abstrak analis formalin pada bakso yang dijajankan oleh ...repository.utu.ac.id/427/1/bab...
TRANSCRIPT
-
ii
ABSTRAK
Indra Syaputra, Analis formalin pada bakso yang dijajankan oleh pedagang diKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013 dibawahbimbingan Kiswanto, M.Si dan Hasrah Junaidi, SKM.
Keberadaan formalin dalam beberapa jenis makanan sebenarnya bukan hal baru.Namun kurangnya informasi atau sosialisasi mengenai bahaya zat tersebut, dansulitnya membedakan produk yang diawetkan dengan formalin dengan yang tidakmenggunakan formalin menjadi masalah bagi konsumen dan kesehatan. Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yangdijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.Jenis penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium dengan pendekatan analisiskimia kuantitatif untuk mengetahui penggunaan formalin pada bakso yangdijajankan oleh pedagang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baksoyang dijajankan oleh pedagang yang berjumlah 20 tempat dan sampel padapenelitian ini dinetapkan sebanyak 25% dari jumlah populasi yaitu 5 tempatpenjualan bakso. Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive sampling,yaitu mengambil sampel sesuai kebutuhan peneliti. Berdasarkan hasil penelitiandapat disimpulkan bahwa semua sampel (100%) negatif menggunakan formalinpada produk makanan. Disarankan kepada para pedagang bakso untukmempertahankan dagangannya agar tidak menggunakan bahan berbahayaformalin dalam bakso.
Kata Kunci : Formalin, bakso, pedagang.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Depkes RI (2009) tujuan pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup
dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat.
Makanan sehat yang layak untuk dikonsumsi oleh setiap manusia adalah
bahan makanan yang kondisinya berada dalam keadaan baik dan segar, tidak
rusak serta mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada makanan yang
melalui proses pengolahan haruslah tidak berubah bentuk, warna dan rasa, serta
bahan tambahannya harus memenuhi persyaratan minimal makanan sehat yang
berlaku (Mukono, 2000 dalam Imelda, 2009).
Penggunaan bahan pengawet pada makanan sampai saat ini masih banyak
dijumpai akhir-akhir ini. Pengawet yang lagi ramai dibicarakan di kalangan
masyarakat adalah penggunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan.
Beberapa bahan makanan seperti: tahu, bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering,
ikan laut yang lama waktu penangkapannya masih dijumpai menggunakan
formalin sebagai bahan pengawet (Depkes 2006).
Sekarang ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran
lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat
makanan lebih efektif dan efisien. Tetapi di samping untuk makanan dibuat juga
-
2
bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di mana bahan kimia tersebut tidak
boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat berakibat fatal. Hal ini
sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah satu
masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Janganlah sampai
membiarkan hal ini terus berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan.
Konsumsi bakso, tahu dan mie pernah menurun pada saat beredarnya
bakso, tahu dan mie yang mengandung formalin. Formalin adalah nama dagang
dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran
mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40% (Khairul,
2012). Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan
makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang
digunakan pada makanan.
Formalin sudah lama dikenal sebagai zat pengawet jaringan yang di dalam
dunia kedokteran digunakan sebagai pengawet jaringan yang harus dikirim oleh
dokter ahli bedah ke laboratorium untuk diperiksa secara mikroskopik dalam
penegakkan diagnosis. Dalam pendidikan kedokteran formalin juga digunakan
sebagai pengawet jenazah agar dapat digunakan sebagai bahan praktikum.
Penggunaan formalin selain dibidang kedokteran misalnya untuk
mengawetkan hewan seperti burung, tupai, berang-berang, kera, ular, kupu-kupu,
dan bahkan harimau atau kijang. Hal tersebut memungkinkan ada sebagian
anggota masyarakat yang berfikir, jika formalin dapat mencegah membusuknya
burung dan bahkan kijang, formalin tentu juga dapat mengawetkan bakso, tahu
dan mie sehingga tidak cepat basi. Mereka tidak berfikir jauh bahwa di samping
-
3
dapat berguna sebagai pengawet, formalin juga dapat menimbulkan gangguan
kesehatan (Aprilianti, 2006).
