4_bab ii_minus

50
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Dalam bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah penelitian, yang meliputi fisiografi regional, stratigrafi regional, dan struktur geologi regional yang ada di daerah penelitian, yang disarikan dari para peneliti terdahulu. 2.1.1 Fisiografi Sulawesi Secara umum Hamilton (1979), Sukamto (1975a; 1975b), dan Smith (1983) telah membagi wilayah Sulawesi ke dalam tiga bagian fisiografi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Busur Vulkanik Neogen (Neogene Volcanic Arc), terdiri dari kompleks basement Paleozoikum Akhir dan Mesozoikum Awal pada bagian utara dan tengahnya, batuan melange pada awal Kapur Akhir di bagian 7

Upload: joel-nadeak

Post on 13-Sep-2015

294 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sulawesi

TRANSCRIPT

34BAB IIGEOLOGI REGIONAL

2.1Geologi Regional Daerah Penelitian Dalam bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah penelitian, yang meliputi fisiografi regional, stratigrafi regional, dan struktur geologi regional yang ada di daerah penelitian, yang disarikan dari para peneliti terdahulu.2.1.1Fisiografi Sulawesi Secara umum Hamilton (1979), Sukamto (1975a; 1975b), dan Smith (1983) telah membagi wilayah Sulawesi ke dalam tiga bagian fisiografi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Busur Vulkanik Neogen (Neogene Volcanic Arc), terdiri dari kompleks basement Paleozoikum Akhir dan Mesozoikum Awal pada bagian utara dan tengahnya, batuan melange pada awal Kapur Akhir di bagian selatan (Sukamto, 2000), sedimen flysch berumur Kapur Akhir hingga Eosen yang kemungkinan diendapkan pada fore arc basin (cekungan muka busur) (Sukamto, 1975a;1975c) pada bagian utara dan selatan, volcanic arc (busur vulkanik) berumur Kapur Akhir hingga pertengahan Eosen, sekuen batuan karbonat Eosen Akhir sampai Miosen Awal dan volcanic arc (busur vulkanik) Miosen Tengah hingga Kuarter (Silver dkk, 1983). Batuan plutonik berupa granitik dan diorit berumur Miosen Akhir hingga Pleistosen, sedangkan batuan vulkanik berupa alkali dan kalk-alkali berumur Paleosen sampai Pleistosen. Sulawesi bagian barat memiliki aktifitas vulkanik kuat yang diendapkan pada lingkungan submarine sampai terestrial selama periode Pliosen hingga Kuarter Awal di bagian selatan, namun pada Sulawesi Utara aktifitas vulkanik masih berlangsung hingga saat ini. Gambar 2.1 Pembagian jalur fisiografi Sulawesi (Smith, 1983)2. Sekis dan Batuan Sedimen Terdeformasi (Central Schist Belt), tersusun atas fasies metamorfik sekis hijau dan sekis biru. Bagian barat merupakan tempat terpisahnya antara sekis tekanan tinggi dengan sekis temperatur tinggi, genes, dan batuan granitik (Silver dkk, 1983). Fasies sekis biru mengandung glaukofan, krosit, lawsonit, jadeit, dan aegerine.3. Kompleks Ofiolit (Ophiolite), merupakan jalur ofiolit dan sedimen terimbrikasi serta molasse. Pada lengan Tenggara Sulawesi (segmen selatan) didominasi oleh batuan ultramafik (van Bemmelen, 1970; Hamilton, 1979; dan Smith, 1983), harzburgit dan serpentin harzburgit (Silver dkk, 1983), sedangkan pada lengan Timur Sulawesi (segmen utara) merupakan segmen ofiolit lengkap, berupa harzburgit, gabro, sekuen dike diabas dan basalt, yang merupakan hasil dari tumbukan antara platform Sula dan Sulawesi pada saat Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (Hamilton, 1979; Smith, 1983), serta batuan sedimen pelagos dan klastik yang berhubungan dengan batuan ultramafik (Silver dkk, 1983). Berdasarkan pembagian diatas, maka daerah penelitian masuk kedalam jalur visiografi Busur Vulkanik Neogen (Neogene Volcanic Arc).

