30 bab ii tinjauan pustaka 2. 1. landasan teori 2.1.1 teori

64
30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Perpajakan 2.1.1.1. Defenisi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran negara. Defenisi pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masing masing definisi memiliki tujuan yang sama. Defenisi pajak menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo, 2006:1) dinyatakan bahwa : Pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut P.J.A. Andriani (dalam Prabowo, 2002) juga dinyatakan bahwa : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Defenisi pajak menurut Edwin RA Seligman dalam bukunya Essay in taxion mengatakan bahwa Tax is a compulsory contribution from the person, to the Government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred“. Universitas Sumatera Utara

Upload: dangbao

Post on 12-Jan-2017

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Landasan Teori

2.1.1 Teori Perpajakan

2.1.1.1. Defenisi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan

pembangunan karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang

digunakan untuk membiayai semua pengeluaran negara.

Defenisi pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masing

masing definisi memiliki tujuan yang sama. Defenisi pajak menurut Rochmat

Soemitro (dalam Mardiasmo, 2006:1) dinyatakan bahwa :

Pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa

timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Sedangkan menurut P.J.A. Andriani (dalam Prabowo, 2002) juga dinyatakan

bahwa :

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat

ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum

berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Defenisi pajak menurut Edwin RA Seligman dalam bukunya Essay in taxion

mengatakan bahwa

“Tax is a compulsory contribution from the person, to the Government to

defray the expenses incurred in the common interest of all, without

reference to special benefit conferred“.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

31

Dari defenisi tersebut terlihat adanya konstribusi seseorang ditujukan kepada

Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada seseoarang.

Pajak ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.

Ray M Spmmerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock dalam

bukunya An Introduction to Taxation menyatakan bahwa :

“A Tax can be definied meaningfully as any non penal yet compulsory

transfer of resources from the privat to the public sector, levied on the

basis of predetermined criteriaand without receipt of specific benefit of

equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and

social objectives.”

Yang diterjemahkan oleh Moh. Zain : 2005, kemudian dikutip oleh Sony Devano

dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, (2006:

22) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,

berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat

imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat

melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum

dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang

Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa kata dalam definisi yang telah disampaikan di atas, mempunyai

arti sangat penting sebagai unsur-unsur yang memaknai pajak yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

32

1. Pungutan dapat dipaksakan

Salah satu hal yang membedakan pajak dengan pungutan atau iuran

lainnya adalah sifat memaksa yang melekat di dalamnya. Kata “compulsory”

digunakan untuk menunjukan bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan. Dalam

memungut pajak, pemerintah memiliki kewenangan penuh atas melakukan

pemaksaan agar wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena

itu, pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan selalu dapat

dipaksakan. Di Indonesia, salah satu instrument paksaan dalam pemungutan pajak

adalah penagihan pajak dengan surat paksa.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang;

Unsur definisi pajak yang juga sangat penting adalah bahwa pajak harus

ditetapkan berdasarkan undang-undang kata “predetermined criteria” secara

implisit menunjukan bahwa pungutan pajak secara implisit menunjukan bahwa

pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara serampangan, namun harus ada

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh otoritas publik dalam bentuk peraturan

perundang-undangan.

3. Pembayar pajak tidak mendapat manfaat langsung;

Pajak dipungut bukan untuk special benefit. Artinya pembayar pajak tidak

menerima langsung manfaat atas kontribusi pembayaran pajaknya. Hal tersebut

berbeda dengan pungutan lainnya seperti retribusi. Retribusi dipungut kepada

orang yang akan atau ingin mengkonsumsi barang dan jasa tertentu, artinya

pembayar retribusi akan mendapat manfaat langsung atas pembayaran yang telah

di lakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

33

4. Penerimaan pajak digunakan untuk menjalankan fungsi negara.

Kalimat in order to accomplish some of a nation’s economic and social

objectives, artinya penerimaan pajak digunakan untuk tujuan membiayai

pengadaan public goods, dan juga untuk tujuan ekonomi dan social yang

dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi negara.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang

karakteristik dan sifat khusus pajak seperti :

a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang.

b. Sifatnya dapat dipaksakan.

c. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh si

pembayar pajak.

d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).

e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.1

Adapun subjek pajak adalah mereka (orang atau badan) yang mematuhi

syarat subjektif, yaitu syarat yang melekat pada orang atau badan sesuai dengan

apa yang ditentukan oleh undang-undang.2 Sementara itu wajib pajak adalah

mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subjektif, juga harus

memenuhi syarat objektif misalnya memiliki penghasilan atau memiliki bumi

bangunan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak dan sebagainya.

1 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Loc. Cit. 2 Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2002, h.40.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

34

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek pajak itu belum tentu

wajib pajak bila tidak memenuhi syarat objektif, sedangkan wajib pajak dengan

sendirinya termasuk objek pajak. Jadi dalam hal ini pihak-pihak yang dapat

disebut sebagai wajib pajak adalah :

1. Wajib pajak pribadi.

2. Warga negara asing yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia lebih

dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan hingga meninggalkan

Indonesia.

3. Wajib pajak badan sejak didirikan hingga bubar.

Adapun yang dimaksud dengan badan adalah bukan semata subjek pajak

yang bergerak dalam bidang usaha (komersial) namun juga yang bergerak di

bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagaianya sepanjang pendiriannya

dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang sehingga tidak ada alasan

bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk

menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak.3

2.1.1.2. Jenis-Jenis pajak

Secara umum jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi :

1. Pajak Penghasilan (PPh),

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM),

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan

3 Erly Suandy, Hukum Pajak Salemba Empat, Yogyakarta, 2000, h,34.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

35

5. Pajak Lainnya.

Menurut Prabowo (2002) berdasarkan penerimaannya maka pajak

dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung

adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak

Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pajak tidak

langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pembahasan ini selanjutnya akan lebih

difokuskan pada pajak Penghasilan (PPh) sebagai salah satu sumber utama

penerimaan pajak bagi negara.

Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak

objektif (Waluyo dan Ilyas 2000), yaitu:

1. Pajak subjektif atau pajak yang bersifat perorangan

Adalah pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau

kondisi pribadi Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak objektif atau pajak yang bersifat kebendaan

adalah pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat objek

pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah

Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai

Analisis Potensi Pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak

yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitiannya

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

36

ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap

penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN.

2.1.1.3. Fungsi pajak

Kajian pemungutan pajak terutama mempunyai fungsi untuk mengisi

kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan nasional. Namun selaras dengan

fungsi tersebut, fungsi pajak sebagai sarana untuk menunjang kebijaksanaan

pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan

menjadi semakin meningkat. Adapun fungsi pajak adalah sebagai berikut :

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara

dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat

diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan

rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah

yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan

dari sektor pajak.

