7th edition the planners e-portfolio

13
1

Upload: muhammad-chandra-kaisar

Post on 03-Jan-2016

64 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Majalah ini merupakan majalah yang disusun oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Perencanaan WIlayah dan Kota ITB. Tema yang diusung pada edisi kali ini yaitu mengenai Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan.

TRANSCRIPT

1

2 3

Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan dan Sektor-sektor Pendukung di Kawasan Agro-politan Pangalengan

Manajemen Strategis Kebijakan Publik Sebagai Solusi Permasalahan Pengembangan Agropolitan di Kawasan Aagro-politan Sangsaka

Pengembangan Agribisnis di Perdesaan serta Pentingnya Tataniaga dalam Pertanian

Penilaian Kapasitas Komunitas Kelompok Usaha Tani Masyarakat Desa di Kawasan Ag-ropolitan Ciwidey

“Kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. “

Kawasan agropolitan

(Pasal 1, ayat 24, UU No 26 Th 2007)

4 5

Sektor Unggulan

Adapun yang termasuk ke dalam se-ktor unggulan ini adalah perkebunan, holtikultura, dan peternakan.

Dari segi jenis produksi, Pangalengan memiliki beragam komoditas. Untuk sektor hortikultura, komoditas terban-yak yang dihasilkan yaitu kubis, sawi, tomat, dan cabai, dan kentang sebagai produk unggulan. Untuk sektor peter-nakan, komoditas utamanya adalah susu, dengan hewan ternak unggulan sapi perah. Selain itu, terdapat juga ternak ayam, domba, ikan, cacing, dan burung, dengan produk pada umum-nya berupa telur dan daging. Semen-tara untuk sektor perkebunan, ko-moditas unggulan adalah teh, dengan komoditas lain yaitu kopi.

Faktor produksi yang digunakan keti-ga sektor meliputi lahan, tenaga kerja, dan modal. Untuk sektor hortikultura, mayoritas lahan yang digunakan ada-lah milik pribadi, dimana 75% land use di kecamatan ini diperuntukkan bagi kegiatan hortikultura. Pada sek-tor peternakan, mayoritas lahan yang digunakan merupakan milik pribadi. Sementara pada sektor perkebunan,

KAWASANAGROPOLITANPANGALENGAN

IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DAN SEKTOR-SEKTOR PENDUKUNG DI

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian perekonomiannya di-tunjang dari sektor pertanian. Namun semakin tingginya laju urbanisasi yang terjadi saat ini menyebabkan marakn-ya konversi lahan kawasan pertani-an menjadi perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan turunnya produktivitas pertanian serta mempengaruhi ket-ahanan pangan dalam negeri. Salah satu solusi yang dapat dilakukan se-bagai upaya mencegah hal tersebut adalah dengan melakukan pengem-bangan berbagai kawasan agropoli-tan.

Namun demikian, di samping besarn-ya potensi yang ada di kawasan Pan-galengan, terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala dalam produk-tivitas dan pemaksimalan kinerja baik di sektor perkebunan, hortikultura, energi, peternakan maupun sektor pariwisata. Faktor-faktor inilah yang dapat memicu kurang optimalnya pengembangan Pangalengan sebagai kawasan agropolitan. Untuk itu, ter-lebih dahulu diperlukan adanya iden-tifikasi pada setiap sektor tersebut.

Studio 3, Studio Proses Perencanaan, 2012

6 7

lahan yang digunakan untuk kegiatan perkebunan kebanyakan merupakan milik PTPN. Untuk tenaga kerja, keti-ga sektor unggulan menyerap tenaga kerja lokal, dengan 66% penduduk ke-camatan ini bekerja di bidang hortikul-tura (KBDA, 2010). Permodalan untuk sektor hortikultura mencakup bibit, pupuk, pestisida, peralatan, dan biaya perawatan lainnya. Untuk sektor pe-ternakan, permodalan mencakup pa-kan, peralatan, dan biaya perawatan. Modal awal didapatkan dari pribadi, sementara faktor produksi lainnya didapat dari bantuan KPBS. Adapun permodalan untuk sektor perkebunan tidak jauh berbeda dengan sektor hor-tikultura. Untuk ketiga sektor unggu-lan, teknologi yang digunakan masih minim dan mengandalkan tenaga ker-ja manusia.

Dari segi sarana dan prasarana, sektor hortikultura memiliki kondisi sarana dan prasarana yang cukup baik. May-oritas jalan memiliki lebar yang cukup dilewati kendaraan besar dan sudah beraspal. Moda angkutan juga berag-am, dengan moda yang paling banyak digunakan adalah mobil bak. Semen-tara sarana pengolahan produksi tidak ada karena hasil produksi langsung di-jual. Di sektor peternakan, kondisi sa-rana dan prasarananya masih kurang baik. Dari hasil kuesioner, diketahui bahwa mayoritas moda angkutan yang digunakan untuk mengangkut adalah sepeda motor sebesar 42%, sementa-ra sekitar 39% hanya dengan berjalan kaki. Untuk sektor perkebunan, kondisi sarana dan prasarana sudah cukup baik, meskipun masih ada beberapa yang kondisinya buruk, terutama jalan. Mayoritas jalan tersebut dibangun

oleh pihak perkebunan sendiri.

