5 tahun lps

190
5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

Upload: mindori-yasha

Post on 15-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

lps

TRANSCRIPT

  • i5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    5 Tahun LPSMenjamin Simpanan Nasabah

    dan Menjaga StabilitasSistem Perbankan

  • ii

    5 Tahun LPSMenjamin Simpanan Nasabah

    dan Menjaga StabilitasSistem Perbankan

  • iii5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    5 Tahun LPSMenjamin Simpanan Nasabah

    dan Menjaga StabilitasSistem Perbankan

  • 5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Copyright@2011 LPS

    Tim Penyusun : Rudjito, Firdaus Djaelani, Salusra Satria, Hari Prasetya, Suwandi, M. Iman Nuril, Prisnaresmi Joeniarto, Yudha Ramelan,Tatit Triyanto, M. Yusron, Ahmad Fajarprana, Trisnani Dewi Permata Sari.

    Editor : Luqman Hakim Arifin, Wiyanto Suud, GA. GuritnoCover & Layout : Reza Alfarabi (Rene Asia)Drawing : Yudi Irawan (ReneAsia)

    Diterbitkan oleh :Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

    Cetakan : I, Mei 2011

    ISBN : 978-602-97533-0-1

  • v5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Daftar Isi

    Sambutan Ketua Dewan Komisioner LPSxiKata Pengantarxv

    BAB ILATAR BELAKANG PENDIRIAN LPS1

    1. Krisis 1997/1998 dan Kebijakan Blanket Guarantee32. Praktek Terbaik dan Guidance IADI53. Dasar Hukum Lembaga Penjaminan Simpanan114. LPS, Perbankan dan JPSK125. LPS dan JPSK146. LPS dan OJK16

    BAB II FUNGSI DAN TUGAS LPS17

    1. Fungsi, Tugas dan Wewenang LPS192. Simpanan yang Dijamin223. Penjaminan Perbankan Syariah274. Tata Kelola285. Struktur Organisasi376. Pendanaan38

    BAB IIIPENJAMINAN SIMPANAN NASABAH BANK47

    1. Analisis Kondisi Bank492. Perhitungan Cadangan503. Premi Berbasis Resiko514. Bank Dalam Pengawasan Khusus54

  • vi

    5. Lower Cost Test576. Pencabutan Izin Usaha Bank587. Proses Rekonsiliasi dan Verifikasi598. Pembayaran Klaim Penjaminan609. Daftar Bank yang Telah Dibayar Klaimnya61

    BAB IVLIKUIDASI BANK67

    1. Tindak Lanjut Pencabutan Izin Usaha Bank692. Pembentukan Tim Likuidasi723. Pelaksanaan Likuidasi Bank754. Pembagian Hasil Likuidasi795. Permasalahan Likuidasi806. Subrogasi82

    BAB VRESOLUSI BANK GAGAL85

    1. Penyelesaian Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistemik88

    2. Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik92

    BAB VIPENYELAMATAN BANK CENTURY97

    1. Bank Century dalam Pengawasan Khusus1022. Bank Century Ditengarai Berdampak Sistemik dan

    Ditetapkan sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik1033. Dasar Hukum Penyelamatan Bank Century1054. Kondisi Keuangan Bank Century Saat Diserahkan

    Penanganannya kepada LPS1065. Tindakan LPS dalam rangka penanganan

    Bank Century1076. Penggunaan dana Penyertaan Modal Sementara (PMS)

    LPS1177. Upaya Penyehatan dan Perkembangan Kinerja Bank

    Century1198. Rencana Divestasi 120

  • vii5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Endorsements 1. Rudjito1212. Firdaus Djaelani1293. Krisna Wijaya1354. Pontas R. Siahaan1415. Paul Sachtleben1476. Salusra Satria153

    Daftar Pustaka159Daftar Istilah160

    Lampiran:Pandangan dan Komentar soal LPS163

  • viii

  • ix5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Untuk Bapak Rudjitodan Anggota Dewan Komisioner Generasi I,

    serta Seluruh Rakyat Indonesia..

  • x

  • xi5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER

    LPS

    Kami sangat menyambut baik terbitnya buku ini yang berisi pengalaman LPS selama lima tahun dalam menjalankan dwifungsinya, yaitu menjamin simpanan nasabah penyim-pan dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. Buku ini merupakan salah satu bentuk akuntabilitas LPS kepada para stakeholder. Sebagai lembaga yang independen, akuntabilitas adalah sangat penting diterapkan sehingga para stakeholders mengetahui apa dan bagaimana LPS menjalankan fungsi dan tugas nya sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS).

    Dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya, LPS memiliki visi yaitu sebagai lembaga penjamin yang dipercaya dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Kami sangat menyadari bahwa kepercayaan adalah segala-galanya bagi suatu lembaga penjamin. Kepercayaan bukanlah didapat seketika, tetapi perlu diperjuangkan secara terus-menerus dengan berbagai karya nyata. Selain itu, kami juga senantiasa mengedepankan nilai-nilai integritas, kompetensi, kejujuran dan akuntabilitas dalam menjalankan kegiatan operasional LPS sehari-hari.

  • xii

    Dalam rangka menjaga stabilitas sistem perbankan, LPS ber-sama-sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK (kalau sudah terbentuk), merupakan bagian dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang meliputi pengaturan dan pengawasan sektor keuangan; Fasilitas Lender of Last Resort (LoLR); program penjaminan simpanan nasabah dan resolusi bank gagal; dan manajemen krisis yang meliputi pencegahan krisis dan penanganan krisis.

    Untuk sebuah institusi, umur lima tahun memang masih dirasa muda. Tetapi tidak berarti LPS boleh belum banyak melakukan sesuatu yang strategis sebagaimana fungsi yang diembannya berdasarkan UU LPS. Dalam kerangka menjalankan fungsi yang pertama, sampai dengan akhir 2010, LPS telah membayar klaim penjaminan sebesar Rp 585 miliar kepada nasabah 30 BPR dan satu bank umum yang dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia.

    Pada penghujung tahun 2008 sampai dengan saat ini, dalam rangka memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS melakukan penyelamatan terhadap PT Bank Century, Tbk. (saat ini PT Bank Mutiara, Tbk.) yang telah ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Dalam rangka penyelamatan bank tersebut, LPS telah menyuntik modal Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Sesuai UU LPS, dana tersebut merupakan Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS pada Bank Century yang berbentuk saham dengan porsi kepemilikan sebanyak 99,996% dari seluruh saham yang beredar.

    Penyelamatan PT Bank Century, Tbk. yang telah ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik akhirnya menjadi kontroversi. Sesuai Pasal 5 ayat (2) huruf c UU LPS, salah satu tugas LPS adalah melakukan penanganan bank gagal yang ber-dampak sistemik. LPS tidak memiliki opsi lain selain melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang telah ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b UU LPS. LPS dan jajaran Direksi PT Bank Mutiara, Tbk. Saat ini berusaha keras untuk meningkatkan value Bank Mutiara, sehingga pada saat dilakukan divestasi memperoleh hasil yang optimal, yaitu sekurang-kurangnya sebesar PMS yang

  • xiii5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    telah dikeluarkan LPS. Namun, dalam hal pengembalian optimal tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu, Pasal 42 UU LPS telah mengatur bahwa pada akhir tahun keenam, LPS harus melepas bank ini dengan harga terbaiknya, tanpa memperhatikan tingkat pengembalian optimal. Dari pengaturan seperti ini, jelaslah bahwa sesungguhnya maksud pendirian LPS bukan didesain sebagai suatu korporasi yang selalu memperhitungkan untung rugi. Tetapi, yang paling utama adalah LPS sebagai salah satu elemen Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus mampu mendorong ter-wujudnya stabilitas sistem perbankan.

    Kadang kala kita merasakan seolah-olah stabilitas tidak ada ongkosnya, padahal untuk terwujudnya stabilitas selalu mem butuh-kan biaya. Masih belum jauh dari ingatan kita, betapa besarnya ongkos yang ditanggung oleh bangsa ini pada saat krisis 1997/1998. Bank-bank berjatuhan karena jutaan nasabah secara serentak menarik dana simpanannya, dan pada akhirnya ada yang ditutup, ada yang direkap/dinasionalisasi, dan ada juga yang dimerger. Saya kira kita sepakat kejadian krisis ekonomi 1997/1998 tak perlu terjadi lagi.

    Demikian sambutan dari saya, ucapan terima kasih dan peng-hargaan setinggi-tingginya untuk Tim Penyusun buku ini. Se-moga buku ini bermanfaat dan menambah khazanah dalam per-bendaharaan literatur program penjaminan simpanan.

    Terima kasih,

    C. Heru Budiargo

  • xiv

  • xv5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Kata Pengantar

    Manusia sebagai homo economicus mengawali tran sak si antar sesamanya atas dasar saling percaya (trust). Se-pan jang sejarah umat manusia, menjaga ke per cayaan ada lah prinsip dasar utama yang menjadikan per eko nomian makin kompleks, tumbuh besar dan stabil. Tanpa ke percayaan, runtuhlah struktur dasar sebuah bangunan kokoh per ekonomian. Masih belum hilang dari ingatan kita batapa dahsyat nya dampak dari hilangnya kepercayaan yang melanda sis tem keuangan terutama industri per-bankan kita kala krisis fi nansial global pecah pada tahun 1997-1998.

    Jutaan nasabah serentak dalam kurun dua bulan menarik dana simpanannya secara besar-besaran dari perbankan. Ke bang krutan teknis bank-bank yang disusul dengan program re strukturisasi dan pembiayaan ulang industri perbankan mem bawa konsekuensi pahit. Sebanyak 82 bank komersial ditutup, 13 bank dinasionalisasi dan lainnya direkapitalisasi atau dimerger. Beberapa bank pemerintah dikonsolidasikan menjadi lembaga keuangan yang lebih besar.

    Pasca krisis ekonomi 1997-1998 potensi kerugian yang timbul dari adanya peristiwa penutupan suatu bank masih relatif besar. Setiap tahun selalu saja ada bank yang mengalami masalah, beberapa diantaranya harus berakhir dengan dicabutnya izin usa ha bank ter-sebut. Kejadian kelam dunia perbankan pernah kita alami ketika Bank Summa pada tahun 1992 mengalami rush dan akhirnya kolaps. Cerita serupa muncul lagi dalam skala yang le bih masif pada tahun 1998, ketika krisis keuangan regional yang dalam sekejap berubah menjadi krisis global meledak.

    Krisis multi dimensi, terutama kondisi ekonomi dan industri per-bankan yang rapuh pada waktu itu telah membuat kepercayaan

  • xvi

    pu blik terhadap perbankan berada pada titik nadir. Demi cita-cita Pro klamasi dan Pembukaan UUD 1945 untuk menciptakan ke se-jahteraan sosial, Pemerintah pun menarik garis kesimpulan tajam dan tebal, bahwa: ketidakpercayaan masyarakat kepada bank adalah kondisi buruk yang tidak boleh terulang lagi.

    Salah satu upaya strategis untuk menciptakan dan menjaga kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan adalah perlu-nya skim penjaminan simpanan yang dijalankan oleh sebuah lem-baga yang independen, kompeten, dipercaya, dan mapan. Lem baga pen jaminan simpanan tersebut didisain merupakan bagian dari jaring pengaman sistem keuangan atau Financial Safety Net (FSN) yang pembentukannya telah diadopsi banyak negara dalam rangka menciptakan stabilitas sistem keuangan.

