38 bab iii praktik nganyari nikah kabupaten...

29
38 BAB III PRAKTIK NGANYARI NIKAH pada MASYARAKAT PATEBON KABUPATEN KENDAL Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan namun pada dasarnya artinya tetap sama. Jika kita mendengar kata adat istiadat biasanya yang terbayang dalam benak kita adalah berbagai aktifitas individu dalam suatu masyarakat dan aktifitas ini selalu berulang kembali dalam jangka waktu tertentu. (bisa harian, mingguan, bulanan atau tahunan dan seterusnya), sehingga membentuk pola tertentu. Inilah yang sering kali juga disebut sebagai tradisi aatu kebiasaan biasanya diikuti atau diwujudkan oleh banyak orang. Jika di renungkan lebih lanjut maka akan sampai pada kesimpulan bahwa aktifitas tersebut tidak lain adalah perilaku-perilaku, tindakan-tindakan individu satu terhadap yang lain yang kemudian menimbulkan reaksi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Perilaku dan tindakan manusia pada dasarnya adalah gerak tubuh manusia. Dalam kehidupan sehari-hari gerak ini ada yang disengaja adapula yang tidak. Namun demikian perbedaan ini seringkali tidak banyak artinya bagi orang lain, sebab disengaja atau tidak perilaku dan tindakan tersebut tetap akan dimaknai oleh orang lain. Suatu gerak tertentu dikatakan perilaku bilamana gerak tersebut berulang sehingga dapat diketahui polanya tanpa harus diketahui tujuan dan

Upload: dinhthu

Post on 10-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

38

BAB III

PRAKTIK NGANYARI NIKAH pada MASYARAKAT PATEBON

KABUPATEN KENDAL

Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan namun

pada dasarnya artinya tetap sama. Jika kita mendengar kata adat istiadat

biasanya yang terbayang dalam benak kita adalah berbagai aktifitas individu

dalam suatu masyarakat dan aktifitas ini selalu berulang kembali dalam

jangka waktu tertentu. (bisa harian, mingguan, bulanan atau tahunan dan

seterusnya), sehingga membentuk pola tertentu. Inilah yang sering kali juga

disebut sebagai tradisi aatu kebiasaan biasanya diikuti atau diwujudkan oleh

banyak orang.

Jika di renungkan lebih lanjut maka akan sampai pada kesimpulan

bahwa aktifitas tersebut tidak lain adalah perilaku-perilaku, tindakan-tindakan

individu satu terhadap yang lain yang kemudian menimbulkan reaksi

sehingga menimbulkan interaksi sosial. Perilaku dan tindakan manusia pada

dasarnya adalah gerak tubuh manusia. Dalam kehidupan sehari-hari gerak ini

ada yang disengaja adapula yang tidak. Namun demikian perbedaan ini

seringkali tidak banyak artinya bagi orang lain, sebab disengaja atau tidak

perilaku dan tindakan tersebut tetap akan dimaknai oleh orang lain.

Suatu gerak tertentu dikatakan perilaku bilamana gerak tersebut

berulang sehingga dapat diketahui polanya tanpa harus diketahui tujuan dan

39

makna perilaku tersebut. Jadi melukiskan, mendeskripsikan perilaku berarti

melukiskan pola-pola gerak yang berulang.

Disini perilaku dibedakan dengan tindakan, sebagaimana ilmuan

sosial membedakan behavior dengan action. tindakan juga mempunyai pola-

pola. Suatu gerak dikatakan sebagai tindakan bilamana dia memiliki tujuan,

ditujukan untuk mencapai hal tertentu dan diarahkan kepada orang lain. Oleh

karena itu jika kita ingin melukiskan suatu tindakan tujuan-tujuan dibalik

tindakan tersebut juga perlu dipaparkan.

Perilaku dan tindakan adalah hal-hal yang dapat dilihat namun hanya

sekali saja karena tidak ada perilaku dan tindakan yang persis sama satu

dengan yang lain. Perilaku makan misalnya tidak sama antara satu makan

dengan makan pada saat yang lain, meskipun dilakukan oleh orang yang

sama. Suatu perilaku atau tindakan dengan demikian bersifat “setengah

abstrak”. Dia hanya berwujud satu kali setelah itu yang tertinggal adalah

kesan atau persepsi tentang tindakan tersebut dan kategorinya yaitu istilah

untuk menyebut persepsi tersebut, seperti misalnya minum, mandi, membaca,

menulis dan seterusnya (Ahimsa-Putra, 2004: 45).

Seperti halnya lingkungan fisik, perilaku dan tindakan juga dimaknai

oleh manusia. Namun berbeda dengan lingkungan fisik, pemaknaan atas

perilaku dan tindakan berasal minimal dari dua arah, yaitu dari pelakunya dan

dari orang lain yang melihatnya. Dengan adanya pemaknaan dari dua arah ini,

maka persoalan pemahaman tentang pemaknaan dari dua pihak tesebut

40

menjadi sangat penting karena disinilah sering terjadi perbedaan yang

menyebabkan kesalahpahaman (Ahimsa-Putra, 2004: 46).

Selain perilaku dan tindakan, fenomena yang muncul dari gerak

adalah interaksi sosial yang juga dapat ditanggapi dengan simbol. Seperti

halnya nganyari nikah, ketika orang berkumpul dengan mendatangkan naib

yang ditunjuk oleh wali untuk menikahkan pada acara nganyari nikah, adanya

saksi dan penyebutan mahar tentu menjadikan orang bertanya apa sebenarnya

yang telah terjadi dalam keluarga tersebut sehingga harus ada perilaku dan

tindakan nganyari nikah.

A. Pengertian Nganyari nikah

Nganyari nikah berasal dari dua kata yaitu nganyari dan nikah.

