7 bab ii landasan teori 2.1. pendistribusian 2.1.1. pengertian

29
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian Pendistribusian Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha mempelancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunaan sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat dan saat) dengan yang diperlukan. Distribusi yang efektif akan memperlancar arus atau akses barang oleh konsumen sehingga dapat diperoleh kemudahan memperolehnya. Di samping itu konsumen juga akan dapat memperoleh barang sesuai dengan yang diperlukan. Produsen dan konsumen mempunyai kesenjangan spasial, waktu, nilai, keragaman, dan kepemilikan produk karena perbedaan tujuan serta persepsi masing-masing. Dengan distribusi dapat diatasi kesenjangan antara produsen dan konsumen. 2.1.2. Proses Pendistribusian Proses pendistribusian merupakan kegiatan pemasaran yang mampu : 1. Menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran (marketing function), dan 2. Mempelancar arus saluran pemasaran (marketing-channel flow) secara fisik dan nonfisik.

Upload: nguyenanh

Post on 31-Dec-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pendistribusian

2.1.1. Pengertian Pendistribusian

Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha mempelancar

serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada

konsumen sehingga penggunaan sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat dan saat)

dengan yang diperlukan.

Distribusi yang efektif akan memperlancar arus atau akses barang oleh

konsumen sehingga dapat diperoleh kemudahan memperolehnya. Di samping itu

konsumen juga akan dapat memperoleh barang sesuai dengan yang diperlukan.

Produsen dan konsumen mempunyai kesenjangan spasial, waktu, nilai,

keragaman, dan kepemilikan produk karena perbedaan tujuan serta persepsi

masing-masing. Dengan distribusi dapat diatasi kesenjangan antara produsen dan

konsumen.

2.1.2. Proses Pendistribusian

Proses pendistribusian merupakan kegiatan pemasaran yang mampu :

1. Menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran

(marketing function), dan

2. Mempelancar arus saluran pemasaran (marketing-channel flow) secara fisik

dan nonfisik.

Page 2: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

8

Arus pemasaran, meliputi :

1. Arus barang fisik :

PEMASOK TRANSPORTER GUDANG PABRIK TRANSPORTER

GUDANG DEALER TRANSPORTER GUDANG PELANGGAN

2. Arus kepemilikan :

PEMASOK PABRIK DEALER PELANGGAN

3. Arus informasi :

PEMASOK TRANSPORTER GUDANG PABRIK TRANSPORTER

GUDANG DEALER TRANSPORTER GUDANG PELANGGAN

4. Arus Promosi :

PEMASOK AGEN IKLAN PABRIK AGEN IKLAN DEALER PELANGGAN

5. Arus Pembayaran :

PEMASOK BANK PABRIK BANK DEALER BANK PELANGGAN

Kegiatan proses pendistribusian, secara fungsional dapat dibedakan dalam

tiga kegiatan : kegiatan pemilihan, kegiatan pertemuan dan kegiatan pertukaran.

PRODUSEN PEMILIHAN PERTEMUAN PERTUKARAN KONSUMEN

1. Kegiatan pemilihan, meliputi :

a. Fungsi akumulasi merupakan kegiatan pengumpulan dan penyimpanan

persediaan dari beberapa pemasok barang untuk memenuhi kebutuhan

permintaan pasar.

Page 3: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

9

b. Fungsi klasifikasi, adalah kegiatan mengkelompokan (grading) produk-

produk kedalam beberapa tingkatan kualitas atau kriteria lain yang

berbeda-beda.

c. Fungsi alokasi, adalah kegiatan penguraian (breaking-bulk) besaran atau

jumlah unit persediaan yang homogen menjadi besaran jumlah yang lebih

kecil.

d. Fungsi gabungan, adalah kegiatan pengumpulan (product assortment)

bebrapa jenis produk menjadi kelompok produk untuk penggunaan yang

berkaitan.

2. Kegiatan pertemuan merupakan usaha mempertemukan produsen dengan

konsumen. Kegiatannya meliputi usaha mencari informasi tentang permintaan

produk dan informasi pasar yang lain serta mencari pelanggan melalui kegiatan

promosi.

3. Kegiatan pertukaran merupakan kegiatan negosiasi dan transaksi yang meliputi

pertukaran produk beserta kepemilikannya hingga kegiatan pembayaran dan

pengiriman barang. Pertukaran meliputi keputusan-keputusan pembelian

tentang jumlah, jenis, saat atau waktu, dan syarat-syarat pembayarannya

dengan memperhatikan syarat atau kondisi pertukaran yang wajar.

2.1.3. Sistem Distribusi

Secara umum, sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :

sistem distribusi langsung dan sistem distribusi tidak langsung. Sistem distribusi

langsung mendistribusikan barang secara langsung dari produsen ke konsumen.

