a plikasi metode magnetotellurik untuk pendugaan reservoir

8
| 1 Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi Pada Lapangan “X” Randyana *a , Agus Laesanpura b , Andri Yadi Paembonan a , Iqbal Takodama c a Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365 b Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia 40116 c Unit Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Bandung, Indonesia 40254 * Corresponding E-mail: [email protected] Abstract: The research was carried out in the "X" field, a field that has been explored by Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) using the magnetotelluric method. The magnetotelluric method can provide important information on the subsurface conditions of the geothermal field from the resistivity value. To identify the existence of reservoir zones and geothermal prospects in the study area from the contrast of resistivity values. By looking at the 2D cross-section of the magnetotelluric method shows the presence of a regional fault pattern from the identified resistivity contrast. The developing normal faults are thought to control the geothermal system in this area. There is a low resistivity value (10 - 136 ohm.m) which is thought to be a cap rock composed of sedimentary rock zones that are rich in clay minerals and are impermeable. High density (≤ 169 ohm.m) under the hood is thought to be a reservoir layer composed of metamorphosed sedimentary rock rich in fractures and permeable. The hot reservoir zone is at a fairly deep depth, ranging from ± 600 meters to 1500 meters below the surface. The geothermal prospect in the field area "X" is estimated to be in the southeast of the direction of the MT measurement path where on the heat flow compilation map the potential area has a total area of 4.22 km 2 around the hot water manifestation. It is indicated by the presence of a low resistivity (conductive) anomaly on the surface which indicates the capstone layer. Keywords: Geothermal, Reservoir, Magnetotelluric Abstrak: Penelitian dilakukan di lapangan “X” merupakan lapangan yang telah di eksplorasi oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) menggunakan metode magnetotellurik. Metode magnetotellurik dapat memberikan informasi penting kondisi bawah permukaan lapangan panas bumi dari nilai tahanan jenis. Untuk mengidentifikasi keberadaan zona reservoir dan prospek panas bumi pada daerah penelitian dari kontras nilai tahanan jenis. Dengan melihat penampang 2D metode magnetotellurik menunjukkan keberadaan pola sesar regional dari kontras tahanan jenis yang teridentifikasi. Sesar-sesar normal yang berkembang diperkirakan sebagai pengontrol sistem panas bumi daerah ini. Terdapat nilai tahanan jenis rendah (10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung dan bersifat impermeable. Tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung diduga sebagai lapisan reservoir yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan kaya akan rekahan dan bersifat permeable. Zona reservoir panas berada pada kedalaman yang cukup dalam berkisar ± 600 meter hingga 1500 meter dibawah permukaan. Prospek panas bumi pada daerah lapangan “X” diperkirakan berada di sebelah tenggara arah lintasan pengukuran MT dimana pada peta kompilasi aliran panas daerah potensi memiliki total luas 4,22 km 2 di sekitar manifestasi air panas. Ditandai keberadaan anomali tahanan jenis rendah (konduktif) dipermukaan yang menandakan lapisan batuan penudung. Kata Kunci : Panas Bumi, Reservoir, Magnetotellurik

Upload: others

Post on 24-Dec-2021

3 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

| 1

Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi Pada Lapangan “X”

Randyana *a, Agus Laesanpura b, Andri Yadi Paembonan a, Iqbal Takodama c

a Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365

b Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia 40116

c Unit Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Bandung, Indonesia 40254

* Corresponding E-mail: [email protected]

Abstract: The research was carried out in the "X" field, a field that has been explored by Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) using the magnetotelluric method. The magnetotelluric method can provide important information on the subsurface conditions of the geothermal field from the resistivity value. To identify the existence of reservoir zones and geothermal prospects in the study area from the contrast of resistivity values. By looking at the 2D cross-section of the magnetotelluric method shows the presence of a regional fault pattern from the identified resistivity contrast. The developing normal faults are thought to control the geothermal system in this area. There is a low resistivity value (10 - 136 ohm.m) which is thought to be a cap rock composed of sedimentary rock zones that are rich in clay minerals and are impermeable. High density (≤ 169 ohm.m) under the hood is thought to be a reservoir layer composed of metamorphosed sedimentary rock rich in fractures and permeable. The hot reservoir zone is at a fairly deep depth, ranging from ± 600 meters to 1500 meters below the surface. The geothermal prospect in the field area "X" is estimated to be in the southeast of the direction of the MT measurement path where on the heat flow compilation map the potential area has a total area of 4.22 km2 around the hot water manifestation. It is indicated by the presence of a low resistivity (conductive) anomaly on the surface which indicates the capstone layer.