Nganyari berasal dari bahasa Jawa yang berarti memperbarui. Nikah menurut

bahasa adalah mengumpulkan, saling memasukkan dan kadang juga diartikan

setubuh (wath’i) (al-Kahlani, tt: 109, al-Jurjani,1988: 246). nganyari nikah

sebenarnya adalah membahas mengenai pengulangan akad nikah yang

diperbarui kembali. Pengulangan ini bukan karena sebab rusaknya akad

perkawinan akibat talak baik raj‘i atau bai’n. Nganyari nikah adalah

mengulangi akad pernikahan karena adanya sebab tertentu yang tidak

merusak akad pernikahan, namun menyebabkan orang merasa perlu untuk

melakukan nganyari nikah.1

1 Dari hasil wawancara penulis dengan para pelaku nganyari nikah, kebanyakan dari mereka tidak tahu dari mana sumber asli adanya nganyari nikah berasal. Hanya ada satu orang yaitu pak Asiq yang menganggap bahwa nganyari nikah itu terdapat dalam kitab I’Anah al-Thalibin kitab fiqih karangan al-Dimyathi.

41

Proses nganyari nikah adalah proses akad antara suami dengan wali

atau naib dengan melafadzkan akad nikah sebagaimana waktu pernikahan

yang pertama. Jadi pelaku nganyari nikah mempersiapkan sarat dan rukun

pada nganyari nikah layaknya orang akan melakukan akad pernikahan.

Bedanya adalah pada nganyari nikah ini mahar nya boleh tidak berbentuk

nyata. Pelaku nganyari nikah boleh tidak mempersiapkan mahar yaitu cukup

hanya dengan menyebutkan mahar yang dulu pernah disebutkan dalam

pernikahan.

Menurut ulama nganyari nikah sama dengan tajdid al-nikah. Tajdid

al-nikah bukan suatu masalah kontemporer pada masa sekarang. Masalah ini

pernah dibahas oleh imam Nawawi pada kitab al-Minhaj, sementara beliau

hidup pada abad ke-6 H. Tajdid al-nikah mulai dibahas para ulama pada masa

abad ke-8 H. dan pembahasannya setidaknya sebagaimana tajdid al-wudhu

(al-Makkiy, tt: 165). Maksudnya bahwa dengan melakukan nganyari nikah

berkali-kali tidak merusak nikah yang sebelumnya.

Para pelaku nganyari nikah mempunyai pedoman sendiri-sendiri

tentang makna nganyari nikah dan sumber pengambilannya. Ada yang

melakukan nganyari nikah karena upacara ini baik untuk dilakukan. Ada juga

yang menganggap nganyari nikah adalah bagian dari ilmu Jawa, sehingga

jika terdapat kesalahan dalam petungannya maka mereka mencari hari dan

tanggal yang tepat untuk melakukan nganyari nikah.2

2 Pak Karom warga Jambearum berpendapat bahwa nganyari nikah adalah ritual yang

baik untuk dilakukan, mengingat adanya kyai yang menikahkan ulang dalam prosesi nganyari nikah. Bagi masyarakat di sekitar Pak karom, setiap hal yang dilakukan oleh kyai yang dianggap ada kecenderungan berupa ibadah, maka dianggap sebagian dari ajaran agama. Sedangkan pelaku

42

Tidak ada yang bisa menjelaskan siapa yang menciptakan nganyari

nikah yang ada di Patebon ini, karena ternyata selain di kecamatan Patebon

ada pelaku nganyari nikah yang berada diluar Patebon, misalnya Semarang

atau Purwodadi. Di Semarang seorang supir Taksi yang bernama Budi (nama

samaran) melakukan nganyari nikah karena adanya faktor ekonomi yang

sulit. Di Purwodadi, apabila melakukan pernikahan pada hari bangas maka

harus mengulangi lagi atau nganyari nikah karena menyalahi aturan adat dan

dikhawatirkan akan terjadi bencana atau malapetaka.

B. Para Pelaku Nganyari nikah

Orang sering mendapatkan kesulitan karena tidak mengetahui dirinya

sendiri. Jadi mengetahui diri sendiri dapat berguna untuk memecahkan

berbagai kesulitan yang dihadapi. Namun pendapat orang lain tentu juga tidak

boleh diabaikan.

Pelaku nganyari nikah tidak serta merta melakukan nganyari nikah

begitu saja, tetapi mendapatkan saran dari orang lain yang berpengalaman

dalam bidang ruwatan atau mendapatkan saran baik dari orang tua pelaku

atau orang tua yang dianggap tokoh penting dalam masyarakat. Mereka

dianjurkan untuk melakukan hal-hal tertentu yang bisa memulihkan keadaan

rumah tangga. Salah satunya dengan melakukan nganyari nikah. Diharapkan

setelah melakukan ngayari nikah akan ada perubahan signifikan dalam urusan

rumah tangga pelaku ngayari nikah. nganyari nikah yang berpedoman pada petungan Jawa ,mereka hanya mencari waktu yang tepat untuk melakukan setiap ritual yang mereka anggap penting atau sakral .Jika dianggap menyalahi petungan maka harus dilakukan akad baru agar tidak terjadi malapetaka.

43

1. Nganyari nikah karena perginya salah satu pasangan suami istri

Muna dan Yanto, Ria dan Ayong, Siti dan Ukhin, Yati dan Iskan,

Ana dan Leman adalah pasangan para pelaku nganyari nikah. Mereka

melakukannya dengan mempersiapkan segala macam yang berhubungan

dengan pernikahan, diantaranya dengan mengadakan slametan agar rumah

tangganya semakin kokoh.

Contoh kasus:

a. Nganyari nikah tanpa selametan atau selametan dengan bisyaroh

pada kyai

Muna dan Yanto (nama samaran) adalah pasangan suami istri

yang berasal dari desa Jambearum. Yanto bekerja sebagai karyawan di

pabrik PT Kayu Lapis Indonesia yang berada di Kecamatan

Kaliwungu sedangkan Muna hanya ibu rumah tangga. Yanto berasal

dari kecamatan Cepiring sedangkan Muna berasal dari Kecamatan

Patebon. pendidikan keduanya relatif rendah, Muna hanya lulusan

Sekolah Dasar sedangkan Yanto Lulusan SMP.