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

37

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.

Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea

masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan

yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di

masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif, dan efisien.

Peranan stabilisasi ini terkait fundamental perekonomian negara sebagai akibat

dari gejolak yang muncul dalam perekonomian.

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua

kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga

dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat.

Fungsi-fungsi ini berkaitan dengan peran pemerintah dalam pembangunan

perekonomian untuk pengambilan kebijaksanaan. Dalam proses pengenaan pajak

terkandung unsur kebijakan publik yang memilki implikasi luas terhadap

kesejahteraan masyarakat sehingga pengenaan pajak harus memperhatikan

berbagai aspek dalam kestabilan makro ekonomi suatu negara. Kedudukan pajak

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

38

dalam ekonomi makro adalah dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga pengenaannya harus

memperhatikan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.

Dalam konteks perekonomian negara, pajak dibebankan kepada individu

(rumah tangga) dan perusahaan dalam kegiatan ekonominya. Besar-kecilnya

penerimaan pajak yang diterima oleh pemerintah akan sangat terkait dengan

kondisi perekonomiannya. Perekonomian dalam kondisi stabil akan memberi

dampak positif bagi penerimaan pajak dan sebaliknya dalam kondisi krisis

ekonomi maka kegiatan ekonomi menjadi terganggu.

Rencana atau target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan

dari penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi intern Direktorat Jenderal

Pajak seperti Jumlah Wajib Pajak dan situasi ekonomi makro seperti tingkat

Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Tingkat Upah, Investasi, PDRB dan Ekspor.

2.1.1.4 Target Pajak

Target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan dari

penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi makro ekonomi yang ada dalam

hal ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran pembangunan.

Untuk membiayai berbagai program pembangunan, pemerintah

memperoleh penerimaan melalui sistem pajaknya yang dirancang secara hati-hati

yang bersumber dari pengeluaran pemerintah untuk menyeimbangkan antara

target dan realisasi sehingga bermuara pada efisiensi dan pemerataan. Berapa

banyak pendapatan nasional yang berasal dari pajak.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

39

Tabel.2.1. Perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan

nasional dari beberapa Negara Asia Tahun 2002.

No. Negara % penerimaan pajak tehadap

pendapatan nasional

1. Singapura 22,44

2. Malaysia 20,17

3. Srilanka 17,91

4. Thailand 17,28

5. Korea 15,78

6. Jepang 14,56

7. Philiphina 13,68

8. Pakistan 13,60

9. Indonesia 13,0

10. India 9,85

11. Myanmar 5,50

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak

Berdasarkan tabel 2.1 diatas, untuk tahun 2002 tax ratio Indonesia sebesar

13,0%. Sedangkan negara-negara lain seperti Singapura sudah mencapai 22,44%,

Malaysia 20,17% dan Srilanka 17,91%. Dengan demikian kinerja perpajakan

Indonesia hanya sedikit lebih unggul dibandingkan tax ratio Negara India dan

Myanmar yaitu sebesar 9,85% dan 5,5%.

Proses penarikan pajak oleh pemerintah pada kegiatan ekonomi akan

mengurangi pendapatan disposable (disposable income), dimana :

∆AD = – c ∆ T (2.1)

1 – c

AD = 1 G (2.2)

1 - c

dimana:

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

40

T = Pajak

G = Pengeluaran Pemerintah

c = Marginal Propensity to Consume (MPC)

AD = Aggredat Demand

∆AD/∆T dan AD/G menyatakan bahwa multiplier dari kebijakan fiskal. T

dan G merupakan multiplier pada putaran pertama. Pengaruh akhir dari ∆T dan

∆G terhadap AD biasanya tidak sama dengan satu, biasanya lebih kecil dari satu.

Ini tergantung kemana pajak itu dibelanjakan kembali, apakah untuk beli barang

atau bayar gaji. Proses penarikan pajak sebenarnya tidak hanya mengurangi

pendapatan, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap Investasi ( I ), terutama bila

pajak berkaitan dengan keputusan para penanam modal untuk investasi. Dalam hal

ini pengenaan pajak cenderung menurunkan investasi lewat proses pelipat dapat

menurunkan AD.

2.1.1.5 Azas-Azas Dalam Perpajakan.

Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dumulai sejak Adam

Smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan

bahwa penungutan pajak hendaknya didasarkan pada :

1. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada

orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak

atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

41

dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk

pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang

diminta.

2. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,

wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang

terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

3. Convenience

Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-

saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak

memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.

4. Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi

wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang

dipikul wajib pajak.

Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara

luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap

pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (Laksana, 2001)

memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban

administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara

keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya yaitu :

azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan

pertumbuhan (growth and stability).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

42

2.1.2 Jumlah Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi

kewajiban subjektif dan objektifnya. Kewajiban subjektif yaitu telah wajib lapor

dan bayar pajak terutang sedangkan kewajiban objektif adalah apabila yang

bersangkutan telah memperoleh atau menerima penghasilan.

Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui

terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 angka (2) terdapat pengertian wajib pajak yaitu

“Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Pertumbuhan penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Penduduk yang besar akan menggerakkan

berbagai kegiatan ekonomi dan merangsang tingkat output atau produksi agregat

yang lebih tinggi, dan pada akhimya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

yang didorong oleh pendapatan nasional. Dengan peningkatan pendapatan

penduduk maka akan mengakibatkan peningkatan jumlah wajib pajak.

Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif (orang

pribadi atau badan) dan objektif (mempunyai penghasilan) sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri

pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

43

tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor

Pokok Wajib Pajak.

Jumlah wajib pajak yang memiliki NPWP disetiap wilayah kantor pajak

sangat berbeda dan tergantung dengan kondisi wilayah kerja masing-masing.

Inilah salah satu faktor penyebab perbedaan realisasi penerimaan pajak antara

suatu daerah dengan daerah yang lain adalah banyaknya jumlah wajib pajak di

masing-masing daerah tersebut (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa

banyak sedikitnya jumlah wajib pajak akan mempunyai dampak terhadap besar

kecilnya realisasi penerimaan pajak (Sudibjo 2000).

2.1.2.2 Kewajiban Wajib Pajak

Adapun wajib pajak mempunyai kewajiban (Mardiasmo 2001), antara lain

untuk:

1. Melaporkan usahanya

2. Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya.