    Apalagi industri perbankan adalah salah satu sektor yang menga-lami perkembangan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan makin kompleksnya transaksi keuangan serta per dagangan global. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komputer dalam sistem perbankan makin meningkatkan jumlah dan variasi produk serta jasa perbankan. Pemanfaatan teknologi pada sisi risiko makin memperbesar kemungkinan pe luang penyalahgunaan dan hilangnya asas kehati-hatian di industri perbankan.

    Oleh sebab itu, sebagai antisipasi ke depan maka keberadaan lem-baga penjamin simpanan yang kokoh dan berkesinambungan adalah pola termurah dan lebih rendah dampak hukumnya. Ke runtuh an industri perbankan tidak boleh terjadi lagi. Pasal nya, fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan ha us tetap berjalan. Bank menghimpun dana pihak ketiga lalu me nyalurkannya dalam ber-bagai bentuk investasi dan per modal an harus terus meningkat se-cara signifikan seiring dengan kebutuhan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Tragedi bank-bank bermasalah yang akhirnya tidak bisa di selamatkan lagi harus diminimalkan.

    Pada sisi lain, seperti sebuah keping mata uang yang sulit di pi-sah kan, publik pun selalu mendambakan bank-bank yang kuat se-hingga simpanan dan investasinya aman. Namun, tidak bisa di pung-kiri bahwa apa yang terjadi (Das Sein) sering tidak seperti yang se-harusnya atau semestinya (Das Sollen). Dalam paradigma ini, maka

  • xvii5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    perlulah sebuah lembaga yang melakukan fungsi penjaminan atas simpanan para deposan untuk tetap menjaga kepercayaan masyara-kat kepada perbankan. Tanpa format, mekanisme, landasan hukum serta sistem penjaminan yang kuat dan transparan, maka sebuah in-dustri perbankan sebenarnya rapuh.

    Belajar dari keruntuhan bank-bank di tanah air dan kisah kelam industri perbankan di banyak negara, maka lahirlah Lembaga Pen-jaminan Simpanan (LPS). Kehadiran LPS tahun 2005 adalah se buah amanat untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil. Program penjaminan simpanan terhadap simpanan nasabah bank harus dilakukan secara independen dan berkesinambungan. Mem-bangun kepercayaan (trust) publik atas industri perbankan adalah salah satu kunci penting dari upaya menjaga stabilitas perbankan.

    Dalam konteks lingkungan dan kondisi perekonomian yang se-lalu menghadapi gempuran dan keguncangan itulah, untaian fakta dan pengalaman tersusun dalam buku ini. Menginjak usianya yang keenam, LPS telah berperan besar dalam mendukung sistem per-bankan nasional. Fungsi utama LPS menjamin simpanan nasabah bank adalah bentuk menenangkan publik dari gejolak dan rumors liar di tingkat akar rumput yang justru sering mengganggu kondisi finansial yang diinginkan. Kondisi ideal di mana bank-bank semakin hati-hati (prudent) dalam mengelola usahanya dan nasabah makin cerdas (smart) dalam memantau atas performa bank (bank minded) adalah harapan LPS.

    Skim penjaminan berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang LPS merupakan adopsi dan pembentukan format ideal berdasarkan praktik terbaik (best practices) yang dihimpun asosiasi lembaga pen-jaminan simpanan dari pengalaman berbagai negara. Dalam kurun waktu lima tahun sejak berdiri, LPS telah melakukan pem bayaran klaim penjaminan dan melikuidasi lebih dari 25 bank, sebagian besar merupakan BPR dan hanya satu bank umum, Bank IFI. Sedangkan dalam pelaksanaan tugas untuk melakukan penanganan bank gagal (bank resolution) melalui penyelamatan, LPS mempunyai pengalaman sangat berharga yang patut dipahami oleh publik.

    Masuknya Bank Century di bengkel restorasi dan reparasi LPS ada lah sebuah rentetan pelajaran teramat penting guna menghadapi

  • xviii

    per masalahan sejenis di masa mendatang. Dalam paradigma negara tak bertapal batas (borderless) dan saling mempengaruhi (mutually in fluence) maka ketidakpastian (uncertainty), risiko besar (big riski-ness) dan keguncangan (turbulence) finansial akan selalu datang si-lih berganti.

    Kondisi keuangan dunia dan regional yang tidak menentu seperti di atas itulah yang juga menjadi pendorong mengapa pengalaman LPS harus dibagikan (shared) kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders). Tujuannya dari upaya penyadaran bersama akan arti pentingnya LPS ini adalah agar publik makin mencintai industri perbankan di tanah air, bisa menabung dengan tenang dan akhirnya dapat menciptakan sistem perbankan yang lebih stabil.

    Apabila pembaca bisa merangkum dan memahami benang merah dari gejolak dunia perbankan dalam kurun enam tahun ini, maka akan nampak bahwa potensi membangun industri perbankan yang se hat dan stabil masih terbuka lebar. Oleh sebab itu, semua pemangku ke pentingan tidak harus berpuas diri. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, terutama dalam pelaksanaan penjaminan sim panan, serta penyelesaian dan penanganan sebuah Bank Gagal. Me rangsang pemikiran dan ide-ide segar guna menyempurnakan fungsi, tugas dan wewenang LPS di tingkat strategis (strategic) dan pe nerapannya (implementation) adalah salah satu tujuan dari ke-hadiran buku ini.

    LPS sendiri sebagai sebuah institusi percaya bahwa guru agung dalam mengarungi pertumbuhan ekonomi nasional adalah belajar dari pengalaman. Tidak berhenti pada satu titik, tidak berpuas diri dan selalu melakukan koreksi akan dijadikan spirit kami dalam men jalankan fungsi, tugas dan wewenang yang diemban sehari-hari. Membangun tradisi yang menjunjung tinggi nilai integritas, kom-petensi, kerja sama, keefektifan, akuntabilitas, dan kejujuran akan terus kami usahakan terus-menerus.

    Last but not least. Buku ini kami dedikasikan untuk rakyat Indonesia secara umum, dan kepada Bapak Rudjito sebagai Ketua Dewan Komisioner serta anggota Dewan Komisioner LPS angkat an I yaitu Bapak Darmin Nasution, Bapak Maman H. Soemantri, Bapak Krisna Wijaya, Bapak Markus Parmadi, Bapak Pontas R. Siahaan dan

  • xix5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    anggota Dewan Komisioner LPS angkatan II yaitu Bapak R. Fuad Rahmany, Bapak Muliaman D. Hadad, Bapak C. Heru Budiargo (yang sejak 24 September 2010 menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner menggantikan Bapak Rudjito), dan Bapak Siswanto atas peran dan dedikasinya kepada LPS. Kami berharap, semoga keberadaan buku ini bisa merangsang siapa saja yang menyimaknya baik itu pelaku perbankan, pengamat, po litisi, pejabat, profesional, cerdik cendikia dan masyarakat umum untuk makin mencintai serta mau bersama-sama membangun in dustri keuangan nasional kita.

    Tim Penyusun

  • xx

  • 15 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    LATAR BELAKANG

    PENDIRIANLPS

    BAB I

  • 2 Krisis perekonomian global 1998 menghantam industri keuangan ditanahair.Kebangkrutanbank-banknasionalmemicuketidakpercayaanmasyarakatpadasektorini.Untukmengembalikankepercayaanpublikdanmemulihkankestabilansistemperbankan,pemerintahmengeluar-kankebijakanmemberikanjaminanpenuhatassemuakewajibanpem-bayaranbank(blanket guarantee).

    Namunkebijakanitubisamemicumoral hazarddanrendahnyadisiplinpasar.Belajardaripengalamanbanyaknegaradanlembagainternasionalyang mewadahi para penjamin simpanan (International Associated of Deposit Insurance/IADI) dari beberapa negara, maka perlu dibentuksebuahlembagapenjaminansimpananditanahair.Bagaimanakonsepdasar,kepesertaan,pendanaan,premidankepedulianpublikdibentukbisaberpegangpadapedomanIADI.

    LahirnyaUUNo.24Tahun2004tentangLembagaPenjaminSimpanan(LPS) menandai babak baru sistem perbankan nasional. KeberadaanLPS ini tidak bisa dilepaskan dari upaya peningkatan stabilitas sektorkeuangandenganbekerjasamadenganlembaga-lembaganegaradanpemerintahanyanglaindalamrangkamenciptakanjaringpengamanansistem keuangan yang terpadu. Namun, eksistensi dari LPS yangutama adalah menciptakan kepercayaan masyarakat kepada institusiperbankan.

  • 35 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    1. KRISIS 1997/1998 DAN KEBIJAKAN BLANKET GUARANTEE

    Krisis moneter yang menghantam Indonesia pada pertengahan ta hun 1997 membawa imbas serius terhadap kondisi sektor fi nansi-al, terutama dunia perbankan. Ketika itu, bank-bank umum na sio-nal mengalami kesulitan likuiditas dan atau solvabilitas akibat ter ganggunya Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Sejumlah langkah pe nye lamatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas mo neter tak mempan menahan terjadinya kekeringan likuiditas di in dustri strategis tersebut.

    Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan pun jatuh pada titik terendah. Pasca kerusuhan massal pada Mei 1998, para nasabah di hampir seluruh wilayah tanah air menarik dananya secara besar-besaran dari bank (rush). Akibatnya, kondisi bank di tanah air pun semakin terpuruk. Dunia perbankan tak kuasa menahan gempur an rush tersebut. Kondisi pelik ini berlanjut sampai akhir tahun 1998 dengan 16 bank terpaksa ditutup oleh pemerintah.

    Bagi para pelaku sektor keuangan, keadaan tahun 1997 dan 1998 adalah lembaran hitam dalam sejarah industri keuangan. Situasi tak terkendali seperti saat itu jelas tidak bisa dibiarkan begitu saja. Untuk itu, tahun 1998, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank umum (blanket guarantee). Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kemudian dibentuk pemerintah guna melakukan penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah, dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan. Dengan kebijakan blanket guarantee ini, pemerintah menjamin pembayaran terhadap seluruh kewajiban bank, termasuk pembayaran simpanan masyarakat di bank jika sua tu bank dilikuidasi.

  • 4Kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan masya-rakat terhadap sektor perbankan. Masyarakat diharapkan tak lagi kha watir menyimpan uangnya di bank. Karena apabila terjadi kri sis pada suatu bank, uang masyarakat akan tetap aman dan mendapat jaminan pengembalian dari pemerintah. Dengan kebijakan ini, pemerintah juga berharap kondisi sektor keuangan bisa kembali normal dan stabil, sekaligus pada saat yang bersamaan, dunia per-bankan bisa memperbaiki diri dan merebut kembali kepercayaan dari masyarakat.

    Akan tetapi, jika dipandang dari aspek budgeting negara, tentu saja tidak terbatasnya ruang lingkup penjaminan telah membebani anggaran negara. Model blanket guarantee bisa memicu timbulnya moral hazard baik dari pihak pengelola bank maupun dari masya-rakat sendiri. Pengelola bank dapat menjadi kurang hati-hati (pru-dent) dalam mengelola dana masyarakat, dan sebaliknya, para nasabah bank tidak mau peduli terhadap kondisi keuangan bank karena mengetahui simpanannya dijamin secara penuh oleh pe-me rintah. Karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa program pen jaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong ter-ciptanya disiplin pasar (market discipline).

    Meskipun demikian, organ yang berperan menjaga kepercayaan publik sekaligus mempertahankan stabilitas sistem perbankan nasional melalui penjaminan kewajiban pembayaran bank harus te-tap ada. Terlebih untuk masa yang akan datang ketika peran sektor perbankan sebagai salah satu pilar utama perekonomian men jadi semakin signifikan. Hanya saja, penjaminan kewajiban pem bayaran bank itu juga harus tetap memperhatikan risiko beban ang garan negara dan moral hazard yang mungkin timbul.