Pemakaian formalin pada bahan makanan dapat menyebabkan keracunan
pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual, sakit
perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi
susunan syaraf atau gangguan peredaran darah. Formalin bereaksi cepat dengan
lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Formalin pada dosis
rendah dapat menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, timbulnya
depresi susunan syaraf, serta kegagalan peredaran darah. Pada dosis tinggi,
formalin dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak bisa kencing
serta muntah darah, dan akhirnya menyebabkan kematian.
Berdasarkan beberapa penelitian disimpulkan bahwa formalin tergolong
sebagai karsinogen, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya kanker.
Kesepakatan umum dikalangan para ahli pangan bahwa semua bahan yang
terbukti bersifat karsinogenik tidak boleh digunakan dalam makanan maupun
minuman. Prinsip ini di Amerika dikenal dengan nama Delaney Clause. Bahan
Tambahan Makanan (Food Additive), dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722 /Men.Kes/Per/IX/88 bahwa formalin dilarang untuk digunakan dalam
makanan dan minuman. Penggunaan formalin pada makanan dan minuman, 84
tahun sebelum terbitnya peraturan di Indonesia, telah dilarang di Amerika Serikat
(Widianarko dkk, 2000).
Makanan yang mengandung formalin dan bahan kimia berbahaya lainnya
masih dijumpai pada makanan yang beredar bebas di Propinsi Aceh. Dari hasil
pemantauan dan pengujian terhadap 300 jenis makanan yang dijual pedagang
-
4
maupun produk industri rumah tangga di Aceh, sebagian masih menggunakn
formalin dan boraks pada bakso dan mie basah. Ciri-ciri bahan makanan yang
mengandung formalin adalah ; jika pada tahu, maka tahu telihat kenyal dan tidak
mudah pecah kalau dipencet, pada bakso maka bakso terlihat kenyal dan susah
ditusuk, pada mie basah maka mie terlihat kenyal, pada ikan kering maka ikan
kering terlihat tegang dan tidak dihinggapi lalat dan sukar berulat. Begitu juga
pada kerupuk, maka kerupuk balado terlihat sangat garing, pada ikan laut ukuran
sangat besar, maka ikan terlihat sangat kaku (Muliawarman, 2009).
Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu Kabupaten yang ada di
wilayah Provinsi Aceh. Di Aceh Barat khususnya Johan Pahlawan menjadi pusat
peredaran makanan jajanan, salah satu makanan favorit adalah bakso. Penjual
bakso di Kabupaten Aceh Barat semakin hari semakin banyak, baik yang
berjualan di warung maupun yang berjualan keliling. Untuk penghematan
tentunya mereka harus membuat bakso yang tahan lama. Hal ini berpeluang bagi
mereka untuk menggunakan bahan pengawet yang berbahaya seperti formalin.
Walaupun ada bakso yang memiliki ciri menggunakan formalin seperti kenyal dan
susah ditusuk, namun perlu adanya uji laboratorium untuk memastikan apakah
bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat aman untuk di konsumsi.
Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berkaitan dengan penggunaan formalin pada makanan bakso yang dijajankan
oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
-
5
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah kandungan formalin
pada bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat tahun 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yang di jajankan oleh
pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bakso.
2. Untuk mengetahui kadar formalin dalam bakso (bila teridentifikasi
menggunakan formalin)
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1.4.1 Manfaat teoritis :
1. Menambah kekayaan khazanah teori bahan pengawaet makanan
khususnya formalin
2. Memberikan informasi empiris mengenai proses dalam menganalisa
kandungan formalin dalam makanan.
1.4.2 Manfaat praktis :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, dalam penentuan dan
pengambilan kebijakan peningkatan pengawasan obat dan makanan
-
6
2. Bagi masyarakat dalam memberi informasi mengenai makanan
berpengawet khususnya formalin
3. Bagi penulis untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu
kesehatan masyarakat khususnya yang menyangkut sanitasi makanan.
-
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Pengawet Makanan dan Minuman
Bahan pengawet makanan adalah bahan (senyawa) yang ditambahkan ke
dalam makanan dan minuman yang bertujuan untuk mencegah atau menghambat
terjadinya kerusakan makanan oleh kehadiran organisme (Endrikat, 2010).
