang tidak dalam mengikuti kegiatan

kemahasiswaan. Dapat disimpulkan berdasarkan keterangan data responden

bahwa reponden yang paling banyak adalah responden yang beragama Islam

dengan persentase 93%, dan hampir seluruh responden mengikuti kegiatan

kemahasiswaan dengan persentase 84%. Ringkasan tersebut dapat ditampilkan

seperti pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2

Ringkasan Data Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Angkatan 2009 3 3

2010 5 6

2011 10 12

2012 34 39

2013 35 40

Total 87 100%

Jenis Kelamin Laki-laki 29 33

Perempuan 58 67

Total 87 100%

Agama Islam 81 93

Kristen 4 5

Katolik 1 1

Hindu - -

Buddha 1 1

Total 87 100%

Aktif Kegiatan

Kemahasiswaan

Aktif 73 84

Tidak Aktif 14 16

Total 87 100% Sumber: Data Primer (diolah)

4.2 Analisis Data

Teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial Least

Square (PLS). Software PLS pada penelitian ini menggunakan software yang

dikembangkan di University of Hamburg Jerman yang diberi nama SMARTPLS

versi 2.0 M3. Dalam PLS memerlukan 2 tahap untuk menilai Fit Model dari

sebuah model penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

4.2.1 Menilai Outer Model atau Measurement Model

Terdapat tiga kriteria di dalam penggunaan teknik analisa data dengan

SmartPLS untuk menilai outer model yaitu Convergent Validity, Discriminant

Validity dan Composite Reliability. Convergent Validity dari model pengukuran

dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item

score/component score yang diestimasi dengan Software PLS. Ukuran refleksif

individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang

diukur. Namun menurut Chin, 1998 (dalam Ghozali, 2006) untuk penelitian tahap

awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap

Page 43: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

cukup memadai. Dalam penelitian ini akan digunakan batas loading factor sebesar

0,6.

Gambar 4.5

Model Struktural (Outer Model)

Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016

Tabel pada output Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values) yang dapat

dilihat pada Lampiran 3 menggambarkan nilai faktor loading (convergent

validity) dari setiap indikator. Nilai faktor loading > 0,7 dapat dikatakan valid,

akan tetapi rule of thumbs intrepretasi nilai faktor loading > 0,5 dapat dikatakan

valid. Dari tabel ini, diketahui bahwa semua nilai faktor loading dari indikator

Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan

Religiusitas lebih besar dari 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa indikator-indikator

tersebut valid.

4.2.2 Discriminant Validity

Setelah mengevaluasi nilai Convergen Validity, langkah selanjutnya adalah

melihat nilai discriminant validity dengan cross loading, nilai square root of

average variance extracted (AVE) dan composite reliability. Discriminant

validity dari model pengukuran dinilai berdasarkan pengukuran cross loading

dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan pokok pengukuran (setiap

indikatornya) lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka konstruk laten

memprediksi indikatornya lebih baik daripada konstruk lainnya. Model

mempunyai discriminant validity yang baik jika setiap nilai loading dari setiap

indikator dari sebuah variabel laten memiliki nilai loading yang paling besar

dengan nilai loading lain terhadap variabel laten lainnya. Hasil pengujian

discriminant validitydapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan nilai cross loading, dapat diketahui bahwa semua indikator yang

menyusun masing-masing variabel dalam penelitian ini (nilai yang dicetak tebal)

telah memenuhi discriminant validity karena memiliki nilai outer loading terbesar

untuk variabel yang dibentuknya dan tidak pada variabel yang lain. Dengan

demikian semua indikator di tiap variabel dalam penelitian ini telah memenuhi

discriminant validity.

4.2.3 Mengevaluasi Composite Reliability, Average Variance Extracted

(AVE) dan Cronbach Alpha

Page 44: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Evaluasi model pengukuran dengan square root of average variance

extracted adalah membandingkan nilai akar AVE dengan korelasi antar konstruk.

Jika nilai akar AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi di antara konstruk, maka

discriminant validity yang baik tercapai. Selain itu, nilai AVE lebih besar dari 0,5

sangat direkomendasikan.

Tabel 4.3

Goodness of Fit

Variabel AVE Composite Reliability Cronbachs Alpha

X1 0.4158 0.8496 0.7993

X2 0.4178 0.9535 0.9492

X3 0.5032 0.9008 0.8813

X4 1 1 1

X5 0.4304 0.9338 0.928

Y 0.5182 0.9548 0.9494 Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016

Nilai AVE untuk keempat konstruk tersebut lebih besar dari 0,5 sehingga

dapat disimpulkan bahwa evaluasi pengukuran model memiliki diskriminan

validity yang baik.

Disamping uji validitas konstruk, dilakukan juga uji reliabilitas konstruk

yang diukur dengan uji criteria yaitu composite reliability dan cronbach alpha

dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk yang dinyatakan reliable

jika nilai composite reliability maupun cronbach alpha di atas 0.70. Jadi dapat

disimpulkan bahwa konstruk tersebut memiliki reliabilitas yang baik.

4.2.4 Pengujian Model Struktural (Inner Model)

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan

antara konstruk nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model

struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen uji

t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

Gambar 4.6

Model Struktural (Inner Model)

Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016

Page 45: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Pengujian terhadap model structural dilakukan dengan melihat nilai R-square

yang merupakan uji goodness-fit model.