2.1.2Struktur Geologi Lapangan Panasbumi LahendongHandoko (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa struktur geologi lapangan panasbumi Lahendong diinterpretasikan dari foto udara. Beberapa struktur ditemukan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kelurusan dan struktur geologi lapangan panasbumi Lahendong (Utami, 2011)

1. Kelurusan regional dengan trend timurlaut baratdaya dan barat laut tenggara;2. Sesar timurlaut baratdaya memotong Gunung Damaah, G. Masarang, dan komplek gunungapi Tampusu-Kasuratan, dan komplek Sempu-Soputan.3. Sesar normal menghadap baratdaya puncak Gunung Lengkoan.4. Sesar yang memiliki trend baratlaut-tenggara memotong Sungai Bapaluan, area manifestasi Tempang, dan pegunungan di tenggara Lembeyan; serta5. Sesar timur-barat melalui dua alterasi regional Batukolok, di Gunung Rindengan, dan Tompaso, dan Tempang.Sesar-sesar ini memiliki pengaruh yang besar terhadap sistem hidrologi di daerah panasbumi Lahendong dan fitur kenampakang utama pada manifestasi panasbumi Lahendong.

2.1.3Stratigrafi Lapangan Panasbumi Lahendong

Gambar 2.3 Peta Geologi Regional lembar Manado, Sulawesi Utara (dimodifikasi dari Effendi dan Bawono, 1997)

Berdasarkan Peta Geologi Regional lembar Manado, Sulawesi Utara (Effendi dan Bawono, 1997), daerah penelitian memiliki tatanan stratigrafi dari yang tertua hingga termuda sebagai berikut:1. Batuan Gunungapi (Tmv)Terutama terdiri dari breksi, lava, dan tuf. Aliran lava pada umumnya berkomposisi andesit sampai basal. Breksi berbutir sangat kasar, berkomposisi andesit, sebagian bersifat konglomerat, mengandung sisipan tuf, batupasir, batulempung, dan lensa batugamping. Fosil foraminifera kecil ditemukan dalam sisipan lempung napalan yaitu Globorotalia periphereacuta, G. mayeri, dan G. praemenardii, yang menunjukan umur Miosen Tengah (Kadar, D.G., komunikasi tertulis, 1974).2. Tufa Tondano (QTv)Klastika kasar gunungapi yang tertutama berkomposisi andesit, tersusun dari komponen menyudut hingga menyudut tanggung, tercirikan oleh banyak pecahan batugamping; batuapung lapili, breksi, ignimbrit sangat padat, berstruktur aliran. Satuan ini terdapat di sekitar Danau Tondano di bagian utara daerah Minahasa; membentuk punggungan yang menggelombang rendah. Tuf bersifat trakhit yang sangat lapuk, berwarna putih hingga kelabu kekuningan, terdapat di dekat Kp. Popontelan dan di S. Sinengkeian. Di daerah pantai antara Paslaten dan Sondaken, satuan ini juga membentuk punggungan menggelombang rendah. Endapan piroklastika ini diperkirakan berasal dari dan terjadi sebagai hasil letusan hebat pada waktu pembentukan Kaldera Tondano. Satuan ini berumur Pliosen Pleistosen.3. Batuan Gunungapi Muda (Qv)Lava, bom, lapili dan abu; membentuk gunungapi strato muda antara lain: G. Soputan, G. Mahawu, G. Lokon, G. Klabat, G. Tongkoko; lava yang dikeluarkan oleh G. Soputan dan G. Lokon terutama berkomposisi basal, sedangkan G. Mahawu dan G. Tongkoko berkomposisi andesit; di Kp. Tataaran dan Kp. Kiawa terdapat aliran obsidian, yang mungkin masing-masing berasal dari G. Tompusu dan G. Lengkoan. Satuan ini berumur Plistosen Holosen.4. Endapan Danau dan Sungai (Qs)Pasir, lanau, konglomerat dan lempung napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau, lapisan berangsur, setempat silang siur; konglomerat terususun dari pecahan batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam mengandung moluska di Kayuragi (Koperberg, 1928) mungkin termasuk satuan ini. Satuan ini membentuk undak dengan permukaan menggelombang. Umur satuan ini adalah Plistosen.2.2.Panasbumi2.3.1Definisi PanasbumiPanasbumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panasbumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan (Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panasbumi).2.3.2 Konsep Dasar PanasbumiHochstein dan Browne (2000) mendefinisikan sistem panasbumi sebagai perpindahan panas secara alami dalam volume tertentu di kerak bumi dimana panas dipindahkan dari sumber panas ke zona pelepasan panas. Sistem panasbumi merupakan daur hidrologi yang dalam perjalanannya, air berhubungan langsung dengan sumber panas yang bertemperatur tinggi sehingga terbentuk air panas atau uap panas yang terperangkap pada suatu reservoir berupa batuan porous dengan permeabilitas tinggi. Sistem panasbumi dengan suhu tinggi terletak pada tempat-tempat tertentu. Batas-batas pertemuan lempeng yang bergerak merupakan pusat lokasi kemunculan hidrotermal magma. Transfer energi panas secara konduktif pada lingkungan tektonik lempeng diperbesar oleh gerakan magma dan sirkulasi hidrotermal. Energi panasbumi 50% berada dalam magma, 43% dalam batu kering panas (hot dry rock) dan 7% dalam sistem hidrotermal. Secara umum dapat dikatakan proses yang menghasilkan pembentukan anomali geothermal adalah proses transfer panas ke permukaan bumi yang disebabkan oleh magma. Panas yang dibawa ini kemudian disimpan sementara di dalam kerak bumi dekat permukaan 230 oC, grossular garnet yang muncul pada temperatur > 260 oC, serta tremolit yang muncul pada temperatur > 280 oC. (Reyes, 2000)Selain itu, penentuan suhu lebih lanjut dapat dilakukan menggunakan kemunculan serta morfologi kristal mineral ubahan epidot, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.2 Tabel Mineral Geothermometer (Reyes, 2000)Tabel 2.3 Perubahan dalam keberadaan dan morfologi kristal epidot dengan peningkatan temperatur (Reyes, 2000)

