86035658-anatomi-hidung

111
ANATOMI HIDUNG Hidung dibagi atas: a. Hidung bagian luar b. Hidung bagian dalam c. Sinus paranasalis Hidung bagian luar Bentuk hidung bagian luar menyerupai piramid, puncaknya dikenal sebagai tip atau apex. Dari tip membentang ke atas dan di belakang disebut dorsum nasi, yang kemudian bersatu dengan os frontale membentuk radix nasi. Columella adalah bagian yang turun ke depan bawah tip ke bibir atas. Pada sisi kanan dan kiri, yang dibatasi dari lateral oleh alaenasi, dan dari inferior oleh alaris nasi. Rangka hidung bagian proximal dibentuk oleh rangka tulang, bagian distal oleh rangka tulang rawan, sehingga bagian proximal lebih kokoh dan sukar digerakkan. Kerangka tulang ini merupakan kesatuan dari os nasale dan processus frontalis maxillae. Bagian tulang rawan terdiri dari cartilago septi nasi, yang memegang peranan menentukan tinggi rendahnya hidung seseorang. Sedangkan puncak hidung (tip) dibentuk oleh septalangle dan cartila alaris mayor.

Upload: cutechooey

Post on 31-Jul-2015

261 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

ANATOMI HIDUNG

Hidung dibagi atas:

a. Hidung bagian luar

b. Hidung bagian dalam

c. Sinus paranasalis

Hidung bagian luar

Bentuk hidung bagian luar menyerupai piramid, puncaknya dikenal sebagai

tip atau apex. Dari tip membentang ke atas dan di belakang disebut dorsum nasi,

yang kemudian bersatu dengan os frontale membentuk radix nasi. Columella adalah

bagian yang turun ke depan bawah tip ke bibir atas. Pada sisi kanan dan kiri, yang

dibatasi dari lateral oleh alaenasi, dan dari inferior oleh alaris nasi.

Rangka hidung bagian proximal dibentuk oleh rangka tulang, bagian distal

oleh rangka tulang rawan, sehingga bagian proximal lebih kokoh dan sukar

digerakkan. Kerangka tulang ini merupakan kesatuan dari os nasale dan processus

frontalis maxillae. Bagian tulang rawan terdiri dari cartilago septi nasi, yang

memegang peranan menentukan tinggi rendahnya hidung seseorang. Sedangkan

puncak hidung (tip) dibentuk oleh septalangle dan cartila alaris mayor.

Gambar 1

Kerangka tulang dan tulang rawan ini terikat erat satu sama lain oleh jaringan ikat

yang kuat. Otot-otot tipis yang melapisi hidung bagian luar terdiri dari otot-otot

dilatator dan otot-otot konstriktor. Kulit yang melapisi hidung bagian proximal lebih

tipis dan lebih longgar hubungannya dengan jaringan ikat dan tulang di bawahnya;

sedangkan di bagian distal lebih tebal dan lebih erat hubungannya dengan jaringan

dan tulang rawan di bawahnya. Bagian distal ini juga banyak mengandung kelenjar-

Page 2: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

kelenjar sebaciuus. Vestibulumnasi termasuk hidung bagian luar, karena diisi oleh

kulit dan mengandung kelenjar-kelenjar sebacious dan vibrisae.

Hidung bagian dalam

Terdiri dari cavum nasi yang berbentuk terowongan yang menyerupai

piramid, dipisahkan menjadi dua bagian kiri dan kanan oleh septum nasi. Pintu depan

dari cavum nasi disebut neres anterior, cavum nasi berhubungan langsung ke

belakang dengan nasopharynx melalui choanae atau nares posterior. Cavum nasi itu

terdiri dari dinding-dinding lateral, medial, atap dan dasar cavum nasi.

a. Dinding lateral. Bagian ini merupakan bagian yang amat penting dan kompleks

dari cavum nasi, karena ada hubungan langsung dengan sinus-paranasalis. Pada

dinding ini terdapat tiga conchae nasalis, yakni conchae nasalis inferior, conchae

nasalis media, dan conchae nasalis superior. Conchae nasalis inferior merupakan

tulang yang berdiri sendiri, sedangkan conchae nasalis media dan conchae nasalis

superior merupakan bagian dari tulang othmoidalis. Di antara ketiga conchae

nasalis ini terbentuk celah-celah yang masing-masing kita kenal sebaai meatus

nasi inferior, meatus nasi media yang letaknya antara conchae inferior dan

conchae media, dan meatus superior yang letaknya antara conchae media dengan

conchae superior.

Gambar 2

Pada meatus inferior terdapat muara dari ductus nasolacrimalis yang

menghubungkan saccus lacrimalis dengan cavum nasi. Pada meatus medius

dimana terdapat hiatus semilunaris bermuara ketiga ostia dari sinus frontalis,

ostium sinus ethmoidalis anterior dan ostium sinus maxillaris.

Pada meatus nasi posterior terdapat ostia dari sinus paranasalis kelompok

belakang, yakni ostium sinus othmoidalis posterior dan ostium dari sinus

Page 3: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

sphenoidalis. Atas dasar hubungan anatomis ini, maka setiap adanya kelainan

pada meatus nasi medius, kita harus pikirkan kemungkinan hubungannya dengan

kelainan dalam sinus paranasalis kelompok depan sedangkan kelainan pada

meatus nasi superior kita harus pikirkan kemungkinan adanya kelainan dalam

sinus paranasalis kelompok belakang.

b. Dinding medial. Dinding medial cavum nasi adalah septum nasi yang membagi

cavum nasi atas dua bagian yang kurang lebih sama besarnya. Septum ini

dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis ethmoidalis yang merupakan lempeng

tulang yang tipis yang menempati bagian belakang atas dari septum nasi;

cartilago septi nasi (cartilago quadrilateral) yang terletak di depan, dan vomer

yang merupakan tulang yang terletak di belakang bawah dari septum nasi.

Kerangka septum ini dilapisi oleh mukosa yang pada umumnya tebalnya tak

teratur. Septum nasi pada seorang dewasa jarang yang benar-benar lurus, pada

umumnya ada deviasi ringan, yang berupa obstruksi nasi (akan dibicarakan pada

bagian patologi).

Gambar 4

c. Atap. Atap cavum nasi merupakan bagian yang tertinggi dan tersempit, dari

depan ke belakang terdiri dari os nasale, processus nasalis os frontalis, corpus

ethmoidalis, corpus sphenoidalis. Lamina eribrosa dari ethmoid membentuk

sebagian besar dari atap cavum nasi, atap dari cavum nasi ini hanya dibatasi oleh

tulang yang tipis dengan fossa cranii anterior, sehingga kalau terdapat fraktur

pada lamina eribrosa, akan terbuka jalan ke fossa cranii anterior dengan segala

akibatnya.

d. Dasar cavum nasi. Merupakan atap dari rongga mulut. 2/3 bagian depan dibentuk

oleh pars palatina os maxillae, 1/3 belakang oleh pars horizontalis os palatina.

Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis adalah rongga-rongga berisi udara dalam tengkorak, yang

dilapisi oleh lanjutan mukosa cavum nasi paranasalis pada kedua sisi kiri dan kanan.

Untuk memudahkan pengertian dalam klinik, kita bagi sinus paranasalis dalam dua

bagian atau kelompok, yakni kelompok depan dan kelompok belakang. Sinus

Page 4: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

paranasalis kelompok depan terdiri atas: sinus frontalis, sinus maxillaris dan sinus

ethmoidalis anterior, kelompok belakang terdiri dari sinus ethmoidalis posterior dan

sinus sphenoidalis. Ostia dari sinus paranasalis kelompok depan bermuara pada

hiatus semilunaris dalam meatus nasi media; sedangkan kelompok belakang

bermuara pada meatus nasi superior.

Dari riwayat pembentukannya, hampir semua sinus paranasalis dimulai

sebagai evaginasi (outpocketings) dari selaput lendir meatus nasi, kecuali sinus

sphenoidalis sebagai hasil penguncupan (contriction) dari bagian posterior superior

mukosa cavum nasi, pada bulan ke-3 dan ke-4 dari kehidupan fetus.

Semua sinus-sinus ini melanjutkan perkembangannya sesudah lahir, tetapi

sinus ethmoidalis telah mempunyai bentuk yang paling lengkap, diusul oleh sinus

maxillaris, sedangkan sinus sphenoidalis masih amat kecil dan sinus frontalis masih

belum terbentuk waktu bayi lahir. Sinus frontalis ini pembentukannya amat

terlambat, kurang lebih pada umur 6 tahun dimulai dengan extensi langsung dari satu

atau lebih sel-sel ethmoidalis anterior.

a. Sinus Maxillaris. Disebut juga antrum high more merupakan sinus yang terbesar

ukurannya, pada orang dewasa kurang lebih berukuran 15 cc dan terletak seluruhnya

dalam tulang maxilla. Dinding depan sedikit cekung dan tipis kita kenal sebagai fossa

canina. Di bagian atas tengah dari dinding depan kurang lebih 7 – 8 mm garis infra

orbitalis terdapat foramen infra orbitalis dimana berjalan n. infra orbitalis yang

memberi cabang-cabangnya menjadi n. dentalis anterior dan superior.

Dinding atas atau atap dari sinus maxillaris merupakan dasar dari orbita pada

dinding terdapat canalis infra orbitalis. Dinding belakang dan bawah bersatu,

merupakan permukaan yang lengkung, n. dentalis posteriores yang merupakan

cabang-cabang dari n. maxillaris berjalan dari atas melalui dinding belakang terus ke

bawah ke gigi molar atas.

Dinding medial atau dinding naso antral dibagi dalam dua segment, yakni

segment depan bawah setinggi meatus nasi inferior dan segment belakang atas

setinggi meatus nasi media, dimana bermuara ostium sinus maxillaris.

Dasar sinus maxillaris, dibentuk oleh processus alveolaris dan palatum

durum. Pada anak-anak dasar sinus maxillaris ini setinggi atau sedikit lebih tinggi

dari dasar cavum nasi. Sedangkan pada orang dewasa dasar sinus maxillaris sedikit

lebih rendah dari dasar cavum nasi sehingga dasar-dasar dari gigi atas kadang-kadang

dapat masuk ke dalam sinus maxillaris. Atas dasar hubungan anatomis ini, maka

Page 5: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

sinusitis maxillaris dentogen lebih sering terdapat pada orang dewasa daripada anak-

anak.

b. Sinus Ethmoidalis. Terdiri dari 7 – 15 rongga-rongga yang dibatasi oleh dinding

yang sangat tipis, yang bentuknya menyerupai sarang tawon, dan terletak di dalam

massa lateral dari tulang ethmoid. Kalau pneumatisasi luas, maka sel-sel dari sinus

ethmoidalis dapat masuk ke dalam tulang sekitarnya, misalnya ke tulang frontalis,

maxillaris, dan sphonoidalis. Sinus ethmoidalis ini kita bagi dalam dua kelompok,

yakni sinus ethmoidalis anterior dan posterior.

Sinus ethmoidalis anterior bentuk sel-selnya lebih kecil, tetapi jumlahnya

lebih banyak, sedangkan sinus ethmoidalis posterior sel-selnya lebih besar dan

jumlahnya lebih sedikit.

Sinus ethmoidalis anterior ostiumnya bermuara pada meatus nasi media,

sedang sinus ethmoidalis posterior ostiumnya bermuara pada meatus nasi superior.

Topografi. Batas atas terdapat fosa cranii anterior, yang hanya dipisahkan

oleh tulang yang tipis dari sel ethmoid.

Bilateral dipisahkan dengan orbita oleh lamina papiracea yang sangat tipi,

sedangkan n. opticus bisa amat berdekatan dengan sel-sel sinus othmoidalis

posterior.

c. Sinus Frontalis. Sinus frontalis ini belum terbentuk waktu anak lahir,

pembentukannya dimulai pada anak umur 6 tahun, yang dianggap sebagai extensi

langsung dari satu atau lebih sel-sel othmoidalis anterior ke dalam os frontalis.

Dalam perkembangannya sinus frontalis mempunyai berbagai bentuk, kurang lebih

5% dari orang dewasa yang tak mempunyai sinus frontalis. Kedua sinus ini kiri dan

kanan biasanya tak simetris, kadang-kadang yang satu lebih besar dan overlapping ke

sisi yang lain.

Dinding belakang dan atap dari sinus frontalis berbatasan dengan fosa oranii

anterior, sedangkan dasarnya dengan orbita.

d. Sinus Sphenoidalis. Terletak di belakang atas cavum nasi di dalam corpus

sphenoidalis. Kadang-kadang menempati sampai alas sphenoidalis dan processus

pterigoideus dari os sphenoidalis. Ukuran rata-rata pada orang dewasa sebesar 7 cc,

kiri kanan jarang simetris dipisahkan oleh septum yang sangat tupis dan kadang-

kadang septum tak terbentuk dengan baik. Ostiumnya terletak pada dinding depan

atas dari sinus dan bermuara pada meatus nasi superior.

Page 6: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Topografi. Lateral terdapat sinus cavernosus, a. carotis interna dan n. opticus.

Cranii terdapat hypophyso, chiasma opticus, traktus olfaktorius dan lobus frontalis

cerebri.

Anterior inferior berjalan syaraf-syaraf dan pembuluh darah yang keluar dari

foramen sphenopalatina waktu menuju ke septum nasi.

Histologi

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang berbentuk “columnar

pseudostratified cilliated epithelium”, yang kaya akan pembuluh darah, saluran limfe,

syaraf-syaraf dan kelenjar-kelenjar. Mukosa ini secara langsung berhubungan dengan

nasopharynx, sinus paranasalis. Ia secara tak langsung berhubungan dengan cavum

tympani. Oleh karena itu mudah dipahami bagaimana penyebaran infeksi dari satu

daerah ke daerah lain mudah terjadi. Mukosa cavum nasi ini dibagi dalam dua

daerah, yakni daerah olfaktorius dan daerah respiratorius.

Daerah olfaktorius terbatas pada bagian atas dari cavum nasi, yang ditempati

oleh conchae superior dan bagian septum yang berhadapan. Bentuk epithel pada

bagian ini adalah “non-cilliated columnar epithelium”, dan terdiri dari dua bentuk sel

yang utama, yakni sel-sel penyokong dan sel-sel olfaktorius. Terdapat beberapa

kelenjar-kelenjar serous yang dikenal ebagai kelenjar Bowmani yang berbentuk

tubuler.

Daerah respiratorius mengisi seluruh bagian yang terletak di bawah dari

daerah olfaktorius.

Kedua daerah ini histologis berbatas jelas, walaupun tak teratur. Pada bagian-

bagian tertentu dari daerah respiratorius amat tebal, dan kaya akan pembuluh darah,

terutama pada conchae inferior.

Mukosa sinus paranasalis merupakan lanjutan dari mukosa cavum nasi,

ukurannya lebih tipis dan mengandung lebih sedikit kelenjar-kelenjar, kecuali dekat

pada ostium sinus paranasalis menuju ke ostia masing-masing.

Persyarafan

Persyarafan dari cavum nasi berasal dari cabang pertama dan cabang kedua dari n.

trigeminus. Cabang pertama dari n. trigeminus yakni n. ophthalmicus membawa

serabut-serabut afferent ke bagian depan dan bawah cavum nasi. Cabang kedua dari

n. trigemanus yakni n. maxillaris membawa serabut-serabut afferent ke bawah dan

belakang dari cavum nasi, dengan melalui ganglion sphenopalatina. Ganglion ini

mempunyai arti klinik penting pada cavum nasi. Serabut-serabut offerent dari n.

maxillaris juga menerima serabut-serabut parasympathis dari n. petrosius

Page 7: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

superfacialis mayus, dan seravi petrosus ini bersatu membentuk n. vidianus sebelum

sampai pada ganglion sphenopalatina (lihat gambar).

Letak dari ganglion di dalam fossa pterigopalatina berdekatan dengan

foramen sphenoplatina, sehingga mudah dicapai dalam pemberian lokal anesthesia,

karena foramen sphenopalatina letaknya tepat di belakang atas ujung belakang dari

conchae media.

Mukosa sinus paranalis menerima serabut-serabut sensoris melalui ostia sinus

paranasalis masing-masing.

Vascularisasi

A. Sphenopalatina cabang dari a. maxillaris interna mensuplai darah ke

bagian belakang atas cavum nasi, kemudian berjalan ke depan septum nasi dan ke

lateral ke conchae nasalis.

A. Ethmoidalis anterior dan posterior merupakan cabang dari a. opthalnica

yang berasal dari a. carotis internal yang memberi darah pada atap dari cavum nasi,

sinus ethmoidalis dan sinus frontalis.

A. Labialis superior merupakan cabang dari a. maxillaris externa, naik dari

bibir atas ke bagian depan dari septum nasi dan vestibulum nasi.

A. Palatina decedens cabang dari a. maxillaris interna yang melewati canalis

incisivus beranastomose dengan a. sphenopalatina. Pembuluh-pembuluh ini

beranastomose membentuk plexus Kieselbach yang terletak di anterior inferior

septum nasi, yang juga disebut Little’s area.

A. Infra orbitalis dan dentalis superior, cabang dari a. maxillaris interna

memberi darah ke sinus maxillaris. Cabang pharyngeal dari a. maxillaris interna

memberi darah ke sinus sphenoidalis. Sedangkan sinus frontalis dan sinus

ethmoidalis diperdarahi oleh a. ethmoidalis anterior dan posterior.

Aliran Lymfe

Gl. Submandibularis menampung aliran limfe dari hidung luar dan bagian

depan cavum nasi.

Gl. Cervicalis superior profunda menampung cairan lymfe dari cavum nasi

bagian belakang, baik secara langsung atau melalui gl. retropharyngeal.

Pengertian aliran lymfe ini penting untuk menerangkan pembesaran kelenjar

regioner, hubungannya dengan infeksi pada hidung atau adanya keganasan pada

hidung.

Page 8: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

FISIOLOGI HIDUNG

Boies membagi fungsi hidung dalam fungsi Primer dan fungsi Sekunder.

Fungsi Primer

Fungsi primer adalah air conditioning dan penciuman.

a. Air conditioning

Rongga hidung dapat dipandang sebagai “air conditioning” dari paru-paru,

yang mengatur aliran udara, temperatur, kelembaban dan pembersihan udara sebelum

masuk ke paru-paru, agar pertukaran O2 dan CO2 dapat berlangsung dengan aman di

dalam alveoli paru-paru.

1) Aliran udara. Aliran udara yang masuk dalam hidung dalam bentuk parabolik

yang naik setinggi conchae media kemudian turun ke nasopharynx. Pada

umumnya udara yang mengalir itu melalui bidang vertikal dari hidung dan

sebagian melalui meatus nasi (lihat gambar).

Aliran udara ini amat halus dengan putaran dan gesekan yang minimal.

Sedangkan udara yang diexpirasi, sebagian kecil terpecah dalam bentuk putaran,

kemudian keluar melalui vestibulum.

Arah udara yang keluar dan masuk ke dalam sinus paranasalis, arahnya terbalik

dengan aliran udara dan mengalir dalam cavum nasi.

2) Pengaturan kelembaban. Udara dalam cavum nasi itu diproses sedemikian

rupa, sehingga kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Perjalanan udara dalam cavum nasi hanya 1 sekond, pada waktu yang

singkat ini kelembaban relatif dari udara setibanya di nasopharynx kurang lebih

75% - 80% dikatakan bahwa jumlah air yang diuapkan dalam cavum nasi kurang

lebih 1.000 cc per 24 jam; ini berarti sekitar 1/25 ccc per satu kali respirasi. Tentu

saja jumlah udara yang diuapkan berbanding terbalik dengan kelembaban udara

di luar. Misalnya pada waktu musim panas dengan udara yang basah dan lembab,

maka udara yang menguap dalam cavum nasi relatif kecil, bila dibandingkan

dengan musim dingin dengan udara yang sangat kering, dimana terjadi

penguapan yang lebih besar. Penguapan ini terjadi pada permukaan musoca

blanket yang melapisi seluruh cavum nasi.

3) Pengaturan temperatur. Pengaturan temperatur terjadi bersamaan dengan

pengaturan kelembaban. Panas yang dibutuhkan bersumber dari penyebaran

aliran darah yang cepat dari jaringan sub epithelial pada conchae dan septum

Page 9: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

nasi. Temperatur pada conchae inferior kurang lebih 320C, dibanding dengan 360

sampai 370C pada nasopharynx.

