abstrak faktor-faktor yang mempengaruhi …
TRANSCRIPT
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAHAMAN
MAHASISWA TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK
(StudipadaMahasiswa S1 JurusanAkuntansi
FakultasEkonomidanBisnisUniversitasBrawijaya)
Oleh:
Donna HerdianSusandra
DosenPembimbing:
Prof. IwanTriyuwono, SE.,M.Ec., Ph.D., Ak.
Tujuan penelitianini adalah untuk mengkaji dan mengetahui tentang pengaruh
perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan
religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan publik, sehingga dapat
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa
terhadap kode etik akuntan publik.
Jumlah sampel sebesar 87 mahasiswa di dapatkan dari perhitungan rumus
Yamane. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan
sumber data primer melalui penyebaran kuesioner. Alat analisis yang digunakan
adalah Partial Least Square (PLS) melalui program SmartPLS, dimana dapat
diketahui apakah ada hubungan antara perilaku belajar, kecerdasan emosional,
aktivitas kemahasiswaan, gender, dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik
akuntan publik. Semakin tinggi perilaku belajar mahasiswa maka diharapkan
semakin tinggi pula tingkat pemahaman kode etik akuntan publik. Begitu pula
dengan kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas.
Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data didapatkan hasil bahwa dari lima
variabel independen, tiga diantaranya yaitu perilaku belajar, kecerdasan
emosional, religiusitas terbukti berpengaruh positif terhadap pemahaman kode
etik akuntan publik. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu aktivitas
kemahasiswaan dan gender tidak berpengaruh terhadap kode etik akuntan publik.
Hasil perhitungan R square didapatkan hasil sebesar 0.5097. Skor tersebut
menjelaskan bahwa variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pemahaman
kode etik akuntan publik sebesar 51% dijelaskan oleh variabel independen
perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender, dan
religiusitas. Sedangkan 49% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model
penelitian.
Kata kunci: Akuntanpublik, kodeetik, perilakubelajar,
kecerdasanemosional, aktivitaskemahasiswaan, gender, religiusitas,
pemahamanmahasiswaterhadapkodeetikakuntanpublik.
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING THE UNDERSTANDING OF STUDENT CODE
OF PUBLIC ACCOUNTANTS
(Studies in Student S1 Accounting Department
Faculty of Economics and Business UniversitasBrawijaya)
By:
Donna HerdianSusandra
Advisor Lecturer:
Prof. IwanTriyuwono, SE., M.Ec., Ph.D., Ak.
The purpose of this study is to investigate and find out about the influence of
learned behavior, emotional intelligence, student activities, gender and religiosity
to the understanding of the code of ethics of public accountants, so that can know
the factors that influence students' understanding of the code of ethics of public
accountants.
The number of samples of 87 students obtained from the calculation formula
Yamane. The method used is quantitative method with the source of primary data
through questionnaires. The analysis tool used is Partial Least Square (PLS)
through SmartPLS program, which can be known whether there was a relationship
between behavioral learning, emotional intelligence, student activities, gender and
religiosity to the understanding of the code of ethics of public accountants. The
higher the learning behavior of students it is expected that the higher the level of
understanding of the code of ethics of public accountants. Similarly, emotional
intelligence, student activities, gender and religiosity.
The results of the collection and processing of data showed that of the five
independent variables, three of which are learned behavior, emotional
intelligence, religiosity proved to be a positive influence on understanding the
code of ethics of public accountants. Meanwhile, two other variables, namely
student activities and gender has no effect on the code of ethics of public
accountants. R square calculation results obtained yield was 0.5097. The score
explained that the dependent variable in this study is understanding the code of
conduct of public accountants by 51% is explained by the independent variables
studied behavioral, emotional intelligence, student activities, gender and
religiosity. While the remaining 49% is explained by other variables outside the
research model.
Keywords: public accountant, code of ethics, learning behavior, emotional
intelligence, student activities, gender, religiosity, students' understanding of
the code of ethics of public accountants.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi yang terjadi di dunia saat ini, memaksa setiap individu, instansi
maupun suatu negara untuk menghadapi persaingan global yang semakin ketat.
Tidak heran jika saat ini masyarakat berlomba-lomba untuk menuntut ilmu
dengan alasan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya. Perguruan
tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan,
dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian (UU No. 2 tahun
1989, pasal 16 ayat 1).
Setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi maka peserta didik atau
yang biasa disebut dengan mahasiswa dipandang telah memiliki kemampuan
akademis dan profesional yang siap untuk memasuki dunia kerja, serta dapat
mengimplementasikan apa yang telah didapat dari bangku kuliah dan dapat
memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu,
pendidikan yang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang
berkualitas (Daryono. Dkk, 2003).
Sebagai mahasiswa Akuntansi, salah satu profesi yang akan digeluti nantinya
adalah sebagai Akuntan Publik. Akuntan merupakan profesi yang menuntut
individu untuk bekerja secara profesional yang tidak hanya memiliki pengetahuan
dan keterampilan saja, melainkan juga karakter. Karakter diri yang dicirikan oleh
ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya
(Ludigdo, 2007).
Etika merupakan aturan-aturan khusus yang harus ditaati oleh pihak yang
menjalankan profesi tersebut. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mendukung
profesionalisme Akuntan, pada tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah
mengesahkan etika profesional dengan diberi nama “Kode Etik Akuntan
Indonesia.” Kode etik Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku etika akuntan
dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya kepada publik, pemakai jasa
akuntan, dan rekan.Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi (IAI, 1998 dalam Ludigdo,
2007:58).
Kode etik diperlukan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Kode etik profesi merupakan salah satu upaya dari suatu
asosiasi profesi untuk menjaga integritas profesi tersebut agar mampu menghadapi
tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri atau pihak luar (Tugiman, 1997).
Berbagai kasus mengenai pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila
setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan untuk
menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan
pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Namun, yang terjadi saat ini banyak
profesi Akuntan Publik yang gagal dalam kinerjanya dikarenakan kurang
memahami kode etik Akuntan Publik, yang mengakibatkan munculnya berbagai
kasus.
Sebagai contohkasus yang terjadi di Indonesia yaitu kasus Sembilan KAP pada
tahun 2001, dimana KAP tersebut diduga melakukan kolusi dengan kliennya
antara tahun 1995-1997. Dalam kasus tersebut terdapat banyak pelanggaran kode
etik profesi akuntan, seperti tanggung jawab profesi, kepentingan publik,
obyektivitas serta standar teknis. Untuk mengatasi kasus-kasus pelanggaran kode
etik Akuntan Publik, maka pemerintah memberikan sanksi yang dapat berupa
denda maupun pencabutan izin praktik KAP yang bersangkutan melalui
Keputusan Menteri Keuangan.
Kasus lain yang terjadi adalah kasus laporan keuangan ganda Bank Lippo pada
tahun 2002 dimana salah satu laporan keuangan disampaikan oleh Kantor
Akuntan Publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan auditor Ruchjad
Kosasih. Kasus tersebut menyebabkan profesi akuntan mengalami krisis
kepercayaan dari masyarakat. Kasus serupa yang menyebabkan keraguan
masyarakat terhadap penggunaan jasa Akuntan Publik adalah kasus perusahaan
Enron dengan KAP Arthur Andersen pada tahun 2002. Oleh karena itu, terjadinya
berbagai kasus seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika
dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan (Triyuwono dan Ludigdo, 2006)
Dari uraian di atas didapati bahwa etika profesi Akuntan Publik sangat diperlukan
agar terhindar dari kasus-kasus yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
Akuntan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memahami persoalan etika diawali
dengan pendidikan yang benar pada mahasiswa. Sudibyo (1995) dalam
Khomsiyah dan Indriantoro (1998) mengemukakan bahwa dunia pendidikan
akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika auditor. Dalam
hal ini dapat dipahami bahwa sikap dan perilaku seorang Akuntan dapat diperoleh
melalui proses pendidikan di Perguruan Tinggi.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa tehadap
kode etik Akuntan Publik, hal ini akan berdampak pada perilaku mahasiswa kelak
sebagai seorang Akuntan Publik.Safitri (2010) dalam penelitian skripsi yang
berjudul Pengaruh Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, dan Aktivitas
Kemahasiswaan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan, diperoleh hasil bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik
Akuntan Publik adalah perilaku belajar, kecerdasan emosional dan aktivitas
kemahasiswaan.
Perilaku belajar merupakan sebuah aktivitas belajar. Setiap mahasiswa
memiliki perilaku belajar yang berbeda-beda, ada yang belajar dengan cara
mendengarkan, membaca maupun dengan cara menemukan. Metode belajar yang
dapat dilakukan oleh mahasiswa seperti mengikuti pelajaran, membaca buku teks,
mengunjungi perpustakaan serta dapat pula belajar dengan cara browsing
menggunakan internet yang ada pada gadget yang dimiliki mahasiswa, yang lebih
memudahkan untuk belajar dimanapun dan kapanpun. Namun, ada pula
mahasiswa yang tidak semangat dalam belajar, hanya mau belajar pada saat akan
ujian saja.
Aunurrahman (2012: 185) mendefinisikan bahwa kebiasaan belajar merupakan
perilaku belajar siswa yang telah berlangsung lama sehingga memberikan
karakteristik tertentu terhadap aktivitas belajarnya. Metode belajar mahasiswa
yang beragam tersebut akan berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa
nantinya dan dapat membentuk perilaku mahasiswa. Perbedaan perilaku belajar
mahasiswa tersebut dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa akuntansi
mengenai etika profesi akuntan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pemahaman kode etik Akuntan Publik
adalah kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional
cenderung dapat menciptakan optimis, ketangguhan, inisiatif dan beradaptasi
dengan lingkungannya sehingga membuat orang tersebut dengan mudah mencapai
keinginannya (Ludigdo, 2004). Kecerdasan emosional mampu melatih
kemampuan mahasiswa, yaitu kemampuan untuk mengenal diri (kesadaran diri),
mengelola emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, berhubungan
dengan orang lain atau empati (Goleman, 2002:57-59). Kemampuan-kemampuan
tersebut mendukung seorang mahasiswa akuntansi dalam mencapai tujuan dan
cita-citanya untuk menjadi seorang Akuntan Publik.
Selain kedua faktor di atas, ada pula faktor aktivitas kemahasiswaan.
Mahasiswa datang ke kampus tidak hanya untuk mengikuti kegiatan kuliah saja
namun dapat juga mengikuti berbagai macam kegiatan kemahasiswaan yang dapat
membentuk soft skills (social skills) individu. Dengan mengikuti berbagai macam
aktivitas secara tidak langsung akan mendorong mahasiswa untuk belajar
berorganisasi, memimpin dan dipimpin, berkomunikasi, serta menyelesaikan
berbagai macam permasalahan. Dengan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
yang menyenangkan di kampus, mahasiswa juga akan terdorong untuk merasa
senang untuk mengikuti perkuliahan. Kegiatan kemahasiswaan yang dapat diikuti
oleh mahasiswa di Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya menurut Safitri
(2010) seperti HMJA (Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi, BEM (Badan
Eksekutif Mahasiswa), Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan), Indikator,
LSME (Lingkar Studi Mahasiswa Ekonomi), AIESEC (Assosiation Internationale
des Etudiants en Sciences), CIES (Center for Islamic Economics Studies), EDC
(Economic Dance Club), dan EGO (Economic Goes to Opera).
Ketiga variabel dalam skripsi Safitri (2010) yang telah diuraikan di atas,
berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan
Publik, dan yang berpengaruh paling besar terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik adalah faktor perilaku belajar mahasiswa jika dibandingkan
dengan dua variabel bebas lainnya yaitu kecerdasan emosional dan aktivitas
kemahasiswaan. Namun yang menjadi kelamahan dalam penelitian ini adalah
jumlah sampel yang digunakan hanya 10% dari populasi, sehingga kondisi ini
belum dapat menggambarkan keadaaan yang sebenarnya. Selain itu, jawaban
responden yang kurang sungguh-sungguh menyebabkan hasil kurang
menggambarkan situasi sebenarnya. Dalam penelitian tersebut juga hanya
meneliti tiga variabel yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik Akuntan Publik dari sekian banyak variabel lain yang berpengaruh.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melanjutkan penelitian terdahulu
dan untuk memperbaiki kelemahannya. Untuk mengembangkan penelitian Safitri
(2010), digunakan variabel gender dan religiusitasdari penelitian yang dilakukan
oleh Hutahahean dan Hasnawati (2015)yang berjudul Pengaruh Gender,
Religiusitas dan Prestasi Belajar terhadap Perilaku Etis Akuntan Masa Depan.
Menurut penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh
interpersonal religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi. Faktor
gender dan prestasi belajar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
etis mahasiswa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel dari penelitian
Hutahahean dan Hasnawati (2015) yaitu variabel gender dan religiusitas,
sedangkan variabel lainnya yaitu prestasi belajar tidak digunakan di dalam
penelitian ini dikarenakan hasil penelitian Hutahahean dan Hasnawati (2015) yang
menyebutkan bahwa variabel prestasi belajar berpengaruh negatif terhadap
perilaku etis akuntan masa depan, Selain itu peneliti juga menganggap bahwa
variabel prestasi belajar tidak berhubungan dengan pemahaman terhadap kode etik
akuntan publik, dikarenakan sulit ditemukannya penelitian yang mendukung
bahwa prestasi belajar berpengaruh terhadap pemahaman kode etik akuntan
publik.
Peneliti menggunakan variabel gender meskipun di dalam penelitian
Hutahahean dan Hasnawati (2015) menyebutkan bahwa variabel gender
berpengaruh negatif terhadap perilaku etis akuntan masa depan. Peneliti
menggunakan variabel gender dikarenakan adanya penelitian yang mendukung
dari Wibowo (2010) yang menyebutkan bahwa gender berpengaruh positif
terhadap pemahaman kode etik, sehingga variabel gender digunakan peneliti
untuk melakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi pemahaman
mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.
Perbedaan gender antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan dapat
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku untuk memahami etika seseorang. Dalam
hal ini apakah laki-laki atau perempuan lebih sensitif dalam memahami etika
suatu profesi, dikarenakan laki-laki dan perempuan dapat memiliki respon
perilaku yang berbeda terhadap pemahaman suatu etika.
Selain itu, agama memiliki peran yang penting terhadap etika dalam
kehidupan sehari-hari yang mutlak yang dapat membentuk seluruh kehidupan
individu. Religiusitas dikenal memiliki pengaruh terhadap perilaku dan sikap
seseorang (Weaver dan Agle, 2002 dalam Lung dan Chai, 2010). Dalam hal ini
apakah tingkat religiusitas mahasiswa dapat berpengaruh terhadap pemahaman
kode etik Akuntan Publik, dikarenakan kode etik Akuntan Publik merupakan
suatu keharusan yang dilakukan seorang individu dalam menjalankan profesinya
agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak menyalahi aturan agama yang
dianutnya.
Pemahaman mengenai kode etik Akuntan Publik sangat diperlukan oleh
mahasiswa jurusan akuntansi, agar kelak ketika menjadi seorang Akuntan dapat
menjalankan tanggung jawab dengan profesional tertinggi dan terhindar dari
berbagai macam kasus mengenai pelanggaran kode etik. Pemahaman mahasiswa
terhadap kode etik pada saat di bangku kuliah juga dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang perlu untuk diketahui. Oleh karena itu pada penelitian ini
akan diteliti mengenai faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemahaman
mahasiswa mengenai kode etik Akuntan Publik, yang akan berdampak di masa
depan ketika menjadi seorang Akuntan.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Safitri (2010) dengan
menggabungkan beberapa variabel dari penelitian Hutahahean dan Hasnawati
(2015) yaitu gender dan religiusitas. Perbedaan penelitian ini dari penelitian
sebelumnya adalah bahwa pada penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik Akuntan Publik, dengan obyek penelitian Mahasiswa Strata Satu Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis termotivasi
untuk melakukan penelitian yang diberi judul “FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP KODE
ETIK AKUNTAN PUBLIK” (Studi pada Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti yaitu sebagai berikut:
1. Apakah faktor perilaku belajar berpengaruh terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik?
2. Apakah faktor kecerdasan emosional berpengaruh terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik?
3. Apakah faktor aktivitas kemahasiswaan berpengaruh terhadap pemahaman
kode etik Akuntan Publik?
