94777717 laporan kasus atresia duodenum

32
1 LAPORAN KASUS ATRESIA DUODENUM Oleh Nur Rahmat Wibowo, S.Ked I11106029 Pembimbing dr. Hermanto, Sp.B, Sp.BA SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2012

Upload: sukhoi-jet

Post on 24-Jul-2015

377 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

1

LAPORAN KASUS

ATRESIA DUODENUM

Oleh

Nur Rahmat Wibowo, S.Ked

I11106029

Pembimbing

dr. Hermanto, Sp.B, Sp.BA

SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2012

Page 2: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul :

“Atresia Duodenum”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Mayor Ilmu Bedah di SMF Bedah Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso

Pontianak

Pontianak, Januari 2012

Pembimbing

dr. Hermanto, Sp.B, Sp.BA

NIP.19560130 198302 1 001

Disusun oleh :

Nur Rahmat Wibowo,S.Ked

NIM. I11106029

Page 3: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

3

BAB I

PENDAHULUAN

Atresia Duodenum adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum

(bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan

ke usus. Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa

ditemui didalam ahli bedah pediatrik dan merupakan lokasi yang paling sering

terjadinya obstruksi usus di hampir semua kasus osbtruksi.1. Atresia duodenum

dijumpai satu diantara 6.000─10.000 kelahiran hidup. Dasar embriologi terjadinya

atresia duodenum disebabkan karena kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase

padat intestinal bagian atas dan terdapat oklusi vascular di daerah duodenum

dalam masa perkembangan fetal.2

Setengah dari semua bayi baru lahir dengan

atresia duedenal juga mempunyai anomali kongenital pada sistem organ lainnya.

Lebih dari 30% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom

down. Adapun kelainan lain yang dapat ditemui diantaranya pancreas annulare

(23%), Penyakit jantung congenital (22%), malrotasi (20%), atresia esophagus

(8%) dan lainnya (20%).1 Laporan lain menyebutkan bahwa atresia duodenum

berkaitan dengan prematuritas (46%), maternal polyhidramnion (33%), down

syndrome (24%), pankreas annulare (33%) dan malrotasi (28%).3

Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat

mengalami asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan

muntah-muntah.2

Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus bayi dengan atresia duodenum dari

aspek teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.

Page 4: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari

usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka

dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke

usus.4

2.2 Embriologi

Minggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan panjang

lempeng usus,shg terdapat sumbatan usus. Seiring pertumbuhan usus, mulai pula

proses vakuolisasi sehingga terjadi rekanalisasi usus. Rekanalisasi berakhir

minggu 8─10. Penyimpangan rekanalisasi menyebabkan, stenosis, atresia,web/

diafgrama mukosa. Penyimpangan rekanalisasi paling sering di daerah papila

vateri.4

Atresia duodenum disebabkan kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase

padat intestinal bagian atas, terdapat oklusi vascular dalam duodenum. Terdapat

hubungan kelainan perkembangan khususnya dengan pancreas dalam bentuk baji

yang interposisi antara bagian proksimal dan distal atresia; pancreas anulare.4

Gambar 1. Tipe anomali rekanalisasi

duodenum. Dilatasi segmen proksimal

yang normal diperlihatkan pada masing-

masing tipe. A. Diafragma; B. Solid cord

dan atresia; C. segmental absence.5

Page 5: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

5

Pendapat lain mengungkapkan bahwa pancreas bagian ventral duodenum

mengadakan putaran ke kanan dan fusi dengan bagian dorsal. Bila saat putaran

berlangsung ujung pancreas bagian ventral melekat pada duodenum maka

berbentuk cincin pancreas (anulare) yang melingkari duodenum. Duodenum tidak

tumbuh sehinnga terbentuk stenosis atau atresia. Akhir saluran empedu umumnya

duplikasi, masuk ke duodenum di atas dan bawah atresia sehingga empedu dapat

dijumpai baik diproksimal ataupun distal atresia.6

2.3 Epidemiologi

Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000─10.000 kelahiran. Obstruksi

duodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi

duodenal kongenital (atresia duodenal 40─60%, duodenal web 35─45%, pankreas

anular 10─30%, stenosis duodenum 7─20%). Tidak terdapat predileksi rasial dan

gender pada penyakit ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir dengan obstruksi

duodenal mempunyai kelainan congenital dari sistem organ lain.7

Tabel 1. Congenital Anomalies Associated With Duedenal Atresia3

Type No. (%) of cases

Cardiac 53 (38)

