49702944 bab ii gambaran umum an

Upload: rosa-aja

Post on 20-Jul-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan Pada mulanya PPN Gula WatoeToelis ini terdiri dari PG. WatoeToelis ditambah dengan perusahaan serat (Vezelondermining) Jengkol, dengan demikian riwayat singkat ini meliputi kedua perusahaan tersebut. Keteranganketerangan yang dapat dikumpulkan menerangkan bahwa perkebunan jengkol didirikan pada tahun 1912 oleh Naaloze Vennootscha Handels Vergining Amsterdam (NV HVA) dengan tujuan mengusahakan tanaman tapioka dan serat. Pada waktu penjajah Jepang masuk Indonesia. Perusahaan ini bekerja terus secara operasional diambil oleh Jepang hingga tahun 1945 dan setelah proklamasi Kemerdekaan (tahun 1945) dibawah penguasaan Pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 10 Desember 1957 berdasarkan keputusan penguasa tertinggi Menteri Pertahanan Nomor 1053/PMT/1957 yang dikeluarkan pada tanggal 9 Desember 1957 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 186 tahun 1956 tentang Nasionalisasi terhadap semua perusahaan-perusahaan milik Belanda dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia dengan menggunakan nama Perusahaan Perkebunan Negara. Berdasarkan PP Nomor 1 tahun 1963 tanggal 28 Januari 1963 didirikan Perusahaan Perkebunan Gula Negara yang disingkat PPN Gula. Tanggal 1 April 1966 nama PPN Gula diganti dengan nama PNP (Perusahaan Negara Perkebunan) sehingga menjadi PNP X dan PNP XII berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 1960. Dalam peraturan pemerintah No 23/1973 (L.N. No. 29 Tahun 1973) diadakan penggabungan PNP XXI dengan PNP XXII menjadi PT. Perkebuna XXI XXII (Persero) dimana PG. Watoetoelis dan Pabrik-pabrk gula di Karisedena Surabaya termasuk didalamnya dengan modal seluruhnya dimiliki oleh negara dan kekayaan negara yang dipisahkan. Perlu diketahui bahwa tanaman pokok pada waktu itu terdir tebu giling dan tebu bibit.

5

Pada Perkembangan selanjutnya berdasarkan PP. No. 15 tahun 1996, tentang restukturisasi BUMN melalui Keputusan Menteri Kehakiman No. 52.8338 HT.01.01 tertanggal 11 Maret 1996, ptp XXI XXII (Persero) dilebur dengan PTP IX dan PTP XXVII, Pabrik Karung Pencangaan, Perkebunan Tembakau Klaten menjadi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) dan berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 5 Surabaya. PTP XXI XXII (Persero) dlebur dengan PTP IX dan PTP XXVII menjad PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang berkedudukan di Jl. Jembatan Merah No. 3 5 Surabaya. Pabrik gula dan perkebunan yang bergabung dengan PTP Nusantara X adalah : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. PG. Watoe Toelis PG. Toelangan PG. Krembong PG. Pesantren Baru PG. Ngadiredjo PG. Modjo Panggong PG. Tjoekir PG. Meritjan PG. Gempolkrep PG. Jombang Baru PG. Lestari

6

B. Lokasi Pabrik PG. Watoetoelis berlokasi di : Desa : Temu Kecamatan Kabupaten Propinsi : Prambon : Sidoarjo : Jawa Timur

Lokasi pabrik berada tepatnya di Jalan Raya Krian Mojosari sekitar 4 Km dari Stasiun Kereta Api Krian. Pabrik Gula Watoetoelis ditinjau letaknya cukup strategis baik dari segi pemasaran hasil bahan baku, transportasi, sumber tenaga kerja, dan sumber air yang berasal dari 2 (dua) sungai yaitu Kali Purbaya dan Kali Kedung Uling yang mengapit PG. Watoetoelis. C. Struktur Organisasi dan Susunan Management Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pabrik adalah pengaturan organisasi dan management. Pengaturan organisasi yang baik dan bijaksana sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada berguna untuk mengendalikan perusahaan guna mencapai tujuannya. Struktur oganisasi adalah suatu kerangka yang menunjukkan hubungan antara bagan yang satu dengan bagan yang lain maupun bidang kerja yang satu dengan bidang kerja yang lain, sehingga akan jelas kedudukan, wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Struktur organisasi PG. Watoetoelis yang sampai saat ini digunakan adalah struktur organisasi bentuk garis seperti pada gambar 2.1

7

STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO) PABRIK GULA WATOETOELIS

ADMINISTRATUR

BAGIAN ADMINISTRASI KEUANGAN DAN UMUM

BAGIAN TANAMAN

BAGIAN INSTALASI

BAGIAN PENGOLAAN

HAK & UMUM

PERENCANAAN/ PENGAWASAN

PEMBUKUAN

SEKUM

SKK LAHAN HISTORIS

SKK LAHAN PENGEMBANGAN

SKK LITBANG

SKK TEBANG ANGKUT

ST. KETEL ST. GILINGAN ST. TENGAH ST. PUTERAN ST. LISTRIK

BESALI GEDUNG/HALL KENDARAAN DOK/LOKO/LORI TRAKTOR

KETEL PEMURNIAN

PENGUAPAN MASAKAN LIMBAH

PUTERAN TIMBANGAN GD. GULA

LABORATORIUM

PERSONALIA POLIKLINIK PENDIDIKAN TK KEAMANAN

GUDANG MATRIAL

TU HASIL EMPL. KAS KVA KOMPUTER

SKW SKW SKW

SKW SKW SKW

SINDER RIL

8

Berikut ini adalah sebagian dari susunan management pada PG. Watoetoelis : a. Bagian Tata Usaha, peranannya adalah : setujui kerja perusahaan Bertanggung jawab atas kegiatan operasonal di bidang administrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan sumber dana yang sesuai dengan yang telah di tetapkan, serta pengadaan barang yang diperlukan tiap-tiap bagian. b. Bagian Instalasi, peranannya adalah : Perbaikan, pengawasan, pemeliharaan dan penggantian pabrik, lori dan kendaraan serta peralatan listrik. Menyusun rencana kerja dan anggaran belanja tiap bagian instalasi Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran belanja yang telah disetujui Menyiapkan teknis instalasi agar siap pakai saat musim giling Melaksanakan tercapainya kesempurnaan kelancaran teknis instalasi sebagai terpenuhinnya target hasil produksi baik kualitas maupun kuantitas Mengendalikan biaya agar tidak terjadi pemborosan dan kebocoran c. Bagian Tanaman, peranannya adalah : Mengawasi proses pembuatan gula mulai penanaman tebu, administrasi tanaman, statistik tanaman pada laporan mengenai tanaman. Merencanakan garis besar semua kegiatan dalam Mengkoordinasikan perusahaan secara keseluruhan baik Mewakili perusahaan dalam perundangan dengan serikat interen maupun eksteren Menyelenggarakan administrasi perusahaan yaitu mengawasi keluar masuknya uang dan barang. Melaksanakan tata kerja dan prosedur yang telah di