4. Apakah faktor gender berpengaruh terhadap pemahaman kode etik Akuntan
Publik?
5. Apakah faktor religiusitas berpengaruh terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai di
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku belajarterhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor kecerdasan emosional terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik.
3. Untuk mengetahuipengaruh faktor aktivitas kemahasiswaan terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik.
4. Untuk mengetahui pengaruh faktor gender terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik.
5. Untuk mengetahui pengaruh faktor religiusitas terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa
terhadap kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis, adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis:
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
memberikan sumbangan informasi bagi para ilmuan ekonomi sehingga dapat
memperkaya dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang akuntansi.
2. Manfaat secara praktis:
a. Bagi Mahasiswa
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
mahasiswa sebagai peneliti selanjutnya mengenai pembuatan skripsi, dan
memberikan gambaran mengenai kode etik Akuntan Publik.
b. Bagi Universitas
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya hasil-
hasil penelitian, khususnya dalam bidang akuntansi yang berkaitan dengan etika
profesi akuntan sehingga dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.
c. Bagi Masyarakat Luas
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik akuntan publik ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dan
pengetahuan mengenai etika profesi akuntan dimana pengetahuan didapat selama
berada di dalam bangku perkuliahan.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
isi skripsi ini, pembahasan dilakukan secara komprehansif dan sistematik
meliputi:
BAB I: Pendahuluan
Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Merupakan bab yang berisi tentang landasan teori sebagai kerangka acuan
pemikiran dalam pembahasan masalah yang akan diteliti dan sebagai dasar
analisis yang diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan panelitian ini,
kerangka pikir teoritis dan hipotesis.
BAB III: Metode Penelitian
Merupakan bab yang menjelaskan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang
terangkum dalam bab ini antara lain variabel penelitian termasuk pengukurannya
dan definisi operasionalnya, jenis dan sumber data, serta metode analisis yang
digunakan.
BAB IV: Analisis dan Pembahasan
Merupakan bab yang menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan.
Hasil penelitian berupa gambaran umum obyek penelitian, deskripsi data
penelitian dan responden, uji validitas dan reabilitas, uji statistik, analisis data
penelitian dan pembahasan.
BAB V: Penutup
Merupakan bab yang menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang diberikan
peneliti terhadap penelitian yang telah dilakukan yang disajikan secara singkat
dan jelas agar dapat memberikan manfaat dan pengetahuan serta dapat
dikembangkan menjadi bahan kajian penelitian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh
Safitri (2010) dengan judul “Pengaruh Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional,
dan Aktivitas Kemahasiswaan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan”. Hasil
penelitian Safitri (2010) mengatakan bahwa perilaku belajar, kecerdasan
emosional, dan aktivitas kemahasiswaan berpengaruh terhadap pemahaman
mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik.
Pengaruh perilaku belajar terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik
Akuntan Publik dapat dibuktikan dengan sikap mahasiswa yang memiliki perilaku
belajar yang baik sehingga dapat mendukung keberhasilannya menjadi calon
Akuntan Publik professional, yaitu akuntan publik yang memahami dan
menerapkan kode etik dalam melaksanakan tugas profesinya.
Kecerdasan emosional juga berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa
terhadap kode etik Akuntan Publik, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya
beberapa sikap yang ditunjukkan oleh responden seperti sikap mandiri dan tidak
mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang bersifat negatif dan dapat
merugikan diri sendiri. Selain itu juga memiliki sikap mengerti apa yang menjadi
tujuan hidupnya, tidak mudah berputus asa serta selalu memiliki motivasi hidup,
sehingga hasil tersebut merupakan indikator bahwa mahasiswa memiliki
kecerdasan emosional yang bagus, yang berkontribusi terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
Selain perilaku belajar dan kecerdasan emosional, ada pula aktivitas
kemahasiswaan yang berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik Akuntan Publik, hal ini dapat dibuktikan dengan mengikuti kegiatan
kemahasiswaan, maka pengalaman hidup para mahasiswa menjadi bertambah.
Pengalaman hidup ini banyak dipetik melalui berbagai kegiatan kemahasiswaan,
misalnya sikap tanggung jawab, cara berkomunikasi dengan orang lain, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Melalui berbagai sikap mahasiswa dapat dilatih untuk
menjadi seorang Akuntan Publik yang dapat bekerja secara profesional, karena
semakin meningkat aktivitas mahasiswa maka akan semakin tinggi tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan.
Untuk mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2010),
digunakan beberapa variabel dari penelitian yang dilakukan Hutahahean dan
Hasnawati (2015) dengan judul “Pengaruh Gender, Religiusitas dan Prestasi
Belajar terhadap Perilaku Etis Akuntan Masa Depan”. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap perilaku
etis mahasiswa akuntansi. Faktor gender dan prestasi belajar tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa.
Variabel yang akan digunakan untuk mengembangkan penelitian Safitri (2010)
adalah variabelgender dan religiusitas. Dalam hal ini perlu diketahui apakah
gender berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan
Publik, mahasiswa laki-laki atau perempuankah yang lebih sensitif dalam
memahami etika profesi, dikarenakan laki-laki dan perempuan dapat memiliki
respon perilaku yang berbeda terhadap pemahaman suatu etika profesi.
Selain faktor gender, perlu diketahui juga apakah tingkat religiusitas mahasiswa
dapat berpengaruh terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, dikarenakan
kode etik Akuntan Publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang
individu dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang
tidak menyalahi aturan agama yang dianutnya.
Memahami kedua hal yaitu gender dan religiusitas, maka peneliti terinspirasi
untuk menggunakannya sebagai variabel dalam mengembangkan penelitian Safitri
(2010) dengan variabel perilaku belajar, kecerdasan emosional dan aktivitas
kemahasiswaan, dimana kelima variabel tersebut berpengaruh positif terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik. Dengan demikian penelitian ini
merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk
mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa
mengenai kode etik Akuntan Publik.
2.2 Perilaku Belajar
Pengertian mengenai perilaku belajar sangat beragam tergantung pada
pandangan setiap orang. Perilaku adalah suatu perbuatan, aktivitas atau respon,
baik itu berupa reaksi, tanggapan, jawaban, atau balasan yang dilakukan oleh
suatu makhluk.
Menurut Walgito (2005), perilaku adalah suatu aktivitas yang mengalami
perubahan dalam diri individu. Perubahan itu didapat dalam segi kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Sedangkan pengertian belajar menurut Hanifah dan Syukry
(2001) menyatakan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang kompleks
dilakukan oleh orang dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi
mengerti untuk memperoleh perubahan tingkah laku menjadi lebih baik secara
keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungan.
Suwardjono (1991) menyatakan belajar di perguruan tinggi merupakan suatu
pilihan strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara
belajar dan sikap mahasiswa terhadap belajar dipengaruhi oleh kesadaran adanya
tujuan individu dan tujuan lembaga pendidikan. Kuliah adalah tempat untuk
mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri.
Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian. Jika
proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari
proses tersebut (Prasetyo, 2013).
Suwardjono (1991) juga menyatakan bahwa perilaku belajar sebagai kegiatan
individual, kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan
individual tertentu. Menurut Surachmand (dalam Hanifah, 2001), perilaku belajar
yang baik terdiri dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan memantapkan
pelajaran, kebiasaan membaca buku, kebiasaan menyiapkan karya tulis dan
kebiasaan menghadapi ujian. Dengan memiliki kebiasaan-kebiasaan tersebut
maka seorang mahasiswa mampu memperoleh prestasi akademik yang baik.
Untuk meningkatkan kebiasaan belajar yang baik, sebaiknya lebih dulu
menggariskan berapa lama waktu yang digunakan untuk belajar, bagaimana
membagi waktu belajar, kapan dan dimana belajar, seberapa baik berkonsentrasi
dan bagaimana sikap dan metode yang digunakan dalam perilaku belajar
merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak
memahami sesuatu menjadi memahaminya karena adanya interaksi individu
dengan lingkungannya sehingga mencapai tujuan yang diinginkan individu
tersebut.
Sedangkan Safitri (2010) menyatakan bahwa perilaku belajar adalah proses
panjang seseorang dari lahir hingga meninggal untuk belajar mengatur perasaan,
nafsu dan emosi, juga bagaimana seseorang untuk belajar berinteraksi dengan
sekitar dan menyesuaikan diri dengan norma, adat, dan peraturan yang berlaku di
masyarakat. Peneliti sependapat dengan pernyataan tersebut karena dengan
individu belajar untuk mengatur perasaan, nafsu, emosi, berinteraksi dengan
lingkungan serta norma dan peraturan yang berlaku, maka individu tersebut akan
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku
dan kemampuan bereaksi dari semula tidak memahami sesuatu menjadi
memahaminya sehingga akan mancapai tujuan yang diinginkan individu tersebut.
2.3 Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Septiana, 2014).
Salovey dan Mayer (dalam Septiana, 2014), mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan
maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat
membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Menurut Goleman (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baikpada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut dibagi
menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola emosi,
memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, dan berhubungan dengan orang
lain (empati).
Pendapat lain dikemukakan oleh Cooper dan Sawaf (2002), kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan dan
kepekaan emosi sebagai sumber energy, informasi, koneksi, dan pengaruh yang
manusiawi.
Proses belajar mengajar di perguruan tinggi dalam berbagai aspeknya sangat
berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini
mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk
mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri,
kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan
mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati
yang relatif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.
Kemampuan-kemampuan tersebut mendukung seorang mahasiswa dalam
mencapai tujuan dan cita-citanya.
Menurut Septiana (2014), kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar
mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan untuk
menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam
kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Dari beberapa pendapat diatas peneliti sependapat dengan pendapat Goleman
(2003), bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain. Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai dengan usia dan
pengalaman individu mulai anak-anak hingga dewasa. Jika kemampuan-
kemampuan tersebut dimiliki oleh individu maka akan dapat mendukung individu
dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.
2.4 Aktivitas Kemahasiswaan
Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan mahasiswa adalah orang yang menempuh
pendidikan di perguruan tinggi, baik di universitas, institute maupun akademi.
Menurut kamus Bahasa Indonesia (2008), definisi mahasiswa adalah orang yang
belajar di perguruan tinggi, setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah
tingat menengah. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat
disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).
Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010) mahasiswa merupakan anggota
masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:
1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi,
sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
2. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat
bertindak sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses
modernisasi.
4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan
professional.
Mahasiswa dinilai mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan
dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak
dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap
mahasiswa, sehingga dapat saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia yang
tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi (Siswoyo, 2007).
Aktivitas kemahasiswaan biasanya disebut dengan Organisasi
kemahasiswaan. Organisasi Kemahasiswaan merupakan bentuk kegiatan di
perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa (Sukirman, 2004). Organisasi tersebut merupakan wahana dan sarana
pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan , peningkatan ilmu dan
pengetahuan, serta integritas kepribadian mahasiswa. Organisasi mahasiswa juga
sebagai wadah pengembangan kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa di perguruan
tinggi yang meliputi pengembangan penalaran, keilmuan, minat, bakat dan
kegemaran mahasiswa itu sendiri (Sudarman, 2004).
Menurut Safitri (2010), aktivitas kemahasiswaan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh sekelompok mahasiswa untuk mengembangkan minat dan
bakatnya dalam bidang seni dan olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi
termasuk teknologi komunikasi, keagamaan, dan jurnalistik yang diharapkan
selain dapat meningkatkan minat dan bakatnya, mahasiswa mampu memiliki
sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap
lingkungan social, berkepribadian baik, berintelektual dan berakhlak mulia.
Aktivitas kemahasiswaan yang ada di Jurusan Akuntansi Universitas
Brawijaya Malang yang dapat diikuti oleh mahasiswa Akuntansi seperti HMJA
(Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa),
Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan), Indikator, LSME (Lingkar Studi
Mahasiswa Ekonomi), AIESEC (Assosiation Internationale des Etudiants en
Sciences), EDC (Economic Dance Club), dan EGO (Economic Goes to Opera).
Berikut penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut:
1. HMJA (Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi)
HMJA merupakan sebuah wadah yang menampung aspirasi, minat, bakat,
dan keinginan yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi. HMJA beranggotakan
mahasiswa akuntansi yang ada di Universitas Brawijaya dan berada langsung
di bawah Pembantu Dekan III (bagian kemahasiswaan).
2. BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)
BEM merupakan lembaga independen yang berwenang atas penyelesaian
berbagai macam persoalan mahasiswa.
3. Forstiling (Forum Studi Islam dan Lingkungan)
Forstiling merupakan lembaga Otonom Mahasiswa FEB UB yang memiliki
tujuan untuk mencetak generasi yang professional, intelektual, cerdas, kreatif,
dan berakhlak mulia.
4. Indikator
Indikator merupakan sebuah lembaga pers mahasiswa FEB UB di bidang pers
dan jurnalistik. Selain itu Indikator juga aktif dalam menyelenggarakan
berbagai kegiatan edukatif seperti workshop, pendidikan dan pelatihan
jurnalistik, seminar regional atau nasional dan berbagai macam aktivitas lain
untuk pengembangan orgasisasional lebih lanjut.
5. LSME (Lingkar Studi Mahasiswa Ekonomi)
LSME merupakan lembaga yang memiliki kegiatan untuk menganalisa dan
menyingkap fenomena social masyarakat yang teraplikasi dalam kegiatan-
kegiatan seperti diskusi ilmiah, pembuatan karya ilmiah, penelitian,
pendidikan, dan pelatihan yang bertujuan untuk membina, meningkatkan dan
mengembangkan kepekaan social serta penalaran mahasiswa dalam rangka
mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
6. AIESEC (Assosiation Internationale des Etudiants en Sciences)
AIESEC adalah learning organization based on exchange. Learning
organization yang dimaksud adalah AIESEC menyediakan tempat untuk
belajar bagi anggotanya dan pembelajaran itu diwujudkan dalam bentuk
latihan misalnya marketing skill, leadership, communication skill, dan
sebagainya. Kemudian pembelajaran tersebut diarahkan pada pertukaran yang
difasilitasi oleh AIESEC dalam bentuk magang atau bekerja di luar negeri.
7. EDC (Economic Dance Club)
EDC merupakan lembaga kemahasiswaan yang berfokus pada pengembangan
potensi diri, khususnya pada seni tari. Selain aktivitas intern, EDC juga
mengikuti berbagai macam event, yang nantinya akan meningkatkan kualitas
EDC dalam bentuk prestasi.
8. EGO (Economics Goes to Opera)
EGO merupakan lembaga kemahasiswaan yang memberikan wadah dan
kesempatan kepada mahasiswa FEB UB untuk mengekspresikan dan
mengambangkan diri khususnya pada seni teater. EGO memiliki misi untuk
memberikan proses pembelajaran keorganisasian yang pengkaderisasian
anggotanya dan untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya
anggota dibidang seni teater dan keorganisasian.
Berdasarkan paparan di atas mengenai aktivitas kemahasiswaan maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan kemahasiswaan meliputi penalaran, keilmuan, minat,
bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh mahasiswa di tingkat jurusan,
fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk memperluas wawasan, ilmu dan
pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti memiliki sikap
kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap lingkungan
sosial, berintelektual dan berakhlak mulia. Setelah hal tersebut diperoleh
diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya, sehingga kegiatan
kemahasiswaan tidak menjadi faktor penghambat dalam memperoleh prestasi
belajar yang baik. Namun sebaliknya, menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
2.5 Gender
Menurut Fakih (2006), mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun kultural. Selain itu, istilah gender merujuk pada
karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan.
Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan
biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya
menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004).
Pengertian lain dari gender menurut Ferijani dan Mareta (2003) dalam Metta
Suliani (2010) adalah interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin
dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender di antara laki-
laki dan perempuan dibentuk oleh suatu proses yang sangat panjang.
Pembentukan perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya,
melalui sosialisasi, budaya yang berlaku, serta kebiasaan-kebiasaan yang ada
(Indriantoro dalam Kristhy, 2011).
Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk
menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat
bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Gender
merupakan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan jaman.
Perbedaan gender dapat membentuk persepsi yang berbeda sehingga
mempengaruhi sikap yang berbeda pula antara laki-laki dan perempuan dalam
menanggapi etika profesi akuntan.Menurut Dellaportas et al.,(2005), mengatakan
bahwa akuntan perempuan dan mahasiswa akuntansi perempuan memiliki nilai
yang lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut tampak pada kemampuan
penalaran moral dari akuntan perempuan yang secara fundamental berbeda dari
akuntan laki-laki. Penyebab perbedaan ini tidak diketahui, tetapi Gilligan (1982)
dalam Dellaportas et al. (2005) berpendapat bahwa perkembangan sosial laki-laki
disorot oleh rasa invidualitas, sementara perkembangan sosial perempuan
menekankan hubungan antara orang-orang didorong oleh hubungan dan
kewajiban kepada orang lain yang dikenal sebagai kepedulian etika. Pengakuan
hubungan dan tanggung jawab oleh perempuan lebih menonjol dalam keputusan
etis yang mereka buat daripada laki-laki.
Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Chung and
Monroe (2001) dalam Wibowo (2010), yang menyebutkan bahwa perempuan
dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang
kompleks disbanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki
kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan. Dalam
hal ini laki-laki dinyatakan relatif kurang mendalam dalam menganalisis inti dari
suatu keputusan.
Dari paparan di atas peneliti sependapat dengan pernyataan Rahmawati
(2004), bahwa gender merupakan karakteristik dan ciri-ciri sosial yang
diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang
diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga
pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau
perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab
antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi yang berbeda.
Perbedaan persepsi tersebut dapat membentuk sikap yang berbeda antara laki-laki
dan perempuan dalam menanggapi etika profesi akuntan publik.
2.6 Religiusitas
Religiusitas berakar dari kata (Religio, Bahasa latin, religion, Bahasa Inggris),
agama dan din (al-Din, Bahasa Arab). Walaupun secara etimologis memiliki arti
sendiri namun secara terminologis dan teknis istilah tersebut berinti makna sama.
Religi sendiri berasal dari kata re dan ligare artinya menghubungkan kembali yang
telah putus, yaitu menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan
manusia yang telah terputus oleh dosa-dosanya (Arifin, dalam Mahmuddah,
2011). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) religiusitas
berarti pengabdian terhadap agama atau kesalehan.
Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan
sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa
pelaksanaan ibadah dan kaidah dan sebarapa dalam penghayatan atas agama Islam
(Nashori dan Mucharam, 2002). Terkait dengan religiusitas Islam, kualitas
religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah Allah SWT secara
menyeluruh dan optimal. Agar hal tersebut dapat tercapai maka diperlukan iman
dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi Islam sebagai
rahmat seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan.
Hutahahean dan Hasnawati (2015) menyebutkan bahwa keyakinan agama
seseorang memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan etis karena
nilai-nilai dan standar pribadi yang sering berhubungan dengan latar belakang
agama seseorang. Artinya bahwa agama seseorang sudah memiliki aturan-aturan
yang harus dipatuhi oleh penganut agama tersebut.Religiusitas individu mampu
berperan sebagai faktor-faktor yang membedakan dengan individu yang lain,
maka itu akan menimbulkan konsekuensi dari perbedaan dalam pencapaian
perilaku, sehingga sikap dan perilaku sebagai akibat dari religiusitas akan
mendorong orang untuk bertindak dalam kinerja yang proaktif, inovatif, dan
unggul (Fauzan, 2015).
Selanjutnya, Ancok dan Suroso (1995) mengemukakan bahwa keberagamaan
atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Religiusitas
Islam meliputi dimensi jasmani dan rohani, fikir dan dzikir, aqidah dan ritual,
peribadatan, pengahayatan dan pengalaman, akhlak, individu dan kemasyarakatan,
serta duniawi dan akhirat, sehingga pada dasarnya religiusitas Islam meliputi
seluruh dimensi dan aspek kehidupan. Untuk mengukur religiusitas tersebut,
dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan), syariah
(praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan syariah)
dan pengalaman atau penghayatan. (Ancok dan Suroso, 1995).
Menurut Jalaluddin (2005), seseorang dikatakan memiliki perilaku
religiusitas jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam perilaku dan tingkah laku.
3. Berperilaku positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha
untuk mempelajari dan mendalami pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan tanggung jawab diri
hingga sikap religiusitas merupakan dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas
pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap religiusitas dengan kehidupan sosial,
sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial sudah berkembang.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas
merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan keyakinannya
terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang diwujudkan dalam
berbagai sisi kehidupan manusia dengan mematuhi perintah dan menjauhi
larangan-Nya dengan hati ikhlas dan dengan seluruh jiwa dan raga. Ancok dan
Suroso (1995) menyatakan bahwa untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang
tersebut, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan),
syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan
syariah) dan pengalaman atau penghayatan.Penulis sependapat dengan pernyataan
tersebut karena Islam merupakan agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan di
dunia maupun di akhirat.
2.7 Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik
2.7.1 Pemahaman
Beberapa definisi mengenai pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar,
sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Zul, Fajri &
Senja, 2008). Menurut Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012), pemahaman
adalah kemampuan sesorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang
dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau
mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.
Sedangkan menurut Benjamin S. Bloom (Sudijono, 2009), pemahaman
(Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami
sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, dengan kata lain memahami
adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Dapat
disimpulkan bahwa seorang pelajar dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan mengenai hal yang ia pelajari dengan menggunakan
bahasanya sendiri, terlebih jika ia dapat memberikan contoh mengenai apa yang ia
pelajari dengan permasalahan yang ada di sekitarnya.
2.7.2 Etika
Pengertian mengenai Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari
kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab (Wikipedia, 2015). Menurut Bertens
(2007), definisi etika dapat terbagi menurut tiga sudut pandang, yaitu etika
sebagai praksis, etika sebagai refleksi, dan etika sebagai ilmu. Berikut penjelasan
mengenai tiga sudut pandang tersebut:
1. Etika sebagai praksis
Etika sebagai praksis adalah nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh
dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya
dipraktekkan. Sehingga etika dalam sebagai praksis dapat dikatakan sebagai
apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma
moral yang dengan kata lain etika dalam sudut pandang praksis berarti moral
atau moralitas.
2. Etika sebagai refleksi
Etika sebagai refleksi berarti pemikiran moral. Dengan demikian maka dalam
sudut pandang refleksi, kita berfikir tentang apa yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai
praksis atau mengambil praksis etis sebagai obyeknya. Etika sebagai refleksi
menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang. Etika dalam sudut
pandang ini dapat dijalankan pada taraf popular maupun ilmiah.
3. Etika sebagai Ilmu
Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi ini sama
panjangnya dengan sejarah seluruh filsafat, karena etika dalam cabang ini
merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu yang sering
disebut sebagai filsafat moral atau etika filosofis.
Pengertian lain mengenai etika menurut Sukamto (1991) dalam Suraida
(2005), adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang
diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu. Definisi etika
secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) dalam Suraida (2005) adalah “ a
set of moral principles or values”. Prinsip-prinsip etika tersebut (yang dikutip dari
The Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity,
promise keeping, loyality, fairness, caring for others, responsible citizenship,
persuit of excellent and accountability.
Dalam perkembangannya, etika sangat mempengaruhi kehidupan manusia
dengan memberikan orientasi bagaimana untuk menjalani hidup melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk dapat mengambil
sikap atau keputusan secara tepat mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan
sehingga etika dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
2.7.3 Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam Bahasa Inggris “Profess”,
yang dalam Bahasa Yunani adalah "Επαγγελια",yang bermakna: janji untuk
memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen
(Wikipedia, 2016).
Profesi merupakan perkerjaan yang didalamnya memerlukan keahlian khusus
dalam bidang pekerjaannya, keahlian tersebut diperoleh dari pendidikan yang
diikuti dengan pengalaman praktik kerja lapangan. Profesi sudah pasti menjadi
sebuah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah sebuah profesi, karena
profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan
lainnya. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai
suatu ketentuan, sedangkan pekerjaan tidak memiliki aturan seperti itu.
2.7.4 Akuntan
Akuntan adalah suatu gelar profesi yang pemakaiannya dilindungi oleh
peraturan (UU No. 34 tahun 1945). Peraturan ini mengatakan bahwa gelar akuntan
hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari
perguruan tinggi yang diakui menurut peraturan tersebut dan telah terdaftar pada
Departemen Keuangan yang dibuktikan pemberian nomor register. Apabila
seseorang telah lulus dari pendidikan tinggi dimaksud tidak terdaftar maka yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan tersebut bukan akuntan. Oleh sebab itu,
semua “akuntan yang resmi” mempunyai nomor register (Regar, 2007). Dengan
kata lain, seseorang berhak menyandang gelar Akuntan bila telah memenuhi
syarat seperti telah menempuh pendidikan Sarjana Jurusan Akuntansi dari
Fakultas Ekonomi Perguruan Tinggi yang telah diakui menghasilkan gelar
Akuntan atau Perguruan Tinggi swasta yang berafiliasi ke salah satu perguruan
tinggi yang telah berhak memberikan gelar Akuntan. Selain itu juga telah
mengikuti Ujian Nasional Akuntansi (UNA) yang diselenggarakan oleh
konsorsium Pendidikan Tinggi Ilmu Ekonomi yang didirikan dengan SK
Mendikbud RI tahun 1976.
Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003),
profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di
bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan public, akuntan intern yang
bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik. Berikut penjelasan mengenai profesi
akuntan:
1. Akuntan Publik (Public Accountants)
Akuntan publik yang disebut juga dengan akuntan eksternal adalah akuntan
independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu.
Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan publik.
Seorang Akuntan yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah yang
bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP), jika seorang Akuntan
mendirikan sebuah kantor akuntan maka harus memperoleh izin dari
Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik juga dapat melakukan
pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa konsultasi
manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2. Akuntan Intern (Internal Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau
organisasi. Akuntan intern disebut juga dengan akuntan perusahaan atau
akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari staf
biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan.
Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan
keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada
pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan
dan pemeriksaan intern.
3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga
pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi,
melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun
kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
2.7.5 Etika Profesi
Etika Profesi mencakup perilaku untuk orang-orang professional yang
dirancang baik untuk tujuan praktis maupun untuk tujuan idealistis. Oleh karena
itu kode etik harus realistis dan dapat dipaksakan. Agar bermanfaat, kode etik
seyogyanya harus lebih tinggi dari undang-undang, tetapi di bawah ideal
(Haryono, 2005). Etika profesional ditetapkan oleh suatu organisasi bagi para
anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip-prinsip perilaku profesional
lebih keras daripada yang diminta oleh undang-undang. Prinsip-prinsip tersebut
telah dirumuskan dalam bentuk kode etik. Kode etik umumnya termasuk dalam
norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat,
maka termasuk dalam kategori norma hukum. Kode etik merupakan pola aturan
atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan dari kode etik adalah agar
profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakainya. Adanya kode
etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Prinsip-prinsip etika profesi menurut Isnanto (2009) adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab, yang meliputi:
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya.
Tanggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang
lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan
diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya.
2.7.6 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Etika profesi Akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat
dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI
di sisi lainnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
pedoman dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
Etika professional bagi praktik akuntan Indonesia disebut kode etik (Simamora,
2002).
Menurut Baidaie (2000) dalam Ludigdo (2007), secara lebih luas kode etik profesi
merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi eksistensi profesi dan
sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi
kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling
baik bagi masyarakat. Terdapat beberapa keuntungan dari adanya kode etik yang
telah disebutkan oleh Mathews dan Perrera (1991) dalam Ludigdo (2007), yaitu:
1. Para profesional akan lebih sadar tentang aspek moral dari
pekerjaannya.
2. Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat diakses secara lebih
mudah.
3. Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang
konkret dan dapat diaplikasikan ke segala situasi.
4. Anggota sebagai suatu keseluruhan akan bertindak dalam cara yang
lebih standar pada garis profesi.
5. Menjadi suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan
kebijakan profesi.
6. Anggota akan menjadi dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri.
7. Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya
atas kebijakan-kebijakan etisnya.
8. Anggota dapat menjustifikasi perilakunya jika dikritik.
Dalam kongresnya pada tahun 1973, untuk pertama kalinya Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) menyusun kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia. Kode Etik
Akuntan Indonesia mengalami beberapa kali penyempurnaan pada saat
berlangsungnya Kongres IAI pada tahun 1986, 1990, dan 1994. Penyempurnaan
terakhir dilakukan ketika berlangsungnya Kongres IAI pada tanggal 23-25
September 1998 di Jakarta. Berdasarkan hasil Kongres IAI pada tahun 1998
tersebut, Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri atas tiga bagian yaitu prinsip
etika,aturan etika, dan interpretasi aturan etika (Simamora, 2002)
Prinsip Etika Akuntan adalah prinsip yang harus ditaati oleh semua anggota
IAI. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional olehpara anggota profesi kepada publik,
pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan
perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku
terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Prinsip Etika Akuntan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
memuat 8 prinsip etika (Standar Profesional Akuntan Publik, 2001), yaitu:
1. Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peranpenting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota
mempunyaitanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota jugaharus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan
anggota untukmengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan
masyarakat, danmenjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya
sendiri.
2. Kepentingan Publik
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik,
danmenunjukkan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu
profesiadalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegangperan yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiridari klien, kreditor, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dankeuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
objektivitas dan integritasakuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib.Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan
terhadap kepentinganpublik. Kepentingan profesi akuntan adalah untuk
membuat pemakai jasa akuntanpaham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan
prestasi tinggi dan sesuai denganpersyaratan etika yang diperlukan untuk
mencapai tingkat prestasi tersebut.
3. Integritas
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
Integritasadalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dankepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritasdapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yangjujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip. Integritasmengharuskan anggota untuk menaati baik
bentuk maupun jiwa standar teknis danetika. Integritas juga mengharuskan
anggota untuk mengikuti prinsip objektivitasdan kehati-hatian profesional.
4. Objektivitas
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai
anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan.Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas
jasa yang diberikananggota. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harusmenunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagaiseorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitaskeuangan dan manajemennya di industri, pendidikan,
danpemerintah. Merekajuga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin
masuk kedalam profesi.Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannyadan memelihara objektivitas.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat
yangdiperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperolehmanfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik,legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-
hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengankompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyaikewajiban untuk melaksanakan jasa profesional
dengan sebaik-baiknya sesuaidengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengantanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untukmemberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi
masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman, dan
pertimbanganyang diperlukan memadai tanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang
diperolehselama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
7. Perilaku professional
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten
selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang
dapatmendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudantanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota
yang lain, staf,pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan
mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan
dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan AkuntansiIndonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, danperaturan perundang-undangan yang relevan.
Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan
ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sector public,
aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-
KASP). Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang
penyusunannya mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang
diterbitkan oleh The International Federation of Accountants (IFAC). Berikut ini
yang merupakan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik (Standar Profesional
Akuntan Publik, 2001):
1. Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana
diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh IAI.
2. Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas
dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh
membiarkan faktor salah saji material.
