41076062 makalah sistem religi dan budaya india kuno

Upload: rhafee-lordof-golden-wings

Post on 31-Oct-2015

249 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SIPPH DAHH/..

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang Masalah

India merupakan sebuah wilayah yang memiliki latar belakang historis nilai-nilai realigi cukup panjang, disini lahir berbagai macam aliran filsafat dan agama. Seperti pada umumnya masyarakat tradisional dahulu sistem kepercayaan awal yang berkembang di India adalah animisme dinamisme yang kemudian berkembang menjadi agama-agama yang kita kenal sebagai Veda, Hindu, Budha, dan Jainisme. Periode ini dikenal juga sebagai periode klasik pembabakan agama di India, adapun masuknya Islam dan Kristen merupakan babak baru dalam sejarah perkembangan agama di India atau sering disebut sebagai periode modern.

Agama-agama klasik di India mengalami perkembangan yang unik melalui tahapan-tahapan tertentu yang saling berkesinambungan. Veda merupakan kitab pegangan masyarakat India Kuno yang disinyalir berasal dari bangsa Arya, yaitu bangsa pendatang dari luar India dan kemudian menyingkirkan bangsa asli India suku Dravida. Dalam Veda ini tercantum berbagai pedoman tata kelakuan masyarakat juga tentang mantra-mantra dalam upacara keagamaan yang dipimpin oleh Brahmana, sehingga keberadaan Brahmana pada masa Veda cukup menonjol. Setelah mengalami masa kejayaannya Veda mengalami pergeseran-pergeseran dan kemudian melahirkan sebuah agama baru yaitu Hindu. Ajaran-ajaran Hindu tidak jauh berbeda dari ajaran yang tercantum dalam Veda hanya mengalami beberapa penambahan saja.

Agama Budha dan Jainisme sendiri lahir sebagai antitesis dari ajaran Veda, kedua agama ini muncul sebagai sebuah protes terhadap dominasi sosial kaum Brahmana yang memandang kaum ksatria maupun waisya menjadi warga masyarakat kelas dua dan tiga. Keduanya lahir dari pemikiran filsafat pendirinya yaitu Budha oleh Sidharta Gautama dan Jainisme oleh Vardhamana Mahavira, pemikirannya berupa hasil perenungan mengenai kekacauan sosial yang terjadi pada masa itu. Keduanya menganggap terdapat beberapa ajaran dalam Veda yang kurang tepat kemudian terdapat situasi dimana terlalu mendominasinya peranan kaum Brahmana. Karena agama ini lahir dari protes terhadap ajaran Hindu maka

1

tentunya terdapat perbedaan-perbedaan signfikan dalam ajaran-ajarannya.

Perbedaan ajaran yang dibawa oleh masing-masing agama tersebut memberikan corak tersendiri bagi kondisi masyarakat penganutnya. Dengan ajaran yang berbeda terjadi pula perbedaan karakteristik kehidupan sosial budaya masyarakat penganutnya, karena kehidupan masyarakat India Kuno sangat dipengaruhi oleh agama yang dianutnya. Masyarakat menjalankan kehidupan sehari-harinya dengan berpedoman pada kitab suci masing-masing agama, dengan mengamalkan ajaran dalam kitab itulah masyarakat India kuno menjadi masyarakat yang religius seperti tuntutan dalam agamanya. Maka tidak dapat disangkal bahwa agama sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat India kuno.

Peranan agama yang begitu penting dalam kehidupan sosial budaya masyarakat India kuno telah banyak dikaji secara terpisah berdasarkan masing-masing agama. Sayangnya pengkajian secara terpisah ini kurang representatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul mengenai perbedaan ataupun bahkan keterkaitan antara ajaran agama-agama tersebut. Oleh karena itu untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas mengenai perkembangan agama di India Kuno dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial budaya masyarakatnya, maka kami menyusun makalah ini yang berjudul Sistem Religi dan Budaya India Kuno : Tinjauan Terhadap Inti Ajaran Veda, Hindu, Budha, Jainisme dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno. Kami berharap lewat makalah ini kami dapat menganalisis secara komparatif mengenai empat ajaran agama tersebut.

12 Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini kami membuat beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan. Adapun Rumusan masalah yang kami tetapkan adalah:

1. Bagaimana kemunculan dan perkembangan ajaran Veda, Hindu, Budha,

dan Jainisme?

2. Bagaimana perbandingan inti ajaran dari Veda, Hindu, Budha, dan

Jainisme?

3. Bagaimana pengaruh dari ajaran Veda, Hindu, Budha, dan Jainisme

terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno?

13 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin di capai dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah diatas, yakni:

1. Mendskripsikan awal mula kemunculan ajaran Veda, Hindu, Budha,

dan Jainisme beserta ajarannya. Pembahasannya meliputi sejarah kemunculan, pendiri, dan perkembangan pada periode-periode selanjutnya.

2. Menguraikan perbandingan inti ajaran dari Veda, Hindu, Budha, dan

Jainisme. Pembahasannya meliputi inti ajaran yang terkandung dalam masing-masing agama, perbedaan-perbedaan yang ada dari keempat ajaran tersebut, dan faktor-faktor terjadinya perbedaan dalam ajaran-ajaran tersebut.

3. Mengidentifikasi pengaruh dari ajaran Veda, Hindu, Budha, dan

Jainisme terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno. Didalamnya dikaji mengenai pengaruh dalam bidang sosial berupa pembagian stratifikasi sosial, mobilitas sosial, dan pembagian hierarkis dalam sistem politik dan organisasi kemasyarakatan. Adapun pengaruh terhadap kebudayaan dibahas tentang pengaruh agama-agama india kuno terhadap seni arsitektur, seni patung, ritual keagamaan, dan lain-lain.

3

14 Sistematika Penulisan

Untuk menguraikan isi dari makalah ini, kami membuat sistematika penulisan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi makalah. Dimulai dengan kata pengantar kemudian dilanjutkan dengan Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Pembahasan, Bab 3 Kesimpulan dan Saran, dan terahir Daftar pustaka.

Dalam Bab 1 Pendahuluan berisi latar belakang masalah yang menjadi pendorong dibuatnya makalah ini, rumusan masalah sebagai batasan kajian, tujuan penulisan makalah yang ingin dicapai dari penulisan, dan sistematika penulisan.