    Seperti praktek di banyak negara lain, penjaminan kewajiban pembayaran bank harus dilakukan dengan cara dibatasi. Biasanya dengan memberikan penjaminan simpanan nasabah bank sampai jumlah tertentu. Pengurangan penjaminan dari kondisi saat itu sam pai ke lingkup dan tingkat terbatas yang makin ideal harus di lakukan dengan hati-hati dan bertahap (gradually phased out). Pada saat pengurangan penjaminan telah mencapai lingkup dan tingkat yang terbatas itu, maka pelaksana pemberian penjaminan

  • 55 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    akan dilakukan oleh sebuah lembaga penjamin simpanan.Dengan pertimbangan untuk membangun sistem penjaminan

    simpanan yang handal, Pemerintah membentuk Tim Kelompok Kerja (selanjutnya disebut Tim Kerja) dalam rangka Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan dengan tugas untuk mengkaji dan menyiap kan ketentuan pengurangan cakupan penjaminan blanket guarantee, mempersiapkan ketentuan perundang-undangan pendirian LPS, serta mempersiapkan kelembagaan LPS. Tim Kelompok Kerja tersebut diketuai oleh Salusra Satria. Adapun Tim Pengarah Kelompok Kerja dimaksud diketuai oleh Darmin Nasution dan Tim Pelaksana diketuai oleh Firdaus Djaelani.

    Dalam rangka penyusunan RUU LPS, Tim Kerja melakukan kajian pustaka dan studi banding ke penjamin simpanan yang telah berpengalaman, antara lain ke Philippines Deposit Insurance Corporation di Filipina dan Korea Deposit Insurance Corporation di Korea serta melakukan konsultasi secara intensif dengan Canada Deposit Insurance Corporation dan International Association of Deposit Insurers. Menurut Salusra Satria, Penjaminan simpanan di satu sisi berperan sangat penting dalam mendukung stabilitas sistem keuangan, namun demikian pemberlakuan sistem tersebut juga mempunyai beberapa efek samping antara lain berupa dorongan moral hazard bagi bankir dan nasabah. Untuk itu, dalam penyusunan RUU LPS, skim penjaminan simpanan perlu dirancang sedemikian rupa sehingga efek baiknya dapat terealisasi dan efek buruknya dapat diminimalkan.

    2. PRAKTEK TERBAIK DAN GUIDANCE IADIKonsep Dasar Penjaminan Simpanan

    Fungsi bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary) memiliki karakteristik khusus, di mana sebagian besar kewajibannya bersifat jangka pendek, sementara sebagian besar kekayaannya bersifat jangka panjang. Hal ini terkait dengan peran bank sebagai lembaga intermediasi, yaitu menerima dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut ke masyarakat yang membutuhkan kredit. Nah, apabila terjadi penarikan simpanan

  • 6secara bersamaan (bank runs) dan besar-besaran, maka sebuah bank akan mengalami kesulitan likuiditas.

    Penarikan simpanan dalam jumlah besar dan serentak yang terus-menerus dipastikan bisa membuat bank tidak sanggup lagi me menuhi seluruh kewajibannya (insolvent). Pada umumnya, bank runs akan merugikan semua nasabah. Namun, yang paling di-rugikan adalah deposan kecil karena mereka kurang memiliki akses informasi dan atau kemampuan mengevaluasi kondisi kesehatan suatu bank.

    Akibat minimnya informasi dan analisis, mereka seringkali juga bereaksi berlebihan jika muncul rumors mengenai keadaan suatu bank. Sebaliknya, tidak jarang mereka juga terlambat mengantisipasi serta mengambil tindakan untuk menyelamatkan simpanannya di bank yang dilanda bank runs.

    Belajar dari pengalaman krisis perbankan nasional tahun 1997/1998 dan tahap-tahap pemulihannya, maka penjaminan sim-panan bagi deposan kecil akan sangat mempengaruhi ber bagai upaya dalam menjaga stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan. Sedang untuk deposan besar yang jumlah simpanannya melebihi batas penjaminan diharapkan terdorong untuk rajin menilai kondisi kesehatan bank, sehingga disiplin pasar (market discipline) pada industri perbankan tetap dapat tercipta.

    Di tingkat internasional, pengalaman runtuhnya bank-bank di berbagai belahan dunia mendorong banyak negara saling berbagi pengalaman. Wadah paling fenomenal untuk hal ini ditandai dengan kelahiran International Association of Deposit Insurers (IADI) pada Mei 2002 di Basel, Swiss. Kemunculan IADI berawal dari Forum Stabilitas Finansial (Financial Stability Forum/FSF) yang digelar tahun 2000. Dari Forum tersebut lahirlah sebuah Kelompok Kerja (Working Group) yang intens membangun Studi Kelompok atas Penjaminan Simpanan (Study Group on Deposit Insurance) dengan ketua Jean Pierre Sabourin dari Canada Deposit Insurance Corporation.

    Selanjutnya pada September 2001, Kelompok Kerja menghasil-kan sebuah laporan yang dikemukakan pada FSF bertajuk pedoman untuk mendirikan sebuah sistem penjaminan simpanan. Atas dasar

  • 75 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    laporan tersebut maka terbentuklah IADI. Sejak berdiri, setiap tahun IADI rutin melakukan pertemuan tahunan, diantaranya di Seoul, Taipei, Brasil, Kuala dan terakhir tahun 2009 di Basel. Kini total anggota IADI terdiri dari 61 Deposit Insurers, 6 Associates, dan 12 partner.

    Lembaga nonprofit ini memiliki misi menarik, yakni meningkat-kan efektivitas sistem penjaminan simpanan. Caranya dengan terus mengembangkan pedoman sistem penjaminan dan program ker ja sama internasional antar institusi penjamin simpanan dari ber-bagai negara. Di sini, masyarakat ekonomi dan perbankan dunia bisa saling belajar dari praktek-praktek terbaik dan ideal yang te-lah dilakukan di banyak negara, diantaranya dalam persoalan: ke-pesertaan, pendanaan, pembayaran premi dan kepedulian publik.

    KepesertaanSiapakah peserta dalam program penjaminan simpanan? Secara

    teoretis, kepesertaan dalam program penjaminan dapat bersifat wajib (mandatory) atau sukarela (voluntary). Kepesertaan yang bersifat wajib dimaksudkan agar dapat menghindari adanya adverse selection, yaitu kecenderungan bank yang sehat enggan atau tidak mau menjadi peserta penjaminan, dan sebaliknya hanya bank yang memiliki risiko kegagalan yang tinggi saja yang bersedia menjadi peserta penjaminan.

    Dari 60 lembaga penjamin simpanan yang ada di dunia, ma-yoritas nya mempunyai keanggotaan yang bersifat wajib. Mes ki bersifat wajib, di beberapa negara seperti Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat, penjamin simpanan mendapat wewenang untuk menghentikan (termination) atau membatalkan (cancelation) ke-pesertaan suatu bank dari program penjaminan. Penjamin sim panan akan mengambil langkah itu, apabila bank peserta tidak memenuhi syarat dan kondisi tertentu.

    Jika kepesertaan suatu bank dihentikan atau dibatalkan, maka simpanan yang ada di bank itu masih tetap akan dijamin sampai saat jatuh tempo atau bisa juga ditentukan batas waktu penjamin-an nya. Sebagai contoh, enam bulan, dengan tujuan memberikan kesempatan kepada para deposan untuk mengalihkan simpanannya.

  • 8Sedangkan dalam sistem kepesertaan yang bersifat sukarela, setiap bank diwajibkan untuk menghitung biaya dan manfaat menjadi peserta penjaminan.

    PendanaanLalu bagaimana dan dari mana dana yang dipakai dalam pen-

    jaminan simpanan diperoleh? Pada prinsipnya, pendanaan didapat-kan melalui kontribusi dari bank-bank peserta penjaminan.

    Ada dua model kontribusi yang diterapkan. Pertama, kontribusi dari bank peserta dilakukan sebelum muncul bank yang dicabut izin usahanya (ex ante) dengan melalui premi dan penerimaan lain-nya yang diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan. Kedua, kontribusi dari bank peserta penjaminan dilakukan setelah adanya bank yang dicabut izin usahanya (ex post) dengan cara meminta semua bank memberi kontribusi atas biaya kegagalan suatu bank dengan proporsi tertentu.

    Dari pengalaman di banyak negara, baik pendanaan secara ex ante serta pembentukan cadangan penjaminan, maupun pendanaan secara ex post, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri.

    Beberapa keuntungan dari pendanaan secara ex ante, antara lain: penjamin simpanan mempunyai sumber dana yang aman dan likuid, proses pembayaran klaim dapat segera dilakukan se hingga akan meningkatkan kredibilitas penjamin simpanan dan ke per-cayaan masyarakat. Selain itu, dengan pendanaan secara ex ante kon tribusi yang akan dibayar oleh bank peserta juga tidak akan terlalu berfluktuasi.

    Sedangkan pendanaan secara ex post memiliki sejumlah ke-untungan, antara lain: bank peserta tidak perlu membayar jika tidak ada bank yang dicabut izin usahanya, biaya operasional penjaminan simpanan pun relatif lebih rendah, serta tidak adanya permasalahan mengenai pengelolaan maupun penentuan kecukupan cadangan penjaminan. Menurut Garcia G (1999), pendanaan secara ex ante me rupakan praktek paling baik (best practices) yang diterapkan dalam sistem penjaminan simpanan.

  • 95 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    PremiBentuk kontribusi dari pendanaan secara ex ante dari bank

    dalam penjaminan simpanan biasanya berupa premi. Premi tersebut mem punyai beberapa fungsi, yaitu untuk membiayai operasional pen jamin an simpanan, diakumulasikan dalam cadangan penjamin-an, dan digunakan sebagai insentif untuk pengelolaan risiko yang lebih hati-hati.

    Dalam prakteknya, ada dua metode dominan yang digunakan untuk menghitung premi. Pertama, premi ditetapkan dengan per-sentase yang sama untuk semua bank (flat rate premium). Kedua, premi ditetapkan dengan persentase yang berbeda sesuai dengan ting kat risiko kegagalan masing-masing bank (risk based/diffe-rentiated premium).

    Penerapan flat rate memiliki keuntungan, yaitu mudah dalam per hitungan dan murah dalam operasional. Metode ini juga dapat mendukung stabilitas dunia perbankan dan perekonomian. Pasal-nya, bank peserta tidak dibebani premi yang tinggi pada saat kondisi kesehatannya dan atau perekonomian sedang memburuk.

    Namun demikian, penerapan sistem ini dinilai kurang fair ka-rena bank yang berisiko rendah diminta untuk memberikan sub-sidi kepada bank yang berisiko tinggi. Selain itu, penerapan flat rate bisa mendorong bank untuk mengambil tindakan yang dapat meningkatkan portofolio risikonya atau bertindak dengan meng-abaikan prinsip kehati-hatian (prudent).

    Sedangkan penerapan risk-based premium dapat mencegah suatu bank untuk mengambil risiko yang besar dan mendorong bank peserta untuk melakukan praktek usaha yang lebih hati-hati. Penerapan metode ini menghendaki beberapa persyaratan, antara lain, adanya metode penilaian risiko yang jelas dan transparan; kri-teria pengelompokan bank berdasarkan risiko; data yang akurat dan periodik, dan terakhir, membutuhkan sumber daya manusia yang tepat dan memiliki kapasitas.

