4 lapkas anak

49
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim paru. Pada anak, pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi dan sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian utama ( paling banyak anak dibawah usia 5 tahun ). Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi hipersensitivitas. 1,2 Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas meningkat, disertai dengan tarikan otot-otot dinding dada, disertai dengan napas cuping hidung. Pada infeksi yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ronkhi dan mengi. 2 Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi anak didunia terutama pada anak dibawah lima tahun. Lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahun terutama di negara berkembang. Terdapat 95% kasus baru di seluruh dunia dengan angka 11 sampai 20 juta kasus dirawat di rumah sakit dan 2 juta meninggal karena penyakit tersebut. 3 Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007 pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare ( 15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar 3

Upload: rizamunawar

Post on 23-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim paru. Pada anak, pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi dan sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian utama ( paling banyak anak dibawah usia 5 tahun ). Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi hipersensitivitas.1,2Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas meningkat, disertai dengan tarikan otot-otot dinding dada, disertai dengan napas cuping hidung. Pada infeksi yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ronkhi dan mengi.2Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi anak didunia terutama pada anak dibawah lima tahun. Lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahun terutama di negara berkembang. Terdapat 95% kasus baru di seluruh dunia dengan angka 11 sampai 20 juta kasus dirawat di rumah sakit dan 2 juta meninggal karena penyakit tersebut.3Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007 pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare ( 15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014. Ditargetkan persentase penemuan dan tatalaksana penderita pneumonia balita pada tahun 2014 adalah sebesar 100% .4Menurut penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 menunjukkan insidens pneumonia yang masih tinggi baik pada tahun 2008 dan juga tahun 2009. Di antara 2035 kasus anak yang dirawat, selama 2 tahun terdapat 144 (7,1%) kasus pneumonia termasuk yang disertai dengan penyakit lain.2Sindrom Down adalah suatu kelainan kongenital multipel akibat kelebihan materi genetik pada kromosom 21 (trisomi). Sindrom Down diambil dari nama seorang dokter berkebangsaan Inggris, John Langdon Down yang pada tahun 1866 menguraikan gambaran sekelompok individu yang tinggal di Earlswood Asylum for Idiots di Surrey, Inggris di tempat dr. Down tersebut bertugas, anak dengan retardasi mental dan memiliki penampakan wajah yang khas dan mirip satu sama lain. Dasar biologis kelainan ini baru dapat diungkapkan tahun 1959 saat Jerome LeJeune menemukan bahwa semua individu dengan gambaran khas tersebut memiliki cetakan ketiga (third copy) kromosom 21 sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom11Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital terutama jantung, dan disfungsi pada beberapa organ tubuh12. Derajat retardasi mental bervariasi, mulai dari retardasi mental ringan (IQ:50-70) hingga sedang (IQ:35-49), dan ditemukan retardasi mental berat (IQ: 20- 34)12.14Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital dan masalah kesehatan, di antaranya gangguan pendengaran (75%), otitis media (50%-70%), kelainan mata (60%) termasuk katarak (15%) dan gangguan refraksi berat (50%), kelainan jantung bawaan (50%), obstructive sleep apnea (50%-75%), penyakit tiroid (15%), atresia gastrointestinal (12%), dislokasi sendi panggul yang didapat (6%), leukemia dan penyakit Hirschprung ( Bunyi Jantung II, reguler, bising dijumpai pada sistolik(+)

AbdomenInspeksi: simetris, distensi tidak dijumpai, skar (-)Palpasi: nyeri tekan tidak dijumpai, defans muscular tidak dijumpaiHepar: tidak ada pembesaranLien: tidak ada pembesaranGinjal: Ballotement (-/-)Perkusi: timpaniAuskultasi : peristaltik 3x/menit, kesan normal

GenitaliaDalam batas normal

AnusDalam batas normal

Tulang BelakangBentuk: simetris

Kelenjar Limfe InguinalPembesaran KGB: tidak dijumpai

Ekstremitas : akral hangat, CRT BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+),edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (-/-),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (+) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/ Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD+down syndromeTH/ O2 1L/i nasal kanul IVFD 4:1 20 gtt/I (mikro) Inj.Ampicilin 200mg/8 jam Inj.Gentamisin 15 mg/12 jam

P/ Pemeriksaan laboratorium darah lengkap disertai fungsi ginjal dan hati. Foto thorak ecokardiografi

28/1/2014H1

S/ sesak(+) batuk berdahak(+) demam(-)O/ HR: 128x/i RR: 48x/i T : 36,9 CPF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)

Toraks:I: simetris, retraksi (+)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD+down syndromeTH/ O2 1L/i nasal kanul IVFD 4:1 20 gtt/I (mikro) Inj.Ampicilin 200mg/8 jam Inj.Gentamisin 15 mg/12 jam Parasetamol 3x1 cth (K/P)

