58. trio penyamar

148

Upload: mimiko-chan

Post on 09-May-2017

253 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ALFERD HITCHCOCK &

TRIO DETEKTIF

TRIO PENYAMAR The Three Investigators in The Three

Imposters

Sumber: http://www.geocities.com/mhs1294/pojok.htm EBook: [email protected]

Weblog, http://hanaoki.wordpress.com

KATA PENGANTAR DARI ALFRED HITCHCOCK

SELAMAT DATANG, PARA PECINTA MISTERI!

Suatu kegembiraan tersendiri bagi saya untuk sekali lagi

mengantarkan sebuah petualangan anak-anak muda dari

Rocky Beach ini, California: Trio Detektif! Jika Anda telah

mengenal mereka, Anda saya izinkan melewatkan

formalitas ini dan langsung menuju Bab 1. Jika ini adalah

kali pertama Anda mengunjungi Rocky Beach, maka sudah

selayaknya Anda membaca kata pengantar ini.

Penyelidik Pertama dan pemimpin biro ini adalah

seorang pengamat yang hebat, Jupiter Jones. Yatim piatu

sejak kecil dan tinggal bersama bibi dan pamannya,

Jupiter, seorang mantan aktor kanak-kanak dengan nama

panggung Baby Fatso, sangat tidak suka dikatakan

gendut. Sejak ia mulai membaca, Jupiter membaca

segala macam buku yang bisa dijangkaunya—dari psikologi

sampai kriminalitas. Hasilnya adalah orang-orang dewasa

yang sebal karena ia tahu terlalu banyak untuk anak

seusianya.

Pete Crenshaw adalah yang paling atletis dari trio ini.

Perawakannya yang kekar dan perasaannya yang tajam

akan arah membuatnya tak ternilai dalam semua kasus

yang pernah ditangani anak-anak ini. Meskipun seringkali

lebih suka menghindar dari bahaya, ia selalu setia

terhadap rekan-rekannya.

Terakhir, namun sama sekali tidak berarti yang paling

kecil perannya, adalah si rajin namun pemberani, Bob

Andrews. Bertanggung jawab atas segala pengarsipan

data dan riset yang diperlukan, Bob telah berperan dalam

mengalahkan penjahat yang paling pintar dengan

membuktikan bahwa ia tidak hanya teliti dalam membuat

catatan, namun juga memiliki hati seekor singa jika

situasi menuntut.

Dan sekarang, cukup dengan kata pengantar!

Pertunjukan akan segera dimulai!

ALFRED HITCHCOCK

BAB I

TAMU KEJUTAN

"Apa kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku me-

mutuskan untuk menjadi seorang kriminal super?" Jupiter

Jones berspekulasi.

Pada hari yang panas itu ia dan Pete Crenshaw sedang

duduk di keteduhan bengkel Jupiter yang terletak di luar

rumah. Mereka sedang sibuk bekerja dengan tumpukan

barang bekas terbaru hasil belian Paman Titus, paman

Jupiter.

Pete, penyelidik yang tinggi dan berotot, menjatuh-

kan obeng yang sedang digunakannya membuka bagian

belakang sebuah jam dinding tua. Ia menatap Jupiter

dengan mulut terbuka.

"Apa katamu?"

"Aku bilang, apa kira-kira yang akan terjadi seandai-

nya dulu aku memutuskan untuk menjadi seorang kriminal

super," ulang Jupiter. "Kau ingat rencana para perampok

bank yang menyewa orang-orang kerdil untuk menyamar

sebagai kurcaci? Pemimpin perampok itu menawarkan

untuk menjadikan aku anak didiknya dan melatihku

menjadi penjahat nomor satu. Aku hanya iseng-iseng ber-

pikir apa yang akan terjadi seandainya waktu itu ku-

terima tawarannya."

"Kemungkinan besar kau sekarang terkurung di

Penjara Los Angeles bersama anggota geng yang lain,"

kata Pete.

"Hm," gumam Jupiter, "aku ingin tahu."

Anak-anak itu sedang bergembira karena sehari se-

belumnya mereka mengetahui bahwa mereka akan diberi

penghargaan oleh Rocky Beach Rotary Club sebagai warga

teladan atas jasa-jasa mereka terhadap masyarakat

sebagai detektif junior sukarela. Bersama seorang

pemenang yang lain mereka akan menerima hadiah

sebesar seribu dolar pada suatu acara penghargaan di

Balai Kota. Teman mereka, Chief Reynolds, akan ber-

tindak sebagai pembawa acara. Hadiah itu akan mereka

bagi tiga, yang berarti masing-masing akan memperoleh

hampir seratus enam puluh lima dolar!

"Menurutku seorang penjahat super harus merancang

suatu kejahatan super. Sesuatu yang direncanakan dan

dilaksanakan dengan sempurna," kata Jupiter lagi.

"Kau tidak sungguh-sungguh berniat menjadi seorang

penjahat kan?!" seru Pete.

"Rasanya sih tidak," Jupiter menyeringai. "Tapi sekali

waktu seorang penyelidik yang bagus harus berpikiran

seperti seorang kriminal untuk mengetahui cara mereka

berpikir."

"Seandainya aku diberi sepuluh sen setiap kali men-

dengar kau berkata..." omongan Pete terputus dengan

kedatangan Bob Andrews, seorang remaja berperawakan

kecil dan berpenampilan seorang kutu buku.

"Hai, Bob. Mengapa begitu lama?"

"Miss Bennett menyuruhku memperbaiki sampul buku-

buku tua. Kupikir aku takkan pernah bisa keluar dari

sana." Bob bekerja paruh waktu di Perpustakaan Umum

Rocky Beach. Pekerjaannya itu sungguh berguna dalam

melakukan riset-riset untuk kasus-kasus Trio Detektif.

"Sudahkah kalian memutuskan apa yang hendak kalian

lakukan dengan uang hadiah itu?" Bob bertanya penuh

semangat.

"Aku akan menghabiskannya di Magic Mountain!" Pete

tertawa.

"Aku akan membeli sepeda baru. Kau, Jupe?"

"Sudah menjadi keputusanku bahwa biro penyelidik

kita dapat menginvestasikan penghargaan finansial itu

pada sebuah komputer," jawab Jupiter. "Paling tidak se-

bagai uang mukanya."

"Saudara-saudara, serahkan saja pada Jupiter Jones

untuk bersenang-senang dengan uang yang demikian

banyak!" Pete berkata sinis.

Mereka terus bercakap-cakap dengan antusias tentang

apa yang akan mereka lakukan dengan hadiah itu, sampai

terdengar seruan Bibi Mathilda memanggil mereka. Suara-

nya bergema di sela-sela tumpukan barang bekas yang

sengaja mereka letakkan secara strategis. Mrs. Jones

adalah seorang wanita berbadan besar yang berhati besar

pula. Hanya satu yang lebih besar daripada hatinya, ke-

mampuannya menemukan anak-anak malas dan menyuruh

mereka bekerja keras. Meskipun Paman Titus yang ber-

buru barang bekas, Bibi Mathildalah yang sesungguhnya

menjalankan bisnis barang bekas mereka. Dan kini suara-

nya menuntut perhatian.

"Jupiter!" serunya. "Di mana lagi kau sekarang? Kau

kedatangan tamu. Chief Reynolds ada di sini mencarimu!"

Kemudian ia berpaling untuk melayani seorang pembeli.

Ketiga remaja itu saling berpandangan, terkejut.

"Menurutmu apakah ia lupa memberi tahu sesuatu

tentang acara penghargaan itu?" tanya Bob, melompat

turun dari tempatnya duduk di atas mesin cetak.

"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya!" Jupiter

bangkit. "Yuk!"

Mereka berjalan zig-zag melalui sela-sela tumpukan

barang bekas menuju suatu gerbang besar, pintu masuk

ke Jones Salvage Yard. Chief Reynolds berdiri menunggu

di sana di sebelah mobil patroli-nya. Jupiter segera sadar

bahwa petugas polisi itu nampak aneh. Mereka sudah

cukup lama bekerja sama sehingga Jupiter dapat

menyimpulkan dari raut muka Chief Reynolds bahwa ia

sedang berada dalam keadaan stres.

"Halo, Chief. Sepertinya Anda datang untuk urusan

pekerjaan dan bukan tentang penghargaan," kata Jupiter.

"Tepat sekali, Jupiter. Tapi bagaimana kau bisa

menebak, aku tak tahu," Chief Reynolds menjawab

dengan alis terangkat. Bob dan Pete menatap Jupiter

dengan kebingungan yang sama.

"Saya selalu berusaha untuk tidak menebak jika

jawabannya sudah jelas. Ada yang bisa kami bantu?"

"Begini, Anak-anak," kata Chief, nampak malu-malu,

"ada pencurian di Pearl's Bakery tadi malam .."

"Dan Anda ingin kami membantu menemukan pencuri-

nya," kata Pete penuh semangat. Sudah beberapa minggu

berlalu sejak kasus terakhir mereka dan mereka tidak

sabar menunggu misteri selanjutnya.

"Sayangnya tidak, Pete," jawab Chief lambat-lambat.

"Begini... kalian bertiga adalah tersangka utama!"

"APA?!" mereka berseru serempak.

Bibi Mathilda menjatuhkan sapu yang sedang di-

pegangnya dan bergegas menghampiri. "Apa maksudnya

semua ini, Sam?!" tukasnya. "Kau kenal baik dengan anak-

anak ini, kau seharusnya lebih tahu!" Wanita berbadan

besar itu mendengus dan berjalan menuju ke kantor.

"Titus Andronicus, keluar cepat!"

"Tenang, Mathilda," Chief menenangkannya. "Aku

yakin ada penjelasan yang masuk akal."

Sementara Chief Reynolds berusaha meredakan

amarah bibi Jupiter, Titus Jones berjalan menuju gerbang

utama. Mr. Jones adalah seorang lelaki pendek dengan

hidung besar dan kumis yang lebih besar lagi. Matanya

berbinar-binar sembari ia mengisap pipa di sela-sela

bibirnya. "Ada masalah apa, Sam?" tanyanya tenang.

"Pearl's Bakery dimasuki pencuri semalam," ulang

Chief. "Kami tidak punya petunjuk apa-apa... kecuali ini."

Ia menunjukkan selembar kartu nama milik anak-anak itu,

tersegel dalam sebuah kantong plastik tempat barang

bukti.

"Oh, itu salah satu kartu nama dari klub kalian, Anak-

anak!" Mrs. Jones menahan nafas. Mathilda Jones tahu

bahwa anak-anak mengadakan rapat secara teratur tapi

ia tidak pernah sadar bahwa mereka adalah penyelidik

serius yang telah membantu memecahkan beberapa

peristiwa kejahatan nyata. Tak peduli berapa kali Jupe

memberi tahunya, ia tetap menganggap perusahaan

mereka sebuah klub.

Sementara itu Jupiter mengamat-amati kartu di

tangan Chief dengan seksama dan mencubiti bibir bawah-

nya... suatu tanda bahwa otaknya sedang berputar

kencang.

"Boleh saya lihat, sir?" tanyanya.

Chief menyerahkan kantong barang bukti dengan

kartu di dalamnya. Jupiter menatapnya selama beberapa

menit. Ia membaliknya dan memandang bagian belakang,

lalu kembali ke bagian muka. Bob dan Pete mendekat dan

ikut memandang melalui bahu Jupiter. Tulisannya:

TRIO DETEKTIF

"Kami Menyelidiki Apa Saja"

? ? ?

Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones

Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw

Catatan dan Riset..............Bob Andrews

"Waduh! Ada pencuri menjatuhkan kartu nama kita!"

seru Pete.

"Anda bilang ini ditemukan di lokasi kejahatan?" tanya

Jupiter sambil mengerutkan kening.

"Tepat sekali, Jupiter," jawab Chief. "Tepat di se-

belah mesin kasir yang kosong. Pearl—Mrs. Henderson,

pemiliknya, baru saja memasang seperangkat sistem

pengaman yang canggih dua minggu lalu. Menurutnya ia

sering membuat roti sampai larut malam dan harus

bekerja sendirian. Tidak mudah bagi seorang pencuri

untuk membobol sistem itu. Sekarang Pearl sangat

cemas."

"Pencuri itu hanya mengambil uang dari mesin kasir?"

tanya Jupiter, agak heran. "Tidak ada lagi yang dicuri

atau dirusak?"

"Tidak satupun. Dan inilah yang lucu," Chief nampak

tegang. Hari yang panas serasa semakin panas dan Chief

melonggarkan dasinya dan membuka kancing kerahnya.

"Menurut Pearl tidak ada peralatan yang dirusak dan

bahkan tidak ada satu donat pun yang diambil. Dan ia

sangat yakin bahwa di dalam mesin kasir hanya ada dua

puluh dolar!"

***

BAB II

DIFITNAH!

"Menurut saya jelas sekali si pencuri berusaha mem-fitnah

kami," Jupiter berkata tenang.

"Sepertinya memang demikian," jawab Chief Reynolds.

"Tetap saja, meskipun aku tidak suka me-lakukan ini, aku

harus menanyai kalian, Anak-anak, tentang di mana

kalian berada sekitar pukul sembilan tadi malam," Chief

mengeluarkan pen dan buku catatan kecil.

Bob dan Pete menatap Jupiter. Mereka semua tahu

bahwa pukul sembilan semalam mereka sedang meng-

adakan rapat rahasia di dalam markas mereka. Markas

adalah sebuah karavan sepanjang sepuluh meter yang di-

beli Titus Jones dengan harapan ia akan dapat men-

jualnya lagi. Namun karena rangkanya telah rusak parah,

karavan itu tidak laku-laku hingga akhirnya Titus mem-

berikannya kepada Jupiter untuk dijadikan tempat per-

temuan dengan teman-temannya. Perlahan-lahan selama

beberapa bulan anak-anak itu menumpukkan barang-

barang rongsokan di sekitarnya dan kini karavan itu

tersembunyi—dan terlupakan—kecuali oleh mereka.

"Kami bertiga ada di pangkalan barang bekas ini,

mengadakan rapat pada pukul sembilan tadi malam,

Chief," jawab Jupiter tanpa ragu-ragu.

"Ada yang bisa membuktikannya?"

Sebagai pemimpin Trio Detektif yang penuh percaya

diri dan kadang-kadang sombong, Jupiter Jones tidak

mudah bingung. Kini ia tergagap dalam menjawab.

"Eh... tidak. Saya... saya rasa tidak ada, sir."

Chief Reynolds menepuk bahu Jupiter dan tersenyum.

"Jangan khawatir, Nak. Kalian telah terbukti sebagai

asisten polisi yang hebat. Meskipun kalian berbalik men-

jadi penjahat, kalian tidak akan begitu ceroboh."

Jupe, Pete, dan Bob berusaha tersenyum terhadap

pujian itu.

"Nah, Anak-anak, sekarang aku harus mengembalikan

kartu nama ini ke laboratorium untuk pemeriksaan sidik

jari. Akan kukabari kalian setelah hasilnya keluar."

Setelah berkata demikian, Chief Reynolds masuk ke mobil

patrolinya. Ia memberi hormat dengan ramah sembari

memundurkan mobilnya keluar dari pangkalan barang

bekas. Anak-anak melambaikan tangan dan berdiri

dengan muram, memandangi mobil Chief Reynolds men-

jauh.

Begitu mobil Chief Reynolds menghilang dari

pandangan, sebuah mobil sport berwarna biru mengkilap

berhenti dengan mendadak di depan gerbang, menyebab-

kan debu dan tanah beterbangan di udara yang panas.

"Skinny Norris!" ujar Pete geram. "Bukan waktu yang

tepat untuk kekonyolannya!"

E. Skinner Norris berusia sedikit lebih tua daripada

anak-anak itu. Karena ayahnya secara resmi bertempat

tinggal di suatu negara bagian lain yang dapat dikatakan

mengizinkan bayi untuk mengemudi, Skinny dapat

menyetir mobil—sesuatu yang amat ditonjolkannya

kepada semua anak di Rocky Beach. Namun demikian,

meskipun Skinny memiliki mobilnya sendiri, yang sangat

disukainya selama tinggal di Rocky Beach selama musim

panas adalah mencari tahu apa yang dilakukan Jupiter,

Pete, dan Bob, dan berusaha mengganggu mereka. Ia

selalu berusaha mengalahkan Jupe dan selalu gagal. Kini

ia melompat keluar dari mobilnya dan menghampiri Trio

Detektif.

"Pergi, Skinny!" tukas Bob.

"Diam kau!" Skinny menyeringai seperti seekor kucing

yang baru saja menangkap seekor burung kenari. "Jupiter

McSherlock, sepertinya Anda sedang bermasalah

sekarang." Beberapa orang gerombolan Skinny yang ber-

ada di jok belakang mobil tertawa dan Skinny mengikik

seperti seekor kuda.

Jupe menampilkan muka terkejut. "Aku tak tahu apa

maksudmu, Skinny," katanya polos, mengangkat bahu.

"Yang benar saja!" tukas Skinny, "Semua orang di kota

ini tahu kalian yang melakukannya! Mereka menemukan

kartu nama kalian di lokasi kejahatan!" Skinny mencibir.

"Suatu informasi yang menarik, Skinny," kata Jupiter,

mengedipkan mata kepada Bob dan Pete. "Mengingat

fakta bahwa hanya Mrs. Henderson dan polisi yang tahu

detail terjadinya kejahatan itu, mungkin ada baiknya kau

memberi tahu kami bagaimana kau tahu kartu nama kami

ditemukan di tempat kejadian."

Muka Skinny memerah. "Kau kira kau begitu pintarnya,

Gendut! Lihat saja nanti!" Ia mengacungkan jarinya yang

kurus ke arah Jupe. "Sebelum hari ini berakhir, kalian

bertiga akan menjadi bahan tertawaan di seluruh Rocky

Beach!" Skinny melompat masuk ke mobilnya dan

mundur, meninggalkan kepulan debu. Sambil tertawa dan

menjulurkan lidahnya ke arah anak-anak, ia memacu

mobilnya.

Ketika debu telah mereda, Bob menyuarakan per-

tanyaan yang ada di pikiran mereka bertiga.

"Bagaimana Skinny bisa tahu tentang kartu nama kita,

Jupe?"

Jupiter mengerutkan kening. "Aku tidak yakin namun

sepertinya mulut besarnya memberi implikasi bahwa

dialah yang ada di balik pencurian di Pearl's Bakery.

Menurutku sekarang saatnya Trio Detektif mengadakan

rapat darurat!"

***

Jupiter mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja se-

tengah hangus yang terdapat di dalam markas. "Rapat di-

mulai. Karena kita semua tahu tentang kejadian

mengejutkan yang baru saja disampaikan kepada kita,

mari kita sekarang mulai mendiskusikan para pelaku

potensial."

"Apa katanya?" tanya Pete kepada Bob.

"Jupe bilang, kita semua tahu apa yang terjadi, maka

mari memikirkan siapa yang mencoba memfitnah kita,"

kata Bob.

"Oh. Mengapa ia tidak bilang begitu saja?"

Penyelidik pertama yang gempal berdehem dan me-

letakkan sikunya di atas meja. "Jika kalian berdua telah

selesai berkomedi, kita akan lanjutkan," katanya dengan

tidak sabar. "Skinny Norris telah masuk daftar dengan

alasan yang jelas. Bisakah kalian memikirkan kira-kira

siapa yang ingin mencemarkan nama baik dan reputasi

kita?"

"Wah, Jupe, kita telah menangani begitu banyak

kasus... bisa siapa saja dari seratus orang!" seru Pete.

"Seratus mungkin agak terlalu berlebihan tapi kita

memang telah memperoleh beberapa musuh," Jupe

menghembuskan nafas.

"Mungkinkah Hugenay?" kata Bob bersemangat, "pen-

curi barang seni dari Prancis yang kita hadapi dalam

Misteri Nuri Gagap dan Misteri Jeritan Jam?"

Jupiter bersandar di kursi putar yang telah diperbaiki-

nya, berkonsentrasi penuh. "Bukan gayanya," katanya me-

mutuskan. "Selain itu ia sebenarnya membantu kita

terakhir kali kita bertemu. Rasanya tidak mungkin ia

jauh-jauh datang kembali ke Rocky Beach hanya untuk

memberi kita masalah. Berikutnya?"

Pete menjentikkan jarinya. "Bagaimana dengan para

penjahat yang berusaha mencuri permata August August,

Mata Berapi? Polisi tak pernah menangkap mereka!"

"Hm, jelas suatu kemungkinan," jawab Jupe.