Mereka melakukan acara nganyari nikah karena Muna pergi

keluar Negeri selama hampir 3 tahun. Acara nganyari nikah

dilaksanakan pada hari minggu pagi 12 Juli 2009. Muna

melakukannya tanpa ada persiapan membuat slametan. Dengan

didampingai suami dan orang tuanya dia pergi ketempat kyai

44

3Abdallah (nama samaran) yang akan menikahkannya. Dengan

dihadiri oleh dua orang saksi kemudian pelaksanaan nganyari nikah

berlangsung dengan singkat.

Muna dan Yanto tidak mempersiapkan slametan karena yang

paling penting saat itu adalah nganyari nikah kembali sehingga

mereka sah untuk berkumpul. Seremonial slametan yang biasa

dilakukan dianggap tidak begitu penting karena slametannya cukup

dengan memberikan bisyarah 4kepada kyai yang menikahkan tersebut.

Akad nganyari nikah yang dilakukan Muna dan Yanto sama

lafadznya dengan akad pernikahan mereka dahulu. Perbedaannya

adalah ketika menyebutkan mahar, maka tidak ada mahar yang

berwujud kongkret kecuali dengan menyebutkan mahar yang dulu

pernah menjadi mas kawin pada pernikahannya. Jadi maharnya hanya

sekedar simbul dari ucapan yang disebutkan oleh kyai Abdallah dan

Yanto.

Proses nganyari nikah Muna dan Yanto dilakukan tanpa ada

upacara khusus yang dibuat sebagai tanda adanya prosesi nganyari

nikah. Menurut orang tua Muna yang terpenting adalah mereka berdua

sudah sah kembali setelah sekian lama tidak bertemu karena Muna

pergi keluar Negeri menjadi TKI. Nganyari nikah ini bukan karena

3 Kyai adalah sebutan untuk tokoh agama yang dituakan. Biasanya sebutan kyai yang

ada disekitar Patebon tidak hanya yang mempunyai pondok pesantren, tetapi orang yang mempunyai Langgar atau Musalla atau biasa memimpin tahlilan dianggap sebagai kyai

4 Bisyarah adalah uang yang diberikan kepada orang sebagai simbol dari upah.

45

mereka telah bercerai, tetapi nganyari nikah semata-mata karena ingin

memperbarui akad pernikahan mereka kembali.

Bagi Muna kepergiannya keluar Negeri adalah murni untuk

bekerja dan masih berstatus sebagai istri Yanto, sedangkan Yanto

masih menganggap bahwa Muna adalah istrinya meskipun telah pergi

keluar Negeri karena pada saatnya nanti Muna akan kembali.5

Dengan nganyari nikah Yanto beranggapan bahwa mungkin

selama kepergian istrinya dia pernah melakukan sesuatu yang bisa

menyebabkan tidak sahnya pernikahan mereka maka sarana nganyari

nikah ini bisa berfungsi untuk mengesahkannya kembali seperti

ungkapan ibunya bahwa setiap orang bisa saja kelilipen. Makna

kelilipen6 ini bisa diartikan jika antara keduanya pernah berselingkuh

sehingga dengan nganyari nikah mereka bisa bersih kembali.7

selingkuh disini tidak harus sampai berhubungan badan layaknya

suami istri, tetapi saling mempunyai rasa cinta terhadap orang lain itu

bisa menyebabkan rusaknya hubungan pernikahan Muna dan Yanto

meskipun antara Muna dan Yanto tidak pernah saling bertemu dan

bertatap muka.8

5 hasil wawancara dengan Muna dan yanto di rumahnya, 20 Agustus, 2009 6 Klilipen adalah adanya benda asing yang masuk kedalam mata. Makna klilipen disini

adalah bahwa jika seseorang pernah melakukan kesalahan dalam pernikahan dan menyebabkan cideranya sebuah hubungan tetapi tidak menyebabkan rusaknya akad, misalnya salah satu pasangan suami istri selingkuh.

7 Hasil wawancara dengan Muna dan Yanto, 20 Agustus 2009 8 Hasil wawancara dengan Muna dan Yanto, 20 Agustus 2009

46

Sebenarnya jika Muna dan Yanto tidak melakukan acara

nganyari nikahpun masyarakat patebon tidak akan menilai bahwa

keduanya melanggar tradisi atau melanggar agama.

Ada juga pasangan suami istri yang baru pulang dari luar

Negeri tapi tidak melakukan nganyari nikah Bagi mereka berdua

nganyari nikah adalah suatu sugesti psikologi bagi kelanjutan

pernikahan mereka yang sempat terpisah selama beberapa tahun.

b. Nganyari nikah dengan Bancaan

Ria dan Ayong (nama samaran) juga pasangan suami istri yang

malakukan acara nganyari nikah karena Ria pergi keluar Negeri.

mereka berdua berasal dari Desa Jambearum. Ria hanya lulusan SD

sedangkan Ayong lulusan SMP. Ayong hanyalah pekerja serabutan

yang menerima pekerjaan apa saja sedangkan Ria hanya ibu rumah

tangga yang tidak punya penghasilan apapun.

Mereka melakukan nganyari nikah sebagai pertanda untuk

memperbarui akad dan mereka sah untuk berkumpul kembali setelah

lama tidak bertemu. Tanpa menunggu waktu terlalu lama mereka

memangil Kyai Abdallah sebagai Naib untuk menikahkan mereka

kembali di rumah pasangan Ria dan Ayong. Lafazd akad nikah yang

diucapkan Ayong sama dengan pengucapan ketika akad nikah pertama

kali menikah.

47

Tidak ada yang spesifik dari prosesi nganyari nikah ini.

Mereka hanya mengundang beberapa saudara diantaranya saudara

laki-lakinya yang dijadikan sebagi saksi dalam nganyari nikah itu.

Setelah acara selesai, ditutup dengan doa dan slametan yang

disediakan meskipun tidak terlalu bermacam-macam atau hanya

sekedar bancaan biasa, dibagikan kepada saudara yang hadir.

Bancaan adalah slametan yang makanannya lebih sederhana

dibandingkan dengan Slametan.9

Nganyari nikah ini sudah dianggap sah karena sudah menetapi

sarat dan rukun nikah. Mahar yang disebutkan dalam nganyari nikah

ini juga mahar yang dulu pernah dipakai dalam pernikahannya dan

menyebutkannya hanya sebagi simbol adanya mahar. Lafadz yang

diucapkan dalam upacara nganyari nikah juga sama dengan yang

dilafadzkan kepada waktu pertama kali diucapkan dalam pernikahan.