    Apabila keempat persyaratan tersebut sudah dipenuhi, maka penerapan risk-based premium sangat dianjurkan. Dalam praktek-nya, sebagian besar penjamin simpanan menerapkan flat rate pada

  • 10

    awal pendiriannya. Namun, begitu semua persyaratan itu telah ter -penuhi maka penjamin simpanan akan menerapkan risk-based pre-mium sebagai metode yang dinilai lebih ideal.

    Kepedulian MasyarakatSalah satu fungsi penting dari penjaminan simpanan adalah

    men cegah kepanikan deposan atau nasabah penyimpan. Kepanikan nasabah dapat dicegah jika nasabah mengetahui skim dan program penjaminan atas simpanan mereka. Kepedulian publik untuk mengetahui dan mengikuti kinerja sebuah bank dimana mereka me nyim pan dananya adalah salah satu kunci penting dalam pen-ciptaan stabilitas finansial.

    Pencegahan kepanikan itu menjadi bagian dari sejumlah tugas yang diemban penjamin simpanan dengan cara mengedukasi ma-syarakat. Tujuannya, agar masyarakat mendapat pemahaman dan informasi mengenai jenis dan jumlah simpanan yang dijamin. Se-lain itu, masyarakat juga berhak mengetahui syarat dan prosedur pembayaran penjaminan.

    Menengok sejarah Federal Deposit Insurance Corporation (FD IC) da pat diketahui besarnya peran FDIC dalam melindungi hak nasabah, mengawasi perbankan, memberi penjaminan, dan men cipta kan perbankan yang sehat dalam sebuah sistem finansial se cara nasional. Sejak berdiri pada 1 Januari 1934 di Amerika Seri-kat, FDIC telah menutup 2.224 bank.

    Untuk menjaga reputasi dan kinerja yang unggul, FDIC memiliki enam nilai inti sebagai pegangan, yakni: integritas, kompetensi, kerjasama, keefektifan, akuntabilitas dan kejujuran. Oleh karena itu, berbagai keputusan dan tindakan FDIC tidak banyak memicu gelombang protes dan keguncangan finansial. Gelombang penutupan bank yang terbanyak terjadi antara tahun 1985 sampai tahun 1992. Pada kurun waktu itu, 1.373 bank ditutup. Meskipun begitu, selama itu tidak terjadi kepanikan yang luar biasa karena masyarakat telah mengetahui prosedur dan cara kerja penjaminan simpanan.

    Dari keseluruhan kasus penutupan bank yang terjadi di Amerika Serikat itu, sebanyak 1.475 (66%) kasus dilakukan dengan cara

  • 115 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    purchase and assumption atau penjualan portofolio simpanan bank yang ditutup kepada bank sehat lain. Prosesnya pun berjalan tanpa gejolak, praktis dan singkat. Ditunjang pengelolaan data dan teknologi informasi yang memadai, suatu bank yang ditutup pada hari Jumat terbukti dapat kembali beroperasi pada hari Senin di bawah pengelolaan bank sehat.

    3. DASAR HUKUM LEMBAGA PENJAMINAN SIMPANANPengalaman adalah guru terbaik untuk bangsa kita. Belajar dari

    pengalaman pahit krisis moneter yang berimbas pada rontoknya sejumlah bank, maka dibuatlah sistem jaring pengaman keuangan secara komprehensif di negeri ini. Amanat pembentukan lembaga penjamin simpanan itu sendiri telah mendapatkan dasar hukum yang kuat, yaitu pasal 37B Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.

    Tindak lanjut dari pasal 37B UU Perbankan adalah pembentuk-an Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan tujuan utama, melaksanakan penjaminan dana masyarakat. Namun, dalam pem-bentukannya terjadi proses dinamika yuridis yang menarik.

    Awalnya pembentukan dan program penjaminannya akan diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah (PP). Dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) awal Februari 2004, muncul pertanyaan dari sejumlah anggota DPR: Mengapa pembentukan LPS yang dalam amanat UU akan dibentuk melalui PP ternyata justru diajukan pemerintah dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU)? (Kompas, 6 Februari 2004)

    Pemerintah sendiri berpendapat sebenarnya proses pembuatan PP akan lebih mudah daripada pembuatan UU. Namun tak kurang sejumlah akademisi, praktisi, dan pengamat berpendapat bah-wa pendirian dan pengaturan mengenai LPS dinilai kurang me-madai jika hanya ditetapkan dengan PP. Berpijak pada penga-laman di sejumlah negara yang telah menerapkan sistem pen-jamin an simpanan, agar pelaksanaan penjaminan simpanan dapat berlangsung efektif dan berkesinambungan maka penjamin sim-

  • 12

    pan an membutuhkan sejumlah komponen pendukung.Komponen pendukung itu antara lain: (1) kewenangan publik

    dalam pemungutan premi dan penyelesaian bank bermasalah; (2) interaksi, koordinasi dan kerja sama dengan lembaga lain dalam sistem jaring pengaman sektor keuangan; (3) dukungan anggaran negara dalam hal timbul kegagalan bank yang bersifat sistemik. Dengan demikian, pemungutan premi dari bank peserta penjaminan serta penyelesaian bank bermasalah memerlukan kewenangan publik yang kuat dan hanya dapat diberikan kepada penjamin simpanan berdasarkan suatu UU.

    Dalam konsep jaring pengaman sektor keuangan (financial safety net) terdapat aturan mengenai pembagian fungsi dan tugas masing-masing lembaga yang terlibat dalam rangka menjaga kestabilan industri perbankan. Supaya interaksi dan kerja sama antar lem-baga tersebut dapat berlangsung dengan baik, maka diharapkan penjamin simpanan mempunyai dasar hukum pembentukan serta kedudukan yang setara dengan lembaga lain yang terlibat, yakni BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kini tengah dalam proses pembentukan.

    Mengingat pembentukan LPS berimplikasi terhadap kepenting-an masyarakat, industri perbankan, dan keuangan negara, maka sudah seharusnya pembentukan LPS berdasarkan pada suatu UU, di mana prosesnya lebih terbuka dan mengakomodasi kepentingan banyak pihak.

    4. LPS, PERBANKAN DAN JPSKTidak bisa dipungkiri bahwa peran yang dapat diemban oleh

    pen jamin simpanan dalam sistem perbankan sangat tergantung sepe nuh nya dari tujuan kebijakan pemerintah. Penjamin simpanan da pat berfungsi hanya sebagai pembayar ataupun kasir pada saat ada bank yang dicabut izin usahanya (pay box system). Selain itu, ia juga dapat berfungsi mengurangi risiko kerugian lebih luas yang mungkin timbul jika terdapat bank yang dicabut izin usahanya (risk minimizer system). Kedua fungsi pokok tersebut bisa dimainkan se-cara simultan oleh penjamin simpanan.

  • 135 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Munculnya krisis moneter yang berimbas pada tumbangnya puluhan bank mendorong banyak negara untuk memberi porsi per-hati an yang spesial kepada penjaminan simpanan dan peningkatan stabilitas sektor keuangan. Penjaminan simpanan dinilai memiliki peranan yang penting dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan. Peran penjaminan simpanan semakin besar, apa-lagi di tengah-tengah cepatnya perkembangan jasa keuangan dan semakin kompleksnya sektor keuangan.

    Sebagai contoh, peningkatan teknologi yang dipakai oleh du nia perbankan tidak hanya menimbulkan perkembangan jenis pro duk finansial yang baru, canggih, dan kompleks, namun juga menyebab-kan kenaikan risiko bank. Sementara itu, manajemen risiko yang meliputi serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul pada kegiatan usaha bank belum sepenuhnya mampu dilaksanakan oleh bank.

    Pada sisi lain, saat ini terdapat kelemahan dalam konfigurasi per bankan di tanah air, di mana 11 bank besar mengontrol 75% dari aset perbankan nasional. Dalam kondisi seperti ini, bank-bank kecil memberi rentang produk yang sama dengan bank yang lebih besar, namun lebih lemah dalam manajemen risiko, kemampuan tata kelola (governance) dan operasionalnya. Keadaan riil di atas me nuntut perhatian khusus dari institusi yang berfungsi sebagai penjamin simpanan.

    Adapun fungsi-fungsi lain yang diemban Bank Sentral meliputi: fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan, fungsi lender of last resort dan sistem pembayaran, serta fungsi pengelolaan keuangan negara. Perlu dipahami bahwa kerjasama di antara fungsi-fungsi itu harus padu dalam mekanisme kerja yang efisien dan efektif untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan. Mekanisme kerjasama itu biasa dibingkai dalam konsep jaring pengaman keuangan atau financial safety net (FSN).

    Yang juga harus dipahami adalah bahwa kemampuan industri perbankan belum sempurna dan tangguh seratus persen. Sejumlah bank besar memiliki kemampuan kuat, sedangkan kebanyakan bank menengah dan kecil terus mencari format pelayanan yang ber-

  • 14

    kualitas serta kinerja yang baik. Apabila dibandingkan dengan praktek terbaik dan ideal per-

    bankan, masih banyak bank yang membutuhkan core banking skill dan keharusan membangun good corporate governance. Pening kat-

    an kinerja juga masih diperlukan, terutama pada kemampuan suatu bank untuk mengelola beragam risiko (dari risiko kredit, pasar, operasional, likuiditas, hingga hukum), mengelola kontrol inter nal, serta patuh pada prinsip kehati-hatian.

    Dalam konteks di atas, maka pengawasan perbankan yang efektif diharapkan dapat mencegah suatu bank mengambil risiko yang ber lebihan serta mampu mengidentifikasikan permasalahan pada suatu bank secara dini. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan maka dituntut bekerjanya sejumlah fungsi yang diemban oleh beberapa lembaga penyokong utama jaring pengaman sistem keuangan (JPSK) dengan baik.

    Fungsi-fungsi tersebut meliputi: (1) sistem supervisi perbankan yang padu, efektif dan efisien; (2) sistem atau lembaga pemberi fasilitas lender of last resort; (3) sistem penjaminan simpanan nasa-bah bank; dan (4) kebijakan-kebijakan dalam mengatasi pro blem sistemik termasuk penggunaan anggaran negara yang dipakai.

    Terkait erat dengan stabilitas sistem keuangan, relasi antar unsur pendukung, yaitu: penjamin simpanan, lembaga pengawas sektor keuangan, bank sentral, dan pemerintah mesti dirancang seideal mungkin sehingga setiap unsur memiliki akses terhadap informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan.

    Akses akan informasi yang akurat sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam rangka melaksanakan peran sebagai salah satu unsur stabilitas sistem keuangan. Sebuah desain yang umum adalah dengan menempatkan wakil dari masing-masing unsur safety net players pada tingkat pengambil keputusan dalam struk tur organisasi penjamin simpanan.

    5. LPS dan JPSKSebagai salah satu bagian dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan

    (JPSK), LPS merupakan salah satu lembaga yang memegang

  • 155 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    peran penting dalam keikutsertaannya menjaga stabilitas sistem perbankan. JPSK merupakan keseluruhan pengaturan dalam sek-tor keuangan guna memastikan stabilitas sistem keuangan. Jika stabilitas sistem keuangan diibaratkan bangunan rumah, agar rumah tersebut kokoh dan tahan gempa, diperlukan pilar-pilar yang kuat yang menopang beban rumah.

    Ada empat pilar dalam menopang stabilitas sistem keuangan, yaitu (1) pengaturan dan pengawasan sektor keuangan;(2) Fasilitas Lender of Last Resort (LoLR);(3) program penjaminan simpanan nasabah dan resolusi bank gagal; dan (4) manajemen krisisyang meliputi pencegahan krisisdan penanganan krisis. Empat pilar inilah yang kita sebut sebagai Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Pilar-pilar ini dibangun dari tiga institusi, yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS.