Page 4: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

10

Sistem distribusi tidak langsung menggunakan perantara (midleman) sehingga

tidak langsung ketemu dengan konsumen.

2.1.4. Lembaga Saluran Distribusi

Menurut Winardi (1989:299) yang dimaksud dengan saluran distribusi

adalah sebagai berikut : “Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara

yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk

kepada pembeli“.

Sedangkan Philip Kotler (1997:140) mengemukakan bahwa :

“Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan

terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk

digunakan atau dikonsumsi“.

Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani

antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat digolongkan kedalam

dua golongan, yaitu ; Pedagang perantara dan Agen perantara. Perbedaannya

terletak pada aspek pemilikan serta proses negoisasi dalam pemindahan produk

yang disalurkan tersebut.

1. Pedagang perantara

Pada dasarnya, pedagang perantara (merchant middleman) ini bertanggung

jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya atau dengan kata

lain pedagang mempunyai hak atas kepemilikan barang. Ada dua kelompok

yang termasuk dalam pedagang perantara, yaitu ; pedagang besar dan pengecer.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa produsen juga dapat bertindak

Page 5: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

11

sekaligus sebagai pedagang, karena selain membuat barang juga

memperdagangkannya.

2. Agen perantara

Agen perantara (Agent middle man) ini tidak mempunyai hak milik atas semua

barang yang mereka tangani. Mereka dapat digolongkan kedalam dua

golongan, yaitu :

a. Agen Penunjang

i. Agen pembelian dan penjulan

ii. Agen Pengangkutan

iii. Agen Penyimpanan

b. Agen Pelengkap

i. Agen yang membantu dalam bidang financial

ii. Agen yang membantu dalam bidang keputusan

iii. Agen yang dapat memberikan informasi

iv. Agen khusus

Menurut Philip Kotler (1993:174) agar suatu kegiatan penyaluran barang

dapat berjalan dengan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai saluran

pemasaran harus mampu melakukan sejumlah tugas penting, yaitu :

1. Penelitian, yaitu melakukan pengumpulan informasi penting untuk

perencanaan dan melancarkan pertukaran.

2. Promosi, yaitu pengembangan dan penyebaran informasi yang persuasive

mengenai penawaran.

3. Kontak, yaitu melakukan pencarian dan menjalin hubungan dengan pembeli.

Page 6: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

12

4. Penyelarasan, yaitu mempertemukan penawaran yang sesuai dengan

permintaan pembeli termasuk kegiatan seperti pengolahan, penilaian dan

pengemasan.

5. Negoisasi, yaitu melakukan usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai

harga dan lain-lain sehubungan dengan penawaran sehingga

pemindahan pemilikan atau penguasaan bias dilaksanakan.

6. Disrtibusi fisik, yaitu penyediaan sarana transportasi dan penyimpanan barang.

7. Pembiayaan, yaitu penyediaan permintaan dan pembiayaan dana untuk

menutup biaya dari saluran pemasaran tersebut.

8. Pengambilan resiko, yaitu melakukan perkiraan mengenai resiko sehubungan

dengan pelaksanaan pekerjaan saluran tersebut.

Kelima tugas pertama membantu pelaksanaan transaksi dan tiga yang

terakhir membantu penyelesaian transaksi. Semua tugas diatas mempunyai tiga

persamaan, yaitu menggunakan sumber daya yang langka, dilaksanakan dengan

menggunakan keahlian yang khusus, dan bisa dialih-alihkan diantara penyalur.

Apabila perusahaan/produsen menjalankan seluruh tugas diatas, maka biaya akan

membengkak dan akibatnya harga akan menjadi lebih tinggi.

Ada beberapa alternatif saluran (tipe saluran) yang dapat dipakai. Biasanya

alternatif saluran tersebut didasarkan pada golongan barang konsumsi dan barang

industri.

1. Barang konsumsi adalah barang-barang yang dibeli untuk dikonsumsikan.

Pembeliannya didasarkan atas kebiasaan membeli dari konsumen. Jadi,

Page 7: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

13

pembelinya adalah pembeli/konsumen akhir, bukan pemakai industri karena

barang –barang tersebut tidak diproses lagi, melainkan dipakai sendiri (Basu

Swasta 1984:96).

2. Barang industri adalah barang-barang yang dibeli untuk diproses lagi atau

untuk kepentingan dalam industri. Jadi, pembeli barang industri ini adalah

perusahaan, lembaga, atau organisasi, termasuk non laba (Basu Swasta,

1984:97).

Berdasarkan pengertian diatas, maka seperti halnya pupuk itu digolongkan

kedalam golongan barang industri, sebab pupuk dibeli petani bukan untuk

dikonsumsi tetapi untuk digunakan dalam produksi pertaniannya. Dibawah ini

digambarkan beberapa tipe saluran untuk barang konsumsi dan barang industri.

