a292009-rumah tinggal masyarakat kampung nelayan bandaran (dusun bandaran, kecamatan paragan,...

23
MENGGALI KONSEP KEBERSAMAAN DALAM RUMAH TINGGAL MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN BANDARAN Wujud Ruang Transisi dalam Kampung Bandaran yang Menjadi Ruang Bersama 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebersamaan adalah sebuah konsep yang sangat melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ia hadir sebagai wujud dari kebutuhan manusia akan manusia lainnya, kebutuhan untuk saling berinteraksi, berkomunikasi satu sama lain. Ruang bersama adalah simbol adanya konsep kebersamaan dalam arsitektur nusantara. Ia menjadi bagian yang terkait, seakan tak bisa terlepas dari arsitektur nusantara dan menyatu dengan kehidupan masyarakat nusantara. Ruang bersama terwujud dalam berbagai bentuk, seperti alun-alun, pelataran, teras, bahkan gang- gang kampung yang juga berfungsi sebagai jalur sirkulasi. Keanekaragaman wujud ruang bersama, kadang tak lepas dari pengaruh pola pemukiman. Kebanyakan, pola pemukiman yang ada dalam arsitektur nusantara adalah memanjang, saling berhadapan satu sama lain, sehingga jalan yang terbentuk diantaranya, halaman hingga teras rumah, menjadi ruang bersama dalam pemukiman tersebut. Pelataran dan teras tanpa dirasa akan menjadi ruang transisi, antara area publik dan area privat, antara ruang terbuka atau ruang luar dan ruang dalam. Ruang transisi yang berfungsi sebagai ruang bersama, merupakan bahasan utama yang kami kaji dalam laporan ini. Berdasar 1

Upload: isnatafliha

Post on 02-Aug-2015

191 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

MENGGALI KONSEP KEBERSAMAAN DALAM RUMAH TINGGAL MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN BANDARANWujud Ruang Transisi dalam Kampung Bandaran yang Menjadi Ruang Bersama1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebersamaan adalah sebuah konsep yang sangat melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ia hadir sebagai wujud dari kebutuhan manusia akan manusia lainnya, kebutuhan untuk saling berinteraksi, berkomunikasi satu sama lain. Ruang bersama adalah simbol adanya konsep kebersamaan dalam arsitektur nusantara. I

TRANSCRIPT

Page 1: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

MENGGALI KONSEP KEBERSAMAAN DALAM RUMAH TINGGAL

MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN BANDARAN

Wujud Ruang Transisi dalam Kampung Bandaran yang Menjadi Ruang Bersama

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kebersamaan adalah sebuah konsep yang sangat melekat dengan kehidupan

masyarakat Indonesia. Ia hadir sebagai wujud dari kebutuhan manusia akan manusia

lainnya, kebutuhan untuk saling berinteraksi, berkomunikasi satu sama lain.

Ruang bersama adalah simbol adanya konsep kebersamaan dalam arsitektur

nusantara. Ia menjadi bagian yang terkait, seakan tak bisa terlepas dari arsitektur

nusantara dan menyatu dengan kehidupan masyarakat nusantara. Ruang bersama

terwujud dalam berbagai bentuk, seperti alun-alun, pelataran, teras, bahkan gang-gang

kampung yang juga berfungsi sebagai jalur sirkulasi.

Keanekaragaman wujud ruang bersama, kadang tak lepas dari pengaruh pola

pemukiman. Kebanyakan, pola pemukiman yang ada dalam arsitektur nusantara adalah

memanjang, saling berhadapan satu sama lain, sehingga jalan yang terbentuk

diantaranya, halaman hingga teras rumah, menjadi ruang bersama dalam pemukiman

tersebut. Pelataran dan teras tanpa dirasa akan menjadi ruang transisi, antara area publik

dan area privat, antara ruang terbuka atau ruang luar dan ruang dalam.

