90639226 pedoman pengolahan ubi kayu

Upload: fika-rachmadian-putri

Post on 31-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PEDOMAN PENGOLAHAN UBI KAYU DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN 1Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. II. PENDAHULUAN PENGETAH UAN BAHAN KACANG TANAH 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. III. Pembuatan gaplek Pembuatan pellet Pembuatan tepung gaplek Pembuatan tepung asia Pembuatan tepung tapioka Pembuatan tiwul instant Pemanfaatan limbah PENUTUP DAFTAR PUSTAKA 2KATA PENGANTAR Masalah kekurangan gizi makanan penduduk, masih ditemui pada sebagian besar pend uduk dunia, antara lain di Indonesia. Survei membuktikan bahwa masyarakat yang b erpenghasilan rendah menderita Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), vitamin A, z at besi dan iodium (Anonim, 1990). Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi kerja akibat menurunnya stamina, terganggunya keseimbangan mental, berdampak pada sos ial ekonomi dan perkembangan bangsa. Pola konsumsi protein ditekankan pada konsu msi protein nabati, antara lain karena protein tersebut mudah diperoleh dan harg anya relatif lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Tanggal 16 Oktober 1997 saat hari pangan sedunia XVII dicanangkan gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) oleh pemerintah. Popularitas makanan tradisional (Ethn ic Food) di Indonesia dirasakan semakin menurun dibandingkan dengan berbagai jen is pangan impor yang sangat gencar promosinya. Perubahan ini terasa di daerah pe rkotaan dan generasi muda menjadi konsumen utamanya. Selain untuk mengimbangi pe rgeseran pola konsumsi yang mengarah kepada makanan berselera impor, gerakan ter sebut menuntut pemenuhan gizi seimbang dan makanan yang aman bagi kesehatan. Buk u ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar, lengkap dan mudah dipah ami serta diterapkan oleh semua kalangan mengenai pedoman pengolahan ubi kayu. N amun karena beberapa keterbatasan mungkin materi disini masih belum sempurna sep erti yang diharapkan, untuk itu saran dari para pembaca yang peduli pada pengola han ubi kayu sangat kami harapkan. -i3DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI .. i ... ii iii . iv DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. II. III.PENDAHULUAN 1 PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU . 3 PENGOLAHAN BAHAN UBI ELLET ........................ 9 .............................. 173.3. PEMBUATAN TEPUNG GAPLEK ... 24 3.4. PEMBUATAN TEPUNG ASIA 26 3.5. PE UATAN TIWUL .. 27 . 30 3.7. PEMANFAATAN LIMBAH ............ 31 IV. PENUTUP 33 DAFTAR PUSTAKA -ii4DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan gaplek ..... 16Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan pellet .. 21 Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Syarat mutu gaplek secara umum .. 22 Syarat mutu dari sing kelas mutu gaplek 23 Standar mutu gaplek pellet untuk pasar MEE . 23 Standar m apioka . 29 Susut bobot dan kehilangan pada proses produksi tapioka 29 -iii5DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana 10 Gambar 2. Diagr am alir pengolahan ubi kayu, gaplek, pellet dan Chips menjadi pellet (Tjokroadik oesoemo, 1986) . 18 Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung gaplek 25 Gambar 4. D ir pembuatan tepung asia .. 26 Gambar 5. Diagram alir pembuatan tapioka ... 27 Gambar 6. Jaringan pengolahan ubi kayu 33 6I. PENDAHULUAN Ubi Kayu ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk kegunaan terlebih-lebih da lam rangka mem- popularitaskan Ethnic food di Indonesia yang dirasakan semakin m enurun apabila dibandingkan dengan berbagai jenis pangan impor yang sangat genca r promosinya. Perubahan ini umumnya terasa di daerah perkotaan dan generasi muda menjadi konsumen utamanya. Dalam rangka gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makan an Indonesia (ACMI) oleh pemerintah, diperlukan peranan teknologi tepat guna dan reka boga untuk memperbaiki citra pangan tradisional agar mampu memenuhi selera masyarakat masa kini dan sejajar dengan produk pangan fast food impor. 0leh kar ena itu perlu dihasilkan produk pangan tradisional (ethnic food) yang mempunyai nilai tambah, mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi, mudah disajikan dan bergi zi. Menurut Haerah peluang diversifikasi pangan didukung berbagai faktor antara lain : (1) meningkatnya pendapatan penduduk di kota maupun di desa, sehingga sec ara langsung mempengaruhi keragaman pilihan yang sesuai dengan selera keluarga. (2) mutu pendidikan yang lebih baik, mendukung pengetahuan mengenai kebutuhan gi zi yang diperlukan serta kecenderungan untuk memilih bahan makanan berserat ting gi (membuka peluang untuk diversifikasi pangan dan pemilihan bahan-bahan pangan non beras). 