Interpretasi Aturan Etika Akuntan adalah interpretasi yang dikeluarkan pengurus
kompartemen untuk menanggapi anggota–anggota dan pihak–pihak yang
berkepentingan, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dikmaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
2.8 Mahasiswa Akuntansi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), mahassiswa didefinisikan
sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi. Sedangkan akuntansi adalah seni
pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu
transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi. Jadi, yang dimaksud mahasiswa
akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang sedang atau telah menempuh
mata kuliah akuntansi dan etika bisnis untuk mahasiswa semester akhir atau
senior. Persyaratan ini didasarkan pada asumsi bahwa para mahasiswa akuntansi
untuk mahasiswa semester akhir atau senior telah mempunyai pemahaman
mengenai prinsip-prinsip etika dalam Kode Etik IAI.
2.9Keterkaitan antara Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas
Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas dengan Pemahaman Kode Etik
Akuntan Publik.
Perilaku belajar merupakan merupakan suatu proses yang dialami individu untuk
belajar mengatur perasaan, nafsu, emosi serta penyesuaian diri dengan norma
yang berlaku di masyarakat guna memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak
memahami sesuatu menjadi memahaminya karena adanya interaksi individu
dengan lingkungannya sehingga mencapai tujuan yang diinginkan individu
tersebut. Perilaku belajar setiap individu berbeda-beda sehingga hasilnyapun juga
akan berbeda. Perbedaan perilaku belajar dapat mempengaruhi pemahaman
individu mengenai suatu hal yang dipelajari.
Keterkaitan antara perilaku belajar dengan pemahaman kode etik Akuntan Publik
adalah seorang akuntan harus benar-benar memahami etika profesi dan memenuhi
tanggung jawab profesionalnya terhadap publik, pemakai jasa akuntan dan rekan.
Pemahaman tersebut dapat diperoleh melalui proses pendidikan yang tinggi yang
akan menghasilkan seorang akuntan yang kompeten. Selain memahami etika
profesi, akuntan juga diharuskan untuk memahami standar teknis dan standar
professional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International
Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan
yang relevan. Dengan memahami semua hal tersebut maka seorang akuntan akan
dapat terhindar dari kasus-kasus pelanggaran etika seperti yang telah terjadi.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan
kemampuan untuk membina hubungan kerjasama dengan orang lain.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat mendukung individu dalam mencapai
tujuan dan cita-citanya. Jika dikaitkan dengan pemahaman kode etik akuntan
publik, kemampuan tersebut dapat berkontribusi pada sikap profesional seorang
Akuntan Publik yang mengacu pada 8 prinsip Etika Akuntan yaitu tanggung
jawab profesi, kepentingan public, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-
hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis.
Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan yang dilakukan mahasiswa selain
kuliah yang dapat berkontribusi pada kegiatan yang dilakukan di dalam kantor
akuntan publik. Kegiatan tersebut akan membentuk soft skills (social skills)
individu seperti belajar berorganisasi, memimpin dan dipimpin, berkomunikasi,
serta menyelesaikan berbagai macam permasalahan, sehingga pada saat menjadi
seorang akuntan sikap tersebut telah dimilikinya.
Gendermerupakan perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang dapat dilihat dari segi nilai dan tingkah laku untuk
memahami etika seseorang. Keterkaitan gender dengan pemahaman mengenai
kode etik Akuntan Publik adalah perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan dapat membentuk sikap atau respon yang berbeda dalam menanggapi
etika profesi akuntan publik.
Religiusitas merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan
keyakinannya terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang
diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga
dalam hal ini agama memiliki peran yang penting terhadap etika dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat membentuk seluruh kehidupan individu. Keterkaitan
religiusitas dengan pemahaman mengenai kode etik Akuntan Publik adalah kode
etik Akuntan publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang akuntan
dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak
menyalahi aturan agama yang dianutnya.
Mencermati paparan di atas, maka dapat dapat disimpulkan bahwa terdapat
keterkaitan antara perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas
kemahasiswaan, gender dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan
Publik. Pemahaman inilah yang memdasari kerangka berpikir dalam penelitian
ini.
2.10 Kerangka Dasar Penelitian
Kerangka dasar penelitian ini adalah hasil dari penggabungan variabel antara dua
penelitian terdahulu yang menguji tentang pengaruh perilaku belajar, kecerdasan
emosional, aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik akuntan
publik (Safitri, 2010) dan juga pengaruh gender, religiusitas, dan prestasi belajar
terhadap perilaku etis akuntan masa depan (Hutahahean dan Hasnawati, 2015).
Peneliti menggabungkan beberapa variabel independen yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel dependen berdasarkan kedua penelitian tersebut.
Peneliti menguji pengaruh perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas
kemahasiswaan, gender, dan religiusitas terhadap pemahaman kode etik akuntan
publik. Peneliti melakukan penelitian untuk mencari bukti empiris tentang
keterkaitan antara kelima variabel tersebut terhadap pemahaman mahasiswa
mengenai kode etik akuntan publik. Adapun model penelitian ini dijelaskan
sebagai berikut bahwa pemahaman mahasiswa akuntansi terhadap kode etik
akuntan publik dipengaruhi oleh variabel perilaku belajar, kecerdasan emosional,
aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas sehingga berimplikasi terhadap
calon akuntan yang benar-benar memahami kode etik akuntan publik, seperti pada
model dibawah ini:
Gambar 2.1
Kerangka Dasar Penelitian
Perilaku Belajar
(X1)
Kecerdasan Emosional H1
(X2) H2
H3 Pemahaman Kode
Aktivitas Kemahasiswaan Etik Akuntan Publik
(X3) (Y)
H4
Gender
(X4)
H5
Religiusitas
(X5)
Variabel pada penelitian ini yang digunakan adalah variabel independen, yaitu
perilaku belajar, kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan
religiusitas. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pemahaman
kode etik Akuntan Publik.
2.11 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya masih harus
diuji, atau rangkuman kesimpulan teoritis yang diperoleh dari tinjauan pustaka
(Martono, 2011). Sedangkan menurut Sekaran (2003), hipotesis adalah hubungan
yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yasng
diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Berdasarkan landasan
teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesis yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
2.11.1 Pengaruh perilaku belajar terhadap pemahaman kode etik Akuntan
Publik
Perilaku belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar. Pengertian
mengenai perilaku belajar itu sendiri sangat beragam tergantung pada pandangan
setiap orang. Seseorang yang menerapkan perilaku belajar yang baik akan
memperoleh keberhasilan dalam belajarnya, begitu pula sebaliknya apabila
seseorang mempunyai perilaku belajar yang buruk maka akan mengalami
kegagalan dalam belajarnya.
Hanifah dan Syukry (2001) mengungkapkan bahwa belajar sebagai suatu proses
usaha yang kompleks dilakukan oleh orang dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak
mengerti menjadi mengerti untuk memperoleh perubahan tingkah laku menjadi
lebih baik secara keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungan. Di dalam
penelitiannya mengenai pengaruh perilaku belajar terhadap prestasi akademik
mahasiswa akuntansi,disebutkan bahwa perilaku belajar yang efektif seperti
memiliki kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke
perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian berpengaruh positif dan signifikan
terhadap prestasi belajar.
Safitri (2010) mengungkapkan bahwa perilaku belajar adalah proses panjang
seseorang dari lahir hingga meninggal untuk belajar mengatur perasaan, nafsu dan
emosi, juga bagaimana seseorang untuk belajar berinteraksi dengan sekitar dan
menyesuaikan diri dengan norma, adat, dan peraturan yang berlaku di masyarakat.
Di dalam penelitiannya terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya, membuktikan bahwa perilaku belajar berpengaruh
positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.
Dalam proses belajar seseorang akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari semula tidak
memahami sesuatu menjadi memahaminya sehingga akan mancapai tujuan yang
diinginkan individu tersebut. Berangkat dari penelitian yang dilakukan oleh
Hanifah dan Syukry (2001) dan Safitri (2010), maka hipotesis pertama yang
diajukan oleh peneliti adalah:
H1 : Perilaku belajar berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik.
2.11.2 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik
Goleman (2003) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional tersebut
dibagi menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola
emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, dan berhubungan
dengan orang lain (empati).Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi akan mampu menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih
kepuasan dan mengatur suasana hati.
Apabila seseorang memiliki kemampuan yang telah diungkapkan oleh
Goleman (2003) akan berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan
bertambahnya pengalaman mulai pada saat masih anak-anak hingga dewasa.
Kemampuan tersebut juga dapat mendukung seseorang dalam mencapai tujuan
dan cita-citanya.
Safitri (2010) melakukan penelitian terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa variabel kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman
kode etik Akuntan Publik.
Notoprasetio (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual auditor terhadap kinerja auditor pada kantor
akuntan pubik di Surabaya. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja auditor.
Dapat dikatakan bahwa semakin baik kecerdasan emosional yang dipunyai
seorang akuntan dapat berpengaruh signifikan dan dapat menghasilkan kinerja
yang baik pula, begitupila sebaliknya. Penelitian tersebut selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo, Triyuwono, dan Tikollah (2006) yang
melakukan penelitian mengenai pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Berdasarkan pada uraian di atas
maka hipotesis kedua yang diajukan di dalam penelitian ini adalah:
H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
2.11.3 Pengaruh aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik
Aktivitas kemahasiswaan merupakan suatu wadah untuk menyalurkan minat dan
bakat mahasiswa yang nantinya akan berorientasi kepada pengabdian masyarakat,
penelitian, aktualisasi diri dan peningkatan kapasitas keilmuan yang
diselenggarakan oleh pihak universitas, fakultas maupun organisasi
kemahasiswaan yang terdaftar. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas
wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti
memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap
lingkungan sosial, berintelektual dan berakhlak mulia. Setelah hal tersebut
diperoleh diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya,
sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak menjadi faktor penghambat dalam
memperoleh prestasi belajar yang baik. Namun sebaliknya, menjadi faktor yang
dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Safitri (2010) melakukan penelitian terhadap mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa variabel aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif terhadap pemahaman
kode etik Akuntan Publik. Berdasarkan pada uraian di atas maka hipotesis ketiga
yang diajukan oleh peneliti adalah:
H3 : Aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
2.11.4 Pengaruh Gender terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik
Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk
menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat
bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).
Rahmawati (2004) mengungkapkan bahwa gender merupakan karakteristik
dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik
dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis,
melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi
laki-laki atau perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi
yang berbeda.
Dellaportas et al.,(2005), mengatakan bahwa akuntan perempuan dan
mahasiswa akuntansi perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada laki-
laki. Hal tersebut tampak pada kemampuan penalaran moral dari akuntan
perempuan yang secara fundamental berbeda dari akuntan laki-laki.
Chung and Monroe (2001) dalam Wibowo (2010), menyebutkan bahwa
perempuan dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam
tugas yang kompleks disbanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki
kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan.
Hutahahean dan Hasnawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh
gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntan masa depan.
Menurut penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa faktor gender tidak
berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh negatif terhadap perilaku etis
mahasiswa.
Wibowo (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh gender, pemahaman
kode etik profesi akuntan terhadap auditor judgment. Menurut penelitian tersebut
terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara gender terhadap
pemahaman kode etik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan
pemahaman kode etik yang signifikan antara auditor perempuan dibandingkan
dengan auditor laki-laki. Dari uraian tersebut maka hipotesis keempat yang
diajukan oleh peneliti adalah:
H4 : Gender berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.
2.11.5 Pengaruh religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik
Religiusitas berarti pengabdian terhadap agama atau kesalehan, seringkali
juga diidentikkan dengan keberagamaan, yang diartikan sebagai seberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah
dan sebarapa dalam penghayatan atas agama yang dianut. Terkait dengan
religiusitas Islam, kualitas religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh
individu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah
Allah SWT secara menyeluruh dan optimal. Agar hal tersebut dapat tercapai maka
diperlukan iman dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi
Islam sebagai rahmat seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan.
Ancok dan Suroso (1995) mengemukakan bahwa keberagamaan atau
religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Untuk mengukur
religiusitas, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan),
syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari aqidah dan
syariah) dan pengalaman atau penghayatan.
Hutahahean dan Hasnawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh
gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntan masa depan.
Dalam penelitian tersebut terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap
perilaku etis mahasiswa. Interpersonal religiusitas merupakan bagaimana cara
pandang seseorang terhadap sebuah hubungan dengan orang lain, dirinya dan
berbagai nilai-nilai agama dan juga keaktifan seseorang dalam bersosialisasi di
dalam organisasi ataupun kelompok-kelompok agama. Dalam hal ini berarti
religiusitas memiliki pengaruh secara positif terhadap perilaku etis akuntan masa
depan.
Fauzan (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh religiusitas dan
ethical climate terhadap ethical behavior. Menurut penelitian tersebut, diperoleh
hasil bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
perilaku etis. Berdasarkan pada uraian tersebut maka hipotesis kelima yang
diajukan oleh peneliti adalah:
H5 : Religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan
Publik.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai metode penelitian. Metode
penelitian memilki peranan penting dalam melakukan suatu penelitian ilmiah.
Metode penelitian merupakan sesuatu masalah memecahkan persoalan atas usaha
untuk menemukan sesuatu, baik dalam ilmu pengetahuan atau kemasyarakatan
yang dikembangkan dan diuji kebenarannya, dengan menggunakan cara atau
prosedur yang bersifat ilmiah. Bentuk ilmu pengetahuan yang dihasilkan dalam
penelitian, sepenuhnya tergantung pada metode penelitian yang digunakan, karena
metode penelitian mempengaruhi kualitas ilmu pengetahuan melalui sudut
pandang.
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian terdahulu
dan menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik Akuntan Publik. Berdasarkan pada tujuan tersebut maka yang menjadi
objek penelitian adalah Mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya yang telah menempuh mata kuliah akuntansi dan
etika bisnis. Jangka waktu untuk melakukan penelitian dilakukan selama bulan
Juni 2016.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan kelompok, orang, kejadian, atau hal minat yang
ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2011). Sedangkan menurut Sugiyono (2011),
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya Program Strata 1,
yang meliputi mahasiswa angkatan tahun 2009 sampai angkatan tahun 2013 yang
masih aktif kuliah. Berikut ini adalah data populasi yang diperoleh dari Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Tabel 3.1
Jumlah Mahasiswa Strata 1 Jurusan Akuntansi Semester Genap Tahun
Ajaran 2015-2016
Angkatan Jumlah
2013 264
2012 253
2011 79
2010 36
2009 19
Total 651 Sumber: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, 2016.
3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2011), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Usman dan Akbar
(2009), sampel (contoh) adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Cara
pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling, yaitu
pengambilan sampel secara tidak acak. Menurut Sugiyono (2011), non probability
samplingyaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang.kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
cara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2011). Dengan kata lain purposive sampling yaitumetode
pengumpulan informasi dari target-target tertentu atau tiap tipe orang tertentu
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Sehingga peneliti hanya akan
memilih sampel yang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai kode etik
Akuntan Publik sehingga mereka dapat memberikan jawaban sebagaimana yang
diharapkan dalam penelitian ini. Sampel yang dipilih yaitu mahasiswa S1 yang
terdiri dari angkatan tahun 2009 sampai dengan angkatan tahun 2013, dengan
jumlah keseluruhan adalah 651 mahasiswa.
Penelitian ini menggunakan penentuan sampel yang dikemukakan oleh
Yamane dalam Supramono dan Utami (2004), yaitu:
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi yang ditetapkan atau pesentase kelonggaran ketidaktelitian
karena kesalahan pengambilan sampel masih dapat ditoleransi atau
diinginkan (kesalahan maksimum yang bisa ditolerir sebesar 10 persen).
Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu:
n = N
Nd2 + 1
n = 651
651 (1,10)2 + 1
n = 651
651 (0,01) + 1
n = 651
7,51
n = 86,6844 mahasiswa, dibulatkan 87 mahasiswa.