9

Menyediakan bahan baku berupa tebu, sesuai dengan kapasitas dan kuantitas yang diharapkan Membina hubungan baik dengan para mitra kerja dengan instansi yang terkait d. Bagian Pabrikasi, peranannya adalah : rencana kerja Memberikan kelestarian bagian pabrikasi agar dapat Melaksanakan ketercapainya standart kualitas dan digunakan kembali pada masa yang akan datang. kuantitas serta mengikuti pedoman yang berlaku Mengendalikan biaya agar tidak dapat terjadi pemborosan dan kebocoran dana Pembagian Kerja a. Sinder kebun atau sinder tanaman Bertugas : Mengawasi tanaman, melakukan pengamatan tebu, mengawasi penebangan, pengiriman tebu ke pabrik untuk digiling. b. Instalasi Bertugas : Mengawasi dan memelihara keseluruhan peralatan proses pembuatan gula. c. Laboratorium Bertugas : Mengadakan penelitian tebu, apakah sudah ditebang atau belum, serta penelitian pada proses. d. Pabrikasi Bertugas : Mengawasi proses merubah gula dari bentuk larutan menjadi D. Tenaga Kerja Karyawan gula dalam bentuk kristal sesuai standart dan mengusahakan kehilangan gula yang sekecil-kecilnya. Mengawasi proses pembuatan gula, administrasi gudang Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kerja dan gula dan pengambilan.

10

Karyawan pada PG. Watoetoelis dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : a. Karyawan Staf Karyawan staf adalah karyawan yang mempunyai hubungan dengan perusahaan untuk jangka panjang waktu tidak tertentu, dimana pada saat dimulai hubungan kerja didahului dengan masa percobaan selama tiga bulan. Jumlah karyawan staf sebanyak 42 orang. b. Karyawan Non Staf Karyawan non staf adalah karyawan yang mempunyai hubungan dengan perusahaan dengan jangka waktu yang tertentu. Karyawan non staf dibedakan menjadi 4 (empat) macam yaitu : Karyawan Kampanye Adalah karyawan yang bekerja pada masa giling dan bekerja menurut kebutuhan proses produksi gula. Jumlah karyawan kampanye sebanyak 669 orang. Karyawan Musiman Tebang Adalah karyawan yang melaksanakan pekerjaan penebangan dan angkutan tebu. Jumlah karyawan musiman tebang sebanyak 51 orang. Karyawan Musim Tanam Adalah karyawan yang melaksanakan pekerjaan mulai dari pembukaan tanah sampai tanam serta pemeliharaan tebu. Jumlah karyawan musim tanam sebanyak 20 orang. Karyawan Musim Lain-lain Adalah karyawan yang bekerja sekitar emplasement namun tidak ada hubungan langsung dengan penggilingan tebu. Bidang Usaha Perusahaan dan Prosedur Kerja PG.Watoetoelis merupakan salah satu unit usaha dari PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang bergerak dibidang usaha mengelola bahan baku Tebu menjadi produk utama Gula pasir dengan

11

hasil samping Tetes yang digunakan sebagai bahan baku Alkohol, Spiritus untuk keperluan lain dan beberapa hasil yang lainnya. Seperti yang telah disebutkan diatas, hasil produk utama PG.Watoetoelis Krian adalah gula SHS (Super High Sugar) dengan bahan baku utama tebu. SHS adalah gula pasir dengan kualitas yang paling bersih. Untuk hasil produk sampingan antara lain : penyedap masakan. Ampas, merupakan sisa produksi yang dapat Blotong, merupakan sisa produksi yang dapat Sedangkan untuk daerah pemasaran berdasarkan SK. Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 16/1984 di dalam menjamin distribusi gula masyarakat, semua gula yang dihasilkan oleh pabrik gula dikuasai pemerintah. Dalam hal ini gula bagian petani dibeli BULOG melalui KUD. Ketetapan harga jual pada tiap tahun berbeda-beda disesuaikan dengan situasi perekonomian dalam Negeri sehingga perusahaan tidak bebas dalam menentukan harga jual. Harga jual berlaku sama bagi semua pabrik gula di Indonesia dimana harga patokan ditentukan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia. Produksi tetes dijual sendiri oleh pabrik gula baik secara lokal maupun ekspor dengan berpedoman pada harga hasil tender. Pabrik gula merupakan perusahaan yang memproduksi secara musiman yang pendapatan utamanya diperoleh pada masa giling yang selama Kira-kira 7 bulan dalam setahun. Akan tetap, biaya usahannya sudah mulai dikeluarkan sebelum tebu mulai digiling. PG.Watoetoelis dalam kebijaksanaan pemasarannya tidak melakukan promosi sebab gula yang dhasilkan merupakan milik pemerintah dengan syarat perusahaan mempertahankan mutu yang ditetapkan, yaitu rendemen tebu harus mencapai 8%. digunakan sebagai bahan bakar pada pabrik gula. dimanfaatkan oleh pabrik gula untuk bahan kompos. Tetes, merupakan hasil sampingan yang digunakan sebagai bahan baku pada industri alkohol, spirtus, dan

12

Untuk menjalankan kegiatan usahanya, PG.Watoetoelis Krian menerapkan hari kerja dimulai pada hari senin sampai dengan hari sabtu. Jam kerja karyawan yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut : a. 1. 06.30 11.30 11.30 12.30 12.30 15.00 2. Hari Jumat 3. Hari Sabtu Karyawan bagian kantor Hari senin sampai dengan kamis : Waktu kerja 1 : Istirahat : Waktu kerja 2 : 06.00 11.00 WIB : 06.30 11.30 WIB

b. Karyawan bagian produksi 1. Shif pertama : 06.00 14.00 WIB 2. Shif kedua 3. Shif ketiga : 14.00 22.00 WIB : 22.00 06.00 WIB

Penetapan pengubahan karyawan pada PG.Watoetoelis Krian didasarkan pada ketentuan pemerintah. Bagi karyawan staf, besarnya gaji didasarkan pada skala gaji pokok dan tingkat golongan-golongan serta tunjangan-tunjangan. Untuk karyawan tetap pemberian upah dilaksanakan bulanan, sedangkan untuk karyawan tidak tetap, musiman dan kampanye, pembayaran dilakukan dengan bulanan, mingguan, dan hari berdasarkan jam kerja produksi.