Keywords: Geothermal, Reservoir, Magnetotelluric

Abstrak: Penelitian dilakukan di lapangan “X” merupakan lapangan yang telah di eksplorasi oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) menggunakan metode magnetotellurik. Metode magnetotellurik dapat memberikan informasi penting kondisi bawah permukaan lapangan panas bumi dari nilai tahanan jenis. Untuk mengidentifikasi keberadaan zona reservoir dan prospek panas bumi pada daerah penelitian dari kontras nilai tahanan jenis. Dengan melihat penampang 2D metode magnetotellurik menunjukkan keberadaan pola sesar regional dari kontras tahanan jenis yang teridentifikasi. Sesar-sesar normal yang berkembang diperkirakan sebagai pengontrol sistem panas bumi daerah ini. Terdapat nilai tahanan jenis rendah (10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung dan bersifat impermeable. Tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung diduga sebagai lapisan reservoir yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan kaya akan rekahan dan bersifat permeable. Zona reservoir panas berada pada kedalaman yang cukup dalam berkisar ± 600 meter hingga 1500 meter dibawah permukaan. Prospek panas bumi pada daerah lapangan “X” diperkirakan berada di sebelah tenggara arah lintasan pengukuran MT dimana pada peta kompilasi aliran panas daerah potensi memiliki total luas 4,22 km2 di sekitar manifestasi air panas. Ditandai keberadaan anomali tahanan jenis rendah (konduktif) dipermukaan yang menandakan lapisan batuan penudung.

Kata Kunci : Panas Bumi, Reservoir, Magnetotellurik

| 2

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai lebih dari 120 gunung api aktif. Keberadaan gunung api aktif ini tidak hanya memberikan bencana, namun juga memberikan keuntungan berupa pemanfaatan sumber daya alamnya. Panas bumi merupakan salah satu keuntungan dari keberadaan gunung api. Pemanfaatan energi panas bumi berpotensi sebagai energi alternatif pengganti sumber energi fosil yang tidak terbarukan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti emisi gas rumah kaca (CO). Panas bumi memiliki energi dengan tingkat yang konstan dan tidak tergantung pada cuaca atau pertimbangan musiman. Namun, gunung api bukan merupakan satu-satunya sumber dari panas bumi, tetapi juga bisa berasal dari hot dry rock dan hot sedimentary aquifer [1][2].

Sistem panas bumi (geothermal system) merupakan istilah umum untuk menggambarkan transfer panas secara alami di kerak bumi, pada umumnya panas ditransportasikan dari suatu sumber panas menuju permukaan bumi [3]. Sumber panas tersebut berasal dari magma yang terbentuk karena adanya tumbukan antar lempeng bumi. Potensi panas bumi di Indonesia umumnya tersebar pada dua lingkungan geologi, yaitu lingkungan geologi vulkanik dan non-vulkanik. Energi panas bumi tersimpan dalam bentuk air panas maupun uap pada kondisi geologi tertentu dengan kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Daerah panas bumi (geothermal area) merupakan daerah yang berada di permukaan bumi dengan batas tertentu memiliki energi panas bumi dalam suatu kondisi hidrologi batuan tertentu [4]. Indonesia mempunyai potensi panas bumi yang mencapai 40% dari cadangan panas bumi di dunia. Untuk mengetahui cadangan panas bumi dibutuhkan metode yang tepat, salah satunya metode geofisika. Suatu lapangan panas bumi mempunyai karakteristik sistem panas bumi dengan ciri khas tersendiri. Sehingga metode geofisika dapat digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan.