1(3) perubahan pola makan akibat berkembangnya lapangan kerja di luar sektor peta nian, yaitu peningkatan kesukaan terhadap makanan yang siap hidang (siap saji) a tau mudah dimasak tetapi bergizi. (4) Khusus untuk produk pangan tradisional (et hnic food), pengembangannya diprediksi akan lebih mudah diterima oleh masyarakat karena telah lebih lama dikenal. Diversifikasi ethnic food hanya dapat dicapai melalui perbaikan teknologi dalam tahap pengolahan, distribusi maupun pemasaran secara terpadu. Salah satu makanan tradisional Indonesia yang dimaksud dalam ger akan ACMI adalah ethnic food yang terbuat dari bahan baku ubi kayu seperti gaple k, tepung gaplek, tepung asia dan tepung tapioka. 2I. PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU 1. Varietas Ubi Kayu Sebagai bahan pangan langsung ubi kayu dapat dikonsumsi dan dimakan setelah dibakar, direbus, digoreng ataupun sesudah difermentasi menjadi tape. Disamping itu ubi kayu pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri (industri pangan dan pakan maupun industri kimia lainnya). Komponen fisik ubi k ayu terdiri dari kulit luar, kulit dalam kemudian diikuti oleh kambium dan dagin g umbi. Daging ubi kayu yang menyehatkan dapat berwarna putih, kuning atau gadin g tergantung varietasnya. Menurut Darjanto dan Murjati (1980) di Indonesia komod itas ubi kayu dikenal dalam berbagai varietas yang terbagi dalam 2 (dua) klon ya ng masing-masing memiliki perbedaan dalam hal rasa, warna dan tekstur ubi. - Klo n manis (kadar HCN rendah) meliputi Valenca, Ambon, Gading dan W.78. - Klon pahi t (kadar HCN tinggi) meliputi S.P.P. Bogor, Muara dan W.236. Beberapa sifat vari etas ubi kayu untuk keperluan konsumsi langsung (pangan) maupun untuk dijadikan tepung, antara lain : a. Valenca Varietas ini berasal dari Brazilia dan sangat b aik untuk dikonsumsi karena mengandung kadar HCN tidak lebih dari 40 3mg per kg yang diparut, produksinya kecil (200 kuintal/ha), rasanya enak, kadar pati 34% dan kadar protein +/- 0,4%. b. Mangi Varietas mangi berasal dari Brazil ia. Varietas ini baik dikonsumsi karena mempunyai kadar HCN tidak lebih dari 30 mg per kg umbi yang telah diparut. Produksinya tergolong rendah 160 kg per hekta r, rasanya enak, kadar pati sekitar 36% sedangkan kadar proteinnya +/- 0,4%. c. Basiorao Varietas Basiorao berasal dari Brazilia. Varietas ini agak beracun dan mempunyai rasa yang pahit karena mengandung kadar HCN 80 mg per kg umbi yang dip arut. Umbi yang dihasilkan mempunyai ukuran besar dengan produksi umbi 300 kg pe r hektar. Daging umbi mempunyai kadar pati sekitar 34% dan kadar protein 0,3%. d . Sea Pedro Preto (SPP) Varietas SPP berasal dari Brazilia. Varietas SPP termasu k jenis ubi kayu sangat beracun karena mengandung HCN lebih dari 150 mg per kg u mbi yang diparut. Daging umbi mempunyai kadar pati 35% dan kadar protein 0,4%. e . B o g o r Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil persilangan ant ara varietas Maleka dengan varietas Basiorao. Varietas ini termasuk ubi kayu yan g beracun karena mengandung lebih dari 90 mg HCN per kg umbi yang diparut. Kadar pati yang terkandung dalam varietas ini +/434% sedangkan kadar proteinnya 0,4%. sebanyak +/- 400 kuintal per hektar. f. Bet awi Varietas ini termasuk jenis ubi kayu dengan produksi yang tinggi, yaitu Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil persilangan antara varietas Maleka dengan Basiorao. Varietas ini baik untuk dikonsumsi karena mempunyai kad ar HCN tidak lebih dari 30 mg per kg umbi yang diparut, rasanya enak dan produks inya tinggi yaitu sekitar 200-300 kuintal per hektar. Daging umbi mempunyai kada r pati 34% dan kadar protein -/+ 0,3%. g. Muara Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil persilangan antara varietas Bogor dengan Basiorao. Varietas ini produksinya tinggi +/- 300 kuintal per hektar. Varietas ini tergolong berac un sebab mengandung HCN lebih dari 100 mg per kg umbi yang diparut, mempunyai ka dar pati 30 % dan kadar protein 0,4 %. 2. Pemanenan a. Umur Panen Setelah ubi kayu berumur 6-7 bulan barulah menghasilkan umbi namun dipanennya se telah 9-11 bulan dengan tandatanda pertumbuhan daunnya mulai berkurang, warna da un telah menguning dan mulai rontok. Penentuan umur panen yang tepat biasanya di lakukan dengan mengambil beberapa 5sampel pohon pada areal pertanaman di beberapa lokasi yang berbeda, tentunya apa bila hasil karbohidrat per hektar telah mencapai maksimal. Penundaan waktu panen dapat menurun kan hasil karbohidrat dan apabila terlalu lama ditunda, umbi yang dihasilkan berubah menjadi berkayu. b. Cara Panen Secara manual yaitu mencabutnya secara langsung dan hati-hati agar umbi yang kel uar tidak patah, sebab umbi yang patah / terluka akan membusuk dan mengalami kep oyoan. Kerusakan umbi yang khas pada ubi kayu adalah kepoyoan yaitu perubahan da ri kuning atau gading) menjadi kehitaman atau bergaris-garis tipis hitam kebirua n, yang merupakan proses biokimiawi akibat oksidasi maupun serangan oleh jazad r enik. Menggunakan pengungkit yang terbuat dari sepotong kayu / bambu, dengan men ggunakan tali yang telah dibuat jerat, antara batang pengungkit dengan pangkal b atang ubi kayu diikat, lalu diangkat perlahan - lahan. Pemanenan tidak terluka. dengan penanganan khusus, yaitu menggali