3. Menyetor pajak yang terutang.

4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

Sebagai wajib pajak melekat kewajiban perpajakannya secara system self

assessment yaitu menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan

sendiri kewajiba perpajakannya yang dituangkan pada Surat Pemberitahuan

(SPT). Kewajiban wajib pajak ini selalu dikaitkan dengan tingkat kepatuhan wajib

pajak yang sangat mempengaruhi jumlah penerimaan pajak.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

44

2.1.3 Inflasi

2.1.3.1 Defenisi Inflasi

Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang juga sering digunakan

untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Secara lebih jelas inflasi dapat

didefinisikan sebagai suatu ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang

peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu sistem

perekonomian.

Terdapat beberapa definisi dan pengertian umum mengenai inflasi

menurut para ahli dengan gambaran dan ungkapan yang berbeda-beda yaitu :

Inflasi menurut Rimsky K. Judisseno(2002:16) adalah salah satu peristiwa

moneter yang menunjukan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-

barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang.

Sedangkan Sadono Sukirno (2002:15) mengemukakan, “Inflasi adalah

suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.”

2.1.3.2. Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi terdiri dari berbagai jenis (Iskandar Putong, 2003), yaitu :

a. Menurut Sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat) kategori yaitu sebagai

berikut:

1) Inflasi merayap/rendah, yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%

pertahun;

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

45

2) Inflasi menengah dengan besaran inflasi antara 10% - 30% pertahun.

Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut sebagai inflasi 2 digit,

misalnya 15%, 20% atau 30%;

3) Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30% - 100% pertahun;

4) Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh

naiknya harga-harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).

b. Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi dalam 2 (dua) kategori, (Abimanyu,

Yoopi, 2004) yaitu:

1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation), yaitu inflasi yang

disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa.

Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di

satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja

penuh (full employment), akibatnya sesuai dengan hukum permintaan, bila

permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.

Kurva inflasi tarikan permintaan dapat digambarkan sebagai berikut :

Harga S

D2

D1

0 Output

Gambar 2.1

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

46

Kurva inflasi tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation)

Kenaikan permintaan barang dan jasa menyebabkan kurva permintaan D1

bergeser menjadi kurva permintaan D2.

2) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation), yaitu inflasi yang

disebabkan penurunan penawaran barang dan jasa.

Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi

dimana terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang

negara yang bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan baku

industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat.

Akibat naiknya biaya produksi, yang bisa dilakukan oleh produsen adalah

langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang

sama. Kurva inflasi dorongan biaya dapat digambarkan sebagai berikut :

Harga S2

S1

D

0 Output

Gambar 2.2

Kurva inflasi dorongan biaya (Cost-Push Inflation)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

47

Penurunan penawaran barang dan jasa menyebabkan kurva penawaran S1

bergeser ke kiri menjadi kurva penawaran S2.

c. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua (Abimanyu, Yoopi, 2004)

yaitu :

1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini

timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara,

harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen), bencana

alam yang berkepanjangan.

2) Inflasi yang berasal dari luar negeri, misalnya disebabkan negara-negara

yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi,

dapatlah diketahui bahwa harga-harga dan juga angkos produksi relatif

mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang

tersebut maka harga jual di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.

2.1.3.2 Efek Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi

serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan : equity

effect, sedang efek terhadap alokasi faktor produksi, dan produk nasional masing-

masing disebut dengan efisensi dan output effects.

a. Efek terhadap pendapatan(Equity Effect)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

48

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan

namun ada pula pihak yang tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Seseorang

yang memperoleh pendapatan tetap akan mengalami penurunan nilai uang rillnya

sehingga menderita kerugian, demikian pula orang yang menumpuk kekayaannya

dalam bentuk uang kas, nilai uangnya akan berkurang sesuai dengan tingkat

inflasi, juga orang yang meminjamkan uang dengan tingkat bunga dibawah

tingkat inflasi, akan mengalami kerugian.

Sebaliknya orang yang beruntung adalah orang yang mendapat kenaikan

pendapatan dengan persentasi kenaikan lebih besar dari tingkat inflasi.

b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi.

Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam

barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi

beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu

mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong

kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya

akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Sehingga

kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi

faktor produksi menjadi tidak efisien.

c. Efek Terhadap Output (Output Effects)

Inflasi mugkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi.

Alasannya dalam kenaikan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

49

kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini

akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila kenaikan inflasi itu cukup

tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan

output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis,

masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi mengarah ke barter,

yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat

disimpulkan tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi

dapat dibarengi dengan kenaikan output namun bisa juga dibarengi dengan

penurunan output.

Menurut Saefuddin (2008) inflasi tahun sebelumnya mempunyai pengaruh

negative dan signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

Menurut Nersiwad (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

pengaruh inflasi menurunkan penerimaan pajak. Pengaruh inflasi terhadap

penerimaan pajak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Inflasi meningkatkan nominal pendapatan dengan kondisi implikasinya

pembayaran pajak nominalnya juga akan naik, berpengaruh pada Pajak

Pertambahan Nilai.

b. Berhubungan dengan keuntungan dan kerugian karena perubahan harga asset

sehingga akan berpengaruh pada pajak penghasilannya

2.1.3.3. Penyebab Inflasi

Berbagai penyebab inflasi antara lain (Amalia, 2007) :

1. Defisit financing

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

50

Diadakannya pengeluaran-pengeluaran dalam rangka untuk memperbesar

kapasitas produksi (investasi) yang tidak cepat-cepat menghasilkan tambahan

produk (output) dengan memakai tabungan atau defisit financing. Pendapatan

masyarakat bertambah sedangkan output masih belum bertambah atau tidak

bertambah karena scarce factor, dan situasi demand > supply.

2. Terjadinya surplus ekspor (X > M)

Dengan terjadinya surplus ekspor maka pendapatan bertambah sedangkan

jumlah barang berkurang. Ini mengakibatkan demand terhadap barang-barang

bertambah, sedangkan supply barang-barang berkurang. Disamping effective

demand meningkat terhadap barang-barang jadi, juga permintaan yang cepat pada

waktu yang bersangkutan.

3. Inflasi yang diimpor dari luar negeri.

Jika kita sangat bergantung pada impor barang-barang atau bahan baku

dari luar negeri, dimana barang atau bahan baku tersebut kita impor dari negara

yang sedang dilanda inflasi, maka kita terpaksa harus juga mengimpor dengan

harga-harga yang tinggi.

4. Jika Terjadi surplus impor (M > X)

Dalam hal ini, suatu negara memerlukan devisa untuk membayar

kelebihan impor tersebut ke luar negeri. Dengan demikian akan memperbesar

demand negara tersebut terhadap valuta asing. Permintaan yang besar terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

51

devisa itu umumnya akan meningkatkan kurs valuta asing. Dengan kurs valuta

asing yang naik maka harga barang-barang di luar negeri menjadi tinggi.