Renal 19 (14)

Esophageal atresia or tracheoesophageal fistula 8 (6)

Imperporata anus 7 (5)

Skeletal 8 (6)

Central nervous system 4 (3)

Other* 11 (8)

*Other indicates additional anomalies

Laporan lain menyebutkan (Arnold, 2003) bahwa anomali yang berhubungan

dengan obstruksi duodenal adalah Down syndrome (28%), Pankreas annulare

(23%), Penyakit jantung kongenital (23%), Malrotasi (20%), Atresia

esofagus/fistula trakheaesofageal (9%), Kelainan traktus Genitourinaria (8%),

Anomalies anorektal (4%), kelainan usus lainnya (4%) dan anomali lainnya

(11%).8

Page 6: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

6

2.4 Etiologi

Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih

belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik. Seringnya

ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan malformasi

neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan

perkembangan pada masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresia

usus lainnya, yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan

pembuluh darah mesenterik pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor

resiko maternal sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun

hingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21

(sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam

perkembangan atresia duodenum.4

2.5 Patologi

Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau

parsial, atau tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau

besar, mendekati diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan laur

duodenum seperti pita Ladd.6

Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi instrinsic and extrinsic

lesion. Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan pada table di bawah ini.

Tabel 2. Ladd Clasification: Several congenital lesion Whether intrinsic

or extrinsic can cause complete or partial obstruction7

Instrinsic Lession Extrinsic Lession

Duodenal atresia Annular pancreas

Duodenal stenosis Malrotation

Duodenal web Peritoneal bands

Anterior portal vein

Page 7: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

7

2.6 Klasifikasi

Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis, yaitu:7

1) Tipe I (92%)

Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan submukosa

tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis mulai dari satu

hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak perbedaan diameter proksimal

dan distal. Lambung dan duodenum proksimal atresia mengalami dilatasi

(Mucosal web Tipe I atresia). Arteri mesenterika superior intak.

2) Tipe II (1%)

Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat (Fibrous

cord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.

3) Tipe III (7%)

Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan ikat

(Complete separation Tipe III atresia).

Gambar 2. Atresia duodenal; 3 tipe anatomis9

Tipe I

Tipe II Tipe III

Page 8: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

8

2.7 Patofisiologi

Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal

yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau

kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).

Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam

usia kehamilan 30─60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara

sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum

padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses

apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan

normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan

dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling

duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal

daripada suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds.

Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,

yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm,

dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan

embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam

mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.

2.8 Diagnosis

2.8.1 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal letak

tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam

pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-

biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang

sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran

cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa

tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah

dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna

proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan

menyeluruh.10,11

Page 9: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

9

Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen bagian

atas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen scaphoid,

sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat dijumpai

epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.

Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak

terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera

terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika

hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik

hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada

obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek

obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam

jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan karena

peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubin.11

Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi dengan

sindroma Down harus dicurigai menderita atresia duodenal. Polihidramnion

terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.10,11

Gambar 3. Pasien dengan Sindrome Down yang menderita atresia duodenal1

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang

a) Foto polos abdomen

Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegak

akan terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double bubble),

gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembung

Page 10: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

10

mungkin duodenum terisi penuh cairan, atau terdapat atresia pylorus atau

membrane prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang terdapat dan harus

ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung disertai gelembung udara

kecil kecil di distal, mungkin stenosis duodenum, diafgrama membrane

mukosa, atau malrotasi dengan atau tanpa volvulus2,12

Gambar 4. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang

memperlihatkan gambaran “the double-bubble sign” pada atresia

duodenum.5

b) USG Abdomen

Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi

duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar

untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi

dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi

duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)

pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan

gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik

yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat

konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana

kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan

anomali saluran cerna.10,11

Page 11: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

11

Gambar 5. Prenatal sonogram pada potongan sagital oblik memberikan

gambaran double bubble sign pada fetus dengan atresia

duodenum. In utero, the stomach (S) dan duodenum (D) terisi

oleh cairan.12

2.8 Tatalaksana

2.8.1 Persiapan Prabedah

Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT) dan

lakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah muntah dan

aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia dan

hipokalemia perlu mendapat perhatian khusus. Pembedahan elektif pada pagi hari

berikutnya.2

2.8.2 Pembedahan

Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk dilakukan

tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi dan harus

dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah bayi lahir.

Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi

pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah

dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang

minimal invasive.7

Atau dapat dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis

Page 12: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

12

duodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi

pemotongan ampula vateri dan saluran Wirsungi.6

Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal pada supra umbilikal

abdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan mulai dari garis tengah sampai

kuadran kanan atas. Setelah membuka kavum abdominal, dilakukan inspeksi di

dalamnya untuk mencari kemungkinan adanya kelainan anomali lainnya. Untuk

mendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada pars superior duodenum,

dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran hati (liver) selanjutnya kolon

asenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan dengan perlahan-lahan. 7

Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy yang dapat

dilakukan yaitu bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2) Proksimal tranverse

to distal longitudinal (Diamond Shaped Duodenoduodenostomy).7

Gambar 6. Transverse supra-

umbilical abdominal incision.13

Page 13: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

13

Gambar 7. Side-to-side Duodeno-duodenostomy and “diamond-shaped”

anastomosis13

Tindakan operasi Diamond Shaped Duodenoduodenostomy (DSD)

dilakukan sebagai berikut.

Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal

Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil duodenum distal

Papila Vattery ditempatkan dengan melihat bile flow

Orientasi penyambungan seperti pada gambar di atas (gambar)

Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung segmen distal yang

dibuat.

20─30 ml saline hangat diinjeksikan

Cateter kemudian dilepas

Biagio Zuccarello et al (2009) melakukan modifikasi teknik Kimura untuk

tindakan pembedahan pada atresia duodenal, yaitu sebagai berikut.14

Page 14: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

14

Gambar 8. Personal modification (inverted diamond-shaped anastomosis): (a-b)

longitudinal incision on the proximal dilated duodenum and transverse incision on

the distal duodenum; (c-d-e-) anastomosis of posterior duodenal wall in a single

layer with interrupted sutures;(f-g) anastomosis of the anterior duodenal wall.14

2.9 Komplikasi

Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi,

terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi

komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan

motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.

Penelitian Laura K et al3 (1998) yang dilakukan terhadap 92 neonatus

dengan atresia duodenal (Tipe I 64%, Tipe II 17%, Tipe III 18%) dengan

melakukan tindakan pembedahan Duodenoduodenostomy (86%), duodenotomy

with web excision (7%) and duodenojejunostomy (5%), didapatkan komplikasi

postoperative (Postoperative Complications) yaitu 4 neonatus (3%) dengan

obstruksi, congestive heart failure (9%), ileus paralitik yang berkepanjangan (4%),

pneumonia (5%), infeksi luka superfisialis (3%). Komplikasi lanjut termasuk

perlekatan obtruksi usus (9%), dismotilitas duodenal lanjut yang menghasilkan

megaduodenum yang membutuhkan duodenoplasty (4%), dan gastroesophageal

Page 15: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

15

refluks disease yang tidak respon dengan pengobatan dan membutuhkan

pembedahan antirefluk (Nissen Fundoplication Surgery) (5%).3

Angka kematian (Operative Mortality Rate) adalah 4% (5/138). 5 Kasus

kematian terjadi dalam 30 hari postoperative dan berhubungan dengan complex

congenital heart anomalies. 14 kasus (10%) berhubungan dengan sepsis dan Multi

organ system failure termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%).,meningitis pada 1

kasus (0,7%), gagal hati pada 1 kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital

kompleks pada 4 kasus (3%). 2 kasus (1%) tidak diketahui penyebab

kematiannya.3

2. 10 Prognosis

Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun

terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, dan

teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.4,7

Tabel 3. Survival Data for Duedenal Atresia3

Location of Atresia Source, Years Survival, %

Duedenal Atresia deLorimier et al, 1969 60

Nixon and Tawes, 1971 60

Stauffer and Irving, 1977 69

Kullendorf, 1983 90

Grosfeld and Rescoria, 1993 95

Mooney et al, 1987 95

Current study 86

Mortalitas umumnya berkaitan dengan kelainan anomaly lain yang dialami

khususnya bayi dengan Trisomi 21 dan kelainan komplek jantung (complex

cardiac anomaly). Faktor lain yang turut mempengaruhi tingkat mortalitas adalah

prematuritas, BBLR dan keterlambatan diagnosis.15

Page 16: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

16

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : By. Ny R

Umur : 1 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Rasau Jaya III

Tanggal masuk : 13 Januari 2012

No MR : 748985

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 15 Januari 2012.