hati-hati tanah disekeliling umbi agar umbi pangkal pengungkit warna asal (putih, 63. Penanganan Pasca Panen Tujuan penanganan pasca panen ubi kayu antara lain : - meningkatkan nilai jual u bi kayu - mengurangi susut tercecer pada proses kegiatan pasca panen - mempertah ankan mutu ubi kayu agar tetap segar seperti pada saat panen. Pembersihan, sorta si dan penyimpanan Setelah pemanenan maka umbi dapat langsung dipasarkan atau di konsumsi, walau kadang-kadang tidak bisa langsung di pasarkan karena perlu dilak ukan penyimpanan terlebih dahulu. Penyimpanan jangka waktu lama perlu perlakuan khusus +/- 48 jam, sedangkan yang selebihnya akan mengalami kepoyoan. Pembersiha n dengan menghilangkan sisa-sisa tanah yang masih melekat pada umbi dan memotong sisa-sisa batang yang masih ada pada umbi, sehingga memudahkan proses lebih lan jut. Sortasi dengan memilah-milah umbi atas dasar kriteria fisik meliputi umbi r etak, normal, bengkok dan umbi poyo (kepoyoan). Adapun teknik-teknik penyimpanan singkong segar meliputi : - Penyimpanan dan pengawetan dengan fungisida; singko ng segar yang telah dibersihkan dicelup dengan larutan fungisida thiobendazole a tau maneb atau benomyl lalu dikemas dengan kantong plastik polietilen untuk meng awetkan umbi dari pengaruh kerusakan fisiologis dan oleh jazad renik sehingga si ngkong bertahan hingga 1-3 bulan. 7- Penyimpanan di dalam tanah; pertama-tama sediakan lubang secukupnya (tidak ter lalu dalam) lalu simpan singkong pada posisi horizontal atau vertikal secara ber jajar sampai rapat dan tutuplah dengan menggunakan tanah disertai penyiraman. De mikian seterusnya sampai lubang penuh dan penimbunan rata dengan tanah, barulah setelah itu areal timbunan ditutup dengan gedeg. - Penyimpanan dengan penimbunan pasir; dimana singkong segar dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya kemudian d i anginanginkan agar hilang getahnya. Umbi lalu ditumpuk / diatur berjajar rapat di atas batu bata yang disusun tanpa semen yang dasarnya ditutup pasir kering 5 cm, sehingga membentuk formasi bangun berukuran 1 m x 1 m x 1 m; setelah itu si ngkong ditutup lagi dengan pasir setebal 5 cm. Penutupan akhir dilakukan dengan ketebalan 10 cm dimana di atas pasir ditutup seng. Apabila penyimpanan di lokasi aman dan teduh (terlindung dari hujan), singkong akan bertahan hingga 1 sampai 2 bulan. - Penyimpanan dengan menggunakan peti Penyimpanan singkong dalam peti y ang telah diisi serbuk gergaji atau sekam padi dengan yang berkadar air 50%, kon disi terlindung dari sinar matahari dan suhu 26oC agar kelembabannya terkendali dan singkong lebih tahan lama bisa sampai +/- 12 bulan. 8II. TEKNIK PENGOLAHAN HASIL UBI KAYU Terdapat beberapa jenis produk olahan yang terbuat dari bahan baku ubi kayu yait u antara lain gaplek, gaplek pellet, tepung gaplek, tepung asia dan tepung tapio ka. 3.1. Gaplek Gaplek merupakan salah satu produk usaha manusia untuk menyimpan dan mengawetkan bahan pangan dari ubi kayu di masa paceklik. Gaplek se bagai produk ubi kayu tidak banyak mengalami perubahan dari umbi segar kecuali k adar airnya yang sangat rendah. Pengawetan ubi kayu dengan cara pengeringan meru pakan usaha penyelamatan hasil panen dan menjadikannya makanan cadangan. Semula gaplek sebagai makanan cadangan, namun perkembangan lebih lanjut ternyata ikut m empengaruhi pemanfaatannya, termasuk kini sebagian besar gaplek dijual/belikan b agi industri pakan ternak. Gaplek dapat diklasifikasikan sebagai berikut : - Ber dasarkan keutuhan dikenal gaplek gelondong dan irisan. Gaplek gelondong yaitu ga plek yang berukuran agak besar terbuat dari umbi utuh, potong atau belah yang be rukuran relatif cukup besar. Gaplek irisan yaitu gaplek yang diperoleh dari hasi l irisirisan tipis-tipis. 9- Berdasarkan kupasan, dikenal gaplek berkulit dan tanpa kulit - Berdasarkan pen ggunaan, dikenal gaplek konsumsi manusia dan gaplek bahan baku agroindustri untu k dibuat berbagai macam produk. Pembuatan gaplek merupakan proses pengeringan um bi ubi kayu yang dilakukan dengan cara penjemuran, yang relatif praktis serta mu rah seperti nampak dalam Gambar 1. Penyiapan bahan (Ubi Kayu basah) Pengeringan Pewadahan Penyimpanan Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana Sejalan per kembangan sosial ekonomi dan teknologi maka berkembang pula pemanfaatan, proses pembuatan dan jenis produknya. Gaplek yang semula dikonsumsi manusia, kini pun u ntuk pakan ternak maka tingkat harga dan mutunya berubah yang pada akhirnya memp engaruhi proses pembuatannya. Dengan teknologi maka bentuk gelondong berubah keb entuk irisan tipis untuk mempercepat pengeringan; serta usaha memodifikasi bentu k gaplek, wadah dan cara penyimpanannya. 