2.1.4. Tingkat Suku Bunga

2.1.4.1. Defenisi Tingkat Suku Bunga

Tingkat Suku Bunga (interest rate) merupakan salah satu variable

ekonomi yang sering dipantau para pelaku ekonomi. Berbagai keputusan erat

hubungannya dengan kondisi tingkat suku bunga seperti keputusan untuk

berinvestasi.

Menurut Nopirin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh

peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi

pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu

terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya

dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang

menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka

tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.

Sedangkan menurut Suhaedi (2000) defenisi suku bunga adalah

merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan,

sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi

permintaan dan penawaran.

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Suku Bunga Nominal.

Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. (2) Suku Bunga Riil.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

52

Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya

setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.

Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat

untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia

Pohan,2008). Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk

mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang

yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan

diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi.

Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah

berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan

berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

Menurut teori klasik tingkat suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan

permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana

disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi

sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat

yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh

pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat suku bunga.

Pada hakekatnya, suku bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan

untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per

unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk

meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam rupiah per tahun

untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam persen per tahun, adalah suku

bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

53

mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi

mereka atau membuat investasi yang menguntungkan.

Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga

makin kecil. Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong

untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.

Tingkat suku bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk

naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama

dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik

keseimbangan tingkat suku bunga tersebut digambarkan sebagai berikut :

Tingkat Suku Bunga

Tabungan

i1

I1

i0

I0

S0 S1 Loanable Fund

Gambar 2.3. Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan

Dari gambar 2.3 di atas dapat diketahui bahwa keseimbangan tingkat bunga

(i) berada pada titik Iο

dimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila

tingkat bunga di atas iο

maka jumlah tabungan melebihi keinginanpengusaha

untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk

meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke

posisi iο, sebaliknya apabila tingkat bunga dibawah i

ο, para pengusaha akan saling

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

54

bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan

persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke iο.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang

diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia

meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana

investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat

bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas,

ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi kekanan atas dan

keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik Iı.

S (r) = I (r)

2.1.4.2 Jenis Pemberian Suku Bunga di Pasar Keuangan

Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para

debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe

bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain. Secara umum dikenal

lima jenis bunga dipasar keuangan sebagai berikut:

1. Bunga kupon (Coupon rate)

Bunga kupon adalah tingkat suku bunga yang dijanjikan oleh penerbit

sekuritas sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui

untuk melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan

pertukaran obligasi.

Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

55

2. Metode Bunga Sederhana

Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada

debitur terhadap bunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu

pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian

pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah sebagai

berikut:

I = P x r x t

P = Jumlah pokok pinjaman

r = tingkat bunga

t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun)

3. Add-on Rate oflnterest

Metode add-on Rate of Interest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh

pokok pinjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode

ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah

pokok pinjaman dihitung selama satu tahun untuk membebankan bunga,

meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar

sebesar satu tahun. Hal ini terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam

menurun jika sebagian dibayar.

4. Metode diskon (Discount Method)

Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan.

Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih

diberikan kepada debitur.

5. Compound Interest

Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

56

pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya

pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman.

Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok

pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode

tersebut akan menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga

periode yang akan datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan

metode ini harus mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur

sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang

bersangkutan kepada nasabah untuk menghindari manipulasi.

2.1.4.3 Penentuan Tingkat Suku Bunga

Dalam penentuan suku bunga terdapat faktor penentu suku bunga yang

terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan

nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan.

Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bunga luar negeri

dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.

Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan

bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral

menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga

pinjaman. Dengan penetapan suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan

ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan. Akan tetapi dengan makin

mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin

tidak efektif.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

57

Perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat

menggangu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi akan

meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana

perbankan akan meningkat. Sementara itu di sisi lain suku bunga yang tinggi akan

meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan

penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya produksi pada

gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha. Hal ini

berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun sehingga dalam

kondisi suku bunga yang tinggi yang menjadi persoalan adalah ke mana dana itu

akan disalurkan.

Di sisi perbankan, dengan suku bunga yang tinggi bank mampu

menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.

Namun disisi dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga

yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia udaha cenderung

mencari alternatif pendanaan yang lebih murah.

Sebaliknya tingkat bunga yang relatif rendah dibandingkan dengan tingkat

bunga luar negeri, di satu sisi, akan mengurangi hasrat masyarakat untuk

menabung dan mendorong pengaliran dana ke luar negeri sehingga bank-bank

akan mengalami kesulitan dalam menghimpun dana. Namun di sisi lain tingkat

bunga yang rendah tadi akan mendorong kegiatan produksi dan investasi. Karena

tingkat bunga yang relatif rendah akan mengakibatkan permintaan akan kredit

perbankan juga meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

58

Bagi masyarakat sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi berarti tingkat

inflasi di negara tersebut cukup tinggi. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan

menyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi riil masyarakat sebab nilai uang

yang dipegang masyarakat berkurang. Ini akan menyebabkan konsumsi

masyarakat atas barang yang dihasilkan perusahaan akan menurun pula. Hal ini

tentu akan mengurangi tingkat pendapatan perusahaan sehingga akan

mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya akan

berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut (Sunariyah,2006)

Terdapat hubungan negatif antara jumlah investasi dengan tingkat suku

bunga. Jika tingkat suku bunga naik, maka investasi akan berkurang, dan

demikian sebaliknya jika tingkat suku bunga menurun maka investasi akan

meningkat.

Interest

(i)

0 Investasi (I)

Gambar 2.4. Hubungan Investasi (I) dengan tingkat suku bunga (i)

Hubungan tingkat bunga dengan investasi juga dapat dilihat dari

Marginal Efficiency of Investment (MEI) dan Marginal Efficiency of Capital

(MEC). MEI menggambarkan hubungan investasi yang telah dilakukan oleh

pengusaha dalam jangka waktu tertentu. Sementara itu MEC lebih menekankan

pada hubungan antara hasil yang diharpakan dari modal yang ditanamkan oleh

seorang pengusaha. Hubungan tersebut dilakukan untuk usaha-usaha yang

Universitas Sumatera Utara

Page 30: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

59

memiliki tingkat pengembalian modal (rate of return) yang lebih besar

dibandingkan tingkat suku bunga yang berlaku.

Interest

(i) MEC

MEI

0 Investasi (I)

Gambar 2.5 Kurva MEC dan MEI

Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa biasanya kurva MEC lebih landai

dibanding kurva MEI karena jumlah investasi yang "sesungguhnya" ditanamkan

umumnya lebih kecil daripada investasi yang "seharusnya" ditanamkan pada

berbagai bidang usaha.