Tabel 4.4

Nilai R-Square

Variabel R Square

Y 0.5097 Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016

Pada prinsipnya penelitian ini menggunakan 5 variabel yang dipengaruhi oleh

variabel lainnya yaitu variabel Kode etik Akuntan Publik yang dipengaruhi oleh

variabel Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan,

Gender, dan Religiusitas. Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan nilai R-square untuk

variabel Kode Etik Akuntan Publik (Y) yang dipengaruhi oleh Perilaku Belajar,

Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas

diperoleh sebesar 0,5097. Nilai R-square menunjukkan bahwa 50,97% variabel

Kode Etik Akuntan Publik (Y) dipengaruhi oleh Perilaku Belajar, Kecerdasan

Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas sedangkan

sisanya 49,03% di pengaruhi oleh variabel lain di luar yang diteliti.

Pada model PLS, penilaian goodness of fit secara keseluruhan diketahui

dari nilai Q2

(predictive relevance), dimana semakin tinggi Q2, maka model dapat

dikatakan semakin fit dengan data. Dari Tabel 4.4 dapat dihitung nilai Q2 sebagai

berikut:

Nilai Q2 = 1 – (1– R

2)

Nilai Q2 = 1 – (1– 0.5097)

= 0.5097

Dari hasil perhitungan diketahui nilai Q2

sebesar 0.5094, artinya besarnya

keragaman dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model struktural adalah

sebesar 50,97%, sedangkan sisanya 49,03%dijelaskan oleh faktor lain di luar

model. Berdasarkan hasil ini, model struktural pada penelitian dapat dikatakan

telah memiliki goodness of fit yang baik.

4.3 Pengujian Hipotesis

Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat

berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dalam PLS

pengujian secara statistik setiap hubungan yang dihipotesiskan dilakukan dengan

menggunakan simulasi. Dalam hal ini dilakukan metode bootstrap terhadap

sampel. Pengujian dengan bootstrap juga dimaksudkan untuk meminimalkan

masalah ketidaknormalan data penelitian. Hasil pengujian dengan bootstrapping

dari analisis PLS adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5

Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)

Variabel Original

Sample (O) Standard

Deviation (STDEV) T Statistics

(|O/STERR|) sig. Keterangan

X1 -> Y 0.2714 0.1327 2.0453 0.044 Signifikan

X2 -> Y 0.3324 0.1255 2.6476 0.010 Signifikan

X3 -> Y 0.1053 0.0824 1.2776 0.205 Tidak Signifikan

X4 -> Y -0.0566 0.0763 0.742 0.460 Tidak Signifikan

Page 46: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

X5 -> Y 0.2008 0.0669 3.0031 0.004 Signifikan Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016

Berdasarkan pada Tabel 4.5yang disajikan di atas, didapatkan hasil sebagai

berikut:

Persamaan struktural yang didapat adalah:

𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝛽5𝑋5 + 𝑒 Y = 0 + 0.2714 X1 + 0,3324 X2 + 0,1053 X3 – 0,0566 X4 + 0,2008 X5

Y = 0.2714 X1 + 0,3324 X2 + 0,1053 X3 – 0,0566 X4 + 0,2008 X5

Persamaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Konstanta bernilai 0 karena hasil perhitungan dalam PLS sudah di

transformasi ke bentuk normal baku yang menggunakan koefisien Beta.

b. Nilai original sample estimate pada variabel perilaku belajar (X1) bernilai

positif yaitu sebesar 0,2714, yang menunjukkan arah hubungan antara

perilaku belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah

positif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi perilaku belajar

mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman terhadap kode etik

akuntan publik.

c. Nilai original sample estimate pada variabel kecerdasan emosional (X2)

bernilai positif yaitu sebesar 0,3324, yang menunjukkan arah hubungan

antara kecerdasan emosional dengan pemahaman kode etik akuntan publik

adalah positif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kecerdasan

emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman

terhadap kode etik akuntan publik.

d. Nilai original sample estimate pada variabel aktivitas kemahasiswaan (X3)

bernilai negatif yaitu sebesar 0,1053, yang menunjukkan arah hubungan

antara perilaku belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik

adalah negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi aktivitas

kemahasiswaan yang diikuti oleh mahasiswa maka akan semakin rendah

pemahaman terhadap kode etik akuntan publik.

e. Nilai original sample estimate pada variabel gender (X4) bernilai negatif

yaitu sebesar -0,0566, yang menunjukkan arah hubungan antara perilaku

belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah negatif,

sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan pemahaman kode etik

akuntan publik antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki,

hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa semakin banyak

mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman

terhadap kode etik akuntan publik.

f. Nilai original sample estimate pada variabel religiusitas (X5) bernilai

positif yaitu sebesar 0,2008, yang menunjukkan arah hubungan antara

religiusitas dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah positif,

sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas

mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman terhadap kode etik

akuntan publik.

