abortus mola hidatidosa

25
Laporan Kasus ABORTUS MOLA HIDATIDOSA Oleh : Anastasia M. Lumentut Pembimbing: dr. John Wantania, SpOG, IBCLC PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI Kepada Yth : Dibacakan tanggal : Rabu, 23 Oktober 2013

Upload: tasia-lumentut

Post on 29-Dec-2015

310 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abortus Mola Hidatidosa

Laporan Kasus

ABORTUS MOLA HIDATIDOSA

Oleh :Anastasia M. Lumentut

Pembimbing:dr. John Wantania, SpOG, IBCLC

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-IBAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSU PROF. Dr. R.D. KANDOUMANADO

2013

Kepada Yth :

Dibacakan tanggal : Rabu, 23 Oktober 2013

Page 2: Abortus Mola Hidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

Pada umumnya kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi. Akan tetapi di

dalam kenyataan tidak selalu demikian, karena pada tahap-tahap proses kehamilan

dapat mengalami gangguan seperti kehamilan ektopik, mola hidatidosa, abortus,

prematuritas, kematian janin dalam kandungan, kelainan congenital, dan lain-

lainnya.1

Penyakit trofoblas gestasional (PTG) pertama kali diidentifikasi berasal

dari trofoblas vili plasenta oleh Marchand sekitar 100 tahun yang lalu. Mola

Hidatidosa adalah salah satu PTG. yang meliputi berbagai penyakit yang berasal

dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola

invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi

sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya

keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang

ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.1,2

Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah

mola hidatidosa. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian

besar tidak disertai fetus, degenerasi hidropik jonjot korion, sehingga membentuk

gelembung-gelembung menyerupai rangkaian buah anggur kecil yang terjadi

berminggu-minggu pertama kehamilan.1,3

Insidensi mola hidatidosa di Indonesia menurut laporan beberapa peneliti

dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda, angka

kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1:55 sampai 1:45

kehamilan. Surabaya antara tahun 2001 sampai 2003 diperoleh angka kejadian

1:96 persalinan, antara tahun 2000 sampai 2002 angka kejadian mola hidatidosa

1:63 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas, nampak adanya kenaikan

angka kejadian mola hidatidosa di Surabaya dan sekitarnya. Sedangkan di Negara

Barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada Negara-negara Asia dan Amerika

Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan.

Page 3: Abortus Mola Hidatidosa

Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai

resiko lebih besar untuk menderita mola hidatidosa. Angka kejadian juga akan

lebih tinggi pada wanita dengan social ekonomi rendah.1,3

80% mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan

pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu penanganan kasus mola

harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola dimana follow-up

pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut. Pada

pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasana

trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15%

pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma

yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun ada 4% pasien dengan mola

parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik gestasional persisten

nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.1,3

Berikut adalah laporan kasus mengenai abortus mola hidatidosa di

bagian/SMF Obstetri Ginekologi FK UNSRAT, RSU Prof. dr. R. D. Kandou.

Page 4: Abortus Mola Hidatidosa

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Dey Kalangi

Umur : 50 tahun

CM : 38.03.97

Pekerjaan : IRT

Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Tondano

Status : Menikah

Masuk RS : 29 Agustus 2013

ANAMNESIS

Penderita dirujuk dari PKM Touluaan

Keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 06.00 WITA (29 Agustus 2013),

bergumpal-gumpal dan penderita mengaku keluar gelembung darah seperti

mata ikan

Nyeri perut dirasakan selama 3-4 hari sebelum masuk rumah sakit dan

pernah dirawat di RS Noongan dengan keluhan sakit maag

Penderita mengaku ada riwayat mual-muntah dan merasa perutnya membesar

Nafsu makan menurun

HPHT : Juni 2013

Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, kencing manis, darah tinggi

disangkal

Riwayat BAB/BAK biasa

Menikah 1x selama 30 tahun

P1 : ♀, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 1984, hidup

P2 : ♂, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 1987, hidup

Page 5: Abortus Mola Hidatidosa

P3 : ♀, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 2002,

meninggal usia 1 tahun karena demam

STATUS PRAESENS:

Keadaan umum : Cukup Kesadaran : CM

Tekanan darah : 160/100 mmHg Nadi : 104 x/mt

Respirasi : 20 x/mt Suhu : 36,3 0 C

Konjungtiva : Anemis (+) Sklera : Ikterik (-)