2.1.5.Tingkat Upah

2.1.5.1. Defenisi Upah

Upah merupakan salah satu indikator untuk menilai hidup seorang buruh/

karyawan atau tenaga kerja. Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu

kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen

kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan

produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada:

1. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.

2. Peraturan Undang-Undang yang mengikat tentang Upah Minimum

Regional(UMR).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

60

3. Produktivitas marginal tenaga kerja.

4. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.

5. Perbedaan jenis pekerjaan.

Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap

sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi.

Sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua

macam yaitu:

a. Upah nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang

diterima secara rutin oleh para pekerja.

Upah nominal adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para

pengusaha sebagai pembayar ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja

yang digunakan dalam proses produksi. (Sadono Sukirno, 2005;351)

b. Upah riil, adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja

jika ditukarkan dengan barang dan jasa yang diukur berdasarkan banyaknya

barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut.

Upah riil juga merupakan tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut

kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. (Sadono Sukirno,

2005;351)

Tenaga kerja mempunyai harapan tertentu terhadap seberapa besar atau

seberapa tinggi tingkat upah yang diperolehnya dimana yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

Page 32: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

61

pertimbangan terpenting yang dipatok oleh tenaga kerja mengenai hal

pengupahan diantaranya :

a. Tingkat upah perlu mencukupi kebutuhan dan sesuai dengan harapan

ekonomis

b. Upah harus sepadan dengan pengeluaran investasi untuk membentuk modan

insane dalam meraih sesuatu perkerjaan seperti biaya yang dikeluarkan dalam

memperoleh pendidikan, ketrampilan atau pengalaman kerja.

2.1.5.2. Upah Minimum

Sejak otonomi daerah penentuan upah minimum yang semula ditetapkan

oleh menteri, didelegasikan menjadi kewenangan gubernur. Terdapat

kekhawatiran bahwa di daerah para pejabat pemerintah lebih lemah sehingga

cenderung mengambil kebijakan populis berupa peningkatan upah minimum yang

sering dan tinggi persentasenya. Hal tersebut merupakan kebijakan yang

berorientasi jangka pendek dan kurang memperhatikan pertumbuhan ekonomi

jangka panjang (SMERU, 2001).

Di berbagai propinsi ternyata penetapan upah minimum berbeda-beda baik

besarnya persentase kenaikan setiap tahun, sistem penetapannya, dan ruang

lingkup yang ditetapkan. Beberapa propinsi menetapkan upah minimum tunggal

dan beberapa menetapkan upah minimum sektoral. Upah minimum tunggal

bersifat kaku umumnya berdampak kepada perbaikan upah pekerja tetap pada

industri marginal. Akan tetapi studi tim SMERU (2001) juga menunjukkan bahwa

upah minimum (tunggal) menyebabkan kesempatan kerja kelompok bawah

Universitas Sumatera Utara

Page 33: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

62

menurun terjadi subtitusi terhadap penggunaan kapital dan peningkatan pekerja

white collar dengan elastisitas yang cukup tinggi.

Beberapa propinsi di Indonesia menetapkan upah minimum sektoral

dengan derajat yang kurang bervariasi sampai sangat bervariasi seperti Sumatera

Utara dan Kalimatan Selatan (Setiaji, B. dkk. 2003). Beberapa propinsi suatu

tahun sering menetapkan upah sektoral dan pada tahun yang lain dihapuskan dan

muncul lagi misalnya seperti DKI dan Jawa Tengah.

Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan para

pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada

pegawai/karyawan di lingkungan pekerjaaannya.

Menurut Sony Sumarnono (2003 :141) menyatakan bahwa upah

minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional sektor

maupun sub sektor. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan

tunjangan sedangkan upah pokok minimum adalah upah pokok yang diatur secara

minimal baik regional maupun sektoral serta sub sektoral.

Dalam peraturan pemerintah diatur hanya upah pokok saja tidak

termasuk tunjangan. Menurut pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

disebutkan bahwa upah minimum terdiri atas :

a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau wilayah kabupaten/kota.

b. Upah minimum berdasarkan sector wilayah propinsi atau wilayah/kota

c. Upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan yang layak.

2.1.5.3. Teori Upah

Universitas Sumatera Utara

Page 34: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

63

Teori upah tenaga kerja untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam

hal upah dan pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan

beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya harga upah

tenaga kerja.

1. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo, teori ini menerangkan bahwa

upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untu pemeliharaan hidup

pekerja dengan keluarganya. Di pasar akan upah menurut harga pasar

adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan

penawaran. Upah harga pasar akan berubah disekitar upah menurut kodrat.

Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari

upah kerja.

2. Teori Upah Besi, teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle.

Penerapan sistem upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh

karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk

menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen.

Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah

“Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi

kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja.

3. Teori Dana Upah, teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill.

Menurut teori ini tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran

tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah

dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk

pembayaran upah. Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 35: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

64

upah yang cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga

kerja dengan penawaran tenaga kerja.

4. Teori Upah Etika, menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis

masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah

hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum,merupakan suatu

tindakan yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain

dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya juga

harus memberikan tunjangan keluarga.

2.1.5.4. Teori –Teori Pengupahan

1. Teori Neo – Klasik

Kaum Neo Klasik mengasumsikan bahwa ada upaya yang dapat dilakukan

oleh perusahaan untuk memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan faktor

produksi sehingga faktor produksi yang digunakan dapat menerima atau diberi

imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut

(Payaman. J. Simanjuntak, 1985). Sehingga pengusaha akan berupaya untuk

mempekerjakan sejumlah karyawan dan nilai pertambahan marginal seseorang

dengan gaji yang diterima orang tersebut. Gaji yang dibayarkan oleh pengusaha

adalah :

W = MPPLXP = WMPPL

Dimana :

W = Tingkat gaji (dalam arti labor cost) yang dibayarkan pengusaha

kepada karyawan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

65

P = Harga jual barang (hasil produksi) dalam Rupiah per unit barang

MPPL = Marginal Physical Product of Labour atau pertambahan hasil

marginal pekerja yang diukur dalam unit barang per unit waktu.

VMPPL = Value Marginal Phisical Product of Labour atau nilai pertambahan

hasil marginal pekerja atau karyawan.

Yang dimaksud dengan nilai pertambahan adalah hasil marginal karyawan

atau VMPPL adalah merupakan nilai jasa yang telah diberikan oleh karyawan

kepada pengusaha. Sedangkan gaji (W) yang diberikan oleh pengusaha terhadap

karyawan sebagai imbalan terhadap jasa karyawan yang telah diberikan kepada

pengusaha.