Berikut penjelasan mengenai pengujian hipotesis yang telah dilakukan:

Page 47: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

1. Pengujian Hipotesis 1 (Perilaku Belajar berpengaruh positif terhadap

Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik)

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa hubungan variabel

Perilaku Belajar (X1) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,2714 dengan nilai t sebesar

2,0453. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,044) <

0,05. Hasil ini berarti bahwa Perilaku Belajar memiliki pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti

sesuai dengan hipotesis pertama dimana Perilaku Belajar berpengaruh

signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti

Hipotesis 1 diterima.

2. Pengujian Hipotesis 2 (Kecerdasan Emosional berpengaruh positif

terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik)

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hubungan variabel

Kecerdasan Emosional (X2) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik

(Y) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,3324 dengan nilai t sebesar

2,6476. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,010) <

0,05. Hasil ini berarti bahwa Kecerdasan Emosional memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang

berarti sesuai dengan hipotesis kedua dimana Kecerdasan Emosional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan

Publik. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima.

3. Pengujian Hipotesis 3 (Aktivitas Kemahasiswaan berpengaruh positif

terhadap Kode Etik Akuntan Publik)

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa hubungan variabel

Aktivitas Kemahasiswaan (X3) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan

Publik (Y) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,1053 dengan nilai t

sebesar 1,2776. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,960) atau nilai sig.

(0,0205) > 0,05. Hasil ini berarti bahwa Aktivitas Kemahasiswaan memiliki

pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik

Akuntan Publik yang berarti sesuai dengan hipotesis ketiga dimana Aktivitas

Kemahasiswaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti Hipotesis 3 ditolak

4. Pengujian Hipotesis 4 (Gender berpengaruh positif terhadap Kode Etik

Akuntan Publik)

Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa hubungan variabel

Gender (X4) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,0566 dengan nilai t sebesar

0,742. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,460) >

0,05. Hasil ini berarti bahwa Gender memiliki pengaruh yang negatif dan tidak

signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti sesuai

dengan hipotesis keempat dimana Gender berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti

Hipotesis 4 ditolak.

5. Pengujian Hipotesis 5 (Religiusitas berpengaruh positif terhadap Kode

Etik Akuntan Publik)

Page 48: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa hubungan variabel

Religiusitas(X5) dengan pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,2008 dengan nilai t sebesar

3,0031. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,004) <

0,05. Hasil ini berarti bahwa Religiusitasmemiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti sesuai

dengan hipotesis kelima dimana Religiusitasberpengaruh positif dan

signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti

Hipotesis 5 diterima

Kesimpulan mengenai uji hipotesis di atas diringkas dalam tabel 4.6 yang

disajikan berikut ini:

Tabel 4.6

Kesimpulan Uji Hipotesis

Hipotesis Variabel

Independen

Variabel

Dependen T-Statistic Sig. Hasil

H1 Perilaku Belajar

Pemahaman Kode

Etik Akuntan

Publik

2,0453 0.044 Diterima

H2 Kecerdasan

Emosional

Pemahaman Kode

Etik Akuntan

Publik

2,6476 0.010 Diterima

H3 Aktivitas

Kemahasiswaan

Pemahaman Kode

Etik Akuntan

Publik 1,2776 0.205 Ditolak

H4 Gender

Pemahaman Kode

Etik Akuntan

Publik 0,742 0.460 Ditolak

H5 Religiusitas

Pemahaman Kode

Etik Akuntan

Publik 3,0031 0.004 Diterima

Sumber: Data primer(diolah)

4.4 Hasil Penelitian

Dari hasil uji hipotesis di atas dapat diketahui bahwa variabel perilaku belajar

berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, variabel

kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik, variabel aktivitas kemahasiswaan berpengaruh negatif terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik, variabel gender berpengaruh negatif

terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, dan variabel religiusitas

berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik. Hasil

pengujian hipotesis dari satu sampai lima diuraikan sebagai berikut:

4.4.1 Perilaku belajar terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik (H1)

Perilaku belajar mengacu pada bagaimana seseorang belajar untuk mengatur

perasaan, nafsu, emosi, berinteraksi dengan lingkungan sekitar serta

menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku. Perilaku

belajar yang demikian dirasakan sebagai kebutuhan yang tercipta karena terus-

menerus dilakukan mulai dari anak-anak hingga dewasa dengan bimbingan dan

pengawasan serta keteladanan dalam semua aspek pendidikan.

Page 49: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Ketika individu melalui proses belajar tersebut maka akan memperoleh

pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan

kemampuan bereaksi dari semula tidak memahami sesuatu menjadi

memahaminya karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya sehingga

mencapai tujuan yang diinginkannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Syukry (2011) menunjukkan

bahwa perilaku belajar berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Menurut

penelitiannya bahwa perilaku belajar yang efektif adalah memiliki kebiasaan

mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan serta

kebiasaan ketika menghadapi ujian.