Ruang transisi yang berfungsi sebagai ruang bersama, merupakan bahasan utama

yang kami kaji dalam laporan ini. Berdasar pertimbangan dan diskusi kelompok, kami

memilih Kampung Bandaran, yang merupakan sebuah kampung nelayan yang terletak di

dusun Bandaran, kecamatan Pejagan, kabupaten Bangkalan, Madura, provinsi Jawa

Timur sebagai objek pembahasan. Objek kami fokuskan pada bagian ujung kampung,

yang tepatnya di Jalan Pertempuran, RT 1, RW 13, dusun Bandaran, kecamatan

Pejagan, kabupaten Bangkalan, Madura, provinsi Jawa Timur.

Kampung yang terletak di sepanjang sisi Kali Bangkalan dan berjarak sekitar 20 km

dari pelabuhan Kamal tersebut, memiliki pola pemukiman linier. Letak rumah warga saling

berdekatan satu sama lain, seperti tatanan kampung pada umumnya. Tak ada pagar yang

membatasi, seakan semua berbaur menjadi satu, membentuk keakraban dan nuansa

1

Page 2: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

kekeluargaan tersendiri. Sehingga tak heran apabila kebersamaan sangat terasa dalam

kehidupan sosial masyarakat kampung ini. Warga biasa berinteraksi, berkomunikasi satu

sama lain, dengan cara berkumpul di halaman depan rumah mereka yang luas atau teras

rumah salah seorang warga, memanfaatkan ruang transisi lingkungan mereka untuk

membentuk kebersamaan satu sama lain.

Selanjutnya setelah memilih konsep ruang transisi sebagai ruang bersama dan

menetapkan objek, kami akan membandingkan hasil laporan dengan desain kotemporer

arsitek Budi Pradono, melalui desainnya, ‘pori-pori House’. Alasan utama mengapa kami

memilihnya sebagai objek komparasi adalah karena adanya kesesuain konsep, tentang

bagaimana Budi Pradono menghadirkan ruang bersama bagi pemilik rumah dan

masyarakat sekitarnya.

1.2 Permasalahan

Bagaimana wujud ruang transisi yang berfungsi sebagai ruang bersama dalam

pemukiman Kampung Nelayan Bandaran?

Bagaimana konsep ruang transisi sebagai ruang bersama diterapkan dalam desain

arsitektur kotemporer milik Budi Pradono?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana sebuah ruang transisi dapat

berfungsi sebagai ruang bersama, serta mengetahui dan membandingkan arsitektur

kontemporer mana yang sesuai dengan konsep kebersamaan seperti ini.

2

Page 3: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

2. Pembahasan

2.1 Ruang Transisi dalam Kampung Bandaran

Ruang adalah bagian yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia.

Keberadaan ruang, selalu menjadi bagian dari manusia dan kegiatannya, bagian manusia

dan lingkungan tempat ia tinggal.

Kampung nelayan Bandaran, memiliki sebuah ruang tersendiri, yang hadir di tengah

karakter manusia dan lingkungannya. Pola rumah tinggal nelayan yang berderet,

memanjang, saling berhadapan satu sama lain, tanpa dirasa, akan menghadirkan sebuah

ruang diantaranya.

(a) (b)

Gambar 1 (a) dan (b). Jalan yang terbentuk antara pola rumah yang berhadapan, membentuk ruang

tersendiri dalam lingkungan tersebut.

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Sebuah jalan, atau gang kecil, yang menyatu dengan pelataran dan teras rumah

warga Kampung Bandaran, menghadirkan sebuah bentuk ruang tersendiri. Kondisi rumah

warga yang seakan berbaur satu sama lain, tanpa ada pagar yang membatasi, seakan

menghadirkan suasana keakraban dan kekeluargaan. Suasana tersebut menyatu dalam

kehadiran ruang, membentuk sebuah transisi,dari sebuah gang, hingga masuk ke

pelataran, teras, hingga berujung pada masing-masing rumah warga.

