58890774 blood n immune system

Upload: karina-saputra

Post on 15-Jul-2015

159 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN Komponen-komponen dari sistem hematopoietic secara tradisional dibagi menjadi jaringan myeloid, yang meliputi sumsum tulang dan sel-sel yang berasal dari itu (misalnya, sel darah merah, trombosit, granulosit, dan monosit), dan jaringan limfoid, yang terdiri dari timus, kelenjar getah bening, dan limpa. Pengembangan dan Pemeliharaan Jaringan Hematopoietis Nenek moyang sel darah pertama kali muncul pada minggu ketiga dari perkembangan embrio dalam yolk sac, tetapi sel-sel batang hematopoietic definitif (HSCs) dipercaya timbul beberapa minggu kemudian dalam mesoderm dari intraembryonic aorta / gonad / mesonefros wilayah. Selama bulan ketiga embriogenesis, HSCs bermigrasi ke hati, yang menjadi situs utama pembentukan sel darah hingga tak lama sebelum kelahiran. Pada bulan keempat pembangunan, HSCs mulai bergeser di lokasi lagi, kali ini ke sumsum tulang. Oleh kelahiran, seluruh sumsum tulang adalah hematopoietically aktif dan hati untuk hematopoiesis dwindles tetesan, bertahan hanya dalam fokus yang tersebar luas menjadi tidak aktif segera setelah lahir. Sampai pubertas, hematopoietically sumsum aktif ditemukan di seluruh kerangka, tetapi segera setelah itu menjadi terbatas pada kerangka aksial. Jadi, pada orang dewasa normal, hanya sekitar setengah dari ruang sumsum hematopoietically aktif. (Robin and Cottran, 2010). Hematopoetik Stem Sell

HSCs mempunyai dua sifat penting yang diperlukan untuk pemeliharaan hematopoiesis: pluripotency dan kemampuan untuk pembaruan diri. Pluripotency merujuk pada kemampuan HSC tunggal untuk menghasilkan semua sel hematopoietic matang. Ketika sebuah HSC membagi setidaknya satu sel anak harus memperbaharui diri untuk menghindari penipisan sel induk. Memperbaharui diri-divisi yang diyakini terjadi dalam sumsum niche khusus, di mana sel-sel stroma dan faktor-faktor disekresi memelihara HSCs. Banyak penyakit mengubah produksi sel darah. Sumsum adalah sumber utama dari semua sel dari bawaan dan adaptif sistem kekebalan tubuh dan merespon tantangan infeksi atau peradangan dengan meningkatkan output granulosit di bawah arahan khusus dan sitokin faktor pertumbuhan. Sebaliknya, gangguan lain yang berhubungan dengan cacat pada hematopoiesis yang menyebabkan kekurangan dari satu atau lebih jenis sel darah. Tumor primer sel hematopoietic adalah salah satu penyakit yang paling penting mengganggu fungsi sumsum, tapi penyakit genetik tertentu, infeksi, racun, dan kekurangan gizi, serta radang kronis dari setiap penyebab, juga dapat mengurangi produksi sel darah oleh sumsum. II. SEL DARAH A. SEL DARAH PUTIH Sel darah putih berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler /diapedesis Normalnya kita memiliki 4x10 9 hingga 11x109 sel darah putih dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

1

1. GANGGUAN SEL DARAH PUTIH Gangguan sel-sel darah putih dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar: proliferatif gangguan, di mana terdapat perluasan leukosit, dan leukopenias, yang didefinisikan sebagai kekurangan leukosit. Karena fungsi utama leukosit adalah pertahanan tuan rumah, proliferasi reaktif dalam menanggapi utama yang mendasari, sering mikroba, penyakit ini cukup umum. Kelainan neoplastik, walaupun tidak terlalu sering, jauh lebih penting secara klinis. Dalam pembahasan berikut ini kami akan terlebih dahulu menjelaskan leukopenic negara bagian dan meringkas reaktif umum gangguan, dan kemudian dipertimbangkan dalam beberapa detail proliferations ganas sel darah putih. a. Leukopenia Ketidaknormalan rendahnya jumlah sel darah putih (Leukopenia) biasanya karena berkurangnya jumlah neutropil (neutropenia, grnaulositopenia). Neutrofil 65% di dalam tubuh manusia. Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah. (www.wikipedia.com/wiki/sel _darah_putih) Neutropenia, Agranulositosis Bila timbul infeksi, netrofil cadangan pada sumsum tulang dimobilisasi dan dilepaskan kedalam sirkulasi. Dengan gerakan seperti amuba bergerak dari kelompok marginal masuk kedalam jarimgam dan membran mukosa. Sel-sel ini bekerja sebagai sistem pertahanan primer dari tubuh melawan infeksi bakteri, metode pertahanannya disebut fagositosis. (Sylvia, 1995). Neutropil mengandung granul neutrophilic yang mengandung banyak enzim aktif seperti Nicotinamide adenine dinucleotided pohosphate (NADPH) oksidasi, neutrofil membunuh bakteri melalui endositsis dan fagositosis. Masa hidup dalam darah hanya 8 jam jauh lebih pendek dari sel darah lainnya. (Ganong, 2004). Neutropenia, penurunan jumlah neutrofil dalam darah, terjadi dalam berbagai keadaan. Agranulocytosis, klinis penurunan signifikan neutrofil, memiliki konsekuensi serius membuat orang rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Karena masa hidup yang lebih pendek dari sel darah lainnya yang diproduksi dalam sumsum tulang maka jumlahnya bisa menurun dengan cepat. Patogenesis Penurunan sirkulasi granulosit terjadi jika ada (1) tidak memadai atau tidak efektif granulopoiesis, atau (2) mempercepat penghapusan neutrofil dari darah. Penyebab paling umum dari agranulocytosis adalah keracunan obat. Obat-obatan tertentu, seperti alkylating agen dan antimetabolites digunakan dalam pengobatan kanker. Karena obat-obatan seperti itu menyebabkan penekanan umum dari sumsum tulang, produksi sel darah merah dan trombosit juga terpengaruh. b. Reaktif (Peradangan ) Proliferase Sel Darah Putih 1. Leukositosis Leukositosis mengacu pada peningkatan jumlah sel darah. Ini adalah reaksi umum dari berbagai peradangan. Patogenesis Perhitungan perifer darah leukosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Ukuran mieloid dan limfoid pendahulu dan penyimpanan sel di sum-sum tulang, timus, sirkulasi dan jaringan perifer Laju pelepasan sel-sel dari tempat penyimpanan ke dalam sirkulasi Proporsi sel-sel yang melekat ke dinding pembuluh darah sewaktu-waktu Tingkat pengeluaran darah sel dari darah ke jaringan Mekanisme dan Penyebab Leukosit a. Peningkatan produksi di sum-sum tulang

