a. deskripsi teori - lumbung pustaka unyeprints.uny.ac.id/22291/4/4. bab ii.pdf · behavior”,...
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Definisi Partai Politik
Partai politik dalam dunia perpolitikan, khususnya dalam politik
lokal akan mudah dipahami dengan mengerti terlebih dahulu definisi
partai politik. Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal usul partai
politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara
parlemen awal dan timbulnya partai politik, kedua, teori situasi historik
yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik
untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat
secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik
sebagai produk modernisasi sosial ekonomi (Ramlan Surbakti, 1992:
113).
Partai politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan
meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai-
partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi
penghubung antara rakyat dan pemerintah (Bambang Sunggono, 1992:7).
Partai politik terlahir untuk mewujudkan suatu gagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu diikut sertakan dalam proses politik.
Melalui partai politik inilah rakyat turut berpartisipasi dalam hal
memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi-aspirasinya atau
14
kepentingan-kepentingannya. Dengan demikian, proses artikulasi
kepentingan tersalurkan melalui partai politik.
Berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah
organisasi partai politik bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai
pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa
dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam
pembuatan dan pelaksanaan keputusan (Miriam Budiardjo, 2008: 403).
Definisi partai politik telah dikemukakan oleh beberapa ahli politik,
diantaranya menurut ahli politik Carl J. Friedrich yang dikutip (dalam
Miriam Budiardjo, 2008: 403) adalah sebagai berikut.
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secarastabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaanterhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkanpenguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatanyang bersifat idiil serta materiil. (a political party is a group ofhuman beings, stably organized with the objective of securing ormaintaning for its leader the control of a goverment, with the futherobjective of giving to member of the party, through such controlideal and material benefits and advantages) (Miriam Budiardjo,2008:404).
Kemudian Sigmund Neumann (dalam Miriam Budiardjo, 2008: 403)
mengemukaan definisi partai politik sebagai berikut.
Partai politik adalah organisasi dari aktifitas-aktifitas politik yangberusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebutdukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan ataugolongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda(a political party is the articulate organization of society’s activepolitical agent; those who are concerned with the control ofgovermental policy power, and who complete for popular supportwith other group or groups holding divergent view) (MiriamBudiardjo 2008:404).
15
Menurut Ramlan Surbakti (1992:116) menyatakan bahwa “partai
politik merupakan sekelompok orang yang terorganisir secara rapi yang
dipersatukan oleh persamaan ideologi yang bertujuan untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam pemilihan umum guna melaksanakan
alternative kebijakan yang telah mereka susun”. Alternatif kebijakan
umum yang disusun ini merupakan hasil pemanduan berbagai
kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan
mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat
melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah.
Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang partai politik pasal
1 ayat 1, partai politik didefinisikan sebagai organisasi yg bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentigan politik anggota, masyarakat,
bangsa dan negara, serta mempelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perspektif
kelembagaan, partai politik adalah mata rantai yang menghubungkan
antara rakyat dan pemerintah. Atau dalam bahasa lain, partai politik
menjadi jembatan antara masyarakat sipil dengan pemerintah (Timothy,
1998:11).
16
Dari berbagai penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa partai
politik merupakan sebuah organisasi yang dibentuk berdasarkan
kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan tujuan untuk
mendapatkan sebuah kekuasaan dalam pemerintahan dan menjadi
penghubung antara masyarakat sipil dengan pemerintah, yang
memberikan informasi secara bottom up maupun top down.
2. Definisi Peran
Soekanto (1987: 221) menjelaskan, peran lebih banyak menunjukan
pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Tepatnya adalah
bahwa seseorang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat
serta menjalankan suatu peranan. Dan apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2002: 342).
Lebih lanjut Soerjono Soekanto (1987: 53) menjelaskan aspek-aspek
peranan sebagai berikut:
a. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisiseseorang dalam masyarakat peranan, dalam arti ini merupakanrangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorangdalam kehidupan masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukanoleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yangpenting bagi struktur sosial masyarakat.
Sedangkan menurut Poerwodarminta (1995: 571) “peran merupakan
tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
17
peristiwa”. Berdasarkan pendapat Poerwadarminta maksud dari tindakan
yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa
tersebut merupakan perangkat tingkah laku yang diharapkan, dimiliki
oleh orang atau seseorang yang berkedudukan di masyarakat. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia : “Peran adalah seperangkat tingkat yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat”.
Menurut Bryant dan White (dalam Amira 2010: 9) peran
didefinisikan sebagai suatu deskripsi “pekerjaan untuk seseorang atau
individu yang mengandung harapan-harapan tertentu yang tidak dapat
mempedulikan siapa yang menduduki suatu posisi tersebut”. Definisi
tersebut dapat menjelaskan bahwa peran merupakan suatu deskripsi
pekerjaan atau tugas seseorang yang didalamnya mengandung harapan-
harapan terhadap orang-orang yang menduduki posisi tersebut.
Berdasarkan teori diatas, peranan dapat simpulkan sebagai suatu
tindakan yang merupakan hak maupun kewajiban yang dilakukan dalam
sebuah kondisi bermasyarakat. Jika dipahami dalam konteks peran partai
politik, peran yang dimaksud merupakan sebuah status yang berupa
tindakan untuk dapat dilaksanakan demi menjaga keseimbangan
kehidupan bermasyarakat dan melaksanakan harapan-harapan
masyarakat terhadap partai politik.