Populasi dalam penelitian ini berstrata, maka penentuan sampel juga berstrata
sesuai dengan angkatan harus proporsional. Jadi perhitungan jumlah sampel untuk
tiap angkatan adalah:
1. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2013
264
× 87 = 35
651
2. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2012
253
× 87 = 34
651
3. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2011
79
× 87 = 10
651
4. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2010
36
× 87 = 5
651
5. Jumlah sampel mahasiswa angkatan 2009
19
× 87 = 3
651
Tabel 3.2
Jumlah Sampel Setiap Angkatan
Angkatan Jumlah
2013 35
2012 34
2011 10
2010 5
2009 3
Total 87 Sumber: Data primer (diolah)
Berdasarkan uraian di atas bahwa jumlah keseluruhan dari sampel penelitian
adalah 87sampel penelitian.
3.3 Data Penelitian
3.3.1 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif-deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan suatu fenomena. Dalam hal ini peneliti ingin
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan suatu keadaan terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik
Akuntan Publik.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Berikut penjelasan mengenai jenis data tersebut:
a. Data Primer
Menurut Sekaran (2011), data primer adalah data yang diperoleh dari tangan
pertama untuk analisis berikutnya untuk menemukan solusi atau masalah
yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini adalah data mengenai perilaku
belajar mahasiswa, kecerdasan emosional, aktivitas mahasiswa dalam
mengikuti kegiatan mahasiswa, perbedaan gender dan tingkat religiusitas
mahasiswa yang merupakan variabel bebas, sedangkan data primer untuk
variabel terikatnya adalah pemahaman kode etik Akuntan Publik. Data
diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan oleh peneliti dan diisi langsung
oleh mahasiswa sebagai responden.
b. Data Sekunder
Menurut Sekaran (2011), data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan
oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan yang
lainnya, serta informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau nonpublikasi
entah di dalam atau di luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi
peneliti. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah
mahasiswa jurusan akuntansi yang terdaftar pada tahun ajaran 2015-2016.
Data sekunder ini diperoleh dari staf Sub Bagian Akademik Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Data ini
digunakan untuk mengetahui jumlah mahasiswa Akuntansi yang terdaftar di
semester genap tahun akademik 2015-2016.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi
keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan
data, siapa sumbernya, dan alat apa yang digunakan. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner atau angket.
Menurut Sugiyono (2011), kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara membuat seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan
teknik pengumpulan data yang efisien jika peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang tidak bias diharapkan dari responden. Angket
sebagai teknik pengumpulan data sangat cocok untuk mengumpulkan data dalam
jumlah besar.
Model kuesoiner yang akan disebar adalah kuesioner dengan skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2011). Tipe data
dalam skala Likert ini adalah interval, dengan pemberian bobot sebagai berikut:
Penilaian Kuesioner
STS TS N S SS
1 2 3 4 5
Keterangan:
STS = Sangat Tidak Setuju N = Netral SS = Sangat Setuju
TS = Tidak Setuju S = Setuju
Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden peneliti melakukan uji coba
terlebih dahulu. Uji coba dilakukan terhadap beberapa mahasiswa guna
mengetahui apakah pertanyaan dan kalimat di dalam kuesioner sudah cukup jelas
untuk dimengerti. Jika terdapat ketidakjelasan pertanyaan maupun kalimat maka
kuesioner akan dilakukan pembetulan terlebih dahulu setelah itu disebarkan
kepada reponden. Kuesioner yang disebarkan ke mahasiswa Jurusan Akuntansi
FEB UB dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4 Opersasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen atau Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel bebas terdiri dari 5 variabel, yaitu perilaku belajar
mahasiswa (X1), kecerdasan emosional (X2), aktivitas kemahasiswaan (X3),
perbedaan gender (X4), dan tingkat religiusitas mahasiswa (X5).
2. Variabel Dependen atau Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
pemahaman kode etik Akuntan Publik (Y).
3.4.1 Perilaku Belajar (X1)
Perilaku belajar adalah proses panjang seseorang dari lahir hingga meninggal
untuk belajar mengatur perasaan, nafsu dan emosi, juga bagaimana seseorang
untuk belajar berinteraksi dengan sekitar dan menyesuaikan diri dengan norma,
adat, dan peraturan yang berlaku di masyarakat (Safitri, 2010). Dengan individu
belajar mengenai hal tersebut, maka akan memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi dari
semula tidak memahami sesuatu menjadi memahaminya sehingga akan mancapai
tujuan yang diinginkan individu tersebut.
Variabel perilaku belajar diukur berdasarkan indikator berikut:
a. Belajar untuk mengatur perasaan
b. Belajar untuk mengatur nafsu
c. Belajar untuk mengatur emosi
d. Cara untuk berinteraksi dengan sekitar
e. Cara untuk menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku
3.4.2 Kecerdasan Emosional (X2)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain.(Goleman, 2003). Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai dengan usia
dan pengalaman individu mulai anak-anak hingga dewasa. Jika kemampuan-
kemampuan tersebut dimiliki oleh individu maka akan dapat mendukung individu
dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.
Variabel kecerdasan emosional diukur berdasarkan indikator:
a. Pengenalan diri
b. Pengendalian diri
c. Motivasi
d. Berhubungan dengan orang lain (empati)
e. Keterampilan sosial
3.4.3 Aktivitas Kemahasiswaan (X3)
Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan mahasiswa yang meliputi
penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh
mahasiswa di tingkat jurusan, fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk
memperluas wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian
mahasiswa seperti memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi,
kepekaan terhadap lingkungan sosial, berintelektual dan berakhlak mulia.
Setelah hal tersebut diperoleh diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan
prestasi belajarnya, sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak menjadi faktor
penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Namun sebaliknya,
menjadi faktor yang dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar
yang baik.
Variable aktivitas kemahasiswaan diukur berdasarkan indikator:
a. Pengembangan minat dan bakat
b. Pengembangan bidang ilmu pengetahuan
c. Pengembangan bidang keagamaan
d. Kepemimpinan dalam berorganisasi
Acuan yang digunakan untuk mengukur indicator aktivitas kemahasiswaan
berupa pertanyaan yang mengarah pada kuantitas kegiatan yaitu HMJA, BEM,
Forstiling, Indikator, LSME, AIESEC, EDC, dan EGO. Sedangkan untuk
mengukur kualitas mahasiswa di dalam mengikuti aktivitas kemahasiswaan
menggunakan skala Likert seperti yang telah dijelaskan.
3.4.4 Gender (X4)
Gender merupakan karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada
laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya
didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan
kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004).
Hal tersebut dapat dipahami dengan memahami perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi
yang berbeda. Perbedaan persepsi tersebut dapat membentuk sikap yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan dalam menanggapi etika profesi akuntan publik.
Gender pada penelitian ini diukur dengan menggunakan skala nominal, dibedakan
atas kelompok (1) untuk wanita, (2) untuk laki-laki. Data diperoleh dari jawaban
kuesioner atas pertanyaan mengenai jenis kelamin responden. Angka yang dipilih
responden tidak menunjukkan tingkat kualitas.
3.4.5 Religiusitas (X5)
Religiusitas merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan
keyakinannya terhadap adanya Tuhan dan agama yang dianutnya, yang
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia dengan mematuhi perintah
dan menjauhi larangan-Nya dengan hati ikhlas dan dengan seluruh jiwa dan raga.
Ancok dan Suroso (1995) menyatakan bahwa untuk mengukur tingkat religiusitas
seseorang tersebut, dikenal empat dimensi dalam Islam yaitu aspek aqidah
(keyakinan), syariah (praktik agama dan ritual formal), akhlak (pengamalan dari
aqidah dan syariah) dan pengalaman atau penghayatan.
Variabel religiusitas diukur berdasarkan indikator:
a. Dimensi keyakinan (aqidah)
b. Dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah
c. Dimensi pengamalan (akhlak)
d. Pengalaman atau penghayatan
3.4.6 Pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik (Y)
Varibel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman mahasiswa terhadap
kode etik akuntan publik. Pemahaman etika akuntan publik adalah pemahaman
terhadap 8 prinsip etika berikut ini, yang juga merupakan indikator dalam
mengukur variabel, yaitu:
a. Tanggung jawab profesi
b. Kepentingan umum
c. Integritas
d. Objektivitas
e. Kompetensi dan kehati-hatian professional
f. Kerahasiaan
g. Perilaku professional
h. Standar teknis
3.5 Pengujian Instrumen Penelitian
Kuisioner dalam penelitian ini digunakan sebagai alat analisa. Oleh karena itu
dalam analisa yang dilakukan lebih bertumpu pada skor responden pada tiap-tiap
amatan. Sedangkan benar tidaknya skor responsi tersebut tergantung pada
pengumpulan data. Instrumen pengumpulan data yang baik harus memenuhi 2
persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.
1. Uji Validitas
Pengujian validitas sangat diperlukan dalam suatu penelitian, khususnya yang
menggunakan kuisioner dalam memperoleh data. Pengujian validitas
dimaksudkan untuk mengetahui keabsahan menyakngkut pemahaman mengenai
keabsahan antara konsep dan kenyataan empiris. Uji validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen.
Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin
diukur atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.
Pengujian validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing
faktor atau variabel dengan total faktor atau variabel tersebut dengan
menggunakan Corrected Item-Total Correlation.
Pengujian validitas yang dilakukan dengan melalui program SPSS ver. 20.0
dengan mengggunakan Corrected Item-Total Correlation menghasilkan nilai
masing-masing item pernyataan dengan skor item pertanyaan secara keseluruhan
dan untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel yang ada pada Lampiran 2.
Dari Tabel Uji Validitas Variabelyang disajikan dalam Lampiran 2 dapat dilihat
bahwa nilai r hitung lebih besar 0,361 atau Sig. < 0,05. Hal ini berarti item
pertanyaan yang digunakan sudah valid, sehingga dapat disimpulkan bahwa item
pertayaan tersebut dapat digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menunjukkan tingkat kemantapan, keajegan dan ketepatan suatu
alat ukur atau uji yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran
relatif konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang. Uji ini digunakan untuk
mengetahui sejauh mana jawaban seseorang konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Arikunto (2006) menyebutkan bahwa reliabilitas menunjukkan pada suatu
pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Teknik pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan nilai koefisien
reliabilitas alpha. Kriteria pengambilan keputusannya adalah apabila nilai dari
koefisien reliabilitas alpha lebih besar dari 0,6 maka variabel tersebut sudah
reliabel (handal).
Tabel 3.3
Uji Reliabilitas Variabel
No. Variabel Koefisien Reliabilitas Keterangan
1 X1 0,833 Reliabel
2 X2 0,950 Reliabel
3 X3 0,871 Reliabel
4 X5 0,945 Reliabel
5 Y 0,926 Reliabel
Sumber: Data primer (diolah)
Dari Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai dari alpha cronbach untuk semua variabel
lebih besar dari 0,6. Dari ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya maka
semua variabel yang digunakan untuk penelitian sudah reliabel.
3.6 Metode Analisis Data
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan dari responden maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis data. Beberapa tahapan yang harus
dilakukan adalah:
3.6.1 Validitas
Jogiyanto (2010) menyimpulkan bahwa validitas menunjukkan seberapa
nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas
berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai
sasarannya. Validitas berhubungan dengan kenyataan (actually). Validitas juga
berhubungan dengan tujuan dari pengukuran. Pengukuran dikatakan valid jika
mengukur tujuannya dengan nyata atau benar. Alat ukur yang tidak valid adalah
yang memberikan hasil ukuran menyimpang dari tujuannya. Penyimpangan
pengukuran ini disebut dengan kesalahan (error) atau varian.
3.6.2 Reliabilitas
Jogiyanto (2010) juga menyimpulkan bahwa reliabilitas menunjukkan akurasi
dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi
(accurately) dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari
pengukur. Suatu pengukur dikatakan reliable (dapat diandalkan) jika dapat
dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat dan
konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subjek yang
sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.
3.7 Pengujian Hipotesis
Padapenelitianini, penelitimemilihpengujiandengananalisisPartial Least Square
(PLS). PLS merupakan analisis multivariat yang melakukan pembandingan antara
variabel dependen berganda dan variabel independen berganda. PLS merupakan
salah satu metode statistika SEM (Structural Equation Modeling) berbasis varian
yang berfungsi untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan
spesifik pada data, seperti adanya data yang hilang, multikolinearitas dan ukuran
sampel yang kecil (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).
Peneliti memilih menggunakan analisis dengan PLS karenadinilaisesuaidengan
data yang mempunyaiinterval.Selainitu PLS tidakmensyaratkan data berdistribusi
normal sehinggasangatcocokdigunakandidalampenelitianini yang
mempunyaidistribusi data tidak normal.Ketidaknormalandistribusi data
inidiketahuisetelahdiadakanujinormalitasdenganmenggunakan program SPSS.
Berikut ini beberapa pengujian hipotesis dengan PLS yang digunakan untuk
menganalisis penelitian ini:
1. Evaluasi outer model (Model Pengukuran)
a. Uji Validitas Konstruk
Tabel 3.4
Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS
Uji Validitas Parameter Rule of Thumbs
Konvergen
Faktor Loading Lebih dari 0,7
Average Variance Extracted
(AVE)
Lebih dari 0,5
Communality Lebih dari 0,5
Diskriminan Akar AVE dan Korelasi Variabel
Laten
Akar AVE > Korelasi
Variabel Laten
Cross Loading Lebih dari 0,7 dalam
satu variabel Sumber: Jogiyanto dan Abdillah (2009)
Validitas konstruk memperlihatkan seberapa baik kesesuaian hasil yang
diperoleh dari penggunaan suatu pengukuran dengan teori- teori yang
digunakan dalam membentuk suatu konstruk tersebut. Validitas ini terdiri
dari:
1) Validitas Konvergen: validitas yang terjadi jika nilai yang diperoleh
dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang sama
memiliki korelasi yang tinggi.
2) Validitas Diskriminan: validitas yang terjadi jika dua instrumen yang
berbeda yang mengukur dua konstruk yang diprediksi tidak berkorelasi
menghasilkan nilai yang memang tidak berkorelasi (Jogiyanto dan
Abdillah, 2009).
b. Uji Reliabilitas
Uji ini untuk memberikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu alat
ukur dalam melakukan pengukuran (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).
Dengan menggunakan PLS pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode, yaitu berdasarkan nilai:
1) Cronbach’s alpha
Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu konstruk
dan dikatakan reliable apabila nilainya harus > 0,6.
2) Composite reliability
Composite reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu
konstruk dan dikatakan reliable apabila nilainya harus > 0,7, namun jika
nilainya > 0,6 maka masih dapat diterima. Metode ini dipercaya lebih
baik dalam melakukan pengestimasian konsistensi internal suatu
konstruk.
2. Evaluasi inner model (Model Struktural)
Model ini dievaluasi dengan:
a. Menggunakan R2
Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat beda perubahan variabel
independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2
menunjukkan bahwa semakin baik model prediksi dari model penelitian
yang diajukan. Namun, model ini bukanlah pengukur absolut untuk
mengukur ketepatan model prediksi (Jogiyanto dan Abdillah, 2009).
b. Menggunakan nilai koefisien path atau t-values tiap path untuk uji
signifikansi antar konstruk dalam model stuktural Model ini digunakan
untuk melihat tigkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Untuk
pengujian hipotesis pada alpha 5 persen dan power 80 persen, jika nilai
koefisien path yang dihasilkan oleh nilai statistik T (Tstatistic) ≥ 1,96 maka
hipotesis alternatif dapat dinyatakan didukung (Jogiyanto dan Abdillah,
2009).