Gie (1988) mengungkapkan kebiasaan belajar yang telah tertanam akan

membentuk corak dari individu tersebut, yaitu individu yang sukses dan individu

yang gagal. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh kebiasaan belajarnya. Individu

akan berhasil bila menerapkan kebiasaan belajar yang baik begitupula sebaliknya

individu akan mengalami kegagalan dalam belajarnya dipengaruhi oleh kebiasaan

buruk (Slameto, 2003).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2010),

yang menunjukkan bahwa perilaku belajar berpengaruh positif terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan

sikap mahasiswa yang memiliki perilaku belajar yang baik sehingga dapat

mendukung keberhasilannya menjadi calon Akuntan Publik profesional yang

memahami dan menerapkan kode etik dalam melaksanakan profesinya.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, bagi responden variabel perilaku

belajar merupakan variabel yang penting dalam memahami kode etik akuntan

publik. Semakin tinggi tingkat perilaku belajar mahasiswa maka akan semakin

tinggi pula tingkat pemahaman mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan

publik. Apabila seorang calon akuntan memiliki perilaku belajar yang baik maka

individu tersebut tidak hanya sekedar mengetahui kode etik Akuntan Publik

melainkan benar-benar memahami isinya sehingga dapat diterapkan di masa

depan ketika menjadi seorang akuntan profesional, dan akan terhindar dari kasus

pelanggaran etika seperti yang telah terjadi. Indikator tertinggi dari konstruk ini

menghasilkan nilai tertinggi 0.7263 yaitu pada indikator mengenai belajar untuk

menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku.

4.4.2 Kecerdasan emosional terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik

Dalam Wikipedia (2015), kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional

quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,

mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam

hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasiakan suatu

hubungan.Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk

memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.Kecerdasan emosional (EQ)

belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual

(IQ).Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali

lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi

terhadap kesuksesan seseorang.

Hal tersebut selaras dengan pendapatLam dan Kirbi (2002), yang

mengungkapkan bahwa kenaikan kecerdasan emosional seseorang akan mampu

Page 50: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

membuat dirinya mampu melakukan hal apapun yang positif baginya baik dalam

karier pekerjaan dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan seorang yang memiliki

kecerdasan emosional tinggi cenderung lebih bisa berfikir tentang cara meraih

kesuksesan sesuai keinginannya.

Menurut Goleman (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali

perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri,

dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam

hubungan dengan orang lain. Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai

dengan usia dan pengalaman individu mulai dari anak-anak hingga dewasa yang

dapat mendukung individu dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Notoprasetio (2012) menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Menurut

penelitiannya bahwa semakin baik kecerdasan emosional yang dimiliki seorang

akuntan dapat berpengaruh signifikan dan dapat menghasilkan kinerja yang baik

pula, begitu pula sebaliknya. Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ludigdo, Triyuwono dan Tikollah (2006) yang menunjukkan

bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah

kemampuan individu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan

untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2010), yang menyatakan bahwa

kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik

Akuntan Publik. Hal tersebut dibuktikan dengan indikator penelitian yang

menunjukkan mahasiswa memiliki kecerdasan emosional yang bagus yang

berkontribusi terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa mahasiswa

yang memiliki kecerdasan emosional yang bagus akan berpengaruh dalam

memahami kode etik akuntan publik. Semakin tinggi tingkat kecerdasan

emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula tingkat pemahaman

mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan publik.

Apabila seorang calon akuntan memiliki kecerdasan emosional yang baik

maka akan berkontribusi pada sikap profesional seorang Akuntan Publik yang

mengacu pada 8 prinsip etika. Dari kelima indikator, yang mempunyai nilai faktor

paling tinggi adalah 0.8184 yaitu kemampuan sosial yang dimiliki oleh

mahasiswa.

4.4.3 Aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik Akuntan

Publik

Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan yang meliputi penalaran,

keilmuan, minat, bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh mahasiswa di

tingkat jurusan, fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk memperluas

wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti

memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap

lingkungan social, berintelektual dan berakhlak mulia. Apabila calon akuntan

memiliki soft skills maupun social skills yang baik maka akan berkontribusi

terhadap sikap profesional akuntan. Dengan berpartisipasi dalam berbagai

Page 51: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

kegiatan yang menyenangkan di kampus, mahasiswa juga akan terdorong untuk

merasa senang mengikuti perkuliahan, sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak

menjadi faktor penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik, tetapi

dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.

Namun, hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan

bahwa aktivitas kemahasiswaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pemahaman kode etik Akuntan Publik, semakin tinggi aktivitas kemahasiswaan

maka semakin rendah pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.

Aktivitas kemahasiswaan dianggap menghambat kegiatan belajar mahasiswa

dalam perkuliahan dan dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Hal tersebut

dapat dilihat dari banyaknya kegiatan kemahasiswaan di luar kuliah yang diikuti

sehingga kegiatan perkuliahan dikesampingkan, sehingga waktu untuk belajar

mengenai materi kuliah menjadi berkurang.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri

(2010) yang menyatakan bahwa aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif

terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, yang dapat dibuktikan dengan

mengikuti kegiatan kemahasiswaan maka pengalaman akan semakin bertambah

seperti sikap tanggung jawab, cara berkomunikasi dengan orang lain dan masih

banyak lagi yang dapat melatih mahasiswa untuk menjadi seorang Akuntan Publik

yang dapat bekerja secara profesional. Ketidaksesuaian penelitian ini dengan

penelitian Safitri (2010) dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik respoden

yang diambil sehingga menyebabkan perbedaan jawaban dari responden yang

dipilih.