Dalam Bab 2 pembahasan, berisi tentang Periodisasi Agama di India Kuno yaitu Zaman Weda (1500-800 SM) yang meliputi Zaman Weda Kuno (Reg Weda), Zaman Weda Baru, Zaman Brahmana (800-300 SM), Zaman Kejayaan Hindu (800-600 SM), dan Zaman Kemunduran Hindu (600-300 SM); Inti Ajaran Agama India Kuno (Veda, Hindu, Budha, Jainisme); Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno yaitu pengaruh terhadap khidupan sosial meliputi adanya Pembagian Stratifikasi Sosial, Pembatasan Mobilitas Sosial, serta Pembagian Hierarkhis Dalam Sistem Politik dan Organisasi Kemasyarakatan; Pengaruh dalam aspek budaya yaitu Pengaruh Aspek Artifact (Seni Arsitektur Bangunan, Seni Patung) dan pengaruh terhadap aspek Mentifact meliputi Ritual Keagamaan dan lain-lain.

Dalam Bab 3 Penutup, merupakan bab penutup dalam makalah ini. Pada bagian ini, tim penulis menyimpulkan uraian sebelumnya dan mengambil makna dari kajian yang telah tim penulis bahas dalam bab sebelumnya.

4

BAB 2

SISTEM RELIGI DAN BUDAYA INDIA KUNO :

Tinjauan Terhadap Inti Ajaran Veda, Hindu, Budha, Jainisme dan

Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno

2.1. Periodisasi Agama di India Kuno

Dalam perjalanan sejarah India kuno beberapa kali dalam kurun waktu yang berbeda terjadi perubahan maupun perkembangan dalam bidang keagamaan maupun filsafat, hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Adanya wahyu maupun adanya sebuah gagasan atau pemikiran dari satu tokoh atau kelompok menjadi satu dari sekian penyebab terjadinya perubahan maupun perkembangan dalam suatu masyarakat, dalam hal ini termasuk juga perkembangan dan perubahan dalam bidang agama maupun filsafat. Di India sendiri terjadi perkembangan maupun perubahan dalam bidang agama dan filsafat dalam beberapa kurun waktu. Berikut adalah penjelasan yang akan dimulai dari zaman Weda hingga munculnya Jainisme dan Budha.

2.1.1 Zaman Weda (1500-800 SM)

Dalam peradaban India, Lembah Sungai Indus merupakan tempat di mana kebudayaan dan kepercayaan India berkembang. Ketika bangsa Arya datang ke daerah tersebut dan menetap di sana, bangsa Arya mempunyai kepercayaan terhadap para dewa yang diantaranya adalah penyembahan terhadap Dewa Langit. Kata Veda berasal dari kata Vid yang artinya adalah pengetahuan atau kebijaksanaan. orang-oarang Hindu menganggap Veda sebagai yang abadi diturunkan oleh para Rsi (Suud, 1988: 46). Reg Veda merupakan yang tertua, zaman Weda ini sendiri dibagi dalam dalam dua periodisasi yaitu :

1. Zaman Weda Kuno (Reg Weda)

Seperti yang telah disebutkan, pada zaman ini bangsa Arya tinggal dan menetap di daerah sungai Indus, mereka mendiami daerah sebelah timur sungai

5

Indus tepatnya antara sungai Sultej dan sungai Yamuna, yang kemudian dikenal sebagai Brahmanavatara atau Aryavatara yang berarti tempat-tempat Brahmana dan tempat tinggal Arya. Mereka mempunyai kepercayaan menyembah beberapa dewa, diantaranya dalam masa ini dikenal dengan adanya Dewa Dyauspitar yang dianggap sebagai Dewa Cahaya dan merupakan Dewa Angkasa yang bersemayam di kayangan, oleh bangsa Arya dewa ini dianggap sebagai kepala dari seluruh dewa. Kemudian dalam perkembangannya muncul Dewa Varuna sebagai dewa tertinggi dan dianggap dewa yang paling mulia, Dewa Varuna merupakan dewa penguasa alam semesta, dipercayai oleh bangsa Arya sebagai dewa yang maha tahu dan dewa ini pula yang menggantikan Dewa Dyauspitar. Selain Varuna terdapat dewa-dewa lain seperti Surya, Mitra, Indra,Agni, dll. Jumlah dewa pada periode ini adalah 33 dewa. Namun dalam dalam Reg Weda pemujaan tersebut paling banyak ditujukan kepada Dewa Indra, hampir 25% syair nyanyian pujian dtujukan kepadanya. Selain itu pada masa ini, dalam agama Reg Weda sama sekali tidak diajarkan mengenai penyembahan atau pembuatan patung maupun pembuatan kuil dalam pelaksanaan ibadah atau penyembahan dilakukan di sebuah areal terbuka atau lapang.

2. Zaman Weda Baru

Pada zaman ini muncul Sama Veda yang meupakan kelanjutan dari Reg Veda sebagai wahyu dari Tuhan, dimana syair nyanyian dari Sama Veda ini digunakan dalam upacara Yajna (korban suci). Setelah itu muncul juga Yayyur Veda, pada masa ini upacara Yajna menjadi sangat penting sebab Yajna ini dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju moksa. Dalam upacara yang dilakukan mantra dan nyanyian dari Reg Veda, Sama Veda, maupun Yayyur Veda harus dilakukan oleh Brahmana dan pelaksanaannya harus sesuai ajaran Yayyur Veda, maka peran Brahmana mulai dianggap penting. Pada masa selanjutnya bangsa Arya juga menemukan mantra-mantra gaib untuk melawan sihir atau penyakit serta tata cara pemakaman jenazah yang dikenal sebagai zaman Atharwa Veda.

2.1.2. Zaman Brahmana (800-300 SM)

Pada masa ini bangsa Arya sudah mulai menjelajah dan menyebar ke

6

wilayah timur. Pada masa ini juga pengkodifikasian kitab-kitab suci Veda sudah selesai, sehingga pada masa ini para Rsi pun sudah tidak lagi mendapatkan wahyu dalam bentuk lagu sehingga tidak lagi terdapat wahyu lagu yang diturunkan kepada para Rsi, maka para Rsi pada masa ini mulai menafsikan isi dari Catur Weda tersebut yang kemudian dari tafsiran kitab-kitab Veda itu menghasilkan beberapa kitab yang disebut kitab Brahmana. Masa ini juga warna diartikan sebagai kasta dan sistem kasta ini mulai berkembang dalam kepercayaan yang dianut, aturan kasata menjadi ketat dan kini para bangsawan mulai menguasai tanah-tanah yang ada untuk memperkuat posisinya dalam tingkatan kasta tertentu. Kemudian para bangsawan ini sering melakukan upacara keagamaan yang besar, megah dan mahal serta berkembang pesat pada masa tersebut sehingga dengan adanya upacara yang besar dan mewah ini posisi Brahmana menjadi kian penting dan memperkuat legitimasi terhadap ketatnya sistem kasta. Zaman Brahmana ini sendiri dibagi dalam beberapa periodisasi yaitu:

1. Zaman Kejayaan Hindu ( 800-600 SM)

Spirit keagamaan mengalami perubahan, tidak ada lagi upacara2 kecil, melainkan upacara Yajna yang besar dan rumit, sehingga golongan Brahmana memiliki kekuasaan dan mendapat perlakuan istimewa. Upacara yang dilakukan meliputi: mulai dari manusia dalam kandungan sampai meninggal, bahkan sampai Yajna yang berhubungan dengan roh yang telah meninggal. Upacara yang terbesar adalah Aswamedhayajna, korban kuda, memakai ratusan Brahmana, serta mengorbankan binatang dalam jumlah banyak.

