abstract - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-jfte3dfdb62b6full.pdf ·...

26
Penerapan Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah Pada Citra Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap Catharina Natasa Bella Fortuna 1 , Franky Chandra S.A. 2 , Puspa Erawati 3 1,2,3 Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Based on epidemiological research, revealed that blood fats are the major risk of atherosclerosis that lead to coronary heart disease.In patients with abnormal blood fats, the erythrocyte deformability makes it’s shape more flattened than the normal cells. The study entitled Application of Neural Networks as a Detection of Blood Fats Abnormality on the Image of Complete Blood Count Examination has done to facilitate the laboratory examination. This study was expected to provide early detection that support the expert diagnosis. Thi study consist of two stage. Stage one is image processing in order to get the features area, perimeter, and eccentricity. Those features will be used as inputs for Backpropagation as the second stage. In this stage, detection of blood fats abnormality from the features of image process. The accuration of blood fats abnormality detection by Backpropagation is 85%. Keywords: Neural Networks, Backpropagation, Image Processing, Blood Fats Abnormality,Coronary Heart Disease, Detection

Upload: lytruc

Post on 31-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penerapan Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak

Darah Pada Citra Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap

Catharina Natasa Bella Fortuna1, Franky Chandra S.A.2, Puspa Erawati3

1,2,3 Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains

Dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya

Abstract

Based on epidemiological research, revealed that blood fats are the major

risk of atherosclerosis that lead to coronary heart disease.In patients with

abnormal blood fats, the erythrocyte deformability makes it’s shape more

flattened than the normal cells. The study entitled Application of Neural Networks

as a Detection of Blood Fats Abnormality on the Image of Complete Blood Count

Examination has done to facilitate the laboratory examination. This study was

expected to provide early detection that support the expert diagnosis. Thi study

consist of two stage. Stage one is image processing in order to get the features

area, perimeter, and eccentricity. Those features will be used as inputs for

Backpropagation as the second stage. In this stage, detection of blood fats

abnormality from the features of image process. The accuration of blood fats

abnormality detection by Backpropagation is 85%.

Keywords: Neural Networks, Backpropagation, Image Processing, Blood Fats

Abnormality,Coronary Heart Disease, Detection

Abstrak

Berdasarkan berbagai penelitian epidemiologik dinyatakan bahwa zat

lemak darah adalah faktor risiko utama timbulnya atherosklerosis yang mengarah

kepada Penyakit Jantung Koroner. Pada pasien dengan kelainan lemak darah, sel

darah merah mengalami deformabilitas sehingga bentuknya lebih pipih daripada

sel darah merah normal yang berbentuk bulat. Penelitian berjudul Penerapan

Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah Pada Citra

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ini dilakukan untuk membantu mempermudah

pemeriksaan laboratorium. Dengan penelitian ini, diharap mampu memberikan

deteksi dini yang tepat untuk mendukung diagnosis ahli. Penelitian ini terdiri atas

dua tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan citra digital untuk mendapatkan fitur

area, perimeter, dan eccentricity. Ketiga fitur tersebut akan digunakan sebagai

masukan pada program Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation sebagai tahap

kedua. Pada tahap ini dilakukan pendeteksian kelainan lemak darah dari fitur yang

telah didapat dari pengolahan citra. Akurasi pada deteksi kelainan lemak darah

dengan JST Backpropagation adalah sebesar 85%.

Kata kunci : Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation, Pengolahan Citra

Kelainan Lemak Darah, Jantung Koroner, Deteksi

Pendahuluan

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama di

dunia. Untuk menurunkan angka kematian dan angka penderita penyakit PJK

telah banyak dilakukan penelitian terhadap berbagai faktor risiko dari timbulnya

atherosklerosis, perubahan pembuluh darah koroner, dengan maksud agar dapat

diketahui secara dini sehingga dapat dicegah. Berdasarkan berbagai penelitian

epidemiologik dinyatakan bahwa zat lemak darah adalah faktor risiko utama

timbulnya atherosklerosis yang mengarah kepada PJK. Oleh karena itu, maka

perlu diterapkan diagnosa laboratorium terhadap adanya kelainan zat lemak darah.

Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL).

Melalui HDL dapat dilakukan identifikasi kandungan lemak pada darah dengan

memeriksa kandungan lipidanya. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium

memanfaatkan metode biokimia dan cukup memakan waktu untuk mendapatkan

hasil secara keseluruhan dalam pemeriksaan lemak darah. Maka penggunaan

teknologi komputasi diperlukan dalam mengembangkan metode pemeriksaan

yang lebih cepat dan akurat. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

oleh Narayanan et al. (2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan

darah dengan kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia

melalui pengamatan bentuk darah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran awal, terutama untuk

mendukung diagnosis guna menentukan seseorang berpotensi terkena PJK atau

tidak. Algoritma jaringan saraf tiruan Back Propagation disinyalir tepat dan

banyak digunakan dalam beberapa penelitian dan pengidentifikasian citra medis.

Dalam pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan

pada Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai

maka Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain. JST

kemudian diaplikasikan dengan mengambil sampel objek yang sudah diolah

dengan sistem pengolahan citra.