4.4.4 Gender terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik

Menurut Rahmawati (2004), gender merupakan karakteristik dan ciri sosial

yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang

diasosiasikan tidak hanya pada perbedaan biologis, melainkan juga pada

interpretasi social dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau

perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungi dan tanggung jawab antara

laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi yang berbeda.

Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Dellaportas et al., (2005) yang

menyatakan bahwa akuntan perempuan dan mahasiswa akuntansi perempuan

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut

tampak pada kemampuan penalaran moral dari akuntan perempuan yang secara

fundamental bebeda dengan akuntan laki-laki.

Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010) menunjukkan bahwa gender

berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik. Menurut penelitiannya hal

tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pemahaman kode etik yang

signifikan antara auditor perempuan dibandingkan dengan auditor laki-laki.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender memiliki pengaruh yang

negatif dan tidak signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal

ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Hutahahean dan Hasnawati (2015)

yang menunjukkan bahwa gender berpengaruh negatif terhadap perilaku etis

mahasiswa. Dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -

0,0566, dimana nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian

cenderung kepada perempuan, artinya dalam penelitian ini yang lebih memahami

Page 52: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

kode etik akuntan publik adalah perempuan, sehingga dapat dikatakan ada

perbedaan pemahaman kode etik akuntan publik antara mahasiswa perempuan

dengan mahasiswa laki-laki, hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa

semakin banyak mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat

pemahaman terhadap kode etik akuntan publik.

4.4.5 Religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik

Religiusitas dapat diartikan sebagai suatu kewajiban atau aturan yang harus

dilaksanakan, yang berfungsi untuk mengikat dan mengukuhkan diri seseorang

atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia,

serta alam sekitarnya (Drikarya dalam Widiyanta, 2005). Pendapat tersebut selaras

dengan Rahman (2009), yang menyatakan bahwa orang yang taat pada agama

yang dianutnya adalah orang yang religius.

Agama sendiri terdiri atas tiga pengertian yakni keyakinan tentang Tuhan,

peribadatan sebagai konsekuensi tentang adanya Tuhan dan norma-norma yang

mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia

dengan lingkungan. Sehingga orang yang religius adalah orang yang yakin

terhadap Tuhannya. Pendapat tersebut juga didukung dengan pernyataan Ismail

(2009) yang menyatakan bahwa religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan

individu terhadap agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa individu telah

menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh

dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (2015) menunjukkan bahwa religiusitas

berpengaruh positif terhadap perilaku etis. Penelitian tersebut selaras dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hutahahean dan Hasnawati (2015) yang juga

menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap perilaku etis

akuntan masa depan. Menurut penelitian tersebut terdapat pengaruh interpersonal

religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa. Interpersonal religiusitas merupakan

bagaimana cara pandang seseorang terhadap sebuah hubungan dengan orang lain,

dirinya dan berbagai nilai-nilai agama dan juga keaktifan seseorang dalam

bersosialisasi di dalam organisasi ataupun kelompok-kelompok agama.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yang

menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman kode

etik akuntan public. Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat religiusitas

seseorang dapat dilihat dari empat dimensi dalam Islam yaitu dimensi aqidah

(keyakinan), dimensi syariah (praktik agama), dimensi akhlak (pengamalan), serta

dimensi pengalaman atau penghayatan (Ancok dan Suroso, 1995).

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa mahasiswa

yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan berpengaruh terhadap

pemahaman kode etik akuntan publik. Semakin tinggi tingkat religiusitas yang

dimiliki oleh mahasiswa makan semakin tinggi pula tingkat pemahaman

mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan publik.

Apabila calon akuntan publik memiliki tingkat religiusitas yang tinggi maka akan

berkontribusi pada akuntan profesional yang dilandasi dengan adanya kesadaran

bahwa kode etik Akuntan Publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan

seorang akuntan dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang

benar yang tidak menyalahi aturan agama yang dianutnya.Indikator yang

Page 53: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

mempunyai nilai paling tinggi dari konstruk religiusitas ini adalah dimensi

keyakinan yang mempercayai adanya Tuhan, dengan nilai konstruk 0.7647.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian akuntansi di bidang etika profesi

Akuntan Publik. Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

pemahaman mahasiswa terhadap kode etik AkuntanPublik, yaitu perilaku belajar,

kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku belajar, kecerdasan emosional,

dan religiusitas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pemahaman

kode etik Akuntan Publik. Sedangkan kostruk aktivitas kemahasiswaan dan

gender terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman kode

etik Akuntan Publik.

Perilaku belajar berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa S1

Akuntansi Universitas Brawijaya mengenai kode etik Akuntan Publik. Konstruk

ini diukur dengan menggunakan indikator belajar untuk mengatur perasaan,

belajar untuk mengatur hawa nafsu, belajar untuk mengatur emosi, belajar untuk

berinteraksi dengan sekitar dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma,

adat dan peraturan yang berlaku. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safitri (2010), yang menyatakan

bahwa sikap mahasiswa yang memiliki perilaku belajar yang baik maka akan

mendukung keberhasilannya menjadi calon akuntan publik profesional, yaitu

akuntan publik yang memahami dan menerapkan kode etik dalam melaksanakan

profesinya.Semakin tinggi perilaku belajar mahasiswa maka akan semakin tinggi

pula pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.

