5 konveksi paksa handout

30
1 MATERI/BAHAN MATA KULIAH Fakultas : Teknologi Industri Pertemuan ke : 7 Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin Modul ke : V Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : Nama Mata Kuliah : Perpindahan Panas Dasar Semester : I Dosen : Agung Nugroho Adi, ST, MT Thn Akademik : 2010/2011 Judul Modul Konveksi Paksa Kompetensi Dasar Mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang konveksi paksa Materi Bilangan Tak Berdimensi Pada Konveksi Paksa Konveksi Paksa Melintasi Permukaan Rata Konveksi Paksa Melintang Silinder dan Bola Konveksi Paksa Melintang Berkas Pipa Koefisien Paksa Pada Aliran Dalam Pipa Standar Kompetensi Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat : membedakan antara proses perpindahan kalor konduksi, konveksi paksa, dan konveksi bebas pada fluida menjelaskan proses-proses yang termasuk koneksi paksa membedakan antara aliran eksternal dan internal menghitung koefisien konveksi dan laju aliran perpindahan kalor pada aliran melintasi permukaan rata, aliran melintang silinder dan bola, aliran melintang berkas pipa, serta aliran dalam pipa Referensi Cengel (1998) Bab 6, Incropera & DeWitt (1981) Bab 4, Holman (1976) Bab 3

Upload: herlambang-simatupang

Post on 04-Jul-2015

1.479 views

Category:

Documents


111 download

TRANSCRIPT

1

MATERI/BAHAN MATA KULIAH

Fakultas : Teknologi Industri Pertemuan ke : 7 Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin Modul ke : V Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : Nama Mata Kuliah : Perpindahan Panas Dasar Semester : I Dosen : Agung Nugroho Adi, ST, MT Thn Akademik : 2010/2011 Judul Modul Konveksi Paksa Kompetensi Dasar Mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang konveksi paksa

Materi • Bilangan Tak Berdimensi Pada Konveksi Paksa • Konveksi Paksa Melintasi Permukaan Rata • Konveksi Paksa Melintang Silinder dan Bola • Konveksi Paksa Melintang Berkas Pipa • Koefisien Paksa Pada Aliran Dalam Pipa Standar Kompetensi Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :

• membedakan antara proses perpindahan kalor konduksi, konveksi paksa, dan konveksi bebas pada fluida

• menjelaskan proses-proses yang termasuk koneksi paksa • membedakan antara aliran eksternal dan internal • menghitung koefisien konveksi dan laju aliran perpindahan kalor pada aliran melintasi permukaan

rata, aliran melintang silinder dan bola, aliran melintang berkas pipa, serta aliran dalam pipa Referensi • Cengel (1998) Bab 6, Incropera & DeWitt (1981) Bab 4, Holman (1976) Bab 3

2

5 Konveksi Paksa Pada benda padat perpindahan kalor yang terjadi pasti berupa konduksi, sedangkan pada fluida perpindahan kalor dapat berupa konduksi ataupun konveksi tergantung ada-tidaknya gerakan fluida. Jika tidak terdapat gerakan fluida maka yang terjadi adalah proses perpindahan kalor konduksi, sedangkan jika terdapat gerakan fluida maka dikatakan terjadi proses perpindahan kalor konveksi. Berdasarkan sumber gerakan fluida konveksi dibagi lagi menjadi konveksi paksa dan konveksi bebas.

Konveksi paksa terjadi jika gerakan fluida disebabkan oleh suatu sumber gerak eksternal, misalnya pompa, fan, atau juga angin. Pada konveksi bebas gerakan fluida disebabkan oleh perbedaan bobot molekul fluida akibat perbedaan temperatur. Molekul fluida yang lebih tinggi temperaturnya mempunyai bobot lebih ringan sehingga akan cenderung naik, dan digantikan oleh molekul fluida lainnya yang bertemperatur lebih rendah dan tentunya bobot yang lebih berat. Gambar 5-1 menunjukkan perpindahan kalor yang dapat terjadi dari suatu permukaan yang panas ke udara sekitarnya.

Gambar 5-1 Perpindahan kalor yang mungkin terjadi dari permukaan panas ke udara sekitarnya

Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran internal. Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda. Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam pipa. Perbedaan antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu pipa ditunjukkan pada Gambar 5-2.

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 3

Gambar 5-2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa

Berdasarkan hukum pendinginan Newton laju perpindahan kalor konveksi dinyatakan dengan persamaan

( )conv sh TQ A T ∞= −ɺ (5.1)

atau dalam bentuk fluks kalor

( )conv sq h T T∞= −ɺ (5.2)

dengan h = koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2.°C A = luas permukaan perpindahan kalor, W/m2.°C Ts = temperatur permukaan, °C T∞ = temperatur fluida, °C

5.1 Bilangan Tak Berdimensi Pada Konveksi Paksa Untuk mengurangi jumlah variabel yang terlibat dalam perhitungan, maka sering digunakan bilangan tak berdimensi yang merupakan kombinasi dari beberapa variabel.

5.1.1 Bilangan Nuselt Perpindahan kalor yang terjadi pada suatu lapisan fluida terjadi melalui proses konduksi dan konveksi. Bilangan Nusselt menyatakan perbandingan antara perpindahan kalor konveksi pada suatu lapisan fluida dibandingkan dengan perpindahan kalor konduksi pada lapisan fluida tersebut.

conv

cond

q h T h

q k TN

/u

k

∆ δ= =∆ δ

ɺ (5.3)

dengan h adalah koefisien konveksi, δ panjang karakteristik, dan k adalah koefisien konduksi. Semakin besar nilai bilangan Nusselt maka konveksi yang terjadi semakin efektif. Bilangan Nusselt yang bernilai 1 menunjukkan bahwa perpindahan kalor yang terjadi pada lapisan fluida tersebut hanya melalui konduksi.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 4

5.1.2 Bilangan Reynolds Suatu aliran fluida dapat berupa aliran laminar, turbulen, ataupun transisi. Pada aliran laminar molekul-molekul fluida mengalir mengikuti garis-garis aliran secara teratur. Aliran turbulen terjadi saat molekul-molekul fluida mengalir secara acak tanpa mengikuti garis aliran. Aliran transisi adalah aliran yang berada di antara kondisi laminar dan turbulen, biasanya pada kondisi ini aliran berubah-ubah antara transien dan turbulen sebelum benar-benar memasuki daerah turbulen penuh. Gambar 5-3 menunjukkan perbedaan antara aliran laminar dan turbulen pada percobaan menggunakan jejak tinta. Pada aliran laminar maka jejak tinta berbentuk lurus dan teratur, sedangkan pada aliran turbulen aliran tinta menyebar secara acak.

