a. judul penelitian pendidikan non formal … · judul penelitian pendidikan non ... kesehatan,...
TRANSCRIPT
a. JUDUL PENELITIAN
PENDIDIKAN NON FORMAL BERBASIS POTENSI DAERAH SEBAGAI
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN PENDUDUK
MISKIN KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG
b. BIDANG KAJIAN
Sosial
c. LATAR BELAKANG MASALAH
Masalah pokok yang dihadapi oleh setiap negara yang sedang membangun
adalah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, dan kemiskinan. Mengutip
dari Apridar, Karim dan Suhana (2011:32) penduduk miskin umumnya berpendidikan
rendah. Sumber penghasilan utamanya dari kegiatan pertanian dan kegiatan ekonomi
informal yang tidak cukup memberikan penghasilan, dan terpusat didaerah pedesaan.
Karena pendidikan rendah, maka produktivitasnya pun rendah. Akibatnya, imbalan
yang diterimanya tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum
seperti sandang, pangan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan
untuk dapat hidup dan bekerja. Imbalan yang rendah dan keterbatasan akses kepada
kegiatan ekonomi akan menghambat pengembangan kegiatan sosial ekonomi, serta
membatasi peran serta mereka dalam kegiatan pembangunan.
Penduduk miskin yang tersisa dewasa ini adalah yang paling rendah
kemampuannya. Mereka ini terpusat dikantong-kantong kemiskinan, yaitu daerah
diperbatasan negara, pantai dan kepulauan, daerah terbelakang, daerah dengan
tekanan penduduk tinggi, daerah potensial namun miskin dan jarang penduduk, daerah
terpencil dan terisolir, daerah kritis, daerah kering atau daerah pasang surut, dan
daerah lain yang menghadapi masalah khusus (Indarti & Wardana, 2012:42)
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks, sehingga diperlukan
penanganan secara terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu adanya sinergitas
dan dukungan dari semua pihak antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah daerah, pihak swasta, stake holder, dan masyarakat dalam melaksanakan
program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran sebagai upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Salah satu kota di Indonesia yang memiliki tekanan penduduk cukup tinggi
adalah kota Semarang. Semarang sebagai ibukota provinsi jawa tengah menjadi salah
satu dari lima kota besar di Indonesia. Layaknya kota – kota besar di dunia pasti
menyisakan masalah kemiskinan dan pengangguran yang terasa sulit dihilangkan.
Penduduk desa yang mencoba peruntungan dengan pergi kekota tanpa memiliki bekal
keterampilan dan pendidikan menambah suram wajah kota Semarang ini. Data angka
kemiskinan tahun 2011 yang dilansir pemerintah kota semarang menyatakan sebanyak
128.647 KK, atau 448.398 jiwa atau 26,44% (Keputusan Walikota Semarang Nomor
400/451 tahun 2011 tentang penetapan warga miskin kota semarang tahun 2011)
masih menjadi penduduk miskin kota Semarang. Penduduk miskin ini tersebar di 16
wilayah kecamatan dan 177 kelurahan. Yangmana terdiri dari, penduduk rawan
miskin sejumlah 80.328 KK atau sebanyak 286.193 jiwa. Sedangkan penduduk
miskin sejumlah 48.257 KK atau 162.037 jiwa. Kemudian penduduk sangat miskin
berjumlah 62 KK yang terdiri dari 168 jiwa (Keputusan walikota semarang
No.400/451 tahun 2011 tentang penetapan warga miskin kota semarang tahun 2011).
Gambar 1 Persebaran warga miskin di kota Semarang
Upaya pengentasan kemiskinan terus dilakukan pemerintah kota semarang
melalui berbagai kebijakan dan program berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Dengan berpijak pada fokus pembangunan pemerintah kota yang terdiri dari tujuh
fokus, yaitu penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, penanganan ROB dan
banjir, peningkatan pelayanan publikm peningkatan infrastruktur, peningkatan
kesetaraan gender, peningkatan pelayanan pendidikan, dan peningkatan pelayanan
kesehatan, yang akhirnya menghasilkan sebuah strategi percepatan penanggulangan
kemiskinan melalui pendekatan kewilayahan.
Dalam strategi percepatan penanggulanggan kemiskinan melalui pendekatan
wilayah tersebut pemerintah kota mencanangkan pola tri bina, yang salah satunya
adalah bina manusia yaitu pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta perubahan pola pikir (mindset) (Pemerintah kota Semarang, 2011).
Pemerintah kota sangat paham untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan
pengangguran ini diperlukan perubahan yang mendasar yaitu mengubah pola pikir dan
keterampilan melalui pendidikan. Dalam program pengentasan kemiskinan tersebut
program melalui pendidikan non formal menjadi pilihan wajib bagi pemerintah.
Program – program tersebut seperti pelatihan wirausaha baru dan bantuan modal,
pelatihan keterampilan dan bantuan sarana / peralatan usaha, padat karya produktif
dan kegiatan pendidikan non formal lainnya.
Salah satu wilayah di kota Semarang yang memiliki tingkat penduduk miskin
yang cukup tinggi adalah kecamatan pedurungan kota Semarang. Data yang
dikeluarkan pemerintah kota semarang tahun 2011 mengenai persebaran warga
miskin, pada kecamatan pedurungan memiliki 6.073 KK warga miskin yang tersebar
pada tiga kelurahan. Hal ini mestinya dapat ditanggulangi karena masing – masing
kelurahan memiliki potensi dan permasalahan yang hampir serupa. Tiga kelurahan
tersebut yaitu kelurahan pedurungan kidul dengan potensi batu bata, konveksi, tempe,
kue kering / basah, jamu jawa, aneka kerupuk, dan souvenir. Kelurahan berikutnya
adalah tlogomulyo, kelurahan ini memiliki potensi sale pisang, tanaman pisang buah,
dan perbengkelan. Kelurahan yang terakhir adalah penggaron kidul, dengan potensi
pembuatan telur asin, kerupuk, batu bata dan menjahit (Pemerintah Kota Semarang,
2011).
Bermacam – macam program dan strategi telah dilakukan pemerintah kota
untuk menghentikan bahkan menghapus angka kemiskinan tersebut, namun sekali lagi
upaya – upaya pemerintah tersebut sepertinya berjalan tidak sesuai rencana. Program
– program pendidikan dan pelatihan bina manusia sebagai peningkatan pengetahuan
dan keterampilan serta perubahan pola pikir (mindset) yang menjadi dasar manusia
untuk berperilaku, bergerak dan melakukan segala sesuatu dirasa sangat sulit
mencapai target dan tujuan awalnya. Berpijak pada masalah kemiskinan dan
pengangguran yang sepertinya tidak pernah terselesaikan tersebut menggelitik peneliti
untuk meneliti model pendidikan non formal yang berbasis pada potensi daerah yang
dapat menanggulangi kemiskinan juga pengangguran khususnya pada masyarakat
miskin kecamatan pedurungan kota semarang.
Pemerintah kota menyadari bahwa dengan semakin bertambahnya angka
penduduk miskin, luasnya wilayah kota, terbatasnya anggaran dana, dan terbatasnya
sumberdaya manusia yang dimiliki maka dengan sangat sadar bahwa pemerintah kota
tidak mampu menangani sendiri masalah kemiskinan dan pengangguran ini.
Pemerintah butuh dukungan dan peran serta semua pihak seperti Swasta, pelaku
usaha, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Walikota
Semarang bahwa perlu adanya sinergitas dan dukungan dari semua pihak antara
pemerintah pusat, provinsi, daerah, pihak swasta, stake holder dan masyarakat guna
melaksanakan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran ini (Pidato walikota
semarang, 2011)
d. RUMUSAN MASALAH
Fenomena pengangguran dan kemiskinan merupakan fenomena sosial yang
jamak didunia. Namun begitu, bahkan pada negara maju sekalipun fenomena umum
ini masih terus terjadi dan sulit untuk dihilangkan. Disatu sisi penduduk perkotaan
khususnya kecamatan pedurungan kota semarang adalah penduduk yang memiliki
tingkat informasi dan pendidikan yang lebih baik daripada masyarakat di desa.