    Dalam empat pilar JPSK tersebut, LPS memainkan peran stra-tegis dalam pilar ketiga dan keempat. Pilar ketiga, yaitu program penjaminan simpanan dan resolusi bank dilakukan LPS melalui penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik. Dua opsi yang dapat diambil untuk menyelesaikan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, yaitu melakukan penyelamatan bank gagal dengan melakukan penyertaan modal sementara atau melikuidasi bank selanjutnya melaksanakan pembayaran klaim penjaminan. Jadi, walaupun banknya dilikuidasi nasabah penyimpan merasa aman untuk menyimpan dananya pada sistem perbankan. Pada saat pencegahan dan penanganan krisis, LPS memainkan peran penting melalui penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik, se-hingga krisis dapat dicegah atau diminimalkan.

    Mengingat pentingnya JPSK ini, LPS sangat mendorong untuk segera ditetapkan UU JPSK sebagai pengganti Perppu JPSK yang saat ini sudah tidak berlaku. Pengaturan JPSK dalam suatu undang-undang adalah sangat penting, karena akan digunakan sebagai dasar hukum yang kuat yang mengatur siapa melakukan apa pada saat kondisi normal maupun terjadi ancaman krisis dan pada saat krisis, sehingga para pihak yang mengambil kebijakan mempunyai akuntabilitas yang jelas.

  • 16

    6. LPS DAN OJKSebagai lembaga penjamin simpanan, LPS sangat berkepenting-

    an terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara agregat. Untuk menjaga tingkat kesehatan bank se-cara individual (micro prudential) maupun secara agregat (macro prudential) diperlukan pengawasan perbankan yang efektif. Concern LPS pada pengawasan perbankan sesungguhnya pada outcome-nya, yaitu bagaimana menciptakan pengawasan bank yang efektif untuk dapat digunakan sebagai early warning system sehingga LPS dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

    Selain itu, adalah sangat tidak bijaksana jika LPS sebagai lembaga penjamin tetapi tidak mempunyai akses terhadap obyek penjaminannya. Dalam rangka mengambil pilihan solusi resolusi bank gagal yang tepat, LPS mau tidak mau harus memperoleh data/informasi jauh hari sebelum bank dinyatakan sebagai bank gagal. Hal inilah yang sampai saat ini masih menjadi PR kita dalam menata struktur pengawasan industri perbankan. Berkenaan dengan RUU OJK, LPS sangat berharap agar LPS diberikan akses kepada bank untuk dapat melakukan pemeriksaan terkait dengan pelaksanaan program penjaminan maupun resolusi bank walaupun untuk sementara ini celah tersebut dapat diatasi dengan adanya Nota Kesepahaman antara LPS dan Bank Indonesia.

  • 175 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    BAB II

    FUNGSI DAN

    TUGAS LPS

  • 18

    Kepercayaanmasyarakat untukmenyimpandananyadi bank semakinbesar.Halitunampakdaridanapihakketigayangdikelolaolehperbankan.Seiringdenganitu,keberadaanLPSsejaktahun2005makinsignifikan.Hal ini tak lepas dari fungsi LPS, yaitu menjamin simpanan nasabahdanturutaktifmemeliharastabilitassistemperbankan.Penjaminanituditerapkanpada BankUmumdanBank Perkreditan Rakyat, baik bankkonvensionalmaupunbanksyariah.

    Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS tidak sendirian.LPSbekerjasamadenganKementerianKeuangan,Bank IndonesiadanLembaga Pengawas Perbankan. Dalam menjalankan tugasnya, tatakelolaLPSmenganutone tier board system,dimanaDewanKomisionerditempatkan sebagai pemimpin LPS. Selanjutnya, Dewan Komisionerwajibmelakukan rapatberkalayangdisebutRapatDewanKomisioner(RDK)minimalsekalidalamsebulan.Dalamrangkamenjawabtantanganperekonomian sepanjang tahun 2009, Dewan Komisioner LPS telahmenyelenggarakan75RDK.

    Sesuai ketentuan,modal awal LPSminimalRp4 triliundanmaksimalRp8triliun.KekayaanLPSiniadalahasetnegarayangdipisahkan.Padaawalprosesberdirinya,LPSmendapatkanmodalawaldaripemerintahsebesar Rp 4 triliun. Selanjutnya LPS memiliki Rencana Kerja danAnggaranTahunan.DalamrangkaakuntabilitasLPS, laporankeuanganLPSdi-auditolehBPK.

  • 195 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    1. FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG LPSSaat ini kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya ke

    bank semakin besar. Hal ini bisa dilihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) di industri perbankan yang dari tahun ke tahun naik secara signifikan. Hingga bulan Nopember 2010, DPK yang dihimpun perbankan nasional sudah mencapai Rp 2.301,22 triliun, di mana sekurangnya Rp 1.794,65 triliun telah dikucurkan dalam bentuk kredit. Me ningkatnya kapasitas lending bank tersebut patut disyukuri se iring semakin besarnya kebutuhan pertumbuhan ekonomi yang memerlukan dana. Hingga tahun 2014dengan target pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahunakan dibutuhkan total investasi Rp 10.000 triliun.

    Investasi dari pemerintah diprediksi hanya sekitar 20% atau Rp 2.000 triliun. Kekurangan investasi diharapkan datang dari swasta. Dengan demikian, peran investasi swasta dan industri perbankan akan sangat dominan. Dana pihak ketiga dari masyarakat pun tidak bisa dianggap remeh dan harus dikelola dengan baik. Dalam konteks ini, tumbuhnya kepercayaan yang makin besar dari masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan dan menyimpan dananya ke bank sangatlah penting.

    Dalam rangka terus meningkatkan kepercayaan publik kepada perbankan, peran LPS sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah bank dan menjaga stabilitas sistem perbankan menjadi sangat penting. Fenomena positif dalam kurun lima tahun ini me-nunjuk kan bahwa eksistensi dan sosok Lembaga Penjamin Sim-panan (LPS) untuk terus memperkuat kepercayaan publik pada industri perbankan semakin dibutuhkan. Sehingga harapan untuk

  • 20

    menciptakan sistem perbankan yang sehat dan stabil dengan ada-nya/pembentukan dan peran LPS, dapat diwujudkan. Hal ini tak lepas dari fungsi LPS sendiri, yaitu menjamin simpanan nasabah dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan ke wenangannya.

    Pelaksanaan skim penjaminan simpanan oleh LPS ini diterap-kan kepada seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik bank kon ven-sional maupun bank syariah.

    Dalam menjalankan kedua fungsi di atas, LPS mempunyai tugas sebagai berikut:

    1. Melaksanakan penjaminan simpanan;2. Melaksanakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution)

    yang tidak berdampak sistemik; dan3. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak

    sistemik.

    Dalam menjalankan tugas di atas, LPS mengadaptasi model yang serupa dengan sistem asuransi dengan prinsip industri menolong industri, dimana apabila terjadi Bank Gagal, maka wajib ditolong oleh keseluruhan industri perbankan. Selain itu, untuk mendukung keperluan tersebut, seluruh bank wajib membayar kontribusi dan premi kepada LPS. Dalam rangka pelaksanaan penjaminan sim-panan, LPS melaku kan pembayaran klaim terhadap simpanan nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya serta melakukan proses likuidasi bank yang dicabut izin usahanya. Pem-bayaran klaim penjaminan kepada para nasabah bank dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 90 hari sejak bank dicabut izin usahanya. Proses pem bayaran klaim tersebut dirancang secara cepat dengan tujuan untuk memberikan kepastian kepada nasabah bank mengenai status simpanan nya. Sehingga diharapkan akan memberikan rasa tenang dan kepastian bagi nasabah bank yang dicabut izin usahanya. Dengan peran seperti itu, LPS diharapkan akan mendukung sta bilitas perbankan secara keseluruhan.

    Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan fungsi turut aktif men jaga stabilitas perbankan nasional, LPS memiliki tugas untuk

  • 215 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    menye lamat kan bank gagal yang berdampak sistemik. Dalam rangka men jalankan tugas dimaksud, LPS memiliki kewenangan dalam meng ambil alih dan menjalankan semua hak dan pemegang saham, termasuk RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Selain itu, LPS juga punya kewenangan untuk menguasai aset, meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, mengubah setiap kontrak yang meng ikat bank gagal. Kewenangan tersebut diberikan UU kepada LPS untuk memastikan proses penyelamatan bank yang dilakukan oleh LPS dapat dilaksanakan dengan baik. Tanpa menguasai RUPS bank yang diselamatkan, proses penyelamatan bank yang dilakukan oleh LPS akan menjadi sia-sia seperti yang telah ditunjukkan pengalaman pemerintah sebelumnya.

    Dalam proses pengambilan keputusan penyelamatan bank ga-gal yang tidak berdampak sistemik, LPS memiliki pilihan untuk menye lamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tersebut. Opsi tersebut didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal di-maksud.

    Sedangkan dalam proses pengambilan keputusan penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik, LPS tidak memiliki opsi lain kecuali menyelamatkan bank gagal tersebut. Keputusan pe-nye lamatan bank gagal yang berdampak sistemik diambil oleh Ko mite Koordinasi yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, LPS dan Lembaga Pengawas Perbankan. Selanjutnya, Komite Koordinasi menyerahkan penyelamatan bank gagal yang ber dampak sistemik tersebut kepada LPS.

    Dalam rangka penyelamatan bank gagal, LPS dapat melakukan Penyertaan Modal Sementara (PMS). Proses penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik dapat dilakukan oleh LPS dengan ke ikutsertaan pemegang saham lama atau tanpa keikutsertaan pe-megang saham lama bank.

    Penyertaan Modal Sementara LPS kepada bank gagal yang di-selamatkan LPS bersifat sementara. LPS harus menjual saham bank yang diselamatkan dengan harga yang optimal secara terbuka dan transparan. Apabila tidak mencapai harga optimal maka dicari harga yang terbaik. Untuk bank gagal yang tidak berdampak sis-

  • 22

    temik, LPS harus menjual saham bank tersebut dalam jangka waktu paling lambat 4 tahun. Sedangkan untuk bank gagal yang ber dampak sistemik, LPS harus menjual saham bank tersebut dalam jangka waktu paling lambat 5 tahun.

    2. SIMPANAN YANG DIJAMINDalam sistem penjaminan terbatas, penetapan nilai simpanan

    yang dijamin merupakan salah satu hal yang krusial. Penetapan simpanan yang dijamin perlu mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan untuk mencegah moral hazard, menumbuhkan disiplin pasar, serta membatasi eksposure penjamin simpanan (biaya penjaminan). Selain itu, tingkat penjaminan harus di selaras-kan dengan tujuan kebijakan publik penjamin simpanan yang pada umumnya untuk melindungi simpanan nasabah kecil dan memelihara stabilitas sistem perbankan.

    Dalam UU LPS Tahun 2004, simpanan yang dijamin LPS di-tetapkan sebesar Rp 100 juta dengan pertimbangan utama re-kening bersaldo sampai jumlah tersebut telah mencapai lebih dari 98% dari jumlah seluruh rekening yang ada pada perbankan. IMF merekomendasikan nilai simpanan yang dijamin berkisar 3 - 4 kali pendapatan per kapita masing-masing negara. Untuk Indonesia, pendapatan per kapita kurang representatif untuk dijadikan dasar penetapan tingkat penjaminan karena distribusi pendapatan relatif tidak merata dan pendapatan per kapita kita setelah krisis 1997/1998 turun akibat depresiasi rupiah.