3.7Persamaan Struktural
Model hubunganvariabel-
variabeldalampenelitianinidapatdisusundalampersamaanyang dapat digunakan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan variabel Perilaku Belajar
(X1), Kecerdasan Emosional (X2), Aktivitas Kemahasiswaan (X3), Gender (X4),
Religiusitas (X5) terhadap variabel dependen Pemahaman Kode Etik Akuntan
Publik (Y), persamaan struktural tersebut adalah sebagai berikut:
𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝛽5𝑋5 + 𝑒 Keterangan:
Y = Pemahaman kode etik Akuntan Publik
α = Konstanta
β1 = Koefisien dari variabel X1 (Perilaku Belajar)
X1 = Perilaku belajar
β2 = Koefisien dari variabel X2 (Kecerdasan Emosional)
X2 = Kecerdasan emosional
β3 = Koefisien dari variabel X3 (Aktivitas Kemahasiswaan)
X3 = Aktivitas kemahasiswaan
β4 = Koefisien dari variabel X4 (Gender)
X4 = Gender
β5 = Koefisien dari variabel X5 (Religiusitas)
X5 = Religiusitas
e = Standar error
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Pengumpulan Data
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-1
jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Pemilihan
responden didasarkan pada mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah
akuntansi dan etika bisnis yang di anggap telah mengetahui dan memahami kode
etik Akuntan Publik dan berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2015-
2016. Dalam melakukan penelitian digunakan metode survei dalam pengambilan
data. Metode survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada
responden secara langsung atau dengan cara menemui sampel secara satu persatu.
Waktu yang dibutuhkan selama pengumpulan data ini selamahampir 3 minggu.
Kuesioner yang disebarkan sebanyak 95 kuesioner, hal ini dilakukan untuk
mewaspadai adanya kuesioner yang tidak bisa digunakan. Semua kuesioner
diterima kembali oleh peneliti, sehingga dapat dikatakan tingkat respon responden
sebesar 100%. Setelah semua kuesioner diterima oleh peneliti, maka dilakukan
tahap pemeriksaan dimana untuk menentukan kuesioner tersebut dapat digunakan
atau tidak. Sebanyak 87 kuesioner digunakan dan diolah sedangkan 8 kuesioner
dinyatakan tidak memenuhi kriteria untuk diolah karena responden tidak mengisi
kuesioner secara lengkap atau terdapat bias pada data yang diperoleh. Namun
demikian, respon rate dalam penelitian ini tetap sebesar 100% yaitu sebanyak 87
kuesioner, dimana jumlah ini sesuai dengan penghitungan sampel dari populasi
yang ada dengan menggunakan rumus Yamane. Pembagian pengembalian
kuesioner dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Pembagian Pengembalian Kuesioner
Jumlah Sampel 87
Kuesioner yang disebarkan 95
Kuesioner yang diterima kembali 95
Kuesioner yang digunakan 87
Kuesioner yang tidak dapat digunakan 8
Tingkat pengembalian yang dapat digunakan 100% Sumber: Data primer (diolah)
Berikut akan dijelaskan mengenai deskripsi gambaran secara umum mengenai
data responden yang menjadi data pada penelitian ini, deskripsi digambarkan
dalam bentuk diagram dan tabel yang disertai dengan penjelasannya.
a. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Angkatan
Gambaran umum responden berdasarkan angkatan disajikan dalam Gambar
4.1 berikut ini:
Gambar 4.1
Komposisi Responden Berdasarkan Angkatan (Tahun Masuk)
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar diatas menunjukkan jumlah responden terbanyak berasal dari angkatan
tahun 2013 yaitu sebesar 40% sebanyak 35 responden, dan jumlah responden
terendah berasal dari angkatan tahun 2009 yaitu sebesar 3% sebanyak 3
responden, hal ini dikarenakan sebagian besar dari angkatan 2009 sudah tidak
aktif dalam perkuliahan atau sudah lulus dari Universitas Brawijaya.
b. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam
Gambar 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar di atas menunjukkan jumlah reponden terbanyak adalah yang berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebesar 67% sebanyak 58 responden. Sedangkan
20093%
20106%2011
12%
201239%
201340%
Angkatan (Tahun Masuk)
Laki-laki33%
Perempuan67%
Jenis Kelamin
jumlah responden terendah adalah yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar
33% sebanyak 29 responden.
c. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Agama yang Dianut
Gambaran umum responden berdasarkan agama yang dianut disajikan dalam
gambar 4.3 berikut ini. Agama yang dianut berdasarkan yang ada di Negara
Indonesia.
Gambar 4.3
Komposisi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar di atas menunjukkan responden terbanyak adalah responden yang
beragama Islam, yaitu sebesar 93% sebanyak 81 responden. Berikutnya adalah
responden beragama Kristen sebanyak 4 responden (5%). Responden yang
beragama Katolik dan Buddha masing-masing hanya 1 responden saja (1%).
Dalam hal ini berarti responden terbanyak adalah responden yang beragama
Islam.
d. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Mahasiswa yang Aktif
dalam Kegiatan Kemahasiswaan
Gambaran umum responden berdasarkan dari mahasiswa yang mengikuti
kegiatan kemahasiswaan atau yang tidak mengikuti disajikan dalam gambar 4.4
berikut ini.
Gambar 4.4
Komposisi Responden Berdasarkan Mahasiswa yang Aktif dalam Kegiatan
Kemahasiswaan
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar di atas menunjukkan responden yang aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan sebesar 84% yaitu sebanyak 73 responden, sedangkan responden
yang tidak mengikuti kegiatan kemahasiswaan sebesar 16% yaitu sebanyak 14
responden. Dalam hal ini berarti sebagian besar responden mengikuti kegiatan
kemahasiswaan yang diselenggarakan oleh kampus.
Islam93%
Kristen5%
Katolik1%
Hindu0% Buddha
1%
Agama yang Dianut
Aktif84%
Tidak Aktif16%
Mahasiswa yang Aktif dalam Kegiatan Kemahasiswaan
Dari penjabaran mengenai data responden di atas dapat dibuat ringkasan
mengenai data responden seperti angkatan (tahun masuk), jenis kelamin, agama,
dan jumlah mahasiswa yang aktif dan yang tidak dalam mengikuti kegiatan
kemahasiswaan. Dapat disimpulkan berdasarkan keterangan data responden
bahwa reponden yang paling banyak adalah responden yang beragama Islam
dengan persentase 93%, dan hampir seluruh responden mengikuti kegiatan
kemahasiswaan dengan persentase 84%. Ringkasan tersebut dapat ditampilkan
seperti pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2
Ringkasan Data Responden
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Angkatan 2009 3 3
2010 5 6
2011 10 12
2012 34 39
2013 35 40
Total 87 100%
Jenis Kelamin Laki-laki 29 33
Perempuan 58 67
Total 87 100%
Agama Islam 81 93
Kristen 4 5
Katolik 1 1
Hindu - -
Buddha 1 1
Total 87 100%
Aktif Kegiatan
Kemahasiswaan
Aktif 73 84
Tidak Aktif 14 16
Total 87 100% Sumber: Data Primer (diolah)
4.2 Analisis Data
Teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial Least
Square (PLS). Software PLS pada penelitian ini menggunakan software yang
dikembangkan di University of Hamburg Jerman yang diberi nama SMARTPLS
versi 2.0 M3. Dalam PLS memerlukan 2 tahap untuk menilai Fit Model dari
sebuah model penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
4.2.1 Menilai Outer Model atau Measurement Model
Terdapat tiga kriteria di dalam penggunaan teknik analisa data dengan
SmartPLS untuk menilai outer model yaitu Convergent Validity, Discriminant
Validity dan Composite Reliability. Convergent Validity dari model pengukuran
dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item
score/component score yang diestimasi dengan Software PLS. Ukuran refleksif
individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang
diukur. Namun menurut Chin, 1998 (dalam Ghozali, 2006) untuk penelitian tahap
awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap
cukup memadai. Dalam penelitian ini akan digunakan batas loading factor sebesar
0,6.
Gambar 4.5
Model Struktural (Outer Model)
Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016
Tabel pada output Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values) yang dapat
dilihat pada Lampiran 3 menggambarkan nilai faktor loading (convergent
validity) dari setiap indikator. Nilai faktor loading > 0,7 dapat dikatakan valid,
akan tetapi rule of thumbs intrepretasi nilai faktor loading > 0,5 dapat dikatakan
valid. Dari tabel ini, diketahui bahwa semua nilai faktor loading dari indikator
Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan
Religiusitas lebih besar dari 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa indikator-indikator
tersebut valid.
4.2.2 Discriminant Validity
Setelah mengevaluasi nilai Convergen Validity, langkah selanjutnya adalah
melihat nilai discriminant validity dengan cross loading, nilai square root of
average variance extracted (AVE) dan composite reliability. Discriminant
validity dari model pengukuran dinilai berdasarkan pengukuran cross loading
dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan pokok pengukuran (setiap
indikatornya) lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka konstruk laten
memprediksi indikatornya lebih baik daripada konstruk lainnya. Model
mempunyai discriminant validity yang baik jika setiap nilai loading dari setiap
indikator dari sebuah variabel laten memiliki nilai loading yang paling besar
dengan nilai loading lain terhadap variabel laten lainnya. Hasil pengujian
discriminant validitydapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan nilai cross loading, dapat diketahui bahwa semua indikator yang
menyusun masing-masing variabel dalam penelitian ini (nilai yang dicetak tebal)
telah memenuhi discriminant validity karena memiliki nilai outer loading terbesar
untuk variabel yang dibentuknya dan tidak pada variabel yang lain. Dengan
demikian semua indikator di tiap variabel dalam penelitian ini telah memenuhi
discriminant validity.
4.2.3 Mengevaluasi Composite Reliability, Average Variance Extracted
(AVE) dan Cronbach Alpha
Evaluasi model pengukuran dengan square root of average variance
extracted adalah membandingkan nilai akar AVE dengan korelasi antar konstruk.
Jika nilai akar AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi di antara konstruk, maka
discriminant validity yang baik tercapai. Selain itu, nilai AVE lebih besar dari 0,5
sangat direkomendasikan.
Tabel 4.3
Goodness of Fit
Variabel AVE Composite Reliability Cronbachs Alpha
X1 0.4158 0.8496 0.7993
X2 0.4178 0.9535 0.9492
X3 0.5032 0.9008 0.8813
X4 1 1 1
X5 0.4304 0.9338 0.928
Y 0.5182 0.9548 0.9494 Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016
Nilai AVE untuk keempat konstruk tersebut lebih besar dari 0,5 sehingga
dapat disimpulkan bahwa evaluasi pengukuran model memiliki diskriminan
validity yang baik.
Disamping uji validitas konstruk, dilakukan juga uji reliabilitas konstruk
yang diukur dengan uji criteria yaitu composite reliability dan cronbach alpha
dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk yang dinyatakan reliable
jika nilai composite reliability maupun cronbach alpha di atas 0.70. Jadi dapat
disimpulkan bahwa konstruk tersebut memiliki reliabilitas yang baik.
4.2.4 Pengujian Model Struktural (Inner Model)
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan
antara konstruk nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model
struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen uji
t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.
Gambar 4.6
Model Struktural (Inner Model)
Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016
Pengujian terhadap model structural dilakukan dengan melihat nilai R-square
yang merupakan uji goodness-fit model.
Tabel 4.4
Nilai R-Square
Variabel R Square
Y 0.5097 Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016
Pada prinsipnya penelitian ini menggunakan 5 variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lainnya yaitu variabel Kode etik Akuntan Publik yang dipengaruhi oleh
variabel Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan,
Gender, dan Religiusitas. Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan nilai R-square untuk
variabel Kode Etik Akuntan Publik (Y) yang dipengaruhi oleh Perilaku Belajar,
Kecerdasan Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas
diperoleh sebesar 0,5097. Nilai R-square menunjukkan bahwa 50,97% variabel
Kode Etik Akuntan Publik (Y) dipengaruhi oleh Perilaku Belajar, Kecerdasan
Emosional, Aktivitas Kemahasiswaan, Gender, dan Religiusitas sedangkan
sisanya 49,03% di pengaruhi oleh variabel lain di luar yang diteliti.
Pada model PLS, penilaian goodness of fit secara keseluruhan diketahui
dari nilai Q2
(predictive relevance), dimana semakin tinggi Q2, maka model dapat
dikatakan semakin fit dengan data. Dari Tabel 4.4 dapat dihitung nilai Q2 sebagai
berikut:
Nilai Q2 = 1 – (1– R
2)
Nilai Q2 = 1 – (1– 0.5097)
= 0.5097
Dari hasil perhitungan diketahui nilai Q2
sebesar 0.5094, artinya besarnya
keragaman dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model struktural adalah
sebesar 50,97%, sedangkan sisanya 49,03%dijelaskan oleh faktor lain di luar
model. Berdasarkan hasil ini, model struktural pada penelitian dapat dikatakan
telah memiliki goodness of fit yang baik.
4.3 Pengujian Hipotesis
Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat
berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dalam PLS
pengujian secara statistik setiap hubungan yang dihipotesiskan dilakukan dengan
menggunakan simulasi. Dalam hal ini dilakukan metode bootstrap terhadap
sampel. Pengujian dengan bootstrap juga dimaksudkan untuk meminimalkan
masalah ketidaknormalan data penelitian. Hasil pengujian dengan bootstrapping
dari analisis PLS adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)
Variabel Original
Sample (O) Standard
Deviation (STDEV) T Statistics
(|O/STERR|) sig. Keterangan
X1 -> Y 0.2714 0.1327 2.0453 0.044 Signifikan
X2 -> Y 0.3324 0.1255 2.6476 0.010 Signifikan
X3 -> Y 0.1053 0.0824 1.2776 0.205 Tidak Signifikan
X4 -> Y -0.0566 0.0763 0.742 0.460 Tidak Signifikan
X5 -> Y 0.2008 0.0669 3.0031 0.004 Signifikan Sumber: Pengolahan data dengan PLS, 2016
Berdasarkan pada Tabel 4.5yang disajikan di atas, didapatkan hasil sebagai
berikut:
Persamaan struktural yang didapat adalah:
𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝛽5𝑋5 + 𝑒 Y = 0 + 0.2714 X1 + 0,3324 X2 + 0,1053 X3 – 0,0566 X4 + 0,2008 X5
Y = 0.2714 X1 + 0,3324 X2 + 0,1053 X3 – 0,0566 X4 + 0,2008 X5
Persamaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Konstanta bernilai 0 karena hasil perhitungan dalam PLS sudah di
transformasi ke bentuk normal baku yang menggunakan koefisien Beta.
b. Nilai original sample estimate pada variabel perilaku belajar (X1) bernilai
positif yaitu sebesar 0,2714, yang menunjukkan arah hubungan antara
perilaku belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah
positif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi perilaku belajar
mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman terhadap kode etik
akuntan publik.
c. Nilai original sample estimate pada variabel kecerdasan emosional (X2)
bernilai positif yaitu sebesar 0,3324, yang menunjukkan arah hubungan
antara kecerdasan emosional dengan pemahaman kode etik akuntan publik
adalah positif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kecerdasan
emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman
terhadap kode etik akuntan publik.
d. Nilai original sample estimate pada variabel aktivitas kemahasiswaan (X3)
bernilai negatif yaitu sebesar 0,1053, yang menunjukkan arah hubungan
antara perilaku belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik
adalah negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi aktivitas
kemahasiswaan yang diikuti oleh mahasiswa maka akan semakin rendah
pemahaman terhadap kode etik akuntan publik.
e. Nilai original sample estimate pada variabel gender (X4) bernilai negatif
yaitu sebesar -0,0566, yang menunjukkan arah hubungan antara perilaku
belajar dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah negatif,
sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan pemahaman kode etik
akuntan publik antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki,
hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa semakin banyak
mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman
terhadap kode etik akuntan publik.
f. Nilai original sample estimate pada variabel religiusitas (X5) bernilai
positif yaitu sebesar 0,2008, yang menunjukkan arah hubungan antara
religiusitas dengan pemahaman kode etik akuntan publik adalah positif,
sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas
mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman terhadap kode etik
akuntan publik.