Gambar 5-3 Aliran laminar dan turbulen pada percobaan menggunakan jejak tinta

Untuk membedakan antara aliran laminar, transisi, dan turbulen maka digunakan bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynolds, yang merupakan perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskos

VGaya Inersia

ReGaya Viskos

∞== δν

(5.4)

dengan V∞ adalah kecepatan aliran fluida (m/s) dan δ panjang karakteristik (m). Panjang karakteristik ditunjukkan oleh jarak x dari ujung plat pada aliran melintasi plat rata serta diameter D untuk silinder atau bola. Viskositas kinematika ν adalah perbandingan antara viskositas dinamik dengan massa jenisnya

µν =ρ

(5.5)

Nilai bilangan Reynolds yang kecil menunjukkan aliran bersifat laminar sedangkan nilai yang besar menunjukkan aliran turbulen. Nilai bilangan Reynolds saat aliran menjadi turbulen disebut bilangan Reynolds kritis yang nilainya berbeda-beda tergantung bentuk geometrinya.

5.1.3 Bilangan Prandtl Bilangan tak berdimensi selanjutnya adalah Bilangan Prandtl yang merupakan perbandingan antara ketebalan lapis batas kecepatan dengan ketebalan lapis batas termal. Bilangan Prandtl dinyatakan dengan persamaan

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 5

pCPr

k

µν =α

= (5.6)

ν adalah momentum difusivitas molekul, α adalah kalor difusivitas molekul, µ adalah viskositas fluida, Cp adalah kalor spesifik fluida, dan k adalah konduktivitas termal.

Nilai bilangan Prandtl berkisar pada nilai 0.01 untuk logam cair, 1 untuk gas, 10 untuk air, dan 10000 untuk minyak berat. Difusivitas kalor akan berlangsung dengan cepat pada logam cair (Pr << 1) dan berlangsung lambat pada minyak (Pr >> 1). Pada umumnya nilai bilangan Prandtl ditentukan menggunakan tabel sifat zat. Tabel 5-1 menunjukkan rentang nilai bilangan Prandtl untuk beberapa jenis fluida.

Tabel 5-1 Rentang nilai bilangan Prandtl untuk fluida

Cairan Pr Logam cair 0.004 – 0.030

Gas 0.7 – 1.0 Air 1.7 – 13.7

Cairan organik ringan 5 – 50 Minyak 50 – 100000 Gliserin 2000 – 100000

5.2 Konveksi Paksa Melintasi Permukaan Rata Pada bagian ini dibahas tentang perpindahan kalor dan gaya hambat (drag force) yang terjadi saat fluida melintasi suatu permukaan rata. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran melintasi plat rata dapat dinyatakan dengan persamaan umum

m nL

hLD Re

kNu Pr== (5.7)

dengan C, m, dan n adalah konstantadan L adalah panjang plat pada arah aliran.

Gambar 5-4 Aliran melintasi permukaan rata

Bilangan Reynold untuk aliran melintasi plat rata adalah

L

ReV∞=

ν (5.8)

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 6

Pada aliran melintasi plat rata nilai bilangan Reynolds kritis adalah 5×105. Untuk Re < 5×105 maka persamaan yang digunakan adalah persamaan aliran laminar sedangkan jika Re > 5×105 maka persamaan yang digunakan adalah persamaan aliran turbulen atau kombinasi laminar dan turbulen.

Gaya hambat yang terjadi pada aliran fluida untuk kasus plat rata dapat dihitung menggunakan persamaan

2

D fF C A2

V∞ρ= (5.9)

dengan Cf adalah koefisien gesek atau koefisien hambat.

NuhL

k= (5.10)

Temperatur fluida pada lapis batas termal mempunyai nilai yang bervariasi dari Ts pada permukaan hingga T∞ pada sisi luar lapis batas. Karena sifat fluida juga bervariasi terhadap temperatur, maka untuk penentuan sifat-sifat fluida pada perhitungan didasarkan pada temperatur film Tf, yaitu

sf

T TT

2∞= +

(5.11)

Aliran Laminar Koefisien gesek rata-rata untuk aliran laminar adalah

( )5f L1/2

L

Re1.328

C 5 10Re

= < × (5.12)

Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar adalah

1/2 1/3L 5

L

Pr 0.6Nu Pr

Re 5 10hL

0.664Rek

≥ = < ×

= (5.13)

Aliran Turbulen Pada aliran turbulen koefisien gesek rata-rata adalah

( )5 7f L1/5

L

5 100.074

C Re 10Re

= ≤ ≤× (5.14)

sedangkan bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran turbulen adalah

4/5 1/3L 5 7

L

0.6 Pr 60Nu Pr

5h

10L

0.037 RR

ee 10k

≤ ≤ = × ≤ ≤

= (5.15)

Aliran Kombinasi Laminer dan Turbulen Seringkali pada aliran melintasi plat rata, panjang plat melebihi panjang kritis sehingga aliran telah turbulen namun masih belum cukup panjang untuk dapat mengabaikan aliran laminar. Pada kasus ini maka digunakan persamaan koefisien gesek rata-rata

( )5 7f L1/5

L L

0.074 1742C Re 10

Re10

Re5− ≤×= ≤ (5.16)

serta bilangan Nusselt rata-rata

( )4/5 1/3L 5 7

L

0hL .6 Pr 60N 0u 87.037 Re

k1 Pr

5 10 Re 10

≤ ≤ = − × ≤

=≤

(5.17)

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 7

Contoh 5-1 Aliran oli mesin melintasi plat rata

Oli mesin pada 60°C mengalir melintasi plat sepanjang 5 m yang bertemperatur 20°C dengan kecepatan 2 m/s. Hitung gaya hambat dan laju aliran kalor total jika lebar plat adalah 1 m.