Selama beberapa saat mereka berdiam diri, memikir-

kan semua kriminal yang pernah mereka temui selama

karir mereka sebagai Trio Detektif. Akhirnya Bob meng-

angkat tangan putus asa.

"Oh, kita harus menghadapi kenyataan, teman-teman,

daftar ini bisa terus bertambah panjang!"

"Kau benar, Data. Mari kita lanjutkan," kata Jupiter

setuju. "Mengapa seorang penjahat secara sengaja me-

milih sebuah toko kue untuk dirampok? Itulah misteri

teka-teki sebenarnya di sini."

"Biar kutambahi!" kata Pete. "Mengapa seseorang mau

bersusah payah hanya demi dua puluh dolar, itulah

misteri yang sebenarnya!"

"Awk! Misteri! Awk!" jerit Blackbeard. Blackbeard

adalah beo peliharaan mereka yang mereka dapatkan

saat menangani salah satu kasus. Dari sangkar besarnya

yang tergantung di sudut ruangan, burung itu selalu mem-

buat Pete gelisah.

"Diam kau!" seru Pete.

"Jupe, bagaimana kalau kita sudahi saja malam ini?"

kata Bob. "Hari ini sungguh melelahkan dan perutku

merasa ini sudah waktunya makan malam."

"Kurasa kau benar, Bob," kata Jupiter menyerah.

"Malam ini kita coba pikirkan, siapa saja yang berusaha

memfitnah kita. Besok kau telusuri semua catatan kasus

kita, Data. Buatlah daftar para tersangka yang mungkin,

termasuk Skinny, meskipun aku ragu dialah yang kita

cari."

"Baiklah, Jupe," jawab Bob. Remaja bertubuh kecil itu

menghilang melalui Lorong Dua, sebuah tingkap di lantai

karavan yang berfungsi sebagai salah satu jalan masuk

rahasia ke markas.

"Dua, besok kau ikuti Skinny dan lihat apa maunya

anak itu. Lapor ke markas siangnya."

"Aku harus memotong rumput di rumah tetangga dulu

tapi setelah itu akan kuamat-amati anak itu bagai seekor

elang!" kata Pete. "Apa yang akan kau lakukan besok,

Pertama?"

"Besok," kata Jupiter dengan dramatis, "Aku ada

kencan dengan empat kursi taman yang sangat berkarat."

Jupiter melambaikan tangan sambil mengunci

pangkalan. Ia menyeberang jalan ke rumah kecil ber-

warna putih, kediaman Keluarga Jones.

Pete dan Bob bersepeda pulang. Mereka bersama-

sama sepanjang sebagian jalan pulang, membicarakan

kejadian mengejutkan hari itu. Ketika matahari musim

panas mulai terbenam di langit nan ungu, mereka ber-

pisah dan mengambil jalan masing-masing. Tidak ada

yang menyadari kehadiran sebuah sedan hitam yang telah

membuntuti mereka secara diam-diam.

***

BAB III

PENCURIAN KEDUA!

Pete Crenshaw bangun pagi-pagi sekali dan memerangi

kabut California yang tebal untuk memotong rumput di

halaman tetangganya. Ia tidak terlalu suka akan tugas

membuntuti Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky

Beach dengan sepeda. Tapi Pete adalah yang paling

atletis dari ketiga anak itu, jadi dialah yang selalu men-

dapat tugas seperti ini. Namun demikian pagi ini Pete

beruntung. Mobil Skinny Norris tidak pernah meninggalkan

rumah orang tuanya sepanjang pagi. Sekarang hari telah

siang dan dari tempat persembunyiannya di atas pohon

elm besar di seberang jalan, Pete, dengan teropong ayah-

nya, hanya melihat muka Skinny yang berbintik-bintik

mengintip melalui tirai dengan gelisah dari waktu ke

waktu. Pete merasa Skinny nampak cemas dan ia meng-

ingatkan diri untuk melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia

memasukkan teropong ke dalam kotaknya dan turun dari

pohon.

***

Matahari tengah hari yang panas telah menghabisi

sisa-sisa kabut pagi ketika Pete meluncur di atas sepeda-

nya masuk ke Jones Salvage Yard. Hans dan Konrad,

kedua pekerja pangkalan asal Bavaria, sedang membuka

terpal penutup truk pangkalan dan melihat-lihat isinya.

"Hi, Konrad. Hi, Hans."

"Hi, Pete," kata Konrad.

"Kau mencari Jupe?" tanya Hans.

"Ia tak ada di sini?" tanya Pete heran. "Katanya ia

harus bekerja seharian!"

"Ia tidak kelihatan sepanjang pagi, Pete. Bob ada di

sini," jawab Konrad.

"Baiklah. Terima kasih ya."

"Sama-sama, Pete," balas kedua bersaudara itu

dengan riang.

Pete menaiki sepedanya mengelilingi tumpukan

barang bekas hingga ia tiba di bengkel Jupe. Sepeda Bob

tersandar di mesing cetak tua yang telah diperbaiki oleh

Jupiter. Pete menyandarkan sepeda-nya ke sepeda Bob

dan merangkak di bawah mesin cetak. Ia menyingkirkan

potongan terali yang seolah-olah tersandar begitu saja

pada sebuah pipa tua berdiameter besar dan merangkak

masuk. Ini adalah pintu masuk ke Lorong Dua. Pipa itu

memanjang beberapa meter, sebagian berada di bawah

tanah. Anak-anak itu telah meletakkan potongan karpet

di bagian bawah di dalam pipa sehingga lutut mereka

terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke

lantai markas, mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.

Bob Andrews sedang sibuk bekerja di lemari arsip.

Dengan sebatang pensil di sela-sela giginya ia meng-

gumamkan halo kepada Pete.

"Kau lihat Jupe?" tanya Pete.

"Tidak kelihatan sepanjang pagi," gumam Bob.

"Waduh, menurutmu ...." Pete terpotong oleh dering

telepon. Kedua anak itu saling berpandangan selama

beberapa saat. Telepon itu jarang berdering dan jika ia

berdering, biasanya untuk sesuatu yang penting. Bob

menjatuhkan pensil di mulutnya dan menjawab dengan

suaranya yang paling profesional.

"Trio Detektif, dengan Bob Andrews."

"Data!" Ternyata Jupiter dan ia terdengar terburu-

buru. "Pete ada?"

"Dia baru saja datang. Di mana kau?"

"Nyalakan pengeras suara!" perintah Jupiter.

Pengeras suara yang dimaksud adalah sebuah

mikrofon dan speaker yang telah dihubungkan oleh

Jupiter sehingga mereka bertiga dapat ikut serta dalam

pembicaraan di telepon. Bob menyalakannya dan me-

megang gagang telepon di depan mikrofon.

"Silakan, Pertama," kata Bob.

"Keadaan darurat! Gampang Tiga! Kelana Gerbang

Merah! Green's Hardware Store! Segera! Hati-hati!" Dan

tiba-tiba Jupiter memutuskan hubungan. Bob dan Pete

saling berpandangan seolah-olah terhipnotis oleh nada

sambung di telinga mereka.

"Apa itu tadi?" tanya Pete.

"Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja

perintahnya!" seru Bob. "Ayo!"

Pete dan Bob berdesak-desakan keluar melalui

Gampang Tiga. Gampang Tiga adalah sebuah pintu besar

yang masih menempel pada bingkainya dan seolah-olah

tersandar begitu saja pada suatu tumpukan barang

rongsokan. Kalau dibuka dengan sebuah anak kunci ber-

karat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke sebuah

ketel raksasa, yang kemudian menuju ke markas.

Diam-diam mereka mengambil sepeda dan menuju

Kelana Gerbang Merah. Bertahun-tahun yang lalu be-

berapa pelukis Rocky Beach telah melukisi pagar yang

mengelilingi pangkalan barang bekas sebagai tanda

terima kasih mereka kepada Titus Jones yang sering kali

memberi mereka benda-benda yang mereka butuhkan

secara cuma-cuma. Salah satu lukisan di bagian belakang

menampilkan kebakaran besar yang terjadi di San

Fransisco. Seekor anjing kecil, yang diberi nama Kelana

oleh anak-anak, dengan sedih menatap rumahnya yang di-

makan api. Jupiter merancang sebuah sistem sedemikian

sehingga jika mata Kelana ditekan, tiga papan pagar akan

membuka ke atas. Mereka biasanya menggunakan pintu

masuk ini jika ingin ekstra hati-hati agar tidak terlihat

oleh Bibi Mathilda.

Bob dan Pete membiarkan Kelana Gerbang Merah ter-

tutup dan mengebut sepeda mereka melalui jalan setapak

di rumput, menuju ke daerah perbelanjaan di tengah

kota Rocky Beach.

"Mungkinkah kita diawasi?" tanya Bob dengan cemas di

sela-sela nafasnya yang memburu.

"Mungkin saja," jawab Pete suram. "Kita harus tetap

berjaga-jaga dan jangan sampai dibuntuti!"

Mereka selalu mengambil jalan-jalan kecil dan lorong-

lorong, berulang kali melihat ke belakang ke arah mobil-

mobil yang mereka curigai membuntuti mereka. Beberapa

menit kemudian mereka tiba di Green's Hardware Store.

Jupiter dan Chief Reynolds berdiri di depan toko. Jupiter

sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan

nampak ber-pikir keras sekali. Raut muka Chief Reynolds

nampak suram.

"Hei, Jupe, ada apa ini?" tanya Pete, tersengal-sengal.

"Ada yang membobol toko peralatan ini?" tanya Bob,

membenarkan letak kacamatanya di atas hidungnya yang

berkeringat.

Jupiter tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan balik

menanyai Bob. "Data, apakah kau kemarin langsung

pulang ke rumah dari pangkalan?"

"Tentu saja, Jupe. Ada apa?"

"Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari,

Robert?" tanya Chief Reynolds.

"Wah, tidak," jawab Bob, terheran-heran. "Sepeda

selalu kuparkir di halaman rumah kami. Ada apa sih?"

"Masuklah, Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan

serius, mendahului masuk melalui pintu depan.

"Kau benar, Bob. Green's Hardware Store dimasuki

pencuri semalam. Lihatlah sendiri. Tapi ingat, ini tempat

kejadian perkara, jangan sentuh apa pun!" perintahnya.

Hal pertama yang mereka lihat adalah seutas tali

plastik di tengah ruangan yang menjuntai dari sebuah

jendela di langit-langit yang tinggi.

"Seperti kalian lihat, jendela itu sangat kecil," kata

Jupiter sementara mereka menghampiri tali tersebut.

"Hampir terlalu kecil untuk seorang lelaki dewasa... tapi

sangat pas untuk seorang anak."

"Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan!" dengus

Bob.

"Berikutnya," lanjut Jupiter, seolah-olah sedang mem-

berikan kuliah di kelas, "di bagian bawah tali ini kita

temukan bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur

berwarna biru."

"Oh, tidak!" keluh Bob.

"Dan sekarang, coba alihkan perhatian kalian ke kaca

jendela di langit-langit..." Jupiter menyuruh, menunjuk

ke arah langit-langit.

"Sebuah tanda tanya!" seru Bob dan Pete serempak.

Hampir-hampir mereka tidak dapat mempercayai

penglihatan mereka. Di kaca jendela, sepuluh meter di

atas kepala mereka, tergambar sebuah tanda tanya besar

berwarna hijau. Tanda khusus Trio Detektif!

"Jupe! Chief! Kalian harus percaya padaku!" kata Bob

memelas, matanya terbelalak. "Aku tidur nyenyak sekali

semalam! Di rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku

ada di sana sekarang!"

Jupiter tidak menanggapi kata-kata Bob. "Bekas ban

sepedamu terlihat di atas lumpur, menuju ke pintu

belakang toko ini," ia memberi tahu anak bertubuh kecil

itu. "Aku selalu mengenali bekas ban sepedamu yang

bergaris-garis itu di mana pun!"

***

BAB IV

MENGINTAI

Kabut tebal menyelimuti kawasan Pasifik malam itu. Trio

Detektif, terbungkus dari kepala hingga ujung kaki

dengan mantel hitam, bersepeda memasuki pintu

belakang Kepolisian Rocky Beach. Beberapa menit men-

jelang pukul delapan.

Jupiter menyandang sebuah ransel yang berisi

'peralatan penting untuk mengintai', demikian ia

menyebutnya. Kini ia dan Bob bercakap-cakap penuh

semangat tentang bermacam-macam teknik mengintai.

Pete, yang sama sekali tidak suka segala sesuatu yang

mengandung bahaya, membuntuti di belakang. Mereka

mengetuk pintu dan dipersilakan masuk oleh Officer

Haines, seorang polisi muda berwajah galak dan be-

rambut merah.

"Anak-anak melakukan pengintaian!" dengusnya.

"Mengapa kalian tidak kembali saja ke rumah pohon

kalian dan membiarkan para profesional menangani ini?"

Jupiter memiliki bakat berakting yang memungkinkan-

nya mengubah raut muka dan tingkah lakunya, sehingga

nampak lebih tua daripada usia sebenarnya. Kini ia ber-

diri tegak dengan dagu terangkat tinggi.

"Diremehkan karena usia kami telah memungkinkan

kami menyelesaikan banyak kasus membingungkan dan

dianggap tak terpecahkan. Mata muda kami dapat me-

lihat banyak hal yang terlewatkan oleh orang dewasa."

Officer Haines nampak seolah-olah ia baru saja meng-

gigit sebuah jeruk yang sangat asam. "Mulut pintarmu itu

suatu hari nanti akan memberimu masalah besar, Jones!"

geram Haines, mencucukkan jarinya ke dada Jupe. "Kau

tahu terlalu banyak demi kebaikanmu sendiri!"

"Cukup, Haines," Chief Reynolds berkata dari

belakangnya.

"Bukan anak-anak yang baik," Haines bergumam

sambil berjalan menjauh di koridor.

"Maaf tentang hal itu, Anak-anak," kata Chief. "Mereka

sedang menghadapi stres dengan segala aktivitas ke-

jahatan yang terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami

banyak bekerja lembur dan mereka tidak suka anak-anak

melakukan pekerjaan mereka. Jadi demi kebaikan kalian

sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam

ini. Setuju?"

Ketiga anak itu mengangguk dengan muram.

"Apa yang dikatakan Skinny tentang pencurian-

pencurian ini, Chief?" tanya Bob, mengeluarkan buku

catatan dan pensil.

"Tidak banyak yang bisa ditulis, Bob. Skinny sudah

tidak ada di kota ini!"

"Apa?!" seru Pete, memukulkan kepalan ke telapak

tangannya. "Tunggu sampai dia berhadapan denganku!"

"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari

daftar tersangka," kata Jupiter sementara mereka ber-

jalan menuruni tangga, menuju ke garasi polisi di bawah

tanah. "Kejadiannya terlalu kompleks untuk anak seperti

Skinny. Selain itu, ia takkan berani melakukan sesuatu

sebesar ini."

"Sepertinya sekali lagi Jupiter benar," kata Chief

setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu tentang rencana si

pencuri... atau para pencuri... tapi rasanya cukup sampai

di situ keterlibatannya. Kita akan tahu begitu kita bisa

menemukannya. Ibunya berkata ia menginap di tempat

seorang sepupu di pesisir selama beberapa minggu.

Mereka berempat masuk ke dalam mobil Chief

Reynolds, Jupe mengambil tempat duduk di depan. Chief

akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin tahunya melihat

Jupe meletakkan ransel di antara kedua kakinya. Setelah

sekian lama bekerja sama, Sam Reynolds telah terbiasa

dengan kejutan-kejutan dari Jupiter Jones.

"Baiklah, sudah cukup berahasia, apa itu di dalam

ransel, Jones?"

Jupe tersenyum. "Kumpulan intrumen dan peralatan

yang boleh jadi akan terbukti sebagai faktor yang

menguntungkan dalam tugas pengintaian kami."

"Maksudnya, barang-barang yang mungkin berguna

nanti," kata Pete menyeringai.

"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi

pada intinya benar, Dua," jawab Jupiter. Ia mulai

membagi-bagikan isi ranselnya. "Walkie-talkie kita, bisa

digunakan sampai sejauh empat blok. Senter, kapur, tiga

set teropong, tiga botol soda jeruk, dan biskuit coklat

Bibi Mathilda yang telah ternama di seluruh dunia! Kita

tidak pernah tahu berapa lama pengintaian akan ber-

langsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan besar.

"Serahkan pada Jupe untuk berkemas!" Bob tertawa.

Chief menghela nafas, lalu berubah serius. "Sudahkah

kalian bertiga mendapat izin dari orang-tua masing-

masing?"

Mereka mengangguk penuh semangat.

"Baiklah kalau demikian. Mari kita menangkap pen-

curi!"

***

Sejam kemudian Trio Detektif telah berada di tempat

pengintaian masing-masing, sesuai petunjuk Chief.

Jupiter berjongkok di dalam bayang-bayang di pagar

rumah seberang Pearl's Bakery bersama seorang polisi

berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok dari

situ, Bob duduk di jok depan sebuah mobil polisi tak

bertanda bersama Chief Reynolds. Kaca-kaca jendela

mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak mungkin

melihat ke dalam tanpa menempelkan muka di kaca.

Pete, yang paling cekatan, menggigil di atap Green's

Hardware Store bersama Haines, yang nampak sangat

kesal. Meskipun saat itu musim panas, di daerah pesisir

malam dapat menjadi sangat dingin, terutama ketika

berkabut. Dan kini, hampir pukul sembilan dan matahari

tinggal sesaat lagi terbenam, Pete harus menaikkan

kerahnya, menutupi telinga.

Penyelidik Kedua dengan waspada mengamat-amati

jalan di depan toko peralatan itu. Ia merasa kabut telah

menjadi jauh lebih tebal dalam sejam terakhir. Bahkan

jalan raya, yang biasanya penuh dengan remaja pada

Jumat malam, nampak lengang. Setiap beberapa saat ada

mobil yang lewat, lampu depannya bercahaya bagaikan

kunang-kunang pada waktu malam. Pete merasa sial

sekali harus berpasangan dengan Haines namun memutus-

kan untuk mengurangi kebosanan dengan bercakap-cakap

dengan polisi galak itu.

"Kabut semakin tebal. Anda pikir kita bisa melihat apa

yang terjadi dari atas sini?"

"Diam, Anak Kecil," Haines meludah dengan kesal.

"Huh," gumam Pete. Ia kembali mengarahkan

pandangan ke jalan yang berkabut dan memutuskan untuk

mencoba walkie-talkie-nya. Walkie-talkie itu adalah salah

satu hasil karya Jupiter sejak mereka memulai Trio

Detektif. Terdiri dari alat penerima dan pengirim, walkie-

talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat

pinggang khusus yang mereka kenakan.

"Penyelidik Pertama, masuk," Pete berbisik.

"Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."

Sejenak terdengar bunyi sinyal statis dan kemudian

suara Jupe, pelan namun jelas.

"Pertama di sini. Ada apa, Dua? Ganti."

"Biasa saja," kata Pete. "Hanya berusaha mencari

teman mengobrol yang tidak benci anak-anak." Ia men-

julurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi di jalan

lagi. "Kabut sangat tebal di sini. Aku hampir tidak dapat

melihat jalan! Apakah kau bisa melihat sesuatu di bawah

sana? Ganti."

"Negatif," jawab Jupe. "Sepertinya ini adalah malam

paling buruk untuk mengintai. Kabut ini seperti sup

kacang saja. Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama

memberikan aba-aba.

"Dan jaga badanmu agar tetap hangat!" Suara Bob

terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti dan selesai."

"Lucu sekali, Data!" kata Pete sinis. "Akan kuganti dan

kuselesaikan engkau!"

Pete menyimpan kembali walkie-talkie-nya dan ber-

usaha menemukan tempat duduk yang paling nyaman,

bersiap-siap menghadapi malam yang panjang.

***

Waktu serasa berlalu kian lama kian lambat. Tubuh

Pete terasa pegal dan pikirannya seolah-olah sama

berkabutnya dengan malam itu. Satu-satunya yang terjadi

selama pengintaian itu adalah ke-datangan seorang anak

buah Chief Reynolds dengan dua cangkir kopi untuk Pete

dan Haines. Pete begitu senang akan adanya sesuatu yang

hangat di dalam perutnya sehingga mulutnya terbakar

karena menghabiskan isi cangkir itu sekaligus.