Dasar Teori

2.1 Pemeriksaan Kolesterol Lemak Darah

Hiperkolesterolemi termasuk salah satu faktor risiko utama Penyakit

Jantung Koroner (PJK). Faktor risiko karena kelainan lemak darah ini merupakan

masalah penting karena kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat

menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri sehingga lumen dari

pembuluh darah tersebut menyempit. Proses penyempitan pembuluh darah karena

akumulasi lemak ini disebut Aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini

akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan tersumbat sehingga aliran

darah pada pembuluh darah koroner berkurang dan pengangkutan oksigen

terhambat.

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Narayanan et al.

(2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan darah dengan

kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia melalui

pengamatan bentuk darah. Komponen darah yang mudah teramati adalah sel darah

merah atau eritrosit. Pada penelitian ini, bentuk sel darah merah pada pasien

penderita hiperkolesterolemia tidak bulat seperti pada darah normal. Hal ini

disebabkan karena deformabilitas eritrosit yang dijumpai pada darah dengan

kelainan lemak darah.[9] Deformabilitas disebabkan karena desakan lemak darah

di sekitar eritrosit yang memilikai viskositas lebih besar daripada sel darah dan

menyebabkan perubahan bentuk. Perubahan tersebut diukur dari luas permukaan

dan keliling eritrosit. Selain itu, eccentricity atau ke-elips-an bentuk juga menjadi

parameter dalam menentukan ada tidaknya kelainan lemak darah pada pasien.

Penelitian lain dari Zulkifli Tahir beserta Elly Warni, Indrabayu dan Ansar Suyuti

juga melakukan penelitian tentang pengenalan penyakit sel darah merah dengan

menggunakan citra darah berbasis jaringan saraf tiruan. [21];[23]

2.2 Pembuatan Preparat Hapusan Darah

Tujuan pembuatan hapusan darah adalah untuk digunakan dalam

pemeriksaan darah tepi, seperti sel darah merah, sel darah putih, maupun keping

darah. Sediaan hapusan darah yang baik merupakan syarat yang mutlak penting

untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik. Pembuatan hapusan darah

memerlukan kesabaran dan kecermatan agar hapusan yang dihasilkan baik untuk

diamati nantinya. Cara membuat preparat adalah dengn 2 buah kaca objek. Satu

sebagai slide, yang lain sebagai spreader. Spreader atau alat yang digunakan

untuk menyebarkan sel darah merah harus lebih besar dari slide agar hapusan

yang diperoleh dapat lebih mudah diamati di mikroskop. Spreader diletakkan

pada sudut antara 25° sampai 30° di depan tetesan darah pada slide kemudian

ditarik ke belakang. [1]

Gambar 2. 1 Proses pembuatan hapusan darah (Bain, Barbara J.,2006)

2.3 Mikroskop Digital

Pada penelitian-penelitian masa kini, penggunaan mikroskop masih

terbukti relevan dan sesuai dengan perkembangan penelitian. Jenis mikroskop

yang praktis dan telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian, serta mudah

pengoperasiannya adalah mikroskop digital. Mikroskop digital dihubungkan

langsung dengan sebuah komputer sehingga data citra hasil pengamatan dapat

langsung diamati dan diproses secara digital.

Gambar 2.2 Mikroskop Digital

Sinar datang yang melewati lensa memiliki kecepatan yang lebih rendah

dibandingkan propagasi sinar pada udara atau ruang hampa. Hal ini disebabkan

karena sinar harus melewati bagian tertebal ke bagian tertipis lensa. Bentuk

permukaan lensa yang cembung menyebabkan jarak sinar yang mengenai lensa

berbeda-beda sehingga sinar cahaya dibelokkan ke arah sumbu optik lensa.

Peristiwa tersebut dinamakan pembiasan cahaya. [24] Pada mikroskop dikenal

pula Numeric Aperture (NA) yaitu angka yang menunjukkan kemampuan lensa

menghimpun cahaya.

2.2 Pengolahan Citra Digital

Citra digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga

x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut. Citra digital

biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya

dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel

(pixel = picture element) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm

atau inci = inch). Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (N

menyatakan baris atau tinggi, M menyatakan kolom atau lebar. Untuk

memperbaiki mutu citra dan menghasilkan citra baru yang sesuai keinginan, citra

digital yang diperoleh harus diolah terlebih dahulu melalui berbagai metode

pengolahan citra. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses identifikasi

pada jaringan saraf tiruan. Metode pengolahan citra yang digunakan antara lain

sebagai berikut:

2.4.1 Pre Processing

Tahap pre processing salah stunya adalah grayscale. Dengan mengubah

representasi nilai RGB (Red, Green, Blue), sebuah gambar berwarna diubah

menjadi gambar yang terdiri dari warna putih dan gradasi warna hitam yang

biasanya disebut gambar grayscale. Suatu pixel pada citra berwarna disusun dari

perpaduan tiga warna yaitu warna merah, warna hijau, dan warna biru atau biasa

(Red, Green, dan Blue / RGB) yang memiliki nilai pixel masing-masing minimal 0

dan maksimal 255. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap

sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas.