Berdasarkan fenomena yang kami tangkap, adanya integrasi antara jalan, halaman

dan teras ini, adalah wujud ruang transisi dalam Kampung Nelayan Bandaran. Jalan atau

gang yang terbentuk tepat di tengah pola pemukiman rumah-rumah yang memanjang dan

saling berhadapan satu sama lain, merupakan ruang yang seakan menjadi penerima

bagi siapa yang masuk dalam pemukiman tersebut. Meski hakikatnya ia berfungsi

3

Page 4: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

sebagai jalur sirkulasi, namun, tanpa disadari kehadiran gang tersebut sesungguhnya

adalah ruang yang seakan berperan sebagai penyambut, bagi manusia yang hadir di

sana.

(a) (b)

Gambar 2 (a) dan (b). Gang perkampungan yang seakan menjadi ruang penerima bagi manusia yang

masuk dalam lingkungan Kampung Bandaran

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Saat kami masuk dalam Kampung Bandaran, berdiri ditengah jalan kecil atau gang

antara dua rumah yang saling berhadapan, muncul sebuah kesan, bahwa kami disambut

oleh masyarakat dan lingkungan pemukiman tersebut. Gang, tidak hanya hadir sebagai

jalur sirkulasi, tetapi menjadi kesatuan ruang dalam lingkungan tempat mereka tinggal.

Dari sebuah gang, langkah kami berlanjut menginjak pelataran seorang rumah

warga. Tak ada perbedaan yang mendasar, kesan berbeda yang kami rasakan saat kami

memasuki area pelataran ini. Pelataran mereka menyatu dengan jalan kampung,

memberikan kesan bahwa hak milik pribadi hanya pada masing-masing hunian

selebihnya di luar hunian adalah milik bersama (umum). Hampir tak ada batas fisik yang

jelas yang memisahkan gang dengan pelataran. Keduanya terintegrasi, membentuk satu

kesatuan ruang. Sama halnya ketika kami memasuki gang, kesan disambut dan

dipersilahkan untuk berbaur dengan masyarakat dan lngkungan perkampungan, kami

rasakan saat kami berada di pelataran. Pelataran menjadi bagian yang paling luas,

seakan memberikan kebebasan bagi siapa saja yang ada di sana untuk bersama-sama

melakukan apa saja yang mereka inginkan.

4

Page 5: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

(a) (b)

Gambar 3 (a) dan (b). Pelataran yang menyatu dengan jalan kampung, memberi kesan semua adalah milik

bersama, milik masyarakat Kampung Bandaran

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Dari pelataran, langkah kami berlanjut ke teras, masuk ke rumah seorang warga.

Berbeda dengan gang dan pelataran, teras memberikan kesan lebih privat, karena ia

hadir sebagai ruang penerima bagi rumah warga dalam kampung tersebut.

(a) (b)

Gambar 4 (a) dan (b). Teras yang menjadi ruang bersama di rumah masing-masing warga

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Gang, pelataran, dan teras membentuk ruang transisi, baik secara fisik, kesan yang

muncul, dan secara fungsi dari ketiga ruang tersebut. Secara fisik, ruang transisi

terbentuk melalui terang dan bayang cahaya matahari. Gang dan pelataran sebagai sisi

yang terbuka, sangat jelas terlihat karena ia adalah bagian yang paling terang, yang

langsung merasakan panasnya sengatan matahari. Gang dan pelataran menjadi ruang

terbuka, ruang paling jelas terlihat, ruang luar sebelum seseorang masuk ke dalam rumah

mereka. Teras, dengan naungan di atasnya, menjadi bagian yang sedikit terkena sinar

5

Page 6: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

matahari, dari luar ia tampak semakin meredup dan sedikit tak terlihat bagian dalamnya.

Dari gang, pelataran, dan teras tersebut, pada akhirnya akan berujung pada bagian dalam

rumah tinggal, yang gelap, menunjukkan transisi dari sisi terang ke dalam sisi gelap, dari

ruang milik bersama, hingga milik pribadi.

(a) (b)

Gambar 5 (a) dan (b). Dari gang, pelataran, teras, hingga bagian dalam rumah, cahaya semakin gelap,

membentuk transisi ruang tersendiri

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Dari sisi kesan yang muncul, pelataran dan gang, adalah ruang penerima umum,

yang mempersilahkan siapa saja untuk hadir dalam lingkungan tersebut. Kehadirannya

muncul sebagai area paling publik, dalam lingkungan kampung Bandaran. Teras, juga

muncul sebagai area penerima, area publik milik setiap warga dalam lingkungan tersebut.

