,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /dsrudq...

11
JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100 90 KISTA MULTIPEL RAHANG (Laporan kasus) Endang Fitrih Mulyaningsih, Bakti Surarso Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, semi cairan atau gas dan tidak disebabkan oleh akumulasi pus, bisa dibatasi oleh epitel tetapi bisa juga tidak dan lapisan luarnya dilapisi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah. Kista dapat berada dalam jaringan lunak atau keras. Kista pada rahang menyebabkan pembesaran intraoral maupun ekstraoral yang secara klinis dapat menyerupai tumor jinak. 1 Kista rahang sangat bervariasi yang secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya epitel yang melapisi, yaitu kista epitel dan kista non epitel. Kista epitel dibagi menjadi kista perkembangan (developmental cyst) dan kista peradangan (inflammatory cyst). Kista perkembangan dibagi menjadi kista odontogenik dan non odontogenik. 1,2 Kista odontogenik merupakan kista yang dinding epitelnya berasal dari sisa organ pembentuk gigi (odontogenik) yang mampu berproliferasi dan potensial menjadi tumor. Ada 3 macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan beberapa kista odontogenik. Pertama adalah epitel lamina dental atau rest of Serres yang berasal dari epitel rongga mulut yang menetap di jaringan setelah menginduksi perkembangan gigi dan merupakan penyebab terjadinya odontogenic keratocyst (OKC), kista periodontal lateral, kista gingival. Kedua adalah epitel enamel tereduksi yang merupakan sisa epitel yang mengelilingi mahkota gigi setelah pembentukan enamel lengkap dan menjadi penyebab terjadinya kista dentigerus dan kista erupsi. Ketiga adalah epitel Malassez yang merupakan sisa dari epithelial root sheath of Hertwig’s yang menetap pada ligamen periodontal setelah pembentukan akar lengkap dan seluruh kista radikuler berasal dari sisa-sisa jaringan ini. 1,2,3 Kista odontogenik terdiri dari odontogenic keratocyst (OKC), kista dentigerus, kista periodontal lateralis, kista erupsi, kista gingival pada bayi dan kista gingival pada dewasa. Kista non odontogenik berasal dari ektoderm yang terlibat dalam pembentukan jaringan wajah, seperti kista duktus nasopalatinus dan kista nasolabial. Kista peradangan terdiri dari kista radikuler (periapical cyst), kista residual, kista kolateral peradangan dan kista paradental. 1,2,3,4 Kista dentigerus merupakan kantung tertutup berbatas epitel yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi, melekat pada cemento-enamel junction dan terdapat cairan. OKC berasal dari sisa lamina dental yang memiliki

Upload: others

Post on 17-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

90

KISTA MULTIPEL RAHANG (Laporan kasus)

Endang Fitrih Mulyaningsih, Bakti Surarso

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, semi cairan atau gas dan tidak disebabkan oleh akumulasi pus, bisa dibatasi oleh epitel tetapi bisa juga tidak dan lapisan luarnya dilapisi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah. Kista dapat berada dalam jaringan lunak atau keras. Kista pada rahang menyebabkan pembesaran intraoral maupun ekstraoral yang secara klinis dapat menyerupai tumor jinak.1 Kista rahang sangat bervariasi yang secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya epitel yang melapisi, yaitu kista epitel dan kista non epitel. Kista epitel dibagi menjadi kista perkembangan (developmental cyst) dan kista peradangan (inflammatory cyst). Kista perkembangan dibagi menjadi kista odontogenik dan non odontogenik.1,2 Kista odontogenik merupakan kista yang dinding epitelnya berasal dari sisa organ pembentuk gigi (odontogenik) yang mampu berproliferasi dan potensial menjadi tumor. Ada 3 macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan beberapa kista odontogenik. Pertama adalah epitel lamina dental atau rest of Serres yang berasal dari epitel rongga mulut yang menetap di jaringan setelah menginduksi perkembangan gigi dan

merupakan penyebab terjadinya odontogenic keratocyst (OKC), kista periodontal lateral, kista gingival. Kedua adalah epitel enamel tereduksi yang merupakan sisa epitel yang mengelilingi mahkota gigi setelah pembentukan enamel lengkap dan menjadi penyebab terjadinya kista dentigerus dan kista erupsi. Ketiga adalah epitel Malassez yang merupakan sisa dari epithelial root sheath of Hertwig’s yang menetap pada ligamen periodontal setelah pembentukan akar lengkap dan seluruh kista radikuler berasal dari sisa-sisa jaringan ini.1,2,3