2

Infeksi kronis dan peradangan Paraneoplastic (misalnya, penyakit Hodgkin; growth factor-dependent) Myeloproliferative kelainan (misalnya, leukemia myeloid kronis; growth factor-independen) b. Peningkatan pelepasan dari sum-sum tulang Endotoxemia Infeksi Hypoxia c. Penurunan kebebasan Latihan Katekolamin d. Bengkak biru berkurang ke jaringan Glokokortikoid Penyebab Leukositosis : Jenis Leukositosis Neutrophilic leukositosis Eosinofilik leukositosis (eosinophilia) Basophilic leukositosis (basophilia) Monocytosis Lymphocytosis Penyebab Infeksi akut bakteri, terutama yang disebabkan oleh organisme piogenik; peradangan steril yang disebabkan oleh, misalnya, jaringan nekrosis (infark miokard, luka bakar Gangguan alergi seperti asma, alergi serbuk bunga; penyakit kulit tertentu (misalnya, Pemphigus, dermatitis herpetiformis); parasit infestasi; obat reaksi; keganasan tertentu (misalnya, Hodgkin dan beberapa limfoma non-Hodgkin); gangguan vaskular kolagen dan beberapa vasculitides; atheroembolic penyakit (sementara) Langka, sering myeloproliferative menunjukkan suatu penyakit (misalnya, leukemia myeloid kronis) Infeksi kronis (misalnya, TBC), bakteri endokarditis, rickettsiosis, dan malaria; penyakit vaskular kolagen (misalnya, sistemik lupus erythematosus); radang usus penyakit (misalnya, ulseratif kolitis) Monocytosis menyertai dalam banyak gangguan kronis yang berhubungan dengan stimulasi kekebalan (misalnya, TBC, brucellosis); infeksi virus (misalnya, hepatitis A, sitomegalovirus, Epstein-Barr virus); infeksi Bordetella pertussis

2. Limpadenitis Aktivasi sel kekebalan penduduk mengakibatkan perubahan morfologi kelenjar getah bening. Dalam beberapa hari stimulasi antigenik, folikel primer memperbesar dan berubah menjadi pucatnoda pusat germinal, struktur yang sangat dinamis di mana sel-sel B mendapatkan kapasitas untuk membuat tinggi afinitas antibodi terhadap antigen tertentu. T-sel mungkin juga mengalami hiperplasia. Tingkat dan pola perubahan morfologi tergantung pada rangsangan menghasut dan intensitas respon. Sepele luka dan infeksi menyebabkan perubahan halus, sementara infeksi yang lebih penting pasti menghasilkan pembesaran nodal dan kadang-kadang meninggalkan residu jaringan parut. Untuk alasan ini, kelenjar getah bening pada orang dewasa hampir tidak pernah "normal" atau "istirahat," dan sering perlu untuk membedakan perubahan morfologi sekunder dari pengalaman masa lalu yang terkait dengan penyakit ini. Infeksi dan sering menimbulkan rangsangan inflamasi regional atau reaksi kekebalan sistemik di dalam kelenjar getah bening. Beberapa yang menghasilkan pola-pola morfologi khas dijelaskan dalam bab-bab lain. Pola stereotip menyebabkan kelenjar getah bening yang ditunjuk reaksi nonspesifik akut dan kronis limfadenitis. Limfadenitis akut nonspesifik Limfadenitis akut di daerah leher rahim yang paling sering disebabkan oleh mikroba drainase dari infeksi dari gigi atau amandel, sementara di aksilaris atau inguinalis daerah itu umumnya disebabkan oleh infeksi di kaki. Limfadenitis akut juga terjadi di kelenjar getah bening mesenterika pengeringan usus buntu akut. Limfadenitis kronik non spesifik Kronik stimuli immun mengahasilkan pola yang berbeda pada reaksi getah bening. 3. Proliferasi Neoplastik pada Sel Darah Putih Keganasan proliferasi neoplastik pada sel-sel darah putih dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (Robbins, 2010): Neoplasma limfoid

1.

3

2. 3.

Neoplasma myeloid Histicytosis

Faktor-faktor Etiologi dan Patogenetik Neoplasia pada Sel Darah Putih a. Translokasi Kromosom Perubahan kromosom bisa berupa perubahan angka yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukimia terjadi jika proses pematangan stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom. Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. b.Faktor Genetik Mereka yang menderita sindrom Bloom, anemia Fanconi, ataxia telangiectasia dan sindrom down memiliki resiko tinggi terkena leukimia akut. c.Virus HTLV-1 (Human T-cell Lymphotropic Virus type 1) diduga merupakan penyebab jenis leukimia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukimia sel-T dewasa. Selain itu, terdapat pula EBV (Epstein-Barr virus) yang sering dihubungkan dengan Burkitts lymphoma. Chronic Immune Stimulation Beberapa agen dari lingkungan merupakan penyebab chronic immune stimulation dan menjadi predisposisi pada neoplasia limfoid. Misalnya, pada penderita gastritis kronik yang disertai infeksi Helicobacter pylori dapat meningkatkan Mucosa Associated Lymphoid Tissue (MALT) lymphomas. Faktor Iatrogenik Terapi radiasi yang merupakan bagian dari kemoterapi bagi penderita leukimia dapat meningkatkan resiko neoplasma limfoid dan myeloid. Hal tersebut terjadi karena adanya efek mutasi dari radiasi. Merokok Resiko terkena acute myeloid leukimia meningkat hingga dua kali lipat bagi perokok karena adanya bahan karsinogenik pada rokok. 1) Neoplasma Limfoid Dalam neoplasma limfoid terdapat istilah leukemia dan limfoma. Leukemia digunakan pada neoplasma yang penyebarannya melibatkan sumsum tulang belakang dan darah. Leukemia terjadi jika proses pematangan stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dimana gangguan tersebut mengarah pada keganasan. Akibatnya sel leukemia tersebut menghalangi produksi sel darah putih, merusak kemampuan tubuh dalam menghadapi infeksi dan menganggu produksi sel darah lainnya. Limfoma dipakai untuk proliferasi dalam membangun massa jaringan. WHO membagi neoplasma limfoid menjadi 5 bagian, antara lain: Precursor B-cell neoplasma : B-cell acute lymphoblastic leukimia / lymphoma (B-ALL) Peripheral B-cell Neoplasms - Chronic lymphatic leukemia / small lymphocytic lymphoma - B-cell prolymphocitic leukemia - Lymphoplasmacytic lymphoma - Splenic and nodal marginal zone lymphomas - Extranodal marginal zone lymphoma - Mantel cell lymphoma - Follicular lymphoma - Marginal zone lymphoma - Hairy cell leukemia - Plasmacytoma / plasma cell myeloma - Diffuse large B-cell lymphoma - Burkitt lymphoma Precursor T-cell Neoplasms : T-cell acute lymphoblastic leukemia / lymphoma (T-ALL) Peripheral T-cell and NK-cell Neoplasms - T-cell prolymphocytic leukemia - Large granular lymphocytic leukemia - Myosis fungoides / Szary syndrome

