4. hasil pengujian dan analisis · memasuki dosis 0.2 s/d 0.3 % dari berat semen yang digunakan....
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra
17
4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada penelitian tentang pengaruh faktor material yang berupa penggantian
semen antara semen Portland Pozzolan Cement (PPC) dan Ordinary Pozzolan
Cement (OPC), serta penggunaan superplasticizer terhadap properties mortar
didapatkan hasil pengujian berupa flow diameter, setting time, slump loss, dan
kuat tekan pada campuran mortar. Semua data yang didapat diolah dan disajikan
dalam bentuk grafik untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan melihat
hubungan antar variabel.
4.1. Pengujian dan Analisis Sifat Mortar Segar
Pengujian yang dilakukan pertama kali yaitu pengujian flow pada campuran
mortar untuk mengetahui pengaruh superplasticizer pada properties mortar segar
yang dibuat menggunakan material – material yang berupa campuran dari pasir
Lumajang, semen PPC, semen OPC dan tambahan dosis superplasticizer yang
telah disebutkan sebelumnya pada Bab 3. Campuran mortar yang digunakan
menggunakan W/C 0.25. Adapun pengujian flow diameter sebagai berikut :
Gambar 4.1 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan
Superplasticizer Consol
Dia
met
er F
low
(cm
)
Dosis SP (%)
D1 (W/C= 0.25)D2 (W/C= 0.25)D1 (W/C= 0.30)D2 (W/C= 0.30)D1 (W/C= 0.35)D2 (W/C= 0.35)
Universitas Kristen Petra
18
Gambar 4.2 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan
Superplasticizer Viscocrete 1003
Gambar 4.3 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan
Superplasticizer Superplast
Dia
met
er F
low
(c
m)
Dosis SP (%)
D1 (W/C= 0.25)
D2 (W/C= 0.25)
D1 (W/C= 0.30)
D2 (W/C= 0.30)
D1 (W/C= 0.35)
Dia
met
er
Flo
w (
cm)
Dosis SP (%)
D1 (W/C= 0.25)D2 (W/C= 0.25)D1 (W/C= 0.30)D2 (W/C= 0.30)D1 (W/C= 0.35)D2 (W/C= 0.35)
Universitas Kristen Petra
19
Gambar 4.4 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan
Superplasticizer BASF 8590
Gambar 4.5 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan
Superplasticizer BASF 8614
Pada pengujian ini didapat dua nilai diameter yang disebut D1 dan D2. D1
merupakan hasil pengujian test flow yang didapat tanpa menggunakan ketukan,
sedangkan D2 merupakan hasil pengujian test flow yang didapat dengan
Dia
met
er F
low
(cm
)
Dosis SP (%)
D1 (W/C= 0.25)D2 (W/C= 0.25)D1 (W/C= 0.30)D2 (W/C= 0.30)D1 (W/C= 0.35)D2 (W/C= 0.35)
Dia
met
er F
low
(cm
)
Dosis SP (%)
D1 (W/C= 0.25)D2 (W/C= 0.25)D1 (W/C= 0.30)D2 (W/C= 0.30)D1 (W/C= 0.35)D2 (W/C= 0.35)
Universitas Kristen Petra
20
menggunakan ketukan. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin tingginya
dosis SP yang dipakai dalam campuran menghasilkan nilai flow yang lebih tinggi.
Dan semakin tinggi SP yang digunakan biasanya nilai dari D1 akan meningkat
sehingga tidak perlu melakukan test dengan ketukan.