13

E. Instalasi Instalasi di PG. Watoetoelis terbagi beberapa stasiun, yaitu : 1. Stasiun Gilingan ( Milling Station ) 2. Stasiun Tengah : Stasiun Pemurnian ( Purification Station ) Stasiun Penguapan ( Evaporation Station ) Stasiun Masakan/Kristalisasi ( Crystallization Station ) 3. Stasiun Puteran 4. Stasiun Ketel 5. Stasiun Listrik 6. Stasiun Besali 7. Stasiun Kendaraan Adapun tiga bagian penunjang di dalam operasi, yaitu pada bagian pengolahan, diantaranya : 1. Bagian Laboratorium 2. Bagian Utilitas 3. Bagian Pengolahan Limbah Emplasement ( Bagian Tebang dan Angkut ) Emplasement adalah suatu area di sekitar pabrik yang cukup luas yang digunakan untuk menampung tebu minamal 1/3 kapasitas giling yang baru datang dari kebun atau yang akan digiling. Kapasitas tebang angkut yang dimiliki oleh PG. Watoetoelis tergantung oleh permintaan pabrik, kapasitas terpasangnya berkisar 23.500 Ku per hari. Maksud dan tujuan adanya emplasement yaitu diharapkannya pengaturan persediaan tebu lebih efektif dari segi teknologi. Tebu yang terlalu lama berada di emplasement akan mengalami kekeringan, kerusakan seurose dalam batang tebu sehingga mengakibatkan pemprosesan yang terlalu lama. Untuk menghindari kerusakan tebu, maka tebu yang datang paling awal digiling lebih dulu. Tebu yang diangkut ditimbang dengan digital

14

crane scale dan dipindahkan ke lori, kemudian lori dibawa ke emplasement tunggu, kemudian diletakkan di meja tebu dengan menggunakan Hoist Crane (kontrol) di Stasiun Gilingan. Peralatan : 1. 2. 3. Railban, yaitu rel yang menghubungkan antara desa penghasil tebu di sekitar pabrik dan tempat penimbangan tebu. Lori, yaitu kereta pengangkut tebu. Truk, yaitu alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut tebu dari desa penghasil tebu yang jaraknya jauh dari pabrik dalam kota maupun dari luar kota. 4. Timbangan, yaitu alat yang digunakan untuk menimbang berat tebu. Timbangan yang digunakan di PG. Watoetoelis ada 2 macam, yaitu : a. Timbangan berkel Mula-mula truk ditimbang beserta tebu yang diangkut. Setelah tebu dipindahkan ke meja tebu, truk kosong ditimbang kembali sehingga akan diketahui berat tebu sebenarnya. Timbangan Berkel ini mempunyai kapasitas 20 ton. b. Timbangan digital crane scale (Timbangan Tebu Digital) Tebu yang diangkut oleh truk dimasukkan timbangan, lalu tebu diangkat dan secara otomatis dapat diketahui berat tebu kemudian tebu diletakkan di lori. Cara kerjanya adalah dengan memindahkan beban yang dikerjakan oleh crane transloading oleh load sel ke dalam digital. Kapasitas timbangannya adalah 10 5 % Tebu yang akan diangkut oleh lori langsung menuju ke timbangan tebu untuk dilaksanakan penimbangan kemudian ditempatkan pada railban sesuai dengan nomor urut railban yang ada di emplasement yang siap giling. Sedangkan tebu yang diangkut oleh truk, terlebih dahulu dipindahkan ke lori pada rel bongkaran kemudian ditimbang.

15

1. Stasiun Gilingan Tujuan : Peralatan : 1. Meja tebu, yaitu suatu alat dimana bentuknya seperti meja untuk membongkar dan meratakan tebu yang telah diangkat oleh crane dari truk atau lori untuk diarahkan menuju carrier I. Meja tebu yang digunakan adalah Tipe Teral yaitu meja miring yang bergerak. 2. 2 buah carrier c. d. Carrier I, yaitu alat yang digunakan untuk membawa tebu Carrier II, yaitu alat yang digunakan untuk memindahkan dari meja tebu ke Cane Cutter I dan II, unigrator. potongan-potongan atau cacahan tebu dari unigrator menuju ke alat penggilingan. 3. 2 buah Cane Cutter, yaitu alat yang digunakan untuk mencacah tebu menjadi potongan yang lebih pendek untuk dibawa ke unigrator. Cane cutter ini terdiri dari 40 buah pisau pada masing-masing cane cutter yang digerakkan oleh elektromotor. 4. 1 buah Unigrator, yaitu alat yang digunakan untuk menumbuk dan sebagai pengoyak tebu menjadi serabut halus berukuran 5 - 10 cm, sehingga akan memudahkan pengambilan nira dalam proses penggilingan. 5. Sugar Cane Mill atau gilingan tebu, yaitu alat yang digunakan untuk memerah serpihan serabut halus tebu sehingga dihasilkan nira mentah. Terdapat 4 unit gilingan tebu di PG. Watoetoelis, yang masing-masing unitnya terdiri dari : o Feeding Roll, yaitu suatu alat yang berfungsi sebagai pengumpan untuk membantu masuknya tebu ke bagian depan gilingan. o Tiga rol pemerahan, yaitu rol atas, rol depan, dan rol belakang. Untuk mengambil nira dari tebu secara maksimal dengan menekan kehilangan gula seminimal mungkin.

16

o

Scraper, yaitu alat pembersih ampas tebu yang masih

melekat pada alur rol gilingan dan menahan agar ampas dari rol depan masuk ke bagian belakang. o Trash Plate, yaitu alat yang digunakan untuk menghubungkan rol depan dan rol belakang ( sebagai jembatan ampas ). 6. Pompa nira mentah gilingan yang digunakan untuk memompa nira mentah hasil dari gilingan I dan II menuju ke timbangan Boulogne. Berikut adalah tahapan-tahapan dari stasiun gilingan : a. Pengerjaan Menata tebu yang akan digiling di meja tebu. Memindahkan tebu dari meja tebu menuju ke Cane Cutter I dan Cane Cutter II dengan Cane Carrier I. Memotong atau mencacah tebu berukuran panjang 25 cm dengan Cane Cutter I. Masuk ke Cane Cutter II untuk dipotong menjadi lebih kecil lagi yaitu 10 cm. Tebu ditumbuk di unigrator dengan memecah sel tebunya hingga berbentuk serabut yang halus sehingga mempermudah proses pemerahan. Memindahkan cacahan tebu dari unigrator menuju ke unit gilingan dengan Cane Carrier II. b. Pemerahan Fungsi dari pemerahan ini yaitu untuk memerah nira tebu sebanyak banyaknya serta menekan kehilangan nira sedikit mungkin. Terdapat 4 unit gilingan tebu di PG. Watoetoelis. Dalam setiap unit gilingan terdiri dari 3 rol gilingan :

A Tebu M B

17

Keterangan: a. Rol A (rol atas / Top roll). Berfungsi untuk memerah tebu yang masuk dengan menggunakan alas rol muka dari belakang b. Rol M (rol muka / Voor roll) Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari rol bagian belakang dengan ini bagian atas. c. Rol B (rol belakang / Achter roll). Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari bagian belakang dengan rol bagian atas. Tebu diangkut menggunakan lori dan truk, tebu yang dari truk ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, tebu yang dari lori ditimbang dengan menggunakan timbangan berkel / manual, kemudian tebu dari truk dipindahkan ke lori. Dari lori, tebu dipindah ke meja dengan menggunakan Cane Unloading. Pada meja tebu dilengkapi dengan rantai melintang dan tebu akan berjalan ke tepi meja dan tebu akan jatuh pada Cane Carrier I kemudian masuk ke Cane Cutter yang terdiri dari 2 alat yaitu Leveller I dan Leveller II yang masing-masing bertujuan sebagai alat pemotong awal tebu dan mencacahnya menjadi batangan kecil di mata pisaunya disusun sedemikian rupa dan terbuat dari bahan stainless steel. Selanjutnya hasil potongan dilewatkan Unigrator (alat penghalus tebu) yang berputar berlawanan arah dengan Cane Carrier I (berputar ke atas) dimana pada alat tersebut pada dinding bagian belakang terdapat parut yang berfungsi untuk mengoyak tebu yang belum terpotong dan menjadi lebih halus (berupa serabut). Kehalusan ampas tebu harus benar-benar diperhatikan karena ampas