3. Peran Partai Politik
Peran partai politik dirumuskan berdasarkan definisi peran dan
definisi partai politik, yang kemudian dipermudah penentuannya dalam
18
fungsi-fungsi partai politik. Fungsi yang dilaksanakan partai politik
menggambarkan peran yang sedang dilakukan partai politik. Adapun
beberapa peran partai politik yang dapat dirumuskan berdasarkan fungsi-
fungsi partai politik adalah sebagai berikut.
a. Komunikator Politik
Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah
satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi
mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan
berkesinambungan melakukan komunikasi politik.
Sosiolog J.D Halloran, seorang pengamat komunikasi massa,
berpendapat bahwa Komunikator politik memainkan peran sosial
yang utama, terutama dalam proses pembentukan suatu opini publik.
Salah satu teori opini publik yang seluruhnya dibangun di sekitar
komunikator politik, yaitu teori pelopor mengenai opini publik.
Dalam hal ini menegaskan bahwa pemimpin menciptakan opini
publik karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang
mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya
diterima.
Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik,
namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan
19
jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik
ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini
publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama
dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis.
1) Politikus
Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau
memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka
dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak
mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau
yudukatif. Daniel Katz (dalam Nimmo, 1989) membedakan
politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan
sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses
politik. Yaitu: politikus ideolog (negarawan); serta politikus
partisan. Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam
proses politik lebih memperjuangkan kepentingan
bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya
kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau
kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk
menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan
reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika
hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan
negara. Sedangkan politikus partisan adalah orang-orang
20
yang dalam proses politik lebih memperjuangan
kepentingan seorang langganan atau kelompoknya.
Dengan demikian, politikus utama yang bertindak
sebagai komunikator politik yang menentukan dalam
pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif
(presiden, menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif
(ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota
DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota
Mahkamah Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi,
Jaksa Agung, jaksa, dsb.).
2) Profesional
Komunikator profesional adalah peranan sosial yang
relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi
yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya
media massa; dan perkembangan serta merta media khusus
(seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.)
yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen
informasi dan hiburan. Baik media massa maupun media
khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan
lambang-lambang dan khalayak khusus.
21
3) Aktivis
Aktivis adalah komunikator politik utama yang
bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal.
Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang
terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang
ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam
hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang
membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini
biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun,
ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional
dalam komunikasi politik.
Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes
and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan
bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator
politik, yaitu communicator credibility, communicator
attractiveness, communicator similarity dan communicator power
(Petty, 1996).
a. KredibilitasKredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber
dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahlidan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesanyang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber(source expertise) dan kepercayaan sumber (sourcetrustworthiness).
b. Daya tarikDaya tarik seorang komunikator bisa terjadi karenapenampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban,
22
kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya.Sebagaimana dikemukakan Petty (1996):
“Two communicators may be trusted experts on someissue, but one may be more liked or morephysicallyattractive than the other… in part because ofhis physical appearance, style of speaking andmannerism, …the attractiveness is due to theperformance, communication skills, self evaluation …by verbal and by the behavioral measure.”
Daya tarik fisik sumber (source physical attractiveness)merupakan syarat kepribadian. Daya tarik fisik komunikatoryang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidakmenarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yangmenggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan ataucantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain.
c. KesamaanSumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumbertersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan,harapan dan perasaan. Dari kacamata audience makasumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (sourcelikability), yang maksudnya adalah perasaan positif yangdimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi.
d. PowerPower, menurut Petty (1996) adalah “the extent to which thesource can administer rewards or punishment.” Sumberyang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektifdalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripadasumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Padadasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkinpenghargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimanadikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa,“people simply report more agreement with the powerfulsource to maximize their rewards and minimize theirpunishment.”
Berdasarkan teori komunikator diatas, peran komunikator dalam
partai politik sangat jelas kedudukannya yang jika diklasifikasikan
dalam jenis komunikator, partai politik dapat muncul sebagai
komunikator yg berasal dari politikus dengan kader partai yang
23
menduduki badan eksekutif maupun legislatif dan berasal dari
aktivis, sebagai organisasi yang memiliki massa.
b. Negosiasi Politik
Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational
Behavior”, negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa
antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya
untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses
pertukaran tersebut. Dalam buku Teach Yourself Negotiating,
karangan Phil Baguley, dijelaskan juga tentang definisi negosiasi
yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana
tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Negosiasi adalah
cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik
atau perbedaan kepentingan.