Tujuan umum pemberian bahan pengawet ke dalam makanan dan minuman
adalah untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan
makanan (Sorensen, 2010).
Beberapa pengawet makanan dan minuman yang diijinkan berdasarkan
Permenkes No.722/1988 adalah berupa senyawa kimia seperti asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat,
kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium
propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoit, kalsium
propionat,kalsium sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoit, natrium
bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat,
natriumsulfit, nisin, dan propil-p-hidroksi-benzoat.
Senyawa pengawet lain yang dipergunakan sebagai bahan pengawet
makanan dan minuman dan diduga memiliki efek terhadap kesehatan apabila
terdapat di dalam makanan dan minuman dalam jumlah diatas ambang batas
diantaranya Ca-benzoat, Sulfur dioksida (SO2) K-nitrit, Ca-/Na-propionat, Na-
metasulfat, Asam sorbet, Natamysin, K-asetat dan BHA. Penambahan bahan
pengawet pada produk pangan perlu menjadi perhatian karena informasi ilmiah
-
8
8
yang diperoleh dari pengaruh senyawa pengawet makanan ini masih ada yang
diragukan keamanannya (Bevilacqua, 2010, dalam Khairul, 2012).
2.2. Formaldehida
Formaldehida merupakan bentuk aldehida yang paling sederhana.
Formaldehida bersifat mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, dan mudah
dipolimerisasi pada suhu ruang. Formaldehida bersifat larut di dalam air,
aseton,benzene, dietil eter, kloroform, dan etanol (IARC, 2002). Pada suhu 150ºC,
formaldehida mudah terdekomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida.
Formaldehida mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfer membentuk asam
format, yang kemudian diubah menjadi karbondioksida oleh sinar matahari
(WHO, 2002).
Formaldehida dipasaran sering dikenal dengan banyak nama yaitu Formol,
Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methyl
aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Oxomethane, Karsan, Methylene
glycols, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform,
Tetraoxymethylene, dan Trioxane. Dalam udara bebas formaldehida berada dalam
wujud gas, tapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37%
menggunakan merk dagang formalin atau formol). Formalin adalah larutan yang
tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam larutan formalin
terkandung 30-50% gas formaldehida dan ditambahkan metanol sebanyak 10-15%
untuk mencegah terjadinya polimerisasi formaldehida (Achmadi, 2003).
Formaldehida merupakan produk metabolisme normal yang penting bagi
biosintesis beberapa asam amino di dalam tubuh. Level formaldehida pada
-
9
9
jaringan endogenous yang secara metabolik membentuk formaldehida adalah 3-
12mg/g jaringan. Formaldehida endogenous berasal dari proses inhalasi, asupan
oral,dan melalui kulit. Formaldehida yang diasup secara oral akan diserap oleh
saluran gastrointestinal. Formaldehida yang diinhalasi akan diserap oleh saluran
pernafasan bagian atas tetapi tidak didistribusikan ke seluruh tubuh karena
metabolismenya yang cepat (Heck, 2005).
Hati manusia mampu mengubah 22 mg formaldehida menjadi CO2/menit,
penyerapan formaldehida melalui darah tidak menyebabkan akumulasi
formaldehida di dalam tubuh karena proses konversi menjadi asam format cepat
terjadi. Namun kandungan asam format yang tinggi dapat meningkatkan
keasaman darah (Owen, 2000). Metabolisme formaldehida di dalam tubuh terdiri
dari 4 jalur yaitu :
1. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian diubah
menjadi CO2 dan dikeluarkan melalui pernapasan.
2. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian diubah
menjadi garam (garam natrium dan garam format) atau tetap sebagai asam
format untuk dibuang sebagai urin. Jalur metabolisme formaldehida
menjadi asam format tergantung konsentrasi glutation didalam tubuh.
3. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian
diinkorporasikan ke dalam one-carbon pool (metabolisme yang
menggunakan karbon tunggal dalam biosintesis). Jalur metabolism ini
tergantung dari jumlah konsentrasi folat di dalam tubuh karena one-carbon
pool memerlukan tetrahidrofolate yang disintesis dari folat.
-
10
10
4. Formaldehida keluar dari jalur metabolisme dan bereaksi dengan
makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein (Bardana, 2001).