Pasangan Muna dan Yanto, Ria dan Ayong merupakan pelaku

nganyari nikah dengan bentuk yang sederhana. Mereka melaksanakan

nganyari nikah karena saran dari orang tua, tetapi mereka bisa

merasakan apa yang dulu pernah mereka rasakan pada waktu awal

pernikahan mereka.

Pasangan Muna dan Yanto melakukan nganyari nikah hanya

sekali ketika pertama kali pulang dari luar Negeri, begitu pula dengan

9 Wawancara dengan Muna tetangga Ria yang menyaksikan acara nganyari nikah

48

Ria dan Ayong mereka juga melakukan nganyari nikah sekali

meskipun berkali-kali pergi keluar Negeri.10

c. Nganyari nikah dua kali dengan slametan dan mahar

Pasangan Siti dan Ukhin (nama samaran) adalah pelaku

nganyari nikah yang juga berasal dari Desa Jambearum. mereka

berdua sempat menamatkan SMP. Siti hanyalah ibu rumah tangga

sedangkan Ukhin petani yang juga punya mata pencaharian sebagai

nelayan jika sawah yang ditanami sudah tidak membutuhkan

perawatan. Siti sering menjual hasil tangkapan ikan suaminya selain

membantunya di sawah.

Mereka melakukan nganyari nikah sampai dua kali setelah

kepulangannya dari luar Negeri. Siti dan Ukhin ingin berhati-hati

dalam pernikahannya sehingga untuk mensyahkan pernikahannya

mereka melakukan nganyari nikah sampai dua kali.

Setiap kali melakukan acara nganyari nikah yang dilakukan

oleh Siti dan Ukhin agak berbeda dengan yang dilakukan oleh

pasangan Muna dan Yanto atau pasangan Ria dan Ayong. Siti dan

Ukhin menganggap pentingnya arti doa dari masyarakat sekitarnya

sehingga dalam acara ini juga ada slametan dengan mengundang

beberapa orang tetangga selain saudara-saudara dekatnya meskipun

10 Wawancara dengan Ria dan Ayong 1 September 2009

49

bentuk slametan yang akan diberikan kepada tamu undangan

sebenarnya biasa saja.

Pada pelaksanaan nganyari nikah yang pertama dan yang

kedua tidak ada perbedaan yang signifikan. Orang tua Siti

mengundang kyai Sakroni (nama samaran) yang akan menikahkan dan

saksinya diambil dari tamu undangan yang dianggap sebagai orang

yang layak untuk menjadi saksi. Mahar yang diberikan berturut-turut

selama dua kali itu berupa uang sebesar Rp 10.000 dan Rp 5.000.

Mahar ini terkesan kecil jumlahnya tetapi besar nilainya karena

sebagai simbol lengkapnya sarat dan rukun nganyari nikah. Setelah

acara selesai makanan yang telah diberi doa dibagikan untuk dibawa

pulang.

d. Nganyari nikah Slametan dan bisyaroh pada kyai

Pasangan Yati dan Iskan (nama samaran) juga penduduk Desa

Jambearum. Yati hanya lulusan SD sedangkan Iskan juga lulusan SD.

Yati hanya berprofesi sebagi ibu rumah tangga sedangkan Iskan petani

biasa. Mereka melaksanakan nganyari nikah juga karena motif Yati

pergi keluar Negeri. Setelah pulang keduanya mendatangkan kyai

Sakroni (samaran) untuk menikahkan mereka. Setelah selesai kyai

yang dipercaya untuk menikahkan tersebut membacakan doa setelah

acara selesai. Sebagai slametannya Yati dan Iskan memberikan

bisyarah kepada kyai tersebut sebagai ucapan terimakasih dan tondo

50

selamet. Tondo selamet adalah istilah yang biasa digunakan oleh

orang Patebon agar Kyai yang diberi bisyaroh bersedia menerima.

Sebagaimana Siti dan Ukhin, Yati dan Iskan juga mengundang

tetangga sekitarnya untuk menyaksikan acara tersebut. Slametan yang

diberikan kepada para tetangga dimaksudkan sebagi simbol dari

selametnya mereka dari hal-hal yang menyalahi agama dan menuju

akad pernikahan yang baru.

e. Nganyari nikah dengan slametan

Ana dan Leman (nama samaran) juga pasangan suami istri

yang melakukan nganyari nikah karena Ana pergi keluar Negeri

sampai hampir 10 tahun. Ana dan Leman juga penduduk Desa

Jambearum. Ana dan Leman hanya lulusan SD. Mereka hanya

pasangan petani yang menggantungkan hidupnya pada hasil panen.

Hal yang tidak terduga oleh Leman adalah tiba-tiba Ana datang.

Sebagai rasa syukur karena telah berkumpul kembali dengan

keluarganya, maka Leman mengadakan acara nganyari nikah. Selain

itu dengan nganyari nikah juga diharapkan adanya tumbuh perasaan

baru yang dulu pernah mereka rasakan ketika pertama kali menikah.

Berdasarkan saran orang-orang tua dan orang-orang yang

dianggap paham dengan urusan pernikahan, maka mereka

mengadakan acara nganyari nikah. Ana dan Leman mengundang para

tetangga untuk acara slametan. Leman mempersiapkan sarat dan

51

rukun dalam acara nganyari nikah dan mengundang kyai Sairozi

(nama samaran) untuk menikahkan mereka. Setelah acara selesai

slametan dibagikan untuk dibawa pulang.

Perbedaan pada acara slametan yang diadakan Ana dan

Leman. adalah karena Ana pergi keluar Negeri sangat lama dan tiba-

tiba pulang dengan keadaan sehat, maka Leman dan Ana sengaja

menyediakan slametan berupa engkung yang disediakan untuk para

tetangga yang diundang. Engkung adalah ayam yang dimasak tanpa

dipotong terlebih dahulu. jadi masih berbentuk utuh. Ijab qabul yang

diucapkan Leman sama ketika mengucapkan akad nikah pada waktu

pertama kali pada pernikahannya, tidak ada perbedaan sama sekali.

mahar yang disebut adalah mahar yang dulu menjadi mas kawin

dalam pernikahan semula.