Dari segi kelembagaannya, pada sek-tor peternakan terdapat lebih dari 17 lembaga yang terlibat dalam mana-jemen peternakan. Dari keseluruhan, KPBS merupakan lembaga yang pal-ing berpengaruh. KPBS merupakan tempat peminjaman modal, penye-diaan alat, pengadaan penyuluhan, pengecekan kualitas susu, penanggu-lanan hewan sakit, dan penyalur bagi para peternak. Berbeda dengan sektor peternakan, pada sektor hortikultura dan perkebunan tidak ada koperasi, hanya terdapat kelompok-kelompok tani hortikultura dan perkebunan yang berjumlah sekitar 50 kelompok, den-gan 2 kelompok tani yang sudah maju dan mempunyai brand sendiri, yaitu Kelompok Kopi Rahayu dan Desa Pa-sirmulya. Tidak adanya koperasi yang menopang petani disebabkan pen-gelolaan koperasi yang buruk yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat tani di Pangalengan pada koperasi.

Dari seluruh aspek pada setiap sektor di Pangalengan terdapat faktor-faktor yang menghambat. Di sektor peterna-kan yaitu teknologi yang minim, ban-yaknya penyakit hewan ternak, dan sarana dan prasarana penunjang yang kurang optimal, tidak adanya stand-ardisasi harga susu, dan kesenjangan sosial ekonomi peternak besar dan kecil. Faktor penghambat pada sektor holtikultura adalah hama tanaman, harga jual yang flukluatif, kurangnya modal para petani kecil, kurangnya pengetahuan mengenai pertanian, gangguan psikologis pasca bencana, serta kurangnya kepercayaan petani

terhadap lembaga. Pada sektor perke-bunan teh, faktor-faktor tersebut ada-lah adanya hama tanaman, pencaplo-kan lahan menjadi perumahan, dan ketidakseragaman harga, sedangkan pada perkebunan kopi, kurangnya publikasi kopi olahan, sulitnya legal-itas ekspor internasional, kurangnya pengetahuan petani kopi, rendahnya daya beli petani terhadap mesin pen-golah, dan kurangnya branding kopi olahan menjadi faktor-faktor yang menghambat produksi kopi.

Sektor Pendukung

Sektor yang termasuk ke dalam sektor pendukung di kawasan agropolitan Pangalengan di antaranya adalah sek-tor energi, lingkungan, dan pariwisata.

Dari hasil analisis pada sektor ener-

gi didapatkan bahwa pengetahuan penduduk Pangalengan mengenai PLTA, PLTG, dan biogas sudah mera-ta. Selain itu, dari hasil kuesioner, ha-nya sebanyak 33,08% responden saja yang merasakan dampak lingkungan akibat pembangkit listrik yang berupa polusi, gempa, dan bising. Pengelola pembangkit listrik memang memberi dampak pada lingkungan, tetapi juga memberikan bantuan kepada pen-duduk di Pangalengan. Namun, se-banyak 77,18% responden kuesioner mengaku tidak mendapatkan bantu-an tersebut. Persebaran pemberian bantuan juga tidak merata. Dari has-il analisis juga diketahui bahwa Desa Pangalengan memiliki potensi biogas yang besar karena banyaknya kotoran hewan dari peternakan, tetapi kurang-nya alat dan pembinaan menyebab-kan pengembangannya terhambat.

8 9

Selanjutnya berdasarkan hasil peneli-tian yang telah dilakukan terhadap se-ktor lingkungan dapat diambil beber-apa kesimpulan. Bencana gempa yang pernah terjadi memiliki pengaruh ter-hadap hasil kuantitas maupun kulitas pada sektor-sektor unggulan. Baik petani, peternak, maupun hewan ter-nak terganggu dari segi aktivitas mau-pun psikologis. Adapun limbah yang ada di kawasan ini dapat mencemar-kan lingkungan, salah satunya mengu-rangi kesuburan tanah. Namun limbah peternakan yang berupa kotoran ter-nak dapat menjadi sumber energi bi-ogas dan dijadikan pupuk. Selain lim-bah, penggunaan pestisida berlebih oleh petani juga dapat mengurangi kesuburan tanah dan membuat hasil produksi mengandung bahan kimia. Tetapi pengetahuan masyarakat akan bahaya tersebut masih belum cukup

baik. Dari hasil analisis aspek guna lahan, ditemukan perubahan penggu-naan lahan berupa pembukaan lahan dari hutan menjadi perkebunan yang dipicu oleh masterplan agropolitan serta perubahan lahan perkebunan dan hortikultura menjadi perumahan karena bertambahnya jumlah pen-duduk.

Pada sektor pariwisata, terdapat tiga objek pariwisata yang menjadi fokus yaitu Cibolang Hot Spring, Situ Cile-unca, dan Makam Bosscha. Mnajemen objek-objek wisata tersebut rata-ra-ta sudah cukup baik, tetapi masih kurang publikasi sehingga jumlah kunjungan tidak terlalu tinggi. Sara-na dan prasarana pada objek-objek wisata tersebut juga kurang baik. Dari segi ekonomi, sektor pariwisata mem-berikan membuka lapangan kerja

baru bagi penduduk lokal. Pemerin-tah sendiri berperan dalam membuat kebijakan pengembangan pariwisata dan membangun kerjasama dengan swasta dan investor dalam mengem-bangkan daerah pariwisata ini. Selain itu, pemerintah kini menekankan pada community development (pengem-bangan masyarakat) agar masyarakat secara mandiri dapat meningkatkan kesejahteraannya, dengan salah satu contoh programnya yaitu Kampanye Sadar wisata.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dan sasaran-sasaran yang ada, sektor-sektor unggulan yang dinilai sudah optimal adalah sektor hortikultura dan perkebunan, semen-tara sektor peternakan dinilai belum optimal. Sektor-sektor pendukung yang terdiri atas sektor energi, pari-wisata dan lingkungan sendiri juga dinilai belum optimal.

