87816262-luka-bakar
TRANSCRIPT
Luka Bakar
Luka bakar merupakan cedera yang sering terjadi dan berpotensi besar menyebabkan morbiditas,
mortalitas dan derajat cacat yang lebih tinggi daripada cedera oleh sebab lain. Di Amerika, luka bakar
adalah penyebab ketiga kematian akibat kecelakaan setelah kecelakaan kendaraan bermotor dan
senjata api. Setiap tahun kira-kira 1,25 juta orang dengan luka bakar datang ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Sebagian besar menderita luka bakar ringan dan mendapat pertolongan pertama di IGD dan
sisanya menderita luka bakar yang luas sehingga perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit.1
Sebelum dilakukan manajemen terhadap luka bakar, pasien harus dievaluasi secara tepat dan lengkap.
Evaluasi ini meliputi jalan napas, pertukaran udara dan stabilitas sirkulasi. Selain itu juga harus
diketahui mekanisme terjadinya luka bakar, ada tidaknya gangguan inhalasi, luka bakar pada kornea
dan intoksikasi karbon monoksida. Beratnya luka bakar ditentukan dengan menilai derajat serta luas
luka bakar.1
Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar merupakan bagian terpenting dari perawatan
keseluruhan, terutama bila lukanya luas dan kemungkinan memerlukan pembedahan.1
A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.2
B. Perhitungan Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk menghitung
secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang
dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan
medis, dapat digunakan kartu luka bakar dengan cara Lund and Browder. 3,4
1. Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule of Nine” oleh Polaski dan Tennison dari Wallace :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)
c. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)
d. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
e. Perineum dan genitalia : 1%
Pada keadaan darurat dapat digunakan cara cepat yaitu dengan menggunakan luas telapak tangan
penderita. Prinsipnya yaitu luas telapak tangan = 1% luas permukaan tubuh.
2. Perhitungan luas luka bakar menurut Linch dan Blocker (Rumus 10) untuk bayi:
a. Kepala: 20%
b. Tangan, masing-masing 10%
c. Kaki, masing-masing 10%
d. Badan kanan 20 %, kiri 20 %
3. Perhitungan luas luka bakar menurut Lund dan Browder:
Area 0-1 thn 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn 15 thn Dws
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Anterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Posterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Bokong kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan atas kanan 4 4 4 4 4 4
Lengan atas kiri 4 4 4 4 4 4
Lengan bawah kanan 3 3 3 3 3 3
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3 3
Telapak tangan kanan2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Telapak tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Telapak kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Total
C. Klasifikasi Luas Luka Bakar
Penderita luka bakar dapat digolongkan berdasarkan dalamnya jaringan yang terbakar. Klasifikasi ini
selalu dikaitkan dengan luas permukaan tubuh yang terbakar dan kita kenal sebagai derajat luka bakar.
Derajat luka bakar ditentukan oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak oleh trauma panas dan
tergantung oleh 2 faktor berikut : 5
1. Intensitas dan lamanya panas mengenai tubuh.
2. Rambatan panas pada jaringan (dipengaruhi oleh sifat lokal jaringan).
Jaringan yang tidak mampu merambatkan panas akan menderita kerusakan hebat (nekrosis) sebaliknya
jaringan yang dapat meneruskan panas ke jaringan sekitarnya yang cukup mengandung air akan cepat
menurunkan suhu sehingga kerusakan bisa lebih ringan. 5
Bagan
(Klasifikasi Luka Bakar) 6
KlasifikasiJaringan Klinis Tes Jarum Waktu Hasil
yang rusak “Pin prick” Sembuh
I Epidermis - Sakit
- Merah
- Kering
Hiperalgesi 7 hari Normal
II
Dangkal
Sebagian
dermis,
folikel,
rambut dan
kelenjar
keringat utuh
Sakit
merah/kuning,
basah, bula
Hiperalgesi
atau normal
7 – 14 hari Normal, pucat,
berbintik
II
Dalam
Hanya
kelenjar
keringat yang
utuh
Sakit
merah/kuning,
basah, bula
Hipoalgesi 14 – 31 hari Pucat,
depigmen-tasi,
rata, mengkilat,
rambut (-),
cicatrix,
hipertropi
III Dermis
seluruhnya
Tidak sakit,
putih, coklat,
hitam, kering
Analgesi 21 hari
persekun-
dam
Cicatrix,
hipertropi
Untuk keperluan klinik terdapat juga klasifikasi yang didasari ketebalan luka, kerusakan kulit dan perlu