2.4.2 Segmentasi

Segmentasi adalah sebuah proses yang digunakan untuk memotong atau

mempartisi citra menjadi beberapa daerah atau objek gambar yang diproses

menjadi beberapa bagian.[14] Salah satu metode pada proses segmentasi adalah

Thresholding. Threshold disebut juga pengambangan citra. Dari citra grayscale

dilakukan proses threshold dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:

... (2.1)

Pada persamaan, g(x,y) adalah citra biner dari citra warna atau citra

grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang (threshold). Nilai T memegang

peranan yang sangat penting dalam proses thresholding. Kualitas citra biner

sangat tergantung pada nilai T yang digunakan (Putra, 2010). Proses thresholding

akan merubah piksel dengan nilai di atas nilai threshold akan menjadi piksel putih

(nilai=1) dan merubah piksel dengan nilai di bawah nilai threshold menjadi piksel

hitam (nilai=0).

Dalam penelitian ini, proses thresholding digunakan untuk mensegmentasi

atau memisahkan daerah-daerah dalam citra yang menjadi objek penelitian dari

daerah-daerah yang tidak diperlukan. Daerah yang disegmentasi dalam citra sel

darah merah tunggal adalah daerah sel darah merah dipisahkan dengan

background, di mana sel darah merah akan menjadi area berwarna putih,

sedangkan background adalah area hitam. Metode yang digunakan dalam

thresholding adalah metode otsu.

2.4.2.1 Metode Otsu

Metode Otsu menghitung nilai ambang T (threshold) secara otomatis

berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan oleh metode Otsu adalah

analisis diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan

antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan

akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan obyek dengan

latar belakang. [15]

Nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar

antara 1 sampai L, dengan L=255. Probabilitas untuk piksel i dinyatakan dengan:

�� =��

� .... (2.2)

Dengan �� menyatakan jumlah piksel dengan tingkat keabuan L dan N

menyatakan banyaknya piksel pada citra. Nilai momen komulatif ke nol, momen

komulatif ke satu dan rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut :

�(�) = ∑ ������ .... (2.3)

�(�) = ∑ �. ������ .... (2.4)

�� = ∑ �. ������ .... (2.5)

Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimalkan between-class

vriance ��� , yang didefinisikan sebagai :

���(�) =[���(�)���(�)]

�(�)[���(�)] .... (2.6)

Toolbox matlab menyediakan fungsi graythresh yang menghitung

threshold menggunakan metode Otsu. Sintaks untuk pemanggilan fungsi

graythresh adalah “ T= graythresh (f)” , dimana f adalah citra input dan T adalah

threshold yang dihasilkan. [14]

2.4.3 Operasi Morfologi Citra Biner

Pengolahan citra morfologi adalah cara untuk mengekstraksi atau

memodifikasi informasi tentang bentuk dan struktur objek di dalam gambar. Ada

beberapa jenis operator morfologi, tetapi dua operasi yang paling mendasar adalah

dilasi dan erosi. Semua operasi morfologi lainnya dibangun berdasarkan

kombinasi dari kedua operasi tersebut. [2]. Operasi tambahan yang dilakukan

pada penelitian ini adalah filling holes. Filling holes ini digunakan untuk mengisi

bagian tengah yang berlubang. Sebuah lubang (holes) didefinisikan sebagai

daerah background yang dikelilingi oleh batas piksel foreground yang terhubung

[22]. Agar dapat mengisi lubang, titik di setiap lubang (holes), fm, diberi nilai 1

(untuk citra biner) disemua titik sampai mencapai tepi border, 1- f [3].

2.4.4 Ekstraksi Fitur

Perolehan citra biner hasil segmentasi kemudian diekstraksi ciri atau

fiturnya. Ciri-ciri inilah yang kemudian akan menjadi dasar dalam proses

identifikasi menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Karakteristik fitur yang baik

sebisa mungkin memenuhi persyaratan berikut [15]

1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainnya (discrimination).

2. Memperhatikan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur.

Kompleksitas komputasi yang tinggi akan menjadi beban tersendiri dalam

menemukan suatu fitur.

3. Tidak terikat (independence), dalam arti bersifat invarian terhadap

berbagai transformasi.

4. Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat

menghemat waktu komputasi dan ruang penyimpanan untuk proses

selanjutnya (proses pemanfaatan fitur).

Dalam penelitian ini, fitur yang digunakan adalah area, luas, dan

eccentricity. Area sel darah merah, yaitu harga skalar yang menyatakan jumlah

keseluruhan piksel sel darah merah setelah filling holes. Perimeter adalah

penjumlahan setiap piksel yang memiliki nilai intensitas sebesar satu yang

menggunakan perintah bwperim. Eccentricity adalah rasio jarak antara titik pusat

suatu obyek elips dengan panjang sumbu utamanya. Elips yang memiliki nilai

eksentrisitas 0 sebenarnya adalah lingkaran, sementara elips yang memiliki nilai

eksentrisitas 1 adalah segmen garis. Sintaks umum yang disediakan oleh toolbox

matlab untuk proses eccentricity adalah:

properties = regionprops(labeledImage, 'eccentricity');

eccentricities = [props.Eccentricity];

2.3 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang memiliki

karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. [18] Metode Jaringan Saraf

Tiruan ( JST ) bermanfaat dalam beberapa kegunaan antara lain pada

pendeteksian, pengidentifikasian, dan pengendalian. Jaringan Saraf Tiruan

dirancang dalam memecahkan sebuah masalah dengan teknik pembelajaran.