Secara keseluruhan, berdasarkan pe-nelitian yang dilakukan, Kecamatan Pangalengan telah memenuhi pers-yaratan kawasan agropolitan menurut Master Plan Agropolitan Kecamatan Pangalengan 2006-2010. Pertama, Kecamatan Pangalengan memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditas pertanian khususnya pan-gan, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditas unggulan). Kedua, Kecama-tan Pangalengan memiliki prasarana dan infrastuktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis khususnya pan-gan. Ketiga, Kecamatan Pangalengan memiliki sumberdaya manusia yang

mau dan berpotensi untuk mengem-bangkan kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) secara mandiri. Dan yang terakhir, adanya konserva-si alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya mau-pun ekosistem secara keseluruhan.

10 11

MANAJEMEN STRATEGIS KEBIJAKAN PUBLIKSEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN

DI KAWASAN AGROPOLITAN SANGSAKA

Konsep agropolitan hadir sebagai pemecahan dari permasalahan ketimpangan pembangunan wilayah khususnya di perdesaaan yang pada dasarnya berorien-tasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan Agropolitan Sangsa-ka menjadi salah satu penerapan konsep agropolitan di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan konsep agropolitan di kawasan ini. Penerapan manajemen strategis kebijakan publik dapat menjadi solusi dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam pengembangan ka-wasan agropolitan tersebut – yaitu dengan mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal Kawasan Agropolitan Sangsaka yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan strategi pemecahan masalah di Kawasan Agropolitan Sangsaka se-hingga orientasi konsep agropolitan di kawasan ini dapat berjalan dengan baik.

Manajemen Strategis Sektor Publik

Manajemen strategis adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin dicapai dan bagaimana seharusnya proses yang dilakukan dalam men-capai hasil yang bernilai. Manajemen strategis bertujuan untuk mengek-sploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa men-datang dengan rencana yang cer-

mat untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya secara efektif. Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan dalam manajemen strategis yang diantaranya adalah : (1) menetapkan arah dan misi organisasi; (2) memahami lingkungan internal dan eksternal; (3) memformulasikan strategi; (4) mengimplementasikan strategi; dan (5) mengevaluasi serta mengawasi strategi.

12 13

Terdapat banyak kendala yang mem-pengaruhi pengembangan konsep agropolitan di Sangsaka yang diaki-batkan oleh terdapatnya keterbatasan dalam penyediaan sarana-prasara-na pendukung konsep agropolitan. Manajemen strategis kebijakan pub-lik dapat menjadi solusi permasala-han-permasalahan tersebut – yang dilaksanakan dalam bentuk strategi secara bertahap yang disesuaikan dengan urgensi dan kelayakan ber-dasarkan analisis internal dan ekster-nal penyediaan sarana-prasarana pen-dukung konsep agropolitan.

Sejak awal keberadaaan kawasan ag-ropolitan di daerah Sangsaka, pelak-sanaan konsep ini sudah memiliki visi yang jelas secara global untuk mewu-judkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui pelaksanaan kon-sep agropolitan. Secara mikro, pen-erapan manajemen strategis memiliki tujuan yang jelas yaitu menyelesai-kan permasalahan ketersediaan sara-na-prasarana pendukung serta dapat memanfaatkan peluang-peluang di dalam keterbatasan tersebut untuk mengoptimalkan pencapaian fungsi konsep agropolitan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan langkah strat-egis sebagai misi organisasi yaitu pen-goptimalan kinerja dan menyelesaikan persoalan di masing-masing sara-na-prasarana yang bermasalah, yaitu: (1) prasarana transportasi; (2) sarana pendukung sistem produksi pertani-an (pengolahan dan sistem irigasi); (3) sarana kesehatan lingkungan; serta (4) sarana pendukung sistem distribusi produk pertanian.

Pemahaman lingkungan internal

dan eksternal melalui analisis SWOT terkait penyediaan sarana-prasara-na pendukung kawasan agropolitan di daerah Sangsaka, sangat penting untuk penyusunan strategis dan ske-nario pemecahan masalah tersebut. Kawasan Agropolitan Sangsaka memi-liki kekuatan dan kelemahan sebagai berikut.

1. Sudah tersedianya sarana-prasara-na pendukung agropolitan merupa-kan kekuatan dari kawasan agropol-itan ini, namun terdapat kelemahan dalam setiap ketersediaan yang ada tersebut.

2. Sudah tersedia prasarana transpor-tasi yang menghubungkan Kawasan Agropolitan Sangsaka dengan semua daerah di luar kawasan tersebut, na-mun kelemahannya adalah kondisi jalan tersebut yang buruk sehingga membatasi produktivitas daerah.

3. Sudah tersedia sarana pengolahan produk pertanian (pengumpul, pen-golahan, dan penyimpanan) namun kuantitas dan kapasitas sarana terse-but masih kurang.4. Sudah tersedia prasarana kesehatan lingkungan yang mendukung keter-sediaan air bersih, drainase, dan per-sampahan namun masih mengalami kekurangan kapasitas dan kualitasnya.

5. Belum adanya sarana-prasarana yang membentuk sistem persampa-han di kawasan tersebut.

6. Sudah tersedia sarana-prasarana irigasi dan produksi pertanian namun sangat kurang baik dari segi kualitas dan kapasitas.

Kawasan Agropolitan Sangsaka

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Kalimantan Timur menetapkan pro-gram Gerakan Daerah Membangun Agribisnis (GERDABANGAGRI) sebagai motor penggerak pengembangan agribisnis yang mampu menduku-ng pengembangan ekonomi kerak-yatan berbasis agribisnis/agroindustri. Strategi yang dilakukan oleh pemda setempat adalah sebagai berikut.