Berikut penjelasan mengenai pengujian hipotesis yang telah dilakukan:
1. Pengujian Hipotesis 1 (Perilaku Belajar berpengaruh positif terhadap
Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik)
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa hubungan variabel
Perilaku Belajar (X1) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)
menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,2714 dengan nilai t sebesar
2,0453. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,044) <
0,05. Hasil ini berarti bahwa Perilaku Belajar memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti
sesuai dengan hipotesis pertama dimana Perilaku Belajar berpengaruh
signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti
Hipotesis 1 diterima.
2. Pengujian Hipotesis 2 (Kecerdasan Emosional berpengaruh positif
terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik)
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hubungan variabel
Kecerdasan Emosional (X2) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik
(Y) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,3324 dengan nilai t sebesar
2,6476. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,010) <
0,05. Hasil ini berarti bahwa Kecerdasan Emosional memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang
berarti sesuai dengan hipotesis kedua dimana Kecerdasan Emosional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan
Publik. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima.
3. Pengujian Hipotesis 3 (Aktivitas Kemahasiswaan berpengaruh positif
terhadap Kode Etik Akuntan Publik)
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa hubungan variabel
Aktivitas Kemahasiswaan (X3) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan
Publik (Y) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,1053 dengan nilai t
sebesar 1,2776. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,960) atau nilai sig.
(0,0205) > 0,05. Hasil ini berarti bahwa Aktivitas Kemahasiswaan memiliki
pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik
Akuntan Publik yang berarti sesuai dengan hipotesis ketiga dimana Aktivitas
Kemahasiswaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti Hipotesis 3 ditolak
4. Pengujian Hipotesis 4 (Gender berpengaruh positif terhadap Kode Etik
Akuntan Publik)
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa hubungan variabel
Gender (X4) dengan Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)
menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,0566 dengan nilai t sebesar
0,742. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,460) >
0,05. Hasil ini berarti bahwa Gender memiliki pengaruh yang negatif dan tidak
signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti sesuai
dengan hipotesis keempat dimana Gender berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti
Hipotesis 4 ditolak.
5. Pengujian Hipotesis 5 (Religiusitas berpengaruh positif terhadap Kode
Etik Akuntan Publik)
Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa hubungan variabel
Religiusitas(X5) dengan pemahaman Kode Etik Akuntan Publik (Y)
menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,2008 dengan nilai t sebesar
3,0031. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960) atau nilai sig. (0,004) <
0,05. Hasil ini berarti bahwa Religiusitasmemiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik yang berarti sesuai
dengan hipotesis kelima dimana Religiusitasberpengaruh positif dan
signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal ini berarti
Hipotesis 5 diterima
Kesimpulan mengenai uji hipotesis di atas diringkas dalam tabel 4.6 yang
disajikan berikut ini:
Tabel 4.6
Kesimpulan Uji Hipotesis
Hipotesis Variabel
Independen
Variabel
Dependen T-Statistic Sig. Hasil
H1 Perilaku Belajar
Pemahaman Kode
Etik Akuntan
Publik
2,0453 0.044 Diterima
H2 Kecerdasan
Emosional
Pemahaman Kode
Etik Akuntan
Publik
2,6476 0.010 Diterima
H3 Aktivitas
Kemahasiswaan
Pemahaman Kode
Etik Akuntan
Publik 1,2776 0.205 Ditolak
H4 Gender
Pemahaman Kode
Etik Akuntan
Publik 0,742 0.460 Ditolak
H5 Religiusitas
Pemahaman Kode
Etik Akuntan
Publik 3,0031 0.004 Diterima
Sumber: Data primer(diolah)
4.4 Hasil Penelitian
Dari hasil uji hipotesis di atas dapat diketahui bahwa variabel perilaku belajar
berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, variabel
kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik, variabel aktivitas kemahasiswaan berpengaruh negatif terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik, variabel gender berpengaruh negatif
terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, dan variabel religiusitas
berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik. Hasil
pengujian hipotesis dari satu sampai lima diuraikan sebagai berikut:
4.4.1 Perilaku belajar terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik (H1)
Perilaku belajar mengacu pada bagaimana seseorang belajar untuk mengatur
perasaan, nafsu, emosi, berinteraksi dengan lingkungan sekitar serta
menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku. Perilaku
belajar yang demikian dirasakan sebagai kebutuhan yang tercipta karena terus-
menerus dilakukan mulai dari anak-anak hingga dewasa dengan bimbingan dan
pengawasan serta keteladanan dalam semua aspek pendidikan.
Ketika individu melalui proses belajar tersebut maka akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan
kemampuan bereaksi dari semula tidak memahami sesuatu menjadi
memahaminya karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya sehingga
mencapai tujuan yang diinginkannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Syukry (2011) menunjukkan
bahwa perilaku belajar berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Menurut
penelitiannya bahwa perilaku belajar yang efektif adalah memiliki kebiasaan
mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan serta
kebiasaan ketika menghadapi ujian.
Gie (1988) mengungkapkan kebiasaan belajar yang telah tertanam akan
membentuk corak dari individu tersebut, yaitu individu yang sukses dan individu
yang gagal. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh kebiasaan belajarnya. Individu
akan berhasil bila menerapkan kebiasaan belajar yang baik begitupula sebaliknya
individu akan mengalami kegagalan dalam belajarnya dipengaruhi oleh kebiasaan
buruk (Slameto, 2003).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2010),
yang menunjukkan bahwa perilaku belajar berpengaruh positif terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
sikap mahasiswa yang memiliki perilaku belajar yang baik sehingga dapat
mendukung keberhasilannya menjadi calon Akuntan Publik profesional yang
memahami dan menerapkan kode etik dalam melaksanakan profesinya.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, bagi responden variabel perilaku
belajar merupakan variabel yang penting dalam memahami kode etik akuntan
publik. Semakin tinggi tingkat perilaku belajar mahasiswa maka akan semakin
tinggi pula tingkat pemahaman mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan
publik. Apabila seorang calon akuntan memiliki perilaku belajar yang baik maka
individu tersebut tidak hanya sekedar mengetahui kode etik Akuntan Publik
melainkan benar-benar memahami isinya sehingga dapat diterapkan di masa
depan ketika menjadi seorang akuntan profesional, dan akan terhindar dari kasus
pelanggaran etika seperti yang telah terjadi. Indikator tertinggi dari konstruk ini
menghasilkan nilai tertinggi 0.7263 yaitu pada indikator mengenai belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma, adat dan peraturan yang berlaku.
4.4.2 Kecerdasan emosional terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik
Dalam Wikipedia (2015), kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional
quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam
hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasiakan suatu
hubungan.Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.Kecerdasan emosional (EQ)
belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual
(IQ).Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali
lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi
terhadap kesuksesan seseorang.
Hal tersebut selaras dengan pendapatLam dan Kirbi (2002), yang
mengungkapkan bahwa kenaikan kecerdasan emosional seseorang akan mampu
membuat dirinya mampu melakukan hal apapun yang positif baginya baik dalam
karier pekerjaan dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan seorang yang memiliki
kecerdasan emosional tinggi cenderung lebih bisa berfikir tentang cara meraih
kesuksesan sesuai keinginannya.
Menurut Goleman (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali
perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri,
dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain. Kemampuan tersebut akan berkembang sesuai
dengan usia dan pengalaman individu mulai dari anak-anak hingga dewasa yang
dapat mendukung individu dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Notoprasetio (2012) menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Menurut
penelitiannya bahwa semakin baik kecerdasan emosional yang dimiliki seorang
akuntan dapat berpengaruh signifikan dan dapat menghasilkan kinerja yang baik
pula, begitu pula sebaliknya. Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ludigdo, Triyuwono dan Tikollah (2006) yang menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah
kemampuan individu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan
untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2010), yang menyatakan bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik
Akuntan Publik. Hal tersebut dibuktikan dengan indikator penelitian yang
menunjukkan mahasiswa memiliki kecerdasan emosional yang bagus yang
berkontribusi terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa mahasiswa
yang memiliki kecerdasan emosional yang bagus akan berpengaruh dalam
memahami kode etik akuntan publik. Semakin tinggi tingkat kecerdasan
emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula tingkat pemahaman
mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan publik.
Apabila seorang calon akuntan memiliki kecerdasan emosional yang baik
maka akan berkontribusi pada sikap profesional seorang Akuntan Publik yang
mengacu pada 8 prinsip etika. Dari kelima indikator, yang mempunyai nilai faktor
paling tinggi adalah 0.8184 yaitu kemampuan sosial yang dimiliki oleh
mahasiswa.
4.4.3 Aktivitas kemahasiswaan terhadap pemahaman kode etik Akuntan
Publik
Aktivitas kemahasiswaan merupakan kegiatan yang meliputi penalaran,
keilmuan, minat, bakat dan kegemaran yang dapat diikuti oleh mahasiswa di
tingkat jurusan, fakultas dan universitas. Tujuannya adalah untuk memperluas
wawasan, ilmu dan pengetahuan serta membentuk kepribadian mahasiswa seperti
memiliki sikap kekeluargaan, kepemimpinan dalam organisasi, kepekaan terhadap
lingkungan social, berintelektual dan berakhlak mulia. Apabila calon akuntan
memiliki soft skills maupun social skills yang baik maka akan berkontribusi
terhadap sikap profesional akuntan. Dengan berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan yang menyenangkan di kampus, mahasiswa juga akan terdorong untuk
merasa senang mengikuti perkuliahan, sehingga kegiatan kemahasiswaan tidak
menjadi faktor penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik, tetapi
dapat mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Namun, hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan
bahwa aktivitas kemahasiswaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pemahaman kode etik Akuntan Publik, semakin tinggi aktivitas kemahasiswaan
maka semakin rendah pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.
Aktivitas kemahasiswaan dianggap menghambat kegiatan belajar mahasiswa
dalam perkuliahan dan dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya kegiatan kemahasiswaan di luar kuliah yang diikuti
sehingga kegiatan perkuliahan dikesampingkan, sehingga waktu untuk belajar
mengenai materi kuliah menjadi berkurang.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri
(2010) yang menyatakan bahwa aktivitas kemahasiswaan berpengaruh positif
terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, yang dapat dibuktikan dengan
mengikuti kegiatan kemahasiswaan maka pengalaman akan semakin bertambah
seperti sikap tanggung jawab, cara berkomunikasi dengan orang lain dan masih
banyak lagi yang dapat melatih mahasiswa untuk menjadi seorang Akuntan Publik
yang dapat bekerja secara profesional. Ketidaksesuaian penelitian ini dengan
penelitian Safitri (2010) dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik respoden
yang diambil sehingga menyebabkan perbedaan jawaban dari responden yang
dipilih.
4.4.4 Gender terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik
Menurut Rahmawati (2004), gender merupakan karakteristik dan ciri sosial
yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang
diasosiasikan tidak hanya pada perbedaan biologis, melainkan juga pada
interpretasi social dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau
perempuan, dengan memahami perbedaan peran, fungi dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang dapat membentuk persepsi yang berbeda.
Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Dellaportas et al., (2005) yang
menyatakan bahwa akuntan perempuan dan mahasiswa akuntansi perempuan
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut
tampak pada kemampuan penalaran moral dari akuntan perempuan yang secara
fundamental bebeda dengan akuntan laki-laki.
Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010) menunjukkan bahwa gender
berpengaruh positif terhadap pemahaman kode etik. Menurut penelitiannya hal
tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pemahaman kode etik yang
signifikan antara auditor perempuan dibandingkan dengan auditor laki-laki.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender memiliki pengaruh yang
negatif dan tidak signifikan terhadap Pemahaman Kode Etik Akuntan Publik. Hal
ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Hutahahean dan Hasnawati (2015)
yang menunjukkan bahwa gender berpengaruh negatif terhadap perilaku etis
mahasiswa. Dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -
0,0566, dimana nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian
cenderung kepada perempuan, artinya dalam penelitian ini yang lebih memahami
kode etik akuntan publik adalah perempuan, sehingga dapat dikatakan ada
perbedaan pemahaman kode etik akuntan publik antara mahasiswa perempuan
dengan mahasiswa laki-laki, hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa
semakin banyak mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat
pemahaman terhadap kode etik akuntan publik.
4.4.5 Religiusitas terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik
Religiusitas dapat diartikan sebagai suatu kewajiban atau aturan yang harus
dilaksanakan, yang berfungsi untuk mengikat dan mengukuhkan diri seseorang
atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia,
serta alam sekitarnya (Drikarya dalam Widiyanta, 2005). Pendapat tersebut selaras
dengan Rahman (2009), yang menyatakan bahwa orang yang taat pada agama
yang dianutnya adalah orang yang religius.
Agama sendiri terdiri atas tiga pengertian yakni keyakinan tentang Tuhan,
peribadatan sebagai konsekuensi tentang adanya Tuhan dan norma-norma yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia
dengan lingkungan. Sehingga orang yang religius adalah orang yang yakin
terhadap Tuhannya. Pendapat tersebut juga didukung dengan pernyataan Ismail
(2009) yang menyatakan bahwa religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan
individu terhadap agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa individu telah
menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh
dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (2015) menunjukkan bahwa religiusitas
berpengaruh positif terhadap perilaku etis. Penelitian tersebut selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hutahahean dan Hasnawati (2015) yang juga
menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap perilaku etis
akuntan masa depan. Menurut penelitian tersebut terdapat pengaruh interpersonal
religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa. Interpersonal religiusitas merupakan
bagaimana cara pandang seseorang terhadap sebuah hubungan dengan orang lain,
dirinya dan berbagai nilai-nilai agama dan juga keaktifan seseorang dalam
bersosialisasi di dalam organisasi ataupun kelompok-kelompok agama.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yang
menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman kode
etik akuntan public. Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat religiusitas
seseorang dapat dilihat dari empat dimensi dalam Islam yaitu dimensi aqidah
(keyakinan), dimensi syariah (praktik agama), dimensi akhlak (pengamalan), serta
dimensi pengalaman atau penghayatan (Ancok dan Suroso, 1995).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa mahasiswa
yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan berpengaruh terhadap
pemahaman kode etik akuntan publik. Semakin tinggi tingkat religiusitas yang
dimiliki oleh mahasiswa makan semakin tinggi pula tingkat pemahaman
mahasiswa dalam memahami kode etik akuntan publik.
Apabila calon akuntan publik memiliki tingkat religiusitas yang tinggi maka akan
berkontribusi pada akuntan profesional yang dilandasi dengan adanya kesadaran
bahwa kode etik Akuntan Publik merupakan suatu keharusan yang dilakukan
seorang akuntan dalam menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang
benar yang tidak menyalahi aturan agama yang dianutnya.Indikator yang
mempunyai nilai paling tinggi dari konstruk religiusitas ini adalah dimensi
keyakinan yang mempercayai adanya Tuhan, dengan nilai konstruk 0.7647.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian akuntansi di bidang etika profesi
Akuntan Publik. Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
pemahaman mahasiswa terhadap kode etik AkuntanPublik, yaitu perilaku belajar,
kecerdasan emosional, aktivitas kemahasiswaan, gender dan religiusitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku belajar, kecerdasan emosional,
dan religiusitas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pemahaman
kode etik Akuntan Publik. Sedangkan kostruk aktivitas kemahasiswaan dan
gender terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman kode
etik Akuntan Publik.