Menurut teori Neo-Klasik, karyawan memperoleh gaji senilai dengan

pertambahan hasil marginalnya. Langkah lain yang dilakukan oleh pengusaha

dalam rangka memaksimumkan keuntungan adalah dengan memberikan imbalan

kepada setiap faktor produksi yang sebesar nilai tambahan hasil marginal masing-

masing faktor produksi tersebut, imbalan untuk modal disebut sebagai rendemen.

Besaran rendemen menggambarkan harga satu unit modal, tingkatan rendemen

sama dengan nilai tambahan hasil marginal dari satu unit modal. Dapat

dirumuskan :

r = MPPLXP = VMPPL

Dimana :

r = Tingkat Rendemen Modal

Universitas Sumatera Utara

Page 37: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

66

VMPPL = Nilai Pertambahan Hasil marginal (Value of Marginal Physical of

Capital)

P = Harga jual barang produksi

2. Teori Malthus

Menurut Malthus upah ditinjau kaitannya dengan pertumbuhan penduduk,

upah adalah harga penggunaan tenaga kerja. Sehingga tingkat upah yang terjadi

adalah karena hasil bekerjanya permintaan dan penawaran. Apabila penduduk

bertambah maka akan dapat menekan tingkat upah, sebaliknya tingkat upah akan

naik apabila penduduk berkurang dan penawaran tenaga kerjapun akan berkurang.

3. Teori John Stuart Mills

Menurut Mills, tingkat upah tidak akan beranjak dari tingkatnya semula.

Menurutnya dalam masyarakat sudah tersedia dana upah untuk pembayaran upah,

dunia usaha menyediakan sebagian dananya untuk pembayaran upah. Gaji

diberikan dengan dasar teori wager fund (teori modal), dimana gaji ditentukan

oleh kompetisi atau kekuatan permintaan. Dalam arti lain dengan modal yang

besar berari bahwa yang diproduksi semakin banyak dan secara langsung akan

diperoleh pendapatan yang lebih besar dan laba akan mudah didapat.

4. Teori Marshall

Hick-Marshall mengatakan bahwa gaji dipengaruhi oleh elastisitas

permintaan, elastisitas gaji dapat dikategorikan menjadi empat golongan yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 38: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

67

a. Apabila terjadi elastisitas harga permintaan dari suatu barang (harga jual)

maka produksi akan meningkat.

b. Apabila terdapat faktor lain dari produksi maka akan dapat memudahkan

substitusi untuk kategori tenaga kerja.

c. Apabila faktor lain dari penawaran produksi sangat memudahkan

(penggunaan dari faktor lain dari produksi dapat bertambah atau substansi

dari kenaikan gaji).

d. Apabila harga dari karyawan masuk dalam kategori ketenagakerjaan

adalah bagian yang sangat besar dari harga produksi total.

5. Teori Kelembagaan

Menurut kelembagaan, munculnya serikat pekerja atau organisasi

masyarakat lain memungkinkan terjadi adu kekuatan untuk saling mencapai

tujuan masing – masing. Adu kekuatan ini juga berkaitan dengan penentuan

tingkat upah, menurut mazhab ini terdapat Bargaining Theory (teori tawar –

menawar) yaitu jika terdapat 2 kekuatan yang mempunyai preferensi tingkat upah

berbeda. Karena upah merupakan bagian dari kesempatan yang terangkum dalam

hubungan kerja sehingga tingkat upah mana yang cenderung sepakat. Tingkat

kesepakatan yang terjadi tergantung pada kekuatan tawar – menawar masing –

masing pihak, apabila pihak tenaga kerja yang lebih kuat maka tentu upah akan

bergerak naik begitu juga bila pihak perusahaan yang lebih kuat.

Semakin tinggi upah tenaga kerja akan berpengaruh pada tingkat

kesejahteraan dan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 39: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

68

peningkatan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) maka diharapkan akan meningkat

penerimaan pajak.

2.1.6 Investasi

2.1.6.1 Defenisi Investasi

Mankiw (2007) menyatakan bahwa investasi (investment) didefenisikan

sebagai tambahan bersih terhadap stock capital yang ada (net additional to

existing capital stock). Investasi juga disebut sebagai akumulasi modal atau

pembetukan modal.

Investasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modalnya yaitu

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

Perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi untuk

menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis

dipakai.

Menurut Sukirno (2000:106-107) istilah investasi dapat diartikan sebagai

pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli

barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah

kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian. Pertambahan barang dan jasa ini yang memungkinkan

perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang

akan datang.

Dalam prakteknya, usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang

dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 40: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

69

a. Pembelian berbagai jenis arang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan

produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

b. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor dan

lainnya.

c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan

barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan

pendapatan nasional.

Michael P.Todaro (2004:127), menyatakan sumber daya yang akan

digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan

datang disebut investasi. Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau

perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli

barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah

kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal.

Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan

merangsang investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi

modal dan investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus,

namun cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar

kapitalis meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan

antar kaum kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.

Menurut Keynes dalam Jinghan (2000:168), pendapatan total merupakan

fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan

nasional semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian

Universitas Sumatera Utara

Page 41: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

70

sebaliknya. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena

pendapatan meningkat muncul permintaan yang lebih banyak atas barang

konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada

pendapatan dan pekerjaan sehingga sangat mempengaruhi penerimaan pajak.

2.1.6.2 Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi

Analisis makro ekonomi tidak mengabaikan pengaruh pendapatan nasional

terhadap investasi. Tetapi ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa faktor itu

bukanlah faktor paling penting yang menentukan tingkat investasi. Faktor-faktor

utama yang menentukan tingkat investasi adalah :

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh

2. Tingkat suku bunga

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan

4. Kemajuan teknologi

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

(Sukirno,2000:75)

2.1.6.3. Hubungan Investasi, Keuntungan, dan Tingkat Bunga

Jumlah barang-barang yang diminta bergantung pada tingkat bunga yang

mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi. Agar

proyek investasi menguntungkan maka hasilnya (penerimaan dari kenaikan

Universitas Sumatera Utara

Page 42: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

71

produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran

untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit proyek investasi

yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan

turun.

Ketika mempelajari peran tingkat suku bunga dalam perekonomian para

ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil.

Tingkat bunga nominal diartikan sebagai tingkat bunga yang dibayar investor

untuk meminjam uang.

Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi

untuk menghilangkan pengaruh inflasi.