1. Menetapkan dan mengembangkan Kawasan Agropolitan Sangsaka (Sang-kuriang – Sandaran - Kaliorang), yaitu Sangkulirang yang mencakup Keca-matan Sandarang dengan Maloy se-bagai pusat pertumbuhan agribisnis/agroindustri berbasis buah-buahan dengan komoditas pisang, manggis, rambutan, jeruk, kakao, kambing, dan sapi.

2. Mengembangkan infrastruktur pendukung, seperti transportasi, ko-munikasi, air bersih, dan energi bagi pengembangan kawasan agropolitan maupun pengembangan agribisnis di wilayah hinteland.

Dalam pengembangan Kawasan Ag-ropolitan Sangsaka, terdapat beber-apa apa permasalahan yang secara spesifik terkait dengan sarana dan prasarana pendukung Kawasan Agro-politan yang diantaranya adalah sbb.

1. Prasarana transportasi relatif belum memadai. Pada tahun 2003, longsor terjadi di 31 titik di jalan menuju Ka-wasan Agropolitan Sangsaka sehing-ga membuat jalan sepanjang 35 kilo-meter menuju kawasan agropolitan tersebut rusak parah dan sangat sulit untuk dilalui.

2. Tempat pengumpulan, pengolahan industri, gudang penyimpanan hasil masih kurang dalam segi kualitas dan kuantitas.

3. Utilitas lingkungan (air bersih, drai-nase, persampahan) masih kurang da-lam segi kualitas dan kuantitas.

4. Jaringan irigasi yang masih kurang dan sarana produksi pertanian (pu-puk, alat pertanian, dll) masih banyak yang diperoleh dari luar kawasan ag-ropolitan.

5. Pasar/subterminal agribisnis masih kurang dalam segi kuantitas.

6. Jaringan listrik dan telpon masih sangat terbatas.

14 15

7. Sudah tersedia pasar di dalam ka-wasan tersebut, namun belum opti-malnya pasar ini karena kurangnya jumlah dan pemanfaatan aktivitas di dalamnya.

8. Terbatasnya jaringan utilitas yang mempengaruhi produktivitas pertani-an seperti listrik dan komunikasi.

Sementara peluang dan ancaman ek-sternal yang sangat mempengaruhi penyediaan sarana-prasarana di Ka-wasan Agropolitan Sangsaka adalah sebagai berikut.

1. Adanya Kawasan Agribisnis Maloy di dekat kawasan agropolitan tersebut sehingga dapat menjadi peluang apa-bila perencanaan kedua kawasan ag-ropolitan tersebut digabungkan maka penyediaan infrastruktur pendukung fungsi agropolitan akan lebih terinte-grasi, efektif, dan efisien.

2. Adanya kesadaran pemerintah bahwa secara kualitas, kuantitas, dan kapasitas pelayanan infrastruktur di kawasan agropolitan tersebut masih buruk, hal ini mengindikasikan bahwa sesungguhanya pemerintah menjadi peluang bagi dukungan pendanaan dan penyediaan infrastruktur agropol-itan.

3. Adanya kesadaran masyarakat se-tempat dengan tuntutan adanya per-baikan infrastruktur di kawasan terse-but sehingga menjadi peluang akan adanya partisipasi masyarakat untuk penyediaan infrastruktur di Kawasan Agropolitan Sangsaka.

4. Ancaman bencana berupa longsor menjadi persoalan yang membatasi efektivitas prasarana transportasi dan mempengaruhi produktivitas pertani-an.

5. Belum ada pihak swasta yang secara terbuka mendukung perbaikan infra-struktur sehingga menjadi ancaman bahwa aktor yang terlibat difokuskan kepada pemerintah dan masyarakat setempat.

6. Dengan sudah dikenalnya dan dit-erapkannya konsep agropolitan di berbagai daerah di Indonesia, hal tersebut dapat menjadi peluang da-lam mengundang kelembagaan luar dalam usaha perbaikan infrastruktur agropolitan.

Berdasarkan identifikasi kondisi inter-nal dan eksternal yang telah diurai-kan tersebut, dapat disusun strategi yang tepat dengan mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan dan peluang serta meminimalisir dampak kelema-han dan ancaman dari pihak ekster-nal. Strategis pelaksanaan pemecahan masalah ketersediaan sarana-prasara-na pendukung agropolitan di Sangsa-ka adalah sebagai berikut.

1. Penguatan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan agropolitan ter-masuk di dalamnya adalah penyediaan sarana-prasarana pendukung. Dukun-gan pemerintah dan komunitas-ko-munitas masyarakat dalam kegiatan tersebut dapat mendukung perbaikan sarana-prasarana khususnya tenaga pembangunan dan pendanaan.

2. Dengan maraknya penerapan kon-sep agropolitan di berbagai daerah di Indonesia, penguatan kelembagaan pada strategi sebelumnya dapat didukung dengan adanya kerjasama dengan pihak esternal untuk perbai-kan infrastruktur dan dalam keber-jalanan sistem agropolitan di kawasan tersebut.

3. Penguatan konsep agropolitan dengan kawasan agropolitan lain di sekitar kawasan ini. Hal ini diwujud-kan dengan adanya integrasi dengan sistem agropolitan di kawasan lain, yang secara langsung harus didukung dengan adanya perbaikan infrastruk-tur transportasi baik secara prasarana jalan maupun sarana angkutan perta-nian. Penguatan pasar di dalam kawa-san agropolitan dan pasar di beberapa lokasi sentral di luar kawasan menjadi penting untuk mendukung penguatan konsep agropolitan ini.