Kista odontogenik terdiri dari odontogenic keratocyst (OKC), kista dentigerus, kista periodontal lateralis, kista erupsi, kista gingival pada bayi dan kista gingival pada dewasa. Kista non odontogenik berasal dari ektoderm yang terlibat dalam pembentukan jaringan wajah, seperti kista duktus nasopalatinus dan kista nasolabial. Kista peradangan terdiri dari kista radikuler (periapical cyst), kista residual, kista kolateral peradangan dan kista paradental. 1,2,3,4

Kista dentigerus merupakan kantung tertutup berbatas epitel yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi, melekat pada cemento-enamel junction dan terdapat cairan. OKC berasal dari sisa lamina dental yang memiliki

Page 2: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

Kista Multipel… (Endang FM, Bakti S)

91

lapisan keratin dan mempunyai gejala klinis yang agresif serta mempunyai angka rekurensi yang tinggi. OKC yang multipel sering dikaitkan dengan suatu sindrom nevus sel basal, penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan dengan gejala yang sangat kompleks. Pada pasien dengan OKC, 5% disertai sindrom nevus sel basal.5,6,7

Penatalaksanaan kista pada rahang adalah pembedahan, baik dengan enukleasi maupun marsupialisasi.1,5,6

Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus seorang wanita berumur 20 tahun dengan diagnosis kista multipel pada rahang yang meliputi kista dentigerus sinus maksila kiri dan OKC pada maksila kanan dan mandibula kanan kiri, yang dilakukan enukleasi kista dentigerus dengan pendekatan Caldwell-Luc dan marsupialisasi untuk OKC. LAPORAN KASUS Seorang wanita, Nn. R, usia 20 thn dirujuk ke poli THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan suspek tumor sinonasal kiri. Dari anamnesis tanggal 11 Mei 2011 didapatkan keluhan pipi kiri bengkak sejak 1 tahun sebelum MRS, makin lama makin membesar sehingga tampak lebih menonjol dari pipi kanan. Pipi kiri terasa keras dan tidak nyeri bila ditekan. Pipi bengkak diikuti dengan hidung buntu sisi kiri yang juga makin memberat. Keluhan pilek lama, ingus campur darah maupun mimisan tidak didapatkan. Tidak ada keluhan telinga maupun tenggorok.

Pada pemeriksaan fisik, tampak deformitas pada wajah, pipi kiri lebih menonjol dengan konsistensi keras seperti tulang dan tidak nyeri bila ditekan.

Gambar 1. Pasien dengan deformitas

pada pipi kiri

Pada pemeriksaan telinga tidak didapatkan kelainan. Pada hidung, kavum nasi kiri sempit karena desakan dari dinding lateral, tidak tampak adanya massa. Kavum nasi kanan tak tampak kelainan. Pada tenggorok, tonsil dan faring tak tampak kelainan, tampak penonjolan massa pada palatum durum sisi kiri dengan konsistensi keras, gigi yang tidak beraturan pada rahang bawah dan atas. Pada leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening.