Fungsi investasi dapat diinyatakan dengan persamaan :

I = I(r) ........................................................................ (3.1)

Fungsi investasi dapat digambarkan dengan kurva sebagai berikut :

Tingkat bunga riil

0 Kuantitas investasi,I

Sumber:Sukirno(2000:71)

Gambar 2.6 Kurva Fungsi Investasi

Universitas Sumatera Utara

Page 43: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

72

2.1.6.4. Dasar Teori Investasi

1. Teori Klasik (Adam Smith)

Semua kaum klasik memandang pemupukan modal sebagai kunci

pertumbuhan ekonomi. Karena itu mereka menekankan betapa penting tabungan

dalam jumlah yang besar. Hanya pemilik modal dan pemilik tanah yang mampu

untuk menabung. Kelas pekerja tidak mampu menabung karena mereka hanya

menerima upah yang besarnya sama dengan tingkat kebutuhan hidup minimal.

Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan merangsang

investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi modal dan

investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus namun

cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar kapitalis

meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan antar kaum

kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.

2. Teori Keynes

Menurut Keynes dalam Jinghan (2000:168) pendapatan total merupakan

fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan

nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian

sebaliknya. Permintaan konsumsi tergantung pada kecenderungan untuk

mengkonsumsi, jurang antara pendapatan dan konsumsi ini hanya dapat

dijembatani oleh investasi. Jika volume investasi yang diperlukan tidak terpenuhi

maka permintaan agregat akan turun lebih rendah dari penawaran agregat.

Akibatnya pendapatan dan pekerjaan akan turun sampai jurang tersebut

terjembatani. Efisiensi marginal dari modal merupakan tingkat hasil yang

Universitas Sumatera Utara

Page 44: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

73

diharapkan dari aktiva modal baru. Bila mana harapan laba tinggi pengusaha akan

menginvestasi lebih tinggi. Suku bunga merupakan faktor lainnya dari investasi,

tergantung pada kuantitas. Sekarang investasi dapat dinaikkan melalui

peningkatan efisiensi marginal atau penurunan suku bunga. Walaupun kenaikan

investasi biasanya menyebabkan kenaikan pekerjaan ini bisa tidak terjadi bila

pada waktu yang sama kecenderungan untuk mengkonsumsi turun. Sebaliknya,

naiknya kecenderungan berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada

pekerjaan tanpa kenaikan pada investasi. Kenaikan invetasi menyebabkan

naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat, muncul permintaan yang

lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan

berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung menggumpal

(kumulatif). Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan

yang berlipat ganda pada pendapatan melalui kecenderungan mengkonsumsi.

Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh Keynes disebut

multiplier (K). Pengali (multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat,

berkat adanya kecenderungan mengkonsumsi tersebut, antara pekerjaan agregat

dan pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti bila investasi agregat

naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali kenaikan investasi

tersebut. Rumusnya adalah

...............................................(4.1) (Sukirno 2000:75)

dengan 1 – 1/K mewakili kecenderungan marginal mengkonsumsi. Jadi pengali K

= 1/1-MPC. Karena kecenderungan marginal berkonsumsi turun, berkat adanya

kenaikan pendapatan, maka diperlukan suntikan investasi dengan dosis besar guna

Universitas Sumatera Utara

Page 45: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

74

memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam

perekonomian.

2.1.6.5 Analisis ICOR

Untuk mengetahui sejauh mana peranan investasi terhadap pertumbuhan

ekonomi, yang lebih tepatnya dilihat dari investasi netto. Korelasi pertumbuhan

diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi

Harrod-domar. Di dalam model ini, investasi dan ICOR (Incremental Capital

Output Ratio) merupakan dua variabel fundamental yang masing-masing dapat

dijelaskan secara garis besar sebagai berikut : investasi yang dimaksud adalah

investasi netto yang didefenisikan sebagai perubahan/ penanaman stok barang

modal atau:

It = Δkt ............................................................................................................ (5.1)

It = Kt-Kt-1 .................................................................................................... (5.2)

Misalnya di Sumatera Utara nilai stok barang modal pada tahun

1999(K1999)= 21 triliun rupiah, dan pada tahun 2000(K2000)= 30 triliun rupiah.

Kalau dalam pengertian investasi bruto, misalnya pembentukan modal tetap bruto

12 triliun rupiah tetapi penambahan stok baru hanya 9 triliun rupiah berarti

penggantian stok lama (penyusutan) sebesar 3 triliun rupiah.

ICOR adalah kebalikan dari ratio pertambahan output terhadap

pertambahan investasi yang pada intinyamenunjukkan hubungan antara

penambahan stok barang modal dan pertambahan output atau melihat seberpa

Universitas Sumatera Utara

Page 46: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

75

besar peningkatan investasi yang diperukan untuk mendpatkan laju pertumbuhan

ekonomi yang diinginkan, yang digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

Y = y.K ...................................................................... (5.3)

1/y = K/y ................................................................... (5.4)

Dimana ratio Y = rasio output-kapital dan 1/y = ratio kapital output

(ICOR).

Dalam perkembangannya pemakaian konsep ICOR mengalami modifikasi

menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :

ICOR = (ΔK/Y) (ΔY/Y) ........................................... (5.5)

atau ICOR = (I/Y) (ΔY/Y) ........................................ (5.6)

Dimana ΔK = 1

Semakin baik kualitas investasi maka semakin kecil ICOR, sebaliknya

semakin buruk kualitas investasi maka semakin besar angka ICOR. (Nopirin

2000)

2.1.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.1.7.1 Defenisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah merupakan penjumlahan

nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan

ekonomi di suatu wilayah tertentu (propinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu

Universitas Sumatera Utara

Page 47: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

76

kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud

kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.

PDRB merupakan kegiatan ekonomi secara garis besarnya dapat

dikelompokkan ke dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi

barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa serta dari

kegiatan memproduksi ini timbul pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor

produksi yang telah dimiliki oleh berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga

dari pendapatan ini masyarakat dapat membeli barang dan jasa untuk keperluan

konsumsi maupun investasi.

2.1.7.2 Penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Badan Pusat Statistik (BPS 2001) memberi definisi PDRB (ditinjau dari

segi pendapatan) adalah jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh

faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam

proses produksi dalam jangka waktu tertentu. PDRB seringkali disajikan

menurut:

1. Harga berlaku (current year price) dan

2. Harga konstan (base year price).

Menurut harga berlaku artinya nilai barang jasa dihitung berdasarkan

harga pada tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga

ikut dihitung. Sedangkan PDRB yang disajikan menurut harga konstan nilai

barang jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar (Susanti et. Al. 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 48: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

77

Menurut BPS, penghitungan PDRB ini dapat dimanfaatkan untuk

memecahkan dua masalah pokok, yaitu:

1. Mengusahakan agar pembangunan ekonomi dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat secara mantap.

2. Mengusahakan agar pendapatan yang timbul tersebut dapat dibagi atau

diterima oleh masyarakat secara adil.