Kecerdasan emosional dinilai dapat memberikan pengaruh positif terhadap

pemahaman mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Brawijaya mengenai kode etik

Akuntan Publik. Indikator yang mendasari variabel kecerdasan emosional ada

lima yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati (berhubungan

dengan orang lain) dan keterampilan sosial. Hasil penelitian ini sesuai dengan

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan olehSafitri (2010), yang menunjukkan

bahwa mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang bagus dapat

berkontribusi terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik. Semakin tinggi

kecerdasan emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman

mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.

Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel aktivitas kemahasiswaan

berpengaruh negatif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, yang berarti

bahwa aktivitas kemahasiswaan yang dilakukan tidak mempengaruhi pemahaman

mahasiswa S1 Akuntansi terhadap kode etik Akuntan Publik. Semakin tinggi

aktivitas kemahasiswaan yang dilakukan di luar kuliah, maka akan semakin

rendah pemahaman terhadap kode etik akuntan publik, sehingga dapat menjadi

faktor penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Hal ini tidak

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2010), yang menyatakan bahwa

semakin tinggi aktivitas mahasiswa maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman

Page 54: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik, dimana pada saat mengikuti

kegiatan kemahasiswaan mahasiswaakan mendapatkan pengalaman dengan dilatih

untuk menjadi seorang akuntan publik yang dapat bekerja secara profesional.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gender berpengaruh negatif terhadap

pemahaman mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Brawijaya. Ada perbedaan

pemahaman kode etik akuntan publik antara mahasiswa perempuan dengan

mahasiswa laki-laki, hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa semakin

banyak mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman

terhadap kode etik akuntan publik.

Religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa S1

Akuntansi Universitas Brawijaya terhadap kode etik Akuntan Publik. Konstruk ini

diukur dengan empat dimensi religiusitas yaitu dimensi aqidah (keyakinan),

dimensi syariah (praktik agama), dimensi akhlak (pengamalan) dan dimensi

pengalaman atau penghayatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas

mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik. Hal

ini berarti adanya kesadaran mahasiswa untuk memahami kode etik Akuntan

Publik, yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang individu dalam

menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak

menyalahi aturan agama yang dianutnya. Semakin tinggi tingkat religiusitas

mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik akuntan publik.

1.2 ImplikasiHasilPenelitian

Penelitian ini memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi mahasiswa

maupun peneliti selanjutnya mengenai etika profesi akuntan yang harus dipahami

ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dalam penelitian ini dapat

diketahui faktor apa saja yang berpengaruh positif terhadap pemahaman

mahasiswa mengenai kode etik Akuntan Publik. Faktor tersebut adalah perilaku

belajar, kecerdasan emosional dan tingkat religiusitas mahasiswa. Sedangkan

faktor yang berpengaruh negatif dalam penelitian ini adalah faktor aktivitas

kemahasiswaan dan gender, sehingga dapat dikatakan bahwa ada tiga faktor

dalam penelitian ini yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik akuntan publik.

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada mahasiswa calon

akuntan agar lebih memperhatikan perilaku belajarnya, meningkatkan kecerdasan

emosionalnya, serta lebih meningkatkan religiusitas dalam dirinya sehingga akan

dapat diterapkan ketika menjadi profesional akuntan kelak.

1.3 Keterbatasandan Saran Penelitian

Penelitian ini tidak bebas dari keterbatasan, diantaranya saat kuesioner

disebarkan di kampus sudah jarang sekali mahasiswa yang datang dikarenakan

waktu penyebaran bertepatan dengan ujian akhir semester dan libur semester.

Selain itu ketika kuesioner disebarkan kepada responden, banyak dari

responden yang tidak mau mengisi kuesioner dengan alasan terburu-buru atau

tidak ada waktu. Apabila respon den bersedia mengisi kuesioner, mereka tidak

sepenuhnya serius dalam mengisi pertanyaan yang diajukan yang

menyebabkan hasil menjadi bias atau kurang dapat menggambarkan situasi

sesungguhnya. Penelitian ini juga hanya meneliti lima variabel, dimana hanya

Page 55: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

tiga variabel saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode

etik akuntan publik. Selain kelima variabel yang diteliti dalam penelitian ini

masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa

terhadap kode etik, misalnya faktor kemampuan, motivasi, informasi,

lingkungan sekitar, sikap bawaan dan lain sebagainya. Perbedaan respon dan

karakteristik responden juga mempengaruhi hasil penelitian ini dengan

penelitian terdahulu. Oleh karena itu peneliti memberikan rekomendasi

kepada peneliti lain untuk memperbaiki kelemahan dan mengembangkan

penelitian ini melalui penelitian lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Hasan, dkk. 2005. KamusBesar Bahasa Indonesia. Jakarta

:DepartemenPendidikan Nasional BalaiPustaka.

Ancok, DjamaludindanFuadNashoriSuroso. 1995. Psikologi Islam Solusi Islam

Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Arikunto S, 2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik, Ed Revisi VI,

Penerbit PT RinekaCipta, Jakarta.

Aunurrahman. 2012. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Bandung: ALFABETA.

Bertens, K. 2007. ETIKA, Jakarta : PT. GramediaPustakaUtama.