Pada zaman Aranyaka muncul ajaran bertapa atau meditasi dalam usaha menguak misteri semesta. Pada zaman Upanisad muncul ajaran yang berdasarkan filsafat dan logika. Ajaran dituangkan dalam kitab-kitab Upanisad. Ada beberapa konsepsi penting yang ditemukan para Rsi yang membaca kitab-kitab suci di hutan:

Alam semesta diciptakan dari Yajna dan dipelihara dengan Yajna. Konsep Brahman - Atman, Samsara (punarbhawa). Karma, samsara (punarbhawa), dan moksa.

2. Zaman Kemunduran Hindu (600-300 SM)

7

Pada zaman ini muncul protes dan perlawanan yang menentang ajaran Brahmana, yang mengajarkan upacara Yajna, berbagai ritual serta pembunuhan bermacam-macam binatang dalam jumlah yang tidak sedikit, dengan biaya mahal. Gerakan perlawanan ini dipimpin oleh para penganut Buddha, Jaina, Carwaka, dll, yang menolak wewenang dan otoritas kaum Brahmana. Mereka menentang ritual-ritual yang bersumber pada Weda. Sebaliknya mengajarkan, mengagungkan etika tapa-brata, dan penebusan dosa dengan disiplin ketat untuk mencapai moksa (bebas dari kelahiran dan kematian). Agama Buddha begitu cepat meluas, ke seluruh masyarakat yang beragama Brahmana. Yang masih taat agama Hindu kebanyakan kaum Brahmana.

Pada zaman ini Hindu pecah menjadi2(dua) yaitu:

1. Golongan Heterodoks/rasionalis: penganut Buddha, Jaina, Carwaka dsb

2. Golongan Orthodoks: penganut Brahmana.

2.2. Inti Ajaran Agama India Kuno (Veda, Hindu, Budha, Jainisme)

2.2.1. Inti Ajaran Veda

Veda adalah tradisi sastra yang merupakan hasil perjumpaan antara kebudayaan bangsa. Arya yang berbahasa Indo-Eropa kebudayaan Dravida. Veda dinyayikan, diucapkan, dan ditulis dalam bahasa Vedik, yakni bahasa kuno IndoArya. Vedik merupakan induk dari bahasa Sansakerta.

Veda terdiri dari empat kumpulan (Samhitha) yakni:

1. Reg Veda yaitu kumpulan puji-pujian yang diresitasi

2. Sama Veda yaitu kumpulan himne yang dinyanyikan

3. Yaajur Veda yaitu kumpulan rumusan-rumusan untuk kurban

4. Atharva Veda yaitu kumpulan rumusan-rumusan magis.

Dimasa ini diwariskan pula tiga kitab lain yang penting kedudukannya dalam Hinduisme, yakni:

1. Brahmana yaitu kitab yang berisi spekulasi tentang kurban dan

kedudukan imam-imam

2. Aranyaka yaitu naskah-naskah esoteris yang merupakan hasil

refleksi kaum vanaprastha (penghuni hutan). Kitab ini menekankan

8

arti batiniah dan simbolis dari kurban

3. Upanishad yaitu merupakan kelanjutan dari Aranyaka. Jadi,

merupakan penutup dari Veda. Terakhir secara kronologis maupun

teologis. Segala revelasi Hindu mencapai kesempurnaannya pada

Upanishad. Itulah sebabnya Upanishad sering juga disebut

Vedanta (akhir atau pemenuhan veda, baik secara temporal

maupun teleologis.

Metode dalam Upanishad adalah introspektif, dengan titik tolak pengalaman berpikir manusia dan fakta kesadaran manusia. Tema pokok Upanishad adalah hakekat keakuan dan hubungannya dengan kesadaran.

Tuhan dalam Upanishad dilukiskan sebagai penguasa batin yang tidak dapat mati atau sebagai benang yang melewati segala benda dan mengikat mereka bersama. Dialah kebenaran sentral dari eksistensi bernyawa dan tidak bernyawa, dan karenanya. Dialah pencipta dunia, tetapi ia munculkan dunia itu dari dirinya sendiri sebagai labah-labah membuat jaringan sarangnya.

Upanishad bukan semata-mata hasil dari para brahmana, tetapi sudah dipengaruhi oleh unsur luar Brahamana. Ajaran dalam Upanishad tak boleh disampaikan kepada sembarang orang, kecuali orang arya dan mereka yang telah maju di bidang agama.

2.2.2. Inti Ajaran Hindu

Hinduisme adalah bentuk keyakinan hidup yang bermula dari ajaran Veda, yang karena perkembangan sejarah para pemeluknya telah mengalami perubahan sebagai perpaduan antara Brahmanisme yang berdasarkan Veda dengan Budhisme maupun Jainisme (Abu Suud, 1988: 105). Berikut adalah inti ajaran Hindu .

1. Agama Hindu percaya pada sistem keTuhanan atau Dewa.

2. Menekankan pemujaan pada tiga Dewa, yaitu Dewa Brahma,

Dewa Wisnu dan Siwa atau yang dikenal dengan Trimurti (tiga

bentuk). Dimana Dewa Brahma sebagai kepala karena

kedudukannya sebagai dewa pencipta jagad raya, sementara Dewa

Wisnu sebagai dewa pemelihara, sedangkan Dewa Siwa menjadi

dewa perusak Jagad raya.

9

3. Terjadinya pergeseran dalam pemahaman orang mengenai para

Dewa. Banyak dewa yang pada masa veda dianggap penting dan

perlu dipuja kemudian dalam ajaran Hindu kedudukannya bergeser

ke bawah atau dianggap kurang penting. Bagi agama hindu, dewa

bukan lagi gejala alam seperti dewa matahari, bulan, api ataupun

angin namun dewa digambarkan sebagai manusia (antropomorfis).

4. Dalam agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut

dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu.

Kelima keyakinan tersebut, yakni:

1). Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa.

2). Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman.

3). Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam

setiap perbuatan. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk.

4). Punarbhawa Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi). Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya.

5). Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia. Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material.