Dari Gambar 4.1 s/d 4.5 didapatkan bahwa adanya perbedaan nilai D2
antara superplasticizer (SP) yang satu dengan yang lainnya walaupun dosis yang
digunakan sama, sehingga penggunaan SP yang efektif antara merk yang satu
dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Nilai D2 mulai meningkat ketika SP
memasuki dosis 0.2 s/d 0.3 % dari berat semen yang digunakan. Dari Gambar 4.1
s/d 4.5 nilai flow diameter yang maksimum dari setiap produk SP bergantung
terhadap merk dari SP yang digunakan walaupun sama tipenya yaitu
polycarboxylate ether. Gambar 4.4 dan 4.5 berasal dari perusahaan yang sama
namun memiliki perbedaan yaitu BASF 8590 merupakan SP dengan kemampuan
meningkatkan kekuatan awal sedangkan BASF 8614 merupakan jenis SP yang
memang dibuat untuk meningkatkan flow, sehingga nilai flow yang dicapai pada
saaat 0.3% ada perbedaan dimana BASF 8614 memiliki nilai flow diameter yang
lebih besar, sehingga penting untuk membaca dan mengikuti panduan dari setiap
produk superplasticizer. Dari perbedaan inilah penggunaan SP secara efektif tiap
merk berbeda-beda. Sehingga dosis SP yang efektif untuk nilai W/C 0.3 dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Penambahan dosis SP dihentikan ketika campuran mortar
sudah mengalami bleeding dan segregasi. Jumlah air dalam campuran mortar
sangatlah berpengaruh terhadap flow diameter. Untuk itu dilakukan uji flow
diameter dengan nilai W/C 0.25 dan 0.35. Dan hasil pengujian flow diameter
terhadap nilai W/C 0.25 dan 0.35.
Dari Gambar 4.1, 4.3, 4.4 dan 4.5 yang merupakan sampel mortar dengan
W/C 0.25 memiliki nilai flow mulai meningkat pada saat dosis SP yang digunakan
mencapai 0,5 % sedangkan untuk sample dari viscocrete 1003 meningkat pada
dosis 0,2 % dari berat semen yang digunakan. Dan dari Gambar 4.11 s/d 4.15
yang merupakan mortar dengan W/C 0.35 nilai flow-nya meningkat pada saat
dosis SP yang digunakan 0,1%. Nilai W/C yang berbeda sangatlah mempengaruhi
dosis SP yang digunakan, dimana ketika nilai W/C semakin tinggi air yang ada
dalam campuran akan semakin banyak maka dosis SP yang digunakan semakin
Universitas Kristen Petra
21
sedikit. Berbeda halnya ketika nilai W/C rendah maka jumlah air yang ada sedikit
sehingga memerlukan SP yang lebih banyak. Jumlah air yang berada dalam
campuran mempengaruhi dosis SP yang digunakan.
Setelah pengujian ini selesai kemudian campuran mortar dicetak pada
bekisting serta dilakukan curing. Pada hari ke-7 dan ke-28, mortar dilakukan
pengujian test tekan untuk mengetahui pengaruh penambahan dosis
Superplasticizer terhadap properties mortar keras. Data pengujian test tekan hari
ke – 7 dan ke – 28 dengan W/C 0.3 dapat dilihat pada Gambar 4.6 s/d 4.10.
Gambar 4.6 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Consol dengan W/C 0.3
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
22
Gambar 4.7 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Viscocrete 1003 dengan W/C 0.3
Gambar 4.8 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Superplast dengan W/C 0.3
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
23
Gambar 4.9 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8590 dengan W/C 0.3
Gambar 4.10 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8614 dengan W/C 0.3
Dari Gambar 4.6 s/d 4.10 didapatkan bahwa hasil test kuat tekan yang
dilakukan membentuk gambaran dengan satu puncak. Hal ini menunjukkan bahwa
superplasticizer mengingkatkan mutu kekuatan dari campuran mortar pada dosis
tertentu. Dosis dari SP yang digunakan untuk mencapai kekuatan yang maksimum
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
24
pun berbeda-beda bergantung dengan merk dari SP yang digunakan. Dan panduan
dari setiap SP sebelum penggunaan perlu diperhatikan dengan jelas, karena dapat
dilihat dari grafik kuat tekan BASF 8950 yang merupakan SP dengan kemampuan
meningkatkan kuat tekan menunjukkan peningkatan nilai kuat tekan hari ke-7
sama dengan kekuatan dari kuat tekan hari ke-28 dari sampel mortar yang lainnya.
Namun ketika campuran mortar mengalami bleeding dan segregasi, yang
terjadi adalah turunnya kekuatan tekan dari campuran mortar yang ditest. Hal ini
didukung dengan perubahan W/C dari campuran mortar yang digunakan yang
dapat dilihat pada Gambar 4.21 s/d 4.25 untuk W/C 0.25 dan Gambar 4.26 s/d
4.30 untuk W/C 0.35.