tidaknya penderita luka bakar mendapat perawatan intensif, yaitu : 5
1. Luka bakar superfisial (superficial burn)
2. Luka bakar dangkal (superficial partial-thickness burn)
3. Luka bakar dalam (deep partial-thickness burn).
4. Luka bakar seluruh tebal kulit (full thickness burn).
Karena luka bakar sangat bervariasi baik mengenai luas permukan tubuh maupun dalamnya jaringan
yang terbakar, maka perlu ditetapkan keadaan-keadaan yang memerlukan perawatan dan pengobatan
di Rumah Sakit. Dalam hal ini dapat dipakai patokan sebagai berikut:
1. Luka bakar berat (perlu dirawat di RS dan mendapat pengobatan intensif)
a. Derajat II (dewasa > 30 %, anak > 20 %).
b. Derajat III > 10%
c. Luka bakar dengan komplikasi pada saluran nafas, fraktur, trauma jaringan lunak yang hebat.
d. Luka bakar akibat sengatan listrik
e. Derajat III yang mengenai bagian tubuh yang kritis seperti muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan
anogenital.
2. Luka bakar sedang (perlu dirawat di RS untuk mendapat pengobatan yang baik, biasanya tak
seintensif luka bakar berat)
a. Derajat II dangkal > 15% (dewasa), 10% (anak)
b. Derajat II dalam antara 15-30% (dewasa), 10-20% (anak)
c. Derajat III < 10% yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
3. Luka bakar ringan
a. Derajat I
b. Derajat II < 15% (dewasa), < 10% (anak-anak)
c. Derajat III < 2%
D. Perubahan Anatomi Patologi pada Kulit dan Perubahan Fisiologi
1. Perubahan anatomi patologi pada kulit
Pada luka bakar terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan terbentuk edema. Trauma panas
menghasilkan perubahan karakteristik pada daerah yang terbakar, yaitu zone dengan sel-sel mati
sehingga sifatnya irreversible (zona koagulasi) dan daerah paling luar yang memperlihatkan hiperemia
dimana kerusakan sel sangat minim dan paling dini menunjukkan perbaikan (zona hiperemia). Diantara
keduanya terdapat zona statis dengan gangguan pada sel dan sirkulasi darah yang bersifat sementara.
Tetapi zona statis ini sangat potensial untuk menjadi luka yang lebih luas dan lebih dalam sehingga
mengenai seluruh tebal kulit karena kondisi sel-selnya sangat peka terhadap infeksi dan kekeringan
yang menimbulkan kematian sel.
Dengan penanganan luka bakar yang adekuat akan memberikan kesempatan kepada pembuluh darah
untuk menghilangkan sludging (pengendapan partikel padat dari cairan) dan hipoksia jaringan tidak
berlarut-larut.7
2. Perubahan Fisiologi
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat
menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dijumpai pada
fase awal ( akut atau syok) yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.7
Pada luka bakar timbul beberapa macam gangguan fisiologi yang akut, antara lain:
a. Gangguan Cairan
Terjadi perpindahan cairan dan elektrolit dari intravaskular ke ekstra vaskular dan penguapan air yang
berlebihan melalui permukaan kulit yang rusak.