2.1.5. Distribusi Fisik

Distribusi fisik merupakan aspek penting kedua dalam rangka menjadikan

suatu produk tersedia bagi konsumen dalam jumlah, waktu, dan tempat yang

tepat. Dalam hubungan itu, Dewan Manajemen Distribusi Fisik Nasional Amerika

Serikat mendefinisikan distribusi fisik sebagai berikut : “ Suatu rangkaian

aktivitas yang luas mengenai pemindahan barang jadi secara efisien dari akhir

batas produksi kepara konsumen, serta didalam beberapa hal mencakup

pemindahan bahan mentah dari suatu pembekal keawal batas produksi “.

Manajemen distribusi fisik hanyalah satu diantara istilah deskriptif yang

digunakan untuk menggambarkan suatu pengendalian atas pemindahan barang

seperti didefinisikan dimuka. Hal ini sering pula diistilahkan sebagai manajemen

Page 8: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

14

logistik atau logistik pemasaran. Namun demikian, apapun istilah yang digunakan

konsep dasarnya adalah sama. Secara terperinci, kegiatan yang ada dalam

kegiatan distribusi fisik dapat dibagi kedalam lima macam (Basu Swasta, 1984:

220-229, diringkas) yaitu :

1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanannya

a. Penentuan lokasi penyediaannya

Kebijaksanaan terhadap lokasi persediaan didasarkan pada strategi yang

diinginkan, apakah secara memusat (konsentrasi) ataukah menyebar

(dispersi) dipasarnya. Jika perusahaan mengkonsentrasikan persediaannya,

maka akan memudahkan dalam mengadakan pengawasan. Selain itu, juga

akan meningkatkan efisiensi penyimpanan dan penanganan barangnya.

Namun dari segi lain dapat terjadi bahwa beban pengangkutan akan

meningkat dan pengantaran barang kebeberapa segmen pasar akan

terlambat. Dan jika perusahan menyebarkan persediaannya kebeberapa

lokasi, maka keadaannya akan berlainan, dan merupakan kebalikan dari

konsentrasi.

b. Sistem penyimpanan persediaan

Penyimpanan erat kaitannya dengan pergudangan, biasanya perusahaan

yang tidak mempunyai fasilitas penyimpan sendiri umumnya menyewa

kepada lembaga atau perusahaan lain atau disebut gudang umum. Besarnya

sewa yang harus dibayar ditentukan menurut besarnya ruangan yang

digunakan.

Page 9: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

15

2. Sistem penanganan barang

Sistem penanganan barang yang dapat digunakan antara lain : paletisasi,

pengemasan, sistem pengawasan persediaan, prosedur memproses pesanan dan

pemilihan metode pengangkutan.

a. Paletisasi

Dalam paletisasi, penanganan barang-barang baik itu berupa bahan baku

maupun barang jadi dipakai suatu alat yang disebut palet. Dengan alat ini

barang-barang dapat dipindahkan secara cepat. Penggunaannya akan lebih

ekonomis apabila material yang ditangani jumlahnya besar.

b. Pengemasan

Barang-barang yang ditangani ditempatkan dalam suatu kemasan atau peti

kemas baik dari logam, kayu, ataupun bahan yang lain. Biasanya kemasan

ini dibuat dalam ukuran-ukuran tertentu sehingga sangat mudah dalam

pengangkutannya.

c. Sistem pengawasan persediaan

Faktor penting yang lain dalam sistem distribusi fisik adalah mengadakan

pengawasan secara efektif terhadap komposisi dan besarnya

persediaan. Adapun tujuan dari pengawasan persediaan adalah

meminimumkan jumlah persediaan yang diperlukan, dan meminimumkan

fluktuasi dalam persediaan sambil melayani pesanan dari pembeli.

Besarnya persediaan sangat ditentukan oleh keseimbangan kebutuhan

pasar dengan faktor biaya. Sedangkan permintaan pasar dapat diukur

dengan menggunakan analisis ramalan penjualan.

Page 10: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

16

d. Prosedur memproses pesanan

Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk memproses pesanan antara

lain : menyelenggarakan kegiatan kantor secara teratur, membuat barang

dengan baik, serta menyampaikannya kepada pembeli. Jika perusahaan

tidak sanggup atau tidak mampu melaksanakan pesanan, maka ia harus

memberitahu kepada pembeli.

e. Pemilihan metode pengangkutan

Dalam hal ini, rute dan rit pengangkutan merupakan faktor yang penting,

dan mempunyai hubungan yang erat dengan pasar atau daerah penjualan,

serta lokasi persediaannya. Selain itu fasilitas pengangkutan yang ada juga

merupakan faktor penentu.