2.2.1. Kegunaan Formaldehida
Kelebihan yang dimiliki oleh formaldehida adalah kemampuannya dalam
membunuh organisme, yaitu dipergunakan sebagai pembasmi lalat dan berbagai
serangga lain; Untuk pembersih lantai kapal, gudang, dan pakaian; Bahan pada
pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak; Dalam
dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas;
Bahan untuk pembuatan produk parfum; Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk
urea ; Bahan pengawet poduk kosmetika dan pengeras kuku; Bahan untuk insulasi
busa; Pencegah korosi untuk sumur minyak dan Bahan perekat untuk produk kayu
lapis (Plywood).
Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi ; Dalam
konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah
tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil,
lilin, pasta gigi, dan pembersih karpet. Dalam bidang medis, larutan formaldehida
dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil ; Didunia
kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat , yang biasanya
digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Yuliarti, 2007).
Turunan formaldehida yang lain adalah metilen difenil diisosianat,
komponen penting dalam cat dan busa poliuretan, serta heksametilen tetramina,
-
11
11
yang dipakai dalam resin fenol-formaldehid untuk membuat RDX (bahan
peledak).
2.2.2. Pengawetan dengan Formaldehida
Penggunaan formaldehida dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan,
karena formaldehida adalah senyawa antimikroba yang efektif dalam membunuh
bakteri, jamur, bahkan virus sekalipun. Pada umumnya formaldehida digunakan
dalam bahan yang mengandung banyak air atau tinggi aktivitas air (aw) nya.
Produk-produk dengan aw lebih dari 0,85 sangat disukai oleh mikroba termasuk
mikroba pembusuk sehingga secara alami produk tersebut mudah rusak
(perishable) dan tidak dapat disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu lama.
Umur simpan tersebut menjadi semakin pendek apabila jumlah mikroba
awal sangat tinggi karena proses pengolahannya yang tidak mengindahkan
praktek-praktek yang baik (good practices) serta penerapan sanitasi yang baik.
Larutan formaldehida adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif,
jamur, atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehida
bereaksi dengan protein, dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme.
Efek sporosidnya yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan
formaldehida 0,5% dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam
waktu 2-4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan formaldehida 8% dapat
membunuh spora dalam waktu 18 jam (WHO, 2002).
Sifat antimikrobial dari formaldehida merupakan hasil dari
kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan
asam amino bebas dalam protein menjadi hidrokoloid. Kemampuan dari
-
12
12
formaldehida meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Cahyadi, 2006).
Mekanisme formaldehida sebagai pengawet adalah jika formaldehida bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut
(Davidson, 2003).
Formaldehida dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein.
Formaldehida berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada
protoplasma sel, merusak nukleus, dan mengkoagulasi protein (Westhoff, 2008).
Pada reaksi formaldehida dengan protein, yang pertama kali diserang adalah
gugus amina pada posisi dari lisin di antara gugus-gugus polar dari peptidanya.
Formaldehida menyerang gugus ε-NH2 dari lisin dan selain itu juga pada gugus ε-
NH2 histidin dan tirosin. Pengikatan formaldehida pada gugus ε-NH2 dari lisin
berjalan lambat dan merupakan reaksi yang searah, sedangkan ikatannya dengan
gugus asam amino bebas berjalan cepat dan merupakan reaksi bolak-balik
(Branen, 2003).
Ikatan formaldehida dengan gugus amino dalam reaksi ini tidak dapat
dihilangkan dengan dianalisis sehingga ikatan ini turut menyokong kestabilan
struktur molekul (Marquie, 2007, dalam Khairul, 2012).
2.2.3.Penyalahgunaan Formaldehida
Besarnya manfaat formaldehida di bidang industri ternyata disalahgunakan
oleh produsen di bidang industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan
dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh
-
13
13
Depkes dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) setempat
(Yuliarti, 2007).