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa negosiasi berkaitan
dengan kemampuan komunikasi dari seseorang sehinggai menurut
Wahab (1997) negosiasi adalah : alat dasar untuk memperoleh hal
yang di kehendaki dari pihak lain. Sehingga dapat definisikan
sebagai:
“Komunikasi timbal balik yang dirancang untuk mencapaipersetujuan ketika terdapat dua pihak dengan kepentinganbersama, dan salah pihak ada unsur yang menentang”
24
Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer menyebutkan
bahwa Definisi negosiasi:
“ adalah proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yanglebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendatipada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yangberbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan merekadengan menggunakan argumen dan persuasi untuk mencapaijalan keluar yang dapat diterima bersama”
Dari definisi tersebut tersirat adanya suatu proses dalam jangka
waktu tertentu yang harus diikuti dengan strategi (akan diuraikan
pada strategi organisasi). Kata negosiasi berasal dari kata to
negotiate, to be negotiating dalam bahasa Inggris yang berarti
merundingkan, membicarakan kemungkinan tentang suatu kondisi
dan atau menawar. Kata-kata turunannya anata lain negotiable yang
berarti dapat dirundingkan, dapat dibicarakan, dapat ditawar dan kata
negotiation yang berarti suatu proses/aktivitas untuk merundingkan,
membicarakan sesuatu hal untuk disepakati dengan orang lain.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, negosiasi
artinya perundingan. Kemudian politik artinya segala urusan dan
tindakan mengenai pemerintahan suatu negara. Jadi negosiasi politik
yaitu perundingan dua belah pihak yang menyangkut segala urusan
dan tindakan mengenai pemerintahan suatu Negara. Pada dasarnya
ada dua macam negosiasi, yaitu:
1) Distributive negotiation- Zero sum negotiation (win-lose)
Yaitu suatu bentuk negosiasi yang di dalam proses
25
pelaksanaannya para pihak yang terlibat bersaing untuk
mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan atau manfaat yang
ada. Meningkatnya manfaat yang diperoleh salah satu pihak
akan mengurangi manfaat yang diperoleh oleh pihak lain.
Biasanya perundingan semacam ini terjadi bila hanya ada satu
masalah yang menjadi materi perundingan.
2) Integrative negotiation (win-win)
Yaitu suatu bentuk negoasiasi yang dalam proses
pelaksanaannya, para pihak yang terlibat bekerja sama untuk
mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya atas hal-hal yang
dirundingkan dengan menggabungkan kepentingan mereka
masing-masing untuk mencapai kesepakatan. Negosiasi
semacam ini biasanya terjadi bila ada lebih dari satu masalah
yang menjadi materi perundingan.
Dalam kenyataannya hampir semua negosiasi merupakan
kombinasi dari kedua macam bentuk negosiasi tersebut di atas.
Dalam proses negosiasi politik perlu berkompetisi dengan pihak lain
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Namun tidak jarang juga
bekerja sama dengan pihak lain untuk dapat memaksimalkan hasil
negosiasi yang akan dicapai.
c. Lobby Politik
Lobi adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan individu
ataupun kelompok dengan tujuan mempengaruhi pimpinan
26
organisasi lain maupun orang yang memiliki kedudukan penting
dalam organisasi dan pemerintahan sehingga dapat memberikan
keuntungan untuk diri sendiri ataupun organisasi dan perusahaan
pelobi.
Pengertian lobi menurut AB Susanto (dalam Redi Panuju, 2010 ;
18) adalah :
“Melobi pada dasarnya merupakan usaha yangdilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-pihak yangmenjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positifterhadap topik pelobi, dengan demikian diharapkanmemberikan dampak positif bagi pencapaian tujuan ....Kegiatan melobi bisa jadi sama pentingnya denganpemngembangan kompetensi profesional”
Menurut A.B Susanto, salah seorang konsultan manajemen,
yang dikutip oleh Zainal Abidin Partao (2006), melobi pada
dasarnya suatu usaha yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-
pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif
terhadap topic lobi. Lobi merupakan bagian dari aktivitas
komunikasi. Lingkup komunikasi yang luas menyebabkan aktivitas
lobi juga sama luasnya. Lobi ditujukan untuk memperoleh sesuatu
yang menjadi tujuan atau target seseorang atau organisasi, dan apa
yang dimaksudkan tersebut berada di bawah kontrol atau pengaruh
pihak lain (individu maupun lembaga). Pada esensinya lobbying dan
negosiasi mempunyai tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik
komunikasi untuk mencapat target tertentu. Dibandingkan dengan
27
negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau formal, lobbying
merupakan suatu pendekatan informal.
Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu
upaya informal dan persuasif yang dilakukan oleh satu pihak
(perorangan, kelompok, Swasta, pemerintah) yang memiliki
kepentingan tertentu untuk menarik dukungan dari pihak pihak yang
dianggap memiliki pengaruh atau wewenang, sehingga target yang
diinginkan tercapai.
Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu pressure group
yang mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi orang-orang
dan berupaya mendapatkan relasi yang bermanfaat. Pola ini lebih
menekankan bahwa lobby untuk membangun koalisi dengan
organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan
untuk melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun
akses guna mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan
melakukan kontak dengan individu yang berpengaruh.
Istilah lobbying atau kemudian menjadi “Lobi” dalam bahasa
Indonesia sering dikaitkan dengan kegiatan politik dan bisnis.