Keluhan Utama:

Muntah hijau

Riwayat Penyakit Sekarang:

Dua belas jam setelah lahir pasien muntah-muntah hebat yang berwarna hijau,

muntah menyemprot dan setiap kali diberikan susu botol selalu dimuntahkan.

Perut bagian atas pasien terlihat kembung. Perut yang kembung tersebut

menjadi kempes kembali setelah muntah.

Dua puluh jam Setelah Masuk Rumah Sakit pasien buang air besar, warna

biasa, tidak ada lendir dan darah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal care pada usia kehamilan 32 minggu

dengan mengunakan USG diperoleh informasi bahwa terdapat cairan amnion

yang banyak pada kehamilan ibu pasien (Polihidramnion).

Page 17: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

17

Riwayat Kelahiran

Bayi lahir kurang bulan (36 minggu), ditolong oleh dokter Spesialis kebidanan

melalui operasi seksio sesarea atas indikasi CPD dan langsung menangis.

Apgar score 9/10. Air ketuban berwarna kuning keruh.

Berat badan lahir: 2300 gram dengan panjang badan lahir 45 cm.

Riwayat Keluarga, Sosial dan Ekonomi

Pasien adalah anak pertama, orangtua pasien bekerja sebagai Ibu Rumah

Tangga, Biaya perawatan ditanggung oleh pemerintah (Jamkesmas).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis dengan GCS E4M6V5=15

Nadi : 115 x/mnt, isi cukup reguler

Suhu : 36,2C

Pernapasan : 50 x/mnt

Status generalis

Kepala : Oksiput yang datar

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-)

THT : Sekret (-),Hidung kesan hipoplastik

Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), terpasang OGT dengan

residu berwarna hijau ± 5 cc

Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-), deviasi trakea (-)

Dada

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 1 jari lateral Linea

Midklavikula sinistra

Perkusi : batas jantung kiri di SIC V Linea Midklavikula

sinistra, pembesaran jantung (-)

Auskultasi : SI-SII murni, reguler, murmur(-),gallop (-)

Page 18: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

18

Paru

Inspeksi : Pergerakkan simetris, statis, dinamis kanan dan kiri

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler + / +, Suara tambahan : - / -

Abdomen

Inspeksi : Abdomen lebih tinggi dari dinding dada, Distensi (+)

epigastrium, luka bekas operasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Ekstremitas :

Superior Inferior

Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Tangan dan kaki yang pendek serta lebar, jarak yang lebar antara

jari kaki I dan II

Alat kelamin : Tidak ada kelainan, testis sudah turun.

Anoperineal

Inspeksi : Anus (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tanggal 15 Januari 2012)

Darah rutin:

Hb : 17,2 g/dl

Leukosit : 8,4/m3

Trombosit : 55/m3

Gula darah sewaktu : 56 g/dl

Ureum : 26 mg/dl (10-50)

Page 19: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

19

Creatinin : 0,6 mg/dl (0,6-1,3)

Kimia Darah (17/01/2012)

Bilirubin total : 6,5 mg/dl (s/d 1,1)

Bilirubin direk : 0,4 mg/dl (s/d 0,3)

Foto Polos Abdomen

Hasil Foto Polos Abdomen 2 Posisi 17/01/2012

Tampak gambaran Double Bubble curiga obstruksi letak tinggi karena

Atresia Duodenum

Foto Thorax:

Hasil:

Cor Pulmo Tidak ada kelainan

Page 20: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

20

V. DIAGNOSIS

Atresia Duodenum

BBLR

Down Syndrome

Diagnosis Banding

Stenosis Duodenum

Malrotasi

VI. PENATALAKSANAAN

Pre Operasi:

- Puasa

- Dekompresi → Pemasangan OGT

- Medikamentosa

- IVFD D10% 10 gtt mikro

- Injeksi Cefotaxime 2x125 mg

- Antrain 3x300 mg prn

- Ranitidin 2x20 mg

- Metronidazol 2x15 mg

- Pro Operasi

Operasi

Duodenoduodenostomi→ Dilakukan tindakan laparotomi yang selanjutnya

dilakukan Duodenoduodenostomi pada tanggal 24 Januari 2012 pada

pukul 10.00─12.00 wib.