2.5.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf

tiruan antara lain:

a. Jaringan Layar Tunggal (Single Layer Network)

Dalam jaringan ini sekumpulan input neuron dihubungkan langsung

dengan outputnya. Contoh JST model layar tunggal adalah Perceptron.

b. Jaringan Layar Jamak (multi layer network)

JST multi layer merupakan perluasan dari single layer. Dalam jaringan ini

selain unit input dan output terdpat unit lain yang disebut layar tersembunyi atau

hidden layer. Sama seperti pada unit input dan output , unit-unit dalam satu layar

tidak saling berhubungan.

2.5.2 Fungsi Aktivasi

Pada JST, keluaran pada neuron ditentukan oleh suatu fungsi aktivasi.

Yang digunakan adalah tansig (tangen sigmoid.)

2.5.3 Bias

Pada JST seringkali ditambahkan satu unit yang memiliki nilai =1. Unit ini

disebut Bias. Bias berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi = 0.

2.5.4 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan

Berdasarkan metode untuk memodifikasi bobot, pelatihan JST dikenal ada

2 macam yaitu terawasi (supervised) dan tak terawasi (unsupervised).

2.5.5 Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Algoritma jaringan saraf tiruan Backpropagation mudah dipahami dan

digunakan dalam beberapa penelitian pengidentifikasian citra medis. Dalam

pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan pada

Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai maka

Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain.

Backpropagation adalah salah satu pengembangan dari arsitektur Single

Layer Neural Network. Arsitektur ini terdiri dari input layer, hidden layer dan

output layer, dan setiap layer terdiri dari satu atau lebih artificial neuron. Nama

umum dari arsitektur ini adalah Multilayer neural network.

2.5.6 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan

Tujuan pelatihan Jaringan Saraf Tiruan adalah untuk memperoleh nilai

bobot yang tepat pada tiap layer.

Proses belajar terawasi ( Supervised learning )

Terdapat target yang diharapkan sesuai dengan pasangan input-output

yang di-training. Setelah melalui proses pelatihan, suatu jaringan dapat digunakan

untuk mengingat suatu pola. Bila dimasukkan suatu input baru, output yang

muncul diharapkan sesuai dengan pola yang sudah ada.

Secara detail, pelatihan dengan menggunakan metode Backpropagation

melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 0 : Penginisialan bobot dan bias.

Nilai bobot dan bias dapat diset secara acak, biasanya disekitar

angka 0 dan 1 atau –1 (bias positif atau negatif ).

Langkah 1 : Bila pada stopping condition nilai yang didapat masih belum

sesuai seperti yang diharapkan, maka ditempuh langkah 2 sampai

9.

Langkah 2 : Pada setiap data training, ditempuh langkah 3 sampai 8.

Umpan maju ( Feed forward )

Langkah 3 : Masing-masing unit input ),..,2,1,( niX i menerima sinyal

masukan ix . Sinyal masukan ix dikirim ke seluruh unit hidden. Masukan ix

yang dipakai adalah input training data yang sudah melalui penyekalaan. Nilai

tertinggi dan terendah dari input yang dipakai dalam sistem kemudian dicari.

Skala yang digunakan disesuaikan dengan fungsi aktivasinya. Bila menggunakan

binary signoid dengan harga terendah = 0 dan harga tertinggi = 1, nilai input

terendah juga dianggap = 0 dan nilai tertinggi dianggap = 1. Nilai-nilai

diantaranya bervariasi antara 0 dan 1. Sedangkan bila menggunakan bipolar

signoid, range nilainya juga bervariasi mulai –1 sampai dengan 1.

Langkah 4 : Masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j merupakan

penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta biasnya, dengan

persamaan :

n

iijijj VXVinZ

10_ ……………………….……….( 2 - 1)

Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit hidden, digunakan fungsi aktivasi

yang sudah dipilih, dengan persamaan :

)_( jj inZfZ …………………..…………………... ( 2 - 2)

Kemudian sinyal output dari unit hidden dikirim ke setiap unit output.

Langkah 5 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk merupakan

penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta

biasnya, dengan persamaan :

p

jjkjkk WZWinY

10_ ……..……………………....( 2 - 3 )

Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit output, digunakan fungsi aktivasi

yang sudah dipilih, dengan persamaan :

)_( kk inYfY ………………………...…...………...( 2 – 4 )

Propagasi error ( backpropagation of error )

Langkah 6 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk menerima suatu

target pattern ( output yang diinginkan ) sesuai dengan input training pattern

untuk menghitung besar error antara target dengan output, dengan persamaan :

)_(')( kkkk inYfYt ……………………………..( 2 – 5 )

Seperti input training data, output training data )( kt juga melalui penyekalaan

sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan.Faktor k berfungsi untuk

menghitung koreksi error )( jkW yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai

jkW .

jkjk ZW ………………….…………………....( 2 – 6 )

Koreksi bias )( 0kW yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai kW0 , juga

dihitung.

kkW 0 .…….…………………………………....( 2 – 7 )

Faktor k kemudian dikirim ke layer pada langkah 7.