Kecamatan pedurungan secara geografis berada ditengah kota Semarang, yang
notabene penduduknya sudah memiliki akses informasi yang sangat baik, TV,
internet, koran, sekolah, lingkungan berpendidikan. Namun walaupun telah
dikelilingin oleh informasi, fasilitas dan lingkungan yang terdidik penduduk miskin
dan menganggur ini masih terus ada dan tak pernah terputus. Padahal setiap daerah
pasti memiliki kekurangan dan potensinya masing-masing. ’Bagaimana model
pendidikan non formal berbasis potensi daerah yang paling tepat guna
penanggulanggan kemiskinan dan pengangguran penduduk miskin kecamatan
pedurungan kota semarang?’
e. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1) Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin kecamatan
pedurungan kota Semarang
2) Mengetahui potensi kecamatan pedurungan kota Semarang..
3) Mengetahui model pendidikan non formal yang telah diselenggarakan
pemerintah kota Semarang.
4) Mengatahi model pendidikan non formal berbasis potensi daerah yang paling
tepat guna penanggulangan kemiskinan dan pengangguran penduduk miskin
kecamatan pedurungan kota Semarang.
5) Mengetahui pengaruh pendidikan non formal terhadap kemiskinan dan
pengangguran pada kecamatan pedurungan kota Semarang.
f. KONTRIBUSI PENELITIAN
Suatu bangsa yang memiliki keunggulan komparatif dalam sumberdaya alam,
akan tidak banyak berbuat dalam kancah persaingan global tanpa didukung oleh
keunggulan sumberdaya manusia. Dari berbagai survei internasional, peringkat
Human Development Index (HDI) Indonesia selalu menunjukkan penurunan serta
berada di posisi bawah, padahal HDI merupakan salah satu tolok ukur kemajuan suatu
bangsa. Faktor penyebab yang secara langsung turut menyumbang rendahnya kualitas
SDM seperti tercermin dalam HDI adalah pendidikan, derajat kesehatan dan tingkat
penghasilan masyarakat (Marwati dan kawan kawan, 2008)
Dari paparan diatas, jelas jika penduduk miskin kecamatan pedurungan kota
semarang ingin keluar dari garis kemiskinan pendidikan merupakan jawabannya.
Pendidikan baik formal, non formal dan informal merupakan jalan keluar untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik (Darmastuti dan kawan kawan, 2008).
Namun sudah banyak model, desain, program juga sistem pendidikan yang coba
dijalankan pemerintah kota guna penanggulangan kemiskinan di kota Semarang.
Namun angka pengangguran dan kemiskinan masih terus menghantui.
Karena pentingnya pendidikan dalam meningkatkan Human Develop Index
(HDI) dan untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran kecamatan
pedurungan kota Semarang secara khusus, penelitian ini akan menghasilkan hal – hal
penting sebagai berikut:
• Mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin
kecamatan pedurungan kota Semarang.
• Memberikan informasi tentang keadaan pendidikan non formal milik swasta
dan pemerintah yang berada pada kecamatan pedurungan kota Semarang.
• Mengetahui persepsi penduduk miskin kecamatan pedurungan kota
Semarang terhadap pendidikan non formal.
• Mengetahui potensi kecamatan pedurungan kota Semarang.
• Akan diketahuinya potensi jenis bisnis pendidikan nonformal apa yang dapat
berkembang pada kecamatan pedurungan kota Semarang.
• Menghasilkan model pendidikan non formal berbasis potensi daerah.
• Bentuk dari terapan penelitian ini adalah artikel di jurnal nasional maupun
internasional, buku atau modul model pendidikan non formal berbasis
potensi daerah.
g. TINJAUAN PUSTAKA
Tingginya angka kemiskinan kota Semarang menjadi perhatian utama pemerintah
kota Semarang. Sadar akan hal tersebut pemerintah kota merumuskan program dasar
yang akan dilakukan yaitu penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Guna
mendukung program dasar tersebut pemerintah kota Semarang mengembangkan
strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat program, tepat sasaran,
dan tepat guna sesuai dengan profil, kebutuhan, karakteristik, dan potensi warga
miskin.
1. Kemiskinan dan Pengangguran
Kemiskinan merupakan suatu masalah dalam pembangunan yang ditandai
oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian menjadi ketimpangan.
Masyarakat miskin pada umumya lemah dalam kemampuan berusaha dan
terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang memilki potensi yang lebih tinggi. Kemiskinan memiliki
beberapa cirri (Mulyono,2008), yaitu:
• Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang,
pangan dan papan)
• Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi)
• Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga)
• Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
missal.
• Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan
sumberdaya alam.
• Ketidak terlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
• Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencahariaan
yang berkesinambungan.
• Ketidak mampuan untuk berusaha
• Ketidak mampuan dan ketidak beruntungan sosial.
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat
multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek
lainnya. Kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, dan pada
dasarnya dapat dibedakan dalam kemiskinan absolute dan kemiskinan relative
(Apridar,Karim, Suhana, 2011:26). Berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat
dibedakan dalam tiga pengertian.
1) Kemiskinan natural. Kemiskinan natural ada disetiap negara yang sedang
membangun. Pembangunan direncanakan melalui bermacam program dan
kebijakan, ditujukan untuk menghilangkan keadaan kemiskinan natural
ini. Namun pemilikan sumberdaya yang tidak merata, kemampuan
masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidak samaan kesempatan, akan
menyebabkan tingkat keikutsertaannya menjadi tidak merata pula. Inilah
yang menyebabkan perolehan pendapatan tidak seimbang, kemudian
menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Perbedaan struktur
masyarakat inilah yang menyebabkan kemiskinan.
2) Kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural juga dikenal dengan nama
kemiskinan absolute maupun kemiskinan relative.Kemiskinan struktural
ini juga dikenal dengan kemiskinan yang disebabkan hasil pembangunan
yang belum seimbang.
Seseorang dikatakan miskin secara absolute ketika pendapatannya
dibawah garis kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang digambarkan dengan
garis kemiskinan tersebut. Kebutuhan hidup minimum ini antara lain
diukur dengan kebutuh pangan, sandang, kesehatan, perumahan,
pendidikan, yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan
absolute umumnya disandingkan dengan kemiskinan relative.
Kemiskinan relative adalah keadaan perbandingan antara kelompok
masyarakat dengan tingkat pendapatan sudah diatas garis kemiskinan.
Sehingga sebenarnya tidak termasuk miskin, tetapi masih lebih miskin
dibanding dengan kelompok masyarakat lain dengan ukuran pendapatan,
keadaan ini dikenal dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan
antar golongan penduduk, antar sektor kegiatan ekonomi maupun
ketimpangan antar daerah.
3) Kemiskinan kultur. Kemiskinan cultural mengacu kepada sikap hidup
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan
hidup dan budaya, dimana mereka sudah merasa kecukupan dan tidak
merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak
berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah untuk melakukan
perubahan, menolak untuk mengikuti perkembangan, dan tidak mau
berubah untuk memperbaiki tingkat hidupnya. Akibatnya tingkat
pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai umum. Dengan
ukuran absolute misal tingkat pendapatan minimum, mereka dapat
dikatakan miskin. Tetapi mereka tidak merasa miskin dan dan tidak mau
disebut miskin. Dengan keadaan seperti ini bermacam tolok ukur dan
kebijakan pembangunan akan sulit menjangkau mereka.
Pemahaman penggolongan kemiskinan ini dirasa sangat penting dalam
kaitannya dengan penelitian yang ingin memecahkan kebuntuan masalah
kemiskinan. Dengan mengetahui perbedaan golongan kemiskinan dapat diberikan
sebuah saran konkrit tentang pemecahan permasalahan kemiskinan ini, agar tidak
terjadinya kesalahan penanganan masalah kemiskinan ini (Indarti & Wardana,
2012:6).
