a short biography of dirot

16
a short biography of © imamtamaim

Upload: imam-tamaim

Post on 07-Apr-2016

276 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Sebuah biografi singkat tentang pelukis ekspresionis Dirot Kadirah.

TRANSCRIPT

a short biography of

© imamtamaim

3

Pengembaraan Seorang Pelukis

Bagi Dirot Kadirah yang akrab di-panggil Dirot, melukis ibarat na-fas. Manusia tak bisa hidup tanpa nafas. Demikian pula ia, melukis adalah nafas hidupnya. Melukis tak bisa dilepaskan dari kesehar-ian hidupnya. Pria kelahiran Indra-mayu Jawa Barat, 21 Februari 1972 ini bahkan memaknai bahwa aktivi-tas melukis merupakan proses ala-miah yang terjadi dalam dirinya.

Dirot menjalani proses itu dengan totalitas. “Melukis bagi saya seper-ti air mengalir. Dan pada saat saya melukis, saya harus total, harus ‘menggila’,” tuturnya sedikit ber-

tamsil.

Selalu tampil sederhana dan terke-san apa adanya, Dirot dikenal se-bagai pribadi yang kalem di antara orang-orang yang mengenalnya. Tetapi di balik itu, Dirot sejatinya adalah orang yang keras dalam hal ide. Ia tak pernah puas menggali inovasi kreatif dalam karya seni-nya. Bentuk artistik, kedalaman tema, langgam visual selalu men-jadi perhatian Dirot dalam meng-hasilkan sebuah karya. Tak peduli harus pergi ke tempat yang jauh atau merenung berhari-hari untuk mencapai kematangan sebuah ide.

4

Awalnya Serba NekatDari awal, Dirot lahir menjadi se-orang pelukis hanya bermodal ketekunan dan totalitas. Ia berke-ras hati ingin mengembangkan ke-mampuan dan mengasah talenta seninya kendati tidak punya latar belakang keluarga seniman.

Semua berawal dari sikap Dirot yang nekat pergi melancong ke Bali pada 1992 silam. Tak banyak modal kecuali kemampuan dan ke-inginan kuat untuk belajar. Dirot pergi ke Pulau Dewata begitu tamat SMA di tanah kelahirannya. Selama di Bali, ia belajar dan meng-asah bakat seninya pada pelukis realis kenamaan, Sudarso atau yang sering ia sebut sebagai Mbah

5

Darso. Sudarso adalah pelukis ke-namaan seangkatan dengan peru-pa legendaris Affandi.

Berkat ke-tekunannya, Dirot lalu bisa hidup mandiri selama tinggal di perantauan. Ia menjual kar-yanya ke galeri-galeri di Bali. Waktu itu ia menjual lukisan ke galeri de-ngan harga tak seberapa, dan galeri-galeri itu menjualnya

kembali ke pihak lain dengan har-ga beberapa kali lipat.

6

Sukses memang selalu lahir dari pengorbanan, baik material mau-pun non-material. Setelah berhasil menimba ilmu dari Mbah Darso, Dirot akhirnya bisa berbangga saat karya-karyanya dapat tampil di ber-bagai pameran nasional maupun internasional. Beberapa lukisan Dirot sempat dipamerkan di pang-gung internasional seperti Amerika dan Singapura.

Dirot sempat merasa tidak puas

dengan “permainan” galeri karena dianggapnya memasung kreativi-tas. Pada 1996 Dirot pun pernah mengambil keputusan untuk me-lukis dan melukis sesuai keinginan hatinya, ia tidak peduli dengan “pesanan” tema lukisan dari galeri. Beberapa tahun terbukti ia mampu menghasilkan karya secara mandi-ri.

Suatu kali, Dirot terpaksa tidak merelakan lukisannya meski se-

7

orang kolektor waktu itu membu-juknya dengan iming-iming akan diganti dengan mobil Toyota Ki-jang keluaran terbaru. Ia menolak peruntungan itu karena merasa lukisan itu perlu dipamer-kan lebih dulu agar mendapat apresiasi dari publik.

“Kalau lukisan sampai saya tu-kar dengan mo-bil dan kemu-dian disimpan di rumah dan tak pernah di-pamerkan, se-

cara moril saya rugi karena publik tak pernah tahu saya pernah melu-kis itu. Padahal, bagi saya penting sekali bisa tahu bagaimana apre-siasi publik terhadap karya-karya

seni saya,” ungkap Dirot.

Pengembaraan Dirot ke Bali dan Jakarta, serta eksperimen yang dilaku-kannya selama bertahun-tahun kini mulai menunjukkan hasil. Lukisan-lukisan karya pelukis otodidak ini telah dikoleksi banyak tokoh baik na-sional maupun internasional. Lukisan-lukisan karyanya pun beberapa kali dipamerkan di dalam maupun luar negeri.