Pete bermimpi ia tersesat di dalam kabut di suatu

pantai. Gemuruh ombak berderu-deru kencang sekali di

telinganya. Sudut matanya menangkap sesosok bayang-

bayang yang menyelinap di tengah-tengah kabut tidak

jauh dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki di pasir.

Pete tergagap ketakutan dan mulai berlari di sepanjang

pantai tanpa bisa melihat apa-apa. Tapi seolah-olah

semakin cepat ia berlari, semakin dekat monster itu...

sampai akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di

pasir dan berteriak...

Pete terbangun tiba-tiba... teriakannya masih terasa

di bibirnya. Ia menarik nafas panjang ketika menyadari

bahwa semua itu hanya mimpi.

Mimpi! Itu artinya ia telah tertidur! Pete mengambil

resiko dengan menyalakan senter untuk melihat jam

tangan. Tengah malam! Pete panik ketika menyadari ia

telah tertidur selama lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan

marah-marah mendengar ia tertidur saat sedang meng-

intai bersama polisi!

Hal terakhir yang diingat Pete adalah saat Jupe me-

merintahkan mereka untuk tidak bercakap-cakap dengan

walkie-talkie, Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan ter-

jadi sebentar lagi. Kemudian seorang polisi datang mem-

bawakan secangkir kopi... dan ia tidak ingat apa-apa lagi

sampai kemudian bermimpi!

Pete merasa sekali itu otak Jupiter Jones yang begitu

cerdas salah. Ia meregangkan kakinya yang panjang dan

menguap. Sambil mengusap mata Pete memandang ke

bagian lain dari atap, tempat Haines berada, bersiap-siap

akan menerima pandangan marah polisi itu. Pete ter-

kejut.

Haines telah menghilang!

Pete melompat berdiri dan buru-buru memijat sendi-

sendinya yang kaku. Penyelidik Kedua bergegas

menyeberangi atap, jantungnya berdegup kencang sekali.

"Officer Haines?" bisiknya. "Officer Haines, di manakah

Anda?" Tidak ada jawaban. Pete berpikir keras. Mungkin-

kah Haines adalah pencuri yang mereka tunggu? Mungkin-

kah ia sengaja menunggu Pete tertidur lalu beraksi? Ia

tidak ingat kapan terakhir kali ia mendengar suara

Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan

walkie-talkie.

"Jupe! Jupe!" serunya. "Kau dengar? Jupe, masuk!"

***

Ketika Pete menyadari bahwa ia sendirian di atas

atap, Jupiter tiba-tiba menegakkan tubuhnya dalam

kegelapan di tempat ia mengintai bersama McDaniels.

Apakah ia mendengar sesuatu? Seperti bunyi logam

beradu dengan logam. Ia menyentuh pundak McDaniels.

"Anda dengar itu?"

McDaniels mengangguk dan menaruh jari di bibir. Ia

menunjuk ke arah pagar yang mereka sandari selama tiga

jam terakhir.

Jupiter mematikan walkie-talkie-nya, suara yang tidak

perlu, sekecil apapun, dapat membuat keberadaan

mereka diketahui. Ia menjauh dari pagar sejauh yang ia

berani. Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi

keberadaan mereka, ia tidak ingin posisi mereka

ketahuan dengan keluar ke cahaya suram lampu jalan.

Remaja gempal itu menahan nafas dan berusaha me-

nangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam senternya

erat-erat, berniat menggunakannya sebagai senjata bila

perlu.

Ketika Jupe telah yakin bahwa mereka tidak benar-

benar mendengar sesuatu, bunyi lembut itu kembali ter-

dengar.

Rambut Jupiter berdiri tegak.

Officer McDaniels mencabut pistol kecilnya dan meng-

arahkannya ke suatu tempat di pagar.

"Apakah sebaiknya kubutakan ia dengan senter?" bisik

Jupiter.

McDaniels menggeleng. "Kau akan ketahuan," bisiknya.

"Berdiri di belakangku!"

Jupiter melakukan yang disuruh. "Ada apa di balik

pagar?" bisiknya di telinga McDaniels. "Maksudku selain

pencuri itu?"

"Tangga menuju ke apartemen. Kita..." Mc Daniels

tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat pintu

pagar mulai bergerak pelan. Jupe mendengar bunyi

gerendel dibuka dan menatap dengan takut.

Pintu pagar perlahan membuka.

Sesosok gelap melangkah diam-diam.

"Berhenti!" bisik McDaniels tegas. "Jangan bergerak!"

"Santai! Ini hanya aku, Jensen!" Sosok gelap itu

berbisik, mengangkat kedua tangan. "Chief Reynolds

menyuruhku menggantikanmu!"

"Siapa?" McDaniels bertanya dengan curiga, pistolnya

tetap terarah ke sang penyusup.

"Jensen! Aku polisi!" bisik si orang tak dikenal. "Aku

salah satu polisi dari pesisir yang diminta Chief Reynolds

membantu dalam pengintaian ini! Carlson sedang meng-

gantikan Haines di atap!" bisiknya sambil menunjuk ke

seberang jalan.

McDaniels menyimpan pistolnya dan mengangkat alis.

Jupiter menyadari ia telah menahan nafas selama itu dan

menghembuskannya dengan lega. Dengan cahaya dari

lampu jalan ia kini dapat melihat sosok itu mengenakan

seragam hitam polisi dengan lencana berkilauan terkena

cahaya. Tempat itu terlalu gelap untuk dapat melihat

muka Officer Jensen dengan jelas namun Jupe melihat

lencananya dan suaranya terdengar tak asing.

"Sampai nanti, Kawan," McDaniels tersenyum. "Aku

akan mengambil kopi. Jangan tertidur!" Setelah berkata

demikian, polisi berbadan besar itu tanpa menimbulkan

suara menyelinap melalui pintu pagar dan menaiki

tangga. Jupiter mendengar gerendel terkunci. Ia ber-

paling ke arah sosok gelap Jensen.

"Sepertinya si pencuri takkan beraksi malam ini," kata

Jupe, meraih ke dalam ranselnya. "Anda mau kue? Kue

coklat legendaris buatan Bibi Mathilda-ku."

"Oh, sungguh menyenangkan," jawab Jensen, meng-

ambil sepotong kue dan mengunyahnya. "Terima kasih,

Nak. Rasanya seperti kue yang belum lama ini kumakan di

San Fransisco," ujar Jensen. "Seorang lelaki berjualan

dengan gerobak di China-town. Kue Chang, begitu nama-

nya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak, tentu

saja," tambahnya cepat-cepat.

"Benar-benar memanjakan indera perasa," kata

Jupiter setuju.

Jensen menatap ke arah kabut tebal. "Aku takkan

heran jika Chief menyudahinya sekarang," katanya. "Ter-

lalu berkabut. Aku akan menghubungi markas dan me-

minta mereka menelepon istriku. Aku bilang padanya aku

takkan pulang hingga pagi hari nanti. Tidak ada gunanya

membiarkan ia cemas semalaman." Jensen meraih walkie-

talkie besar yang tergantung di ikat pinggangnya.

Jupiter mengunyah sepotong kue dan kembali meng-

amati jalan dengan teropongnya. Samar-samar terdengar

bunyi klik yang diikuti dengan sinyal radio ketika Jensen

menyalakan pesawatnya.

Tiba-tiba keheningan malam terpecah oleh deringan

nyaring sebuah bel!

"Alarm keamanan!" seru Jupe.

"Kira-kira dari mana asalnya?" tanya Jensen.

Jupe menelusuri jalan yang tertutup kabut dengan

teropongnya. Secercah cahaya merah me-narik perhatian-

nya.

"Tempat permainan dingdong," seru Jupe mengatasi

kebisingan alarm. "The Mineshaft!" Ia berlari

menyeberangi jalan yang sepi. Jensen berada tepat di

belakangnya.

"Tepat di sebelah Green's Hardware!" seru Jupe.

"Mungkin Pete melihat sesuatu!"

Jupe, dengan potongannya yang gempal, segera saja

terlewati oleh Jensen.

"Mari kita berputar ke belakang!" seru Jensen.

"Mungkin kita bisa menangkap si pencuri saat ia berusaha

kabur!" Jupiter menimbang-nimbang dengan cepat dan

setuju. Mereka berlari di tengah kabut menuju belokan

terdekat dan memasuki sebuah lorong, bayang-bayang

mereka memanjang di depan mereka. Ketika mereka

berbelok, tiba-tiba kaki mereka saling tersandung dan

mereka berdua terjatuh ke trotoar yang keras. Jensen

duduk lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepala-

nya.

"Kau tak apa-apa, Nak?" tanyanya terguncang.

"Aku akan hidup," jawab Jupiter, memeriksa lututnya

yang terkelupas. Dering alarm pencuri itu begitu kuat

sehingga mereka harus berteriak-teriak meskipun mereka

duduk berdekatan. "Hanya beberapa luka kecil..." Jupe

berhenti tiba-tiba dan menarik nafas. "Lihat!" serunya,

menunjuk ke pintu belakang The Mineshaft. "Jendela

kecil di dekat tempat sampah itu terbuka!"

Mereka berdua melompat bangkit dan berlari men-

dekati jendela itu.

"Silakan, Nak, akan kuangkat kau!" Jensen menawar-

kan, merunduk dengan telapak tangan dan lututnya di

jalan. "Naiklah ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"

Dengan sedikit bersusah payah, Jupiter mengempiskan

perutnya dan memaksa tubuhnya masuk melalui ambang

jendela yang sempit. Dengan hati-hati ia mendorong

tubuhnya masuk, mengaturnya sedemikian rupa sehingga

ia bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe berpegangan pada

ambang jendela beberapa saat, firasatnya berusaha

memberitahunya sesuatu. Ada perasaan tidak enak bahwa

ada yang tidak beres dengan semuanya ini namun ia tidak

dapat menemukan apa yang salah. Akhirnya ia melupa-

kannya dan menjatuhkan diri ke lantai.

"Aku sudah di dalam!" serunya.

Tidak ada jawaban.

"Jensen?" Jupiter menunggu petugas polisi itu untuk

memanjat masuk melalu jendela yang baru saja di-

laluinya. "Jensen?" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak

enak ketika tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk

melalui jendela, jatuh di lantai dengan bunyi dentingan

logam.

Jupe pelan-pelan memungut tas yang berat itu dan

memeriksanya. Di bagian luar terdapat tulisan dengan

huruf-huruf besar: ROCKY BEACH FEDERAL BANK—TAS

DEPOSIT. Perlahan-lahan dibukanya tas itu, lalu di-

angkatnya sehingga terkena cahaya remang-remang yang

masuk melalui jendela, ada yang berkilauan di dalamnya.

Jupe terbelalak ketika akhirnya ia menyadari apa

yang sesungguhnya sedang terjadi... dan apa yang sejak

tadi berusaha diberitahukan oleh firasatnya.

Tas itu penuh berisi mata uang logam!

Remaja berwajah bulat itu dengan segera tahu bahwa

jika ia memeriksa ke dalam toko, ia akan menemukan

beberapa alat permainan telah dibobol, dan koin-koin di

dalamnya telah hilang.

Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun, sebuah

lampu yang terang menyorot ke matanya.

"Jangan bergerak, Nak!" suatu suara yang galak

terdengar mengatasi dering alarm. "Kau ditangkap!"

***

BAB V

TERTANGKAP BASAH

"Kau ditangkap!" seru Chief Reynolds penuh ketegasan.

Jupiter Jones berdiri diterangi cahaya terang dari

senter, mulutnya terbuka, cahaya yang terang membuat-

nya tidak dapat melihat apa-apa untuk beberapa saat. Ia

mengangkat tangan menutupi mukanya yang bulat dan

berusaha keluar dari sinar yang membutakan itu. Bob

muncul di samping Chief.

"Jupe!" serunya terkejut. "Apa yang kau lakukan di

sini?"

Chief akhirnya mengenali Jupiter. "Jones? Demi

Tuhan, apa yang terjadi?!" tanyanya.

Penyelidik Pertama yang biasanya selalu tenang—

sering kali menimbulkan kesan sombong pada orang-orang

yang tidak mengenalnya dengan baik—kembali kehilangan

kata-kata, dua kali dalam dua hari berturut-turut.

"Aku... aku masuk lewat… masuk lewat jendela.."

Saat itu ruangan belakang The Mineshaft telah di-

penuhi para petugas polisi anak buah Chief Reynolds.

Mereka menyebar di ruangan, menatap Jupe penuh ke-

curigaan.

"Mudah-mudahan kau punya penjelasan yang sangat

bagus, Anak Muda!" kata Chief tidak sabar.

Seorang polisi menemukan saklar dan lampu-lampu di

atas kepala mereka menyala. Terdengar dengungan pelan

ketika alarm dimatikan.

Jupiter menegakkan badan dan berdehem. Sudah

jelas ia telah ditipu mentah-mentah oleh Jensen si polisi

gadungan. Sekarang ia harus berpikir keras dan meng-

ulang rentetan kejadian yang berujung dengan ditemu-

kannya ia di dalam The Mineshaft—sendirian—dan me-

megang sebuah tas penuh uang!

"Semuanya bermula," ujarnya, "ketika Officer

McDaniels digantikan oleh Officer Jensen..."

"Jensen?" tukas Chief Reynolds. "Siapa itu, Jensen?"

Jupe nampak agak kesal karena dipotong. "Saya akan

sampai ke situ sebentar lagi," katanya. "Sekitar tengah

malam..." Jupe tidak sempat menyelesaikan penjelasan-

nya karena dipotong sekali lagi... kali ini oleh deringan

bel yang lain lagi.

"Alarm lain!" seru Bob, menarik lengan Jupe.

Seorang polisi datang berlari dari arah depan toko.

"Seseorang telah menyusup masuk ke toko minuman The

Vineyard, dua gedung dari sini!" katanya penuh semangat.

"Ia terjebak di dalam, kami telah menutup semua jalan

keluar!"

Chief Reynolds membenamkan topi polisinya dalam-

dalam di kepalanya dan berlari menuju pintu depan.

"Ayo!" perintahnya. "Kau juga, Jones!"

Jupiter tidak perlu disuruh dua kali. Ia dan Bob

berada tepat di belakang Chief ketika mereka berlari

masuk ke dalam kabut malam, menuju toko minuman The

Vineyard.

Mereka berhenti di depan pintu masuk dan bergegas

menempelkan muka ke kaca jendela, berusaha mengintip

ke dalam toko yang gelap. Chief Reynolds mengeluarkan

sekumpulan anak kunci, mencari kunci induk yang dapat

membuka semua toko di kota itu. Ia menemukannya dan

memasukkannya ke lubang kunci. Ketika alarm tiba-tiba

berhenti berbunyi, Chief berseru kepada pencuri yang

terjebak di dalam toko.

"Aku akan menyalakan lampu dan masuk! Jangan

bergerak! Berlututlah dengan tangan di belakang kepala!"

Chief meraih pentungannya dan mulai bergerak masuk

dengan penuh kewaspadaan. Ia berpaling ke arah Jupe

dan Bob dan berbisik, "Kalian berdua diam di sini!"

Bob dan Jupe memandang teman mereka itu masuk.

Mereka saling berpandangan dan tahu persis apa yang

sedang dipikirkan yang lain.

Mereka harus tahu siapa pencuri itu! "Jangan sampai

terlihat," bisik Jupe. Mereka berjingkat masuk melalui

pintu yang terbuka ketika lampu-lampu ruangan menyala.

Anak-anak bergerak diam-diam, melihat seutas tali

plastik tergantung dari lubang ventilasi di langit-langit..

suatu pemandangan yang mulai mereka kenal baik. Ketika

mereka melihat si pencuri yang berlutut di lantai, mereka

berseru serempak.

"Pete!"

Pete sedang berlutut dengan punggungnya ke arah

mereka, tangannya di atas kepala. Ia menoleh ke kiri dan

kanan, matanya terbelalak nyaris sebesar piring.

"Ini memang nampak seperti suatu pencurian namun

bukan!" erangnya. "Aku telah ditipu! Ditipu mentah-

mentah, Jupe! Sumpah!"

Chief Reynolds mengambil alih. "Geledah seluruh

toko!" ia memerintahkan anak buahnya. "Bediri, Pete, dan

beri tahu kami apa yang terjadi."

Pete berdiri dengan malu-malu dan terbatuk.

"Kejadiannya begini ...."

"Sebentar, Pete," potong Jupe. "Rasanya aku bisa

mengira-ngira apa yang telah terjadi." Ia berjalan

mondar-mandir secara dramatis selama beberapa detik,

mencubiti bibir bawahnya sambil berbikir keras. "Kau ada

di atap bersama Officer Haines, kemudian datanglah

seorang petugas polisi, seseorang yang belum pernah kau

temui sebelumnya..."

Seorang polisi menyentuh bahu Chief Reynolds,

memotong deduksi Jupe. "Sir, kami menemukan Haines,"

ujarnya pelan, "ia terikat di atas atap."

"Tepat seperti dugaanku," kata Jupiter mengumum-

kan.

"Memang ada seorang polisi, Jupe!" kata Pete meng-

konfirmasi. "Ia membawakan kopi panas untukku dan

Officer Haines. Hal berikutnya yang kuingat adalah aku

terbangun dua jam kemudian!"

"Kopi itu pasti telah dibubuhi obat tidur!" seru Bob.

"Sungguh berbahaya! Pete bisa saja terjatuh dari atap!"

Pete nampak seolah-olah baru saja melihat hantu... ia

tidak pernah berpikir akan kemungkinan bahwa ia bisa

saja jatuh dan cedera berat. Ia gemetar dan meneruskan

ceritanya. "Ketika aku terbangun, Haines telah hilang.

Aku mencarinya dan ketika tidak berhasil menemukan-

nya, aku memanggilmu melalui radio, Jupe." Pete me-

nunjukkan walkie-talkie-nya. Bob menatap alat itu dan

mengerutkan kening.

"Kau takkan bisa memanggil siapapun dengan radio

itu, Pete," kata Bob. "Lihat!" ia menunjuk ke bagian

belakang alat itu. "Baterainya hilang!"

"Pantas saja kalian tidak menjawab!" seru Pete. "Yah,

selanjutnya aku melompat ke atap sebelah dan kemudian

sebelahnya lagi, yaitu atap The Vineyard. Saat itulah aku

melihat jendela di atap terbuka dan seutas tali ter-

gantung masuk ke dalam toko. Karena kalian tidak men-

jawab melalui walkie-talkie dan Officer Haines tidak

kelihatan di mana-mana, aku memutuskan untuk ber-

usaha menangkap si pencuri sendirian," kata Pete.

"Sungguh berani, Pete," kata Chief Reynolds, "namun

juga sungguh berbahaya. Seharusnya kau berteriak saja

dari atap."

Pete menatap sepatunya. "Saya rasa saya tidak ber-

pikir jernih ketika itu," katanya. "Selanjutnya, aku turun

melalui tali itu dan begitu kakiku menyentuh lantai,

alarm berbunyi. Hampir saja aku terkena serangan

jantung!"

Chief nampak muram. "Sudah jelas yang kita hadapi

bukanlah pencuri biasa," ujarnya serius. "Seseorang ber-

usaha keras menjatuhkan nama baik kalian, Anak-anak...

dan situasi mulai berbahaya!" Ia menatap Penyelidik

Pertama yang gempal dengan tajam. "Mulai sekarang aku

ingin kalian tinggal di rumah saja. Ini sudah menjadi

urusan polisi sekarang!"

Jupe nampak murung. Lebih dari apapun ia benci

menyerah di tengah-tengah sebuah misteri. "Tapi,

Chief..."

"Tidak ada tapi, Jupiter Jones," kata Chief tegas. "Kau

tidak boleh meninggalkan rumah, mengerti?"

Bob, Pete, dan Jupiter mengumpulkan peralatan

mereka dan keluar memasuki kabut malam, berjalan kaki

menuju rumah masing-masing. Masing-masing berpikir

bahwa akhirnya mereka mengalami kekalahan pertama

sebagai detektif.

Selama itu sebuah sedan hitam diam-diam mem-

buntuti anak-anak itu, seperti bayang-bayang seekor

pemangsa.

***

BAB VI

JUPE CURIGA

Hari berikutnya anak-anak itu berkumpul di Jones Salvage

Yard. Bob dan Pete duduk di sekeliling meja besar di

dalam markas, wajah mereka muram. Bob membolak-

balik halaman sebuah majalah tanpa tujuan tertentu

sementara Pete duduk bertopang dagu.

Tiba-tiba kepala Jupe muncul dari Lorong Dua. Ia ter-

senyum ceria.