Perkembangan dewasa ini Lobi-melobi tampaknya tidak terbatas
pada kegiatan tersebut namun mulai dirasakan oleh manajer
organisasi untuk menunjang kegiatan manajerialnya baik sebagai
28
lembaga birokrat maupun lembaga usaha khususnya dalam
pemberian pelayanan Kesehatan
Dalam dunia politik istilah “pelobian” adalah merupakan usaha
individu atau kelompok dalam kerangka berpartisipasi politik, untuk
menghubungi para pemimpin politik atau pejabat pemerintah dengan
tujuan mempengaruhi keputusan pada suatu masalah yang dapat
menguntungkan sekelompok orang.
b. Mediator Politik
Menurut Syahrizal Abbas definisi mediasi dalam Kamus Bahasa
Indonesia mengandung tiga unsur penting, pertama, mediasi
merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang
terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam
penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar
pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam
penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak
memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan.
Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin
mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada
peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa
antara pihak. ‘Berada ditengah’ juga bermakna mediator harus
berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
29
sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang
bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan pihak yang bersengketa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diartikan
sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
suatu perselisihan sebagai penasihat. Mediasi menurut Valerine JL
Kriekhoff sebagaimana disampaikan oleh Zainuddin Fajari “salah
satu bentuk negosiasi antara dua individu atau kelompok dengan
melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu
tercapainyapenyelesaian yang bersifat kompromistik atau salah satu
cara menyelesaikan masalah diluar pengadilan.” Menurut Priatna
Abdurrasyid mediasi adalah “suatu proses damai di mana para pihak
yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang
mediator (seorang yang mengatur pertemuan antara dua pihak atau
lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa
biaya besar, tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua
belah pihak yang bersengketa.
Mediasi merupakan sebuah proses di mana pihak-pihak yang
bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian
(mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan
mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif
dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini sang
mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan
30
isi/materi persengketaan atau hasil dari resolusi persengketaan
tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan
sebuah proses mediasi untuk mnegupayakan sebuah
resolusi/penyelesaian).
Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses
negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak
memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian yang memuaskan. Goopaster mencoba mengeksplorasi
lebih jauh makna mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa,
tetapi ia juga menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan
dan peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukannya suatu mediasi.
Goopaster jelas menekankan, bahwa mediasi adalah proses
negosiasi, di mana pihak ketiga melakukan dialog dengan pihak
bersengketa dan mencoba mencari kemungkinan penyelesaian
sengketa tersebut. Keberadaan pihak ketiga ditujukan untuk
membantu pihak bersengketa mencari jalan pemecahannya, sehingga
menuju perjanjian atau kesepakatan yang memuaskan kedua belah
pihak.
Jadi, secara singkat bisa digambarkan bahwa mediasi
merupakan suatu proses penyelesaian pihak-pihak yang bertikai
untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga
yang netral (mediator).
31
4. Fungsi Partai Politik
Untuk memahami peran partai politik, akan lebih mudah apabila
memahami terlebih dahulu fungsi dari partai politik seperti yang
dijelaskan oleh Miriam Budiardjo dalam A. Rahman H. I (2007:103-104)
terkait fungsi partai politik yang melekat dalam suatu partai politik
sebagai berikut.
a. Komunikasi PolitikKomunikasi politik merupakan fungsi menyalurkan
berbagai macam pendapat dan aspirasi masyarakat ditengahkeberagaman pendapat masyarakat modern yang terusberkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau suatukelompok akan hilang tidak berbekas apabila tidak ditampungdan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yangsenada, proses tersebut dinamakan (interest aggregation).Setelah penggabungan pendapat dan aspirasi tersebut diolah dandirumuskan sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuranpendapat dalam masyarakat berkurang (interest articulation).Jika peran utama ini tidak dilakukan pasti akan terjadikesimpang siuran isu dan saling berbenturan.
Setelah itu, partai politik merumuskannya menjadi usulkebijakan yang kemudian dimasukan dalam program atauplatform partai untuk diperjuangkan atau disampaikan melaluiparlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum(public policy). Demikianlah tuntutan masyarakat disampaikankepada pemerintah melalui partai politik.
Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkandan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakanpemerintah. Dengan demikian terjadi dua arus komunikasi dariatas ke bawah maupun bawah ke atas informasi tersampaikandengan baik. Peran partai sebagai penghubungan sangat penting,karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu perlu dijelaskankepada seluruh masyarakat, dan dipihak lain juga pemerintahharus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengankomunikasi politik, partai politik merupakan perantara yangbesar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologisosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan yang
32
mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politikyang lebih luas. Namun tak jarang pelaksanaan fungsikomunikasi politik ini menghasilkan informasi yangmengandung isu-isu yang meresahkan masyarakat karenamemihak salah satu kelompok (Miriam Budiardjo, 2008:406).
b. Sosialisasi PolitikSosialisasi politik merupakan sebuah proses dimana
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomenapolitik yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana diaberada. Proses ini merupakan faktor penting dalam terbentuknyabudaya politik (political culture) suatu bangsa karena prosespenyampaiannya tersebut berupa norma-norma dan nilai-nilaidari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologipolitik M. Rush (dalam A. Rahman H.I., 2007:103-104) adalahsebagai berikut.
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalammasyarakat tertentu belajar mengenali sistem politiknya.Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksimereka terhadap fenomena politik (political socialization maybe defined is the process by which individuals in a givensociety become acquainted with the political system and whichto a certain degree determines their perceptions and theirreactions to political phenomena).