4

- Peripheral T-cell lymphoma, tidak dapat diketahui - Anaplastic large-cell lymphoma - Angioimmunoblastic T-cell lymphoma - Enteropathy-associated T-cell lymphoma - Panniculitis-like T-cell lymphoma - Hepatosplenic T-cell lymphoma - Adult T-cell leukimia / lymphoma - Extranodal NK / T-cell lymphoma - NK-cell leukimia Hodgkin Lymphoma Subtipe klasik - Nodular sclerosis - Mixed cellularity - Lymphocyte-rich - Lymphpocyte depletion - Lymphocyte predominance Contoh jenis neoplasma limfoid yang sering terjadi: Acute Lymphoblastic Leukemia / Lymphoma (ALL) ALL terjadi apabila sel B dan T tidak dapat matang yang disebut dengan limfoblas. Gejala pertama biasanya berupa lemah dan sesak napas dan demam. Chronic Lymphoblastic Leukemia (CLL) Pada CLL sel B dan T sudah matang namun bersifat ganas. Sel-sel ganas tersebut menyebabkan anemia, penurunan sel darah putih dan trombosit, kadar dan aktivitas antibodi menurun. Sistem kekebalan tubuh menjadi salah arah. 2) Neoplasma Myeloid Perhatikan bagan dibawah ini. Bagan tersebut menunjukkakn bahwa hematopoietic stem cell pada akhirnya menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan platelet di sumsum tulang. Mekanisme tersebut terganggu saat myeloid neoplasma masuk dan menekan fungsi normal stem cell. Neoplasma myeloid terbagi menjadi 3 kategori, yaitu: a) Acute myeloid leukimia (AML): akumulasi immature myeloid pada sumsum tulang yang menekan hematopoisis normal b) Sindrom myelodysplastic: hematopoisis yang tidak efektif sehingga terjadi cytopenias c) Myeloproliferative disorder: peningkatan produksi satu ataui lebih tipe sel darah.

FIGURE 13-1 Differentiation of blood cells. CFU, colony forming unit; SCF, stem cell factor; Flt3L, Flt3 ligand; G-CSF, granulocyte colony-stimulating factor; GM-CSF, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor; LIN, negative for lineage-specific markers; M-CSF, macrophage colonystimulating factor. 3) Histiositosis

5

Histiositosis adalah gangguan proliferativ pada sel dendritik dan makrofag. Proliferativ ini jarang terjadi. Salah satu jenis khusus dari immature dendritic cell adalah Langerhans cell yang berkembang menjadi neoplastic disorder dan disebut juga sebagai Langerhans cell histiocytoses. 2. LIMPA Limpa adalah filter untuk darah dan tanggapan kekebalan yang bertalian darah antigen. Limfoma terdiri dari arteri dengan T limfosit, yang disebut selubung periarteriolar limfatik. Pada interval selubung ini mengembang untuk membentuk nodul limfoid terutama terdiri atas limfosit B, yang mampu berkembang menjadi pusat-pusat germinal identik dengan yang terlihat pada kelenjar getah node dalam menanggapi rangsangan antigen Limpa memiliki empat fungsi yang penyakit dampak menyatakan: Fagositosis sel darah dan partikel. Sebagaimana akan dibahas di bawah hemolitik anemias sel darah merah mengalami deformasi ekstrem selama bagian dari tali ke dalam sinusoid. Dalam kondisi di mana elastisitas sel darah merah berkurang, sel darah merah terperangkap pada tali dan lebih mudah phagocytosed oleh makrofag. 1. 2. 3. 4. Fagositosis sel darah dan partikel Prouksi antibodi Hematopoiesis Tempat pembentukan elemen darah

Limpa normal mengandung hanya sekitar 30-40 mL sel darah merah, meningkat dengan splenomegaly. Limpa normal juga pelabuhan sekitar 30% sampai 40% dari total platelet massa di dalam tubuh. Dengan splenomegaly hingga 80% sampai 90% dari total platelet massa dapat diasingkan di celah pulp merah, menghasilkan trombositopenia. Demikian pula, pembesaran limpa dapat perangkap sel darah putih dan dengan demikian mendorong leukopenia. Sebagai unit terbesar dari sistem fagosit mononuklear, limpa terlibat dalam semua peradangan sistemik, gangguan hematopoietic umum, dan banyak gangguan metabolisme. Pada masing-masing, limpa mengalami pembesaran (splenomegaly), yang merupakan manifestasi utama gangguan organ ini.. Penyaringan dan hilangnya fungsi produksi antibodi baik berkontribusi pada peningkatan risiko sepsis, yang dapat berakibat fatal. a. Splenomegaly Ketika cukup diperbesar, limpa menyebabkan sensasi dalam kuadran atas kiri dan, melalui tekanan pada perut, rasa tidak nyaman setelah makan. In addition, enlargement can cause a syndrome known as hypersplenism , Selain itu, pembesaran dapat menyebabkan sindrom yang dikenal sebagai hypersplenism, yang ditandai oleh anemia, leukopenia, trombositopenia, sendiri atau dalam kombinasi. Kemungkinan penyebab cytopenias meningkat karantina dari unsur-unsur membentuk dan akibatnya ditingkatkan lienalis fagositosis oleh makrofag. Kelainan sehubungan dengan splenomegali 1. Infeksi Nonspesifik splenitis berbagai darah-borne infeksi (terutama infeksi endokarditis), Infectious mononucleosis, Tuberkulosis, Demam Tifus , Brucellosis, Sifilis, Malaria, Histoplasmosis, Toksoplasmosis, Kala-azar Trypanosomiasis, Schistosomiasis, Leishmaniasis, Echinococcosis 2. Kongestif Negara berkaitan dengan hipertensi portal yaitu Sirosis hati, Portal atau linealis vein thrombosis, gagal jantung 3. Gangguan Lymphphematogeneus yaitu hodgkin, Non-Hodgkin limfoma dan leukimia limfostik, myeloma, hemolotik anemia 4. Imunologis-kondisi peradangan Rheumatoid arthritis, Sistemik lupus erythematosus 5. Storage diseases Penyakit Gaucher, Penyakit Niemann-Pick, Mucopolysaccharidoses 6. Miscellaneous disorders gangguan lain Amiloidosis, Primer neoplasma dan kista, Neoplasma sekunder Non Spesifik Acute Splenitis Pembesaran limpa terjadi dalam infeksi yang bertalian darah. The disebabkan baik oleh agen microbiologic diri mereka sendiri dan oleh sitokin yang dilepaskan sebagai bagian dari respon

