46147651-hipertensi.pdf

Upload: stephanie-dian-tanjung

Post on 10-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    1/61

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 TINJAUAN TENTANG HIPERTENSI

    2.1.1Definisi Tekanan DarahTekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk mengedarkan darah

    dalam pembuluh darah dalam tubuh. Jantung yang berperan sebagai pompa otot

    mensuplai tekanan tersebut untuk menggerakan darah dan juga mengedarkan

    darah diseluruh tubuh. Pembuluh darah (dalam hal ini arteri) memiliki dinding-

    dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran darah.

    Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem peredaran darah, bahkan detak jantung

    (Gardner, 2007).

    Menurut Shankie (2001) tekanan darah (blood presure, TD) adalah tekanan

    yang dilakukan darah atas dinding pembuluh darah. Besaran yang dipakai dalam

    pengukuran dengan mercury sphygnomanometer yaitu tekanan darah sistolik

    (SBP) dan diastolik (DBP).

    2.1.2 Definisi HipertensiHipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung

    dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    2/61

    Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection,

    Evaluation and Treatment of The Blood Pressure(2004) dikatakan hipertensi jika

    tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau

    peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90

    mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil

    pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.

    2.1.3Epidemiologi HipertensiHipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum

    terjadi. Data dari National Health and Nutrition Examination (NHANES)

    menunjukkan bahwa 50 juta atau bahkan lebih penduduk Amerika mengalami

    tekanan darah tinggi. Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin

    mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi

    setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al, 2004).

    Dalam suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita

    dengan risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh

    pria daripada wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun,

    prevalensi hipertensi menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan

    pada penderita wanita prevalensi hipertensi akan meningkat seiring dengan

    meningkatnya usia, hanya sekitar 3% sampai 4 % wanita pada umur 35 tahun

    yang menderita hipertensi, sementara >75% wanita menderita hipertensi pada

    umur 75 tahun (Frazier et.al, 2006).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    3/61

    Gambar 2.1 Distribusi Umur versus Hipertensi Pada Penderita Wanita dan

    Pria dengan Risiko Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner

    di Amerika Serikat

    Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi.

    Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di

    Indonesia adalah 8,3%. Sedangkan dari survei faktor risiko penyakit

    kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka

    prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria

    adalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada tahun 2000.

    Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara

    15%-20% (www.dinkes.go.id).Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu-pertiga mencapai

    target darah yang optimal/normal. Di Indonesia belum ada data nasional namun,

    pada studi MONICA 2000 di daerah perkotaan Jakarta dan FKUI 2000-2003 di

    daerah lido pedesaan kecamatan cijeruk memperlihatkan kasus hipertensi derajat

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    4/61

    II (berdasarkan JNC VII) sebesar 20,9%. Dimana hanya sebagian kecil yang

    menjalani pengobatan yaitu 13.3%. Jadi di indonesia masih sedikit sekali yang

    menjalani pengobatan (www.id.inaheart.or.id).

    2.1.4 Klasifikasi Hipertensi2.1.4.1Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya

    Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,

    Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan

    baru untuk klasifikasi tekanan darah,

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    5/61

    Tabel.2.1 Klasifikasi Hipertensi

    TEKANAN ( mmHg)KLASIFIKASI

    SISTOL DIASTOL

    Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

    PRE-HIPERTENSI 120-139 mmHg 80 89 mmHg

    HIPERTENSI :

    Stadium 1 140 159 mmHg 90 99 mmHg

    Stadium 2 > 160 mmHg > 100 mmHg

    (Chobanian et.al, 2004).

    2.1.4.2Berdasarkan EtiologinyaHipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

    A. Hipertensi Primer atau EsensialHipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik

    adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya (Shankie, 2001).

    Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer

    (Saseen dan Carter, 2005).

    Patofisiologi hipertensi primer

    Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

    - Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik- Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA- Retensi Na dan air oleh ginjal- Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada

    ginjal dan pembuluh darah

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    6/61

    - Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsiendotel

    (Huether dan McCance, 2004).

    Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui.

    Namun sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan tertentu pada arteri.

    Yakni mereka memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan

    elastisitas) pada arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri

    periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik,

    obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll

    (Gardner, 2007). Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain:

    1) Factor Genetika (Riwayat keluarga)Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu

    keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih

    besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan

    darahnya normal (Kumar dan Clark, 2004).

    2) RasOrang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi

    secara merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini

    kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda

    (Beevers, 2002).

    3) UsiaHipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada

    masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause cenderung

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    7/61

    memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama,

    meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun.

    Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit

    jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan

    wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung (Beevers, 2002).

    4) Jenis kelaminPria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada

    wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh

    faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,

    kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada

    wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis

    kuat (Hariwijaya dan Sutanto, 2007).

    5) Stress psikisStress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini

    mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress

    berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara

    fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus

    kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison ke

    dalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan

    enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,

    kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri (Hariwijaya dan Sutanto, 2007).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    8/61

    6) ObesitasPada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk

    memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut.

    Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan

    perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih

    kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan (Tan dan Kirana, 2003).

    Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat

    menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan (Saseen dan Carter, 2005).

    7) Asupan garam NaIon natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah

    dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek

    vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok

    penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak

    hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam (Tan dan

    Kirana, 2003).

    8) RokokNikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal

    ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan

    disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin

    untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal

    kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang

    sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk

    memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi (Gardner, 2007).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    9/61

    9) Konsumsi alkoholAlkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara

    keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan

    darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan

    darah yang agak lebih tinggi daripada yang meminum dengan jumlah yang sedikit

    (Beevers, 2002).

    B. Hipertensi SekunderHipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu

    penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah

    diketahui penyebabnya (Shankie, 2001). Terdapat 10% orang menderita apa yang

    dinamakan hipertensi sekunder (Saseen dan Carter, 2005).

    Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan

    pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur

    hidup yang seringkali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal (Kumar

    dan Clark, 2004).

    Patofisiologi hipertensi sekunder

    Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang

    meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya

    adalah renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,

    feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat

    disembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap, tekanan darah

    dapat kembali normal (Huether dan McCance, 2004).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    10/61

    Tabel 2.2 Obat-obat yang Dilaporkan dapat Menimbulkan Hipertensi

    Nama Obat

    Pil KB Steroid

    Likoris, Karbenoksalon Logam berat

    Tembakau (terutama dalam jumlah

    besar atau dengan kafein)

    Penghambat MAO ditambah tiramin,

    guanadrel, buspiron, atau amantadin

    Simpatomimetik Antidepressant trisiklik

    NSAID Alkohol

    Estrogen terkonjugasi atau

    dietylbestrol

    Steroid topikal atau inhaler

    terfluorinasi

    Siklosporin KlorpromazinEritropoetin Depo-medroksiprogesteron

    (Barry, 1999)

    Prosedur-prosedur diagnosa tambahan mungkin diperlukan untuk

    mengidentifikasi penyebab hipertensi, khususnya pada penderita yang:

    (1) Usia, riwayat, ciri fisik, keparahan, atau hasil tes laboratorium memberikan

    petunjuk tentang penyebab hipertensi.

    (2) Respon tekanan darah tidak menunjukkan hasil memuaskan pada terapi obat.

    (3) Tekanan darah meningkat tanpa diketahui penyebabnya meski kontrol darah

    dilakukan dengan baik, dan

    (4) Kemunculan hipertensi secara tiba-tiba.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    11/61

    Tabel 2.3 Macam Tes Skrining untuk Identifikasi Penyebab Hipertensi

    Diagnosa Penyebab Hipertensi Tes DiagnostikPenyakit ginjal kronis Estimasi GFR (Glomerular Filtration

    Rate

    Coarctation aorta CT (Computed Tomography)

    angiography

    Cushing s Syndrome dan peningkatan

    glukokortikoid (misalnya pada terapi

    steroid kronis)

    Riwayat penyakit;Dexamethasone

    supression test

    Induksi/terkait obat Riwayat pengobatan; skrining obat

    Phaeochromocytoma Kandungan metanephrine dan

    normetanephrine urin dalam 24 jam

    Aldosteronisme primer dan

    peningkatan mineralkortikoid lainnya

    Tingkat aldosteron urin dalam 24 jam

    atau pengukuran spesifik

    mineralkortikoid lainnya

    Hipertensi renovaskular Doppler floe study; magnetic

    resonance angiography

    Gangguan tidur Sleep study dengan O2jenuh

    Penyakit Tiroid/paratiroid TSH (Thyroid Stimulating Hormone);serum PTH (parathyroid hormone)

    (Chobanian et.al, 2004).

    2.1.4.3Krisis HipertensiKrisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah

    yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan

    memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target

    organ (Soemantri dan Nugroho, 2006).

    The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation

    and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi

    ini menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    12/61

    urgensi (mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi,

    yaitu 180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada

    hipertensi (Saseen dan Carter, 2005).

    Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya

    TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang

    penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara

    cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. Hipertensi

    emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan

    keduanya berbeda (Majid, 2004).

    1. Hipertensi emergensi (darurat)Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat dari

    organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.

    Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian.

    TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.

    Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unitatau (ICU) (Majid, 2004).

    Penanggulangan hipertensi emergensi :

    Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi

    parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah

    140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 %

    dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil,

    tekanan darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu

    2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    13/61

    darah sasaran (120 mmHg dan

    dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus

    diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan

    terapi oral hipertensi.

    Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah

    sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan

    TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat

    meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral

    antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup

    memuaskan (Majid, 2004).

    Penanggulangan hipertensi urgensi :

    Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan

    menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis

    antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan

    tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat

    menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita

    diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan autoregulasi

    aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih

    tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    14/61

    darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident,

    infark miokard dan gagal ginjal akut (Saseen dan Carter, 2005).

    2.1.5Patofisiologi HipertensiMekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah yang

    dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer (Dipiro, 2005).

    Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab

    khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik,

    lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian

    antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan

    darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf

    simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membran

    sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat

    dalam mekanisme hipertensi (Soemantri dan Nugroho, 2006).

    Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem

    renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi

    bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron

    adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah

    arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama

    oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan,

    natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran

    pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi

    tekanan darah (Dipiro, 2005).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    15/61

    ConvertingEnzyme

    Renin

    ANGIOTENSIN I

    ANGIOTENSINOGEN

    ANGIOTENSIN II

    Aldosterone

    synthesis

    Sodium/water

    reabsorption

    Vasopressin

    Total

    peripheral

    resistanceBlood

    Volume

    HeartAdrenal

    Cortex

    Peripheral nervous

    system

    CNSIntestine Vascular Smooth

    muscle

    Sympathetic

    discharge

    Vasoconstriction

    Contractility

    Cardiac output

    Kidney

    Blood pressure

    Gambar 2.2 Pengaruh Renin Angiotensin Aldosteron Terhadap Kenaikan

    Tekanan Darah (Dipiro, 2005)

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    16/61

    2.1.6 Diagnosa HipertensiPemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi

    mempunyai beberapa tujuan :

    a) Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggib) Menilai keseluruhan risiko kardiovaskularc) Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang

    menyertainya

    d) Mencari kemungkinan penyebabnya.Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu

    a) pencatatan riwayat penyakit (anamnesis)b) pemeriksaan fisik (sphygomanometer)c) pemeriksaan laboraturium (data darah,urun,kreatinin serum,kolesterol).Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh mana

    pemeriksaan harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja tidak

    cukup dapat diterima karena hipertensi merupakan penyakit seumur hidup dan

    terapi yang dipilih dapat memberikan implikasi yang serius untuk pasien

    (Padmawinata, 2001).

    2.1.6.1 Prosedur dan Kriteria DiagnosisCara pemeriksaan tekanan darah, yaitu :

    Anamnesis

    - Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang,sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu

    mengalami ketegangan.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    17/61

    - Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau sesakterutama sewaktu melakukan aktivitas isomerik)

    - Keluhan sistem serebrovaskular (susah berkonsentrasi, susah tidur,migrain, mudah tersinggung, dll)

    - Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan.- Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang telah

    dipakai, hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkan.

    - Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudahterjadinya atau mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid,

    analgesik, anti inflamasi, obat flu yang mengandung pseudoefedrin

    atau kafein, dll), Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik,dll.

    - Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan keduaovarium atau monopause.

    - Riwayat keluarga untuk hipertensi.- Faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan buruk

    (merokok, diabetes melitus, berat badan, makanan, stress, psikososial,

    makanan asin dan berlemak).

    Pemeriksaan Fisik

    - Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubungvariabilitas tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiri

    dilengan kanan dan kiri.

    - Perabaan denyut nadi diarteri karotis dan femoralis.- Adanya pembesaran jantung, irama gallop.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    18/61

    - Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal- Denyut nadi diekstremitas, adanya paresis atau paralisis.

    Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko.

    - Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati keith wagner i-v.- Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri,

    abnormalitas atrium kiri, iskemia atau infark miokard.

    - Foto thoraks, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengankonfigurasi hipertensi bendungan atau edema paru.

    - Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula darah,profil lipid K+dan Na+serum.

    (Soemantri dan Nugroho, 2006).

    2.1.6.2 Metode Pengukuran Tekanan DarahTekanan darah biasanya diukur oleh dokter atau perawat diklinik dengan

    Sfigomanometer raksa memakai metode auskultasi, caranya :

    - Pasien sebaiknya duduk beberapa menit dalam ruangan sepi pada kursi yangsandarannya nyaman Penderita duduk dengan lengan tidak tertutup pakaian

    dan disangga setinggi jantung. Otot lengan harus dilemaskan dan lengan

    bawah ditopang dengan lekukan sikut pada aras jantung. Tekanan darah juga

    dapat diukur pada saat pasien berdiri atau telentang, asal lengan ditopang pada

    aras jantung.

    - Tekanan darah diukur dengan meletakkan manset (yang terhubung denganmanometer air raksa) pada lengan atas dan dengan menggunakan stetoskop

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    19/61

    untuk mendengarkan arteri brakhial yang terletak pada sebelah dalam siku

    pada lengan atas yang bersangkutan.

    - Manset akan dipompa penuh sampai pembacaan manometer sekitar 30 mmHgyaitu sampai aliran darah akan berhenti singkat. Kemudian manset akan

    dikempiskan perlahan sehingga aliran darah kembali semula dengan laju kira-

    kira 2 mmHg. Pada saat udara dalam manset dikeluarkan, pemeriksa akan

    mengamati ketinggian air raksa yang turun perlahan pada manometer air raksa

    dan menunggu sampai terdengar bunyi korotkoff memakai steteskop yang

    ditempatkan diatas arteri lengan. Angka yang tepat pada saat denyutan

    pertama yaitu saat bunyi terdengar pertama kali adalah menunjukkan tekanan

    sistolik. Ketika manset makin mengempis, ketinggian air raksa akan makin

    menurun dan saat bunyi denyut jantung terdengar terakhir kali, angka pada

    manometer air raksa tersebut adalah tekanan diastolik. Tekanan darah

    diastolik dan sistolik harus diukur sekurang-kurangnya 2 kali selama periode

    tidak kurang dari 3 menit. Tekanan darah harus diukur pada keadaan pasien

    berdiri jika diduga terdapat hipotensi postural, dan pada pasien lansia yang

    mengalami kondisi seperti ini (Padmawinata, 2001).

    Gambar 2.3 Sphygmomanometer Pompa

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    20/61

    Gambar 2.4 Pemeriksaan Tekanan Darah Dengan

    Sphygmomanometer Pompa

    Gambar 2.5 Sphygmomanometer Digital

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    21/61

    2.1.7 Manifestasi Klinis HipertensiSebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi

    bertahun-tahun, dan berupa :

    - Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,akibat peningkatan tekanan darah intrakranium

    - Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi- Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

    pusat

    - Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasiglomerulus

    - Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanankapiler

    (Crowin, 2001)

    2.1.8 Dampak HipertensiHipertensi yang diabaikan atau tidak diobati dapat menyebabkan berbagai

    macam gangguan kardiovaskular, serebrovaskular dan renal. Hipertensi dapat

    merupakan penyebab tunggal atau hanya merupakan salah satu faktor penyebab

    terjadinya gangguan tersebut. Tingkat kerusakan organ umumnya berhubungan

    dengan nilai tekanan darah, meskipun tidak selalu demikian. Ada kalanya nilai

    tekanan darah yang tinggi tidak disertai dengan kerusakan organ sasaran, dan

    begitupula sebaliknya. Terdapat kerusakan organ pada kenaikan nilai tekanan

    darah yang sedang. Hipertensi dianggap faktor resiko yang paling penting karena

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    22/61

    hipertensi adalah faktor yang menyebabkan serangan jantung, gagal jantung,

    stroke dan kerusakan ginjal (Shankie, 2001).

    2.1.8.1Kerusakan Pada Target OrganSelanjutnya, bila hipertensi tidak ditangani dengan tepat dan sesegera

    mungkin, hipertensi akan mengakibatkan kerusakan organ dalam tubuh terjadi.

    Diantaranya adalah:

    1. Jantung

    Hipertensi dapat berimplikasi kepada jantung. Baik secara tak langsung

    melalui peningkatan perubahan atherosklerotis, maupun secara langsung melalui

    efek yang berkaitan dengan tekanan darah. Hipertensi dapat mengakibatkan CVD

    (Cardio Vascular Disease) dan meningkatan resiko kejadian iskemik, semisal

    angina dan MI.

    Selain itu, sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dalam merespon

    naiknya tahanan pembuluh darah karena meningkatnya tekanan darah, hipertensi

    dapat memperparah LVH (Left Ventricular Hypertrophy). LVH sendiri

    merupakan perubahan miokardial (selular), bukan perubahan arterial. Ini patut

    diwaspadai karena LVH tergolong faktor resiko berbahaya akan terjadinya CAD

    (Coronary Acute Disease), HF (Heart Failure), dan arrhythmias. Sebagaimana

    diketahui, HF merupakan dampak negatif hipertensi terbesar untuk jantung. Lebih

    jauh, HF dapat menurunkan kemampuan kontraksi (disfungsi sistolik) atau

    ketidakmampuan untuk mengisi darah (disfungsi diastolik). Hipertensi yang tidak

    terkontrol merupakan salah satu pemicu HF (Saseen dan Carter, 2005).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    23/61

    2. Otak

    Gejala kerusakan pada organ ini yaitu terjadinya transcient ischamic

    attacks, stroke iskemik, infark serebral, dan perdarahan otak. Peningkatan tekanan

    darah sistolik yang berkepanjangan dapat menyebabkan hypertensive

    enchephalopathy (Saseen dan Carter, 2005).

    Uji klinis membuktikan, terapi hipertensi dapat menurunkan resiko stroke

    kambuhan maupun stroke yang baru dialami pertama kali (Chobanian et.al, 2004).

    3. Ginjal

    GFR (Glomerulus Filtration Rate/Laju Filtrasi Glomerulus) digunakan

    untuk mengetahui fungsi ginjal. GFR menurun seiring bertambahnya usia, namun

    penurunan itu dapat dipercepat oleh hipertensi. Hipertensi berhubungan dengan

    nephrosclerosis, yang mana menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerular

    (Saseen dan Carter, 2005).

    4. Mata

    Hipertensi dapat menyebabkan retinopati yang berimplikasi pada kebutaan.

    Keparahannya diklasifikasikan menjadi empat, yakni: Tingkat 1 yang ditandai

    dengan menebalnya diameter arteri, yang menyebabkan vasokonstriksi; tingkat 2

    yang ditandai dengan nicking pada arteriovenous (AV), yang menyebabkan

    atherosklerosis; tingkat 3 yang terjadi jika hipertensi tidak kunjung diobati yang

    dapat menyebabkan cotton wool exudates dan flame hemorrhage; terakhir tingkat

    4 muncul sebagai akibat dari kasus yang semakin parah, yang ditandai dengan

    papilledema (Saseen dan Carter, 2005).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    24/61

    2.1.8.2Risiko PenyakitSalah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi

    adalah untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul

    jika penyakit ini tidak disembuhkan (Gardner, 2007). Beberapa komplikasi

    hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut :

    1. StrokeHipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan

    transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan

    stroke iskemik,yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi

    dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan

    (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat

    tinggi. Penderita hipertensi yang berusia lanjut cenderung menderita stroke dan

    pada beberapa episode menderita iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya

    fungsi intelektual secara progresif dan dementia. Studi populasi menunjukan

    bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan resiko terjadinya

    stroke (Shankie, 2001).

    2. Penyakit jantung koronerNilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko

    terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian

    mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan

    antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan

    adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung

    koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan klinis yang melibatkan sejumlah

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    25/61

    besar subyek penelitian (menggunakan -Blocer dan tiazid) menyatakan bahwa

    terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan resiko terjadinya infark

    miokard sebesar 20% (Shankie, 2001).

    3. Gagal jantungBukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan

    bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar

    untuk menderita gagal jantung daripada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data

    yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara

    pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal

    jantung selama beberapa dekade (Shankie, 2001).

    4. Hipertrofi ventrikel kiriHipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap

    peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang

    tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini

    bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering

    dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik

    miokard. Penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri memiliki

    peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia (fibrilasi atrial dan aritmia

    ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular (penyakit koroner dan penyakit

    arteri perifer) (Shankie, 2001).

    5. Penyakit vaskularPenyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit

    vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    26/61

    diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi

    atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat

    seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke (Shankie, 2001).

    6. RetinopatiHipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang

    disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal

    falmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema

    (Shankie, 2001).

    Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang

    setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-arteriol

    kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata

    pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena

    rusaknya retina (Gardner, 2007).

    7. Kerusakan ginjalGinjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi.

    Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi

    ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal

    kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis

    yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan

    kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria

    merupakan faktor resiko bebas untuk kematian akibat semua penyebab, dan

    kematian akibat penyakit kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi dengan

    menurunkan tekanan darah secara efektif (Padmawinata, 2001).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    27/61

    2.2 TINJAUAN TENTANG PENATALAKSANAAN HIPERTENSI2.2.1 Pedoman Umum Pengobatan Hipertensi

    Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan

    menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan

    tekanan darah seoptimal mungkin sambil mengontrol faktor-faktor resiko

    kardiovaskular lainnya, memilih obat yang rasional sesuai dengan indikasi dan

    mempunyai efek samping yang kecil, untuk ini dianjurkan pemberian obat

    kombinasi, dan harus disesuaikan dengan kemampuan penderita (Soemantri dan

    Nugroho, 2006).

    Berdasarkan pertimbangan manfaat dan kerugian ini maka JNC VII-2004

    menggunakan rekomendasi berikut untuk memulai pengobatan hipertensi pada

    orang dewasa.

    Tabel.2.4 Rekomendasi Follow Up Berdasarkan Pemeriksaan Tekanan

    Darah Pertama Pada Penderita Dewasa Tanpa Di ikuti Kerusakan

    Organ.

    Tekanan darah pertama ( mmHg )* Rekomendasi Follow up

    Normal Periksa kembali dalam 2 tahun

    Pre-Hipertensi Periksa kembali dalam 1 tahun

    Hipertensi tahap 1 Pastikan dalam 2 bulan

    Hipertensi tahap 2 Evaluasi atau rujuk ke layanan

    kesehatan selama 1 bulan. Untuk

    penderita dengan tekanan darah yanglebih tinggi (misalnya > 180 mmHg/110

    mmHg), evaluasi dan terapi dengan

    segera atau dalam 1 minggu tergantung

    pada kondisi klinis dan komplikasinya

    Keterangan* Bila kategori sistolik dan diastolik berbeda maka direkomendasikan untuk follow up yang lebihpendek (misalnya 160 mmHg harus dievaluasikan kelayanan kesehatan dalam 1 minggu) Modifikasi jadwal follow up berdasarkan pelayanan yang terpercaya tentang pengukuran nilaitekanan darah yang lalu, faktor risiko kaardiovaskular yang lain atau target organ disease. Berikan saran mengenai modifikasi lifestyle.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    28/61

    2.2.2 Pengobatan Hipertensi2.2.2.1Tujuan Pengobatan HipertensiTujuan terapi obat anti hipertensi adalah

    1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibatkomplikasi

    2. Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    29/61

    - Gunakan kombinasi obat untuk memaksimalkan respon tekanan darahdan meminimalkan reaksi yang tidak dikehendaki.

    - Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obattidak memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek samping

    obat.

    - Gunakan formulasi yang minimal memberikan kontrol tekanan darahselama 24 jam. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan pasien dan

    untuk memastikan tekanan darah terkontrol pada pagi hari ketika

    terjadi peningkatan tekanan darah. Menghindari variasi tekanan darah

    sepanjang hari yang membantu menghindari kerusakan organ sasaran

    Menurut Gardner (2007) obat-obat yang dapat menurunkan tekanan darah

    tinggi dapat dianjurkan :

    - Bila perubahan gaya hidup saja tidak mengendalikan tekanan darah.- Bila penurunan tekanan darah tinggi secara cepat dan drastis

    diperlukan.

    - Bila penderita tekanan darah tinggi juga mengalami kondisi medisyang menyertainya.

    Metode yang paling baik dan aman untuk mengendalikan tekanan darah

    adalah dengan melakukan perubahan-perubahan gaya hidup. Jika perubahan-

    perubahan ini tidak membawa nilai tekanan darah yang diinginkan, maka obat

    antihipertensi dapat diberikan.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    30/61

    Tabel 2.5 Modifikasi Gaya Hidup untuk Pencegahan dan Penatalaksanaan

    Hipertensi

    Modifikasi RekomendasiPenurunan SBP

    Rata-rata

    Penurunan berat badan Menjaga berat badan normal (BMI

    18,5-24,9 kg/m2)5-20 mmHg

    Penerapan DASH Mengkonsumsi makanan kaya

    buah, sayur, dan rendah lemak

    dengan mengurangi asupan lemak

    jenuh dan lemak total

    8-14 mmHg

    Mengurangi asupan

    sodium

    Mengurangi asupan sodium, tidak

    boleh lebih dari 100 mmol per hari

    (2,4 g sodium atau 6 g garam dapur) 2-8 mmHg

    Aktivitas fisik Melakukan aktivitas seperti jalan-

    jalan 30 menit per hari selama

    seminggu4-9 mmHg

    Mengurangi konsumsi

    alkohol

    Tidak boleh lebih dari 2 kali (misal

    24 oz bir, 10 oz anggur, atau 3 oz

    wiski) untuk pria, dan 1 kali untuk

    wanita dan orang dengan berat

    badan ringan

    2-4 mmHg

    (Chobanian et.al, 2004).

    2.2.2.3 Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi2.2.2.3.1 Terapi Tunggal

    Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi

    dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan

    darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan

    darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah

    sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah

    diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah sasaran

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    31/61

    Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I

    dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja. Jika satu

    obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak ada efek

    sampingnya. Alternatif-alternatif lainnya adalah mencoba obat yang berbeda dan

    menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah diminum (kombinasi).

    2.2.2.3.2 Terapi Kombinasi

    Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat-obat yang

    dapat meningkatkan efektivitas masing-masing obat atau mengurangi efek

    samping masing-masing obat (Gardner, 2007).

    Memulai terapi dengan kombinasi dua obat direkomendasikan untuk

    penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi yang nilai tekanan darah

    sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (20 mmHg untuk tekanan darah

    sistolik dan 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik). Terapi kombinasi juga

    merupakan pilihan bagi pasien yang nilai tekanan darah sasarannya sulit dicapai

    (penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik) atau pada pasien dengan banyak

    indikasi pemaksaan yang membutuhkan beberapa antihipertensi yang berbeda.

    Dalam ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment in Prevent

    Heart Attack Trial)disebutkan 60% penderita hipertensi mencapai tekanan darah

    terkontrol pada TD

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    32/61

    Tabel 2.6 Kombinasi Obat Anti hipertensi yang Sering Digunakan

    Kombinasi obat antihipertensi

    KEUNTUNGAN

    ACE inhibitor

    Kalsium antagonis

    - Menurunkan tekanan intra glomeruler- Memperbaiki permeabilitas glomeruler- Menghambat terjadinya hipertrofi glomeruler- Mencegah terjadinya glomeruler- Mengurangi proteinuria- Mengurangi hipermetabolisme ginjal- Meningkatkan natriuresis- Mengurangi hipermetabolisme ginjal- Mengurangi akumulasi Ca2+intraselular- Diajurkan pada nefropati hipertensif dan hipertensi

    dengan nefropati diabetik

    ACEI/ARBDiuretik - Meningkatkan natriuresis- Memperbaiki toleransi glukosa dan kadar asam

    urat

    - Mempertahankan kadar K+plasma- Mempercepat regresi LVH- Meningkatkan kepekaan ACEI/ARB.

    ACEI/ARBBeta bloker - Baik untuk hipertensi usia muda denganpeningkatan sistem RAA dan simpatis

    - Baik pula untuk hipertensi dan pasca infark akutdengan tujuan :o Menurunkan risiko takhiaritmiao Mengurangi progresivitas dilatasi ventrikelo Memperbaiki toleransi latihan

    Beta bloker Diuretik - Menurunkan peningkatan sistem RAA karenadiuretik

    - Beta bloker mempunyai efek antialdosteron ringan- Baik untuk isolated systolic hypertension, stroke

    dan infark miokard

    Beta bloker Kalsium

    antagonis

    - Menurunkan curah jantung dan tahanan- perifer- Memperbaiki integritas endotel- Normalisasi peningkatan sistem RAA- karena kalsium antagonis- Sangat baik meregresi LVH- Normalisasi resistensi insulin dan

    gangguan profil lipid karena beta bloker

    - Baik untuk hipertensi dengan angina pektoris- Baik untuk hipertensi dan takhiaritmia

    (Soemantri dan Nugroho, 2006).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    33/61

    Tabel.2.7 Perbedaan Pemberian Obat Tunggal dan Kombinasi

    Perawatan satu obat Perawatan Kombinasi- Diperlukan dosis obat yang lebih

    tinggi

    - Kurang efektif- Efek samping lebih banyak

    - Dosis rendah untuk masing masing obat sudah cukup

    - Lebih efektif- Efek samping lebih sedikit

    (Gardner, 2007)

    Table 2.8 Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan

    Hipertensi

    Tekanan Darah

    (mmHg)

    Risiko Grup A

    (tidak ada faktor

    risiko dan

    KOT/KOD)

    Risiko Grup B

    (Faktor risiko

    paling sedikit 1

    risiko selain

    diabetes dan

    tidak ada

    KOT/KKT)

    Risiko Grup C(

    3 faktor risiko

    atau Diabetes

    dan/KOT/KKT)

    High normal

    (130-139/85-89)

    Perubahan Pola

    Hidup

    Perubahan Pola

    Hidup

    Perubahan Pola

    Hidup + ObatTingkat 1

    (140-159/90-99)

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Tingkat 2

    (160/100)

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Perubahan Pola

    Hidup + Obat

    Keterangan :

    KOT: Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage)

    KKT: Kondisi Klinik Terkait (Penyakit Penyerta)

    (Chobanian et.al, 2004; Kimble, 2001)

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    34/61

    Modifikasi gaya hidup

    Apabila belum mencapai target tekanan darah

    yang diinginkan (=100 mmHg).

    Utama : kombinasi 2

    golongan obat (umumnya

    Diuretik thiazid dan ACE

    Inhibitor, atau AIIRA, ataubeta bloker, antagonis

    kalsium).

    Stage 1 Hypertension

    (Sistole 140-159 atau

    Diastole 90-99 mmHg)

    Thiazid-diuretik

    disarankan pertama

    kali. ACEI, ARB, BB,

    CCB, untuk kombinasi

    Hipertensi tanpa penyakit penyerta Hipertensi tanpa penyakit penyerta

    Apabila tidak mencapai target TD yang diinginkan

    Dilakukan penyesuaian dosis atau menggunakan

    obat tambahan sampai target TD tercapai.

    Keterangan:

    ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor

    Blocker), BB (Beta Blocker), CCB (Calcium Channel Blocker), DBP (Diastolic

    Blood Pressure), SBP (Systolic Blood Pressure).

    Gambar 2.6 Tahapan Terapi Hipertensi Menurut JNC-7 (2004)

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    35/61

    Gambar 2.7 Manajemen Obat Anti Hipertensi Berdasarkan Indikasi Khusus

    Menurut JNC-7 (2004).

    2.3 TINJAUAN TENTANG OBAT ANTI HIPERTENSIPada prinsipnya, pengobatan hipertensi dilakukan secara bertahap.

    Kelompok obat antihipertensi yang saat ini digunakan sebagai pilihan terapi

    hipertensi, yaitu :

    1.3.1 DiuretikSemua kelas diuretik menyebabkan peningkatan eksresi natrium oleh

    ginjal (natriuresis) dimana efek ini bertanggung jawab terhadap aktivitas

    antihipetensi dari diuretik. Diuretik tiazid memiliki efek natriuresis sedang dan

    merupakan diuretik yang paling banyak digunakan dalam pengobatan hipertensi.

    Loop diuretic memiliki efek natriuresis besar dan hanya digunakan bila diuretik

    thiazid tidak efektif atau dikontraindikasikan untuk penderita. Potassium sparing

    diuretic memiliki efek natriuresis yang rendah, dan umumnya digunakan dalam

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    36/61

    bentuk kombinasi dengan diuretik thiazid atau loop diuretik mengurangi ekskresi

    kalium atau untuk mencegah hipokalemia (Banner dan Stevens, 2006).

    Suatu meta-analysis dari 42 percobaan klinis pada tahun 2003

    membuktikan bahwa diuretik dosis rendah merupakan antihipertensi pilihan

    pertama yang paling efektif untuk mencegah mortalitas kardiovaskular (Saseen

    dan Carter, 2005).

    2.3.1.1Diuretik thiazidContoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: hidrochlortiazid, bendroflumethiazide,

    chlortalidone, metolazone, indapamide, dan xipamide (Mehta, 2007).

    Indikasi

    Diuretik thiazid merupakan pilihan pertama untuk terapi hipertensi.

    Thiazid dapat digunakan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan

    antihipertensi lain. Kombinasi dengan ACEI atau -bloker merupakan kombinasi

    yang umum digunakan (Shankie, 2001).

    Mekanisme kerja

    Pada penggunaan jangka pendek, diuretik thiazid menurunkan volume

    darah yang berdampak pada penurunan cardiac output. Pada penggunaan jangka

    panjang, diuretik thiazid juga menurunkan tahanan perifer, yang tampaknya

    berperan dalam efek antihipertensi jangka panjang dari obat ini (Brenner dan

    Stevens, 2006).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    37/61

    Perhatian

    Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid. Hipokalemia

    berbahaya pada pasien PJK dan yang sedang menerima obat cardiac glycosides.

    Seringkali untuk mengatasi efek hipokalemia penggunaannya dikombinasi dengan

    potasium sparing diuretik atau suplement potasium (Mehta, 2007).

    2.3.1.2 Loop diuretik

    Contoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: Furosemide, Torasemide, dan

    Bumetanide (Mehta, 2007).

    Indikasi

    Loop diuretik digunakan pada pasienpulmonary oedemaakibat gangguan

    pada ventrikel kiri, pada pasien CHF (Chronic Heart Failure), dan juga pasien

    diuretic-resistant oedema (Mehta, 2007).

    Mekanisme kerja

    Loop diuretik terutama bekerja pada bagian menaik dari loop of Henle

    dengan menghambat reabsorbsi elektrolit sehingga meningkatkan ekskresi

    natrium (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan furosemid. Hipokalemia

    berbahaya pada pasien PJK berat dan yang sedang menerima obat cardiac

    glycosides. Resiko hipokalemia dapat meningkat pada penggunaan furosemid

    dosis tinggi apalagi bila diberikan dalam bentuk sediaan injeksi. Seringkali untuk

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    38/61

    mengatasi efek hipokalemia penggunaannya dikombinasi dengan potasium

    sparing diuretik atau suplement potasium (Mehta, 2007; Opie et.al, 2005).

    2.3.1.3 Potassium Sparing Diuretik

    Contoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: Amiloride HCl, dan Triamterene

    (Mehta, 2007).

    Indikasi

    Potassium sparing diuretik digunakan sebagai tambahan pada terapi

    dengan diuretik thiazid dan loop diuretik untuk mencegah terjadinya hipokalemia

    (Shankie, 2001).

    Mekanisme kerja

    Potassium sparing diuretik terutama bekerja pada tubulus distal ginjal

    untuk meningkatkan ekskresi natrium dan menurunkan ekskresi kalium (Shankie,

    2001).

    Perhatian

    Potasium sparing diuretik dapat meyebabkan terjadinya hiperkalemia

    terutama pada pasien yang dengan riwayat gangguan ginjal kronis atau diabetes

    dan pasien yang sedang menggunakan ACE inhibitor, ARB, NSAID atau

    potassium suplement (Dipiro, 2005).

    2.3.1.4 Aldosterone AntagonistContoh obat

    Termasuk golongan Potassium sparing diuretik. Yang tergolong di

    dalamnya ialah: Eplerenone, dan Spironolactone, (Mehta, 2007).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    39/61

    Indikasi

    Aldosteron antagonis diindikasikan untuk oedema, pada dosis rendah

    memiliki efek kerja pada penderita gagal jantung dan juga digunakan pada

    penderitaprimary hyperaldosteronism(Mehta, 2007).

    Pemberian jangka lama aldosteron antagonis umumnya direkomendasikan

    pada penderita post STEMI tanpa gangguan fungsi ginjal yang berat atau

    hiperkalemia LEVF (Left Ventricle Ejection Fraction) pada penderita gagal

    jantung dan diabetes (Dipiro, 2005).

    Spironolacton adalah antagonis aldosteron yang paling banyak digunakan.

    Suatu penelitianRadomized Aldactone Evaluation Study (RALES) menunjukkan,

    terjadi 30% penurunan angka kematian dengan menggunakan spironolacton pada

    penderita gagal jantung sedang sampai berat (Kumar and Clark, 2002).

    Mekanisme kerja

    Aldosterone antagonist bekerja pada bagian distal tubulus renal sebagai

    antagonis kompetitif dari aldosteron (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Untuk jenis obat spironolacton harus dihindari pada gangguan fungsi

    ginjal dan hati-hati bila dikombinasikan dengan ACE inhibitor/ARB, akan

    menyebabkan hiperkalemia (Soemantri dan Nugroho, 2006).

    2.3.2 -BlokerContoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: Doxazosin, Prazosin, Terazosin, dan

    Indoramin (Mehta, 2007).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    40/61

    Indikasi

    -bloker merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama apabila

    diuretik atau -bloker dikonraindikasikan atau tidak ditoleransi dengan baik. -

    bloker terutama diindikasikan untuk penderita benign prostatic hyperplasia. -

    bloker tidak berpengaruh terhadap profil lipid dan glukosa sehingga berguna pada

    penderita dengan dislipidemia atau intoleransi glukosa (Shankie, 2001).

    Mekanisme kerja

    -bloker menyebabkan vasodilatasi dan menghambat aksi noradrenalin

    pada post sinaptic adrenoseptor 1 baik pada arteriol maupun vena, dimana hal ini

    mengakibatkan penurunan tahanan perifer dan tekanan darah (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Jarang digunakan sebagai pilihan utama karena mempunyai efek samping

    yang sering menganggu yaitu hipotensi postural, palpitasi dan sakit kepala

    (Soemantri dan Nugroho, 2006).

    2.3.3 -blockerContoh obat

    Terbagi menjadi 2 sub class yaitu -bloker cardioselektif (selektif reseptor

    -1) yaitu atenolol, acebutolol, metoprolol, bisoprolol, betaxolol, celiprolol dan -

    bloker non-cardioselektif (reseptor -1 dan -2) yaitu carvedilol, propanolol dan

    pindolol (Opie dan Wilson, 2005).

    Indikasi

    Beta bloker pertama kali direkomendasikan oleh JNC-7 sebagai terapi

    first line alternatif dari diuretik. Pilihan terapi pada semua bentuk iskemik heart

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    41/61

    disease kecuali pada angina varian vasospastic prinzmetal. Beta bloker

    merupakan pilihan terapi pada angina, baik angina stabil maupun angina tidak

    stabil, dapat menurunkan resiko mortalitas pada fase akut infark miokard dan

    setelah periode infark dan juga pilihan terapi untuk kondisi lainnya seperti

    hipertensi, arrhythmias serius dan cardiomyopathy. Pada peningkatan titrasi

    dosis secara hati-hati diketahui memiliki efek mengurangi resiko mortalitas pada

    pasien gagal jantung.

    Pada dosis kecil -bloker cardioselektif dapat digunakan pada pasien

    bronkospasme atau chronic lung disease. Pada angina dan hipertensi penggunaan

    -bloker cardioselektif lebih efektif dibandingkan dengan noncardioselektif,

    sedangkan -bloker noncardioselektif memiliki efek antiarrhytmics yang lebih

    baik dibandingkan dengan cardioselektif. Bisoprolol merupakan agent 1 yang

    selektif, tidak memiliki ISA (Intrinsik Sympathomimetic Activity) dan bekerja

    lama, dipakai secara luas dan berhasil dalam studi besar pada populasi gagal

    jantung dimana terjadi penurunan yang besar yang tidak hanya pada mortalitas

    namun juga sudden cardiac death. (Opie dan Wilson, 2005).

    -bloker direkomendasikan untuk penderita hipertensi dengan infark

    miokard karena obat ini mempunyai keuntungan sebagai anti hipertensi, anti

    iskemia, anti aritmia dan mampu mengurangi remodelling ventrikel.

    Dosis awal dari beta bloker umumnya kecil dan pelan-pelan dinaikkan

    sampai dosis target (berdasarkan trial klinis yang besar), peningkatan ini

    tergantung pada individual. Kontraindikasi harus diawasi, seperti asma bronkial,

    severe bronkial disease, bradikardia simptomatik dan hipotensi (Hadi, 2007).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    42/61

    Mekanisme kerja

    Secara umum -bloker menghambat aksi noradrenalin pada reseptor

    adrenergik -1 di jantung dan jaringan lain sehingga menyebabkan penurunan

    cardiac output melalui penurunan denyut jantung dan kontraktilitas. -bloker juga

    menghambat sekresi renin dari sel-sel juxtaglomerular ginjal yang mengakibatkan

    penurunan pembentukan angiotensin II dan rilis aldosteron (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Penghentian mendadak terapi beta blocker menyebabkan gejala putus obat

    (withdrawl) yang dapat memperburuk PJK. Dapat dilakukan tindakan preventif

    dengan pengurangan bertahap dosis beta blocker sebelum terapi dihentikan.

    Penggunaan beta blocker bersamaan dengan verapamil menyebabkan

    risiko hipotensi dan asystole yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung pada

    penderita penyakit jantung koroner (Mehta, 2007).

    2.3.4 ACE inhibitor ( ACEI )Contoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: Captopril, Cilazapril, Enalapril maleat

    Lisinopril, Perindopril erbumine, dan Ramipril (Mehta, 2007).

    Indikasi

    ACE inhibitor merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama apabila

    diuretik atau -bloker dikontraindikasi atau tidak ditoleransi dengan baik. ACEI

    terutama direkomendasikan pada penderita gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri

    dan EF

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    43/61

    ACE inhibitor juga sangat bermanfaat bila diberikan terutama pada infark

    luas, infark dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, infark dengan edema paru

    akut dan infark miokard dengan hipertensi. Umumnya dipilih jenis obat dengan

    lama kerja pendek dan mempunyai gugus sulfhidril (Adipranoto, 2006).

    Dalam meminimalisir risiko hipotensi dan kerusakan pada ginjal, terapi

    ACE inhibitor hendaknya dimulai dari dosis kecil dan kemudian dilanjutkan

    dengan titrasi dosis sampai dosis target. Fungsi renal dan konsentrasi potasium

    harus dievaluasi dalam 1-2 minggu setelah dimulai pemberian secara perodik,

    terutama setelah dosis ditingkatkan (Dipiro, 2005).

    Mekanisme kerja

    ACE inhibitor menghambat Angiotensin Converting Enzym sehingga

    menyebabkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer dan penurunan kadar

    hormon aldosteron (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Pada penggunaan ACE inhibitor yang harus diperhatikan yaitu

    meningkatnya kadar K+ dalam tubuh (hiperkalemia) bila digunakan bersamaan

    dengan potasium sparing diuretik, oleh karena itu selama penggunaan perlu

    dilakukan monitoring kadar K

    +

    dalam tubuh.

    Pada penggunaan kombinasi pertamakali dengan diuretik efek hipotensi

    dapat muncul dengan tiba-tiba sehingga diuretik perlu dihentikan satu hari saat

    menggunakan ACE inhibitor.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    44/61

    ACE inhibitor juga dapat meningkatkan serum kreatinin, sehingga pada

    pasien dengan risiko renal impairment selama penggunaan harus hati-hati dan

    dilakukan monitoring serum kreatinin (Mehta, 2007; Gardner, 2007).

    2.3.5 Angiotensin Receptor Bloker (ARB)Contoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: candesartan cilexetil, losartan

    potassium, irbesartan, olmesartan medoxomil, valsartan, dan telmisartan (Mehta,

    2007).

    Indikasi

    Angiotensin II Receptor Antagonist merupakan alternatif pilihan

    antihipertensi untuk penderita yang tidak mentoleransi ACEI karena efek samping

    yang berupa batuk kering dan angioedema(Opie et.al, 2005).

    ARB dapat diberikan pada penderita STEMI yang intoleren terhadap

    ACEI, dimana penderita tersebut secara klinis dan radiologis menunjukkan

    kondisi gagal jantung atau fraksi ejeksi

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    45/61

    Perhatian

    Monitoring konsentrasi plasma potasium terutama pada pasien lansia dan

    pasien dengan renal impairment, karena efek hiperkalemianya (Mehta, 2007).

    2.3.6 Antagonis KalsiumAntagonis kalsium dibagi menjadi dua subclassyaitu dihydropyridinedan

    non dihydropyridine.Dihydropyridinemempengaruhi baroreseptor dengan refleks

    takikardia karena efeknya yang kuat dalam mengakibatkan vasodilatasi perifer.

    Dihydropyridine tidak mempengaruhi konduksi nodal atrioventrikular dan tidak

    efektif pada supraventrikular tachyarrhytmias, Sedangkan non dihydropyridine

    menyebabkan penurunan heart rate dan memperlambat konduksi nodal

    atrioventrikular, sama dengan golongan beta bloker obat ini dapat digunakan pada

    supraventrikular tachyarrhytmias(Dipiro, 2005).

    a. DihydropyridineContoh obat

    Yang tergolong di dalamnya ialah: Amlodipine, Nifedipine dan Felodipine

    (Mehta, 2007).

    Indikasi

    Jika angina stabil dan tekanan darah tidak dapat dikontol dengan beta

    bloker atau jika terjadi kontraindikasi dengan beta bloker maka dapat

    menggunakan golongan calcium channel bloker. Calcium channel bloker dapat

    mengurangi total resisten perifer dan resistensi koroner sehingga dapat

    menurunkan tekanan darah. Seringkali beta bloker dan calcium channel bloker

    dikombinasikan (Chobanian, et.al, 2004).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    46/61

    Mekanisme aksi

    CCB bekerja dengan mengintervensi pemindahan ion kalsium melalui

    kanal kalsium di membran sel, dimana bertanggung jawab menjaga plaeau phase

    potensi aksi. Depolarisasi jaringan lebih bergantung kepada influks kalsium

    ketimbang natrium, terutama pada otot polos vaskular, sel-sel myokardial, dan sel-

    sel yang terdapat dalam nodus-nodus sinoatrial dan atrioventrikular. Blokade pada

    kanal kalsium mengakibatkan vasodilatasi koroner dan perifer, aksi inotropik

    negatif, mereduksi denyut jantung, dan memperlambat konduksi ventrikular

    (Shankie, 2001).

    Perhatian

    Nifedipine short acting tidak direkomendasikan pada penderita angina atau

    untuk terapi jangka panjang pada penderita hipertensi, karena efeknya yang dapat

    menyebabkan hipotensi dan reflek takikardia.

    Nifedipine memiliki efek inotropik negatif sehingga tidak disarankan pada

    pasien gagal jantung dengan efek mereduksi kerja dari ventrikel kiri.

    Penghentian mendadak terapi calcium channel blocker menyebabkan

    gejala putus obat (withdrawl) yang dapat memperburuk angina (Mehta, 2007).

    b. non Dihydropyridine

    Contoh obat (Mehta, 2007)

    Yang tergolong di dalamnya ialah: diltiazem HCl, dan verapamil HCl

    Indikasi

    Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    47/61

    Mekanisme aksi

    Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.

    Perhatian

    Verapamil tidak boleh diberikan bersamaan dengan beta bloker karena efek

    kronotropik dan inotropik negatif nya yang kuat, sehingga harus diberikan dengan

    hati-hati pada penderita gagal jantung atau yang sedang diterapi dengan beta

    bloker.

    Penghentian mendadak terapi calcium channel blocker menyebabkan

    gejala putus obat (withdrawl) yang dapat memperburuk angina (Mehta, 2007).

    2.4 TINJAUAN TENTANG PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)2.4.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner

    Menurut WHO (1957) penyakit jantung koroner (PJK) yang disebut juga

    ischemic heart disease adalah gangguan jantung baik akut maupun kronik yang

    disebabkan oleh penurunan atau pemutusan aliran darah ke miokardium yang

    berkaitan dengan gangguan pada arteri koroner. Lebih dari 90% kasus iskemia

    miokardium disebabkan oleh reduksi aliran darah koroner akibat dari obstruksi

    aterosklerotik pada arteri koroner (Kumar dan Clark, 2004).

    2.4.2 Epidemiologi Penyakit Jantung KoronerBerdasarkan data epidemiologi yang diperoleh ditemukan suatu hubungan

    yang kuat antara tekanan darah dengan risiko morbiditas dan mortalitas pada

    kardiovaskular. Diawali dengan tekanan darah 115/75 mmHg, risiko

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    48/61

    kardiovaskular meningkat setiap kenaikan tekanan darah 20/10 mmHg (Saseen

    dan Carter, 2005).

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di

    seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular.

    Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk

    mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat

    sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar

    32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Dilaporkan

    juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang

    wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit kardiovaskular lebih banyak

    menyerang para pria. Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit

    kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria

    maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis

    (Muchid dkk, 2006).

    Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN),

    dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada

    tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%. Kemudian di tahun 2001

    angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan

    mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara indonesia. Tingginya angka

    tersebut, mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu.

    2.4.3 Faktor risiko Penyakit Jantung KoronerMenurut Bustan (2000) ada beberapa macam faktor resiko PJK namun

    secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah faktor resiko

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    49/61

    yang bisa diubah (modifiable) dan yang kedua faktor risiko tidak bisa diubah

    (non-midifiable). Dari kesemua faktor risiko ini ada yang membaginya atas risiko

    mayor (hipertensi, hiperlipidemia, merokok, obesitas) dan minor (DM, stres,

    kurang olahraga, riwayat olahraga, usia, dan jenis kelamin). Faktor-faktor tersebut

    antara lain :

    1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.a. Genetik (riwayat keluarga)

    Laki-laki yang berusia kurang dari 60 tahun dengan riwayat serangan

    jantung dalam keluarga, risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat

    hingga 5 kali. Dimana insiden infark miokard pada kakak beradik berhubungan

    secara bermakna walaupun faktor lain, seperti hipertensi, hiperlipidema dan

    merokok telah disingkirkan (Sitorus, 2006).

    b. UsiaResiko terserang penyakit jantung koroner akan meningkat dengan

    bertambahnya usia. Aterosklerosis jarang terjadi pada masa kanak-kanak, kecuali

    bila mereka mempunyai sejarah keluarga hiperlipidemia. Namun aterosklerosis

    sering dijumpai pada usia sekitar 20-30 tahun dan terjadi hampir pada semua

    orang lanjut usia (Kumar, 2004).

    Sebelum usia 65 tahun risiko serangan jantung dua kali lipat lebih besar

    pada laki-laki daripada perempuan, setelah usia 65 tahun risikonya menjadi

    seimbang. Hal ini disebabkan karena pada perempuan umumnya risiko serangan

    jantung meningkat tajam setelah monopouse (Lovastatin, 2006).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    50/61

    c. Jenis kelaminLaki-laki mempunyai kemungkinan terserang penyakit jantung koroner

    lebih besar dibandingkan perempuan yang premenopause. Namun, setelah

    perempuan mengalami menopause, angka kejadian aterosklerosis sama dengan

    laki-laki. Pada perempuan terdapat hormon estrogen yang diyakini dapat

    memberikan perlindungan vaskular dari proses aterosklerosis karena estrogen

    dapat menurunkan konsentrasi LDL-kolesterol dengan meningkatkan katabolisme

    LDL, serta dapat meningkatkan konsentrasi HDL-kolesterol (McEvoy, 2001).

    2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi.a. Hiperlipidemia

    Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol, terutama

    berhubungan dengan peningkatan kadar LDL (Low DensityLipoprotein) dan

    penurunan kadar HDL (High DensityLipoprotein), dan hal ini berkaitan dengan

    risiko coronary atheroma. Terdapat bukti bahwa peningkatan kadar trigliserida

    juga berhubungan erat dengan risiko coronary atheroma. Suatu penelitian

    angiograpik menunjukkan bahwa penurunan kadar kolesterol dapat

    memperlambat risiko prognosis pada penyakit jantung koroner, dan risiko

    penyakit lainnya yang mungkin menyertai. (Kumar dan Clark, 2004).

    Penelitian epidemiologik, laboratorium, dan klinik yang dilakukan oleh

    Framingham Heart Study (FHS) dan Multiple Risk Factor Intervention Trial

    (MRFIT) telah membuktikan bahwa gangguan metabolisme lipid merupakan

    faktor sentral untuk terjadinya aterosklerosis.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    51/61

    b. MerokokStudi Framingham dalam penelitiannya selama 26 tahun menyatakan

    bahwa laki-laki setengah umur yang perokok, risiko terkena penyakit jantung

    koroner meningkat 4 kali lipat dan risiko mati mendadak bahkan mencapai 10 kali

    lipat pada pria dan 5 kali pada wanita. Pengaruh rokok antara lain mempercepat

    terjadinya aterosklerosis dan trombosis, penurunan kolesterol HDL, peningkatan

    kadar fibrinogen dan jumlah sel darah putih, dan juga mengurangi kontraktilitas

    otot jantung (Sitorus, 2006).

    c. HipertensiHipertensi merupakan faktor resiko mayor untuk aterosklerosis pada

    semua umur. Laki-laki dengan usia 45 dan 62 tahun dengan tekanan darah

    >169/95 mmHg mempunyai resiko lebih besar menderita PJK dibandingkan yang

    memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau kurang (Kumar, 2004).

    d. Diabetes mellitusPenderita DM memiliki risiko menderita infark miokard akut 2 kali lebih

    besar daripada mereka yang non-diabetik. Dimana DM dapat menyebabkan

    hiperlipidemia sekunder (Sitorus, 2006).

    Individu dengan diabetes mellitus memiliki kolesterol dan trigliserida

    plasma yang tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ menyebabkan

    hipoaksi dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang berperan

    menimbulkan aterosklerosis. (Corwin, 2001).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    52/61

    e. ObesitasObesitas merupakan faktor risiko untuk hipertensi, diabetes, penyakit

    jantung koroner dan stroke. Faktor yang dianggap bertanggungjawab terjadinya

    hipertensi pada obesitas antara lain adalah ekspansi volume ekstra seluler yang

    mengakibatkan hipervolume dan peningkatan isi semenit, aktivasi simpatis dan

    sistem renin-angiotensin-aldosteron (Waring, 2007).

    f. StresStres dapat menyebabkan lepasnya katekolamin. Namun masih

    dipertanyakan apakah stres bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan.

    Faktor-faktor ini, semakin memperbesar risikonya untuk menderita penyakit

    aterosklerosis (Kumar, 2004).

    g. AlkoholAlkohol mempunyai efek merugikan yang dapat memicu proses

    biokimiawi terjadinya penyakit jantung koroner. Minum alkohol berlebihan

    jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan liver, ganguan

    profil lipid, peningkatan tekanan darah yang mempunyai efek merugikan pada

    tekanan darah sistolik dan meningkatkan risiko trombosis (SIGN, 2007)

    2.4.4 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

    Penyakit jantung koroner (coronary artery disease)disebut juga ischemic

    heart diseaseyaitu terjadinya penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih

    pembuluh darah koroner yang diawali dengan penimbunan lemak pada lapisan

    pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pembuluh darah koroner terjadi akibat

    adanya proses aterosklerosis (Walker, 2003).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    53/61

    Gambar 2.8. Penyumbatan Arteri Koroner Akibat Plak

    Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik)

    akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells),

    massive extracellular lipid dan plakfibrous yang mengandung sel otot polos dan

    kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses

    inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada

    lapisan endotel, pembentukan sel busa danfatty streks, pembentukanfibrous cups

    dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil

    (Muchid dkk, 2006).

    Pembentukan aterosklerosis dapat dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi,

    dimana tekanan darah yang tinggi secara kronis dapat menimbulkan gaya rengang

    yang dapat merobek lapisan endotel arteri atau arteriol. Dengan robeknya lapisan

    endotel, maka timbul kerusakan yang berulang-ulang sehingga terjadi peradangan,

    penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap

    trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus di

    bagian hilir (Corwin, 2001).

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    54/61

    Peningkatan tekanan darah sistemik juga akan meningkatkan resistensi

    terhadap pemompaan ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah.

    Akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel sehingga kemampuan ventrikel untuk

    mempertahankan curah jantung terlampaui. Jantung semakin terancam bila terjadi

    aterosklerosis koroner karena suplai oksigen miokardium akan berkurang

    sedangkan kebutuhan oksigen miokardium akibat hipertrofi ventrikel meningkat.

    Pada akhirnya akan menimbulkan angina atau infark miokard (Kumar, 2004).

    Infeksi diketahui juga mempengaruhi pembentukan aterosklerosis, dimana

    melibatkan kelompok bakteri dan virus khususnya Clamydia pneumoniae dan

    cytomegalovirus. Mengenai mekanisme kerjanya pada aterosklerosis sukar untuk

    dipahami, namun diperkirakan ada hubungannya dengan proses peradangan atau

    akibat respon perubahan pada dinding sel pembuluh darah karena terjadinya

    injury. Penggunaan terapi antibiotik harus diberikan pada pasien Penyakit Jantung

    Koroner (Kumar, 2004).

    Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication

    pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan

    dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak

    (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada

    usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada

    pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh

    darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah

    proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan pembuluh

    koroner. Pada saat ini muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    55/61

    miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau

    progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses

    aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif (Muchid dkk, 2006).

    Gambar 2.9 Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan

    Complication) Pada Plak Aterosklerosis

    2.4.5 Manifestasi klinis Penyakit Jantung KoronerIskemia miokard terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan

    kebutuhan oksigen (Kumar dan Clark, 2004).

    Iskemia miokard terjadi akibat plak ateroma pada arteria koronaria.

    Ateroma tersebut menyebabkan stenosis, yang makin lama makin memberat.

    Manifestasi klinis iskemia miokard akan muncul bila stenosis sudah mencapai

    60% atau lebih. Iskemia miokard biasanya dirasakan sebagai nyeri yang khas

    yang disebut angina pektoris. Berbagai manifestasi klinis dapat terjadi bermacam-

    macam, yaitu :

    1. Asimptomatik2. Angina Pektoris Stabil3. Sindroma Koroner Akut

    a. Angina Pektoris tidak stabil

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    56/61

    b. Infark Miokard tanpa elevasi gelombang STc. Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST

    4. Angina Variant (Prinzmetal)5. Aritmia, dapat bermacam-macam bentuknya sampai terjadinya kematian

    mendadak.

    6. Gagal Jantung, baik sistolik maupun diastolik.Adapun manifestasi klinik yang utama dari penyakit jantung koroner meliputi :

    a) Angina pektoris stabilb) Sindrom Koroner Akut, yaitu angina pektoris tidak stabil, infark miokard

    akut (infark miokard akut tanpa ST elevasi dan infark miokard akut dengan

    ST elevasi).

    (Adipranoto, 2006; Muchid dkk, 2006).

    2.4.5. Diagnosis Penyakit Jantung KoronerDiagnosis penyakit jantung koroner meliputi :

    1. Anamnesa :Nyeri angina yang khas dengan pola yang menetap dalam hal pencetus,

    lamanya dan intensitasnya. Didapatkan faktor-faktor resiko untuk terjadinya

    penyakit jantung koroner.

    2. Pemeriksaan fisik :Tidak ada yang spesifik pada pemeriksaan fisik.

    3. Pemeriksaan penunjang : EKG istirahat : dapat menunjukkan adanya depresi segmen ST dan inversi

    gelombang T yang spesifik ataupun EKG dapat juga normal.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    57/61

    Laboratorium : darah rutin, gula darah, kreatinin serum, profil lipid. Foto thorax. Ekokardiografi. Uji latih beban. Pencitraan nuklir.

    Diagnosa Banding :

    1. Kelainan pada esophagus : esofagitis oleh karena refluks.2. Kolik bilier.3. Sindroma kostosternal : oleh karena inflamasi pada tulang rawan kosta.4. Radikulitis servikal.5. Kelainan pada paru : pneumonia, emboli paru.6. Nyeri psikogenik.(Adipranoto, 2006)

    2.4.6Penatalaksanaan Pengobatan Pada PJK2.4.6.1Nitrat

    Nitrat bekerja dengan mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan

    suplai oksigen. Nitrat I.V harus diberikan pada pasien yang masih mengalami

    nyeri dada setelah pemberian 3 tablet nitrat sublingual (bila tidak ada

    kontraindikasi seperti penggunaan sildenafil dalam 24 jam terakhir) EKG

    menunjukan iskemia miokard (menderita gagal jantung). Pemberian intravena

    dilaksanakan dengan titrasi ke atas (dosis lebih besar) sampai keluhan terkendali

    atau sampai timbul efek samping (terutama nyeri kepala atau hipotensi).

    Kemudian Nitrat oral dapat diberikan setelah 12-24 jam periode bebas nyeri.

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    58/61

    Rebound angina dapat terjadi bila nitrat dihentikan secara mendadak Nitrat

    mempunyai efek anti-iskemik melalui berbagai mekanisme :

    1. Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan preload dan afterload,

    2. Efek vasodilatasi sedang,

    3. Meningkatkan aliran darah kolateral,

    4. Menurunkan kecendrungan vasospasme, serta

    5. Potensial dapat menghambat agregasi trombosit.

    (Muchid dkk, 2006).

    2.4.6.2Anti HipertensiMenurut InaSH (Indonesian Society of Hypertension) penyakit jantung

    iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada

    pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil,

    obat pilihan pertama -blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel

    blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak

    stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan beta bloker dan

    Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan kemudian dapat

    ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark

    miokard, ACEI, beta bloker dan antagonis aldosteron terbukti sangat

    menguntungkan tanpa melupakan penatalaksanaan lipid profil yang intensif dan

    penggunaan aspirin (www.inashonline.org).

    2.4.6.3Anti Platelet

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    59/61

    Aspirin dosis rendah termasuk golongan anti platelet yang bisa

    mengurangi kemungkinan serangan jantung berulang dengan cara mencegah

    melekatnya sel-sel darah (platelet-platelet) bersama-sama. Aspirin paling baik

    digunakan bersama makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kontraindikasi

    aspirin sangat sedikit, termasuk alergi (biasanya timbul gejala asma), ulkus

    peptikum aktif, dan diatesis perdarahan. Aspirin disarankan untuk semua pasien

    PJK, bila tidak ditemui kontraindikasi. Pada penderita yang kontra indikasi

    dengan aspirin dapat diganti dengan ticlopidin atau clopidogrel yang merupakan

    golongan ADP (Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat) (Muchid dkk, 2006).

    2.4.6.4Anti KoagulanHeparin diberikan pada penderita dengan risiko sedang dan tinggi.

    Berbeda dengan UFH (Unftactionated Heparin), LMWH (Low Molecular Weight

    Heparin). LMWH mempunyai efek antifaktor Xa yang lebih tinggi dibandingkan

    efek antifaktor IIa (antitrombin). Rasio antifaktor Xa dan antifaktor IIa yang lebih

    tinggi menunjukan efek inhibisi pembentukan trombin dan efek hambatan

    terhadap aktivitas trombin yang lebih besar. LMWH mempunyai efek

    farmakokinetik yang lebih dapat diramalkan, bioavaliabilitasnya lebih baik,

    mengurangi ikatan pada protein pengikat heparin, waktu paruhnya lebih lama,

    tidak membutuhkan pengukuran APTT, risiko perdarahan kecil, serta pemberian

    lebih mudah, Secara ekonomis lebih hemat (Muchid dkk, 2006).

    2.4.6.5Terapi Inhibitor Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    60/61

    ACC/AHA dalam pedomannya merekomendasikan penggunaan antagonis

    reseptor GP IIb/IIIa dengan berbagai alasan dan pertimbangan antara lain;

    Berdasarkan data klinis terkini, tirofiban dan eptifibatide harus dipertimbangkan

    sebagai tambahan dari aspirin, klopidogrel dan UFH / LMWH, untuk penggunaan

    upstream pada pasien APTS (Angina Pektoris Tidak Stabil) atau NSTEMI dengan

    iskemi yang berkepanjangan atau kondisi risiko tinggi lainnya. Abciximab dan

    eptifibatide tetap merupakan pilihan pertama dan kedua pada pasien

    APTS/NSTEMI. Yang menjalani angioplasti atau stenting, yang sebelumnya tidak

    mendapat antagonis reseptor GP IIb /IIIa (Muchid dkk, 2006).

    2.4.6.6Terapi FibrinolitikTerapi fibrinolitik (dulu dinamakan trombolitik) bermanfaat pada STEMI,

    akan tetapi secara umum terapi ini tidak disarankan pada Angina unstabil dan

    NSTEMI. Contohnya adalah streptokinase, alteplase, reteplase dan tenecteplase

    (Muchid dkk, 2006).

    Direkomendasikan pada pasien berusia

  • 7/22/2019 46147651-hipertensi.pdf

    61/61

    menurunkan kadar LDL dan kolesterol total serta meningkatkan HDL plasma.

    Suatu penelitian membuktikan penurunan kadar lemak atau kolesterol secara

    agresif oleh obat golongan statin sangat bermanfaat dalam menekan atau

    mengurangi kejadian-kejadian koroner akut. Dilaporkan juga, pemberian statin

    sesudah serangan SKA ternyata dapat mengurangi lesi aterosklerosis telah diteliti

    secara quantitative coronary angiography, disamping perbaikan gejala klinisnya.

    Diperkirakan pemberian statin secara dini sesudah serangan jantung dapat

    mengurangi kemungkinan pembentukan lesi baru, mengurangi kemungkinan

    progresi menjadi oklusi. Statin juga ternyata dapat memperbaiki fungsi endotel

    (RICIFE trial), menstabilkan plak, mengurangi pembentukan trombus, bersifat

    anti-inflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid (pleotrophic effect) (Muchid dkk,

    2006).