56775084 makalah fatty liver edit

46
MAKALAH GASTROENTEROHEPATOLOGI PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN FATTY LIVER Oleh: Danica Fitri Aulia 0610710027 M Putro Argo 0610710088 Ratih Kusumawardani 0610710110 Rizki E Handoko 0610710117 Pembimbing: dr. Supriono, Sp.PD-KGEH

Upload: dian-ayuningtyas

Post on 09-Aug-2015

103 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

fatty liver

TRANSCRIPT

Page 1: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

MAKALAH GASTROENTEROHEPATOLOGI

PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN

FATTY LIVER

Oleh:

Danica Fitri Aulia 0610710027

M Putro Argo 0610710088

Ratih Kusumawardani 0610710110

Rizki E Handoko 0610710117

Pembimbing:

dr. Supriono, Sp.PD-KGEH

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Page 2: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) mulai banyak dikenal sebagai

penyebab morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati (Duvnjak et al, 2007).

Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyebab umum dari

penyakit hati kronis dan insidennya mengalami peningkatan di seluruh dunia

(Dabhi et al, 2008).

Sebelum uji diagnostik untuk hepatitis C tersedia, kasus NAFLD seringkali

salah didiagnosa sebagai non-A, non-B hepatitis. Namun sekarang setelah tes

untuk hepatitis C dan E tersedia, NAFLD dapat didiagnosa lebih akurat. Awalnya,

NAFLD diduga merupakan penyakit ringan dengan signifikansi klinis yang sedikit,

namun saat ini telah disadari bahwa NAFLD merupakan penyebab utama

cryptogenic cirrhosis pada hati (Dabhi et al, 2008).

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyakit inflamasi

kronis yang meliputi rentang penyakit yang luas: dari simple steatosis;

steatohepatitis, fibrosis dan cirrhosis; hingga hepatocarcinoma (Hijona et al,

2010). Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan istilah yang

digunakan untuk menjelaskan spektrum abnormalitas histologi, dari benign

steatosis hingga nonalcoholic steatohepatitis (NASH), pada orang yang

mengonsumsi sedikit alkohol atau tidak mengonsumsi alcohol (Riley et al, 2007).

Meskipun riwayat NAFLD belum sepenuhnya dipahami, namun data yang saat ini

tersedia menunjukkan bahwa NAFLD memiliki potensi untuk menjadi sirosis,

hepatocellular carcinoma (HCC), end-stage liver disease, liver-related death, dan

kekambuhan setelah transplantasi. Terdapat pula spektrum yang berbeda dari

penyakit ini, yakni yang disebut NAFLD-associated subacute liver failure

(Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) memiliki karakteristik kerusakan

hati yang sama dengan yang disebabkan oleh alkohol, namun NAFLD ini terjadi

pada individu yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah toksik (Riley et al,

2007). NAFLD merupakan salah satu gangguan hati yang memiliki karakteristik

steatosis makrovesikuler yang terjadi tanpa pengonsumsian alkohol atau

Page 3: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

pengonsumsian alkohol pada batas yang dapat ditoleransi oleh hati (kurang dari

40 gram etanol per minggu). Gangguan hati tersebut dapat bervariasi mulai dari

steatosis hepatis sederhana tanpa disertai peradangan atau fibrosis sampai

steatosis hepatis dengan komponen nekroinflamasi yang dapat atau tidak

memiliki hubungan dengan fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-NASH) dan

dapat berlanjut menjadi sirosis (Duvnjak et al, 2007).

Meskipun hubungan antara steatosis makrovesikuler pada hati dengan

perubahan peradangan dan fibrosis pada obesitas telah diketahui selama

beberapa dekade, namun secara klinis hal tersebut masih diabaikan. Istilah

“nonalcoholic steatohepatitis” pertama kali dikenalkan pada tahun 1980 oleh

Ludwig et al dan digunakan untuk mendeskripsikan keluhan klinis di mana hasil

biopsi hati penderita mirip dengan alkoholik hepatitis namun hampir tidak ada

riwayat mengonsumsi alkohol secara signifikan (Duvnjak et al, 2007).

1.2 Epidemiologi

Prevalensi NAFLD tidak diketahui secara pasti, namun berdasarkan

berbagai penelitian berkisar antara 3% hingga 24% (Hijona et al, 2010). NAFLD

merupakan penyakit hati yang sangat sering terjadi di Amerika Serikat, yang

mengenai sekitar 20% populasi dewasa. Di negara-negara lainnya,

prevalensinya berkisar antara 10 hingga 24% dari populasi. Pada golongan

obese, prevalensinya meningkat menjadi 57 hingga 74% dan 25 hingga 75%

pada orang obese yang mengalami diabetes. NASH merupakan penyebab

penyakit hati tersering ketiga setelah hepatitis C dan penyalahgunaan alkohol di

Amerika Serikat (Dabhi et al, 2008). Prevalensi ini kemungkinan akan meningkat

seiring pertambahan waktu, karena adanya peningkatan prevalensi overweight

dan obesitas (Riley et al, 2007).

Diperkirakan sekitar 10% hingga 40% populasi dewasa di Amerika Serikat

mengalami beberapa tahapan NAFLD, dan sekitar 2 hingga 5% mengalami

NASH. NASH merupakan penyakit hati yang paling sering terjadi di Australia dan

New Zealand. Prevalensi dari penyakit lanjut bervariasi pada tiap-tiap populasi

yang diteliti, contohnya pasien hispanik dengan NAFLD memiliki kemungkinan

untuk menjadi NASH dan sirosis hepatis lebih sering dibanding kulit hitam

maupun kulit putih. NAFLD merupakan abnormalitas histologi tersering pada

pasien dengan peningkatan enzim liver yang tidak dapat dijelaskan di negara-

Page 4: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

negara industri. Obesitas dan diabetes juga merupakan faktor resiko penting

pada penyakit lanjut (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Insiden dan prevalensi NAFLD secara pasti masih belum diketahui. Studi

populasi lebih banyak menggunakan modalitas imaging atau kadar serum

alanine aminotransferase untuk mendiagnosis NAFLD. Studi tersebut terbatas

pada ketidakmampuan untuk membuat diagnosis definitif pada NAFLD atau

untuk membedakan antara NAFLD dan NASH yang memerlukan biopsi hati.

Studi lain yang menggunakan definisi ketat untuk mendiagnosis termasuk biopsi

biasanya berdasarkan pada subset spesifik pada populasi (contoh: diabetes,

obesitas, pasien yang dirawat di rumah sakit) dan tidak dapat diaplikasikan pada

populasi secara umum (Duvnjak et al, 2007).

Meskipun data yang telah diterbitkan terbatas, beberapa fakta mulai

muncul. Fatty liver dan NASH telah dilaporkan pada semua kelompok umur

termasuk anak-anak. Prevalensinya meningkat seiring meningkatnya berat

badan. Fatty liver telah didokumentasikan pada 10-15% individu normal dan 70-

80% individu yang memiliki obesitas. Sekitar 3% dari individu normal dan 15-20%

subyek obesitas (BMI > 35 kg/m2) memiliki steatohepatitis. Penemuan ini

memerlukan perhatian khusus seiring meningkatnya prevalensi obesitas pada

seluruh grup usia. Prevalensi tertinggi adalah pada usia 40-60 tahun. Walaupun

studi terdahulu menemukan prevalensi NASH lebih tinggi pada wanita (65-85%

dari seluruh subyek), beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa NASH dapat

terjadi secara seimbang pada pria maupun wanita (Duvnjak et al, 2007).

Sindroma metabolik dikarakteristikkan sebagai obesitas, hiperinsulinemia,

resistensi insulin perifer, diabetes, hipertrigliseridemia, dan hipertensi. Diabetes

mellitus tipe 2 adalah komponen mayor dari sindroma metabolik dan dikaitkan

dengan baik obesitas maupun NASH dan telah didapatkan pada 34-75%

penderita dengan NASH. Diabetes tidak hanya berkaitan dengan NAFLD, tetapi

juga menjadi faktor risiko untuk berkembangnya fibrosis hati secara progresif.

Obesitas telah dilaporkan pada 70-100% kasus NASH dan sebagian besar

penderita memiliki berat badan 10-40% di atas berat badan ideal. Sejumlah

laporan telah melaporkan adanya resolusi pada fatty liver diikuti dengan

penurunan berat badan secara bertahap. Subyek dengan obesitas abdomen

lebih rentan terhadap diabetes, hipertensi, dan fatty liver. Hiperlipidemia

(hipertrigliseridemia dan/atau hiperkolesterolemia), yang sering dikaitkan dengan

Page 5: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

obesitas dan diabetes tipe 2 telah dilaporkan pada 20-80% penderita dengan

NASH (Duvnjak et al, 2007).

Page 6: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

NAFLD merupakan deposisi lemak di hati pada subjek yang non-alkoholik,

suatu kondisi yang mungkin memburuk menjadi end-stage liver disease.