2.2. Transportasi

Pada dasarnya transportasi dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia

atau barang dari satu tempat ketempat lainnya dengan menggunakan sebuah

wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk

memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju,

mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk

disana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar

menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri

dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan

transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena

memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat

Page 11: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

17

transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya. Dalam

melakukan suatu proses transportasi pasti menimbulkan suatu keuntungan yang

berupa terdistribusikannya barang hasil produksi dan kerugian yang berupa biaya

transportasi. Biaya transportasi dipengaruhi oleh beberpa faktor seperti jarak

pengiriman dan moda yang digunakan.

Prinsip ekonomi, ”mengeluarkan biaya yang seminimal mungkin agar dapat

menghasilkan keuntungan yang maksimal” namapaknya masih dipegang erat oleh

para pelaku bisnis di Indonesia. Begitu juga dalam pendistribusian pupuk PUSRI

yang berasal dari Palembang, pola distribusi yang dapat menghasilkan biaya yang

paling rendah dan dapat mendistribusikan pupuk sesuai dengan permintaan di

berbagai daerah. Untuk itu harus diketahui biaya yang muncul akibat

pendistribusian pupuk dan komponen biaya apa yang membentuknya. Karena

jalur distribusi yang digunakan ialah melalui darat maka harus terdapat definisi

yang jelas mengenai biaya transportasi darat.

2.3. Penyusunan Rute Kendaraan

Masalah penentuan rute dan sekaligus penjadwalan, merupakan masalah

operasional dalam transportasi. Manajer harus memutuskan konsumen mana yang

harus dikunjungi terlebih dahulu dan menentukan bagaimana urutan kunjungan

mereka. Manajer juga harus menentukan jenis kendaraan yang digunakan untuk

mengirim produk ke seluruh konsumen dan rute mana yang harus dilalui setiap

kendaraan. Manajer juga harus memastikan tidak adanya kendaraan yang

Page 12: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

18

kelebihan muatan dan memastikan pengiriman yang dilakukan tidak melebihi

batas waktu.

Tujuan utama dari pemilihan rute yang tepat dan penjadwalan yang baik

adalah menetukan kombinasi yang tepat, yang akan meminimasi biaya dengan

mengurangi jarak yang ditempuh kendaraan dan lama waktu pengiriman setiap

kendaraan, serta mengurangi kesalahan pelayanan seperti pengiriman yang

tertunda. Biaya yang dimaksud adalah biaya modal dan biaya perjarak yang

ditempuh.

Klasifikasi masalah penentuan rute dan penjadwalan didasarkan

karakteristik sistem pengiriman, misalnya ukuran armada pengiriman, dimana

pangkalan / depot armada berada, kapasitas kendaraan, tujuan penentuan rute dan

penjadwalan. Secara sederhana klasifikasi masalah penetuan rute dan penjadwalan

sebagai berikut :

1. Travelling Salesman Problem (TSP), merupakan kasus yang paling sederhana

dimana sebuah kendaraan mangunjungi semua node yang ada.

2. Multiple Traveling Salesman Problem (MTSP), kateristik MTSP adalah setian

node dapat hanya dilayani satu kendaraan namun satu kendaraan dpat melayani

lebih dari satu node.

3. Vehicle Routing Problem (VRP), merupakan masalah penentuan rute dan

penjadwalan dimana diadakan bebrapa pembatasan misalnya kapasitas dari

bebrapa kendaraan atau waktu pengiriman serta ada kemungkinan permintaan

atau situasi yang berubah-ubah.

Page 13: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

19

4. Chinese Postman Problem (CPP), pada masalah ini permintaan pelayanann

lebih banyak terjadi di sepanjang arc daripada yang terjadi di node atau

permintaan sangat tinggi sehingga permintaan tiap node sukar dikelompokkan.

Walaupun terdapat berbagai macam cara untuk menyelesaikan

permasalahan distribusi, satu hal yang pasti adalah penentuan rute dan

penjadwalan sangatlah sulit untuk diselesaikan, yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan pendekatan-pendekatan perhitungan.

2.3.1. Vehicle Routing Problem (VRP)

Menurut Robert “Vehicle Routing Problem (VRP) dapat didefinisikan

sebagai penentuan sejumlah rute untuk sekumpulan kendaraan yang harus melayani

sejumlah pemberhentian (node) dari depot pusat”. Vehicle Routing Problem

merupakan masalah pencarian rute optimal untuk pengiriman atau pengumpulan

barang dan jasa dari satu atau lebih depot ke sejumlah kota atau pelanggan dengan

memenuhi kendala tertentu (Priwarnela, 2012). Tujuan dari VRP adalah

mengantarkan produk pada sekelompok konsumen yang diketahui permintaannya

denga hanya menghabiskan biaya yang minimum serta berwal dan berakhir pada

sebuah atau lebih depot. Output dari masalah ini adalah rute yang berbiaya rendah

dan layak untuk setiap kendaraan.

