abstrak analis formalin pada bakso yang dijajankan oleh ...repository.utu.ac.id/427/1/bab...

30
ii ABSTRAK Indra Syaputra, Analis formalin pada bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013 dibawah bimbingan Kiswanto, M.Si dan Hasrah Junaidi, SKM. Keberadaan formalin dalam beberapa jenis makanan sebenarnya bukan hal baru. Namun kurangnya informasi atau sosialisasi mengenai bahaya zat tersebut, dan sulitnya membedakan produk yang diawetkan dengan formalin dengan yang tidak menggunakan formalin menjadi masalah bagi konsumen dan kesehatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Jenis penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium dengan pendekatan analisis kimia kuantitatif untuk mengetahui penggunaan formalin pada bakso yang dijajankan oleh pedagang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bakso yang dijajankan oleh pedagang yang berjumlah 20 tempat dan sampel pada penelitian ini dinetapkan sebanyak 25% dari jumlah populasi yaitu 5 tempat penjualan bakso. Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu mengambil sampel sesuai kebutuhan peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua sampel (100%) negatif menggunakan formalin pada produk makanan. Disarankan kepada para pedagang bakso untuk mempertahankan dagangannya agar tidak menggunakan bahan berbahaya formalin dalam bakso. Kata Kunci : Formalin, bakso, pedagang.

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ii

    ABSTRAK

    Indra Syaputra, Analis formalin pada bakso yang dijajankan oleh pedagang diKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013 dibawahbimbingan Kiswanto, M.Si dan Hasrah Junaidi, SKM.

    Keberadaan formalin dalam beberapa jenis makanan sebenarnya bukan hal baru.Namun kurangnya informasi atau sosialisasi mengenai bahaya zat tersebut, dansulitnya membedakan produk yang diawetkan dengan formalin dengan yang tidakmenggunakan formalin menjadi masalah bagi konsumen dan kesehatan. Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yangdijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.Jenis penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium dengan pendekatan analisiskimia kuantitatif untuk mengetahui penggunaan formalin pada bakso yangdijajankan oleh pedagang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baksoyang dijajankan oleh pedagang yang berjumlah 20 tempat dan sampel padapenelitian ini dinetapkan sebanyak 25% dari jumlah populasi yaitu 5 tempatpenjualan bakso. Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive sampling,yaitu mengambil sampel sesuai kebutuhan peneliti. Berdasarkan hasil penelitiandapat disimpulkan bahwa semua sampel (100%) negatif menggunakan formalinpada produk makanan. Disarankan kepada para pedagang bakso untukmempertahankan dagangannya agar tidak menggunakan bahan berbahayaformalin dalam bakso.

    Kata Kunci : Formalin, bakso, pedagang.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Menurut Depkes RI (2009) tujuan pembangunan kesehatan adalah

    meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

    agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya

    masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup

    dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat.

    Makanan sehat yang layak untuk dikonsumsi oleh setiap manusia adalah

    bahan makanan yang kondisinya berada dalam keadaan baik dan segar, tidak

    rusak serta mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada makanan yang

    melalui proses pengolahan haruslah tidak berubah bentuk, warna dan rasa, serta

    bahan tambahannya harus memenuhi persyaratan minimal makanan sehat yang

    berlaku (Mukono, 2000 dalam Imelda, 2009).

    Penggunaan bahan pengawet pada makanan sampai saat ini masih banyak

    dijumpai akhir-akhir ini. Pengawet yang lagi ramai dibicarakan di kalangan

    masyarakat adalah penggunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan.

    Beberapa bahan makanan seperti: tahu, bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering,

    ikan laut yang lama waktu penangkapannya masih dijumpai menggunakan

    formalin sebagai bahan pengawet (Depkes 2006).

    Sekarang ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran

    lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat

    makanan lebih efektif dan efisien. Tetapi di samping untuk makanan dibuat juga

  • 2

    bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di mana bahan kimia tersebut tidak

    boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat berakibat fatal. Hal ini

    sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah satu

    masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Janganlah sampai

    membiarkan hal ini terus berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan.

    Konsumsi bakso, tahu dan mie pernah menurun pada saat beredarnya

    bakso, tahu dan mie yang mengandung formalin. Formalin adalah nama dagang

    dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran

    mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40% (Khairul,

    2012). Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan

    makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang

    digunakan pada makanan.

    Formalin sudah lama dikenal sebagai zat pengawet jaringan yang di dalam

    dunia kedokteran digunakan sebagai pengawet jaringan yang harus dikirim oleh

    dokter ahli bedah ke laboratorium untuk diperiksa secara mikroskopik dalam

    penegakkan diagnosis. Dalam pendidikan kedokteran formalin juga digunakan

    sebagai pengawet jenazah agar dapat digunakan sebagai bahan praktikum.