Salah satu alasan terjadinya kemiskinan adalah pengangguran.
Pengangguran memiliki korelasi positif dengan kemiskinan. Perluasan
kesempatan kerja yang produktif dan terbukanya kesempatan yang sama bagi
golongan penduduk, menjadi saluran bagi peningkatan keadilan sosial dan mutu
kehidupan. Karena penciptaan lapangan kerja baru, perluasan kesempatan kerja
yang produktif, serta penentuan sistem pemberian imbalan yang memadai, adalah
sejalan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan dan sekaligus
memeratakan pembagian pendapatan antar golongan penduduk.
Kecamatan pedurungan kota semarang pada tahun 2011masih memiliki
6.073 KK miskin, jumlah ini kemungkinan akan meningkat sejalan dengan
naiknya harga BBM yang berimbas pada meningkatnya inflasi daerah. Belum lagi
angka pengangguran yang dinilai tinggi menambah semakin terpuruknya
penduduk miskin pada wilayah ini. Secara geografis kecamatan pedurungan ini
berada di tengah kota Semarang, sebuah wilayah pemukiman penduduk yang
berada pada tengah kota Semarang dengan segudang permasalahan sosial. Tidak
semua penduduk kecamatan ini memiliki status miskin bahkan banyak yang
berada pada status sosial kelas menengah sampai kelas menengah atas. Menurut
data BPS 2001 jumlah penduduk pada kecamatan pedurungan sebanyak 141.695
jiwa yang artinya pada tahun 2013 ini pasti lebih dari jumlah tersebut. Menjadi
sangat ironi ketika anda melihat pemandangan adanya ketimpangan kehidupan
sosial ini. Ketidak seimbangan kemampuan masyarakat, ketidak merataan
kesempatan dan sumberdaya menjadi semakin sempurnanya ketimpangan sosial
ini. Pola pikir, keterampilan maupun pengetahuan merupakan hal dasar yang
harus dirubah pada penduduk miskin wilayah ini. Karena ketika mereka memilki
sumberdaya diri yang sama maka mereka memiliki kesempatan yang sama
sehingga semakin terbuka peluang mereka untuk menjadi setara.
2. Potensi Daerah
Potensi diartikan sebagai kemampuan yang dapat dikembangkan. Potensi
daerah adalah segala kemampuan yang ada pada suatu daerah yang dapat
dikembangkan. Agar potensi daerah dapat bermanfaat, maka masyarakat
melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup manusia. Karakter potensi suatu daerah akan
menentukan kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat (Siregar, 2008).
Potensi daerah dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu :
! Potensi Alam. Potensi alam adalah kemampuan berupa kekayaan
kenampakan dan sumber daya alam yang dapat dikembangkan. Bidang
pertanian, yaitu menanam tanaman pangan, menggarap lahan, menjual
hasil panen dan mengolah hasil panen. Bidang Perkebunan, yaitu
menggarap lahan perkebunan, memetik hasil panen, mengolah hasil
panen, dan bekerja di perkebunan. Bidang peternakan, yaitu
membudidayakan ternak, menjual ternak, bekerja pada peternakan, dan
mengolah hasil ternak. Bidang pertambangan, yaitu menjadi penambang,
bekerja pada pertambangan dan menjual hasil tambang. Bidang
pariwisata, yaitu menyewakan penginapan, membuat, menjual kerajinan,
menyewakan perahu, menyewakan perlengkapan selancar, dan selam.
Bidang perikanan, yaitu menangkap ikan, membudidayakan ikan, dan
membudidayakan rumput laut.
! Potensi Sosial Budaya. Potensi sosial budaya adalah kemampuan yang
dapat dikembangkan dari pola kehidupan yang terdapat pada suatu
masyarakat di suatu daerah. Indonesia memiliki potensi sosial budaya
yang beragam, yaitu :
• Pakaian daerah, seperti Ulos Raga, Batik, Baju Bodo, dan lain-lain.
• Tarian daerah, seperti Jaipong, tari Lilin dan lain-lain.
• Pertunjukan, seperti Debus, Ogoh-Ogoh dan lain-lain.
• Lagu daerah, seperti Boungong Jeumpa, Ampar-Ampar Pisang,
dan lain-lain.
• Alat musik daerah, seperti sasando, tifa, dan lain-lain.
• Kerajinan, seperti ukiran Jepara, Seni patung Papua dan lain-lain.
• Cerita daerah, seperti Asal mula telaga biru, dan lain-lain.
• Makanan daerah, seperti Papeda, Oncong-oncong pisan, Pempek,
Taoge goring, dan lain-lain.
• Adat istiadat, seperti tradisi bergotong royong dalam membangun
rumah, uapacara adat pembakaran mayat.
Sedangkan menurut Siregar (2008) potensi wilayah adalah sesuatu yang
dimiliki (Sumberdaya Alam / Sumberdaya Manusia) suatu wilayah baik yang
telah di mobilisir maupun yang belum, yang dapat mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah dan wilayah lainnya.
Pengertian potensi adalah sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia
maupun yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya
potensi dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekitar kita.
(Kartasapoetra, 1987 : 56). Potensi yang dimaksudkan adalah sumber daya alam
(SDA) yang dikelola secara cermat oleh sumber daya manusia (SDM) dimana
potensi tersebut dapat menjadi suatu keterkaitan yang menyatu dalam pelaksanaan
pembangunan yang ada di kota Semarang.
Secara umum kota Semarang memiliki potensi alam secara geografis dan potensi
sosial budaya yang cukup besar. Semarang mendapat predikat salah satu dari lima kota
besar di Indonesia, memiliki bandar udara, pelabuhan, memiliki potensi perikanan dan
kelautan yang besar, infrastrukut yang baik yang kesemuanya mengarah pada pencapaian
visi kota semarang yang berbunyi ‘Terwujudnya Semarang Sebagai Kota Perdagangan
dan Jasa Yang Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera’. Guna mencapai visi dan misi
ini pemerintah kota Semarang telah melakukan identifikasi terhadap potensi yang
dimiliki oleh 16 kecamatan dan 177 kelurahan yang dimiliki kota Semarang.
Berdasarkan data pada evaluasi program gerdukepling pemkot Semarang
pada 2012 lalu Kecamatan tembalang memiliki potensi konseling reproduksi
remaja, bahan makanan olahan, dan pembuatan handycraft. Kecamatan
banyumanik dengan tiga kelurahan memiliki potensi batik, bandeng, tempe,
krupuk, sulam pita, makanan dan kerajinan. Pada kecamatan gajah mungkur yang
memiliki tiga kelurahan dengan potensi pembuatan tempe, kue, lontong, jualan
keliling, kerajinan kain perca, makanan ringan, susu kedelai, wingko babat, batik
dan jamu. Kecamatan Semarang barat dengan tiga kelurahan memiliki potensi
daerah pembuatan sabun bubuk, makanan ringan, bandeng kremes dan kecap,
pembuatan serbet, batik tahu bakso, kerajinan kain perca dan kain kosa.
Gambar 2 Potensi Kelurahan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Gerdu Kepling Tahun II/ 2012
Kecamatan pedurungan memiliki tiga kelurahan yang oleh pemerintah
kota diidentifikasi memiliki potensi sebagai berikut. Kelurahan pedurungan kidul
memiliki potensi buat batu bata, konveksi, tempe, dan kue kering/ basah, jamu
jawa, aneka krupuk, souvenir/ pernik. Kelurahan Tlogomulyo memiliki potensi
pembuatan sale pisang, criping pisang, wirausaha dan tanaman pisang buah juga
perbengkelan. Sedangkan pada kelurahan penggaron kidul memiliki potensi
pembuatan telur asin, krupuk, batu bata, dan menjahit. Beberapa kecamatan dan
kelurahan lain masih banyak memiliki potensi wilayah yang menunggu untuk
dikembangkan.