"Mengapa kau begitu gembira?" tanya Bob curiga.

"Pasti Bibi Mathilda telah membuat panekuk untuk

sarapan," kata Pete, berusaha tertawa.

"Bibi Mathilda," kata Jupe, "memang telah membuat

panekuknya yang telah terkenal di seluruh dunia untuk

sarapan… tapi bukan itu yang membuatku gembira,"

katanya dengan misterius.

Bob menyingkirkan majalah yang sedari tadi dibolak-

baliknya. "Kita baru saja menemui kasus pertama kita

yang tak terpecahkan dan kau bersikap seolah-olah tidak

terjadi apa-apa," katanya. "Ada apa?"

Jupe hanya setengah mendengarkan. Ia sibuk di

bagian belakang karavan, mencari sesuatu di salah satu

lemari kecil yang ada di markas.

"Aha!" serunya. "Ini dia!" Ia mengeluarkan alat pen-

jejak yang dulu dibuatnya untuk sebuah kasus. Kotak

logam kecil itu setiap beberapa saat meneteskan suatu

cairan. Jika ditempelkan pada sebuah kendaraan dengan

magnet kuat yang terdapat di baliknya, anak-anak tinggal

mengikuti jejak cairan tersebut. "Kasus ini jauh dari 'tak

terpecahkan'!" kata Jupe. "Bahkan kita mungkin lebih

dekat ke pemecahannya daripada yang kita kira!"

"Apa?!" seru Bob dan Pete. "Chief Reynolds bilang kita

tidak boleh ikut campur lagi!"

"Tidak tepat," kata Jupe dengan senyum simpul di

mukanya yang tembam. "Ia bilang 'tinggal di rumah',

secara spesifiknya AKU tinggal di rumah!" kata Jupe

penuh kemenangan. "Ia tidak pernah bilang bahwa kalian

berdua harus tinggal di rumah... dan ia sama sekali tidak

pernah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur!"

Bob dan Pete tahu dari pengalaman bahwa berdebat

dengan Jupiter tentang sesuatu yang menyangkut daya

ingat tidak ada gunanya. Daya ingat Jupe sangat hebat, ia

dapat mengingat apa yang dikatakan orang-orang, kata

per kata, dan dapat mengulanginya kapan pun perlu.

Bob dan Pete duduk tegak dengan bersemangat. "Apa

yang ada di pikiranmu, Pertama?" tanya Bob.

"Aku sedang berbaring di ranjang semalam," kata Jupe

antusias, "memikirkan kasus kita ketika aku menyadari

bahwa ada satu orang di Rocky Beach yang akan mem-

peroleh keuntungan besar dengan mencemarkan nama

baik kita. Bahkan orang ini akan memiliki kesempatan

untuk mendapatkan lima ratus dolar, tepatnya!"

"Aku tidak mengerti," kata Pete.

Bob berpikir sejenak, lalu menjentikkan jarinya penuh

semangat. "Maksud Jupe Leo Magellan, ahli sejarah

kesenian yang bersama kita akan berbagi uang hadiah

dari Klub Rotary!" seru Bob. "Tentu saja! Mengapa tidak

terpikir olehku sebelumnya?"

"Tidak terpikir olehku juga, Bob, sampai tadi malam,"

jawab Jupe. "Seharusnya aku sudah harus menarik

kesimpulan ini sejak awal," katanya, menyesali dirinya

yang telah melewatkan sesuatu yang jelas.

Pete merasa akhirnya ia mengerti. "Jadi Magellan

memfitnah kita dengan pencurian-pencurian itu, ber-

harap dapat mencemarkan nama baik kita sehingga ia

akan mengantungi seluruh seribu dolar hadiah itu, benar

bukan?"

"Tepat sekali, Pete," ujar Jupiter. "Dan sekarang

kalian berdua akan mengunjungi Museum Kesenian dan

Ilmu Pengetahuan Rocky Beach. Salah satu dari kalian

akan menanyai Mr. Magellan sementara yang lainnya

mengamati dari jauh untuk melihat apa yang terjadi ...

dan kemudian membuntutinya seandainya ia pergi setelah

ditanyai."

Bob menimbang-nimbang. "Menurutmu dia akan gugup

dengan pertanyaan kita dan kelepasan bicara, Jupe?"

"Benar. Dan jika ia kelepasan, kita akan merekamnya

di kaset!" Jupe mengeluarkan sebuah alat perekam kecil

dari dalam laci di salah satu dari banyak lemari yang ber-

jajar di salah satu dinding markas. "Nyalakan ini, Data,

saat kau bicara dengannya. Aku berharap ia akan cukup

marah atau, lebih mungkin, cukup arogan karena kita

hanya anak-anak, dan kelepasan," kata Jupe menerang-

kan. "Maka kita akan punya cukup bukti untuk mem-

bersihkan nama kita!"

Pete nampak ragu-ragu. "Kedengarannya bagus, Jupe,

tapi bagaimana jika Magellan tidak mau bicara apa-apa?

Semua orang tahu ia benci anak-anak. Bahkan ia mungkin

saja tidak memberi kita kesempatan sama sekali untuk

bicara!"

"Menurut perasaanku, hanya dengan melihat kalian

saja ia akan merasa ketakutan," kata Jupiter. "Salah satu

dari kalian harus membuatnya bicara. Kita hanya akan

menggunakan alat penjejak sebagai alternatif terakhir.

Ingat, Chief Reynolds tidak ingin kita terlibat lebih jauh!"

"Apakah sebaiknya kami pergi sekarang?" tanya Bob.

"Jangan. Kita tunggu sampai menjelang waktu tutup

museum sehingga kalian berdua dapat melihat ke mana ia

pergi jika perlu," jawab Jupe.

"Baiklah," kata Bob. "Aku hendak pulang untuk be-

berapa jam kalau begitu. Aku berjanji pada ayahku untuk

membantu membersihkan garasi hari ini."

"Baik," kata Jupe. "Sementara itu Pete dan aku dapat

bekerja untuk Bibi Mathilda... ia sudah berulang kali

mengeluhkan tumpukan besar kayu di pojok pangkalan.

Pasti ia akan terkejut jika kita mengerjakannya tanpa di-

suruh."

"Setelah makan siang dengan roti ham, kentang

goreng, kue-kue, dan limun, tentu saja," kata Pete

menyeringai.

"Tentu saja," kata Jupe setuju, menjilat bibirnya.

Ketiga anak itu berebut keluar dari karavan dengan

perut keroncongan.

***

BAB VII

LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK

Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali

ke Jones Salvage Yard. Dengan gesit ia meloncat turun

dari sepedanya dan mencungkil sebuah mata kayu yang

terdapat pada salah satu papan pagar. Ia memasukkan

jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas yang membuka

Gerbang Hijau Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok

pangkalan. Pete dan Jupe sudah berada di sana.

"Siap berangkat?" tanya Bob.

"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara

dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob lebih baik daripada

aku dalam hal-hal seperti ini!"

Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke

dalam alat perekam kecil. "Suatu latihan yang bagus,

Dua," katanya, "pokoknya kau ingat saja untuk berdiri

tegak, bicara dengan lambat dan jelas, dan bersikap

seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam ini."

"Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya?" seru

Pete, mengusap rambutnya dengan gugup.

Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir

selama beberapa saat, memikirkan apa yang akan di-

katakannya jika ia berada dalam situasi itu. Akhirnya ia

menganggukkan kepala.

"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian

di daerah Rocky Beach... apakah Anda sebagai seorang

direktur museum khawatir karenanya, Mr. Magellan?'...

lalu lihat apa reaksinya. Lanjutkan dengan pertanyaan-

pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang terjadi," Jupe

menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi—dugaanku—

dengan penuh emosi, kita akan punya cukup bahan di

dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus ini sebelum

matahari terbenam!"

"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat

tugas yang gampang!" Pete menggerutu.

"Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas

yang kotor," Bob tertawa sambil mendorong sepedanya

keluar melalui jalan rahasia yang sama. "Sekarang, mari

kita pergi!"

"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi

sesuatu," seru Jupe.

Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh

sepeda mereka menuju museum kesenian. Mereka baru

beberapa blok dari pangkalan ketika Bob menoleh ke arah

Pete dengan raut wajah serius.

"Ada apa?" tanya Pete.

"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi sepertinya ada

yang membuntuti kita!"

"Mana?" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar dari

Jupe bahwa sebagai seorang detektif mereka tidak boleh

menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang

membuntuti... itu sama saja memberi tahu yang

membuntuti bahwa mereka tahu. Ia menunggu Bob

memastikan kecurigaannya.

"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang

kita," kata Bob. "Aku menyadarinya ketika kita meninggal-

kan pangkalan tadi."

"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis?"

Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil

rekaan Jupe untuk menghadapi situasi semacam ini. Pete

menghentikan sepedanya dan meloncat turun sementara

Bob berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete

memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya

beberapa kali, memeriksanya dengan seksama, memberi

kesempatan kepada Bob untuk melihat dengan jelas

mobil hitam yang misterius itu.

"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia berbelok di

persimpangan. Marilah berharap ini hanya kebetulan."

***

Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di

sebuah jalan dengan pepohonan di tepinya. Pemandangan

dari jalan itu sungguh mengagumkan, sebuah bangunan

besar dari batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air

mancur yang sangat besar dengan dua malaikat terdapat

di depan museum. Spanduk-spanduk berbagai warna

mengumumkan pameran yang sedang berlangsung. Bob

sangat menyukai museum. Ia dan Jupe sering

mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada

kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih olahraga daripada

seni dan hanya berkunjung ke museum jika ada perlu.

Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau

menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat

menemukan sesuatu yang lebih membosankan daripada

sebuah museum!

Sambil berjalan mendekati anak tangga besar

berwarna putih yang menuju ke pintu depan, Bob berbisik

kepada Pete.

"Pete, lihat!"

Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo

Magellan berada di tempat parkir museum, sedang keluar

dari mobilnya.

Sebuah sedan hitam!

Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam

sakunya dan bergegas menuju pintu samping museum. Ia

nampak sangat kesal dan sambil berjalan ia bergumam

kepada dirinya sendiri.

"Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini?" tanya

Pete keras. "Apakah menurutmu itu mobil yang sama,

Data?"

Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."

"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah Pete.

Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan

mengeluarkan alat penjejak dari keranjang yang terdapat

di sepedanya. Pete memarkir sepedanya dan berjalan

menuju pintu depan museum. Pete berhenti di anak

tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob memberi

senyum yang menenangkan dan jempol teracung. Pete

menarik nafas panjang.

"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter," katanya

pada dirinya sendiri. Ia menekan tombol perekam pada

alat perekam yang dibawanya dan memasuki museum.

Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi

seperti sebuah kuburan. Tulang belulang seekor

Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas menatap Pete

dengan lapar sementara Penyelidik Kedua mencari Leo

Magellan. Remaja berbadan tinggi itu menelan ludah dan

berjalan dengan cepat. Ternyata ia tidak perlu bersusah

payah mencari direktur museum yang pemarah itu, ia

cukup mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di

lantai dua terdengar suara Magellan berseru marah

kepada seseorang, suaranya yang tinggi bergema di dalam

museum.

Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat

pada salah satu sisi tangga. Sambil mengusap keringat di

dahi, Pete meraihnya dan mulai menaiki tangga.

"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak yang

telah melakukannya! Dan kau menganggap dirimu petugas

keamanan!" Pete mengitari sebuah sudut dan melihat Leo

Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di hadapan

seorang lelaki dengan seragam dan rambut terpotong

pendek. Di pinggangnya ter-gantung sepucuk pistol.

Magellan adalah seorang lelaki yang sangat pendek

dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak

kepada si petugas keamanan yang mukanya memerah.

"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan

sesuatu yang lain untuk menjaga agar para perusak itu

tidak mendekati barang-barang yang dipamerkan! Untuk

apa kugaji kau?"

Pete mendengar si petugas keamanan meng-geramkan

suatu jawaban dengan marah. "Bukan waktu dinasku!

Jensen yang berada di lantai ini semalam!"

Jensen!

Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem

dan mendekati direktur museum yang sedang marah itu.

"Maaf, sir," Pete memulai.

"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap

dia!" seru Magellan. Petugas keamanan berbadan besar

itu mulai melangkah ke arah Pete.

"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan be-

berapa hal," katanya memohon.

"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan

kau segera pergi sebelum aku memanggil polisi," kata si

petugas keamanan. "Kecuali, tentu saja, jika kau datang

untuk mengaku."

"Apakah ada yang merusak benda-benda museum, sir?"

tanya Pete, berusaha bersikap sedewasa mungkin.

"Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan.

"Zaman sekarang anak-anak nakal akan melakukan apa-

pun demi kesenangan mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak

mengerti mengapa ada orang yang sampai hati meng-

gambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won

dengan cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak

biaya untuk memperbaikinya!" Magellan mengacungkan

jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak?" serunya,

matanya yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di

sini?"

Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak

suka arah pembicaraan ini. "Saya dengar se—seruan..."

katanya tergagap. "Saya perlu bi—bicara dengan Anda,

sir."

Museum direktur yang pemarah dan petugas

keamanan yang bertubuh besar itu mendekati Pete. Anak

itu tidak membuang waktu lagi. Pete berbalik dan duduk

di pegangan tangga yang terbuat dari oak dan meluncur

turun sejauh lima meter ke lantai satu. Kakinya sudah

mulai berlari sebelum menyentuh lantai.

Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar

Pete namun sementara itu Penyelidik Kedua yang atletis

itu telah berada di luar pintu dan berlari menuju

sepedanya.

"Bob!" panggilnya. "Data... di mana kau?" Tapi Bob

tidak nampak batang hidungnya. Pete bergegas menuju

tempat mereka memarkir sepeda.

Sepeda Bob hilang!

***

BAB VIII

TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA

Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan

ke arah sedan hitam milik Leo Magellan di tempat parkir.

Ia hendak menaruh alat penjejak. Kira-kira sepuluh meter

lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah tangan

membekap mulutnya dan sebuah suara kasar berbisik di

telinganya, "Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan

lehermu!"

Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah

sebuah van tua berwarna putih. Van itu dipenuhi karat,

pintu belakangnya terbuka seperti sebuah mulut yang

lapar hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun

lelaki itu terlalu kuat. Putus asa, Bob menghentakkan

dagunya ke atas dan menggigit tangan penyerangnya

sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob

berteriak sekuat-kuatnya.

"Tolong! Penculik! Tolong!"

Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya ter-

lalu cekatan dan meremas pergelangan tangan Bob

seperti penjepit. Bob meringis kesakitan.

Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun

rencana. Seperti biasa ia berusaha memikirkan apa yang

akan dilakukan Jupe jika berada dalam situasi yang sama.

Tanpa ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan berpura-

pura pingsan, ia melorot ke jalan. Diam-diam ia

menempelkan alat penjejak ke bemper van itu dan

mengaktifkannya. Ia dan Pete sering kali menggoda Jupe

karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali pula

harus berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.

Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkan-

nya dengan kasar ke bagian belakang van, Bob berusaha

mengintip wajah penyerangnya melalui kelopak matanya.

Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob

dapat melihat bahwa tubuhnya besar dan berotot.

Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di

dalam kegelapan di dalam van. Ia dapat merasakan

bahwa ia terbaring di atas terpal dan ada beberapa kotak

yang sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif

yang bertanggung jawab atas catatan dan riset itu ber-

gegas meraba-raba isi kotak-kotak itu, berusaha mencari

sesuatu untuk digunakan sebagai senjata atau alat

pencongkel pintu.

Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat

jejak yang ditinggalkannya dan menebak apa yang telah

terjadi. Tapi Bob segera menyadari bahwa Pete akan

mencari jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik.

Mungkinkah Pete mengetahui bahwa Bob telah

menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain? Ia

memaksakan dirinya untuk tenang. Jupe selalu mengata-

kan bahwa kehilangan akal sehat dalam situasi tertekan

adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan seseorang!

Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob

Andrews tidak asing lagi terhadap bahaya. Ini bukanlah

kali pertama ia terjebak. Sebelum ini ia selalu berhasil

keluar dari situasi bahaya dan ia akan keluar dari yang

saat ini dihadapinya pula... seandainya saja ia bisa tetap

tenang.

Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali

mencari-cari dengan sikap yang berbeda. Tangannya

menemukan suatu alat yang terasa seperti sebuah kunci

pas besar. Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika penjahat

itu membuka pintu, ia akan mendapatkan kejutan besar!

Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar

kencang. Mobil itu terasa mendaki, kembali ke posisi

rata, dan berhenti. Bob mendengar pintu terbuka dan

tertutup kembali, kemudian langkah-langkah menuju

pintu belakang van. Ia menggenggam senjatanya erat-

erat dan bersiap untuk bertempur!

Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang

menimpa mata Bob ketika ia mengayunkan senjatanya

sambil keluar.

Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat

bahwa penculiknya mempunyai refleks secepat kilat dan

menguasai suatu ilmu bela diri.

Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun

dengan tangan kosong dan merampasnya dari genggaman

Bob hampir-hampir tanpa usaha. Kemudian kakinya

terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh

berdebam, nafasnya serasa terputus.

Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari

sesuatu. Orang ini sangat kecil. Orang yang menculiknya

bertubuh besar dan berotot. Pasti ini rekannya!

Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat

bahwa ia berada di sebuah garasi di depan sebuah gudang

yang terbengkalai. Cahaya matahari lenyap ketika pintu

garasi yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia bertubuh

kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di hadapannya. Lelaki

itu mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji,

menampakkan gigi-gigi yang kuning dan tidak rata.

"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya

dengan bahasa Inggris yang buruk. "Kini kita menunggu

laba-laba untuk kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam

dan mendorong Bob melalui suatu koridor ke sebuah

ruangan kecil dengan tulisan "Kantor" di pintunya.

Ruangan itu benar-benar kosong.

Si pria Asia menggenggam pundak Bob, membuatnya

berhenti. Tanpa berkata-kata ia meletakkan sebuah

kaleng cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan

cepat menariknya kembali. Bob lalu didorong masuk

dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu terbanting ter-

tutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir

untuk menyadari mengapa si pria Asia memberinya

sebuah kaleng cat semprot dan mengambilnya lagi.

Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan cat

semprot. Tepatnya, tanda tanya! Dan kini sidik jarinya

ada di kaleng cat!

Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang

dihadapinya dan tanpa membuang waktu lagi mulai

memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan itu

menjulang ke langit-langit setinggi lima meter. Satu-

satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai, di luar

jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa

retakan. Sepertinya tiada harapan bagi Bob dan ia

terduduk di lantai, merasa kalah.

***

BAB IX

PETE SANG PENYELAMAT

Sepertinya sudah berhari-hari sejak Bob didorong masuk

ke van di tempat parkir museum namun dengan melihat

ke arlojinya Bob tahu bahwa hanya beberapa jam telah

berlalu. Tetap saja harapannya memudar secepat ter-

benamnya matahari merah di garis cakrawala. Kira-kira

sejam lagi hari akan gelap... suatu pikiran yang membuat

jantung Bob berdebar kencang.

Di mana Pete? Apakah dia belum juga sadar bahwa

alat penjejak tertempel pada mobil yang berbeda?

Tentulah ia akan kembali ke markas dan melapor kepada

Jupe. Jupe lalu akan kembali ke tempat kejadian dan

dengan cepat mengetahui apa yang telah terjadi!

Bob bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir di

ruangan kecil itu. Sekonyong-konyong harapannya timbul

kembali. Ia mendengar sesuatu di luar jendela. Ia

menahan nafas dan menunggu suara itu terdengar

kembali.

Terdengar lagi! Suara logam berdenting diikuti se-

suatu yang bergeser pada suatu logam. Bob menjauhi

dinding dan melihat ke atas ke arah jendela.

Sebuah bayang-bayang wajah muncul di bagian luar

kaca jendela yang buram. Bob menghembuskan nafas

lega. Pete mengintip melalui jendela! Penyelidik Kedua

menyeringai ke arah Bob lalu mem-beri isyarat agar anak

itu tidak bersuara sementara ia berusaha membuka daun

jendela yang berkarat. Jendela itu akhirnya terbuka, ber-

derit seolah-oleh memprotes. Bob menatap pintu dengan

panik, lalu berpaling kembali ke arah Pete.

"Kau ada tali?" bisik Bob.

Pete menggelengkan kepala. "Lempar kemejamu ke

sini!" bisiknya. Bob bergegas membuka kemejanya dan

melemparkannya ke Pete, yang kemudian menghilang

selama beberapa saat yang serasa berabad-abad.