Spektrum perburukan NAFLD sama dengan alcoholic liver disease, namun tidak

disebabkan konsumsi alkohol kronis. Spektrum perubahan patologis pada

NAFLD terdiri dari 4 tipe (Tabel I). Implikasi klinis NAFLD adalah signifikansinya

pada populasi umum dan kemungkinan perburukannya menjadi sirosis hepatis

dan liver cell failure (Dabhi et al, 2008).

NAFLD didefinisikan sebagai adanya lemak yang berlebihan pada hati,

yang terdeteksi baik melalui imaging maupun biopsi hati. NAFLD merupakan

diagnosa eksklusi pada pasien yang tidak mengalami penyakit hati lainnya;

namun semenjak berkembangnya kriteria histologik, terdapat pula NAFLD dan

NASH yang disertai bentuk lain penyakit hati. Untuk menegakkan diagnosa,

pasien harus bebas dari alkohol atau hanya minum alkohol sesekali. Penelitian

terbaru menunjukkan bahwa maximal safe level dari konsumsi ethanol adalah 30

gram / hari, meski kriteria yang lebih ketat seperti 20 gram / hari untuk pria dan

10 gram / hari untuk wanita juga sering digunakan pada penelitian terhadap

pasien dengan NAFLD (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) meliputi spektrum luas dari

penyakit hati, mulai dari fatty liver sederhana (steatosis), sampai ke nonalcoholic

steatohepatitis (NASH), dan sirosis (irreversible, advanced scarring of the liver).

Pada semua derajat NAFLD terjadi akumulasi lemak (fatty infiltration) ke dalam

sel-sel hati (hepatocytes). Pada NASH, akumulasi lemak dihubungkan dengan

derajat yang bervariasi dari peradangan (hepatitis) dan fibrosis hati.

Istilah “nonalchoholic” dipakai karena NAFLD dan NASH terjadi pada

individu yang tidak mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Pada banyak aspek,

gambaran histologi dari NAFLD sama dengan gambaran histologi pada penyakit

hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan. Namun gambaran klinis

pada NAFLD dan NASH sangatlah berbeda dengan gambaran klinis pada

alcoholic liver disease (ALD).

Page 7: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Spektrum NAFLD diperkirakan bermula dan berkembang dari tingkat yang

paling sederhana yang disebut fatty liver sederhana (steatosis). Jadi fatty liver

adalah kelainan awal dalam spektrum NAFLD. Fatty liver sederhana hanya

terkait dengan akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tanpa peradangan atau

fibrosis (scarring). Lemak sesungguhnya terdiri dari tipe lemak khusus

(triglyceride) yang berakumulasi pada kantong kecil di dalam sel-sel hati.

Akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tidak sama dengan sel-sel lemak

(adipocytes) yang membentuk lemak tubuh kita. Fatty liver adalah kondisi yang

tidak berbahaya, yang berarti dia sendiri tidak akan menyebabkan kerusakan hati

yang signifikan (Duvnjak et al, 2007).

Tingkat selanjutnya dan derajat keparahan dalam spektrum NAFLD adalah

NASH. Beruntung hanya sebagian kecil dari pasien dengan fatty liver sederhana

yang berkembang menjadi NASH. Seperti yang sudah disinggung, NASH

melibatkan akumulasi lemak di dalam sel-sel hati dan juga peradangan hati. Sel-

sel yang meradang dapat menghancurkan sel-sel hati (hepatocellular necrosis).

Dalam istilah "steatohepatitis" dan "steatonecrosis", steato mengacu pada fatty

infiltration, hepatitis mengacu pada peradangan di dalam hati, dan necrosis

mengacu pada sel-sel hati yang rusak. Bukti kuat menunjukan bahwa NASH,

berlawanan dengan fatty liver sederhana, bukanlah suatu kondisi yang tidak

berbahaya. Ini berarti bahwa NASH pada akhirnya dapat menjurus ke fibrosis

hati dan kemudian fibrosis berlanjut dan tidak dapat dikembalikan seperti semula

(sirosis). Sirosis yang disebabkan oleh NASH adalah tingkat terakhir dan yang

paling buruk dalam spektrum NAFLD (Duvnjak et al, 2007).

NAFLD dimulai dengan fatty liver, berlanjut ke NASH dan berakhir dengan

sirosis. NASH merupakan tahap yang melibatkan akumulasi lemak (steatosis),

peradangan (hepatitis) dan scarring (fibrosis) di dalam hati.

2.2 Patogenesis

Terdapat dua tipe dari NAFLD yang telah diketahui: NAFLD primer

(berkaitan dengan sindroma metabolik) dan NAFLD sekunder (berkaitan dengan

kondisi metabolik atau iatrogenik spesifik lainnya yang berbeda dari sindroma

metabolik) (Duvnjak et al, 2007).

Patogenesis pada NAFLD ditandai oleh deposisi lemak, inflamasi, dan

fibrosis hati yang diuraikan sebagai berikut (Riley et al, 2007):

Page 8: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Deposisi lemak: terjadi deposisi lemak makrovesikular pada hati.

Inflamasi: terjadi steatohepatitis sebagai konsekuensi dari berbagai

faktor, resistensi insulin menyebabkan akumulasi free fatty acids; dan

mekanisme lain seperti stres oksidatif, peroksidasi lipid, endotoksin, dan

sebagainya. Berbagai sitokin, seperti tumor necrosis factor (TNF) dan

interleukins (IL-6, IL-8) berperan terhadap terjadinya inflamasi. TNF

terutama mempengaruhi sintesa trigliserida di hati.

Fibrosis: steatohepatitis memburuk menjadi peningkatan fibrsis dan

kemudian terjadi sirosis. Sekitar 12% dengan NAFLD memburuk menjadi

sirosis dalam 7 tahun. Sirosis yang terjadi sekunder terhadap NASH

dapat memburuk menjadi hepatocellular carcinoma.

Prediktor terhadap terjadinya NASH dan fibrosis lanjut dapat dihitung

menggunakan sistem scoring sebagai berikut (Dabhi et al, 2008):

HAIR score

1. Hipertensi

2. Alanine transaminase (ALT) > 40 IU/l

3. Resistensi insulin (IR) index > 5

Adanya 2 dari 3 kriteria tersebut merupakan prediktor terjadinya NASH.

BAAT score

1. Body mass index (BMI) > 28 kg/m2

2. Usia > 50 tahun

3. Peningkatan ALT > 2 kali lipat

4. TG > 1.7 mmol/l

Tidak ada atau hanya terdapat 1 faktor menyingkirkan kemungkinan fibrosis atau

sirosis.

Jaringan adiposa kini disadari sebagai sumber metabolik yang penting dan

mediator inflamasi. Adipokin ini memiliki efek proinflamasi (leptin, TNF-α, and IL-

6) dan anti-inflamasi (adiponectin). Adiponectin juga memiliki efek antilipogenik.

Adipokin mengatur glukosa perifer dan hepatik serta metabolisme lipid. Meskipun

sitokin dan hormon ini secara normal bekerja dalam keseimbangan, homeostasis

ini dapat mengalami kerusakan pada pasien NASH. Pasien NASH mengalami

penurunan kadar adiponektin dan peningkatan kadar TNF-α (Hijona et al, 2010).

Page 9: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Hepatocyte Injury dan Patologi NASH

Hepatocyte ballooning merupakan gambaran injury yang didapatkan pada

biopsi hati NASH. Belum diketahui pasti apakah ballooning hepatocytes

merupakan perubahan adaptif (fisiologis) atau degeneratif (patologis) hepatosit.

Respon awal hepatosit terhadap stressor adalah peningkatan volume, dan

perubahan volume ringan (hingga 5–10%) tanpa bukti biokimia radikal bebas

dapat merupakan fisiologis atau adaptif. Namun, pembengkakan hepatosit yang

lebih besar (≥30% peningkatan volume) umumnya degeneratif dan dapat

menyebabkan ekspresi protein stress, macromolecular overcrowding, kerusakan

arsitektur seluler, pembentukan hialin Mallory, apoptosis hepatosit, nekrosis, dan

kematian se (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Patofisiologi NAFLD primer masih belum diketahui dengan jelas. Salah

satu hipotesa mengenai patogenesis NAFLD adalah “two-hit” hypothesis yang

diperkenalkan oleh Day dan James pada tahun 1998. Berdasarkan paradigma

ini, abnormalitas primer adalah gangguan metabolik, paling sering akibat

resistensi insulin, yang menyebabkan NAFLD. Kemudian terjadi second hit

menyebabkan terjadinya injury dan inflamasi, atau NASH dan sekuelenya (Hijona

et al, 2010).

First Hit

Akumulasi lemak pada hati merupakan “first hit” pertama, yang merupakan

akibat dari akumulasi trigliserida yang berlebihan yang disebabkan oleh

perbedaan antara pemasukan dan sintesis dari lemak hati pada satu sisi dan β-

oksidasi serta ekspor ke yang lainnya. Ketidakseimbangan ini terjadi bersama

dengan faktor-faktor etiologi lainnya yang sudah disebutkan sebelumnya

(Duvnjak et al, 2007).