5. Hinduisme mengajarkan tiga jalan pembebasan yakni karma-marga, jnana dan

bhakti. Berikut diuraikan secara singkat

a. Karma-marga artinya askese, ketaatan kepada aturan-aturan agama.

10

Askese Brahmanik pada mulanya terdiri dari kurban-kurban dan upacara. Pelaksana kurban merupakan bentuk komunikasi dengan dewa-dewa. Tapas (askese batin) bertujuan untuk mencapai kesatuan dengan alam dewa-dewa.

Bhagavadgita mengajarkan bahwa tindakan itu sendiri tidak membeleggu manusia, tapi kelekatan kepada tindakan dan hasil perbuatan itulah yang membelenggu. Bila suatu tindakan dilakukan tanpa rasa lekat sama sekali, maka tindakan itu tidak mengikat orang pada dunia. Tindakan yang benar akan membawa orang kepada tahap spiritual yang lebih tinggi, dan dengan demikian menuju pembebasan.

b. Jnana artinya mistisme pengetahuan. Misalnya, dalam Yogasutra dari

Pantanji, kebaktian kepada Tuhan bersama dengan disiplin badaniah dan ucapan-ucapan doa dianggap sebagai langkah efektif menuju pembebasan terakhir yakni pemisahan sempurna diri manusia individual dari semua yang bukan merupakan dirinya.

Mistisisme advaita menganjurkan metode mistik lain; pengetahuan transcendental tentang diri batiniah manusia (atman). Pengetahuan diri adalah visi diri sendiri, suatu kesadaran akan identitas dengan Brahman dalam pengertian intuisi mistik. Kesadaran ini tak dapat diproduksi, tak dapat dipikirkan, karena bukan suatu kerja.

c. Bhakti, merupakan mistisme cinta kasih. Bhakti adalah cinta anugerah

Tuhan kepada seorang religius dalam penyerahan diri total. Ini tercetus dalam kebaktian penuh cinta kepada seorang guru dimana, Tuhan hadir dan kepada Tuhan sendiri. Ini mencakup partisipasi efektif dari orang yang berbakti kepada ilahi.

2.2.3. Inti Ajaran Budha

Salah satu ciri khas agama Budha adalah pesimisme. Inti ajarannya ialah bahwa segalanya adalah duka (sarvam dukham). Tapi bukan berarti ajaran Budha mengajarkan keputusasaan. Penderitaan karena samsara adalah suatu yang riil, oleh karena itu manusia harus melepaskan diri dari kesengsaraan (Bhikku Bodhi, 2006: 22).

11

1. Budha mengajarkan empat kebenaran utama (empat aryasatyani), yaitu:

a. Hidup adalah sengsara (dukha)

b. Penderitaan itu timbul karena keinginan (samudaya). Keinginan mencoba

untuk meraih sesuatu yang diinginkan itu, seolah-olah keinginan itu bias

diraih. Namun ketika keinginan itu tidak dapat diraih maka kita akan

merasa sedih dan kecewa. Bukan dunia, tapi kita sendiri yang

menimbulkan penderitaan.

c. Penderitaan dapat diakhiri dan dicapai nirvana dimana segala kehidupan

berakhir. Nirvana bukan sorga, bukan pula keadaan kemana kita masuk.

Nirvana dicapai dengan menghentikan semua keinginan.

d. Hal ini hanya dapat terlaksana engan perbuatan-perbuatan dan disiplin

(marga), yang berpuncak pada konsentrasi dan meditasi.

2. Sementara itu terdapat tiga tingkat penderitaan dalam ajaran Budha, yaitu:

a. penderitaan yang berkaitan dengan proses kehidupan manusia (kelahiran,

sakit, usia tua, mati).

b. penderitaan sebagai akibat dari kesadaran adanya kesenjangan dan distansi

antara apa yang kita inginkan dan apa yang kita peroleh, serta kesadaran

akan kesementaraan.

c. penderitaan sebagai akibat dari hakekat kondisi kemanusiaan.

3. Titik awal ajaran Budha adalah pikiran yang belum tercerahkan, di dalam

genggaman penderitaan, kesusahan, kesengsaraan, titik akhirnya adalah pikiran

yang tercerahkan, bahagia, cemerlang, dan bebas.

4. Untuk mencapai tujuan akhir tadi terdapat beberapa jalan yang dikenal dengan

delapan jalan mulia.

1). Pandangan yang tepat tentang kebenaran-kebenaran mendasar tentang kehidupan

2). Kehendak yang tepat untuk menjalani latihan

3). Ucapan benar

4). Perbuatan benar

5). Mata pencaharian benar

6). Daya upaya benar

12

7). Perhatian benar

8). Konsentrasi benar

2.2.4. Inti Ajaran Jainisme

Jainisme merupakan agama yang lahir dan berkembang di India dan dibawa oleh seorang tokoh bernama Vardhamana Mahavira. Agama Jainisme merupakan agama yang berangkat dari aliran filsafat yang lahir sebagai reaksi dari pandangan Weda yang dianggap tidak tepat. Selain itu Jainisme lebih merupakan sebagai protes sosial yang menggunakan jalur kerohanian yaitu suatu gerakan protes terhadap dominasi sosial kaum Brahmana yang memandang kaum ksatria maupun waisya menjadi warga masyarakat kelas dua dan tiga (Abu Suud, 1988: 62).

1. Inti ajaran dari Jainisme adalah menolak seluruh otoritas

Weda. Setiap pendapat adalah sah. Hal itu bukan berarti

mereka tidak mengakui adanya kontradiksi-kontradiksi,

tetapi mereka melihat adanya suatu kompleksitas realitas.

Sehingga mereka berpendapat bahwa tidak mungkin ada

pengetahuan absolute. Pengetahuan dinyatakan sah hanya

dalam hubungannya dengan titik tolak yang digunakan.

2. Dalam Jainisme dikenal tujuh titik tolak dalam memandang

realitas, yaitu:

a.Ada

b.Tiada

c.Tak dapat dilukiskan

d.Ada dan tak dapat dilukiskan

e.Tiada dan tak dapat dilukiskan

f.Ada dan Tiada

g.Ada, tiada, dan tak dapat dilukiskan

3. Ada lima macam pengetahuan menurut Jainisme, yaitu:

a. Mati: pengetahuan sehari-hari, meliputi ingatan, pemahaman, dan

13

induksi

b. Sruti: pengetahuan yang diturunkan dari tanda-tanda, symbol,

kata.

c. Avadhi: pengetahuan langsung atas benda-benda

d. Manahparyaya: pengetahuan langsung akan apa yang

dipikirkan orang.

e. Kevala: pengetahuan sempurna

4. Jainisme tidak mengakui adanya Atman yang merupakan asal dari seluruh jiwa

dan merupakan tempat segala ruh kembali dan menyatu dengannya. Sehingga

tujuan akhir dari pengembaraan jiwa-jiwa manusia ini adalah nirwana, yaitu

tempat segala kebahagiaan.