Sementara menunggu Pete muncul kembali, Bob

mendengar suara lain. Suara pintu garasi yang besar ter-

buka. Penculiknya telah kembali!

"Pete!" bisiknya. "Pete, cepat!"

Kemudian Bob mendengar suara langkah. "Ada yang

datang!" desisnya. Langkah-langkah itu semakin dekat...

di mana Pete? Tepat pada saat itu kepala Pete muncul

kembali di jendela. Ia telah merobek kemeja Bob dan

kemejanya sendiri menjadi beberapa helai kain

memanjang dan mengikat potongan-potongan itu menjadi

semacam tali. Ia melemparkan tali itu melalui jendela

dan Bob menangkapnya tepat pada saat pintu ruangan itu

terbuka!

"Oh, kupu-kupu mengepakkan sayapnya, eh?" kata si

orang Asia. Lelaki pendek itu menyerbu masuk sementara

Pete menarik tali itu. Lelaki itu menangkap kaki Bob tapi

tidak berhasil menahannya karena Bob menendang-

nendang dengan liar sambil memanjat.

Ketika Bob memanjat keluar melalui ambang jendela,

ia melihat bahwa Pete telah menumpukkan beberapa

drum minyak sehingga ia dapat mencapai jendela. Ia

menjejakkan kaki di atas drum itu dan memandang ke

dalam ruangan. Si pria Asia telah menggenggam tali itu

dan mulai memanjat. Ketika ia telah dekat dengan

jendela, Pete melepaskan tali dan meloncat turun.

Terdengar suara berdebam dengan jatuhnya lelaki Asia

itu ke lantai.

Pete mendarat di tengah kepulan debu, diikuti oleh

Bob.

"Ahhh!" seru Bob.

Rasa nyeri merambati kaki kanannya, membuat Bob

menahan nafas. Beberapa waktu yang lalu Bob pernah

dengan bodohnya mencoba memanjat tebing di dekat

Rocky Beach seorang diri. Ia terjatuh dan kakinya patah

di tempat yang tak terhitung banyaknya—demikian

menurut Dokter Alvarez. Sejak saat itu ia terpaksa

menggunakan penopang sampai kakinya cukup kuat untuk

dipakai berjalan lagi. Meskipun sudah berbulan-bulan ia

tidak lagi mengenakan penopang itu, nampaknya Bob

telah membebani bekas patahan di kakinya terlalu berat

ketika ia meloncat dari atas drum. Pete berlari mendekat

dan dengan tangannya menopang Bob.

"Kau tak apa-apa?" tanyanya sambil memandang ke

arah jendela. "Bisa berjalan?"

Bob menggertakkan giginya. "Yah, tapi tidak jauh-

jauh."

"Sepedaku kusembunyikan di semak-semak tidak

terlalu jauh dari sini. Kira-kira kau bisa mencapainya?"

Bob nampak membulatkan tekad. "Kita coba saja!"

katanya keras kepala.

Pete tersenyum dan membantu temannya tertatih-

tatih secepat yang ia bisa ke sepedanya, selama ini terus-

menerus memandang ke belakang untuk melihat kalau si

pria Asia mengejar mereka. Ketika mereka tiba di tempat

sepeda Pete, ia menyuruh Bob duduk di setang sementara

ia mengayuh secepat-cepatnya menuju Jones Salvage

Yard.

"Bagaimana kau menemukanku?" tanya Bob lega.

"Apakah kau mengikuti jejak dari alat penjejak?"

Pete menceritakan bagaimana ia nyaris tidak ber-hasil

kabur dari Leo Magellan dan si petugas keamanan. "Aku

tidak bisa kembali ke museum sampai mereka pergi!"

katanya. "Ketika aku kembali, aku tidak melihat jejak

dari tempat mobil Magellan diparkir tadi. Aku tahu kau

takkan pergi tanpa alasan jelas, jadi aku mengikuti

firasatku, mencari-cari di sekeliling tempat parkir hingga

kutemukan jejak itu. Kuikuti sampai kemari. Kau

beruntung, aku langsung menemukanmu pada jendela

pertama!"

"Wah, pekerjaan yang bagus, Pete!" kata Bob kagum.

"Tunggu sampai kita telah kembali ke pangkalan dan ber-

cerita kepada Jupe tentang petualangan yang dilewatkan-

nya sementara ia menunggui telepon!"

Matahari sedang terbenam ketika Pete mengayuh

sepedanya melewati gerbang besi besar di pangkalan.

Konrad menyuruh mereka menuju bengkel Jupe, tempat

Jupe marah-marah sejak kepergian mereka.

"Jupe sedang kesal," kata Konrad memperingatkan.

"Sebaiknya hati-hati, jangan sebut-sebut tentang pekerja-

an," ia tersenyum. "Menurutnya tidak ada anak Amerika

yang bekerja lebih keras daripada dia."

Anak-anak itu tertawa dan bisa menebak apa yang

telah terjadi. Bibi Mathilda telah memojokkan Jupe dan

menyuruhnya mengerjakan salah satu proyeknya yang

tidak habis-habis, menumpuk, memilah-milah, mengatur,

dan memperbaiki barang bekas! Pete mengayuh

sepedanya menuju bengkel Jupe, Bob masih tetap duduk

di setang. Mereka menemukan teman mereka yang

gempal itu sedang duduk dengan muram di sebuah kursi

lipat, memandangi lampu khusus di atas mesin cetak yang

akan menyala jika ada yang menelepon ke markas.

Jupe mengangkat mukanya ketika melihat teman-

temannya datang dan segera menyadari bahwa Bob ter-

pincang-pincang. Rasa cemas merambati wajahnya. "Kau

cedera! Apa yang terjadi? Ada masalah?"

"Bisa dibilang demikian," kata Pete.

"Sementara kau terjebak di sini, bekerja setengah

mati untuk Bibi Mathilda, kami menemukan kepingan baru

untuk teka-teki ini," kata Bob bercanda. "Seandainya saja

Bibi Mathilda dan Paman Titus menyuruhmu bekerja lagi

besok, Pete dan aku pasti sudah berhasil memecahkan

kasus ini!"

Tapi Jupe nampak sangat serius. "Kau mencederai

kembali kakimu, Data. Kita harus membawamu ke rumah

sakit dengan segera!"

Bob terpaksa setuju. Ia sangat ingin memberi tahu

Jupe tentang hari menarik yang mereka lalui namun ia

harus mengakui bahwa kakinya benar-benar sakit.

"Sepertinya kau benar," ia mengangkat bahu. "Tapi kami

akan menceritakan apa yang terjadi selama di jalan."

"Setuju," kata Jupe. "Aku harus menelepon dari

markas, setelah itu akan kuminta Paman Titus meng-

antarkan kita ke rumah sakit. Sementara itu kau me-

nelepon orangtuamu dari rumah dan memberi tahu apa

yang terjadi."

Beberapa saat kemudian kedua anak itu telah

berdesak-desakan di dalam pick up pangkalan, Bob duduk

di pangkuan Pete. Jupe telah meminjami mereka dua

kemeja miliknya, kemeja-kemeja itu begitu besar se-

hingga kedua anak itu nampak kocak.

Tanpa merasa terganggu, mereka menceritakan

petualangan mereka hari itu kepada Jupe, memastikan

mereka tidak melupakan fakta bahwa ada seseorang ber-

nama Jensen yang bekerja di museum dan bahwa be-

berapa jambangan dari Dinasti Won telah dicemari

dengan tanda tanya.

"Dan kau yakin bahwa orang yang menculikmu

bukanlah orang yang mengeluarkanmu dari van?" tanya

Jupe.

"Positif," jawab Bob. "Penculikku berbadan besar,

sangat kuat. Yang mengeluarkanku bertubuh kecil dan

pendek, orang Asia. Jelas bukan orang yang sama."

Jupe nampak hanyut dalam pikiran ketika Konrad

memarkir kendaraan di depan pintu rumah sakit. "Kita

telah tiba," kata Konrad. "Akan kugendong Bob ke dalam."

"Tidak perlu, Konrad, tidak separah itu," protes Bob.

"Tidak, Bob, kau tidak boleh berjalan. Kugendong kau

sekarang," kata lelaki Bavaria bertubuh besar itu dengan

tegas.

Ketika anak-anak itu memanjat keluar, mereka

melihat sebuah sedan abu-abu berhenti di samping pick

up. Yang datang adalah Worthington, supir pribadi anak-

anak. Beberapa waktu yang lalu Jupiter telah memenang-

kan hak menggunakan sebuah Rolls-Royce bersepuh emas

dari Rent-'n-Ride Auto Rental Company dalam sebuah

kontes yang mereka sponsori. Termasuk dalam hadiah itu

adalah seorang supir cakap berkebangsaan Inggris ber-

nama Worthington. Selama beberapa kasus yang mereka

tangani, Worthington menyukai ikut serta dalam

penyelidikan anak-anak itu dan kini menganggap dirinya

penyelidik keempat tidak resmi. Supir Inggris bertubuh

langsing itu bergegas menggabungkan diri.

"Master Andrews, Anda cedera!" serunya.

"Tidak parah, Worthington," kata Bob. "Hanya salah

mendarat dan terlalu membebani kakiku."

"Biarlah Dokter Alvarez yang menilainya," kata

Worthington serius. Mereka masuk ke lobi tempat Dokter

Alvarez dan orangtua Bob telah menunggu.

Sementara Konrad menggendong Bob untuk tes sinar

X, Jupiter mengusap rambutnya dan menggeleng-geleng

dengan kesal. "Aku merasa bertanggung jawab atas

cederanya Bob," katanya. "Seharusnya aku saja yang pergi

dan Bob menunggui telepon."

"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu, Pertama," kata

Pete. "Sudah berapa kali kita menghadapi situasi yang

tidak mengenakkan ketika menangani kasus? Kau sendiri

pernah cedera, aku juga. Bob akan segera normal

kembali."

"Master Crenshaw benar sekali," kata Worthing-ton.

"Anda tidak sepatutnya merasa bersalah. Ada sebuah

kasus yang menyangkut reputasi Anda untuk dipecahkan,

kecuali saya benar-benar salah, Master Andrews pasti

ingin Anda melanjutkan penyelidikan."

"Kurasa kau benar," desah Jupe. "Tidak ada gunanya

menyesali yang telah terjadi. Kau menemukan sesuatu,

Worthington?"

"Menemukan?" tanya Pete. "Menemukan apa?"

"Kau dan Bob bukan satu-satunya yang menyelidik hari

ini. Ketika kalian berada di museum, aku menelepon be-

berapa orang, salah satunya Worthington, yang bersedia

membantu kita melakukan suatu penyelidikan. Baiklah,

Worthington, apa yang kau temukan?"

Worthington mengusap dagunya dan berdehem. "Saya

khawatir, Master Jones... sepertinya kesimpulan Anda

benar-benar salah!"

***

BAB X

JUPITER SALAH!

"Salah?!" seru Jupe. "Tapi aku sudah begitu yakin."

Worthington mengangkat bahu dan duduk di sofa

besar di ruang tunggu rumah sakit.

"Saya memanfaatkan keanggotaan saya pada Per-

kumpulan Seni Rocky Beach untuk mengecek daftar hadir

pada Malam Apresiasi Seni semalam di museum," kata

supir jangkung itu menjelaskan. "Leo Magellan ada di sana

dari pukul tujuh hingga lewat tengah malam menurut

daftar itu."

"Berarti ia tidak mungkin terlibat dalam pembobolan-

pembobolan yang terjadi! Dan aku telah demikian yakin

ia pasti terlibat," kata Jupe. "Kecuali jika daftar hadir itu

telah dimanipulasi ... Magellan bisa saja menyuruh sese-

orang memalsu tanda tangannya di buku tamu."

"Mungkin saja," kata Worthington. "Itulah sebabnya

saya berinisiatif mengajak beberapa orang anggota ber-

bincang-bincang untuk memeriksa kalau Mr. Magellan

benar-benar hadir dalam pertemuan itu. Ada banyak saksi

terpercaya yang dengan positif mengidentifikasikan ke-

hadirannya semalam."

"Dengan demikian Magellan si pemarah itu bersih,"

kata Pete, lega. "Sungguh lega aku tidak perlu berurusan

dengan sikap pemarahnya itu lagi! Tapi Jupe, kau bilang

kau menelepon beberapa orang, siapa lagi?"

"Chief Reynolds. Menurutnya mereka telah menemu-

kan Skinny Norris di pesisir... namun anak itu tidak mau

bicara. Katanya ia tahu hak-haknya dan tidak wajib

bicara tanpa kehadiran pengacaranya. Sayangnya dia

benar. Sekarang aku menghadapi jalan buntu dalam kasus

ini," Jupe mendesah.

"Kita masih punya kedua lelaki dengan van putih yang

menculik Bob," usul Pete. "Mereka mungkin saja bekerja

untuk Magellan."

Jupiter nampak bersemangat lagi ketika ia memikir-

kan hal itu beberapa saat. Kemudian ia memukulkan

telapak tangannya ke atas sebuah tumpukan majalah

dengan sikap berbeda. "Sejak semula aku merasa Leo

Magellan terlalu 'cocok' sebagai seorang tersangka ...

namun aku ceroboh dan tidak mendengarkan firasatku

itu; dan akibatnya kita hampir saja kehilangan Bob! Ini

tidak akan terulang lagi," kata Jupe serius.

"Jadi apa langkah kita selanjutnya, Pertama?" tanya

Pete.

"Menurutku besok kita harus mengunjungi gudang

tempat Bob disekap tadi. Kira-kira apakah kau bisa

mengingat jalan ke sana?"

"Tidak masalah," kata Pete. "Tapi aku akan menunggu

di markas saja sampai kau kembali. Pergi ke tempat itu

dua kali dalam dua hari bukanlah cara yang

menyenangkan untuk menghabiskan liburan musim panas-

ku. Terima kasih namun tidak, terima kasih!"

Jupiter Jones telah terbiasa dengan Penyelidik Kedua

berbicara seperti itu. Pete tidak pernah suka berhadapan

dengan bahaya namun pada akhirnya ia selalu setia

terhadap teman-temannya. "Mungkin kau bisa tinggal di

markas dan membantu di pangkalan," jawab Jupiter

lambat-lambat. "Tadi kudengar Bibi Mathilda berkata

kepada Konrad bahwa Paman Titus dan Hans akan meng-

ambil setruk penuh bak mandi besok. Bak mandi dengan

kaki berbentuk cakar."

"Hanya itu yang kuperlukan untuk meyakinkanku,"

seru Pete. "Aku akan pergi ke gudang itu pagi-pagi sekali!

Namun bagaimana dengan peringatan Chief Reynolds agar

kau tinggal di rumah, Jupe?" tanyanya.

"Aku tinggal di rumah seharian hari ini ... kau dan Bob

dapat bersumpah untukku," kata Jupe tersenyum. "Ia

tidak bilang berapa lama aku harus tinggal di rumah!"

Saat itu Bob masuk ke dalam ruangan dengan kursi

roda, kakinya terbalut rangka besar berwarna biru yang

berfungsi sebagai penopang sementara.

"Bagaimana keadaanmu, Bob?" tanya Jupiter, benar-

benar cemas akan temannya.

"Oh, aku akan baik-baik saja," kata Bob dengan

murung. "Hanya retak sedikit. Namun Dokter Alvarez

tidak mau mengambil resiko karena ini kaki yang sama.

Katanya aku harus memakai kembali penopangku yang

dulu. Sepertinya aku tidak bisa beraksi lagi dalam kasus

ini."

***

Keesokan harinya, pagi-pagi benar kedua detektif itu

telah tiba di tempat parkir museum. Begitu mereka tiba

di sana, Pete mengikuti kembali rute yang dilaluinya

ketika mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh alat yang

dipasang Bob pada van.

Mereka bersepeda beberapa mil sampai jauh di luar

kota Rocky Beach dan memasuki kawasan industri yang

terletak di antara Rocky Beach dan Santa Monica.

Meskipun Pete memiliki naluri yang tajam akan arah,

Jupe sudah mulai berpikir bahwa temannya telah tersesat

ketika tiba-tiba Pete menghentikan sepedanya.

"Itu dia!" serunya. Penyelidik Kedua menunjuk ke arah

sebuah bangunan besar berwarna putih be-berapa blok di

depan. Bangunan itu terbuat dari besi bergelombang dan

bagian luarnya sangat perlu dicat ulang.

"Paling tidak aku merasa itulah tempatnya. Mungkin

seharusnya kubuat sebuah tanda tanya di sana dengan

kapurku," kata Pete. "Aku terlalu berkonsentrasi untuk

bersepeda pulang, aku tidak dapat memastikannya. Dan

terus terang, aku tidak terlalu berminat untuk mendekat

dan memastikannya!"

Jupe menyipitkan matanya, mengamati keadaan

sekitar. Koran tua dan sampah beterbangan di jalan.

Tidak ada lalu lintas di kawasan itu, nampak seperti

sebuah kota hantu modern—suatu tempat persembunyian

yang sangat bagus untuk seorang penjahat.

"Kita cukup melihat apakah para penculik itu ada di

dalam," kata Jupiter menjelaskan. "Begitu kita tahu

mereka mendiami tempat itu, kita tinggal mencari

telepon umum dan menghubungi yang berwajib."

Namun mereka kurang beruntung. Ketika mereka

sampai di gudang yang terbengkalai itu dan menyelinap

hingga cukup dekat untuk mengintip, mereka dengan

segera melihat bahwa tempat itu kosong. Jupe me-

merintahkan untuk mencari petunjuk di sekitar tempat

itu. Mereka tidak menemukan apa-apa kecuali jejak ban

van menuju dan kemudian menjauhi bangunan itu, serta

cat semprot yang masih baru.

"Sepertinya kita kurang beruntung, Pertama," kata

Pete putus asa. Ia menendang sebutir kerikil dan me-

mandang Jupe penuh harap. Jika ada petunjuk di depan

mata, Jupiter sepertinya selalu dapat menemukannya

sementara Pete dan Bob menyerah.

"Sepertinya kau benar, Dua," kata Jupe setuju. "Kita

harus mencoba pendekatan yang lain besok. Ada sesuatu

tentang kasus ini yang menggangguku namun sampai

sekarang aku tidak tahu apa," katanya. "Bagaimanapun

juga, Malam Penghargaan tinggal dua hari lagi dan belum

ada yang memberi tahu bahwa kita tidak jadi diundang,

maka sebaiknya sekarang kita berkonsentrasi untuk acara

itu. Terus terang, Dua, aku benar-benar bingung!"

Pete menatap Jupe sambil mengangkat alis. Sungguh

jarang Jupiter Jones mengakui bahwa ia bingung!

***

BAB XI

JUPE MENARIK KESIMPULAN

Ketika Jupe tiba di rumah sore itu, ia berhenti untuk

memastikan bahwa pangkalan telah terkunci. Ia dapat

melihat samar-samar cahaya televisi dari pondok kecil

yang didiami oleh Hans dan Konrad dan dapat mendengar

suara kedua bersaudara itu tertawa terbahak-bahak

melalui sebuah jendela yang terbuka. Sambil tersenyum

Jupe menyeberang jalan menuju rumah kecil tempat

tinggalnya bersama paman dan bibinya.

Detektif gempal itu sedang tidak berselera dan hanya

makan sedikit, membuat paman dan bibinya heran. Se-

panjang malam rentetan kejadian minggu itu melintas di

kepalanya dan ia berusaha menarik kesimpulan dari

semua itu. Ia merasa yakin ada suatu pola di balik kasus

ini. Jika ia berusaha cukup keras seharusnya ia bisa

menemukannya.

Namun sementara matahari mulai tenggelam di kaki

langit, langit berubah abu-abu, dan bintang-bintang mulai

bercahaya, pola itu tetap ter-sembunyi. Setelah berulang

kali membalik badan di tempat tidur, Jupe akhirnya

tertidur dengan kasus Trio Penyamar di dalam benaknya.

***

Jupe tahu hari pasti telah pagi. Sebelum membuka

mata, ia telah dapat mencium harum sarapan daging dan

telur yang sedang disiapkan Bibi Mathilda di dapur di

bawah. Ia berbaring di ranjang dan mengusap-usap mata-

nya, berusaha mengingat mimpi yang dialaminya sebelum

terbangun.

