ab inkomplit

25
 Laporan kasus Abortus Inkomplet Dr.Pembimbing : Dr. Fx Widiarso, Sp.OG Disusun oleh : Kristali 11.21!.!21 FAK"L#AS K$DOK#$%A& "&I'$%SI #A S K%I S#$& K%IDA WA (A&A K$)A&I#$%AA& KLI&IK O*S#$#%IK + GI&$KOLOGI %"A- SAKI# A%DI %A-A" K"D"S

Upload: kristali-jenius

Post on 06-Oct-2015

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abortus inkomplit

TRANSCRIPT

Laporan kasus

Abortus Inkomplet

Dr.Pembimbing : Dr. Fx Widiarso, Sp.OG

Disusun oleh : Kristali 11.2013.321FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK & GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUSSTATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama

: Kristali

NIM

: 11.2013.321Dr pembimbing / penguji : dr. Fx Widiarso, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Identitas PasienIdentitas Suami

Nama : Ny.MNama : Tn.B

Umur : 19 tahun (GIP0A0)Umur : 22 tahun

Pendidikan : SMPPendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tanggaPekerjaan : Buruh

Agama : islamAgama : islam

Suku/Bangsa : IndonesiaSuku/Bangsa : Indonesia

Alamat : Godangmanis, RT 01/RW 10, Bae, KudusAlamat : Godangmanis, RT 01/RW 10, Bae, Kudus

Masuk RS : 12 Desember 2014

ANAMNESIS :

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 12 Desember 2014 jam 10.45 WIB

Keluhan utama :

Keluar gumpalan darah dari jalan lahir Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan keluar darah menggumpal dari jalan lahir. Os sudah tidak mens selama 2 bulan. Os mengatakan pada pukul 5 pagi keluar darah prongkol-prongkol melalui jalan lahir. Os juga merasakan perutnya sakit. Os belum pernah keguguran sebelumnya.Riwayat Haid

Menarche

: 12 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Haid terakhir (HPHT): 10 September 2014Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali pada usia 19 tahun, selama 5 bulanRiwayat Kehamilan dan Kelahiran

NoAnak keTahun PersalinanJenis KelaminUmur

KehamilanJenis PersalinanPenolongHidup / MatiRiwayat NifasMenetek s/d umur

1HAMIL INI

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)

( ) Pil KB

( - ) Suntik KB 3 bulanan

( ) IUD

( ) Susuk KB

( ) Lain-lain

Penyakit Dahulu

( ) Cacar

( ) Malaria

( ) Batu ginjal/saluran kemih

( ) Cacar air

( ) Disentri

( ) Burut ( hernia )

( ) Difteri

( ) Hepatitis

( ) Batuk rejan

( - ) Tifus abdominalis( ) Wasir

( ) Campak

( ) Diabetes

( ) Sifilis

( ) Alergi

( ) Tonsilitis

( ) Gonore

( ) Tumor

( ) Hipertensi

( ) Penyakit pembuluh( ) Demam rematik akut

( - ) Ulkus ventrikuli( ) Pendarahan otak

( ) Pneumonia

( ) Ulkus duodeni( ) Psikosis

( - ) Gastritis

( ) Neurosis

( ) Tuberkulosis

( ) Batu empedu

( ) Jantung

( ) Operasi

( ) Kecelakaan

Riwayat keluarga

( - ) DM

( - ) Ginjal

( - ) Jantung

( - ) Hipertensi

( - ) Asma

( - ) Alergi obat

Riwayat Operasi

Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Keadaan Gizi

: baik

Tinggi badan

: 150cm

Berat badan sblm hamil: 45 kgTekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 20x/menit

Keadaan Gizi

: baik

Sianosis

: tidak adaEdema

: tidak adaKepala

: normocephal

Mata

: CA -/-, SI -/-, RC +/+, pupil isokor 3mm/3mm

Telinga

: tidak tampak kelainan

Hidung

: tidak tampak kelainan

Mulut/Gigi

: tidak tampak kelainan

Leher

: tidak tampak pembesaran KGB dan tiroidDada

: simetris

Jantung

: bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

: suara nafas vesikuler, ronkii -/-, wheezing -/-

Abdomen

: tampak membesar

Alat gerak

: akral hangat, edema (-)II. Pemeriksaan Obstetri

Pemeriksaan Luar

Inspeksi :

