48011194 modul pca inventory accounting

Upload: rofiq-harun

Post on 21-Jul-2015

185 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL

INVENTORY ACCOUNTING

Oleh :

Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL

INVENTORY ACCOUNTING

Oleh :

Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si(Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHANBEA DAN CUKAI

Menunjuksurat keputusan KepalaPusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai Nomor : KEP-38/PP.5/2009 tanggal31 Agustus2009 hal Perubahan Pertama KeputusanKepala Pusat Pendidikan dan PelatihanBea dan Cukai Nomor KEP-01slPP.5l2OOg Tanggal 2 Maret 2009 tentang Pembentukan Tim Penyusunan odul Pendidikan an Pelatihan ada Pusdiklat ea dan Cukai M p d B Tahun Anggaran 2008, maka kepada sdr. M. Nurkhamid ditugasi untuk menyusun modulInventory pada DiklatTeknisSubstantif Accounting Spesialisasi (DTSS)PostClearance Audit di Pusdiklat Bea dan Cukai. Oleh karena modul Inventory Accounting, DTSS Post Clearance Audit sebagaimanaterlampirtelah diseminarkan, maka dengan ini kami nyatakan bahwa modul yang dimaksudsah dan layak untuk menjadi modul DTSS post Clearance Audit. Terima kasih kami ucapkankepada penyusundan semua pihak yang telahmembantu penyelesaian materibahanajartersebut.

D e mi ki aka tap e n gantar pengesahan dibuat n dan ini untuk diper gunak an s e ba g a i ma n a sti n ya . me

{Jakafi.a,

Oktober2ggg

EndangTata NIP19520817 97510 001 1 1

Akuntansi Persediaan

DAFTAR ISIHalaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... PETA KONSEP MODUL . A. Pendahuluan 1. Deskripsi Singkat ................................................... 2. Prasyarat Kompetensi ................................................... 3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ..................... 4. Relevansi Modul ............... B. KEGIATAN BELAJAR ........................................................................ Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan a. Uraian dan contoh ....................................................................... 1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan . 2. Pengendalian Internal Persediaan ............ 3. Kepemilikan Persediaan......................... 4. Penentuan Biaya Persediaan... 5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan 13 15 16 17 21 5 5 7 8 10 i ii iv v vi 1 1 2 3 4 4

Keuangan.... b. Latihan 1 ...... c. Rangkuman .. d. Tes Formatif 1 . e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................... Kegiatan Belajar (KB) 2: Prosedur Akuntansi Persediaan a. Uraian dan contoh ....................................................................... 1. Sistem Pencatatan Persediaan . 2. Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan

23 23 27

DTSS Post Clearance Audit

ii

Akuntansi Persediaanb. Latihan 2 ...... c. Rangkuman . d. Tes Formatif 2 . e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................... Kegiatan Belajar (KB) 3: Penentuan Nilai Persediaan a. Uraian dan contoh ....................................................................... 1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik ........ 2. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Perpetual ......... 3. Perbandingan Metode Penilaian............................................ 4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok ..................... b. Latihan 3 ...... c. Rangkuman . d. Tes Formatif 3 . e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................... Kegiatan Belajar (KB) 4: Estimasi Nilai Persediaan a. Uraian dan contoh ....................................................................... 1. Metode Laba Kotor .......... 2. Metode Harga Eceran ........................................................... b. Latihan 4 ...... c. Rangkuman . d. Tes Formatif 4 . e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................... PENUTUP .. TES SUMATIF ............................................................ KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) DAFTAR ISTILAH .... DAFTAR PUSTAKA . 61 61 62 64 65 65 68 70 71 79 89 90 34 34 39 51 52 54 55 56 59 28 29 29 33

DTSS Post Clearance Audit

iii

Akuntansi Persediaan

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1.1

Judul Gambar Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang................................................................................

Halaman 58

1.2

Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur.. Perbedaan penentuan harga pokok penjualan........... Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi..............................

60

1.3 1.4.

62 63

3.1 3.2

Arus biaya First-In, First-Out (FIFO) .............................. Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) ...............................

65 66

DTSS Post Clearance Audit

iiii

Akuntansi Persediaan

PETUNJUK PENGGUNAAN MODULUntuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1 sampai dengan Kegiatan Belajar 4. Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap berikut ini: 1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut; 2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar tersebut); 3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus perhatian pada kegiatan belajar ini; 4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari; 5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak pada bagian akhir modul ini. 6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67. 7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan belajar telah dilakukan. 8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini 9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari

kegiatan belajar

DTSS Post Clearance Audit

ivi

Akuntansi Persediaan

PETA KONSEPDalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara berkesinambungan selama mempelajari modul.

Kegiatan Belajar 1 Konsep Dasar Akuntansi Persediaan Materi : Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan; Pengendalian Internal Persediaan; Kepemilikan Persediaan; Penentuan Biaya Persediaan; Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Kegiatan Belajar 2 Prosedur Akuntansi Materi : Sistem Pencatatan Persediaan; Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan

Kegiatan Belajar 3 Penentuan Nilai Persediaan Materi : Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik dan Sistem Perpetual; Perbandingan Metode PenilaianPenilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok

Kegiatan Belajar 4 Estimasi Nilai Persediaan Materi : Estimasi Nilai Persediaan dengan Metode Laba Kotor dan Matode Harga Eceran

DTSS Post Clearance Audit

vi

Akuntansi Persediaan

APENDAHULUAN

MODUL AKUNTANSI PERSEDIAAN1. DESKRIPSI SINGKAT

Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret. Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000. Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang. Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari perusahaan asuransi. Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode, sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapaDTSS Post Clearance Audit

1

Akuntansi Persediaannilai barang-barang yang masih dalam persediaan? Nilai persediaan barang tergantung pada asumsi yang digunakan perusahaan. Apakah perusahaan menggunakan metode FIFO (first in first out), atau LIFO (last in first out), ataukah rata-rata (average)? Asumsi perusahaan bisa melibatkan jumlah rupiah yang tinggi dan dengan demikian dapat memiliki dampak signifikan atas laporan keuangan perusahaan. Seorang auditor harus mampu memahami dengan baik contoh kasus tersebut. Pentingnya pemahaman seorang auditor tersebut, merupakan alasan modul Akuntansi Persediaan ini disusun. Modul ini penting untuk diajarkan pada Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Post Clearance Audit (DTSS PCA) agar para pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas sebagai auditor dapat melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai secara profesional. Secara umum, modul Akuntansi Persediaan ini disusun dalam empat kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama berkaitan dengan konsep dasar persediaan, baik pada perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur). Selanjutnya, pada kegiatan belajar kedua akan dijelaskan tentang prosedur akuntansi persediaan, yang meliputi sistem pencatatan persediaan dan asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan beberapa metode penentuan nilai persediaan. Pada kegiatan belajar ketiga, akan diuraikan tentang contoh-contoh sekaligus latihan dalam penentuan nilai persediaan yang meliputi metode periodik dan metode perpetual. Terakhir, pada kegiatan belajar keempat akan diuraikan tentang penentuan estimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

2. PRASYARAT KOMPETENSI

DTSS PCA dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kepada pegawai DJBC baik laki-laki maupun perempuan dalam melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Pegawai DJBC yang dapat mengikuti diklat ini adalah pelaksana pemeriksa lulusan Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip III Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip I tapi sudah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Kepabeanan dann Cukai I/II Kurikulum 2006/2007 atau DTSD Kepabeanan dan

DTSS Post Clearance Audit

2

Akuntansi PersediaanCukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi. Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional. Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan memahami modul ini.