6

kekebalan. Morphology. Limpa diperbesar (200-400 gm) dan lembut. Mikroskopis, fitur utama kemacetan akut dari pulp merah, yang dapat mengganggu dan hampir tdk di folikel limfoid. Neutrofil, sel-sel plasma, dan kadang-kadang eosinofil biasanya terdapat di seluruh pulp merah dan putih. Pada kali bubur putih folikel mungkin mengalami nekrosis, khususnya ketika agen penyebab adalah streptokokus hemolitik. Jarang, pembentukan abses terjadi. Kongestif Splenomegaly Kronis obstruksi outflow vena menyebabkan pembesaran lienalis bentuk disebut sebagai splenomegaly kongestif. Vena Obstruksi dapat disebabkan oleh gangguan yang menghambat intrahepatic drainase vena portal, atau muncul dari extrahepatic kelainan yang secara langsung menimpa lienalis portal atau vena. Semua gangguan tersebut pada akhirnya membawa hipertensi Linealis Infark Lienalis lesi infark adalah umum disebabkan oleh oklusi dari arteri lienalis utama atau salah satu dari cabang-cabangnya. Limpa, bersama dengan ginjal dan otak, peringkat sebagai salah satu yang paling sering emboli situs tempat penginapan. Dalam limpa berukuran normal, infark yang paling sering disebabkan oleh emboli yang timbul dari hati. Infark dapat yang kecil atau besar, satu atau beberapa, atau bahkan melibatkan seluruh organ. Mereka biasanya hambar, kecuali pada individu dengan endokarditis infeksius dari mitral atau katup aorta, di septik yang infark adalah umum. Infark juga umum di limpa membesar pesat, tanpa sebab, mungkin karena pasokan darah lemah dan mudah dikompromikan. b. Neoplasma Neoplastik keterlibatan limpa jarang kecuali dalam myeloid dan limfoid tumor, yang (sebagaimana telah dibahas) sering menyebabkan splenomegaly. c. Anomali Kongenital Lengkap tidak adanya limpa jarang dan biasanya berhubungan dengan kelainan bawaan lainnya, seperti situs inversus dan malformasi jantung. Hypoplasia adalah lebih umum ditemukan. Aksesori limpa (spleniculi) adalah umum, hadir sendiri-sendiri atau kalikan dalam 20% menjadi 35% dari pemeriksaan postmortem. Mereka kecil, bulat struktur yang histologis dan fungsional identik dengan limpa normal. Mereka dapat ditemukan di setiap tempat di dalam rongga perut. Limpa adalah klinis sangat penting dalam beberapa kelainan hematologic, seperti turun-temurun dan kekebalan spherocytosis trombositopenia purpura, di mana splenektomi digunakan sebagai pengobatan. Jika aksesori limpa yang terlupakan, manfaat terapeutik pengangkatan limpa definitif dapat dikurangi atau hilang sama sekali.

c. Rupture/PecahLienalis pecah biasanya dipercepat oleh trauma tumpul. Lebih jarang, hal itu terjadi dalam ketiadaan jelas pukulan fisik. Seperti "spontan pecah" tidak pernah benar-benar melibatkan limpa normal melainkan berasal dari beberapa kecil penghinaan fisik ke limpa dibuat rapuh oleh kondisi yang mendasarinya. 3. TIMUS Tumbuh sampai pubertas, ketika mencapai berat maksimum 20-50 gm, dan setelah itu mengalami involusi progresif tidak lebih dari 5-15 gm pada orang tua. Timus dapat juga berbentuk spiral pada anak-anak dan orang dewasa muda sebagai respons terhadap penyakit parah dan infeksi HIV. Beragam tipe sel mengisi timus, tapi thymic sel epitel dan limfosit T belum matang mendominasi. Kortikal, periferal, sel-sel epitel berbentuk poligonal dan sitoplasma yang berlimpah dengan ekstensi yang dendritik kontak sel yang bersebelahan. Sebaliknya, sel-sel epitel di medula yang padat, seringkali berbentuk gelendong, dan memiliki kurang sitoplasma tanpa proses yang saling berhubungan. Makrofag, sel dendritik, populasi kecil B limfosit, neutrofil dan eosinofil langka, dan tersebar myloid (seperti otot) sel-sel ini juga ditemukan dalam timus. Thymic Hiperplasia Hal ini tidak selalu merupakan keadaan penyakit. Ukuran biasanya timus puncak pada masa remaja, dan atrophies dalam dekade berikutnya. Sebelum fungsi kekebalan timus itu dipahami dengan baik, pembesaran kadang-kadang dilihat sebagai penyebab untuk alarm. Istilah hiperplasia thymic agak menyesatkan, karena biasanya berlaku untuk penampilan-sel B dalam pusat germinal timus, sebuah temuan yang disebut sebagai hiperplasia folikel thymic. Seperti B-sel folikel yang hadir hanya dalam

7

jumlah kecil di timus normal. Seperti disebutkan, ukuran timus sangat bervariasi, dan apakah ini merupakan hiperplasia benar atau hanya merupakan varian normal tidak jelas. Thymomas Sebuah keragaman neoplasma dapat timbul dalam timus kuman-sel tumor, limfoma, carcinoids, dan lain-lain-tapi penunjukan "thymoma" dibatasi untuk tumor sel epitel thymic. Seperti tumor jinak biasanya juga mengandung sel T belum matang (thymocytes). WHO telah menciptakan sebuah sistem klasifikasi berdasarkan histologi untuk thymomas, namun utilitas klinis masih belum jelas. Kami akan alih-alih menggunakan klasifikasi yang mengandalkan prognostik yang paling penting fitur, tahap operasi dan kehadiran atau tidak adanya fitur terbuka sitologi keganasan. Dalam sistem yang sederhana ini hanya ada tiga subtipe histologis

Tumor yang jinak dan non-invasif (non-pembedahan) Tumor yang jinak tetapi invasif atau bermetastasis Tumor ganas yang cytologically (thymic karsinoma)

B. SEL DARAH MERAH Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta factor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponene utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb), yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankanpH normal melalui serangkain dapar intrasel. Molekulmolekul Hb terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (globulin) dan empat gugus hem, masingmasing mengandung atom besi.jumlah sel darah merah orang dewasa kira-kira 5juta per millimeter kubik dan berumur 120 hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormone glikoprotein, eritropoietin, yang berasal dari ginjal. Pembentukan protein dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang disebabkan oleh factor-faktor seperti perubahan O2 atmosfir, berkurangnya kadar O2 darah arteri, dan berkurangnya konsentrasi hemoglobin. Stem sel yang berperan pada pembentukan eritrosit menjadi eritroppoietin dan memulai poliferasi dan pematangan sel darah merah. Pematangan bergantung pada jumlah zat-zat maknanan yang cukup dan pengunaannya yang cocok (yaitu, vitamin B12, asam folat, protein-protein, enzimenzim, dan mineral serta logam-logam seperti besi dan tembaga) Pembentukan hemoglobin terjadi dalam sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama satu atau dua hari. Reticulum kemudian larut dan menjadi sel drah merah yang matang. Waktu sel menjadi tua, akan menjadi lebih kaku dan rapuh dan akhirnya pecah. Hemoglobin terperangkap dan di fagosit dalam limpa dan hati, kemudian direduksi menjadi besi, globin dan biliverdin. Globin masuk kembali ke dalam pool asam amino, dan biliverdin direduksi menjadi bilirubin. Besi diangkut oleh protein transferin plasma ke sumsum tulang untuk pembentukan sel darah merah, sebagian diantaranya di simpan untuk penggunaan di kemudian hari. Sel darah merah berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel : Normositik : sel yang ukurannya normal Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak 1. GANGGUAN SEL DARAH MERAH a. Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Tabel kadar normal Hemoglobin (Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease) Pemeriksaan Hb (g/dl) Lakilaki 13,617,2 Perempuan 12-15