Keberadaan sistem panas bumi dapat diperkirakan dengan adanya anomali dari sifat fisik batuan. Geofisika dibutuhkan dalam penginterpretasian potensi panas

bumi, seperti keberadaan sumber panas, keberadaan zona reservoir serta adanya zona upflow. Salah satu metode yang sering diaplikasikan yaitu metode magnetotellurik (MT) [5]. Survey dengan menggunakan metode Magnetotellurik (MT) ini dilakukan untuk mengetahui lokasi serta batas reservoir dan untuk menentukan model konseptual terpadu dari sistem panas bumi. Metode ini bersifat pasif yang berarti menangkap sumber sinyal alami yang berasal dari dalam bumi interaksi antara solar wind dengan lapisan magnetosfer bumi yang menyebabkan timbulnya interaksi antara medan listrik dan medan magnet di permukaan sehingga menimbulkan medan EM yang membawa sifat konduktivitas/tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi. Sifat tersebut kemudian diidentifikasi untuk memodelkan zona reservoir di bawah permukaan.

Magnetotellurik dapat memberikan informasi penting tentang karakteristik struktur panas bumi serta untuk pemanfaatan lebih lanjut penyebaran batuan di bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis dengan jangkauan penetrasi yang jauh lebih dalam (> 10 m) dibandingkan dengan metode geolistrik [6][7].

Penelitian ini dilakukan di daerah “X” merupakan daerah yang telah di eksplorasi oleh Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman reservoir panas bumi menggunakan metode magnetotellurik yang didukung oleh informasi geologi daerah penelitian. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang akurat tentang keberadaan reservoir panas bumi di daerah “X”.

Geologi Penelitian

Penelitian geologi panas bumi pada lapangan “x” dengan daerah prospek seluas 21 km2. Kondisi geologi panas bumi pada lapangan “x” dapat digambarkan dengan peta geologi pada gambar 1. Terbentuknya sistem panas bumi di lapangan 'x' diperkirakan dimulai pada zaman pliosen akhir saat rezim regangan akibat tegangan (tension) mulai berlangsung di daerah penelitian. Proses tektonik ini menyebabkan terbentuknya zona permeable batuan yang

| 3

membentang sebagai tempat berkumpulnya cairan hidrotermal. Selain itu, zona permeable menjadi media aliran fluida panas ke permukaan yang menghasilkan manifestasi panas bumi berupa air hangat dan air panas. Perpindahan panas dalam batuan konduktif dalam formasi batuan metamorf. Namun, sumber panas tersebut masih belum dapat diprediksi apakah dari batuan intrusif yang tidak tersingkap di permukaan yang masih memiliki sisa panas, atau dari kegiatan tektonik itu sendiri, atau kombinasi dari keduanya [8].

Gambar 1. Peta geologi panas bumi lapangan “X” [8]

Penelitian geologi panas bumi pada lapangan “X” dengan daerah prospek seluas 21 km2. Kondisi geologi panas bumi pada lapangan “X” dapat digambarkan dengan peta geologi pada Gambar 1. Terbentuknya sistem panas bumi di lapangan 'X' diperkirakan dimulai pada zaman Pliosen Akhir saat rezim regangan akibat tegangan (tension) mulai berlangsung di daerah penelitian. Proses tektonik ini menyebabkan terbentuknya zona permeable batuan yang membentang sebagai tempat berkumpulnya cairan hidrotermal. Selain itu, zona permeable menjadi media aliran fluida panas ke permukaan yang menghasilkan manifestasi panas bumi berupa air hangat dan air panas. Perpindahan panas dalam batuan konduktif dalam formasi batuan metamorf. Namun, sumber panas tersebut masih belum dapat diprediksi apakah dari batuan intrusif yang tidak tersingkap di permukaan yang masih memiliki sisa panas, atau dari kegiatan tektonik itu sendiri, atau kombinasi dari keduanya [8].