Walgito, Bimo. 2005. BimbingandanKonseling (StudidanKarir). Yogyakarta:

Andi Offset

Cooper, Robert K. danSawaf, Ayunan. 2002. Executive EQ:

KecerdasanEmosionaldalamKepemimpinandanOrganisasi. Alih Bahasa: Ales

Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.

Dellaportas, S., Gibson, K., Alagiah, R., Hutchinson, M., Leung, P &Homrigh,

D.V. 2005. Ethics, Governance & Accountability:A Professional Perspective.

Australia: John Wiley & Sons Ltd.

EM ZulFajridanRatu Aprilia Senja. 2008. KamusLengkap Bahasa Indonesia,

EdisiRevisi, Cet.3, Semarang: Difa Publishers.

Fakih, M. 2006. Analisis Gender danTransformasiSosial. Yogyakarta:

PustakaPelajar.

Fauzan. 2015. PengaruhReligiusitasdan Ethical Climate terhadap Ethical

Behavior. Jurnal. Malang: UniversitasKanjuruhan, Modernisasi, Vol. 11, No.

3, Oktober 2015.

FuadNashoridanRachmy Diana Muchtaram. 2002.

MengembangkanKreatifitasdanPerspektifPsikologiIslami, Yogyakarta:

Menara Kudus Jogjakarta.

Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata

:GramediaPustakaUtama.

Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan).

Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.

Goleman, Daniel. 2003, KecerdasanEmosional,terj. T. Hermaya, Cet. XIII,

Jakarta: GramediaPustakaUtama

Ghozali, Imam. 2006. AplikasiAnalisis Multivariate Dengan Program SPSS.

CetakanKeempat. Semarang: BadanPenerbitUniversitasDiponegoro.

Page 56: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Ghozali, Imam. 2014. Structural Equation Modeling: Metode Alternative dengan

Partial Least Square (PLS). UniversitasDiponegoro. Semarang.

Hanifah, SyukriyAbdullah(2001),

PengaruhPerilakuBelajarTerhadapPrestasiAkademikMahasiswaAkuntansi,

Media RisetAkuntansi,Auditingdaninformasi, Volume 1, No 3.

Hutahahean, M. Umar Bakri danHasnawati. 2015. Pengaruh Gender, Religiusitas,

danPrestasiBelajarterhadapPerilakuEtisAkuntan Masa Depan.

Jurnal.UniversitasTrisakti. Volume 2, No 1.

IAPI. 2008. KodeEtikProfesiAkuntanPublik. SalembaEmpat. Jakarta.

IkatanAkuntan Indonesia KompartemenAkuntanPublik. 2001. Standar

ProfesionalAkuntanPublik. Jakarta: SalembaEmpat.

Isnanto, R. Rizal. 2009. Buku Ajar EtikaProfesi. Program StudiSistemKomputer

FakultasTeknik. UniversitasDiponegoro: Semarang.

JogiyantodanAbdillah, Willy. 2009. Konsep&Aplikasi PLS (Partial least

Square) UntukpenelitianEmpiris. Eds. Pertama. Yogyakarta:

BPFEYogyakarta.

Jalaluddin (2005) . Psikologi Agama. Jakarta : PT. Grafindo Persada

Jalaluddin, Rahmat. 2005. PsikologiKomunikasi. Bandung: PT.

RemajaRosdakarya.

Jogiyanto. 2010. Analisis&Disain, Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta

KamusBesar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Depdiknas.

Khomsiyahdan Nur Indriantoro. (1998).

PengaruhOrientasiEtikaterhadapKomitmendansensivitasetika auditor

Pemerintahan di DKI Jakarta. JurnalRisetakuntansi Indonesia Vol.1 No.1

Lam, Laura Thidan Susan, Kirby. 2002. Is Emotional Intelligence an Adventage?

An Explorationof the Impact of Emotional and General Intelligance on

individual Performance. The Jurnal of Social Psycology, 2002, 142(1). 133 –

143.

Ludigdo, Unti. 2007. ParadoksEtikaAkuntan. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Lung, Choe Kum dan Chai, Lau Teck. 2010. Attitude towards Business Ethics:

Examining the Influence of Religiosity, Gender and Education Levels.

International Journal of Marketing Studies Vol.2, No. 1; May 2010

Martono, Nanang. 2010. MetodePenelitianKuantitatifAnalisis Isi danAnalisis

Data Sekunder, Jakarta : PT Raja GrafindoPersada.

Metta Suliani. 2010. PengaruhPertimbanganEtis, PerilakuMachiavelian, Dan

Gender DalamPembuatanKeputusanEtisMahasiswa S1 Akuntansi.

Undergraduate thesis. Semarang :UniversitasDiponegoro.

Mahmuddah, Dede. (2011).

HubunganDukunganKeluargadanReligiusitasdenganKecemasanMelahirkanpa

daIbuHamilAnakPertama (Primigravida). Skripsi. Universitas Islam Negeri.

Notoprasetio, Christina Gunaeka. 2012. Jurnal.

PengaruhKecerdasanEmosionaldanKecerdasan Spiritual Auditor

terhadapKinerja Auditor pada Kantor AkuntanPublik di Surabaya.