8

Hematocrit (%)

39-49

33-43

Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity) tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit. Oleh karerna itu dalam diagnosis anemia harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Akibatnya proses metabolisme ditubuh tidak berjalan dengan baik dan energi yang dihasilkan relatif berkurang. Untuk mencukupikebutuhan tersebut jantuk dipacu untuk bekerja lebih keras. Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung. Penyebab umum dari anemia 1.Peningkatan kehilangan sel darah merah/perdarahan Akut (mendadak) - Kecelakaan - Pembedahan - Persalinan - Pecah pembuluh darah Kronik (menahun) - Perdarahan hidung - Wasir (hemoroid) - Ulkus peptikum - Kanker atau polip di saluran pencernaan - Tumor ginjal atau kandung kemih - Perdarahan menstruasi yang sangat banyak 2. Berkurangnya/gangguan pembentukan sel darah merah - Kekurangan zat besi - Kekurangan vitamin B12 - Kekurangan asam folat - Kekurangan vitamin C - Penyakit kronik 3.Meningkatnya penghancuran sel darah merah - Pembesaran limpa - Kerusakan mekanik pada sel darah merah - Reaksi autoimun terhadap sel darah merah - Hemoglobinuria nokturnal paroksismal - Sferositosis herediter - Elliptositosis herediter - Kekurangan G6PD - Penyakit sel sabit - Penyakit hemoglobin C - Penyakit hemoglobin S-C - Penyakit hemoglobin E - Thalasemia Peningkatan kehilangan sel darah merah/perdarahan 1. Anemia Akut (mendadak) Pada anemia akut, kehilangan darah terjadi lebih dari 30% dari total darah dalam tubuh mengakibatkan jumlah sel darah merah yang efektif menurun yang pada akhirnya pengiriman O2 ke jaringan menjadi berkurang dan terjadi hipoksia, hipoksemia, gelisah, takikardi, kolaps 2. Anemia Kronik (menahun) Anemia kronik terjadi pengurangan hebat massa sel darah merah dalam beberapa bulan memungkinkan tubuh untuk menyesuaikan diri dan biasanya penderita asimtomatik. Mekanisme konpensasi tubuh bekerja melalui peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah, peningkatan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan redribusi aliran darah ke organ-organ vital. Anemia kronik dapat terjadi karena : - Infeksi cacing - Wasir (hemoroid)

9

Ulkus peptikum - Kanker atau polip di saluran pencernaan - Tumor ginjal atau kandung kemih 3.Anemia Hemolitik (penghancuran sel darah merah) Secara definisi anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi . Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : Faktor Instrinsik (intra korpuskuler) ,kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi . Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha mengantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru (sampai 10 kali kecepatan normal). Penghancuran sel darah merah yang melebihi pembentukannya akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Keadaan anemia hemolitik dapat ditemukan pada : 1) Sferositosis herediter (HS) Sferositosis herediter adalah suatu penyakit akibat defek membran sel darah merah terjadi akibat defisiensi spektrin, akrin dan mungkin ankirin, yang merupakan unsur protein rangka membran sel darah merah. Protein ini bertanggung jawab mempertahankan bentuk bikonkraf eritrosit. Kelainan pada membran menyebabkan kelainan biofisis yang mengubah permeabilitas membran sehingga eritrosit akan terbentuk bulat dan kaku sehingga terperangkap dalam limpa secara berlebihan dan dihancurkan dalam limpa sehingga menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Gambaran klinis berupa anemia, kelelahan, ikterus (terkadang ditemukan batu empedu berpigmen). Splenektomi diindikasikan pada semua pasien HS untuk menurunkan jumlah tangkapan sel darah merah abnormal dan koreksi anemia. Saat operasi, penting untuk mencari adanya limpa assesorius. Pengangkatan yang tidak adekuat akan memberikan pemulihan yang tidak maksimal. Anemia hemolitik didapat Membran sel darah merah terbungkus oleh antibodi sehingga sel darah merah tersebut akan terperangkap dalam limpa sehinga menyebabkan hemolisis dan anemia.pasien biasanya diterapi dengan steroid dan penyakit yang mendasarinya. Pasien yang tidak berespon terhadap streroid jangka panjang dengan dosis tinggi merupakan calon untuk splenektomi. Sekitar 50 persen penderita berespon baik dengan splenektomi dan 30 persen lainnya berespon baik terhadap kombinasi splenektomi dengan steroid dosis rendah. 2) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase) G6PD hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa dan menghasilkan glutation (berfungsi mencegah pecahnya sel). Defesiensi G6DP adalah suatu penyakit genetikakibat mutasi gen yang bersifat resesif terkait kromosom X. Kekuranganenzim G6PD dapat menyebabkan anemia hemolitik jika terjadi stess oksidatif yang dapat terjadi setelah adanya paparan obat-obatan tertentu, makanan (fava bean)atau bahkan infeksi. Mekanisme terjadinya hemolisis adalah sebagai berikut : Stess oksidatif menyebabkan terjadinya proses oksidasi GSH menjadi GSH disulfida. Ikatan ini tidak stabil, menyebabkan terjadinya denaturasi Hb secara ireversible dan mengendap disebut Heinz-Bodies (H-B). Dalam keadaan normal sel darah merah mempertahankan dirinya dari proses oksidasi ini dengan mereduksiGSSH menjadi GSH dan Hb melalui reaksi glutation reduktase. Proses reduksi senyawa disulfidaini membutuhkan NADPH, apabila enzim G6PD berkurang maka NADPH tidak dapat terbentuk dalam jumlah yang cukup, sehingga proses oksidasi GSH dan Hb terus berlangsung akibatnya H-B terus berlanjut ini akan melekat pada stroma sel eritrosot yang akan mengakibatkan sel ini terhalang melelui pulpa limpa dan relatif sudah rusak dalam sirkulasi darah. Kedua keaadaan in yang menyebabkan terjadinya hemolisis sel eritrosit. 3) Anemia Sel Sabit Anemia sel sabit dimana sel darah merah berbentuk seperti sabit karena adanya hemoglobin abnormal S (HbS). Penyakit sel sabit merupakan suatu keadaan herediter kodominan otosom resesif, dimana harus ada gen yang homozigot (geb yang diterima dari kedua orang tua) untuk dapat menimbulkan gejala anemia sel sabit. Keadaan heterezigot (gen abnormal diterima dari