A. Rahman H. I. juga mengatakan bahwa fungsi sosialisasipolitik partai juga dapat dipandang sebagai suatu upayamenciptakan citra bahwa ia memperjuangkan kepentinganumum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untukmenguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihanumum. Lebih penting lagi apabila partai politik dapatmenjalankan fungsi sosialisasi untuk mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingansendiri dibawah kepentingan bersama.
c. Rekrutmen PolitikRekruitmen politik merupakan fungsi untuk mempersiapkan
kepemimpinan internal maupun nasional karena setiap partaimembutuhkan kader-kader yang berkualitas untuk dapatmengembangkan partainya. Rekrutmen politik menjaminkontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salahsatu cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin.
d. Pengatur Konflik Politik
33
Pendatur konflik politik merupakan fungsi untuk membantumengatasi konflik diantara masyarakat atau sekurang-kurangnyadapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapatditekan seminimal mungkin. Pendapat lain menurut ahli ArendLijphart (dalam A. Rahman H.I., 2007:103-104) perbedaan–perbedaan atau perpecahan ditingkat massa bawah dapat diatasioleh kerja sama diantara elite-elite politik. Dalam kontekskepartaian, para pemimpin partai adalah elite politik.
Teori fungsi partai milik Miriam Budiardjo diatas selaras dengan
fungsi partai politik berdasarkan undang-undang partai politik di
Indonesia yaitu, Undang – Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik Pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa partai politik adalah sebagai
sarana :
a. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agarmenjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dankewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara.
b. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuandan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakatsecara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkankebijakan negara.
d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. Rekrutmen politik dalam proses pengisisan jabatan politikmelalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikankesetaraan dan keadilan gender.
Dengan melekatnya beberapa fungsi dalam partai politik diatas,
partai politik menjadi salah satu aktor penting bagi tegaknya negara
demokrasi. Hal ini dikarenakan partai politik menjadi sarana mobilitas
aspirasi masyarakat dan pemerintah. Selain itu, partai politik menjadi
sarana informasi dalam memberikan penjelasan mengenai keputusan-
keputusan politik yang diambil pemerintah.
34
Secara ringkas partai politik dapat dikatakan sebagai penghubung
antara warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu partai juga
melakukan fungsi-fungsi seperti komunikasi politik, sosialisasi politik,
rekruitmen politik, pengatur konflik politik, pendidikan politik,
pemersatu kebangsaan untuk mensejahterakan masyarakat, dan
partisipasi politik. Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan
instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik
dalam menjalankan tugasnya.
5. Partai Politik dalam Sistem Politik
Demokrasi tidak hanya melekat secara nasional namun juga di
implementasikan ke daerah melalui sistem desentralisasi. Desentralisasi
menguatkan fungsi pemerintah daerah untuk dapat menjalankan
demokrasi lokal dengan maksimal. Larry Diamond (dalam Sutoro Eko
2003:156) menjelaskan konsep pemerintahan lokal yang representatif dan
bermakna dapat memupuk demokrasi dikalanggan masyarakat melaui
lima cara sebagai berikut.
Pertama, mengembangkan nilai-nilai dan ketrampilan demokrasidikalangan masyarakat. Kedua, meningkatkan akuntabilitas danresponsivitas terhadap berbagai kepentingan dan urusan lokal.Ketiga, memberikan akses tambahan pada kekuasaan bagi kelompokterpinggirkan sehingga meningkatkan keterwakilan dalamdemokrasi. Keempat, meningkatkan check and balance terhadapkekuasaan pusat. Kelima, memberikan peluang bagi partai-partai danfraksi-fraksi oposisi di pusat untuk mendapatkan sejumlah kekuasaanpolitik.
Tumbangnya masa orde baru membuka peluang terjadinya reformasi
politik dan demokratisasi di Indonesia. Bangsa Indonesia sepakat untuk
35
melakukan proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga
kebebasan rakyat terbentuk, dapat ditegakkan, dan ada pengawasan
terhadap lembaga eksekutif oleh lembaga perwakilan rakyat (DPR)
(Miriam Budiardjo, 2008:128).
Partai politik menjadi salah satu organisasi politik yang terdiri dari
sekelompok warga negara yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan.
Jika dilihat berdasarkan definisi tersebut, maka fungsi utama partai
politik selain mencari dan mempertahankan kekuasaan adalah fungsi
representasi. Roy C. Macridis (dalam Ichlasul Amal, 1996:26)
menjelaskan bahwa fungsi representasi yang dimaksud adalah ekspresi
dan artikulasi kepentingan kelompok melalui partai. Fungsi representasi
ini merupakan ekspresi kepentingan tertentu, kelompok sosial tertentu
atau dengan kata lain partai memberikan sarana politik langsung kepada
kepentingan yang diwakilinya. Sedangkan menurut Firmanzah, kehadiran
partai politik juga memiliki tanggung jawab konstitusional, moral, dan
etika untuk membawa kondisi dan situasi masyarakat menjadi lebih baik
(2007:69).