    Dalam UU LPS, nilai simpanan yang dijamin dapat diubah jika terpenuhi prasyarat: (1) terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan; (2) terjadi inflasi yang tinggi dalam beberapa tahun; atau (3) jumlah nasabah yang seluruh simpanan-nya dijamin menjadi kurang dari 90% seluruh nasabah perbankan.

    Pada saat terjadi krisis keuangan global pada paruh kedua 2008, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 3 Tahun 2008 melakukan amendemen UU LPS dengan menambah prasyarat adanya ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat

  • 235 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan, sebagai prasyarat perubahan nilai simpanan yang dijamin. Ber-dasarkan amendemen tersebut, nilai simpanan yang dijamin LPS dinaikkan sementara menjadi Rp 2 miliar. Pada saat ini LPS ber-sama Pemerintah sedang melakukan kajian untuk mengevaluasi nilai simpanan yang dijamin ke tingkat yang lebih normal.

    Jumlah Simpanan Yang DijaminSejak 13 Oktober 2008, penjaminan LPS meliputi simpanan

    paling banyak Rp 2 miliar per nasabah per bank. Sesuai Peraturan LPS, nilai simpanan yang dijamin tersebut mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank. Untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan izin usaha bank.

    Secara teoritis, bagi hasil dapat didasarkan pada pendapatan (revenue sharing) atau laba/rugi (profit/loss sharing). Mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) mengenai simpanan yang menggunakan akad mudharabah, bank syariah sebagai mudharib menutup biaya operasional pengelolaan simpanan tersebut dengan menggunakan nisbah yang menjadi haknya.

    Dengan demikian, bagi hasil yang diterapkan pada perbankan syariah di Indonesia adalah bagi pendapatan (revenue sharing). Dengan demikian, bank syariah tidak akan membagi kerugian atau biaya operasional atas pengelolaan dana simpanan kepada nasabah. Berkenaan dengan hal tersebut, apabila bank syariah dicabut izin usahanya LPS akan membayar kepada nasabah paling kurang sebesar pokok simpanannya.

    Ketentuan Tingkat Bunga PenjaminanPenetapan maksimum tingkat bunga penjaminan oleh LPS mem-

    punyai beberapa latar belakang antara lain:

    a. Membatasi exposure yang menjadi beban LPS mengingat penjaminan meliputi pokok dan bunga;

  • 24

    b. Mencegah moral hazard pengelola bank untuk mengguna kan bunga yang tinggi sebagai insentif pengerahan dana masyara-kat; dan

    c. Mendorong masyarakat bersikap hati-hati dalam penempatan dananya.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 19 huruf b UU LPS, klaim penjaminan nasabah penyimpan dinyatakan tidak layak bayar apabila nasabah tersebut merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar. Nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan LPS. Ketentuan maksimum tingkat bunga penjaminan tersebut hanya diberlakukan untuk simpanan yang mempunyai komponen bunga, dan tidak diberlakukan untuk simpanan di bank syariah yang tidak mempunyai komponen bunga.

    LPS tidak menetapkan maksimum bagi hasil yang diterima nasabah penyimpan di bank syariah, mengingat besarnya bagi hasil tidak tentu, bersifat fluktuatif dan tidak diperjanjikan di muka. Oleh karena itu, meskipun realisasi bagi hasil simpanan di bank syariah apabila diekuivalenkan dengan tingkat bunga (equivalent return) melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan, simpanan di bank syariah tersebut tetap dijamin oleh LPS.

    Perubahan Jumlah Simpanan yang DijaminDalam rangka menghadapi ancaman krisis keuangan global

    yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masya-rakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan, pada bulan Oktober 2008 Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan antisipasi (pre-emptive measures) yang bersifat

  • 255 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    sementara. Salah satunya dengan menaikkan jumlah simpanan yang dijamin LPS dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar per nasabah per bank. Seiring berlalunya krisis yang ditandai dengan makin membaiknya kondisi sistem perbankan, perekonomian nasional dan internasional, serta banyaknya penjamin simpanan dunia yang menetapkan kebijakan untuk keluar dari krisis (exit strategy), jumlah simpanan yang dijamin LPS perlu dipertimbangkan untuk disesuaikan.

    Menurut pedoman asosiasi penjamin simpanan Internasional (IADI), dalam penetapan jumlah simpanan yang dijamin perlu mempertimbangkan keseimbangan antara mencegah moral hazard, menumbuhkan disiplin pasar, membatasi biaya penjaminan, serta menjaga stabilitas sistem perbankan. Secara kuantitatif, jumlah simpanan yang dijamin dapat ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap data distribusi simpanan dan GDP per kapita. Dalam Pasal 11 ayat (2) UU LPS diatur bahwa jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya paling kurang meliputi sebesar 90% dari jumlah nasabah pada seluruh bank. Sedangkan berdasarkan pedoman dari IMF, jumlah simpanan yang dijamin disarankan meliputi 3-4 kali GDP per kapita untuk negara maju dan meliputi 5-6 kali GDP per kapita untuk negara berkembang.

    Penjaminan sebesar Rp 2 miliar per nasabah per bank pada saat ini berdasarkan data akhir November 2010 telah meliputi 99,9% dari jumlah rekening yang ada pada sistem perbankan yang berjumlah lebih dari 96,6 juta rekening, dan meliputi lebih dari 51% jumlah simpanan. Sedangkan dengan asumsi GDP per kapita Indonesia pada akhir tahun 2010 sebesar US$4.000 dengan kurs US$ 1= Rp 9.000, maka nilai simpanan yang dijamin di Indonesia saat ini meliputi lebih dari 55 kali GDP per kapita.

    Beberapa negara yang pada saat krisis 2008 memberlakukan penjaminan penuh telah menetapkan perubahan jumlah simpanan yang dijamin antara lain sebagai berikut:

  • 26

    Negara Jumlah Yang Dijamin Ekuivalen Jutaan Rupiah

    GDPPer capita

    US $

    % CakupanNasabah

    Sebelum Okt 2008

    SejakOkt 2008

    Sejak 1 Jan 2011

    Malaysia RM 60.000 Penjaminan Penuh

    RM 250.000 706 6.897 99%

    Singapura S$ 20.000 Penjaminan Penuh

    S$ 50.000 326 37.293 91%

    Hong Kong HK$ 100.000 Penjaminan Penuh

    HK$ 500.000 583 29.826 90%

    Dalam rangka penyesuaian jumlah simpanan yang dijamin, LPS, sebagaimana dilakukan penjamin simpanan yang lain, telah me-lakukan kajian dan simulasi menggunakan pemodelan dengan pen-dekatan bahwa jumlah simpanan yang dijamin akan mencapai titik optimal pada level ketika laju pertambahan jumlah rekening (atau jumlah nasabah) yang dijamin berada tepat akan menurun seiring bertambahnya kumulatif jumlah rekening (atau jumlah nasabah) yang dijamin (decreasing of marginal cumulative insured deposits point).

    Hasil kajian dan simulasi tersebut selanjutnya akan dimintakan pendapat dari akademisi, industri perbankan, serta para pemangku kepentingan lainnya sebelum diusulkan kepada Pemerintah. Sesuai ketentuan dalam Pasal 11 UU LPS, perubahan nilai simpanan yang dijamin harus dikonsultasikan kepada DPR sebelum hasilnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

    Penjaminan Dana Pemegang Polis AsuransiPada saat ini terdapat kecenderungan industri jasa keuangan

    mengalami integrasi baik secara kelembagaan, produk, maupun pemasaran. Atas dasar pandangan inilah muncul gagasan untuk menggabungkan pengawasan terhadap seluruh industri jasa keuangan pada satu otoritas pengawasan. Selain pengawasan sektor jasa keuangan yang efektif, upaya perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan pada saat ini juga menjadi perhatian terutama setelah kejadian krisis tahun 2008. Di antara upaya perlindungan

  • 275 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    terhadap konsumen jasa keuangan, penjaminan simpanan nasabah bank merupakan sistem yang paling banyak diterapkan. Sedangkan perlindungan terhadap dana pemegang polis asuransi dan dana investor di pasar modal pada saat ini belum banyak negara yang menerapkannya.

    Di tinjau dari kelembagaannya, sistem perlindungan konsumen jasa keuangan dapat dirancang terintegrasi untuk seluruh konsumen jasa keuangan seperti yang diterapkan di Korea Selatan. Korea Deposit Insurance Corporation (KDIC) selain menjamin simpanan nasabah bank, juga menjamin dana pemegang polis pada perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum, serta dana investor di perusahaan sekuritas. Sedangkan di Kanada, pelaksana perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan dilakukan oleh badan yang terpisah yakni: Canada Deposit Insurance Corporation (CDIC) untuk nasabah bank, Assuris untuk pemegang polis asuransi jiwa, Property and Casualty Insurance Compensation Corporation (PACICC) untuk pemegang polis asuransi umum, dan Canadian Investor Protection Fund (CIPF) untuk investor pasar modal.

    Pada akhir tahun 2010, Parlemen Malaysia telah mengamendemen Malaysia Deposit Insurance Corporation (MDIC) Act dan menunjuk MDIC sebagai badan yang akan melaksanakan penjaminan terhadap dana pemegang polis asuransi (insurance compensation scheme/ICS). Dalam RUU OJK disebutkan bahwa salah satu tugas OJK adalah melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari sektor jasa keuangan. Berkenaan dengan hal tersebut, pemberian penjaminan terhadap dana pemegang polis asuransi dan dana investor pasar modal di Indonesia menjadi gagasan yang perlu dibahas lebih lanjut.

    3. PENJAMINAN PERBANKAN SYARIAH Berdasarkan ketentuan Pasal 96 dan penjelasan Pasal 4

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), fungsi penjaminan simpanan LPS meliputi pula penjaminan simpanan di bank syariah. Penjaminan LPS tersebut

  • 28

    mencakup simpanan di Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki oleh bank umum konvensional, serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

    Bentuk Simpanan Yang DijaminKetentuan mengenai bentuk simpanan yang dijamin LPS pada bank syariah diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 yaitu:

    a. Giro berdasarkan prinsip wadiah (untuk BUS dan UUS);

    b. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah;

    c. Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqqayadah yang risikonya ditanggung oleh bank;

    d. Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqqayadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/atau

    e. Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP (Bank Indonesia).

    Dalam perkembangannya, sesuai ketentuan pada butir e tersebut di atas LPS telah menetapkan giro berdasarkan prinsip mudharabah sebagai bentuk simpanan yang dijamin.

    4. TATA KELOLALPS senantiasa mengupayakan nilai-nilai LPS dan prinsip-

    prinsip Good Corporate Governance diterapkan dalam setiap pe-laksanaan fungsi dan tugas LPS sesuai dengan amanat UU LPS.

    Dalam menjalankan tugasnya, tata kelola LPS menganut one tier board system, di mana Dewan Komisioner ditempatkan sebagai pemimpin LPS. Anggota Dewan Komisioner yang berjumlah 6 orang ber tugas secara kolektif. Dewan Komisioner bertanggung jawab untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan penga was an dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS.

  • 295 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Anggota Dewan Komisioner LPS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Mereka terdiri dari 3 orang yang independen yang berasal dari masyarakat dan 3 orang Ex-Officio yang mewakili Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Pengawas Perbankan. Mengingat saat ini Lembaga Pengawas Perbankan belum terbentuk dan pengawasan perbankan masih dilaksana kan oleh Bank Indonesia, maka anggota ex-officio dari Lembaga Pe nga-was Perbankan dirangkap oleh anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur pimpinan Bank Indonesia.