C/P : Dalam batas normal Ekstremitas : Edema (-)

Status Lokalis

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Teraba massa kistik, mobil, permukaan licin setinggi pertengahan

simfisis dan umbilikus

Perkusi : WD (-)

Askultasi : BU (+) Normal

Status Ginekologis

Inspeksi : Fluksus (+), vulva tak

Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina tak, tampak gelembung mola, portio

licin, OUE terbuka

Pemeriksaan dalam : Fluksus (+), vulva/vagina tak, portio kenyal, OUE

terbuka 2-3cm, nyeri goyang (-)

CU : Sesuai usia kehamilan 14-16 minggu

CD : Tidak menonjol

A/P bilateral : Lemas, nyeri tekan (-), massa (-)

USG : VU terisi cukup

Uterus Antefleksi, uk. 10x13x9cm

Tampak gambaran vesikuler intrauterin

Page 6: Abortus Mola Hidatidosa

Cairan bebas (-)

A/P bilateral dalam batas normal

Kesan: Mola hidatidosa

Laboratorium : Hb 6,6 gr/dl, Leukosit 10.100/mm3, Trombosit 166.000/mm3

Diagnosis: P3A1 50 tahun dengan abortus mola hidatidosa + hipertensi + anemia

Sikap: IVFD

Evakuasi jaringan

Perbaiki KU (Transfusi PRC s/d HB 10gr/dl)

Rencana HT

Cek β-HCG kuantitatif, T3, T4, TSH, Foto Rontgen, EKG

Konsul interna

Laporan Kuretase :

Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi

Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada vulva dan sekitarnya

Kandung kencing dikosongkan dengan kateter

Dilakukan pemasangan speculum cocor bebek secara legal artis 

Tampak bekuan darah dan gelembung mola

Dinding vagina dan porsio dibersihkan

Tenakulum dijepit di portio pada pukul 11

Dilakukan sondase, uterus antefleksi ukuran 13cm

Dilakukan kuretase dengan sendok kuret yang paling besar secara perlahan

sampai dirasakan kerokan terasa kasar

Didapatkan darah serta jaringan ±300 cc

Jaringan di kirim ke PA

Setelah yakin tidak ada lagi jaringan dan perdarahan, tenakulum dilepas

Portio dibersihkan dengan kassa betadin

Speculum cocor bebek dilepas secara legal artis

Page 7: Abortus Mola Hidatidosa

Kuretase selesai

Gambar 1. Gelembung mola

Hasil konsul Interna:

P3A1 50 tahun + anemia ec. Kuretase ec. Mola + hipertensi grade II

Follow up :

30/08/2013 – 03/09/2013

S : Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit

O : Ku Cukup, Kes CM

T: 150/100 mmHg N: 84 x/menit, R: 20x/menit, S: 36,4oC

A : P3A1 50 tahun post kuretase a/i abortus mola + hipertensi + anemia

P : Perbaiki KU (Transfusi PRC s/d HB 10gr/dl)

Rencana HT

Ceftriaxone 3x1gr

SF 3x1 tab

Hasil Lab: Hb 9,1 gr/dl, leukosit 12.000/mm3, Trombosit 206.000/mm3,

Page 8: Abortus Mola Hidatidosa

β-HCG 245.867mIU/mL, FT4 0,55, FT3 2,60

04/09/2013 – 08/09/2013

S : Perdarahan dari jalan lahir (-)

O : Ku Cukup, Kes CM

T: 140/90 mmHg N: 80 x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5oC

A : P3A1 50 tahun post kuretase a/i abortus mola + hipertensi

P : Rencana HT

Ceftriaxone 3x1gr

SF 3x1 tab

Hasil PA : Mola Hidatidosa

Hasil Lab : Hb 9,3 gr/dl, leukosit 7.800/mm3, Trombosit 168.000/mm3

Penderita pulang paksa

Page 9: Abortus Mola Hidatidosa

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini akan didiskusikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Diagnosis

2. Penanganan

3. Prognosis

1. Diagnosis

Diagnosis abortus mola hidatidosa pada pasien ini ditegakkan

berdasarkan dari anamnesis, pemerikaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan:

- Adanya keluar gelembung darah seperti mata ikan,

- Riwayat amenore 2 bulan,

- Riwayat mual muntah dan merasa perutnya membesar

Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan gejala umum yang

paling sering ada dari mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam.