Di dalam mimpi itu Bob berada dalam kesulitan, ia

terjebak di dalam sebuah peti mati dan berusaha

menyelipkan secarik kertas berisi pesan melalui sebuah

retakan di penutup peti supaya teman-temannya tidak

menguburnya hidup-hidup. Jupe mengerutkan kening atas

mimpi aneh itu dan turun dari ranjang, berniat mengisi

bahan bakar dengan sarapan yang lezat untuk memulai

hari yang baru... dan untuk menggantikan makan malam-

nya yang tidak seberapa.

Ia berhenti sekonyong-konyong.

Jupe berkedip dan berdiri di kaki ranjangnya, mulut-

nya terbuka.

Ia telah berhasil! Ia telah mendapatkan jawaban atas

teka-teki itu!

Sambil terburu-buru mengenakan pakaian, ia berlari

ke bawah dan meraih pesawat telepon.

"Demi Tuhan dan langit!" seru Bibi Mathilda. "Jangan

macam-macam sebelum kau mengisi perutmu, Jupiter

Jones! Kau akan mengkerut dan tertiup angin nanti kalau

tulang-tulangmu itu tidak segera kau beri daging!"

"Bolehkah aku menelepon dulu, Bibi Mathilda? Ini

mendesak sekali!" Jupe memohon.

Paman Titus memandang melalui bagian atas koran

dan bergumam kepada istrinya. "Permainan sedang ber-

langsung, Sayang. Biarlah anak ini menelepon dan aku

berani bertaruh uang lawan donat ia akan memakan

apapun yang kau hidangkan nanti."

Bibi Mathilda menggerutu dan kembali sibuk di dapur.

Jupe menyeringai ke arah pamannya dan mulai memutar

nomor telepon Pete.

***

Setengah jam kemudian anak-anak itu berkumpul di

rumah Bob, duduk di tepi ranjang teman mereka itu. Bob

duduk berganjal beberapa bantal, kakinya masih ter-

bungkus penopang.

"Kupikir karena kau sedang tidak dalam kondisi yang

menguntungkan, kita harus mengadakan rapat di rumah-

mu, Bob," Jupe menjelaskan.

"Jadi apa berita besarnya, Jupe?" kata Bob.

Mata Jupe berbinar-binar dan ia tersenyum-senyum

senang.

"Aku telah memecahkan kasus ini!" katanya meng-

umumkan. "Dan itu kulakukan dengan sedikit bantuan dari

Bob!"

"Oh ya?" kata Bob. "Apa yang kulakukan?"

"Bagaimana mungkin patahnya kaki Bob membantumu

memecahkan kasus ini, Jupe?" tanya Pete bingung.

"Bukan itu maksudku. Kejadiannya dalam mimpiku!"

seru Jupe. "Semalam aku bermimpi tentang Bob. Dalam

mimpiku itu ia terjebak di dalam sebuah peti yang sangat

gelap. Sepertinya sebuah peti mati. Ia berusaha memberi

tahu kita bahwa ia ada di dalam dengan menyelipkan

secarik kertas melalui sebuah retakan. Aku merasa ada

sesuatu yang sama sekali tak asing lagi dengan situasi

itu... dan ketika aku terbangun, aku tahu!"

"Kau tahu apa?" desak Pete.

Bob merasa mengerti. "Kejadian itu terasa tidak asing

bagimu karena sudah pernah terjadi!" serunya.

"Tepat!" kata Jupe. "Hanya saja Bob tidak ter-

perangkap di dalam sebuah peti mati, melainkan sebuah

peti penyimpan anggur! Ketika aku teringat akan mimpi

itu, semua potongan teka-teki seakan-akan terjatuh ke

tempatnya yang tepat! Toko roti yang dibobol itu adalah

Pearl's Bakery, Pearl... mutiara. Toko peralatan itu

adalah Green's... hijau. Tempat permainan itu adalah The

Mineshaft... lubang tambang. Toko minuman itu adalah

The Vineyard... kebun anggur. Si polisi gadungan ber-

nama Jensen... dan ia bahkan sempat menyebut

Chinatown dan nama Chang. Nah, sekarang apa yang

menghubungkan mutiara, hijau, lubang tambang, kebun

anggur, Chinatown, dan nama Jensen serta Chang?"

Pete segera paham. "Misteri Hantu Hijau!" jawabnya.

Namun kemudian ia menggelengkan kepala dan menatap

Bob dan Jupe dengan putus asa. "Namun kau harus

menjelaskannya kepadaku. Apa hubungannya salah satu

kasus lama kita dengan adanya seseorang yang berusaha

memfitnah kita?"

"Dua kata, Pete. Balas dendam!"

"Balas dendam? Maksudmu seseorang dari kasus lama

itu berusaha membalas kita?" seru Pete. "Menurutmu

siapa, Pertama?"

"Biar kutebak!" kata Bob. "Pasti Jupe menduga Mr.

Won ... lelaki Cina misterius yang mengaku berumur

seratus tujuh tahun! Ia hendak membalas dendam karena

kita menghancurkan Mutiara Hantu terakhir!"

"Mr. Won? Sebuah nama yang tak ingin kudengar lagi!"

desah Pete. "Satu kasus saja cukup untuk lelaki itu."

"Hampir, Bob, namun tidak tepat," kata Jupe dengan

dramatis.

"Bukan Mr. Won?" tanya Bob. "Lalu menurutmu siapa?"

"Memang semula kupikir juga Mr. Won... ingat,

jambangan-jambangan yang dirusak di museum berasal

dari Dinasti Won. Namun demikian hal itu terlalu

gampang dan balas dendam sepertinya bukan sifat Won.

Aku tak percaya ia mau bersusah payah demi tiga orang

anak dari Rocky Beach. Lagipula kita tidak menghancur-

kan kalung Mutiara Hantu dengan sengaja, hanya ke-

celakaan."

"Baiklah, jika bukan Won lalu siapa?" tanya Pete.

Jupe mengangkat bahu seolah-olah bagi Pete dan Bob

jawabannya sejelas baginya. "Menurut deduksiku, petugas

polisi yang menggunakan nama Jensen itu menggunakan

nama aslinya."

"Jensen!" seru Bob. "Mandor dari Verdant Valley. Balas

dendam sudah jelas merupakan sifatnya."

"Waduh!" kata Pete. "Ia tidak pernah tertangkap sejak

melarikan diri dari Hashknife Canyon. Tapi apa yang di-

lakukannya di sini di Rocky Beach? Dan mengapa setelah

selama ini?"

Jupiter mengeluarkan sebuah kantung kulit kecil dari

saku depannya dan menuangkan isinya di ranjang Bob.

"Itulah sebabnya aku mengumpulkan ini," katanya dengan

bangga. "Untuk menjebak Jensen dan menemukan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu!"

Pete dan Bob menatap isi kantung itu dengan mata

terbelalak. Di atas kasur Bob tergeletak setumpukan

mutiara berwarna abu-abu buram. Mutiara Hantu!

***

BAB XII

MEMBUAT PERANGKAP

"Wah! Mutiara Hantu!" Bob dan Pete berseru serempak.

"Di mana kau temukan, Jupe?"

Penyelidik Pertama yang gempal itu tidak dapat

menahan tawa. "Aku tidak menemukan mutiara-mutiara

ini, aku membuatnya."

"Membuat? Apa maksudmu?" tanya Pete.

Jupiter meraup segenggam mutiara dan memberikan-

nya kepada Bob dan Pete. "Ketika aku akhirnya bisa men-

duga siapa di balik semua ini, aku mulai menyusun

rencana, yang akan kubeberkan sebentar lagi. Langkah

pertama adalah menyiapkan beberapa Mutiara Hantu.

Kalian sama tahunya dengan aku bahwa Mutiara Hantu

terakhir telah hancur dalam gua di Verdant Valley. Maka

aku memutuskan untuk membuat beberapa butir tiruan-

nya. Jika kalian amati mutiara di tangan kalian, kalian

akan melihat bahwa itu hanyalah kerikil halus yang ku-

pungut di jalan masuk pangkalan dan kucat abu-abu.

Hasilnya cukup meyakinkan bukan?"

"Kau berhasil menipuku," kata Bob. "Tapi bagaimana

kita akan memanfaatkannya?"

"Koreksi," kata Jupe, "maksudmu, bagaimana Pete dan

aku akan memanfaatkannya."

"Oh ya," kata Bob muram. "Aku benar-benar tidak suka

tidak dapat ikut beraksi. Sepertinya Duet Detektif akan

menangani sisa kasus ini."

"Jangan khawatir, Bob," kata Jupe menenangkan. "Aku

punya perasaan bahwa akan banyak yang bisa kau tulis

tentang kasus ini setelah malam penghargaan besok."

"Apakah kita akan menggunakan batu-batu ini untuk

menjebak Jensen?" tanya Pete.

"Ya," kata Jupe. "Kita tahu bahwa Jensen adalah

seorang penjahat berbahaya yang akan melakukan apa

saja demi uang. Maka marilah kita pancing dia masuk ke

dalam perangkap dengan sesuatu yang tak ternilai.

Jensen tahu bahwa Mr. Won akan membayar tinggi, maka

menurutku ia takkan menolak umpan ini. Ia akan

berusaha mendapatkan mutiara ini... dan kita akan ada di

sana untuk menangkapnya!"

"Bersama polisi, tentu saja," Pete menambahkan.

"Tentu saja," kata Jupe setuju. "Jensen terlalu ber-

bahaya untuk kita tangani sendiri. Aku sama sekali tidak

keberatan meminta bantuan Chief Reynolds untuk

menyelesaikan kasus ini." Remaja gempal itu meraup

perhiasan tak ternilai itu dan memasukkannya kembali ke

dalam kantung.

"Jadi apa tindakan kita sekarang, Pertama?" tanya

Pete.

"Sekarang kita harus mengumumkan bahwa kita me-

miliki beberapa butir Mutiara Hantu terakhir di dunia!

Kita akan memberi tahu Chief Reynolds tentang rencana

kita dan minta bantuannya menyebarkan berita ini. Kita

dapat menghubungi stasiun radio setempat dan meminta

mereka mengumumkan bahwa Trio Detektif akan me-

mamerkan cendera mata dari beberapa kasus mereka

yang paling terkenal—termasuk Mutiara Hantu yang

menakjubkan—dalam acara besok."

"Ayahku kenal dengan penerbit surat kabar Rocky

Beach. Aku bisa memintanya memasang iklan dalam

terbitan hari ini, mengatakan bahwa Mutiara Hantu akan

dipamerkan," kata Bob. Ayah Bob telah lama bekerja

pada sebuah surat kabar terkenal di Los Angeles. Ia sering

kali tertarik akan kasus-kasus anak-anak itu dan me-

nawarkan bantuan jika mungkin.

"Usul yang bagus, Data," kata Jupe. "Dan selagi kau

tidak dapat ke mana-mana, kau bisa memulai Hubungan

Hantu ke Hantu, meminta anak-anak menyebarkan berita

tentang mutiara ini kepada siapa saja yang mau men-

dengarkan." Hubungan Hantu ke Hantu adalah rancangan

Jupiter; masing-masing dari mereka menelepon lima

orang kawan yang berbeda dan meminta mereka me-

lakukan sesuatu. Masing-masing dari kelima kawan itu

selanjutnya menelepon lima orang kawan mereka dan

menyampaikan hal yang sama. Dalam waktu beberapa

jam Trio Detektif bisa mengerahkan seluruh populasi

anak-anak Rocky Beach!

"Bagaimana dengan kita, Jupe?" tanya Pete. "Tidakkah

sebaiknya kita melakukan Hubungan Hantu ke Hantu

juga?"

"Kita lakukan nanti. Sekarang kau dan aku harus turun

ke jalan dan menyebarkan berita tentang mutiara ini."

"Mengapa aku tiba-tiba merasa cemas?" tanya Pete

resah.

"Sepertinya kau telah mengenalku dengan baik," kata

Jupe sambil tersenyum. "Kita tahu Jensen mengamat-

amati kita... kemungkinan pada saat kita berbicara ini."

Pete menelan ludah dan menyibakkan tirai, melihat

keluar kaca jendela dengan raut wajah cemas.

"Jangan khawatir, Pete," kata Bob. "Lingkungan

sekitar sini aman dan rasanya ia tidak akan macam-

macam ketika hari masih terang."

Jupe melanjutkan, "Kita tahu ia mengamati kita,

maka biarlah ia mendengar kita juga. Pete dan aku akan

kembali ke pangkalan dan berkeliling, berusaha nampak

sibuk. Selama itu kita akan berbicara dengan keras

tentang betapa bersemangatnya kita akan penghargaan

itu dan tentang akan dipamerkannya Mutiara Hantu."

Pete mulai berjalan mondar-mandir dan mengusap-

usap rambutnya. "Sekarang aku benar-benar cemas!"

"Kujamin kita tidak akan apa-apa," kata Jupe.

"Bukan itu," seru Pete. "Jika kita mondar-mandir di

sekitar pangkalan, itu sama saja dengan meminta

dipekerjakan oleh Bibi Mathilda!"

Ketiga sahabat itu tertawa terbahak-bahak.

***

Beberapa menit kemudian, setelah meninggalkan Bob

untuk mulai menelepon, Jupe dan Pete menghentikan

sepeda mereka di depan gerbang pangkalan.

"Kita gunakan pintu depan," kata Jupe. "Tidak ada

gunanya memberi tahu semua rahasia kita."

"Apa yang harus kukatakan?" tanya Pete.

"Apa saja yang terpikir olehmu. Bicara dengan keras

namun wajar."

"Gampang saja bagimu mengatakannya," desah Pete.

"Akting bagimu telah mendarah daging."

Selama sejam berikutnya kedua anak itu berkeliaran

di Jones Salvage Yard, merapikan barang-barang dan ber-

bicara dengan kuat tentang Mutiara Hantu. Ketika Jupe

merasa puas, ia menarik Pete ke pondok kecil yang ber-

fungsi sebagai kantor dan berbisik di telinganya.

"Sepertinya sudah cukup bagus. Sekarang kita tinggal

menunggu Jensen mengambil tindakan. Aku akan mem-

beri tahu Chief Reynolds dan menjelaskan rencana kita.

Pasukannya harus benar-benar waspada pada acara

penghargaan besok, siap untuk menangkap Jensen saat ia

berusaha mengambil mutiara itu. Apakah tidak apa-apa

bagimu untuk pulang bersepeda? Mungkin sebaiknya kita

minta tolong Konrad mengantarkanmu."

"Tidak apa-apa," bisik Pete. "Tidak jauh dan seperti

kata Bob, kecil kemungkinannya ia akan mencoba macam-

macam di tengah hari."

Jupiter memikirkannya selama beberapa saat. "Aku

yakin itu benar namun aku akan lebih tenang jika kau

keluar tanpa terlihat. Gunakan saja Gerbang Biru Dua dan

ambil jalan belakang untuk ke rumahmu. Lebih baik ber-

hati-hati." Gerbang Biru Dua adalah sebuah jalan masuk

rahasia di pagar pangkalan, terletak di sudut jauh

pangkalan di balik kantor. Pagar bagian luar dilukisi

dengan pemandangan di taman, ibu-ibu berpakaian gaya

Victoria lengkap dengan payung mengawasi anak-anak

mereka bermain di tepi sebuah kolam. Dua papan yang

merupakan jalan masuk rahasia itu berwarna biru terang

seperti langit. Karena sulit untuk menggunakannya tanpa

dilihat Bibi Mathilda, anak-anak itu jarang memanfaat-

kannya kecuali dalam keadaan darurat.

"Akan kutelepon kau setelah tiba di rumah," kata

Pete.

"Baiklah. Jangan lupa menelepon untuk Hubungan

Hantu ke Hantu supaya orang-orang mulai membicarakan

Mutiara Hantu. Dan jangan lupa mandi bersih-bersih dan

mengenakan pakaian terbaikmu untuk besok!"

"Tidak akan lupa!" bisik Pete. Remaja jangkung itu

mengayuh sepedanya ke balik kantor dan menghilang

melalui Gerbang Biru Dua sementara Jupe masuk kembali

ke kantor dan mulai menelepon.

***

Di seberang jalan Jensen dan rekannya si orang Asia

duduk di dalam sedan dengan mesin menyala. "Nah, apa

itu tadi... Mutiara Hantu, Ping? Baru saja kita hendak

melakukan aksi terakhir dan meninggalkan kota ini.

Bagaimana menurutmu?" gerutunya.

"Sepertinya sebuah perangkap," gumam Ping.

"Itulah yang kupikirkan," kata Jensen setuju. "Tetap

saja aku akan punya cukup uang untuk seumur hidup jika

aku bisa mendapatkan mutiara itu dan kita tidak usah

melaksanakan rencana semula untuk menculik anak

gendut itu demi tebusan."

"Sepertinya beresiko," kata Ping. "Tak mungkin kita

bisa mengambil mutiara-mutiara itu dengan polisi di

mana-mana. Kita harus menyusun rencana."

"Oh, aku punya rencana, Ping," desis Jensen. "Tentu

saja aku punya rencana."

***

BAB XIII

PERANGKAP TELAH SIAP

Keesokan harinya Bob bangun pagi-pagi dan terpincang-

pincang turun ke dapur tempat ibunya sedang memasak

telur goreng untuk sarapan.

"Selamat pagi, Robert," sapa ibunya. "Cepatlah makan

sarapanmu. Kau perlu lebih banyak waktu untuk bersiap-

siap sekarang karena penopang kakimu itu."

Ayah Bob sedang menikmati ritual hari Sabtunya

dengan surat kabar, pipa, dan kopi yang banyak. Ia

meletakkan korannya dan tersenyum kepada Bob. "Jadi

hari inilah hari besarnya?"

"Ya," kata Bob antusias. "Jupe berharap kita bisa

menyelesaikan kasus ini hari ini!"

"Kasus," kata ayahnya, sedikit kaget. "Maksudku acara

penghargaan itu."

"Oh ya," Bob mengangkat bahu, menyeringai. "Itu hari

ini juga."

"Kalian tidak sedang mempersiapkan yang aneh-aneh

kan?" tanya ayahnya curiga.

Ibunya meletakkan piring di depan Bob dan menuang-

kan jus jeruk untuknya. "Yang aneh-aneh tidaklah terlalu

aneh untuk Jupiter Jones. Ia memang telah menemukan

cincinku tapi kadang-kadang anak itu terlalu pintar!"

kataya, menggelengkan kepala sebagai penegasan.

"Sekarang makanlah, Robert. Akan kusiapkan pakaianmu

di tempat tidur."

Sebentar kemudian terdengar tiga klakson kencang di

depan rumah Bob. Bob mengintip dari jendela dan

melihat Rolls Royce bersepuh emas yang mengagumkan

itu bertahta seperti sang raja hutan. Ia menyeret kakinya

dan keluar dari pintu depan. Worthington melompat

keluar dari mobil dan berlari ke sisi yang lain untuk

membukakan pintu untuk Bob.

"Terima kasih, Worthington."

"Sama-sama, Master Robert. Oh ya, saya akan senang

sekali jika dapat membantu memecahkan kasus Anda.

Mobil ini akan berada di depan Rotary Club, siap

berangkat begitu diperlukan."

Bob tersenyum sambil masuk ke bagian dalam Rolls

Royce yang mewah. "Aku tak tahu apa yang dapat kami

lakukan tanpamu, Worthington."

Beberapa menit kemudian mobil anggun itu berhenti

di depan Jones Salvage Yard. Jupe dan Pete berdiri di

depan pagar, nampak bersih sekali. Rambut mereka

tersisir rapi dan mereka mengenakan pakaian terbagus

mereka. Bob dapat melihat bahwa Jupiter juga membawa

ranselnya.

"Kue dan soda lagi, Jupe?" tanyanya ketika kedua anak

itu masuk ke mobil.

"Kalau Jensen beraksi nanti, aku mau kita telah siap,"

kata remaja gempal itu. "Ini walkie-talkie kita, alat

penjejak, dan kapur. Benda-benda ini akan dipamerkan

namun kita akan bisa segera meraihnya kapan pun Jensen

berusaha mengambil mutiara itu."

"Menurutku ia gila jika ingin beraksi di acara itu," kata

Pete. "Tempat itu pasti akan dipenuhi polisi!"

"Kuduga Jensen malah akan memanfaatkan keadaan

itu," jawab Jupe.

"Maksudmu ia akan menyamar sebagai salah seorang

anak buah Chief Reynolds?" tanya Bob.

"Kemungkinannya tidak kecil. Aku berencana akan

memperingatkan Chief begitu kita tiba agar hati-hati ter-

hadap adanya polisi yang menyamar."

Worthington berdehem. "Maaf, Teman-teman. Saya

harus tetap berada di mobil karena itu adalah tugas saya.

Namun demikian saya akan membuka mata terhadap

kegiatan apapun yang mencurigakan di luar gedung

Rotary Club."

"Jika tidak terlalu merepotkan, aku ingin kau masuk

sebentar, Worthington. Aku tahu banyak orang yang ingin

berjumpa dengan Penyelidik Keempat Tidak Resmi," kata

Jupe.

Worthington tersenyum. "Mungkin saya bisa me-

ninggalkan mobil sebentar. Cukup untuk sedikit teh dan

biskuit."

Mereka semua tersenyum. Worthington dan gaya

hidup Inggrisnya sering kali kontras dengan kepribadian

California Selatan.

Beberapa saat kemudian Worthington bersuara. "Kita

telah tiba dan merupakan kehormatan bagi saya jika Anda

mengizinkan saya membukakan pintu," katanya.

"Tentu saja, Worthington. Akan membuat kedatangan

kami penuh kesan," jawab Jupe.

***

Sejenak kemudian anak-anak itu duduk di meja ke-

hormatan di sisi kanan podium. Leo Magellan, direktur

museum yang gendut, duduk di meja di sisi kiri dan

memandang Pete dengan curiga.

Pete menyikut Jupe. "Sepertinya ia mengenaliku,"

katanya sambil menelan ludah.

"Santai saja, Pete," bisik Jupe. "Kau tidak salah apa-

apa. Sebelum hari ini berakhir kuharap kita dapat mem-

buktikannya!"

Panitia memberikan penghargaan atas pengabdian

mereka terhadap masyarakat dan persembahan cek ber-

jalan lancar tanpa terjadi sesuatu yang tidak wajar.

Mutiara masih berada di dalam kotak kaca di atas meja di

tengah ruangan bersama beberapa cendera mata dari

kasus-kasus Trio Detektif yang lain, seperti proyektor

yang digunakan untuk menghasilkan hantu dari Misteri

Hantu Hijau, koin emas dari Pulau Tengkorak, dan kalung

laba-laba perak dari Varania. Jupe nyaris gemetar di

kursinya penuh harap.

"Aku tak mengerti," desahnya. "Aku yakin Jensen akan

sudah beraksi sekarang. Acara ini hampir selesai! Mari

kita berbaur dengan orang-orang dan mencoba mengenali

Jensen."

Anak-anak itu meninggalkan tempat duduk mereka.

Pete menolong Bob menuruni tangga panggung dan

mereka menghilang di antara orang-orang yang memenuhi

ruangan.

Tepat pada saat itu terdengar bunyi barang pecah

dari arah dapur. Jupe berusaha mencapai pintu dapur dan

berusaha mencari Pete dan Bob di tengah kerumunan.

Kini terdengar teriakan dan jeritan dari balik pintu ayun

dapur. Semua orang menoleh untuk melihat apa yang

terjadi. Jupe dapat melihat Chief Reynolds berbicara

melalui walkie-talkie-nya. Paling tidak dia waspada! Tiba-

tiba pintu dapur terbuka dan Jupe terjatuh ke lantai.

Koki kepala dari jasa boga sedang memarahi seorang

bawahannya yang ceroboh.

"Kau bodoh! Kau telah memecahkan jambangan Cina

seharga seribu dolar!"

"Bukan saya," kata pelayan itu bersikeras. "Saya

didorong!"

"Hah! Didorong," kata si koki sinis. "Seperti waktu itu

kau juga 'didorong', eh? Tidak akan terulang lagi! Kau

dipecat!"

"Tapi... tapi..." pelayan itu tergagap-gagap.

Jupe cepat bangkit. Ini dia! Suatu pengalih perhatian!

Ia lekas-lekas menatap sekeliling ruangan, mencari Bob

dan Pete. Mereka tak terlihat di tengah-tengah lautan

manusia... dan walkie-talkie mereka ada di dalam kotak

kaca di sisi lain ruangan! Jupe berpikir cepat. Hanya ada

satu hal yang bisa dilakukan.

Secepat seekor kucing, Jupe menyelinap me-lewati

koki yang sedang marah itu dan masuk ke dapur.

Beberapa pelayan telah berhenti bekerja untuk me-

mandangi kejadian itu dan hampir-hampir tidak

menyadari kehadirannya. Jupe mengamati semua wajah

mereka, mencari Jensen. Ia tidak ada di dapur. Jupe

berjalan cepat ke pintu masuk pelayan dan mengintip

melalui pintu belakang ke tempat parkir di belakang

gedung Rotary Club.

Tidak ada siapapun di tempat parkir, hanya ada be-

berapa buah van putih dari jasa boga. Jupe berbalik

hendak kembali ke ruang makan ketika sesuatu menarik

perhatiannya. Tiga dari van itu berwarna putih meng-

kilap, baru. Namun yang keempat sudah tua, penyok-

penyok, dan penuh karat, seperti mobil yang menculik

Bob! Setelah menimbang sejenak, Jupe memutuskan

untuk memeriksanya sendirian dan keluar dari pintu

belakang.

Ia melangkah keluar ke bawah cahaya terang matahari

dan menudungi matanya. Tidak ada orang dan sekarang-

lah kesempatannya! Detektif gempal itu bergegas menuju

van yang berbeda itu dan dengan waspada mengintip me-

lalui jendelanya. Kosong. Tanpa membuang waktu Jupe

membuka pintu belakang van.

Ia ternganga.

Bagian belakang van putih tua itu dipenuhi hasil seni

dan harta dari Asia yang tak ternilai! Jupe dapat melihat

sutra yang indah, peti kayu hasil kerajinan tangan,

jambangan yang tak ternilai, dan benda-benda antik

lainnya. Benda-benda curian ini pasti bernilai satu juta

dolar, pikirnya.

Tiba-tiba ia mendengar seruan dan suara kaki berlari.

Jupe melihat sekeliling, mencari tempat persembunyian.

Hanya ada satu tempat dan ia menyadarinya. Tanpa ber-

pikir dua kali Jupe me-lompat masuk ke bagian belakang

van dan membanting pintunya hingga tertutup, tepat

pada saat Jensen dan Ping berlari keluar dari sudut

gedung Rotary Club.

Jupe menelan ludah dan memandang sekelilingnya di

dalam van. Peti itu! Nampaknya cukup besar untuk se-

orang anak lelaki... jika tidak ada sesuatu di dalamnya!

Jupe membuka penutupnya dan meng-hembuskan nafas

lega. Kosong. Dengan cepat ia melompat masuk dan

menutup penutupnya... tepat pada waktunya. Jensen dan

Ping membuka pintu van dan Jupe mendengar suara

mesin meraung hidup. Kemudian Jupe mendengar suara

lain. Bob, Pete, dan Chief Reynolds! Jupe tersenyum

sendiri sementara van itu mulai bergerak dan ber-

guncang-guncang. Mereka akan membuntuti van itu dan

akhirnya memasukkan Jensen ke penjara, tempatnya

yang seharusnya.

Lalu secepat munculnya, senyum Jupe berubah

menjadi kerutan ketika ia mendengar Jensen dan Ping

berbicara. "Mendorong si tolol yang membawa piring-

piring itu benar-benar berguna," Jensen tertawa. "Namun

anak-anak sialan itu masih sempat melihat kau me-

mecahkan kaca dan mencuri mutiara-mutiara itu. Kau

seharusnya lebih hati-hati," katanya memperingatkan.

"Yah, sudahlah. Sekarang kita tinggal menyingkirkan van

ini, memuat semua barang ini ke truk yang sebenarnya,

dan kita bebas!"

"Apakah Won akan membayar mahal?"

"Tentu saja. Bagaimanapun juga ia menganggap

semua ini miliknya yang sah. Kita kaya, Ping! Sekarang

kita harus ke San Fransisco tanpa tertangkap oleh polisi!"

***

Di bagian belakang jantung Jupe berdebar kencang

dan ia berkeringat dingin.

Won?

San Fransisco?

Jupe menelan ludah. Ia berada dalam kesulitan besar

dan tidak dapat berbuat apa-apa!

***

BAB XIV

NYARIS

"Ada yang melihat Jupiter Jones?" seru Chief Reynolds.

Orang-orang yang ada di Rotary dilanda kebingungan;

para tamu berdiri di sekitar gedung, memperbincangkan

perampokan dan menganalisis yang baru saja terjadi.

Chief Reynolds berseru lagi. "Ada yang melihat Jupiter

Jones?" Beberapa orang di antara kerumunan meng-

gelengkan kepala, yang lain kembali asyik bercakap-

cakap, semakin lama se-makin sensasional. Si koki meng-

geleng dan menatap Bob dan Pete. "Terakhir kali aku me-

lihat Jones adalah ketika pintu dapur menjatuhkannya ke

lantai. Itu sekitar sepuluh menit yang lalu... ia tidak

mungkin pergi terlalu jauh dalam sepuluh menit."

"Ingat, yang kita bicarakan adalah Jupiter Jones," kata

Pete. "Ia bisa saja berada di Meksiko sekarang!"

"Aku hampir-hampir percaya itu mungkin saja dengan

Jones," si koki menghela nafas.

Bob tertatih-tatih dengan penopangnya menuju ke

tempat van Jensen terparkir tadi. "Menurut Anda, apakah

mobil-mobil patroli akan bisa menyusul Jensen, Chief?"

"Aku telah memberi pengumuman ke seluruh penjuru

Rocky Beach dan daerah sekitarnya, termasuk Los

Angeles. Polisi akan menghentikan setiap van putih yang

mereka lihat... kita akan menangkap-nya, Bob."

Pada saat itu Pete berbicara, "Chief, baru terpikir

oleh saya. Bagaimana jika Jupe sedang berada di dalam

van ketika Jensen dan temannya melarikan diri? Waduh,

ia akan mendapat masalah besar jika mereka menemu-

kannya!"

Chief nampak khawatir. "Memang seperti Jones, ber-

buat seperti itu. Sebaiknya aku memberi tahu anak buah-

ku untuk ekstra waspada. Van itu bisa saja punya tempat

rahasia."

***

Di dalam peti antik Jupiter Jones tersengal-sengal dan

kakinya mulai kesemutan. Ia menghitung jarak ke San

Fransisco dari Rocky Beach, berapa waktu yang

diperlukan, dan menggigit bibir. Ia tidak yakin ia dapat

bertahan selama itu di dalam tempat persembunyiannya.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil resiko dengan

membuka penutup peti untuk mendapatkan sedikit udara

segar.

Tepat pada saat ia hendak membuka penutup peti itu,

van berhenti tiba-tiba. Pintu dibanting tertutup dan Jupe

mendengar langkah kaki terseret-seret dan gumaman

sementara Jensen dan Ping mulai memindahkan harta

curian mereka dari van ke bak belakang truk yang akan

mereka gunakan untuk melarikan diri.

Ketika mereka sampai pada peti tempatnya berada,

Jupe menahan nafas. Peti itu terangkat beberapa inci dan

kemudian terbanting dengan keras ke lantai van.

"Peti ini bukannya kosong?" tukas Jensen. "Se-harusnya

kita mengisinya dengan emas," katanya.

"Mungkin sebaiknya kita buka saja," kata Ping.

"Tidak ada waktu," jawab Jensen. "Kita harus tiba di

San Fransisco sejam lagi. Ayo cepat... angkat!"

Jupe merasa peti terangkat. Ia menyiapkan dirinya

untuk benturan yang pasti akan terjadi saat peti itu di-

masukkan ke dalam truk. Jensen dan Ping membanting-

nya dengan kuat.

Setelah beberapa kali bolak-balik, kedua penjahat itu

selesai mengosongkan van. Jupe mendengar pintu truk

dibanting tertutup dan mesinnya meraung hidup. Ia ada

dalam perjalanan menuju San Fransisco... suka atau

tidak!

***

Di Rotary Club di Rocky Beach Bob Andrews dan Pete

Crenshaw duduk dengan gelisah, menunggu masuknya

laporan yang mengatakan bahwa van putih itu telah di-

temukan dan rekan mereka diselamatkan.

Ketika sejam telah berlalu, Pete berdiri dan mulai

mondar-mandir. "Seandainya saja Jupe sempat meng-

ambil walkie-talkie, kita akan bisa menemukannya!"

"Jangan khawatir, Peter," kata Chief Reynolds me-

nenangkan. "Banyak orang yang mencari Jupiter sekarang.

Kita pasti akan menemukannya."

"Mudah-mudahan saat itu belum terlambat," kata Bob.

"Kita pernah berurusan dengan Jensen dan tahu apa yang

bisa dilakukannya. Jika ia menemukan Jupe bersembunyi

di van itu ...." Bob tidak menyelesaikan kalimatnya.

Mereka semua tahu apa yang akan terjadi seandainya

Jensen menemukan Jupe.

Tepat pada saat itu radio di mobil Chief bersuara.

"Chief Reynolds, masuk. Ganti." Chief meraih mikrofon

dengan cepat. "Ini Chief, ada berita apa?"

"Kami telah menemukan van itu, ditinggalkan di kaki

bukit beberapa mil di sebelah utara kota. Van itu di-

sembunyikan di sebuah ceruk, terlindung oleh dinding

tebing. Ganti."

"Aku datang sekarang! Ganti dan selesai." Chief

Reynolds melompat masuk ke mobil. "Mari, Anak-anak!"

Bob dan Pete bergegas masuk ke dalam mobil patroli.

Chief menyalakan lampu dan sirenenya dan memacu

mobil menuju perbukitan di daerah pantai. Pete dan Bob

berpegangan kuat ketika jalanan menyempit dan aspal

berganti dengan tanah. Mereka tidak perlu cemas, Chief

Reynolds adalah seorang pengemudi ahli dan mengambil

tikungan-tikungan tajam dengan tangkas.

Namun ketika mereka tiba di ceruk yang kering itu,

tidak banyak yang dapat mereka lihat. Van putih tua itu

kosong.

Pete dan Bob memeriksa van itu dengan cermat, luar

dalam.

"Ada banyak jejak kaki di belakang van," kata Bob.

"Sepertinya Jensen dan satu orang lagi, kemungkinan si

orang Asia yang menculikku, memindahkan sesuatu dari

van ke sebuah kendaraan lain. Lihatlah ke sini," lanjut-

nya, mengikuti jejak di debu jalan. "Jejak ban dari se-

buah kendaraan lain. Jensen pasti telah menyiapkan

mobil untuk melarikan diri di sini."

"Ban yang ini lebih lebar," kata Chief Reynolds.

"Menurutku sebuah truk."

"Tapi apa yang mereka pindahkan dari bagian

belakang van?" tanya Pete cemas. "Dan bagaimana kita

bisa menemukan mereka kalau kita tidak tahu truk

macam apa yang kita cari?"

***

Di bak belakang truk Jupe mengangkat penutup peti.

Hampir-hampir tidak bergerak. Jensen pasti telah me-

letakkan sesuatu yang berat di atasnya! Jupe berusaha

tetap tenang namun sulit sekali dengan pikiran bahwa ia

harus terperangkap di dalam peti selama sejam lagi. Ia

mendorong sekuat tenaga dengan bahunya dan berhasil

membuka penutup itu, cukup untuk kepala dan tangan

kirinya.

Jupe menjulurkan kepalanya dan melihat benda yang

menahan penutup peti itu. Sebuah patung harimau yang

terbuat dari marmer. Jupe mendorong sekali lagi dan ber-

hasil mengeluarkan tangannya yang lain. Sedikit lagi.

Sambil mengempiskan perut, Penyelidik Pertama me-

maksakan diri keluar dari peti dan terjatuh ke lantai.

Patung berukuran besar itu bergoyang-goyang di atas

peti, sedikit lagi terjatuh. Jupe melompat untuk me-

nahannya. Ia tidak ingin tempat persembunyiannya

ketahuan lebih cepat!

Bak belakang truk itu gelap, satu-satunya cahaya yang

memungkinkan Jupe melihat masuk melalui sebuah

jendela di dinding seberangnya. Ia meraba-raba melalui

benda-benda antik curian dan berdiri di atas sebuah

karpet yang tergulung hingga ia dapat menempelkan

wajahnya ke jendela yang berdebu itu. Di baliknya ia

dapat melihat Jensen di belakang kemudi. Orang itu

sedang berbicara dengan rekan-nya.

"Menurutku ada sekitar satu juta dolar di belakang,

Ping. Mudah sekali mendapatkan pekerja-an sebagai

penjaga keamanan di museum itu!" tawanya. "Barang-

barang itu ada di dalam kotak dan peti di tempat

penyimpanan bawah tanah museum, menunggu untuk

dipamerkan. Mereka tidak akan me-rasa kehilangan

sampai satu minggu lagi, seperti kata Won."

"Berapa yang kita minta untuk mutiara itu?" tanya

Ping.

"Sepertinya kita bisa mendapat banyak," Jupiter dapat

melihat Jensen mengangkat kantung yang berisi mutiara-

mutiara palsu itu. "Mungkin satu juta untuk penawaran

pertama. Siapa tahu?"

Jupe dapat mendengar kedua penjahat itu tertawa

sementara ia turun dari atas karpet. Ia membuat tanda

tanya di peti dan pintu truk dengan kapurnya. Ia tidak

yakin hal itu akan ada gunanya namun paling tidak lebih

baik daripada memikirkan bahwa sebentar lagi ia harus

kembali masuk ke dalam peti. Juga lebih baik daripada

memikirkan apa yang akan dilakukan Jensen dan Ping

ketika mereka tiba di San Fransisco dan menemukannya

di bak belakang.

Tidak lama kemudian Jupe merasa truk itu melambat

dan berbelok-belok lebih sering. Ia menarik nafas,

menyadari bahwa sudah waktunya ia kembali ke dalam

peti. Masuk ternyata lebih mudah daripada keluar namun

tetap saja Jupe harus bersusah payah memaksa badannya

yang gempal masuk. Beberapa menit setelah ia berada di

dalam, truk itu berhenti dan mesinnya dimatikan. Jupe

mendengar pintu bak belakang dibuka dan Jensen dan

Ping mulai sibuk.

Selama di dalam peti Jupe telah memikirkan sebuah

rencana dan memutuskan untuk tetap bersembunyi di

dalam peti sampai hari gelap, lalu berusaha kabur setelah

memastikan semua orang telah meninggalkan tempat per-

sembunyian Won. Bukan sebuah rencana yang terlalu

bagus namun hanya itu yang dapat dipikirkannya.

Sekarang tiba giliran peti Jupe untuk dipindahkan. Ia

dapat mendengar Jensen dan Ping mengumpat-umpat

sementara mereka berjuang mengangkat peti yang berat

itu. Ketika akhirnya peti itu diletakkan, Jupe mendengar

sebuah suara yang dikenalnya. Won!

"Apa maksudnya ini?" tanya Won tajam.

"Apa maksudmu?" tukas Jensen. "Ini sudah semuanya,

sesuai permintaanmu."

"Aku tidak bicara tentang harta ini, bodoh. Aku bicara

tentang harta yang ada di dalam harta."

"Kau harus berhenti bicara penuh teka-teki, Won.

Bikin repot saja," kata Jensen.

"Buka peti yang terakhir itu dan lihatlah apa yang

tersembunyi dari mata yang tidak waspada," jawab Won.

Penutup peti perlahan terangkat dan Jupiter Jones

yang kebingungan dan sedikit malu-malu beranjak keluar

dari dalamnya.

***

BAB XV

KEMATIAN DENGAN 1000 IRISAN

Jupiter Jones keluar dari peti dan segera dibekuk dengan

kasar oleh Ping. Jensen berdiri dengan mulut terbuka,

menatap Mr. Won, kemudian peti itu, dan kemudian Mr.

Won lagi.

"Bagaimana kau tahu ia ada di dalam situ?"

Mr. Won menyipitkan mata di balik kacamatanya yang

berbingkai emas dan menggelengkan kepala. "Apabila kau

telah hidup selama aku, kau akan memahami bahwa ada

banyak cara untuk melihat tanpa menggunakan mata."

Jupe mengamati ruangan yang besar dan melingkar

itu. Tepat seperti yang digambarkan Bob dan Pete ketika

mereka menangangi Misteri Hantu Hijau. Dinding-dinding-

nya masih tetap tertutupi tirai tebal berwarna merah

dengan sulaman emas yang menggambarkan naga dan

kuil. Di bagian depan ruangan terdapat kursi Mr. Won

yang besar; terbuat dari kayu hitam dengan ukiran yang

indah dan dilengkapi dengan bantalan yang tebal. Mr.