18

tersebut yang nantinya digunakan sebagai bahan bakar ketel (+ 85% sel tebu sudah terbuka) Dari Unigrator diangkut oleh Cane Carrier menuju gilingan. Pada gilingan terdapat 4 buah alat penggiling dan pada masingmasing alat terdapat 3 buah roll. Jarak antar roll diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan yang mana pada gilingan I, II, III, IV mempunyai jarak roll yang berbeda. Semakin ke belakang (urutan terakhir) jarak rol semakin rapat. Setelah tebu masuk ke gilingan I dan gilingan II maka diperoleh nira mentah 1 dan nira mentah 2, kemudian ampas tebu dari gilingan pertama dan kedua diteruskan menuju pada gilingan III. Pada gilingan III, dilakukan proses air imbibisi dengan suhu lebih kurang 70-90C yang bertujuan untuk meningkatkan ekstraksinya menjadi lebih tinggi. Proses air imbibisi ini memerlukan perhitungkan efisiensi pemakaiannya ( 31% berat tebu) karena berkaitan dengan kemampuan alat penguapan (evaporator) karena apabila air yang diberikan terlalu banyak maka akan rnenambah beban penguapan. Nira yang dihasilkan dari gilingan III ini dialirkan ke ampas keluar gilingan I dan nira yang dihasilkan dari gilingan IV dialirkan ke ampas keluar gilingan II. Kemudian, hasil nira dari gilingan I dan II ditampung oleh talang getar yang bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri busuk sekaligus untuk memisahan nira dari kotoran atau ampas halus yang kemudian dipompa menuju peti nira mentah sebelum ditimbang. Kemudian, nira mentah masuk ke dalam timbangan Bolougne yang bertujuan untuk ditimbang sebagai dasar pengawasan perhitungan proses (bobotnya). Kapasitas timbangan adalah 4 ton/cycle. Pada nira mentah gilingan ditambahkan susu kapur untuk menaikkan pH dan 5,5 - 5,6 menjadi 6,5 - 6,6 agar tidak terjadi inversi (kerusakan nira) serta mengantisipasi penurunan pH karena penambahan phospat cair. Tujuan dari penambahan phospat cair ini untuk menambah kadar phospat dalam nira mentah yang

19

semula antara 250 - 350 ppm menjadi 300 ppm agar proses pemurnian berjalan dengan baik. Ampas akhir dari gilingan IV diangkut menuju ke ketel sebagai bahan bakar dan ampas halusnya dihembuskan oleh blower menuju ke Mixer Bagasilo. Dari Unigrator diangkut oleh Cane Carrier II menuju gilingan I sehingga menghasilkan nira I dan ampas I. disini mulai terjadi pemerasan. Ampas I diteruskan ke gilingan II menghasilkan nira perahan II dan ampas II. Nira hasil perahan I dan II dialirkan menuju bak nira mentah. Ampas II masuk ke gilingan III menghasilkan nira III dan ampas III. Nira III sebagai imbibisi pada ampas I. ampas III masuk gilingan IV menghasilkan nira IV dan ampas IV. Untuk mengambil sisa nira pada ampas, sebelum masuk gilingan IV ampas diberi air imbibisi (air murni) suhu 70-90o

C. nira IV digunakan

sebagai imbibisi pada ampas II. Ampas IV diangkut oleh Conveyor ke stasiun ketel sebagai bahan bakar ketel dan sebagian dibawa oleh Conveyor ke Bagase House untuk disimpan. Dan bila berlebih dikirim ke pabrik kertas. 2. Stasiun Tengah Stasiun Pemurnian gula yang terdapat dalam nira mentah dengan beberapa tahap, yakni : a. b. Secara fisis, yaitu dengan pemanasan dan Secara khemis, yaitu dengan mereaksikan pengendapan. komponen nira dengan bahan pembantu proses sehingga dihasilkan endapan yang baik. c. Secara khemis dan fisis, yaitu dengan koloid sehingga terjadi reaksi adsorbsi kotoran Tujuan : Untuk memisahkan kotoran, koloid dan senyawa bukan

penggumpalan dan pengendapan.

20

Setelah penambahan susu kapur, nira disaring kembali untuk menyaring ampas lebih halus dan ampas hasil penyaringan dikembalikan lagi ke stasiun gilingan untuk digiling.

Langkah-langkah di stasiun pemurnian : Nira mentah dari stasiun gilingan ditimbang terlebih dahulu agar tahu berapa nira yang dikerjakan serta kehilangannya. Nira mentah ditampung buffer tank dengan volume 4,2 m3. Nira dialirkan dengan pompa nira mentah yang memiliki kapasitas 4 m3 / menit menuju Juice Heater I (JH I) untuk dipanaskan sampai suhu 750 800 C dengan tujuan mematikan bakteri yang ada di dalam nira dan mempercepat reaksi Ca(OH)2 dengan phosphat. Setelah itu masuk ke pre-contactor untuk memberikan Lalu masuk Defekator I dengan waktu tinggal selama 3 kesempatan susu bereaksi dengan nira. menit. Di sini ditambahkan susu kapur dengan viskositas 6Be hingga pH 7,2 (netral) agar sukrosanya tidak mudah rusak, sehingga terbentuk inti endapan [CaH(PO4)2] yang berguna untuk mengikat zat bukan gula dan koloid. Kemudian nira dilewatkan pada defekator II (waktu tinggal selama 3 detik) disertai dengan penambahan susu kapur hingga pH 8,6, dengan tujuan mempersiapkan kelebihan susu kapur yang akan direaksikan dengan SO2(g) pada bejana sulfitir nira mentah. Setelah melalui defekator II, nira dialirkan ke sulfitir nira mentah sampai dihasilkan pH 7,0 - 7,2 dimana gas SO2 yang digunakan berasal dari pembakaran belerang di tabung belerang. Dalam sulfitir ini, kelebihan susu kapur akan bereaksi dengan SO2(g) membentuk endapan CaSO3 dan endapan CaSO3 di