Gambar 5-5 Diagram untuk Contoh 5-1

Penyelesaian Sifat oli mesin pada temperatur film ( )20 60 / 2 40 C+ = ° adalah

3

6 2

Pr 2870

k 0.144W / m. C

876kg / m

242 10 m / s−° ==ρ =

×=

ν

Bilangan Reynold pada ujung plat

( )( ) 4

6 2

2m / s 5mLRe

242 10 m

V4.13 10

/ s∞

−=×

= = ×ν

Re < 5×105 sehingga aliran adalah laminar

Koefisien gesek rata-rata

( )f 0.50.5 4

L

1.328 1.328C

Re0.00

4.15

06

13

3= = =

×

Gaya hambat

( ) ( )( )2322

D f

V0.00653 5 1

876kg / m 2m / sF C A m 57.2

2 2N∞ρ = × × ==

Bilangan Nusselt

( ) ( )1/2 1/31/2 1/3 4L0.664Re 0.664Nu Pr 28704.1 1 810 913= == × ×

Koefisien perpindahan kalor konveksi

( ) 20.144W / m. Ch

5

kNu 1918 55.2W / m . C

L m= == °°

Laju perpindahan kalor konveksi

( ) ( )( )( )2 2conv shA T T 55.2W / m . C 5 1m 60 20Q C 11040W∞= − = ° × − ° =ɺ

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 8

Contoh 5-2 Pendinginan plat dengan konveksi paksa udara

Tekanan atmosfer pada suatu daerah adalah 83.4 kPa. Udara 20°C mengalir dengan kecepatan 8m/s pada plat rata berukuran 1.5 m × 6 m yang bertemperatur 134°C. Hitung laju perpindahan kalor jika udara mengalir sepanjang sisi panjang plat (sisi 6 m).

Gambar 5-6 Diagram untuk Contoh 5-2

Penyelesaian Sifat udara pada tekanan 1 atm dan temperatur rata-rata ( )134 20 / 2 77 C 350K+ = ° = adalah

5 2@1atmk 0.0297W / m. C 2.06 10 m Pr 0.70/ s 6−= ° = × =ν

Sifat k, µ, Cp, dan Pr untuk gas ideal tidak dipengaruhi oleh tekanan, namun ν dan α berbanding terbalik dengan tekanan, sehingga

5

@1atm 5 22.06 10 m / s101325kPa 101325kPa m

P 83.42.50 /

kPa10 s

−−ν

ν = = = ××

Bilangan Reynold

( )( ) 6

5 2

8m / s 6mLRe

2.

V

50 10 m1.92 10

/ s∞

−=×

= = ×ν

Re > 5×105 namun tidak cukup besar sehingga digunakan persamaan kombinasi aliran laminar dan turbulen untuk menghitung bilangan Nusselt rata-rata

( ) ( )0.84/5 1/3 6 1/3LNu 871 Pr 0.037 1.92 10 8710 0.706.037 Re 2727 − = × − =

=

Koefisien perpindahan kalor konveksi

( ) 20.0297W / m. CkNu 2727 13.5W / m . C

Lh

6m

°== = °

Laju perpindahan kalor konveksi

( ) ( ) ( )( )2 2conv shA T T 13.5W / m . C 1.5 6m 134 20 C 11040WQ ∞= − = ° × − ° =ɺ

Contoh 5-3 Pendinginan plat dengan konveksi paksa udara

Seperti pada Contoh 5-2 namun kali ini hitung laju perpindahan kalor kalor jika udara mengalir sepanjang sisi pendek plat (sisi 1.5 m).

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 9

Penyelesaian Bilangan Reynold

( )( )

5 258m / s 1.5mL

Re2.5

V4.8 10

/0 10 m s∞

−=×

= = ×ν

Re < 5×105 sehingga aliran adalah laminar

Bilangan Nusselt

( ) ( )1/2 1/31/2 1/3 5L0.664Re 0.664Nu Pr 0.7064.8 40 11 0= × ×= =

Koefisien perpindahan kalor konveksi

( ) 20.0297W / m. Ch

1

kNu 410 8.12W / m . C

L .5m= == °°

Laju perpindahan kalor konveksi

( ) ( ) ( )( )2 2conv shA T T 13.5W / m . C 1.5 6m 134 20 C 11040WQ ∞= − = ° × − ° =ɺ

Catatan : Jika dibandingkan dengan Contoh 5-2 maka dapat diambil kesimpulan bahwa arah aliran fluida berpengaruh terhadap perpindahan kalo yang terjadi.

Gambar 5-7 Perbandingan perpindahan kalor untuk arah aliran yang berbeda

5.3 Aliran Melintang Silinder dan Bola Secara praktis sering ditemui aliran melintang silinder dan bola, misalnya pada penukar kalor jenis aliran silang. Bilangan Reynolds pada aliran melintang silinder dan bola adalah

V D

Re ∞=ν

(5.18)

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 10

Gambar 5-8 Pola aliran melintang silinder atau bola

Pada aliran melintang silinder dan bola nilai bilangan Reynolds kritis adalah 2×105. Untuk Re < 2×105 maka aliran yang terjadi adalah laminar Re > 2×105 aliran yang terjadi adalah aliran turbulen.

Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran melintang silinder ditentukan menggunakan persamaan Churchill Bernstein

( )

( )4/55/81/2 1/3

cyl 1/42/3

hD 0.62Re PrNu Pr 0.2

k 1 0.