    Salah satu anggota Dewan Komisioner yang bukan ex-officio diangkat sebagai Ketua Dewan Komisioner dan satu anggota Dewan Komisioner yang bukan anggota ex-officio ditetapkan sebagai Ke-pala Eksekutif. Ketua Dewan Komisioner bertugas memimpin rapat Dewan Komisioner.

    Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisioner wajib mela-ku kan rapat berkala (Rapat Dewan Komisioner [RDK]) minimal satu kali dalam satu bulan. RDK membahas hal-hal sebagai berikut:

    1) Menetapkan kebijakan penjaminan simpanan nasabah;2) Menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas

    sistem perbankan;3) Mengevaluasi pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah

    dan pelaksanaan peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan;

    4) Menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan Kepala Eksekutif; dan/atau

    5) Hal-hal yang berhubungan dengan tugas LPS.

    Sejak awal beroperasi sampai dengan Juni 2010, Dewan Ko-misioner LPS telah melakukan Rapat Dewan Komisioner se banyak 320 kali serta mengeluarkan 138 Keputusan Dewan Komisioner.

    Sesuai dengan amanat UU LPS, LPS telah membentuk Komite Audit dan Komite Informasi untuk membantu Dewan Komisioner dalam melaksanakan tanggung jawab pengawasan terhadap pengelolaan LPS yang harus dikerjakan secara efektif dan efisien, baik dalam hal melaksanakan penjaminan simpanan maupun pe-netapan kebijakan.

  • 30

    Sampai dengan tahun 2010, Komite Audit telah me lakukan 18 review atas pelaksanaan fungsi LPS, di antaranya me liputi pe-laksanaan program penjaminan, pengelolaan manaje men risiko, pelaksanaan likuidasi bank, penanganan klaim penjaminan dan pelaksanaa resolusi bank. Sedangkan Komite Informasi, sejak terbentuk pada Mei 2010, telah menyelenggarakan 5 pertemuan dan memberikan rekomendasi terkait penetapan suku bunga wajar oleh LPS, media monitoring dan public awareness LPS.

    Salah satu anggota Dewan Komisioner yang ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan operasional LPS. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Eksekutif dibantu oleh beberapa direktur. Dalam struktur organisasi LPS, terdapat 5 Direktorat yang menjalankan fungsi utama LPS yaitu:

    1. Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko2. Direktorat Klaim dan Resolusi Bank3. Direktorat Hukum dan Peraturan4. Direktorat Keuangan5. Direktorat Administrasi dan Sistem Informasi

    Pelaporan & AkuntabilitasSeperti laiknya sebuah lembaga negara, LPS memiliki Rencana

    Ker ja dan Anggaran Tahunan. Dalam jangka waktu selambat-lam-bat nya 3 bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, Kepala Ek se-kutif memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan untuk men -dapatkan persetujuan Dewan Komisioner.

    Pada saat yang bersamaan, dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan itu, Kepala Eksekutif menyampaikan pula evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan kepada Dewan Ko-misioner.

    Selanjutnya, Dewan Komisioner menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang telah disetujui, serta evaluasi pelak-sa naan anggaran tahun berjalan kepada Presiden dan Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR).

    Terkait dengan pelaporan dan akuntabilitas, LPS wajib menyu-sun laporan tahunan untuk setiap tahun yang berakhir pada tang-

  • 315 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    gal 31 Desember. Laporan tahunan itu terdiri dari laporan ke giat-an kerja dan laporan keuangan, yang bentuk dan susunannya di-tetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.

    Dalam menjunjung tinggi akuntabilitas LPS, setiap laporan ke-uangan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selanjut-nya, hasil audit laporan keuangan diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Laporan tahunan itu wajib LPS sampaikan kepada Presiden dan DPR, paling lambat pada tanggal 30 April tahun berikutnya.

    Selain itu, LPS masih memiliki kewajiban untuk mengumum kan laporan keuangan yang telah diaudit pada minimal 2 surat kabar harian yang memiliki peredaran yang luas paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

    Indikator Penilaian Tingkat Kinerja LPS

    Pada tahun 2010, kinerja LPS dinilai berdasarkan kriteria-kriteria berikut:1. Keuangan, dengan bobot 45%

    Indikator yang dinilai pada kriteria keuangan adalah:

    - Rasio Likuiditas (bobot: 30%),- Rasio Solvabilitas (bobot: 40%),- Rasio Pendapatan dan Biaya (bobot: 15%), dan- Rasio Investasi (bobot: 15%).

    2. Operasional, dengan bobot nilai 55% Indikator yang dinilai pada kriteria operasional adalah:

    - Pelaksanaan penjaminan simpanan (bobot: 50%), yang ter-diri atas: a. Tingkat pemenuhan kewajiban penyampaian laporan

    berkala bank.b. Tingkat pembayaran premi.c. Ketepatan waktu pembayaran klaim untuk pertama

    kali.d. Ketepatan waktu penentuan simpanan yang layak di-

    bayar.

  • 32

    e. Ketepatan pemenuhan pengumuman suku bunga pen-jaminan.

    - Pelaksanaan kebijakan resolusi bank gagal (bobot: 50%), yang terdiri atas:

    a. Ketepatan waktu memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkakn bank gagal yang tidak berdampak sistemik.

    b. Ketepatan waktu pelaksanaan RUPS pembubaran badan hukum dan pembentukan TL bank yang dicabut izin usahanya.

    c. Ketepatan waktu penunjukan Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk audit neraca penutup.

    d. Ketepatan waktu penyampaian Neraca Penutupan.e. Ketepatan waktu penyampaian Neraca Penutupan yang

    diaudit.f. Ketepatan waktu penyampaian Rencana Kerja dan

    Anggaran Biaya Tim Likuidasi (RKATL).g. Ketepatan waktu penyampaian Neraca Sementara

    Likuidasi (NSL).h. Ketepatan waktu penyelesaian likuidasi bank.

    Profil Risiko LPSBerdasarkan penilaian risiko lembaga (enterprise risk assess-

    ment) yang dilakukan LPS pada tahun 2010, tidak terdapat risiko pada zona merah. Beberapa risiko inheren yang dipandang perlu untuk dikelola dengan lebih efektif (berada pada zona orange), yaitu Risiko Ekuitas, Risiko Rendahnya Awareness Masyarakat, Risiko Ketidakpercayaan Masyarakat, Risiko Strategis, Risiko Hukum, Risiko Komunikasi Internal, Risiko Perencanaan, Risiko Penilaian, dan Risiko Ketersediaan Data.

  • 335 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Matriks Risiko

    Sang

    at Be

    sar

    (Cat

    astro

    phic)

    Besa

    r (M

    ajor)

    Seda

    ng(M

    oder

    ate)

    Kecil

    (Mino

    r)Tid

    ak Si

    gnifi

    kan

    (Insig

    nifica

    nt)

    Risiko Ekuitas

    Risiko Akibat Bencana Alam

    Risiko Moral Hazard

    Risiko Kepatuhan Risiko Likuiditas Risiko Pembayaran

    Klaim Risiko Kesalahan

    Pembayaran Klaim Risiko Kewenangan Risiko Kinerja Risiko

    Kepemimpinan Risiko Kompetensi

    SDM Risiko Terbukanya

    Informasi Rahasia Risiko Akses Data Risiko Keamanan

    Sistem dan Data Risiko Lingkungan

    Eksternal

    Risiko Rendahnya Awareness Masyarakat

    Risiko Ketidakpercayaan Masyarakat

    Risiko Strategis Risiko Hukum Risiko Komunikasi

    Internal Risiko Perencanaan Risiko Penilaian Risiko Ketersediaan

    Data

    Risiko Perilaku Etis Risiko Fraud

    Internal

    Risiko Tingkat Bunga

    Risiko Pengendalian Internal

    Risiko Kemitraan Risiko Pelaporan Risiko Kebutuhan

    Pelanggan Risiko Modal

    Pengetahuan Risiko Tenaga Ahli Risiko Turn Over

    Karyawan Risiko Teknologi Risiko Keamanan

    Risiko Budaya Organisasi

    Risiko Integritas Data

  • 34

    = Risiko yang sangat memerlukan perhatian segera

    = Risiko yang memerlukan perhatian segera

    = Risiko yang jika tidak dikelola dengan baik akan berakibat serius

    = Risiko yang dapat dikelola dengan baik melalui prosedur rutin dan pengendalian yang memadai

    Penjelasan risiko yang signifikan dan program mitigasi risiko yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

    i. Risiko Ekuitas adalah risiko atas kejadian yang mengakibatkan penurunan ekuitas.

    Koordinasi dengan regulator perbankan dalam mengantisipasi penutupan bank serta pengelolaan kas, penetapan cadangan klaim penjaminan dan akumulasi cadangan penjaminan harus selalu dipantau agar dapat mengantisipasi pengeluaran dana dalam jumlah besar dalam rangka pelaksanaan fungsi LPS.

    ii. Risiko Rendahnya Awarenees Masyarakat terhadap sistem penjaminan LPS adalah risiko dari rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap sistem penjaminan simpanan yang diselenggarakan oleh LPS.

    LPS perlu melakukan evaluasi terhadap program sosialisasi yang telah dilakukan. Jika dipandang program tersebut masih kurang efektif atau kurang memadai, perlu kiranya dipertimbangkan untuk membuat kampanye secara masif kepada masyarakat mengenai tugas, peran, dan wewenang LPS dalam menjalankan sistem penjaminan.

    iii. Risiko Ketidakpercayaan Masyarakat Terhadap LPS adalah risiko dari sebuah kejadian yang dapat secara signifikan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap LPS yang dapat mengakibatkan kerugian finansial dan nonfinansial.

    Risiko ini dapat dimitigasi dengan meningkatkan kredibilitas LPS melalui meningkatkan profesionalisme dan keefektifan LPS dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

  • 355 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    iv. Risiko Strategis adalah risiko tidak terjalinnya kerja sama yang baik antara LPS dengan pihak lain (seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan) sehingga mengganggu pelaksanaan fungsi LPS dalam menjalankan penjaminan simpanan nasabah.

    Risiko ini dapat dikurangi melalui keaktifan LPS dalam menjalin kerja sama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan pihak-pihak lain dalam menjalankan tugas dan fungsi LPS.

    v. Risiko Hukum adalah risiko yang muncul dari adanya ke tidak-pastian penerapan atau penafsiran transaksi, perjanjian kerja sama, kontrak atau aktivitas yang tidak memiliki ke kuatan hukum, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi LPS.

    Risiko Hukum dapat dimitigasi dengan peningkatan pro-fesionalisme LPS di bidang hukum serta kerja sama dengan konsultan atau pakar hukum yang memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi dalam memperoleh pendapat hukum yang independen.

    vi. Risiko Komunikasi Internal adalah risiko akibat komunikasi yang tidak efektif baik secara vertikal maupun horizontal dalam organisasi LPS yang mengakibatkan penerimaan infor-masi yang tidak konsisten atau salah informasi yang pada akhirnya mengakibatkan pekerjaan tidak terlaksana sesuai dengan ukuran dan tanggung jawab.

    Untuk memitigasi risiko ini maka perlu lebih meningkatkan frekuensi dan memperbanyak media komunikasi antara pim-pinan dan pegawai LPS, serta antarpegawai LPS baik formal maupun informal

    vii. Risiko Perencanaan adalah risiko yang muncul akibat dari kesalahan atau kegagalan perencanaan.