21

adsorbsi oleh inti endapan yang sudah ada [CaH(PO4)2] sehingga terbentuk endapan dengan diameter yang lebih besar. Pada dapur belerang dan sublimator diberi air pendingin berupa nantel yang berguna untuk menurunkan temperatur gas SO2 80C agar sama dengan nira mentah dan diharapkan terjadi penyubliman S2 dan O2 yang belum bereaksi sempurna pada sublimator. Setelah proses sulfitasi, nira dipanaskan pada JH II hingga temperatur 105 110oC, pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi. Jika suhunya melebihi 110C maka dapat mengakibatkan terjadi reaksi karamelisasi (penggosongan), dimana zat lilin terlarut sehingga terikut di gula yang menyebabkan warna menjadi coklat. Untuk memisahkan gas-gas terlarut, maka nira dari JH II dialirkan ke flash tank, lalu dialirkan ke snowballing tank (flokulator) dimana nira diperlakukan sehingga membentuk aliran turbulen dan flokulen menjadi homogen. Di snowballing tank diharapkan inti endapan yang sudah terbentuk dengan ukuran yang kecil bisa jadi besar dengan diberi ion-ion di sekitar endapan sehingga terperangkap dan menjadi lebih besar. Setelah nira dialirkan ke door clarifier untuk pemisahan nira jernih dan nira kotor (proses pengendapan kotoran). Pada door clarifier terdapat 4 buah tray dan pada masing-masing tray akan terbentuk aliran overflow, nira jernih yang akan ditampung pada bak penampung nira jernih. Supaya lebih bersih, dilakukan penyaringan dengan saringan ukuran 200 mesh yang kemudian diproses pada stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor berupa slurry mengalir ke mixer bagasillo. Dimana pada mixer bagasillo, nira ditambah ampas halus untuk memperbaiki struktur endapan sehingga mempermudah dalam proses penapisan. Dari mixer bagasillo nira dialirkan menuju bak nira kotor pada Rotary Vacuum Filter (RVF). Dalam RVF, drum

22

berputar 0,125 rpm / 6-8 menit/putaran dengan perlakuan vacuum, low vacuum dan no vacuum disertai dengan semprotan air panas dengan temperatur 75C sehingga diperoleh nira tapis dan blotong. Nira tapis dialirkan ke nira mentah tertimbang sedangkan blotong bisa dibuat sebagai kompos. Peralatan : 1. Timbangan Boulogne, berfungsi untuk menimbang nira dari stasiun gilingan yang bekerja secara otomatis dengan kapasitas 4 ton /cycle. 2. Peti tarik nira mentah yang merupakan bak penampungan nira mentah dari timbangan Boulogne. Buffer tank ini memiliki volume 4,2 m3. 3. 4. 2 buah pompa nira mentah dengan kapasitas 200 m3/jam Voor Warmer / Juice Heater .PG. Watoetoelis mempunyai untuk memompa yang sudah ditimbang ke JH I. 2 jenis yaitu : a. Juice Heater I (JH I), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang berfungsi untuk memanaskan nira mentah sebelum masuk defecator sampai suhu 75 - 80C. b. Juice Heater II (JH II), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang digunakan untuk memanaskan nira yang keluar dari tangki sulfitasi nira mentah sampai suhu 100 - 105 C. 5. Defekator I, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu kapur dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan mempunyai Ph 7,2 6. Defekator II, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu kapur dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan mempunyai pH 8,8-9. 7. Tangki sulfitasi (Sulfitir) nira mentah untuk menetralkan nira encer terkapur dari defekator dengan penambahan gas SO2 sampai pH 7,2. 8. Pompa nira mentah surfitir

23

9.

Peti tarik nira mentah tersulfitir untuk menampung nira

encer tersulfitir dari tangki sulfitasi nira encer. 10. Expandeur (Flash Tank) yang berfungsi menghilangkan gas-gas yang masih tersisa dalam nira yang akan masuk ke Door Clarifier sehingga proses pengendapan berjalan baik. 11. Snow Balling tank; berfungsi untuk mencampur nira tersulfitir dan flokulant menjadi homogen. 12. Door Clarifier, merupakan multi tray clarifier yang memiliki 4 tray, berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran atau flok dalam nira sehingga akan diperoleh nira jernih dan nira kotor. Selanjutnya nira kotor dipisahkan dan dibawa ke Rotary Vacuum Filter. 13. Rotary Vacuum Filter untuk menyaring nira kotor (blotong) yang berasal dari Door Clarifier. 14. Vaccum Filter terdiri atas silinder yang sebagian tercelup dalam tangki yang berisi nira kotor yang akan disaring. Bagian luar dari dinding silinder berfungsi sebagai bidang penyaringan dan dibagi dalam 18 bagian. Masing-masing bagian dihubungkan secara individu oleh suatu jaringan pipa yang berakhir pada suatu terminal yang merupakan pengatur mekanik vacuum. Permukaan alat ini terbagi menjadi 3 sektor yaitu : Unit Low Vacuum (15-30 cmHg), untuk menempelkan blotong. Unit High Vacuum (40-50 cmHg), untuk menghisap nira tapis pada blotong. Unit No Vacuum (0 cmHg), untuk melepaskan blotong yang dibantu dengan sekrap.

Cara Kerja Rotary Vacuum Filter : Pada saat vacuum bekerja, bagian silinder yang berhubungan dengan kotor adalah bagian yang berhubungan dengan low vacuum,

24

hal ini menyebabkan nira terhisap oleh pengaruh vacuum. Sementara itu zat-zat padatan yang tersuspensi dalam larutan akan menempel pada permukaan saringan yang membentuk lapisan tipis. Lapisan ini disebut blotong, yang juga mengandung serpihan ampas halus (bagacillo) yang sengaja ditambahkan. Nira hasil penyaringan dari daerah low vacuum masih kotor dan disebut filter kotor (cloudy filtrate). Lapisan tipis ini merupakan media penapis pada tahap berikutnya. Selanjutnya dengan berputarnya silinder, maka bidang penyaringan yang sudah dilapisi dengan blotong masuk ke daerah high vacuum karena pengaturan dalam distributing valve. Nira yang keluar dari daerah vacuum ini lebih jernih dibandingkan dengan nira pertama yang disebut nira tapis. Meskipun demikian mutunya belum layak untuk menghasilkan gula SHS, oleh karena itu dikembalikan lagi ke tangki bejana nira mentah tertimbang untuk dilakukan proses pemurnian kembali. Lapisan blotong yang terbentuk dengan berputarnya silinder masuk ke daerah pengabut air panas sehingga blotong dibasahi air. Karena pengaruh vacuum, air ini terhisap. Pengabutan ini merupakan pembasuhan awa1. Setelah itu dimulai proses pengeringan oleh vacuum. Silinder selanjutnya memasuki tangki nira kotor. Namun sebelumnya masuk kambali lapisan blotong yang sudah kering ditahan oleh scrapper dan blotong masuk ke Transport Band keluar pabrik.