Adanya lemak yang berlebihan merupakan persyaratan terjadinya kejadian

berikutnya dari NASH. Karakteristik utama NAFLD adalah akumulasi trigliserida

(TG) sebagai droplet lemak di antara sitoplasma hepatosit. Hal ini didefinisikan

secara praktis sebagai didapatkannya lebih dari 10% hepatosit yang memiliki

droplet lemak pada biopsi hati. Peningkatan transport free fatty acids (FFA) dan

TG menuju ke hati, penurunan penggunaan FFA oleh hati, penurunan transport

TG keluar dari hati, dan kegagalan beta-oksidasi FFA di antara hepatosit

Page 10: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

menyebabkan akumulasi TG di antara sitoplasma hepatosit. Kelebihan

karbohidrat, baik dari sumber diet atau de novo gluconeogenesis di hati,

merupakan stimulus utama terhadap sintesa asam lemak de novo di hati.

Sebaliknya, pengambilan langsung lemak diet sebagai chylomicron remnants

atau FFA merupakan faktor yang memiliki peranan relatif kecil terhadap

akumulasi lemak hati (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Resistensi insulin merupakan penyebab utama akumulasi lemak di hati.

Namun, kita juga mengetahui bahwa subgrup kecil dari pasien NAFLD tidak

menunjukkan gambaran kegagalan sensitivitas insulin yang dapat dideteksi. Hal

ini mendukung kemungkinan selain resistensi insulin yang juga penting pada

kelompok pasien tersebut. Kemudian, bukti-bukti selanjutnya mendukung bahwa

resistensi insulin tidak hanya berperan sebagai first hit, namun juga memegang

peranan penting dalam inflamasi dan hepatocyte injury yang menggambarkan

NASH (Hijona et al, 2007).

Second Hit

Hati dengan kelebihan lemak lebih rentan terhadap stressor seperti

reactive oxygen species (ROS), adipokin, dan sitokin, dibandingkan dengan hati

normal. Kapasitas regeneratif fatty liver juga mengalami gangguan. Namun,

faktor yang memainkan peranan kunci perkembangan NASH dari NAFLD masih

belum diketahui pasti. Beberapa kemungkinan meliputi durasi infiltrasi lemak ke

dalam hati dan durasi serta keparahan hiperinsulinemia. Second hit lain yang

memungkinkan adalah stress oksidatif (peningkatan ROS dan penurunan

antioksidan), peroksidasi lipid dan metabolit reaktif seperti malondialdehyde dan

4-hydroxynonenal, produk jaringan adiposa, transforming growth factor-β,1 Fas

ligand, disfungsi mitokondria dan defisiensi rantai respiratorik, dan small intestinal

bacterial overgrowth (endotoxin dan TNF-α) (Basaranoglu and Neuschwander-

Tetri, 2006).

Steatotic liver kemudian menjadi rentan atau disebut juga “second hits”

yang berakibat kerusakan, peradangan, dan fibrosis sel-sel hati. Teori yang

paling banyak didukung adalah yang melibatkan resistensi insulin sebagai

manifestasi utama pada NAFLD primer, yang mengarah pada steatosis hati dan

mungkin juga steatohepatitis. Faktor-faktor yang diduga memprakarsai “second

hits” adalah stres oksidatif dan subsekuen peroksida lipid, sitokin proinflamasi

Page 11: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

(terutama TNF-α), dan hormon-hormon yang berasal dari jaringan adiposa

(adipositokin) (Hijona et al, 2010).

Obesitas, diabetes tipe 2, hiperlipidemia, dan kondisi-kondisi lain yang

terkait dengan resistensi insulin umumnya muncul pada pasien dengan NAFLD.

Resistensi insulin juga didapatkan pada pasien dengan NAFLD yang tidak

obesitas dan mereka yang memiliki toleransi glukosa normal. Mekanisme

molekuler yang memicu resistensi insulin cukup rumit dan belum diuraikan

seluruhnya. Beberapa molekul (TNF-α, PC-1 membrane glycoprotein, leptin, dan

asam lemak) tampaknya mengganggu jalur sinyal insulin. Perubahan

metabolisme lemak terkait dengan resistensi insulin hasil dari interaksi antara

efek resistensi insulin terlokasi primer pada lemak dan jaringan adiposa serta

dampak dari kompensasi hiperinsulinemia pada jaringan yang tetap sensitif pada

insulin. Perubahan tersebut meliputi peningkatan lipolisis perifer, peningkatan

uptake hati terhadap FFA dan peningkatan sintesis trigliserida hati. Influks FFA

dan neosintesis oksidasi FFA serta sekresi trigliserida menghasillkan efek

berlanjut pada akumulasi lemak hati. Hal ini dapat menjelaskan kunci penting

resistensi insulin pada perkembangan steatosis hati dan steatohepatitis (Duvnjak

et al, 2007).

Penumpukan lemak di dalam sel-sel hati mempunyai beberapa efek. FFA

menghalangi pensinyalan insulin dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin

hati melalui mekanisme yang memerlukan pengaktifan PKC-3, JNK, I-B kinase

(IKK-) dan NFkB. Resistensi insulin hati menambah oksidasi asam lemak di

dalam mitokondria. FFA dan hasil metabolismenya merupakan ligand untuk

peroxisomal proliferators-activated receptor- (PPAR-) yaitu faktor transkripsi yang

mengatur ekspresi gen yang menyandikan enzim yang terlibat di mitokondria,

peroksisomal dan oksidasi asam lemak mikrosomal. Pada akhirnya efek yang

timbul dari penumpukan lemak di hati (adanya resistensi insulin dan peningkatan

regulasi dari PPAR-α-regulated genes) adalah peningkatan oksidasi FFA

(Duvnjak et al, 2007).

Oksidasi mitokondria dan asam lemak peroksisomal dapat memproduksi

radikal oksigen bebas hepatotoksik yang berkontribusi terhadap perkembangan

stres oksidatif. Berdasarkan data-data yang ada, tampak resistensi insulin dapat

menyebabkan kedua “hits” pada patogenesis NASH. Abnormalitas struktur

Page 12: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

mitokondria ditemukan pada pasien-pasien dengan NASH, namun tidak pada

pasien-pasien dengan steatosis hepatis sederhana. Ditemukan juga bahwa

ekpresi beberapa gen yang penting untuk fungsi mitokondria ditekan pada

pasien-pasien dengan NASH (Duvnjak et al, 2007).

Banyak studi yang mendemonstrasikan bahwa stres oksidatif merupakan

ciri yang menonjol pada NASH. Terlepas dari sel-sel hati, produksi ROS dan

stres oksidatif pada pasien obesitas juga dapat berasal dari jaringan adiposa

(baik pada adiposit maupun pada makrofag yang menginfiltrasi jaringan adiposa).

Sel inflamatori dalam hati merupakan sumber potensial ketiga dari ROS dan

stres oksidatif, terutama dalam pengaturan steatoepatitis yang sudah

berkembang (Duvnjak et al, 2007).

Hal ini dapat terjadi dengan tiga mekanisme utama: peroksidasi lemak,

induksi sitokin dan induksi Fas ligand. Peroksidasi lemak yang dipicu oleh ROS

pada membran plasma atau mitokondria menyebabkan nekrosis sel atau

menginduksi apoptosis. Peroksidasi lemak juga memicu keluarnya

malondialdehyde (MDA) dan 4-hydroxynonenal (HNE) yang dapat mengikat

protein sel-sel hati membentuk neoantigen dan memicu respon imun yang

berbahaya, cross-link sitokeratin untuk membentuk Mallory hyaline, atau

mengaktivasi sel stellata hati memicu sintesis kolagen dan menstimulasi

kemotaksis neutrofil (Duvnjak et al, 2007).

Selain itu, terdapat beberapa data yang meyakinkan bahwa sitokin

inflamatori (TNF-α, IL-6 dan IL-1β) juga memegang peranan penting pada

patogenesis NAFLD, yaitu dapat menyebabkan resistensi insulin sistemik dan

hati. Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati dan apoptosis,

kemotaksis neutrofil, dan aktivasi sel stellata hati. Crespo et al telah menemukan

bahwa pasien obesitas dengan NASH dibandingkan dengan mereka yang tidak

obesitas secara signifikan terjadi peningkatan ekspresi hati TNF- α dan reseptor

P55, serta terjadi peningkatan ekspresi TNF- α dalam jaringan adiposa. Ekspresi

yang meningkat ini berhubungan dengan derajat fibrosis hati. Akumulasi FFA

pada sel-sel hati menstimulasi ekspresi sitokin inflamatori NF-κB-dependent

(TNF-α, IL-6, IL-1β). Sel Kupffer sebagai makrofag yang spesifik pada hati juga

merupakan sumber potensial untuk sitokin proinflamatori. Stimulus aktivasi dapat

berupa sitokin derivat dari sel-sel hati, klirens dari deposit lemak teroksidasi

Page 13: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

melalui reseptor scavenger, atau endotoksin derivat dari usus pada pasien

dengan pertumbuhan bakteri yang berlebih pada usus kecil (Duvnjak et al, 2007).