10Kegiatan-kegiatan lain yang mempengaruhi kualitas gaplek : a. Pembersihan Bahan Apabila tersedia cukup air, singkong dibersihkan secara basah (dicuci), namun di daerah yang langka air maka cukup dilap atau disikat. Pembersihan kadang tidak dilakukan jika umbi akan dikupas dan umbi kupasan akan dicuci setelah itu jika p etani menganggap kotoran yang melekat pada umbi tidak terlalu banyak serta gaple k dalam bentuk umbi gelondong yang dibuat untuk konsumsi pakan ternak. b. Pengup asan kulit dan pencucian Pengupasan dilakukan apabila gaplek yang akan dibuat un tuk tujuan sebagai bahan pangan. Pengupasan dilakukan secara manual menggunakan pisau; dimana pertama kali menyayat kulit membujur sepanjang umbi dan bagian kul it dikopek/dilepaskan dari bagian utama umbi. Jika umbi segar (baru dipanen dan masih basah) maka pengupasan relatif lebih mudah karena kulit mudah terlepas. Na mun pada keadaan ini biasanya kulit mudah robek, sehingga pengupasan tidak terla lu mulus. Pengupasan akan optimal jika kulit agak layu (tidak basah) tetapi umbi masih segar. Pada kondisi itu kulit cukup liat sehingga tatkala dikopek seluruh kulit dapat terpisahkan. Hasil pengupasan kulit yaitu - Umbi tanpa kulit yang b erwarna putih dan biasanya sedikit terkotori oleh lapisan tipis tanah waktu peng upasan. - Kulit umbi. Umbi kupas yang diperoleh dicuci/dibersihkan dan setelah d i tiriskan sebentar lalu dijemur. 11c. Pengurangan Ukuran (Size Reduction) Size reduction atau pengurangan ukuran bi asanya dilakukan dalam proses pembuatan gaplek termasuk juga pembuatan gaplek ge londong. Terdapat beberapa cara dalam proses pengurangan ukuran : - Dibelah atau dipotong Semakin kecil bahan yang dikeringkan maka akan semakin cepat proses ke ringnya; dengan demikian dalam proses pembuatan gaplek gelondong pun umbi utuh y ang berukuran besar akan dibelah dan dipotong menjadi beberapa bagian yang beruk uran relatif kecil (panjang +/10 cm dengan diameter +/- 2-3 cm) walaupun secara umum gaplek gelondong kering berukuran tebal lebih dari 1 cm dan panjang lebih d ari 5 cm). - Dipotong kecil-kecil Dewasa ini karena gaplek sudah dikembangkan me njadi pellet (pakan ternak) maka ukuran umbi yang akan dijemur pun semakin kecil , sehingga umbi tidak lagi dipotong/dibelah tetapi dipotong kecil-kecil dengan g olok ataupun dicacah dimana ukuran tebalnya +/- 1 cm. Proses ini akan menghasilk an gaplek chips yang diameternya kurang dari 1 cm dengan ukuran panjangnya kuran g dari 5 cm. Pencacahan dengan golok relatif lebih praktis dan kini banyak dilak ukan petani di pedesaan karena tidak memerlukan alat khusus kecuali golok dan 12menggunakan alas kayu. Produktivitas dan kapasitas pencacahan terbatas dan bergantung kepada kekuatan dan kecekatan tenaga pencacah nya. - Dirajang atau diiris tipis-tipis Cara lain yang kini mulai digemari konsu men yaitu dengan cara dirajang atau diiris tipis-tipis menggunakan pisau atau al at pemotong berputar. Produktivitas dan kapasitas penggunaan alat perajang atau pengiris memberi kan kualitas hasil yang lebih baik (lebih seragam dan lagi pula lebih tipis). d. Pengeringan Maksud dan tujuan pengeringan yaitu untuk menguran gi kadar air umbi yang dapat menyebabkan fermentasi dan pembusukan secara kimia serta pembusukan oleh mikroorganisme. Adapun kadar air yang aman dari serangan j amur/cendawan bagi gaplek yaitu sekitar +/- 13-14%. Untuk menghindari terjadinya reaksi pencoklatan setelah perajangan maka pengurangan kadar air ini harus sese gera mugkin dilakukan, yaitu dengan melakukan penjemuran langsung maupun dengan menggunakan mesin pengering. Penjemuran gaplek irisan tipis-tipis (0,5-1 cm) dil akukan di atas tikar +/- 3-5 hari, ada pun penjemuran gaplek gelondong (panjang 4-5 cm) memerlukan waktu penjemuran 7-10 hari. Penjemuran gaplek gelondong membu tuhkan waktu relatif lebih lama dibandingkan dengan penjemuran gaplek irisan, di karenakan hasil pengeringan kadang-kadang optimal sehingga tidak kemungkinan kep oyoan yang belum 13kering masih ada, selain itu juga sering terjadi pencemaran kotoran. Sedangkan u ntuk meningkatkan efisiensi pengeringan maka seyogyanya penjemuran gaplek dilaku kan dengan menggunakan alas lantai yang ber- gelombang, dengan mempergunakan ala t pembantu seperti sekop pengumpul, garu penyebar dan garu kayu pembalik. e. Pew adahan dan penyimpanan Kegiatan pewadahan dilaksanakan apabila gaplek yang dihas ilkan sudah betul-betul kering optimal; menggunakan tumbu yang terbuat dari anya man bambu atau menggunakan karung (goni atau plastik). Gaplek yang sudah kering dimasukkan ke dalam karung dan ujung karung diikat kemudian ditumpuk di tempat y ang kering beralaskan (plonder) minimal 10 cm. Di Tulungagung gaplek kering diha ncurkan terlebih dahulu kedalam wadah berupa tumbu berukuran 1 m x 1 m x 1 m den gan tinggi kaki sekitar 20 cm; dimana bagian dalam tumbu diberi lapisan daun jat i kering. Hancuran gaplek kering ini kemudian dimasukkan ke dalam tumbu dan dima mpatkan untuk memperlambat serangan hama serangga seperti Sitophillus spp., Trib olium sp. dan lain sebagainya. Gaplek gelondong yang disimpan dalam karung atau tempat terbuka lainnya hanya tahan dalam waktu sebulan tanpa rusak dan setelah i tu tanda-tanda gejala serangan hama mulai nampak 12 bulan kemudian, dimana hampir seluruh gelondong terserang hama ditandai dengan adanya lubanglubang dan serang ga-serangga yang berkeliaran di sekitarnya. 