Meskipun dominasi partai politik telah terkikis oleh media massa
dan organisasi-organisasi masyarakat sipil, partai politik tetap merupakan
kerangka kerja kelembagaan yang sangat penting bagi perwakilan dan
kepemerintahan dalam sebuah demokrasi. Larry Diamond (dalam Sutoro
Eko, 2003:156) menjelaskan betapa pentingnya partai politik dalam
demokrasi, seperti “kelompok-kelompok kepentingan tidak dapat
36
menampung kepentingan diantara kelompok-kelompok sosial dan isu-isu
politik seluas yang bisa dilakukan partai politik” dan “tanpa partai-partai
yang efektif yang setidaknya memiliki basis dukungan yang agak stabil,
negara-negara demokrasi tidak akan dapat memiliki pemerintahan yang
efektif”.
Sistem politik tak lain adalah mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungannya satu sama lain yang
menunjukan suatu proses yang langgeng (persistent pattern). Proses
tersebut mengandung dimensi waktu (masa lampau, kini dan mendatang).
Dari sudut ini terlihat bahwa sistem politik merupakan bagian suatu
sistem yang lebih besar yaitu sistem sosial (A. Rahman H. I, 2007:68).
Sistem tersebut digambarkan dalam Diagram Sistem Politik dalam
Struktur dan Fungsi Menurut G. A. Almond sebagai berikut.
37
Gambar 1. Diagram Sistem Politik dalam Struktur dan Fungsi
Sumber: Sistem Politik Indonesia (A. Rahman H. I. 2007:67)
Diagram diatas menggambarkan proses interaksi antar aktor
pemerintahan yang masing-masingnya memiliki fungsi tersendiri dalam
pemerintahan. Tiga fungsi utama dalam diagram diatas yaitu sosialisasi
politik, rekruitmen politik, dan komunikasi politik dilakukan oleh aktor-
aktor pemerintahan yaitu kelompok kepentingan, partai politik, badan
legislatif, eksekutif, birokrasi, dan badan peradilan untuk melihat kondisi
lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi domestik yang kemudian
mendapatkan sebuah input yang berupa aspirasi masyarakat yang
kemudian diartikulasikan oleh kelompok kepentingan dan di agregasikan
38
oleh partai politik. Setelah itu, hasil dari kegiatan artikulasi dan agregasi
kepentingan tersebut dilanjutkan atau diserahkan pada badan legislatif
dan eksekutif untuk pembentukan kebijakan yang proses penerapan
kebijakannya dilakukan oleh birokrasi dan penghakiman kebijaksanaan
tersebut merupakan tanggungjawab badan peradilan. Setelah masing-
masing aktor menjalankan fungsinya, kemudian kegiatan tersebut
menghasilkan output untuk perbaikan kondisi lingkungan fisik, sosial,
dan ekonomi domestik.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa partai politik memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan para pembuat kebijakan dan masyarakat
sebagai sumber aspirasi. Pentingnya partai politik dalam mengubah
sebuah aspirasi masyarakat umum menjadi sebuah kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah menjadi sebuah hal yang baik untuk dapat dipahami
bersama.
6. Otonomi Daerah
Pasca tumbangnya Soeharto pada tahun 1998 merupakan sebuah
kesempatan bagi masyarakat daerah untuk dapat menyuarakan kebutuhan
dan keunggulan daerahnya yang sempat terabaikan karena sistem
sentralisasi pada masa orde baru. Untuk melandasi Otonomi Daerah,
maka disusunlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian di digantikan dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang
menganut sistem desentralisasi dimana masing-masing pemerintah
daerah memiliki kewenangan untuk dapat mengelola daerahnya sendiri.
39
Otonomi daerah berasal dari istilah Autos berarti sendiri dan nomos
berarti pemerintahan. Jadi otonomi daerah berarti pemerintahan sendiri.
Definisi otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 diatur dalam
pasal 1 ayat 5 yang menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dijelaskan pada ayat
6, daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut keingin
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Bowman dan Hampton (dalam Koirudin, 2005:2) menyatakan bahwa
tidak ada suatu pemerintahan dari suatu negara dengan wilayah yang
sangat luas dapat menentukan kebijakan secara efektif ataupun dapat
melaksanakan kebijakan secara efisien melalui sistem sentralisasi.
Dengan demikian urgensi pelimpahan kewenangan pusat baik dalam
konteks politis maupun secara administratif, kepada organisasi atau unit
di luar pemerintahan pusat menjadi hal yang sangat penting untuk
menggerakkan dinamika sebuah pemerintahan.
Melalui otonomi, pemerintah daerah memilik peluang untuk
mengembangkan dan membangun daerahnya dengan kondusif (Widjaja,
2002:76). Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang sangat
40
dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokrasi. Melalui otonomi
diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh
kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkann tidak terlalu aktif
mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan mampu menjalankan
perannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan
melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan
mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien,
dan efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan
kinerja dan mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah pusat
maupun masyarakat.
Pada dasarnya, kebijakan otonomi daerah diarahkan pada
peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat
serta aparatur pemerintah daerah, keseimbangan hubungan antara pusat
dan daerah dalam kewenangan dan keuangan, menjamin rasa kebangsaan
demokrasi dan kesejahteraan masyarakat daerah, dan menciptakan
kemandirian daerah (Widjaja, 2002:99-100).
6. Pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah merupakan salah satu aktualisasi dari kebijakan
otonomi daerah dan desentralisasi yang bertujuan untuk memaksimalkan
pelayanan pemerintah daerah. Pemekaran wilayah merupakan suatu
proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan
tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan
(Effendy, 2008: 2). Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat
41
menciptakan kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari
keberhasilan otonomi daerah. Upaya pemekaran wilayah dipandang
sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui
peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi
masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek
rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.
Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi
daerah saat ini adalah terkait dengan pemekaran dan penggabungan
wilayah yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemerintah
daerah dan masyarakat lokal dalam rangka pertumbuhan kehidupan
demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan
pemerintah daerah baru, maka masyarakat sipil akan memperoleh hak-
hak dan kewajiban-kewajibannya secara lebih baik sebagai warga
Negara.
Terdapat beberapa alasan pemekaran wilayah sekarang menjadi
salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan public
seperti yang dijelaskan oleh Effendy (2008:1), sebagai berikut.
a. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baikdalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatanpelayanan melalui pemerintahan daerah yang babru diasumsikanakan lebih dapat memberikan pelayanan yanag lebih baik
42
dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerahinduk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas.Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skalayang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhanlokal akan lebih tersedia.
b. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempatmelalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerahberbasiskan potensi lokal. Dengan dikembangkannya daerahbaru yang otonom, maka akan memberikan peluang untukmenggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama initidak tergali.
c. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintahdan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan.Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yangbesar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagaipeluang ekonomi baru baik secara formal maupun informalmenjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaranwilayah.
Senada dengan teori diatas, Tri Ratnawati (2009:23-30) menjelaskan,
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan PP No.129 Tahun 2000 (tentang
Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah) memaparkan beberapa prinsip kebijakan
pemekaran, sebagai berikut.
a. Tujuan pembentukan, pemekaran, penghapusan, danpenggabungan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat melalui peningkatan pelayanan, percepatandemokrasi, percepatan perekonomian daerah, percepatanpengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan danketertiban, serta peningkatan hubungan antara pusat dan daerah.
b. Syarat pembentukan daerah dan kriteria pemekaran adalahmenyangkut kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosialbudaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, danpertimbangan-pertimbangan lain yang memungkinkanterselenggaranya otonomi.
c. Prosedur pembentukan dan pemekaran daerah diawali olehadanya kemauan politik Pemda dan aspirasi masyarakatsetempat, didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan olehPemerintah daerah.
43
d. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah baru untuktahun pertama ditanggung oleh daerah induk berdasarkan hasilpendapatan yang diperoleh dari gabungan kabupaten atau kotadi provinsi baru dan dapat dibantu melalui APBN atau hasilpendapatan yang diperoleh dari kabuaten atau kota yang barudibentuk.
e. Evaluasi kemampuan daerah dalam menyelenggrakan otonomisampai kepada penghapusannya didahului dengan penilaiankerja.
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulan bahwa, proses
pemekaran suatu wilayah merupakan kelanjutan dari adanya kebijakan
otonomi daerah. Pemekaran baik tingkat daerah propinsi, daerah
kabupaten, maupun kecamatan memiliki kesamaan atau latar belakang
yang sama, yaitu pemerataan pembangunan, walaupun dalam prosesnya
terdapat kepentingan-kepentingan diluar makna seharusnya.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Jacqualine Ratu Marine Kala’suso (2005)
dengan judul “Proses Pemekaran Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan
Tengah”, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Gajah Mada.
Penelitian tersebut menunjukan otonomi adalah penjabaran penting
dari tunutan demokratisasi di segala segi. Dan realisasi otonomi daerah
akan sangat bergantung pada kepercayaan penuh dari pusat dan adanya
prakarsa yang kuat dari daerah. Kombinasi antara kepercayaan pusat dan
adanya prakarsa dari daerah menjadi kekuatan besar bagi daerah untuk
dapat berkembang secara baik dan menjadikan pemerintah daerah
sebagai representasi kepentingan masyarakat di daerah dan menjawab
kebutuhan masyarakat. Pemekaran wilayah menjadi salah satu
44
implementasi dari kebijakan otonomi daerah yang memunculkan peluang
untuk peningkatan pembangunan namun pada kenyataannya juga
memunculkan beberapa konflik kepentingan pasca pemekaran.
Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan
karena peneliti melihat bahwa dari hasil penelitian tersebut, menjelaskan
pemekaran wilayah menjadi sebuah implementasi dari kebijakan otonomi
daerah yang dalam prosesnya juga menimbulkan beberapa konflik
kepentingan. Konflik kepentingan inilah yang menjadi sorotan, pada
penelitian ini penulis membahas konflik tersebut beserta aktor-aktor yang
terlibat dan peneliti membahas mengenai peranan salah satu aktor utama
dalam proses pemekaran wilayah di Kabupaten Cilacap.