5. Bersifat atheistik, dalam arti Jainisme tidak menolak adanya dewa-dewa tapi

tidak mengakui campur tangan mereka dalam kegiatan jagad raya karena jagad

raya berfungsi dengan sendirinya karena hukum alam.

6. Jainisme tetap percaya pada hukum karma, yang selalu membelenggu jiwa

manusia untuk memasuki nirwana. Tujuan manusia itu adalah melepaskan

jiwanya dari belenggu hukum karma itu dengan sejumlah perbuatan baik,

bukan agar dapat kembali menyatu kepada hakekat Atman.

7. Jainisme percaya bahwa alam semesta ini abadi, tidak mengenal hari kiamat

yang memusnahkan alam semesta. Keberadaan alam semesta terbagi ke dalam

sebuah siklus, yaitu masa-masa perkembangan (utsarpini) dan masa

kehancuran (avasarpini).

8. Hakikat diri atau jiwa adalah kesadaran. Tujuan tertinggi adalah realisasi

kondisi murni, mengembalikan jiwa kepada hakikatnya, yakni poengetahuan

tak terbatas (ananta jnan), persepsi tidak terbatas (ananta darsana), kekuatan

tidak terbatas (ananta virya), dan kebahagiaan tidak terbatas (ananta virya).

9. Jiwa memiliki keutamaan-keutamaan, yaitu ahimsa (tanpa kekerasan),

menghargai hidup, harta dan benda, bicara yang benar, tidak mencuri, kemurnian, dan ketidaklekatan pada hal-hal duniawi.

Perbandingan Antara Agama Veda, Hindu, Budha dan Jainisme

14

NoWedaHinduBudhaJainisme

1.Mengenal banyakMenegenal banyakTidak mengenalTidak mengenal

Dewa. Dewa yangdewa. Dewadewadewa

dipuja merupakanberwujud manusia.

gejala alam dan

tidak berwujud

manusia.

2Percaya hari akhir.Tidak percaya hari

Dimana terdapatakhir yang

Dewa Siwa yangmemusnahkan jagad

merupakan dewaraya, sebab bersifat

pemusnah.abadi tidak

diciptakan dan tidak

di musnahkan oleh

dewa apapun.

3.Weda mendukungHindu mendukungMenolak sistemMenolak sistem

sistem Kasta.sistem kastakastakasta

4

Tidak mengenalMengenal adanyaMengenal adanyaMengenal adanya

adanyareinkarnasi dalamreinkarnasirenkarnasi dalam

reinkarnasikehidupan.dalam kehidupankehidupan

5

Tujuan akhirnyaTujuan akhirnyaTujuan akhirnya

adalah Mokhsaadalah Nirwanaadalah Nirwana

6.

Bunuh diri tidakBunuh diri untuk

dibenarkan.mendukung

keperluan dianggap benar

7.

15 Tidak semua mahluk itu bernyawa dan hanya

menganjurkan untuk menahan diri

Semua mahluk bernyawa, sehingga berusaha tidak

membuatnya mati

2.3. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat

India Kuno

Jika berbicara tentang pengaruh agama terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno, maka kita tidak akan pernah bisa lepas dari peranan pemuka-pemuka agama dan isi dari ajaran agama itu sendiri. Pemuka agama dalam hal ini kaum Brahmana ataupun kaum pendeta memegang peranan cukup penting dalam pengembangan empat agama yang berkembang di India kuno, mereka banyak menentukan arah yang akan dituju dalam sebuah agama termasuk juga dalam menentukan ajaran-ajaran yang ada dalam agama itu sendiri. Para kaum Brahmana atau kaum pendeta banyak campur tangan dalam mengelola ajaran-ajaran dalam agama baik sejak masa Veda, Hindu, Budha, maupun masa Jainisme.

Unsur selanjutnya yang berpengaruh dalam agama India kuno adalah isi dari ajaran agama itu sendiri. Masyarakat India kuno dalam menjalani seluruh aspek kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kandungan-kandungan ajaran yang ada dalam agama yang berkembang disana. Kandungan ajaran ini meliputi dasar filsafat, ketuhanan, pedoman hidup yang tercantum dalam kitab suci, ritual upacara, aturan hubungan antara manusia dengan dewa dan manusia dengan sesama manusia lainnya, dan lain-lain. Adapun diantara unsur-unsur ajaran yang telah disebutkan, maka pedoman hidup baik yang tercantum dalam kitab suci atau berupa ucapan-ucapan dari kaum pendeta dan brahmana menjadi unsur ajaran agama yang paling mempengaruhi kehidupan masyarakat india kuno dari masa ke masa.

16 Pembahasan selanjutnya dalam mengkaji pengaruh agama terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat india kuno adalah mengenai objek-objek yang dipengaruhi. Secara umum telah terungkap bahwa objek yang dipengaruhi adalah kehidupan sosial-budaya masyarakat India kuno sejak zaman Veda sampai masuk Jainisme. Namun secara lebih khusus dapat dijelaskan kembali unsur kehidupan sosial yang dipengaruhi oleh agama india kuno adalah mengenai stratifikasi sosial, mobilitas sosial, serta sistem politik dan organisasi kemasyarakatan. Adapun unsur kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama india kuno, kelompok mengambil dua garis besar unsur kebudayaan yaitu mentifact wujud kebudayaan tidak nampak secara fisik dan artifact wujud kebudayaan yang nampak secara fisik.