Re0.3 1

2824 P 00/ r= >

+

= + +

(5.19)

Untuk aliran melintang bola digunakan persamaan Whitaker

( )1/4

1/2 2/3 0.4sph

s

3.5 Re 80000hDNu 0.06Re

0.7 Pr 380k2 0.4Re Pr ∞ ≤ ≤

= µ= + ≤ ≤ +

µ (5.20)

Selain menggunakan persamaan (5.19), Zhukaskas dan Jacob juga mengusulkan alternatif persamaan yang lebih sederhana untuk aliran melintang silinder yaitu

m 1/3cyl

hDCRe

kNu Pr== (5.21)

C dan m adalah konstanta yang nilainya dapat dilihat pada Tabel 5-2 untuk berbagai macam bentuk penampang silinder selain lingkaran.

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 11

Tabel 5-2 Bilangan Nusselt rata-rata untuk berbagai penampang saluran pada aliran laminar

Contoh 5-4 Konveksi paksa melalui pipa

Pipa berisi uap air berdiameter 10 cm bertemperatur permukaan 110°C melewati daerah berangin. Hitung laju rugi kalor per meter panjang pipa jika udara pada tekanan 1 atm dan 4°C serta angin bertiup pada kecepatan 8 m/s.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 12

Gambar 5-9 Skema untuk Contoh 5-4

Penyelesaian Sifat udara dihitung pada temperatur film ( ) ( )f s |T T T / 2 110 4 / 2 57 C 330K∞= + = + = ° = adalah

5 21.86 10

k 0.0283W / m. C

m / s

Pr 0.708

=

== ×

°ν

Bilangan Reynold

( )( )

5 2

8m / s 0.1mV DRe

1.86 10 m / s43011∞

−= =×ν

=

Bilangan Nusselt

( )

( ) ( )( )

4/55/81/2 1/3

1/42/3

4/51/2 1/3 5/8

1/42/3

hD 0.62Re PrNu

k 1 0.4 / Pr

0.62 43011 0.708 43011

1 0.4 / 0.708

1

Re0.3 1

28200

0.3 128200

96.3

= + +

+ +

= +

= +

=

Koefisien konveksi paksa

( ) 2kh

D 0.

0.0283W / m.CNu 196.3 55.6W / m . C

1m= == °

Luas perpindahan kalor

( ) ( ) 2DL 0.1m 1m 0.31A 4mpL π = π == =

Laju aliran kalor

( ) ( )( ) ( )2 2sQ hA T T 55.6W / m . C 0.314m 110 4 C 1851W∞= − = ° − ° =ɺ

Contoh 5-5 Konveksi paksa melalui bola

Suatu bola terbuat stainless steel (ρ=8055kg/m3, Cp=480J/kg.°C) mempunyai temperatur seragam 300°C. Bola dikenai aliran udara pada 1 atm dengan kecepatan 3m/s. Hitung laju aliran kalor dari bola ke udara.

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 13

Gambar 5-10 Skema untuk Contoh 5-5

Penyelesaian Sifat udara dihitung pada 27°C=300K adalah

5 2

5

k 0.0283W / m. C m /1.57 10

1.8

s

kg / m.s Pr 0.715 210

ν = ×µ = ×

= °=

Viskositas dinamik udara pada temperatur permukaan

5s @250 C 2.96 10 kg / m.s−

°= = ×µ µ

Bilangan Reynold

( ) ( )

5 2

3m / s 0.25mV DRe

1.57 10 m / s47800∞

−= =×ν

=

Bilangan Nusselt

( )

( ) ( ) ( )

1/4

1/2 2/3 0.4

s

1/41/2 2/3 0.4

s

2 0.4Re Pr

2 0.4

hDNu 0.06Re

k

47800 0.06 47800

131

0.712

µ= +µ

µ

= +

= + +

µ

=

Koefisien konveksi paksa

( ) 2kh

D 0.25m

0.0261W / m.CNu 131 13.6W / m . C= == °

Luas perpindahan kalor

( )22 2D 0.25m 0.196mA π = π ==

Laju aliran kalor

( ) ( )( )( )2 2sQ hA T T 13.6W / m . C 0.196m 250 27 C 594W∞= − = ° − ° =ɺ

5.4 Konveksi Paksa Pada Aliran Melintang Berkas Pipa Aliran melintang berkas pipa sering kali terjadi pada penukar kalor jenis kondenser dan evaporator. Pada perangkat penukar kalor tersebut suatu fluida mengalir pada beberapa buah pipa sedangkan fluida lainnya melintang tegak lurus pipa. Pada kasus seperti ini perhitungan tidak dapat dilakukan dengan menghitung untuk satu pipa kemudian mengalikannya dengan jumlah pipa. Hal ini dikarenakan pola aliran sangat dipengaruhi oleh pipa-pipa tersebut sebagai suatu kesatuan.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 14

Gambar 5-11 Susunan berkas pipa segaris dan berselang-seling

Berkas pipa biasanya mempunyai susunan segaris (in-line) atau berselang-seling (staggered) pada arah aliran (Gambar 5-11). Panjang karakteristik yang digunakan adalah diameter luar D. Susunan pipa ditentukan oleh sela (pitch), yaitu sela transversal ST, sela longitudinal SL, dan sela diagonal SD. Untuk menghitung sela diagonal digunakan persamaan

( )22D L TS 2S S /+= (5.22)

Kecepatan aliran fluida yang melintang berkas pipa akan bertambah dibandingkan dengan kecepatan awalnya, sehingga dalam perhitungan bilangan Reynold digunakan kecepatan maksimal

max maxV D V DRe

ρ= =ν µ

(5.23)

Kecepatan maksimal fluida melintang berkas pipa dipengaruhi oleh susunan berkas pipa. Untuk susunan segaris dan selang seling ( ( )D TS S D / 2> + ) maka kecepatan maksimal fluida adalah

Tmax

T

SV

S DV=

− (5.24)

Sedangkan kecepatan maksimal fluida pada susunan selang-seling dengan ( )D TS S D / 2< + adalah

( )T

maxT

SV

2 S DV=

− (5.25)

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 15

Tabel 5-3 Bilangan Nusselt rata-rata untuk NL>16 dan 0.7 < Pr < 500

Dalam perhitungan bilangan Nusselt rata-rata digunakan persamaan umum hasil eksperimen yang diusulkan oleh Zukauskas