Stasiun Penguapan karena nira encer dari hasil pemurnian masih mengandung air sekitar 80 85%, sehingga tercapai brix 65%. Sistem penguapan yang dipakai adalah Quadrupple Effect Evaporator (4 buah evaporator). Sistem ini menghemat

Tujuan : Untuk menguapkan air yang terdapat dalam nira encer,

25

bahan pemanas karena setiap 1 kg uap pemanas mampu menguapkan 4 kg air. Tekanan evaporator berikutnya dibuat lebih rendah daripada evaporator sebelumnya sehingga tidak dibutuhkan pompa untuk mengalirkan nira dan titik didihnya akan makin rendah. Proses : Nira masuk ke dalam evaporator karena adanya perbedaan tekanan dalam evaporator. Steam masuk lewat pipa dan mengalir terdistribusi dalam pipa calandria. Dengan adanya perpindahan panas, maka steam terkondensasi menjadi kondensat. Uap nira yang terbentuk akan mengalir ke bagian atas evaporator dan selanjutnya sebagian digunakan untuk pemanas pada evaporator berikutnya. Proses penguapan dilakukan dalam kondisi vacuum untuk menekan kerusakan gula akibat suhu tinggi karena gula tidak tahan pada suhu tinggi. Selain itu juga untuk penghematan steam. Uap nira dari evaporator I digunakan sebagai pemanasan evaporator II, sebagian lagi dibleeding ke pan masakan. Uap nira dari evaporator II digunakan sebagai pemanasan evaporator III. Sebagian lagi dibleeding ke pemanas I. Uap nira dari evaporator III digunakan untuk memanaskan evaporator IV. Uap nira dari evaporator IV dialirkan ke kondensor. Kondensat yang tidak mengandung gula digunakan sebagai air pengisi ketel. Sedangkan kondensat yang mengandung gula digunakan sebagai pencuci pada masakan, air siraman RVF dan putaran, serta air imbibisi pada gilingan III. Nira kental dari evaporator terakhir biasanya lebih keruh dibanding nira sebelumnya karena adanya kenaikan konsentrasi, penggumpalan, dan suspensi dari beberapa jenis zat bukan gula. Untuk menghilangkan warna gelap, nira dialirkan ke tangki

26

sulfitasi II untuk pemucatan agar diperoleh gula yang lebih putih. Pada tangki sulfitasi II ditambahkan gas SO2 yang berasal dari tobong belerang sehingga pH 5,4 - 5,6.

Peralatan : 1. Evaporator yaitu alat yang berfungsi untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam larutan nira menjadi lebih kental. Di PG. Watoetoelis digunakan sistem Quadruple Effect Evaporator (4 unit evaporator) 2. Pompa hampa udara sentral, digunakan untuk menurunkan tekanan vacuum terdiri dari dua bagian tekanan, yaitu pompa vacuum dan kondensor. 3. 4. 5. 6. 7. Pompa kondensat untuk mengeluarkan air kondensat. Tangki sulfitir yang digunakan untuk proses sulfitasi nira kental. Peti diksap untuk menampung nira kental Mesin uap untuk mempercepat terjadinya kondisi vakum. Pompa injeksi untuk menghindari suhu yang terlalu panas yang mengakibatkan tekanan evaporator naik.

27

Stasiun Masakan semi solid, dimana dalam proses ini juga terjadi pembibitan untuk pembentukan kristal yang lebih besar.

Tujuan : Untuk mengubah nira dari larutan kental menjadi bentuk

Proses : Kecepatan kristalisasi dipengaruhi oleh : a. Temperatur Dalam hal ini temperatur akan mempengaruhi viskositas dan koefisien kejenuhan. Viskositas larutan induk : bila temperatur turun, maka viskositas akan naik dan sebaliknya. Koefisien kejenuhan : bila temperatur turun, koefisien turun sehingga kecepatan kristalisasi berkurang. Secara teoritis kecepatan kristalisasi sebanding dengan kuadrat kejenuhan tetapi dalam praktek tidak boleh melewati harga kritis (1.44) karena kemurnian kristal akan sulit dikontrol. b. Kemurnian larutan induk, Bila kemurnian larutan induk menurun, kecepatan kristalisasi akan menurun. c. Ukuran inti kristal d. Viskositas larutan Pada stasiun masakan terdapat 21 peti masakan, yaitu : a. Peti nomor 1-10 berisi stroop A b. Peti nomor 11-15 berisi stroop C c. Peti nomor 16-21 berisi stroop D Selain itu juga terdapat 7 peti untuk penampungan nira kental yang berasal dari badan penguapan. Pada stasiun masakan terdapat 8 pan masakan yang menjadi 3 macam masakan, yaitu : 1. Masakan A menggunakan 5 buah pan masakan 2. Masakan C menggunakan 1 buah pan masakan 3. Masakan D menggunakan 2 buah pan masakan

28

Perbedaan pan masakan A, C, dan D teletak pada desain pemanasnya. Pemanas pada pan masakan itu berupa koil yang disebut serpetin, dimana steam pemanasnya mengalir dalam pipa, sedangkan jenis pemanas pada pan A dan C adalah tromol (calendria), steam pemanasnya berada di luar pipa. Adapun pada setiap masakan mempunyai ukuran butiran gula masing-masing sebagai berikut : i. ii. iii. Masakan A berukuran 0,9 1,1 mm Masakan C berukuran 0,6 mm Masakan D berukuran 0,3 mm

Proses kristalisasi, ada 3 jenis masakan berdasarkan kadar brix dan ukuran kristal yang terbentuk, yaitu : i. MASAKAN D Bahan : stroop A, stropp C, klare D, fondan (bubuk kristal halus berukuran 0,3 m) Proses : Pada masakan ini ditentukan HK masakan D 60% dengan harapan kehilangan gula pada tetes dan jumlah tetes dapat ditekan seminimal mungkin, untuk menghasilkan stroop C yang digunakan sebagai bibitan gula D, dan untuk menghasilkan gula D2 sebagai inti bibitan masakan C. Ada 2 putaran yaitu : masakan D1 dan D2. MuIa-mula pan masakan di vacuum untuk diisi stroop A/nira kental dan dipanaskan sampai terbentuk benangan, diusahakan jangan sampai terbentuk gula kristal kemudian diberi fondan (gula halus) sebagai bibit dan pembentuk kristal sambil dibantu dengan penambahan air. Setelah terbentuk kristal yang cukup, stroop C dan klare D dimasukkan. Sebelum terlalu kental sebagian masakan dipindah ke pan D2 dan sisanya di pan D1 ditambah stroop A atau C. Hasil masakan di D1 diturunkan ke palung pendingin yang bertujuan mendinginkan hasil masakan gula D1 agar sisa-sisa sakarosa yang

29

masih larut dapat mengkristal. Masakan yang keluar dipanaskan lagi agar tidak beku dapat dipisahkan dengan tetes. Setelah dari receiver, hasil masakan kemudian ditarik ke putaran LGF D1 (no.3,4,5). Dari putaran LGF D1 dihasilkan tetes dan gula D1. Tetes kemudian dialirkan ke tangki tetes dan gula D1 dialirkan ke putaran LGF (no.6) untuk menghasilkan gula D2 dan klare D. Gula D2 selanjutnya masuk ke pan masakan C sedangkan klare D dikembalikan ke peti masakan nomor 16-21. ii. MASAKAN C Bahan : nira kental, gula C/D2, dan klare SHS. Proses : Proses pertama membuat bibitan masakan A yang artinya akan dipecah menjadi gula A1 yang merupakan gula produk sebanyak 4 kali. Penentuan pemecahan ini adalah dari ukuran kristal gula yang telah terbentuk. Jika kristal gula yang telah terbentuk sudah besar, maka pemecahan yang dilakukan tidak terlalu banyak karena semakin banyak pemecahan akan semakin menurunkan HK masakan yang akan berpengaruh pada produk smaping. Kadang prosesnya tidak melalui gula A4 tetapi bisa menjadi A3 atau A2 yang artinya gula A3 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 3 kali dan gula A2 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 2 kali tergantung dari ukuran gula yang telah terbentuk tadi. Ukuran yang diinginkan untuk menjadi gula produk adalah 0,9 -1,1 mm. Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula SHS sebagai gula produksi.