Pada akhirnya jaringan adiposa pada orang obesitas diinfiltrasi oleh

makrofag dan membuatnya menjadi sumber lain dari sitokin proinflamatori.

Sitokin diproduksi oleh makrofag jaringan adiposa (terutama TNF-α) yang dapat

menjadi perantara resistensi insulin sistemik dan hati, serta menyebabkan

penurunan sekresi adiponektin adipositokin protektif (Duvnjak et al, 2007).

Adipositokin merupakan peptida-peptida yang diproduksi oleh jaringan

adiposa viseral. Di antaranya adiponektin dan leptin yang secara langsung

terlibat dalam jalur metabolik dan inflamatori yang berbeda dan terutama penting

pada patogenesis NAFLD. Adiponektin tampaknya memiliki peran penting dalam

meningkatkan oksidasi asam lemak dan menurunkan sintesis asam lemak. Hati

dan sel otot memiliki reseptor adiponektin. Stimulasi pada reseptor adiponektin di

hati menyebabkan aktivasi dari PPAR-α dan AMP-activated protein kinase

(AMPK). Karenanya, adiponektin meningkatkan β-oksidasi asam lemak dan

menurunkan konten trigliserida hati dan resistensi insulin hati (Duvnjak et al,

2007).

Adiponektin juga memiliki efek langsung anti-peradangan, menekan

produksi TNF-α pada hati. Studi terbaru menunjukkan penurunan kadar serum

adiponektin dan penurunan ekspresi hati terhadap reseptornya pada pasien

dengan NASH dibandingkan dengan mereka yang memiliki steatosis sederhana.

Tampaknya peningkatan produksi dari TNF-α dan generasi ROS bertanggung

jawab atas pengurangan sekresi adiponektin. Hal ini sekali lagi melibatkan

bahwa TNF-α dan supresi adiponektin melalui ROS memegang peranan penting

pada patogenesis dari NAFLD progresif. Sebuah studi terhadap tikus obesitas

dengan defisiensi leptin menunjukkan perbaikan signifikan pada steatosis hati,

hepatomegali, dan kadar aminotransferase diikuti administrasi adiponektin

(Duvnjak et al, 2007).

Leptin merupakan peptida lain yang diproduksi di jaringan adiposa yang

dapat memiliki peran penting pada perkembangan resistensi insulin. Leptin

menginaktivasi substrat reseptor insulin (defosforilasi substrat reseptor insulin)

sehingga menginduksi resistensi insulin perifer dan hati. Kadar leptin darah

berhubungan dengan derajat fibrosis pada pasien dengan hepatitis C kronis.

Namun Angulo et al tidak menemukan adanya korelasi antara kadar leptin

Page 14: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

dengan derajat fibrosis hati pada studi terhadap 88 pasien dengan NAFLD.

Cohen et al telah menemukan bahwa leptin, pada kadar yang dapat

dibandingkan dengan pasien obesitas secara individu, menginduksi resistensi

insulin hati melalui defosforilasi terhadap substrat reseptor insulin (Duvnjak et al,

2007).

Pada akhirnya, kerusakan sel-sel hati dan peradangan terkait akan memicu

aktivasi sel stellata hati dan sintesis protein matriks ekstraseluler dengan fibrosis

hati sebagai konsekuensi akhir. Sebagai tambahan, kematian sel apoptosis juga

merupakan faktor penting pada fibrogenesis hati. Hal ini memicu aktivasi sel

stellata dengan cara pencernaan sel-sel hati terapoptosi oleh sel Kupffer dan

pengeluaran berikutnya dari TGF-β. Terdapat beberapa mediator lain yang

mungkin terlibat dalam patogenesis fibrosis hati pada NAFLD. Leptin adipositokin

dapat memegang peranan pada fibrogenesis. Berkurangnya produksi

adiponektin terkait dengan obesitas juga berkontribusi terhadap berkembangnya

fibrosis hati (Duvnjak et al, 2007).

Angiotensin, yang juga disekresi oleh jaringan adiposa dan ditingkatkan di

serum, memiliki efek profibrogenik. Pada akhirnya hiperglikemi dan

hiperinsulinemi terkait dengan resistensi insulin juga merupakan faktor kunci

pada perkembangan fibrosis melalui up-regulasi faktor pertumbuhan sintesis

jaringan ikat oleh sel stellata. Meskipun semua kemajuan baru-baru ini dalam

memahami patogenesis NAFLD, namun alasan mengapa hanya sebagian kecil

pasien dengan faktor risiko klasik untuk NAFLD berkembang menjadi lebih dari

sekedar steatosis sederhana masih belum jelas (Duvnjak et al, 2007).

2.3 Faktor Risiko

Terlepas dari meningkatnya ketertarikan dan proses signifikan dalam

memahami NAFLD, perjalanan penyakit NAFLD sendiri masih belum dapat

didefinisikan dengan jelas. Alasannya adalah kurangnya studi histologis lanjutan

dengan prospek bagus. Namun beberapa konsep telah jelas: NASH lebih jarang

berproses menjadi sirosis dan angka harapan hidupnya lebih baik dibandingkan

alkoholik steatohepatitis (Duvnjak et al, 2007).

Meskipun begitu, pada studi populasi yang menggunakan data dari proyek

epidemiologi luas jangka panjang, pasien-pasien dengan NAFLD memiliki sedikit

mortalitas lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Kematian yang berhubungan

Page 15: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

dengan penyakit hati termasuk urutan ketiga penyebab mortalitas terbanyak

pada pasien-pasien tersebut, dibandingkan dengan kematian kematian karena

penyakit hati pada populasi umumnya di mana terdapat pada urutan ke-13. Studi

retrospektif lainnya dari 132 pasien menemukan bahwa hasil yang kurang baik

(sirosis dan kematian terkait penyakit hati) terjadi pada 22% pasien yang dari

hasil inisial biopsinya menunjukkan ballooning degeneration dan Mallory hyaline

atau fibrosis, dibandingkan dengan 4% pada pasien yang hanya terdapat

steatosis saja (Duvnjak et al, 2007).

Terdapat banyak spekulasi terhadap rasio dari progres penyakit. Studi

ditunjang dengan biopsi menunjukkan progres histologi pada 30-50% pasien

dengan NASH, tetapi kesimpulannya terbatas karena jumlah pasien yang sedikit.

Laporan terbanyak tentang pasien NAFLD dengan biopsi hati diterbitkan tahun

2005 termasuk 103 pasien dengan rata-rata interval 3.2 tahun antarbiopsi.

Derajat fibrosis berkembang pada 37%, tetap stabil pada 34% dan berkurang

pada 29% pasien. Diabetes, derajat awal fibrosis rendah dan BMI yang lebih

tinggi dikaitkan dengan rasio perkembangan fibrosis yang lebih tinggi (Duvnjak et

al, 2007).

Studi lain terhadap 22 pasien dengan median jarak 4.3 tahun antarbiopsi

juga menunjukkan progres dari fibrosis pada sekitar sepertiga pasien, dengan

obesitas dan BMI yang lebih tinggi menjadi satu-satunya faktor yang

berhubungan (Duvnjak et al, 2007).

Berdasarkan hasil-hasil tersebut sudah jelas bahwa NAFLD, khususnya

NASH, bukan sepenuhnya kondisi jinak seperti awal orang mengiranya. Bahkan

sudah jelas dapat berkembang menjadi penyakit hati stadium akhir, dan

beberapa pasien dengan NAFLD dapat berakhir dengan membutuhkan

transplantasi hati (Duvnjak et al, 2007).

Menariknya, steatosis dan steatohepatitis dapat kambuh setelah

transplantasi hati. Selain itu, beberapa studi menduga bahwa hepatocellular

carcinoma (HCC) dapat menjadi salah satu hasil dari NAFLD. Studi lebih lanjut

dibutuhkan sebelum risiko terjadinya HCC pada NAFLD dapat benar-benar

dibuktikan (Duvnjak et al, 2007).

Page 16: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

2.4 Gejala dan Tanda

Secara umum, gejala-gejala dari NAFLD dan NASH sama. Keduanya

muncul perlahan dan tidak spesifik (dapat juga diamati pada penyakit-penyakit

lainnya). Keduanya dapat terjadi baik pada usia dewasa, maupun pada anak-

anak, umumnya timbul pada usia di atas 10 tahun. Kebanyakan pasien tidak

menampakkan gejala. Namun mereka kadang mengalami nyeri perut yang

samar pada kuadran kanan atas (di bawah arcus costae pada sisi kanan). Nyeri

ini memiliki karakteristik tumpul, tanpa didahului suatu pola kejadian yang dapat

diprediksikan. Nyeri bukan dirasakan sebagai suatu nyeri hebat, tiba-tiba, dan

sangat nyeri, misalnya seperti pada cholelithiasis. Nyeri abdomen pada NAFLD

dan NASH diperkirakan disebabkan oleh peregangan dari kapsula hati ketika hati

membesar dan/atau ketika ada peradangan dalam hati.