    Untuk mengurangi risiko ini, mekanisme perencanaan yang baik seharusnya dilakukan secara efektif.

  • 36

    viii. Risiko Penilaian adalah risiko yang timbul akibat kegagalan LPS dalam mendeteksi dan mengantisipasi bank yang memiliki tingkat risiko kegagalan yang tinggi

    Agar risiko ini dapat diminimalisasi maka LPS perlu mendapatkan data bank peserta penjaminan secara lengkap dan tepat waktu sehingga dapat menetapkan langkah antisipatif yang diperlukan sejak dini.

    ix. Risiko Ketersediaan Data adalah risiko tidak tersedianya data/informasi secara tepat waktu, lengkap, akurat, dan relevan untuk memfasilitasi pengambilan keputusan

    LPS perlu mengembangkan sistem informasi yang handal dan efisien sehingga kebutuhan data dalam proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik.

  • 375 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    5. STRUKTUR ORGANISASIST

    RUKT

    UR

    ORG

    AN

    ISA

    SI

    DEW

    AN KO

    MISI

    ONER

    Angg

    ota E

    x-Offi

    cio

    Kem

    enke

    uAn

    ggot

    a Ex-

    Officio

    BI

    Angg

    ota E

    x-Offi

    cio

    Lem

    baga

    Peng

    awas

    Pe

    rban

    kan

    Angg

    ota N

    on Ex

    -Offi

    cio

    (Ket

    ua)

    Angg

    ota N

    on Ex

    -Offi

    cio

    (Kep

    ala Ek

    seku

    tif)

    Angg

    ota N

    on Ex

    -Offi

    cio

    Kom

    ite Au

    ditKo

    mite

    Infor

    mas

    i

    Kepa

    la Ek

    seku

    tif

    Direk

    torat

    Penja

    mina

    nda

    n Man

    ajem

    en Ri

    siko

    Divis

    i Pen

    jamina

    n

    Divis

    i Man

    ajem

    en Ri

    siko

    Divis

    i Ana

    lisis

    Reso

    lusi

    Bank

    Direk

    torat

    Klaim

    dan

    Reso

    lusi B

    ank

    Divis

    i Pen

    anga

    nan K

    laim

    Divis

    i Pela

    ksan

    aan

    Reso

    lusi B

    ank

    Divis

    i Liku

    idita

    s Ban

    kDirek

    torat

    Huk

    umda

    n Pera

    turan

    Divis

    i Pera

    turan

    Divis

    i Liti

    gasi

    Divis

    i Kep

    atuha

    n dan

    Du

    kung

    an H

    ukumDi

    rekto

    rat Ke

    uang

    an

    Divis

    i Aku

    ntas

    i dan

    An

    ggara

    n

    Divis

    i Per

    bend

    ahara

    an

    Direk

    torat

    Adm

    inistr

    asi

    dan S

    istem

    Infor

    mas

    i

    Divis

    i Sum

    ber D

    aya

    Manu

    sia

    Divis

    i Um

    um

    Divis

    i Sist

    em In

    form

    asi

    Kom

    ite N

    omina

    si &

    Renu

    mera

    si

    Kant

    orDe

    wan

    Kom

    ision

    er

    Sekre

    taria

    tLe

    mba

    ga

    Satu

    an Ke

    rjaAu

    dit In

    terna

    l

    *)M

    enging

    atpen

    gawasan

    perba

    nkan

    masihdilaksan

    akan

    olehBa

    nkIn

    done

    sia,sesua

    iUULPS

    ,Ang

    gotaE

    x-O

    ffici

    oyang

    berasal

    d

    ariLem

    baga

    Pen

    gawasPerba

    nkan

    dijaba

    tolehAng

    gotaN

    on E

    x-O

    ffici

    o.

  • 38

    6. PENDANAANModal awal LPS minimal Rp 4 triliun dan maksimal Rp 8

    triliun. Kekayaan LPS ini adalah aset negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam saham. Pada awal proses berdirinya, untuk menjalan kan tugas sesuai fungsi yang diamanatkan oleh UU LPS, LPS mendapatkan modal awal dari kekayaan negara sebesar Rp 4 triliun. Selanjutnya LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan ad ministrasi semua kekayaannya. Kekayaan LPS berbentuk inves-tasi dan bukan investasi.

    Kekayaan yang berbentuk investasi hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan/atau Bank Indonesia. LPS tidak diperbolehkan menempatkan investasi pada bank atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan atau pe-nanganan Bank Gagal.

    Selain itu, LPS dapat menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Dengan demikian, pada konteks memberikan kontribusi pada stabilitas moneter dan per ekonomian, LPS berperan dalam utilisasi atau penggunaan dana penjaminan.

    Peran utilisasi dana penjaminan itu berdasarkan pada UU LPS, yakni apabila LPS memiliki sumber dana lebih atau surplus, hanya bisa diinvestasikan dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan Pe merintah RI dan/atau Bank Indonesia.

    Selanjutnya, apabila LPS memiliki surplus dari kegiatan opera-sional selama 1 tahun akan dialokasikan untuk cadangan tu juan sebesar 20%. Adapun sisanya sebesar 80% diakumulasikan se bagai cadangan penjaminan.

    Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan pada seluruh bank, bagian surplus itu merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Tentu saja diharapkan LPS tidak mengalami defisit. Namun, jikalau terjadi de fisit karena pembayaran klaim penjaminan dalam 1 tahun maka diperhitungkan sebagai pengurang cadangan penjaminan.

  • 395 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    Namun apabila cadangan penjaminan tidak mencukupi, maka defisit itu diperhitungkan sebagai pengurang modal LPS. Likuiditas menjadi hal penting bagi LPS. Dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas, LPS dapat memperoleh pinjaman dari pemerintah. Ke-tentuan mengenai tingkat likuiditas LPS tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Kinerja keuangan LPS dimulai sejak LPS menerima modal awal dari Pemerintah sebesar Rp 4 triliun berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2005 tentang Modal Awal LPS. Selanjutnya sesuai dengan UU LPS, LPS mengelola keuangan dengan memperoleh pendapatan, mayoritas berasal dari pendapatan premi penjaminan dan hasil investasi. Sedangkan biaya yang ditanggung oleh LPS mayoritas berupa biaya pembentukan cadangan klaim, biaya investasi dan biaya umum administrasi. LPS menyusun laporan keuangan secara tahunan untuk periode Januari s.d. Desember dan Laporan Keuangan LPS dimaksud selanjutnya diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia (BPK) dan diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Berdasarkan hasil audit atas Laporan Keuangan tahun buku 2005 sampai dengan tahun buku 2008, auditor BPK menyatakan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atas masing-masing laporan keuangan tersebut. Dan berdasarkan hasil audit Laporan Keuangan tahun buku 2009, BPK tidak menyatakan pendapat dan mengubah pendapat atas Laporan Keuangan tahun buku 2008 dari semula Wajar Tanpa Pengecualian menjadi Tidak memberikan Pendapat (Laporan Auditor Independen Nomor: 13.a/LHP/XV.3/03/2010 Tanggal 12 Maret 2010).

    Perkembangan kinerja keuangan LPS sejak tahun 2005 sampai dengan 2010 tersaji dalam tabel berikut:

  • 40

    Dalam Ribuan Rp

    Per 31 Desember 2010 Per 31 Desember 2009

    AktivaKas dan Setara Kas 60,762,434 36,997,966 Investasi Dalam Surat BerhargaSurat Berharga Diterbitkan BI (SBI) 6,054,500,000 3,004,700,000 - Diskonto SBI (67,697,422) (11,817,132)Total Surat Berharga Diterbitkan BI 5,986,802,578 2,992,882,868

    Surat Berharga Diterbitkan Pemerintah (SBN)

    9,445,050,000 7,711,240,000

    + Premium SBN 62,250,607 70,506,368 - Diskonto SBN (141,759,955) (158,044,049)Total Surat Berharga Diterbitkan Pemerintah 9,365,540,652

    Total Investasi Dalam Surat Berharga 15,352,343,230 10,616,585,187

    Piutang Premi Penjaminan 20,167 17,010 Piutang Investasi 218,301,872 218,320,136 Piutang Bank Dalam Likuidasi (BDL) 10,455,599 - Akum.Penyisihan Piutang BDL (1,381,069)Piutang Bank Dalam Likuidasi Bersih 3,173,675 9,074,530

    Piutang Lain-Lain 12,732,549 - Akum.Penyisihan Piutang Lain-Lain

    (10,408,977)

    Piutang Lain-Lain Bersih 2,108,154 2,323,572 Penyertaan Modal Sementara 6,762,361,000 6,762,361,000 Aktiva Tetap

    Harga Perolehan Aktiva Tetap 136,000,074 8,197,588 - Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap

    (9,508,744) (5,024,115)

    Total Aktiva Tetap 126,491,330 3,173,474 Aktiva Lain-Lain 22,646,766 95,798,990

    Total Aktiva 22,548,208,628 17,744,651,865

    Tabel I. Neraca(Per 31 Desember 2010 dan Per 31 Desember 2009 Sudah Diaudit)

  • 415 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan

    KewajibanHutang Klaim Penjaminan 36,662,982 37,631,486 Cadangan Klaim Penjaminan 11,098,230,689 7,248,371,830 Cadangan Manfaat Karyawan 5,817,392 4,055,645 Hutang Pajak 96,756,347 87,563,463 Hutang Lain-Lain 12,006,798 3,389,714

    Total Kewajiban 11,249,474,208 7,381,012,138

    EkuitasModal Awal Pemerintah 4,000,000,000 4,000,000,000 Cadangan Tujuan 1,459,746,884 1,272,727,945 Cadangan Penjaminan 5,838,987,536 5,090,911,782

    Total Ekuitas 11,298,734,420 10,363,639,727

    Total Kewajiban dan Ekuitas 22,548,208,628 17,744,651,865

  • 42

    Uraian 01 Jan-31 Des 2010 01 Jan-31 Des 2009Pendapatan Operasi

    Pendapatan Premi Penjaminan 4,177,577,315 3,779,439,307 Pendapatan Hasil Investasi 1,128,996,986 967,127,481 Pendapatan Kontribusi Kepesertaan 1,574,492 41,200 Pendapatan Denda 9,404 32,946 Pendapatan Pengembalian Klaim 176,980 0

    Total Pendapatan Operasi 5,308,335,177 4,746,640,934

    Biaya OperasiBiaya Klaim Penjaminan 25,548,958 523,644,972 - Cadangan Klaim Penjaminan Direalisasi

    (25,548,958) (523,644,972)

    Biaya Terkait Dengan Resolusi Bank 6,221,982 5,813,507 Biaya Kenaikan (Penurunan) Cad. Klaim 3,875,407,817 2,641,571,075 Biaya Investasi 196,073,664 160,405,776 Biaya Umum dan Administrasi 103,124,149 68,098,593

    Total Biaya Operasi 4,180,827,612 2,875,888,951

    Surplus (Defisit) dari Operasi 1,127,507,565 1,870,751,983 Pendapatan dan Biaya Lain-Lain

    Pendapatan Lain-Lain 15,841,316 23,905,576 Biaya Lain-Lain (3,198,345) (4,807,882)

    Surplus (Defisit) Bersih Sebelum Pajak 1,140,150,536 1,889,849,677 Pajak Penghasilan Badan

    Biaya PPh Badan kini 205,316,009 208,431,942 Penghasilan Pajak Tangguhan (260,166) (315,160)

    Surplus (Defisit) Bersih Setelah Pajak 935,094,693 1,681,732,895 Alokasi Surplus Defisit:

    Cadangan Tujuan (20%) 187,018,939