Page 21: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

21

Instuksi Post Operasi:

- Monitoring tanda vital

- Hangatkan/selimuti pasien (inkubator)

- Puasa

- Pemasangan OGT dan alirkan, bila kembung hisap dan OGT jangan

lepas

- Medikamentosa

IVFD D51/4 NS 200 cc/24 jam (vena seksi di Femoral)

Terapi dari dr. Sp.A lanjut

Injeksi Cefotaxime 2x125 mg

Antrain 3x300 mg prn

Ranitidin 2x20 mg

Metronidazol 3x15 mg

Page 22: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

22

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

FOLLOW-UP

Rabu, 25/01/2012

S : demam (+), menangis kurang kuat, gerak kurang aktif, kembung

bagian atas

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

FN : 158x/menit, FP : 63x/menit, suhu 37,4C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi(+) epigastrium, Bising usus (+) normal,

Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT 2 detik,

Urine output 4840 cc

Balance + 540 cc

A : Post Op Duodenoduodenostomi Hari ke-I

P : - IVFD D10% 300 cc + NaCl 3% 8 cc + KCl 4 cc = 16 cc/jam

- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg

- Inj Cefotaxime 2x125 mgr iv

- Monitor tanda vital tiap 15-30 menit

- Puasa

- Cek lab rutin

Page 23: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

23

Kamis, 26/01/2012

S : Kembung berkurang, Menangis kurang kuat, gerak tidak aktif,

grunting (-), luka bekas operasi basah dan berbau (+), pus (+)

O : Keadaan umum tampak sakit berat

Kesadaran somnolen

FN : 167 x/menit, FP : 69x/menit, suhu 37,8C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi berkurang, Bising usus (+) normal,

Ekstrimitas : Sklerema (+), akral hangat, perfusi baik, CRT <2

detik

NGT-residu kehitaman

Pemeriksaaan laboratorium

Leukosit 24.200 /µL, Eritrosit 4.690 /µL, Trombosit 48.000 /µL,

Hb 17,1 g/dl, Ht 50,9 %

A : Post Op Duodenoduodenostomi Hari ke-II

Sepsis

P : - IVFD D10% 300 cc + NaCl 3% 8 cc + KCl 4 cc = 16 cc/jam

- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg

- Inj Cefotaxime 2x125 mgr iv

- Inj Ranitidine 2 x 2,5 mg iv

- Inj Kalnex 2 x 10 mg iv

- Ganti perban dan wound care

Jumat, 27/01/12

S : demam (+), Kembung berkurang, Menangis merintih, gerak tidak

aktif, grunting (-), luka bekas operasi basah dan berbau (+), pus

(-)

Page 24: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

24

O : Keadaan umum tampak sakit berat

Kesadaran apatis, GCS 3/4/3

FN : 92x/menit, FP : 24x/menit, suhu 35 ,5 C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal,

Ekstrimitas : akral dingin, perfusi kurang baik, CRT >3 detik,

Sklerema (+)

A : Post Op Duodenoduodenostomi Hari ke-III

Sepsis

P : - Terapi lanjut

- Puasa

- Observasi ketat tanda-tanda vital

Kamis, 15/09/11 pada pukul 16.36 wib

Keadaan pasien semakin memburuk

Pasien meninggal di Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

Page 25: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

25

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat.

Pasien ini didiagnosa menderita atresia duodenal. Diagnosis ini ditentukan

dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta dikonfirmasi dengan hasil

pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis diperoleh bahwa bayi mengalami

muntah-muntah berwarna hijau dalam beberapa jam pertama setelah lahir, perut

kembung terutama abdomen bagian atas (Upper Abdominal Distention) dan

terdapat gangguan di dalam pemberian makanan (Feeding Intolerance). Bayi

muntah hijau harus dianggap terdapat obstruksi saluran cerna sampai dapat

dibuktikan bahwa tidak terdapat obstruksi.

Muntah (emesis) merupakan tanda kelainan saluran gastrointestinal. Muntah

adalah ekspulsi kuat isi saluran cerna bagian atas (lambung dan kadang

duodenum) melalui mulut. Rangsangan terkuat untuk muntah adalah iritasi dan

distensi lambung. Impuls saraf diteruskan ke pusat muntah di medula oblongata,

dan impuls kembali ke organ-organ saluran cerna bagian atas, diafragma, dan otot

perut. Lambung terperas di antara diafragma dan otot perut, lalu isi perut keluar

dari sfinkter esofageal yang terbuka. Muntah yang berwarna hijau (bilious emesis)