    Penggunaan formalin selain dibidang kedokteran misalnya untuk

    mengawetkan hewan seperti burung, tupai, berang-berang, kera, ular, kupu-kupu,

    dan bahkan harimau atau kijang. Hal tersebut memungkinkan ada sebagian

    anggota masyarakat yang berfikir, jika formalin dapat mencegah membusuknya

    burung dan bahkan kijang, formalin tentu juga dapat mengawetkan bakso, tahu

    dan mie sehingga tidak cepat basi. Mereka tidak berfikir jauh bahwa di samping

  • 3

    dapat berguna sebagai pengawet, formalin juga dapat menimbulkan gangguan

    kesehatan (Aprilianti, 2006).

    Pemakaian formalin pada bahan makanan dapat menyebabkan keracunan

    pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual, sakit

    perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi

    susunan syaraf atau gangguan peredaran darah. Formalin bereaksi cepat dengan

    lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Formalin pada dosis

    rendah dapat menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, timbulnya

    depresi susunan syaraf, serta kegagalan peredaran darah. Pada dosis tinggi,

    formalin dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak bisa kencing

    serta muntah darah, dan akhirnya menyebabkan kematian.

    Berdasarkan beberapa penelitian disimpulkan bahwa formalin tergolong

    sebagai karsinogen, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya kanker.

    Kesepakatan umum dikalangan para ahli pangan bahwa semua bahan yang

    terbukti bersifat karsinogenik tidak boleh digunakan dalam makanan maupun

    minuman. Prinsip ini di Amerika dikenal dengan nama Delaney Clause. Bahan

    Tambahan Makanan (Food Additive), dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI

    No.722 /Men.Kes/Per/IX/88 bahwa formalin dilarang untuk digunakan dalam

    makanan dan minuman. Penggunaan formalin pada makanan dan minuman, 84

    tahun sebelum terbitnya peraturan di Indonesia, telah dilarang di Amerika Serikat

    (Widianarko dkk, 2000).

    Makanan yang mengandung formalin dan bahan kimia berbahaya lainnya

    masih dijumpai pada makanan yang beredar bebas di Propinsi Aceh. Dari hasil

    pemantauan dan pengujian terhadap 300 jenis makanan yang dijual pedagang

  • 4

    maupun produk industri rumah tangga di Aceh, sebagian masih menggunakn

    formalin dan boraks pada bakso dan mie basah. Ciri-ciri bahan makanan yang

    mengandung formalin adalah ; jika pada tahu, maka tahu telihat kenyal dan tidak

    mudah pecah kalau dipencet, pada bakso maka bakso terlihat kenyal dan susah

    ditusuk, pada mie basah maka mie terlihat kenyal, pada ikan kering maka ikan

    kering terlihat tegang dan tidak dihinggapi lalat dan sukar berulat. Begitu juga

    pada kerupuk, maka kerupuk balado terlihat sangat garing, pada ikan laut ukuran

    sangat besar, maka ikan terlihat sangat kaku (Muliawarman, 2009).

    Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu Kabupaten yang ada di

    wilayah Provinsi Aceh. Di Aceh Barat khususnya Johan Pahlawan menjadi pusat

    peredaran makanan jajanan, salah satu makanan favorit adalah bakso. Penjual

    bakso di Kabupaten Aceh Barat semakin hari semakin banyak, baik yang

    berjualan di warung maupun yang berjualan keliling. Untuk penghematan

    tentunya mereka harus membuat bakso yang tahan lama. Hal ini berpeluang bagi

    mereka untuk menggunakan bahan pengawet yang berbahaya seperti formalin.

    Walaupun ada bakso yang memiliki ciri menggunakan formalin seperti kenyal dan

    susah ditusuk, namun perlu adanya uji laboratorium untuk memastikan apakah

    bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat aman untuk di konsumsi.

    Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

    yang berkaitan dengan penggunaan formalin pada makanan bakso yang dijajankan

    oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

  • 5

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah kandungan formalin

    pada bakso yang dijajankan oleh pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan

    Kabupaten Aceh Barat tahun 2013?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yang di jajankan oleh

    pedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bakso.

    2. Untuk mengetahui kadar formalin dalam bakso (bila teridentifikasi

    menggunakan formalin)

    1.4 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

    maupun secara praktis.

    1.4.1 Manfaat teoritis :

    1. Menambah kekayaan khazanah teori bahan pengawaet makanan

    khususnya formalin

    2. Memberikan informasi empiris mengenai proses dalam menganalisa

    kandungan formalin dalam makanan.