Terdapat bermacam-macam metode yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah ini serta dikelompokkan kedalam tiga klasifikasi, yaitu ;

Page 14: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

20

1. Contructive Heuristic

Metode ini dibagi dalam 2 jenis, yaitu sequential dan parallel. Contoh metode

yang termasuk kedalamnya adalah Clarke-Wright Algorithm (Clarke-Wright

Savings Method), Matching Based Algoritm, Insertion Heuristic, dan

Christofides, Mingozzi, Toht Heuristic.

2. Two Phase Heuristic

Metode ini dibagi dalam 2 jenis, yaitu Cluster First-Route Second (yang

termasuk didalamnya adalah Sweep, Fisher and Jaikumar Algorithm dan Petal)

dan Route First-Cluster Second.

3. Improvement Heuristic

Yang termasuk dalam metode ini misalnya Local Search Algorithm.

Tujuan dari metode “savings” adalah untuk meminimisasi total jarak

perjalanan semua kendaraan dan untuk meminimisasi secara tidak langsung

jumlah kendaraan yang diperlukan untuk melayani semua tempat perhentian.

Logika dari metode ini bermula dari kendaraan yang melayani setiap tempat

perhentian dan kembali ke depot. Hal ini memberikan jarak maksimum dalam

masalah penentuan rute. Kemudian, dua tempat perhentian digabung dalam satu

rute yang sama sehingga satu kendaraan tersebut dieliminasi dan jarak

tempuh/perjalanan dapat dikurangi.

Pendekatan “savings” mengizinkan banyak pertimbangan yang sangat

penting dalam aplikasi yang realistis. Sebelum tempat perhentian dimasukkan ke

dalam sebuah rute, rute dengan tempat perhentian berikutnya harus dilihat.

Sejumlah pertanyaan tentang perancangan rute dapat ditanyakan, seperti apakah

Page 15: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

21

waktu rute melebihi waktu distribusi maksimum pengemudi yang diizinkan,

apakah waktu untuk istirahat pengemudi telah dipenuhi, apakah kendaraan cukup

besar untuk melakukan volume rute yang tersedia. Pelanggaran terhadap

kondisikondisi tersebut dapat menolak tempat perhentian dari rute keseluruhan.

Tempat perhentian selanjutnya dapat dilihat menurut nilai “savings” terbesar dan

proses pertimbangan diulangi. Pendekatan ini tidak menjamin solusi yang

optimal, tetapi dengan mempertimbangkan masalah kompleks yang ada, solusi

yang baik dapat dicari.

2.3.2. Metode Clarke-Wright Algorithm

Metode Penghematan Clarke-Wright (Clarke-Wright Savings Method)

merupakan suatu metode yang ditemukan oleh Clarke dan Wright pada tahun

1964 yang kemudian dipublikasikan sebagai suatu algoritma yang digunakan

sebagai solusi untuk permasalahan rute kendaraan dimana sekumpulan rute pada

setiap langkah ditukar untuk mendapatkan sekumpulan rute yang lebih baik, dan

metode ini digunakan untuk mengatasi permasalahan yang cukup besar, dalam hal

ini adalah jumlah rute yang banyak. Menurut Rikeu dkk savings method pada

hakekatnya adalah metode untuk meminimukan jarak atau waktu atau ongkos

dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang ada. Inti dari metode ini adalah

melakukan perhitungan penghematan yang diukur dari seberapa banyak dapat

dilakukan pengurangan jarak tempuh dan waktu yang digunakan dengan

mengaitkan node-node yang ada dan menjadikannya sebuah rute berdasarkan nilai

saving yang terbesar yaitu jarak tempuh antara source node dan node tujuan.

Page 16: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

22

Metode tersebut digunakan karena dalam proses perhitungannya, metode

ini tidak hanya menggunakan jarak sebagai parameter, tetapi juga waktu untuk

memperoleh nilai savings yang terbesar untuk kemudian disusun menjadi sebuah

rute yang terbaik. Metode ini telah dirancang sesuai dengan karakteristik Vehicle

Routing Problem (VRP), yaitu barang dari depot harus diantarkan kepada

sejumlah pelanggan. Permasalahannya adalah dalam hal menentukan pelanggan

yang harus didatangi terlebih dahulu yang kemudian menjadi suatu rute yang

berawal dari depot sampai kembali lagi ke depot. Hal ini bertujuan untuk

mencapai suatu solusi yaitu salah satunya untuk meminimalisasi biaya

transportasi.

Dalam penentuan rute tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Menentukan node sebagai node central atau disebut depot dan node-node

tujuan.

2. Membuat matriks jarak yaitu matriks jarak antara depot dengan node dan

jarak antar node. Pada tugas akhir ini akan dibuat matrik jarak yang simetris.