Metode

Penelitian ini dilaksanakan di Institut

Teknologi Sumatera dan Pusat Sumber Daya

Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP)

Bandung untuk pengolahan data

magnetotellurik. Terdapat 16 titik stasiun

MT dan ditampilkan 4 lintasan yang

memotong struktur geologi dari arah barat

laut – tenggara dan berada pada zona

prospek sekitar manifestasi air panas.

Pegolahan data magnetotellurik dimulai

dengan mengolah data dengan format

*.edifile hasil akusisi dengan software

WinGlink, yang berfungsi untuk melakukan

smoothing dan masking pada setiap stasiun

pengukuran dan melakukan pemodelan 2D

serta interpretasi.

Hasil dan Pembahasan

Model Sintetik

Model sintetik dibuat dalam penelitian ini untuk memperkirakan seberapa efektif metode magnetotellurik digunakan dalam kasus pendugaan reservoir panas bumi berdasarkan kontras nilai tahanan jenis. Model sintetik dibuat berdasarkan model konseptual geologi panas bumi lapangan X, Sulawesi Tenggara pada Gambar 2 didapat berupa penampang model sintetik yang dibuat dalam software ZondMT2D.

Gambar 2. Model sintetik magnetotellurik

Daerah prospek panas bumi lapangan X melingkupi daerah tersebar pada lingkungan geologi panas bumi non-vulkanik. Sistem panas bumi di daratan Sulawesi bagian

4 |

tenggara lebih dipengaruhi oleh gabungan antara pengaruh pola struktur geologi area pensesaran (heat sweep). Dan sisa panas dari aktivitas magmatik di kedalaman [9][10]. Litologi daerah penelitian dilihat dari stratigrafinya tersusun dari batuan permukaan, batuan sedimen, dan batuan metamorf serta batuan dasar pada model tentatif berupa batuan konduktif terdapat sumber panas sisa magma.

Gambar 3. Pemodelan dari data sintetik (a) Observasi

forward modelling (b) Kalkulasi forward modelling (c)

Inverse modelling

Berdasarkan respons yang didapat pada model sintetik yang telah dibuat dilakukan forward modelling 2D dengan metode finite element . Hal ini bisa terlihat dari hasil calculated app. resistivity Invariant mode (D+) yang menunjukkan kontras anomali. Inversi dilakukan dengan iterasi 30 kali dengan misfit error mendekati 1.0 % dengan invariant mode dengan target kedalaman ≥ 6000 meter. Berdasarkan hasil inversi dan kalkulasi forward modelling yang telah dilakukan terdapat anomali panas bumi yang Batuan penudung ditunjukkan dengan nilai tahanan jenis yang rendah, nilai tahanan jenis rendah ini ditandai dengan kehadiran mineral lempung. Nilai tahanan jenis rendah di daerah penelitian pada memiliki nilai tahanan jenis yang lebih tinggi dibandingkan di daerah vulkanik. Batuan penudung ini tersusun dari batuan sedimen (zona sedimen). Reservoir pada daerah penelitian dicirikan dengan nilai tahanan jenis tinggi. Lapisan reservoir yang menyimpan fluida panas. Memiliki temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi pada batuan meta-sedimen yang kaya akan rekahan akibat pensesaran dan bersifat permeable. Dengan demikian, model sintetik yang telah dibuat dapat menggambarkan profil bawah

permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis pada daerah panas bumi non-vulkanik.

Interpretasi Data Lapangan

Interpretasi dilakukan dengan melakukan analisis pada pemodelan 2D menggunakan Invariant mode (kombinasi TM mode dan TE mode). Hal ini dikarenakan agar hasil model yang telah dibuat akan menggambarkan struktur tahanan jenis yang ada di bawah permukaan untuk pendugaan reservoir panas bumi. Kombinasi TM mode dan TE mode akan memberikan pendugaan yang baik secara lateral dan vertikal pada model 2D tahanan jenis magnetotellurik [11]. Interpretasi dilakukan dengan mengacu pada Tabel 1 tahanan jenis batuan Palacky [12] dan didukung dengan data geologi dan model sintetik yang telah dibuat sebelumnya.