0.25

m nD D

s

hd PrCRe

k PN

ru Pr

=

=

(5.26)

dengan C, m, dan n adalah konstanta yang tergantung pada nilai bilangan Reynolds. Tabel 5-3 menunjukkan beberapa nilai konstanta untuk nilai bilangan Prandtl 0.7 < Pr < 500, nilai bilangan Reynolds 0 < ReD <2×106, serta jumlah pipa dalam berkas arah lognitudinal NL > 16. Semua sifat fluida ditentukan pada temperatur rata-rata fluida

i om

T TT

2

+= (5.27)

dengan Ti dan To adalah temperatur fluida sebelum dan setelah melewati berkas pipa. Untuk jumlah pipa dalam berkas kurang dari 16 maka digunakan persamaan koreksi

LD,N DNu F Nu= (5.28)

dengan F adalah faktor koreksi yang nilainya bergantung pada jumlah pipa pada berkas seperti tercantum pada Tabel 5-4. Begitu nilai bilangan Nusselt telah dihitung maka nilai koefisien konveksi segera dapat dihitung. Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi maka selisih temperatur yang digunakan adalah selisih temperatur rata-rata logaritmik (LMTD)

( ) ( )

( ) ( ) ( )s e s i e i

lne is e s i

T T T T

/ln T T / T

TT

T

T

T T

− − − ∆ ∆∆ =∆

−= ∆− −

(5.29)

Temperatur keluar Te dapat dihitung dengan persamaan

( )s

pmCe s s i

A h

T T T eT−

−= − ɺ

(5.30)

dengan sA DN L= π adalah luas permukaan perpindahan kalor dan ( )T Tm V N S L= ρɺ adalah laju aliran

massa fluida. N adalah jumlah total pipa pada berkas, NT jumlah pipa pada bidang transversal, L panjang berkas pipa, dan V kecepatan fluida sebelum melewati berkas pipa. Laju aliran perpindahan kalor konveksi dapat dihitung menggunakan persamaan

( )s ln p e iQ hA T T TmC== ∆ −ɺ ɺ (5.31)

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 16

Tabel 5-4 Faktor koreksi dalam perhitungan bilangan Nusselt rata-rata untuk Nu < 16 dan ReD > 1000

Contoh 5-6 Konveksi paksa melalui bola

Pada suatu peranti udara dipanaskan oleh air bertemperatur 120°C yang mengalir pada berkas pipa melintang ducting. Udara masuk ducting pada 20°C, 1 atm dan kecepatan rata-rata 4.5 m/s. Diameter luar pipa air adalah 1.5 cm dengan susunan segaris serta ST = SL = 5 cm. Pada berkas pipa terdapat 6 baris, masing-masing terdiri dari 10 pipa. Hitung laju aliran perpindahan kalor yang terjadi untuk panjang berkas pipa 1 m.

Gambar 5-12 Skema untuk Contoh 5-6

Penyelesaian Temperatur udara keluar ducting tidak diketahui sehingga temperatur rata-rata juga belum diketahui. Sifat udara ditentukan berdasarkan asumsi temperatur rata-rata 60°C dan 1 atm

s

3

p5

s @T

k 0.02808W / m.K

C 1.007kJ / kg.K Pr

1.06kg / m

2.0

0.7202

kg / m.s Pr Pr 0.10 708 073−

==

ρ

= =

=

µ = ×=

Densitas udara pada temperatur masuk 20°C untuk menghitung laju aliran massa adalah

Error! Objects cannot be created from editing field codes. Kecepatan maksimal dan bilangan Reynold aliran udara adalah

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 17

( )Tmax

T

S 0.05V

S D 0.005V 4.5m / s

0.6.43m

015/ s= ==

− −

( )( )( )

max

3

5

1.06kg / m 6.43m / s 0.015mV DRe

2.008 10 kg / m.s5091−

ρ= = =µ ×

Bilangan Nusselt rata-rata diperoleh menggunakan persamaan yang diperoleh dari tabel

( )

( ) ( ) ( )

0.63 0.36D D s

0.63 0

0.25

0.25.36

Nu 0.27 Re Pr Pr/ Pr

0.27 5091 0.7202 0.7202 / 0.7073 52.2

=

= =

Karena pada soal ini NL = 6 maka digunakan faktor koreksi dari tabel dan diperoleh F = 0.945 sehingga

LD,N DNu FNu 49.3= =

Koefisien konveksi

( )

LD,N 2Nu k 49.3 0.02808W / m. C

h . CD 0.015m

92.2W / m== =°

°

Jumlah total pipa adalah

L TN N N 6 10 60= × = × =

Luas perpindahan kalor total

( )( )s DL 60 0.015m 1m 2.827A Nπ = π ==

Laju aliran massa

( ) ( ) ( )( ) ( )( )31 T TV N S L 1.204kg / m 4.5m / s 10 0.05m 1m . 9m 2 70= == ρɺ

Temperatur keluar

( )

( ) ( )( )( )( )

s

pmCe s s i

2 2

A h

T T T T e

2.827m 92.2W / m C120 120 20 exp 29.11 C

2.709kg / s 1007J / kg. C

.

= − −

° = − − − = ° °

ɺ

LMTD

( ) ( )

( ) ( )( ) ( )

( ) ( )s e s i

lns e s i

T T T T 120 29.11 120 20

ln T T / T T ln 120 29.11 / 1T 9

20 205.4 C

− − − − − −=

∆ = =

− − − − °

Laju aliran kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

( )( )( )2 2 4s ln 92.2W / m . C 2.827m 95.4 CQ h 2.49 10 WA T = ° ° = ×= ∆ɺ

atau menggunakan persamaan

( ) ( )( )( ) 4p e iT T 2.709kg / s 1007J / kg. C 29.11 20 C 2.49 1Q mC 0 W= − = ° − ° = ×ɺ ɺ

Catatan : temperatur rata-rata hasil perhitungan adalah

i em

T T 20 110.96T 5 4 C

2 2.= =+ + °=

yang tidak terlalu jauh dari asumsi temperatur rata-rata 60°C.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 18

5.5 Aliran Dalam Saluran tertutup Pada aplikasi pendinginan dan pemanasan sering ditemui fluida yang mengalir dalam saluran tertutup berupa pipa atau ducting. Aliran dalam saluran tertutup ini termasuk kategori aliran internal. Perbedaannya dibandingkan aliran eksternal yang telah dibahas adalah pada aliran eksternal fluida mempunyai permukaan bebas sehingga lapis batas dapat berkembang dengan bebas. Pada aliran internal fluida dilingkupi batas berupa permukaan dalam saluran sehingga terdapat batas berkembangnya lapis batas.