Pernyataan penulis ini didasarkan pada pendapat Capra (2008) yang

menyatakan bahwa betapa agama di India kuno sangat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Agama tidak hanya dijadikan bagian dalam kehidupan spiritual masyarakatnya, melainkan menjadi acuan pedoman kehidupan dalam seluruh aspek mulai dari pembagian stratifikasi masyarakat sampai pada kehidupan yang lebih kompleks dalam bidang politik. Dinyatakan sebagai berikut:

Mistisme India, khususnya Hinduisme menyelimuti berbagai pernyataannya dalam bentuk mitos, menggunakan perumpaman dan simbol, gambaran puitis, kiasan dan alegori. Bahasa Mitos tidak terlalu dibatasi logika dan akal sehat. Bahasa ini penuh keajaiban dan situasi paradok, kaya akan citra sugestif dan tak pernah terlalu persis, sehingga bisa membawakan jalan pengalaman para mistikus atas realitas secara jauh lebih baik ketimbang bahasa faktual. Mitos mewujudkan pendekatan paling akurat terhadap kebenaran mutlak ketimbang yang bisa dinyatakan dalam kata-kata (Capra, 2008 dalam Bagus Suryada Bagus Idedhyana, 2009: 76-77)

Selain itu dinyatakan pula oleh Michael Keene dalam bukunya yang berjudul Agama-Agama Dunia sebagai berikut:

Agama ini menjadi bagian paling penting dan pada pengalamapengalaman hidup. Merayakan kelahiran, menandai pergantian jenajng masa dewasa, mengesahkan perkawinan serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan (Michael Keene, 2006: 6)

Dari pernyataan diatas maka dapat dilihat bahwa memang benar agama

17

sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno. Untuk lebih jelasnya maka kami bahas pengaruh agama satu persatu meliputi pengaruh agama terhadap kehidupan sosial yang meliputi stratifikasi sosial, mobilitas sosial, dan pembagian hierarkis dalam organisasi kemasyarakatan. Pengaruh dalam aspek budaya jenis artifact dibahas tentang pengaruh pada seni arsitektur bangunan, seni patung, dan artefak-artefak peninggalan masa india kuno. Sedangkan pengaruh budaya jenis mentifact difokuskan pada bahasan tentang ritual keagamaan, selain itu dibahas tentang pengaruh agama terhadap sistem politik dan terakhir pengaruhnya terhadap aspek kehidupan yang lainnya.

2.3.1. Pengaruh Agama India Kuno Terhadap Aspek Sosial

1) Pembagian Stratifikasi Sosial

Masyarakat tradisional India memiliki hirarki sosial yang relatif ketat, sejak usia dini anak-anak diajari tentang peran dan kedudukan mereka dalam masyarakat. Stratifikasi sosial di India dikenal dengan sistem kasta yang menjadi pembatasan status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat. Kelas-kelas sosial ini dibentuk sejak masa Veda yang dibawa oleh bangsa Arya, yaitu membagi masyarakat kedalam beberapa kelompok Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Masyarakat India lebih mengenalnya sebagai varna/warna karena dasar pengelompokan tersebut adalah warna kulit dan ciri-ciri fisik, pembedaan ini muncul ketika orang-orang Arya mulai membedakan kualitas fisik mereka dengan kualitas pribumi (Abu Suud, 1988: 19).

Posisi teratas diduduki oleh kaum Brahmana yaitu para pemikir, ahli filsafat dan para rohaniawan agama Hindu, selanjutnya disusul oleh kaum Ksatria para bangsawan atau pengelola keduniawian seperti raja, tentara, maupun pejabat negara. Posisi selanjutnya adalah kaum waisya yang terdiri dari kaum pedagang dan petani kaya yang menguasai sektor produksi dan distribusi kebutuhan ekonomi masyarakat. Kelas terakhir diduduki kaum sudra yang terdiri dari kaum pekerja dan petani penggarap yang memiliki kedudukan kurang terhormat. Adapun kaum paria disebut sebagai golongan yang lebih rendah dari kaum sudra

18

yang tidak memiliki hak tetapi hanya kewajiban saja dan disebut kaum yang berada diluar kasta.

Pembagian sistem seperti ini tidak terlepas dari ajaran yang tercantum dalam kitab Veda yang diyakini oleh bangsa Arya sebagai acuan kepercayaan mereka. Dalam kitab Veda dinyatakan bahwa Manu sebagai manusia pertama telah melahirkan keturunannya melalui berbagai cara. Mereka yang dilahirkan lewat kepala manu mendapatkan kedudukan sosial sebagai brahmana, yang dilahirkan lewat tangan merupakan golongan ksatria, mereka yang dilahirkan lewat paha manu terlahir sebagai kaum sudra, serta terahir yang dilahirkan manu lewat kaki memperoleh kedudukan sosial yang sangat rendah atau dikenal sebagai kaum paria.

Pada perkembangannya ketika Hindu sebagai kelanjutan dari Veda menjadi sebuah agama, sistem kasta ini masih tetap berlaku di masyarakat India kuno khususnya India utara karena berdasarkan referensi dari Abu Suud juga menyatakan bahwa sistem kasta ini tidak ditemukan di India Selatan. Baru setelah masa Budha dan Jainisme sistem kasta ini mulai digugat karena dalam ajaran kedua agama ini tidak dikenal pengelompokan masyarakat, setiap orang dikenal setara yang sama-sama bertujuan mencapai Anuttara Samyak Sambhody.

Disebabkan alasan penolakan terhadap sistem kasta inilah periode Budhisme dan Jainisme disebut juga sebagai periode reaksi (M. Sastrapratedja, 1990: 28).

2) Pembatasan Mobilitas Sosial

Ajaran dalam kitab Veda, agama Hindu, Budha, dan Jainisme memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dari ajaran agama lainnya di dunia. Menurut Max Weber etos budhisme dan hinduisme kuno lebih banyak memperhatikan kehidupan spiritual daripada kehidupan ekonomi maupun materiil sehingga tingkat mobilitas sosial mereka kurang mengalami perkembangan berarti (Weber, 1967: 242). Orientasi kehidupan yang memperhatikan kehidupan akhirat dan mengabaikan segala kesenangan di dunia karena hidup adalah samsara sangat mempengaruhi mobilitas sosial masyarakat India kuno tidak berjalan. Kebanyakan dari mereka stagnan dalam status sosial yang dimiliki sejak lahir, hanya sedikit

19

yang melakukan mobilitas sosial vertikal ke arah yang lebih baik karena mereka tidak memikirkan hal tersebut.

Selain itu faktor yang menonjol adanya keterhambatan dalam perubahan status sosial seseorang adalah karena adanya sistem kasta yang mengakibatkan mobilitas sosial menjadi tertutup. Sistem kasta mencirikan kehidupan dan struktur sosial yang stagnan dan menjadi faktor stabilisasi masyarakat yang kuat, menimbulkan regionalisme yang masih kuat dan sulitnya berkembang masyarakat yang dinamis (Weber, 1967: 29 dan 33). Terhambatnya mobilitas sosial karena adanya sistem kasta banyak dialami oleh umat Hindu, adapun umat Budha atau Jainisme juga mengalami kemandegan mobilitas sosial karena doktrin melepaskan kesenangan duniawi tadi.