30

A1

A2 A4 A2A1 A1 A1

A1

A3A2

A1 A1

A1

A2A1

Gambar 2.2 Macam masakan gula A Pada saat awal gilingan, nira kental dari evaporator masuk ke pan masakan A yang divakum dan dicampur dengan fondan. Hal ini dilakukan karena pada awal gilingan belum terbentuk stroop A. Setelah terbentuk stroop A dari pan masakan A, maka fondan dimasukkan ke pan masakan D1. Seperti halnya pada evaporator, gas amoniak harus dikeluarkan dari masakan karena akan menyelimuti tube dan akan menghalangi aliran panas ke nira, sehingga proses pemanasan akan terganggu. Aliran panas yang digunakan berasal dari uap nira dan uap bekas. Uap nira diperoleh dari nira yang dipanaskan dengan tekanan 0,5 kg/cm2, sedangkan uap bekas adalah uap dari gilingan. Penambahan bahan-bahan dalam masakan harus dilakukan secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk : Mencegah penurunan koefisien kejenuhan sehingga gula tidak larut. Memperbesar pertumbuhan kristal. Mempertahankan kedudukan larutan dalam proses pembesaran.

31

Berikut beberapa palung pendingin yang ada di PG. Watoetoelis antara lain : a. b. c. Palung 1 6 untuk gula D Palung 7 8 untuk gula C Palung 9 14 untuk gula A

Harga kemurnian dari Brix tiap hasil masakan berbeda-beda, antara lain : Untuk jenis masakan A Harga kemurnian (HK) : > 80% Brix : 94 96 % Untuk jenis masakan C Harga kemurnian (HK) : 72 74 % Brix : 96 97 % Untuk jenis masakan D Harga kemurnian (HK) : 60 62 % Brix : 99 100 % Peranan air dalam stasiun masakan ini adalah untuk : Melarutkan kristal-kristal palsu Membersihkan nira Memisahkan kristal gula yang menggumpal Memperbesar ukuran kristal

Peralatan : 1. Pan masakan (vacuum pan), yang berfungsi membuat kondisi lewat jenuh larutan gula dan untuk mempercepat proses kristalisasi. Tersedia 8 buah pan masakan 2. 3. Kondensor sentral, berfungsi untuk mengkondensasikan Pompa vacuum untuk memvacuumkan pan masakan. uap yang keluar masakan.

32

4.

Palung pendingin (Cooltrog) untuk pan masakan, berfungsi

untuk mendinginkan hasil masakan dan tempat terjadinya proses kristalisasi lanjut. 5. Peti-peti masakan, untuk menampung nira kental , stroop A, stroop C, klare D, dan klare SHS

3. Stasiun Puteran dan Stasiun Penyelesaian. Stasiun Puteran. kristal gula yang bersih Proses : Campuran antara kristal sukrosa dan larutannya yang keluar dari pan masakan dipisahkan dengan cara pemutaran (sentrifugal). Dalam centrifuge kristal akan tertahan dan cairan / stroop akan keluar melalui saluran pipa centrifuge dan berputar didalamnya. Alat pemutaran terdiri dari suatu silinder yang terbuat dari saringan dan dihubungkan dengan sumbu yang berputar. Bila alat pemutar dijalankan maka larutan akan terlempar menjauhi sumbu putarannya. Dinding alat pemutar yang berupa saringan akan menahan kristal gula dan melewatkan larutannya. Kristal yang menempel pada saringan setelah proses pemutaran masih mengandung kotoran sehingga perlu disiram air untuk melepaskan kotoran yang masih menempel pada kristalnya. Gula dari palung pendingin A akan mengalami dua kali proses putaran. Setelah keluar dari palung pendingin A, gula dialirkan ke feed distributor dan mengalami proses pencampuran, selanjutnya diproses pada putaran A. Dimana pada putaran A ditambahkan air dengan suhu kamar. yang gunanya melepaskan kotoran-kotoran yang masih menempel dan untuk mengencerkan agar dapat dialirkan kembali. Hasil dari putaran A berupa stroop A dengan HK 61 yang akan digunakan kembali sebagai bahan baku di vaccum pan C dan D dan juga menghasilkan kristal gula A yang dialirkan ke mingler mixer A. Kemudian gula A Tujuan : Untuk memisahkan kristal gula dari larutan sehingga didapat

33

mengalami proses putaran yang kedua di putaran SHS. Putaran SHS ini dilengkapi dengan steam pemanas yang berguna untuk menghilangkan warna sehingga warna gula menjadi putih bening dan juga ada penambahan air panas 65-70C untuk melarutkan gula yang berukuran sangat kecil sehingga tidak menyumbat saringan. Kristal gula yang keluar putaran masih panas dan akan kering dengan sendirinya dengan melewatkan pada talang goyang yang panjang dan dilengkapi dengan blower pendingin. Putaran SHS menghasilkan gula produk dengan nilai HK 99,9 dan juga klare SHS yang merupakan bahan baku dari masakan A. Gula dari palung pendingin C hanya akan mengalami satu kali proses putaran, yaitu di putaran C. Kristal gula C dipompa ke feed distributor C yang kemudian dialirkan ke putaran C. Pada putaran C ditambahkan air dengan suhu kamar untuk pengenceran agar mudah dialirkan ke proses selanjutnya. Hasil dari putaran ini berupa stroop C dengan HK 52 sebagai bahan baku masakan D dan gula C sebagai inti bibitan masakan A. Gula dari palung pendmgin D akan mengalami dua kali proses putaran. Masakan D yang telah diproses ditempatkan pada palung pendingin D selama 16-20 jam dengan tujuan agar terjadi Nakristalisasi (kristalisasi lebih lanjut) karena pada masakan D, gula D telah terbentuk tetapi gulanya sangat kecil sehingga jika diputar gula D akan terikut ke tetes pada putaran D1. Gula D akan dimasukkan pada feed mixer D kemudian dialirkan ke putaran D1 dan akan menghasilkan tetes dengan HK < 32 sebagai hasil samping gula D1 dan selanjutnya dimasukkan ke putaran D2. Putaran D2 menghasilkan klare D dan gula klare D akan dikembalikan lagi sebagai bahan baku masakan D sedangkan gula D2 akan digunakan sebagai inti bibitan masakan C. Pada D1 dan D2 ditambahkan air dingin untuk pengenceran supaya hasil dari putaran dapat dialirkan dengan mudah.