3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Standar kompetensi.

Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian tersebut, maka standar kompetensi untuk para pembaca setelah mempelajari modul ini adalah diharapkan mampu menggunakan pengetahuan dan

ketrampilan yang terkait dalam Akuntansi Persediaan untuk menunjang kegiatan audit Kepabeanan dan Cukai.

Kompetensi Dasar.

Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah membaca modul ini peserta mampu : 1. Menjelaskan konsep dasar persediaan. 2. Menjelaskan prosedur akuntansi persediaan. 3. Menentukan nilai persediaan dengan metode periodik dan metode perpetual. 4. Mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

DTSS Post Clearance Audit

3

Akuntansi Persediaan4. RELEVANSI MODUL

Tugas seorang auditor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Proses audit tersebut dapat dilakukan dengan baik manakala para pegawai yang bertugas mempunyai bekal pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik dalam melaksanakan audit kepabeanan dan Cukai. Seorang auditor di bidang Kepabeanan dan Cukai harus mampu menelusuri perusahaan. Untuk dapat melaksanakan audit secara baik, pegawai yang bertugas sebagai auditor perlu dibekali dengan pemahaman konsep akuntansi persediaan yang meliputi antara lain pengertian persediaan, prosedur akuntansi persediaan, metode penghitungan persediaan, dan cara mengestimasi nilai persediaan. Berdasarkan uraian singkat tersebut terlihat keterkaitan yang erat antara modul Akuntansi Persediaan dengan ruang lingkup kerja auditor. Manfaat modul ini bagi peserta diklat adalah memberikan gambaran yang lengkap tentang pengelolaan persediaan dalam perusahaan sehingga dapat mendukung sekaligus menghitung nilai persediaan pada suatu

terciptanya seorang auditor Kepabeanan dan Cukai yang profesional.

DTSS Post Clearance Audit

4

Akuntansi Persediaan

B. KEGIATAN BELAJARKEGIATAN BELAJAR

1KONSEP DASAR AKUNTANSI PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan : 1. 2. 3. 4. Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan). Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan dan harga pokok barang yang dijual 5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan keuangan.

a. Uraian dan Contoh 1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan. Pada umumnya, persediaan merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu perusahaan sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk menjamin keakuratan laporan keuangan. Apabila nilai persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah saldo-saldo dari neraca seperti persediaan barang

dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal juga

DTSS Post Clearance Audit

5

Akuntansi Persediaantidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset: a) b) c) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut: a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya. b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi. Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain adalah kayu. c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi. Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.

DTSS Post Clearance Audit

6

Akuntansi Persediaand) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan meubelair. e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau kursi yang siap untuk dijual. Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang, sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.

2. Pengendalian Internal Persediaan.

Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk melindungi persediaan dari kerusakan, pencurian dari karyawan maupun dari pelanggan. Tujuan utama pengendalian internal adalah untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam laporan keuangan. Beberapa prosedur pengendalian

internal yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan atas persediaan antara lain adalah: a) Persediaan harus dihitung secara fisik. Perhitungan fisik persediaan dilakukan paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang digunakan. b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif mungkin.

DTSS Post Clearance Audit

7

Akuntansi Persediaanc) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan. d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada pencatatan persediaan. e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai tinggi. f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis. g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga menghindari terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana pada persediaan dan biaya penyimpanan. Sebagaimana telah disebutkan, penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya setiap tahun untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian. Hal ini perlu karena sistem akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Dengan penghitungan fisik persediaan maka kesalahan tersebut dapat dikoreksi sebelum dimasukkan dalam laporan keuangan. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan sama dengan perhitungan fisik. Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dengan pegawai yang menangani catatan akuntansi juga merupakan hal yang penting, karena petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk menutupi kecurangannya. Dengan adanya sistem persediaan yang

terkomputerisasi maka tingkat kesalahan dapat dikurangi sehingga jumlah persediaan tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.

3. Kepemilikan Persediaan

Barang apa saja yang dapat dimasukkan dalam persediaan perusahaan? Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar-benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Semua

DTSS Post Clearance Audit

8

Akuntansi Persediaanpersediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada tanggal perhitungan harus dimasukkan ke dalam laporan. Oleh karena itu, agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah suatu persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan atau tidak. Beberapa kondisi yang harus mendapat perhatian, antara lain:

a)

Barang dalam perjalanan (Goods in transit) Masalah yang sering timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah apakah barang tersebut sudah menjadi hak milik pembeli atau masih menjadi hak milik penjual. Untuk mengatasi hal ini, perlu diperhatikan syarat penyerahan barang yang sudah disepakati antara pembeli dan penjual, apakah Free On Board (FOB) Destination (Tempat Tujuan) atau FOB Shipping Point (Titik Pengiriman). FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti, hak kepemilikan beralih pada saat barang sudah diterima oleh pembeli, sehingga barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. Pada akhir tahun buku, pihak penjual harus memasukkan dalam persediaannya karena barang belum sampai tujuan (pembeli). FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli. Ini berarti, hak kepemilikan beralih pada titik pengiriman, sehingga pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Pada akhir tahun buku, pihak pembeli harus memasukkan dalam persediaannya walaupun pembeli belum menerima barangnya.

b)

Barang Konsinyasi Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual, tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang

DTSS Post Clearance Audit

9

Akuntansi Persediaankonsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya (pemasok) sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang-barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.