9

Ikan dan kehidupan nelayan se-pertinya kini telah menjadi objek utama dari karya-karya Dirot. Se-bagian kolektor bahkan memaknai objek-objek lukisan Dirot berupa ikan sebagai simbol keberun-tungan.

Tentu saja ini bukan ihwal kle-nik, takhayul, dan semacam-nya tapi bicara tentang sim-bol. “Ikan. Ikan itu simbol keberuntungan,” begitu kata Dirot suatu ketika, saat di-tanya kenapa senang melukis objek ikan.

Banyak benarnya. Bagi

Ikan dan Simbol Keberuntungan

masyarakat pesisir yang meng-gantungkan nasib pada laut yang penuh misteri, ikan adalah nyawa mereka. Ada ikan, bisa makan. Tidak ada ikan, rezeki tertahan.

10

Sederhana saja logikanya. Namun Dirot yang dibesarkan dalam ling-kungan masyarakat pesisir mere-nungi dalam-dalam logika seder-hana itu. Alhasil, ikan-ikan yang ia hadirkan di hamparan kanvasnya memunculkan aura sema-ngat, harapan, dan keberuntungan (luck).

Sebagai pelukis, cara Dirot mema-hami ikan terbilang luar biasa. Se-bab itu, meski sejumlah lukisannya menghadirkan objek yang sama, ikan, namun tetap saja dapat di-jumpai pemaknaan yang berbeda-beda pada setiap lukisannya. Hal

itu sebanding dengan upaya keras Dirot dalam memahami objek-ob-jek karyanya. Meskipun di hadapan kanvas ia melukis dengan ekspresif dan relatif cepat, tetapi sejatinya ia telah menggali ide itu sekian lama. Ia tak segan pergi ke laut, naik perahu klotok bersama nelayan tradisional untuk berburu ikan. Bu-kan sekadar mencari inspirasi, tapi sungguh-sungguh ingin menjadi bagian dari semangat perjuangan mereka di tengah samudera. Ka-dang kala ide itu ia bangun ber-dasarkan mimpi yang ia renungkan berhari-hari. Begitulah Dirot.

11

Oleh karena itu, di hamparan kanvas Dirot, ikan-ikan itu menjadi sangat menakjubkan. Ikan berukuran raksasa seo-lah menari bersama para ne-layan bertubuh kekar, di antara warna-warni cerah nan penuh harapan. Mereka sejatinya menyanyikan lagu harapan, kidung doa menanti keberun-tungan. Seperti kalimat yang kerap Dirot ungkapkan setelah menuntaskan sebuah karya “Tak terduga.” Iya, keberun-tungan seringkali datang tak terduga.

12

Akar. Seniman harus punya akar. Bukan akar biasa, tapi harus kuat. Akar dimaknai sebagai pondasi, keyakinan dalam berkarya seni yang menentukan arah dan konsis-tensi dalam perjalanan kekaryaan seorang seniman.

Tanpa akar yang kuat, seniman mudah goyah dan terombang-ambing situasi yang terkadang tidak memihak kepada karya yang dihasilkannya. Entah itu situasi pasar, wacana mainstream, tren, dan lain-lain. Seniman mudah ter-

jebak masuk pada tren tertentu yang dianggap tengah “booming”, meskipun kemudian dengan cepat pula meninggalkannya.

Fenomena seperti ini, misalnya terjadi pada booming lukisan kon-temporer. Tidak sedikit pelukis yang karyanya tiba-tiba melesat di balai leleng dengan harga fatastis. Padahal, track record dan peranan pelukis ini di dalam dunia seni lukis boleh dibilang masih hijau. Walha-sil, karya seni seolah hanya dinilai dari segi pencapaian artistik serta

13

tingginya harga di balai lelang be-laka. Soal spirit, tema, peran seni-man, dan pergulatan yang panjang seorang seniman dalam meng-hasilkan karya seni hanya menjadi faktor nomor sekian. Apa yang terjadi setelah booming selesai? Kabarnya, nilai lukisan kontempo-rer anjlok, dan sejumlah seniman yang masuk dalam pusaran tren ini pun akhirnya menelan kekece-waan.

Dirot Kadirah, bukan tidak peduli dengan perkembangan lukisan modern dan kontemporer. Bu-kan. Dia benar-benar mengikuti dan mengamati periode ini, bah-kan sempat terpikir untuk masuk

ke dalam “pusaran”-nya. Namun, hati terdalamnya berbicara se-hingga dia memilih menapaki jalannya sendiri, jalan yang sudah dirintisnya sejak lama, dan itulah “akar” yang dimilikinya.