JurnalIlmiahMahasiswaAkuntansi, Vol. 1, No. 4, Juli 2012.

Page 57: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

Nugroho, SetiyoArys. 2008. Faktor-faktor yang

MempengaruhiMahasiswaAkuntansiTerhadapKonsistensiPilihanKarirDibidan

gAkuntansi. Skripsi. Surakarta: UniversitasMuhammadiyah.

Rahman. 2009.

PerilakuReligiusitasdalamKaitannyaDenganKecerdasanEmosiRemaja. Jurnal

Al-Qalamvol 15. no 23

Regar, Moenaf H. 2007. MengenalProfesiAkuntandanMemahamiLaporannya.

CetakanKedua. Jakarta: PT. BumiAksara.

M. RidwanTikollah, IwanTriyuwono, UntiLudigdo. 2006. Pengaruh

KecerdasanIntelektual, KecerdasanEmosional, Dan Kecerdasan Spiritual

TerhadapSikapEtisMahasiswaAkuntansi. Padang. Simposium Nasional

Akuntansi 1X.

Reality. (2008). Kamusterbarubahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher.

Rahmawati, A. 2004.

PersepsiRemajatentangKonsepMaskulindanFeminimDilihatdariBeberapaLata

rBelakangnya. SkripsipadaJurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI

Bandung: Tidakditerbitkan.

Regar, Moenaf. 2007. MengenalProfesiAkuntandanMemahamiLaporannya.

BumiAksara. Jakarta.

Regar, Moenaf H. 2003. ”KilasSorotPerkembanganAkuntansi di Indonesia”,

Akuntansi Indonesia di Tengah KancahPerubahan, Pustaka LP3ES, Jakarta.

Safitri, Dian. 2010. PengaruhPerilakuBelajar,

KecerdasanEmosionaldanAktivitasKemahasiswaanterhadapPemahamanKode

EtikAkuntanPublik. Skripsi. Malang: UniversitasBrawijaya.

Sekaran, Uma. 2011. MetodePenelitianuntukBisnis. Jakarta: SalembaEmpat.

Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business : A Skill Building Approach

2nd

Edition, John Wiley and Son. New York.

Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Siswoyo, Dwidkk. 2007. IlmuPendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Slameto.2003. BelajardanFaktor –faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:

PT RinekaCipta.

Sudarman, Danim. 2004.

MotivasiKepemimpinandanEfektivitasKelompok.PenerbitRinekaCipta.

Sugiyono. 2011. MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

AFABETA, cv.

Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Sudaryono. (2012). Dasar-dasarEvaluasiPembelajaran. Yogyakarta. GrahaIlmu.

Sudijono, Anas. (2009). PengantarStatistikPendidikan. Jakarta:

RajaGrafindoPersada.

Sugiyono. (2011). MetodePenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta

Sukirman, Silvia. (2004). TuntunanBelajar di Perguruan Tinggi. Jakarta:

PelangiCendikia.

Sukma, Aditya. 2009. StudiEmpirisPengaruhKecerdasanEmosional,

PerilakuBelajar, danStresKuliahTerhadapKeterlambatanPenyelesaianStudi.

Skripsi. Malang: UniversitasBrawijaya.

Page 58: ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …

SukrisnoAgoes. 1996. PenegakkanKodeEtikAkuntan Indonesia.

MakalahdalamKonvensi Nasional Akuntansi III. IAI.

Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan

Publik, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

SupramonodanIntyasUtami. 2004. Desain Proposal

PenelitianAkuntansidanKeuangan. Andi. Yogyakarta.

Suraida, Ida. 2005. Jurnal. PengaruhEtika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan

Resiko Audit TerhadapSkeptismeProfesional Auditor danKetepatan

PemberianOpiniAkuntanpublik. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3.

Suwardjono (1991), PerilakuBelajar di Perguruan Tinggi, JurnalAkuntansi,

edisiMaret, Yogyakarta:STIE YKPN.

Takwin, B. (2008). Menjadimahasiswa. Bagustakwin .multiply.com.

http://bagustakwin.multiply.com/journal/item/18

The Liang Gie, 1988, Cara Belajar yang Efisien.Yogyakarta:

PusatKemajuanStudi

Trisnaningsih, Sri. (2010). Profesionalisme Auditor, Kualitas Audit dan Tingkat

MaterialitasdalamPemeriksaanLaporanKeuangan. JurnalMaksi, 10 (2).

Tugiman, Hiro. 1997, StandarProfesional Audit Internal,Edisi II, Cetakan ke-5,

Yogyakarta: PenerbitKanisius.

Usman dan Akbar. 2009. MetodologiPenelitianSosial. Jakarta: BumiAksara.

Wibowo, Ery. 2010. Pengaruh Gender,

PemahamanKodeEtikProfesiAkuntanterhadap Auditor Judgment. Jurnal.

Semarang: Media AkuntansiUnimus Vol.1 No.1, September 2010.

Widiyanta, A., 2005, SikapterhadapLingkungandanReligiusitas, Jurnal

PSIKOLOGIA Vol.I No.2., USU Press, Medan. LenteraPendidikan. Vol 12.

Yusuf, Haryono. 2005. Dasar – DasarAkuntansi. Yogyakarta :Akademi

Akuntansi YKPN.