menandakan kemungkinan adanya ileus atau obstruksi distal dari insersi common

bile duct ke duodenum. Gejala lain yang mungkin berkaitan adalah sepsis,

perdarahan, rasa sakit, dan gangguan bernapas. Cairan empedu adalah cairan basa,

pahit, dan berwarna kuning-kehijauan yang diproduksi di hati dan disimpan di

kantung empedu. Kantung empedu akan mengeluarkan cairannya melalui cystic

duct ke common bile duct. Sfinkter Oddi mengatur aliran cairan empedu melalui

common bile duct ke duodenum pars desendens. Ketika terdapat obstruksi setelah

bukaan common bile duct di sfinkter Oddi, muntah akan berwarna hijau. Jika

obstruksinya proksimal dari bukaan ini, muntah tidak akan berwarna hijau.

Laura K et al (1998) pada penelitiannya terhadap 152 neonatus dengan

atresia duodenal mengungkapkan bahwa manifestasi klinis yang diperoleh

Page 26: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

26

diantaranya 126 neonatus dengan muntah hijau (bilious), 13 neonatus masing-

masing dengan upper abdominal distension dan feeding intolerance.

Gambar 9. Anatomi Saluran empedu

Dari hasil rekam medis, diperoleh informasi bahwa ibu pasien menderita

Polihidramnion (Hidramnion). Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan antenatal

care pada usia kehamilan 32 minggu dengan mengunakan USG. Ibu yang

mempunyai riwayat penyulit polihidramnion dalam kehamilannya harus dicurigai

menderita atresia duodenal. Polihidramnion terlihat pada 50% dengan atresia

duodenal. Laura K et al (1998) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dari 138

kasus obstruksi duodenal sebanyak 45 kasus (33%) berhubungan dengan maternal

polyhydramnion.3 Merkel M (2011) melaporkan sebanyak 16 kasus (40%) dari 40

bayi dengan atresia duodenal telah didiagnosa polihidramnion sebelumnya.7

Gejala dan tanda yang bisa mengarahkan ke diagnosis atresia duodenum

adalah bayi mengalami muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan

akibat adanya empedu (biliosa), muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan

selama beberapa jam, ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas, hilangnya

bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.Tanda dan gejala

yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandai

dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali

Page 27: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

27

muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini

terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan

tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal

hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.

Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid.

Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan

duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan

biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan

elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera

diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik

hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada

obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek

obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam

jumlah bermakna.

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran double buble tanpa gas

pada distalnya. Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double bubble

tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada

usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali

duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf

dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia

esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan

ultrasonografi.

Pada pasien ini juga menderita sindroma down (trisomy 21). Hubungan

antara atresia duodenal dan trisomy 21 diperlihatkan pada grafik di bawah ini.

Merke M (2011 ) mengungkapkan bahwa insidensi diantara keduanya meningkat

secara bermakna selama 35 tahun ini. Hasil ini menunjukan adanya hubungan

yang kuat antara atresia duodenum dengan trisomy 21.7

Page 28: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

28

Gambar 10. Insiden Atresia duodenal dan trisomy 21

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat

Pada pasien dilakukan tindakan dekompresi dengan cara pemasangan sonde

lambung dan dilakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya aspirasi dan muntah. Tindakan koreksi cairan dan

elektrolit juga dilakukan. Berdasarkan kepustakaan hal ini sudah tepat.

Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal merupakan indikasi untuk

dilakukan tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi dan

harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah bayi

lahir. Walaupun merupakan Relatif Emergency namun tidak boleh tergesa-gesa

dilakukan operasi sebelum Status hemodinamik dan elektrolit Stabil.

Setelah kondisi pasien membaik maka pasien dipersiapkan untuk dilakukan

tindakan pembedahan.. Duodenoduodenostomy merupakan prosedur pilihan.

Setelah tindakan pembedahan selesai, pasien dirawat di ruang perawatan

intensif (Neonatal Intensif Care Unit) agar mendapatkan perawatan yang lebih

maksimal, akan tetapi setelah 3 hari paska pembedahan kondisi umum pasien

menjadi semakin buruk dan akhirnya pasien meninggal pada hari ke-4 paska

pembedahan.