Berlawanan dengan ALD, HBV, and HCV; gejala-gejala dari gagal hati

(disebabkan oleh hepatitis berat) yang berat dan akut tidak teramati pada NAFLD

atau NASH. Gejala dan tanda dari gagal hati meliputi kulit yang menguning

(jaundice), kelelahan yang berat, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan

kebingungan.

Tanda-tanda klasik dari resistensi mendominasi tes fisik pada NAFLD dan

NASH. Seperti yang telah disebutkan di atas, obesitas (terutama obesitas perut)

adalah penemuan yang paling sering. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan

DM tipe 2 yang sudah berjalan lama mungkin mempunyai komplikasi-komplikasi

dari diabetes, seperti retinopathy, gagal ginjal, dan penyakit jantung koroner.

Hipertensi juga seringkali terjadi.

Acanthosis nigricans, suatu pewarnaan gelap dari kulit ketiak dan leher,

merupakan suatu tanda dari resistensi insulin dan sering didapatkan pada anak-

anak dengan NASH. Ketika hati dipalpasi, umumnya dirasakan normal. Namun,

secara umum, ketika terdapat akumulasi lemak dalam jumlah besar di hati, maka

hati akan menjadi sangat besar dengan tepi yang lunak dan membulat, sehingga

dapat dengan mudah dipalpasi.

Sirosis pada tahapan NAFLD umumnya terjadi pada usia lanjut, yakni

sekitar 50 hingga 60 tahun, yang diperkirakan bertahun-tahun setelah terjadinya

NASH. Seringkali pada tahap ini, pasien mengalami DM tipe 2 yang bergantung

pada insulin. Pasien-pasien NASH dengan sirosis dapat tidak menunjukkan

gejala (asimptomatis) jika terdiagnosa lebih dini. Namun mereka dapat

Page 17: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

menunjukkan tanda-tanda khas dari sirosis yang terkompensasi maupun yang

tidak terkompensasi (decompensated cirrhosis).

Tanda-tanda dari sirosis yang terkompensasi meliputi hati yang membesar

dan mengeras, pembuluh-pembuluh darah kecil menyerupai bentuk bintang

(spider angiomata) pada kulit tubuh bagian atas, bercak kemerahan pada bagian

thenar dan hipothenar (palmar erythema), kuku-kuku yang memutih (white nail),

rambut tipis yang seperti sutra, kehilangan rambut-rambut tubuh, vena yang

menonjol pada perut (abdominal collateral veins), menstruasi tidak teratur atau

amennorrhea pada wanita sebelum menopause, atrofi testis serta kadang

pembesaran payudara pada pria (gynecomastia). Tanda-tanda dari sirosis yang

tidak terkompensasi (decompensated cirrhosis) meliputi semua yang telah

disebutkan diatas, namun terjadi pengkerutan hati dan mungkin bengkak di kaki

(edema), akumulasi cairan di perut (ascites), perdarahan dari vena-vena

esophagus (varices), dan hepatic encephalopathy.

Fatty liver juga terdapat dalam beberapa sindroma lainnya. Sebagai

contoh, fatty liver terjadi pada polycystic ovarian, dimana polycystic ovarian

dihubungkan dengan obesitas, rambut yang berlebihan (hirsutisme), dan

resistensi insulin. Gejala-gejala lipodystrophy sejak lahir, yang merupakan

kelainan yang jarang, dimana lemak pada tubuh dan ekstremitas bergeser ke

perut, adalah juga berhubungan dengan suatu fatty liver yang membesar.

Sebagian besar pasien dengan NAFLD (45 - 100%) tidak memiliki gejala

maupun tanda penyakit hati pada saat diagnosa. Pada pasien-pasien ini, hasil

tes fungsi hati yang abnormal seringkali ditemukan secara tidak sengaja. Saat

terdapat gejala, seringkali gejalanya tidak spesifik seperti kelelahan yang

persisten (50 - 73%), pruritus (0 - 6%), oedema (2 - 10%), malaise, dan right

upper quadrant discomfort atau nyeri. Gambaran lain seperti perdarahan saluran

cerna (0 - 3%), jaundice (0 - 5%), ascites (0 - 3%), pruritus, dan oedema

merupakan gambaran dari penyakit hati berat. Ascites, hepatic encephalopathy,

dan variceal bleeding menunjukkan terjadinya sirosis hepatis karena NASH

progresif (Dabhi et al, 2008).

Ketika penyakit tidak berlanjut, hepatomegali yang halus, difus, dan tidak

lunak terjadi pada 25 - 53% pasien. Pasien biasanya obese dan/atau mengalami

diabetes. Penyakit lanjut mungkin disertai right hypochondrium tenderness,

Page 18: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

jaundice, palmar erythema, spider angioma, portal hypertension, ascites, varices,

and splenomegaly (Dabhi et al, 2008).

2.5 Diagnosis

Diagnosa NAFLD ditegakkan setelah mengeksklusi penyebab lain dari

disfungsi hati. Hal ini dilakukan dengan memastikan tidak adanya

penyalahgunaan alkohol, infeksi virus, autoimun, metabolik, herediter atau

penyebab lain patologi hati. Secara umum, tidak adanya penyalahgunaan alkohol

atau konsumsi alkohol < 20 gram / hari dalam waktu lama, dan hasil tes serologi

terhadap hepatitis B dan C negatif seharusnya meningkatkan kecurigaan

terjadinya NAFLD (Dabhi et al, 2008).

2.5.1 Diagnosis NAFLD secara Laboratoris

Tabel 2.1 Parameter Biokimia pada NAFLD (Dabhi et al, 2008)

Parameter Laboratoris Abnormalitas

ALT Peningkatan 4 - 5 kali lipat

AST Peningkatan 4 - 5 kali lipat

ALT/AST ratio Biasanya < 1 pada sirosis

< 2 pada alcoholic liver disease

Alkaline phosphatase Peningkatan 2 - 3 kali lipat

GGT Biasanya normal, dapat meningkat 2 -3 pada

beberapa kasus

Bilirubin Meningkat pada NAFLD tahap lanjut

Albumin Menurun pada NAFLD tahap lanjut

Prothrombin time Meningkat pada NAFLD tahap lanjut

Serum iron chemistry

Serum ferritin

Serum iron

Transferrin saturation

Meningkat pada 50% kasus

Meningkat

Menurun

ANA Positif pada 15 - 20% kasus

Lipids Meningkat pada kasus dengan underlying

hyperlipidaemia

Viral markers Untuk mengekskluasi viral hepatitis

Page 19: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Sebagian besar pasien dengan NAFLD datang ke dokter karena

peningkatan liver function test yang tidak sengaja ditemukan. Walaupun kadar

aminotransferase meningkat pada mayoritas pasien, tetapi pasien dengan kadar

aminotransferase yang normal juga dapat ditemukan perubahan nekroinflamatori

atau fibrosis. Hal tersebut sudah dibuktikan pada studi terhadap 51 subyek

dengan kadar ALT yang normal di mana 12 subyek telah terdapat fibrosis dan 6

subyek terdapat sirosis (Duvnjak et al, 2007).

Dalam studi longitudinal histologis pada 103 pasien dengan peningkatan

aminotransferase memiliki korelasi dengan peningkatan nilai aktivitas, tetapi

perubahan pada kadar aminotransferase tidak berkorelasi dengan perubahan

pada tahap fibrosis. Menariknya, kadar aminotransferase menurun secara

signifikan antarbiopsi baik pada pasien dengan fibrosis progresif maupun pada

pasien tanpa fibrosis (Duvnjak et al, 2007).

2.5.2 Diagnosis NAFLD melalui Imaging

Metode imaging memiliki nilai diagnosis kecil pada NAFLD. Hasil USG

pada NAFLD sudah sering ditemukan gambaran hiperechoic, tetapi hal ini tidak

cukup sensitif maupun spesifik (Duvnjak et al, 2007). Pencitraan radiologi non-

invasif seperti USG, CT scan abdomen, dan MRI dapat membantu diagnosis

infiltrasi lemak pada hati. Namun, tiga metode imaging yang paling sering

digunakan (US, CT, MRI) tersebut telah terbukti tidak dapat membedakan antara

NASH dan bentuk lain dari NAFLD, seperti fatty liver, steatohepatitis, dan

steatohepatitis dengan fibrosis, sehingga dibutuhkan biopsi hati (Dabhi et al,

2008).