3) Pembagian Hierarkhis Dalam Sistem Politik dan Organisasi

Kemasyarakatan

Sistem organisasi kemasyarakatan di India Kuno terbagi berdasarkan sistem kasta dimana kaum brahmana dan kaum ksatria menduduki posisi-posisi penting di masyarakat. Kedua kaum ini yang menentukan jalannya organisasi kenegaraan dalam lingkup yang besar dan organisasi kemasyarakatan dalam lingkup yang lebih kecil. Kaum waisya tidak memiliki peranan yang cukup signifikan dalam pengaturan sistem organisasi sosial di masyarakat, apalagi kaum sudra dan paria mereka tidak memiliki wewenang untuk turut serta menentukan arah yang akan dicapai dalam masyarakat.

Adapun dalam sistem politik pada masa india kuno, kaum pendeta dan brahmana memegang peranan cukup penting dalam pengaturan sistem politik kerajaan. Pada masa brahmana kaum brahman memegang peranan penting dalam perpolitikan kerajaan yaitu sebagai penentu keputusan raja secara tidak

langsung. Pada perkembangannya kaum brahmana/pendeta tetap memegang peranan penting dalam perpolitikan kerajaan dengan berperan sebagai penasihat raja dan badan legislatif. Selanjutnya posisi raja tidak memiliki fungsi legislatif untuk membuat peraturan atau undang-undang karena fungsi ini dijalankan oleh pusat-pusat pendidikan (Makalah sistem Politik dan Kekuasaan India Kuno,

20

2010). Secara tidak langsung dibalik lembaga pendidikan ini ada peranan brahmana yang memang menjadi golongan kasta penguasa bidang ilmu pengetahuan.

2.3.2. Pengaruh Agama India Kuno Terhadap Aspek Budaya

1) Pengaruh Terhadap Aspek Artifact

Seni Arsitektur Bangunan

Arsitektur India yang ada pada saat ini sangat melambangkan keberagaman kebudayaan India kuno yang berasal dari berbagai ajaran agama. Vastu Sastra adalah pengetahuan suci tentang arsitektur di India yang telah ada dalam tradisi lisan sejak sebelum Vedic Umurnya adalah 5000 tahun lalu (3000 SM). Vastu Sastra sangat erat hubungannya dengan Kosmologi dan energi kosmic, mitos dan Astrologi maupun Geometri. Bagian terpenting dari Vastu (Vaastu) Sastra adalah Vastu (Vaastu) Purusha Mandala, yang terbagi menjadi 81 Pitha disebut dengan Paramasaayika Phita (Bagus Suryadha dan Bagus

Idedhiyana, 2009: 82).

Pada Era Vedic pengaruh Hinduisme makin kuat, namunVastu Sastra merupakan Sastra yang lahir dari pengetahuan Hiduisme yang sudah ada sejak 3000 SM. Pada Era Vedic inilah Vastu Sastra yang merupakan teori suci arsitektur India mulai benar-benar dipelajari dan diterapkan dalam rancangan bangunan terutama untuk bangunan suci India. Bagi manusia India kuno seluruh semesta raya yang serba banyak ragam, banyak rupa, sering saling bertentangan dan simpang siur, yang dilihat, diraba, dan ditangkap pancaindera pada hakikatnya hanyalah semu belaka tipuan atau maya sehingga seni bangunan candi pun dipenuhi hiasan serba ragam.

Penghayatan dwi tunggal prinsip lelaki dan prinsip perempuan yang mengejawantah keseluruh alam raya termasuk alam manusia dirasakan sebagai

21

prinsip mendasar sumber keberlanjutan kehidupan dan kesuburan. Dalam arsitektur India secara ekspresif mencitrakan penghayatan kosmik manusia tentang misteri dwitunggal semesta, gua dibentuk serupa gua garbha atau lubang rahim dan di ujung bagunan diletakkan bangunan bernama lingga sebagai simbolik laki-laki yang menjadi energi syiwa (Mangunwijaya , 1988 : 122).

Berdasarkan Vastu Sastra bentuk suci sebuah Vastu (arsitektur) selalu ditandai sebagai kebenaran, tetap, dan kekal. Dalam kondisi fisik bangunan dimulai oleh rancangan persegi literal mendasar, kemudian diperluas menuju bentuk lingkaran dari pusat. Dari persegi semua bentuk yang diperlukan dapat diturunkan menjadi bentuk segitiga, hexagon, segi delapan, dan lain-lain menuju lingkaran. Penurunan bentuk ini disebut sebagai vastupurushamandala atau vastu yang nyata dan purusha yang menjadi kosmik. Pengetahuan mendalam tentang astrologi adalah kunci untuk memahami Vastu Purusha Mandala (Trisulowati dan Santoso, 2008).

Seni Patung

Agama-agama di India kuno turut mempengaruhi perkembangan seni patung, seni patung yang dibuat kebanyakan merupakan perwujudan dari dewadewa yang disembah atau perwujudan dari Budha. Selain candi atau temapt ibadah yang dibangun, umat Hindu membuat banyak patung perwujudan dari dewa-dewa yang terdapat dalam keyakinan mereka tentang trimurti. Selain itu mereka juga membuat patung dewa-dewa lain yang mereka puja selain dari tiga dewa yang paling diagungkan dalam konsep trimurti. Adapun umat Budha lebih banyak membuat patung yang menjadi perwujudan dari Yang Tercerah Sang Budha Mulia. Untuk umat jainisme kelompok belum menemukan sumber yang menerangkan tentang seni patung yang berkembang.

2) Pengaruh Terhadap Aspek Mentifact

Ritual Keagamaan

Kebudayaan India penuh dengan sinkretisme dan pluralisme budaya dengan terus menyerap adat istiadat, tradisi, dan pemikiran masyarakatnya.

22 Sebagai contoh dalam agama Hindu yang didahului masa Veda, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yaitu bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa menjadi sumber utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada waktu itu dan dilahirkan dalam bentuk upacara keagamaan.

Begitu pula dalam ajaran agama Budha dan Jainisme tidak dikenal dengan ritual penyembahan kepada Dewa-dewa karena mereka menolak realitas dewa. Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa Budhisme dan Jainisme bersifat atheistik, meskipun mereka mengakui adanya dewa tapi mereka menolak bahwa dewa turut campur dalam kehidupan manusia. Adapun ritual keagamaan yang dilakukan memiliki tujuan yang berbeda yaitu mencapai ketenangan jiwa untuk meraih pencerahan. Salah satu contoh ritual keagamaan yang dilaksanakan dalam agama Budha adalah meditasi atau samadhi, yaitu ritual seseorang untuk konsentrasi dan menenangkan diri untuk mencapai pencerahan (Bhikku Khantipalo, 2008:5).

3). Pengaruh Terhadap Aspek Lainnya

Pengaruh agama india kuno terhadap aspek kehidupan lainnya dicontohkan dalam bidang sastra dan musik. Dalam bidang sasta india kuno pada awalnya berbentuk sastra lisan yang kemudian dijadikan sastra tertulis. Kesusastraan India mencakup karya-karya sastra Sanskerta seperti bentuk awal Weda, epos Mahabharata dan Ramayana, drama Sakuntala, puisi-puisi seperti Mahkvya, sastra Sangam dalam bahasa Tamil, dan lain-lain. Kemudian terdapat pengaruh Veda dalam bidang musik klasik India, yaitu dipengaruhi oleh empat tradisi kitab Veda: (1) Reg Veda, dengan tiga nada. (2) Yayur Veda, lima nada. (3) Sama Veda, tujuh nada, dan (4) Atharva Veda. Berdasarkan kitab-kitab inilah lahirlah apa yang dinamakan dengan Musik Vedik yang merupakan latar

23

belakang sejarah musik klasik yang telah ada di India semenjak tahun 1500 tahun sebelum masehi.

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem religi di India kuno baik itu agama maupun filsafat mengalami perkembangan dan perubahan dalam beberapa kurun waktu, perubahan tersebut berkaitan dengan adanya wahyu maupun gagasan atau pemikiran baru dari satu tokoh atau kelompok yang pada akhirnya menjadi agama yang dianut. Adapun ajaran agama yang pernah berkembang pada masa India Kuno adalah Veda, Hindu, Budha, dan Jainisme. Veda berkembang pada 1500-800 SM di Lembah Sungai Indus dibawa oleh suku Arya bangsa luar India yang datang ke daerah tersebut. Hindu merupakan kelanjutan dari ajaran Veda yang mengalami perkembangan dan penambahan-penambahan dalam ajarannya. Adapun Budha dan Jainisme muncul protes dan perlawanan yang menentang ajaran Brahmana yang mengajarkan upacara Yajna, berbagai ritual, serta pembunuhan bermacam-macam binatang dalam jumlah yang tidak sedikit dengan biaya mahal.

Ajaran Veda menekankan pada pemujaan terhadap dewa-dewa khususnya Dewa Indra, adanya syair nyanyian dalam upacara Yajna (korban suci), muncul pembagian kasta, dan Brahmana memegang peranan penting dalam aspek keagamaan. Hindu sendiri merupakan pengembangan dari ajaran Veda, bedanya dalam Hindu mengenal adanya reinkarnasi dan ajaran-ajaran dari brahmanisme yang telah mengalami perpaduan dengan ajaran lainnya. Adapun dalam ajaran Budha dan Jainisme tidak mengenal dewa, menolak sistem kasta, dan percaya adanya reinkarnasi. Perbedaan antara Budha dan Jainisme salah satunya terletak

24

pada cara pandang mereka tentang makhluk hidup antara yang bernyawa dan tidak.

Pengaruh ajaran-ajaran agama terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno sangat besar, pengaruh ini datang dari dua aspek yaitu pemuka-pemuka agama dan isi dari ajaran agama itu sendiri. Pemuka agama berperan sebagai tokoh yang mempengaruhi para pengikut agama tersebut, kemudian isi kandungan ajaran-ajaran yang mempengaruhi masyarakat meliputi dasar filsafat, ketuhanan, pedoman hidup yang tercantum dalam kitab suci, ritual upacara, hubungan antara manusia dengan dewa, manusia dengan sesama manusia lainnya, dan lain-lain. Adapun aspek yang dipengaruhi oleh agama dalam kehidupan sosial masyarakat India kuno adalah mengenai stratifikasi sosial, mobilitas sosial, serta sistem politik dan organisasi kemasyarakatan. Unsur kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama india kunoterbagi kedalam dua garis besar unsur kebudayaan yaitu mentifact wujud kebudayaan tidak nampak secara fisik dan artifact wujud kebudayaan yang nampak secara fisik.

Pengaruh agama terhadap bidang sosial yaitu adanya stratifikasi sosial yang membatasi status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat, ini didasarkan keyakinan pada ajaran Veda yang menyatakan bahwa Manu sebagai manusia pertama telah melahirkan keturunannya melalui berbagai cara. Pada masa Budha dan Jainisme sistem kasta ini mulai digugat karena setiap orang dikenal setara yang sama-sama bertujuan mencapai Anuttara Samyak Sambhody.

pembatasan status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam sistem organisasi dan kemasyarakatan pemuka-pemuka agama menduduki posisi paling tuinggi mengingat mereka dijadikan sentral dan panutan masyarakat.

Pengaruh agama dalam bidang budaya terbagi dua yaitu pengaruh terhadap aspek mentifact (tidak nampak secara fisik) dan artifact (nampak secara fisik). Pengaruh agama terhadap wujud budaya artifact adalah perkembangan seni patung dan arsitektur. Dalam seni arsitektur dikenal Vastu Sastra atau pengetahuan suci tentang arsitektur di India yang erat hubungannya dengan kosmologi, energi kosmik, mitos, Astrologi, dan Geometri. Dalam seni patung, patung yang dibuat kebanyakan merupakan perwujudan dari dewa-dewa yang

25

disembah atau perwujudan dari Budha. Selanjutnya dampak terhadap wujud budaya mentifact nampak pada uapacara-upacara keagamaan dan sastra-sastra yang ditulis oleh kaum brahmana maupun pendeta.

DAFTAR PUSTAKA

Bodhi, Bhikku. (2006). Budha Dan Pesannya. Jakarta: Dian Dharma

Hadiwidjono, Harun. (2008). Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia. Keene, Michael. (2006). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius. Khantipalo, Bhikkhu. (2008). Nasihat Praktis Bagi Mediotator. Yogyakarta:

KAMADHIS UGM

Mangunwijaya, Y. B. (1988). Wastu Citra. Jakarta : PT. Gramedia

Sastrapratedja, M. (1990). Filsafat Timur. Jakarta: STF Driyarkara

Suryada, Bagus dan Idedhyana, Bagus. (2009). Serpihan Teori Arsitektur India

Purba. Jurnal Dinamika Kebudayaan. 21, (2), 73-82.

Suud Abu. (1988). Memahami Sejarah Bangsa-Bangsa Di Asia Selatan: Sejak

Masa Purba Sampai Kedatangan Islam. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi.

Trisulowati dan Santoso. 2008. Pengaruh Religi Terhadap Perkembangan

Arsitektur, IndiaCina, dan Jepang.Yogyakarta : Graha Ilmu. Weber, M. (1967). The Sociology Of Religion. Boston: Beacon Press.

Sumber Internet :

26

Waskito, Adi. (2010). Hindu Sebagai Landasan Budaya Bali. [Online]. Tersedia:

http://www.WaskitoeGendz.blogspot.com/2010/01/Hindu-sebagai-landas

an-budaya-bali/. [18 April 2010]

27