Tabel 1. Tabel tahanan jenis batuan [12]

Data Lapangan

Lintasan 1 memiliki 4 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada di sekitar manifestasi panas bumi berupa mata air panas di titik stasiun MT19. Berdasarkan model 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) seperti yang telihat dittik ukur MT21. Sebaran tahanan jenis rendah ini berada di dekat permukaan hingga kedalaman ± 1500 meter. Tahanan jenis rendah ini diduga sebagai batuan penudung tersusun dari batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat tidak lulus air atau kedap air (impermeable). Menuju arah tenggara terlihat distribusi tahanan jenis yang rendah yang berada di permukaan. Dibawah batuan penudung terdapat sebaran tahanan jenis tinggi diduga sebagai reservoir panas bumi (≤ 169 ohm.m) dan mulai terlihat pada kedalaman ± 1000 di stasiun MT20. Semakin dalam terdapat peningkatan nilai tahanan jenis secara

| 5

perlahan. Bagian reservoir memiliki nilai tahanan jenis yang tinggi dibandingkan batuan penudung dan tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan yang kaya akan rekahan. Tingginya nilai tahanan jenis pada lapisan reservoir ini di kontrol oleh penurunan jumlah smektit dan digantikan oleh mixed clay, ilit, klorit dan epidot [13]. Mineral-mineral tersebut memiliki nilai CEC yang jauh lebih rendah dibandingkan smektit sehingga memiliki konduktivitas elektrik yang lebih rendah (lebih resistif) [13][14].

Gambar 4. Interpretasi model 2D lintasan 1

Kemudian, dapat dilihat Pada lapisan bawah permukaan di sekitar titik ukur MT19 juga terdapat dugaan struktur geologi berupa sesar normal, yang mengakibatkan mata air panas muncul pada daerah tersebut. Banyaknya rekahan yang terdapat pada batuan mengidentifikasikan formasi batuan tersebut sangat baik untuk menjadi reservoir pada sistem panas bumi lingkungan non-vulkanik. Pada air panas daerah penelitian memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC). Manifestasi air panas cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia. Sehingga dapat diduga tipe air klorida pada air panas merupakan zona upflow ataupun batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian.

Lintasan 2 memiliki 6 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada pada sekitar manifestasi panas bumi. Berdasarkan profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat impermeable. Batuan penudung seperti yang terlihat pada Gambar 5.4 mengalami depresi karena keberadaan struktur geologi

berupa sesar-sesar normal yang berkembang. Hal ini terlihat adanya sesar-sesar normal pada lapisan subsurface di sekitar stasiun MT70 dan sesar strike slip yang menyebabkan terbentuknya sesar normal di sekitar stasiun MT18 dan manifestasi air panas. Sebaran tahanan jenis rendah ini berada pada dekat permukaan hingga pada beberapa kedalaman yang terdistribusi di stasiun MT18, MT35, MT70. Pada bagian bawah batuan penudung terlihat sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada di stasiun MT65 dan stasiun MT44 pada kedalaman ± 1200 meter. Keberadaan sesar normal ini juga yang memotong anomali berwarna kuning atau memotong litologi batuan. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan yang kaya akan rekahan.

Mata air memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC). Manifestasi air panas yang terlihat pada stasiun MT18 cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia. Sehingga dapat diduga tipe air klorida pada air panas merupakan zona upflow ataupun batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian.

Gambar 5. Interpretasi model 2D lintasan 2

Lintasan 3 memiliki 3 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada disekitar manifestasi panas bumi. Berdasarkan profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung di beberapa kedalaman yang terdapat peningkatan nilai konduktivitas ke wilayah barat laut-tenggara. Batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan

6 |

mineral lempung sehingga memiliki sifat impermeable. Sebaran tahanan jenis rendah ini terlihat berada dekat permukaan hingga pada kedalaman ± 2200 meter. Berdasarkan sifat yang impermeable, batuan penudung ini dapat menahan keluarnya reservoir. Pada sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung terlihat pada kedalaman ± 1400 meter. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan. Pada lapisan reservoir ini kaya akan rekahan dan bersifat permeable. Keberadaan rekahan dan sifat permeable yang didapat dari data geologi ini dikaitkan dengan aktivitas tektonik yaitu zona-zona sesar yang intensif.