Langkah 7 : Input delta ( dari layer pada langkah 6 ) yang diberi bobot,

dijumlahkan pada masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j .

m

kjkkj Win

1

_ ……………...……...……………..( 2 – 8 )

Agar dapat menghasilkan faktor koreksi error j , hasil dari persamaan ( 2 – 8 )

dikalikan dengan turunan fungsi aktivasi yang digunakan.

)_(')_( jjj inZfin ………….……………..........( 2 – 9 )

faktor j digunakan menghitung koreksi error )( ijV yang akan dipakai pada

pembaharuan nilai ijV , dengan :

ijij XV ……………………………...……….....( 2 – 10)

Koreksi bias )( 0 jV yang akan dipakai pada pembaharuan jV0 , juga dihitung,

dengan :

jjV 0 …………………………………………...( 2 – 11)

Pembaharuan bobot ( adjustment ) dan bias.

Langkah 8 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk akan dipakai pada

pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit hidden ).,...,1,0( pj

jkjkjk WlamaWbaruW )()( ……………………....( 2 – 12)

Masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j juga akan dipakai pada

pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit input ),...,1,0( ni .

ijijij VlamaVbaruV )()( ……………………….....( 2 -13 )

Langkah 9 : Pemeriksaan stop condition.

Bila stop condition dapat dipenuhi, pelatihan Jaringan Saraf Tiruan dapat

dihentikan.

Metode Penelitian

3.1 Pengumpulan Data Sampel

Pengumpulan data sampel penelitian meliputi perolehan darah yang telah

diuji laboratorium. Proses pengumpulan data dilakukan dengan meng-capture

preparat hapusan darah menggunakan mikroskop digital yang langsung terhubung

ke komputer/laptop. Citra yang diperoleh dari hasil tersebut, kemudian di crop

sehingga didapatkan citra darah tunggal. Citra sampel yang digunakan meliputi

citra darah tunggal yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni sel darah

normal dan sel darah dengan kelainan lemak darah. Sampel dan diagnosisnya

diperoleh dari Laboratorium Klinik Prodia.

3.2 Perancangan Software

Skema perancangan software sebagai Penerapan Metode Jaringan Saraf

Tiruan sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah disajikan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram Alir Sistem Pengidentifikasian

3.3 Prosedur Kerja

3.4.1 Penentuan Fitur

Tahap penentuan fitur darah diawali dengan proses konversi citra grayscale

menjadi citra biner menggunakan thresholding. Proses thresholding menyebabkan

darah berlubang, oleh karena itu dilakukan proses filling holes untuk mengisi

bentuk sel yang berlubang [11]. Setelah lubang terisi, kemudian dihitung jumlah

seluruh piksel darah (piksel berwarna putih) untuk mendapatkan area darah. Area

darah ini menunjukkan besarnya ukuran darah yang nantinya akan dibandingkan

dengan ukuran darah normal. Selain area, dilakukan pula penghitungan perimeter

darah. Setelah penghitungan area dan perimeter, dialakukan penghitungan

eccentricity agar deteksi menjadi lebih akurat. Pada darah yang memiliki kelainan

lemak darah area dan perimeternya memiliki jumlah yang lebih kecil daripada

darah normal. Eccentricity pada darah dengan kelainan lemak darah menunjukkan

bentuk yang cenderung lebih pipih (elips) daripada darah normal.

3.4.2 Pembelajaran JST

Hasil ekstraksi fitur kemudian menjadi input untuk Jaringan Saraf Tiruan.

Dengan menggunakan model Backpropagation, hasil citra lemak darah

dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni darah normal dan darah dengan gejala

kelainan lemak darah. Pada tahap ini digunakan 40 sampel pelatihan dan 20

sampel pengujian. Dalam pelatihan pada model jaringan saraf tiruan

backpropagation , dilakukan pembelajaran pola dari 40 data citra darah pada

software jaringan saraf tiruan backpropagation, flowchart proses training data

disajikan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Flowchart Algoritma training data

3.4.3 Pengujian JST

Proses testing data menggunakan nilai bobot dan bias dari hasil proses

training data sehingga menghasilkan hasil klasifikasi software jaringan saraf

tiruan backpropagation nantinya. Proses pengujian ini dilakukan pada 23 data

sinyal kelainan lemak darah dibandingkan dengan nilai target, flowchart proses

testing data disajikan pada Gambar 3.4

.

Gambar 3.4 Flowchart Algoritma testing data

3.5 Analisis Data dan Implementasi

Analisis jaringan saraf tiruan untuk mengenali kelainan lemak darah

dilakukan berdasarkan perbandingan antara hasil pengenalan kelainan lemak

darah dari dokter ahli penyakit jantung dengan hasil proses pembelajaran pola

kelainan lemak darah dari perangkat lunak. Untuk memperoleh sistem yang

memiliki tingkat akurasi tinggi ditentukan pula oleh pemilihan arsitektur jaringan

dan parameter pelatihan jaringan yang tepat. JST Backpropagation memenuhi

syarat tersebut.

Pada training data akan dilakukan variasi learning rate dan maksimum

epoh sehingga nantinya didapatkan nilai MSE (mean square error) yang konstan

(konvergen) dan akurasi yang maksimal. Untuk testing data, dilakukan

pembandingan antara data hasil diagnosa medis hasil pemeriksaan laboratorium

dengan hasil klasifikasi dari perangkat lunak (Febrianty dkk, 2007).