2.3.1.4.Data Tekanan & Temperatur (PT) PemboranData PT (Pressure & Temperature) dapat berguna untuk mengetahui suhu dan tekanan dalam sumur serta dapat digunakan untuk mengetahui jenis sistem panasbumi. Umumnya data PT ditampilkan dalam bentuk kurva profil tekanan, temperatur, dan BPD (Boiling Point with Depth). Jika kurva temperatur terletak di sebelah kanan dari kurva BPD maka fluida reservoir terdiri dari satu fasa saja yakni uap, apabila kurva temperatur dengan kurva BPD berhimpitan maka fluida reservoir terdiri dari dua fasa yakni uap dan air, dan apabila kurva temperatur terletak di sebelah kiri kurva BPD maka fluida terdiri dari satu fasa yakni air.

2.3.2Kegunaan XRD, Petrologi & Inklusi Fluida dalam Panasbumi2.3.2.1XRDX-Ray Diffraction (XRD) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi mineral dan mengkuantifikasi proporsi berbagai jenis mineral yang berbeda atau material material berbeda yang terdapat dalam sebuah campuran.Analisis mineral lempung dilakukan dengan cara memisahkan fraksi ukuran lempung (biasanya berukuran < 2 mikron) dari sampel. Setelah dipisahkan, material lempung yang lepas dipreparasi dengan cara disaring dan diletakkan dalam substrat kaca.Metode yang disebut sebagai 'filter peel' ini menambahkan orientasi partikel lempung yang membantu proses difraksi sinyal, juga membantu menghomogenkan sampel. Sampel yang memliki orientasi ini di run dalam difraktometer (air-dried) dan di run lagi dalam perlakuan yang berbeda seperti dilarutkan dalam ethylene glycol, dan dipanaskan hingga temperatur tertentu untuk beberapa kali. Perlakuan lainnya baik dilakukan untuk mengidentifikasi beberapa mineral lempung tertentu. Identifikasi mineral lempung dengan metoda XRD merupakan metoda yang paling efektif dan akurat hingga saat ini. Namun dibandingkan dengan metoda petrografi biayanya relatif lebih mahal, sehingga kombinasi kedua metoda ini akan sangat bermanfaat dan efisien (Marihot, 2001). Melalui metoda XRD beberapa jenis mineral lempung dari sumur dapat diidentifikasi dengan ciri-cirinya yang spesifik seperti berikut ini :i. Smektit, umumnya memperlihatkan strong peak pada ~14 untuk basal pertama dan mengembang menjadi 17 bilamana preparat (conto lempung) diberi larutan glikol, namun strong peak relatif tetap 14 bila conto dipanaskan 550oC. Basal kedua dan ketiga akan memperlihatkan panjang gelombang ~7 dan 3.5 (Marihot, 2001).ii. Klorit, akan memperlihatkan strong peak pada ~14 dan tidak memperlihatkan perubahan walaupun telah diberi glikol, tetapi intensitasnya meningkat bila dipanaskan hingga 550oC (Marihot, 2001).iii. Kaolin, memperlihatkan strong peak pada 7 , serupa dengan smektit dan klorit basal kedua. Namun kaolin tidak memperlihatkan perubahan bila diberi larutan glikol dan destroyed saat dipanaskan 550oC. Ciri inilah yang membedakannya dengan klorit dan smektit (Marihot, 2001).iv. Illit, umumnya menunjukkan strong peak pada ~10 dan tidak menunjukkan perubahan bilamana preparat diberi glikol ataupun dipanaskan (Marihot, 2001).v. Smektit-illit, memperlihatkan ciri yang merupakan kombinasi kedua mineral; strong peak terlihat pada 10-14 , namun akan mengembang lebih besar bila diberi glikol dan collapse menjadi 10 bila dipanaskan 550oC (Marihot, 2001).vi. Smektit-klorit, menunjukkan strong peak pada 14-15.5 dan bergeser lebih besar menjadi 14-18 saat diberi larutan glikol, namun menunjukkan harga yang tetap atau bertambah intensitasnya bila dipanaskan (Marihot, 2001).vii. Illit-vermikulit, memiliki strong peak pada 10-14 dan tidak berubah bila diberi larutan glikol, tetapi collapse menjadi 10 saat dipanaskan 550oC (Marihot, 2001).