Setelah acara selesai kyai Sairozi yang menikahkan

membacakan doa selamet bagi pasangan Leman dan Ana, kemudian

membagikan makanan untuk dibawa pulang oleh para tetangga yang

hadir.

2. Tujuan Nganyari nikah

a. Nganyari nikah untuk kebaikan atau kehati-hatian

Rori dan Fatonah malakukan praktik nganyari nikah karena

motivasi yang berbeda. Mereka melakukan nganyari nikah karena

52

keinginan pribadi yang menginginkan sesuatu yang baru dalam

pernikahannya yang telah berlangsung hampir tigapuluh tahun.

Rori dan Fatonah (nama samaran) sama-sama penduduk

Jambearum. Rori bekerja sebagai petani sedangkan Fatonah adalah

pedagang. Rori sempat sekolah sampai SD sedangkan Fatonah hanya

bisa sampai kelas IV karena kurangnya dana untuk biaya sekolah.

Proses nganyari nikah yang dilakukan Rori dan Fatonah sangat

sederhana. Mereka mengundang kyai Usman (nama samaran) yang

sepakat dengan nganyari nikah lalu menikahkannya. Tanpa ada acara

slametan seperti pelaku nganyari nikah lainnya acara nganyari nikah

tetap terlaksana dan yang terpenting bagi pasangan Rori dan Fatonah

adalah doa dari kyai Usman dan ijab qabul dari nganyari nikah

tersebut.

Pasangan suami istri yang melakukan praktik nganyari nikah

karena motivasi diri sendiri dan juga termotivasi dari orang lain adalah

pasangan Ardi dan Rindi (nama samaran).

Prosesi nganyari nikah dilakukan Rindi dan Ardi

mendatangkan kyai Yahya (nama samaran) untuk menikahkannya dan

dihadiri saksi, wali dan tamu yang dianggap penting untuk

menyaksikannya. Acara slametan yang diadakan bertepatan dengan

ulang tahun pernikahan perak mereka. Ini sengaja mereka lakukan

karena ingin mengabadikan moment penting dalam kehidupan

53

berkeluarga mereka bahwa mereka sudah pernah melakukan nganyari

nikah pada ulang tahun pernikahan mereka yang ke-25.11

H. Abdullah adalah penduduk Kumpulrejo. Dia dan istrinya

melakukannya dengan mengundang semua orang yang di kenal untuk

acara slametan setiap tahun. Tingkat pendidikan mereka relatif

rendah, tetapi H, Abdullah termasuk orang yang kaya sehingga setiap

tahun bisa mengadakan slametan. dia adalah petani yang terhitung

sukses dalam pertaniannya.

Pada acara slametan itu berisi doa-doa untuk keselamatan

setiap tahun bagi keluarganya. H Abdullah mempersiapkan semua

sarat dan rukun nikah untuk prosesi nganyari nikah. Tetapi mahar

yang dipersiapkan adalah mahar yang sebelumnya disebutkan dalam

pernikahannya yang pertama. Setelah akad nikah dilaksanakan Naib

yang menikahkannya membacakan doa sebelum slametan dibagikan

pada tetangga yang telah hadir. Lafadz ijab qabul meskipun dilakukan

berkali-kali tetap menggunakan lafadz ijab qabul seperti pada

pernikahannya yang pertama.

b. Nganyari nikah untuk tolak balak

Pasangan Tina dan Mahdi, Arsih dan Ahmad, dan pasangan

Malih dan Udin adalah tiga pasangan suami istri yang melakukan

11 Informasi ini penulis peroleh dari kyai Yahya yang menikahkan mereka pada tanggal

17 Agustus 2009.

54

praktik nganyari nikah karena saran dari orang tertentu bahkan orang

banyak. 12

Tina dan Mahdi (nama samaran) merupakan pelaku nganyari

nikah karena setelah melaksanakan pernikahan merasa belum pernah

merasakan kebahagiaan. Kesehatan Tina sering terganggu sampai

ketika mengandung anak pertamanya sehingga merasa ada yang salah

dalam kehidupan mereka. Mereka asli penduduk Desa Jambearum.

Tina relatif berpendidikan Tinggi. Dia sedang menempuh S1

sedangkan Mahdi hanya tamatan Pesantren. Tina bekerja disalah satu

SMP Swasta di daerahnya sedangkan Mahdi belum mendapat

pekerjaan yang layak.

Prosesi nganyari nikah yang dilangsungkan Tina dan Mahdi

sederhana, hanya ada Ayah sebagai wali, kyai As’ad, saudara

kandung Mahdi yang akan menjadi saksi dan mahar yang di pakai

adalah mahar yang dulu pernah menjadi mas kawin pada

pernikahannya yang pertama.

Menurut orang yang mengetahui petungan Jawa, diruntut dari

awal pernikahan mereka ternyata ditemukan adanya kesalahan dalam

menentukan hari pernikahan. Menurut Petungan Jawa ada hari yang

dilarang untuk melakukan acara penting telah dilanggar oleh keduanya

dengan melaksanakan akad pernikahannya. Selain kesalahan yang ada

pada pelanggaran hari, ternyata ada juga kesalahan dalam mengitung

12 penulis mendapat informasi dari Tina dan Mahdi, saudara kandung Ahmad (suami

Arsih) dan Malih.

55

jumlah angka suami dan istri. Karena menerjang larangan yang tidak

mereka ketahui inilah yang ternyata menimbulkan molo. Molo adalah

macam-macam penyakit yang susah disembuhkan dan

berkepanjangan.13

Tina dan Mahdi melakukan acara nganyari nikah dengan

dinikahkan oleh ayahnya sendiri. Acara ini berlangsung sederhana

karena yang diinginkan oleh keduanya adalah kehidupan yang normal

dalam rumah tangganya dan segala petaka yang mereka alami untuk

segera hilang.