14Adapun pada awalnya serangan memang sukar ditemukan serangga yang berkeliaran, n amun demikian apabila nampak serangga berkeliaran di permukaan gaplek, maka ini berarti serangan hama sudah sampai pada fase berat. Untuk memper lambat atau pal ing tidak mengurangi serangan hama, petani memberi lapisan daun jati pada tumbu penyimpanan agar serangga enggan menerobos daun kering jati tersebut. Tetapi pad a kenyataannya lapisan daun jati kering tersebut tidak dapat mencegah serangga h ama penyimpanan dimaksud, termasuk cara pemampatan juga tidak dapat mencegah ser angan hama itu, namun minimal dapat memperlambat dan memperkecil kemungkinan ker usakan total. Pembuatan gaplek cara petani Gunung Kidul dilakukan dengan cara me mberi salut (lapisan penutup) pada umbi dapat mencegah serangan hama penyimpanan b aik oleh serangga maupun oleh cendawan; hal ini dikarenakan abu dapur banyak men gandung senyawa kimia antara lain unsur Kalium (K), Kalsium (Ca), Belerang (S) d an lain-lain yang tidak disenangi serangga maupun jazad renik. Unsur alkali sepe rti K, Ca, Mg dan N yang ada dalam abu dapur akan menempel di tubuh serangga hin gga serangga dapat mati terdehidrasi. Proses dehidrasi (kekurangan air) pada ser angga disebabkan karena lapisan lilin yang menahan penguapan tubuh serangga terk ena alkali akan hilang dan terlarut; itulah sebabnya serangga takkan menyerang/m erusak komoditas yang diberi abu dapur, selain itu abu dapur juga dapat menjaga komoditas dari kelembaban sehingga akan kering 15atau minimal awnya akan tetap rendah sehingga jazad renik atau cendawan tidak aka n tumbuh. Adapun pembungkusan menggunakan karung (goni) dengan dilapisi plastik polyethylene (PE) dapat mengurangi penyerapan air dari serangan hama/serangga, s ehingga dapat lebih memperpanjang umur simpan. Selama dalam proses pengolahan da ri ubi kayu menjadi gaplek, akan terjadi susut bobot dan susut tercecer. Tentang jumlah susut ubi kayu di tingkat petani pada jalur pembuatan gaplek yaitu susut mutu (6,8%), dan susut tercecer (12,1%). Tabel 1 Susut bobot dan kehilangan bah an pembuatan gaplek Kegiatan Pasca Panen Panen pencabutan dengan tangan (kadar air 65-75%) Pemotonga n umbi dari ba- tang (kadar air 65 75%) Pengeringan dan pengang- kutan ketempat pengumpu- lan (kadar air 65 75%) Pengirisan dengan tangan (kadar air 60 65%) Pen jemuran 5 7 hari Penyimpanan 1-2 minggu (kadar air 13 15%) Jumlah Sumber: Purwad aria (1989) Susut Tercecer Susut Mutu 7,0 2,0 0,1 0,1 0,1 2,0 0,5 0,5 -----------------12,1 0,1 2,0 4,0 0,5 -------------6,8 163.2. P e l l e t Chips atau gaplek gelondong dapat diolah lebih lanjut menjadi pellet. Menurut Tj okroadikoesoemo (1986) maksud dan tujuan pembuatan pellet ini adalah untuk merin gkas volume bahan, sehingga lebih mudah dipindahkan ke tempat lain dan untuk tuj uan ekspor (dipergunakan sebagai karbohidrat pakan ternak) agar biaya pengangkut annya dapat lebih murah serta diharapkan memenuhi standar : - kandungan pati - k andungan selulosa - kandungan tanah dan air - kandungan kelembaban - ragi, kapan g dan bakteri : : : : : minimum 62% maksimum 7% 3% 14% nol. Terdapat tiga tahap proses pembuatan pellet, yaitu sebagai berikut: - Proses pen golahan pendahuluan yang meliputi pencacahan, pengeringan dan penghancuran menja di tepung (meal) - Proses pembuatan pellet yang meliputi pencetakan, pendinginan dan pengeringan - Proses akhir yang meliputi sortasi, pengepakan dan penggudang an. 1. Proses Pengolahan Pendahuluan Singkong yang baru dicabut dikumpulkan dan segera dilakukan pengupasan kemudian dipotong-potong dengan ukuran +/- 10 cm aga r mutu pellet yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas. Potongan tersebut dimas ukkan kedalam knife cutter (alat pencacah) guna dirajang kembali iris-irisan yan g tipis sehingga gampang untuk dikeringkan. 17Ubi Kayu Pencacahan (dalam mesin pencacah) Udara panas Pengeringan (dengan dryer ) Penghilangan kotoran dan salurkan menuju cyclone collector Chips / Gaplek Hamm ermill Hammermill (pneu-vac) bin Cetakan pellet Kipas Pendingin Pneumatic-cyclon e Timbangan dan pengepakan Mesin Jahit Ke Gudang Gambar 2 Diagram alir pengolaha n ubi kayu, gaplek, pellet dan chips menjadi pellet (Tjokroadikoesoemo, 1986) Cy clone dan pendingin 18Kumpulkan iris-irisan ubi kayu yang tipis pada suatu tempat pengumpulan yang dil engkapi dengan feeder (alat pengumpan), sebelum iris-irisan tersebut dimasukkan ke dalam dehidrator (alat pengering). Pengeringan dilakukan di dalam alat penger ing tiga fase (three pass drum dryer). Iris-irisan dimasukkan dengan kecepatan t ertentu, sehingga saat keluar dari dehidrator irisan ter sebut sudah cukup kerin g. Guna menghilangkan tanah, pasir dan debu serta bahan-bahan pengotor lain yang terbawa ke dalam proses, disalurkan menuju cyclone collector. Di dalam alat ini debu, pasir dan lain-lain dipisahkan dengan cara ditiup oleh fan system (sistem peniup udara). Bahan yang telah bersih didinginkan di cooling cyclone sebelum d imasukkan ke hammer mill. Di hammer mill ubi kayu ditumbuk halus menjadi cassava meal (tepung ubi kayu). Apabila sebagai bahan baku menggunakan gaplek atau chip s, maka bahan-bahan dimaksud dapat langsung dilewatkan scalping seave (ayakan) u ntuk menghilangkan pasir, tanah, debu dan kotoran lainnya. Chips atau gaplek yan g sudah bersih lalu diumpankan ke dalam hammer mill untuk dijadikan tepung gaple k. 2. P e l l e t Dengan sistem pneumatik (Negative Pressure Pneumatic Conveying System) tepung gaplek atau tepung ubi kayu disalurkan ke gudang tempat penimbun an, sebelum dimasukkan ke dalam pencetak pellet. Isi gudang harus selalu dalam k eadaan penuh di mana pengaturan dilakukan memakai spreader screw (alat perata) d an level control instrument (alat pengontrol). 