Gambar 2. Tampak penonjolan

massa pada palatum durum dan gigi yang tidak beraturan

Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pada

Page 3: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

92

pemeriksaan radiologi, foto Water’s tanggal 9 Mei 2011 didapatkan gambaran Expansive mass di sinus maksila kiri disertai destruksi dinding lateral sinus maksila kiri & dinding medial sampai mengisi kavum nasi kiri, curiga malignansi. Gambaran superimpose dengan opasitas berdensitas gigi di daerah prosesus frontalis & etmoid kiri. Pada foto panoramik tanggal 11 Mei 2011 tampak multiple dentigerous cyst di ramus mandibula kiri dan arkus dentalis superior kanan kiri os maksilaris dengan radicular cyst di ramus mandibula kanan. (gambar 3)

Gambar 3. Foto Water’s dan

Panoramik

Hasil pemeriksaan FNAB pada maksila kiri tanggal 12 Mei 2011 menyimpulkan suatu Benign cystic lesion dengan keradangan.Pasien dikonsulkan ke Bedah Mulut dan dilakukan open biopsy dengan anestesi lokal pada maksila kanan & mandibula kanan kiri tanggal 23 Mei 2011. Hasil pemeriksaan histopatologi menyimpulkan suatu odontogenic keratocyst (OKC). Direncanakan operasi bersama antara THT-KL dan Bedah Mulut tanggal 6 Juni 2011 untuk enukleasi dan marsupialisasi. Enukleasi kista dentigerus pada sinus maksila kiri dilakukan dengan pendekatan Caldwell-Luc. Durante operasi didapatkan massa kistous berukuran 3x3x3 cm berisi cairan mukoid dan gigi molar 1 didalamnya. Dilakukan enukleasi kista beserta gigi yang terlibat dan ekstraksi gigi yang goyah pada premolar 2, molar 2 dan 3 (gambar 4a), sedangkan untuk OKC pada maksila kanan dan mandibula kanan kiri dilakukan marsupialisasi oleh Bedah Mulut, dengan membuat irisan pada mukosa diatas OKC, didapatkan cairan mukoid dan dilakukan kuretase pada dinding kista. Lumen kista diisi dengan tampon pita kemicetin yang dipasang seperti drain kemudian luka insisi dijahit (gambar 4b). Jaringan operasi dari kista pada maksila kiri diperiksakan histopatologi. Hasil PA menyimpulkan suatu kista dentigerus.

Page 4: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

Kista Multipel… (Endang FM, Bakti S)

93

Gambar 4a. Foto operasi enukleasi

Page 5: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

94

Gambar 4b. Foto operasi marsupialisasi.

Perawatan pasca operasi,

tampon pita pada sinus maksila kiri dilepas pada hari ke-3 sedangkan pada marsupialisasi OKC, tampon pita kemicetin diganti setiap hari dilanjutkan dengan irigasi rongga kista dengan cairan PZ. Tampon pita kemicetin dipertahankan sampai terbentuk window sambil menunggu obturator jadi. Setelah obturator jadi, tampon kemicetin dilepas dan obturator dipasang untuk menutup window (gambar 5). Irigasi rongga kista tetap dilakukan setiap hari dengan membuka obturator untuk menjaga agar lumen kista tetap bersih dari sisa makanan dan mencegah terjadinya infeksi, kemudian obturator dipasang kembali.

Gambar 5. Pemasangan obturator

Pasca operasi, pasien kontrol ke poli THT-KL dan poli Gigi untuk perawatan marsupialisasi pada OKC. Evaluasi radiologis dengan foto panoramik 3 bulan post op tampak OKC pada mandibula kiri mengecil, kemudian dilakukan enukleasi OKC dan odontektomi gigi premolar 1 dan 2 dengan anestesi lokal pada tanggal 7 Oktober 2011 di poli Gigi.

Gambar 6. Foto panoramik 3 bulan post op.

Evaluasi 8 bulan post op, OKC pada mandibula kanan tampak mengecil dan dilakukan enukleasi tanggal 7 Maret 2012, sedangkan OKC pada maksila kanan masih dalam proses perawatan dan dilakukan evaluasi ulang 3 bulan lagi.

Page 6: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

Kista Multipel… (Endang FM, Bakti S)

95

Gambar 7. Foto panoramik 8 bulan

post op Setelah 8 bulan post op, asimetri pada wajah sudah mulai tampak menghilang dan keluhan buntu hidung kiri sudah tidak ada lagi.