-

10

b)

salah satu orang tua)disebut sebagai pembawa penyakit sel sabit. Umumya tidak menunjukan gejala dan memiliki harapan hidup yang normal. Hemoglobin yang cacat tersebut (HbS) dapat menjadi kaku dan membentuk konfiurasi seperti sabit apabila jumlah oksigen dalam darah berkurang. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit. Keadaan deoksigenasi (penurunan tekanan oksigen) membuta substansi asam amino menyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin. Sel-sel darah merah kemudian mengalami pembentukan taktoid, dimana sel darah merah memanjang dan menjadi kaku serta membentuk bentuk sabit. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh darah yang sempit dan akibatnya terperangkap didalam mikrosirkulasi. Karena kekakuan dan membran yang tidak teratur, sel-sel sabit mengelompok, hal ini menyebabkan penyumbatan aliran darah kejaringan dibawahnya. Meskipun bentuk sel sabit ini reversible(dapat kembali kebentuk normal jika saturasi Hb kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur didalam pembuluh yang sangat kecil sehingga menyababkan anemia. Perubahan sel sabit untuk kembali normal menyebabkan membran sel pecah dan menjadi rapuh. Sel kemudian mengalami hemolisis dan disingkirkan oleh sistem retikuloendotel sehingga umur sel darah merah jelas berkurang. 4) Anemia pada Syndrom Thalasemia Talasemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital yang disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin (gangguan sintesis globulin). Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif Talasemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari gen (ini terdapat terutama pada talasemia -a) atau mutasi noktah pada gen (terutama pada talasemia - b), kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang Talasemia disebabkan oleh delesi satu gen penuh atau sebagian dari gen atau mutasi noktah pada gen, kelainan ini menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin. Kelainan pada gen - a atau gen-b karena kedua rantai itu adalah komponen penyusun HbA yang merupakan porsi > 95% Hb total orang normal. Kelainan pada sintesis rantai - l dan rantai - d praktis tidak menimbulkan masalah klinik karena HbF (a2l2) dan HbA2 (a2d2) jumlahnya memang sangat sedikit. Kecuali terjadi kekurangan pembentukan Hb (anemia), bila terjadi penurunan sintesis rantai -b, maka banyak rantai - a tidak mendapat pasangan dan rantai a yang berlebihan itu akan mengalami agregasi agregat akan diendapkan pada membran eritrosit dan defek dengan akibat eritrosit mudah hancur di dalam sumsum tulang (ineffective erythropoesis) maupun disirkulasi, jadi umur eritrosit pendek dan terjadi anemia hemolitik 5 )Anemia Immunohemolitik Terkadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliu mengenali sebagai benda asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah akan terjadi hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a) Anemia hemolitik hangat (85%) Adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh aktif pada suhu 37oC . Autoantibodi ini melapisi sel darah merah yang kemudian dikenali sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang hati atau sumsum tulang. Anemia hemolitik dingin (15%) Adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruang atau suhu yang dingin (aktif pada suhu 4oC.) 6)Hemoglobinuria Paroksismal nokturnal Hemoglobinuria paroksismal norkturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan. Penghancuran sejumlah besar sel darah merah terjadi secara mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya malam hari (nokturnal), menyebabkan Hb tumpak ke dalam darah. Ginjal menyaring Hb, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobulinuria).

11

b. Anemia Defisiensi Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. 1.Anemia Defisiensi Zat Besi Morfologis anemia defisiensi zat besi adalah mikrositik hipokromik. Etiologi : - Kurangnya asupan - Absorpsi yang berkurang (diare kronis, sindrom malabsorpsilain) - Sintesis kurang : Jika transfferin kurang pada hipotransferrin congenital - Pengeluaran yang bertambah : kehilangan darah karena ankilostomiasis, polip, dll. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum dan diserap dari duodenum dan jejenum proksimal. Besi kemudian diangkut oleh transferrin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobulin atau ke jaringan penyimpanan. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum, selnjutnya serum ion menurun dan IBC meningkat, protophorfirin naik, terjadi anemia hipokrom mikrositik sehingga aktivitas enzim intraseluler yang mengandung Fe rendah. Anemia Megaloblastik Morfologis makrositik normokrom. Anemia megaloblastik sering disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat. Penyebab : 1. Faktor diet. Asupan gizi yang kurang mengandung vit B12 dan asam folat. Vit B 12 banyak pada produk2 hewani. Asam folat banyak pada hati, sayuran hijau. 2. Malabsorbsi. Dari faktor lambung, ileal resection, jejunal resection,gluten enteropathy Chrons disease. 3. Turnover yang meningkat. Kehamilan, prematur, penyakit keganasan, an hemolitik kronik (sickle cell an) 4. Renal loss. Defisiensi folat, Congestive Heart Failure, Dialisa. 5. Obat-obatan. Defesiensi asam folat, obat anti kejang, sulphasalazine alkohol. Anemia ini ditandai oleh adanya eritroblas yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut. Sel tersebut dinamakan megaloblastik. Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblas. Defisiensi asam folat akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas.Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan diddalm hati. Tanpa adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Demikiann pula defisiensi vitamin B12 yang bermanfaat dalam reaksi metilasi homosistein menjadi metionin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil THF menjadi DHF yang berperan dalam sintesis DNA. Jadi defisiensi vitamin B12 juga akan menggangu sintesis DNA dan ini akan menganggu maturasi inti sel dengan akibat terjadinya megaloblas. Anemia Aplastik Anemia aplastik adalah keadaan yang menggambarkan insufisiensi pembentukan sel darah merah. Anemia aplastik adalah gangguan yang mengancam kehidupan yang berasal dari stem sel sumsum tulang. Keadaan anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia (yaitu terjadinya defesiensi eritrosit, leukosit, dan trombosit). Secara morfologis sel-sel darah merah adalah normositik normokrom, biopsi sumsum tulang menunjukan dry tap disertai hipoplasia dan penggantian dengan jaringan lemak. Etiologi : - Faktor genetik Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari padanya diturunkan menurut hukum mendell. a) Anemia Fanconi: suatu sindom meliputi hipoplasi sumsum tulang disertai pigmentasi coklat di kulit, hipoolasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa b) Anemia Estren-Dameshek : anemia tanpa kelainan fisis