Keakuratan jaringan saraf tiruan backpropagation berdasar 2 hal utama,

yaitu keakuratan sistem yang dituntut mampu mengenali pola yang telah diajarkan

maupun pola mirip dan keakuratan data saat pembelajaran awal pola yang

dikenalkan. Penghitungan akurasi :

datajumlah total

id tidak valdatajumlah validdatajumlah akurasi x 100 % .............(3.1)

Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengolahan Data

Citra digital hapusan darah yang diperoleh melalui hasil capture

kemudian di-crop, sehingga diperoleh citra sel darah merah tunggal. Dari hasil

cropping, citra yang didapatkan kemudian dikelompokkan ke dalam 2 kelompok.

Kelompok darah dengan kelainan lemak darah dan darah normal. Hasil cropping

ditunjukkan pada gambar 4.1.

(a) (b)

Gambar 4. 1 Hasil cropping citra darah. (a) Darah dengan kelainan lemak darah,

(b) Darah normal

4.1.1 Pre-Processing

Tahap Pre-processing dalam penelitian ini meliputi proses greyscale yang

bertujuan untuk mengubah citra RGB menjadi citra yang memiliki derajat

keabuan 0-255. Data yang diproses pada tahap grayscale ini adalah data hasil

cropping. Hasil perubahan citra digital dengan melalui proses grayscale dapat

dilihat pada gambar 4.2.

(a) (b)

Gambar 4. 2 (a) Citra RGB, (b) Citra hasil grayscale

4.1.2 Segmentasi

Setelah proses cropping dilanjutkan dengan proses segmentasi.

Proses ini bertujuan untuk memisahkan citra sel darah merah dengan background

citra. Segmentasi dilakukan dengan memberikan nilai ambang (threshold) tertentu

dengan menggunakan metode otsu melalui toolbox matlab. Sintaks untuk

pemanggilan fungsi graythresh adalah “T=graythresh (f)”, sehingga nilai T

(threshold) yang dihasilkan akan berbeda-beda sesuai dengan citra yang diolah.

Nilai intensitas citra yang berada di atas nilai ambang akan bernilai 0 atau hitam,

sedangkan nilai intensitas citra yang berada di bawah nilai ambang akan bernilai 1

atau putih. Citra yang dihasilkan melalui proses ini merupakan citra biner.

Gambar 4. 2 Citra hasil proses segmentasi

4.1.3 Operasi Morfologi

Operasi morfologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah operasi

filling holes. Operasi filling holes dibutuhkan untuk melakukan penghitungan area

sel darah merah. Karena bagian tengah dari sel darah merah yang disebut bagian

akromia memiliki warna yang sama dengan background sehingga setelah

dilakukan thresholding menyebabkan lubang pada gambar. Oleh karena itu,

operasi filling holes berperan untuk mengisi lubang tersebut. Proses operasi filling

holes tampak pada gambar

Gambar 4. 4 Hasil proses filling holes

4.1.4 Penghitungan Area, Perimeter, dan Eccentricity

Proses filling holes dilanjutkan dengan perhitungan area, perimeter, dan

eccentricity sel darah merah. Penghitungan area dan perimeter pada citra

bertujuan untuk membedakan antara darah dengan kelainan lemak darah dengan

darah normal. Penghitungan area dapat dilakukan dengan menghitung jumlah

piksel yang memiliki nilai intensitas satu, yaitu piksel berwarna putih.

Penghitungan perimeter adalah menghitung perimeter sebuah citra. Citra yang

telah disegmentasi kemudian dilakukan proses penghitungan perimeter dengan

menggunakan perintah bwperim dan menjumlahkan setiap piksel yang memiliki

nilai intensitas sebesar satu. Gambar 4.6 menunjukkan citra yang telah diproses

untuk mendapatkan nilai piksel perimeter citra.

Gambar 4.5 Hasil Perimeter Citra

Proses terakhir adalah penghitungan eccentricity. Proses ini digunakan

untuk mengidentifikasi perbedaan bentuk antara darah normal dengan darah yang

memiliki kelainan lemak darah. Darah yang memiliki kelainan lemak darah lebih

pipih daripada darah normal. Ketiga fitur yaitu area, perimeter, dan eccentricity

akan digunakan sebagai masukan bagi jaringan saraf tiruan.

4.2 Proses Deteksi Kelainan Lemak Darah

4.2.1 Pelatihan JST untuk Deteksi Kelainan Lemak Darah

Data yang digunakan pada proses pelatihan JST untuk deteksi kelainan

lemak darah sebanyak 40 data citra sel darah merah tunggal, yang terdiri dari 22

citra sel darah normal dan 18 citra sel darah dengan kelainan lemak darah.4.2.1

Data masukan untuk proses pelatihan ini adalah nilai fitur hasil pengolahan citra

digital yang telah dilakukan sebelumnya. Tabel 4.1 menunjukkan data hasil

pelatihan jaringan Backpropagation untuk deteksi kelainan lemak darah.