    1.4.2 Manfaat praktis :

    1. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, dalam penentuan dan

    pengambilan kebijakan peningkatan pengawasan obat dan makanan

  • 6

    2. Bagi masyarakat dalam memberi informasi mengenai makanan

    berpengawet khususnya formalin

    3. Bagi penulis untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu

    kesehatan masyarakat khususnya yang menyangkut sanitasi makanan.

  • 7

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Bahan Pengawet Makanan dan Minuman

    Bahan pengawet makanan adalah bahan (senyawa) yang ditambahkan ke

    dalam makanan dan minuman yang bertujuan untuk mencegah atau menghambat

    terjadinya kerusakan makanan oleh kehadiran organisme (Endrikat, 2010).

    Tujuan umum pemberian bahan pengawet ke dalam makanan dan minuman

    adalah untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan

    makanan (Sorensen, 2010).

    Beberapa pengawet makanan dan minuman yang diijinkan berdasarkan

    Permenkes No.722/1988 adalah berupa senyawa kimia seperti asam benzoat, asam

    propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat,

    kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium

    propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoit, kalsium

    propionat,kalsium sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoit, natrium

    bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat,

    natriumsulfit, nisin, dan propil-p-hidroksi-benzoat.

    Senyawa pengawet lain yang dipergunakan sebagai bahan pengawet

    makanan dan minuman dan diduga memiliki efek terhadap kesehatan apabila

    terdapat di dalam makanan dan minuman dalam jumlah diatas ambang batas

    diantaranya Ca-benzoat, Sulfur dioksida (SO2) K-nitrit, Ca-/Na-propionat, Na-

    metasulfat, Asam sorbet, Natamysin, K-asetat dan BHA. Penambahan bahan

    pengawet pada produk pangan perlu menjadi perhatian karena informasi ilmiah

  • 8

    8

    yang diperoleh dari pengaruh senyawa pengawet makanan ini masih ada yang

    diragukan keamanannya (Bevilacqua, 2010, dalam Khairul, 2012).

    2.2. Formaldehida

    Formaldehida merupakan bentuk aldehida yang paling sederhana.

    Formaldehida bersifat mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, dan mudah

    dipolimerisasi pada suhu ruang. Formaldehida bersifat larut di dalam air,

    aseton,benzene, dietil eter, kloroform, dan etanol (IARC, 2002). Pada suhu 150ºC,

    formaldehida mudah terdekomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida.

    Formaldehida mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfer membentuk asam

    format, yang kemudian diubah menjadi karbondioksida oleh sinar matahari

    (WHO, 2002).

    Formaldehida dipasaran sering dikenal dengan banyak nama yaitu Formol,

    Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methyl

    aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Oxomethane, Karsan, Methylene

    glycols, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform,

    Tetraoxymethylene, dan Trioxane. Dalam udara bebas formaldehida berada dalam

    wujud gas, tapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37%

    menggunakan merk dagang formalin atau formol). Formalin adalah larutan yang

    tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam larutan formalin

    terkandung 30-50% gas formaldehida dan ditambahkan metanol sebanyak 10-15%

    untuk mencegah terjadinya polimerisasi formaldehida (Achmadi, 2003).

    Formaldehida merupakan produk metabolisme normal yang penting bagi

    biosintesis beberapa asam amino di dalam tubuh. Level formaldehida pada

  • 9

    9

    jaringan endogenous yang secara metabolik membentuk formaldehida adalah 3-

    12mg/g jaringan. Formaldehida endogenous berasal dari proses inhalasi, asupan

    oral,dan melalui kulit. Formaldehida yang diasup secara oral akan diserap oleh

    saluran gastrointestinal. Formaldehida yang diinhalasi akan diserap oleh saluran

    pernafasan bagian atas tetapi tidak didistribusikan ke seluruh tubuh karena

    metabolismenya yang cepat (Heck, 2005).

    Hati manusia mampu mengubah 22 mg formaldehida menjadi CO2/menit,

    penyerapan formaldehida melalui darah tidak menyebabkan akumulasi

    formaldehida di dalam tubuh karena proses konversi menjadi asam format cepat

    terjadi. Namun kandungan asam format yang tinggi dapat meningkatkan

    keasaman darah (Owen, 2000). Metabolisme formaldehida di dalam tubuh terdiri

    dari 4 jalur yaitu :

    1. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian diubah

    menjadi CO2 dan dikeluarkan melalui pernapasan.

    2. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian diubah

    menjadi garam (garam natrium dan garam format) atau tetap sebagai asam

    format untuk dibuang sebagai urin. Jalur metabolisme formaldehida

    menjadi asam format tergantung konsentrasi glutation didalam tubuh.

    3. Formaldehida dimetabolisme menjadi asam format, kemudian

    diinkorporasikan ke dalam one-carbon pool (metabolisme yang

    menggunakan karbon tunggal dalam biosintesis). Jalur metabolism ini

    tergantung dari jumlah konsentrasi folat di dalam tubuh karena one-carbon

    pool memerlukan tetrahidrofolate yang disintesis dari folat.

  • 10

    10

    4. Formaldehida keluar dari jalur metabolisme dan bereaksi dengan

    makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein (Bardana, 2001).

    2.2.1. Kegunaan Formaldehida

    Kelebihan yang dimiliki oleh formaldehida adalah kemampuannya dalam

    membunuh organisme, yaitu dipergunakan sebagai pembasmi lalat dan berbagai

    serangga lain; Untuk pembersih lantai kapal, gudang, dan pakaian; Bahan pada

    pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak; Dalam

    dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas;

    Bahan untuk pembuatan produk parfum; Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk

    urea ; Bahan pengawet poduk kosmetika dan pengeras kuku; Bahan untuk insulasi

    busa; Pencegah korosi untuk sumur minyak dan Bahan perekat untuk produk kayu

    lapis (Plywood).

    Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi ; Dalam

    konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai

    pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah

    tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil,

    lilin, pasta gigi, dan pembersih karpet. Dalam bidang medis, larutan formaldehida

    dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil ; Didunia

    kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat , yang biasanya

    digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Yuliarti, 2007).

    Turunan formaldehida yang lain adalah metilen difenil diisosianat,

    komponen penting dalam cat dan busa poliuretan, serta heksametilen tetramina,

  • 11

    11

    yang dipakai dalam resin fenol-formaldehid untuk membuat RDX (bahan

    peledak).

    2.2.2. Pengawetan dengan Formaldehida

    Penggunaan formaldehida dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan,

    karena formaldehida adalah senyawa antimikroba yang efektif dalam membunuh

    bakteri, jamur, bahkan virus sekalipun. Pada umumnya formaldehida digunakan

    dalam bahan yang mengandung banyak air atau tinggi aktivitas air (aw) nya.

    Produk-produk dengan aw lebih dari 0,85 sangat disukai oleh mikroba termasuk

    mikroba pembusuk sehingga secara alami produk tersebut mudah rusak

    (perishable) dan tidak dapat disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu lama.

    Umur simpan tersebut menjadi semakin pendek apabila jumlah mikroba

    awal sangat tinggi karena proses pengolahannya yang tidak mengindahkan

    praktek-praktek yang baik (good practices) serta penerapan sanitasi yang baik.

    Larutan formaldehida adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif,

    jamur, atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehida

    bereaksi dengan protein, dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme.

    Efek sporosidnya yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan

    formaldehida 0,5% dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam

    waktu 2-4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan formaldehida 8% dapat

    membunuh spora dalam waktu 18 jam (WHO, 2002).

    Sifat antimikrobial dari formaldehida merupakan hasil dari

    kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan

    asam amino bebas dalam protein menjadi hidrokoloid. Kemampuan dari

  • 12

    12

    formaldehida meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Cahyadi, 2006).

    Mekanisme formaldehida sebagai pengawet adalah jika formaldehida bereaksi

    dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang

    berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut

    (Davidson, 2003).

    Formaldehida dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein.

    Formaldehida berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada

    protoplasma sel, merusak nukleus, dan mengkoagulasi protein (Westhoff, 2008).

    Pada reaksi formaldehida dengan protein, yang pertama kali diserang adalah

    gugus amina pada posisi dari lisin di antara gugus-gugus polar dari peptidanya.

    Formaldehida menyerang gugus ε-NH2 dari lisin dan selain itu juga pada gugus ε-

    NH2 histidin dan tirosin. Pengikatan formaldehida pada gugus ε-NH2 dari lisin

    berjalan lambat dan merupakan reaksi yang searah, sedangkan ikatannya dengan

    gugus asam amino bebas berjalan cepat dan merupakan reaksi bolak-balik

    (Branen, 2003).

    Ikatan formaldehida dengan gugus amino dalam reaksi ini tidak dapat

    dihilangkan dengan dianalisis sehingga ikatan ini turut menyokong kestabilan

    struktur molekul (Marquie, 2007, dalam Khairul, 2012).

    2.2.3.Penyalahgunaan Formaldehida

    Besarnya manfaat formaldehida di bidang industri ternyata disalahgunakan

    oleh produsen di bidang industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan

    dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh

  • 13

    13

    Depkes dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) setempat

    (Yuliarti, 2007).