19Melalui bantuan discharge screw (kotrek pengeluaran) tepung ubi kayu dikeluarkan dari bin untuk dikirim ke feeder (alat pengumpan) yang di lengkapi dengan pengadu k dari baja untuk dipersiapkan kondisinya agar optimum bagi pencetakan. Di dalam pencetakan tepung ubi kayu dibagi rata dan ditekan masuk ke dalam lubang cetaka n berbentuk kerucut terpancung dan keluar menembus sisi luar alat pencetak dimak sud. Terdapat 2 (dua) tipe cetakan yang banyak digunakan di Indonesia: a. Berben tuk basket yang berputar pada sumbu vertikal Pada dinding bor banyak sekali luba ng berbentuk kerucut terpancung dan di dalam basket terdapat sepasang rol yang j uga berputar pada sumbu vertikal. Rol-rol dimaksud menekan umpan masuk ke dalam cetakan seraya berputar karena pengaruh putaran basket. Tepung yang sudah tercet ak keluar dari sisi luar basket dan dipotong-potong menurut ukuran yang dikehend aki. b. Berbentuk plat baja yang berputar pada sumbu vertikal Plat baja di bor b anyak sekali lubang cetakan yang membentuk pola seperti sarang lebah. Penekanan umpan ke dalam cetakan dilakukan oleh pasangan sejumlah enam rol yang diletakkan mendatar di atas plat, dimana rol-rol dimaksud akan berputar karena pengaruh ge rakan berputar dari plat cetakan. Pellet yang baru keluar dari cetakan masih pan as dan agak basah. Pellet basah dimaksud di bawa ke alat pendinginan menggunakan elevator (alat ban berjalan), dimana pellet didinginkan dan dikeringkan sampai tingkat pengeringan tertentu yang diinginkan. 20Alat pendingin dilengkapi sistem peniup udara dingin yang dihisap dari luar. Uda ra yang mengalir kealat pendingin tersebut bergerak keluar menuju cyclone sambil memisahkan debu tepung yang tidak tercetak (yang dikirim kembali ke alat pencet ak). 3. Proses akhir Pellet yang telah dingin dan mengeras dicurahkan ke alat pe nyortir untuk memisahkan ukuran yang normal dengan yang kurang normal (cacat). P elet yang ukurannya tidak normal dikem balikan lagi ke hammer mill untuk diprose s ulang. Pellet yang lolos saringan, dikarungi, ditimbang dan dimasukkan ke guda ng penyimpanan sebelum dipasarkan/didistribusikan. Jumlah susut ubi kayu di ting kat petani pada jalur penanganan sebagai bahan baku pellet yaitu susut tercecer 15,6% dan susut mutu 8,8%. Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan p ellet Susut Tercecer (%) 7,0 (kadar 2,0 0,1 Susut Mutu (%) 0,1 Kegiatan Pasca Panen Pa nen pencabutan Pemotongan umbi dari ba- tang air 65 70%) Pengeringan dan pengang- kutan ketempat pengumpu- lan (kadar air 65 70%) Pengiri san dengan tangan (kadar air 60 65%) Penjemuran 7 10 hari Penyimpanan 1-2 minggu (kadar air 15 17%) __________________________________ Jumlah Sumber: Purwadaria (1989) 0,1 2,0 4,0 0,5 -----------------15,6 0,1 2,0 6,0 0,5 -------------8,8 21Standar Mutu Gaplek Standar mutu gaplek mencakup gaplek gelondong, chips, tepung , pellet dan gaplek cube diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas mutu yaitu mutu super Mutu I, II, III. 1. B a t a s a n - Gaplek gelondong berbentuk gelondong a tau belahan - Gaplek chips berbentuk potongan-potongan kecil dengan ukuran maksi mal 3 cm Gaplek tepung berbentuk tepung, ukuran kekasaran maksimum 100 mesh - Ga plek pellet berbentuk silendris dengan ukuran panjang maksimum 2 cm dan garis te ngah maksimum 1 cm - Gaplek cube berbentuk kubus kecil dengan ukuran sisi maksim um 2 cm. 2. Syarat mutu gaplek secara umum Tabel 3 Syarat mutu gaplek secara umu m No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kondisi Derajat asam Asam sianida Kotoran A b u Logam b erbahaya J a m u r Mikroskopis Kehalusan (lolos 65 mesh) Serat Kasar ml basa IN 100 g ppm Uraian Satuan Persyaratan Normal maksimum 4 maksimum 50 maksimum 1% ma ksimum 2% tidak terdeteksi nihil khas pati tapioca 95% maksimum 3% 223. Kelas mutu dan syarat mutu gaplek Tabel 4 Syarat mutu dari masing-masing kela s mutu gaplek Karakteristik Kadar air (% maks) Kadar pati (% min.) Kadar serat ( %maks) Kadar pasir (% silika maksimum) 2 3 3 3 Mutu Super 14 70 4 I 14 68 5 II 1 4 65 5 III 15 62 5 Tabel 5 Standar mutu gaplek pellet untuk pasar Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) No . 