Perilaku belajar berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa S1
Akuntansi Universitas Brawijaya mengenai kode etik Akuntan Publik. Konstruk
ini diukur dengan menggunakan indikator belajar untuk mengatur perasaan,
belajar untuk mengatur hawa nafsu, belajar untuk mengatur emosi, belajar untuk
berinteraksi dengan sekitar dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma,
adat dan peraturan yang berlaku. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safitri (2010), yang menyatakan
bahwa sikap mahasiswa yang memiliki perilaku belajar yang baik maka akan
mendukung keberhasilannya menjadi calon akuntan publik profesional, yaitu
akuntan publik yang memahami dan menerapkan kode etik dalam melaksanakan
profesinya.Semakin tinggi perilaku belajar mahasiswa maka akan semakin tinggi
pula pemahaman mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.
Kecerdasan emosional dinilai dapat memberikan pengaruh positif terhadap
pemahaman mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Brawijaya mengenai kode etik
Akuntan Publik. Indikator yang mendasari variabel kecerdasan emosional ada
lima yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati (berhubungan
dengan orang lain) dan keterampilan sosial. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan olehSafitri (2010), yang menunjukkan
bahwa mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang bagus dapat
berkontribusi terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik. Semakin tinggi
kecerdasan emosional mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman
mahasiswa terhadap kode etik akuntan publik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel aktivitas kemahasiswaan
berpengaruh negatif terhadap pemahaman kode etik Akuntan Publik, yang berarti
bahwa aktivitas kemahasiswaan yang dilakukan tidak mempengaruhi pemahaman
mahasiswa S1 Akuntansi terhadap kode etik Akuntan Publik. Semakin tinggi
aktivitas kemahasiswaan yang dilakukan di luar kuliah, maka akan semakin
rendah pemahaman terhadap kode etik akuntan publik, sehingga dapat menjadi
faktor penghambat dalam memperoleh prestasi belajar yang baik. Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2010), yang menyatakan bahwa
semakin tinggi aktivitas mahasiswa maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman
mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik, dimana pada saat mengikuti
kegiatan kemahasiswaan mahasiswaakan mendapatkan pengalaman dengan dilatih
untuk menjadi seorang akuntan publik yang dapat bekerja secara profesional.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gender berpengaruh negatif terhadap
pemahaman mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Brawijaya. Ada perbedaan
pemahaman kode etik akuntan publik antara mahasiswa perempuan dengan
mahasiswa laki-laki, hubungan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa semakin
banyak mahasiswa perempuan maka akan semakin tinggi tingkat pemahaman
terhadap kode etik akuntan publik.
Religiusitas berpengaruh positif terhadap pemahaman mahasiswa S1
Akuntansi Universitas Brawijaya terhadap kode etik Akuntan Publik. Konstruk ini
diukur dengan empat dimensi religiusitas yaitu dimensi aqidah (keyakinan),
dimensi syariah (praktik agama), dimensi akhlak (pengamalan) dan dimensi
pengalaman atau penghayatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas
mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode etik Akuntan Publik. Hal
ini berarti adanya kesadaran mahasiswa untuk memahami kode etik Akuntan
Publik, yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan seorang individu dalam
menjalankan profesinya agar tetap berada di jalan yang benar yang tidak
menyalahi aturan agama yang dianutnya. Semakin tinggi tingkat religiusitas
mahasiswa maka akan semakin tinggi pula pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik akuntan publik.
1.2 ImplikasiHasilPenelitian
Penelitian ini memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi mahasiswa
maupun peneliti selanjutnya mengenai etika profesi akuntan yang harus dipahami
ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dalam penelitian ini dapat
diketahui faktor apa saja yang berpengaruh positif terhadap pemahaman
mahasiswa mengenai kode etik Akuntan Publik. Faktor tersebut adalah perilaku
belajar, kecerdasan emosional dan tingkat religiusitas mahasiswa. Sedangkan
faktor yang berpengaruh negatif dalam penelitian ini adalah faktor aktivitas
kemahasiswaan dan gender, sehingga dapat dikatakan bahwa ada tiga faktor
dalam penelitian ini yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik akuntan publik.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada mahasiswa calon
akuntan agar lebih memperhatikan perilaku belajarnya, meningkatkan kecerdasan
emosionalnya, serta lebih meningkatkan religiusitas dalam dirinya sehingga akan
dapat diterapkan ketika menjadi profesional akuntan kelak.
1.3 Keterbatasandan Saran Penelitian
Penelitian ini tidak bebas dari keterbatasan, diantaranya saat kuesioner
disebarkan di kampus sudah jarang sekali mahasiswa yang datang dikarenakan
waktu penyebaran bertepatan dengan ujian akhir semester dan libur semester.
Selain itu ketika kuesioner disebarkan kepada responden, banyak dari
responden yang tidak mau mengisi kuesioner dengan alasan terburu-buru atau
tidak ada waktu. Apabila respon den bersedia mengisi kuesioner, mereka tidak
sepenuhnya serius dalam mengisi pertanyaan yang diajukan yang
menyebabkan hasil menjadi bias atau kurang dapat menggambarkan situasi
sesungguhnya. Penelitian ini juga hanya meneliti lima variabel, dimana hanya
tiga variabel saja yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa terhadap kode
etik akuntan publik. Selain kelima variabel yang diteliti dalam penelitian ini
masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi pemahaman mahasiswa
terhadap kode etik, misalnya faktor kemampuan, motivasi, informasi,
lingkungan sekitar, sikap bawaan dan lain sebagainya. Perbedaan respon dan
karakteristik responden juga mempengaruhi hasil penelitian ini dengan
penelitian terdahulu. Oleh karena itu peneliti memberikan rekomendasi
kepada peneliti lain untuk memperbaiki kelemahan dan mengembangkan
penelitian ini melalui penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Hasan, dkk. 2005. KamusBesar Bahasa Indonesia. Jakarta
:DepartemenPendidikan Nasional BalaiPustaka.
Ancok, DjamaludindanFuadNashoriSuroso. 1995. Psikologi Islam Solusi Islam
Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Arikunto S, 2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik, Ed Revisi VI,
Penerbit PT RinekaCipta, Jakarta.
Aunurrahman. 2012. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Bandung: ALFABETA.
Bertens, K. 2007. ETIKA, Jakarta : PT. GramediaPustakaUtama.
Walgito, Bimo. 2005. BimbingandanKonseling (StudidanKarir). Yogyakarta:
Andi Offset
Cooper, Robert K. danSawaf, Ayunan. 2002. Executive EQ:
KecerdasanEmosionaldalamKepemimpinandanOrganisasi. Alih Bahasa: Ales
Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.
Dellaportas, S., Gibson, K., Alagiah, R., Hutchinson, M., Leung, P &Homrigh,
D.V. 2005. Ethics, Governance & Accountability:A Professional Perspective.
Australia: John Wiley & Sons Ltd.
EM ZulFajridanRatu Aprilia Senja. 2008. KamusLengkap Bahasa Indonesia,
EdisiRevisi, Cet.3, Semarang: Difa Publishers.
Fakih, M. 2006. Analisis Gender danTransformasiSosial. Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Fauzan. 2015. PengaruhReligiusitasdan Ethical Climate terhadap Ethical
Behavior. Jurnal. Malang: UniversitasKanjuruhan, Modernisasi, Vol. 11, No.
3, Oktober 2015.
FuadNashoridanRachmy Diana Muchtaram. 2002.
MengembangkanKreatifitasdanPerspektifPsikologiIslami, Yogyakarta:
Menara Kudus Jogjakarta.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata
:GramediaPustakaUtama.
Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan).
Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.
Goleman, Daniel. 2003, KecerdasanEmosional,terj. T. Hermaya, Cet. XIII,
Jakarta: GramediaPustakaUtama
Ghozali, Imam. 2006. AplikasiAnalisis Multivariate Dengan Program SPSS.
CetakanKeempat. Semarang: BadanPenerbitUniversitasDiponegoro.
Ghozali, Imam. 2014. Structural Equation Modeling: Metode Alternative dengan
Partial Least Square (PLS). UniversitasDiponegoro. Semarang.
Hanifah, SyukriyAbdullah(2001),
PengaruhPerilakuBelajarTerhadapPrestasiAkademikMahasiswaAkuntansi,
Media RisetAkuntansi,Auditingdaninformasi, Volume 1, No 3.
Hutahahean, M. Umar Bakri danHasnawati. 2015. Pengaruh Gender, Religiusitas,
danPrestasiBelajarterhadapPerilakuEtisAkuntan Masa Depan.
Jurnal.UniversitasTrisakti. Volume 2, No 1.
IAPI. 2008. KodeEtikProfesiAkuntanPublik. SalembaEmpat. Jakarta.
IkatanAkuntan Indonesia KompartemenAkuntanPublik. 2001. Standar
ProfesionalAkuntanPublik. Jakarta: SalembaEmpat.
Isnanto, R. Rizal. 2009. Buku Ajar EtikaProfesi. Program StudiSistemKomputer
FakultasTeknik. UniversitasDiponegoro: Semarang.
JogiyantodanAbdillah, Willy. 2009. Konsep&Aplikasi PLS (Partial least
Square) UntukpenelitianEmpiris. Eds. Pertama. Yogyakarta:
BPFEYogyakarta.
Jalaluddin (2005) . Psikologi Agama. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Jalaluddin, Rahmat. 2005. PsikologiKomunikasi. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya.
Jogiyanto. 2010. Analisis&Disain, Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta
KamusBesar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Depdiknas.
Khomsiyahdan Nur Indriantoro. (1998).
PengaruhOrientasiEtikaterhadapKomitmendansensivitasetika auditor
Pemerintahan di DKI Jakarta. JurnalRisetakuntansi Indonesia Vol.1 No.1
Lam, Laura Thidan Susan, Kirby. 2002. Is Emotional Intelligence an Adventage?
An Explorationof the Impact of Emotional and General Intelligance on
individual Performance. The Jurnal of Social Psycology, 2002, 142(1). 133 –
143.
Ludigdo, Unti. 2007. ParadoksEtikaAkuntan. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Lung, Choe Kum dan Chai, Lau Teck. 2010. Attitude towards Business Ethics:
Examining the Influence of Religiosity, Gender and Education Levels.
International Journal of Marketing Studies Vol.2, No. 1; May 2010
Martono, Nanang. 2010. MetodePenelitianKuantitatifAnalisis Isi danAnalisis
Data Sekunder, Jakarta : PT Raja GrafindoPersada.
Metta Suliani. 2010. PengaruhPertimbanganEtis, PerilakuMachiavelian, Dan
Gender DalamPembuatanKeputusanEtisMahasiswa S1 Akuntansi.
Undergraduate thesis. Semarang :UniversitasDiponegoro.
Mahmuddah, Dede. (2011).
HubunganDukunganKeluargadanReligiusitasdenganKecemasanMelahirkanpa
daIbuHamilAnakPertama (Primigravida). Skripsi. Universitas Islam Negeri.
Notoprasetio, Christina Gunaeka. 2012. Jurnal.
PengaruhKecerdasanEmosionaldanKecerdasan Spiritual Auditor
terhadapKinerja Auditor pada Kantor AkuntanPublik di Surabaya.
JurnalIlmiahMahasiswaAkuntansi, Vol. 1, No. 4, Juli 2012.
Nugroho, SetiyoArys. 2008. Faktor-faktor yang
MempengaruhiMahasiswaAkuntansiTerhadapKonsistensiPilihanKarirDibidan
gAkuntansi. Skripsi. Surakarta: UniversitasMuhammadiyah.
Rahman. 2009.
PerilakuReligiusitasdalamKaitannyaDenganKecerdasanEmosiRemaja. Jurnal
Al-Qalamvol 15. no 23
Regar, Moenaf H. 2007. MengenalProfesiAkuntandanMemahamiLaporannya.
CetakanKedua. Jakarta: PT. BumiAksara.
M. RidwanTikollah, IwanTriyuwono, UntiLudigdo. 2006. Pengaruh
KecerdasanIntelektual, KecerdasanEmosional, Dan Kecerdasan Spiritual
TerhadapSikapEtisMahasiswaAkuntansi. Padang. Simposium Nasional
Akuntansi 1X.
Reality. (2008). Kamusterbarubahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher.
Rahmawati, A. 2004.
PersepsiRemajatentangKonsepMaskulindanFeminimDilihatdariBeberapaLata
rBelakangnya. SkripsipadaJurusanPsikologiPendidikandanBimbingan UPI
Bandung: Tidakditerbitkan.
Regar, Moenaf. 2007. MengenalProfesiAkuntandanMemahamiLaporannya.
BumiAksara. Jakarta.
Regar, Moenaf H. 2003. ”KilasSorotPerkembanganAkuntansi di Indonesia”,
Akuntansi Indonesia di Tengah KancahPerubahan, Pustaka LP3ES, Jakarta.
Safitri, Dian. 2010. PengaruhPerilakuBelajar,
KecerdasanEmosionaldanAktivitasKemahasiswaanterhadapPemahamanKode
EtikAkuntanPublik. Skripsi. Malang: UniversitasBrawijaya.
Sekaran, Uma. 2011. MetodePenelitianuntukBisnis. Jakarta: SalembaEmpat.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business : A Skill Building Approach
2nd
Edition, John Wiley and Son. New York.
Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Siswoyo, Dwidkk. 2007. IlmuPendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Slameto.2003. BelajardanFaktor –faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
PT RinekaCipta.
Sudarman, Danim. 2004.
MotivasiKepemimpinandanEfektivitasKelompok.PenerbitRinekaCipta.
Sugiyono. 2011. MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
AFABETA, cv.
Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sudaryono. (2012). Dasar-dasarEvaluasiPembelajaran. Yogyakarta. GrahaIlmu.
Sudijono, Anas. (2009). PengantarStatistikPendidikan. Jakarta:
RajaGrafindoPersada.
Sugiyono. (2011). MetodePenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta
Sukirman, Silvia. (2004). TuntunanBelajar di Perguruan Tinggi. Jakarta:
PelangiCendikia.
Sukma, Aditya. 2009. StudiEmpirisPengaruhKecerdasanEmosional,
PerilakuBelajar, danStresKuliahTerhadapKeterlambatanPenyelesaianStudi.
Skripsi. Malang: UniversitasBrawijaya.
SukrisnoAgoes. 1996. PenegakkanKodeEtikAkuntan Indonesia.
MakalahdalamKonvensi Nasional Akuntansi III. IAI.
Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan
Publik, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
SupramonodanIntyasUtami. 2004. Desain Proposal
PenelitianAkuntansidanKeuangan. Andi. Yogyakarta.
Suraida, Ida. 2005. Jurnal. PengaruhEtika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan
Resiko Audit TerhadapSkeptismeProfesional Auditor danKetepatan
PemberianOpiniAkuntanpublik. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3.
Suwardjono (1991), PerilakuBelajar di Perguruan Tinggi, JurnalAkuntansi,
edisiMaret, Yogyakarta:STIE YKPN.
Takwin, B. (2008). Menjadimahasiswa. Bagustakwin .multiply.com.
http://bagustakwin.multiply.com/journal/item/18
The Liang Gie, 1988, Cara Belajar yang Efisien.Yogyakarta:
PusatKemajuanStudi
Trisnaningsih, Sri. (2010). Profesionalisme Auditor, Kualitas Audit dan Tingkat
MaterialitasdalamPemeriksaanLaporanKeuangan. JurnalMaksi, 10 (2).
Tugiman, Hiro. 1997, StandarProfesional Audit Internal,Edisi II, Cetakan ke-5,
Yogyakarta: PenerbitKanisius.
Usman dan Akbar. 2009. MetodologiPenelitianSosial. Jakarta: BumiAksara.
Wibowo, Ery. 2010. Pengaruh Gender,
PemahamanKodeEtikProfesiAkuntanterhadap Auditor Judgment. Jurnal.
Semarang: Media AkuntansiUnimus Vol.1 No.1, September 2010.
Widiyanta, A., 2005, SikapterhadapLingkungandanReligiusitas, Jurnal
PSIKOLOGIA Vol.I No.2., USU Press, Medan. LenteraPendidikan. Vol 12.
Yusuf, Haryono. 2005. Dasar – DasarAkuntansi. Yogyakarta :Akademi
Akuntansi YKPN.