4. Diperlukan adanya penyediaan infrastruktur yang secara langsung mendukung keberjalanan sistem pro-duksi pertanian, seperti sistem irigasi dan bangunan pengolahan produk pertanian. Penguatan kelembagaan kawasan agropolitan akan menduku-ng penyediaan infrastruktur.

5. Perlu adanya penyediaan sarana pelayanan publik yang lebih optimal dengan kebutuhan masyarakat se-tempat. Secara operasional penye-diaan secara swadaya yang perlu didukung oleh pemerintah setempat. Adanya sarana-prasarana pelayanan publik dan proses dalam penyediaan-nya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem agropolitan.

16 17

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PERDESAAN

SERTA

PENTINGNYA TATANIAGA DALAM PERTANIAN

Marcellina Ragtrisni - 15409025Zaharatul Hasanah - 15409067

Kaitan Agribisnis dengan Agro-politan

Agribisnis merupakan paradigma baru dalam memandang pertani-an. Tidak seperti paradigma lama yang memandang pertanian se-bagai produksi biologis, agribisnis memandang pertanian sebagai keterkaitan antara sub sistem us-aha tani, sub sistem hilir, dan sub sistem usaha penunjang (Bunga-ran Saragih, 2010). Agribisnis ber-peran sebagai motor penggerak dalam pembangunan pertanian. Dengan adanya agribisnis dihara-pkan pembangunan daerah dapat terlaksana – baik dalam pemer-ataan pembangunan, pertumbu-han ekonomi, serta stabilitas na-sional.

Dalam mewujudkan harapan tersebut, potensi pertanian yang ada tentu harus dipertimbang-kan. Menurut Soekartawi (2001:2) bahwa untuk mengubah poten-si menjadi kenyataan, diperlukan pengkajian berbagai aspek secara

mendalam mengenai apakah ag-ribisnis yang akan dikembangkan dapat menjalankan perannya sep-erti yang diharapkan. Oleh karena itu pembangunan pertanian yang dikaitkan dengan pengembangan industri pertanian perlu diarahkan ke wilayah perdesaan.

Munculnya konsep agropolitan be-rawal dari adanya kegagalan dari konsep growth pole yang ternyata cenderung mengakibatkan semak-in besarnya ketimpangan antara kota dan desa dikarenakan aliran ke pusat/kota jauh lebih besar dib-andingkan dengan aliran ke desa. Berangkat dari hal itulah muncul strategi baru pembangunan daer-ah yang berlandaskan basic needs dan fokus pembangunan yang be-rada di perdesaan. Strategi baru tersebut dapat berkembang kare-na berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani dan mendorong kegiatan ag-ribisnis di wilayah sekitarnya.

Berdasarkan hal tersebut dapat di-

lihat adanya keterkaitan yang san-gat erat antara agropolitan dengan agribisnis. Keterkaitan tersebut adalah bahwa pengembangan ka-wasan agropolitan didasarkan atas adanya kawasan pertanian yang dikembangkan dengan berbagai kegiatan agribisnis. Jika dilihat dari sisi historis, perkembangan kota-kota di Indonesia sebagian besar berasal dari adanya kegiatan agribisnis dengan kegiatan per-tanian di wilayah hinterland-nya (seperti Kota Bogor, Bandung, Ma-lang, Garut, Cianjur, dll).

Peluang dan Tantangan Pengem-bangan Agribisnis

Pengembangan agribisnis di wilayah perdesaan tentunya dap-at berkembang dengan meman-faatkan peluang-peluang yang ada. Peluang-peluang agribisnis tersebut dapat berasal dari inter-nal maupun eksternal desa. Pe-luang internal yang dapat men-dorong berkembangnya agribisnis diantaranya dapat berupa : (1)

tersedianya sumber daya alam dalam bentuk lahan pertanian serta kemudahan memperoleh air bersih; (2) mayoritas penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani; (3) minat dan semangat wirausaha masyarakat desa yang tinggi untuk merubah kondisi perekonomian mereka sendiri; (4) kondisi desa yang cenderung kondusif dan aman dibandingkan dengan kondisi perkotaan; serta (5) adanya kelompok-kelompok tani pada sebagian besar wilayah perdesaan yang mempersatukan, mempererat, dan menyuarakan pendapat petani-petani yang ada. Sementara itu peluang dari sisi eksternal dapat berupa : (1) per-mintaan yang tinggi akan komod-itas pertanian; (2) banyak inves-tor yang ingin menginvestasikan dananya ke sektor ini mengingat agribisnis dipandang sebagai sa-lah satu sektor yang menjanjikan; dan (3) tersedianya industri-indus-tri pangan dan pengolahan hasil pertanian yang dapat memperkuat keberlangsungan agribisnis.