Gambar 8. Foto pasien sebelum dan

8 bulan pasca operasi PEMBAHASAN Kista dentigerus adalah kista odontogenik yang berasal dari epitel enamel tereduksi yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista ini biasanya berhubungan dengan gigi yang impaksi, gigi yang tidak erupsi, gigi supernumerary dan odontoma. Gigi yang impaksi maupun yang tidak erupsi sering terjadi pada gigi molar

ketiga mandibula, gigi molar ketiga maksila diikuti gigi kaninus maksila dan premolar kedua mandibula. Proliferasi dan degenerasi kistik dari epitelium akan menimbulkan kista odontogenik.1,7,8 Kista dentigerus merupakan kista

odontogenik perkembangan yang sering dijumpai dengan angka kejadian sekitar 16,6% dari seluruh kista rahang. Insiden tertinggi didapatkan pada dekade kedua hingga keempat, jarang didapatkan pada anak-anak dan lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,6:1. Kista dentigerus biasanya soliter dan sangat jarang didapatkan multipel.1,7,8

Sebagian besar kista dentigerus tidak menunjukkan suatu gejala (asimtomatik) dan biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiologis karena gigi yang gagal erupsi, gigi hilang, gigi miring atau gigi yang tidak teratur. Kebanyakan pasien baru menyadari adanya kista karena pembengkakan yang membesar secara perlahan-lahan. Kista yang besar sering menimbulkan keluhan seperti wajah yang asimetri, gigi goyah, nyeri terutama bila terjadi infeksi sekunder serta fraktur rahang.1,8,9

Gambaran histopatologi kista dentigerus bervariasi tergantung apakah kista dentigerus disertai inflamasi atau tidak. Secara umum, kista dentigerus yang tidak disertai inflamasi disusun oleh lapisan yang tipis, regular, epitel squamus berlapis tidak berkeratin, dinding kista dibentuk oleh folikel gigi dan

Page 7: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

96

melekat pada cemento-enamel junction. Jaringan konektif kapsul kista bebas dari sel-sel inflamatori. Secara radiologis, kista dentigerus tampak sebagai lesi radiolusen unilokuler yang berhubungan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi, mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas, meluas melapisi bagian kortek. Temuan diagnostik yang penting secara radiologi, yaitu kista dentigerus melekat pada cemento-enamel junction. Ada tiga variasi radiologis kista dentigerus, yaitu tipe sentral, tipe lateral dan tipe sirkumferensial. Tipe sentral menunjukkan gambaran mahkota gigi yang terbungkus simetris, tipe lateral tampak sebagai akibat dilatasi folikel pada salah satu sisi mahkota dan sering terdapat pada molar ketiga mandibula terimpaksi yang bererupsi sebagian, sehingga hanya sisi superior yang bererupsi, sedangkan pada tipe sirkumferensial seluruh elemen gigi tampak terbungkus kista.1,8,9

OKC merupakan kista odontogenik terbanyak ketiga dan termasuk dalam diagnosis banding beberapa radiolusen pada rahang dengan angka kejadian 3-11% dari semua kista rahang. Kista ini 60% berasal dari sisa pertumbuhan dental lamina atau sel basal epitel rongga mulut dan 40% berasal dari pertumbuhan reduced enamel dental folikel. Kista jenis ini mempunyai sifat biologis dan mekanisme pertumbuhan yang berbeda dari kista odontogenik lainnya. Pertumbuhan kista ini bukan disebabkan bertambahnya tekanan osmotik seperti kista lainnya, melainkan disebabkan pertumbuhan epitel dindingnya sendiri atau aktifitas

enzim dari jaringan fibrous. Kista ini dapat tumbuh sangat cepat dan mempunyai angka rekurensi yang tinggi sekitar 30-60%.1,10