Wajah: Chloasma gravidarum (-)

Payudara: pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae (+), putting susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)

Abdomen : Linea nigra (-), striae livids (-), striae albicans (-), bekas operasi (-)Palpasi:TFU sulit dinilaiVT

:Flx (+), fluor (-)

V/U/V : tak ada kelainan

Portio : sesuai jempol tangan

OUE terbuka 1 jari tangan , teraba jaringanCorpus uteri sebesar telur bebek

Adnexa : tak ada kelainan

CP : tak ada kelainan

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 12 Desember 2014PemeriksaanHasilSatuanNilai normal

Darah Rutin

Hemoglobin11.8g/dl11.7-15.5

Leukosit11.81Ribu3.6-11.0

RINGKASAN (RESUME)Ny. LF 19 tahun GIP0A0 hamil 14 minggu datang dengan keluhan pada pukul 5 pagi keluar darah prongkol-prongkol melalui jalan lahir. Os juga merasakan perutnya sakit. Os belum pernah keguguran sebelumnya.Haid terakhir (HPHT): 10 September 2014Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 20x/menit

Pemeriksaan LuarInspeksi :

Wajah: Chloasma gravidarum (-)

Payudara: pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae (+), putting susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)

Abdomen : Linea nigra (-), striae livids (-), striae albicans (-), bekas operasi (-)Palpasi:TFU sulit dinilai

VT

:Flx (+), fluor (-)

V/U/V : takada kelainan

Portio : sesuai jempol tangan

OUE terbuka 1 jari tangan , teraba jaringanCorpus uteri sebesar telur bebek

Adnexa : tak ada kelainan

CP : tak ada kelainanDIAGNOSIS

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis

Diagnosis kerja:

1. GIP0Ao Umur 19 tahun, Hamil 14 minggu

Dengan abortus inkompleta. Pemeriksaan yang dianjurkan

1. USG Kandungan

b. Rencana Pengelolaan:

IVFD RL + induksin 20 tpm Puasa Pro curetagePrognosis :

Power

: dubia ad bonam

Passage: dubia ad bonam

Passanger: malamTanggal 12 Desember 2014 jam 21.30Dilakukan curetageAnestesi pre-kuretage

KTM 30 mg

Sedacum 5 mg

SA 1 amp

Pemeriksaan Fisik Post curetage :

Keadaan Umum: tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi: 84 x/menit

Frekuensi Nafas: 20 x/menit

Suhu

: 37 0C

Diagnosis Post Curetage :

P0AI, umur 19 tahun Post kuret a/i abortus inkompletPengobatan post kuret :

IVFD RL + induksin 20 tpm Spiranter 3x1

Pospargin 3x1

Zegavit 1x1Follow Up Tanggal 13 Desember 2014 jam 07.30S : nyeri perut (+)

O : TD : 110/70 mmHg

Nadi : 84x

pernapasan : 20 x

Suhu: 36,5oC

CA -/-

C/P dbn

BU (+)

PPV (+) darahA : post kuret a/i abortus inkomplet P : pulangTINJAUAN PUSTAKA

ABORTUS INKOMPLET

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,2,3

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.2 Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis di kemudian hari.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.1

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 - 20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit). Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.1,2

Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3 - 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30 - 45 %.2Etiologi

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut.2 Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.1,2,3Penyebab Genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik ayah multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.

Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, "usainya nondisjunetion meiosis atau polipioidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dan nondisjunetion meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30 % dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Tumer merupakan penyebab 20 25 % kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.

Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 55 tahun.2

Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8 % kejadian abortus akibat kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.

Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3 % kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.

Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi balikan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.

Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum. Juga pada perempuan dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologik lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.2

Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.2Penyebab Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien.2

Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80 %), kemudian uterus bikomis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30 %). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10 30 % pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.

Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.1,3 Risiko abortus antara 25 - 80 %, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.

Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun. Misalnya, pada Systemadc Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dan fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum.