18 19

Selain peluang yang dapat mem-bantu keberlangsungan pengem-bangan agribisnis, terdapat pula hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam pengembangan agribisnis ini. Sama seperti pel-uang, hambatan dan tantangan ini dapat berasal dari internal per-desaan maupun eksternal wilayah perdesaan. Hambatan atau tan-tangan yang berasal dari internal perdesaan antara lain adalah : (1) rendahnya kualitas sumber daya manusia perdesaan yaitu masih kurangnya pendidikan dan keter-ampilan dalam dunia pertanian; (2) rendahnya penguasaan mas-yarakat terhadap informasi dan te-knologi; (3) masih sulitnya masyar-akat dalam mengakses informasi pasar dan lembaga keuangan; (4) kurangnya modal untuk mem-ulai kegiatan usaha; (5) kondisi wilayah perdesaan yang sebagian besar masih susah untuk diakses dengan kondisi infrastruktur yang kurang baik seperti jalan rusak dan moda angkutan umum yang san-gat sedikit; dan (6) adanya fenom-ena status kepemilikan lahan yang bukan merupakan milik petani se-tempat. Sementara itu hambatan dan tantangan yang berasal dari eksternal perdesaan antara lain adalah kurangnya perhatian pe-merintah dalam sektor agribisnis, ketidakjelasan status dan kebija-kan pertanahan, serta adanya per-mintaan tinggi akan lahan terban-

gun sehingga terjadi perubahan guna lahan pertanian menjadi non pertanian.

Oleh karena itu, untuk mengata-si hambatan dan tantangan ser-ta pemanfaatan peluang dalam pengembangan agribisnis dibu-tuhkan strategi khusus. Strategi ini dapat berupa strategi opera-sional dimana strategi operasion-al pengembangan agribisnis di wilayah/ pedesaan harus mem-perhatikan dan mengacu kepada beberapa aspek yang diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Tentukan komoditas unggu-lan yang memenuhi kriteria : (a) pasarnya ada dan prospektif; (b) memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya; (c) teknologi tersedia dan bisa dikembangkan terutama teknologi lokal spesifik; (d) sesuai dan dapat disesuaikan

dengan agroekosistem; (e) mem-punyai peluang yang tinggi untuk dikembangkan; serta (f) mem-berikan dampak ganda yang lebih tinggi terhadap pengembangan sektor lainnya yang terkait.

2. Kaji secara mendalam kekuatan, kendala dan peluang peengem-bangan komoditas unggulan tersebut pada wilayah-wilayah yang mempunyai potensi, baik dari aspek agroekosistem maupun sosial ekonomi wilayah.

3. Analisa segmen pasar yang menjadi target utama (lokal, antar propinsi maupun ekspor), teruta-ma mengenai kebutuhannya dan persyaratan yang diminta pasar.

4. Melakukan pemetaan wilayah sentra produksi, sentra pengola-han, dan sentra pasar.

5. Meningkatkan kemampuan dan memperkuat kelembagaan petani produsen.

6. Memperkuat kelembagaan aparatur pembina terutama Balai Informasi Penyuluhan Pertanian dan Balai Penyuluhan Pertanian.

7. Menggalang kerjasama yang erat dengan instansi/ lembaga pendukung, baik pemerintah mau-pun swasta terutama yang terkait dengan: (a) permodalan; (b) sarana dan transportasi terutama trans-

portasi dari dan ke sentra-sentra produksi/ sentra-sentra usaha tani; (c) perlakuan khusus untuk ko-moditas pertanian pada transpor-tasi laut dan udara, baik dalam hal tarif maupun deliverinya; serta (d) kerjasama dengan perusahaan be-sar pertanian dalam pengemban-gan usaha tani dan pasca panen serta pelatihan bagi petani-nel-ayan seperti on job training dan magang diperusahaan tersebut.

Tataniaga Pertanian Menentu-kan Kesejahteraan Petani

Tataniaga pertanian merupakan sarana untuk mengenal kebutu-han manusia yang tidak terpe-nuhi dan mengubahnya menjadi peluang usaha dan menciptakan pemenuhan bagi orang lain dan menjadikannya sebagai alat un-tuk memperoleh keuntungan. Ke-untungan tersebut merupakan sarana dalam meningkatkan kes-ejahteraan. Kemampuan petani untuk mendapatkan kesejahter-aan tersebut bergantung pada ke-mampuannya untuk menciptakan nilai bagi pasar yang menjadi sasa-rannya dalam lingkungan kebu-tuhan dan keinginan masyarakat yang selalu berubah-ubah.

Menurut FAO (1958), tataniaga pertanian merupakan serangka-ian kegiatan ekonomi komoditi hasil-hasil pertanian mulai dari produsen primer sampai ke konsu-

20 21

Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memi-liki potensi ekonomi yang cukup tinggi terutama pada sektor pertani-an dan industri, sehingga paradigma pembangunan ekonomi di Kabupaten Bandung menitikberatkan pada ke-selarasan pengembangan pertanian yang kuat dengan industri yang maju, juga bertumpu pada pengembangan potensi sumber daya lokal, sehingga konsep pengembangan wilayah yang cocok untuk kawasan tersebut adalah agropolitan, dengan kawasan spesi-fik yang akan dikembangkan adalah Ciwidey.Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Kawasan Agropolitan Ciwidey adalah upaya yang dilakukan pemer-intah Kab. Bandung untuk mening-katkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan didasarkan atas empat

kelompok permasalahan: lemahnya posisi tawar petani; belum optimalnya pengelolaan SDA; rendahnya mutu SDM; dan ketersediaan Infrastruktur penunjang (BAPPEDA Kab. Bandung, 2007:12).Program-program yang disusun tidak harus terpaku pada upaya pemecah-an masalah yang dirumuskan secara teori, namun juga masalah nyata yang dihadapi oleh penerima pro-gram. Kemampuan komunitas usaha kelompok usaha masyarakat dalam menjalankan kegiatan berbasis sistem agrobisnis belum pernah dinilai, sedangkan masa berlaku masterplan berakhir pada tahun 2012, oleh kare-na itu evaluasi implementasi mas-terplan dengan melakukan penilaian kapasitas komunitas kelompok usaha masyarakat desa perlu dilakukan. Penilaian kapasitas komunitas kelom