Pada aliran dalam saluran tertutup sesungguhnya kecepatannya bervariasi, yaitu berkisar antara nol pada permukaan dalam saluran hingga mencapai kecepatan maksimum pada titik tengah saluran. Untuk perhitungan maka digunakan kecepatan rata-rata Vm yang diasumsikan konstan sepanjang aliran. Laju aliran massa fluida dalam saluran tertutup adalah

m cm AV= ρɺ (5.32)

dengan ρ adalah densitas fluida dan Ac adalah luas penampang saluran.

Gambar 5-13 Distribusi kecepatan aktual dan ideal

Saluran Tertutup Berpenampang Lingkaran Saluran tertutup yang paling banyak digunakan adalah pipa, yaitu saluran dengan penampang aliran berbentuk lingkaran. Aliran dalam saluran dalam pipa juga dapat berupa aliran laminar ataupun turbulen. Adapun bilangan Reynolds untuk aliran alam pipa adalah

mReV D=

ν (5.33)

dengan Vm adalah kecepatan rata-rata fluida dan ν viskositas kinematik. Pada aliran dalam pipa bilangan Reynolds kritis adalah 2300, sehingga

Re 2300 aliran laminar

2300 Re 10000 aliran transisi

Re 10000 aliran turbulen

<≤ ≤

>

Pada aliran dalam pipa berlaku persamaan umum bilangan Nusselt rata-rata

NuhD

k= (5.34)

Jika fluida memasuki suatu pipa, maka dibutuhkan panjang tertentu hingga aliran tersebut dapat dikatakan dalam kondisi aliran penuh, yaitu mempunyai distribusi kecepatan ataupun temperatur berbentuk parabola. Panjang masuk termal dan hidrodinamik untuk aliran laminar adalah

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 19

h,laminar

t,laminar

L 0.05ReD

L 0.05RePr D

≈≈

(5.35)

sedangkan pada aliran turbulen

h,turbulent t,turbulentL L 10D≈ ≈ (5.36)

Saluran Tertutup Berpenampang Selain Lingkaran Untuk penampang saluran tertutup selain lingkaran, maka persamaan aliran dalam saluran berpenampang lingkaran, yaitu pipa, masih dapat digunakan dengan mengganti variabel diameter D dengan diameter hidrolik Dh sesuai persamaan

ch

4AD

p= (5.37)

Ac dan p masing-masing adalah luas dan keliling penampang saluran. Gambar 5-14 menunjukkan diameter hidrolik untuk saluran berpenampang lingkaran, bujur sangkar, dan persegi panjang.

Gambar 5-14 Diameter hidrolik untuk saluran berpenampang lingkaran, bujur sangkar, dan persegi panjang.

Kondisi Termal Dinding Saluran Tertutup Dalam penentuan laju aliran perpindahan kalor dan temperatur fluida keluar saluran maka terdapat dua kondisi dinding saluran, yaitu fluks kalor dinding konstan dan temperatur dinding konstan.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 20

Gambar 5-15 Kondisi fluks kalor permukaan konstan

Gambar 5-15 menunjukkan pada permukaan pipa terdapat sumber kalor dengan nilai fluks kalor konstan. Untuk kondisi fluks kalor permukaan konstan maka laju perpindahan kalor

( )p e iQ mC T T= −ɺ ɺ (5.38)

dan temperatur keluar

se i

p

q A

CT T

m= +

ɺ

ɺ (5.39)

Gambar 5-16 Kondisi temperatur konstan

Sedangkan kondisi kedua adalah kondisi temperatur permukaan konstan (Gambar 5-16). Contoh kondisi ini adalah jika permukaan luar pipa kontak dengan fluida yang sedang mengalami perubahan fase. Untuk kondisi temperatur permukaan konstan maka temperatur keluar adalah

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 21

( ) pmC

s i

hA

e sT T T T e−

= − − ɺ

(5.40)

sedangkan laju perpindahan kalornya

lnQ hA T= ∆ɺ

dengan

( ) ( )

( ) ( ) ( )s e s i e i

lne is e s i

T T T T

/ln T T / T

TT

T

T

T T

− − − ∆ ∆∆ =∆

−= ∆− −

(5.41)

Aliran Laminar Penurunan tekanan yang terjadi pada aliran dalam pipa adalah adalah

2

mLP f

D 2

Vρ∆ = (5.42)

dengan f adalah faktor kekasaran, L panjang pipa, D diameter pipa, ρ densitas fluida, dan Vm kecepatan rata-rata fluida. Pada aliran laminar faktor kekasaran adalah

f64

Re= (5.43)

Untuk menghitung bilangan Nusselt rata-rata pada kondisi aliran laminar dapat digunakan persamaan Sieder Tate

( )0.41/3

b

s

RePr DNu 1.86 Pr 0.5

L

µ = > µ (5.44)

dengan µb adalah viskositas dinamik fluida pada temperatur borongan sedangkan µs adalah viskositas dinamik fluida pada temperatur permukaan. Untuk berbagai bentuk penampang saluran bilangan Nusselt rata-rata dapat diperoleh dari Tabel 5-5.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 22

Tabel 5-5 Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar pada berbagai penampang saluran

Aliran Turbulen Penurunan tekanan pada aliran turbulen menggunakan persamaaan yang sama dengan pada aliran laminar, yaitu persamaan (5.42). Terdapat beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung faktor kekasaran. Faktor kekasaran untuk aliran turbulen pada pipa halus dapat menggunakan persamaan

( )2f 0.184Re pipa halus−= (5.45)