Cairan dalam darah dan cairan ekstra sel dari bagian tubuh yang tidak terbakar pindah tempat masuk
ke dalam bagian tubuh yang mengalami edema dan ke dalam bula untuk kemudian sebagian melalui
kulit yang rusak. Ini menjelaskan bahwa pada syok luka bakar selain hipovolemia juga terjadi
kekurangan cairan ekstra sel dalam jaringan yang sehat sehingga terjadi gangguan metabolisme sel
yang memperberat syok.5
Insensible Loss
Orang normal : 15 – 21 cc/jam/m2 Luas Permukaan Tubuh (LPT)
Penderita luka bakar : (25 – % LB) cc/jam/m2 LPT
b. Gangguan Sirkulasi dan Hematologi
Resistensi perifer naik karena sistem arteriola mengalami vasokonstriksi disamping viskositas darah
yang bertambah. Hemokonsentrasi ini menimbulkan fenomena sludging yang mengakibatkan bertambah
hebatnya gangguan sirkulasi perifer sehingga oksigenasi dan perfusi jaringan sangat buruk.5
c. Gangguan Hormonal dan Metabolisme
Perubahan pada fungsi ini, pada posisi anterior bersifat neurogen dan tidak jelas apakah dipengaruhi
oleh rangsangan metabolik. Sistem saraf simpatis terangsang akibat trauma yang cukup lama. Pengaruh
perubahan pola produksi dan sekresi berbagai hormon mengakibatkan adanya perubahan metabolik
dalam jaringan.5
d. Gangguan Imunologi
Netrofil-netrofil yang seharusnya memfagositosis kuman-kuman, terperangkap dalam kapiler di zona
stasis. Secara bertahap penurunan daya tahan ini berkurang. Bila tubuh adekuat akan terjadi granulasi
di zona stasis dan dapat menahan pertumbuhan bakteri, tetapi bila tidak, pada saat penurunan
kemampuan neutrofil dapat timbul sepsis.5
E. Penatalaksanaan
Penalataksanaan dan penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah
standar Advanced Trauma Life Support dari Komite Trauma American College of Surgeons. Pada survei
primer dinilai dan ditangani A, B, C dan D penderita. 8
A – (Airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (larinx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang
ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila
ditemukan oedem mukosa mulut dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau mulut
dan luka bakar mengenai muka atau leher. Cedera ini harus segera ditangani karena angka
kematiannya sangat tinggi.
B – (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau
eschar melingkar di dada.
C – (Circulation) : Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila
disertai syok (suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi
cairan.
D – (Disability) : Status neurologis pasien.
1. Penanganan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi,
mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan
pembatasan pembentukan jaringan parut. 2
a. Pertolongan pertama (penanganan darurat di tempat kejadian)
1). Tidak panik, untuk memudahkan tindakan sel
anjutnya pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian.
2). Mengurangi berat luka bakar
a). Jauhkan benda panas : api dipadamkan (pakaian penderita ditanggalkan)
b). Dinginkan tubuh
Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar ke bagian yang lebih dalam,
menyiram dengan air dingin 20° - 30 °C dan bersih sangat menolong, karena :
- menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya luka
- mengurangi nyeri
- mengurangi oedem
- mengurangi kehilangan protein
3). Mengurangi rasa nyeri
Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin / petidin) dan meletakkan bagian yang
terbakar pada posisi yang lebih tinggi.
4). Jalan nafas
Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan pembersihan dan pemberian O2.
5). Mencegah shock
Pemasangan infus dilakukan untuk mencegah shock. Luka bakar kurang dari 30% diberikan 500 ml
RL/jam, luka bakar lebih dari 30% diberikan 100 ml RL/jam. Pada luka bakar > 30% biasanya fungsi
usus menjadi tidak baik sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi kembung.
6). Mencegah infeksi
Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-bahan yang kotor dan sukar larut dalam air seperti mentega,
kecap, telur atau bahan yang lengket misalnya kapas. Luka ditutup dengan kain bersih. Jika ada bula,
jangan dipecahkan karena merupakan pelindung sementara sebelum dilakukan perawatan luka di rumah
sakit.
7). Pengiriman penderita ke rumah sakit sesegera mungkin. 2,6,9
b. Penanganan di Rumah Sakit
1). Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu :
a). Periksa jalan nafas.
b). Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu tracheostomi atau
intubasi.
c). Berikan oksigen 100%.
d). Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok.
e). Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis.
f). Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
g). Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah.
2). Resusitasi cairan
Periksa cidera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera
inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas
> 25%, atau bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat
menggantikan parenteral. Tiga cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada
penderita luka bakar yaitu : metode Evans, metoda Brook dan metoda Baxter. 4,6,10
Metoda Elektrolit Koloid Dextrose
Evans 1 cc/kgBB/%
(NaCl 0,9%)
1 cc/kgBB/% 2000 cc dws
1000 cc anak2
Brook 1,5 cc/kgBB/%
( R.L )
0,5 cc/kgBB/% 2000 cc dws
1000 cc anak2
Baxter 4 cc/kgBB/%
( R.L )
Dextrose untuk penggantian insensible water loss (IWL)
Cairan diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus :
P
g =
Q x 3
Keterangan :
g : Jumlah tetes per menit
P : Jumlah cairan dalam cc
Q : Jam yang diperkirakan
24 jam I
- Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka
bakar).
- Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
24 jam II
- Diberikan cairan sebanyak separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I.
- Pada hari ke III diberikan separuh jumlah cairan hari kedua. 6
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1
ml/kgBB/jam.
3). Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara iv. Hati-hati
dengan pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot). 2,6
4). Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan
debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung
larutan antiseptik (lokal) ® Betadine® atau nitras argenti 0,5%.
5). Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi
yang terjadi pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau
gentamisin sulfat. 6,10
6). Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
7). Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III
- Serum ATS : 1500 iu dewasa – 750 iu anak-anak
- Toxoid : 1 cc dewasa – 0,5 cc anak-anak
Diberikan sebagai “Booster” atau imunisasi dasar
Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-masing dengan interval 1 bulan.
Indikasi Rawat Inap
1). Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang
dewasa.
2). Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
3). Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki
atau perineum. 2,6
2. Perawatan Luka
Dikenal dua cara merawat luka :
a. Perawatan terbuka (exposure method) 6,10
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi
dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu,
misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak
karena melihat luka yang tampak kotor.
Perawatan terbuka ini memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka
harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka bakar yang dangkal. Untuk
luka bakar derajat III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka
berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian
yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau
debridement.
b. Perawatan tertutup
(occlusive dressing method) 6,10
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari
kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi
penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan
antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka
ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan dikompres dengan antispetik. Balutan kompres
diganti beberapa kali sehari. Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan
terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas debridement harus lebih aktif
dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.
3. Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat melewati fase aktif adalah eksisi dan
penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat
hipermetabolisme yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik
dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.
Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah : 6
a. Keadaan umum cepat membaik.
b. Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
c. Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
d. Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
e. Sensitivitas lebih baik.
4. Terapi Suportif
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans negatif. Hiperpigmentasi
dimulai hari ke 4 selama 7 – 10 hari dengan formula :6
a. Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari
Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari
b. Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB
Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB
Kalorinya terdiri dari : 20% protein
50 – 60% KH
30 – 30% lemak
vitamin C 1.500 mg; B1 50 mg
Riboflavin 50 mg; Niacide 500 mg (anak-anak dosis disesuaikan) 6
Pemeriksaan laboratorium
- Hb, Ht, ureum dan kreatini, elektrolit darah.
- Kultur dan sensitivitas luka bakar.
- Produksi urin dan berat jenis.1
F. Komplikasi
Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis.
Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan
diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu,
misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
Curling’s ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10.
Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus
diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita
luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari
pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan
membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan
antibiotika.
Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan
33% oleh sebab yang tak diketahui.
Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan
parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan
bedah.10
G. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan luas luka bakar, derajat luka bakar, umur,
tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat lambatnya pertolongan yang diberikan dan fasilitas
tempat pertolongannya.10
H. Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau
menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.
Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri
penderita, dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau
tangan.
Bila luka bakar yang merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, pneumonia atau
insufisiensi fungsi paru pasca trauma.1,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Hospital and prehospital resources for optimal care of patients with burn injury: guidelines for
development and operation of burn centers. American Burn Association. J Burn Care Rehabil
1990;11:98-104.
2. Moenadjat Y. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal dan Penatalaksanaannya. Ramlim, Umbas R, Panigoro
SS, Kedaruratan Non-Bedah dan Bedah, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2000 : 62-70.
3. Lund C, Browder N. The Estimation of Areas of Burns. Surg Gynecol Obstet 1944;79:352-8.
4. Baxter CR. Management of Burn Wound. Dermatol Clin 1993;11:709-14.
5. Dr. Cornel Prawirawinata. Dasar-dasar Dalam Luka Bakar, PUSDALIN IDI.
6. A. Bambang Darwono; F. Sutoko, Protokol Pengelolaan Luka Bakar, Bagian Bedah, FK Undip/RS dr.
Kariadi.
7. Sauer EW. Introduction. Naskah Burn Symposium and Workshop. Jakarta : Sub Bagian Bedah Plastik.
Bagian Ilmu Bedah, FKUI, 1997 : 18-25.
8. Dr. I Nyoman Putu Riasa, SpBP. Memahami Luka Bakar, Penanggung Jawab Medis Unit Luka Bakar RS
Sanglah, Denpasar, Bali.
9. Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,
1990, 105-110.
10. Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed
Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.
11. Setiomiharja S. Luka Bakar. Dalam : Rekosprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU,
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta Bina Rupa Aksara, 1995, 435-42.