The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:1,3 Trombosis vascular

Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi

Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi

Komplikasi kehamilan

Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal

Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara sonografi normal

Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklampsia berat atau insufisiensi plasenta yang berat

Kriteria Laboratorium

aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu

aCL diukur dengan metode ELISA standar

Antibodi fosfolipid/antikoagulan

Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT dan CT) Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal

Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid

Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin

aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20 % pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33 % pada perempuan dengan SLE. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap -2glikoprotein 1 yang lebih spesifik.

Pemberian antikoagulan misalnya aspirin, heparin, IL-3 intravena menunjukkan hasil yang efektif. Pada percobaan binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growtb hormone plasenta dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.

Trombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap prostasiklin, selain juga akibat dari peningkatan agregrasi trombosit, penurunan c-reaktif protein dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia kehamilan di atas 10 minggu.

Pengelolaan secara umum meliputi pemberian, heparin subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case-control menunjukkan pemberian heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50 % jadi 80 % pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari 2 kali tes APLAs positif. Yang perhi diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.

Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis.2 Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:

1. Bakteria

Listeria rrionositogenes

Klamidia trakomatis

Ureaplasma urealitikum

Mikoplasma hominis

Bakterial vaginosis

2. Virus Sitomegalovirus

Rubela

Herpes simpleks virus (HSV) Human immunodeficiency virus (HIV) Parvovirus

3. Parasit

Toksoplasmosis gondii

Plasmodium faisiparum

Spirokaeta

Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut.

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses impiantasL

Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes).

Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV).

Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.3Faktor Hormonal

Ovulasi, impiantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik system pengaturan hormon matemaL Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap system hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron

Diabetes mellitus1,2

Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko abonus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.

Kadar progesteron yang rendah

Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Comer mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus lutum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan^ Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila-progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan. Defek fase luteal

Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 - 60 % perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini.

Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal. Dan, 50 % perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.

Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua

Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua, sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular Lymphocytes (LGL) dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B.

Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi H LA. Trofoblas ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang normal.2Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi.2 Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:

Peningkatan kadar faktor prokoagulan

Penurunan faktor antikoagulan

Penurunan aktivitas fibrinolitik

Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.2

Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.

Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis sistematik ataupun piasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22 % kasus.

Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama konversi metionin ke sistein. Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun akuisita, berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 % abortus berulang. Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan folat akan mengembalikan kadar homosistein normal dalam beberapa hari.Abortus inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih tertinggal.

Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina,kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.2 Pasien dapat Jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanuh dari pbstik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.2Macam-macam Abortus

Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi.2Abortus Iminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baut dalam kandungan.

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.1,2,3 Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam.2 Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.2 Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengari pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.2Abortus Insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.2

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, Perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal,Biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.2

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan Keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi .Segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.2Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,2,3

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif samoa 7 10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidan memerlukan tindahan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.2Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

Penderita missed abortion biasanya odak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tkbk seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.2 Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dan terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda- tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibri- nogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.2

Pengelolaan missed aborhon perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan ancara bin dengan pemberian infus mtravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.2

Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.Abortus Habitualis

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.1,2Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.

Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.1

Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembanya umur kehamilan.operasi dilakukan pada umur kehamilan12 14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.Abortus Infeksiosus, abortus septik

Abortus infeksiosus salah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).

Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga pentoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.

Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk lahap pertama dapat diberikan Penisilin 4x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4x1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.

Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total secepatnya.2Kehamilan anembrionik ( blighted ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk.1,2 Di samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan.1,2 Sebelum alat USG ditemukan, kelainan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak diserui adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.Penatalaksanaan Abortus Inkomplit

Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan meng-atasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.

Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun peroral dan antibiotika.

Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.

Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian.

Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, anti-progesteron digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.

KOMPLIKASI ABORTUS

1. Perdarahan (hemorrhage)

2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.

3. Infeksi dan tetanus

4. Gagal ginjal akut

5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:

Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik

Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik

DAFTAR PUSTAKA1. Cunningham GE, Gant NF, Leveno KJ, et al. Williams Obstetrics. 21st ed. New York: McGraw Hill; 2001.

2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan. ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.3. Valley VT. Abortion, Incomplete. In: Emedicine. 31 Desember 2014. http://www.emedicine.com/emerg/OBSTETRICS_AND_GYNECOLOGY.htm