OKC dapat terjadi pada masa kanak-kanak sampai usia tua, tetapi insiden tertinggi terjadi pada dekade kedua dan ketiga. Kista ini lebih cenderung terjadi pada laki-laki dibanding wanita dan sering tumbuh di mandibula terutama di bagian posterior mandibula, tetapi juga dapat tumbuh di sekitar gigi yang tidak erupsi dan memiliki gambaran klinis yang hampir sama dengan gambaran klinis kista lain di rahang, sehingga tidak dapat dijadikan petunjuk diagnosis. Walaupun secara radiologis dapat memberikan gambaran yang jelas adanya OKC, namun diagnosis pasti melalui pemeriksaan histologi. 40% dari kasus OKC tampak berhubungan dengan kista dentigerus dan 9% dari kista dentigerus adalah OKC bila dilakukan pemeriksaan histopatologi.8,9,10 Kista yang kecil biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi pada kista yang besar dapat menyebabkan malposisi gigi, ekspansi tulang rahang dan resorpsi akar gigi serta pada kasus yang ekstrem dapat terjadi resorpsi tulang rahang.8,10,11 Gambaran histopatologi OKC menunjukkan gambaran yang khas yaitu bentuk lapisan epitel skuamosa yang mengalami parakeratinisasi dan mempunyai ketebalan antara 6 sampai 10 lapis sel, lapisan sel basal yang terdiri atas lapisan sel-sel berbentuk kolumnar atau kuboid yang tersusun secara palisade, lumen dilapisi oleh epitel yang mengalami keratinisasi dan berisi sejumlah

Page 8: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

Kista Multipel… (Endang FM, Bakti S)

97

disquamated parakeratin. Gambaran radiologi pada OKC dapat tampak sebagai lesi unilokuler, lesi lobulated dan lesi multilokuler, tetapi yang sering muncul adalah gambaran lesi unilokuler dengan gambaran radiolusen dikelilingi tepi yang sklerotik berupa radioopag yang sangat tipis.8,10,11 Diagnosis kista rahang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologik dan histopatologis. Pada kasus ini, gambaran radiologik dari foto Water’s dan panoramik menggambarkan suatu kista dentigerus multipel pada maksila kanan kiri dan mandibula kiri serta kista radikuler mandibula kanan tetapi pada pemeriksaan histopatologik, biopsi pada mandibula kanan kiri dan maksila kanan ternyata suatu gambaran OKC. OKC yang multipel sering dikaitkan dengan sindrom nevus sel basal (Basal cell nevus syndrome) atau disebut juga Gorlin’s syndrome. Pada penderita dengan OKC, 5% disertai sindrom nevus sel basal dengan gejala yang sangat kompleks. Sindrom ini meliputi 5 komponen mayor yaitu karsinoma nevus sel basal yang multipel, kista multipel (OKC), kelainan tulang kongenital (Bifid ribs, frontal & parietal bossing, hypertelorism), kalsifikasi ektopik falx serebri dan plantar/palmar pits. Sindrom ini menjadi lebih tampak pada usia antara 5 sampai 10 tahun dan banyak penderita dengan sindrom ini memiliki retardasi mental ringan.1,4,12 Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda seperti tersebut diatas.

Penatalaksanaan kista rahang pada prinsipnya adalah enukleasi

dan atau marsupialisasi. Enukleasi merupakan prosedur pengangkatan kista secara utuh, biasanya disertai ekstraksi gigi yang terlibat, sedangkan marsupialisasi adalah prosedur yang bertujuan untuk dekompresi, menghilangkan kondisi tertutup pada kista yang dapat menghambat proses perluasan karena tekanan internal yang berlebihan dan pertumbuhan kontinyu dari membran pembatasnya sehingga rongga kista mengecil. Enukleasi biasanya dilakukan pada kista yang kecil dengan diameter kurang dari 2 cm, cenderung kambuh dan lesi yang cukup besar apabila penutupan dan rekonstruksi defek tulang yang diakibatkan lesi tersebut dapat dilakukan. Enukleasi kista disertai dengan ekstraksi gigi yang terlibat memberi prognosis yang lebih baik dan mengurangi terjadinya rekurensi, sedangkan marsupialisasi sering dilakukan pada kista yang besar untuk tujuan dekompresi agar ukuran kista mengecil kemudian diikuti dengan tindakan enukleasi. 1,3,5 Pemilihan terapi bedah pada kista rahang didasarkan pada umur penderita, lokasi dan ukuran kista, struktur vital yang terkena oleh kista, dan potensial untuk erupsi normal kedalam susunan gigi dari gigi yang terlibat.13,14 Beberapa penulis menyatakan bahwa marsupialisasi merupakan pilihan terapi untuk kista dentigerus pada anak-anak dengan tujuan memberikan kesempatan gigi untuk erupsi, tetapi pada kasus dimana gigi sudah berada pada dasar orbita, jauh dari lengkungan alveolar dan kecil kemungkinan untuk erupsi secara spontan, maka enukleasi disertai pengangkatan gigi yang