Page 29: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

29

3. Apa penyebab kematian pada kasus ini.

Laura K et al3 (1998) melaporkan angka kematian (Operative Mortality

Rate) adalah 4% (5/138). 5 Kasus kematian terjadi dalam 30 hari postoperative

dan berhubungan dengan complex congenital heart anomalies. 14 kasus (10%)

berhubungan dengan sepsis dan kegagalan system multi organ termasuk gagal

jantung pada 6 kasus (4%), meningitis pada 1 kasus (0,7%), gagal hati pada 1

kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital kompleks pada 4 kasus (3%). 2

kasus (1%) tidak diketahui penyebab kematiannya.

Merkel M 7(2011) dalam penelitiannya, dari 40 kasus atresia duodenal yang

telah menjalani operasi di Department of Pediatric and Adolescent Surgery at

Medical University of Graz selama 30 tahun, 7 pasien dilaporkan meninggal

(17,5%). Dari 7 kasus ini, 5 kasus berhubungan dengan kelainan anomaly lain

yaitu 1 kasus dengan complex cardiac defect, 2 kasus diantaranya menderita

trisomy 21 dan atresia esofagus, 1 kasus dengan gastroskisis dan 1 kasus dengan

sindroma usus pendek. 3 kasus telah dilakukan operasi pada hari pertama

kelahiran (first day of life), 2 kasus pada hari kedua kelahiran (second day of life)

dan 1 kasus masing-masing pada hari ketiga dan keenam (three and six day of

life). Sebanyak 2 kasus masing-masing meninggal selama minggu pertama dan

kedua perawatan, dan 2 kasus meninggal setelah 5 bulan perawatan. Penyebab

utama kematian adalah sepsis, inoperable congenital heart disease, gagal ginjal

dan gagal hati.

Pada kasus pasien ini dilakukan operasi pada minggu pertama kelahiran.

Diagnosis ditegakkan pada hari kedua kelahiran. Mengingat untuk dilakukan

tindakan operasi perlu dilakukan koreksi dan perbaikan keadaan umum, status

hidrasi dan hemodinamik serta keseimbangan elektrolit terlebih dahulu. Untuk

alasan ini keterlambatan diagnosis dapat disingkirkan. Tercatat dari kondisi

prenatal bahwa ditemukan adanya polihidramnion selama pemeriksaan ANC dan

tidak terdapatnya kelainan selama pemeriksaan rutin ANC mengindikasikan

bahwa gangguan selama kehamilan dapat disingkirkan. Melihat perjalanan

penyakit dan hasil dari follow up dapat dikatakan bahwa penyebab kematian

Page 30: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

30

utama pada kasus ini adalah sepsis. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi

penyebab kematian adalah prematuritas dan BBLR.

Page 31: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Mirza B, Ijaz L, Saleem M and Sheikh A. Multiple associated anomalies in a

single patient of duodenal atresia: a case report. Cases Journal 2008, 1:215

2. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor

Reksoprodjo S. Binarupa Aksara. FKUI.

3. Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia and

Stenosis: A 25─Year Experience With 277 Cases. Arch Surg J,

1998;133:490─497

4. Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3, 2009.

Diakses pada tanggal 12 Februari 2012.

5. Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia pada

http://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall. Diakses

pada tanggal 25 Februari 2012.

6. Hermanto. Atresia dan Stenosis Duodenum. Tersedia pada

http:///www.bedahanakpontianak.blogspot.com. Updated 24 April 2011.

Diakses pada tanggal 22 Februari 2012.

7. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia. Department of

Pediatric and Adolescent Surgery at Medical University of Graz. Disertasi.

2011.

8. Sweed Y. Duodenal obstruction. In Puri P (ed): Newborn Surgery, 2nd

ed,

London, Arnold, 2003, p 423.

9. Lewis N.Pediatric Duodenal Atresia and Stenosis Surgery. Tersedia pada

http://emedicine.medscape.com/article/935748-overview#showall. Diakses

pada tanggal 25 Februari 2012.

10. Anonym. Duodenal Atresia. Available at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm. Updated 7

Agustus 2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

11. Mandel G. Duodenal Atresia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/408582-print. Updated 28 Agustus

2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

12. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463–464.

13. Puri P, Höllwarth M. Pediatric surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 205.

Page 32: 94777717 Laporan Kasus Atresia Duodenum

32

14. Zuccarello B, Spada A, Centorrino A, Turiaco N, Chirico MR, and Parisi S.

Clinical Study: The Modified Kimura’s Technique for the Treatment of

Duodenal Atresia. International Journal of Pediatrics 2009;1─5.

15. Puri P, Höllwarth ME. Pediatric Surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 203─28.