2.3.2.2PetrologiPetrologi adalah ilmu studi mengenai batuan, dalam eksplorasi dan eksploitasi panasbumi petrologi digunakan untuk mempelajari jenis dan sifat batuan serta komposisi mineral dalam bentuk sampel yang didapatkan baik pemetaan permukaan maupun dari hasil pemboran berupa conto batuan inti. Hasil analisis tersebut dapat dihubungkan dengan proses-proses geologi dan aktivitas hidrothermal yang berlangsung pada area tersebut. Umumnya hasil analisis petrologi adalah deskripsi secara megaskopis. Klasifikasi batuan dalam analisis petrologi dapat menggunakan klasifikasi Schmidt (1981) untuk batuan piroklastik atau IUGS untuk batuan vulkanik seperti pada diagram dibawah.

15

7

Gelas

TufVitrik

TufTufKristalLitik

KristalFragmen BatuanGambar 2.6 Klasifikasi batuan piroklastik (Schmidt, 1981)

Gambar 2.7 Klasifikasi batuan beku IUGS (dimodifikasi dari Streckeisen, 1978)

Dalam proses eksplorasi dan eksploitasi panasbumi, data-data yang bisa didapat dari beragam teknik petrografi adalah sebagai berikut:1. Temperatur2. Komposisi Fluida3. Permeabilitas4. ProsesData-data tersebut didapatkan dari hasil analisis petrografi, dimana objek dari analisis tersebut adalah mineral-mineral ubahan atau mineral-mineral geothermometer (Tabel 2.4.2) maupun mineral primer yang dianalisis melalui sayatan tipis. (Reyes, 2000)Selain dari itu, selama proses pemboran, kegunaan analisis petrografi dapat untuk membantu menentukan pada kedalaman berapa pemasangan casing shoe harus dilakukan, untuk membantu menentukan kapan harus membelokan track dari bor serta kapan harus berhenti melakukan pemboran. Analisis ini juga dapat membantu mencegah terjebaknya bor dalam zona yang kayak akan lempung swelling atau formasi yang rawan longsor, dan sebagai peringatan awal jika bor akan menembus zona magmatik hidrothermal yang memiliki temperatur dan keasaman yang tinggi hingga dapat merusak drilling mud maupun drill bit. (Reyes, 2000)