4. Penentuan Biaya Persediaan Sebagaimana telah dijelaskan di awal, persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya barang dagangan untuk perusahaan dagang dan bahan baku atau barang dalam proses untuk perusahaan industri. Begitupula dengan harga perolehan persediaan atau biaya persediaan, tergantung juga dengan jenis perusahaannya. Berdasarkan PSAK nomor 14, biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan persediaan. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di kurangkan dalam menentukan biaya pembelian. Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh untuk dijual kembali maka biaya persediaan termasuk didalamnya adalah harga pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak, dan biaya penyimpanan. Dalam hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari sebagian bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk memproduksi barang bersangkutan. Sedangkan, apabila persediaan adalah barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut. Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau

DTSS Post Clearance Audit

10

Akuntansi Persediaanmerupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik

perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar perusahaan. Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan. Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:Gambar 1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang Penjualan Persediaan Awal + Pembelian (-) Return Pembelian (-) Potongan Pembelian (=) Pembelian Bersih (=) Persediaan yang tersedia untuk dijual (-) Persediaan Akhir (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) Laba Kotor (-) Biaya-biaya usaha (=) Laba bersih sebelum pajak Pajak % (misalnya 35%) Laba bersih sesudah pajak 160.000.000 10.000.000 92.000.000 1.000.000 1.000.000 90.000.000 100.000.000 50.000.000 50.000.000 110.000.000 10.000.000 100.000.000 35.000.000 65.000.000

DTSS Post Clearance Audit

11

Akuntansi Persediaan

Gambar 1.2 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur Penjualan Harga Pokok Produksi: Bahan Langsung: Persediaan Awal + Pembelian (-) Return (=) Bahan yang tersedia untuk digunakan (-) Persediaan Akhir (=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan (+) Upah Langsung (+) Biaya Overhead Pabrik: Upah Tak Langsung Pengawasan Pabrik Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) Listrik & Energi Perlengkapan Pabrik Biaya Overhead Pabrik Lainnya (=) Total Biaya Overhead Pabrik (=) Total Biaya Pabrik (+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x = (-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) (+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x Harga Pokok barang tersedia untuk dijual (-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) Laba Kotor (-) Biaya-biaya usaha (=) Laba bersih sebelum pajak Pajak .% (misal 35%) Laba bersih sesudah pajak 1.674.500.000

82.875.000 240.250.000 54.000.000 269.125.000 108.250.000 184.570.000

75.000.000 60.000.000 82.500.000 48.000.000 53.000.000 25.000.000 343.500.000 688.945.000 54.000.000 742.945.000 43.750.000 699.195.000 88.860.000 788.055.000 91.500.000 696.555.000 977.945.000 274.950.000 702.995.000 246.048.250 456.946.750

Untuk memberikan deskripsi secara jelas perbedaan sekaligus keterkaitan mengenai biaya persediaan antara perusahaan dagang dan manufaktur Saudara dapat melihat gambar berikut ini.

DTSS Post Clearance Audit

12

Akuntansi Persediaan

Gambar 1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan

Perusahaan Dagang

Persediaan Barang DagangHarga pokok pembelian Harga pokok penjualan

Perusahaan Manufaktur

Bahan BakuBiaya bahan aktual Bahan yang digunakan

Harga pokok penjualan

Tenaga KerjaBiaya tenaga kerja aktual Tenaga kerja yang digunakan

Barang dalam prosesHarga pokok produksi

Barang Jadi

OverheadBiaya overhead aktual Overhead yang dibebankan

Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.

5.

Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan mengakibatkan kekeliruan penyajian saldo persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini disebabkan karena perhitungan fisik persediaan merupakan dasar bagi pembuatan jurnal penyesuaian untuk

DTSS Post Clearance Audit

13

Akuntansi Persediaanmencatat penciutan persediaan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan menimbulkan kekeliruan penyajian harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih pada laporan rugi laba. Selanjutnya, karena laba bersih ditambahkan (dimasukkan) ke modal pemilik pada akhir periode, maka ekuitas pemilik juga akan salah. Kesalahan pada modal pemilik ini akan setara dengan kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa dalam perhitungan fisik persediaan pada tanggal 31 Desember 2009, suatu perusahaan salah mencatat persediaan fisik sebesar Rp120.000.000,00 bukan Rp125.000.000,00. Akibatnya persediaan barang dagang, aktiva lancar, dan total aktiva yang dilaporkan dalam neraca per 31 Desember 2009 dinyatakan terlalu rendah sebesar Rp5.000.000,00

(Rp125.000.000 Rp120.000.000). Saudara dapat melihat secara jelas pengaruh kesalahan pencatatan persediaan tersebut terhadap laporan keuangan

perusahaan pada gambar beirikut ini:Gambar 1.4 Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi Jumlah Kesalahan Saji

NeracaPersediaan barang dagang ditetapkan lebih rendah Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah Total aktiva ditetapkan lebih rendah Ekuitas pemilik ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000) Rp(5.000.000) Rp(5.000.000) Rp(5.000.000)

Laporan laba rugiHarga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi Laba kotor ditetapkan lebih rendah Laba bersih ditetapkan lebih rendah Rp5.000.000 Rp(5.000.000) Rp(5.000.000)

Lalu,

bagaimana

apabila

perusahaan

salah

mencatat lebih

persediaan sebesar

Rp135.000.000,00

sehingga

persediaan

ditetapkan

tinggi

Rp5.000.000,00 (Rp125.000.000 Rp120.000.000). Dalam hal ini, maka pengaruh kesalahan pencatatan persediaan terhadap neraca dan laporan laba rugi merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan sebelumnya. Efek kesalahan di dalam menentukan kuantitas persediaan.

DTSS Post Clearance Audit

14

Akuntansi Persediaan

Laporan Keuangan

Jumlah yang seharusnya (contoh)

Dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya tidak merupakan persediaan akhir tahun Untuk barang Untuk barang yang salah yang benar dicatat tidak dicatat sebagai sebagai pembelian pembelian

Tidak dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya merupakan persediaan akhir tahun Untuk barang Untuk barang yang salah yang benar dicatat tidak dicatat sebagai sebagai pembelian pembelian

Laporan Laba Rugi Penjualan Persediaan Awal Pembelian Tersedia untuk di jual Persediaan akhir Harga barang dijual Laba kotor penjualan Neraca Aktiva Persediaan Jumlah Kewajiban & Ekuitas Hutang Dagang Laba Ditahan Jumlah

500.000 75.000 300.000 375.000 125.000 250.000

500.000 75.000 325.000 400.000 150.000 250.000

500.000 75.000 300.000 375.000 150.000 225.000

500.000 75.000 275.000 350.000 100.000 250.000

500.000 75.000 300.000 375.000 100.000 275.000

250.000

250.000

275.000

250.000

225.000

125.000 125.000

150.000 150.000

150.000 150.000

100.000 100.000

100.000 100.000

300.000 250.000 550.000

325.000 250.000 575.000

300.000 275.000 575.000

275.000 250.000 525.000

300.000 225.000 525.000

b. 1. 2.