    Penyalahgunaan formalin dalam makanan ditemukan oleh Badan POM

    pada tahun 2005 yang menguji makanan jajanan anak di 195 Sekolah Dasar di 18

    Propinsi. Dari 66 sampel bakso yang dianalisis satu sampel bakso mengandung

    formalin, begitu juga dengan sepuluh sampel tahu yang dianalisis empat

    diantaranya mengandung formalin, selain jajanan tersebut dua dari delapan

    sampel mie yang dianalisis juga mengandung formalin. Hasil serupa juga

    ditemukan oleh Badan POM pada Jajanan Anak Sekolah di sekolah dasar di

    seluruh ibukota provinsi di Indonesia pada tahun 2006. Hasilnya terdapat 5,76%

    mie yang mengandung formalin 434 sampel per parameter dan 2,53% bakso yang

    mengandung formalin (Khairul, 2012).

    Penyalahgunaan formalin tidak hanya ditemukan pada makanan jajanan

    anak sekolah tapi juga pada makanan yang dijual di pasar. Pada tahun 2003

    hingga 2005 Badan POM menemukan lebih dari separuh sampel mie (51%) dan

    lebih dari seperlima (22%) tahu yang dianalisis mengandung formalin. Alasan

    pedagang menambahkan formalin ke dalam makanan adalah karena kepentingan

    ekonomi. Alasan ekonomi di sini berarti agar pedagang tidak mengalami kerugian

    bila barang dagangan mereka tidak habis terjual dalam sehari (Khairul, 2012).

    Selain itu, kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat

    kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, harga formalin yang sangat

    murah, dan kemudahannya didapat merupakan faktor-faktor penyebab

    penyalahgunaan formalin sebagai pengawet dalam makanan (Hidayati, 2006).

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (MenKes) Nomor

  • 14

    14

    1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang

    penggunaannya dilarang untuk produk makanan.

    2.2.4. Bahaya Penggunaan Formaldehida

    Formaldehida sebagai pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian

    Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono pada tahun 2006, merupakan suatu

    senyawa yang reaktif dan mudah mengikat air. Pengawet ini memiliki unsure

    aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika

    disiramkan ke makanan, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian

    permukaan makanan hingga terus meresap kebahagian dalamnya. Dengan matinya

    protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan makanan yang

    diberi formalin terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan

    diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, itulah makanan

    menjadi lebih awet.

    Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri

    dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk

    lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi

    juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan

    terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan

    serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang

    dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di

    dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya.

    Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang

    banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila

  • 15

    15

    formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi. Masalahnya, sebagai

    bahan yang digunakan hanya untuk mengawetkan makanan, dosis formalin yang

    digunakan pun akan rendah. Sehingga efek samping dari mengkonsumsi makanan

    berformalin tidak akan dirasakan langsung oleh konsumen.

    Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan, bagi tubuh manusia diketahui

    sebagai zat beracun, karsinogen (menyebabkan kanker), mutagen yang

    menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Uap dari

    formalin sendiri berbahaya jika dihirup oleh saluran pernafasan dan juga sangat

    berbahaya dan iritatif jika tertelan oleh manusia. Untuk mata, seberapa encerpun

    formalin ini tetap iritatif. Jika sampai tertelan, orang tersebut harus segera minum

    air sebanyak mungkin dan diminta memuntahkan isi lambung.

    Formalin jika tertelan, dalam jangka pendek tidak menyebabkan

    keracunan, tetapi jika tertimbun di atas ambang batas dapat mengganggu

    kesehatan. Ambang batas yang aman adalah 1 miligram perliter (Broto, 2006).

    International Programe on Chemical Safety menetapkan bahwa batas toleransi

    yang dapat diterima dalam tubuh maksimum 0,1 mg perliter.

    Bahaya formalin dalam jangka pendek (akut) adalah apabila tertelan maka

    mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit jika menelan, mual, muntah

    dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala,

    hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga

    dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jantung, hati, otak, limpa, pankreas,

    sistem saraf pusat dan ginjal. Bahaya jangka panjang adalah iritasi saluran

    pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,

    penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; Pada hewan percobaan dapat

  • 16

    16

    menyebabkan kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen

    (menyebabkan kanker).

    Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi

    (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haematomesis (muntah darah)

    yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat

    mengakibatkan kematian dalam jangka waktu 3 jam (Winarno dan Rahayu, 2001).