29/1/2014H2S/ batuk sudah berkurangO/ HR: 133x/i RR: 48x/i T : 36,7 CPF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)Toraks:I: simetris, retraksi (+)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD+down syndromeTh/ O2 1L/i nasal kanul IVFD 4:1 20 gtt/I (mikro) Inj.Ampicilin 200mg/8 jam Nebule ventolyn respul+1,5cc NaCl 0,9% Inj.Cefotaxim 300 mg/12 jam Parasetamol 3x1 cth (K/P)

30/1/2014H3S/ O/ HR: 136x/i RR: 47x/i T : 36,6 C PF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)Toraks:I: simetris, retraksi (+)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD+down syndromeTH/ Nebule ventolyn respul+1,5cc NaCl 0,9% Cefspan 2x35mg

1/2/2014H4

S/

Vs/ HR : 137x/iRR: 48x/iT : 36,5 C PF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)Toraks:I: simetris, retraksi (-)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD + down syndrome

TH/ Nebule ventolyn respul+1,5cc NaCl 0,9% Cefspan 2x35mgKonsul kardiologi

2/2/2014H5

S/

Vs/ HR: 148x/i RR: 49x/iT : 36,6 C PF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)Toraks:I: simetris, retraksi (-)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+suspect asianotik CHD + down syndromeTH/ Nebule ventolyn respul+1,5cc NaCl 0,9% Cefspan 2x35mgHasil pemeriksaan ekokardiografi VSD+HP

3/2/2014H6

S/

Vs/ HR : 117x/iRR: 45x/iT : 36,7 C PF/ Kepala :Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.Mata :Konj.Palp.Inf anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Telinga:Bentuk telinga kecil, Serumen (-)Hidung:Bentuk tulang hidung hipoplasia(+) Sekret (-), NCH (+)Mulut:Mukosa bibir basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), T1/T1,beslaq (-)Leher:pembesaran KGB (-), peningkatan jaringan sekitar leher(+)Toraks:I: simetris, retraksi (-)P: sonor/sonorP: tidak dilakukanA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-) pada paru kanan dan kiriJantung : BJ1 > BJ2, reguler (+), bising sistolik(+) pd ICS V LMCS Abdomen : I : simetris, distensi (-)P : soepel, H/L/R tidak teraba P : timpaniA : peristaltik (+) normalExtremitas : Superior : pucat (+/+), edema (-/-) bentuk tangan pendek dan lebar(+) Inferior : pucat (+/+),edema (-/-) Akral hangat, sianosis (-) bentuk kaki pendek dan lebar(+), hipotoniaAss/Bronkopnemonia+VSD dengan MSA+HP +down syndromeTH/ Nebule ventolyn respul+1,5cc NaCl 0,9% Cefspan 2x35mg Furosemid 2x3,5 mg Spironolakton 2x6,25mg Sildenafil 3x1mg

BAB IIIANALISA KASUS

3.1 BronkopneumoniaDiagnosis bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penuunjang. Dari anamnesis terhadap ibu pasien, didapatkan keterangan yang mengarahkan pada kecurigaan pneumonia, yaitu sesak nafas, batuk berdahak dan demam tinggi. Manifestasi klinis bron kopneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) disertai gangguan repiratori (batuk, sesak nafas). Dari anamnesis, manifestasi klinis didahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk-pilek (pada pasien ini didahului batuk-pilek), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak dan penurunan nafsu makan. Keluhan yang paling menonjol pada pasien bronkopneumonia adalah batuk dan demam.2,3,5Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.6Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan bronkopneumonia yaitu takipnu, takikardi, suhu aksila 37,5oc, nafas cuping hidung, secret (+), retraksi intercostal (+) retraksi epigastrica (+), suara nafas vesikuler melemah, dan ronkhi di kedua basal paru. Adanya retraksi dinding dada dan atau respiratory rate (RR) >50x/menit pada bayi adalah nilai prediktif positif bronkopneumonia dari 45% bayi yang kemudian terbukti terdapat konsolidasi paru pada rontgen thoraksnya. Gejala-gejala pneumonia bakteri pada bayi adalah demam >38,50c, RR >50x/menit dan adanya retraksi.2,3,5Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru paru yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 40o C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula mula kering kemudian menjadi produktif. Pada laboratorium pada bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :1. Stadium kongestiKapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag2. Stadium hepatisasi merahLobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini berlangsung sangat pendek.3. Stadium hepatisasi kelabuLobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.4. Stadium resolusiEksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur.Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.4

Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3). Dengan dominan PMN. Leukopenia ( 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadangkadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan chlamydia tampak adanya peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru.6Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menguatkan diagnosis bronkopneumonia. Pemeriksaan darah rutin didapatkan hemoglobin 12 mg/dl serta leukositosis (21,5 x 103/ul) yang menandakan adanya proses infeksi. Pemeriksaan radiologis seperti foto thoraks dilakukan untuk mendeteksi kelainan pada jantung dan paru. Pada pasien ini didapatkan infiltrate pada paru kiri dan kanan dan tampak hiperaerasi, serta gambaran jantung ditemukan bentuk dan ukuran tampak membesar kekiri dan kanan, pinggang jantung menonjol, apex rounded, aorta kecil dengan kesimpulan kardiomegali dan suspect Congenital Heart Diseases (CHD) atau penyakit jantung bawaan. Penegakan diagnosis penyakit jantung bawaan adalah dengan ekokardiografi. Hasil ekokardiografi pada pasien ini adalah ventricle septal defect dengan aneurysm membrane septal + pulmonal hypertension. Pemeriksaan rontgen thoraks pada kasus ini ditemukan adanya gambaran infiltrat di paru kiri dan kanan dan tampak hiperaerasi yang mendukung tegaknya diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini.6,7Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering menyerang anak usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8 bulan yang tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI) dan hidup dilingkungan padat penduduk. Gejala pada bronkiolitis yang mirip dengan brokopneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek ringan, batuk, dan demam, disusul dengan demam disertai sesak nafas, merintih, nafas berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu makan. Menurut Siahaan (2013) pada bronkilitis ditemukan wheezing dimana pada bronkopneumonia jarang ditemukan wheezing sedangkan menurut Prober (1999) pada bronkopneumonia juga dapat ditemukan adanya wheezing. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya wheezing.8,10Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, pemberian Oksigen 2 liter/menit, Infus 4:1 dengan 20 tetes/menit (mikro), medikamentosa berupa antibiotik Ampicilin 3x200 mg (intravena) dan Cefotaxim 2x200 mg (intravena). Pasien juga diberikan nebul ventolin respul+ 1,5 cc NaCl 0,9% tiap 6 jam untuk mengencerkan secret dan mengurangi keluhan batuk pada pasien, selain itu juga diberikan paracetamol sirup cth tiap kali demam. 6Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2< 90%, frekuensi nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan adanya head nodding (anggukan kepala). pemberian. Selanjutnya diberikan ampicilin 50-100 mg/jam, sesuai dengan teori yang dapat dilihat berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup banyak menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus pneumonia, dan pneumococcus. Sehingga perlu ditambah antibiotik yang lebih luas terhadap bakteri gram positif, yaitu contohnya ampicilin yang merupakan golongan beta laktam yang sensitif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif yang tidak memiliki beta laktamase dan kombinasi dengan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri gram negatif seperti gentamicin, namun pemberian gentamisin pada pasien ini diganti dengan pemberian cefotaxim karena setelah dilakukan observasi selama 2 hari kondisi klinis pasien tidak mengalami perbaikan. Pemberian paracetamol diberikan selama pasien mengalami demam, dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam. Pemberian nebul ventolin respul + 1,5 cc NaCl 0,9% dimaksudkan untuk mengurangi keluhan batuk dan mengurangi secret yang ada pada pasien6Selain itu dari anamnesis didapatkan pasien terlihat biru saat menangis kuat, gangguan pertumbuhan dan temuan fisik lain seperti pasien terlihat pucat dan sianosis perifer pada ujung jari, hal ini akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah dan berkurangnya curah jantung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung I terdengar keras dan bunyi jantung II keras dan adanya pansistolik murmur dengan derajat 4/6 pada tepi sternum kiri, hal ini disebabkan oleh adanya defect pada septum ventrikel menyebabkan meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru mengakibatkan tekanan yang tinggi pada jantung kanan. Berdasarkan pemeriksaan tersebut timbul kecurigaan adanya penyakit jantung bawaan pada pasien. Penyakit jantung bawaan akan menjadi factor predisposisi terjadinya bronkopneumonia pada anak.19Untuk permasalahan jantung diberikan furosemid 2 x 3,5 mg (pulv) spironolakton 2 x 6,25 mg (pulv) dan sildenofil 3 x 1 mg (pulv). Pemberian Furosemid dan spironolakton adalah untuk mengurangi beban jantung yang diakibatkan VSD maka jantung bekerja lebih keras dari biasanya. Furosemid merupakan diuretic kuat, dikombinasikan dengan spironolakton yang merupakan diuretic hemat kalium agar tidak terjadi hipokalemi pada pasien. Menurut hasil ekokardiografi pada pasien ini terdapat hipertensi pulmonal. Untuk mengurangi tekanan yang tinggi pada arteri pulmonal maka dapat diberikan sildenofil.19