3. Membuat matriks penghematan.

4. Nilai saving tertinggi merupakan rute awal.

Pada tahap selanjutnya proses berulang itu digerakkan dari yang matrik terbesar

ke matriks yang bernilai kecil, sampai masing-masing matriks penghematan itu

dievaluasi untuk perbaikan rute lebih lanjut.

Page 17: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

23

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi matriks

jarak, mengidentifikasi matrik penghematan, mengalokasikan toko ke kendaraan

atau rute, mengurutkan tujuan dalam rute yang sudah terdefinisi.

1. Mengidentifikasi Matriks Jarak

Pada langkah ini diperlukan jarak antara gudang ke masing-masing agen dan

jarak antar agen. Hasil penentuan jarak tersebut kemudian akan digunakan

untuk menentukan matriks penghematan (savings matrix) yang akan

dikerjakan pada langkah berikutnya.

2. Mengidentifikasi Matriks Penghematan (Savings Matrix)

Pada awal langkah ini diasumsikan bahwa setiap agen akan dikunjungi oleh

satu kendaraan secara eksklusif. Maka akan ada penghematan yang akan

diperoleh jika dua atau lebih rute bila digabungkan menjadi satu rute.

3. Menghitung matriks penghematan menggunakan persamaan,

S(i,j) = a(0,i) + a (0,j) – a(i,j) ………………..……………………………..(2.1)

Dimana, S(i,j) : Matriks penghematan

a : Jarak

i : Pelanggan ke-i

j : Pelanggan ke-j

0 : Gudang

4. Mengalokasikan Agen ke Kendaraan atau Rute

Dengan berbekal tabel matriks penghematan, dapat dilakukan alokasi agen ke

kendaraan atau rute. Agen-agen yang digabungkan ke dalam satu rute

Page 18: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

24

5. Mengurutkan Agen (Tujuan) Dalam Rute yang Sudah Terdefinisi

Jika semua iterasi selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah

memilih rute dengan total terkecil.

Contoh perhitungan Clarke-Wright Savings Method :

1. Langkah – langkah penghitungan sebagai berikut bila kita akan menghitung s

(0, 1), misal jarak dari depot ke node 0 adalah 0, kemudian jarak dari depot

ke node 1 adalah 25, dan jarak dari depot ke node 1 adalah 25, maka :

s ( 0,1 ) = d ( 0,0 ) + d ( 0,1 ) – d ( 0,1 )

= 0 + 25 - 25

= 0

2. Sama seperti perhitungan pada s (0,1), bila kita menghitung s (1,2) maka

langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mencari data jarak dari depot

ke node 1, jarak dari depot ke node 2, dan jarak dari node 1 ke node 2,

sehingga :

s ( 1,2 ) = d ( 0,1 ) + d ( 0,2 ) – d ( 1,2 )

= 25 + 43 – 29

= 39

Lakukan perhitungan untuk masing – masing node. Setelah dilakukan perhitungan

keseluruhan, didapat hasil savings yang terbesar. Kemudian buatlah list dari

perhitungan savings sesuai dengan tahapan kedua pada algoritma Savings

Heuristic.

Page 19: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

25

2.4. Menentukan Biaya Transportasi

Ongkos transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pihak

perusahaan untuk kegiatan distribusi yang menggunakan alat angkut tertentu.

Ongkos transportasi terbagi menjadi dua yaitu fixed cost dan variable cost.

Total ongkos berdasarkanpada jarak yang ditempuh

Fixed Coas :Administrasi, dll

Variable Cost :bahan bakar, perawatan ban, dll

Jarak, titik awal ke tujuan

Bia

ya, R

p.

0

Gambar 2.1. Fungsi Biaya Angkut Terhadap Jarak

Rumusan dalam penyelesaian ongkos transportasi adalah :

Transportation Cost = Fixed Cost + Variable Cost

= a + b . Xi

Dimana : a = fixed cost / bulan ( Rp. )

b = variable cost / km ( Rp. )

x = jarak yang ditempuh ( km )

Yang termasuk dalam fixed cost dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Biaya tetap kendaraan ( penurunan nilai jual motor )

2. Biaya pengemudi ( gaji pengemudi )

Page 20: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

26

Sedangkan yang termasuk dalam variable cost dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Biaya bahan bakar

2. Biaya penggantian ban

3. Biaya penggantian minyak pelumas ( oli )

4. Biaya perawatan ( kampas rem, minyak rem, dan lain – lain )

5. Biaya upah tenaga pemeliharaan

2.4.1. Perhitungan Komponen Biaya Tetap (Fixed Cost) Besaran Biaya

Operasi Kendaraan

Pada buku Logistical Management komponen dari biaya transportasi salah

satunya adalah fixed Cost. Fixed cost adalah biaya yang sudah dipastikan tetap ada

meskipun tidak ada aktifitas pengiriman.