Gambar 3 Potensi Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
3. Pendidikan Non Formal.
Belajar merupakan satu cara yang digunakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhannya sehingga muncullah proses pembelajaran. Pentingnya
belajar ini dapat dilihat dari ungkapan Andrias Harefa yang terkenal dengan
manusia pembelajar dengan ungkapan, ”Aku berdoa, aku belajar, aku berkarya
bagi sesama, maka aku ada”. Ungkapan ini jelas menunjukkan bahwa proses
pembelajaran menjadi satu hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia.
Karena melalui proses pembelajaran itulah seorang individu akan merasa dirinya
berarti. Proses pembelajaran dalam kehidupan seseorang dapat diperoleh melalui
pendidikan formal, non formal, maupun informal (Darmastuti, Prasela,
Sudaryantiningsih,2008). Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang
terjadi dalam kehidupan seseorang dengan harapan dapat membawa orang itu
keluar sehingga mendapatkan keadaan yang lebih baik
Pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah adalah suatu institusi
pendidikan yang bergerak dan bekerja diluar sistem persekolahan formal dalam
masyarakat. Organisasi pendidikan luar sekolah harus mampu cair dan luluh
dalam masyarakat untuk memberdayakan masyarakat terutama kelompok
pengangguran perkotaan, dalam rangka mengejar ketertinggalan – ketertinggalan
dengan masyarakat lain. dengan demikian pendidikan luar sekolah akan selalu
mengadakan inovasi-inovasi secara kreatif dalam masyarakat untuk
memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya masyarakat tersebut (Syamsi,
2010:64).
Pendidikan Luar sekolah, atau pendidikan nonformal adalah setiap
kegiatan yang terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang
mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan
yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu
didalam mencapai tujuan belajarnya (Syafe’I, 2006).
Program pendidikan nonformal sebagaimana tercantum dalam pasal 26
ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional terdiri dari:
1) Pendidikan kecakapan hidup
2) Pendidikan anak usia diri
3) Pendidikan kepemudaaan
4) Pendidikan pemberdayaan perempuan
5) Pendidikan keaksaraan
6) Pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja
7) Pendidikan kesetaraan
8) Pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.
Pemerintah kota Semarang sadar bahwa salah satu hal dasar terciptanya
kemiskinan dan pengangguran karena kurang terpenuhinya kebutuhan dasar,
kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin, juga masih
melekatnya pemikiran-pemikiran (mindset) lama yang menghambat
perkembangan masyarakat. Untuk memenuhi ‘BINA MANUSIA’ ini maka
dibutuhkan model pendidikan non formal yang terintegrasi guna memiliki
pengetahuan, keterampilan juga pemikiran dan motivasi untuk terus maju namun
berbasis pada potensi daerah
Pengintegrasian dapat dilakukan antara program pemberantasan buta
aksara dengan program life skill, atau semua program yang ditawarkan
pemerintah harus diintegrasikan dengan program kecakapan hidup sebagaimana
terlihat dalam bagan berikut sehingga akan menghasilkan output yang diharapkan
yaitu sumberdaya manusia yang berakhal mulia, cerdas, trampil dan mandiri.
Gambar 4 Konsep Dasar Pengembangan Program Pendidikan Luar Sekolah/ Pendidikan Non
Formal
Ada beberapa pendekatan yang perlu dipergunakan dalam pendidikan non
formal yang menekankan pada proses pemberdayaan antara lain yang
dikemukakan oleh Hiryanto (2008) terdiri atas:
1) Community organization, yaitu karakteristik yang mengarah pada tujuan
untuk mengaktifkan masyarakat dalam usaha meningkatkan dan
mengubah keadaan sosial ekonomi mereka. Hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
• Peranan partisipan ikut terlibat dalam kepengurusan atau tugas
kelompok.
• Peranan tutor hanya sebagai perantara, pembimbing dan
motivator serta fasilitator.
• Metode dan proses mengutamakan metode pemecahan masalah,
mengorganisasi masyarakat sebagai kekuatan dasar.
2) Participatory approaches, yaitu pendekatan yang menekankan pada
keterlibatan setiap anggota dalam seluruh kegiatan, perlunya melibatkan
para pemimpin, tokoh masyarakat serta tenaga-tenaga ahli setempat.
3) Education for justice, yaitu pendekatan yang menekankan pada
terciptanya situasi yang memungkinkan warga masyarakat tumbuh dan
berkembang analisisnya serta memiliki motivasi untuk ikut berperan
serta.
Agar proses pembelajaran yang dilakukan melalui Pendidikan Luar Sekolah,
dapat terjadi proses pemberdayaan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Need oriented, yaitu pendekatan yang berorientasi dan didasarkan pada
kebutuhan warga masyarakat.
2) Endegenious, yaitu pendekatan yang berorientasi dan mengutamakan
kesesuaian nilai-nilai keaslian lokal, dengan cara menggali dan
menggunakan potensi yang dimiliki warga belajar.
3) Self reliant, yaitu pendekatan yang membangun rasa percaya diri atau
sikap mandiri pada setiap warga masyarakat.
4) Ecologically sound, ialah pendekatan yang berorientasi, memperhatikan
dan mempertimbangkan aspek perubahan lingkungan.
5) Based on structural transformation, yaitu pendekatan yang dilakukan
berdasarkan pada perubahan struktur sistem, baik yang menyangkut
hubungan sosial, kegiatan ekonomi, penyebaran keuangan, sistem
manajemen maupun partisipasi masyarakat setempat.
Sedangkan menurut Sudjana (2000), agar pendidikan nonformal dapat
memberdayakan masyarakat maka harus didasarkan pada lima strategi dasar
yaitu:
1) Pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), masyarakat dipandang
sebagai subjek pembangunan dan masyarakat diakui memiliki potensi
untuk berkembang sedemikianrupa ditumbuhkan agar mampu
membangun dirinya.
2) Pendekatan partisipatif (participatory approach), mengandung arti
bahwa masyarakat, lembaga-lembaga terkait dan atau komunitas
dilibatkan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat.
3) Pendekatan kolaboratif (collaborative approach), dalam melaksanakan
pemberdayaan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain
(terintegrasi) dan terkoordinasi dan sinergi.
4) Pendekatan berkelanjutan (continuing approach) yaitu pemberdayaan
masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan untuk itulah
pembinaan kader yang berasal dari masyarakat menjadi hal yang paling
pokok.
5) Pendekatan budaya (cultural approach), penghargaan budaya dan
kebisaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan.
4. Pemberdayaan Masyarakat.
Mujiono (2009) mengungkapkan bahwa pemberdayaan menunjuk pada
kemampuan orang / kelompok / masyarakat yang rentan dan lemah, sehingga
mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalah:
1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
dalam arti bukan saja bebas mengungkapkan pendapat, melainkan bebas
dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan.
2) Mengjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatnya dan memperoleh barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan.
3) Berpartisi pasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan
yang mempengauhi mereka.
Ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya menurut Sumarjo dan Saharuddin (2004)
adalah:
• Mampu memahami diri dan potensinya.
• Mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan kedepan) dan
mengarahkan dirinya sendiri.
• Memiliki kekuatan untuk berunding dan bekerja sama secara saling
menguntungkan dalam posisitawar yang memadai.
• Bertanggung jawab atas tindakan sendiri.
Dari konsep-konsep pemberdayaan yang ada pada intinya membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan masadepan sesuai dengan
keinginan mereka.