Prosesi nganyari nikah dilaksanakan dengan mengundang

tetangga yang ada disekitarnya. Setelah acara selesai ditutup dengan

doa dan membagikan slametan kepada tamu undangan yang hadir.

Doa inilah yang bagi pelaku nganyari nikah sangat diperlukan sebagai

penolak balak14 atas segala petaka yang dialami. Tina dan Mahdi

berharap apapun yang mereka lakukan adalah benar dimata tradisi dan

benar menurut agama.

Arsih dan Ahmad (nama samaran) mempunyai kasus yang

sama dengan Tina dan Mahdi. Mereka warga Jambearum dan bermata

pencaharian sebagai petani. Pendidikan mereka hanya sampai MI,

tidak pernah melanjutkan sekolah lanjutan.

13 Semua informasi yang penulis peroleh berasal dari cerita yang disampaikan oleh Tina

dan Mahdi pada bulan September 2009 14 Balak adalahkesusahan atau penyakit yang bisa menimpa manusia yang menyalahi

aturan lingakaran kehidupan.

56

Setelah menikah Arsih sering sakit dan susah untuk

disembuhkan. Karena berbagai obat dari dokter ternyata belum bisa

menyembuhkan Arsih. Maka Arsih disarankan untuk mencari orang

pintar15 untuk menyembuhkan penyakitnya. Dari diagnose dokter

Arsih tidak mempunyai sakit yang jelas, sehingga hanya diberi obat

layaknya orang sakit biasa.

Menurut penuturan saudara kandung Ahmad, Arsih pernah

punya hubungan dengan orang lain, tetapi pada kenyataannya Arsih

menikah dengan Ahmad inilah yang menyebabkan Ahmad lebih

mempercayai orang pintar daripada pergi berulang kali ke

dokter.16Ahmad menduga penyakit arsih bukan penyakit medis.

Hasil analisa dari orang pintar itu adalah bahwa ternyata ada

kesalahan Petungan kelahiran antara Arsih dan Ahmad. Pada awalnya

sebenarnya sudah dihitung secara benar oleh orang pintar lainnya,

tetapi hasil yang terjadi adalah sakit yang berkepanjangan yang

dialami oleh Arsih.

Untuk menyembuhkan istrinya Ahmad mencari obat kepada

orang pintar17 untuk menghitungkan kembali angka kelahiran dari

keduanya untuk mencocokkan kembali hari yang tepat untuk

melakukan nganyari nikah.

15 Dianggap orang pintar karena orang itu mengetahui hal-hal supranatural. Kepandaian

satu orang pintar dengan orang pintar lainnya berbeda–beda sehingga analisa yang dihasilakn juga berbeda.

16 Informasi penulis peroleh dari adik Ahmad sendiri. 17 orang pintar adalah orang yang dianggap tahu tentang hal-hal yang berhubunga dengan

supranatural.

57

Prosesi nganyari nikah dipimpin oleh orang pintar yang

menghitungkan jumlah angka kelahiran Arsih dan Ahmad. Tamu

undangan yang hadir ada yang dijadikan sebagai saksi dan mahar

yang dipakai adalah mahar yang dulu pernah disebutkan dalam

pernikahannya dahulu.

Bagi Arsih dan Ahmad nganyari nikah ini adalah sebagai

salah satu solusi dari kesulitan rumah tangga yang sedang dihadapi

oleh keduanya, karena selain nganyari nikah, Arsih dan Ahmad juga

dianjurkan untuk membaca bacaan-bacaan tertentu sebagai obat

penghilang sakitnya.

c. Nganyari nikah agar punya anak

Pasangan Malih dan Udin melakukan praktek nganyari nikah

karena faktor tidak punya anak dalam waktu hampir sepuluh tahun.

Mereka bahkan melakukannya sampai tiga kali karena berdasarkan

dari saran orang-orang yang menganjurkan untuk melakukan nganyari

nikah.

Malih dan Udin (nama samaran) adalah penduduk Desa

Kebonharjo. Malih sempat sekolah sampai MTs sedangkan suaminya

lulus dari pondok pesantren. Malih seorang ibu rumah tangga

sedangkan Udin di PHK dari pekerjaannya sebagai karyawan di

Perusahaan swasta.

58

Malih dan Udin tidak punya anak bukan karena tidak bisa

hamil, tetapi karena setiap kali mengandung setelah lahir bayinya

hanya bisa hidup hanya satu bulan. Sebagai jalan terbaik yang mereka

lakukan pertama kali adalah dengan melakukan nganyari nikah agar

tidak terjadi kejadian yang berulang sesuai saran dari orang pintar.

Mereka harus melakukan nganyari nikah karena menurut

perhitugan dari orang pintar tersebut bahwa Malih dan Udin

menyalahi petungan Jawa pada hitungan kelahiran keduanya.

Menurut keduanya sebenarnya mereka telah mencari hari dan tanggal

yang baik untuk pernikahannya, jika terjadi kesalahan hitungan itu

terjadi diluar pengetahuan mereka, bahkan sampai kenyataannya bayi

yang dikandungnya setelah lahir hanya berumur satu bulan.

Prosesi nganyari nikah dilaksanakan seperti prosesi nganyari

nikah yang lain. Ada kyai Subhan yang akan menikahkannya, wali dan

saksi. Mahar yang disebutkan adalah mahar yang dulu digunakan

sebagai mahar pernikahan sebagai simbol dalam pernikahan. Mereka

berdua hanya mengundang saudara dekat selaku tamu yang diajak

untuk slametan. Setelah acara selesai ditutup dengan doa dan slametan

dibagikan untuk dibawa pulang.

Pada kehamilan yang kedua ternyata terjadi kasus yang sama

yaitu bayi yang dilahirkan meninggal lagi. Akhirnya Malih dan Udin

melakukan nganyari nikah kembali sesuai dengan saran orang pintar

yang kedua. Dari kedua nganyari nikah itu ternyata ada indikasi yang

59

sama bahwa hari pelaksanaan pernikahannya menyalahi petungan

Jawa.