Latihan 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK? Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh perusahaan!

DTSS Post Clearance Audit

15

Akuntansi Persediaan3. Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam kaitannya dengan status kepemilikan barang! 4. 5. Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan! Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data berikut ini.Persediaan, 1 Januari 2006: Barang Jadi Barang dalam proses Biaya-biaya produksi selain bahan baku: Upah langsung Biaya overhead pabrik: Upah tak langsung Pengawasan Pabrik Biaya penyusutan Listrik & energi Perlengkapan pabrik Biaya overhead pabrik lainya Persediaan, 31 Desember 2006: Barang Jadi Barang dalam proses Biaya-biaya usaha Penjualan selama tahun 2006 Pajak Penghasilan Badan adalah 40%. Rp. 8.860.000,Rp. 5.400.000,Rp. 18.457.000,Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 7.500.000,6.000.000,8.250.000,4.800.000,5.300.000,2.500.000,-

Rp. 9.150.000,Rp. 4.375.000,Rp. 27.495.000,Rp. 167.450.000,-

c.

Rangkuman

1. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, masih dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. 2. Jenis-jenis persediaan tergantung dengan jenis perusahaannya, yang meliputi barang dagangan, bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi. 3. Untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam laporan keuangan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas persediaan. 4. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat

pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.

DTSS Post Clearance Audit

16

Akuntansi Persediaan5. Dalam menentukan laba/rugi perusahaan, terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir. Proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

d.

Tes Formatif 1

Bagian 1 Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar. 1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah disebut..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari suatu produk disebut..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian, penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya.. a. Sebulan sekali b. Setahun sekali c. Dua kali setahun d. Dua tahun sekali 4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

DTSS Post Clearance Audit

17

Akuntansi Persediaanc. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi d. Dalam Laporan laba rugi, laba bersih ditetapkan lebih tinggi 5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah 6. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat... a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi 7. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi 8. Faktor yang menentukan kepemilikan persediaan bagi suatu perusahaan adalah a. Kepemilikan fisik persediaan yang bersangkutan b. Status Hukum c. Keputusan manajemen d. Status pembayaran (kas atau kredit) 9. Seandainya barang dikirimkan dengan syarat FOB destination (tempat tujuan), maka a. Penjual mempunyai hak kepemilikan sampai barang dikirimkan. b. Pembeli mempunyai hak kepemilikan barang ketika pihak jasa pengirim menerima barang dari penjual. c. Perusahaan transportasi memiliki hak kepemilikan barang ketika barang dalam proses pengiriman. d. Tidak ada satupun pihak yang memiliki hak kepemilikan sampai barang dikirimkan.

DTSS Post Clearance Audit

18

Akuntansi Persediaan10. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.000 pada akhir tahun. Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB destination. Termasuk dalam perhitungan fisik adalah barang konsinyasi sejumlah Rp 18.000.000 dari perusahaan lokal. Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009? a. Rp 490.000.000 b. Rp 514.000.000 c. Rp 496.000.000 d. Rp 472.000.000 11. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.00 pada akhir tahun. Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB shipping point dan barang konsinyasi di perusahaan lokal sejumlah Rp 18.000.000 Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009? a. Rp 532.000.000 b. Rp 484.000.000 c. Rp 448.000.000 d. Rp 496.000.000 12. Barang dalam perjalanan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember termasuk penjualan yang dibuat dengan syarat (1) FOB destination dan (2) FOB shipping point serta pembelian dengan syarat (3) FOB destination dan (4) FOB shipping point. Barang mana yang seharusnya dimasukkan dalam akun persediaan perusahaan tersebut pada tanggal December 31? a. (2) dan (3) b. (1) dan (4) c. (1) dan (3) d. (2) dan (4) 13. Dalam aktivitas jual beli suatu komoditas, sering terjadi apa yang disebut dengan Goods in transit. Masalah kepemilikannya sangat tergantung dari

DTSS Post Clearance Audit

19

Akuntansi Persediaanperjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut? a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli d. Semua salah 14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

Bagian 2 Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak. 1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember 2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009. 2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember 2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009. 3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai Rp30.500.000 dari PT Y.

DTSS Post Clearance Audit

20

Akuntansi Persediaan4. PT X telah memisahkan barang dagang senilai Rp 6.750.000 yang telah dibeli oleh salah seorang pelanggannya dan akan dikirimkan pada tanggal 3 Januari 2010. 5. Barang dagang yang telah dikirimkan PT X secara FOB shipping point pada tanggal 31 Desember 2009, telah diambil oleh perusahaan pengangkut pada pukul 23.52 WIB. 6. PT X telah mengirim barang dagang senilai Rp78.000.000 kepada para pengecer atas dasar konsinyasi. 7. PT X memiliki barang dagang di tangan senilai Rp18.750.000 yang telah terjual pada awal tahun, tetapi kemudian dikembalikan oleh pelanggan untuk diperbaiki (masih dalam masa garansi). 8. Tanggal 31 Desember 2009, PT X menerima barang dagang senilai Rp17.050.000 yang telah dikembalikan oleh para pelanggan karena salah barang. Barang pengganti akan dikirimkan tengah malam tanggal 3 Januari 2006. 9. Tanggal 21 Desember 2009, PT X membeli barang dagang senilai Rp21.000.000 atas dasar FOB Jakarta. Barang tersebut telah dikirimkan oleh pemasok tanggal 28 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal 31 Desember 2009. 10. Tanggal 27 Desember 2009, PT X membeli barang senilai Rp15.750.000 dari pemasok di Singapura. Barang tersebut telah dikirimkan dengan ketentuan FOB Singapura tanggal 30 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal 31 Desember 2009.

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

DTSS Post Clearance Audit

21

Akuntansi PersediaanApabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 % 81 % 71 % 61 % 0%

s.d s.d. s.d. s.d. s.d.

100 % 90,00 % 80,99 % 70,99 % 60 %

: : : : :

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit

22

Akuntansi Persediaan KEGIATAN BELAJAR

2PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAANIndikator keberhasilan :1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan persediaan 2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan

a. Uraian dan Contoh

1. Sistem Pencatatan Persediaan Prosedur akuntansi untuk pembelian dan penggunaan persediaan pada perusahaan tergantung dagang dengan maupun sistem perusahaan manufaktur yang

pencatatan

persediaan

digunakan pada perusahaan bersangkutan. Sistem pencatatan yang digunakan untuk menetapkan nilai persediaan akhir dan menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah sistem periodik (physical) dan sistem perpetual.

a) Sistem Periodik (physical) Adalah sistem pencatatan persediaan dimana pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir perusahaan. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan

DTSS Post Clearance Audit

23

Akuntansi Persediaanbarang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil. Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya seperti di toko retail. Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus melakukan stock opname (pemeriksaan fisik). Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu. Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu dalam melaksanakan stock opname. Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barangbarang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut, menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage). Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan. b) Sistem Perpetual Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengaturDTSS Post Clearance Audit

24

Akuntansi Persediaanpemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave). Secara umum, sistem perpetual memiliki karakteristik: Mencatat setiap mutasi persediaan. Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat. Memberikan tingkat pengendalian yang akurat. Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual dihitung dan dicatat pada debet akun Harga Pokok Penjualan. Pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai persediaan yang tinggi.

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat pembelian persediaan. Pada sistem pencatatan periodik, pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada akhir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Apabila perusahaan menggunakan sistem perpertual maka tidak diperlukan jurnal penyesuaian karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar. Perbedaan pencatatan akuntansi antara sistem periodik dengan sistem perpetual akan lebih terlihat jelas pada contoh transaksi dan jurnalnya berikut ini.

Tanggal 1 Maret 2009: dilakukan pembelian 1000 unit persediaan dengan harga Rp30.000 per unit. Sistem Perpetual:`Persediaan Kas/Hutang 30.000.000 30.000.000

Sistem Periodik:Pembelian Kas/Hutang 30.000.000 30.000.000

DTSS Post Clearance Audit

25

Akuntansi PersediaanPada sistem periodik, semua pembelian selama periode akuntansi dicatat pada akun Pembelian.

Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000 secara kredit. Sistem Perpetual:Piutang Dagang Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 10.000.000 10.000.000 6.000.000 6.000.000

Pada sistem perpetual, perubahan dalam akun persediaan dicatat sesudah setiap transaksi.

Sistem Periodik:Piutang Dagang Penjualan 10.000.000 10.000.000

Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode akuntansi.Persediaan Pembelian 24.000.000 24.000.000

Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli 200 unit yang dijual = 800 unit yang tersisa.

Nilai persediaan akhir= 800 unit x Rp 30.000 per unit = Rp 24.000.000Harga Pokok Penjualan Pembelian 6.000.000 6.000.000

Harga Pokok Penjualan: = Total Pembelian Saldo Akhir Persediaan = (1000 unit x Rp30.000 per unit) (800 unit x Rp30.000 per unit) = 30.000.000 24.000.000 = 6.000.000

DTSS Post Clearance Audit

26

Akuntansi Persediaan

Persediaan akhir dan harga pokok penjualan Persediaan akhir: Saldo awal persediaan + pembelian selama periode harga pokok penjualan = 0 + 30.000.000 6.000.000 = 24.000.000 Harga pokok penjualan: = saldo awal + pembelian selama periode persediaan akhir = 0 + 30.000.000 24.000.000 = 6.000.000

2. Asumsi-asumsi penentuan nilai persediaan

Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda dalam suatu periode. Dalam kasus semacam ini, pada saat barang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per unit agar jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat. Ada tiga asumsi arus biaya persediaan yang digunakan dalam bisnis. Masing-masing asumsi ini dihubungkan dengan satu metode perhitungan biaya persediaan, seperti yang ditunjukkan berikut ini:Asumsi arus biaya Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya. Last-in, first-out /LIFO (masuk terakhir, keluar pertama) Arus biaya adalah rata-rata dari biaya yang telah terjadi.

Metode Perhitungan Biaya Persediaan

First-in, first-out /FIFO (masuk pertama, keluar pertama)

Biaya rata-rata

Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan

DTSS Post Clearance Audit

27

Akuntansi Persediaanperpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata tertimbang. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa 3 unit barang x yang identik dibeli selama bulan Maret, dengan harga sebagai berikut:Tanggal Barang X 10 Maret Pembelian 18 Pembelian 24 Pembelian Total Biaya rata-rata per unit Unit 1 1 1 3 Biaya Rp9.000.000 13.000.000 14.000.000 36.000.000 12.000.000

Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tangal 30 Maret seharga Rp20.000.000 Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian pada tanggal tertentu, maka metode identifikasi khusus (spesific idetification method) dapat digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika unit yang dijual adalah adalah unit yang dibeli pada tanggal 18 Mei, maka biaya yang dibebankan ke unit tersebut adalah Rp 13.000.000 dan laba kotornya adalah Rp7.000.000 (Rp20.000.000-13.000.000). Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer sepeda motor misalnya, mungkin dapat menggunakan metode ini, karena setiap sepeda motor mempunyai nomor seri yang unik. Akan tetapi, untuk banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak dapat diidentifikasi secara terpisah, sehingga arus biaya harus ditentukan dengan menggunakan asumsi. Maksudnya, unit mana yang telah terjual dan unit mana yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.

b. Latihan 2

Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan? 2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan persediaan?

DTSS Post Clearance Audit

28

Akuntansi Persediaan3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik: pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit. 4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik: penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per unit. 5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh perusahaan!

c. Rangkuman 1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan perpetual. 2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi. 3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).

d. Tes Formatif 2 Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar. 1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah.... Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem periodik adalah.... a. Persediaan Kas b. Persediaan HutangDTSS Post Clearance Audit

a.

250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000

29

Akuntansi PersediaanPembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem perpetual adalah.... Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah.... Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem perpetual adalah.... a. b. c. d. Persediaan Kas Persediaan Hutang Pembelian Kas Pembelian Hutang 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 a. a. c.

DTSS Post Clearance Audit

30

Akuntansi Persediaan6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah.... Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah.... Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem periodik adalah.... Kas Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan b. Piutang Dagang Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan c. Kas Penjualan d. Piutang Dagang Penjualan 9. Apabila suatu persediaan dapat a. 250.000.000 250.000.000 xxx xxx 250.000.000 250.000.000 xxx xxx 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 diidentifikasi secara akurat dengan a. a.

pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang digunakan adalah a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rataDTSS Post Clearance Audit

31

Akuntansi Persediaand. Metode Last-in, First-out (LIFO) 10. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir.... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 11. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian yang paling awal.... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

12. Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 13. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 14. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan nilai persediaan yang mendekati harga pasar: a. Metode First-in, First-out (FIFO) b. Metode Last-in, First-out (LIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Semua benar 15. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan penilaian laba yang terlalu besar: a. Metode First-in, First-out (FIFO)

DTSS Post Clearance Audit

32

Akuntansi Persediaanb. Metode Last-in, First-out (LIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Semua benar

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 % 81 % 71 % 61 % 0%

s.d s.d. s.d. s.d. s.d.

100 % 90,00 % 80,99 % 70,99 % 60 %

: : : : :

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit

33

Akuntansi Persediaan

KEGIATAN BELAJAR

3PENENTUAN NILAI PERSEDIAANIndikator keberhasilan :1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik. 2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.

a. Uraian dan Contoh

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, maka hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan. Pada sistem periodik, metode penentuan nilai persediaan yang digunakan antara lain metode harga pokok spesifik, metode FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata. a) Metode Harga Pokok Spesifik Adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. Metode ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan

DTSS Post Clearance Audit

34

Akuntansi Persediaanharga beli yang sesungguhnya. Seringkali digunakan oleh perusahaan yang menjual barang dengan harga relatif mahal dan tingkat perputaran relatif kecil, seperti mobil, perhiasan, benda seni, atau rumah. Berikut ini ilustrasi penentuan biaya persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA, AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120 juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009 terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit. Jurnal untuk mencatat pembelian:Pembelian (Mobil AA) Pembelian (Mobil AB) Pembelian (Mobil AD) Kas 100.000.000 120.000.000 175.000.000 395.000.000

Jurnal untuk mencatat penjualan mobil AB:Piutang Dagang (Mobil AB) Sales 110.000.000 110.000.000

Penentuan persediaan akhir: Persediaan akhir terdiri dari mobil yang belum terjual yaitu mobil AA dan Mobil AD yang nilai belinya adalah: Rp. 120.000.000 + Rp. 175.000.000 = Rp. 295.000.000

Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.

b) Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang yang ada dalam persediaan berasal dari pembelian-pembelian sebelumnya yang dianggap telah dijual atau dikeluarkan. Berikut ini ilustrasi pemakaian metode FIFO dalam sistem persediaan periodik.

DTSS Post Clearance Audit

35

Akuntansi PersediaanUnit 200 300 400 100 1.000 Harga per unit Rp 9.000 10.000 11.000 12.000 Total Rp 1.800.000 3.000.000 4.400.000 1.200.000 Rp 10.400.000

1 Maret Persediaan 17 Maret Pembelian 13 September Pembelian 1 Desember Pembelian Tersedia untuk dijual selama tahun berjalan

Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa 300 unit belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok penjualan dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut:

Nilai persediaan 1 Maret Nilai pembelian persediaan 17 Maret Nilai pembelian persediaan 13 September Harga pokok penjualan:

Unit 200 300 200 700

Harga per unit Rp 9.000 10.000 11.000

Total Rp 1.800.000 3.000.000 2.200.000 Rp 7.000.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.000.000 dari Rp10.400.000 barang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai persediaan sebesar Rp 3.400.000 per 31 Desember. Persediaan sebesar Rp 3.400.000 terdiri atas harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud. Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan harga pokok penjualan selama tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.

DTSS Post Clearance Audit

36

Akuntansi PersediaanGambar 3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)

Pembelian

Barang yang tersedia untuk dijual

Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000 1 Maret 200 unit @ Rp 9.000 Rp 1.800.000 Rp 1.800.000 300 unit @ Rp 10.000 17 Maret 300 unit @ Rp 10.000 3.000.000 3.000.000

2.200.000 13 September 400 unit @ Rp 11.000 4.400.000 Rp 7.000.000

Persediaan Barang1 Desember 100 unit @ Rp 12.000 1.200.000 Rp 2.200.000

Rp 10.400.000

1.200.000

Rp 3.400.000

c) Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Berdasarkan data yang terdapat dalam contoh FIFO, harga pokok penjualan atas 700 unit persediaan ditentukan sebagai berikut:Nilai pembelian persediaan 1 Desember Nilai pembelian persediaan 13 September Nilai pembelian persediaan 17 Maret Harga pokok penjualan: Unit 100 400 200 700 Harga per unit Rp 12.000 11.000 10.000 Total Rp 1.200.000 4.400.000 2.000.000 Rp 7.600.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.600.000 dari Rp 10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual maka didapatkan Rp2.800.000 sebagai nilai persediaan 31 Desember. Persediaan sebesar Rp2.800.000 terdiri atas harga pokok paling awal untuk barang ini. Gambar 2

DTSS Post Clearance Audit

37

Akuntansi Persediaanmemperlihatkan hubungan antara harga pokok penjualan selama tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.Gambar 3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO)Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000

1 Maret 200 unit @ Rp 9.000

Rp 1.800.000100 unit @ Rp 10.000

Rp 1.800.000

17 Maret 300 unit @ Rp 10.000

1.000.000 3.000.000

Rp 2.800.000 13 September 400 unit @ Rp 11.000 4.400.000

Persediaan BarangRp 2.000.000

1 Desember 100 unit @ Rp 12.000

1.200.000 4.400.000 Rp 10.400.000 1.200.000

Rp 3.400.000

d) Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya, atau dengan rumus:

Biaya Rata-rata per unit =

( Persediaan Awal + Pembelian) Total Unit

Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit ditentukan sebagai berikut:

Biaya rata-rata per unit: Rp10.400.000/1.000 unit = Rp 10.400 Harga pokok penjualan: 700 unit x Rp 10.400 = Rp 7.280.000

DTSS Post Clearance Audit

38

Akuntansi PersediaanDengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp 7.280.000 dari Rp10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual, maka akan diperoleh nilai persediaan per 31 Desember sebesar Rp 3.120.000.

2.

Penentuan Nilai Persediaan Sistem Perpetual Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada

pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya. Untuk mempermudah perhitungan biaya secara perpetual maka

digunakan kartu-kartu persediaan untuk setiap nama persediaan yang dimiliki perusahaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap jenis persediaan yang dimiliki perusahaan. Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit Persediaan dan mengkredit Kas atau Hutang Usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan. Metode penilaian persediaan yang umumnya digunakan adalah metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata. Untuk mengilustrasikan masing-masing metode tersebut, digunakan data persediaan berikut ini.Nama Barang: XYZ 1 Maret Persediaan 13 Penjualan 17 Pembelian 22 Penjualan 28 Penjualan 30 Pembelian Unit 10 7 8 4 2 10 Harga per unit Rp 2000 2100

2200

a) Metode First-In, First-Out (FIFO) Sebagian besar perusahaan mengeluarkan persediaan sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama

DTSS Post Clearance Audit

39

Akuntansi Persediaandan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluawarsanya. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan persediaan. Metode FIFO akan memberikan hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui pengidentifikasian biaya khusus setiap barang yang dijual dan yang ada dalam persediaan. Berdasarkan data persediaan, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini. Kartu PersediaanNama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret 1 13 17 22 28 30 8 Rp2100 Rp16800 : PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7 Rp 2000 Rp 3 14000 3 8 3 2000 6000 1 2100 2100 7 2 2100 4200 5 5 10 : : : FIFO Persediaan Harga Total Per unit Rp2000 Rp20000 2000 6000 2000 2100 2100 2100 2100 2200 6000 16800 14700 10500 10500 22000

Saldo Rp20000 6000

22800 14700 10500 32500

10

2200

22000

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:13 Maret Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 21000 21000 14000 14000

13

Mencatat pembelian secara kredit:17 Persediaan Hutang Usaha 16800 16800

DTSS Post Clearance Audit

40

Akuntansi PersediaanMencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:22 22 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 12000 12000 8100 8100

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:28 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 6000 6000 4200 4200

28

Mencatat pembelian secara kredit:30 Persediaan Hutang Usaha 22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Penjualan tanggal 13 Maret: Penjualan tanggal 22 Maret: Penjualan tanggal 28 Maret Rp 21.000 Rp12.000 Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 14.000 Rp 8.100 Rp4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300

b) Metode Last-in, First-out (LIFO) Jika sebuah perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian

DTSS Post Clearance Audit

41

Akuntansi Persediaanpaling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini. Kartu PersediaanNama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret 1 13 17 22 28 30 : PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7 2000 14000 3 3 8 4 2100 8400 3 4 2 2100 4200 3 2 3 2 10 : : : LIFO Persediaan Harga Total Per unit 2000 20000 2000 6000 2000 6000 2100 16800 2000 6000 2100 8400 2000 6000 2100 4200 2000 6000 2100 4200 2200 22000

Saldo 20000 6000 22800 14400 6000

8

2100

16800

10

2200

22000

36400

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:13 Maret Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 21000 21000 14000 14000

13

Mencatat pembelian secara kredit:17 Persediaan Hutang Usaha 16800 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:22 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 12000 12000 8400 8400

22

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

DTSS Post Clearance Audit

42

Akuntansi Persediaan28 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 6000 6000 4200 4200

28

Mencatat pembelian secara kredit:30 Persediaan Hutang Usaha 22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Penjualan tanggal 13 Maret: Penjualan tanggal 22 Maret: Penjualan tanggal 28 Maret Rp 2.1000 Rp12.000 Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 14.000 Rp 8.400 Rp 4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600

c) Metode Biaya Rata-rata Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik penghitungan rata-rata ini dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average).

DTSS Post Clearance Audit

43

Akuntansi PersediaanKartu PersediaanNama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret 1 13 17 22 28 30 8 Rp2100 Rp16800 4 2 10 2200 22000 2073 2073 8292 4146 : PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7 Rp 2000 Rp 14000 3 11 7 5 15 : : : Average Persediaan Harga Total Saldo Per unit Rp 2000 Rp Rp 20000 20000 2000 6000 6000 2073 2073 2073 2158 22803 14511 10365 32370 22803 14511 10365 32370

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:13 Maret Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 21000 21000 14000 14000

13

Mencatat pembelian secara kredit:17 Persediaan Hutang Usaha 16800 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:22 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 12000 12000 8292 8292

22

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:28 Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan 6000 6000 4146 4146

28

DTSS Post Clearance Audit

44

Akuntansi PersediaanMencatat pembelian secara kredit:30 Persediaan Hutang Usaha 22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Penjualan tanggal 13 Maret: Penjualan tanggal 22 Maret: Penjualan tanggal 28 Maret Rp 21.000 Rp 12.000 Rp 6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 14.000 Rp 8.292 Rp 4.146

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438

Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan manufaktur. PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang XYZ untuk dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama Tahun 2009. Soal: a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut:Januari Maret April Mei Juli Agustus Oktober November Unit 250 400 230 200 170 410 300 380 Harga per unit 10.000 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500

DTSS Post Clearance Audit

45

Akuntansi Persediaan

b. Data pengeluaran bahan baku ke bagian produksi untuk diproses adalah sebagai berikut:Unit 320 210 360 340 450 500

Februari April Juni Juli Oktober Desember

c. Data tambahan yang terjadi selama Tahun 2009, sebagai berikut: Pada akhir bulan Desember sebanyak 350 unit dengan harga Rp. 22.000,per unit-nya, masih dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan syarat FOB Destination Point. Pembelian bahan baku pada bulan Maret, ada sebagian yang tidak sesuai pesanan sehingga pada awal bulan berikutnya dikembalikan sebanyak 210 unit. Di akhir periode dilakukan stock opname dan hasilnya adalah sebanyak 190 unit bahan baku yang masih tersisa di gudang. Diketahui pula Laporan Rugi Laba Tahun 2008, Saldo Persediaan akhir per tanggal 31 Desember 2008 adalah sebanyak 240 unit dengan total nilai sebesar Rp. 2.160.000.

Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya, jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan: a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik. b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan membuat kartu persediaan.

Jawaban: Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan datadata yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini:Bulan Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah

DTSS Post Clearance Audit

46

Akuntansi PersediaanSaldo Awal Pembelian Produksi Pembelian Retur Produksi Pembelian Pembelian Produksi Pembelian Produksi Pembelian Pembelian Produksi Pembelian Produksi 240 250 320 400 210 210 230 200 360 170 340 410 300 450 380 500 Rp 9.000 10.000 12.500 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500 Rp 2.160.000 Rp 2.500.000 5.000.000 2.625.000 3.220.000 3.000.000 2.720.000 7.380.000 6.000.000 8.170.000

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober Nopember Desember

Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit 190 unit). a. Periodik FIFO Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:Transaksi Saldo Awal Pembelian Januari Pembelian Maret Pembelian April Pembelian Mei Pembelian Juli Pembelian Agustus Pembelian Oktober Pembelian Nopember Total Unit 240 250 190 230 200 170 410 300 190 2.180 Harga Satuan 9.000 10.000 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500 Jumlah 2.160.000 2.500.000 2.375.000 3.220.000 3.000.000 2.720.000 7.380.000 6.000.000 4.085.000 33.440.000

Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir, terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:

DTSS Post Clearance Audit

47

Akuntansi PersediaanTransaksi Saldo Awal Pembelian Januari Pembelian Maret Retur Maret Pembelian April Pembelian Mei Pembelian Juli Pembelian Agustus Pembelian Oktober Pembelian Nopember Total Unit 240 250 400 (190) 230 200 170 410 300 380 2.370 Harga Satuan 9.000 10.000 12.500 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500 Jumlah 2.160.000 2.500.000 5.000.000 (2.625.000) 3.220.000 3.000.000 2.720.000 7.380.000 6.000.000 4.085.000 37.525.000

Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.

b. Periodik LIFO Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:Transaksi Pembelian Nopember Pembelian Oktober Pembelian Agustus Pembelian Juli Pembelian Mei Pembelian April Pembelian Maret Pembelian Januari Saldo Awal Total Unit 380 300 410 170 200 230 190 250 240 2.180 Harga Satuan 21.500 20.000 18.000 16.000 15.000 14.000 12.500 10.000 9.000 Jumlah 8.170.000 6.000.000 7.380.000 2.720.000 3.000.000 3.220.000 2.375.000 2.500.000 2.160.000 35.815.000

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi senilai Rp 35.815.000. Dengan menggunakan perhitungan bahan baku yang siap digunakan untuk produksi sebelumnya, maka jumlah persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp 35.815.000) yaitu Rp 1.710.000.

DTSS Post Clearance Audit

48

Akuntansi Persediaanc. Periodik Average Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940 (Rp15.833 x 2.180 unit).

d. Perpetual FIFO Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.Tanggal 2009 Saldo Januari Pebruari Maret April 230 Mei 200 14.000 15.000 3.220.000 3.000.000 190 12.500 2.375.000 170 40 10.000 12.500 1.700.000 500.000 150 230 150 230 200 150 210 170 16.000 2.720.000 20 200 120 Agustus Oktober 410 300 18.000 20.000 7.380.000 6.000.000 50 400 November 380 21.500 8.170.000 16.000 18.000 800.000 7.200.000 10 300 10 300 380 18.000 20.000 18.000 20.000 21.500 180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000 14.000 15.000 16.000 280.000 3.000.000 1.920.000 12.500 1.875.000 2.940.000 20 200 12.500 14.000 12.500 14.000 15.000 14.000 15.000 1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000 280.000 3.000.000 5.095.000 Unit Pembelian Harga Per unit 10.000 Total Unit Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit Unit 240 240 250 240 80 9.000 10.000 2.160.000 800.000 170 170 190 Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000 10.000 10.000 12.500 1.700.000 1.700.000 2.375.000 1.700.000 4.075.000

250

2.500.000

8.095.000

Juni

3.280.000

Juli

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

Desember

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

190

21.500

4.085.000

DTSS Post Clearance Audit

49

Akuntansi Persediaan

Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.

e. Perpetual LIFO Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.Tanggal 2009 Saldo Januari Pebruari Maret April 230 Mei 200 14.000 15.000 3.220.000 3.000.000 190 12.500 2.375.000 170 40 10.000 12.500 1.700.000 500.000 150 230 150 230 200 150 210 170 16.000 2.720.000 20 200 120 Agustus Oktober 410 300 18.000 20.000 7.380.000 6.000.000 50 400 November 380 21.500 8.170.000 16.000 18.000 800.000 7.200.000 10 300 10 300 380 18.000 20.000 18.000 20.000 21.500 180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000 14.000 15.000 16.000 280.000 3.000.000 1.920.000 12.500 1.875.000 2.940.000 20 200 12.500 14.000 12.500 14.000 15.000 14.000 15.000 1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000 280.000 3.000.000 5.095.000 Unit Pembelian Harga Per unit 10.000 Total Unit Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit Unit 240 240 250 240 80 9.000 10.000 2.160.000 800.000 170 170 190 Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000 10.000 10.000 12.500 1.700.000 1.700.000 2.375.000 1.700.000 4.075.000

250

2.500.000

8.095.000

Juni

3.280.000

Juli

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

Desember

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

190

21.500

4.085.000

DTSS Post Clearance Audit

50

Akuntansi Persediaan

f. Perpetual Average Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.Tanggal 2009 Saldo Januari Pebruari Maret April 230 Mei 200 14.000 15.000 3.220.000 3.000.000 190 12.500 2.375.000 170 40 10.000 12.500 1.700.000 500.000 150 230 150 230 200 150 210 170 16.000 2.720.000 20 200 120 Agustus Oktober 410 300 18.000 20.000 7.380.000 6.000.000 50 400 November 380 21.500 8.170.000 16.000 18.000 800.000 7.200.000 10 300 10 300 380 18.000 20.000 18.000 20.000 21.500 180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000 14.000 15.000 16.000 280.000 3.000.000 1.920.000 12.500 1.875.000 2.940.000 20 200 12.500 14.000 12.500 14.000 15.000 14.000 15.000 1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000 280.000 3.000.000 5.095.000 Unit Pembelian Harga Per unit 10.000 Total Unit Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit Unit 240 240 250 240 80 9.000 10.000 2.160.000 800.000 170 170 190 Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000 10.000 10.000 12.500 1.700.000 1.700.000 2.375.000 1.700.000 4.075.000

250

2.500.000

8.095.000

Juni

3.280.000

Juli

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

Desember

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

190

21.500

4.085.000

3.

Perbandingan Metode Penilaian

Seperti telah diilustrasikan, ketiga metode perhitungan biaya persediaan masingmasing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Apabila biaya per unit cenderung stabil dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil yang sama. Namun, karena harga selalu berubah, ketiga metode tersebut akan

DTSS Post Clearance Audit

51

Akuntansi Persediaanmenghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan akhir. Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp 15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap metode apabila harga naik:Laporan Laba Rugi Sebagian FIFO Biaya Rata-rata Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 1.800.000 8.600.000 10.400.000 3.400.000 7.000.000 8.000.000 - Persediaan akhir tertinggi - Harga pokok penjualan terendah. - Laba kotor tertingi 1.800.000 8.600.000 10.400.000 3.120.000 7.280.000 7.720.000 Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO LIFO Rp 15.000.000 1.800.000 8.600.000 10.400.000 2.800.000 7.600.000 7.400.000 - Persediaan akhir terendah - Harga pokok penjualan tertinggi - Laba kotor terendah

Penjualan Bersih Harga pokok penjualan: Persediaan awal Pembelian Barang tersedia dijual Dikurangi persediaan akhir Harga pokok penjualan Laba kotor Ringkasan pengaruh ketiga metode

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok Seperti telah di bahas sebelumnya, biaya merupakan dasar utama untuk penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai selain dari biaya. Dua situasi semacam itu muncul apabila (1) biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2) persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, using, perubahan gaya, atau penyebab lainnya.

1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar

DTSS Post Clearance Audit

52

Akuntansi PersediaanJika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripara biaya pembeliannya maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower-of-cost-or-market-LCM method) digunakan untuk menilai p