2.5.3 Diagnosis NAFLD secara Histologis

Biopsi hati merupakan gold standar diagnosis, tidak hanya untuk

mendapatkan diagnosa yang tepat dan mendokumentasikan grading

nekroinflamasi dan staging fibrosis, namun juga memprediksi prognosa pada

pasien dengan bukti klinis atau radiologis sebagai NAFLD (Basaranoglu and

Neuschwander-Tetri, 2006). Peran dari biopsi hati pada NAFLD sudah sering

dibahas dan korelasi antara penemuan histologis dan gambaran klinis atau

prognosis penyakit telah dipelajari secara ekstensif. Biopsi hati merupakan satu-

satunya cara untuk menegakkan diagnosis NAFLD dan membedakan antara fatty

Page 20: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

liver dengan NASH. Biopsi juga dapat menentukan tingkat keparahan penyakit

dan memberikan wawasan tentang prognosis. Namun demikian, tidak ada

guideline yang telah dibuat untuk menentukan kapan dan pada siapa biopsi hati

diperlukan (Duvnjak et al, 2007).

Setelah mengeksklusi penyakit hati lainnya, diagnosis NAFLD hanya dapat

ditegakkan biopsi hati. Ini merupakan pemeriksaan paling sensitif dan spesifik,

juga dibutuhkan untuk staging, typing, dan menjelaskan prognosa penyakit. Pada

pemeriksaan histologi, temuan NAFLD sangat mirip dengan temuan pada

alcoholic liver disease. Penentuan hepatic iron store merupakan parameter

penting dalam membedakan NAFLD dari haemochromatosis. Derajat

peningkatan kadar ferritin lebih tinggi pada haemochromatosis dibanding NAFLD.

Tabel 2.2 menggambarkan perbandingan antara temuan histologi pada NASH

dan alcoholic liver disease (ALD) (Dabhi et al, 2008).

Tabel 2.2 Perbandingan Histologi NASH dengan Alcoholic Liver Disease

(Dabhi et al, 2008)

Alcoholic hepatitis (%) NASH (%)

Severe steatosis 15 15

Lobular hepatitis 54 85

Periportal fibrosis 0 33

Mallory bodies 3 16

Fibrosis/cirrhosis 38 63

Nuclear vacuolation 76 7

Bile duct proliferation 53 96

Perubahan histopatologi pada NASH meliputi hepatic steatosis, ballooning

degeneration, inflamasi akut, kronis, atau campuran, perisinusoidal fibrosis, dan

bentukan Mallory hyaline bodies. Perubahan fibrotik pada NASH dapat dibagi

menjadi 4 tahap (Dabhi et al, 2008).

Page 21: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Tabel 2.3 Tahap-tahap Perubahan Histologi pada NASH (Dabhi et al, 2008)

Tahap Perubahan

I Fibrosis zona III perisinusoidal atau pericellular, baik fokal maupun difus

II Tahap I + fibrosis periportal ekstensif

III Tahap II + bridging fibrosis fokal atau ekstensif

IV Sirosis hepatis

Masalah yang berkaitan dengan biopsi hati adalah terdapat beberapa

keterbatasan yang signifikan. Pertama, kualitas spesimen biopsi hati bervariasi.

Beberapa studi menunjukkan interpretasi yang bervariasi pada inter dan

intraobserver terhadap spesimen biopsi. Selain itu telah lama diketahui bahwa

parenkim hati yang terkena pada berbagai penyakit hati kronis tidak homogen,

dan biopsi cenderung bervariasi. Hal ini juga telah dibuktikan untuk NASH pada

studi di mana dua biopsi hati dilakukan pada 51 pasien dengan NAFLD (Duvnjak

et al, 2007).

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang sering muncul pada interpretasi

biopsi hati, Matteoni et al membagi NAFLD menjadi 4 kategori berdasarkan

adanya steatosis, radang lobuler, hepatosit ballooning dan Mallory bodies /

fibrosis. Tipe 3 dan 4 dikaitkan dengan gambaran klinis terburuk (Duvnjak et al,

2007).

Tabel 2.4 Matteoni Typing System untuk NAFLD (Dabhi et al, 2008)

Tipe Perubahan Patologis

I Hanya deposisi lemak

II Deposisi lemak + inflamasi

III Tipe I + inflamasi lanjut + ballooning degeneration

IV Tipe I + fibrosis dan/atau Mallory bodies dan perubahan sirosis

Namun hal tersebut tidak termasuk seluruh spektrum NAFLD dan tidak

dapat digunakan sebagai penilaian respon terhadap terapi. Karena itu sistem

skor lainnya telah dikembangkan yang khusus hanya mencakup fitur cedera aktif

yang berpotensi reversibel dalam jangka pendek (Duvnjak et al, 2007).

Sistem skor histologis pertama untuk NASH diusulkan oleh Brunt et al dan

didesain berdasarkan model yang digunakan pada penyakit kronis hati lainnya

Page 22: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

dan termasuk 3 tingkat dari aktivitas nekroinflamatori secara kualitatif

(berdasarkan tingkatan steatosis, ballooning, dan peradangan) dan 4 tahap

fibrosis (Duvnjak et al, 2007). Sistem ini membutuhkan pengecatan histokimia

rutin san mencakup 14 gambaran histologi (Basaranoglu and Neuschwander-

Tetri, 2006).

Tabel 2.4 Sistem Grading dan Staging NASH berdasarkan Brunt dkk

(Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Gambaran Histologi Definisi Skor

Steatosis

Grade The evaluation of parenchymal involvement by steatosis

<5% 0

5–33% 1

>33–66% 2

>66% 3

Location/predominant

distribution pattern

Zone 3 0

Zone 1 1

Azonal 2

Panacinar 3

Microvesicular steatosis Presence of contiguous patches 1

Fibrosis

Stage None 0

Perisinusoidal or periportal 1

Mild, zone 3, perisinusoidal 1A

Moderate, zone 3, perisinusoidal 1B

Portal/periportal 1C

Perisinusoidal and portal/periportal 2

Bridging fibrosis 3

Cirrhosis 4

Inflammation

Lobular inflammation Overall assessment of all inflammatory foci

No foci 0

<2 foci per 200X field 1

2–4 foci per 200X field 2

Page 23: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

>4 foci per 200X field 3

Microgranulomas Presence of small aggregates of

macrophages

1

Large lipogranulomas Present, usually in portal areas or adjacent

to central veins

1

Portal inflammation Greater than minimal when assessed from

low magnification

1

Liver Cell Injury

Ballooning None 0

Few balloon cells 1

Many cells/prominent ballooning 2

Acidophil bodies Many 1

Pigmented macrophages Many 1

Megamitochondria Many 1

Other findings

Mallory hyaline Many visible on routine stains 1

Glycogenated nuclei Many contiguous patches 1

Skor aktivitas NAFLD dihitung dengan menjumlahkan skor stetatosis,

inflamasi lobular, dan ballooning hepatocyte. Skor 0–2 biasanya bukan

merupakan NASH, 3–4 kemungkinan merupakan merupakan NASH, dan 5–8

biasanya indikasi suatu NASH (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

2.6 Penatalaksanaan

Ketika sejarah klinis alamiah dan proses-proses yang terlibat pada

perkembangan dari NAFLD mulai pelan-pelan terbuka seluk beluknya, tidak ada

satupun perawatan yang benar-benar efektif yang ditemukan sampai saat ini.

Namun disarankan sebagian strategi terapi empirik (Dabhi et al, 2008).

Bagaimanapun pengertian umum menyebutkan bahwa kehilangan berat badan,

jika kelebihan berat, dan mengoreksi peningkatan kolesterol, trigliserida, dan gula

darah akan menguntungkan pada NAFLD (Duvnjak et al, 2007).

Pada pasien dengan komorbiditas seperti obesitas, hiperlipidemia, atau

diabetes tipe 2, sangat disarankan perubahan pola hidup termasuk olahraga dan

perubahan kebiasaan diet untuk mencapai penurunan berat badan yang

bertahap dan menetap. Dilaporkan bahwa baik hepatic steatosis maupun

Page 24: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

inflamasi berespon cepat terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti

penurunan berat badan, meskipun respon pada fibrosis lebih lambat. Bila kondisi

pasien tidak membaik meski telah diberikan terapi ini, penggunaan obat-obatan

mungkin diperlukan (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).

Penurunan berat badan secara bertahap disarankan pada pasien yang

mengalami overweight dan obese. Hal ini akan menimbulkan perbaikan pada

abnormalitas laboratoris dan steatosis. Penurunan berat badan secara cepat

atau mendadak (>1.6 kg/minggu) tidak disarankan karena akan menyebabkan

perburukan NAFLD. Gastrojejunal bypass surgery untuk pasien obesitas dan

long-term parenteral nutrition therapy sebaiknya sedapat mungkin dihindari

(Dabhi et al, 2008).