Penyalahgunaan formalin dalam makanan ditemukan oleh Badan POM
pada tahun 2005 yang menguji makanan jajanan anak di 195 Sekolah Dasar di 18
Propinsi. Dari 66 sampel bakso yang dianalisis satu sampel bakso mengandung
formalin, begitu juga dengan sepuluh sampel tahu yang dianalisis empat
diantaranya mengandung formalin, selain jajanan tersebut dua dari delapan
sampel mie yang dianalisis juga mengandung formalin. Hasil serupa juga
ditemukan oleh Badan POM pada Jajanan Anak Sekolah di sekolah dasar di
seluruh ibukota provinsi di Indonesia pada tahun 2006. Hasilnya terdapat 5,76%
mie yang mengandung formalin 434 sampel per parameter dan 2,53% bakso yang
mengandung formalin (Khairul, 2012).
Penyalahgunaan formalin tidak hanya ditemukan pada makanan jajanan
anak sekolah tapi juga pada makanan yang dijual di pasar. Pada tahun 2003
hingga 2005 Badan POM menemukan lebih dari separuh sampel mie (51%) dan
lebih dari seperlima (22%) tahu yang dianalisis mengandung formalin. Alasan
pedagang menambahkan formalin ke dalam makanan adalah karena kepentingan
ekonomi. Alasan ekonomi di sini berarti agar pedagang tidak mengalami kerugian
bila barang dagangan mereka tidak habis terjual dalam sehari (Khairul, 2012).
Selain itu, kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat
kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, harga formalin yang sangat
murah, dan kemudahannya didapat merupakan faktor-faktor penyebab
penyalahgunaan formalin sebagai pengawet dalam makanan (Hidayati, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (MenKes) Nomor
-
14
14
1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang
penggunaannya dilarang untuk produk makanan.
2.2.4. Bahaya Penggunaan Formaldehida
Formaldehida sebagai pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian
Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono pada tahun 2006, merupakan suatu
senyawa yang reaktif dan mudah mengikat air. Pengawet ini memiliki unsure
aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika
disiramkan ke makanan, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian
permukaan makanan hingga terus meresap kebahagian dalamnya. Dengan matinya
protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan makanan yang
diberi formalin terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan
diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, itulah makanan
menjadi lebih awet.
Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri
dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk
lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi
juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan
terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan
serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang
dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di
dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya.
Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang
banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila
-
15
15
formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi. Masalahnya, sebagai
bahan yang digunakan hanya untuk mengawetkan makanan, dosis formalin yang
digunakan pun akan rendah. Sehingga efek samping dari mengkonsumsi makanan
berformalin tidak akan dirasakan langsung oleh konsumen.
Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan, bagi tubuh manusia diketahui
sebagai zat beracun, karsinogen (menyebabkan kanker), mutagen yang
menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Uap dari
formalin sendiri berbahaya jika dihirup oleh saluran pernafasan dan juga sangat
berbahaya dan iritatif jika tertelan oleh manusia. Untuk mata, seberapa encerpun
formalin ini tetap iritatif. Jika sampai tertelan, orang tersebut harus segera minum
air sebanyak mungkin dan diminta memuntahkan isi lambung.
Formalin jika tertelan, dalam jangka pendek tidak menyebabkan
keracunan, tetapi jika tertimbun di atas ambang batas dapat mengganggu
kesehatan. Ambang batas yang aman adalah 1 miligram perliter (Broto, 2006).
International Programe on Chemical Safety menetapkan bahwa batas toleransi
yang dapat diterima dalam tubuh maksimum 0,1 mg perliter.
Bahaya formalin dalam jangka pendek (akut) adalah apabila tertelan maka
mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit jika menelan, mual, muntah
dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala,
hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jantung, hati, otak, limpa, pankreas,
sistem saraf pusat dan ginjal. Bahaya jangka panjang adalah iritasi saluran
pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,
penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; Pada hewan percobaan dapat
-
16
16
menyebabkan kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen
(menyebabkan kanker).
Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi
(kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haematomesis (muntah darah)
yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu 3 jam (Winarno dan Rahayu, 2001).
2.3. Hygiene Sanitasi Makanan
2.3.1 Pengertian
Sanitasi pada makanan mengarah pada usaha untuk menciptakan dan
memperbaiki suatu kondisi yang dapat mencegah kontaminasi bahan makanan
yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Hygiene dapat didefinisikan
sebagai tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa suatu makanan terbebas
dari zat-zat yang berbahaya, berbagai macam zat atau substansi yang berbahaya
ini bisa terdapat baik di dalam maupun di luar makanan tersebut. Sanitasi
makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan
makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia
(Chandra, 2007).