Selain itu, terlihat pada model 2D dibawah terdapat struktur geologi yang didasarkan pada informasi geologi dengan keberadaan kontras tahanan jenis. Struktur geologi berupa sesar normal terlihat diantara stasiun MT40 dan titik manifestasi air panas. Keberadaan sesar normal ini mengakibatkan terbentuknya rekahan pada batuan. Fluida panas yang berada pada lapisan reservoir akan menuju permukaan dan keluar dalam bentuk manifestasi air panas (zona upflow) melalui celah-celah yang dibentuk oleh sesar normal. Mata air panas memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC). Manifestasi air panas yang terlihat pada stasiun MT40 cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia. Dapat diduga tipe air panas bertipe klorida dan ber-pH netral. Sehingga air panas merupakan fluida panas bumi yang berasal langsung dari reservoir panas bumi dan mengindikasikan zona upflow atau batas/margin upflow.

Gambar 6. Interpretasi model 2D lintasan 3

Lintasan 4 memiliki 3 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada pada sekitar manifestasi panas bumi. Berdasarkan

profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung. Batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat impermeable. Sebaran tahanan jenis rendah ini terlihat berada dekat permukaan hingga pada beberapa kedalaman. Berdasarkan sifat yang impermeable, batuan penudung ini dapat menahan keluarnya reservoir. Pada sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dititik stasiun MT41 terlihat pada kedalaman ± 600 meter. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan. Pada lapisan reservoir ini kaya akan rekahan dan bersifat permeable.

Kemudian, terlihat pada model 2D terdapat struktur geologi berupa sesar-sesar normal yang yang mengontrol lapisan batuan penudung. Pada stasiun MT66 dan MT39 terdapat keberadaan struktur geologi yang menyebabkan batuan pedudung memiliki perbedaan kedalaman dan bentuk serta kontras tahanan jenis. Sesar-sesar ini koheren dengan keberadaan sesar yang mengontrol lintasan 2 yang memiliki zona depresi. Terdapat pula struktur geologi yang melewati lapisan reservoir diantara titik manifestasi air panas dan stasiun MT41. Keberadaan sesar ini akan mengakibatkan terbentuknya rekahan-rekahan pada batuan. Manifestasi air panas cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia walaupun keberadaan manisfestasi air panas tersebut jauh dari lintasan 4. Dapat diduga tipe air panas bertipe klorida dan ber-pH netral sehingga air panas merupakan zona upflow ataupun batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian. Mata air panas memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC).

Gambar 7. Interpretasi model 2D lintasan 4

| 7

Hasil dari beberapa kompilasi zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta geosains di daerah penelitian. Terdapat konsistensi anomali sekitar daerah penelitian menggambarkan kondisi batuan penyusun sistem panas bumi yaitu batuan endapan permukaan, batuan sedimen yang kaya mineral lempung sebagai lapisan batuan pendudung dan batuan metamorf. Zona potensi lapangan panas bumi dari peta kompilasi landaian suhu dan aliran panas berada di lokasi manifestasi air panas dengan total luas 4,22 km2 [15].

Gambar 8. Peta kompilasi geosains dan aliran panas

daerah penelitian [15]

Kesimpulan

Dengan melihat penampang 2D metode magnetotellurik menunjukkan keberadaan pola sesar regional dari kontras tahanan jenis yang teridentifikasi. Sesar-sesar normal yang berkembang diperkirakan sebagai pengontrol sistem panas bumi daerah ini. Terdapat nilai tahanan jenis rendah (10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung dan bersifat impermeable. Tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung diduga sebagai lapisan reservoir yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan yang kaya akan rekahan dan bersifat permeable.