Istilah pemberdayaan masyarakat atau empowerment merupakan istilah
yang diangkat dari hasil penelitian seorang sarjana pendidikan nonformal
Suzanne Kindervatter dalam bukunya Nonformal as An Empowering process,
memiliki makna agar orang-orang yang diberdayakan itu mempunyai “daya” atau
mempunyai kemampuan untuk hidup layak sama dengan temannya sesama
manusia. Pendidikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa berarti
memberdayakan setiap warga negara agar mampu berbuat seimbang baik dalam
pikiran, perkataan dan perbuatan, antara hak dan kewajiban, menjadi warga
negara yang bersikap dan berbuat demokratis terhadap sesama manusia menuju
masyarakat yang memahami akan hak, kewenangan dan tanggungjawab mereka
dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Palupi, Darmono, Gunardo (2008) menyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-
nilai sosial yakni bersifat people-centered, participatory, empowering and
sustainable. Pengertian lain yang disampaikan Kusnadi (2006) konsep ini lebih
luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic need) akan tetapi juga
menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety
need). Apridar, Karim, Suhana (2011) menyatakan memberdayakan masyarakat
adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang
dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkat
kemiskinan dan keterbelakangan.
Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat bermaksud untuk
mengembangkan kemampuan masyarakat agar secara berdiri sendiri memiliki
ketrampilan untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Proses
pemberdayaan masyarakat berarti kemampuan seseorang untuk memahami dan
mengendalikan keadaan sosial, ekonomi dan kemampuan politiknya yang sangat
diperlukan dalam upaya memperbaiki keduduknnya dimasyarakat, dengan kata
lain proses pemberdayaan adalah setiap usaha pendidikan yang bertujuan untuk
membangkitkan kesadaran/pengertian dan kepekaan pada warga masyarakat
terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan/atau politik sehingga pada akhirnya
warga masyarakat memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kedudukannya dalam masyarakat, atau menjadi masayarakat yang berdaya.
Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang hidup dalam suatu
masyarakat madani (civil society), yakni suatu masyarakat yang percaya atas
kemampuan para anggotanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik serta
masyarakat yang menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam hidup
bermasyarakat dimana kondisi pemberdayaan akan terwujud apabila anggota
masyarakat memperoleh kesempatan agar semakin berdaya.
Berdasarkan uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan sangat identik dengan pendidikan dan merupakan hakekat
pendidikan itu sendiri, karena apa yang disebut dengan pendidikan termasuk
pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal adalah usaha memberdayakan
manusia, memampukan manusia, mengembangkan talentatalenta yang ada pada
diri manusia agar dengan kemampuan/potensi yang dimilikinya dapat
dikembangkan melalui pendidikan/pembelajaran.
Proses pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal,
sesungguhnya merupakan sebuah upaya yang memungkinkan masyarakat dengan
segala keberadaanya dapat memberdayakan dirinya. Dengan pusat aktivitas
harusnya berada di tangan masyarakat itu sendiri dengan bertitik tolak dari
masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan manfaatnya untuk masyarakat
atau dengan istilah lain pendidikan berbasis pada masyarakat. Dalam kaitannya
dengan hal ini, ada lima prinsip dasar yang patut diperhatikan:
1) Keperdulian terhadap masalah, kebutuhan dan potensi/sumberdaya
masyarakat.
2) Kepercayaan timbal balik dari pelayan program dan dari
masyarakat pemilik program.
3) Fasilitasi (pemerintah) dalam membantu kemudahan masyarakat
dalam berbagai proses kegiatan.
4) Adanya partisipatif, yaitu upaya melibatkan semua komponen
lembaga atau individu terutama warga masyarakat dalam proses
kegiatan.
5) Mengayomi peranan masyarakat dan hasil yang dicapai.
5. Pendidikan Non Formal Sebagai Penanggulangan Kemiskinan Dan
Pengangguran.
Agar Masyarakat memiliki kemampuan mengembangkan potensinya
dalam rangka pemberdayaan masyarakat maka peran pendidikan nonformal
sangat strategis. Pendidikan Luar sekolah, atau pendidikan nonformal adalah
setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang
mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan
yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu
didalam mencapai tujuan belajarnya (Sudjana, 2000: 23).
Penelitian Palupi darmo dan Gunardo (2002) yang berjudul pemberdayaan
masyarakat melalui pendidikan kecakapan hidup bidang produksi dan pemasarn
makanan kecil bagi komunitas perempuan dikelurahan kricak, kecamatan
tegalrejo Yogyakarta mendukung konsep diatas. Penelitian ini menunjukan hasil
bahwa warga belajar kelurahan kricak Yogyakarta setelah dilakukan pendidikan
kecakapan hidup melalui bidang produksi dan pemasaran mampu menghasilkan
kue berselera modern. Kue yang dihasilkan yaitu kue lapis, kue mangkuk, kue
lemet, getuk lindri, kroket singkong, sarang burung singkong kue pisang, panada,
bolu kukus dan putu ayu. Bahwa pemberdayaan komunitas perempuan pada
wilayah tersebut telah mampu memberi peluang untuk menjadi lebih baik lagi.
Pada penelitian ini respon masyarakat dan warga belajar (WB) terhadap program
pendidikan kecakapan hidup ini sangat baik, keterlibatan masyarakat dalam
organisasi program pendidikan kecakapan hidup menunjukan hasil yang baik.
Penelitian ini menjadi bukti kuat bahwa pemberian pendidikan nonformal
menjadi kekuatan pada masyarakat yang tadinya kurang berdaya menjadi
masyarakat yang lebih berdaya, terampil, berkembang dan terbebas dari belenggu
kemiskinan dan pengangguran.
Penelitian lain yang sejalan menyatakan bahwa pendidikan dapat menjadi
jawaban atas pengentasan kemiskinan adalah Syafei (2006). Penelitian tersebut
menyatakan bahwa pendidikan dalam konteks transformasi sosial berorientasi
pada pengembangan dan pemberdayaan manusia secara utuh dan holistic. Untuk
mampu memberdayakan masyarakat miskin diperlukan metode pembelajaran
yang mampu menjadikan peserta didik lebih kritis sehingga tercapainya
masyarakat yang berdaya yang mampu mengkritisi ketidak adilan yang ada.
Pendidikan pada penelitian ini dipandang menjadi sebuah amuni pada sisi yang
berbeda, namun tujuan tetap untuk memberdayakan masyarakat.
Penelitian berbeda (Marwati, Karomah, Sumardiningsih, Alteza, 2008)
mencoba menemukan formula pemberdayaan masyarakat miskin melalui
program life skills berbasis potensi daerah yang terintegrasi dengan
pemberantasan buta aksara berwawasan gender di kabupaten bantul. Pada
penelitian ini kualitas SDM ditingkatkan melalui formula implementasi
integrative yang nantinya mampu menuntaskan buta aksara, meningkatkan
keterampilan produktif meningkatkan produktifitas keluarga yang pada akhirnya
dapat menurunkan angka kemiskinan. Pemberdayaan manusia melalui pendidikan
non formal ini juga menghasilkan fakta bahwa formula pemberdayaan melalui
program life skill berbasisi potensi daerah ini mampu memberikan kekuatan pada
masyarakat kecamatan kretek kabupaten Bantul. Dengan hasil model
pemberdayaan masyarakat yang telah teruji ini dinyatakan model pemberdayaan
melalui pendidikan nonformal ini layak diimplementasikan khususnya pada
kecamatan Kretek kabupaten Bantul, karena model ini berdasarkan pada potensi
daerah yang diteliti.
Beberapa sumber lain juga memberikan penjelasan bahwa model untuk
memberdayakan masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan non
formal dan sangat layak diberikan pada masyarakat, namun disesuaikan dengan
keadaan masyarakat. Memberikan pendidikan, pengetahuan, keterampilan dapat
merubah cara pandang mereka dalam menyikapi segala sesuatu yang akhirnya
mempengaruhi mereka dalam berperilaku. Perilaku ini yang pada akhirnya dapat
membantu mereka lepas dari belenggu kemiskinan.