Dari sini, dapat kami katakan, ada perubahan atau transisi yang muncul dari gang,

pelataran, teras, hingga akhirnya masuk ke zona privat masing-masing warga.

Sebagai ruang transisi, gang , pelataran dan teras menyatu, membentuk satu

kesatuan ruang. Dari gang dan pelataran sebagai ruang terbuka, ruang bersama,

kemudian teras, sebagi ruang pernaungan dan ruang bersama bagi setiap warga, hingga

masuk ke area individu, yaitu bagian dalam rumah warga.

2.2 Ruang Transisi sebagai Ruang Bersama

Setiap diri manusia adalah pusat lingkungan, dimana kepadanya telah dibekali

kemampuan dan wewenang untuk mengolah dan membina lingkungan hidupnya sesuai

6

Page 7: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu manusia dilahirkan tidak untuk menjadi

individu, tetapi terjadi suatu kelompok yang bermasyarakat.

Demikian pula yang terjadi pada masyarakat Kampung Nelayan Bandaran Madura.

Setiap individu senantiasa memiliki kesadaran untuk hidup bermasyarakat. Kehidupan

bermasyarakat dapat terjalin dengan baik antar sesama manusia. Dalam menjalani hidup,

kehidupan, dan penghidupannya, sesuai dengan fitrahnya, manusia senantiasa

membutuhkan ruang, baik ruang privat maupun ruang publik.

Ruang publik biasa digunakan secara komunal. Ruang publik juga biasa disebut

dengan ruang bersama. Ruang ini berfungsi sebagai sarana untuk bersosialisasi antar

anggota masyarakat. Setiap diri manusia akan selalu diciptakan untuk saling berpasang-

pasangan dalam mengisi dan menjalani kehidupannya, sehingga ruang bersama

diperlukan untuk memenuhi fitrah manusia yang merupakan makhluk sosial.

Secara fisik arsitektur, hal tersebut terwujud pada bentuk hunian yang selalu terbuka

(teras/emper tanpa dinding), menunjukkan adanya kemudahan bagi mereka untuk saling

berinteraksi juga sebagai ruang transisi yang mengantarkan manusia yang berada zona

privat (dalam rumah) menuju zona publik (lingkungan di luar hunian). Tidak adanya

pembatasan antar hunian, menunjukkan kesadaran bahwa hak milik pribadi hanya pada

masing-masing hunian selebihnya di luar hunian adalah milik bersama (umum).

Pola permukiman yang ada di Kampung Nelayan Bandaran Madura ini merupakan

pola permukiman yang memanjang/linier.. Di Madura sendiri, terdapat pola permukiman

yang disebut dengan tanean lanjeng (secara harfiah dapat diartikan sebagai halaman

yang panjang). Representasi pola ini dapat dilihat di Kampung Nelayan Bandaran

Madura. Pola permukiman yang memanjang/linier menghadirkan pelataran di antara

rumah-rumah yang saling berhadapan. Secara fisik, pelataran ini, lebih terlihat sebagai

jalan umum. Namun, fungsinya tetap sama seperti tanean yaitu sebagai ruang

bersama/ruang sosialisasi. Pola susunan rumah yang ada disini juga menunjukkan hirarki

dalam keluarga, sehingga banyak warga yang rumah saudaranya berdekatan.

Ruang transisi dalam kampung Bandaran, yang kami bahas pada sub bahasan 2.1,

adalah bentuk ruang bersama bagi masyarakat setempat. Mulai dari gang, yang berfungsi

utama sebagai tempat berkumpul, bersosialisasi, mengadakan acara masyarakat,

merangkap fungsi sebagai jalur sirkulasi. Keberadaan gang, tanpa disadari telah menjadi

ruang kehidupan bagi mereka. Tak ada batasan, semua milik bersama, sehingga nuansa

kebersamaan di sepanjang gang pada kampung ini sangat terasa.