Yang termasuk dalam fixed cost dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Biaya tetap kendaraan ( penurunan nilai jual motor )

2. Biaya pengemudi ( gaji pengemudi )

2.4.2. Perhitungan Komponen Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Besaran

Biaya Operasi Kendaraan

Biaya tidak tetap merupakan komponen yang terdiri dari bebrapa

komponen, yaitu : biaya bahan bakar, biaya penggantian ban, biaya penggantian

minyak pelumas ( oli ), biaya perawatan ( kampas rem, minyak rem, dan lain –

lain ) dan biaya upah tenaga pemeliharaan. Biaya tidak tetap dihitung dengan

menjumlahkan biaya konsumsi bahan bakar, biaya penggantian ban, biaya

Page 21: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

27

konsumsi oli, biaya perawatan dan biaya upah tenaga pemeliharaan. Dan Biaya

Operasi Kendaraan dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana : BTT = Besaran biaya tidak tetap (Rupiah/Km)

BBBM = Biaya konsumsi bahan bakar minyak (Rupiah/Km)

BO = Biaya konsumsi oli (Rupiah/Km)

BP = Biaya Pemeliharan (Rupiah/Km)

BU = Biaya upah tenaga pemeliharaan (Rupiah/Km)

BB = Biaya konsumsi ban (Rupiah/Km)

1. Biaya bahan bakar (BBBM)

Untuk perhitungan biaya konsumsi bahan bakar, jenis bahan bakar yang

digunakan adalah solar. Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak dapat dicari

dengan cara :

BBBM = KBBM x HBBM

Dimana : BBBM = Biaya konsumsi bahan bakar minyak untuk kendaraan

(Rupiah/Km)

KBBM = Konsumsi bahan bakar minyak untuk kendaraan

(Liter/Km)

HBBM = Harga bahan bakar untuk kendaraan (Rupiah/liter)

BTT = BBBM + BO + BP + BU + BB

Page 22: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

28

a. Harga bahan bakar untuk kendaraan (HBBM)

Harga bahan bakar untuk kendaraan (HBBM) yang digunakan adalah

solar, dimana saat ini harga solar Rp. 5.500,-/Liter.

b. Konsumsi bahan bakar minyak (KBBM)

Konsumsi bahan bakar minya untuk masing-masing kendaraan dihitung

dengan rumus persamaan berikut, yaitu :

1000/)

(

1110987

62

5432

21

SAxBKxAxBKxBKxSAxAx

DTxFxFxRxVxV

KBBM

RR

RRRRRR

Dimana : = Konstanta

1 … 11 = Koefisien-koefisien parameter

VR = Kecepatan rata-rata

RR = Tanjakan rata-rata

DTR = Derajat Tikungan rata-rata

AR = Percepatan rata-rata

SA = Simpangan baku percepatan

BK = Berat Kendaraan

i. Berat Kendaraan (BK)

Batasan berat kendaraan total (dalam ton) yang dicakup oleh

persamaan adalah :

Page 23: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

29

Tabel. 2.1. Berat Kendaraan Total yang direkomendasikan

Jenis Kendaraan Nilai Minimum (ton) Nilai Maksimum (ton)

Truk Ringan 3,5 8

Truk Sedang 10 15

Truk Berat 15 25

ii. Kecepatan rata-rata (VR)

Batasan kecepatan rata-rata kendaraan (dalam Km/jam) yang

dicakup oleh persamaan adalah :

Tabel. 2.2. Kecepatan rata-rata Kendaraan yang direkomendasikan

Jenis Kendaraan Nilai Minimum (Km/jam) Nilai Maksimum (Km/jam)

Truk Ringan 5 100

Truk Sedang 5 100

Truk Berat 5 100

iii. Tanjakan rata-rata (RR)

Geometri jalan yang diperhitungkan dalam model persamaan hanya

faktor alinyemen vertikal yang terdiri dari tanjakan dan turunan.

Batasan tanjakan dan turunan yang dicakup oleh model persamaan

adalah :

Page 24: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

30

Tabel. 2.3. Alinyemen Vertikal yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan

Kondisi Medan Tanjakan rata-rata (m/km) Turunan rata-rata (m/km)

Datar 2,5 - 2,5

Bukit 12,5 -12,5

Pegunungan 22,5 -22,5

iv. Percepatan rata-rata (AR)

Percepatan rata-rata lalu lintas dalam suatu ruas jalan dapat dihitung

dengan persamaan sebagai berikut :

CVxAR 0128,0 , dimana : AR = Percepatan rata-rata

V = Volume lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

v. Simpangan baku percepatan (SA)

Simpangna baku percepatan lalu lintas dalam suatu ruas jalan dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

CV

xaae

SASA)(

max10

1

04,1 ,

dimana : SA = Simpangan baku percepatan (m/s2)

SAmax = Simpangan baku percepatan maksimum (m/s2)