Namun sangat sedikit data yang ada dari efek pengurangan berat badan

dan latihan pada kemajuan penyakit fatty liver. Suatu studi retrospektif

menunjukan bahwa pada individu-individu gemuk (obesitas) dengan peningkatan

awal transaminase, penambahan berat badan menjurus ke peningkatan yang

lebih jauh dari enzim-enzim hati. Dalam perbandingan, suatu kehilangan berat

dari 10% menjurus ke pengurangan yang signifikan pada enzim-enzim dan

bahkan ke transaminase normal pada beberapa pasien. Pengurangan enzim

terjadi pada angka 8% per 1% kehilangan berat badan (Duvnjak et al, 2007).

Dalam studi pada pasien yang menjalani operasi pengecilan perut karena

obesitas, kehilangan berat yang banyak sekali (substantial) diiringi oleh suatu

pengurangan yang ditandai oleh transaminase dan suatu kemunduran

(regression) dari fatty liver. Bagaimanapun, kehilangan berat yang cepat dalam

situasi ini dapat juga mempengaruhi kejadian dari fatty liver dengan peradangan

hati. Mungkin karena terjadi peradangan sitokin dan lemak yang memproduksi

fatty liver dan peradangan yang datang dari lemak tubuh (jaringan adiposa) yang

merupakan sisa dari lemak perut (Duvnjak et al, 2007).

Untuk diet sebaiknya dilakukan restriksi terhadap karbohidrat yang

diabsorpsi secara cepat, seperti monosakarida dan disakarida. Diet tinggi protein

dan tinggi kalori juga disarankan (Dabhi et al, 2008).

Terapi farmakologis NAFLD sebaiknya ditujukan terhadap akumulasi lemak

dan injury serta fibrosis. Modalitas terapi farmakologi NAFLD yang potensial

antara lain sebagai berikut (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006):

1. Insulin sensitizer seperti metformin dan thiazolidinedione

Page 25: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

2. Antilipidemic agents seperti fibrate and statin

3. Anticytokine seperti anti-TNF antibodies dan TNF-receptor antagonist

4. Cytoprotectives dan antioxidants seperti ursodeoxycholic acid, vitamin E,

S-adenosylmethionine, N-acetylcysteine, selenium, carnitine, dan

silymarin

5. Antibiotik dan probiotik untuk mengurangi gut-derived endotoxin

6. Phlebotomy, choline, dan betaine

7. Antifibrotic agents

Ada sedikit data yang dipublikasikan tentang penggunan agen yang

menurunkan kadar glukosa darah atau agen yang menurunkan lipid pada

perawatan NASH. Troglitazone (Rezulin) adalah suatu senyawa PPARg

(peroxisome proliferator activating receptor gamma) yang dapat meningkatkan

efek-efek insulin. Namun FDA (Food and Drug Administration) menarik obat ini

dari pasar karena menyebabkan kasus hepatotoksik yang berat. Sebelum obat

ditarik, suatu percobaan dari troglitazone pada pasien-pasien dengan NASH

dilakukan selama 6 bulan. Studi menunjukan suatu pengurangan signifikan pada

serum transaminase, namun hanya terjadi perbaikan sedang pada secara

histologis pada biopsi hati (Duvnjak et al, 2007).

Troglitazone, seperti juga obat-obatan lain pada kelasnya

(thiazolidinediones), meningkatkan kepekaan insulin dan mungkin mengurangi

peradangan dan fibrosis pada hati. Suatu percobaan singkat dengan gemfibrozil

(Lopid), suatu obat yang menurunkan lemak darah (antilipidemic agent),

menunjukan beberapa efek positif yaitu dapat menurunkan serum transaminase

dan serum trigliserida, namun follow-up biopsi hati tidak dilaksanakan. Suatu

percobaan satu tahun dari clofibrate (Atromid-S), obat lain yang menurunkan

lemak darah, juga tidak mempunyai efek positif. Metformin (Glucophage) adalah

suatu agen peningkatan sensitisasi insulin yang digunakan secara ekstensif

untuk merawat DM tipe 2. Obat ini dipelajari pada kelompok kecil dari pasien-

pasien NASH dan menunjukan efek-efek yang menguntungkan pada penurunan

serum transaminase dan mengurangi infiltrasi lemak dalam hati. Saat ini suatu

percobaan yang besar sedang berlangsung. Data terbaru juga menyarankan

bahwa menurunkan kolesterol dan trigliserida menggunakan obat-obatan seperti

statins membantu mengurangi fatty liver (Duvnjak et al, 2007).

Page 26: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Mengingat bahwa berbagai proses terlibat dalam menyebabkan NASH,

bahwa banyak kelas yang berbeda dari obat-obatan, seperti juga kehilangan

berat, akan mempunyai efek-efek yang bermanfaat. Obat-obatan yang dapat

diterima termasuk (Duvnjak et al, 2007):

Agen-agen yang meningkatkan kepekaan insulin, seperti dua agen baru

thiazolidinediones, pioglitazone (Actos) dan rosiglitazone (Avandia), serta

metformin (Glucophage)

Obat-obatan yang menurunkan kadar lipid seperti obat-obatan statin dan

Lopid

Obat-obat yang memperbaiki aliran darah seperti pentoxifylline (Trental)

Selain obat-obatan yang digunakan untuk menurunkan resistensi insulin

dan kadar trigliserida telah dideskripsikan di atas, terdapat pula obat-obatan lain

yang dapat digunakan, yakni yang disebut ‘hepatoprotective drugs’. Obat-obatan

seperti ursodiol (ursodeoxycholic acid) 13 - 15 mg/kg/hari), vitamin E 400 - 1200

mg/hari, betaine 20 g/hari, N-acetyl cysteine 1 g/hari juga digunakan. Peranan

antioksidan juga telah diteliti secara luas karena terjadi akumulasi produk

peroksidasi lipid sebagai respon free radical injury yang menyebabkan stres

oksidatif yang penting dalam menyebabkan liver cell injury (Dabhi et al, 2008).

Oleh karena itu, antioksidan seperti vitamin E, beta-carotene, vitamin C,

lecithin, dan sebagainya dapat dicoba. Vitamin E dapat menurunkan enzim hati

secara signifikan. Betaine dan and methylated amino acids lainnya bekerja

sebagai donor grup methyl dan menurunkan uptake lemak dan akumulasi lemak

si sel-sel hati. Betaine juga merupakan opak yang menjanjikan (Dabhi et al,

2008). Ursodeoxycholic acid (UDCA) dengan dosis 13 - 15 mg/kg/hari selama

satu tahun dapat memperbaiki ALT dan steatosis pada pasien dengan NAFLD.

UDCA ini berperan sebagai cytoprotective, immunomodulatory, chemoprotective,

dan antioxidant. UDCA berperan sebagai cytoprotective karena memiliki sifat

high lipid altering. UDCA juga dapat menstabilisasi membran hepatosit dan

mencegah jejas pada membran sel, seta memperbaiki kerusakan sel pada hati.

UDCA juga membantu memelihara fungsi mitokondria sehingga menurunkan

steatosis akibat klirens akumulasi lemak di hati. Terapi awal merupakan pilihan

terbaik untuk mencegah perburukan lebih lanjut dari NAFLD dan mengembalikan

perubahan mendekati normal (Dabhi et al, 2008).

Page 27: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Penatalaksanaan Kondisi Lain yang Berhubungan:

a. Diabetes mellitus

Pasien dengan DM sebaiknya memiliki kontrol yang tepat terhadap kadar

gula darahnya. Resistensi insulin seringkali merupakan masalah pada

pasien ini sehingga metformin dan pioglitazone dapat ditambahkan pada

terapinya. Metformin juga memiliki kerja sebagai anoreksian dan membantu

dalam menurunkan berat badan. Namun belum ada penelitian khusus

mengenai penggunaan agen ini pada NAFLD; sehingga saran ini hanya

bersifat logika (Dabhi et al, 2008).

b. Hiperlipidemia

Restriksi lemak pada diet dan obat penurun lipid berguna pada kondisi ini.

Obat yang terutama bekerja dalam menurunkan kadar trigliserida dibutuhkan

pada kondisi ini. Obat-obatan seperti golongan gemfibrozil, clofibrate, dan

statin diindikasikan pada kondisi ini. Namun tetap perlu diingat bahwa fibrate

dapat menyebabkan drug-induced hepatitis pada beberapa pasien (Dabhi et

al, 2008).

c. Penggunaan obat-obatan lain

Beberapa obat berkaitan dengan perkembangan NAFLD. Obat-obatan ini

sebaiknya dihentikan dan diganti dengan alternatif lain yang sesuai (Dabhi et

al, 2008).

d. Metronidazole

Metronidazole dengan dosis 750 - 2000 mg per hari selama 3 bulan

menunjukkan perbaikan steatohepatitis yang berkaitan dengan jejunal

bypass surgery. Terapi ini membutuhkan evaluasi untuk penggunaan pada

tipe lain NAFLD (Dabhi et al, 2008).

Kehilangan berat melalui latihan dan modifikasi diet bersama dengan agen-

agen yang dapat meningkatkan kepekaan insulin akan membantu

mengembalikan infiltrasi lemak pada hati. Terapi-terapi lainnya mungkin

bermanfaat dalam memperlambat proses-proses peradangan dan fibrosis,

khususnya pada terapi kombinasi (Duvnjak et al, 2007).

NAFLD adalah suatu penyakit hati yang ditimbulkan sendiri (self-inflicted),

sangat banyak menyerupai penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease). Tetapi

Page 28: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

hanya sebagian kecil dari pasien yang gemuk atau diabetes akan berkembang

menjadi penyakit hati berat dan hal ini kemungkin besar ditentukan secara

genetik. Sebagai tambahan, banyak bukti yang menjelaskan bahwa kegemukan

dan diabetes dapat memperburuk penyakit hati alkoholik dan penyakit hati yang

disebabkan HCV (Duvnjak et al, 2007).

Karena sebab-sebab ini, peneliti ilmu pengetahuan dasar, ahli penyakit

hati, ahli gizi, dan ahli endokrin menggabungkan usaha-usaha mereka untuk

memahami lebih baik dan mengetahui proses ini yang telah diakui 30 tahun yang

lalu (Duvnjak et al, 2007).

Studi kedalam genetik dari proses ini akan mengungkapkan jalan-jalan

kecil yang menjurus ke penyakit berat dan membantu untuk mengenali pasien-

pasien yang paling berisiko. Studi klinis akan membantu kita memahami sejarah

klinis alamiah dari proses ini dan mudah-mudahan mengidentifikasi ramalan-

ramalan dari hasil. Studi ilmu pengetahuan dasar akan ditujukan pada pengertian

bagaimana penyakit timbul dan proses-proses yang terlibat. Pengetahuan ini

kemudian dapat menjurus kepada perkembangan dari perawatan-perawatan

spesifik. Sekarang ini, percobaan-percobaan kecil sedang berlansung yang

melibatkan agen-agen pembuat kepekaan insulin, seperti metformin

(Glucophage), rosiglitazone (Avandia), dan pioglitazone (Actos). Perawatan-

perawatan lainnya dengan efek-efek anti-oxidant mungkin membuktikan

faedahnya (Duvnjak et al, 2007).

Pada dasarnya, bagaimanapun, bahwa perawatan tunggal paling efektif

untuk orang-orang kegemukan denga NASH adalah sangat sederhana yaitu

menghilangkan berat melalui diet dan latihan. Sayangnya, ini adalah tugas yang

tidak mudah dalam masyarakat kita sekarang, yang didominasi oleh gaya hidup

menetap dan diet-diet yang tinggi kalori, tinggi karbohidrat, tinggi lemak. Dengan

usaha besar, bagaimanapun, pengurangan berat dapat dicapai. Lebih jauh,

dalam pandangan dari peran yang mungkin sekali dari infiltrasi lemak pada

penyakit-penyakit hati lainnya, pengurangan berat mungkin ditambahkan pada

perawatan dari penyakit-penyakit hati lainnya ini, seperti terapi anti virus (anti-

viral therapy) untuk HCV. Akhirnya, NASH mungkin dapat secara meluas dicegah

dan dieliminasi dengan mempromosikan kebiasaan-kebiasaan makan yang sehat

dan gaya hidup yang aktif pada anak-anak, dimana semuanya dimulai (Duvnjak

et al, 2007).

Page 29: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

2.7 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi dari NASH termasuk sirosis (juga dipertimbangkan

sebagai tingkatan akhir dari NAFLD) dan kanker hati utama atau primary liver

cancer (hepatocellular carcinoma, HCC) (Duvnjak et al, 2007).

Risiko dari pengembangan sirosis pada pasien dengan NASH masih ragu-

ragu dan bervariasi mungkin dari 8% ke 15%. Hingga kini, sangat sedikit studi-

studi yang memonitor pasien-pasien melalui suatu periode waktu yang cukup

untuk mendokumentasi secara benar kemajuan-kemajuan dari NASH ke sirosis.

Ada bukti tidak langsung, bagaimanapun, bahwa NASH dapat menjurus ke

sirosis. Sebagai contoh, pada beberapa pasien, pada waktu diagnosis awal dari

NASH yang dibuat melalui biopsi hati, sirosis telah hadir, bersama dengan tanda-

tanda yang umum dari NASH (Duvnjak et al, 2007).

Meskipun begitu, adalah sangat penting untuk mengerti bahwa didalam

banyak hal ketika sirosis berkembang, infiltrasi lemak (fatty infiltration)

menghilang (regresses) bersama dengan peradangan. Sirosis pada NASH

dengan kehilangan lemak dan peradangan dirujuk sebagai sirosis yang terbakar

habis ( burned-out cirrhosis). Situasi ini dapat berasal dari berkurangnya lemak

yang datang pada hati melalui vena portal (pembuluh yang membawa darah dari

usus halus/intestines ke hati). Sebagai tambahan, suatu pengurangan pada

pengeluaran insulin (dengan berkembangnya dari DM2 yang dependen insulin)

menyebabkan lemak-lemak trigliserida untuk meninggalkan hati (Duvnjak et al,

2007).

Lebih jauh, semakin banyak laporan-laporan mengindikasikan bahwa

paling sedikit 50% dari kasus-kasus sirosis Kryptogenik/cryptogenic cirrhosis

(sirosis yang penyebab-penyebabnya tidak dapat diidentifikasi) terjadi pada

timbulnya obesitas sebelumnya yang sudah berjalan lama dan/atau DM2.

Observasi-observasi ini menyarankan bahwa resistensi insulin, karena itu NASH,

adalah seringkali dasar dari apa yang disebut sirosis kriptogenik (cryptogenic

cirrhosis). Faktanya, sejumlah transplantasi hati untuk sirosis berhubungan

denga NASH yang diperkirakan, adalah dalam kenaikan. Angka yang tinggi dari

NASH yang berulang yang berkembang pada hati-hati baru dari pasien-pasien

yang mendapat transplantasi hati untuk cryptogenic cirrhosis lebih jauh

mengkonformasi peran yang menyebabkan dari NASH. Akhirnya, suatu studi dari

Page 30: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu

risiko mengembangkan sirosis yang sama seperti pasien-pasien dengan HCV.

Seperti digambarkan diatas, bagaimanapun, kemajuan ke sirosis pada NASH

diperkirakan lambat dan diagnosis sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien

pada umur enampuluhan (Duvnjak et al, 2007).

Ada juga laporan-laporan dari kanker hati utama/primary liver cancer

(hepatocellular carcinoma, HCC) terjadi pada pasien-pasien sirosis yang

berhubungan dengan NASH. Tentu saja, insiden penyakit dari HCC pada sirosis

NASH tampak sama dengan yang diobservasi pada sirosis HCV (1-2% per

tahun). Proses yang menyebabkan terbentuknya kanker hati pada sirosis NASH

tidak diketahui dan juga masih belum dipelajari. HCC dapat berkembang sebagai

hasil dari reparasi dan tumbuh kembali dari hati (hepatocellular regeneration)

tanpa suatu faktor khas yang berhubungan pada NASH. Beberapa penulis,

bagaimanapun, sudah menyarankan bahwa resistensi insulin pada situasi ini

dapat mepercepat perkembangan dari kanker hati (Duvnjak et al, 2007).

Page 31: 56775084 Makalah Fatty Liver Edit

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

NAFLD merupakan penyebab tersering chronic liver disease dan and

cryptogenic cirrhosis hepatis yang berkaitan dengan resistensi insulin. Insiden

penyakit ini dilaporkan mengalami peningkatan di seluruh dunia. Oleh karena itu,

diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai etiologi, pathogenesis, dan

penatalaksanaan fatty liver. Diagnosa dan penatalaksanaan dini merupakan hal

yang sangat penting. Terapi dini dengan UDCA dan antioksidan disarankan pada

penatalaksanaan fatty liver. However, effective treatment options are still lacking

for which future stepwise work is required by research workers. There has been

growing concern and interest in NAFLD in the last decade, and each month

approximately five new papers about NAFLD are published. With its increasing

prevalence, it is estimated that NAFLD will eventually become the most

frequently seen liver disease. Understanding the underlying causes of NAFLD

and designing rational treatments will require continued research with

collaboration among investigators in fields such as endocrinology, pathology,

biochemistry, and biophysics.

Non-alcoholic fatty liver disease is currently the object of significant scientific and

clinical interest, and is to remain so in the following years. Larger studies with fi

rm inferences are rather scarce, and their small number reflects the difficulties in

setting-up and performing clinical trials in NAFLD. Among the most important

obstacles that researchers are confronted with are slowly progressive nature of

the disease requiring long-term follow-up, variability in liver biopsy specimens

and their interpretation, various associated conditions and multiple medication

use that are common in these patients. Although clinicians dispose in theory with

a wide array of possible therapies, few have been shown to have consistent

effects and can therefore be firmly recommended in treatment of NAFLD.