7

Page 8: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

(a) (b)

Gambar 6 (a) dan (b). Pola Pemukiman yang Memanjang Menghadirkan Pelataran/Gang sebagai Ruang

Bersama.

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Pada gang-gang tertentu kita dapat merasakan rasa ruang yang berbeda. Pada gang

yang ukurannya lebih kecil, kita dapat merasakan kebersamaan dan keakraban yang ada

antar warga. Berbagai aktivitas dilakukan pada lorong jalan tersebut, seperti saat ada

acara pernikahan, ataupun pengajian. Tidak ada batas pemisah antara orang satu

dengan orang yang lain. Semua saling berbaur, tua muda, laki-laki maupun perempuan.

Kebanyakan dari mereka menggunakan teras yang ada di depan rumah. Untuk saling

bersosialisasi untuk sekedar duduk-duduk maupun melakukan pekerjaan lain.

Pelataran, sebagai ruang transisi, biasa digunakan oleh para warga untuk

mengadakan acara pernikahan, pengajian, atau meminjamkannya untuk tetangga yang

membutuhkan lahan lebih luas. Ritual-ritual seperti ini sangat dominan dilakukan di area

pelataran. Tak hanya itu, pelataran juga berfungsi sebagai area berkumpul, bersosialisasi

satu sama lain, mengingat hampir tak ada pembatas antara satu rumah dengan rumah

lainnya. Membuat jaring, menjemur ikan hingga pakaian juga dilakukan di pelataran.

Simbol kebersamaan yang hangat inilah yang membuat ruang transisi, pelataran, dapat

berfungsi sebagai ruang bersama dengan berbagai macam kegiatan masyarakat.

8

Page 9: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

(a) (b)

Gambar 7 (a) dan (b). Kegiatan bersama yang dilakukan di pelataran

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Teras, sebagai ruang transisi yang paling dekat dengan area privat, yaitu rumah

masing-masing warga, adalah tempat dimana kegiatan bersama yang terkait dengan

masing-masing pemilik rumah berlangsung. Yang kami maksudkan disini adalah apabila

pada gang dan pelataran batas milik seakan bias, maka teras menunjukkan batas milik

yang jelas. Meski terbuka dan terkesan mempersilahkan siapa saja untuk mampir dan

bernaung di sana, teras memiliki tingkat kebersamaan yang lebih intim, langsung terkait

kepada individu. Meski demikian, kebersamaan antar sesama warga, juga terjalin baik di

teras. Kegiatan bercengkrama, mengobrol, sampai bermain bagi anak-anak, dilakukan di

teras. Tamu, juga disambut hangat di teras. Semua berbaur, duduk di lantai yang dingin,

merasakan keakraban tersendiri.

(a) (b)

Gambar 8 (a) dan (b). Kegiatan bersama yang dilakukan di teras rumah

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

9

Page 10: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Sebagian perempuan yang ada di kampung ini adalah ibu rumah tangga yang suami

mereka adalah nelayan. Aktivitas yang mereka lakukan cenderung berada di dalam

kampung. Sedangkan suami mereka lebih banyak menghabiskan waktu di pantai dan di

laut. Ibu-ibu rumah tangga ini sering menghabiskan waktu mereka untuk mengobrol di

teras rumah mereka dan ada yang sambil mengasuh anak. Di sinilah salah satu kegiatan

bersosialisasi itu berlangsung. Ada juga kegiatan bersama berupa arisan yang dilakukan

di salah satu rumah penduduk di sana.

Gambar 9. Ibu-ibu rumah tangga sering berkumpul di teras

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Untuk laki-laki, aktivitas mereka lebih banyak berada di pantai dan laut. Perahu untuk

mencari ikan, sering menjadi ruang bersama mereka untuk bersosialisasi antar nelayan.

Namun, saat mereka berada di rumah, pelataran menjadi ruang bersama bagi mereka,

yaitu saat mereka membuat jarring, atau menjemur hasing tangkapan ikan.