Pada pipa berdinding kasar untuk menghitung faktor kekasaran dapat digunakan persamaan Colebrook

/ D 2.51

3

12log

.7 Rf fe

= − +

ε (5.46)

atau dalam bentuk eksplisit menggunakan persamaan Haaland

1.11

1 6.9 / D

Re 3.1.8log

f 7

= − +

ε

(5.47)

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 23

Bilangan Nusselt rata-rata pada aliran dalam pipa juga terdapat beberapa persamaan. Jika dimasukkan faktor kekasaran maka bilangan Nusselt rata-rata dapat dihitung menggunakan persamaan Chilton-Colburn

1/3Nu 0.125f RePr= (5.48) Dengan melakukan substitusi persamaan (5.45) ke persamaan (5.48) diperoleh persamaan Colburn untuk aliran turbulen pada pipa berdinding halus

0.8 1/3 0.7 Pr 160Nu 0.023Re Pr

Re 10000

≤ ≤ = >

(5.49)

Selain kedua persamaan tersebut, daat juga digunakan persamaan Dittus Bolter untuk aliran turbulen

0.8 n

0.7 Pr 160

Re 10000Nu 0.023Re Pr

n 0.3 untuk pemanasan

n 0.4 untuk pendinginan

≤ ≤ > = = =

(5.50)

Aliran Di Antara Dua Pipa Salah satu jenis penukar kalor adalah jenis pipa ganda (double pipe), yang terdiri dari dua buah pipa kosentrik (mempunyai sumbu yang sama). Pada pipa ganda terdapat aliran dua fluida, yaitu pada pipa dalam serta di antara pipa dalam dan luar (bagian annulus) seperti terlihat pada Gambar 5-17.

Gambar 5-17 Aliran di antara dua pipa

Untuk aliran di antara dua pipa diameter hidroliknya adalah

( )( )

i2 20c

h o io i

D D /44AD D

4D

Dp D

−= −

= =π

(5.51)

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 24

Tabel 5-6 Nilai bilangan Nusselt rata-rata berdasarkan nilai Di/Do

Bilangan Nusselt untuk dinding dalam dan luar dapat dilihat pada tabel Tabel 5-6, setelah itu untuk menghitung koefisien konveksinya digunakan persamaan

h oi

oo

i dah Dh

nD

Nu Nuk k

= = (5.52)

Contoh 5-7 Konveksi dalam pipa dengan temperatur dinding konstan

Air memasuki pipa tembaga berdiameter dalam 2.5cm pada 15°C dengan laju aliran massa 0.3kg/s dan dipanaskan oleh uap yang terkondensasi di permukaan luar pada 120°C. Jika koefisien perpindahan kalor rata-rata 800W/m2.°C, hitung panjang pipa yang diperlukan untuk memanaskan air menjadi 115°C.

Penyelesaian Kalor spesifik air dihitung pada temperatur rata-rata ( )15 115 / 2 65 C+ = ° adalah 4187J/kg.°C.

Kalor kondensasi uap pada 120°C adalah 2203kJ/kg

Laju aliran kalor

( ) ( )( )pQ m t 0.3kg / s 4.187kJ / kg. C 115 15 C 125. WC 6k∆ = ° − ° ==ɺ ɺ

LMTD

( ) ( )

e s e

i s i

e iln

e i

T T 120 C 15 C 5 C

T T 120 C 15 C 105 C

5 105

ln / ln 5 /1

T

T

T TT 32.

T 0585 C

T

= − = ° − ° = °= − = ° − °

∆∆

∆ ∆∆ = =− −=∆

°

°∆

=

Luas permukaan perpindahan kalor yang diperlukan

( )( )

s ln

2s 2

ln

125.6kWA

h 0.8k

Q hA T

Q4

W / m.78m

T 32.85 C

=

°

=∆

= =

ɺ

ɺ

Panjang pipa yang diperlukan

( )

s

2s

A

A 4.7

DL

L 61mD 0.02

8

5m

m

π

= = =π π

=

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 25

Contoh 5-8 Konveksi paksa dalam pipa dengan fluks kalor konstan

Air dipanaskan dari 15°C menjadi 65°C dan mengalir melalui pipa berdiameter dalam 3 cm sepanjang 5m. Pipa dipanaskan menggunakan elemen pemanas elektrik yang memberikan fluks kalor seragam pada seluruh permukaan pipa. Jika sistem pemanas ini menghasilkan air panas dengan laju aliran 10L/menit, hitung (a) daya pemanas elektrik (b) temperatur permukaan dalam pipa pada kondisi keluar

Gambar 5-18 Skema untuk Contoh 5-8

Penyelesaian Sifat air dihitung pada temperatur rata-rata ( )15 65 / 2 40 C+ = ° adalah

3p

6 2

C 4179J / kg. C

k 0.631W / m. C Pr 4.3

992.1kg / m

/ 0.658 1

2

m / s0−

ρ =

ν = µ ρ = ×

= °= ° =

Luas penampang aliran

( )22

4 2cA m

4 4

0.03mD7.069 10−

ππ = = ×=

Luas perpindahan kalor

( )( ) 2DL 0.03m 5m 0.471mA π = π ==

Laju aliran massa

( ) ( )3 3 / menim V 992.1kg / m 0.01m 9.921kg / menit 0.1654kg st /= ρ = = =ɺɺ

Laju perpindahan kalor

( ) ( )( )( )p e iT T 0.1654kg / s 4.179kJ / kg. C 65 15 C 34.6kWQ mC − = ° − ° ==ɺ ɺ

Fluks kalor

2s 2

34.6kW

A 0.4

Qq 73.4

716kW m

m/== =

ɺ

ɺ

Kecepatan rata-rata air

3

m 4 2c

0.010m / menitV

A 7.069 1

V14.15m / menit 0.236m

m/ s

0−= = ==×

ɺ

Bilangan Reynold

( )( )m

6

0.236m / s 0.03mV DRe

0.658 10 m /10760

s−= ==×ν

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 26

Re>4000 sehingga aliran bersifat turbulen, panjang masuk

( )h tL L 10D 10 0.03m 0.3m≈ ≈ = × =

yang jauh lebih pendek dibanding panjang pipa, sehingga dapat diasumsikan aliran turbulen terbentuk penuh.