Page 9: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

98

terlibat merupakan pilihan terapi, sedangkan pada pasien dewasa, gigi yang terlibat biasanya kecil kemungkinan untuk erupsi, sehingga enukleasi merupakan pilihan utama.15,16,17 Enukleasi kista dentigerus sinus maksila kiri pada pasien ini dilakukan dengan tehnik operasi Caldwell-Luc disertai ekstraksi gigi yang terlibat. Pada OKC, prinsip penatalaksanaannya adalah enukleasi, disertai dengan tindakan kuretase untuk mengurangi terjadinya rekurensi.16,17 Pada pasien ini, OKC pada maksila kanan dan mandibula kanan kiri dilakukan marsupialisasi terlebih dahulu dengan membuat irisan pada mukosa diatas kista disertai dengan kuretase, selanjutnya rongga kista diisi dengan tampon pita kemicetin. Marsupialisasi dalam hal ini bertujuan untuk dekompresi sehingga diharapkan rongga kista akan mengecil dan memudahkan untuk enukleasi OKC secara utuh. Tampon pita kemicetin diganti setiap hari dilanjutkan dengan irigasi rongga kista dengan cairan PZ dan dipertahankan sampai terbentuk window. Pemasangan obturator berguna untuk menutup window agar tidak mudah kemasukan sisa makanan dan mencegah terjadinya infeksi. Pasca operasi, penderita disarankan untuk tetap kontrol rutin ke poli Gigi untuk perawatan marsupialisasi OKC. Evaluasi radilogis dilakukan secara rutin. Pada pasien ini, evaluasi radiologis dengan foto panoramik dilakukan pada bulan ke-3 dan ke-8 pasca operasi, tampak lumen OKC

mengecil dan dilakukan tindakan enukleasi kista secara bertahap. Enukleasi OKC pada mandibula kiri disertai dengan odontektomi gigi premolar 1 dan 2 dilakukan pada bulan ke-4 sedangkan pada mandibula kanan dilakukan pada bulan ke-9 di poli Gigi. Setelah 10 bulan pasca operasi, deformitas pada wajah kiri yang disebabkan oleh pembesaran massa kista dentigerus mulai menghilang dan keluhan buntu hidung sudah tidak dirasakan lagi, sedangkan untuk OKC pada maksila kanan akan dievaluasi 3 bulan lagi. KESIMPULAN Kista dentigerus dan odontogenic keratocyst (OKC) merupakan kista odontogenik perkembangan (developmental cyst), yang mempunyai gambaran klinis dan radiologis yang hampir sama, sehingga untuk diagnosis pastinya diperlukan pemeriksaan histopatologi. Telah dilaporkan satu kasus, Nn. R, 20 thn dengan kista multipel pada rahang, yaitu kista dentigerus sinus maksila kiri dan OKC pada maksila kanan dan mandibula kanan kiri. Penatalaksanaan pada pasien ini dengan tindakan bedah, operasi bersama antara THT-KL dengan Bedah Mulut, yaitu enukleasi kista dentigerus sinus maksila kiri beserta gigi yang terlibat dengan pendekatan Caldwell-Luc, sedangkan untuk OKC dilakukan marsupialisasi atau pembuatan window terlebih dahulu supaya massa kista mengecil sehingga bisa dilakukan enukleasi OKC secara utuh untuk mengurangi rekurensi.