2.3.2 Aspek Hygiene Sanitasi Makanan
Aspek hygiene sanitasi makanan adalah aspek pokok dari hygiene sanitasi
makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan. Aspek hygiene
sanitasi makanan terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu (Depkes, 2010) :
-
17
17
a. Kontaminasi atau pencemaran, yaitu masuknya zat asing ke dalam
makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi
dikelompokkan dalam empat macam yaitu pencemaran fisik (rambut, debu
tanah, serangga, kotoran lainnya), pencemaran kimia (pupuk, pestisida,
mercury, cadmium, arsen, dan lain-lain), pencemaran mikroba (bakteri,
jamur, cendawan), dan pencemaran radio aktif (radiasi, sinar alfa, sinar
gamma, dan lain-lain).
b. Keracunan makanan, yaitu timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak
hygienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah
tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba, atau kimia dalam dosis yang
membahayakan.
c. Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan
baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal
menjadi yang tidak normal dan tidak dikehendaki. Pembusukan dapat
terjadi karena fisika, enzim dan mikroba. Pembusukan mikroba
disebabkan bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di
dalam makanan serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan
menjadi basi, berubah rasa, bau atau warnanya.
d. Pemalsuan, yaitu upaya merubah tampilan makanan dengan cara
menambah, atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan
meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya yang akibatnya berdampak buruk kepada konsumen
(Depkes, 2010).
-
18
18
2.4 Bakso
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan
penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk
yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi. Biasanya
bakso diproduksi oleh pedagang langsung dalam jumlah yang banyak, akan tetapi
dalam penjualan tersebut belum tentu habis dibeli konsumen. Oleh sebab itu untuk
menghindari kerugian dilakukan penambahan bahan pengawet ke dalam bakso.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari kerugian
akibat kerusakan tekstur bakso seperti berjamur, berlendir, berubah warna, bau,
dan rasa maka bakso harus diawetkan. Oleh sebab itu penambahan pengawetan
dilakukan untuk mendapatkan masa simpan bakso menjadi lebih panjang dan
tidak menutup kemungkinan menambahkan zat kimia sebagai pengawet
(Winarno, 2004).
2.4.1 Komposisi Bakso
Dalam pembuatan bakso bahan-bahan yang diperlukan lain seperti :
a. Daging, daging dicuci bersih kemudian digiling sebagai campuran pada
saat pengulenan dengan tepung terigu.
b. Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioca, gandum, atau tepung
aren, dapat digunakan secara sendiri-sendiri maupun campuran, dalam
jumlah 10-100% atau lebih dari berat daging.
c. Pati, semakin tinggi kandungan pati semakin rendah mutu serta murah
harganya. Pada umumnya bakso yang bermutu kadar patinya rendah,
sekitar 15%.
-
19
19
d. Garam dapur dan bumbu (bawang, seledri, serta MSG). digunakan sebagai
adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak.
e. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah menghasilkan emulsi
yang baik.
Beberapa macam zat kimia yang ditambahkan pada bakso, antara lain :
a. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi
kadar yang ditentukan (dengan kisaran 400-1000mg/Kg bahan)
b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 0,1-0,5% (dari berat adonan)
dicampur ke dalam adonan, untuk mendapatkan produk bakso yang kering,
keset atau kenyal teksturnya.
c. Tawas (Al2 (SO)4)3, digunakan untuk mengeringkan sekaligus
mengeraskan permukaan.
d. TiO2 (Titanium dioksida), penambahan TiO2 dalam adonan bakso
umumnya sekitar 0,5 sampai 1,0% dari berat adonan, digunakan sebagai
bahan pemutih untuk menghindarkan terjadinya bakso berwarna gelap.
e. STTP (Sodium Tripoy Phosphat), STTP secara umum diizinkan dan telah
banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan
meningkatkan daya cengkram air (Winarno, 2004).