Gambar 4.11 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Consol dengan W/C 0.25
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
25
Gambar 4.12 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Viscocrete 1003 dengan W/C 0.25
Gambar 4.13 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Superplast dengan W/C 0.25
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 Hari
Universitas Kristen Petra
26
Gambar 4.14 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8590 dengan W/C 0.25
Gambar 4.15 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8614 dengan W/C 0.25
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
27
Gambar 4.16 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Consol dengan W/C 0.35
Gambar 4.17 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Viscocrete 1003 dengan W/C 0.35
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
28
Gambar 4.18 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Superplast dengan W/C 0.35
Gambar 4.19 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8590 dengan W/C 0.35
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
29
Gambar 4.20 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8614 dengan W/C 0.35
Dari Gambar 4.11 s/d 4.15 dapat disimpulkan sama dengan Gambar 4.16
s/d 4.20 yaitu ketika campuran mortar mengalami bleeding dan segregasi maka
akan terjadi penurunan kekuatan tekan sesuai dengan Gambar 4.6 s/d 4.10. Hal ini
menyimpulkan bahwa bleeding dan segregasi yang terjadi pada campuran mortar
merupakan pertanda yang tidak baik karena dapat mempengaruhi mutu kuat tekan
dari campuran mortar itu. Mortar mengalami bleeding awalnya hanya di
permukaan atas. Dimana air dengan lapisan yang tipis naik ke permukaan, namun
hal ini tidak menurunkan kuat tekan dari campuran tersebut. Campuran mortar
mulai mengalami bleeding dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Dosis SP yang menyebabkan bleeding
Merk
Superplasticizer Tipe
Bleeding (% berat semen)
W/C 0.25 W/C 0.3 W/C 0.35
Consol PCE 0.6 0.5 0.3
Viscocrete 1003 PCE 0.6 0.5 0.5
Superplast PCE 0.7 0.5 0.4
BASF 8590 PCE 0.7 0.3 0.3
BASF 8614 PCE 0.5 0.4 0.4
Dari hasil pengujian diatas didapatkan kesimpulan bahwa dosis
superplasticizer haruslah efektif dalam penggunaannya, artinya dosis yang
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at
Tek
an
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
Universitas Kristen Petra
30
dipergunakan dapat menghasilkan flow dan kuat tekan yang tinggi. Karena kalau
terlalu sedikit maka superplasticizer tidak ada gunanya sedangkan kalau terlalu
banyak akan menyebabkan bleeding yang mempengaruhi turunnya kuat tekan.
Hasil analisis dosis superplasticizer yang efektif dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Dosis Superplasticizer yang efektif tipe PCE
Merk
Superplasticizer Tipe
Dosis Efektif (% berat semen)
W/C 0.25 W/C 0.3 W/C 0.35
Consol PCE 0.2-0.5 0.1-0.4 0.1-0.2
Viscocrete 1003 PCE 0.2-0.5 0.2-0.4 0.2-0.4
Superplast PCE 0.5-0.6 0.1-0.4 0.1-0.3
BASF 8590 PCE 0.3-0.7 0.2-0.3 0.1-0.3
BASF 8614 PCE 0.3-0.5 0.1-0.4 0.1-0.4
4.2. Pengujian mortar dengan semen OPC
Pengujian campuran mortar yang terdiri dari semen OPC dan pasir
dilakukan dengan nilai W/C 0.3 dengan perbandingan berat 2:1 (600 gram pasir
dan 300 gram semen). Semen tipe OPC digunakan sebagai pengganti semen PPC
yang bertujuan untuk menyelidiki faktor material yang berpengaruh terhadap flow
dan kuat tekan dari mortar dengan penggunaan superplasticizer yang sama. Kuat
tekan dan flow diameter dicatat setiap kenaikan superplasticizer. Hasil dari test
flow diameter dengan menggunakan semen OPC dapat dilihat pada Gambar 4.21
s/d 4.25.