Bilangan Nusselt

( ) ( )0.8 0.40.8 0.4hDNu Pr 0.0.023R 023 10760 4. 6e 34 9.5

k= = ==

sehingga

( ) 2k 0.631W / m. Ch . C

D 0.Nu 69.5 1462W / m

03m=°== °

Temperatur permukaan pipa pada kondisi keluar adalah

2

ss m 2

73.460kW / mT T

h 1462W /

q65 C 11

.5

m CC=

°+ =+ = ° °

ɺ

Contoh 5-9 Konveksi paksa dalam ducting

Udara panas pada tekanan atmosfer dan 80°C memasuki saluran berpenampang persegi 0.2m×0.2m dengan laju aliran 0.15m3/s. Dinding saluran diasumsikan mendekati isotermal pada 60°C. Hitung temperatur udara keluar dan laju aliran rugi-rugi kalor dari saluran ke lingkungan.

Gambar 5-19 Skema untuk Contoh 5-9

Penyelesaian Sifat udara dihitung pada temperatur asumsi rata-rata 350K dan tekanan 1 atm adalah

3p

5 2

C 1008J / kg. C

k 0.0297W / m. C Pr 0.

1.009kg / m

/ 2.06 1

706

m / s0−

ρ =

ν =

=

µ ρ = ×

°= ° =

Diameter hidrolik

2

ch

4aD

p 4a

4Aa 0.2m= = ==

Kecepatan udara rata-rata

( )

3

m 2c

0.15m / sV

0.2m

V3.75m / s

A== =

ɺ

Bilangan Reynold

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 27

( )( )m h

5 2

3.75m / s 0.2m3640

V DRe

2.06 10 m8

/ s− == =×ν

Re>4000 sehingga aliran bersifat turbulen, panjang masuk

( )h tL L 10D 10 0.2m 2m≈ ≈ = × =

yang jauh lebih pendek dibanding panjang pipa, sehingga dapat diasumsikan aliran turbulen terbentuk penuh.

Bilangan Nusselt

( ) ( )0.8 0.40.8 0.4hDNu Pr 0.0.023R 023 36408 0.706 92.3

ke= = ==

sehingga

( ) 2k 0.0297W / m. Ch . C

D 0Nu 92.3 13.7W / m

.2m=°== °

Luas perpindahan kalor

( )( ) 2A pL 4aL 4 0.2m 8m 6.4m= = = =

Laju aliran massa

( ) ( )3 3m V 1.009kg / m 0 / s.15m 0.151kg / s= ρ = =ɺɺ

Temperatur udara keluar

( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )

p

p

hA/mCs

s i

2 2hA/mC

e s s i

eT Te

T T

13.7W / m . C 6.4mT T T T e 60 C 60 80 C exp 71.2 C

0.151kg / s 1008J / kg. C

−−

° = − − = ° − − ° − = ° °

= ɺ

ɺ

LMTD

( )

e iln

e i

71.2 8060 71.2ln / ln

T TT 15.2 C

6 80T T

0

∆ ∆∆ = = °∆

−= −−

∆−

Laju aliran kalor

( ) ( )( )2 2s ln 13.7W / m .Q C 6.4m 15.2 C 1368h T WA = ° ° == ∆ɺ

Contoh 5-10 Konveksi paksa dalam pipa

Minyak mentah pada 20°C mengalir pada pipa berdiameter 30cm dengan kecepatan 2 m/s. Sepanjang 200 m pipa melewati danau es yang bertemperatur 0°C. Temperatur permukaan pipa mendekati 0°C. Dengan mengabaikan resistansi termal pipa, hitung (a) temperatur minyak meninggalkan danau (b) laju aliran kalor dari minyak.

Materi Kuliah Perpindahan Panas Dasar

Jurusan Teknik Mesin 28

Gambar 5-20 Skema untuk Contoh 5-10

Penyelesaian Sifat minyak dihitung pada temperatur asumsi rata-rata 20°C adalah

3 6 2

p

m / s

k 0.145W / m. C C 1008J / kg. C

888kg / m 901 10

0.800kg / m.s Pr 0.706

= ° = °=

ρ = ν = ×

µ =

Bilangan Reynolds

( )( )m h

6 2

2m / s 0.3mV DRe

901 10666

/m s−ν ×== =

Re<4000 sehingga aliran bersifat turbulen, panjang masuk

( )tL 0.05RePr D 0.05 666 10400 0.3m 104000≈ = × × × =

yang jauh lebih panjang dibanding panjang pipa, sehingga dapat diasumsikan aliran laminer

Bilangan Nusselt

0.141/3 1/3 0.14

b

s

hD RePr D 666 10400 0.3m 0.8Nu 32.6

k L 21.86

00 3.88

51. 6

× × = = =

µ = µ

dengan sµ ditentukan pada temperatur dinding 0°C, sehingga

( ) 2k 0.145W / m. Ch . C

D 0.Nu 32.6 15.8W / m

3m

°= == °

Luas perpindahan kalor

( ) ( ) 2A pL L 0.3m 200m 18D 8.5mπ= =π= =

Laju aliran massa

( ) ( ) ( )2

3c m / s

4

0.3mm A V 888kg / m 2m 125.5kg / s

π= ρ = =

ɺ

Temperatur udara keluar

( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )

p

p

hA/mCs

s i

2 2hA/mC

e s s i

eT Te

T T

15.8W / m . C 188.5mT T T T e 0 C 0 20 C exp 19.75 C

125.5kg / s 1880J / kg. C

−−

° = − − = ° − − ° − = ° °

= ɺ

ɺ

Konveksi Paksa

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 29

LMTD

( )

e iln

e i

19.75 200 19.75ln / ln

T TT 19.875 C

T T0 20

∆ ∆∆ = = °∆

=

−∆

− −−

Laju aliran kalor

( )( )( )2 2s ln 15.8W / m . CQ 188.5m 19.875 C 1368hA T W= ° ° == ∆ɺ