-
20
20
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Hygiene SanitasiMakanan
NegatifPositif
Uji Laboratorium
Baksomenggunakan
formalin
Jumlah kandungan
-
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen artinya penelitian ini diarahkana untuk
melakukan suatu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau
pengaruh yang timbul (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini yang akan di uji coba
adalah kondungan formalin pada bakso yang di perjualbelikan di Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan spesimen dilakukan di Kecamatan Johan Pahlawan, sedangkan
pemeriksaan spesimen dilakukan di Laboratorium Kampus Analis Depkes Banda
Aceh. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013.
3.3. Populasi dan sampel penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bakso yang diperjual belikan di
Kecamatan Johan Pahlawan sebanyak 20 tempat.
3.3.2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu
mengambil sampel sesuai kebutuhan peneliti. Peneliti menetapkan sebanyak 25%
dari jumlah populasi, yaitu 5 tempat penjualan bakso.
-
22
Tabel 3.1. Daftar Penjual Bakso yang Menjadi Sampel Penelitian
No Kode Alamat Nama Warung
1
2
3
4
5
A-1
A-2
A-3
A-4
A-5
Gampa
Jl Nasional
Jl Teuku Umar
Jl Pocut Baren
Jl Iskandar Muda
Bakso Pak Agus
Bakso Mutiara
Bakso Ojo Lali
Bakso Soleha
Bakso Presiden
3.4 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah :
1. Labu takar
2. Corong kaca
3. Erlenmeyer
4. Botol semprot
5. Pipet tetes
6. Pipet ukur, dan
7. Kertas saring
Bahan dalam penelitian yaitu,
1. Sampel bakso
2. Aquadest
3. Larutan Carrez I
4. Larutan Carrez II
5. Karbon aktif
6. FO I dan FO II.
-
23
3.5 Tahap Pengumpulan Data
Cara yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan pengamatan
langsung pada sampel. Sedangkan teknik analisa data dilakukan dengan menghitung
data yang diperoleh dari hasil kalorimetri yang berupa kadar formalin dengan rumus
sebagai berikut :
F(1) F(2)% = x 100% % = x 100%
n n
Keterangan :
F (1) : Jumlah bakso yang memenuhi syarat
F (2) : Jumlah bakso yang tidak memenuhi syarat
n : Jumlah sampel.
3.6 Proses Analisis Sampel
1. Masukkan ke dalam cawan 1 butir bakso, dihaluskan dan dicairkan dengan 10 ml
air aquadest.
2. Masukkan 5 ml sampel yang sudah dicairkan ke dalam tabung reaksi.
3. Tambahkan 5 tetes reagen FO-1 pada salah satu tabung, tutup dan kocok.
4. Tambahkan 1 tetes reagen FO-2 pada tabung yang telah diisi reagen FO-1, tutup
tabung dan kocok.
5. Inkubasi pada suhu kamar selama 1 menit.
6. Baca hasil pada comparator dengan membandingkan warna sampel dengan warna
standar, (Positif (+) bila terjadi perubahan warna pada comparator).
-
24
7. Jika positif mengandung formalin, baca kandungan formalin pada alat
spektrophotometer pada panjang gelombang 550 nm.
-
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Kecamatan Johan Pahlawan merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat. Adapun batas wilayah Kota Meulaboh adalah :
1. Utara : Berbatas dengan Kecamatan Kaway XVI
2. Timur : Berbatas dengan Kecamatan Mereubo
3. Barat : Berbatas dengan Kecamatan Samatiga
4. Selatan : Berbatas dengan Samudera Hindia
Kecamatan Johan Pahlawan memiliki luas ± 44,91 Km2 dengan jumlah
penduduk ± 57.334 jiwa. Dikecamatan Johan Pahlawan ini terletak Ibu Kota
Kabupaten Aceh Barat yaitu Kota Meulaboh, Kota ini terletak sekitar 175 km
tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatera. Di Kota Meulaboh yang terletak di
Kecamatan Johan Pahlawan terdapat berbagai jenis makanan jajanan. Bakso
merupakan salah satu makanan jajanan favorit bagi masyarakat Meulaboh.