Tabel 4.1 Hasil pelatihan jaringan Backpropagation

Learning Rate

Maksimum Epoh

Neuron Jumlah Iterasi Akurasi (%)

0.3 100 3 100 95 0.3 1000 20 1000 97.5 0.5 100 2 55 92.5 0.2 1000 20 1000 55 0.7 100 2 100 95 0.7 1000 10 1000 70 0.9 500 3 500 95 Berdasarkan tabel 4.1 ditunjukkan perubahan nilai pada variabel

manipulasi yang menimbulkan perbedaan pada tingkat akurasi. Akurasi tertinggi

97.5% terjadi pada setting learning rate 0.3, epoh maksimum 1000, dan neuron

sebanyak 2 layer. Sedangkan untuk jumlah iterasi tercepat yaitu 55 iterasi dari

maksimum 100 iterasi. Namun akurasi yang dihasilkan hanya 92.5%.

4.2.2 Pengujian JST untuk Deteksi Kelainan Lemak Darah

Proses pengujian jaringan Backpropagation sama dengan proses pengujian

data pelatihan, namun data yang digunakan pada proses pengujian jaringan

Backpropagation berbeda dengan data untuk pelatihan. Data yang digunakan

untuk proses pengujian sebanyak 20 data, terdiri dari 10 citra normal dan 10 citra

dengan kelainan lemak darah.

Bobot fitur dan bobot bias yang digunakan dalam proses pengujian

jaringan Backpropagation ini adalah bobot akhir fitur dan bobot akhir bias yang

diperoleh dari proses pelatihan atau pembelajaran. Hasil pengujian jaringan

Backpropagation untuk deteksi lemak darahdapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4. 2 Hasil pengujian jaringan Backpropagation

Learning Rate

Maksimum Epoh

Neuron Jumlah Iterasi Akurasi (%)

0.3 100 3 100 80 0.3 1000 20 1000 85 0.5 100 2 55 80 0.2 1000 20 1000 85 0.7 100 2 100 80 0.7 1000 10 1000 80 0.9 500 3 500 80

4.3 Tampilan Program

Tampilan awal saat program deteksi kelainan lemak darah ditunjukkan

pada gambar 4.6. Program ini terdiri dari tiga menu yaitu Image Process,

Backpropagation, Help, dan Exit. Menu Backpropagation terdiri atas Training,

Testing, dan Program Deteksi.

Gambar 4. 6 Tampilan utama program

Program pengolahan citra yang dilanjutkan dengan pendeteksian

kelainan lemak darah ditunjukkan oleh gambarr 4.7. Proses pengolahan citra yang

ditampilkan adalah gambar asli, grayscale, thresholding, filling holes, dan

perimeter. Kemudian dilanjutkan dengan proses deteksi kelainan lemak darah.

Hasil deteksi akan ditampilkan pada program hasil deteksi.

Gambar 4. 7 Tampilan Program Image Process

Tampilan program pada gambar 4.8 adalah tampilan program hasil

deteksi. Hasil “Normal” atau “Terdeteksi Kelainan Lemak Darah” akan tercantum

sesuai hasil dari proses pengujian berdasarkan pengolahan citra.

Gambar 4. 8 Tampilan Program Hasil Deteksi

Tampilan program Training tampak seperti pada Gambar 4.9, yang

menampilkan fitur area, perimeter, dan eccentricity sel darah merah. Program

Training juga menampilkan bobot akhir input, bobot akhir lapisan, bobot akhir

bias input dan lapisan. Banyaknya epoh yang dibutuhkan dan nilai laju

pembelajaran (learning rate) dapat diubah-ubah oluh pengguna Kemudian akurasi

ditampilkan sebagai parameter keberhasilan deteksi oleh JST.

Gambar 4. 9 Tampilan program Training Backpropagation

Tampilan program Testing tampak seperti pada Gambar 4.10,

menampilkan fitur area, perimeter, dan eccentricity sel darah merah. Hasil

identifikasi jaringan saraf tiruan Backpropagation dicocokkan dengan target hasil

diagnosis laboratorium. Banyaknya data yang benar digunakan untuk menghitung

tingkat akurasi identifikasi jaringan saraf tiruan Backpropagation.

Gambar 4. 10 Tampilan program Testing Backpropagation

Petunjuk dan bantuan penggunaan program deteksi kelainan lemak darah

ditunjukkan pada program Bantuan dan petunjuk seperti pada gambar 4.11

Gambar 4.11 Tampilan program Bantuan dan Petunjuk

Kesimpulan

1. Area dan perimeter sel darah merah diketahui dengan menghitung jumlah

piksel citra yang berwarna putih. Nilai dari fitur citra yang digunakan sebagai

input jaringan saraf tiruan (JST) adalah seperti yang terlihat pada lampiran .

Fitur lain yang dapat digunakan sebagai deteksi kelainan lemak darah adalah

eccentricity. Sel darah merah pada kelainan lemak darah mengalami

deformabilitas sehingga bentuknya lebih pipih daripada sel darah merah

normal.

2. Proses deteksi kelainan lemak darah dilakukan dengan menggunakan JST

Backpropagation berdasarkan 3 fitur masukan yaitu area, perimeter, dan

eccentricity.

3. Nilai akurasi untuk deteksi kelainan lemak darah mencapai 85%. JST

Backpropagation dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kelainan lemak

darah, namun karena akurasi program kurang dari 95% maka belum dapat

diimplementasikan dalam bidang medis.