Muhammad Adhisukma 15407018

Penilaian Kapasitas Komunitas Kelompok Usaha Tani Masyarakat Desa di Kawasan

Agropolitan Ciwidey (Studi Kasus: Desa Cisondari, Kecamatan Pasir Jambu,

Kabupaten Bandung)

Tugas Akhir: men akhir. Definisi lain mengenai tataniaga pertanian diungkapkan oleh Philip sebagai aktivitas per-dagangan yang meliputi aliran barang dan jasa secara fisik dari pusat produksi sampai ke pusat konsumsi. Dari pengertian-pen-gertian tersebut dapat dipahami bahwa tataniaga pertanian meru-pakan seluruh rangkaian jasa yang dilakukan dalam pemindahan hasil pertanian dari titik produksi perta-ma ke titik konsumsi terakhir.

Berdasarkan pengertian dan pen-jelasan tersebut, dapat disimpul-kan bahwa tataniaga pertanian sering menjadi penentu tingkat kesejahteraan petani, karena has-il pertanian memiliki sifat yang khusus dan memerlukan biaya yang cukup tinggi dalam melaku-kan penyampaian/distribusi hasil pertanian dari produsen ke kon-sumen. Secara umum, ukuran dari rantai tataniaga/pemasaran hasil pertanian dapat menjadi faktor yang memberikan dampak pada tingkat kesejahteraan petani. Se-makin panjang rantai tataniaga hasil pertanian tersebut maka akan menyebabkan semakin rendahn-ya tingkat kesejahteraan petani. Namun sebenarnya, yang menye-babkan tidak efisiennya tataniaga pertanian bukanlah panjang pen-deknya rantai pemasaran, tetapi bergantung pada tingkat balas jasa yang fair sesuai dengan jasa yang dikeluarkan oleh pelaku pemasa-

ran yang terlibat.Intervensi untuk Mengembangkan Pusat-Pusat Pemasaran Pertanian

Untuk mengatasi permasalahan tataniaga pertanian diperlukan in-tervensi untuk mengembangkan pusat-pusat pemasaran pertanian seperti melakukan program re-vitalisasi pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

• Menyediakan sarana yang me-madai di pusat pemasaran perta-nian dan menyediakan prasarana yang baik menuju pusat pemasa-ran pertanian.

• Membuat sistem manajemen dan kerjasama yang efektif di dalam pusat pemasaran pertanian.

• Membentuk sistem kelembagaan pusat-pusat pemasaran yang opti-mal.

22 23

Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memi-liki potensi ekonomi yang cukup tinggi terutama pada sektor pertani-an dan industri, sehingga paradigma pembangunan ekonomi di Kabupaten Bandung menitikberatkan pada ke-selarasan pengembangan pertanian yang kuat dengan industri yang maju, juga bertumpu pada pengembangan potensi sumber daya lokal, sehingga konsep pengembangan wilayah yang cocok untuk kawasan tersebut adalah agropolitan, dengan kawasan spesi-fik yang akan dikembangkan adalah Ciwidey.Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Kawasan Agropolitan Ciwidey adalah upaya yang dilakukan pemer-intah Kab. Bandung untuk mening-katkan pertumbuhan ekonomi daerah

dengan didasarkan atas empat kelompok permasalahan: lemahnya posisi tawar petani; belum optimalnya pengelolaan SDA; rendahnya mutu SDM; dan ketersediaan Infrastruktur penunjang (BAPPEDA Kab. Bandung, 2007:12).Program-program yang disusun tidak harus terpaku pada upaya pemecah-an masalah yang dirumuskan secara teori, namun juga masalah nyata yang dihadapi oleh penerima pro-gram. Kemampuan komunitas usaha kelompok usaha masyarakat dalam menjalankan kegiatan berbasis sistem agrobisnis belum pernah dinilai, sedangkan masa berlaku masterplan berakhir pada tahun 2012, oleh kare-na itu evaluasi implementasi mas-terplan dengan melakukan penilaian kapasitas komunitas kelompok usaha

masyarakat desa perlu dilakukan. Penilaian kapasitas komunitas kelom-pok usaha masyarakat desa dalam melaksanakan kegiatan berbasis sistem agrobisnis, kapasitas dalam mempertahankan kegiatan berbasis sistem agrobisnis secara berkelanju-tan, serta identifikasi permasalahan dan realisasi dari program-program agrobisnis untuk mengevaluasi mas-terplan ini diturunkan pada beberapa sasaran: (1) penilaian kapasitas ko-munitas kelompok usaha masyarakat desa dalam melaksanakan kegiatan berbasis sistem agrobisnis; (2) pe-nilaian kapasitas komunitas kelompok usaha masyarakat desa dalam mem-pertahankan kegiatan berbasis sistem agribisnis secara berkelanjutan; (3) identifikasi permasalahan dari pro-gram-program yang direncanakan; dan (4) penilaian realisasi dari pro-gram-program yang direncanakan kepada kelompok-kelompok usaha masyarakat desa. Sasaran pertama, tentang penilaian terhadap kapasitas komunitas diturunkan dalam Indeks Kapasitas Komunitas yang terbagi ke dalam empat domain, antara lain:• Domain kemitraan dalam Jejaring• Domain transfer pengetahuan• Domain Pemecahan Masalah• Domain Infrastruktur

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kuali-tatif menggunakan Indeks Kapasitas Komunitas yang telah dimodifikasi sesuai dalam konteks pelaksanaan kegiatan berbasis sistem agribisnis sebagai alat bantu penilaian. Anal-isa terhadap ketersampaian dan ketetapan program dilakukan melalui analisis isi (content analysis) terhadap isu strategis, arahan kebijakan, strate-gi serta indikasi program unggulan pada masterplan ini. Dengan metode ini, didapatlah kesimpulan hasil studi ini.