Meskipun sudah melakukan nganyari nikah yang pertama

ternyata tidak mengubah nasib Malih sehingga harus melakukan

nganyari nikah yang kedua, bahwa ternyata anaknya yang kedua juga

meninggal.

Prosesinya tidak jauh beda dengan yang pertama atau prosesi

nganyari nikah yang lain. bedanya hanya pada pelaksanaannya

disesuaikan dengan kebenaran dari petungan para orang pintar yang

menghitung kelahiran Malih dan Udin.

Pada kehamilan yang ketiga, Malih berharap anaknya bisa

bertahan lama tapi pada kenyataannya bayinya juga meninggal. Ada

yang menyarankan bahwa permasalahan ini karena antara MAlih dan

Udin adalah pasangan yang tidak cocok jika harus hidup bersama.

Maka mereka disarankan untuk berpisah jika menginginkan punya

anak tetapi dengan pasangan hidup yang berbeda.

Dengan berbagai cara Malih dan Udin berusaha untuk

mencari solusi terbaik dan pada akhirnya melakukan nganyari nikah

untuk ketiga kalinya dengan prosesi yang sama. Nganyari nikah yang

ketiga ini berasal dari saran orang pintar yang berbeda pula yang

menghitung kembali kelahiran dari Malih dan Udin. Setelah

kecocokan maka dilangsungkan nganyari nikah dengan hari yang

berbeda dengan nganyari nikah yang pertama dan kedua.

60

Nganyari nikah bagi Malih dan Udin adalah sekedar sarana

agar mereka bisa punya anak. Ritual yang lain tentu tetap dilakukan

oleh Udin dan Malih. Hanya saja karena salah satu cara yang

dianjurkan untuk bisa mempunyai anak adalah dengan nganyari nikah

maka hal ini perlu diperhatikan

d. Nganyari nikah agar lancar rejeki

Pasangan Yanti dan Risman melakukan nganyari nikah

bukan karena sakit atau pergi keluar Negeri atau karena menyalahi

hari pernikahan menurut Petungan Jawa. Yanti dan Risman

mempunyai masalah dalam ekonomi. Setiap kali ada pekerjaan yang

ditekuni tidak pernah ada yang sukses. Berkali-kali usaha yang

dilakukan selalu gagal. Akhirnya dengan meminta saran dari orang

pintar mereka mendapatkan solusi untuk melakukan nganyari nikah.

Yanti dan Risman (nama samaran) adalah penduduk

Purwosari. mereka hanya lulus SD dan mata pencahariannya adalah

petani. Yanti dan Risman mempersiapkan nganyari nikahnya dengan

membawa semuanya ke orang pintar tersebut. Acara dilakukan

dikediaman orang pintar tersebut sehingga saksinya adalah tamu yang

sedang berkunjung pada orang pintar tersebut.

Sebagai bentuk slametannya, pelaku nganyari nikah

mempersiapkan kambing sebagi sarat nganyari nikah tersebut dan

dimasak diberikan kepada siapa saja yang hadir pada acara tersebut.

61

Selain itu Yanti dan Risman juga memberikan bisyarah sebagai rasa

terima kasih atas saran dan bantuan yang diberikan kepada pelaku

nganyari nikah.18

Ali dan Rini (nama samaran) melakukan praktik nganyari

nikah dengan problem yang sama dengan Yanti dan Risman. Mereka

sering terkena masalah keuangan. mereka mengistilahkan dengan

cupet rizki nya. Cupet rizki adalah keadaan selalu kekurangan dalam

hal materi.

Mereka pendudduk Lanji yang hanya lulusan SMP dan

bermata pencaharian sebagai petani dan ibu rumah tangga. Untuk

menutupi kekurangan pada kebutuhan rumah tangganya mereka

menerima pekerjaan tambahan apapun.

Ali dan Rini meminta kyai Afif (nama samaran) untuk

menikahkannya kembali agar kesulitan ekonomimya bisa berkurang.

Mereka mempersiapkan slametan meskipun hanya sekedar bancaan

biasa. Acara slametan itu dihadiri oleh kyai Afif yang bertindak

sebagai Naib dan dua orang tetangga yang dijadikan sebagai saksi.

e. Nganyari nikah agar rukun

Pasangan Titik dan Hadi (nama samaran) adalah penduduk

Purwosari yang melakukan nganyari nikah karena sering bertengkar.

Mereka sering bertengkar setiap ada masalah keluarga yang tidak bisa

18 Informasi ini penulis peroleh dari tetangga dekat orang pintar tersebut.

62

mereka atasi. Masalah kecil yang bagi orang lain sepele, tetapi bagi

Titik dan Hadi bisa menjadi masalah besar.

Untuk menumbuhkan rasa cinta kasih mereka kembali, maka

mereka berupaya untuk mencari jalan terbaik bagi keduanya selain

perceraian. akhirnya keduanya berencana melakukan nganyari nikah.

Titik mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

nganyari nikah termasuk mempersiapkan orang yang akan dijadikan

wali nikah karena kedua orang tua mereka telah meninggal. akhirnya

titik memberikan kuasa kepada kyai Sakroni (nama samaran) untuk

menikahkanya dan dua orang tetangga yang menjadi tamu untuk

menjadi saksi. bahasa yang dipakai dalam menikahkannya adalah

bahasa Arab dengan memakai qobiltu nikahaha wa tazwijaha

makhbubataka bimahri…… halan. Setelah acara selesai tetangga yang

diundang membawa pulang bancaan yang disediakan oleh Titik.

Lili dan Ustman (nama samaran) juga mempunyai kasus yang

sama dengan Titik dan Hadi. meskipun mereka berbeda Desa (Lili

penduduk Sukolilan) melakukan acara nganyari nikah. Bedanya

adalah Lili mendatangi kyai Dzulkifli (nama samaran) untuk

menikahkannya. Lili dan Hadi hanya lulusan SD dan bermata

pencarian sebagai petani.