1 2 3 4 Persyaratan Mutu Kadar air (maksimum) Kadar pati (minimum) Pasir (maks imum) Serat (maksimum) Standar (%) 14,0 14,3 62 3 5 Sumber : Tingram (1975) di dalam Purwadaria (1989) 233.3. Tepung Gaplek (cassava chip flour) Terdapat beberapa jenis tepung yang terbuat dari bahan singkong baik dari umbi s egar maupun dari gaplek yaitu tepung gaplek, tepung asia dan tepung tapioka. Dis amping perbedaan faktor bahan baku, ketiga tepung tersebut di atas berbeda dalam beberapa hal, yaitu : - Terdapat beberapa unsur kimia lain pada tepung gaplek d an mengandung serat kasar yang relatif lebih banyak dari dua jenis tepung lainny a, karena bahan baku gaplek relatif masih memiliki komponen kimia yang utuh; dip ihak lain tepung asia dan tapioka telah kehilangan sebagian besar komponen kimia lain selain pati. - Pati sebagai komponen utama tapioka dan tepung asia relatif kurang dapat menjamin perkembangbiakan serangga hama gudang, di pihak lain tepu ng gaplek rentan. - Kandungan HCN dari tepung gaplek lebih tinggi dari tapioka/a sia - Proses pengolahan tepung asia lebih sederhana dari tapioka - Kebutuhan air pada proses pengolahan tepung asia 25-33 % jumlah kebutuhan untuk proses pembua tan tepung tapioka. - Jumlah limbah cair proses produksi tepung ubi kayu juga 25 -33% limbah cair produksi tepung tapioka - Tepung gaplek banyak mengandung serat kasar, tapioka hampir murni pati, sedangkan tepung asia masih mengandung sediki t serat kasar. Cassava chip flour (tepung gaplek) Dibuat dengan cara menggiling gaplek khususnya gaplek gelondong yang telah kering dengan diagram akhir seperti pada gambar 3. 24GAPLEK KERING Penggilingan (Hammer miling) Pengayakan TEPUNG GAPLEK Pengkemasan Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Gaplek Dari Gambar 3 di atas nampak bahwa pembuatan tepung gaplek sangat sederhana dan prosesnya juga hanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : (a) penyiapan bahan gaplek (b) menggiling dan menampung hasil gilingan (c) mengayak atau menyaring ( d) mengemas tepung yang dihasilkan (e) menyimpan tepung yang sudah dikemas. Tepu ng gaplek bermanfaat sebagai makanan pokok di beberapa pedesaan maupun sebagai m akanan kecil di kota serta terutama digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan pakan. 253.4. Tepung Asia (cassava flour) Cassava flour dibuat dari umbi ubi kayu segar; dimana pertamatama umbi dikupas k ulitnya, diparut halus dan hasil parutan diperas agar keluar sebagian airnya. Ha sil perasan (parutan yang telah berkurang airnya) diberaikan untuk dijemur atau dikeringkan pada dryer (mesin pengering). Parutan yang telah kering digiling dan diayak untuk memperoleh cassava flour (tepung asia). Tepung hasil pengayakan di kemas dan disimpan/dijual sebagai bahan pencampur tapioka / obat nyamuk dan baha n pengisi tekstil filler. Ubi Kayu Segar Pengupasan Kulit dan Pencucian Pemarutan Pemerasan Air (Ekstraksi Air) Pemberaian Parutan dan Pengeringan Penggilingan Pengayakan Tepung Asia Gambar 4 Diagram Alir Pembuatan Tepung Asia ( cassava flour ) 263.5. Tapioka (tapioca starch) Tapioka dibuat dari ubi kayu dengan cara basah sebagai bahan baku lem (perekat), penganji (pengeras) dalam industri tekstil, bahan baku pembuat industri gula gl ukosa dan bahan baku krupuk. Secara sederhana pembuatannya mengikuti prinsip seb agai berikut : - Pemecahan sel dan pemisahan butir pati (pengupasan, pencucian, pemarutan dan penyaringan). - Pengambilan pati (penambahan air, pemerasan, penge ndapan dan pencucian). - Pembuangan/penghilangan air (pemusingan dan pengeringan ). - Penepungan (penghancuran dan kegiatan lanjutan lainnya). Ubi Kayu Segar Pen gupasan Kulit dan Pencucian Pemarutan dan Penyaringan Penambahan air dan pemerasan Pemusingan Pengambilan pa ti Pembuangan dan penghilangan air Penepungan Pengendapan dan pencucian Pengerin gan Tepung Tapioka Gambar 5 Diagram Alir Pembuatan Tapioka 271. Pembersihan Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian umbi yang tidak berguna dan mengganggu proses pengolahan, misalnya kulit ari luar yang be rwarna coklat dan bagian umbi yang keras yang akan menyebabkan parut cepat tumpu l. 2. Pencucian Pencucian dilakukan dengan mengalirkan air ke arah yang berlawan an dengan arah aliran umbi; atau dilakukan dalam bak dimana air harus sering dig anti (dibutuhkan banyak air). 3. Pemarutan Tujuannya untuk memecah dinding sel a gar butir pati yang ada di dalamnya dapat keluar. Umbi yang telah terparut diadu k/dikocok ditambah air secukupnya sampai terbentuk bubur. 4. Penyaringan dan Pen gendapan Penyaringan dilakukan menggunakan air yang cukup sampai air saringan je rnih untuk memisahkan butir tepung pati dari ampas. Pati yang telah tersuspensi dalam air saringan selanjutnya diendapkan sesegera mungkin. 5. Pengeringan Maksu d dan tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air sehingga diperole h tapioka yang kering. Kadar air yang terlalu tinggi akan memudahkan tumbuhnya j amur /cendawan dan menimbulkan bau yang tidak disukai. Seyogyanya kadar air tapi oka hasil pengeringan 13%, namun kisaran kadar air 2814,5-17% masih dapat diterima dalam perdagangan. Standar mutu tapioka untuk fakt or kadar air (maksimal) adalah 17 % (Tabel 6). Tabel 6 Standar Mutu Tapioka (SNI 01-3451-1994) No 1 2 3 4 5 6 7 Persyaratan Mutu - Kadar air (% maks.) - Kadar abu (% maks.) Serat & kotoran (% maks.) - Derajat keasaman ( IN NaOH / 100 g ) - Kadar HCN (% maks.) - Derajat putih (BAS04 = 100) - Kekentalan (o Engler) Sumber : SNI, 1992 Mutu I 15 0,60 0,60 II 15 0,60 0,60 III 15 0,60 0,69 < 3 ml < 3 ml < 3 ml negatif negatif negatif 94,5 92,0 92,0 3-4 2,5 - 3 < 2,5 Susut bobot selama proses ubi kayu sebagai bahan baku tapioka meliputi 12,4 % su sut tercecer dan susut mutu 0,4 %. Tabel 7 Susut bobot dan kehilangan pada prose s produksi tapioka No Kegiatan 1 - Panen pencabutan dengan tangan ( KA 66 70 % ) 2 - Pemotongan umb i dari batang ( KA 65 70 % ) 3 - Pengarungan dan pengangkutan ketempat pengumpul an ( KA 65 70% ) 4 - Pengangkutan ke pabrik tapioca dengan t r u c k ( KA 15 17% ) 5 J u m l a h Sumber : Purwadaria (1989) Susut tercecer (%) 7,0 2,0 0,1 3,3 ---------------------12,4 Susut Mutu (%) 0,1 0,1 0,1 0,1 ------------------0,4 3.6. T i w u l Proses pembuatan tiwul dapat dilakukan secara praktis dan cukup sederhana, yaitu sebagai berikut : a. Bahan : 400 gram tepung gaplek dan air bersih secukupnya 29b. Cara membuat : - Tepung gaplek diletakkan di atas nyiru, yang selanjutnya dip erciki dengan air, kemudian diaduk-aduk sampai dengan terbentuk butiran-butiran kecil. - Kukuslah bahan-bahan tersebut di atas hingga masak sambil diaduk perlah an-lahan. c. Komposisi Bahan 400 gram tepung gaplek tersebut di atas cukup dan m emadai untuk dihidangkan bagi 4 (empat) porsi. Adapun komposisi gizi yang terdap at pada bahan 400 gram tepung gaplek itu terdiri dari : - Kalori +/- 1452 kal Protein +/- 4,4 gram - Lemak +/- 2 gram - Karbohidrat +/- 338,8 gram. 3.7. Limbah Secara umum limbah hasil pengolahan ubi kayu meliputi limbah cair, onggok dan ku lit umbi yang dalam hal ini perlu penanganan dan pemanfaatannya secara khusus. 1 . O n g g o k Hasil samping dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka dise but onggok. Pemanfaatan teknologi sampai saat ini dalam proses pembuatan tapioka sebagai efek pemarutan yang dilakukan hanya mampu mengeluarkan 70-90% dari tota l pati yang terdapat dalam sel umbi; selebihnya masih tersimpan dalam onggok. 30Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% da ri bobot bahan bakunya dengan kadar air 20%. Adapun secara umum pemanfaatannya t erbatas sebagai bahan baku tepung asia; selebihnya dimanfaatkan sebagai bahan ba ku asam sitrat, kompos dan bahan pakan ternak. Tabel 8 Rata-Rata Komposisi Nutri si Onggok No 1 2 3 4 5 P a r a m e t e r Karbohidrat Protein Lemak Serat Kasar Kadar Air P ersentase (%) 68,00 1,57 0,26 10,00 20,00 2. Kulit Umbi Kulit umbi yang kering pada umumnya tidak menimbulkan masalah yang dapat langsung dibakar, namun pada kondisi basah dapat menyebabkan pembusukan ( polusi berupa bau tidak sedap). Pemanfaatan kulit umbi yang sudah sering dilakuk an yaitu sebagai bahan pakan. Meskipun berpotensi sebagai substi- tusi bahan pan gan, namun pemanfaatannya belum banyak dipraktekkan terkecuali di beberapa daera h yang sudah memanfaatkan kulit umbi sebagai sayur ataupun dengan dijemur dan di goreng menyerupai kerupuk. 31III. P E N U T U P Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam tepung yaitu tepung asia atau tep ung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour) dan tapioka (ta pioca starch). Gambar berikut ini (Gambar 6) menyajikan pohon industri pengolaha n ubi kayu sebagai berikut : GAPLEK Tiwul (makanan) dan industri pakan Industri pangan TEPUNG ASIA UBI KAYU ONGGOK TAPIOKA Pakan ternak Industri pangan, Kimia, dlsb. Industri farm asi, tekstil & perekat Industri pangan DEKSTRIN FRUKTOSA ETANOL ASAM ORGANIK SENYAWA LAIN Industri kimia Industri kimia Industri kimia Gambar 6 Pohon Industri Pengolahan Ubi Kayu 32DAFTAR PUSTAKA ABBAS, S., A. HALIM, A. AHMAD dan S.T. AMIDARMO, 1985. Limbah Tanaman Ubi Kayu. Dalam Winarn, F.G., A.F.S. Silitonga dan B. Soewardi. Limbah Pertanian. Kantor M enteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta. ANONIM, 1983. Pedoman B ercocok Tanam Padi, Palawija Dan SayurSayuran, Satuan Pengendali Bimas. Jakarta. DJATMIKO, B. dan GOUTARA. 1983. Praktek Pengolahan Hasil Pertanian (Buku I). Ju rusan Teknologi Industri IPB Bogor. KATAREN, S. 1986. Minyak dan lemak pangan, U I Press Jakarta. MUCHTADI, T.R. 1992 Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, PAU Pangan d an Gizi IPB Bogor. PURWADARIA, H.K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen Ubika yu. Deptan - UNDP - FAO. SASTRAHIDAYAT, I.R. dan SOEMARNO. 1991. Budi Daya tanam an Tropis, Usaha Nasional Surabaya. SYARIEF, R. dan A. IRAWATI. 1988. Pengetahua n Bahan Untuk Indus tri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta. SYARIEF, R. da n H. HALID. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. TJIPTADI, W. 198 5. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Agro Industri Press, Bogor. TJOKROA DIKOESOEMO, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia, Jakarta. 33