12

- Obat obatan dan bahan kima Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan antikonvulsan, obbat obatan sitotoksik. Bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia ini adalah senyawa benzen. - Infeksi Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen, contohnya virus Epstein Barr, influenza A, Dengue, Tuberkulasis. Seyogyanya, setiap infeksi virus dapat menyebabkan anemia aplasia sementara atau permanen. Hepatitis B atau non A, non B dapat menyebabkan anemia aplastik berat. Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodefisiensi virus (HIV) yang berkembang menjadi AIDS dapat menimbukan pesitopenia. Infeksi kronik oleh parvovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat menimbulkan pansitopenia. - Iradiasi Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan. Bila stem cell hemopoetik yang terken maka terjadi anemia aplastik ringan. Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. dengan peningkatan dosis pennyinaran sekali waktu akan terjadi pensitopenia. Namun, bila penyinaran dihentikan, sel sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat berperngaru pada stroma sumsum tulang. - Kelaian Imunologis Zat anti terhadap sel sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan anemia aplastik. Perbaikan fungsi hemopoetik setelah pengobatan dengan imunosupresif merupakan arguman kuat terlibatnnya mekanisme imun dalam patofisiologis anemia aplastilkk. - Anemia aplastik pada keadaan/penyakit lain a) Pada leukimia limfoblastik b)Paroxyzsmal Nucturnal Hemoglobinuria (PNH) c) Kehamilan. Pada kehamilan, kadang kadang ditemukan pensitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi enetik, adanya zat hambat dalam darah atau tidak ada perangasan hemapoesis. - Kelompok Idiopatik Besarnya kelompok idiopatik tergantung pada usaha mencari faktor etiologi. Patofisiologi Dasar kelainan : gangguan / kerusakan yang disebabkan oleh: 1. Stem cellpluripotensial Dimana jumlah dan fungsinya menurun sehingga dapat proliferasi dan diferensiasinya menurun. 2. Mikroenvironment (Marrow environment) Dimana terdapat kelainan mikrovaskuler dan kelainan faktor humoral serta terdapat kelainan pada bahan penghambat pertumbuhan sel, sehingga jaringan sumsum tulang tidak mampu bertumbuh dan berkembang. c. Polisitemia Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas darah dan volume darah.trdapat bentuk polisitemia relative atau absolute. Polisitemia relatif timbul jika volume plasma yang bersikulasi berkurang (hemokosentrasi) tetapi volume total sel darah merah yang bersikulasi normal. Penyebab utamanya adalah : (1) bertambahnya kehilangan cairan seperti yang terlihat pada terapi diuresis, muntah yang berlebihan, luka baker, dan demam, (2) menurunya intake cairan, (3) redistribusi cairan dari plasma ke jaringan setelah luka yang menghancurkan. Polisitemia absolute menyatakan keadaan, dimana massa sel darah merah yang bersikulasi sebenarnya meningkat. Seperti pada polisitemia vera atau sekunder yang diakibatkan oleh adanya gangguan (misalnya, penyakit kardiopulmonar yang mengurangi kejenuhan O2 arteri yang merangsang eritropoesis, tumor ginjal yang meningkatkan pembentukan eritroprotein). Keadaan ini juga ditemukan pada orang-orang yang bertempat tinggal di tempat-tempat tinggi, di mana O2 atmosfir tekananya rendah. Polisitemia primer atau polisitemia vera, stem sel yang pluripotensial adalah abnormal. Polisitemia vera ditandai oleh eritrositosis, leukositosis, dan trombositosis. Tanda dan gejala adalah sekunder karena peningkatan volume darah total dan viskositas darah. Volume plasma biasanya normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung volume sel darah merah yang meningkat. Peningkatan volume dan viskositas darah (aliran darah lambat) bersama-sama dengan peningkatan jumlah trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah individu menderita trombosis maupun perdarahan

13

C. TROMBOSIT Trombosit adalah bukan sel, melainkan pecahan granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah unsure sel sumsum tulang yang terkecil dan vital untuk hemostatis dan pembekuan. Trombosit berasal dari commited stem cell pluripotensial, yang bila dibutuhkan dan dengan adanya factor perangsang trombosit (trombopoietin) berdiferensiasi menjadi pool committed stem cell untuk membentuk megakarioblas. Sel ini, melalui serangkaian proses pematangan menjadi megakariosit raksasa. Tidak seperti unsure sel lainnya, megakariosit mengalami endomitosis, dimana terjadi pembelahan inti dalam sel tetapi sel itu sendiri tidak membelah. Sel membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memisahkan diri mennjadi trombosit. Trombosit berdiameter 1 sampai 4 m dan berumur kira-kira 10 hari. Kira-kira satu pertiga berada dalam limpa sebagai pool cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.00 per millimeter kubik. Faktor PembekuanI II III IV V VII VIII IX X XI XII XIII Fibrinogen : prekusor fibrin ( protein polimer) Protombin : prekusor enzim proteolitik trombin dan mungkin aselerator konversi prorombin lain Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan aktivitor protrombin Kalsium : diperlukan untuk pengaktifan protomnin dan pembentukan fibrin Plasma aselerator globulin suatu factor plasma yang mempercepat perubahan protombin menjadi trombin Aselerator konvensi protombin serum : suatu factor serum yang mempercepat perubahan protombin Antihemofilik globulin (AHG) : suatu factor plasma yang berkaitan dengna factor III trombosit dan factor Christmas (IX) : mengaktifkan protombin Factor Christmas : factor serum yang berkaitan dengan factor III trombosit dan VII AHG : mengaktifkan protombin Factor stuart-prower : suatu factor plasma dan serum : aselerator konvensi protombin Plasma tromboplastin antecedent (PTA) : suatu factor plasma yang diaktifkan oleh factor Hageman (XII) : aselerator pembentukan trombin Factor Hageman : suatu factor plasma : mengaktifkan PTA (XI) Factor penstabil fibrin : factor plasma : menimbulkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam urea. Factor Fletcher (prekalikrein): contract-activating factor Factor Fitzgerald (kininogen berat molekul besar) : Contract-activating factor

Fase Pembekuan Pembekuan diawali pada stadium homeostasis oleh cedera pembuluh. Pembekuan fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, sebagai bentuk aktif factor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi. Salah satu memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh waktu cedera. Karena factor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka ia merupakan factor ekstrinsik pembekuan. Rangkaian lainnya yang mengaktifkan factor X adalah jalan intrinsic. Diawali oleh plasma yang kontak pada kulit atau kolagen dalam pembuluh yang rusak.faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang menempel pada kolagen yang berperan. Factor faktor XII, XI, dan IX harus diaktifkan secara berturutan, dan factor VIII harus dilibatkan sebelum factor X dapat diaktifkan. Zat prekalikrein dan kininogen berat molekul besar juga ikut serta, dan diperlukan ion kalsium. Pembentukan fibrin berlangsung bila factor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. 1. GANGGUAN PERDARAHAN : DENGUE DIATHESIS Pendarahan yang berlebihan dapat disebabkan oleh : 1. Peningkatan kerapuhan pembuluh darah 2. Kekurangan atau disfungsi trombosit. 3. Gangguan koagulasi baik terjadi secara sendiri atau kombinasi. Gangguan ini disebut purpura nontrombositopeni, relatif sering terjadi dan biasanya tidak menimbulkan masalah perdarahan serius. Paling sering, merangsang perdarahan kecil (petechi dan purpura) di kulit atau selaput lendir, terutama gingivae. Lebih signifikan perdarahan terajdi ke dalam sendi, otot, dan lokasi,subperiosteal atau bentuk

14

Kondisi klinis kelainan pada dinding pembuluh darah menyebabkan perdarahan adalah sebagai berikut:

1. Banyak infeksi petechial dan purpurik menyebabkan perdarahan, terutama meningococcemia, bentuk2. 3. 4. 5.bentuk lain septicemia, infeksi endokarditis dan beberapa dari rickettsioses. Reaksi obat kadang-kadang menyebabkan petechi pada kulit dan purpura tanpa menyebabkan trombositopenia. Kudis dan sindrom Ehlers-Danlos berkaitan dengan perdarahan mikrovaskuler, yang hasilnya dari kerusakan pada kolagen yang melemahkan dinding pembuluh. Purpura Henoch-Schnlein adalah hipersensitivitas sistemik yang tidak diketahui penyebabnya. Penyakit yang ditandai oleh ruam purpurik, sakit perut kolik, polyarthralgia, dan glomerulonefritis akut. Hemoragik herediter telangiectasia (dikenal sebagai Osler-Weber-Rendu syndrome) adalah kelainan autosomal dominan dicirikan dengan pembuluh darah melebar, berliku-liku dengan dinding tipis yang mudah berdarah. Perdarahan bisa terjadi di mana saja. Paling umum di bawah selaput lendir hidung (Hidung berdarah), lidah, mulut, dan mata, dan sepanjang saluran pencernaan. Amiloidosis Perivascular dapat melemahkan dinding pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan.