    2.3. Hygiene Sanitasi Makanan

    2.3.1 Pengertian

    Sanitasi pada makanan mengarah pada usaha untuk menciptakan dan

    memperbaiki suatu kondisi yang dapat mencegah kontaminasi bahan makanan

    yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Hygiene dapat didefinisikan

    sebagai tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa suatu makanan terbebas

    dari zat-zat yang berbahaya, berbagai macam zat atau substansi yang berbahaya

    ini bisa terdapat baik di dalam maupun di luar makanan tersebut. Sanitasi

    makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan

    makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia

    (Chandra, 2007).

    2.3.2 Aspek Hygiene Sanitasi Makanan

    Aspek hygiene sanitasi makanan adalah aspek pokok dari hygiene sanitasi

    makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan. Aspek hygiene

    sanitasi makanan terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu (Depkes, 2010) :

  • 17

    17

    a. Kontaminasi atau pencemaran, yaitu masuknya zat asing ke dalam

    makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi

    dikelompokkan dalam empat macam yaitu pencemaran fisik (rambut, debu

    tanah, serangga, kotoran lainnya), pencemaran kimia (pupuk, pestisida,

    mercury, cadmium, arsen, dan lain-lain), pencemaran mikroba (bakteri,

    jamur, cendawan), dan pencemaran radio aktif (radiasi, sinar alfa, sinar

    gamma, dan lain-lain).

    b. Keracunan makanan, yaitu timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau

    gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak

    hygienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah

    tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba, atau kimia dalam dosis yang

    membahayakan.

    c. Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan

    baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal

    menjadi yang tidak normal dan tidak dikehendaki. Pembusukan dapat

    terjadi karena fisika, enzim dan mikroba. Pembusukan mikroba

    disebabkan bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di

    dalam makanan serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan

    menjadi basi, berubah rasa, bau atau warnanya.

    d. Pemalsuan, yaitu upaya merubah tampilan makanan dengan cara

    menambah, atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan

    meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang

    sebesar-besarnya yang akibatnya berdampak buruk kepada konsumen

    (Depkes, 2010).

  • 18

    18

    2.4 Bakso

    Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

    penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk

    yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi. Biasanya

    bakso diproduksi oleh pedagang langsung dalam jumlah yang banyak, akan tetapi

    dalam penjualan tersebut belum tentu habis dibeli konsumen. Oleh sebab itu untuk

    menghindari kerugian dilakukan penambahan bahan pengawet ke dalam bakso.

    Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari kerugian

    akibat kerusakan tekstur bakso seperti berjamur, berlendir, berubah warna, bau,

    dan rasa maka bakso harus diawetkan. Oleh sebab itu penambahan pengawetan

    dilakukan untuk mendapatkan masa simpan bakso menjadi lebih panjang dan

    tidak menutup kemungkinan menambahkan zat kimia sebagai pengawet

    (Winarno, 2004).

    2.4.1 Komposisi Bakso

    Dalam pembuatan bakso bahan-bahan yang diperlukan lain seperti :

    a. Daging, daging dicuci bersih kemudian digiling sebagai campuran pada

    saat pengulenan dengan tepung terigu.

    b. Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioca, gandum, atau tepung

    aren, dapat digunakan secara sendiri-sendiri maupun campuran, dalam

    jumlah 10-100% atau lebih dari berat daging.

    c. Pati, semakin tinggi kandungan pati semakin rendah mutu serta murah

    harganya. Pada umumnya bakso yang bermutu kadar patinya rendah,

    sekitar 15%.

  • 19

    19

    d. Garam dapur dan bumbu (bawang, seledri, serta MSG). digunakan sebagai

    adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak.

    e. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah menghasilkan emulsi

    yang baik.

    Beberapa macam zat kimia yang ditambahkan pada bakso, antara lain :

    a. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi

    kadar yang ditentukan (dengan kisaran 400-1000mg/Kg bahan)

    b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 0,1-0,5% (dari berat adonan)

    dicampur ke dalam adonan, untuk mendapatkan produk bakso yang kering,

    keset atau kenyal teksturnya.

    c. Tawas (Al2 (SO)4)3, digunakan untuk mengeringkan sekaligus

    mengeraskan permukaan.

    d. TiO2 (Titanium dioksida), penambahan TiO2 dalam adonan bakso

    umumnya sekitar 0,5 sampai 1,0% dari berat adonan, digunakan sebagai

    bahan pemutih untuk menghindarkan terjadinya bakso berwarna gelap.

    e. STTP (Sodium Tripoy Phosphat), STTP secara umum diizinkan dan telah

    banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan

    meningkatkan daya cengkram air (Winarno, 2004).