Gambar 4.21 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan Superplasticizer
Consol dengan W/C 0.3 (OPC)
OPC
Universitas Kristen Petra
31
Gambar 4.22 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan Superplasticizer
Viscocrete 1003 dengan W/C 0.3 (OPC)
Gambar 4.23 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan Superplasticizer
Superplast dengan W/C 0.3 (OPC)
OPC
OPC
Universitas Kristen Petra
32
Gambar 4.24 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan Superplasticizer
BASF 8590 dengan W/C 0.3 (OPC)
Gambar 4.25 Grafik Hasil Flow Table Test terhadap Persen Kenaikan Superplasticizer
BASF 8614 dengan W/C 0.3 (OPC)
Dari Gambar 4.21 s/d 4.25 didapatkan bahwa flow diameter mulai
meningkat ketika dosis SP yang digunakan sekitar 0,1 % dari berat semen yang
digunakan. Gambar 4.21 s/d 4.25 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai
flow dengan yang dihasilkan menggunakan semen PPC yang terdapat pada
Gambar 4.1 s/d 4.5 dimana nilai flow yang dihasilkan oleh mortar yang
menggunakan semen OPC memiliki nilai flow yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan yang menggunakan semen PPC. Nilai flow diameter yang
OPC
OPC
Universitas Kristen Petra
33
berbeda disebabkan karena adanya pengaruh zeta potential. Dimana menurut
Srinivasan et al (2010) nilai zeta potential dari semen OPC mendekati 0 mV
sedangkan PPC memiliki nilai -2 mV. Sehingga nilai zeta potential yang semakin
negatif dapat menimbulkan gaya tolak menolak antar partikel yang berada dalam
campuran mortar. Akibat gaya tolak menolak inilah yang menyebabkan nilai flow
diameter dari mortar berbahan dasar PPC lebih besar daripada pada mortar
dengan semen OPC. Mortar yang menggunakan semen PPC bisa mencapai nilai
flow diameter 25 cm sedangkan mortar yang menggunakan semen OPC hanya
mencapai 20 cm.
Mortar yang telah di test flow kemudian dicetak dalam bekisting untuk
diuji dan dievaluasi bagaimana kuat tekan pada hari ke - 7 dan hari ke - 28. Data
hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.26 s/d 4.30.
Gambar 4.26 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Consol dengan W/C 0.3 (OPC)
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
OPC
Universitas Kristen Petra
34
Gambar 4.27 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Viscocrete 1003 dengan W/C 0.3 (OPC)
Gambar 4.28 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer Superplast dengan W/C 0.3 (OPC)
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
OPC
OPC
Universitas Kristen Petra
35
Gambar 4.29 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8590 dengan W/C 0.3 (OPC)
Gambar 4.30 Grafik Hasil Test Kuat Tekan hari ke-7 dan 28 terhadap Persen
Kenaikan Superplasticizer BASF 8614 dengan W/C 0.3 (OPC)
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Dosis SP (%)
7 hari
28 hari
OPC
OPC
Universitas Kristen Petra
36
Dari Gambar 4.26 s/d 4.30, mortar yang menggunakan semen OPC
memiliki nilai kuat tekan maksimum lebih besar bila dibandingkan dengan sampel
mortar pada Gambar 4.6 s/d 4.20 yang menggunakan semen PPC. Hasil test kuat
tekan menunjukkan mortar yang menggunakan semen OPC umur 7 hari memiliki
kekuatan yang hampir sama dengan hasil mortar yang menggunakan semen PPC
umur 28 hari. Hal ini dikarenakan adanya bahan tambahan (batu kapur, pozzolan,
fly ash, dan lain-lain) yang terdapat pada semen jenis PPC yang lebih tinggi dari
3% bila dibandingkan dengan semen tipe OPC, dimana semen OPC juga
memakainya namun hanya sekitar 3% atau bisa kurang dari 3% presentasenya.
Hal ini membuat akhirnya kuat tekan yang dihasilkan dengan komposisi yang
sama namun semen yang digunakan berbeda jenis maka akan menghasilkan nilai
kuat tekan yang berbeda. Sehingga penggunaan superplasticizer harus juga
memperhatikan faktor material apa yang akan digunakan.
4.3. Pengujian Setting Time
Pengujian setting time dilakukan dengan menggunakan metode sesuai
dengan ASTM-C 1679 yaitu dengan menggunakan data logger dan mencatat
temperature rise dari campuran mortar yang diletakkan pada kondisi isothermal.
Data hasil pengujian setting time dapat dilihat pada Gambar 4.31 dan 4.32.