(tipikal/default = 0,75)

a0,a1 = koefisien parameter (tipikal/default a0 = 5,140 ;

a1 = 8,264)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

Page 25: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

31

2. Biaya penggantian ban (BB)

Biaya konsumsi ban untuk masing-masing kendaraan dapat dihitung dengan

rumus persamaan sebagai berikut, yaitu:

1000HBxKBBB , Dimana : BB = Biaya konsumsi ban (Rupiah/Km)

KB = Konsumsi ban (EBB/1000Km)

HB = Harga ban baru (Rupiah/ban baru)

Konsumsi ban (KB)

Konsumsi ban untuk masing-masing kendaraan dapat dihitung dengan rumus

persamaan sebagai berikut, yaitu :

RR DTxTTxIRIxKB 321

Dimana : = Konstanta

1…3 = Koefisien-koefisien parameter

TTR = Tanjakan + turunan rata-rata

DTR = Derajat tikungan rata-rata

Tabel. 2.4. Nilai tipikal , 1, 2 dan 3

Jenis Kendaraan 1 2 3

Truk Ringan 0,024 0,025 0,0035 0,00067

Truk Sedang 0,095835 - 0,001738 0,00184

Truk Berat 0,158350 - 0,00256 0,00028

Page 26: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

32

Tabel. 2.5. Nilai tipikal tanjakan dan turunan pada berbagai medan jalan

Kondisi Medan TT (m/km)

Datar 5

Bukit 25

Pegunungan 45

Tabel. 2.6. Nilai tipikal derajat tikungan pada berbagai medan jalan

Kondisi Medan Derajat tikungan (⁰/km)

Datar 15

Bukit 115

Pegunungan 200

3. Biaya penggantian minyak pelumas /oli (BO)

Biaya konsumsi oli dapat dihitung denga persamaan sebagai berikut :

BO = KO x HO

Dimana : BO = Biaya konsumsi oli kendaraan (Rupiah/Km)

KO = Konsumsi oli kendaraan (Liter/Km)

HO = Harga oli (Rupiah/Liter)

Konsumsi oli (KO)

Konsumsi oli untuk kendaraan dapat dihitung denga persamaan sebagai

berikut :

KO = OHK + OHO x KBBM

Dimana : KO = Konsumsi oli kendaraan (Liter/Km)

Page 27: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

33

OHK = oli hiilang akibat kontaminasi (Liter/Km)

Dimana, JPO

KAPOOHK , KAPO = kapasitas oli (Liter)

JPO= Jarak penggantian oli (Km)

OHO = oli hiilang akibat operasi (Liter/Km)

KBBM= konsumsi bahan bakar (Liter/Km)

Nilai tipikal (default) untuk persamaan tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel. 2.7. Nilai tipikal JPO, KAPO dan OHO yang direkomendasikan

Jenis Kendaraan JPO KAPO OHO

Truk Ringan 2000 6 2,1 x 10-6

Truk Sedang 2000 12 2,1 x 10-6

Truk Berat 2000 24 2,1 x 10-6

4. Biaya perawatan (BP)

Biaya konsumsi suku cadang / biaya perawatan dapat dihitung denga

persamaan sebagai berikut :

1000000HKBxPBP

Dimana, BP = Biaya pemeliharaan/perwatan kendaraan (Rupiah/Km)

HKB = Harga kendaraan baru rata-rata kendaraan (Rupiah)

P = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap kendaraan baru

Page 28: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

34

2

1000001

KJTxxIRIP , Dimana: P = Konsumsi suku cadang kendaran

= Konstanta

1 & 2= Koefisien-koefisien parameter

IRI = kekasaran jalan

KJT = Kumulatif jarak tempuh (Km)

Tabel. 2.8. Nilai tipikal , 1 dan 2

Jenis Kendaraan 1 2

Truk Ringan -0,64 0,27 0,20

Truk Sedang -1,26 0,46 0,10

Truk Berat -0,86 0,32 0,40

5. Biaya upah tenaga pemeliharaan (BU)

Biaya upah perbaikan kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

1000UTPxJPBU ,

Dimana : BU = Biaya upah perbaikan kendaraan (Rupiah/Km)

JP = Jumlah jam pemeliharaan (jam/1000Km)

JP = a0 x Pa1 , Dimana : P = Konsumsi suku cadang

a0,a1 = konstanta

UTP = Upah tenaga pemeliharaan (Rupiah/jam), data upah tenaga

pemeliharaan dapat diperoleh melalui survei penghasilan

tenaga perbaikan kendaraan.

Page 29: 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendistribusian 2.1.1. Pengertian

35

Tabel. 2.9 Nilai tipikal a0,a1

Jenis Kendaraan a0 a1

Truk Ringan 242,03 0,519

Truk Sedang 242,03 0,517

Truk Berat 301,46 0,519