6. ROADMAP Penelitian
h. METODE PENELITIAN
1) Research Steps
Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni
penyusunan model pendidikan non formal berbasis potensi daerah sebagai
penanggulangan kemiskinan dan pengangguran penduduk miskin kecamatan
Pedurungan kota Semarang yang kemudian dapat diimplementasikan pada
kecamatan pedurungan, maka penelitian ini menggunakan metode action
PENDIDIKAN NON FORMAL BERBASIS POTENSI DAERAH SEBAGAI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN PENDUDUK MISKIN KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG (2013, Belum terlaksana)
MODEL PENGUATAN USAHA KECIL MELALUI JALUR PENGUATAN MANAJEMEN (2014, Belum terlaksana)
PEMBERDAYAAN KELOMPOK PEMUDA MELALUI JALUR PENDIDIKAN NON FORMAL (2015, Belum terlaksana)
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI (2016, Belum terlaksana)
PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI SEBAGAI STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (2017, Belum terlaksana)
PENGUATAN USAHA KECIL BERBASIS WILAYAH
research. Metode ini dirasa sesuai oleh peneliti karena pada langkah awal akan
dilakukan kajian terhadap metode pemberdayaan masyarakat melalui
pendidikan non formal yang telah diteliti sebelumnya dan kajian terhadap
keadaan dilapangan. Kemudian pada tahap berikutnya akan dirumuskan model
pendidikan nonformal yang berbasis pada potensi wilayah tersebut yang
diharapkan dapat diimplementasikan pada tataran praktik.
Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini akan diselesaikan dalam satu
tahun, dengan rincian kegiatan pada masing-masing tahap atau langkah sebagai
berikut:
! Langkah 1
Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah untuk menghasilkan
informasi awal bagaimana keadaan penduduk miskin pada kecamatan
Pedurungan, bagaimana karakteristik penduduk miskin pada kecamatan
ini. Selain itu langkah ini juga bertujuan menjawab apa yang
menyebabkan penduduk ini miskin. Hal ini penting guna nantinya
merumuskan sebuah model yang sesuai dengan permasalah yang ada,
karakteristik penduduk miskin, dan sebuah model yang tepat guna.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah metode studi pustaka
untuk mengumpulkan data sekunder, metode observasi untuk melihat
karakteristik penduduk miskin, dan metode wawancara pada pihak-pihak
yang terkait.
! Langkah 2
Tujuan yang ingin dicapai pada langkah kedua ini adalah mendapatkan
data potensi yang ada pada wilayah ini. Metode yang digunakan adalah
studi pustaka, observasi juga wawancara dengan pihak terkait seperti
kecamatan, LSM juga penduduk miskin pada wilayah ini.
! Langkah 3
Pada langkah ketiga ini bertujuan untuk mendapatkan data pendidikan
nonformal yang ada pada wilayah ini baik itu dari pemerintah, swasta
maupun penduduk setempat. Data ini dapat menjadi dasar kami untuk
mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam mengentaskan
kemiskinan. Metode yang digunakan yaitu studi pustaka, observasi dan
wawancara langsung terhadap para pihak yang terkait.
! Langkah 4
Setelah didapatkan informasi awal mengenai masalah potensi dan
kendala pendidikan nonformal yang ada maka selanjutnya disusu model
pendidikan nonformal seperti apa yang sesuai dengan potensi, karakter
dan masalah yang dihadapi penduduk miskin pada wilayah ini. Metode
yang digunakan pada tahap ini adalah analisa data langkah 1, 2 dan 3.
! Langkah 5
Langkah yang terakhir adalah implementasi model pendidikan
nonformal berbasis potensi daerah sebagai penanggulangan kemiskinan
dan pengangguran penduduk miskin kecamatan Pedurungan kota
Semarang.
Gambar 7 Bagan Alir Penelitian Model Pendidikan Nonformal Berbasis Potensi Daerah Sebagai
Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran Penduduk Miskin Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
2) Penetapan Wilayah Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kecamatan Pedurungan kota Semarang.
Alasan pemilihan wilayah ini karena pada wilayah ini masih terdapat penduduk
Langkah 4 Perumusan dan penyusunan model pendidikan nonformal berbasis potensi daerah pada kecamatan Pedurungan kota Semarang
Langkah 1 Identifikasi masalah/ kondisi penduduk miskin kecamatan Pedurungan
Langkah 2 Identifikasi potensi wilayah kecamatan Pedurungan
Langkah 3 Metadata pendidikan nonformal
Studi pustaka, Observasi dan Wawancara
Studi pustaka, Observasi dan Wawancara
Studi pustaka. Observasi dan Wawancara
Langkah 5 Implementasi model pendidikan nonformal berbasis potensi daerah pada kecamatan Pedurungan kota Semarang
Analisis data penyusunan model
miskin yang perlu penanganan. Data kemiskinan yang dikeluarkan oleh
pemerintah kota Semarang pada kecamatan ini masih terdapat 6.073 KK miskin.
Jika dilihat secara geografis kecamatan ini bukanlah kecamatan yang berada
pada daerah rawan banjir dan ROB yang terkenal di Semarang, melainkan
daerah yang relatif tenang, dengan status sosial yang sangat bervariasi. Menjadi
pertanyaan ketika melihat perbedaan signifikan sebuah bangunan megah
bersebelahan dengan rumah yang sepertinya menumpang sepetak tanah.
Sebagian besar penduduk kecamatan Pedurungan ini sudah dapat mengakses
kegiatan ekonomi yang baik sebagian kecil yang lain masih bergandengan
dengan kemiskinan. Ada sesuatu yang salah pada penduduk miskin kecamatan
ini, oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam pada kecamatan
Pedurungan ini.
3) Metode Pengumpulan Data
Data sekunder akan dikumpulkan menggunakan teknik wawancara,
pengumpulan dokumen atau arsip, juga penggunaan internet. Untuk
mendapatkan data sekunder peneliti akan menggali informasi pihak terkait
seperti dinan sosial, dinas pendidikan, LSM, kantor kecamatan dan kelurahan.
Data sekunder ini diharapkan nantinya akan mendapatkan informasi mengenai:
• Jumlah warga miskin atau keluarga miskin terbaru.
• Jumlah warga menganggur
• Pendidikan nonformal yang pernah dilakukan pihak swasta maupun
negara pada kecamatan ini
• Program pemberdayaan masyarakat dari pihak luar yang pernah
dilakukan.
• Potensi kecamatan Pedurungan
• Jumlah pendidikan nonformal yang ada pada Kecamatan Pedurungan
Data primer akan dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara atau
suvey. Data primer peneliti gali dari warga miskin, pemerintah, pihak swasta
yang mana memiliki informasi langsung terhadap penelitian ini.
4) Teknik Analisis
Penelitian ini merupakan penelitian research and development. Teknik analisi
data pada pada penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif juga
analisis faktor. Semua data yang kami dapatkan dari hasil wawancara/survey,
observasi dan studi pustaka kami analisa menggunakan analisis deskriptif untuk
mendapatkan hasil seperti jumlah pendidikan nonformal yang sudah ada, jumlah
warga miski dan menganggur, dan beberapa temuan lain. Analisis faktor
digunakan untuk menyederhanakan faktor apa yang menyebabkan warga
tersebut menjadi miskin, faktor penyebab gagalnya program pemberdayaan
masyarakat miskin dan lainnya.