Daftar Pustaka

[1] Bain, Barbara J. 2006. Blood Cells: A Practical Guide. 4th Edition. Blackwell

Publishing, Inc. Isbn-13: 978-1-4051-4265-6.

[2] Dougherty, Geoff. 2009. Digital Image Processing for Medical Applications.

Published in the United States of America by Cambridge University Press,

New York. ISBN-13 978-0-511-53343-3

[3] Gonzales,Rafael C. and Wood, Richard E. 2002. Digital Image Processing.

Second edition. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Prentice-Hall,Inc.

ISBN : 0-201-18075-8

[4]Hartadi, Diaz dan Sumardi, R.Rizal Isnanto. 2004. Simulasi Perhitungan Sel

Darah Merah. Transmisi, Vol.8 No.2 Hal.1-6.

[5] Hove,L.Van,. Schisano,T,.Brace,L. 2000. Anemia Diagnosis, Classification,

and Monitoring Using Cell-Dyn Technology Reviewed for the New

Millennium. Laboratory Hematology 6:93-108. Carden Jennings Publishing

Co.

[6] Kusumadewi, Sri. 2004. Membagun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan

Matlab&Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu. ISBN :979-3289-91-0

[7] Koeswardani, R dan Boentoro, Budiman. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi

Alat Hitung Sel Darah Otomatik Technicon H-1 dan H3. Malang:

Laboratorium Patologi Klinik FK Unibraw RSUD Dr. Syaiful Anwar. 3

January 2007

[8] McConnell, Thomas H. 2007. The Nature of Disease Pathology for the Health

Professions. Philadelphia,PA. Lippincott Wiliams & Wilkins. ISBN-13:

978-0-7817-5317-3.

[9] Narayanan, Babu.2009. Influence of Cholesterol on Shape Parameters of

Erythrocytes in Hyperglycemic Subjects. 77-81. School of Chemical And

Bio-Technology, Sastra University, Thanjavur. India

[10]Noriyuki,Tatsumi (April 2002). General Hematology. Erythrocyte Disorders

(Chapter 2): 20 – 38. Osaka City University, Graduate school of Medicine,

Japan

[11]Pamungkas, Adi. 2012. Perhitungan Otomatis Jumlah Sel Darah Merah dan

Identifikasi Fase Plasmodium Falciparum Menggunakan Operasi

Morfologi. Skripsi Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika.

Universitas Diponegoro Semarang. Juli 2012

[12]Pattiserlihun, Alvama.dkk., Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural

Network) pada Pengenalan Pola Tulisan. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV

HFI Jateng & DIY. ISSN: 0853-0823

[13]Praida, Arthania Retno. 2008. Pengenalan Penyakit Darah Menggunakan

Teknik Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Tugas Akhir

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

[14]Prasetyo, Eko. 2011. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya

Menggunakan Matlab. Yogyakarta: ANDI. ISBN : 978-979-29-2703-0

[15]Putra, Darma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: ANDI. ISBN:

978-979-29-1443-6

[16]Russ, John C. 2007. The Image Processing Handbook. 5thedition. United

States of America: Taylor & Francis Group,LLC. ISBN 0-8493-7254-2

[17]Sapp, J.Philip. Eversole, Lewis R. George P. Wysocki. 2008. Contemporary

oral and maxillofacial pathology. Chapter 12: Diseases of Blood page 394-

395. Mosby. University of Michigan. ISBN 0323017231, 9780323017237.

[18]Siang, J. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan

Matlab. 2nd edition. Yogyakarta: Penerbit Andi.

[19]Setsirichok, Damrongit.dkk.2011. Classification of Complete Blood Count

and Haemoglobin Data by a C4.5 Decision Tree, a Naive Bayes Classifier

and a Multilayer Backpropagation for Thalassaemia Screening.

ScienceDirect. Biomedical Signal Processing and Control. Elsevier.

doi:10.1016/j.bspc.2011.03.007

[20]Sumathi, S. Paneerselvam, Surekha. 2010. Computational intelligence

paradigms: theory & applications using MATLAB. United States of

America : Taylor & Francis Group, LLC. ISBN 978‑1‑4398‑0902‑0

[21]Tahir, Zulkifli,dkk. 2012. Analisa Metode Radial Basis Function Jaringan

Saraf Tiruan untuk Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit)

Berbasis Pengolahan Citra. Laboratorium Kecerdasan Buatan. Jurusan

Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin. Forum Pendidikan Tinggi Teknik

Elektro Indonesia (FORTEI) 2012

[22]Tcheslavski, Gleb V. 2009. Morphological Image Processing: Basic

Algorithms. Spring 2009. http://ee.lamar.edu/gleb/dip/index.htm

[23]Warni, Elly. 2008. Penentuan morfologi sel darah merah (eritrosit) Berbasis

pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Jurnal Ilmiah “Elektrikal

Enjiniring” Universitas Hasanuddin. Volume 07/No.03/Oktober-

Desember/2009.

[24]Wu,Qiang. Merchant,Fatima A. Castleman, Kenneth R. 2008. Microscope

Image Processing. www.books.elsevier.com. ISBN: 978-0-12-372578-3