6.

a. Trombositopenia Trombosit di bawah 100.000 / L umumnya dianggap trombositopenia. Perdarahan spontan tidak jelas sampai trombosit di bawah 20.000 platelet / L. Trombosit dihitung dalam kisaran 20.000 hingga 50.000 platelet / L dapat memperburuk perdarahan pasca-trauma. Perdarahan akibat trombositopenia dikaitkan dengan normal PT dan PTT. Penyebab trombositopenia dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama, yaitu :

1. Penurunan produksi trombosit. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi yang menekan output sumsum(seperti aplastic anemia dan leukemia) atau mempengaruhi megakaryocytes yang agak selektif.

2. Penurunan trombosit hidup. Pada trombositopenia kerusakan imun trombosit disebabkan olehantibodi terhadap platelet atau, kekebalan yang kompleks deposit platelet.

3. Sequesters Limpa biasanya 30% hingga 35% dari platelet, tetapi ini bisa meningkat karenatrombositopenia menjadi 80% hingga 90%. 4. Pengenceran. Penyimpanan darah yang berkepanjangan meyebabkan jumlah platelet berkurang. Volume plasma dan massa sel darah merah yang dilarutkan oleh transfuse menyebabkan jumlah platelet beredar relatif berkurang Penyebab trombositopenia : 1. Penurunan produksi platelet a. Gangguan produksi trombosit : - Penggunaan obat-obatan : alkohol, thiazides, obat sitotoksik. - Infeksi : Campak, human immunodeficiency virus ( HIV ). b. Kekurangan Gizi : defisiensi vitamin B 12 , defisiensi folat ( eukemia megaloblastik ). c. Kegagalan sumsum tulang : anemia aplastik. d. Penggantian sumsum tulang : Leukemia, kanker, penyakit granulomatosa. e. Tidak efektif hematopoiesis : Myelodysplatik sindrom. 2. Penurunan platelet survival a. Kerusakan Imunologi 1) Autoimun primer : Kekebalan trombositopeni cromic, Kekebalan purpura trombositopeni akut. 2) Autoimun sekunder : Sistemik lupus erythematosus, sel-B neoplasma limfoid. 3) Alloimmune : Post-transfusi dan bayi. 4) Obat-obatan terkait : quinidine, heparin, senyawa sulfa. 5) Infeksi : HIV, infeksi mononucleosis ( sementara, ringan ), demam berdarah. a. Kerusakan Non Imunologi : 1) Koagulasi intravascular disseminated, 2) Trombotic microangiopathies . 3 ) Giant hemangoimas. b. Sequastran : Hypersplenisem

c. Pengenceran : Transfusi. Gangguan perdarahan berkaitan dengan fungsi cacat platelet :- Cacat dari adhesi : perdarahan akibat kelainan autosom resesif soulier bernard sindrom, yang disebabkan oleh kekurangan dari membrane platelet glikoprotein kompleks lb-IX.

15

Cacat dari agregasi : perdarahan akibat agregasi cacat trombosit yang ditularkan dari resesif autosomal. Kelainan sekresi platelet : gangguan sekresi ditandai oleh pelepasan mediator yang rusak dan aktivasi platelet, seperti butir-thromboxanes dan terikat ADP.

b. Hemorrhagic diatesis berkaitan dengan kelainan pada factor pembekuan Perdarahan terjadi akibat kekurangan faktor koagulasi yang paling sering bermanifestasi pasca-trauma besar ecchymoses atau hematoma, perdarahan yang lama setelah luka atau setelah operasi. Cerita khasnya adalah pasien dengan darah yang merembes selama berhari-hari setelah pencabutan gigi atau pengembangan kecil hemarthrosis akibat stres pada sendi lutut. Faktor keturunan biasanya mempengaruhi faktor pembekuan darah. Yang paling umum dari faktor keturunan adalah kekurangan faktor koagulasi yang mempengaruhi faktor VIII ( hemofili A), dan faktor IX (hemofilia B). Hemofili A : penyakit resesif terkait X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk faktor VIII koagulasi. Penyakit ini dijumpai pada anak laki-laki yang mewarisi gen defektif pada kromosom X dari ibunya. Hemofili B : penyakit yang terjadi akibat tidak adanya salah satu faktor koagulasi. Penyakit terkait-X yang disebabkan tidak adanya faktor IX. c. Koagulasi intravascular diseminata ( DIC ) Adalah keadaan yang ditandai pembentukan bekuan darah multiple di seluruh mikrovaskular. Selanjutnya, komponen kaskade bekuan darah dan trombosit digunakan, dan pendarahan mulai terjadi di orifisium tubuh, dua tempat cedera atau fungsi vena dan di banyak sistem organ. Koagulasi intervaskular diseminata terjadi sebagai komplikasi utama cedera atau trauma klinis seperti syok, infeksi yang meluas, luka bakar infark miokard atau komplikasi obstetrik. Terjadi hipoksemia dan asidemia yang merusak sel-sel endotel pembuluh darah. Cedera sel endotel multipel yang parah mencetuskan aktivasi trombosit dan jalur koagulasi intrinsik, sehingga terbentuk mikrotrombus di seluruh sistem vaskular. Kerusakan jaringan, yang terjadi sebagai proses pencetus atau timbul setelah hipoksemia dan asidemia, menyebabkan terbentuknya tromboplastin, yang mengaktifkan jalur koagulasi ekstrinsik. Terjadi pembentukan bekuan darah yang luas disertai serabut-serabut fibrin yang memperkuat dan menahan embolus. Seiring dengan terus berlangsungnya kaskade koagulasi, proses fibrinolitik ( penguraian serabut-serabut fibrin ) dipercepat. Proses ini menyebabkan dibebaskannya enzim-enzim antikoagulan ke dalam sirkulasi. Pada akhirnya, faktor-faktor pembekuan dan trombosit habis terpakai dan terjadi perdarahan dan eksudasi darah ke dalam membran mukosa. Lingkaran ini menjadi lengkap sewaktu terjadi perdarahan dan pembekuan secara simultan ( Corwin, 2009 ).

16