Gambar 10. Bapak yang sedang membuat jarring, memanfaatkan pelataran sebagi ruang bersama

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

10

Page 11: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Bagi para anak-anak, ruang bersama mereka bisa berada di mana saja. Tidak ada

batas fisik yang membatasi aktivitas mereka untuk bermain bersama. Anak-anak kecil di

kampung nelayan Bandaran Madura sering bermain bersama di teras rumah, di jalan-

jalan, bahkan juga di tepi pantai. Keakraban mereka sangat terasa.

Gambar 11. Ruang bersama bagi anak-anak yang terletak di pelataran

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Untuk kegiatan keagamaan, terdapat musholla dan masjid. Musholla terdapat di

tengah permukiman. Secara kebetulan, musholla di kampung ini terdapat pada ujung

jalan seperti pada pola permukiman tanean lanjang yang mushollanya di ujung, di tempat

yang tertinggi. Musholla di kampung ini menggunakan peninggian lantai untuk

menandakan bahwa bangunan ini suci dan digunakan sebagai tempat untuk beribadah,

sarana untuk berkomunikasi antara makhluk dan penciptanya.

Gambar 12. Musholla, tempat kegiatan beribadah dilakukan secara bersama-sama, yang terletak menyatu

dengan pelataran kampung

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

11

Page 12: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

2.3 Komparasi dengan Arsitektur Kotemporer

Rumah Kampung Nelayan mempunyai ciri khas tersendiri. Rumah warga disana, tata

rumahnya berpola linier . Rumahnya saling berdekatan satu sama lain. Menurut hasil

pengamatan kami, kebanyakan rumah warga yang terletak pada satu komplek itu terdiri

dari beberapa kerabat. Misal, rumah pertama milik orang tua, rumah kedua milik anak

pertama dan seterusnya. Di dalam satu komplek rumah mereka juga terdapat musholla

yang digunakan untuk sholat para kerabat dan warga sekitar. Kemudian di dalam

kompleks mereka juga terdapat halaman yang cukup luas. Setelah kami wawancara

kepada salah satu pemilik rumah, halaman tersebut memang dibuat cukup luas sebagai

tempat rutin para kerabat dan para warga berkumpul. Misal untuk pengajian, acara

pernikahan dan lain sebagainya. Memasuki bagian rumahnya,terdapat teras yang cukup

luas. Teras disini berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu dan berkumpul keluarga.

Luas teras lebih besar dari ruang tamu. Satu lagi ciri khas kebanyakan rumah warga

disana ialah terdapatnya gang atau lorong menuju ke bagian belakan rumah yaitu dapur.

Dapur mereka terletak di belakang rumah mereka sehingga tempatnya terpisah.

Lalu bagaimana kami membandingkan konsep ini dengan desain Budi Pradono?

Ahmett Salina Studio, ‘pori-pori House’, karya arsitek Budi Pradono, kami rasa

mengandung konsep ruang transisi sebagai ruang bersama.

Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open

space ditambahkan agar ruang hijau di depan bangunan lebih luas dan dapat digunakan

bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’

untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin

yang dapat menetralisir panas matahari.

Gambar 13. Pengguanan bamboo sebagai secondary skin, sekaligus pembatas antara halam sebagai ruang

transisi dan bagian dalam rumah

Sumber: cobagonzo.blogspot, http://cobagonzo.blogspot.com/2011_01_16_archive.html

12

Page 13: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Untuk menjaga area privasi, Budi Pradono berusaha memperkenalkan zona vertikal

dan zona horizontal. Lantai dasar digunakan sebagai ruang kerja/ studio,sedangkan

lantai atas sebagai tempat tinggal keluarga kecil tersebut. Terdapat juga area pribadi bagi

pemilik di bagian belakang rumah. Budi Pradono memberi halaman yang luas untuk

ruang bersama dengan tetangga sekitar. Ruang tersebut ditunjuk sebagai zona publik.

Para tetangga boleh mempergunakan lahan yang ada untuk acara bersama seperti

pernikahan , berkumpul, dan lain-lain.