Akar (root) bagi Dirot juga bisa dimaknai sebagai orang kecil, massa rakyat, yang meskipun se-lalu ber-ada di bawah dan cende-rung tertindas namun memiliki kekuatan yang luar biasa. Buk-tinya, lukisan-lukisan Dirot, dari dulu sampai sekarang masih me-nampilkan tema-tema “akar”, yaitu rakyat kecil yang senantiasa berjuang dan berkerja keras, bu-kan untuk menaklukkan hidup, tapi

14

lebih untuk menciptakan harmoni hidup.

Kemelekatan antara karya Dirot dan objek-objek lukisannya, se-perti lekatnya akar bagi pohonnya. Dirot menyelami, melihat, meng-geluti secara langsung objek-objek yang akan diangkat sebagai tema lukisan. Tak lain, tujuannya untuk menangkap spirit yang luar biasa dari kehidupan manusia-manusia yang sering disebut ‘rakyat’ itu.

Untuk melukis objek seorang ne-layan misalnya, Dirot tidak cukup sekadar mengumpulkan informasi tentang apa yang dikerjakan ne-layan. Namun dia turun ke laut, merasakan ganasnya laut, merasa-kan perjuangan berat, serta mera-

sakan kegembiraan saat berhasil mendapat tangkapan.

Kritikus seni asal Perancis yang saat ini bermukim di Bali, Jean Cou-teau, bahkan menggambarkan so-sok Dirot sebagai pelukis yang juga nelayan atau nelayan yang juga pelukis. Ini karena saking lekat dan mengakarnya Dirot dengan objek-objek yang dilukisnya, yaitu dunia ikan dan nelayan.

Pelukis Sudjojono menegaskan, seni berkualitas tinggi adalah pekerjaan yang berasal dari ke-hidupan sehari-hari, dan kemudian diproses melalui kehidupan sang seniman. Ini pula salah satu nilai yang ingin dicapai Dirot, sehingga sampai saat ini tetap tak mau me-

15

lepas akar tradisi yang telah mela-hirkan dan membesarkannya, yaitu masyarakat nelayan.

Pameran Dirot KadirahTahun 1994 Pameran Bersama di Hotel Nusa Dua, BaliTahun 1995 Pameran Bersama di Danlin Gallery, BaliTahun 1996 Pameran Bersama di Puri Bukit Mas, Bali Pameran Bersama di Hilton Hotel, Jakarta Pameran di Kuta Center, BaliTahun 1997 Pameran Bersama di JCC, JakartaTahun 1998 Pameran Bersama di Hotel Hilton, Jakarta Pameran bersama di WTC, JakartaTahun 1999 Pameran Bersama di WTC, Jakarta Pameran Bersama di Hotel Sahid, JakartaTahun 2000 Pameran Bersama di Bizzet Gallery, JakartaTahun 2001 Pameran Bersama di Kori Bali Gallery, Jakarta Pameran Bersama Negri Lama Gallery, Ja kartaTahun 2002 Pameran Bersama di D Gallery, Jakarta Pameran Bersama di Bizzet Gallery, Jakarta Pameran Bersama di WTC, Jakarta Pameran Dua Warna di Museum NasionalTahun 2003 Pameran Kebangkitan Nasional di Crown Ho tel, Jakarta Pameran Bersama di Gallery Santi, JakartaTahun 2004 Pameran Tunggal di Hotel Mulia, Jakarta

Pameran Tunggal di Isabrina Gallery, Jakarta Pameran Bersama di Hotel Nico, JakartaTahun 2005 Pameran Bersama di Soka Gallry, Jakarta Pameran bersama di Pantai Mutiara House, JakartaTahun 2006 Pameran Bersama di Betty H gallery, Jakarta Pameran Tunggal di BRI Pusat, JakartaTahun 2008 Pameran Tunggal” Negeri Para Pejuang “di Gallery National JakartaTahun 2011 Pameran Tunggal “ Symbolism Of Luck ” di Hotel Four Seasons JakartaTahun 2012 Pameran Tunggal “Symbolism Of Luck” di Hotel Sultan Jakarta Pameran Tunggal “Symbolism Of Luck” di Indonesian School Malaysia Pameran Tunggal “Symbolism Of Luck” di Hotel JW Marriot MalaysiaTahun 2013 Pameran Tunggal “ Cap Go Meh ”di Pacific Place JakartaTahun 2014 Pameran Tunggal di Gili Fine Art Gallery Ma laysia.

Bukan Mimpi, 145 x 200 cm, 2011