i. JADWAL PENELITIAN
1) Jadwal Penelitian
Bulan ke Kegiatan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
OBSERVASI √ √ √ √ WAWANCARA √ √ √ √
Langkah I identifikasi Masalah/ Kondisi Penduduk Miskin STUDI PUSTAKA √ √ √ √
OBSERVASI √ √ √ √ WAWANCARA √ √ √ √
Langkah II identifikasi potensi kecamatan pedurungan STUDI PUSTAKA √ √ √ √
OBSERVASI √ √ √ √ WAWANCARA √ √ √ √
Langkah III metadata pendidikan nonformal
STUDI PUSTAKA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Langkah IV Perumusan model pendidikan nonformal berbasis potensi daerah pada kecamatan Pedurunangan √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Langkah V Implementasi model pendidikan nonformal berbasis potensi daerah pada kecamatan Pedurunangan √ √ √ √ √
j. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap & Gelar : Dwiyadi Surya Wardana, SE, MM
b. Golongan, Pangkat & NIP : 3A, Asisten ahli, 629930159
c. Jabatan Fungsional : Tenaga Pengajar
d. Jabatan Struktural : Kepala Biro Administrasi
e. Fakultas/Program Stud i : Ekonomi Manajemen
f. Perguruan Tinggi : STIE Widya Manggala
g. Bidang Keahlian : Kewirausahaan, Perilaku Konsumen
h. Waktu untuk penelitian ini : 2 jam/hari
2. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap & Gelar : Iin Indarti, SE, MSi
b. Golongan, Pangkat & NIP : Penata Tingkat I, III D & 629930015
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Jabatan Struktural : Pembantu Ketua III
e. Fakultas/Program Studi : Ekonomi/ Akuntansi
f. Perguruan Tinggi : STIE Widya Manggala
g. Bidang Keahlian : Akuntansi dan Audit
h. Waktu untuk penelitian ini : 1,8 jam/hari
3. Tenaga Administrasi
a. Nama : Rina Febriyanti, Spd
b. Pekerjaan : Rumah Tangga
4. Pekerja lapangan
a. Nama : Okki Irwanda
Purnaningtias Ardhi
b. Pekerjaan : Mahasiswa
k. ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
Rancangan Alokasi Anggaran Penelitian
1. Persiapan Administrasi No Nama alat Jumlah
(rupiah) 1 Studi Pustaka 20,000
2 Penggandaan Proposal 50,000 3 Pengiriman Proposal 30,000
TAH
AP
PER
SIA
PAN
Sub total 100,000 100,000
2. Bahan Habis Pakai No Nama alat Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Jumlah (rupiah)
1 Kertas Kuarto 10 rim 50,000 500,000 2 Pulsa 6 kali 600,000 3,600,000 3 Pulpen 4 box 25,000 100,000 4 Brosur 1 rim 200,000 200,000 5 Baterai 10 buah 20,000 200,000 6 Toner/tinta 2 buah 250,000 500,000 7 Setting dan Layout Bahan Ajar 1 Paket 210,000 210,000
Sub total 5,310,000 5,310,000
3. Peralatan No Nama alat Kegunaan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Lama sewa (bulan)
Jumlah (rupiah)
1 Proyektor Mendukung
proses belajar mengajar
1 buah 3,000,000
−
3,000,000
Sub total 3,000,000 3,000,000
4. Perjalanan Dinas No Tempat dan Kota Tujuan Jumlah Tim Frekuensi Harga
Satuan (Rp)
Jumlah (rupiah)
1 Perizinan ke Kesbanglinmas
Pemkot Semarang 1 2 20,000 40,000
2 Perizinan ke Bappeda Kota Semarang 1 2 20,000 40,000
3 Pengumpulan data rekam
penelitian dilapangan 4 10 30,000 1,200,000
4 Pengumpulan data catat-simak di lapangan 4 5 30,000 600,000
Sub total 1,880,000 1,880,000
5. Gaji dan Upah
No Pelaksana Jumlah Pelaksana
Jumlah Jam/Minggu
Jumlah Bulan
Honor/Jam (Rp)
Jumlah (Rp)
1 Peneliti
Utama 1 12 10 30,000 3,600,000
2 Anggota
Peneliti 1 11 6 25,000 1,650,000
3 Mahasiswa
pekerja lapangan
3 8 3 10,000 720,000
TAH
AP
OPE
RA
SIO
NA
L
Sub total 5,970,000 5,970,000
6. Seminar dan Pemantauan No
Jenis Pengeluaran Jumlah Harga
Satuan Jumlah
(Rp)
1 Penyusunan Laporan 1 500,000 500,000 2 Seminar Hasil Penelitian 1 500,000 500,000
3 Penyebarluasan Laporan Hasil Penelitian 1 500,000
500,000
PEN
YU
SUN
AN
LA
POR
AN
D
AN
SEM
INA
R H
ASI
L PE
NEL
ITIA
N,
PEN
YEB
AR
LUA
SAN
LA
POR
AN
HA
SIL
PEN
ELIT
IAN
Sub total 1,500,000 1,000,000
7. PPn dan PPh 22 No Jenis
Pengeluaran Jumlah Harga
Satuan Jumlah
(Rp) 1 PPn dan PPh
22 0.12 20,000,000 2,400,000
Sub total 2,400,000 2,400,000
8. Lain-lain No Jenis Pengeluaran Jumlah Harga
Satuan Jumlah
(Rp)
1 Penjilidan 5 20,000 240,000 2 Lainya 110,000
LAIN
- LA
IN
Sub total 350,000 350,000
TOTAL ANGGARAN BIAYA PENELITIAN 20,000,000
L. LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Apridar, Karim M, Suhana. 2011 Ekonomi kelautan dan Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta
Darmastuti, Prasela, Sudaryantiningsih, 2008, Pemetaan Model Pembelajaran Berbasis ‘TWO
WAY COMMUNICATION’ Dalam Kehidupan Kominitas Samin, Proposal HIBER, UKSW, Salatiga
Hardjono. Raharjo. Suminar, 2008, Model pemberdayaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Dalam Pengelolaan Program Pendidikan Kesetaraan Berbasis Life Skills Dan Kewirausahaan, Artikel Penelitian non Publikasi
Hiryanto, 2008, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Nonformal, Makalah
Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan Luar Sekolah, Bantul
Indarti, Wardana, 2012, Indonesia Pesisir Dan Koperasi, Penerbit Yayasan Widya Manggala
Indonesia, Semarang
Keputusan Walikota Semarang No 400/451 Th 2011, Tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang, tahun 2011
Kusmiadi, 2009, Model Pengelolaan Pembelajaran Pasca Keaksaraan Melalui Penguatan
Pendidikan Kecakapan Hidup Bagi Upaya Keberdayaan Perempuan Pedesaan, Jurnal PNFI/ vol 1/ no 1
Marwanti, Karomah, Sumardiningsih, Alteza, 2008, Pemberdayaan masyarakat Miskin
Melalui Program Life Skills Berbasis Potensi Daerah Terintegrasi Dengan Pemberantasan Buta Aksara Berwawasan Gender Di Kabupaten Bantul, Yogyakarta
Muclas, Samani, 2008, Pengembangan Life skill: Tantangan bagi guru vokasi. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional Mencetak Guru Profesional dan Kreatif bidang Vokasi
Mujiono, 2009, Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Posdaya (Pos Pemberdayaan
Keluarga), Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Mulyono, 2008, Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Jalur Pendidikan Non
Formal Di Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, Penelitian non publikasi Fakultas Ilmu Pendidikan UNES, Semarang
Palupi, Darmono, Gunardo, 2008, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Pendidikan
Kecakapan Hidup Bidang Produksi Dan Pemasaran Makanan Kecil Bagi Komunitas Perempuan Di Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, Artikel Penelitian Non Publikasi UNY, Yogyakarta
Siregar, 2008, Analisis Potensi Daerah Pulau-Pulau Terpencil Dalam Rangka Meningkatkan
Ketahanan, Keamanan Nasional, Dan Keutuhan Wilayah NKRI Di Nunukan – Kalimantan Timur, Jurnal Sosioteknologi Edisi 13 Tahun 7, April 2008
Suradi, Mujiyadi, 2009, Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Studi Evaluasi Penanggulangan
Kemiskinan Di Lima Provinsi, P3KS, Cawang Jakarta Syafe’I, 2006, Pemberdayaan masyarakat Melalui Pendidikan Kritis, Topik Utama vol 2, No