Gambar 14. Open Space sebagai area bersama

Sumber: cobagonzo.blogspot, http://cobagonzo.blogspot.com/2011_01_16_archive.html

Budi Pradono memberikan ide dalam desain ini yaitu membuka ruang ruang

horizontal yang bergantung pada fasad publik, sehingga memungkinkan seluruh kantor-

rumah dapat dibuka sampai ke halaman depan untuk menciptakan sebuah ruangan besar

/ruang luar sebagai fungsi sosial dan kegiatan akademik. Hunian ini terkesan terbuka

tetapi sangat nyaman. Sebuah tangga tebuka dengan telapak kantilever mengarah ke

zona privat, sementara ruang hidup dan bekerja secara visual dihubungkan dengan void

disamping tangga.

Adanya open space, di bagian depan rumah, sama halnya dengan pelataran dan

teras dalam konsep arsitektur nusantara di kampung Bandaran. Seperti yang arsitek

katakan, ia sengaja menghadirkan ruang tersebut, agar warga sekitar, dapat ikut

memanfaatkannya, dapat berkumpul dan bersosialisasi di sana. Hal ini terjadi pula di

Kampung Bandaran. Meski bersifat sebagai satu bangunan tunggal, tidak seperti komplek

rumah atau pemukiman di kampung Bandaran, konsep ruang transisi sebagai ruang

bersama dapat teraplikasikan dengan baik, ditengah pemukiman perkotaan, dengan

dinding-dinding tinggi yang membatasi satu sama lain.

13

Page 14: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

(a) (b)

Gambar 15 (a). Pelataran dan teras yang berfungsi sebagai ruang bersama

Gambar 15 (b). Halaman depan ‘Pori-pori House’ yang memiliki fungsi sama dengan pelataran dan

teras di Kampung Bandaran, yaitu sebagai ruang bersama bagi pemilik rumah dan tetangga-tetangganya

Sumber: foto Adisti, dkk 2011

Menurut kami, desain milik Budi Pradono ini, adalah desain yang menunjukkan

bahwa sebagai arsitek memang tugas kita untuk menghadirkan ruang, menghadirkan

kebersamaa, sebagai tanggung jawab arsitektur sebagai bagian dari kehidupan manusia

dan sekitarnya.

Ruang adalah simbol kehadiran. Ruang sangat terkait dengan kehidupan manusia,

keakrabannya dengan sekitar, termasuk lingkungan alam dan social. Menghadirkan

ruang, seperti yang kami dapatkan dalam kuliah Sejarah dan Teori Arsitektur 1 dan

Arsitektur Nusantara, adalah pekerjaan arsitek. Arsiteklah yang harus menghadirkan

ruang, menjadi kesatuan dengan manusia.

Konsep ruang transisi sebagai ruang bersama, menurut kelompok kami, adalah

konsep arsitektur nusantara yang hakikatnya memang harus terus ada. Banyaknya

desain rumah di tengah perkotaan yang tak lagi memikirkan interaksi dengan lingkungan

social, perlu kita benahi, salah satunya dengan menerapkan konsep ini. Budi Pradono

menerapkan konsep ini secara sederhana, namun bermakna besar mengingat jarang kita

menemukan rumah di perkotaan yang peduli pada lingkungan sekitarnya.

Dalam mebandingkan konsep arsitektur nusantara yang kami temukan di Kampung

Bandaran dengan desain Budi Pradono, setidaknya ada tiga pokok hal yang kami

simpulkan sebagai kesamaan antara keduanya.

14

Page 15: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Tabel 1. Perbandingan Konsep Arsitektur Nusantara di Kampung Bandaran dengan desain

Budi Pradono

NoKonsep Arsitektur Nusantara di

Kampung Bandaran

Konsep Arsitektur Nusantara pada

desain Budi Pradono

1. Ruang bersama yang merupakan

kebutuhan dasar manusia untuk

saling berinteraksi dan saling

berkomunikasi

Konsep yang sama kami temukan,

melalui teras, atau halaman depan

rumah, sengaja Budi Pradono

hadirkan sebagai ruang bersama

bagi pemilik rumah dan

lingkungan sosial sekitarnya.