Won sendiri mengenakan jubah bangsawan Cina kuno ber-

warna merah yang terjuntai sampai ke lantai. Ia bangkit

dari kursi besarnya dan mengacungkan jari ke arah Jupe.

"Mendekatlah, Nak," katanya dengan suara yang pelan

namun tegas. Jupe melangkah maju dan berdiri di

hadapan Mr. Won, berusaha keras untuk nampak tegar.

"Tidak apa-apa merasa takut," kata Mr. Won, seolah-

olah membaca pikirannya. "Itu memberitahuku bahwa kau

menghargai kekuatanku." Jupe berdiri diam, berpikir

keras mencari jalan keluar. "Bagaimanapun juga, dulu aku

telah bersikap luwes terhadap teman-temanmu, sekarang

aku tidak bisa berjanji." Ia melangkah mendekati Jupe.

"Kau telah terbukti cukup sukar ditaklukkan, Bulat."

Jupe mengerutkan kening mendengar acuan terhadap

bentuk tubuhnya. Bahkan di dalam situasi yang paling

berbahaya sekalipun ia tetap peka akan tubuhnya. Ia

hendak mengucapkan sesuatu ketika Mr. Won berbicara

lagi.

"Kau telah melihat dan mendengar terlalu banyak.

Seperti yang kau ketahui, aku telah menghabiskan seluruh

hidupku berusaha mendapatkan dan mengembalikan

harta karun dari Dinasti Won ke pemiliknya yang sah. Aku

adalah keturunan paling tua yang masih hidup dari Dinasti

Won Cina kuno. Harta di depan matamu ini adalah milik

keluargaku yang terhormat, tidak untuk didiamkan di

museum."

Jupe menelan ludah dan memandang berkeliling. Ping

mendekatinya dari belakang, seolah-olah merasa Jupe

akan berusaha lari menuju pintu sewaktu-waktu. Mr. Won

mengibaskan tangan.

"Si Bulat tahu tidak ada jalan untuk melarikan diri,

Ping. Ia tidak akan mencoba sesuatu yang bodoh seperti

lari, benar?"

Jupe mengangguk lambat-lambat dan menatap

sepatunya. Ia ingat yang dikatakan Bob dan Pete tentang

kekuatan hipnotis Mr. Won dan mengingatkan dirinya

untuk tidak terpengaruh.

Mr. Won terus berbicara sambil berjalan mondar-

mandir di depan Jupe. "Kau tentu saja tidak punya apa-

apa yang aku belum punya untuk kau tawarkan kepadaku,

jadi tidak ada gunanya tawar-menawar untuk kebebasan-

mu."

Sekonyong-konyong sebuah ide melintas di kepala

Jupe. "Saya punya Mutiara Hantu!" tukasnya. "Tidak

banyak, namun cukup untuk memperpanjang umur Anda

paling tidak setahun lagi!"

Won berhenti melangkah dan memalingkan muka ke

arah Jupe. "Dengan mudah aku dapat membaca pikiranmu

untuk mengetahui kebenaran hal ini, Bulat. Jangan coba-

coba menipuku."

"Anda tidak perlu membaca pikiran saya," kata Jupe

cepat. "Lihat saja di dalam kantung yang ada di saku

Jensen."

Mata Mr. Won menyipit kembali dan ia duduk lagi di

kursinya yang besar. "Pegang dia," katanya pelan.

Sebelum Jensen dapat bergerak, kedua tangannya di-

bekuk dari belakang oleh dua orang pelayan setia Mr.

Won. Jupe merasa seolah-olah mereka muncul begitu saja

dari lipatan tirai. Jensen memberontak dan mendengus

seperti seekor banteng namun bahkan tenaganya yang

besar pun bukan tandingan kedua anak buah Won.

"Apa maksudnya ini?" seru Jensen marah. "Tidakkah

kau pikir aku akan memberikannya kepadamu?! Segala

sesuatu ada harganya, tahu!" Wajahnya berubah merah

dan ia memaki-maki.

Mr. Won duduk dengan sabar hingga Jensen selesai

memaki-maki. "Sudah cukup aku mendengar omonganmu.

Gara-gara kebodohanmu sekarang situasi kita yang sudah

rumit ketambahan lagi anak lelaki ini," kata Mr. Won.

"Tolong mutiaranya." Satu lagi pelayan muncul dari balik

tirai dan menggeledah saku-saku Jensen sementara lelaki

besar itu memberontak. Si pelayan menemukan kantung

kelereng milik Jupe dan menyerahkannya kepada Mr.

Won.

"Kau sungguh berani dan dapat berpikir cepat, Bulat,"

kata Mr. Won pelan. "Mungkin kau telah membeli ke-

bebasanmu." Mr. Won meraih ke sela-sela bantalan kursi-

nya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan

bening. Ia meraih ke dalam tas Jupe dan mengeluarkan

sebutir Mutiara Hantu. "Jika ini benar-benar mutiara ke-

hidupan, kau akan mendapatkan kebebasanmu... dengan

syarat kau menyerahkan semua sisa mutiara yang kau

miliki. Cukup adil, Bulat. Namun demikian, jika ini adalah

sebuah tipuan, kau akan menjadi korban kematian

dengan seribu irisan. Cukup adil juga."

Hati Jupe mengecil. Ia tidak menduga Mr. Won akan

menguji salah satu mutiara itu. Tapi sebelum ia dapat

menyatakan keberatan, Mr. Won menjatuhkan kerikil itu

ke dalam botol, menyentuh dasarnya dengan sebuah

dentingan. Ketika batu itu tidak melebur, Mr. Won

menatap Jupe penuh amarah. "Tatap mataku, Bulat, dan

lihatlah kematianmu."

Jupe didorong ke depan oleh para pelayan Mr. Won,

genggaman mereka di lengannya terasa sekeras baja.

Sementara ia berusaha mengalihkan pandangannya dari

tatapan Mr. Won yang me-nembus, hatinya berdebar

keras dan keringat dingin muncul di dahinya. Ia tidak

akan pernah melihat Bibi Mathilda atau Paman Titus lagi.

Dan bagaimana dengan Pete dan Bob? Apa yang akan

mereka lakukan tanpanya? Ada begitu banyak orang yang

tidak akan sempat diberinya selamat tinggal. Hans dan

Konrad. Worthington...

Worthington!

Dengan dentuman yang kencang, pintu tempat per-

sembunyian Mr. Won yang terbuat dari kayu oak tebal

terbanting ke lantai dan supir Inggris bertubuh jangkung

itu menyerbu masuk! Ia diikuti beberapa orang polisi

dengan pistol teracung. Sejenak terjadi kekacauan dan

para pelayan Mr. Won berusaha melarikan diri melalui

jalan keluar rahasia yang tersembunyi di balik tirai. Para

polisi berusaha menangkap sebanyak-banyaknya yang

mereka bisa namun mereka direpotkan oleh Jensen dan

Ping, yang hampir saja berhasil kabur sebelum akhirnya

sebuah tembakan peringatan ke langit-langit dilepaskan

oleh salah seorang polisi.

Worthington melihat Jupe dan bergegas menghampiri.

"Lepaskan dia, Teman-teman!" serunya dengan berani,

menyerang para pelayan Won dengan gerakan judo yang

membuat Jupe terbelalak. Anak-anak itu telah mengenal

Worthington cukup lama namun tidak ada yang tahu

bahwa ia memiliki minat dalam ilmu bela diri!

Anak buah Won bukan tandingan supir jangkung itu

dan mereka berlari menuju pintu... dan para polisi. "Anda

tidak apa-apa, Master Jones? Anda tidak terluka?"

"Aku baik-baik saja, Worthington," Jupe menghembus-

kan nafas lega. "Tapi bagaimana kau menemukanku?"

Si supir jangkung memungut topinya dari lantai dan

meluruskan dasinya. "Mari kita pergi ke tempat yang

aman dulu dan nanti saya akan menjelaskan semuanya."

"Sebentar, Worthington," kata Jupe. "Ada satu orang

yang ingin kupastikan tidak dapat lari kali ini."

Selama kekacauan berlangsung Mr. Won duduk diam di

kursi hitamnya yang besar. Kini Jupe dan Worthington

melihatnya dengan tenang mengangkat salah satu

bantalan tangan di kursinya dan menekan sebuah tombol

merah yang tersembunyi di bawahnya. Dengan takjub

mereka menyaksikan lantai tempat kursi Mr. Won terletak

mulai berputar... dan dalam beberapa detik ia telah

menghilang, digantikan oleh sebuah dinding bertirai. Jupe

mendengar sebuah dentingan berat di balik dinding itu. Ia

menduga itu adalah sebuah mekanisme pengunci. Akan

dibutuhkan waktu lama untuk menjebol dinding itu.

Cukup waktu, pikir Jupe, bagi Mr. Won untuk melarikan

diri dengan tenang.

***

BAB XVI

PERJANJIAN DENGAN ALFRED HITCHCOCK

Seminggu setelah Jupe nyaris teriris-iris di San Fransisco,

Trio Detektif mengunjungi Alfred Hitchcock di kantornya

yang luas di World Studios. Sutradara film kenamaan itu

membaca dengan teliti catatan Bob tentang kasus ter-

akhir mereka dan kemudian meletakkannya di mejanya

yang luas.

"Sebuah kasus yang sulit terpecahkan!" ujarnya.

"Selamat karena kalian akhirnya berhasil memasukkan si

penjahat Jensen itu ke dalam penjara."

"Terima kasih, sir," kata Jupe tanpa nampak terlalu

bangga.

"Tentu saja," kata sang pembuat film dengan penuh

perasaan, "ini sama sekali bukan kasus paling profesional

yang pernah kalian tangani."

Jupe melonggarkan dasinya dan mukanya mulai

memerah. Sutradara kenamaan itu menatap Bob dan Pete

sambil menyeringai. "Bahkan, Jones, sepertinya

keberuntungan memainkan peranan yang lebih besar

dalam kasus ini daripada logika dan deduksi."

Jupe bergerak dengan gelisah di kursinya. "Sudah saya

duga Anda akan berkata demikian, sir. Itulah sebabnya

saya ragu-ragu untuk meminta Anda menuliskan kata

pengantar untuk kasus ini."

Sutradara itu terkekeh dan menggelengkan kepala

atas sikap Jupe yang tiba-tiba rendah hati. "Kekurangan

dalam ketajaman pikiran dan analisis dalam kasus ini

tertutupi oleh keberanian dan keteguhan hati." Mata

Alfred Hitchcock berbinar-binar sementara ia mengaitkan

jari-jarinya di atas perutnya yang bundar. "Bagaimana-

pun, keberanian kadang-kadang dapat diinterpretasikan

sebagai kebodohan, seperti ketika kau mengambil resiko

dengan bersembunyi di dalam peti itu. Komentar?"

"Resiko yang telah diperhitungkan," ujar Pete. "Dan

segalanya berakhir dengan baik. Jensen dan Ping masuk

penjara atas penculikan dan pencurian dan harta

'keluarga' Mr. Won telah dikembalikan ke semua museum

yang dibobolnya."

"Ah ya," Mr. Hitchcock mengangguk. "Mr. Won yang

misterius. Bolehkah aku bertanya bagaimana ia bisa tahu

kau ada di dalam peti?"

Jupiter mengerutkan kening. Ia merasa Mr. Hitchcock

benar-benar gembira bisa menyindirnya. "Saya benar-

benar tidak punya penjelasan untuk itu, sir," katanya

tanpa keyakinan.

Bob berbicara untuk menyelamatkan Jupe. "Kami

hanya bisa menduga bahwa setelah hidup selama lebih

dari seratus tahun, inderanya telah menjadi jauh lebih

tajam daripada orang kebanyakan."

"Pikiran yang bagus, Master Andrews," kata sang

sutradara setuju. "Dan sesuatu yang perlu dipikirkan lebih

lanjut. Mungkinkah seseorang melatih pikiran-nya untuk

melihat yang tidak dapat dilihat orang lain? Aku bisa

membuat sebuah film tentang hal ini! Apapun yang

terjadi, aku ingin tahu jika tokoh menarik ini, Mr. Won,

muncul kembali. Dan jika memang demikian, marilah kita

berharap ia tidak punya dendam apa-apa terhadap Trio

Detektif seperti Jensen. Bicara tentang Jensen, apa yang

terjadi dengannya setelah Misteri Hantu Hijau?"

Bob menjawab, "Itu mungkin merupakan kebetulan

paling menakjubkan dalam kasus ini! Menurut keterangan

Jensen kepada polisi, setelah ia melarikan diri dari Hash

Knife Canyon, ia menuju ke pantai selatan tempat

seorang temannya menjalankan sebuah bisnis

penyelundupan perahu memancing beberapa mil dari

Kota Fishingport di Atlantic Bay. Suatu hari ia kebetulan

membaca di sebuah surat kabar lokal tentang tiga orang

anak yang membantu menemukan harta karun yang hilang

dari Kapten One-Ear." Tentu saja Bob mengacu pada

petualangan Trio Detektif menyingkap rahasia Pulau

Tengkorak beberapa waktu yang lalu.

"Demi guntur dan kilat!" seru Mr. Hitchcock.

"Kebetulan yang aneh memang! Aku dapat membayangkan

keterkejutannya. Ia pasti merasa ia tidak dapat meng-

hindari Trio Detektif, bahkan setelah ia berada di bagian

lain dari benua ini!"

Pete melanjutkan, "Ia benar-benar marah dibuatnya

dan mulai menyusun rencana untuk membalas dendam. Ia

tahu bahwa suatu saat ia pasti akan kembali ke

California... bayaran yang didapatnya dari Mr. Won

terlalu bagus untuk dilewatkan terlalu lama. Maka ia

menunggu dengan sabar waktu untuk kembali dengan

selamat ke pantai barat dan kembali bekerja untuk Won

sambil menjalankan rencananya terhadap kami. Ia tidak

mempercayai keberuntungannya ketika pekerjaan

pertama dari Won adalah di museum Rocky Beach!"

Kini Jupe ikut mengambil bagian, "Hal pertama yang

dilakukannya adalah mengajak Ping. Rencananya terlalu

besar untuk dilakukan sendirian dan ia tahu ia perlu

bantuan. Ping adalah salah seorang pekerja di Verdant

Valley yang secara diam-diam membantu Jensen

membuat masalah untuk Keluarga Green. Kemudian ia

menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan

pekerjaan di museum, tempat barang-barang antik dari

Dinasti Won dijadwalkan untuk dikirim.

"Jika aku tidak salah, tinggal satu pertanyaan lagi

yang belum terjawab," kata Mr. Hitchcock.

"Bagaimana Worthington menemukan saya?" tanya

Jupe.

"Tepat," kata sang sutradara.

Jupe menarik nafas panjang dan mulai menjelaskan.

"Setelah Worthington masuk ke dalam Rotary Club untuk

menemui para penggemarnya, ia bergegas kembali ke

Rolls Royce yang terparkir di depan gedung."

"Selalu seorang pengemudi profesional," komentar Mr.

Hitchcock.

"Dan profesionalisme itulah yang menyelamatkan

Jupe!" sela Bob.

"Merupakan sebuah kebetulan," lanjut Jupe, "bahwa

van itu harus mengambil jalan yang melewati sisi gedung

dan kemudian lewat tepat di depan tempat parkir

Worthington. Ia merasa curiga ketika van itu pergi dengan

tergesa-gesa dan ketika kami tidak segera keluar dari

gedung untuk melakukan pengejaran, ia memutuskan

untuk membuntutinya sendirian dan akan menelepon

kami dengan telepon mobil setelah ia tahu tujuannya."

"Sebuah keputusan yang terbukti menyelamatkan

nyawamu, Master Jones."

Jupe mengangguk. "Worthington membuntuti van

sampai ke daerah perbukitan di luar Rocky Beach. Ia

harus menjaga jarak karena Rolls Royce sangat mudah

dikenali dan hampir saja kehilangan kami ketika van itu

tidak muncul-muncul dari jalan buntu itu... seperti Anda

ketahui, sebuah truk yang akhirnya muncul. Ia membuat

dugaan yang tepat dan mulai membuntuti truk, yang

nampaknya menuju San Fransisco. Saat itulah ia ingat

akan telepon. Karena ia tidak tahu nomor telepon Rotary

Club dan Bob, Pete, serta Chief Reynolds terlalu jauh

untuk bertindak, ia memutuskan untuk menanyakan

nomor telepon kepolisian San Fransisco ke bagian

informasi. Kemudian ia menceritakan segala sesuatunya

dan tetap berhubungan dengan polisi sampai van itu

masuk ke garasi sebuah gedung yang ternyata di-miliki

oleh Mr. Won."

Bob melanjutkan ceritanya, "Worthington kemudian

mengambil resiko besar dengan meninggalkan Rolls Royce

dan membuntuti Jensen dan Ping ke lift untuk melihat di

lantai berapa mereka turun. Kemudian ia kembali ke

mobil dan menunggu kedatangan polisi. Setelah itu

sementara seorang polisi menjaga Rolls Royce, ia dan

beberapa petugas lainnya memasuki gedung. Mereka

menaiki lift dan karena hanya ada satu pintu di lantai itu,

mereka merasa para penjahat telah terjebak. Ketika

mereka mendengar ancaman Won terhadap Jupe, mereka

memutuskan untuk bertindak!"

Pete tidak dapat lagi menahan diri. "Itulah

semuanya!" serunya. "Maukah Anda sekarang menuliskan

kata pengantar untuk kasus ini, sir?"

Alfred Hitchcock terkekeh sambil matanya kembali

berbinar-binar. "Sebagai seorang sutradara aku punya hak

untuk mengambil sebuah adegan berulang-ulang hingga

mendapatkan hasil yang diinginkan. Sebagai detektif

kalian tidak punya hak itu. Kalian harus berpikir dengan

cepat dan hanya dapat mengambil sebuah adegan sekali,

kadang-kadang meskipun keadaan tidak memungkinkan.

Mengingat hal itu, kurasa kalian telah bertindak dengan

mengagumkan dalam menghadapi bahaya, bahkan meski-

pun kemampuan deduksi kalian tidak terlalu menonjol."

Trio Detektif beringsut maju di kursi mereka sambil

menahan nafas.

"Maka meskipun tadinya aku kurang setuju, dengan ini

kunyatakan kasus ini terpecahkan dan bersedia menulis-

kan kata pengantar."

Anak-anak itu berseri-seri dengan kesediaan Mr.

Hitchcock namun sutradara besar itu belum selesai.

"Dengan satu syarat!"

"Apa itu, sir?" tanya Jupe.

Alfred Hitchcock bersandar kembali di kursinya,

nampak sangat puas atas penampilannya. "Karena kasus

ini tidak seperti kasus Trio Detektif biasanya—dan kita

semua setuju bahwa pemecahannya tidak terjadi dengan,

ehm, terlalu meyakinkan—aku bersedia menuliskan kata

pengantar hanya jika kalian setuju untuk menerbitkannya

di internet, sehingga para penggemar yang memuja kalian

dapat melihat bahwa bahkan Trio Detektif yang begitu

fantastis pun tidak selamanya hebat. Bisa diterima?"

Jupe segera menemukan keyakinan dirinya kembali

dan duduk tegak. "Saya rasa itu adalah ide yang bagus,

sir. Kami memang telah setuju untuk membeli se-

perangkat komputer untuk markas."

"Selamat tinggal Magic Mountain!" desah Pete.

"Yah," kata Bob. "Sepertinya kita telah kalah dengan

keputusan satu banding dua lagi!"

Mereka semua tertawa namun kemudian Jupe berubah

serius. "Kami berjanji untuk menerbitkan kasus ini di

internet dan saya berjanji untuk belajar dari kesalahan-

kesalahan yang saya lakukan dalam kasus ini dan tidak

akan mengulanginya lagi."

Sutradara ternama itu tertawa terbahak-bahak. "Kau

terlalu keras terhadap dirimu sendiri, Jones. Berbangga-

lah karena kalian telah memasukkan se-orang buronan ke

dalam penjara dan mengembalikan harta karun ke

museum. Lebih dari yang dapat dilakukan oleh banyak

detektif seumur hidup mereka!"

Ketiga anak itu tersenyum kepada pembimbing

mereka dan berterima kasih sebelum pergi. Sendirian, Mr.

Hitchcock mulai menuliskan kata pengantarnya untuk

kasus terakhir Trio Detektif dan bertanya-tanya

petualangan menegangkan apa yang selanjutnya akan

dihadapi anak-anak muda itu.

SELESAI