4.1.2 Hasil Analisis Sampel
Hasil uji laboratorium terhadap sampel bakso yang dilakukan di Akademi
Analis Kesehatan, Dinas Kesehatan Aceh tanggal 20-21 Mei 2013, di peroleh
hasil sebagai berikut :
-
26
26
Tabel 4.1 Persentase Kandungan Formalin Pada Bakso yang Dijajankan olehPedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barattahun 2013
No KandunganFormalin
Frekuensi%Uji I Uji II Uji III
1 Positif (+) 0 0 0 02 Negatif (-) 5 5 5 100
Jumlah 100
Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.1. di atas diketahui bahwa dari hasil uji kandingan
formalin pada sampel bakso, didapatkan seluruh bakso (100%) tidak mengandung
formalin (negatif).
Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Kadar Formalin yang Terkandung PadaBakso yang Dijajankan oleh Pedagang di Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
No Tempat Penjualan/ kode
sampel
Frekuensi formalin Rata-rata
Uji I Uji II Uji III
1 Bakso Pak Agus/ A-1 0 0 0 0
2 Bakso Mutiara/ A-2 0 0 0 0
3 Bakso Ojo Lali/ A-3 0 0 0 0
4 Bakso Soleha/ A-4 0 0 0 0
5 Bakso Presiden/ A-5 0 0 0 0
Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2. di atas diketahui bahwa seluruh tempat penjualan
bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat yang dijadikan sampel
tidak menggunakan bahan pengawet formalin
-
27
27
4.2.Pembahasan
Untuk mengetahui suatu bahan pangan khususnya bakso yang
mengandung formalin, kita dapat mengamati secara langsung dengan melihat
keadaan bakso tersebut. Bakso yang mengandung formalin akan terlihat kenyal
dan susah ditusuk. Namun tanda-tanda tersebut tidak akurat jika tidak dilakukan
uji labolatorium baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Untuk memastikan ada tidaknya penggunaan formalin pada bakso di
tempat penjualan bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat,
peneliti melakukan pemeriksaan formalin di laboratorium terhadap 5 tempat
penjualan bakso tersebut yang masing-masing tempat tersebut diambil sampel
sebanyak 20 gram/ 2 butir bakso. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil
bahwa 5 tempat penjualan bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh
Barat negatif terhadap penggunan formalin, seperti yang disajikan pada tabel 4.1.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakso yang diperjual belikan di Kecamatan
Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat aman untuk dikonsumsi karena tidak
mengandung formalin dan diharapkan kepada produsen bakso untuk terus
mempertahankan kualitas bakso yang diproduksinya untuk menjamin kesehatan
para konsumen.
Oleh sebab itu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI.No.
1168/MENKES/PER/X/1999 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan
Makanan, yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan.
Sedangkan menurut FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956
-
28
28
menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,
bentuk, cirri-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Widianarko, 2000).
Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan
menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1) antioksidan dan
antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral dan pendapar; (4)
enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7) penambah gizi; (8)
pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10) pengeras; (11) pewarna
alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13) sekuestran; (14) zat aditif
lain.
Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat
mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di
dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik
bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Sedangkan zat aditif
yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat: dapat merupakan
penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan
atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan tujuan penambahan
masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis
Dari hasil wawancara peneliti dengan para penjual bakso tersebut, peneliti
mendapatkan informasi bahwa para penjual bakso juga mengetahui tentang
adanya larangan penggunaan formalin sebagai bahan pengawet bahan makanan
dan mengetahui bahaya daripada zat kimia formalin bagi kesehatan manusia.
-
29
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan :
1. Hasil penelitian tidak ditemukan adanya penjual bakso yang memakai
formalin sebagai bahan pengawet bakso.
2. Hasil pengujian di laboratorium terhadap 20 gram bakso dari masing-
masing tempat penjualan bakso tidak ditemukan adanya kandungan
formalin.
5.2. Saran
1. Kepada penjual bakso diharapkan untuk mempertahankan dagangannya
agar tidak menggunakan bahan berbahaya formalin dalam bakso yang
dijajankan kepada masyarakat.
2. Kepada Badan POM diharapkan selalu mengawasi dan meningkatkan
pengawasan terhadap penjual dan produsen bakso.
3. Disarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti bakso yang
ada ditempat lain untuk mengetahui ada tidaknya penggunaan formalin
pada bakso yang diperjual belikan.
4. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih
bakso dan makanan yang aman untuk dikonsumsi.
ABSTRAKBAB IBAB II baru BAB IIIBAB V