Page 10: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

Kista Multipel… (Endang FM, Bakti S)

99

DAFTAR PUSTAKA 1. Sapp JP, Eversole RL,

Wisocky GP. Cyst of the oral regions. In: Sapp JP, Eversole RL, Wisocky GP, eds. Contemporary oral and maxillofacial pathology. 2nd edition. Missouri: Mosby; 2004.p.49-51.

2. Underbrink M. Odontogenic cyst and tumor. February 2002. Available from: http//www.utmb.edu/oto/GrandsRound Earlier.dir/Odontogenic Cyst and Tumor.txt Accessed February 4,2012.

3. Goldman KE. Mandibular cyst and odontogenic tumor. March 2006. Available from: http//www.emedicine.com/ent/topic560.html Accessed February 4, 2012.

4. Gorlin RJ. Penyakit rongga mulut. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.hal.272-304.

5. Chung WL, Cox DP, Ochs MW. Odontogenic cyst, tumors, and related jaw lesions. In: Bailey BJ,ed. Head and neck surgery-otolaryngology. 3rd edition. Philadelphia: JB Lippincot Company; 2001.p.1327-43.

6. Ballenger JJ. Tumors and cyst of the face, mouth, head and neck. In: Ballenger JJ, ed. Disease of the nose, throat, ear, head and neck. 14th

edition. Philadelphia: Lea & Fabiger;1991.p.324-34.

7. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. Cysts and tumors of odontogenic origin. In: Shafer WG, Hine MK, Levy BM, Tomich CE, eds. A text book of oral pathology. 4th edition. Philadelphia: WB Saunders Co;1983.p.258-65.

8. Shear M, Speight P. Dentigerous cyst. In: Shear M, Speight P, eds. Cyst of the oral and maxillofacial regions. London: Wiley Blackwell;2007.p.59-75.

9. Murad AH. Dentigerous cyst: a review of 37 cases. 2001. Available from: http//priory.com/den/dentigerous.htm Accessed February 5,2012.

10. Weber AL, Kaneda T, Scrivani SJ. Jaw: Cyst, Tumors and Nontumorous Lessions. 2003. Available from: http://www.similima.com/books/jaw-cyst-tumor.pdf Accessed March 20,2012.

11. Smith RA. Jaw cyst. In: Lalwani AK, ed. Current diagnosis and treatment in otolaryngology Head and Neck Surgery. New York: The McGraw-Hill Companies; 2007.p.387-402.

12. Bitar GJ, Herman CK, Dahman MI. Basal Cell Nevus Syndrome: Guidelines for Early Detection. 2002. Available from: http://www.aafp.org/afp/2002/0615/p2501.html Accessed March 9,2012.

Page 11: ,67$ 08/7,3(/ 5$+$1* /DSRUDQ NDVXVjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkl05daf0eed9full.pdf · .lvwd 0xowlsho« (qgdqj )0 %dnwl 6 *dpedu )rwr sdqrudpln exodq srvw rs 6hwhodk

JURNAL THTKL Vol.5, No.2, Mei - Agustus 2012, hlm. 90 - 100

100

13. Isser DK, Das S. Dentigerous cyst in a young boy. Indian journal of otolaryngology and head and neck surgery 2002; 54:44-5.

14. Ellis E. Surgical management of oral pathological lesion. In: Hupp JR, Ellis E, Tucker MR, eds. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 5th

edition. Missouri: Mosby Elsevier; 2008.p.480-91.

15. Amin ZA, Amran M, Khairudin A. Removal of extensive maxillary dentigerous cyst via a Caldwell-luc procedure: case report. Archives of Orofacial Science 2008;3(2):48-51. Availble from:

http://www.2dix.com/view/view.php?urllink=http://dental.usm.my/ver2/images/stories/AOS/Vol_3/Issue2/4851_zamzil.pdf&searchx=dentigerous%20cyst Accessed March 10,2012.

16. Alexandridis C. Surgical treatment of radicular cyst. In: Fragiskos FD, ed. Oral surgery. Berlin: Springer; 2007.p.301-8.

17. Carlson RE. Odontogenic cysts and tumors. In: Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD, eds. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery. 2nd edition. London: BC Decker Inc; 2004.p.575-80.