1, Juni 2006 Syamsi, 2010, Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdayaan Dalam Masyarakat, Diklus,
Vol 14, No 1, Maret 2010 Tampubolon, 2006, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendekatan Kelompok, Makalah
Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Pascasarjana IPB, Bogor
• Curriculum Vitae
Biodata Ketua Peneliti Nama Lengkap : Dwiyadi Surya Wardana
NIS : 629930159
Tempat/ Tanggal Lahir : Pontianak/ 28 November 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bidang Keahlian : Manajemen Pemasaran
Alamat Rumah : Dusun Sinangoh, Rt 1, Rw 1, Desa Sinangoh
Prendeng, Kajen Pekalongan
a. Pendidikan :
Universitas Gelar Tahun Selesai Bidang Studi
Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta S1 2008 Manajemen Sumber Daya
Manusia
Universitas Atma Jaya Yogyakarta S2 2011 Manajemen Pemasaran
b. Pengalaman kerja professional dan penelitian :
Pengalaman Organisasi/ Kerja
Institusi Jabatan Periode
Jogja English Dormitory Promotion and Public Relation September 08-‐Juli 09
Jogja English Dormitory Vice Manager Agustus 09-‐Juli 10
Pengalaman Seminar/ Penelitian
Institusi Judul Jabatan Periode
UNWAHAS Peran Bank Indonesia Dalam Menjaga Stabilitas Moneter Indonesia
Peserta 26 Mei 2011
Bank Indonesia Perkembangan Ekonomi Moneter Terkini
Peserta 20 mei 2011
STIE Widya Manggala Sumber-‐Sumber Penelitian Perilaku Organisasi
Pembicara 22 Mei 2011
Universitas Atma Jaya Yogyakarta Students Green Action Peserta 22 September 2009
Universitas Atma Jaya Yogyakarta Peluang Tantangan Pendidikan Pascasarjana Dalam Membangun
Budaya Yang Humanis Dan Inklusif
Peserta 29 Agustus 2009
Biodata Anggota Peneliti Nama : Iin Indarti, SE, MSi
Tempat dan Tanggal Lahir : Semarang, 13 Juli 1971
Program Studi : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Perguruan Tinggi : STIE WIDYA MANGGALA
Alamat : Jl. Ringin Telu Rt 01 / Rw 01 Kalipancur, Ngaliyan
Semarang
No. Telepon Rumah : ( 024 ) 7608025 , 70222167
Status Akademik : Dosen
Jabatan Struktural : Pembantu Ketua III ( Bidang Kemahasiswaan )
Pendidiksn terakhir : Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, 2000
Pengalaman Penelitian :
a. Buku :
Tahun Judul Penerbit
2005 Akuntansi Manajemen (ISBN No. 979-3986-03-4) Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2005 Akuntansi Keuangan Lanjutan I (ISBN No. 979-3986-05-0) Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2006 Akuntansi Biaya (ISBN No. 979-3986-06-9) Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2006 Akuntansi Keuangan Lanjutan (Jilid 1 dan Jilid 2) ISBN No.
975-3986-04-2
Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2008 Edisi Ulang: Akuntansi Manajemen (ISBN No. 979-3986-03-
4)
Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2008 Edisi Revisi: Akuntansi Keuangan Lanjutan (Jilid 1 dan Jilid
2) ISBN No.975-3986-04-2
Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2008 Cetak Ulang: Akuntansi Biaya (ISBN No. 979-3986-06-9) Yayasan Widya
Manggala Indonesia
2009 Edisi Revisi: Akuntansi Keuangan Lanjutan (Jilid 1 dan 2)
ISBN No. 975-3986-04-2
Yayasan Widya
Manggala Indonesia
b. Penelitian :
Tahun Judul Penerbit
2000 Analisis Portofolio sebagai Salah Satu Dasar Pengambilan
Keputusan Saham di Pasar Modal
P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
ISSN 1411-1179
2000 Pengujian Standar CAPM dan Perluasannya P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
ISSN 1411-1179
2001 Nilai Tambahan Penerapan Alternative Income pada Penilaian
Kinerja BUMD di Daerah Tingkat I Jawa Tengah
P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
ISSN 1411-1179
2002 Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan
Laba Emiten di BEJ Tahun 1997-1999
P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
ISSN 1411-1179
2002 Analisa Fluktuasi harga Saham Warant PT. Bank Indonesia
Tahun 2000-1999
P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
ISSN 1411-1179
2003 Analisa Perubahan Keuntungan Dengan Perubahan Deviden
Tunai.
P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET
2003 Pengaruh Praktek Budaya Organisasi dan Strategi Inovasi
Terhadap Kinerja Organisasi
2005 Analisa Diskriminasi Current ratio, Quick Ratio, Debt Equity
Ratio, ROI, ROE, Laba yang Ditahan dan Kas Dalam
Pengambilan Keputusan Pembayaran Deviden Kas dan
Deviden Saham
P3M STIE Widya
Manggala / ASET,
ISSN 1411-1179
2006 Analisa Struktur Modal, ROI, dan Ukuran Perusahaan, Dalam
Pemilihan Metode Akuntansi Depresiasi Bagi Lesse
P3M STIE Widya
Manggala / ASET,
Terakreditasi SK No.
55/DIKTI/Kep/2006
2008 Persepsi Karyawan Terhadap Kepemimpinan Wanita (Ditinjau
Dari Gaya Kepemimpinan, Gender, Budaya, dan Pekerjaan)
Peneliti Utama
KOPERTIS Wilayah
Studi Kasus PNS dan Pengusaha Wanita di Kota Semarang VI Jawa Tengah
2008 Pengaruh Anggaran Partisipatif Terhadap Kinerja Manajerial P3M STIE WIDYA
MANGGALA / ASET,
Terakreditasi SK No.
55/DIKTI/Kep/2006
2009 Persepsi Karyawan dan Pemimpin Wanita Terhadap
Kepemimpinan Wanita Ditinjau Dari Motivasi, Gaya
Kepemimpinan, Gender, Budaya dan Pekerjaan (Studi Kasus
PNS Lingkungan Pemerintah Daerah Jawa Tengah)
Peneliti Utama
Dibiayai DIKTI
2011 Analisis Perbandingan Harga Saham dan Volume
Perdagangan Saham Sebelum dan Sesudah Pemecahan Saham
(Stock Split) Pada Perusahaan Di BEI Tahun 2007
Anggota Penelitian
Mandiri
c. Makalah :
Tahun Judul Penyelenggara
2003 Auditing STIE Widya
Manggala
2003 How Teach in A Private High Education STIE Widya
Manggala
2004 Strategi Memperoleh Kredit Bagi UKM Dan Sektor Rumah
Tangga
STIE Widya
Manggala
2004 Pembuatan Laporan Keuangan Untuk Perusahaan Dagang dan
Jasa
STIE Widya
Manggala
2005 Sukses Menyusun Skripsi STIE Widya
Manggala
2005 Pentingnya Akreditasi perguruan Tinggi Bagi Calon
Mahasiswa
STIE Widya
Manggala
2005 Pengembangan Pendidikan perpajakan menuju Masyarakat
Sadar dan peduli pajak
STIE Widya
Manggala
2006 Saatnya Perempuan Bicara KPPI Jateng
Bersama Biro
Pemberdayaan
Perempuan Tk I
Jawa Tengah
2006 Membuka Tabir Perempuan HWP bersama
kesbang Linmas
Kota Semarang
2007 Menggapai Struktur Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan KPPI jateng
Bersama Biro
Pemberdayaan
Perempuan Kota
Surakarta
2007 Kepemimpinan Wanita di Era Sekarang KPPI Jateng Dalam
Rangka Peresmian
KPPI Kota Solo
2007 Perempuan Dan Wanita Gabungan
Organisasi Wanita
Semarang
2008 Wanita Dan Kekuasaan HWP Kota
Semarang
2008 Pemimpin Wanita HWP Kota
Semarang
2008 Persepsi Tentang Kepemimpinan Wanita Di Sektor Swasta
dan negeri (Hasil Penelitian)
Kopertis Wilayah VI
Jawa Tengah
2009 Hak Pilih Perempuan Sebuah Partai politik
Bersama KPPI Kota
Semarang
2011 Sumber-Sumber Tema Penelitian Akuntansi STIE Widya
Manggala
2011 Metodelogi Penelitian STIE Widya
Manggala
2011 Sumber-Sumber Tema Penelitian organisasi STIE Widya
Manggala