2.3.2.3Inklusi FluidaSelama proses pembentukan kristal atau proses kristalisasi dari suatu mineral yang umumnya adalah perubahan fasa karena penurunan suhu dari fasa cair menjadi padat ada kemungkinan bahwa sebagian cairan atau larutan akan terperangkap dalam kristal tersebut yang disebut inklusi fluida (Bodnar, 2003). Inklusi fluida ini berdasarkan genesanya dapat dibagi menjadi tiga jenis:1. Inklusi primer: inklusi ini terjadi bersamaan dengan pertumbuhan kristal yaitu larutan yang terperangkap dan karena penurunan suhu mengakibatkan terbentuknya inklusi (Bodnar, 2003).2. Inklusi sekunder: setelah kristal terbentuk kemudian karena adanya peristiwa geologi tertentu yang menyebabkan terbentuknya rekahan yang berukuran halus dan apabila terdapat larutan hidrotemal maka dapat mengisi rekahan tersebut dan terperangkap karena adanya proses healing atau perekatan kembali menyebabkan terbentuknya inklusi fluida (Bodnar, 2003).3. Inklusi pseudosekunder: pada saat pembentukan kristal terjadi rekahan yang kemudian terisi oleh larutan hidrotermal, sehingga teksturnya menunjukan tekstur inklusi sekunder namun prosesnya merupakan primer karena terbentuk bersamaan dengan pembentukan kristal (Bodnar, 2003).Selain itu dapat juga diklasifikasikan berdasarkan komposisi seperti inklusi silikat, sulfida, air, organik, CO2 dan sebagainya. Atau berdasarkan perbandingan fase yang ada seperti inklusi kaya cairan (liquid rich), inklusi kaya uap/gas (vapour rich) (Yardley dan Bodnar, 2014). Data inklusi fluida dapat diperoleh dari urat urat hasil dari sistem hidrotermal semakin besar dan tebal urat maka data yang diperoleh akan lebih baik namun harus dipilih yang tidak mengalami pelapukan dan dibuat sayatan jenis wafer (double polished section) yaitu sayatan yang dipoles bagian atas dan bawahnya. Mineral mineral sekunder yang baik untuk dianalisa yang umum hadir pada system hidrotermal adalah kuarsa, kalsit, gipsum serta flourit dan untuk mineral bijih yang baik adalah sfalerit (Roedder, 1979). Inklusi fluida dipakai sebagai geothermometer karena dapat memberikan data temperatur pada saat pembentukan mineral dan juga dapat memberikan data tingkat salinitas larutan yang berhubungan dengan jarak dari sumber (Roedder, 1979).Sebelum pengamatan inklusi fluida dilakukan lebih dahulu pengamatan petrografi untuk mengetahui jenis jenis inklusi dan tekstur tekstur inklusi. Kemudian baru dilakukan analisis analisis selanjutnya. Dari analisis inklusi fluida maka akan didapat: Tt =Temperature of trapping Th = Titik (temperatur) homogen Tm= Titik (temperatur) leleh Tf = Titik (temperatur) bekuDimana Th dianggap sama dengan Tt walaupun sesugguhnya tidak sama namun secara teoritis harga Th mendekati harga Tt (Roedder, 1979).Untuk melakukan pengukuran suhu suhu tersebut dipakai seperangkat alat yang disebut freezing dan heating stage yang dipasang pada mikroskop polarisasi konvensional. Pemanasan menggunakan filamen dan pendinginannya menggunakan nitrogen cair (Yardley dan Bodnar, 2014). Prosedur pengkuruan diawali dengan pembekuan, pada saat seluruh cairan membeku disebut sebagai Tf. Setelah itu suhu dinaikan secara perlahan, pada saat seluruh es mencair atau butiran es terakhir mencair disebut Tm. Setelah itu suhu dinaikan kembali secara perlahan dan pada saat gelembung yang terdapat pada dalam inklusi fluida tersebut menghilang disebut Th (Roedder, 1979).Namun harus diperhatikan pada saat peleburan es dipengaruhi oleh kandungan garam atau komposisi NaCl dan KCl. Air murni akan mencair pada suhu 0o C pada tekanan 1 atm, namun apabila larutan tersebut lebih pekat karena komposisi garam maka akan mencair dibawah suhu 0o C, dengan mengetahui itu maka kita dapat menyimpulkan apakah larutan tersebut pekat atau tidak karena berpengaruh pada tempat pembekuannya, semakin pekat maka relatif semakin dekat dengan sumber magma, dan apabila pekat pada umumnya akan muncul daughter mineral yaitu fasa kristal dari inklusi di dalam inklusi fluida tersebut yang berasal dari kristal halite dan silvit (Roedder, 1971).