KesimpulanHasil penilaian kapasitas komunitas kelompok usaha masyarakat Desa Ci-sondari dalam melaksanakan kegiatan berbasis sistem agribisnis berdasar-kan empat sasaran antara potensi kemitraan dalam jejaring komunitas kelompok usaha Desa Cisondari se-cara keseluruhan dinilai berada pada tingkat tertinggi, yakni hampir semua. Keberhasilan Transfer pengetahuan di masyarakat kelompok usaha Desa Cisondari secara keseluruhan dinilai cukup, tingkat pemecahan masalah secara umum dinilai masih sedik-it, dan Tingkat investasi komunitas dalam budi daya kelompok secara

24 25

keseluruhan dinilai cukup.Kapasitas komunitas kelompok usaha masyarakat Desa Cisondari dinilai cukup mampu untuk mempertah-ankan keberlangsungan dari kegiatan berbasis sistem agribisnis dengan kelemahan pada domain pemecahan masalah, di mana banyak indikator pada domain tersebut yang hanya memiliki nilai kapasitas sedikit atau hampir tidak ada.Implementasi dari kawasan agropol-itan Ciwidey terhambat oleh be-berapa kelemahan dalam dokumen Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Kawasan Agropolitan Ciwid-ey 2008-2012. Kelemahan tersebut terletak pada kualitas tabel matriks Isu-Strategis-Kebijakan-Strategi-Ind-ikasi Program yang kurang baik serta ketidakakuratan isu-isu strategis yang disusun dengan beberapa masalah nyata masyarakat Desa Cisondari. Re-alisasi dari program-program untuk tiga komoditas unggulan yang ada di Desa Cisondari tidak seluruhnya terja-di pada kelompok usaha masyarakat Desa Cisondari yang dikunjungi oleh peneliti. Evaluasi terhadap masterplan ini adalah bahwa masterplan disusun tanpa memerhatikan kapasitas ko-munitas kelompok usaha masyarakat dalam menjalankan kegiatan berbasis sistem agribisnis yang ternyata masih memiliki kelemahan pada domain pemecahan masalah, walau secara umum sudah cukup untuk men-dukung keberlanjutan dari kegiatan berbasis sistem agribisnis, selain juga menunjukkan adanya permasalahan pada program-program yang disusun, serta realisasi dari program-program pengembangan komoditas yang tidak sepenuhnya terlaksana.

RekomendasiDiperlukan adanya peningkatan kapasitas komunitas pada komunitas kelompok usaha masyarakat Desa Cisondari khususnya, dan masyarakat di kawasan agropolitan Ciwidey. Usulan mengenai hal ini adalah dengan adanya fasilitasi pembentu-kan jaringan antar kelompok usaha masyarakat Desa Cisondari yang bergerak di jenis komoditas yang sama maupun antar kelompok di seluruh kawasan agropolitan Ciwidey; adanya program yang meningkatkan kemampuan dan wawasan dari para anggota kelompok mengenai pasar, kemampuan manajerial, serta penge-tahuan mengenai kontrak kerja sama untuk masalah jual-beli, serta kontrak kerja sama dengan pihak konsultan, baik yang sifatnya keuangan, pe-masaran, serta teknis; mengadakan pelatihan cara pengolahan produk mentah di dalam kelompok, seperti pembuatan yoghurt untuk kelompok peternak sapi Ciwaru ataupun kepada masyarakat lainnya di Desa Cisond-ari; perlindungan terhadap harga dari produk-produk yang dihasilkan kelompok usaha masyarakat Desa Cisondari dengan melakukan pen-gawasan terhadap terhadap proses jual-beli yang terjadi dan penetapan harga dasar untuk produk-produk desa tersebut.Diperlukan juga adanya peningkatan kualitas dokumen Masterplan Pem-bangunan Ekonomi Daerah Kawasan agropolitan Ciwidey, khususnya pada dokumen periode 2013-2017. Usulan perbaikan tersebut antara lain memperluas kriteria-kriteria yang digunakan dalam menentukan jenis-jenis komoditas yang difasilitasi

dengan program pengembangan oleh pemerintah; penyusunan mas-terplan ini sebaiknya memperhatikan nilai kapasitas komunitas kelom-pok usaha masyarakat desa dalam menjalankan kegiatan berbasis sistem agribisnis; pemilihan isu strategis harus memperhatikan masalah-ma-salah nyata yang dihadapi oleh kelompok usaha masyarakat desa yang ada; penurunan isu strategis hingga menjadi indikasi program haruslah sinergis dan memerhatikan besar kemungkinan program tersebut dapat terlaksana; pencantuman nama instansi pelaksana harus memerha-tikan tupoksi dari instansi-instansi pemerintah yang akan dipilih sebagai pelaksana; pada tabel matriks isu strategis-kebijakan-strategi-indika-si-program sebaiknya dicantumkan sub-indikator untuk menjelaskan kondisi-kondisi di mana program dapat dilanjutkan atau tidak; dan adanya standarisasi nama program. Juga perlu adanya sosialisasi menge-nai perencanaan kawasan agropolitan Ciwidey, sehingga masyarakat dapat memahami maksud bantuan-bantuan yang diterima, ikut berpartisipasi dan mengawasi implementasi dari doku-men rencana tersebut.