  • 20

    20

    2.5 Kerangka Konsep

    Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

    Hygiene SanitasiMakanan

    NegatifPositif

    Uji Laboratorium

    Baksomenggunakan

    formalin

    Jumlah kandungan

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah eksperimen artinya penelitian ini diarahkana untuk

    melakukan suatu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau

    pengaruh yang timbul (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini yang akan di uji coba

    adalah kondungan formalin pada bakso yang di perjualbelikan di Kecamatan Johan

    Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Pengumpulan spesimen dilakukan di Kecamatan Johan Pahlawan, sedangkan

    pemeriksaan spesimen dilakukan di Laboratorium Kampus Analis Depkes Banda

    Aceh. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013.

    3.3. Populasi dan sampel penelitian

    3.3.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bakso yang diperjual belikan di

    Kecamatan Johan Pahlawan sebanyak 20 tempat.

    3.3.2. Sampel

    Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu

    mengambil sampel sesuai kebutuhan peneliti. Peneliti menetapkan sebanyak 25%

    dari jumlah populasi, yaitu 5 tempat penjualan bakso.

  • 22

    Tabel 3.1. Daftar Penjual Bakso yang Menjadi Sampel Penelitian

    No Kode Alamat Nama Warung

    1

    2

    3

    4

    5

    A-1

    A-2

    A-3

    A-4

    A-5

    Gampa

    Jl Nasional

    Jl Teuku Umar

    Jl Pocut Baren

    Jl Iskandar Muda

    Bakso Pak Agus

    Bakso Mutiara

    Bakso Ojo Lali

    Bakso Soleha

    Bakso Presiden

    3.4 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan adalah :

    1. Labu takar

    2. Corong kaca

    3. Erlenmeyer

    4. Botol semprot

    5. Pipet tetes

    6. Pipet ukur, dan

    7. Kertas saring

    Bahan dalam penelitian yaitu,

    1. Sampel bakso

    2. Aquadest

    3. Larutan Carrez I

    4. Larutan Carrez II

    5. Karbon aktif

    6. FO I dan FO II.

  • 23

    3.5 Tahap Pengumpulan Data

    Cara yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan pengamatan

    langsung pada sampel. Sedangkan teknik analisa data dilakukan dengan menghitung

    data yang diperoleh dari hasil kalorimetri yang berupa kadar formalin dengan rumus

    sebagai berikut :

    F(1) F(2)% = x 100% % = x 100%

    n n

    Keterangan :

    F (1) : Jumlah bakso yang memenuhi syarat

    F (2) : Jumlah bakso yang tidak memenuhi syarat

    n : Jumlah sampel.

    3.6 Proses Analisis Sampel

    1. Masukkan ke dalam cawan 1 butir bakso, dihaluskan dan dicairkan dengan 10 ml

    air aquadest.

    2. Masukkan 5 ml sampel yang sudah dicairkan ke dalam tabung reaksi.

    3. Tambahkan 5 tetes reagen FO-1 pada salah satu tabung, tutup dan kocok.

    4. Tambahkan 1 tetes reagen FO-2 pada tabung yang telah diisi reagen FO-1, tutup

    tabung dan kocok.

    5. Inkubasi pada suhu kamar selama 1 menit.

    6. Baca hasil pada comparator dengan membandingkan warna sampel dengan warna

    standar, (Positif (+) bila terjadi perubahan warna pada comparator).

  • 24

    7. Jika positif mengandung formalin, baca kandungan formalin pada alat

    spektrophotometer pada panjang gelombang 550 nm.

  • 25

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

    Kecamatan Johan Pahlawan merupakan salah satu kecamatan yang ada di

    Kabupaten Aceh Barat. Adapun batas wilayah Kota Meulaboh adalah :

    1. Utara : Berbatas dengan Kecamatan Kaway XVI

    2. Timur : Berbatas dengan Kecamatan Mereubo

    3. Barat : Berbatas dengan Kecamatan Samatiga

    4. Selatan : Berbatas dengan Samudera Hindia

    Kecamatan Johan Pahlawan memiliki luas ± 44,91 Km2 dengan jumlah

    penduduk ± 57.334 jiwa. Dikecamatan Johan Pahlawan ini terletak Ibu Kota

    Kabupaten Aceh Barat yaitu Kota Meulaboh, Kota ini terletak sekitar 175 km

    tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatera. Di Kota Meulaboh yang terletak di

    Kecamatan Johan Pahlawan terdapat berbagai jenis makanan jajanan. Bakso

    merupakan salah satu makanan jajanan favorit bagi masyarakat Meulaboh.