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita Sindrom Down dengan prevelensi 40-50%. Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan Sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan gejala cardinal dari Sindrom Down seperti mata pasien bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissure palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik-titik Brushfield, hidung yang rata disebabkan hipoplasia tulang hidung dan jembatan hidung yang rata, telinga yang kecil dan heliks yang berlipat, peningkatan jaringan sekitar leher, kaki dan tangan pendek dan lebar, kelemahan otot, dan hipotonia (Schlote, 2006).Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang:Uji tapis pascanatalSensitivitas petanda uji tapis untuk sindrom Down berkisar antara 61%-67%. Pada ibu yang mengandung fetus dengan SD seringkali didapatkan kadar serum maternal alfa-fetoprotein dan unconjugated estriol yang lebih rendah dari normal. Sebaliknya kadar serum maternal beta-human chorionic gonadotropin (betahCG) didapatkan lebih tinggi dari normal.6,8 Uji diagnostik prenatal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sampel vilus korionik, amniosentesis, dan percutaneus blood sampling, dengan tingkat akurasi 98-99%.Uji tapis postnatalDiagnosis pascanatal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik. Seringkali tanda awal yang dapat ditemui pada neonatus dengan Sindrom Down adalah hipotoni. Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh, jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas, low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-V yang pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatinya tanda-tanda penyakit jantung bawaan. Bila para klinisi mencurigai adanya Sindrom Down, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan kariotipe atau analisis kromosom untuk penegakan diagnosis definitif.3,6,8,9Pada anak dengan Sindrom Down yang menderita infeksi sistemik dan respiratorik berulang yang berat perlu dilakukan evaluasi terhadap status imunnya. Kadar IgG total seringkali normal walaupun didapatkan defisiensi subkelas 2 dan 4 atau peningkatan sub kelas 1 dan 3. Didapatkan korelasi yang nyata antara penurunan IgG sub kelas 4 dengan terjadinya infeksi bakterial. Anak Sindrom Down dengan penyakit jantung dan penyakit saluran nafas kronik sebaiknya mendapat vaksinasi pneumokokus dan influenza.11

Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama perawatan pasien sudah sangat membaik. Keluhan juga telah berkurang secara berangsur -angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah menghilang. Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam dan functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.6

BAB IVKESIMPULAN

Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim paru. Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi hipersensitivitas.Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas meningkat, disertai dengan tarikan otot-otot dinding dada, disertai dengan napas cuping hidung. Pada infeksi yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ronkhi dan mengiDari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa dengan bronkopneumonia. Tatalaksana dengan pengobatan simptomatis dan suportif. Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama perawatan pasien sudah sangat membaik.Keluhan juga telah berkurang secara berangsur -angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah menghilang. Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam dan functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Scott JAG, Brooks WA, Peiris JSM, Holtzman D., et al. Pneumonia research to reduce Childhood Mortality in the Developing World. The Journal of Clinical Investigation . 2008;118:1291-13002. Nurjannah, Savira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13:324-3283. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in Pediatric Pneumonia. Paediatrica Indonesiana. 2013;53:37-414. Gaas D. Bronkopneumonia. Medula . 2013;1:63-715. Nurjannah, Savira N, Raihan, Yusuf S, Anwar S. Insidens Diare pada Anak dengan Pneumonia, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2011;13:169-1736. Fadhila A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada Pasien Bayi laki-laki Berusia 6 bulan. Medula. 2013;1:1-107. Dewi NPSW, Purniti PS, Naning R. Serum C-Reaktive Protein Levels in Severe and Very Severe Pneumonia in Children. Paediatrica Indonesiana. 2012; 52:161-164 8. Siahaan MLI. Bronkopneumonia pada Bayi dengan Sindrom Down. Medula. 2013;1:75-849. Sukmawati, Ayu SD. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan. 2010;10:1-12 10. Prober CG. Pneumonia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin, penyunting ; Wahab AS penyunting edisi bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta :EGC 1999;h. 883-88911. Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practice guidelines with Down syndrome from birth to 12 years. J Pediatric Health Care 2006; 20:47-54.12. Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2005.hal. 297-303.13. Leshin L. A brief history. Diunduh dari www.dshealth. com. Diakses tanggal 2 April 2007.14. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi mental. Sari Pediatri 2000; 2:170-7.15. Dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), MSi. Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial. Departemen Ilmu Kesehatan RI. Sari Pediatri. 200716. Man Anatomy & Physiology. In: The Cardiovaskuler Desease. 6th Edition. Philadelphia. Saunders. 2004. Page: 832-83817. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heart disease: untreated and operated. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants, children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams & Wilkins; 1995. hal. 657-64.18. Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini dan masa mendatang: perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskular. Pidato pengukuhan guru besar tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak, FKUI, Jakarta, 11 Juni 1997. Jakarta: Lembaga Penerbit UI: 1997.19. Mulyadi M. Djer, Bambang Madiyono. Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta. Sari Pediatri vol.3 no.2: 2000