Dengan segala persiapan yang dibutuhkan Lili dan Utsman,

mereka pergi kerumah kyai Dzulkifli kemudian prosesi nikah tersebut

terjadi di rumah kyai tersebut. Yang menjadi pemimpin sekaligus wali

63

adalah kyai Dzulkifli dan bertindak sebagai saksi adalah tamu yang

sedang berkunjung di rumah kyai Dzulkifli. Setelah selesai mereka

memberikan bisyaraah kepada kyai tersebut sebagai tondo slamet

Tidak ada ada yang berbeda dalam pelaksanaan nganyari

nikah dari semua problem yang penulis peroleh. Pada intinya nganyari

nikah adalah

mahar tergantung dari keyakinan prosesi pernikahan yang

dihadiri oleh orang tertentu sesuai dengan kehendak pelaku nganyari

nikah atau saran dari orang yang diberi kepercayaan untuk memimpin

acara nganyari nikah. dalam acara tersebut ada yang menggunakan

slametan ada yang hanya sekedar praktik nganyari nikah dengan

memanfaatkan orang ada pada majlis tersebut untuk menjadi saksi.

Penyebutan pelaku nganyari nikah. ada yang menggunakan

mahar baru dengan tidak membebani pelaku nganyari nikah, ada pula

yang menggunakan mahar pada waktu pernikahannya, sehingga

wujud yang terpenting dari nganyari nikah adalah adanya akad baru

untuk menghilangkan segala bentuk kejanggalan dalan pernikahan

atau segala kesusahan dalam pernikahan

C. Frekuensi nganyari nikah

Dari semua kasus yang penulis peroleh, para pelaku melakukan

nganyari nikah sesuai dengan kebutuhannya masing masing.

64

Pelaku nganyari nikah yang istrinya pergi keluar Negeri berpedoman

bahwa mereka melakukan nganyari nikah karena telah melalaikan tugas

sebagai suami karena tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri,

Suami tidak memberikan nafkah harta kepada istri lebih dari 6 bulan. Maka

dengan demikian bisa terjadi jatuh satu talak kepada istrinya, meskipun sama

sekali tidak ada kata-kata cerai dari suami. Maka setelah keduanya berkumpul

harus secepatnya melakukan nganyari nikah untuk mensyahkan kembali

pernikahan mereka.

Siti dan Ukhin adalah contoh pasangan suami-istri yang melakukan

nganyari nikah sampai dua kali. Siti pergi keluar Negeri karena ingin

membantu perekonomian Ukhin. Maka setelah Siti Pulang mereka melakukan

nganyari nikah, begitu pula setelah kepergiannya yang kedua, mereka masih

bersedia melakukan acara nganyari nikah.

Sebenarnya orang yang menganggap nganyari nikah itu adalah

anjuran agama, senang melakukan acara nganyari nikah. Tetapi karena acara

ini tidak lazim dilakukan dalam masyarakat maka mereka enggan untuk

melakukannya karena khawatir akan dianggap sebagai orang yang selalu

bermasalah dalam keluarga. Untuk itu nganyari nikah cukup dilakukan hanya

sekali. Sementara orang yang betul-betul yakin dengan kebaikan nganyari

nikah maka mereka akan melakukannya berkali-kali meskipun orang jarang

melakukannya.

Orang yang tidak punya anak dan orang yang kesulitan dalam masalah

ekonomi adalah orang yang terpaksa melakukan acara nganyari nikah, maka

65

tentu saja dia hanya akan melakukannya sekali seumur hidupnya. Mereka

hanyalah orang yang benar-benar tidak mempunyai jalan keluar setelah

semua usaha dicoba, maka solusi terakhir adalah melakukan nganyari nikah.

Malih hampir sepuluh tahun menikah tetapi tidak mempunyai anak.

Setiap kali anaknya lahir selalu meninggal dengan usia sekitar satu bulan.

Karena sudah berkali-kali meninggal, maka mereka berdua melakukan acara

nganyari nikah. begitu juga dengan Yanti dan Risman. Mereka terpaksa

melakukan nganyari nikah karena sudah berbagai macam usaha dilakukan

tetapi ekonomi mereka tetap sulit. Maka jalan satu satunya adalah dengan

melakukan nganyari nikah yang hanya dilakukan sekali.

Jadi sebenarnya pelaku nganyari nikah ini mempunyai perbedaan

terhadap frekuensi nganyari nikah tergantung dari kebutuhan yang sedang

mereka hadapi walaupun pada hakekatnya mereka hanya ingin melakukannya

sekali.

D. Prosesi nganyari nikah

Proses nganyari nikah bukalah proses yang rumit. Acaranya sangat

sederhana yang kadang hanya disaksikan oleh saksi, dan yang menikahkan.

Tetapi ada juga pelaku nganyari nikah menggunakan simbol tertentu

sehingga kelihatan sebagai acara sakral.

Pelaku nganyari nikah mempersiapkan slametan yang akan diberikan

kepada tamu undangan yang menghadiri acara tersebut. Ada yang

mempersiapkan nasi yang dibungkus dalam daun pisang sejumlah ganjil yang

66

disebut sego golong misalnya lima, tujuh atau sembilan. Jika yang diundang

lebih dari lima, tujuh atau sembilan maka kelebihan dari orang itu sebagai

gantinya akan diberi slametan dengan tempat yang berbeda, tidak dalam

bentuk bungkus daun pisang. Selain itu ada juga juadah pasar atau penganan

yang dijual dipasar yang dimasukkan dalam takir 19 yang disediakan untuk

tamu undangan yang hadir. Ketika situasi pelaku nikah benar-benar merasa

sangat memprihatinkan maka pelaku nganyari nikah membuat bubur abang

putih. Bubur abang putih sebenarnya bukan bubur yang berwarna merah atau

berwarna putih. Tetapi warna merah itu adalah warna merah gula Jawa

sedangkan warna putih adalah warna bubur yang tidak diberi warna sama

sekali.

Sebagai penyempurna dari ritual ini ada beberapa pelaku yang

melakukan acara ini dengan slametan menggunakan ayam yang tidak

dipotong-potong atau dalam istilah Jawa engkong atau dengan menggunakan

kambing sebagi sarat yang disarankan oleh kyai atau orang pintar tersebut.

19 Takir adalah sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang.