47020526 atonia uteri
DESCRIPTION
lapkas atonia uteriTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Angka kematian ibu (AKI) di defenisikan sebagai jumlah kematian
maternal selama satu tahun dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia tertinggi di ASEAN, sebesar 307/100.000 kelahiran
hidup(Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI 2002 – 2003), artinya lebih
dari18.000 ibu tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal oleh sebab yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan Nifas (Rukmini, 2007).
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor–
faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosial
ekonomi.Penyebab komplikasi obstetrik langsung telah banyak diketahui dan
dapat ditangani meskipun pencegahannya terbukti sulit. Menurut SKRT 2001
penyebabobstetrik langsung sebesar 90% sebagian besar perdarahan postpartum
karena atonia uteri (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%) (Rukmini, 2007).
Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, atonia uteri
menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam
24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).
Atonia uteri adalah kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas plasenta menjadi idak
terkendali (Apri, 2007).
Atonia uteri merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu
setelah proses persalinan bayi dan plasenta, dimana atonia uteri terjadi pada
1
sekitar 80-90% kasus perdarahan postpartum dan terjadi pada sekitar 2-5%
persalinan pervaginam.
Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam
dan kondisi ini tidak dapat di kenali sampai terjadi syok. Penilaian resiko pada
saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan
pascapersalinan.di lakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat
menurunkan insidens perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (Azwar, 2004).
Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak
dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat
(Manuaba & APN).
Perdarahan Atonia Uteri terjadi bila uterus atonik dan tidak mampu
berkontraksi dengan baik setelah kelahiran (Vicky, 2006).
2.2 Epidemiologi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk di R.S. Pirngadi Medan adalah
5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di
negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
2.3 Penyebab
Penyebab atonia uteri adalah :
Plasenta yang baru lepas sebagian.
Tertinggalnya sisa plasenta atau selaput ketuban.
Persalinan yang terlalu cepat (partus presipitatus).
Persalinan lama sehingga terjadi inersia uteri.
Polihidramnion atau kehamilan kembar sehingga terjadi peregangan yang
berlebihan pada otot uterus.
Plasenta previa.
3
Solusio plasenta.
Pemberian anastesi umum.
Penatalaksanaan yang salah pada persalinan kala tiga.
Kandung kemih yang penuh.
Penyebab lain yang tidak diketahui.
1. Plasenta yang baru lepas sebagian
Bila seluruh bagian plasenta masih melekat, maka biasanya tidak terjadi
perdarahan. Tetapi,bila sebagian plasenta sudah terlepas, maka akan terjadi
robekan pada sinus–sinus maternalais, sedangkan sebagian plasenta yang
masih melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi dari otot –otot
uterus. Karena itu kondisi ini akan menyebabkan perdarahan.
2. Tertinggalnya selaput ketuban atau selaput ketuban
Akan mengganggu aktivitas otot–otot uterus untuk dapat berkontraksi dan
beretraksi secara efisien sehingga perdarahan terus terjadi.
3. Persalinan yang terlalu cepat (partus presipitatus)
Bila uterus sudah berkontraksi terlalu kuat dan terus –menerus selama kala
satu dan kala dua persalinan (kontraksi yang hipertonik) , maka otot –otot
uterus akan kekurangan kemamouannya untuk beretraksi setelah bayi
lahir.
4. Persalinan Lama
Dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan pada otot –
otot uterus.
4
5. Polihidramnion atau kehamilan kembar
Pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga kontraksi
setelah kelahiran bayi akan menjadi tidak efisien.
6. Plasenta previa
Pada lapisan plasenta previa, maka sebagian tempat melekatnya plasenta
adalah segmen bawah uterus, di man lapisan ototnya amat tipis dan hanya
mengandung sedikit serat otot oblik.
7. Solusio plasenta
Bila terjadi solusio plasenta, maka darah di dalam rongga uterus dapat
meresap di antara serat – serat otot uterus dan mengakibatkan kontraksi
uterus menjadi tidak efektif .Solusio plasenta yang berat dapat
mengakibatkan uterus couvelaire.
8. Anastesi umum
Beberapa otot anastesi merupakan relaksan otot yang amat kuat , misalnya
halotan dan siklopropan.
9. Penanganan yang salah pada kala tiga
Merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan pospartum.
Kebiasaan melakukan rangsangan yang berlebihan pada daerah fundus
atau manipulasi pada uterus, dapat menimbulkan terjadiny kontraksi yang
tidak teratur (aritmik) sehingga hanya sebagian saja plasenta yang terlepas
dan hilangnya kemampuan uterus untuk beretraksi.
5
10. Kandung kemih yang penuh
Bila kandung kemih penuh, maka letaknya yang berdekatan dengan
rongga abdomen pada akhir kala dua, akan mempengaruhi kontraksi dan
retraksi uterus. Kandung kemih yang penuh juga dapat menyebabkan
kesalahan dalam menatalaksana persalinan kala tiga karena kesulitan
menilai uterus.
11. Penyebab lain yang belum diketehui
Pada kasus atonia uteri mungkin saja tidak didapatkan kondisi –kondisi
seperti di atas sehingga faktor penyebabnya tidak di ketahui
(Cunningham, 2005).
2.4 Gambaran Klinis
Perdarahan atonia dapat terjadi dalam kala III maupun dalam kala IV,
dengan gejala :
Perdarahan aktif pervaginam segera setelah melahirkan
Konsistensi rahim besar dan lunak
Tidak ada kontraksi uterus
Tanda-tanda shock
Darah berwarna merah tua karena berasal dari vena
Namun perlu diperhatikan bahwa kemungkinan adanya sisa plasenta
yang tertinggal atau laserasi pada serviks dan vagina harus telah
disingkirkan (Cunningham, 2005).
6
2.5 Diagnosa
1. Data subjektif
Perdarahan pervaginam
Riwayat penyakit dahulu: riwayat kelainan perdarahan memberi kesan
adanya kaitan dengan adanya kelainan koagulasi.
2. Data objektif
Pemeriksaan umum: takikardi dan hipotensi menunjukkan hipovolemia
karena kehilangan darah yang banyak.
Pemeriksaan abdomen: pemeriksaan fundus uteri (mmanuaba, 2001).
2.6 Diagnosa banding
1. Laserasi traktus genitalis
2. Plasenta atau tertahannya ketuban in utero
3. Plasenta akreta
4. Ruptur uteri
5. Inversio uteri
6. Kelainan koagulasi (Sarwono, 2002).
7
Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri segera lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi, katerisasi kandung kemih menggunakan teknik aseptik.Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal.Kelurkan tangan perlahan-lahan.berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi).pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml ringer laktat + 20 eksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin. Ulangi KBI.
Rujuk segera.Dampingi ibu ke tempat rujukan ]Lanjutkan infus ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 infus. Kemudian berikan 125 ml. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 ml kedua dengan perlahan dan berikan minuman untuk rehidrasi.
UterusBerkontraksi
UterusBerkontraksi
UterusBerkontraksi
Tidak
Tidak
Tidak
Evaluasi rutin. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahitan atau rujuk segera (Lampiran A-5)
Teruskan KBI selama 2 menit.Keluarkan tangan perlahan-lahan.Pantau kala empat dengan ketat
Pantau ibu dengan seksama selama kala empat persalinan Ya
Ya
Ya
2.7 Penatalaksanaan
8
Lakukan pemijan/masase uterus melalui dinding abdomen.
1. Berikan obat–obat yang dapat menimbulkan kontraksi uterus seperti oksitosin
dan atau pemberian obat–obat golongan merthergin secar intravena atau
intramuskuler.
2. Segera lakukan KBI
Pakai sarung tangan disinfektan tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
memasukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari ) ke
introitus dan vagina ibu.
Periksa vagina dan servi, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh .
Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan
kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
Gambar : KBI
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam uterus dan
juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
9
Evaluasi keberhasilan :
i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama dua menit, kemudian perlahn –lahan keluarkan
tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara ketat selama kala
empat.
ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perinium, vagina dan serviks apakah terjadi lasrasi di bagian tersebut.
Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.
iii. Jika kontraksi uetrus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan KBE,kemudian teruskan langkah – langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya.
Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
3. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan mengakibatkan tekanan darah
lebih tinggi dari kondisi normal.
4. Menggunakan jarum berdiameter besar ( ukuran 16 atua 18), pasang infus dan
berikan 500 ml larutan RL yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan : Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan
IV secara cepat ,dan dapat langsung digunakan jika ibu memerlukan
transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Rlakan membantu mengganti volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
10
5. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI.
Alasan : KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
dapat membantu membuat uterus berkontraksi.
6. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan. Berarti ini bukan atonia uteri sederhana.Ibu membutuhkan perawatan
gawat –darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan bedah
dan transfusi darah.
Tekhnik Melakukan KBE:
1. Letak kan tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korvus uteri) ,
usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi
pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus diantara kedua
tangan tersebut. Ini akan membantu uterus untuk berkontraksi dan menekan
pembuluh darah uterus.
Gambar : Kompresi bimanual eksterna
11
Tekhnik Melakukan Kompresi Aorta Abdominalis:
Kompresi manual pada aorta hanya dilakukan pada
perdarahan hebat. Kompresi aorta hanya boleh dilakukan
pada keadaan darurat.
1. Raba pulpasi arteri femoralis pada lipatan paha.
2. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung
jari telunjuk hingga kelingking pada umbilikus ke
arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.
3. Dengan tangan yang lain ,raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui
cukup tidaknya kompresi:
Jika pulsasi masih teraba , artinya tekanan kompresi masih belum cukup.
Jika kepalan mencapai aorta abdominalis , maka pulsasi arteri femoralis
akan berkurang /terhenti.
4. Jika perdarahan pervaginam berhenti , pertahankan posisi tersebut dan
pemijatan uterus (dengan bantuan asisten )hingga uterus berkontraksi dengan
baik.
5. Jika perdarahan masih berlanjut:
Lakukan ligasi arteri uterina dan utero- ovarikal
Berikan antiotika dosis tunggal.
Berikan cairan infus Ringer laktat atau larutan NaCl 0,9%.
Laparatomi
Lakukan insisi vertikal pada linea alba dari umilikus sampai kubis.
12
Lakukan insisi vertikal 2-3 cm pada fasia.
Lanjutkan insisi keatas dan ke bawah dengan gunting.
Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan
atau gunting.
Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan. Jaga agar jangan
melukai kandung kemih.
Pasang retraktor kandung kemih.
Tarik uterus keluar sampai terlihat ligamentum latum.
Raba dan rasakan denyut arteri uterina pada perbatasan serviks dan
segmen bawah rahim.
Pakai jarum besar dengan benang catgut kromik 0 atau (poliglikolik)
dan buat jahitan sedalam 2-3 cm pada dua tempat. Lakukan ikatan
dengan simpul kunci.
Tempatkan jahitan sedekat mungkin dengan uterus, karena ureter
hanya 1 cm lateral terhadap arteri uterina.
Lakukan yang sama pada sisi lateral yang lain.
Jika arteri tekena, jepit dan ikat sampai perdarahan berhenti.
Lakukan pula pelikatan arteri utero ovarika, yaitu dengan melakukan
dengan peningkatan pada satu jari atau 2 cm lateral bawah tangkal
ligamentum. Suspensorium ovari kiri dan kanan agar upaya
hemostatis berlangsung efektif.
Lakukan pada sisi yang lain.
Observasi perdarahan dan pembentukan hematoma.
13
Jahit kembali dinding perut setelah yakin tidak ada perdarahan lagi dan
tidak ada trauma pada vesika urinaria.
Pasang drain abdomen.
Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan benang kromik
(poliglikolik)
Gambar : Ligasi Arteri Uterina
Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan
jahit dengan benang catgut 0 (poliglikolik) atau secara longgar. Kulit
dijahit setelah infeksi hilang.
Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, Tutup luka dengan kasa steril.
Jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal.
1. Memisahkan adneksa dari uterus
Angkat uterus ke luar abdomen dan secara perlahan tarik untuk
menjaga traksi.
Klem 2 kali dan potong ligamentum rotundum dengan gunting. Klem
dan potong pedikel, tetapi ikat setelah arteri uterina diamankan untuk
menghemat waktu.
14
Gambar : Pemisahan ligamentum rotundum
Dari ujung ptongan ligamentum rotundum, buka sisi depan. Lakukan
insisi sampai:
Satu titik tempat peritoneum kandung kemih bersatu dengan
permukaan uterus bagian bawah digaris tengah.
Peritoneum yang diinsisi pada seksio sesaria.
Gunakan dua jari untuk mendorong bagian belakang ligamentum
rotundum ke depan, di bawah tuba dan ovarium, di dekat pinggir
uterus. Buatlah lubang seukuran jari pada ligamentum rotundum
dengan menggunakan gunting. Lakukan klem 2 kali dan potong tuba,
ligamentum ovarium dan ligamentum rotundum melalui lubang pada
ligamentum rotundum.
15
Gambar : Pemisahan tuba dan ligamentum ovarika
Pisahkan sisi belakang ligamentum rotundum ke arah bawah, ke arah
ligamentum sakrouterina, dengan menggunakan gunting.
2. Membebaskan kandung kemih
Raih ujung flap kandung kemih dengan forseps atau dengan klem
kecil. Gunakan jari atau gunting, pisahkan kandung kemih ke bawah
dengan segmen bawah uterus.
Arahkan tekanan ke bawah tetapi ke dalam menuju serviks dan
segmen bawah uterus.
3. Mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah uterus
Cari lokasi arteri dan vena uterina pada setiap sisi uterus. Rasakan
perbatasan uterus dengan serviks.
Lakukan klem 2 kali dalam pembuluh darah uterus denga sudut 900
C pada setiapsisi serviks. Potong dan lakukan pengikatan dua kali
dengan catgut kromik 0 atau poliglikolik.
16
Periksa dengan seksama untuk mencari adanya perdarahan. Jika uteri
uterina diikat dengan baik, perdarahan akan berhenti dan uterus
terlihat pucat.
Gambar : Pemisahan pembuluh darah uterus
Kembali ke pedikel ligamentum rotundum dan ligamentum
tuboovarika yang di klem dan ligasi dengan catgut kromik 0.
4. Amputasi korpus uterus
Amputasi uterus setinggi ligasi arteri uterina dengan menggunakan
gunting.
Gambar : Garis amputasi uterus
17
5. Menutup tunggul serviks
Tutup tunggul (stamp) serviks dengan jahitan terputus dengan
menggunakan catgut kromik ukuran 2-0 atau 3-0.
Periksalah secara seksama tunggul serviks, ujung ligamentum
rotundum dan struktur lain pada dasar pelvis untuk mencari adanya
perdarahan.
Jika terjadi perdarahan kecil atau dicurigai adanya gangguan
pembekuan, letakkan drain melalui dinding abdomen.
Pastikan tidak terdapat perdarahan, buang bekuan dengan kasa.
Pada semua kasus, periksalah adanya permukaan pada kandung
kemih. Jika terdapat permukaan pada kandung kemih, perbaiki luka
tersebut.
Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi, dekatkan jaringan subkutan dengan
longgar dan jahit longgar dengan catgut. Tutup kulit dengan
penutupan lambat setelah infeksi sembuh.
Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutuplah kulit dengan jahitan
matras vertikal dengan benang nilon 3-0 dan tutup dengan pembalut
steril.
Prosedur Alternatif
Pada kondisi di mana rujukan tidak memungkinkan dan semua upaya
menghentikan perdarahan tiodak berhasil maka alternatif yang mungkin dapat
dilakukan adalah pemasangan tampon utero-vaginal.
18
Pemasangan tampon uterovagina
1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding depan dan belakang serviks
dipegang dengan ring tang, kemudian tampon dimasukkan dengan
menggunakan tampon yang melalui serviks sampai ke fundus uteri. Tampon
yang ditarik beberapa cm, dan kemudian memegang lagi tampon dan
didorong ke fundus uteri. Hal ini diulangi berkali-kali sampai tangan asisten
berada di fundus uteri.
Gambar : Cara pemasangan tampon uterovaginalis
2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemasangan tampon ini,
pemasangan tampon tidak boleh diulangi, dan segera harus dilakukan
laparotomi untuk melakukan histerektomi ataupun ligasi arteria hipogastrika
(Taber, 2002).
2.8 Pencegahan
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U
IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
19
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat
tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin
mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat
dari Ergometrin yaitu 5-15 menit (Manuaba, 2001).
2.9 Komplikasi
Komplikasi karena kehilangan darah yang banyak adalah syok
hipovolumik disertai dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Taber, 2002).
2.10 Prognosis
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal
akibat perdarahannya, sekalipun unuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi
(Taber, 2002).
20
BAB III
KESIMPULAN
Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan
retraksi normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri.
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor
predisposisi seperti overdistention uterus, umur, multipara, salah pimpinan kala
III, penggunaan oksitosin berlebih, riwayat perdarahan, persalinan yang cepat,
kelainan plasenta serta penyakit sekunder maternal, dan lain-lain.
Tanda dan gejala atonia uteri adalah perdarahan pervaginam, konsistensi
rahim lunak, fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir dan perdarahan
masih aktif dan banyaknya 500 – 1.000 cc, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga
secara aktif.
Atonia uteri dapat ditangani dengan menegakkan diagnosis kemudian
memberi tindakan masase uterus, kompresi bimanual, pemberian oktsitosin, dan
memasang infus. Jika tindakan berhasil atau perdarahan terkontrol maka tranfusi
darah dan rawat lanjut dengan okservasi ketat. Jika perdarahan masih
berlangsung lakukan transisi darah dan histerektomi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul, Bari Saefuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
2. Cunningham, et al. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
3. Departemen Kesehatan RI. 2004. Buku Acuan Pelatihan Persalinan
Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan.
4. Manuaba. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
5. Pusat Pendidikan Tenaga . 1996. Buku IV Kedaruratan Pospartum.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
6. Sarwono Prawiroharjo. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
7. Sarwono, Prawiroharjo. 2002. Buku Acuan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
8. Taber, Ben-zion. 2002. Kapita Selekta kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : EGC.
9. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
22
23
24