    4.1.2 Hasil Analisis Sampel

    Hasil uji laboratorium terhadap sampel bakso yang dilakukan di Akademi

    Analis Kesehatan, Dinas Kesehatan Aceh tanggal 20-21 Mei 2013, di peroleh

    hasil sebagai berikut :

  • 26

    26

    Tabel 4.1 Persentase Kandungan Formalin Pada Bakso yang Dijajankan olehPedagang di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barattahun 2013

    No KandunganFormalin

    Frekuensi%Uji I Uji II Uji III

    1 Positif (+) 0 0 0 02 Negatif (-) 5 5 5 100

    Jumlah 100

    Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.1. di atas diketahui bahwa dari hasil uji kandingan

    formalin pada sampel bakso, didapatkan seluruh bakso (100%) tidak mengandung

    formalin (negatif).

    Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Kadar Formalin yang Terkandung PadaBakso yang Dijajankan oleh Pedagang di Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013

    No Tempat Penjualan/ kode

    sampel

    Frekuensi formalin Rata-rata

    Uji I Uji II Uji III

    1 Bakso Pak Agus/ A-1 0 0 0 0

    2 Bakso Mutiara/ A-2 0 0 0 0

    3 Bakso Ojo Lali/ A-3 0 0 0 0

    4 Bakso Soleha/ A-4 0 0 0 0

    5 Bakso Presiden/ A-5 0 0 0 0

    Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.2. di atas diketahui bahwa seluruh tempat penjualan

    bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat yang dijadikan sampel

    tidak menggunakan bahan pengawet formalin

  • 27

    27

    4.2.Pembahasan

    Untuk mengetahui suatu bahan pangan khususnya bakso yang

    mengandung formalin, kita dapat mengamati secara langsung dengan melihat

    keadaan bakso tersebut. Bakso yang mengandung formalin akan terlihat kenyal

    dan susah ditusuk. Namun tanda-tanda tersebut tidak akurat jika tidak dilakukan

    uji labolatorium baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

    Untuk memastikan ada tidaknya penggunaan formalin pada bakso di

    tempat penjualan bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat,

    peneliti melakukan pemeriksaan formalin di laboratorium terhadap 5 tempat

    penjualan bakso tersebut yang masing-masing tempat tersebut diambil sampel

    sebanyak 20 gram/ 2 butir bakso. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil

    bahwa 5 tempat penjualan bakso di Kecamatan Johan Pahlawa Kabupaten Aceh

    Barat negatif terhadap penggunan formalin, seperti yang disajikan pada tabel 4.1.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakso yang diperjual belikan di Kecamatan

    Johan Pahlawa Kabupaten Aceh Barat aman untuk dikonsumsi karena tidak

    mengandung formalin dan diharapkan kepada produsen bakso untuk terus

    mempertahankan kualitas bakso yang diproduksinya untuk menjamin kesehatan

    para konsumen.

    Oleh sebab itu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI.No.

    1168/MENKES/PER/X/1999 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

    Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan

    Makanan, yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan

    dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan.

    Sedangkan menurut FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956

  • 28

    28

    menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan

    sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,

    bentuk, cirri-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Widianarko, 2000).

    Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan

    menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1) antioksidan dan

    antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral dan pendapar; (4)

    enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7) penambah gizi; (8)

    pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10) pengeras; (11) pewarna

    alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13) sekuestran; (14) zat aditif

    lain.

    Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat

    mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di

    dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik

    bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Sedangkan zat aditif

    yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat: dapat merupakan

    penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan

    atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan tujuan penambahan

    masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis

    Dari hasil wawancara peneliti dengan para penjual bakso tersebut, peneliti

    mendapatkan informasi bahwa para penjual bakso juga mengetahui tentang

    adanya larangan penggunaan formalin sebagai bahan pengawet bahan makanan

    dan mengetahui bahaya daripada zat kimia formalin bagi kesehatan manusia.

  • 29

    29

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

    dapat diambil kesimpulan :

    1. Hasil penelitian tidak ditemukan adanya penjual bakso yang memakai

    formalin sebagai bahan pengawet bakso.

    2. Hasil pengujian di laboratorium terhadap 20 gram bakso dari masing-

    masing tempat penjualan bakso tidak ditemukan adanya kandungan

    formalin.

    5.2. Saran

    1. Kepada penjual bakso diharapkan untuk mempertahankan dagangannya

    agar tidak menggunakan bahan berbahaya formalin dalam bakso yang

    dijajankan kepada masyarakat.

    2. Kepada Badan POM diharapkan selalu mengawasi dan meningkatkan

    pengawasan terhadap penjual dan produsen bakso.

    3. Disarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti bakso yang

    ada ditempat lain untuk mengetahui ada tidaknya penggunaan formalin

    pada bakso yang diperjual belikan.

    4. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih

    bakso dan makanan yang aman untuk dikonsumsi.

    ABSTRAKBAB IBAB II baru BAB IIIBAB V