34

Kualitas gula pada stasiun putaran bergantung pada : 1. 2. 3. Keadaan kristal dalam masakan, meliputi ukuran dan jumlah kristal. Kekuatan putar centrifuge. Makin cepat putaran centrifuge, proses pemisahan akan semakin cepat. Jumlah air panas yang disemprotkan. Jumlah air panas yang disemprotkan harus tepat, jika terlalu sedikit proses pemisahan tidak efektif sedangkan jika terlalu banyak ada kemungkinan gula akan larut dalam air. Peralatan : a. Putaran LGF (Low Grade Centrifuge) berjumlah 6 buah, berfungsi untuk memisahkan tetes dari gula D1 (LGF no. 3,4,5); memisahkan gula D2 dan klare D (LGF no. 6); dan memisahkan gula C dari stroop C (LGF no. 1,2). b. Putaran HGF (High Grade Centrifuge) berjumlah 23 buah HGF A (no. 1-5), HGF Broad Bent (no. 1-4) berfungsi untuk menghasilkan gula A dan stroop A. HGF SHS (no. 12-21) berfungsi untuk menghasilkan gula SHS dan produk samping klare SHS. Stasiun Penyelesaian dipasarkan. Peralatan: a. Talang goyang (grash hopper), merupakan talang yang dilengkapi dengan saringan / ayakan untuk membawa gula dari stasiun putaran ke stasiun penyelesaian. b. c. Vibrating screen untuk memisahkan gula dengan ukuran Timbangan untuk menimbang gula sesuai dengan berat yang diinginkan. yang diinginkan. yang terbagi alas 2 bagian, yaitu :

Tujuan : Untuk mengeringkan gula dan mengemas gula agar siap

35

d. e.

Tangga Yacob, digunakan untuk membawa gula dan talang Sugar Bin, merupakan tempat penampungan sementara

goyang ke sugar bin untuk ditampung sementara. gula produk sebelum dikarungi. Proses : Gula SHS dari putaran dibawa oleh tangga yacob menuju vibrating screen (VS). Pada stasiun penyelesaian terdapat 3 jenis vibrating screen dengan ukuran 4 x 4, 8 x 8, 23 x 23 lubang/m2. Pertama-tama gula SHS dipisahkan dengan vibrating screen 4 x 4,dan dibawa ke vibrating screen 8 x 8. Gula yang terbawa dipisahkan lagi dengan vibrating screen 23 x 23 sehingga diperoleh gula produk yang diharapkan yaitu gula yang memenuhi standar antara gula halus dan gula kasar dengan diameter 0,9 - 1,1 mm. Kemudian dimasukkan ke pengemasan dengan berat netto 50 kg/karung. Setelah itu karung dijahit dan dimasukkan dalam gudang gula. Gula halus dan gula kasar dari hasil kerja vibrating screen ditampung dan dilebur kembali kemudian dibawa ke stasiun pemurnian atau stasiun masakan tergantung kondisi dan jensi gula yang didapatkan.

36

Tebu

Air Imbibisi

Stasiun Gilingan

Ketel uap dengan bahan bakar ampas

Bahan pendukung : Susu kapur, asam, phospat, gas SO2, flokulan Air diuapkan Air diuapkan

Stasiun Pemurnian

Uap

Stasiun Penguapan

Stasiun Masakan

Tetes

Stasiun Puteran

Gula SHS

Gambar 2.3 Bagan Proses Produksi Gula 4. Stasiun Ketel a. Pengertian umum Ketel uap adalah pesawat untuk memproduksi uap pada suatu jumlah tertentu setiap jamnya dengan suatu tekanan dan suhu yang telah ditentukan besarannya. Uap yang dihasilkan dengan menggunakan panas langsung dari hasil pembakaran bahan bakar.bahan bakar ini dapat berupa padat ,cairan dan gas. Untuk bahan bakar di pabrik gula watoetoelis ini menggunakan bahan bakar ampas tebu, moulding dan residu.

37

Hasil ampas dari stasiun gilingan ditarik menuju ke dapur stasiun ketel untuk menjalankan mesin uap. Di PG. Watoetoelis menggunakan beberapa jenis ketel, diantaranya : 1. 2. 3. 4. KTR (Ketel Tekanan Rendah) : Tekanan 6 kg/cm2 Ketel WS 1,2,3 : Tekanan 7 kg/cm2 Ketel Stork : Tekanan 20 kg/cm2 Ketel Cheng chen : Tekanan 21 kg/cm2 Dilihat dari cara pemasukan panas, panas ketel uap dibagi menjadi dua kelompok yaitu ketel pipa api dan ketel pipa air.ketel piapa api adalah dimana hasil-hasil pembakaran bahan bakar dan gas panas melalui dalam pipa yang diluarnya dikelilingi oleh air.jenis ketel ini juga sering disebut ketel tekan rendah.ketel piapa air adalah ketel dimana air melalui dalam pipa yang diluarnya adalah hasil-hasil pembakaran dan gas panas.ketel jenis ini juga sering disebut ketel tekanan menengah dan tinggi. Ketel pipa api dan kete pipa air mempunyai perbedaan prinsipal, pipa piapa pada ketel pipa api berada di dalam drum yang berisi air.hal ini sangat berbeda dengan ketel pipa air yang mana pipa pipa air dimana pipa pipa air diletakkan dan disusun diluar drum. Untul ukuran ketel kecil , ketel pipa api merupakan ketel pipa api yang kompak. Tetepi untuk ukuran besar, kapasitas ketel pipa api mempunyai keter batasaan yang disebabkan ukuran drum yang diperlukan. Disinilah pipa air mempunyai kelebihan yang sangat berbeda dari ketel pipa api ,karena pada pipa ketel air, pipa pipa dapat disusun menjadi beberapa bentuk susunan untuk mendapatkan bidang pemanasan yang jauh lebih besar.

38

Akibatnya ketel pipa air mampu memberikan kapasitas dan tekanan kerja yang lebih tinggi yang mana hal ini tidak dapat dicapai ketel pipa api.

5. Stasiun Listrik Stasiun listrik berfungsi sebagai sumber power yang terdiri dari : Turbin Alternator untuk pembangkit daya Turbin uap untuk menggerakkan generator yang kemudian menghasilkan listrik Sumber-sumber listrik yang disalurkan di PG. Watoetoelis berasal dari : PLN ( 555 kVA ) Diesel ( 450 kVA ) Turbin Alternator : Allen I & II ( masing-masing 1500 kW ) : Shinko ( 3500 kW ) 6. Stasiun Besali Stasiun ini berfungsi sebagai tempat perawatan atau perbaikan komponen-komponen mesin dari semua stasiun Stasiun Besali di PG. Watoetoelis memiliki beberapa alat perbaikan yang terdiri dari : Mesin Bubut Mesin Skrap Mesin Frais Mesin Bor Dapur Pengecoran/Peleburan Las Listrik 7. Stasiun Kendaran

39

PG. Watoetoelis juga memiliki bengkel kendaraan dengan berbagai kendaraan yang dipergunakan untuk operasional keperluan sehari-hari sebagai pengangkutan dikebun juga keperluan kantor.