Zona reservoir panas berada pada kedalaman yang cukup dalam berkisar ± 600 meter hingga 1500 meter dibawah permukaan. Prospek panas bumi pada

daerah lapangan “X” diperkirakan berada di sebelah tenggara arah lintasan pengukuran MT dimana pada peta kompilasi aliran panas daerah potensi memiliki total luas 4,22 km2 di sekitar manifestasi air panas. Ditandai keberadaan anomali tahanan jenis rendah (konduktif) dipermukaan yang menandakan lapisan batuan penudung.

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf pengajar program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga untuk Unit Panas Bumi Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi yang telah memberi kesempatan untuk dapat melakukan penelitian ini.

Referensi

[1] Goldstein, B., Hill, A., Long, A., Budd, A., Holgate, F., Malavazos, M., “Hot Rock Geothermal Energy Plays in Australia,” Thirty-Fourth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Standford University, California, 2009.

[2] King, R., Miller, M., “Multiuse Triple Play Hot Sedimentary Aquifer (HAS) Potential of Victoria,” World Geothermal Congress, Melbourne, Australia, 2010.

[3] Hochstein, M, P., Browne, “Surface Manisfestations of Geothermal System with Volcanic Heat Sources,” In Encyclopedia of Volcanoes, 2000.

[4] Santoso, D., “Catatan Kuliah Eksplorasi Energi Geothermal,” Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2004.

[5] Syahwanti, Hezliana., “Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat),” POSITRON. Vol. 6: 2, 2014.

[6] Kadir, Salahudin., “Metode Magnetotellruic (MT) Untuk Eksplorasi Panasbumi Daerah Lili, Sulawesi Barat Dengan Data

8 |

Pendukung Metode Gravitasi,” Universitas Indonesia, Depok, 2011.

[7] Nuraini, Fauziah., “Analisis Resistivitas Terhadap Pengaruh Mode Pada Pengolahan Data Magnetotellurik (Studi Kasus Daerah Panasbumi ‘Z’),” Universitas Hasanuddin, Makassar, 2017.

[8] Yushantarti, Anna., Rezky, Yuanno., “Penyelidikan Terpadu Geologi Dan Geokimia Daerah Panas Bumi Amohola, Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara,” PSDG, Bandung, 2014.

[9] Yushantarti, Anna., Sugianto, Asep., Hermawan, Dudi., “Kajian Panas Bumi Non Vulkanik Daerah Sulawesi Bagian Tenggara,” PSDG, Bandung, 2014.

[10] Puji, Suharmanto, Yunus, Daud., Zarkasyi, Ahmad., “Delineasi Zona Prospek Sistem Panasbumi Daerah ‘P’ Menggunakan Pemodelan Multi Dimensi Data Magnetotelurik Terintegrasi Data Geologi Dan Geokimia,” Faktor Excta, Jakarta, 2018.

[11] Ramadhan, RPV., “Penentuan Penampang Tahanan Jenis Pada Lapangan Panas Bumi “X” Menggunakan Data Magnetotellurik, ” Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2017.

[12] Palacky, C, J., “Resistivity Characteristics of Geology Targets in Electromagnetic Methods in Applied Geophysics – Vol 1. Theory, M.N. Nabighian (ed.),” SEG Publishing, 1987.

[13] Flovenz, Olafur., Gautason, Bjarni., Egilson, Porsteinn., Axelsson, Gudni., “Discovery and Development of the Low-Temperature Geothermal Field at Hjalteyri, Eyjafjordur, in Northern Iceland. A Highly Productive System Apperently Lacking Surfce Expression,” Cofference World Geothermal Congress, Turkey, 2005.

[14] Ussher, Greg., Anderson, Errol., Johnstone, Roy., Harvey, Colin., “Understanding the Resistivities Observed in Geothermal Systems,” World of Geothermal Coference, 2000.

[15] Purwoto, Edy., Rezky, Yuanno., Iim, Dede., “Survei Aliran Panas (Heat Flow) Daerah Panas Bumi Amohola Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara,” PSDG, 2014.