Campuran mortar yang digunakan berbeda dosisnya karena dosis yang digunakan
disesuaikan dengan hasil test yang sebelumnya yaitu pada saat flow diameter
hampir sama. Campuran untuk setting time ini menggunakan W/C 0.3 dengan
perbandingan semen dan pasir 2 : 1.
Kurva yang dicatat oleh data logger merupakan panas dari campuran
mortar, dimana campuran mortar yang bereaksi akan melepaskan panas yang
cukup tinggi (panas hidrasi) pada saat mortar mengalami setting. Kurva yang
dihasilkan berupa satu puncak yang artinya campuran mortar hanya mengalami
puncak reaksi panas hidrasi hanya sekali dan pada periode waktu tertentu. Pada
Gambar 4.31 dan 4.32 dapat dilihat intial setting time berada pada saat posisi 50%
sebelum kurva puncak, sedangkan untuk final setting time berada pada saat
puncak dari kurva tersebut. .
Universitas Kristen Petra
37
Gambar 4.31 Grafik Hasil Test Setting Time Semen PPC (W/C 0.3)
Gambar 4.32 Grafik Hasil Test Setting Time Semen OPC (W/C 0.3)
Universitas Kristen Petra
38
Tabel 4.3. Perkiraan Initial dan Final Setting Time
Merk
Superplasticizer Tipe
PPC (jam) OPC (jam)
Initial Final Intial Final
Mortar - 3.6 9 3.33 7.2
Consol PCE 5.75 11.5 5.75 8.78
Viscocrete 1003 PCE 6.67 12 8.78 12
Superplast PCE 6 11.2 6 10
BASF 8590 PCE 8.5 13 6.7 10.3
BASF 8614 PCE 12.7 18 12 16.67
Gambar 4.31 dan 4.32 menunjukkan adanya urutan reaksi hidrasi yang
sama yang dimulai dari mortar campuran mortar tanpa SP yang mengalami
hidrasi, lalu Consol, Superplast, BASF 8590, dan yang terakhir adalah BASF
8614. Setting time dari kontrol yang merupakan mortar yang tidak dicampuri
dengan SP terjadi terlebih dahulu dan disusul dengan mortar-mortar yang diberi
SP. Hal ini sesuai dengan teori yaitu SP dapat menyebabkan efek retardasi.
Walaupun menghasilkan nilai flow diameter yang sama namun waktu setting yang
terjadi berbeda antara sampel yang satu dengan yang lain. Dari Gambar 4.31 yang
menggunakan semen tipe PPC memiliki setting time yang lebih lambat bila
dibandingkan dengan Gambar 4.32 yang menggunakan semen OPC. Rata-rata
final setting time telah terjadi maksimum satu hari (24 jam). Perkiraan initial dan
final setting time dapat dilihat pada Tabel 4.3.
4.4. Slump Loss
Pengujian Slump Loss dilakukan dengan cara flow table test yang
dimodifikasi dengan penambahan variabel waktu, dimana pengetesan flow table
dilakukan setiap 30 menit hingga mencapai total waktu 2 jam. Campuran mortar
yang digunakan berbeda dosisnya karena dosis yang digunakan disesuaikan
dengan hasil test yang sebelumnya yaitu pada saat flow diameter hampir sama.
Campuran untuk slump loss ini menggunakan W/C 0.3 dengan perbandingan
semen dan pasir 2 : 1. Hasil uji slump loss dapat dilihat pada Gambar 4.33.
Dari Gambar 4.33 dapat dilihat bahwa nilai slump dari mortar yang
menggunakan SP dari Consol, Viscocrete1003, dan Superplast mengalami
penurunan slump loss pada saat menyentuh menit ke-90. Sedangkan untuk mortar
Universitas Kristen Petra
39
yang menggunakan SP BASF 8590 dan 8614 tidak mengalami slump loss dalam
waktu 2 jam. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan bila melihat uji setting time
yang dilakukan pada Gambar 4.31, dimana sampel mortar yang menggunakan SP
BASF 8590 dan 8614 initial dan final setting time-nya paling lama bila
dibandingkan dengan produk SP yang lainnya. Mortar yang menggunakan BASF
8590 dan 8614 dapat menjaga nilai flow yang paling lama apabila dibandingkan
dengan sample SP yang lainnya.
Gambar 4.33. Grafik Hasil Slump Loss Test (W/C 0.3)