Coba saudara bayangkan sebentar, bila pada musim dingin, dimana udara

beberapa derajat di bawah nol dan kering, dengan tekanan relatif yang tak lebih

dari 5%, kemudian hanya dalam ¼ detik dalam cavum nasi, dapat diubah menjadi

sama dengan temperatur badan dan pada waktu yang bersamaan tekanan relatif

harus kurang lebih 75% atau 80%.

4) Pembersihan udara (lihat fungsi sekunder hidung)

Pembersihan udara dalam hidung dilakukan oleh vibrisae mucous blanket cillia

dan enzym lyzozym.

Benda-benda asing akan bersentuhan dengan sekret dan melekat pada

mucous blanket, dan terjadi reaksi. Kemungkinan ada suatu potensial elektris

pada permukaan dari mukosa hidung, menyebabkan adsobsi dari kuman-kuman

dan benda asing lainnya. Pada pokoknya semua benda-benda asing akan diubah

dalam mucous blanket. Bila sesuatu benda terlalu merangsang, maka akan

dilemparkan keluar melalui reflex bersin.

b. Indera Penciuman

Dalam bidang klinik fungsi ini relatif kurang penting bila dibandingkan

dengan fungsi pertama. Pada binatang fungsi penciuman ini amat penting, karena

ketajaman penciuman dipakai untuk mempertahankan diri dan untuk mencari

makanan. Walaupun demikian menurut McKenzie vanili dalam jumlah 0,000000005

ml udara masih tercium oleh manusia. Proses bagaimana sesuatu bau dapat dicium,

sampai sekarang belum jelas.

Ada dua teori yang dikemukakan mengenai hal ini:

1) Chemical Theory, yang mengatakan bahwa partikel-partikel disebar

dengan jalan difusi melalui udara, kemudian terjadi reaksi kimia waktu tiba

pada permukaan epithel olfaktorius.

2) Theory Undulasi, yang mengatakan bahwa ada satu gelombang energi

yang menyerupai cahaya merangsang ujung syaraf olfaktorius.

Pavlov mengadakan percobaan pada binatang, dan berkesimpulan bahwa

indera penciuman diperlengkapi dengan stimulus untuk reflex sekresi cairan

lambung.

Sel penciuman adalah sel syaraf bipolar yang termasuk dalam susunan syaraf

pusat yang sampai pada permukaan tubuh, yang terdapat di daerah olfaktorius yang

terbentang di atas dari conchae media sampai ke atap dan daerah septum yang

Page 10: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

berhadapan. Axon dari “senso colls” dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat

syaraf yang melalui lamina cribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Axon dari sel-sel

ini membentuk traktus olfaktorius yang menuju ke otak. Jadi kalau ada gangguan

dalam fungsi penciuman yang disebut hyposmia atau anosmia hal ini dapat

disebabkan adanya proses degeneratif pada ujung-ujung syaraf atau karena gangguan

transmisi dari partikel-partikel bau-bauan terhalang tak sampai pada area olfaktorius.

Juga dapat disebabkan adanya tumor yang dapat menekan bulbus olfaktorius atau

traktus olfaktorius sehingga transmisi ke otak terhalang.

Fungsi Sekunder

Fungsi ini terutama memberikan perlindungan, untuk mempersiapkan udara

sebelum masuk ke dalam paru-paru, harus bebas dari segala kotoran yang tertimbun

pada permukaan mukosa hidung, bakteri-bakteri, virus-virus dan bahan-bahan

patologik lainnya. Pada pokoknya udara inspirasi harus dipersiapkan dulu secara

aman sebelum masuk dalam paru-paru. Yang memegang peranan dalam mekanisme

pembersihan ini adalah selimut lendir (mucous blanket), cilia dan enzym lysozym.

Mucous blanket adalah suatu zat yang terdapat pada permukaan mukosa

hidung, yang membentuk satu lapisan yang menyeluruh pada setiap ruangan hidung,

sinus paranasalis, tuba auditivae, pharynx dan seluruh cabang-cabang bronchus.

Mucous blanket ini terus bergerak didorong oleh cilia dan amat lengket,

sehingga partikel-partikel dengan sentuhan yang ringan saja dapat melekat dengan

baik.

pH dari mucous blanket kurang lebih (7) atau netral, dan dijaga selalu

konstant. Hal ini penting, karena cilia tak dapat berfungsi baik dalam pH terlalu

banyak menyimpang dari 7.

Di dalam mucous blanket ini juga terdapat lysozym sejenis enzym yang

pertama kali ditemukan oleh Flemming, penemu penicillin, yang mempunyai sifat

bakterialitis, artinya dapat membunuh bakteri dan menghancurkannya. Aktivitas ini

begitu menakjubkan, sehingga dapat dikatakan bahagian belakang dari hidung, atau

pada choanae praktis steril.

Mucous blanket dalam hidung dan sinus paranasalis didorong ke nasopharynx

oleh cilia, dan diperbaharui oleh kelenjar-kelenjar sekurang-kurangnya 2 sampai 3

kali setiap jam. Pergerakan cilia adalah fungsi primitif, pergerakan ini adalah

pergerakan otomatis, artinya tak bergantung dari impuls syaraf. Beberapa peneliti

mengemukakan, bahwa acetylcholine mungkin berperanan mengontrol pergerakan

cilia.

Page 11: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Di atas telah disinggung, bahwa nilai konstant dari pH penting untuk dijaga

agar pergerakan cilia terjamin, sehingga mekanisme pembersihan diri dari hidung

tetap berjalan sempurna.

Faktor-faktor yang dapat meruak pergerakan cilia:

a. Exposed terhadap udara yang kering, misalnya pada central heating yang

berlebihan.

b. Penyimpangan setempat dari aliran udara, atau gangguan turbulensi udara

setempat dalam hidung, dapat menyebabkan pengeringan setempat sehingga

terjadi stase dari cilia.

c. Obat-obatan, misalnya cocain suatu anasthetikum dan vasokonstriktor yang baik,

tetapi kalau dipakai lama dapat mengganggu pergerakan cilia. Adrenalin juga

mempunyai efek yang sama.

d. Panas yang berlebihan atau dingin yang berlebihan.

e. Cairan hypotonik atau hypertonik.

f. Keasaman.

Di samping fungsi primer dan sekunder kita kenal juga fungsi lain dari hidung yang

mencakup phonasi dan Gustatorius.

a. Phonasi

Fungsi ini penting dalam mengeluarkan suara. Seperti kita ketahui intialtones

dihasilkan oleh getaran pita suara atau chorda vokalis, sedangkan over tones

dihasilkan oleh hidung dan sinus paranasalis. Misalnya kalau ada penyumbatan

hidung dan sinus paranasalis suara akan berubah jadi sengau.

b. Gustatorius

Fungsi pengecapan juga dipengaruhi oleh hidung, hal ini kita dapat saksikan bila

ada obstruksi nasi, maka aroma dari makanan akan hilang.

Fungsi Sinus Paranasalis

Fungi sinus paranasalis belum jelas, ada beberapa teori yang dikemukakan

antara lain:

a. Air conditioning. Sinus paranasalis memperluas permukaan untuk fungsi primer

dari hidung, walaupun peranannya hanya sedikit bila dibandingkan dengan

mukosa cavum nasi.

b. Berperanan untuk mengatur resonansi suara, sekarang dianggap peranan ini

kurang penting.

Page 12: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

COMMON COLD

Common cold adalah peradangan mendadak dari mukosa cavum nasi yang

disebabkan oleh filtrable virus. Perlangsungannya biasanya cukup singkat dan ringan,

dapat sembuh tanpa pengobatan, yang kita kenal sebagai self limiting. Penyakit ini

merupakan penyakit menular yang tersebar luas di seluruh dunia, dapat bersifat

epidemis, menyerang pada setiap umur dan dapat terjadi pada setiap musim, tetapi

terutama menyerang pada anak-anak pra sekolah dan pada musim dingin.

Penyakit ini dianggap sangat penting, bukan karena beratnya penyakit atau

tingginya angka kematian, tetapi oleh karena kerugian ditinjau dari sudut ekonomi,

dimana penyakit ini dapat menghilangkan daya dan jam kerja yang cukup besar dari

sekian banyak tenaga kerja.

Etiologi

Telah diterima secara umum, bahwa common cold disebabkan oleh infeksi

filtrable virus, diikuti infeksi sekunder oleh bakteri.

Kruse pada tahun 1914 pertama kali menemukan filtrable virus sebagai

penyebab common cold, sekarang telah jelas, bahwa penyebabnya bukan hanya satu

jenis virus, tetapi oleh berbagai macam virus.

Andrews dkk pada tahun 1960, telah mengisolir 20 strain virus (mungkin

lebih lagi) dari penderita-penderit dengan common cold.

Sekarang telah diketahui ada lima kelompok virus patogenik sebagai

penyebab common cold:

a. Picorna viruses

1) Rhino virus

2) Coxsackie virus

3) Reo virus

4) ECHO virus

b. Adeno viruses

c. Influenza viruses

d. Para influenzal viruses

e. Respiratory syncytial viruses (R.S)

Di antara berbagai macam virus ini, maka rhino viruslah dianggap sebagai

penyebab utama dari common cold.

Cara pemindahan

Melalui droplet infection, misalnya sedang bercakap-cakap, bersin, batuk,

dapat menyebarkan sejumlah besar air-bone partikel.

Page 13: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Kontak langsung, misalnya kissing, makanan, jari tangan, atau alat-alat yang

tidak bersih.

Insiden/frekuensi

Di Indonesia kita belum mempunyai data-data mengenai insidens dari

common cold. Dari statistik di Amerika melaporkan, bahwa insidens tertinggi pada

anak-anak dan terendah pada orang tua 55 tahun ke atas.

Di Amerika pada musim dingin, rata-rata 15% penduduk terserang per

minggu. Sedangkan di antara pekerja industri hampir satu juta buruh beristirahat dari

pekerjaan dalam setahun di antara 60 juta tenaga kerja.

Dari angka-angka ini kita dapat melihat, bahwa betapa besarnya kerugian

akibat dari penyakit ini, ditinjau dari sudut ekonomi.

Waktu inkubasi

Berkisar satu sampai tiga hari

Waktu berjangkit

Dapat terjadi beberapa jam sebelum timbulnya gejala-gejala. Masa berjangkit

puncaknya terjadi pada 1 – 3 hari pertama, kemudian turun dengan cepat setelah

gejala-gejala menurun.

Faktor predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi common cold

antara lain:

a. Iklim. Penyakit ini terutama berjangkit pada musim dingin. Di Amerika terutama

pada bulan Oktober dan awal bulan Januari.

b. Keadaan lingkungan, suhu dan kelembaban., Misalnya keadaan kedinginan akan

terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan terjadi reflex

vasokonstruksi dari mukosa hidung.

c. Kelelahan atau keletihan. Dikatakan bahwa kesegaran jasmani amat penting

untuk meninggikan tahanan tubuh, sebagai contoh: terdapat 64% dari mereka yang

mempunyai fitness 0,6 hanya terserang common cold empat kali setahun.

d. Nutrisi. Mereka yang menderita malnutrisi, umumnya lebih rentan akan common

cold.

e. Diestetis. Pada individu-individu tertentu yang hypersensitif terhadap makanan

tertentu, dapat merendahkan tahanan tubuh, sehingga lebih rentan terhadap common

cold.

f. Defisiensi Vitamin. Defisiensi vitamin A dan C dari peranan mereka terhadap

proses oxygenerasi jaringan, peranan vitamin D terhadap metabolisme calcium dan

Page 14: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

permeabilitas kapiler, hal ini semua berperanan terhadap pertahanan lokal dari

jaringan terhadap infeksi.

g. Kelainan anatomis hidung, misalnya terjadi obstruksi nasi karena deviasi septi

atau sebab lain, semuanya dapat menghalangi ventilasi dan aliran udara dalam cavum

nasi dan juga dapat menghalangi pengaliran sekret dari mucous blanket, akibatnya

mudah terjadi infeksi.

h. Adanya sarang infeksi pada sinus paranasalis, nasopharynx, atau pharynx, dapat

menurunkan tahanan jaringan sehingga mudah mendapat infeksi common cold.

i. pH dari sekret hidung kalau ada penyimpangan ke pihak asam, menunjukkan

kurangnya jumlah bakteri, kalau basa berarti banyak kuman dalam sekret hidung.

Rhino virus dapat dihancurkan dengan pH rendah (asam).

j. Penyakit umum; setiap penyakit, tetapi terutama penderita dengan penyakit-

penyakit ginjal, hepar, D.M., tuberkulosa dapat merendahkan tahanan tubuh,

sehingga mempermudah infeksi common cold.

Kekebalan

Dari laporan beberapa penulis, bahwa kurang lebih 40 – 70% dari penduduk

yang kebal terhadap penyakit ini. Ternyata pada orang ini terdapat “specific

neutralizing antibodies” dalam darah yang merupakan faktor yang berperanan dalam

sistem pertahanan tubuh ini. Antibodies ini bersifat spesifik dan tidak ada kekebalan

silang dengan jenis lain. Titer antibodi dapat dipertinggi dengan vaksinasi. Lamanya

kekebalan setelah infeksi common cold, masih ada beberapa hari saja, ada yang

mengatakan sampai beberapa minggu atau bulan, malahan ada yang mengatakan

dapat tahan sampai dua tahun.

Di samping faktor kekebalan ini, masih ada beberapa mekanisme pertahanan

dalam hidung untuk menolak infeksi tersebut antara lain (lihat fisiologi hidung):

Vibrissae pada vestibulum nasi, selimut lendir dengan lisozymnya, daya tahan dari

sel-sel epithel interferon, yakni suatu protein dasar yang mempunyai efek antivirus,

yakni suatu protein dasar yang non spesifik. Ia dapat menghambat pertumbuhan virus

tetapi tak menghancurkannya. Dapat dikatakan sebagai antibiotika dari virus.

Patologi

Pada awal infeksi terjadi vasokonstruksi yang kemudian diikuti oleh

vasodilatasi oedema dan peningkatan aktivitas dari kelenjar-kelenjar seromusin dan

sel Goblet. Kemudian diikuti oleh infiltrasi leukosit pada jaringan dengan

pembengkakan dan desquamasi dari sel-sel epithel. Sekret mula-mula jernih, encer,

tetapi kemudian akan berwarna hijau dan bertambah kental dan mengandung banyak

bakteri.

Page 15: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Gambaran Klinik

Perjalanan penyakit bersifat selflimiting, artinya dapat sembuh sendiri dengan

tanpa pengobatan.

Perlangsungannya kita bagi dalam 4 stadia:

a. Stadium prodromal atau stadium ischaemia. Stadium ini berlangsung hanya

beberapa jam, merupakan serangan lokal. Terjadi ischaemia dalam mukosa hidung

yang ditandai dengan perasaan panas kering pada hidung dan nasopharynx.

b. Stadium iritasi atau stadium akut. Infeksi yang pada mulanya lokal, sekarang

menyebar pada selaput lendir sekitarnya melalui cairan lymfe, proses ini dapat

berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Stadium ini ditandai dengan

perasaan kering pada nasopharynx, nyeri tekan, bersin-bersin, rhinorrhoe encer dan

obstruksi nasi. Selaput lendir merah dan oedem, terdapat sedikit gangguan umum dan

toxemia ringan berupa subfebril, malaise, anorexia dan cephalalgia.

c. Stadium stase vena dan infeksi sekunder. Setelah hari kedua atau ketiga, warna

selaput lendir akan lebih gelap dan keabu-abuan, sekret berkurang tetapi kental,

obstruksi nasi lebih menonjol dan gejala toxemia mencapai puncaknya.

d. Stadium penyembuhan. Gejala-gejala subyektif dan obyektif mulai berangsur-

angsur mengurang. Penyembuhannya terjadi setelah berlangsung 5 sampai 10 hari.

Komplikasi

Nasopharynx dan pharyngitis, pharyngo-tympanic salphingitis, otitis media,

sinusitis, tonsilitis, laryngotracheitis, bronchitis, pneumonia, pada anak-anak atau

bayi dapat menyebabkan gastro-enteritis dengan gejala diarrhoe dan muntah-muntah.

Diagnosa Banding

Influenza, rhinitis allergica akuta dan rhinitis exanthematica

Pencegahan

a. Pada prinsipnya menghindari penularan baik secara langsung maupun tak

langsung.

b. Mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi.

c. Vaksinasi. Para ahli telah mencoba memberikan immunitas buatan dengan cara

pemberian vaksinasi. Vaksinasi ini dapat diberikan secara oral atau parentral. Sampai

sekarang hasil dari vaksinasi belum dapat mencegah terjadinya common cold, tetapi

dapat meringankan dan memendekkan perjalanan penyakit dan dapat mencegah

terjadinya komplikasi.

Page 16: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pengobatan

Sampai sekarang belum ada pengobatan spesifik untuk common cold, tetapi

pengobatan baik lokal atau umum yang bersifat symptomatis cukup membantu

meringankan dan mencegah komplikasi.

Pengobatan umum terutama ditujukan untuk memperoleh keadaan yang

terbaik untuk istirahat. Obat-obatan symptomatis yang sering dipakai untuk melawan

common cold biasanya terdiri dari sedativa, analgetica antipyretica, antihistaminica,

expectorantia, vasokonstriktor dan vit. C. Kombinasi dari obat-obat ini bermacam-

macam, antara lain yang kita kenal adalah A.P.C, Stop Cold, Procold, Decolgen,

Neozep dan lain-lain. Antibiotika dapat diberikan sebagai cadangan untuk mencegah

komplikasi.

Pengobatan lokal, dengan menghirup uap air yang merupakan campuran dari 1 pint

(= 0,568 l) uap air dengan 1 sendok teh tinct benzoicum, uap air ini dihirup melalui

hidung. Untuk menghilangkan obstruksi nasi dapat dipakai obat tetes hidung sebagai

vasokonstriktor, misalnya HCl. Ephedrin 1% dicampur dengan Sol. Protargoli 1 –

2% (lihat syarat-syarat obat tetes hidung). Obat tetes hidung jangan dipakai terlalu

lama, tak boleh melampaui dua minggu.

Mengenai makanan sebaiknya makanan lembek dan hangat-hangat kuku,

mandi dengan air panas atau steam bath. Ada yang menganjurkan minum sedikit

alkohol, misalnya whisky, karena alkohol berkhasiat sebagai sedativa dan dapat

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga amat berguna untuk melawan

vasokonstruksi perifer pada common cold.

NASAL ALLERGY ATAU RHINITIS ALLERGICA

Pendahuluan

Allergi adalah suatu keadaan hypersensitif dari seseorang terhadap zat-zat

tertentu baik yang berasal dari tubuh maupun yang berasal dari luar. Pada seseorang

yang normal kontak dengan bahan-bahan tadi tidak menyebabkan/menimbulkan

keluhan-keluhan atau kelainan-kelainan; tetapi pada seseorang yang allergia akan

menyebabkan keluhan-keluhan atau perubahan-perubahan dalam jaringan tubuh.

Bahan-bahan tertentu yang menyebabkan keluhan-keluhan atau kelainan-

kelainan tadi kita sebut allergen; sedangkan tempat dimana reaksi allergi itu terjadi

kita sebut “shock tissues”.

Page 17: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Sebelum kita membicarakan nasal allergy, sebaiknya diingatkan kembali ada

tiga jenis utama reaksi hypersensitivitas yang kita kenal sebagai berikut:

a. Atopic hypersensitivity. Reaksi ini timbul pada orang-orang tertentu yang

padanya bila exposed terhadap antigen tertentu akan terbentuk “reaginic

antibodies”. Orang-orang yang telah menjadi peka bila exposed lagi terhadap

antigen yang sama akan terjadi manifestasi allergi seperti asthma, eczema, nasal

allergy. Jenis hypersensitif inilah yang berhubungan dengan nasal allergy, yang

kita akan bicarakan kemudian (Atopic Allergy Disease).

b. Anaphylactic hypersensitivity. Reaksi ini dapat terjadi pada setiap orang sebagai

hasil dari satu reaksi antigen antibodi bila antigen (misalnya dari serum kuda)

disuntikkan kepada orang yang sebelumnya telah menjadi peka. Berbeda dengan

keadaan pertama, reaksi ini merupakan reaksi tubuh yang normal dan dapat

terjadi pada setiap orang walaupun diakui, bahwa berat ringan reaksi ini pada

setiap orang tidak sama.

c. Delayed hypersensitivity. Berbeda dengan kedua jenis di atas, dimana reaksi ini

tidak bergantung pada antibodi tetapi pada lymphosit yang telah dibuat peka.

Reaksi ini dapat menerangkan proses patologik yang terjadi pada TBC, misalnya

pembentukan tuberkel.

Faktor predisposisi

1. Herediter dan konstitusi. 50% dari penderita-penderita, yang allergic,

memberikan riwayat adanya allergi pada keluarga.

2. Infeksi dan intoksikasi. Aksi langsung dari bakteri dan virus, atau produknya

dalam sel-sel jaringan, merupakan faktor predisposisi yang penting. Hal ini dapat kita

lihat, misalnya sesuatu serangan asthma sering didahului oleh sesuatu infeksi akut.

3. Endoktrin. Pada waktu haid, menopause, dan dysfungsi ovarium semuanya

cenderung mempertinggi reaksi allergi.

4. Resistensi phisik dan kimia dari jaringan. Kekurangan calcium, vitamin C dan

D mempertinggi permeabilitas kapiller dan oedems.

5. Trauma. Faktor ini kurang penting, tetapi kadang-kadang kita jumpai reaksi

allergi pada orang post-operatif.

6. Keadaan musim. Hal ini amat penting memegang peranan dalam reaksi

allergi, misalnya faktor temperatur, kelembaban, tekanan barometrik, sinar matahari,

pergerakan udara dan keadaan ion udara dapat mempengaruhi berat ringannya suatu

reaksi allergi misalnya pada asthma dan nasal allergi.

Page 18: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

7. Faktor psychis. Faktor ini memegang peranan penting dalam kebanyakan dari

penderita allergi, kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor penyebab, sebagai

predisposisi, atau sebaliknya sebagai akibat dari reaksi allergi yang membawa

penderitaan yang lama, dapat menyebabkan gangguan psychis.

Mekanisme terjadinya allergi

Karena atopic hypersensitivity hanya terjadi pada orang-orang tertentu, maka

perhatian tertuju pada terbentuknya “reaginic antibodies” yang berhubungan dengan

satu jenis immunoglobulin yakni immunoglobulin E (IgE), pada penderita-penderita

allergi.

Stanworth pada tahun 1969 mengemukakan, bahwa proses sensitisasi

mencakup kombinasi dari IgE antibodi dengan sel-sel (misalnya sel-sel basophil,

mast sel) dalam sistem R.E.S. menghasilkan “cell-boud reaginic antibodies”,

kemudian pada tingkat provokasi allergen berkombinasi dengan cell-bound reaginic

antibodies akan menghasilkan satu seri reaksi enzym yang melepaskan histamin dan

vasoactive aminos misalnya serotonin, acethylcholine, brandykinin.

Satu hal yang menarik pada orang-orang normal, kadar IgE normal dalam

serum rendah, sedangkan pada penderita dengan allergi menunjukkan konsentrasi

IgE meninggi (6 kali).

Perubahan-perubahan patologi apakah yang terjadi akibat suatu allergi dalam

hidung? Perubahan-perubahan itu berupa:

a. Dilatasi pembuluh darah dan meningginya permeabilitas kapiller, terjadi oedema

dan kadang-kadang polip. Derajat oedema ini bergantung pada densitas stroma

jaringan-jaringan ikat pada anyaman kapiler di bawah membrana basalis. Kalau

proses ini berlangsung lama dan berulang-ulang, akan terjadi perubahan-perubahan

berupa penebalan jaringan ikat yang permanen.

b. Infiltrasi sel-sel, yang khas adalah sel-sel eosinophil, di samping sel-sel plasma

dan lymphosit.

c. Aktivitas dari kelenjar-kelenjar seromucinosa meninggi, dan bersamaan dengan

ini terjadi peninggian permeabilitas kapiler dan dilatasi pembuluh darah,

menghasilkan sekret yang encer dan jernih seperti air.

d. Terjadi infeksi sekunder dengan bakteri sehingga sekret berubah menjadi

mukopurulent.

Klasifikasi nasal allergi

Sampai sekarang kita masih belum sependapat mengenai terminologi yang

tepat dari nasal allergi. Mungkin kita terlalu banyak mempergunakan istilah nasal

Page 19: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

allergi atau allergic rhinitis terhadap sesuatu keadaan yang kita sebut vasomator

rhinitis atau vasomator instability.

Walaupun kedua keadaan ini secara klinik sukar dibedakan, tetapi etiologinya

sangat berbeda. Maka dianjurkan penggunaan istilah nasal allergy, hanya dipakai

benar-benar ada antigen antibodi reaksi, atas dasar pemeriksaan yang teliti. Tetapi

bagi kita di sini dimana fasilitas laboratorium, atau bidang allergologi belum ada,

maka kita mencampurbaurkan kedua keadaan ini.

Di klinik nasal allergi kita bagi dalam dua type yaitu seasonal type dan

perenial type.

a. Seasonal allergy; Adalah nasal allergy yang spesifik terhadap rumput/sari pollen,

kembang-kembang, biji-bijian yang mengenai selaput lendir hidung, pharynx,

conjunctiva dan bronchus. Di Eropa penyakit ini menyerang pada bulan-bulan

Maret, April dan Mei.

Gambaran klinik bersifat akut

Perasaan gatal pada hidung dan bersin-bersin yang berupa seri yang bersifat

paroximal, obstruksi nasi, rhinorrhoe encer seperti air. Iritasi pada mata yang

menimbulkan epiphora. Pada pemeriksaan terlihat kemerah-merahan pada

vestibulum nasi, mukosa cavum nasi oedema pucat dan basah kadang-kadang

hyperaemia. Bila mukosa disentuh amat sensitif dan terjadi serangan bersin-

bersin dan mengeluarkan sekret yang profus.

b. Perenial nasal allergy

Allergy disebabkan oleh faktor exogen (exogenous allergen). Pada orang dewasa

biasanya diebabkan oleh inhalants sedang pada anak-anak (early childhood)

disebabkan oleh makanan.

Allergen dapat terdiri hanya dari satu jenis atau multiple. Allergen-

allergen di bawah ini dapat merupakan penyebab dari perenial nasal allergy:

1) Inhalants, termasuk debu rumah, kapuk, selimut, bulu-bulu binatang, parfum,

epidermis binatang, epidermis manusia dan lain-lain. Perhatian khusus pada debu

rumah, karena di sini dapat mengandung berbagai benda asing seperti jamur-

jamur atau mitos (dermatophagoides pteronys sinus), terutama pada keadaan

rumah yang lembab atau ventilasi yang kurang baik.

2) Ingestan, termasuk susu, telur, udang, kepiting, kacang-kacangan dan lain-

lain.

3) Kontaktans, misalnya kosmetika.

4) Bakterial allergen, misalnya streptococ, staphylococ, pneumococ.

5) Obat-obatan

Page 20: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Gambaran Klinik

Kurang lebih sama dengan seasonal nasal allergy, hanya di sini pada

umumnya tak terlalu akut.

Diagnosa

Diagnosa didasarkan atas:

a. Anamnese yang teliti

b. Pemeriksaan physis termasuk rhinoskopia anterior, rhinoskopia posterior dan

pemeriksaan THT yang lengkap, termasuk pemeriksaan Ro dari sinus

paranasalis.

c. Pemeriksaan dengan test-test khusus:

1) Specific application of the allergen, dapat dilakukan pada kulit dengan

scratch method (menggores) diteteskan pada mukosa hidung, pada conjunctiva,

penyuntikan intradermal atau intrakutan.

Cara penggoresan sifatnya lebih spesifik dan lebih aman daripada

intradermal dan hasilnya dapat dipercaya khusus untuk inhalants, tetapi tidak

untuk ingestant atau injectant.

Cara intradermal 100 kali lebih sensitif daripada cara-cara penggoresan,

tetapi dapat menghasilkan false positif yang cukup tinggi dan kadang-kadang

memberikan reaksi yang hebat.

2) Eliminasi dari allergen, kita mulai dengan pemberian makanan yang

mempunyai kemungkinan paling minimal menimbulkan reaksi allergi, kemudian

setelah dua minggu kita berikan makanan lain dan seterusnya. Dapat juga

dilakukan provokasi test makanan tertentu.

3) Leukopenik Index. Index ini dipakai untuk diagnosa allergi terhadap

makanan. Suatu penurunan dari jumlah leukosit lebih dari 2.000 per ml setelah

allergen menunjukkan adanya hypersensitivitas.

Pengobatan

a. Dengan cara eliminasi, sebelumnya telah kita singgung bahwa eliminasi

mempunyai nilai yang diagnostik. Dengan sendirinya kalau kita telah mengetahui

sesuatu allergen, maka cara pengobatan yang terbaik untuk kasus-kasus allergi adalah

menghindarkan diri dari allergen. Sebagai contoh bila seseorang telah diketahui

allergi terhadap makanan udang atau kepiting, tentu saja orang itu kita larang untuk

makan makanan tersebut.

b. Pemberian obat-obat antihistaminika, tetapi diingat, bahwa umumnya anti

histaminika mempunyai efek sedative, alkohol sebaiknya dihindarkan pada orang-

orang yang diberi antihistaminika, karena efek sedatif dapat lebih kuat.

Page 21: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

c. Pengobatan lokal sebagai tetes hidung, yang mengandung vasokonstriktor,

antihistamin, corticosteroids.

d. Steroid “depot” therapy.

e. Penyuntikan dengan steroid di bawah mukosa conchae inferior hasilnya cukup

baik.

f. Untuk mengurangi oedema atau memperkecil bentuk conchae dapat dilakukan

kaustik, baik dengan bahan kimia atau dengan elektris (caranya akan dijelaskan).

g. Spesifik hiposensitisasi

Walaupun cara-cara pengobatan yang telah dibicarakan sebelumnya dapat

meringankan gejala-gejala nasalah allergy, tetapi tidak dapat menyembuhkan secara

radikal seperti apa yang dapat dicapai dengan cara spesifik hiposensitisasi pada

beberapa kasus (ingat tidak semua dapat disembuhkan dengan pengobatan ini).

Pada dasarnya bila kita telah mengetahui sesuatu allergen atau sekelompok

allergen dengan skin test atau test-test yang lain sebagai penyebab allergi, maka kita

dapat mempergunakan allergen terebut sebagai antigen dan disuntikkan subkutan,

dimulai dengan dosis 0,1 ml dengan konsentrasi 0,1 dari konsentrasi antigen yang

dipakai, yang memberikan reaksi positif pada skin test.

Penyuntikan ini dapat dilakukan berulang-ulang, mulai dengan dosis yang

rendah kemudian dinaikkan perlahan-lahan. Bila pada penyuntikan timbul reaksi

hebat, dosisnya dipertahankan dengan konsentrasi yang sama sampai reaksi hilang.

Pada umumnya konsentrasi maksimal kurang lebih 0,01 dari extract,

diberikan sampai beberapa bulan sampai penderita bebas dari gejala-gejala.

RHINITIS VASOMATORIKA

Synonim: Vasomator Instability atau Vasomator Catarrh.

Pendahuluan

Istilah vasomator rhinitis dianggap oleh para ahli kurang tepat karena lebih

cenderung memberikan pengertian peradangan daripada sesuatu gangguan fungsi,

sehingga para sarjana lain berpendapat lebih tepat dengan memakai istilah

“Vasomator Instability” atau “Vasomator Catarrh”. Sebab-musabab dari

ketidaksesuaian paham dalam istilah ini, karena kekaburan mengenai etiologi dan

kegagalan dalam pengobatan penderita-penderita dengan R.V.

Page 22: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Ditinjau dari gejala-gejala klinik, maka R.V dalam banyak hal lebih

menyerupai parenial nasal allergy, sehingga akhir-akhir ini walaupun telah

ditekankan oleh banyak ahli, bahwa R.V. merupakan sesuatu “clinical entity”, tetapi

toh masih banyak ahli lain yang menolak anggapan di atas, mereka lebih cenderung

menggolongkan semua kasus-kasus demikian pada nasal allergy.

Patofisiologi

Malconson pada tahun 1959, telah membuktikan, bahwa perangsangan pada

syaraf parasimpatis atau penghambatan pada syaraf simpatis yang mempersyarafi

mukosa hidung, dapat menyebabkan vasodilatasi, hipersekresi dan bersin-berin. Atas

dasar ini maka dalam keadaan normal kedua sistem parasimpatis dan simpatis harus

dalam keadaan seimbang.

Bagaimana pengaturan pengalihan dari sistem autonom ini belum diketahui

secara pasti, tetapi mungkin hypothalmus berperanan sebagai pusat integrasi

menerima berbagai impuls afferent termasuk stimulus emosi dari pusat-pusat yang

lebih tinggi. Dalam keadaan normal, keseimbangan vasomator bisa terganggu secara

temporer oleh faktor emosi dan lain-lain tetapi tidak menyebabkan gangguan pada

penderita.

Pada penderita-penderita yang menunjukkan gangguan atau keluhan-keluhan,

mungkin kepada mereka sistem keseimbangan ini terus menerus terganggu (biasanya

parasymphatetic over activity), di samping lebih hypersensitif terhadap berbagai

macam stimuli atau rangsangan.

Faktor-faktor yang mengganggu keseimbangan vasomator

1. Psychogenicl stress, anxiety, tension, anger, hostiality atau emosi yang

menyenangkan dapat merupakan faktor.

2. Gangguan hormonal, misalnya pada masa pubertas terhadap gangguan pada

hidung berupa hidung tersumbat, akibat oedema pada conchae, yang kemudian

hilang sendirinya setelah dewasa. Pada waktu menstruasi, kehamilan atau waktu

sexual excitement, kadang-kadang timbul exacerbasi dari penyakit ini.

3. Obat-obatan: obat-obatan anti hypertensi, misalnya methyldopa, reserpin,

guanathidin, rauwolfia, dapat menghambat pelepasan dari neradrenalin pada ujung

syaraf post ganglionik, atau menghambat perubahan dopamine ke noradrenalin.

Obat-obatan lain yang bekerja sebagai sympathetic blocking agents menyebabkan

vasodilatasi perifer, biasa dipakai dalam pengobatan penyakit pembuluh darah perifer

dan migraine seperti ergot alkaloids, misalnya dihyroergotoxin mosylate; preparat

yang mengandung obat-obat ini dapat menyebabkan obstruksi nasi.

Page 23: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

4. Faktor physik: unsur-unsur physik tertentu misalnya udara dingin, asap

rokok, perubahan-perubahan temperatur dan kelembaban, dapat menimbulkan

gangguan keseimbangan vasomator.

Patologi

Pada pemeriksaan histologis dari mukosa hidung, menunjukkan berbagai

derajat oedem, dilatasi pembuluh darah, infiltrasi sel-sel cosinophyl dan peninggian

aktivitas kelenjar-kelenjar seromocous. Pada kasus-kasus yang telah berlangsung

menahun, jaringan ikat akan bertambah pada submukosa.

Gambaran Klinik

Lihat parenial nasal allergy

Diferensial Diagnose

Nasal allergy, dengan anamnese yang teliti dan sensitivity test. Pada

vasomator instability tak ditemukan allergen.

Pengobatan

Pada prinsipnya memperhatikan dan menghindari atau mengurangi faktor-

faktor predisposisi. Anjurkan banyak berolahraga, terutama berolahraga di alam

terbuka. Kalau bisa anjurkan untuk merubah kebiasaan atau sikap hidup.

Pengobatan dapat diberi ephedrin misalnya 3 x 12,5 mg pada orang dewasa

atau phenilpropanolamine sebanyak 25 – 50 mg dikombinasikan dengan

antihistamin. Pengobatan lokal sama dengan nasal allergy

Akhir-akhir ini banyak dilakukan pengobatan dengan jalan operasi yang

dikenal sebagai Vidian Neurektomi, dengan jalan memotong/memutuskan n.

vidianus di dalam fossa pterigomaxillaris melalui dinding belakang sinus maxillaris.

RHINITIS KRONIKA HYPERTROFIKA

Synonim: Rhinitis kronika hyperplastika atau Polipod chronic rhinitis

Etiologi

Sebagai penyebab dari rhinitis kronika hypertrofika, allergen merupakan

faktor yang paling penting; sedangkan infeksi merupakan faktor sekunder. Tetapi ada

Page 24: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

yang menganggap, bahwa perubahan hyperplasia pada mukosa terutama disebabkan

oleh faktor infeksi bakteri.

Pendapat yang mengatakan bahwa allergi sebagai penyebab, atas dasar

kenyataan selalu ditemukannya sel-sel cesinophil dalam sekret hidung dalam kasus-

kasus rhinitis hypertrofika.

Di samping itu dalam anamnesa, selalu ditemukan adanya riwayat yang

berhubungan dengan allergi pada kebanyakan penderita. Sekarang telah disepakati,

bahwa baik faktor allergi maupun infeksi kedua-duanya berperanan sebagai

penyebab dari rhinitis kronika hypertrofika.

Patologi

Terdapat penebalan dari mukosa hidung dan periostium. Bagian yang paling

jelas mengalami perubahan hypertrofi adalah pada conchae inferior, yang tampak

berbenjol-benjol “mulberry like appearance”.

Mikroskopis, terlihat peradangan menahun, penebalan dan bertambahnya

jaringan sub mukosa, pelebaran pembuluh-pembuluh darah dan pembesaran kelenjar-

kelenjar.

Gambaran Klinik

Obstruksi nasi merupakan keluhan yang paling menonjol, akibat dari

obstruksi nasi dapat memberikan keluhan-keluhan sekunder, misalnya cephalgia,

karena ostium/ostia sinus paranasalis tertutup mengakibatkan tekanan negatif dalam

rongga sinus paranasalis, yang kita kenal sebagai “vacum headache”.

Hyposmia terjadi karena gangguan transmisi dari partikel-partikel bau-bauan

untuk sampai ke area olfaktorius, dimana ujung-ujung syaraf olfaktorius berada. Di

samping itu dapat juga memberikan keluhan pendengaran berkurang, karena adanya

oklusio tubae.

Rhinorrhoe atau post nasal dripping, dengan sekret yang encer atau kental

(mukopurulent).

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, terlihat hypertrofi mukosa hidung

terutama conchae inferior, permukaannya berbenjol-benjol “mulberry like

appearance”. Pada conchae media sering-sering terlihat juga hypertrofi dan kadang-

kadang terjadi pembentukan polip. Dasar septumnasi terlihat juga adanya penebalan.

Untuk membedakan apakah mukosa mengalami oedema atau hypertrofi,

dapat kita bedakan sebagai berikut:

Pada mukosa yang oedema, bila ditetesi dengan vasokonstriktor (misalnya ephedrin

HCl 2%), mukosa akan mengerut, sedangkan pada mukosa yang hypertrofis dengan

pemberian vasokonstriktor hampir-hampir tak berkhasiat atau hasilnya amat minimal.

Page 25: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pengobatan

Pada dasarnya hampir sama dengan nasal allergy. Kalau terdapat mukopus

dapat diberikan antibiotika dikombinasikan dengan preparat mukolitik, misalnya

Bisolvomycin di samping antihistaminika seperti pada nasal-allergy. Kalau ada

pembentukan polip, kita adakan polipektomi. Conchae media yang terlampau besar

dapat dilakukan partial conchotomi sedangkan conchae inferior sebaiknya tidak

dilakukan conchotomi, karena conchae inferior mempunyai peranan yang penting

dalam mengatur fungsi hidung.

POLIP HIDUNG

Pendahuluan

Polip adalah oedema lokal disertai prolaps dari mukosa hidung atau sinus

paranasalis dengan membentuk kantong yang bertangkai. Keadaan ini sering

ditemukan, tetapi sampai sekarang belum ada persesuaian pendapat mengenai

etiologi pembentukan polip.

Etiologi

Beberapa teori telah dikemukakan tentang pembentukan polip antara lain:

a. Pertama-tama dikemukakan teori infeksi sebagai penyebab pembentukan polip,

kemudian dikemukakan faktor allergi yang memegang peranan dalam pembentukan

polip; setelah itu kedua teori di atas dikawinkan kemudian diambil kesimpulan

bahwa pembentukan polip sebagai akibat “bacterial allergy”.

b. Teori lain mengemukakan, bahwa pembentukan polip hampir selalu sebagai

akibat gangguan vaskuler dari mukosa hidung, malahan sebagai akibat obstruksi

mekanis.

c. Lindsay Gray (1967) dalam thesisnya berkesimpulan, bahwa dalam cavum nasi

dengan deviatio septi, terdapat daerah pengucapan (constriction) pada tempat ini

terjadi penurunan tekanan pada jaringan sekitarnya, dengan akibat terjadi penurunan

tekanan cairan ekstravaskuler dan dengan demikian meninggikan pembentukan

cairan jaringan sehingga mempermudah terjadinya polip.

d. Ada yang menghubungkan pembentukan polip dengan kelainan metabolisme

karbohydrat; yakni ada gangguan keseimbangan antara glukosa, insulin, dan

Page 26: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

epinephrin pada groround substance dari mukosa hidung dan sinus paranasalis. Hal

ini terbukti pada pemeriksaan penderita-penderita dengan polip hidung, didapat

adanya kelainan pada glucose tolerance test, dan pada anamnesa didapat kurang lebih

50% dari mereka, mempunyai riwayat diabetes mellitus dalam keluarganya.

Patologi

Makroskopis terdiri dari massa yang halus dan licin dengan warna yang

kebanyakan pucat, kadang-kadang translusent, putih opaque, kekuning-kuningan dan

ada kalanya merah muda. Konsistensi lunak, atau sedikit padat. Mikroskopis, terlihat

hanya sebagai mukosa oedema dan hypertrofi, diliputi oleh epithel torak bercilia,

stromanya fibriler dengan rongga besar yang diisi dengan cairan intercelluler. Dapat

juga terlihat adanya penimbunan sel-sel lymphosit, sel-sel plasma dan sel-sel

eosinofil.

Sumber atau lokasi polip

Lokasi polip dapat bersumber pada:

a. Ethmoidal berasal dari sinus Ethmoidalis.

b. Antral, berasal dari sinus maxillaris.

c. Conchae media.

Insidens menurut umur

Polip ethmoidal dapat terjadi pada segala umur, tetapi antral polip yang sering

berupa antrochoanal polip lebih sering terdapat pada anak-anak dan orang yang

umurnya masih muda.

Gambaran klinik

Obstruksi nasi merupakan gejala utama, keluhan-keluhan lain hanya akibat

dari obstruksi nasi. Rhinorrhoe encer atau mukopurulent. Deformasi tulang-tulang

hidung, berakibat deformasi hidung bagian luar (pada kasus-kasus polip yang besar).

Diagnose

Atas dasar anamnese

Atas dasar hasil pemeriksaan: Rhinoskopi anterior, rhinoskopi posterior,

transilluminasi, foto sinus paranasalis.

Diferensial Diagnose

a. Hypertrofi atau oedema dari conchae

b. Tumor jinak dari cavum nasi, misalnya fibroma, angiofibroma, haemangioma.

c. Tumor ganas cavum nasi dan sinus paranasalis.

Pengobatan

Page 27: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Bila saudara sebagai dokter umum menemukan polip hidung yang masih

kecil, dapat dicoba dengan pengobatan konservatif, berupa antihistaminika,

corticosteroid, adona (carbazochrome derivat).

Pengobatan yang terbaik dari polip adalah dengan jalan operasi. Operasi ini

dikenal dengan dua cara, yakni:

a. Polipektomi simplex, artinya hanya mengangkat polip yang terdapat dalam

cavum nasi saja, dengan tidak mengangkat polip itu sampai ke dalam sinus

paranasalis. Keuntungan dari cara ini adalah, bahwa prosedur sederhana, perawatan

post operasi singkat, risiko operasi hampir-hampir tidak ada.

Akan tetapi kerugiannya adalah, prosedur operasi ini tak membersihkan polip

yang berada dalam sinus, dengan sendirinya kans untuk residif besar sekali, malahan

dalam waktu yang singkat dapat terjadi residif.

b. Polipektomi radikal (Ethmoidektomi), artinya di samping mengangkat polip yang

berada dalam hidung, kita juga mengangkat polip yang berada dalam sinus

paranasalis. Jadi kita berusaha untuk membersihkan sampai ke akar-akarnya (teknik

operasi akan dibicarakan dalam kuliah sinus-chronica).

Keuntungan cara operasi ini adalah kans residif lebih kecil dan kalau memang

terjadi, maka jangka waktunya cukup lama.

Kerugian operasi ini ialah prosedur operasi lebih sukar dan waktu perawatan

lebih panjang serta resiko komplikasi post operasi relatif lebih besar.

RHINITIS KRONIKA ATROFIKA

Ada dua jenis rhinitis atrofika yang kita kenal:

a. Rhinitis kronika atrofika primaria.

b. Rhinitis kronika atrofika sekundaria.

???

Dari sifat khusus “foeter”, istilah Ozaena digunakan untuk penyakit ini, yang

berasal dari kata Yunani “Azein” yang berarti “to smell”.

Etiologi

Telah banyak teori dan hipotesa yang dikemukakan untuk menerangkan sebab

terjadinya ozaena, tetapi tidak satu teori pun yang dapat diterima secara umum, untuk

menerangkan semua kasus-kasus ozaena. Dari kasus-kasus ozaena, pada umumnya

ditemukan pada orang-orang muda masa pubertas dan lebih sering pada wanita, di

samping itu sering ditemukan pada suatu famili tertentu atau pada ras tertentu sedang

Page 28: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

pada ras lain tidak ditemukan. Dari kenyataan ini, maka kita menduga, bahwa

mungkin ada faktor endogen yang memegang peranan penting dalam terjadinya

ozaena. Selain itu dikemukakan juga teori gangguan keseimbangan hormon, atas

dasar kenyataan bahwa lebih sering terdapat pada wanita yang berumur antara 10 –

20 tahun.

Kuman-kuman saprofit antara lain:

a. Coccobacillus (Loewenberg, 1894).

b. Bacillus mucous (Abel, 1895).

c. Coccobacillus foetidus (Peres, 1899).

d. Diphteroid bacillus, Klebsiella ozaena (Hendrikson dan Gunderson, 1959), selalu

ditemukan dalam sekret hidung. Tetapi walaupun demikian kuman-kuman ini belum

dapat dibuktikan sebagai penyebab utama dari ozaena.

Izernat Bernat (1965) mengemukakan bahwa, ozaena adalah suatu penyakit

kekurangan besi (iron deficiancy disease).

Tailor dan Young pada tahun 1965, mengemukakan, bahwa infeksi kronik

menyebabkan endarteritis, sehingga dapat mengurangi suplai darah dan

mengakibatkan atrofi pada mukosa hidung.

Grunwald mengemukakan, bahwa penyakit ini sebagai akibat sinusitis

supurativa, karena sekret dari sinusitis supurativa, dapat merangsang baik secara

biochemis maupun mekanisme pada sel-sel jaringan yang mengakibatkan proliferasi

dan tekanan pada sel-sel jaringan, sehingga terjadi kontraksi dari sel-sel jaringan,

menurunkan suplai darah, dengan akibat perubahan-perubahan atrofi pada mukosa.

Para penyelidik lain beranggapan, bahwa proses ini terjadi pada rhinitis atrofika

sekundaria, dengan perubahan-perubahan atrofi hanya pada mukosa saja; lain halnya

dengan ozaena, perubahan atrofi juga pada struktur tulang dan tidak didahului oleh

suatu peradangan kronis atau sinusitis.

Pada akhirnya kita menganggap, bahwa terjadinya ozaena sebagai akibat dari

banyak faktor yang saling tunjang menunjang.

Patologi

Pada stadium permulaan terdapat gambaran peradangan kronik, pada stadium

lanjut terjadi penebalan pembuluh darah dan adanya suatu endarteritis obliterans dari

arterio. Sel-sel torak bercillia berubah menjadi sel berlapis gepeng, kelenjar-kelenjar

mengurang atau menghilang, terakhir terjadi atrofi dari kelenjar-kelenjar dan sel-sel

syaraf dan tulang.

Gambaran Klinik

Page 29: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

a. Foetor nasi merupakan keluhan utama (pada stadium permulaan).

b. Obstruksi nasi sebagai akibat adanya penimbunan sekret yang kering atau krustae

dalam cavum nasi.

c. Perasaan kering pada tenggorok atau pharynx, disebabkan adanya perubahan-

perubahan atrofi pada pharynx.

d. Cephalalgia, karena adanya konstruksi pada ostia sinus paranasalis karena

penimbunan sekret.

e. Hyposmia atau anosmia, keluhan ini akibat adanya perubahan-perubahan

degeneratif pada sel-sel syaraf penciuman pada stadium ini. Keluhan foeter nasi

akan hilang, tetapi orang di sekitarnya akan dapat mencium bau busuk, sehingga

orang dengan ozaena dijauhi oleh teman-teman, akibatnya penderita terisolir dari

pergaulan mental depresif.

Pada pemeriksaan dengan rhinoskopi anterior terlihat cavum nasi lebar,

karena adanya atrofi dari conchae nasalis, adanya penimbunan sekret yang kering

atau krustae yang berwarna hijau kehitam-hitaman. Penimbunan krustae ini

terutama di sekitar conchae media atau dapat meluas di seluruh cavum nasi

sampai ke belakang, kadang-kadang sampai ke pharynx, krustae ini sukar

dilepaskan, kalau dilepaskan biasanya sedikit berdarah.

f. Mukosa tampak kering dan pucat

Diagnosa Banding

a. Rhinitis sicca

b. Rhinitis caseosa

c. Rhinolith

d. Rhinitis atrofika non foetida atau rhinitis kronika atrofika sekundaria.

Untuk membedakan ozaena dan rhinitis atrofika sekundaria dapat kita lihat sebagai

berikut:

OZAENA RHINITIS ATROFIKA SEKUNDARIA

a. Anosmia (+) Anosmia (-)

b. Atrofi mukosa dan tulang Atrofi hanya pada mukosa, tulang tak mengalami atrofi

c. Terdapat endarteritis, metaplasia epithel, degenerasi syaraf dan sel-sel kelenjar.

Arteri masih sehat Epithel sebagian besar masih baik

d. Etiologi belum jelas terdiri dari multi faktor

Etiologi jelas dari sinusitis kronika supurativa atau akibat operasi pengangkatan conchae yang berlebihan.

Page 30: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pengobatan

Sampai sekarang pengobatan kausal belum ada, pengobatan hanya bersifat

simptomatik. Pengobatan ini kita bagi dalam pengobatan konservatif dan operatif.

a. Pengobatan konservatif. Paling penting untuk menjaga kebersihan hidung, agar

foeter nasi dapat dikurangi atau hilang. Hal ini dapat dianjurkan kepada penderita

untuk mencuci hidung dengan larutan campuran dari:

R/ Bicarbonas Natricus

Chloretum Natricus

Chloretum Ammonicus aaa 10

Aqua ad 400

m.d.s. obat cuci hidung

1 sendok larutan + 9 sendok air hangat

dipakai dua kali sehari cuci hidung.

Dapat juga dipakai tampon yang dibasahi dengan sol. ichthyol 10%

dimasukkan dalam hidung ditunggu 20 – 30 menit sampai krustae jadi lembek,

kemudian krustae dikeluarkan dengan bantuan forceps. Setelah krustae dikeluarkan

dapat diberikan 25% larutan glukose dalam gliserin yang menghambat proteolytic

organisme, atau oestradiol oil 10.000 unit per ml, dipakai sebagai nasal spray, karena

oestradiol mempunyai khasiat vasodilatator. Pemberian vasodilatantia per oral atau

perenteral, hasilnya kurang memuaskan. Pemberian dengan vitamin A dengan dosis

tinggi dicoba untuk memperbaiki epithel, pemberian antibiotika untuk membasmi

kuman-kuman saprofit, dengan hasil yang minimal. Penyuntikan dengan

acethylcholine di bawah mukosa sebagai vasodilator, dapat hasil yang cukup

memuaskan.

b. Karena pada umumnya pengobatan konservatif belum memuaskan, orang

mencoba mengadakan pengobatan dengan jalan operasi. Pengobatan dengan jalan

operasi ini pada dasarnya bertujuan untuk memperkecil ruangan cavum nasi dengan

jalan menyisipkan teflon strip, polythene, atau tulang rawan pada dinding lateral,

pada dasar cavum nasi, atau pada septum nasi.

Wilson pada tahun 1946 telah melaporkan, bahwa dengan penyuntikan

submukosa suspensi dari teflon powder dalam 50% glycerin pasta, dengan hasil yang

memuaskan.

Blok pada ganglion stelata yang berulang-ulang telah dicoba dengan hasil yang

cukup baik, sehingga Sharma dan Sardana (1966) menganjurkan diadakan cervikal

sympathectomi.

Page 31: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

SINUSITIS

Pendahuluan (Tinjauan Umum)

Sinusitis merupakan penyakit yang tak jarang kita temukan di bidang THT.

Hal ini dapat dimengerti dengan mengingat, bahwa mukosa sinus paranasalis

merupakan lanjutan dari mukosa cavum nasi dan bentuk histologi sama; maka setiap

rhinitis mempunyai potensi terjadi sinusitis, tetapi bila kelancaran drainage dari ostia

sinus paranasalis tidak terganggu, maka tidak akan memberikan gejala-gejala klinik

sinusitis.

Sinusitis dapat terjadi hanya terbatas pada satu sinus atau beberapa sinus

(multisinusitis) atau pada semua sinus paranasalis baik pada satu sisi maupun kedua

sisi (pansinusitis unilateral atau bilateral).

Menurut perlangsungannya, sinusitis dapat kita bedakan dalam dua macam,

yakni sinusitis akuta dan sinusitis kronika.

Sinusitis Akuta

Etiologi

a. Rhinitis ekuta, penyebarannya secara langsung melalui sistem limfatik pada sub

mukosa. Penyebaran langsung dapat dipermudah dengan bersin-bersin atau pada

waktu membuang ingus dengan menutup kedua hidung.

b. Berenang dan menyelam dapat juga mempermudah penyebaran langsung melalui

ostia ke dalam sinus paranasalis.

c. Pencabutan gigi atau infeksi pada gigi, dapat pula menyebabkan infeksi ini

masuk ke dalam sinus maxillaris (lihat hubungan anatomi sinus maxillaris dan gigi

atas).

d. Maxillo-facial trauma, infeksi dapat masuk secara langsung melalui garis fraktur,

atau melalui bekuan darah yang terkumpul dalam sinus.

e. Barotrauma atau aerosinusitis dapat terjadi selama penerbangan, karena

perubahan tekanan yang tiba-tiba (sama halnya dengan aero-otitis).

f. Corpus allienum nasi, terutama pada anak-anak dapat terjadi pada infeksi

sekunder ke dalam sinus.

Faktor predisposisi

a. Lokal:

1) Obstruksi nasi dari sebab apa saja, misalnya polip hidung, rhinitis allergika,

vasomator instability dan septum deviasi.

2) Infeksi di sekitar hidung, misalnya tonsilitis, adenoiditis.

Page 32: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

3) Sebelumnya pernah mendapat sinusitis yang sama.

b. Umum:

1) Keadaan allergi

2) Kedinginan

3) Keletihan yang berlebihan

4) Malnutrisi, penyakit-penyakit kronis

5) Keadaan atmosfir yang ekstrim.

Bacteriologi

Mikro organisme yang paling sering menurut urutan sebagai penyebab dari

sinusitis adalah pneumococcus, staphylococcus, N. influenza, Fridlander’s bacillus,

Escheria colli dan anaerobic streptococci sebagai penyebab dari sinusitis maxillaris

dentogen.

Patologi

Perubahan-perubahan peradangan pada mukosa hidung pada sinusitis adalah

sebagai berikut:

a. Hyperemia

b. Oedema

c. Infiltrasi sel-sel radang

d. Hyperaktivitas dari kelenjar-kelenjar

e. Terjadi exudasi, yang mula-mula serous, dengan bertambahnya intensitas infeksi

sekret menjadi purulent.

Walaupun demikian kadang-kadang terjadi resolusi sebelum terjadi supurasi,

sebaliknya sebagian proses infeksi berlangsung terus sampai menjadi kronis.

Gambaran Klinik

Bergantung pada intensitas peradangan efisiensi dari drainage ostia sinus

paranasalis.

a. Perasaan nyeri pada sinus yang bersangkutan, baik berupa menusuk-nusuk atau

dull pain, terutama bila kepala ditundukkan atau waktu batuk.

b. Rhinorrhoe atau post nasal dripping, sekret ini bersifat kental atau mukopus dan

kadang-kadang disertai sedikit darah (blood stained).

c. Obstruksi nasi, disebabkan adanya oedema pada mukosa terutama conchae

media, atau karena penimbunan sekret yang kental.

d. Cephalgia (sifatnya akan diterangkan pada masing-masing sinusitis).

e. Oedema dan hyperemia pada dinding depan dari sinus bersangkutan, terutama

pada anak-anak (gejala ini jarang terlihat).

Page 33: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

f. Gejala-gejala umum: Subfebril, malaise, nausea dan kadang-kadang mental

depresi.

Gejala-gejala obyektif yang terlihat dalam pemeriksaan akan dibicarakan pada

pembahasan sinusitis masing-masing.

Diagnosa Banding

a. Perasaan nyeri yang bersumber dari gigi

b. Migraine

c. Tregeminal neuralgia

d. Neoplasma pada sinus paranasalis

e. Erisipelas

f. Gigitan serangga

Pengobatan

Untuk menanggulangi sinusitis akuta, maka ada beberapa tindakan pokok

yang diperlukan, antara lain:

a. Menanggulangi infeksi: pemberian antibiotika dengan dosis yang adekuat (kalau

bisa setelah dilakukan sensitivity test terhadap kuman penyebab), agar dapat dipilih

antibiotika yang paling tepat.

b. Penanggulangan terhadap perasaan nyeri:

1. Pemberian analgetika.

2. Pemanasan lokal, kompres air hangat, diathermi dengan sinar gelombang

pendek, dapat mempercepat resolusi peradangan.

c. Memperbaiki drainage: tindakan ini merupakan pengobatan kausal yang amat

penting, karena berat ringannya sinusitis terutama dipengaruhi oleh faktor lancar

tidaknya drainage, atau ada tidaknya obstruksi pada ostium/ostia sinus paranasalis.

Tindakan ini dapat dimulai dengan pemberian:

1. Larutan decongestan, misalnya ½ - 1% HCl. Ephedrin: dipakai sebagai

obat tetes atau sebagai spray.

2. Lakukan infraksi pada conchae media untuk memperlebar meatus nasi

media.

d. Pemberian sedativa, agar penderita dapat istirahat dengan baik.

Sinusitis Kronika

Pendahuluan

Hubungan rhinitis allergika dan rhinitis vasomatorika atau vasomator

instability dengan sinusitis kronika sedemikian seringnya, yang mungkin mencakup

Page 34: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

2/3 dari kasus-kasus sinusitis kronika merupakan kronik allergic rhino-sinusitis atau

chronic vasomator rhino-sinusitis (Simpson dan Robin); sebagai faktor utama, atau

malahan sebagai satu-satunya faktor penyebab. Penting untuk mengetahui hal ini,

karena dalam pengobatannya atau hasil pengobatannya akan lebih berhasil kalau kita

selalu ingat faktor tersebut di atas.

Atas dasar ini Simpson, Robin Ballantine dan Groves dalam bukunya “A

synopsis of Otolaryngology” membagi sinusitis kronika dalam:

a. Simple chronic infective sinusitis

b. Mixed infective and vasomator chronic sinusitis

Simple Chronic Infective Sinusitis

Pada type ini tidak terdapat allergi atau vasomator instability.

Etiologi

Setelah satu serangan atau serangan berulang-ulang dari sinusitis akuta.

Patologi

a. Oedema, berkisar dari sedikit penebalan dari mukosa sinus sampai pembentukan

polip.

b. Infiltrasi sel-sel radang kronik.

c. Fibrosis, pada stroma submukosa terutama pada bagian yang mengalami

peradangan infeksi akut.

d. Multipel mikro abses, pada mukosa yang menebal.

e. Sering terjadi metaplasia epithel dan hypertrofi kelenjar-kelenjar.

f. Pembentukan kiste, sebagai akibat dari tekanan jaringan.

g. Ulcerasi dari epithel, mengakibatkan pembentukan jaringan granulasi.

Bakteriologi

Biasanya campuran dari berbagai macam bakteri, streptococci termasuk yang

anaerobic, pneumococci, B. proteus, B. pyocyanae, Esch. coli.

Gambaran klinik

a. Rhinorrhoe atau post nasal dripping. Sekret bisa berupa purulent atau mukoid.

b. Obstruksi nasi, baik ringan maupun berat.

c. Cephalgia, disebabkan oleh gangguan drainage sekret dari dalam sinus ke cavum

nasi, atau adanya exacerbasi akut. Sakit kepala biasanya dinyatakan sebagai

perasaan berat pada kepala, atau perasaan berat pada daerah sinus yang

bersangkutan.

Page 35: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

d. Hyposmia atau anosmia temporer, kadang-kadang terdapat cacosmia, terutama

pada sinusitis maxillaris dentogen.

e. Gangguan umum biasanya ringan, berupa malaise, anorexia, mental apathy,

batuk-batuk kronik, karena post nasal dripping menyebabkan irritasi yang terus

menerus pada pharynx dan larynx, yang amat resistent terhadap pengobatan (bila

tidak diingat fokus primer).

Kadang-kadang terdapat gangguan pendengaran, karena oklusio tubae.

Prinsip Pengobatan

Dasarnya adalah sama dengan pengobatan sinusitis akuta, bertujuan

memperbaiki drainage, tetapi kalau tindakan-tindakan konservatif seperti pada

sinusitis akuta tidak berhasil, kita akan melangkah pada tindakan operatif, baik yang

amat sederhana maupun yang lebih kompleks atau radikal.

Misalnya yang paling sederhana kita lakukan, infraksi, yakni mengadakan

luksatio pada conchae media untuk memperlebar meatus nasi media. Fungsi sinus

dengan troicart, untuk mengadakan pembilasan pada sinus.

Operasi konservatif untuk memperoleh drainage yang temporer atau

permanent, operasi-operasi radikal (dibicarakan pada pengobatan sinusitis masing-

masing).

Mixed Infective and Chronic Vasomator Sinusitis/Chronic Allergic Sinusitis

Etiologi

Faktor allergi atau faktor vasomator instability, mungkin merupakan faktor yang

paling penting dalam perjalanan penyakit ini, kemudian infeksi sekunder akibat dari

obstruksi kronis pada ostia dan poliposis. Bacteriologinya sama dengan simple

chronic sinusitis.

Patologi

Gambaran patologi merupakan kombinasi dari perubahan-perubahan yang kita lihat

pada simple chronic sinusitis dan pada keadaan allergi atau pada keadaan vasomator

instability. Biasanya berupa multi sinusitis atau bilateral pansinusitis. Keadaan ini

berupa perubahan-perubahan:

a. Oedema pada mukosa, disebabkan peninggian permeabilitas kapiler dan terjadi

penebalan mukosa.

b. Sering disertai pembentukan polip

c. Jumlah sel-sel eosinophil bertambah pada sekret hidung, bersamaan dengan sel-

sel polymorphonuclear karena ada infeksi sekunder.

Page 36: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

d. Pembentukan kiste palsu (kadang-kadang), karena distensi dari ruangan

intracelluler di dalam submukosa (cyste polypus).

Gambaran klinik

Biasanya cenderung menghinggapi beberapa sinus atau bilateral pansinusitis;

tetapi biasanya gejala-gejala dari sinusitis maxillaris dan sinusitis ethmoidalis yang

menonjol.

a. Rhirorrhoe dan post nasal discharge, sekret dapat bersifat encer, mukoid atau

mukopurulent.

b. Hyposmia atau anosmia.

c. Gejala-gejala yang berhubungan dengan allergi (lihat nasal allergi).

Prinsip pengobatan

a. Menanggulangi keadaan allergi (lihat nasal allergy)

b. Mengobati infeksi

c. Operasi, simple dan radikal (akan dijelaskan pada pembicaraan sinusitis masing-

massing).

Prognosis

Pengobatan atau tindakan-tindakan operatif kadang-kadang tidak begitu

memuaskan, karena faktor allergi sukar dihilangkan.

SINUSITIS MAXILLARIS AKUTA

Sinusitis maxillaris merupakan sinusitis yang paling sering ditemukan di

antara sinusitis lainnya. Menurut asalnya, sinusitis maxillaris dapat kita bagi atas dua

jenis, yakni:

a. rhinogen

b. dentogen.

Gambaran Klinik

Perasaan sakit pada pipi (fossa canina), biasanya perasaan sakit ini diproyeksi

ke sinus frontalis, ke regio temporalis, atau ke gigi atas.

Rhinorrhoe, post nasal dripping, dengan sekret kental atau mukorus. Oedema

pada pipi (fossa canina), gejala ini jarang terlihat.

Page 37: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pada pemeriksaan dengan rhinoskopia anterior akan terlihat sekret pada

meatus nasi media, dan hyperemia pada conchae media.

Untuk menguatkan apakah sekret itu berasal dari sinus maxillaris, kita lakukan

“Posture Test”, dengan pertama-tama membersihkan sekret yang terdapat di meatus

nasi media dengan kapas, kemudian penderita disuruh membungkukkan badan

sambil memiringkan kepala sedemikian rupa sehingga bagian sinus yang sakit berada

di atas, dengan demikian terjadi evacuasi dari isi sinus maxillaris dan akan keluar

melalui ostium sinus maxillaris yang berada di meatus nasi media. Pada pemeriksaan

ulangan sekret ini akan terlihat lagi di meatus nasi media, bile sekret memang berasal

dari sinus maxillaris (syarat ostium sinus maxillaris cukup terbuka).

Palpasi, fossa canina terasa nyeri pada bagian yang sakit.

Transilluminasi, terlihat gelap atau kabur pada sinus yang sakit (teknik pemeriksaan

akan dijelaskan).

Gambaran foto Ro, lebih dapat dipercaya dari pemeriksaan trans illuminasi,

terlihat kekaburan pada sinus yang sakit, kadang terlihat fluid level, dan juga dapat

memberikan informasi tambahan mengenai keadaan sinus yang lain.

Diagnosa banding

a. Absces yang berasal dari gigi atas.

b. Trigeminal neuralgia, cabang kedua dari n.V.

c. Tumor rahang atas, atau tumor sinus maxillaris.

Pengobatan lokal

Sesuai dengan prinsip penanggulangan sinusitis akuta yang telah dibahas

sebelumnya.

Khusus untuk sinusitis maxillaris akuta kita tambahkan pengobatan dengan

pemanasan lokal pada sinus maxillaris dengan diathormi gelombang pendek, U.K.G.

sinar solux, sinar infra merah.

Kalau fase akut telah lewat dapat dilakukan pungsi sinus maxillaris dengan

troicart, melalui meatus nasi inferior, kemudian dilakukan pembilasan pada sinus

dengan larutan garam fisiologi steriel, atau dapat dibilas dengan larutan antibiotika,

misalnya aqua penicillin. Pembilasan sinus ini dapat dilakukan beberapa kali sampai

keadaan sinus menunjukkan perbaikan.

Sinusitis Maxillaris Akuta Dentogen

Di negara-negara yang telah maju jumlah sinusitis maxillaris dentogen kurang

lebih mencapai 10% dari semua kasus-kasus sinusitis. Di Indonesia walaupun belum

ada angka-angka yang pasti, tetapi menurut pengalaman kami sehari-hari, kami

Page 38: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

mendapat kesan, bahwa angka-angka ini lebih tinggi dari pada negara-negara yang

telah maju; hal ini dapat dimengerti karena penyakit-penyakit gigi di Indonesia

angkanya cukup tinggi.

Keadaan gigi yang dapat menimbulkan sinusitis maxillaris dentogen adalah

sebagai berikut:

a. Peri-apical absces dari premoler atau molar atas, ini dapat menyebabkan suatu

peradangan pada mukosa dasar sinus maxillaris, sehingga terjadi efusi dan supurasi.

Caries pada tulang atau processus alveolaris dapat menyebabkan hubungan langsung

antara absces dengan rongga sinus (lihat gambar).

b. Setelah extraksi gigi premolar atau molar atas. Kadang-kadang tulang di antara

socket dan sinus amat tipis, sehingga dalam pencabutan gigi, akar gigi kadang-

kadang dapat terdorong atau tertinggal dalam sinus; terjadi oroantral fistula.

c. Periodental absces, dimulai dengan periodentitis akuta atau kronik dengan akut

exacerbasi, merupakan penyebab yang paling sering dari sinusitis maxillaris

dentogen.

Pengobatan

Pertama-tama kita harus berusaha menghilangkan penyebabnya dari gigi yang

diduga sebagai sumber dari infeksi, kemudian penderita dikirim ke bagian gigi untuk

pencabutan gigi. Setelah gigi diadakan canering, kita lakukan pungsi sinus, untuk

pembilasan seperti yang telah dijelaskan pada sinusitis maxillaris rhinogen. Kalau

dengan pembilasan kurang berhasil kita lakukan operasi antrostomi dengan sublabial

approach (diterangkan pada sinusitis kronika). Di samping tindakan ini kita dapat

juga tambahkan antibiotika per oral atau parenteral.

Sinusitis Maxillaris Kronika

Etiologi dan gambaran klinik dari sinusitis maxillaris kronika dan akuta

hampir sama, hanya berbeda dalam perlangsungannya yang menahun dan gejala-

gejala atau keluhan nyeri amat minimal, bila dibandingkan dengan sinusitis akuta.

Perbedaan yang jelas di antara sinusitis akuta dan kronika terletak dalam

penanggulangannya, yakni pada sinusitis akuta biasanya pengobatannya bersifat

konservatif, sedangkan pada sinuitis maxillaris kronika cara penanggulangannya

biasanya operatif.

Penanggulangannya berturut-turut sebagai berikut:

a. Pertama-tama dicoba dengan jalan irigasi atau pembilasan sinus dilakukan

beberapa kali, kalau tindakan ini ternyata tidak berhasil, maka kita meningkat pada

tindakan intranasal antrostomi.

Page 39: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

b. Intranasal antrostomi, dibuat suatu jendela pada dinding naso antral pada meatus

nasi inferior, dari jendela ini kita mengadakan kuretage pada sinus atau pembersihan

jaringan patologis dari dalam sinus.

Kesukaran pada teknik ini adalah lapangan operasi sempit dan rongga sinus

sukar tercapai seluruhnya sehingga kalau tidak berhasil baik dengan cara ini, kita

dapat lakukan dengan cara yang lebih radikal, yakni sublabial antrostomi.

c. Sublabial antrostomi (Caldwell – Luc Operation); cara ini sebaiknya kita lakukan

pada kasus-kasus dimana proses penyakit itu telah berlangsung lama, dan telah

terjadi perubahan-perubahan patologis pada mukosa maupun pada periostium dari

sinus maxillaris, sehingga dengan cara operasi antrostomi simplex, atau intra nasal

antrostomi, tidak akan terjamin keberhasilannya.

Dengan cara sublabial approach, memungkinkan kita untuk dapat

membersihkan bagian-bagian mukosa yang telah patologis dengan penglihatan secara

langsung ke dalam rongga sinus maxillaris (teknik operasi akan dijelaskan).

SINUSITIS FRONTALIS

Sinusitis Frontalis Akuta

Sinusitis frontalis merupakan sinusitis yang amat jarang terjadi, ini

disebabkan oleh perkembangan sinus frontalis yang paling terlambat dan bentuk

anatomis dimana ostium dari sinus frontalis terletak di dasar dari sinus frontalis,

sehingga setiap ada pembentukan exudat dalam sinus frontalis dengan mudah dapat

disalurkan ke luar ke dalam cavum nasi.

Tetapi kalau terjadi suatu sinusitis frontalis akuta, gejala-gejalanya cukup

berat dan perlu mendapat perhatian yang saksama, karena kemungkinan komplikasi

endokranial lebih mudah dibandingkan dengan sinus-sinus yang lain.

Sinusitis frontalis biasanya bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis =

homolateral.

Gambaran Klinik

Frontal pain (frontal headache), biasanya cukup berat dan bersifat periodik,

mulai beberapa saat setelah bangun pagi dan berakhir kurang lebih jam 2 atau jam 3

petang.

Page 40: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Perasaan nyeri pada penekanan pada atap dari orbita, dimana merupakan

dasar dari sinus frontalis dan merupakan dinding tulang yang tipis.

Oedema pada palpebra superior tidak jarang terlihat.

Terlihat adanya sekret pada meatus medius nasi.

Transilluminasi: kabur

Foto Ro: kabur

Diagnosa Banding

Herpezs zoster dari n. supra-orbitalis

Pengobatan

Bila keadaan amat berat, maka segera diadakan trepanasi pada atap dari sinus

frontalis, kemudian diadakan drainage dengan memasang tube (plastic tube) yang

difiksasi pada kulit, kemudian sewaktu-waktu diadakan pembilasan dengan larutan

ephedrian 1% dalam gram fisiologis steriel, sampai terlihat duktus nasofrontalis

terbuka dengan melihat adanya cairan bilasan masuk ke dalam cavum nasi dan bebas

dari pus.

Pada keadaan yang ringan, kita dapat lakukan infraksi conchae media dengan

maksud memperlebar meatus nasi media, dengan cara yang sederhana ini, sering

keluhan nyeri spontan akan hilang, karena komunikasi antara cavum nasi dan sinus

terbuka.

Sinusitis Frontalis Kronika

Telah disinggung sebelumnya, bahwa sinusitis frontalis jarang berdiri sendiri;

biasanya disertai sinusitis maxillaris atau sinusitis ethmoidalis.

Dalam penanggulangan sinusitis frontalis kronika, adakalanya dengan hanya

mengadakan tindakan operatif, pada sinus maxillaris, sinus ethmoidalis, sinus

frontalis dapat dikontrol dengan tanpa mengadakan operasi. Dalam keadaan dimana

tindakan tadi tidak berhasil, maka tindakan operasi perlu dipertimbangkan.

Operasi khusus untuk sinusitis frontalis kronika termasuk:

a. Operasi menurut King. Pada prinsipnya memperbaiki drainage dari sinus

frontalis, dengan jalan mengadakan trepanasi pada dasar dari sinus frontalis yang

letaknya pada atap medial dari orbita. Setelah diadakan trepanasi dengan burr (bor)

atau dengan pahat kecil, segera sinus terbuka, pus atau exudat akan segera keluar dan

dibersihkan, rongga sinus akan terlihat jelas, mukosa yang patologik dan polip

dibersihkan, tetapi waspada agar duktus nasofrontalis dipertahankan. Setelah itu

dimasukkan plastik tube untuk drainage dan difiksasi pada kulit waktu mengadakan

penjahitan.

Page 41: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Perawatan selanjutnya diadakan pembilasan sinus berulang-ulang melalui

tube dengan larutan garam fisiologis steriel atau dengan larutan antibiotika, sampai

sekret dari dalam sinus bersih.

Kembalinya fungsi normal dari duktus nasofrontalis dapat terlihat dengan

adanya sekret yang keluar dari hidung; bila drainage melalui duktus telah pulih

secara normal tube dapat diangkat.

b. Operasi menurut Howarth

Operasi ini mencakup operasi fronto-ethmoido-sphencidektomi. Pada

dasarnya selain sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis sekaligus dapat

dicapai dengan teknik operasi ini.

SINUSITIS ETHMOIDALIS

Sinusitis Ethmoidalis Akuta

Ditinjau dari perkembangan sinus ethmoidalis, dimana bentuk dan ukurannya

hampir-hampir lengkap waktu anak dilahirkan, maka sinusitis ethmoidalis agaknya

tak jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi kurang mendapat perhatian oleh para

teman sejawat yang bergerak di bidang disiplin lain. Sebagai contoh, seorang anak

dengan batuk-batuk kronis, anamnesa terpimpin menunjukkan adanya rhinorrhoe

yang kronis atau post nasal dripping (keluhan ini tidak terlihat dan tidak diketahui

oleh orang tua si anak); yang ditekankan hanya batuk-batuk telah lama dan telah

berobat dimana-mana tanpa hasil.

Kalau kita menemukan kasus demikian, ingatlah kemungkinan sinusitis

ethmoidalis atau sinusitis lainnya, yang terus menerus menyebabkan post nasal

dripping, iritasi pharynx, larynx, malahan sampai pada traktus respiratorius bagian

bawah, inilah semua yang menyebabkan batuk-batuk yang tak ada respons terhadap

pengobatan biasa, tanpa mengadakan pengobatan khusus pada sinusnya.

Gambaran klinik

Sebagai tambahan gejala-gejala khusus sinusitis ethmoidalis akuta, adanya

cephalgia (ethmoidal pain) yang letaknya di antara kedua mata dan di daerah

frontalis penderita.

Page 42: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pada anak-anak yang menderita penyakit ini tampak apatis, konsentrasi

berpikirnya berkurang, suara sengau, rhinorrhoe, obstruksi nasi dan batuk-batuk,

kadang-kadang terlihat oedema pada palpebra superior (D.D. sinusitis frontalis

akuta).

Pada pemeriksaan, terlihat adanya sekret pada meatus nasi media dan meatus

nasi superior.

Pengobatan

Mula-mula pengobatan bersifat konservatif, seperti melebarkan meatus nasi

media, kemudian diadakan replacement suction menurut Proetz. Cara ini pada

dasarnya mengisap sekret dari dalam sinus ethmoidalis dengan pertolongan aspirator,

kemudian menusukkan obat tetes hidung ke dalam sinus, maka terjadilah evakuasi

exudat dari dalam sinus dan diganti oleh cairan obat masuk ke dalam sinus.

Sinusitis Ethmoidalis Kronika

Pengobatan Khusus

a. Intranasal-Ethmoidektomi, dengan mengadakan luksasi pada conchae nasi media,

atau conchotomi partial, kemudian melalui bulla ethmoidalis dilakukan exentrasi sel-

sel ethmoidalis; dengan teknik ini lapangan penglihatan amat sempit, sehingga harus

hati-hati karena dapat merusak lamina cribrosa dan n. optikus, ke lateral dapat

merusak lamina papiracea masuk ke orbita.

b. Operasi menurut Morgan atau transantral ethmoidektomi. Operasi ini adalah

operasi dari sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis (lihat operasi Caldwell-Luc).

Dengan teknik ini sel-sel sinus ethmoidalis posterior mudah dicapai,

sedangkan sel-sel ethmoidalis anterior dapat dibersihkan dengan intranasal approach.

c. External Ethmoidektomi menurut Peterson atau menurut Smith.

SINUSITIS SPHENOIDALIS

Sinusitis Sphenoidalis Akuta

Karena letak sinus sphenoidalis di belakang atas cavum nasi, ostiumnya

bermuara pada meatus nasi superior, maka setiap ada peradangan pada sinus

sphenoidalis, tanpa bantuan foto Ro, sukar kita tegakkan diagnosa sinusitis

sphenoidalis.

Page 43: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Mungkin frekuensi sinusitis sphenoidalis lebih sering seperti apa yang kita

duga, tetapi karena diagnosa sukar, maka sering-sering diabaikan, atau tidak dibuat

diagnosa sinusitis sphenoidalis.

Dalam klinik sering kita membuat diagnosa sinusitis sphenoidalis sebagai

bagian dari pensinusitis.

Gejala-gejala

Cephalgia di daerah vertex, frontal, occipital atau dapat diproyeksikan ke

regio temporalis seperti pada mastoiditis.

Rhinorrhoe tak jelas, kecuali post nasal dripping, pada rhinoskopia posterior,

akan terlihat adanya sekret di ujung belakang dari conchae nasi media.

Pengobatan

Dapat dicoba dengan replacement suction menurut Proetz, kalau kurang

berhasil dapat dilakukan pungsi dengan jarum khusus pada dinding depan sinus

ephnoidalis, kemudian diadakan pembilasan dengan larutan garam fisiologi steriel.

Sinusitis Sphenoidalis Kronika

Pengobatan khusus

a. Operasi menurut Morgan, dari sinus othmoidalis posterior kita teruskan ke

dinding dari sinus sphenoidalis.

b. Melalui external ethmoidektomi menurut Peterson atau menurut Ferris Smith.

c. Langsung melalui intranasal dengan mengadakan pungsi pada dinding depan

sinus sphenoidalis, atau melalui intra septal approach, sebagai lanjutan dari septum

reseksi. Teknik operasi ini jarang dilakukan, karena lapangan operasi terlalu sempit.

Komplikasi Sinusitis Supurativa

Dengan kemajuan yang begitu cepat dan pesat dalam bidang antibiotika,

maka sekarang dapat dikatakan komplikasi sinusitis supurativa amat jarang. Kalau

komplikasi ini terjadi, biasanya pada waktu akut exacerbasi dari sinusitis kronika

supurativa.

Cara penyebaran infeksi

a. Penyebaran langsung

1) Dimulai dengan osteitis pada kompakta (caries).

2) Osteomyelitis, pada tulang diploic.

3) Osteoporosis, polip ethmoidal dapat menyebabkan dehiscensi pada lamina

papyrecea atau pada dasar dari fossa cranii anterior.

Page 44: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

4) Accidental atau surgical trauma, dengan melalui garis fraktur dari suatu sinus

yang sebelumnya sudah ada infeksi atau terjadi setelah trauma.

b. Penyebaran melalui vena dengan jalan:

1) Septic venous thrombosis, baik secara langsung atau secara retrograde.

2) Retrograde thrombosis dari vena-vena kecil dalam mukosa sinus, menyebar

ke vena-vena kecil dalam lapisan periostium dari durameter, sehingga terjadi

meningitis, thrombosis dari sinus intracranial dan encephalitis.

c. Penyebaran melalui aliran lymfe. Perivaskuler limfatik membawa infeksi melalui

foramina vaskuler, untuk membentuk subperiostal absces.

d. Penyebaran melalui spacia perineural dari n. olfaktorius ke rongga subarachnoid.

Jenis komplikasi yang dapat terjadi berupa:

a. Osteomyelitis. Keadaan ini dahulu sering terjadi akibat sinusitis frontalis, jarang

akibat dari sinusitis yang lain. Tetapi secara keseluruhan komplikasi ini sangat

jarang.

b. Komplikasi pada mata. Ditinjau dari sudut anatomi semua sinus paranasalis

berbatasan dengan mata. Malahan ada hanya dibatasi dengan tulang yang amat

tipis seperti lamina papiracea, dapat terjadi erosi akibat osteitis. Komplikasi

orbital juga jarang, tetapi pada anak-anak yang kita kenal sebagai orbital

cellulitis, dengan atau tanpa subperiostal absces.

Gejala-gejala orbital cellulitis

Nyeri pada mata, terutama pada waktu menggerakkan bola mata.

Chemosis, atau oedema dari conjunctiva sampai menutup kelopak mata.

Diplopia, akibat deri pergeseran letak dari bola mata. Pada fundus kopi terlihat

oedema dan dibatasi vena-vena dari retina.

Diagnose Banding

1) Dacrocystis

2) Thrombosis sinus cavernosus

3) Mucocele

4) Intra orbital kiste

5) Osteoma

6) Tumor-tumor maligna dari mata.

Pengobatan

Pada orbital cellulitis dengan pemberian antibiotika dosis tinggi, biasanya

cukup berhasil, dan kalau tidak berhasil biasanya telah terjadi subperiostal

absces.

Page 45: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pada subperiostal absces diperlukan incisi melalui bagian dalam dari

palpebra superior, kemudian diadakan drainage.

Kalau absces ini berasal dari sinusitis frontalis akuta, maka baik sinus

maupun absces diadakan drainage dengan mengadakan incisi pada daerah

supraorbital.

Setelah keadaan lebih tenang dengan pemberian antibiotika dosis tinggi,

dilakukan radikal operasi pada sinus bersangkutan.

Prognosis

Pada umumnya sembuh sempurna, dengan tak ada gangguan fungsi pada

mata.

c. Komplikasi Endokranial. Komplikasi endokranial tidak akan dibicarakan secara

mendetail, karena nanti akan dibicarakan di bagian neurologi.

Dalam garis besar dapat dikatakan, bahwa komplikasi endokranial; akibat

sinusitis dapat berupa:

1) Meningitis, dengan atau tanpa extradural atau subdural absces.

2) Thrombosis dari sinus cavernosus atau dari sinus longitudinalis.

3) Enchephalitis atau absces cerebri.

Perlu dicatat, bahwa setiap sinusitis, ada kecenderungan memberikan

daerah komplikasi khusus pada otak. Misalnya sinusitis frontalis, berhubungan

dengan absces dari lobus frontalis, didahului dengan osteitis dari dinding

belakang sinus frontalis.

Sinusitis ethmoidalis, berhubungan dengan meningitis supurativa difusa,

dengan melalui perforasi dekat lamina cribrosa.

Sinusitis sphenoidalis, juga berhubungan dengan meningitis supurativa

difusa, thrombosis sinus cavernosus dan thrombosis dari sinus-sinus lain.

Sinusitis maxillaris jarang menyebabkan komplikasi intracranial. Kalau

hal ini terjadi dapat melalui vena yang berasal dari plexus pterygoideus.

d. Efek sekunder dari sinusitis supurativa

1) Pharyngitis, tonsilitis, otitis media, laryngotracheitis dan bronchitis terutama

pada anak-anak.

2) Bronchiectasis; hubungan bronchiectasis dan sinusitis belum begitu jelas,

tetapi dikatakan bahwa mungkin sinusitis kadang-kadang sebagai penyebab.

3) Asthma bronchiale, hubungannya dengan chronis infective allergic sinusitis,

pada keadaan ini suatu operasi radikal dari sinusitis dapat meringankan

asthma bronchiale.

Page 46: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

4) Fokus infeksi, sinusitis kronika kadang-kadang berperanan sebagai fokus

infeksi dari penyakit-penyakit tertentu. Walaupun akhir-akhir ini hubungan

fokus infeksi dengan sinusitis agak diragukan, tetapi pada beberapa keadaan

seperti poly arthtritis, tendosynovitis ternyata ada perbaikan dengan

menghilangkan sinusitisnya.

TRAUMA HIDUNG

Dengan meningginya kecelakaan lalu lintas atau traffic accident, ditambah

dengan sifat khusus dari hidung yang merupakan bagian tubuh yang paling menonjol

serta tak ada bagian tubuh yang lain melindunginya, maka dalam setiap kecelakaan

lalu lintas dengan trauma capitis, kemungkinan besar disertai dengan trauma nasi.

Atau dapat dikatakan trauma nasi sering bersamaan dengan trauma muka (maxillo

facial trauma).

Gambaran Klinik

Trauma hidung dapat mengenai hidung, jaringan subcutis, mukosa yang

meliputi cavum nasi, kerangka tulang dan tulang rawan yang membentuk hidung itu

sendiri.

Trauma kulit, jaringan subcutis dan mukosa, dapat berupa contusio jaringan

atau tanpa hematoma, laserasi, abrasi, vulnus, corpus allienum yang tertinggal di

tempat trauma atau hilangnya bagian-bagian hidung tersebut.

Trauma kerangka tulang dan tulang rawan dapat dibagi atas:

a. Fraktura os nasalis

b. Trauma naso-orbital

Sedangkan menurut arah traumanya dapat dibagi pula atas:

a. Trauma lateral

b. Trauma frontal

Penggolongan ini sangat penting dalam menentukan sikap kita untuk

menanggulanginya.

Diagnosis

Penderita atau pengantar biasanya sudah memberikan penjelasan mengenai

apa yang telah terjadi. Pada waktu pemeriksaan penderita dalam keadaan sadar atau

setengah sadar atau dalam keadaan tak sadar atau coma (pada contussio cerebri).

Page 47: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Kadang-kadang masih ditemui darah yang mengalir dari hidung atau adanya

bekuan darah dalam cavum nasi. Hampir pada setiap trauma nasi terdapat

pembengkakan, oedema, tanpa atau disertai hematoma.

Penanggulangan

Dalam menghadapi kasus-kasus trauma nasi tujuan kita adalah untuk:

a. Life saving.

b. Mengembalikan fungsi normal serta mencegah terjadinya komplikasi.

c. Kosmetik.

Pertama-tama yang harus diperhatikan ialah jalan pernapasan, hidung dan

tenggorok dibebaskan dari bekuan darah atau corpus allienum yang menghalangi

jalan pernapasan.

Kalau terdapat obstruksi larynx dilakukan tracheotomi. Keadaan umum

penderita harus diawasi dengan saksama; kalau terdapat tanda-tanda shock, maka kita

segera berusaha mengatasinya. Kalau perdarahan masih ada, segeralah mencari

sumber perdarahan tersebut dan cobalah mengatasinya; perdarahan (lihat epistaxis).

Trauma terbuka kulit dan mukosa

Luka dibersihkan dan dilakukan “debridement”. Pada luka-luka yang kotor

diberi A.T.S. Kulit yang hilang dapat dicoba dengan jahitan, kalau tak mungkin dapat

dilakukan “skin graft”. Epistaxis dihentikan dengan pemasangan tampon.

Fraktura Kerangka Tulang Hidung

Prinsipnya tindakan reposisi dilakukan secepat mungkin, kalau keadaan

penderita memungkinkan. Waktu penderita tiba di rumah sakit biasanya sudah

oedema, hebat atau tidaknya oedema itu bergantung pada berat tidaknya trauma.

Oedema yang terjadi dapat menyukarkan palpasi sehingga sukar menentukan

dislokasi dan sukar menilai kedudukan tulang yang telah direposisi.

Demikian juga kalau diadakan fixasi pada hidung yang ada oedema, fixasi ini

akan jadi longgar setelah dua tiga hari karena oedemanya menurun. Karena itu cukup

bijaksana bila kita menunggu sampai oedema hilang, sehingga kita dapat membuat

diagnosa dengan tepat dan dapat menilai tindakan kita, apakah sudah mencapai

sasarannya serta dapat mengadakan fixasi dengan baik. Biasanya oedema tersebut

akan hilang pada hari keempat atau hari kelima.

Callus yang terbentuk pada tempat fraktur makin lama makin mengeras.

Callus yang mengeras tersebut akan menyukarkan kita melakukan reposisi; maka

sebaiknya reparasi dilakukan pada hari ke-5 – 7. Reposisi yang dilakukan setelah dua

minggu memberikan hasil yang kurang memuaskan, kecuali dilakukan open reposisi

Page 48: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

atau pada fraktur lama sebaiknya dilakukan medial – lateral osteotomi. Setelah itu

fragmen-fragmen tulang disusun kembali.

Trauma lateral

Trauma ini memberikan gejala-gejala sebagai berikut:

a. Terjadi dislokasi ke satu sisi.

b. Pangkal hidung biasanya masih berada di garis tengah.

c. Deviasi septi ke satu sisi.

d. Nyeri waktu palpasi.

e. Kadang-kadang os nasalis mudah digerakkan dengan adanya krepitasi.

Trauma frontal

Gejala-gejalanya adalah:

a. Hidung terletak di garis tengah, tetapi lebih mendatar atau cekung.

b. Pada trauma yang hebat bagian-bagian tulang hidung terpisah satu sama lain,

serta hilangnya kesatuan dengan processus frontalis ossia maxillae, menyebabkan

pula hilangnya bentuk hidung itu sendiri.

c. Terdapat krepitasi serta os nasalis mudah digerakkan.

Trauma naso orbital

Trauma ini mengenai organ-organ intercanthus dengan tulang-tulang ethmoid

di bawahnya.

Gejala-gejalanya sebagai berikut:

a. Jarak kedua canthus medialis akan bertambah.

b. Terdapat krepitasi.

c. Pada trauma hebat terjadi “commuted fracture” yang mungkin menyebabkan

tersumbatnya duktus lakrimalis, sehingga penderita akan mengeluh

hyperlakrimasi, dan sering ditemukan gangguan pergerakan bola mata, diplopia

karena terlepasnya ligament canthus medialis.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan dalam posisi lateral, occipitomental 30 –

60 derajat. Dari gambaran radiologik dapat ditentukan fraktur, kedudukan tulang,

tetapi tak dapat menentukan derajat dislokasi.

Pada trauma lateral tak banyak faedahnya, sedangkan pada trauma frontal

berguna bila terdapat oedema yang hebat, karena kita tak dapat melakukan palpasi

dengan baik.

Page 49: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Tindakan pada trauma lateral

Kedudukan os nasalis yang mengalami dislokasi, dapat kita reposisi dengan

respatorius, Whalsam forceps, sedangkan septum yang deviasi dapat diluruskan

dengan Ache’s forceps.

Tindakan pada trauma frontal

Walau tindakan reposisi dilakukan seperti yang telah diterangkan os nasalis

akan tetap miring ke satu sisi karena adanya dislokasi septum nasi. Oleh karena itu

sub mukosa reseksi harus dilakukan lebih dahulu.

Tindakan pada trauma naso-orbital

Untuk dapat menyusun lagi tulang-tulang yang membentuk pangkal hidung

tersebut dilakukan open reduction, serta dengan fixasi dengan lempeng logam.

Fixasi. Untuk mempertahankan posisi bentuk yang telah diperoleh dengan jalan

reposisi dan untuk menghindarkan dislokasi kembali karena kedudukannya masih

labil, maka diperlukan fixasi.

Fixasi ada dua macam yakni:

a. Fixasi dalam. Berupa tampon hidung yang dibuat dengan kain kasa yang diberi

boor zalf atau kemycetin zalf atau dengan solfratule. Tampon ini dipasang 2 x 24

jam, dan kalau perlu boleh dipasang tampon baru.

b. Fixasi luar. Dapat digunakan gips seperti plaster of paris atau metal plate, fixasi

ini kita pertahankan selama 10 – 12 hari.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

a. Cerebrospinal rhinorrhoe, akibat adanya fraktur pada dinding posterior sinus

frontalis atau pada lamina cribrosa, sehingga ada hubungan langsung dengan

dasar dari fossa cranii anterior.

b. Meningitis

c. Anosmia.

Page 50: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

EPISTAXIS

Definisi

Epistaxis adalah perdarahan dari cavum nasi, baik yang ke luar dari nares anterior

atau nares posterior turun ke farynx dan dikeluarkan melalui mulut.

Etiologi

Epistaxis dapat ditimbulkan karena sebab-sebab lokal atau umum.

a. Sebab lokal:

1) Trauma, epistaxis dapat terjadi setelah suatu trauma ringan, misalnya karena

mengorek-ngorek hidung, atau akibat dari trauma berat, misalnya terpukul,

trauma kapitis karena sesuatu kecelakaan dan lain-lain.

2) Infeksi, misalnya diphteria hidung, sinusitis akuta, rhinitis atrofika.

3) Corpus allienum, misalnya terdapat lintah dalam cavum nasi.

4) Tumor-tumor, yang terkenal dalam angiofibroma nasopharynx,

haemangioma, tumor-tumor ganas baik dari dalam cavum nasi, sinus

paranasalis atau dari nasopharynx.

5) Perubahan tekanan yang tiba-tiba, misalnya waktu menyelam.

6) Idiopathic.

7) Septum deviasi.

b. Sebab-sebab umum:

1) Peninggian tekanan arteri, misalnya pada hypertensi yang disebabkan oleh

berbagai keadaan, seperti arteriosclerosis, nepheritis kronika, kehamilan pada

toxieosis gravidarum.

2) Peninggian tekanan vena, seperti pada decompensatio cordia, penyakit paru-

paru yang kronis dan pertusis.

3) Penyakit-penyakit darah, seperti leukemia, haemophilia, sickless-cells

anemia, defisiensi vitamin K dan C, thrombocytopenia purpura.

4) Infeksi akut, misalnya typhoid fever, influenzae dan morbilli.

5) Perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba.

6) Gangguan hormonal.

Lokasi perdarahan/sumber perdarahan

Menurut sumber perdarahan epistaxis dibagi dalam anterior bleeding dan

posterior bleeding.

Anterior bleeding dapat berasal dari Plexus Kiesselbach (Little’s area) dan

dari a. Ethmoidalais anterior. Plexus Kiesselbach merupakan sumber perdarahan

Page 51: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

yang paling sering, kira-kira 90% dari epistaxis bersumber dari tempat ini, terutama

pada anak-anak dan biasanya dapat berhenti spontan (selflimiting) dan mudah diatasi.

Posterior bleeding dapat berasal dari a. sphenopalatina dan a. ethmoidalis

posterior, biasanya terjadi pada usia lanjut yang disertai dengan hypertensi,

arteriosclrerosis atau pada penyakit cardiovaskuler. Posterior bleeding biasanya tidak

berhenti spontan, perdarahan dapat hebat dan sumber perdarahan sukar dideteksi

secara langsung, sehingga penanggulangannya pun juga lebih sukar.

Penanggulangan

Prinsip penanggulangan epistaxis adalah pertama-tama menghentikan

perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaxis. Untuk

menghentikan perdarahan, suatu tindakan aktif perlu segera diambil, seperti

pemasangan tampon dan kaustik, lebih dapat dipertanggungjawabkan dari pemberian

obat-obat haemostatik sambil menunggu epistaxis berhenti.

Sebelum kita membahas tindakan penanggulangan epistaxis secara sistematis,

sebaiknya diketahui alat-alat apa yang diperlukan untuk menanggulanginya.

1. Lampu kepala

2. Spekulum hidung

3. Bayonet pinset

4. Alat pengisap (aspirator)

5. Penekan lidah

6. Kateter karet

7. Pelilit kapas (cotton applicator)

8. Lampu spiritus

9. Kapas, kain kasa

10. Tampon Bellocq.

11. Boorzalf atau Bipp (Bisthmus iodine parafin paste).

12. Xylocain 2% untuk topical anesthesi atau untuk spray.

13. Sol. Adrenalin 0,001.

14. Sol. Nitras argenti 20 – 30%.

Kalau penderita epistaxis datang, maka penderita harus diperiksa dalam

keadaan duduk, kecuali penderita sangat lemah atau dalam keadaan shock.

Sebelum kita mulai menanggulangi epistaxis sebaiknya si pemeriksa dan si

penderita dilindungi dengan pakaian khusus untuk menghindari dari percikan darah.

Tindakan pertama adalah membersihkan bekuan darah dari dalam cavum nasi

untuk mencari sumber perdarahan, kalau ada aspirator pergunakanlah alat aspirator

Page 52: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

untuk membersihkan darah; kadang-kadang dengan membersihkan darah, perdarahan

berhenti spontan, karena terjadi reaksi dan kontraksi dari pembuluh darah.

Kalau tak ada aspirator dapat dipakai kapas yang telah dibasahi dengan

xylocain dan adrenalin, dimasukkan dalam hidung, sambil menunggu kurang lebih 5

menit setelah itu tampon dilepaskan dan dicari sumber perdarahan. Dengan cara ini

kita dapat menentukan apakah sumber perdarahan berasal dari depan atau dari

belakang.

Perdarahan anterior

Tindakan yang sederhana untuk mengatasi perdarahan dari depan ialah

dengan menekan ala nasi ke arah septum selama 5 – 10 menit, sambil menyuruh

penderita bernapas melalui mulut.

Kalau tindakan ini belum berhasil kita masukkan tampon kapas yang

sebelumnya telah dibasahi dengan xylocain dan ephedrin atau adrenalin ke dalam

hidung, ditunggu 5 menit kemudian tampon diangkat, tempat asal perdarahan di

kaustik dengan sol. nitras argenti 20 – 30% dapat juga dipakai larutan trichlor acetic

acid 50%, atau dengan electrocauter.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan

pemasangan tampon, yaitu dengan boorzalf tampon atau Bipp tampon yang

dimasukkan melalui nares anterior. Tampon yang dipasang ini harus dapat menekan

tempat asal perdarahan. Tampon boorzalf dapat dipertahankan untuk 1 – 2 hari dan

Bipp tampon dapat dipertahankan lebih lama bila perlu.

Perdarahan posterior

Perdarahan posterior lebih sukar diatasi, hal ini disebabkan karena perdarahan

biasanya lebih banyak dan sukar terlihat sumber titik perdarahannya. Dalam praktek

kadang-kadang tidak mungkin untuk menentukan titik perdarahan tersebut. Maka

pada keadaan ini kita langsung memasang tampon pada cavum nasi yang berdarah,

tetapi sebelumnya harus diadakan lokal anesthesi dengan xylocain 2%.

Kalau dengan tindakan ini belum berhasil menghentikan perdarahan, maka kita

mencoba pemasangan ulangan tampon dengan cara yang lebih baik; dan kalau ini

pun belum berhasil, maka kita memasang tampon pada kedua hidung dengan teknik

yang sama. Bila belum juga berhasil, maka kita lakukan pemasangan tampon

menurut Bellocq (posterior nasal pack).

Pada prinsipnya pemasangan Bellocq tampon ini, kita menutup choanae atau

nares posterior dengan segumpal kain kasa yang telah dipulas dengan Bipp atau

boorzalf.

Page 53: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Teknik pemasangan Bellocq Tampon

Ambillah segumpal kain kasa yang telah dibalutkan sebesar kurang lebih

dengan garis tengah 2 – 2 ½ cm (sebesar lubang choanae). Pada gumpalan kain kasa

ini kita ikatkan dua utas tali yang sebaiknya terbuat dari kain, sedemikian rupa

sehingga pada permukaan lain dari gumpalan kain kasa tersebut terdapat dua ujung

tali yang bebas dan pada sisi lain terdapat satu ujung tali yang bebas pula. Kemudian

dengan kateter karet kita masukkan pada hidung yang berdarah, sehingga ujungnya

keluar ke oropharynx dan ditarik keluar melalui mulut.

Ujung kateter yang keluar dari mulut ini kita sambungkan dengan kedua ujung tali

yang bebas yang terikat pada gumpalan kain kasa tadi, setelah itu kita tarik kateter

yang keluar dari hidung sambil menuntun gumpalan kain kasa tersebut masuk ke

choanae dengan bantuan dorongan dari jari tangan kita sehingga terletak demikian

rupa menutup rapat lubang choanae. Setelah itu kita lanjutkan dengan pemasangan

tampon depan seperti telah dibicarakan sebelumnya.

Setelah pemasangan tampon depan tersusun dengan baik dari belakang

hidung sampai ke depan, pada nares anterior kita letakkan lagi segumpal kain kasa

kecil, dan kedua ujung tali yang bebas yang keluar pada nares anterior diikatkan pada

gumpalan kain kasa tersebut (lihat gambar).

Ujung tali satu lainnya yang keluar dari mulut difixasi pada sudut pipi.

Dengan teknik pemasangan tampon menurut Bellocq ini, cavum nasi dari belakang

sampai ke depan benar-benar padat dengan tampon, sehingga kalau teknik

pemasangan yang baik, perdarahan biasanya akan dapat diatasi.

Kalau dengan tindakan ini masih berdarah, maka tindakan akhir adalah

pengikatan arteri earotis externa, arteri maxillaris interna, atau arteri othmoidalis

anterior.

Di samping pemasangan tampon dengan kain kasa, ada pula yang memakai

“rubber pneumatic pack” untuk menghentikan perdarahan.

Beberapa penulis memakai obat-obatan secara lokal/topikal untuk

menghentikan perdarahan.

Darkstein (1971) memakai acidum aminocaproicum secara topikal spray dan

zat ini berfungsi menghambat fibrinolysis. Dapat juga dipakai zat-zat thrombin,

“oxycel”. Obat-obat haemostatik seperti vitamin K, anaroxyl, adona AC 17 dapat

diberikan sebagai penunjang di samping pengobatan lokal.

Page 54: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaxis sendiri, atau

sebagai akibat usaha dalam penanggulangan epistaxis. Sebagai akibat perdarahan

yang hebat dapat terjadi shock dan anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat

menimbulkan ischaemia cerebri, insufiensi koroner dan infark myocard, sehingga

dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian transfusi darah secepa-

cepatnya merupakan tindakan yang paling penting.

Pemasangan tampon yang lama dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan

bahkan septikemia; karena itu setiap pemasangan tampon sebaiknya diberikan

antibiotika.

Perlu juga diperhatikan pada pemasangan Bellocq tampon pada orang tua-tua

yang mempunyai penyakit cardiopulmonary yang kronis dapat menyebabkan

kematian mendadak, karena terjadi hypoxia atau tekanan O2 menurun dalam darah

dan meningginya tekanan CO2 dalam darah, sehingga terjadi ischaemia pada

myocard infark.

SEPTUM DEVIASI

Septum deviasi merupakan salah satu penyebab dari obstruksi nasi. Telah

dinyatakan sebelumnya dalam pembicaraan anatomi dari septum nasi, bahwa pada

seseorang dewasa jarang yang mempunyai septum yang benar-benar lurus. Biasanya

terdapat sedikit deviasi tetapi tidak memberikan keluhan, sehingga tidak memerlukan

koreksi. Hanya septum deviasi yang berat dengan keluhan obstruksi nasi, yang

memerlukan koreksi dengan jalan operasi.

Etiologi

Trauma, biasanya menyebabkan deviasi di bagian depan dari septum nasi,

yakni pada cartilago septi nasi, hal ini sering terjadi pada anak-anak akibat terjatuh,

yang menyebabkan dislokasi dari cartilago septi nasi dari dasarnya, yakni dari krista

maxillaris dan dari tulang vomer. Pada keadaan ini septum nasi dapat menonjol ke

salah satu sisi, sehingga cukup dapat memberikan keluhan obstruksi nasi.

Kesalahan perkembangan; dikatakan, bahwa pertumbuhan tulang-tulang

septum nasi terlalu cepat bila dibandingkan dengan kerangka tulang yang terletak di

Page 55: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

sekitar hidung. Kelainan ini biasanya menyebabkan efek di bagian belakang dari

septum nasi, karena kecepatan pertumbuhan antara tulang palatum dan cranium tidak

sama.

Ada juga yang mengemukakan, bahwa kompresi pada hidung waktu anak

dilahirkan (termasuk trauma lahir), atau letak anak dalam kandungan mempunyai

pengaruh sebagai penyebab terjadinya septum deviasi.

Patologi

Deviasi bisa terjadi pada tulang rawan, tulang biasa atau pada kedua-duanya.

Bentuk deviasi yang hanya ke satu sisi, baik dalam bentuk spina atau krista septi, kita

sebut “simple deviasi”, sedangkan bentuk deviasi berganda pada kedua sisi kita sebut

“sigmoid” atau bentuk “S”.

Deviasi ini juga dapat dalam bentuk penebalan yang tak teratur, biasanya

sebagai akibat trauma, karena terjadi dislokasi atau fraktur, kemudian terbentuk

callus yang tebalnya tak teratur.

Gambaran Klinik

Obstruksi nasi merupakan keluhan utama. Deformasi hidung luar (pada

keadaan yang berat). Cephalgia atau “Pressure headaches”, yang mungkin

disebabkan adanya sentuhan antara septum (spina septi) dengan bagian dari dinding

lateral. Epistaxis, kadang-kadang terjadi akibat daruptur kapiller pada bagian tulang

yang menonjol.

Pengobatan

Pada keadaan yang ringan tidak perlu pengobatan, atau koreksi pada septum

nasi. Bila deviasi septi dengan keluhan terutama obstruksi nasi, maka tindakannya

adalah dengan jalan operasi yang kita kenal sebagai “submukous resection” (S.M.R.)

HEMATOMA SEPTI

Definisi

Hematoma septi adalah penggumpalan darah di bawah mukoperichondrium atau

mukoperiostium dari septum nasi.

Etiologi

Hampir selalu disebabkan oleh trauma dan dapat berupa:

Page 56: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

a. Trauma langsung pada hidung, karena jatuh atau pukulan.

b. Suatu akibat operasi pada hidung misalnya operasi S.M.R.

c. Blood dyscrasias (jarang).

Gambaran Klinik

Obstruksi nasi biasanya bilateral dan obstruksi total. Pada septum terlihat

pembengkakan, dengan warna kemerah-merahan pada kedua sisi, palpasi terdapat

fluktuasi.

Komplikasi

Absces septi dapat mengakibatkan nekrosis pada tulang rawan dari septum

nasi, karena infeksi sekunder; pada akhirnya menyebabkan deformasi hidung.

Pengobatan

Aspirasi dengan jarum kadang-kadang cukup, bila hematomanya kecil, cara

aspirasi ini dapat diulangi. Insisi dan drainage dengan drain karet yang diambil dari

guntingan sarung tangan karet, berbentuk tube yang kecil. Tampon hidung, dapat

mencegah penggumpalan darah kembali. Pemberian antibiotika untuk mencegah

infeksi sekunder.

ABSCES SEPTI

Etiologi

Trauma, suatu absces biasanya akibat sekunder dari hematoma septi dengan

sekunder infeksi.

Spontan, kadang-kadang terjadi setelah serangan morbilli, atau scarlet fever,

dalam beberapa hal sebagai komplikasi dari furunkulosis dari vestibulum nasi.

Gambaran Klinik

Nyeri pada hidung, obstruksi nasi, sakit kepala, panas, pembengkakan dengan

warna kemerah-merahan yang symetris pada septum, terdapat fluktuasi.

Komplikasi

a. Deformasi hidung luar, akibat nekrosis pada tulang rawan.

b. Perforatio septi.

c. Meningitis dan thrombosis sinus cavernosus (jarang).

Page 57: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pengobatan

Pengobatan harus segera diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

a. Insisi dan drainage seperti pada hematoma; teknik insisi ini harus diperhatikan,

bila kita mengadakan insisi kiri kanan yang penting garis insisi tidak boleh dalam

satu bidang horizontal, agar tidak terjadi perforasi.

b. Pemberian antibiotika dengan dosis tinggi.

c. Rhinoplasty untuk mengoreksi deformitas, hal ini dilakukan setelah keadaan

peradangan tenang.

PERFORATIO SEPTI

Etiologi

Trauma, karena suatu operasi S.M.R. terjadi perforasi pada

mukoperichondrium pada kedua sisi yang berlawanan.

Keadaan patologik

a. Hematoma atau absces septi dengan nekrose pada tulang rawan.

b. Malignant granuloma dan periarteritis nodosa (Wegeneror granulomatosis).

c. Syphilis, terjadi perforasi pada bagian tulang dari septum nasi (sekarang jarang).

d. Penyakit Hanzen.

e. Rhinolith, rhinitis caseosa.

f. Tumor-tumor ganas.

g. Indiopathic perforasi dapat ditemukan secara kebetulan tanpa adanya riwayat

trauma, atau penyakit-penyakit lainnya.

Gambaran Klinik

1. Terasa ada iritasi pada hidung

2. Wistling, biasanya terjadi pada perforasi kecil.

3. Epistaxis, dapat terjadi kalau terlepas crustae dimana pinggir perforasi ulcus

masih aktif.

4. Sakit dan foeter, pada rhinolith atau pada stadium aktif dari gumma.

5. Pada perforasi besar terhadap rhinolatia.

Page 58: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Lokalisasi perforasi

Syphilis terjadi pada bagian tulang dari septum nasi, sedangkan sebab

penyakit lainnya pada bagian tulang rawan dari septum nasi.

Pengobatan

Kalau perforasi kecil dan dalam keadaan tenang, tidak perlu pengobatan.

Pengobatan lainnya bergantung pada kausa, secara lokal cavum nasi dibersihkan

dengan crustae, jaringan granulasi dikaustik dengan Nitras argenti, tulang atau tulang

rawan yang nekrotis diexcisi, untuk mendapatkan pertumbuhan jaringan baru.

Penutupan perforasi dengan teknik sliding mucoperichondrial flaps dapat

dicoba pada perforasi yang tidak terlalu besar.

CORPUS ALLIENUM NASI

Pendahuluan

Benda asing dalam hidung sering ditemukan pada anak-anak di antara umur

3 – 5 tahun. Benda asing ini pada umumnya dimasukkan ke dalam hidung dengan

sengaja melalui nares anterior dan lebih sering ditemukan dalam hidung kanan,

karena si anak memasukkannya dengan tangan kanan.

Sifat benda asing

Menurut sifatnya benda asing ini kita bagi dalam dua jenis besar, yakni

benda-benda organik dan benda-benda in organik.

Benda organik seperti kacang tanah dan biji-bijian lainnya, dalam waktu yang

tidak lama terjadi reaksi peradangan dan terjadi penyumbatan dan rhinorrhoe.

Benda-benda inorganik misalnya bahan-bahan metal, tidak terjadi reaksi atau

amat lambat reaksi peradangannya.

Jenis benda apa yang paling sering ditemukan, amat bergantung dari

lingkungan si anak itu bermain. Sebagai contoh di Ujung Pandang ini, kalau anak itu

datang dari desa, yang sering kita temukan adalah biji buah asam, kacang tanah atau

daun-daunan. Sedangkan anak-anak di kota biasanya kita temukan bahan-bahan

plastik, karet, manik-manik, kacang tanah dan lain-lain.

Perlu juga dicatat, bahwa kadang-kadang corpus allienum nasi itu terdiri dari

benda hidup, misalnya kalau si anak suka mandi di sawah atau kali-kali kecil yang

Page 59: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

terdapat lintah di dalamnya, maka kadang-kadang ditemukan lintah sebagai corpus

allienum nasi.

Jalan masuknya corpus allienum nasi

a. Melalui nares anterior, dan ini yang paling sering.

b. Melalui nares posterior, dapat terjadi kalau penderita muntah, sisa-sisa makanan

dapat masuk ke dalam hidung dan tertinggal di dalamnya; pada orang dewasa

biasanya dengan mudah dikeluarkan dengan jalan sisi, tetapi pada anak atau bayi

dapat tertinggal dalam hidung sebagai corpus allienum nasi.

Gambaran Klinik

Kasus I. Seorang ibu membawa seorang anak umur kurang lebih 3 tahun, dengan

menceritakan, bahwa belum berselang lama anaknya memasukkan sesuatu benda ke

dalam hidungnya.

Kasus II. Seorang ibu atau ayah menceritakan kepada dokter, bahwa sejak beberapa

hari ini hidung anaknya berbau busuk dan mengeluarkan ingus dari salah satu lobang

hidungnya, dan pada waktu tidur tampak napasnya sesak.

Pada kasus pertama sudah jelas diagnosa corpus allienum telah ditegakkan

oleh si ibu.

Pada kasus kedua, kita mendengar keluhan yang berupa: footer nasi,

rhinorrhoe dan obstruksi nasi unilateral pada seorang anak; ketiga gejala ini

merupakan gejala yang khusus untuk corpus allienum nasi.

Sudah selayaknya kita sebagai dokter mendengar keluhan demikian, maka

assosiasi pikiran kita pertama-tama kita tujukan ke arah diagnosa corpus allienum

nasi. Diagnosa pasti dan tentu harus diperkuat dengan pemeriksaan rhinoskopi

anterior.

Penanggulangan

Pada kasus-kasus corpus allienum nasi yang telah diketahui oleh orang tua si

anak, biasanya orang tua si anak agak gelisah dan segera membawa si anak ke

dokter. Bila kita menemukan kasus demikian, yang penting kita sebagai dokter tidak

perlu terburu-buru. Ingat, bahwa corpus allienum nasi bukan kasus akut.

Tindakan pertama adalah si anak harus dipegang/dipeluk baik-baik dalam

posisi duduk tegak, dan seorang pembantu memegang kepala si anak, agar jangan

bergerak. Setelah itu hidung dibuka dengan spekulum hidung; corpus allienum

biasanya terletak di dasar cavum nasi, dan dengan teknik yang tepat (diterangkan

dengan demonstrasi), corpus allienum itu mudah dikeluarkan. Sekali lagi ditekankan,

bahwa fiksasi anak penting sekali sebelum kita mencoba mengeluarkan corpus

Page 60: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

allienum; sebab usaha pengaitan pertama dari corpus allienum itu amat menentukan.

Jadi harus diusahakan agar pengambilan pertama itu harus berhasil, karena pada

waktu itu hidung belum berdarah dan corpus allienum masih terlihat dengan jelas.

Kalau tindakan pertama tidak berhasil, biasanya dengan pengaitan tadi hidung

sudah berdarah, dan corpus allienum tidak terlihat lagi, sehingga lebih sukar

mengeluarkannya, terutama bagi yang belum berpengalaman.

RHINOLITH (RHINOLITHIASIS)

Definisi

Rhinolith adalah suatu pengerasan dalam hidung yang menyerupai batu atau

beton yang membungkus suatu corpus allienum (dexogen), bekuan darah, mukus

(endogen), yang terdiri dari garam-garam phospat, carbonat, calcium dan magnesium

yang biasanya tersusun dalam lapisan.

Sifat rhinolith

Bersifat rapuh atau keras dan kadang-kadang multiple, warnanya keabu-

abuan, coklat atau hitam dan terbuat dari garam-garam yang seperti diuraikan dalam

definisi di atas.

Gambaran Klinik

1. Rhinorrhoe unilateral, bersifat mucoid, mukopurulent dan foetor, kadang-kadang

sekret bercampur darah.

2. Obstruksi nasi.

3. Bersifat radio opaque, dan biasanya letaknya di dasar cavum nasi, kalau rhinolith

cukup besar, dapat menekan struktur di sekitarnya, sehingga menyebabkan

perforatio septi atau perforatio dari dasar cavum nasi.

Pengobatan

Rhinolith harus dikeluarkan melalui nares anterior dengan alat khusus, kalau

perlu dipecahkan terlebih dahulu dalam keping yang lebih kecil dan kalau jalan ini

tidak berhasil dapat dilakukan dengan jalan septum reseksi, atau dengan approach

rhinotomi lateral.

Page 61: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

TUMOR GANAS SINUS MAXILLARIS

Pendahuluan

Tumor ganas sinus paranasalis adalah tumor ganas yang tumbuh pada mukosa

sinus paranasalis. Tumor dapat bersifat primer atau sekunder. Dari tumor ganas sinus

paranasalis, maka tumor ganas sinus maxillarislah yang paling sering ditemukan.

Tumor ganas ini dapat berasal dari epithel yang kita kenal sebagai carcinoma dan

yang berasal dari jaringan ikat, kita sebut sacroma.

Insidens

Tumor ganas sinus maxillaris termasuk relatif jarang, kurang lebih hanya 3%

dari seluruh keganasan pada traktus respiratorius dan traktus gastro intestinalis.

Tumor ganas sinus maxillaris primer adalah lebih banyak dibandingkan dengan

tumor ganas sinus paranasalis lain, yang umumnya bersifat sekunder.

Bennet melaporkan dari 60 kasus tumor ganas sinus paranasalis yang

diselidikinya dari tahun 1955 s/d 1968 ternyata sinus maxillaris terdiri dari 42 kasus,

berarti 70%.

Insidens menurut umur

Paling banyak ditemukan pada orang tua antara umur 50 – 59 tahun, kecuali

jenis sacroma sering ditemukan pada umur lebih muda.

Sex Insidens

Laki-laki lebih sering ditemukan daripada wanita, perbandingannya kurang

lebih 2 : 1.

Etiologi

Seperti halnya tumor ganas di bagian lain dari tubuh, penyebab tumor ganas

sinus maxillaris belum diketahui secara pasti. Beberapa sarjana melaporkan adanya

hubungan faktor-faktor carcinogenik seperti: bahan kontrast thoratrast, thorium;

timbulnya carcinoma rata-rata 12 – 15 tahun setelah instalasi bahan kontrast tersebut

ke dalam sinus. Pekerja-pekerja kayu (wood workers), pekerja-pekerja tambang

mungkin ada hubungan sebagai faktor carcinogenik.

Histo-Patologi

Yang paling sering ditemukan adalah jenis squamous cells Ca, atau

carcinoma planocellulare; lainnya adalah adeno arcinoma, malignant melanoma,

papilary Ca, cyllindroma, muko epidermoid carcinoma, transitional cells ca,

malignant neuro ephitelioma dan metastase carcinoma.

Page 62: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Sintomatologi

Tumor ganas sinus maxillaris pada tingkat permulaan jarang memberikan

gejala-gejala, atau dapat dikatakan gejala-gejalanya tidak jelas. Hal ini terutama

disebabkan karena antrum atau rongga sinus tertutup oleh tulang, kalau tumor ini

keluar dari dalam sinus barulah gejala tampak dari luar, pada saat ini berarti sudah

amat terlambat, sehubungan dengan diagnosa dini sukar ditemukan, maka prognosa

tidak memuaskan.

Untuk mempermudah mengingat gejala-gejala dari tumor ganas sinus

maxillaris, baiklah kita susun sebagai berikut:

a. Gejala dalam hidung, ialah obstruksi nasi yang progressif, rhinorrhoe dan

epistaxis, foeter nasi.

b. Gejala pada muka (fossa canina), yaitu parasthesia atau anasthesia pada pipi, bila

tumor mengenai dinding posterior dan superior dari antrum.

c. Pembengkakan dan rasa sakit yang persistent pada pipi.

d. Gejala dalam rongga mulut; rasa sakit atau parasthesia pada gigi yang bersifat

setempat atau radier, gigi goyah dan tanggal, terasa ada benjolan pada palatum,

kadang-kadang ada perforasi pada palatum, terakhir trismus, bila m. pterigoideus

internus diinfiltrasi oleh tumor.

e. Gejala-gejala pada mata: epiphora, proptosis, diplopia, ophtalmoplegia.

f. Gejala-gejala neurologis: sakit kepala atau neuralgia pada radio temporalis,

frontalis, malahan pada seluruh bagian dari kepala terasa sakit.

g. Gejala pada telinga: kalau terjadi penyebaran ke nasopharynx, dapat

menyebabkan oklusio tubae dengan segala akibatnya.

h. Gejala-gejala metastase: tumor ganas maxillaris relatif lambat terjadi metastase,

bila dibandingkan dengan tumor lain, misalnya tumor tonsil. Pada umumnya

regional metastase terjadi pada stadium T3 (sistem T.N.M.).

Terlihat pembesaran kelenjar regioner pada regio submandibularis, dan

cervikal. Distant metastase jarang terjadi, dapat melalui hematogen ke paru-paru,

tulang dan hepar (amat jarang).

Pemeriksaan Ro

Pemeriksaan radiologis penting untuk diagnosa dini, mungkin hanya

ditemukan secara kebetulan, adanya kekaburan dalam sinus, perubahan densitas

tulang, tanda-tanda destruksi tulang, dan adanya bayangan massa jaringan lunak.

Pemeriksaan Ro yang dianjurkan untuk tumor sinus maxillaris adalah:

a. Plain foto dari berbagai arah.

Page 63: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

b. Kontras foto, untuk menentukan luas dan lokasi tumor.

c. Tomografi untuk menentukan lokasi lebih tepat.

Dalam membahas kasus-kasus tumor ganas, para ahli berusaha untuk

mendapatkan satu bahasa dalam menentukan staging dari tumor-tumor ganas, agar

tidak terdapat perbedaan dalam interpretasi, terutama dalam hubungannya dengan

tindakan therapi, dan evaluasi hasil dari suatu metode pengobatan. Untuk ini

International Union Against Cancer (I.U.A.C), berusaha menyusun suatu sistem,

yang dikenal sebagai T.N.M. system, dalam menentukan stadium dari sesuatu tumor

ganas.

Untuk tumor ganas sinus maxillaris, maka dipakai kriteria dari Sisson (1958),

walaupun kriteria dari Sisson ini masih ada kekurangannya, tetapi faedahnya lebih

banyak.

T = tumor, N = nudoli lymphatici, M = metastase

T1 = invasi tumor pada dinding anterior maxillae atau invasi pada dinding antero

medial dari palatum.

T2 = invasi tumor pada dinding lateral, otot bebas, atau pada dinding superior,

orbita bebas.

T3 = Invasi tumor pada n. pterygoideus, dan pada orbita, cellulae othmoidalis

anterior, tetapi tidak sampai pada lamina cribroformis; invasi sampai pada

kulit dinding depan.

T4 = Invasi pada lamina cribroformis, fossa pterigomaxillaris, ke kontra lateral dari

cavum nasi dan sinus maxillaris; dan ke sinus ethmoidalis posterior.

N0 = Tak ada pembesaran kelenjar regioner.

N1 = Teraba kelenjar leher, tetapi masih dapat digerakkan dari dasar.

N2 = Teraba kelenjar reginer, tetapi tidak dapat digerakkan dari dasarnya.

N3 = Pembesaran kelenjar kontralateral.

M0 = Tidak ada distant metastase

M1 = Terdapat distant metastase dengan menjelaskan dimana terjadinya distant

metastase.

Pemeriksaan P.A.

Pemeriksaan P.A. adalah vital dalam menentukan diagnosa pada setiap tumor.

Biopsi harus dilakukan pada setiap bagian tumor yang tampak, dan kalau perlu

diadakan antrostomi untuk mendapatkan jaringan tumor. Di samping itu dapat

dilakukan antral washing untuk pemeriksaan papaniculeau.

Page 64: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Diagnosa

Diagnosa didasarkan atas:

a. Gambaran klinik; biasanya terlambat, karena gejala tidak khas, disangka hanya

suatu sinusitis, atau rhinitis chronika. Menurut para penyelidik, rata-rata 7 bulan

setelah timbulnya gejala-gejala permulaan diagnosa ditegakkan, ini berarti tumor

sudah berada dalam stadium yang lanjut.

b. Pemeriksaan transilluminasi, rhinoskopia anterior, antral washing.

c. Pemeriksaan radiologis.

d. Pemeriksaan P.A.

Diagnosa Banding

Tumor-tumor jinak dari sinus maxillaris atau dari cavum nasi, trigeminus neuralgia,

epulis dan aspergillosis dari sinus maxillaris, tumor-tumor dari gigi misalnya

adamantinoma.

Pengobatan

Pada dasarnya pengobatan terdiri dari:

a. Operasi

b. Irradiasi

c. Kombinasi a dan b (irradiasi pre-op, dan irradiasi post op.)

Operasi

Pada prinsipnya tindakan operasi dilaksanakan atas dasar stadium dari tumor.

Bila tumor “T1 dan T2” masih operabel; dilakukan maxillektomi radikal. Setelah itu

diikuti dengan radiotherapi dengan CO 60 atau dengan Cis 137 sebanyak kurang

lebih 6.000 rad, selama 6 minggu.

Penyinaran atau radiotherapi

Bila keadaan tumor pada stadium “T3” dapat dikatakan inoperabel, maka

dilakukan penyinaran dengan Co 60 atau dengan Cis 137 sebanyak 6.000 rad dalam

waktu 6 minggu kemudian diikuti evakuasi jaringan tumor dari dalam sinus, atau 6

minggu setelah penyinaran terakhir, dilakukan maxillektomi radikal dengan

exenterasi orbita.

Bila telah terdapat metastase pada kelenjar leher, di samping maxillektomi

radikal, juga dilakukan unilateral atau bilateral partial/radikal neck dissection.

Page 65: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Prognosa

Bila pengobatan dilakukan secara adekuat, maka menurut Gallagher dan

Boples dari 56 penderita yang mereka obati didapatkan “5 years survival rate”

berturut-turut T1 100%, T2 42%, T3 33%, dan T4 0%.

ANGIOFIBROMA NASOPHARYNX

Synonim: Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma

Pendahuluan

Angiofibroma nasopharynx merupakan tumor jinak yang jarang ditemukan.

Pertumbuhan tumor sifatnya ekspansif, tempat asal pertumbuhan tumor tersembunyi

dan dikitari oleh struktur-struktur vital, sehingga pertumbuhan tumor ini dapat

mengakibatkan komplikasi-komplikasi yang berat.

Ditinjau dari sudut pengobatannya, amat menarik dan merupakan tantangan

bagi para ahli THT, karena pendekatan operasi sukar, lagipula sifat dari tumor yang

dapat menimbulkan perdarahan yang amat hebat selama operasi, sehingga persediaan

darah sebelum operasi harus benar-benar tersedia.

Etiologi

Belum diketahui secara pasti, mungkin karena gangguan keseimbangan

hormon oestrogen dan androgen.

Sex and Age Insidens

Lebih banyak terdapat pada laki-laki pada masa pubertas, antara umur 10 – 25

tahun.

Patologi

Tumor ini terdiri dari dua komponen, yakni pembuluh darah dan jaringan

ikat. Susunan dinding pembuluh darah tidak mempunyai tuniknamuskularis, hanya

terdiri dari lapisan endothel, sehingga kalau terjadi ruptur dari pembuluh darah, sukar

terjadi retraksi dan kontraksi, akibatnya perdarahan sukar berhenti.

Makroskopis, tumor ini ada yang single dan ada yang multiple, bertangkai,

maupun tidak bertangkai yang mempunyai pangkal yang luas.

Page 66: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Pertumbuhan tumor bersifat ekspansif, dapat masuk ke dalam rongga-rongga

di sekitar nasopharynx, misalnya ke rongga hidung dan sinus paranasalis, ke fossa

pteryogoidea, ke endokranium; tumor ini sering melekat pada persambungan tulang,

sehingga tampaknya seolah-olah mempunyai asal pertumbuhan yang multiple.

Tumor ini juga tidak mempunyai kapsul yang sejati, tumbuh dengan dasar

yang lebar atau bertangkai dari lapisan fibreus fascia prevetebralis.

Gambaran Klinik

Bergantung dari besarnya dan lokalisasi tumor, dalam keadaan dini, dimana

tumor belum mencapai ukuran yang besar tidak memberikan keluhan-keluhan.

Sebagai keluhan yang pertama-tama dirasakan adalah obstruksi nasi, kemudian

epistaxis baik ringan maupun berat. Epistaxis ini dapat berulang-ulang, sehingga

memberikan gejala-gejala sekunder berupa anemia. Keluhan berikutnya akibat

obstruksi nasi dan infeksi sekunder, misalnya rhinolalia, anosmia, rhinorrhoe dengan

foeter nasi.

Bila tumor telah mencapai ukuran yang besar dapat mendesak tulang di

sekitarnya, sehingga terjadi deformasi tulang muka, yang kita kenal sebagai “frog

face”. Kadang-kadang juga terjadi ekspansi ke rongga tengkorak, sehingga terjadi

penekanan pada syaraf-syaraf kranium, menimbulkan gejala-gejala kelumpuhan

syaraf sesuai dengan syaraf mana yang terkena. Kalau tumor itu tumbuh ke arah

kaudal, dapat memberikan gangguan menelan dan gangguan pernapasan.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan atas dasar:

a. Gejala klinis, obstruksi nasi dan epistaxis yang berulang-ulang.

b. Pemeriksaan phisis, tampak anemis, deformasi hidung, kalau keadaan yang sudah

lanjut disertai dengan deformasi muka, tampak “frog face”.

c. Rhinoskopia, terlihat massa tumor memenuhi cavum nasi dan nasopharynx yang

berwarna keabu-abuan, pada permukaan ada bagian-bagian yang nekrosis, karena

ruptur pembuluh darah dan infeksi sekunder.

d. Radiologis, pada foto lateral maupun A.P., terlihat bayangan jaringan lunak yang

memenuhi nasopharynx, cavum nasi dan sinus paranasalis; gambaran radiologis

penting untuk menetapkan lokalisasi tumor dan luasnya ekspansi tumor tersebut.

Angiografy, dapat menunjukkan configurasi vaskuler, dan dapat

menunjukkan ukuran tumor dan luasnya ekspansi tumor, sehingga benar-benar

membantu dalam persiapan sebelum operasi, dalam hal pengikatan cabang arteri

dan menentukan approach dari suatu operasi.

Page 67: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

e. Biopsi, tindakan ini harus hati-hati, karena dapat menimbulkan perdarahan yang

hebat, sehingga ada yang mengusulkan kalau gambaran klinis sudah jelas

sebaiknya tidak perlu diadakan biopsi preoperatif.

Pengobatan

Telah disinggung sebelumnya, bahwa pengobatan terhadap tumor ini,

menarik perhatian dan merupakan tantangan bagi para ahli THT, khususnya.

Telah banyak cara-cara yang ditemukan sebelumnya untuk menanggulangi

kasus-kasus angiofibroma nasopharynx, seperti: penyinaran, elektro coagulasi,

pengikatan, cryosurgery, semuanya untuk mengusahakan agar perdarahan selama

operasi dapat seminimal mungkin.

Sekarang cara yang dipilih adalah dengan cara operasi, dengan persiapan-

persiapan preoperatif seperti pemberian hormon oestrogen preoperatif (diethyl

stilbestrol) selama 1 – 2 bulan, dikatakan bahwa dengan pemberian hormon ini tumor

menjadi kecil dan vaskularisasi tumor menjadi kurang, tumor berubah menjadi lebih

fibrotis, sehingga dalam tindakan operasi selanjutnya perdarahan lebih kurang dan

tumor lebih mudah dicapai. Di samping pemberian hormon juga diberikan preparat

hemostatik seperti adona A.C.17 selama beberapa minggu sebelum operasi, dapat

mengurangi perdarahan selama operasi.

Operasi ini suatu transpalatinal operasi dapat dikombinasikan dengan lateral

rhinostomi dan seterusnya, bergantung lokalisasi tumor tersebut.

Pada operasi ini juga ada yang mengikat arteri carotis externa, atau arteri

maxillaris interna, sebagai usaha untuk mengurangi perdarahan.

Prognosa

Prognosa adalah baik:

a. Bila operasi dilakukan dengan persiapan baik dan tumor belum mengadakan

expansi yang terlalu luas.

b. Ada yang mengatakan, bahwa tumor ini dapat terjadi regresi spontan pada orang-

orang yang berumur di atas 25 tahun.

Page 68: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

TUMOR GANAS NASOPHARYNX

Pendahuluan

Tumor ganas nasopharynx merupakan tumor ganas yang paling sering

ditemukan di bagian THT di Indonesia. Menurut frekuensinya menduduki salah satu

dari lima tumor ganas yang paling sering ditemukan di Indonesia di samping tumor-

tumor payudara, carcinoma portio uteri, tumor kelenjar limfe dan tumor kulit.

Tumor ganas nasopharynx menyerang orang-orang yang relatif muda usia,

dimana orang-orang ini sebenarnya masih mempunyai vitalitas yang tinggi, baik

untuk keluarganya maupun untuk masyarakat luas; sehingga penting bagi kita untuk

mengenal tanda-tanda tumor ganas nasopharynx secepat mungkin, agar tindakan

yang tepat dapat segera diberikan untuk mempertinggi survival rate.

Etiologi

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti, mungkin terdiri dari

multifaktor. Di antara teori-teori yang dikemukakan ialah faktor genetik, faktor

lingkungan dan terakhir ini, adalah faktor virus (Eustein Barr Virus) mungkin

memegang peranan yang penting dalam perkembangan tumor ganas nasopharynx.

Insidens

Menurut laporan para peneliti, bahwa tumor ganas nasopharynx paling

banyak terdapat pada orang Tionghoa dari propinsi Kanton. Hal ini dapat ditemukan

bukan hanya di antara Tiongkok sendiri, tetapi dapat ditemukan dari perantau-

perantau asal Kanton yang tersebar pada berbagai penjuru dunia. Seperti di

Hongkong dimana penduduknya kebanyakan berasal dari Kanton, tumor ganas

nasopharynx menduduki tempat nomor 2 setelah tumor ganas cervix uteri.

Di Indonesia dari data-data yang pernah dilaporkan, tumor ini selain banyak terdapat

dari kalangan orang-orang keturunan Tionghoa, juga terdapat dari kalangan

Indonesia asli.

Mengenai age insidens, paling banyak di antara umur 30 – 50 tahun, tetapi

kami pernah temukan pada umur yang lebih muda, yakni 8 tahun. Lelaki lebih sering

dari wanita. Kurang lebih 2 : 1.

Etiologi

Yang paling sering ditemukan adalah jenis epidermoidea. Berbagai centra

patologi, acap kali memakai terminologi yang berbeda, misalnya anaplastik

carcinoma, undifferentiated ca, Ca planocellulare, semuanya ini sebenarnya termasuk

ca epidemoid dalam berbagai diferensiasi.

Page 69: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

Untuk tidak membingungkan, sebaiknya kita pakai klasifikasi menurut

system Broder’s sebagai berikut:

1. Ca nasopharynx grade I, ialah ca epidermoid yang disertai dengan pertandukan

(Broder grade I).

2. Ca nasopharynx grade II, ialah ca epidermoid yang tidak disertai pertandukan

(Broder grade II).

3. Ca nasopharync grade III, ialah transitional cells ca dengan diferensiasi yang

tidak sempurna (Broder grade III).

4. Ca nasopharynx grade IV, ialah lymphoepithelioma atau carcinoma anaplastik

sesuai dengan klasifikasi (Broder grade IV).

Lokalisasi pertumbuhan

Menurut Simos & Ariel tempat predileksi yang terbanyak adalah di fossa

Rossen Muller di dinding lateral nasopharynx. Tetapi menurut Yeh tumor ini secara

primer dapat terjadi dimana saja di Nasopharynx, tanpa predileksi khusus.

Menurut pertumbuhannya tumor ini dibagi dalam tiga bentuk:

a. Bentuk elceratif atau bertukak

b. Bentuk proliferatif atau exophytik

c. Bentuk infiltratif atau endophytik.

Gejala-gejala klinik

Pada stadium dini tidak memberikan gejala-gejala yang khas, gejala-

gejalanya bergantung pada lokalisasi tumor primer dan bergantung pada sifat

pertumbuhannya. Misalnya kalau pertumbuhan tumor dalam bentuk ulceratif, maka

gejala pertama yang timbul dapat berupa epistaxis. Kalau bentuk infiltratif

lokalisasinya di sekitar fossa Rossen Muller, gejala pertama mungkin tinnitus aurium

dan pendengaran berkurang.

Kalau bentuk infiltratif dan terjadi infiltrasi ke endokranium, mungkin gejala

pertama adalah sakit kepala atau gejala-gejala kelumpuhan syaraf-syaraf otak,

misalnya yang paling sering kelumpuhan n. abducent, yang menyebabkan keluhan

diplopia.

Bila terjadi penyebaran kelenjar-kelenjar lympheriogioner, maka gejala yang

timbul berupa pembesaran kelenjar servicalis, setinggi angulus mandibularis di

bawah belakang sterno-cleido-mastoideus. Kalau bentuk exophytik, letaknya di

sekitar ostium fossa, Rossen Muller, gejala-gejala yang timbul mungkin obstruksi

nasi, atau tinnitus aurium dan pendengaran berkurang. Dari uraian di atas, kita dapat

Page 70: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

gambaran, bahwa gejala-gejala tumor ganas nasopharynx, dapat hanya terdiri dari

satu gejala tunggal saja (tidak khas), atau terdiri dari beberapa gejala sekaligus.

Dioagnosa

Sesuai dengan keadaan anatomis nasopharynx, merupakan daerah

tersembunyi dari luar, dan sesuai dengan sifat pertumbuhan tumor ganas

nasopharynx yang sebagian infiltratif atau sub epithelial, maka untuk mengadakan

deteksi tumor ganas nasopharynx kadang-kadang tidak begitu mudah. Beberapa

patokan dapat dipegang sebagai cara untuk mengingatkan kita harus waspada

kemungkinan adanya tumor ganas nasopharynx kepada seseorang penderita sebagai

berikut:

a. Seseorang dewasa setengah umur dengan keluhan epistaxis dan setelah diteliti

ternyata suatu posterior nasal bleeding.

b. Seseorang dewasa dengan oklusio tubae, tanpa didahului rhinitis yang tidak

sembuh-sembuh dengan pengobatan biasa.

c. Seseorang dengan tumor colli, yang letaknya setinggi angulus mandibulae, di

bawah dan belakang n. sternocleido-mastoideus.

d. Seseorang dengan cephalalgia (hemicephalalgia) yang persistent, tanpa ada

respons terhadap pengobatan.

e. Seseorang dengan keluhan diplopia.

f. Seseorang dengan obstruksi nasi yang progresif.

Kalau dua dari gejala-gejala tunggal di atas tadi ditemukan pada seseorang

penderita, kita sudah harus cenderung ke arah diagnosa tumor ganas nasopharynx.

Misalnya: Epistaxis dengan pendengaran berkurang hemolateral; hemichephalalgia

dengan epistaxis; tumor colli dengan pendengaran berkurang hemolateral; obstruksi

nasi dan diplopia atau tumor colli dengan epistaxis homolateral.

Kalau tiga dari gejala-gejala tunggal tadi ditemukan pada seseorang, maka

secara klinik kita dapat mendiagnosa tumor ganas nasopharynx, walaupun belum

diadakan biopsi. Misalnya: tumor colli, epistaxis, dan pendengaran berkurang;

hemichephalalgia, diplopia dan epistaxis; obstruksi nasi, tumor colli dan

hemichephalalgia; dan seterusnya.

Untuk melengkapi diagnosa, maka masih perlu pemeriksaan sebagai berikut:

a. Rhinoskopia posterior

b. Palpasi digital

c. Nasopharyngoskopi

Page 71: 86035658-ANATOMI-HIDUNG

d. Radiography; Nasophangogram dengan mempergunakan kontrast. Foto cranium,

untuk melihat destruksi tulang cranium.

e. Biopsi, multiple biopsi pada dinding nasopharynx.

Differensial diagnose

Tuberkulose kelenjar, tumor hidung sinus paranasalis, tumor-tumor otak,

cervikal syndroma, migraine dan trigenial neuralgia.

Pengobatan

Pengobatan terdiri dari:

a. Penyinaran

b. Sitostatika

Penyinaran

Penyinaran diberi dalam dua tahap. Tahap pertama diberikan 4.000 rad, kemudian

istirahat selama 3 – 4 minggu, setelah itu radiasi diteruskan pada tahap kedua dengan

dosis 2.000 rad. Bila dianggap perlu dapat ditambah kurang lebih 1.000 rad.

Sitostatika

Sitostatika diberikan sebagai tambahan setelah radiasi, telah dicoba dengan

mitomycin C dari Kyowa, suatu sitostatika yang berasal dari antibiotika yang

mengandung komponen-komponen azuridine, urethanedan quinone (MMC), MMC

diberikan setelah penyinaran tahap pertama selesai (4.000 rad). MMC ini diberikan

secara intravena sebanyak 2 mg tiap kali sampai dosis total 40 mg. Setelah itu radiasi

diteruskan dengan dosis 200 rad.

Prognosa

Menurut hasil penelitian Shi Mien Tu (1975), survival rate berturut-turut

sebagai berikut:

a. 3 tahun setinggi 47,7%

b. 5 tahun setinggi 35,5%

c. 7 tahun setinggi 26,9%

d. 10 tahun setinggi 10%.