Terbukti pada beberapa kepustakaan bahwa 97% dari penderita tersebut akan

mengalami keluhan tersebut. Hal ini sesuai dengan sifat-sifat sel trofoblas

yang mengadakan invasi kedalam pembuluh darah sehingga dapat

menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah tersebut.4,5 Dari penelitian

oleh Surya,IGP dan Suwiyoga,IK (1980-1982) bahwa 78,88% pasien datang

dengan keluhan perdarahan. Curry dkk, dalam penelitiannya mendapatkan

insiden yang cukup tinggi terjadi perdarahan pervaginam yaitu 312 (87%)

dari 347 dan 188 (94%) dari 200 pasien dengan mola hidatidosa. Valena–

Wright (England,1993) dalam penelitiannya menemukan 62 kasus (84%) dari

74 kasus mola hiatidosa yang dievaluasi datang dengan perdarahan. Pada

penelitian ini terdapat 18 kasus (22,22%) datang dengan keluhan perdarahan

Page 10: Abortus Mola Hidatidosa

yang disertai dengan keluar jaringan dan gelembung mola, dimana

keseluruhan kasus ini selanjutnya didiagnosa sebagai abortus mola.

Kemudian ada 12 kasus datang dengan muntah-muntah tetapi hanya 3 kasus

(3,70%) sebagai hiperemesis gravidarum, dengan dengan pemeriksaan USG

ternyata didapatkan mola hidatidosa. Ada 3 kasus mola hidatidosa yang

disertai dengan komplikasi tirotoksikosis dimana ketiga pasien ini datang

dengan keluhan dada berdebar, tangan gemetar dan disertai badan

berkeringat.6

Mola hidatidosa yang datang ke RS Sanglah Denpasar 69,14%

mengalami pembesaran uterus/tinggi fundus uteri yang lebih besar dari haid

terakhir. Pembesaran uterus ini biasanya dihubungkan dengan tingginya kadar

hCG yang dihasilkan akibat pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel

trofoblas ini. Valena dkk, (England,1993) menemukan hanya 28 % kasus

mola yang memiliki uterus lebih besar dari umur kehamilan. Sedangkan

Curry mencatat uterus yang lebih besar dari umur kehamilan adalah 46%, dan

Ross dkk, menemukan 51% kasus mola terjadi uterus lebih besar dari umur

kehamilan. Harahap R bahwa 50% kasus mola akan mengalami pembesaran

uterus lebih besar dari umur kehamilan.3 Besar uterus yang lebih kecil / sama

dengan umur kehamilan (haid terakhir) adalah 32,10%. Sedangkan penelitian

di RSU Hasan Sadikin Bandung oleh Anna F dkk, (1993-1997) mendapatkan

besar uterus lebih besar dari normal adalah 48,58%.4,7,8

Pemeriksaan fisik pada pasien ini dijumpai anemia dimana ini

merupakan komplikasi yang terbanyak yang sering ditemukan pada kasus

abortus mola hidatidosa akibat dari sifat perdarahan yang sedikit-sedikit atau

banyak sekaligus sehingga dapat menyebabkan syok atau kematian. Uterus

yang membesar lebih besar dari usia kehamilan dimana pada palpasi

abdomen teraba massa kistik, mobil, permukaan licin setinggi pertengahan

simfisis dan umbilikus. Dan pada pemeriksaan inspekulo terlihat adanya

gelembung mola dimana diagnosis ini mempermudah diagnosis adanya

abortus mola hidatidosa. Karena kehamilan ini adalah kehamilan abnormal

sehingga tubuh akan berusaha untuk mengeluarkannya. Dengan keluarnya

Page 11: Abortus Mola Hidatidosa

gelembung mola biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak dan keadaan

umum pasien akan menurun.1

Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan USG

dimana gambaran yang diperoleh yaitu gambaran vesikulter intrauterin.

Gambar 2. Gambaran vesikuler intrauterin pada pemeriksaan USG pasien dengan

Mola Hidatidosa9

Disamping itu dilakukan pemeriksaan hCG (human

choriognadotrophin). Seperti diketahui, hCG dihasilkan oleh sel

sinsitiotrofoblas, sejak mulai implantasi. Pada kehamilan normal, kadarnya

naik terus hingga usia kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah

mencapai kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat mencapai

600.000 mIU/ml. Selanjutnya, sampai kehamilan aterm, kadar hCG rata-rata

adalah 20.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa, seluruh kavum uteri diisi oleh

jaringan trofoblas. Oleh karena itu, pertumbuhan sel trofoblas, dan selama

gelembung mola belum keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus naik,

sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml. Pada penderita ini kadar β-

HCG 245.867mIU/mL dimana ini sesuai dengan kepustakaan yang

mengatakan bahwa kadar β-HCG akan lebih tinggi dari normal. 3,10

Page 12: Abortus Mola Hidatidosa

Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi sebagai

diagnostik pasti dan didapatkan hasil mikroskopik: tampak villi korialis

dengan degenerasi hidropik, avaskular, dan terdapat proliferasi sedang sel-

sel trofoblast, dengan kesimpulan yaitu Mola Hidatidosa.

2. Penanganan

Prinsip penanganan pada penderita ini, yaitu:

- Perbaiki keadaan umum

- Evakuasi jaringan mola

- Profilaksis

- Follow up

Pada kasus ini penderita datang dalam kondisi anemia sehingga

tindakan pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan keadaan umum

dengan pemberian transfusi darah untuk memperbaiki anemianya dan

mencegah jangan sampai penderita jatuh dalam keadaan syok.3

Selanjutnya, dilakukan evakuasi jaringan mola secepat mungkin

dikarenakan adanya perdarahan aktif akibat dari abortus mola hidatidosa.

Karena tidak disediakannya alat vakum kuretase (kuret hisap) di ruangan

IRDO RSU Prof. dr. R. D. Kandou, evakuasi sisa jaringan mola pada

penderita ini dilakukan dengan cara kuret tajam. Hal ini sebenarnya tidak

dianjurkan karena mengingat konsistensi uterus yang lunak sehingga akan

lebih mudah terjadi perforasi.6 Kemudian pada penderita ini direncanakan

untuk dilakukan histerektomi totalis sebagai profilaksis. Dimana tindakan ini

dilakukan pada wanita dengan mola hidatidosa yang telah cukup umur

(batasan yang dipakai yaitu umur lebih dari 35 tahun), jumlah anak yang

sudah cukup, dan menurunkan angka kematian karena koriokarsinoma.1,2,3,4

Untuk golongan resiko tinggi yang menolak atau tidak bisa dilakukan

histerektomi atau wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan dapat

diberikan kemoterapi. Cara pemberian kemoterapi yaitu MTX 20 mg/hari,

IM, Asam Folat 10 mg 3 kali sehari dan Cursil 35 mg 2 kali sehari selama 5

hari berturut-turut. Atau dengan pemberian Actinomycin 1 flc sehari, selama

Page 13: Abortus Mola Hidatidosa

5 hari berturut-turut.5 Penderita pulang paksa sebelum sempat dilakukan

histerektomi totalis.

Seperti diketahui, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa, bisa

mengalami transformasi keganasan menjadi TTG. Pada umumnya follow up

dilakukan berlangsung selama satu tahun. Dalam tiga bulan pertama

pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua minggu,

kemudian tiga bulan berikutnya setiap satu bulan, selanjutnya dalam enam

bulan terakhir, setiap 2 bulan.3

Selama follow up, yang perlu diperhatikan adalah keluhan seperti

batuk, perdarahan, atau sesak nafas, pemeriksaan ginekologis terutama

adanya tanda-tanda subinvolusi, dan kadar β-hCG. Follow up dihentikan bila

sebelum setahun wanita sudah hamil normal lagi, atau bila setelah setahun,

tidak ada keluhan, uterus dan kadar β-hCG dalam batas normal, serta fungsi

haid sudah normal. Selama follow up, wanita dianjurkan untuk tidak hamil

dulu. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom atau pil kombinasi bila

haid sudah normal.3,9

Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar β-hCG akan menurun secara

perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu yang diperlukan

untuk mencapai kadar normal (<5mIU/ml) adalah 12 minggu. Ada beberapa

jenis kurva regresi, salah satunya adalah kurva Mochizuki.3

Page 14: Abortus Mola Hidatidosa

Gambar 3. Kurva regresi β-hCG normal dan abnormal pascaevakuasi MHK3

3. Prognosis

Setelah dilakuan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar

penderita mola hidatidosa akan sehat kembali, kecuali 15-20% yang mungkin

akan mengalami keganasan (TTG).3 Resiko untuk terjadinya kehamilan mola

berulang sekitar 1 %, dan kehamilan mola yang ke tiga sekitar 33%.11

Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan

risiko tinggi, seperti:

1. Umur diatas 35 tahun

2. Besar uterus diatas 20 minggu

3. Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml

4. Gambaran PA yang mencurigakan

Pada penderita ini memiliki kemungkinan untuk terjadinya resiko

kehamilan mola dikarenakan anjuran untuk histerektomi totalis tidak

dilakukan karena penderita pulang paksa dan memiliki kemungkinan untuk

menjadi ganas karena penderita ini termasuk dalam resiko tinggi yaitu umur

diatas 35 tahun dengan Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah

mola hidatidosa. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian

besar tidak disertai fetus, degenerasi hidropik jonjot korion, sehingga membentuk

gelembung-gelembung menyerupai rangkaian buah anggur kecil yang terjadi

berminggu-minggu pertama kehamilan.

Pada penelitian 22,22% datang dengan keluhan perdarahan yang disertai

dengan keluar jaringan dan gelembung mola, dimana keseluruhan kasus ini

selanjutnya didiagnosa sebagai abortus mola.

Page 15: Abortus Mola Hidatidosa

Penanganan pada pasien ini kurang tepat dimana evakuasi sisa jaringan

mola dilakukan dengan kuretase menggunakan kuret tajam tidak dengan vakum

hisap seperti yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya vakum

hisap di IRDO RSU Prof. dr. R. D. Kandou. Kemudian pada penderita ini

direncanakan untuk histerektomi totalis karena melihat umur pasien yang sudah

lebih dari 35 tahun dan pasien sudah memiliki cukup anak namun belum sempat

dilakukan karena penderita sudah pulang paksa tanpa alasan yang jelas. Sehingga

memiliki resiko kehamilan mola berulang dan kemungkinan untuk menjadi ganas

karena penderita ini termasuk dalam resiko tinggi yaitu umur diatas 35 tahun

dengan Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml.

Saran

Pada penderita ini perlu dilakukan konseling kembali dan follow up pasca

evakuasi mola hidatidosa untuk mendeteksi kemungkinan adanya keganasan

secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuninngham. F. G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik

Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran.

EGC Jakarta. Hal 930-8

2. Bagshawe KD. Introduction. In: B W Hancock ESN, R S Berkowitz, L A

Cole, editor. Gestational trophoblastic disease. 2nd ed. Sheffield:

International Society for the Study of Trophoblastic Diseases (ISSTD);

2003. p. 1-5.

Page 16: Abortus Mola Hidatidosa

3. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan

Plasenta & Selpaut Janin. Ilmu Kebidanan. Yayayasan Bina Pustaka

SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta. Hal 341-348

4. Harahap RE. Mola hidatidosa. Dalam : Harahap RE, eds. Kanker

ginekologi. Jakarta : PT Gramedia, 1984 ; 79-92

5. Manuaba IBG. Keganasan pada alat genitalia wanita. Dalam : Setiawan.

Ed. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana.

Jakarta : EGC, 1998 ; 419-24

6. Surya IGP, Suwiyoga IK. Mola hidatidosa di RSUP Denpasar selama tiga

tahun (1 Januari 1980 – 31 Desember 1982 ).

7. Seung JK. Epidemiology. In : Hancock BW, Newland ES, Berkowitz RS.

Eds. Gestational trophoblastic disease 1st edition. London : Chapman &

Hall medical 1997; 27-42.

8. Evans AC, Soper JT, Hammond CB. Clinical feature of molar pregnancies

and gestational trophoblastic tumor. In : Hancock BW, Newland ES,

Berkowitz RS. Eds. 1 st Gestational trophoblastic disease edition. London :

Chapman & Hall medical 1997; 109-126.

9. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational Trophoblastic Disease. Berek

JS, Editor. Dalam: Berek & Novak’s Gynecology. Edisi ke 14.

Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins, 2007. Hal 1582-91

10. Savage P, Seckl M. Trophoblast Disease. Edmonds DK, Editor. Dalam:

Dewhurst’s Textbook of Obstetric & Gynaecology. Massachusetts:

Blackwell Publishing, 2007. Hal 117-21

Page 17: Abortus Mola Hidatidosa

11. Chu CS. Gestational Trophoblastic Disease. Ppfeifer SM, Editor. Dalam:

NMS Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 6. Philadelphia: Lippincott

Wiliams & Wilkins, 2008. Hal 197-200