2. Penelitian yang dilakukan Febri Dyah Sukmawati (2013) dengan judul
“Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik (Studi Rekruitmen dan
Pendidikan Politik oleh DPC PDI Perjuangan Kulon Progo pada Bakal
Calon Legislatif Pemilu 2014)”, mahasiswa Pendidikan
Kewarganegaraan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian tersebut menunjukan bahwa: 1) Pola rekruitmen yang
dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kulon progo pada Bacaleg pemilu
2014 menunjukan bahwa kurang berjalannya pengkaderan. Pendidikan
politik dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kulon Progo melalui forum
diskusi, kuliah umum, kuliah khusus, dan kerja lapangan. 2) Implikasi
pola rekruitmen dan pendidikan politik DPC PDI Perjuangan Kulon
45
Progo pada Bacaleg belum menunjukan secara efektif peran partai politik
dalam pendidikan politik. Kurang efektifnya peran partai dalam
pendidikan politik dikarenakan dalam pelaksanaannya bersamaan dengan
indoktrinisasi politik.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti menjadikan penelitian
tersebut sebagai penelitian yang relevan dikarenakan terdapat kesamaan
topik penelitian, yaitu peran partai politik. Meskipun dalam penelitian
diatas lebih mengarah pada pelaksanaan fungsi rekruitmen politik dan
pendidikan politik saja dimana pembahasan hanya terkerucut pada sistem
pemilihan umum. Namun pada penelitian ini fungsi dalam penelitian
tersebut dijadikan pandangan untuk melihat bagaimana peran partai
politik diluar pemilu, yaitu dalam proses pemekaran wilayah di
Kabupaten Cilacap khususnya
C. Kerangka Pikir
Partai politik memiliki peran yang sangat besar dalam negara demokrasi,
tidak hanya berhubungan dengan pemilihan umum tapi juga dalam kegiatan
politik pemerintahan. Partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan
menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dengan demikian terjadi dua arus komunikasi dari atas ke bawah maupun
bawah ke atas informasi tersampaikan dengan baik. Peran partai sebagai
penghubung sangat penting, karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu
dijelaskan kepada seluruh masyarakat, dan dipihak lain juga pemerintah harus
46
tanggap terhadap tuntutan masyarakat, termasuk tuntutan pemekaran wilayah
di Kabupaten Cilacap.
Pemerintah Kabupaten Cilacap belum bisa memberikan pelayanan yang
maksimal sehingga kesejahteraan masyarakat dibeberapa kecamatan masih
tertinggal jauh dengan pusat kota kabupaten. Infrastruktur, kondisi geografis
dan sarana perhubungan yang minim merupakan faktor utama sulitnya
pelayanan diterima secara merata, seperti terjadi pada pemekaran Provinsi
Bangka Belitung (pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan) dan Provinsi
Irian Jaya Barat (pemekaran dari Provinsi Papua) serta pemekaran Kabupaten
Keerom (pemekaran dari Kabupaten Jayapura). Dimana pemekaran daerah
diharapkan dapat mempercepat pembangunan di daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemekaran dijadikan alasan untuk mendapatkan
keadilan dalam hal pengisian jabatan pubik dan pemerataan pembangunan.
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi
Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan Daerah Otonom
dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah jika dipandang sesuai
dengan perkembangan daerah.
Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah. Luas wilayahnya
sekitar 6,6% dari total wilayah Jawa Tengah. Mengingat begitu luasnya
wilayah Kabupaten Cilacap yang berdampak pada buruknya pelayanan
publik, muncullah wacana pemekaran di tengah masyarakat, dengan harapan
47
agar urusan administratif bagi warga yang bertempat tinggal jauh dari ibukota
dapat lebih ditingkatkan lagi pelayanannya.
Berbagai tuntutan masyarakat adalah sesuatu yang perlu
dipertimbangkan, seperti usulan besar masyarakat mengenai Pemekaran
Wilayah Kabupaten Cilacap. Dari beberapa aktor yang berperan dalam proses
pemekaran wilayah di Kabupaten Cilacap, Partai politik menjadi sorotan yang
menarik jika dilihat berdasarkan kedudukan dan fungsi mereka dalam negara
demokrasi seperti sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen
politik, pengatur konflilk politik, pendidikan politik, perekat kesatuan bangsa
untuk mensejahterakan masyarakat, dan partisipasi politik. PDIP menjadi
partai yang dipilih oleh penulis karena fraksi PDIP menduduki kursi anggota
DPRD dengan jumlah paling banyak. Beberapa hal pendukung lain berupa
kontribusi dalam masyarakat dan proses pengelolaan aspirasi masyarakat juga
mendasari ketertarikan untuk menjadikan PDIP aktor sorotan dalam
penelitian ini, yang semakin jelas dalam penjabaran hasil penelitian mengenai
Peran PDIP dalam Pemekaran Wilayah di Kabupaten Cilacap. Dari
penjelasan tersebut, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
48
Gambar 3. Kerangka Pikir
Pemekaran Wilayah Kabupaten Cilacap
Latar Belakang
Proses
Permasalahan dalam ProsesPemekaran Wilayah
Peran PDIP dalamPemekaran Wilayah
Pemerintah
Paguyuban Warga
Partai Politik
Perguruan tinggi
LSM
PDIP
Komunikator
Negosiator
Lobbier
Mediator
Fungsi Partai Politik
Komunikasi Politik
Sosialisasi Politik
Pengatur KonflikPolitik
Aktor – Aktor yangTerlibat
Mengkaji
Koordinasi
Komunikasi
Informasi
Isu Pemekaran Wilayah
Proses dan permasalahanPemekaran KabupatenCilacap
a. Kepentingan Politik
b. Kecemburuan Sosial