2. Ruang transisi sebagai ruang

bersama

Teras adalah bentuk ruang

transisi, dari area publik atau area

terbuka, ke area dalam yang lebih

privat. Budi pradono, mendesain

halaman atau teras tersebut

cukup luas, hingga bisa

dimanfaatkan sebagai ruang

bersama. Konsep serupa ada di

Kampung Bandaran, dimana teras

dan pelataran yang luas memang

sengaja dihadirkan sebagai ruang

bersama dalam lingkungan

pemukiman tersebut.

3. Tak ada batas fisik, menandakan

‘kekamian’, menyatunya manusia

dengan lingkungan tempat

tinggalnya.

Rumah karya Budi Pradono,

adalah rumah tanpa pagar, tak

ada tembok tinggi yang sengaja

dibuat sebagai pembatas fisik,

sehingga meski tak sedominan

dengan apa yang ada di Kampung

Bandaran, setidaknya konsep

kebersamaan, melalui ‘kekamian’

tersebut, dapat diaplikasikan

dengan baik, di tengah bangunan-

bangunan tetangga yang

cenderung menutup diri.

15

Page 16: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

3. Kesimpulan

Setelah mengkaji mengenai konsep ruang transisi sebagai ruang bersama, serta

membandingkannya dengan salah satu desain arsitektur kotemporer karya Budi Pradono,

maka dapat kami ambil beberapa kesimpulan seperti berikut.

3.1 Konsep kebersamaan adalah konsep yang selalu ada dalam keanekaragaman

arsitektur nusantara. Ia hadir memenuhi kebutuhan dasar manusia bahwa manusia

tidak dilahirkan sebagai individu, tetapi makhluk yang saling membutuhkan satu sama

lain.

3.2 Ruang bersama ada di tengah kehidupan masyarakat, mewujudkan nuansa

kekeluargaan dan keakraban dengan sesama. Ruang bersama adalah simbol arsitektur

nusantara yang harus ada, guna melestarikan nilai kekeluargaan, gotong royong, dan

keakraban, nilai-nilai masyarakat nusantara. Tidak harus ada pembatas yang jelas untuk

menunjukkan adanya ruang bersama. Pada Kampung Bandaran misalnya, ruang

bersama tampak bias menyatu antara gang, pelataran dan teras. Kesan ruang yang ada

saat kita hadir di dalamnya, juga bisa menjadi batas ruang bersama tersebut.

3.3 Dalam mengaplikasikan konsep ruang bersama, kita dapat memanfaatkan ruang-

ruang sederhana, misalnya seperti ruang transisi. Desain Budi Pradono, sebagai wakil

desain masa kini, adalah contoh sederhana, yang mengajarkan kepada kita bagaimana

nilai-nilai kebersamaan dapat diaplikasikan di ruang bersama yang terwujud melalui

pemanfaatan ruang transisi.

16

Page 17: A292009-Rumah Tinggal Masyarakat Kampung Nelayan Bandaran (Dusun Bandaran, Kecamatan Paragan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

4. Daftar Pustaka

Hindarto, Probo. Konsep Green Architecture Oleh Budi Pradono. Probohindarto

wordpress. 2008. http://probohindarto.wordpress.com/2008/11/10/konsep-green-

architecture-arsitektur-hijau-oleh-budi-pradono, (10 November 2008).

Pangarsa, Galih W. (2006). Merah Putih Arsitektur Nusantara. Andi Offset, Yogyakarta

Pangarsa, Galih W. (2008). Arsitektur untuk Kemanusiaan. Wastu Lanas Grafika,

Surabaya.

Prijotomo, Josef. Rong: Wacana Ruang Arsitektur Jawa. e-book. 2010.

http://issuu.com/galihwpangarsa/docs/rong_wacana_ruang_arsitektur_jawa

Robert Powell . Book review: "Ahmett Salina House and Studio" at The New Indonesian

House by Robert Powell. gonzo_tomato. 2011.

cobagonzo.blogspot.com/2011_01_16_archive.html. (19 Januari 2011)

17