2.1.7.3. Rasio Penerimaan Pajak Terhadap Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB)

Penerimaan dari sektor pajak dianggap sebagai sarana yang cukup efektif

sebagai sumber utama penerimaan suatu daerah, selain itu penerimaan pajak juga

merupakan alat pendorong perekonomian. Meskipun peranan pajak masih rendah,

namun sumbangannya terhadap PDRB menunjukkan peningkatan dari tahun ke

tahun (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan atau

keterkaitan antara PDRB dengan penerimaan pajak di suatu daerah.

Tax Ratio merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat

seberapa besar tingkat pemungutan pajak di suatu daerah, yang dihitung dengan

membandingkan besarnya penerimaan pajak dengan besamya PDRB. Penerimaan

pajak tersebut dapat berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan

Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maupun pajak-pajak lainnya.

Angka tax ratio yang semakin tinggi merupakan suatu indikasi dari semakin

baiknya kinerja penerimaan pajak. Atau semakin besar angka tax ratio, semakin

besar pula kemampuan daerah dalam menjaring penerimaan pajak. Oleh karena

Universitas Sumatera Utara

Page 49: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

78

itu, angka rasio tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja penerimaan

perpajakan, apakah sudah memadai atau belum.

Besarnya tax ratio dapat dihitung dengan rumus (Wibowo 2000) sebagai berikut:

TRt = PDRBt

Tt

Dimana:

TRt = Tax Ratio pada periode t

Tt = Penerimaan pajak pada periode t

PDRBt = PDRB pada periode t

Penerimaan pajak sangat ditentukan oleh PDRB, jumlahpenduduk dan kebijakan

pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi PDRB dan jumlah penduduk

berpengaruh terhadap penerimaan masing-masing jenis pajak daerah tersebut

(Musgrave 1993)

2.1.8 Net Ekspor

2.1.8.1 Defenisi Net Ekspor

Net ekspor atau Ekspor bersih adalah Nilai Ekspor dikurangi Impor

(NX=EX-IM). Ekspor dan Impor suatu Negara terjadi karena adanya manfaat

yang diperoleh akibat dari perdagangan internasional

2.1.8.2 Ekspor

Ekspor merupakan salah satu factor terpenting dari Gross Nasional

Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan

masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak,

tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

79

sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di

pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 11,

pengertian ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah

pabean ke luar daerah paben.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan

barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang

berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara

ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada

suatu tahun tertentu (Bambang Triyoso, 2004).

Menurut Baldwin (2005) yang dimaksud dengan ekspor adalah salah satu

sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar

antara beberapa negara, di mana dapat mengadakan perluasan dalam suatu

industri, sehingga mendorong dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor

lainnya dari perekonomian.

Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu

negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai

produk ekspor untuk mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian

nasional. Dengan meningkatnya ekspor maka diharapkan pertumbuhan ekonomi

regional juga akan meningkat dan sangat mempengaruhi penerimaan pajak.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

80

Namun menurut penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa

peranan ekspor di Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB

di Indonesia.

2.1.8.3 Tujuan Ekspor

Adapun tujuan ekspor antara lain (Amir MS, 2004) :

1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk

memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik

(membuka pasar ekspor)

3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity)

4. Membiarkan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam

persaingan yang ketat.

2.1.8.4.Ciri-Ciri Komoditi Ekspor

Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki ciri-ciri

antara lain (Amir MS, 2004) :

1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat

dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.

2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu,

unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang

diproduksi negara lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

81

3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking

industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries).

4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor.

2.1.8.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor

Adapun faktor yang menentukan tingkat daya saing suatu komoditi ekspor

adalah :

1. Faktor langsung, yang terdiri dari :

a. Mutu komoditi

b. Biaya produksi dan penetuan harga jual

c. Ketepatan waktu penyerahan (delivery time)

d. Intensitas promosi

e. Penentuan saluran pemasaran (marketing chanel)

f. Layanan purna jual (after sales service)

2. Faktor tidak langsung, yang terdiri dari :

a. Kondisi sarana pendukung ekspor seperti fasilitas perbankan,

transportasi, birokrasi pemerintah, surveyor, bea cukai dan lain-lain

b. Insentif atau subsidi pemerintah untuk dieskpor

c. Kendala tarif dan non tarif

d. Tingkat efisiensi dan disiplin nasional

e. Kondisi ekonomi global seperti resesi dunia, proteksionisme,

restrukturisasi perusahaan dan re-upgrade global (kerja sama ekonomi

global).

Universitas Sumatera Utara

Page 53: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

82

Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :

1. Harga internasional. Semakin besarselisih antar harga di pasar internasional

dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan

diekspor menjadi semakin banyak.

2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu

negara maka harga ekspor negar tersebut di pasar internasional akan menjadi

lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga

ekspor negara tersebut di pasar internasional menjadi lebih murah.

3. Quota ekspor-impor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa

pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.

4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga

produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau

dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan

non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

2.1.8.6. Impor

Transaksi impor adalah kegiatan jual beli barang atau jasa dimana pihak-

pihak yang terlibat yaitu pihak eksportir dan importir berada dalam negara yang

berbeda melakukan kesepakatan tertulis dalam kontrak jual beli yang kegiatannya

dengan cara memasukkan barang dari luar ke dalam daerah wilayah pabean

Indonesia dan berakibat adanya valuta asing dalam negeri yang pembayrannya

menggunakan letter of credit (L/C).

Menurut Purwito (2006 :60)

Universitas Sumatera Utara

Page 54: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

83

Impor merupakan suatu kegiatan pengiriman barang yang diproduksi di

negara lain untuk dijula di pasar dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan

arus lalu lintas barang sehingga otoritas ada pada pabean. Impor ini

berakibat adanya aliran keluar valuta asing dalam negeri.

2.1.8.7. Hubungan Ekspor dan impor

Di dalam ekonomi terbuka dua variabel perlu ditambahkan, yakni ekspor

(X) dan impor (M) barang dan jasa. Karena ekspor berasal dar produksi dalam

negeri dijual/dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi

ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi.sedankan impor merupakan

kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar neeri.

Oleh karena itu, pendapatan yang ditimbulkan karena proses peoduksi

dapat diunakan untuk membeli barang dan jasa dalam negeri (C). Atau keluar dari

aliran pendapatan sebagai tabungan (S) atau pembelian barang dari luar negeri

(M).

Ekspor bersih, yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara

pendapatan nasional dengan transaksi internasional. Ekspor bersih merupakan

salah satu komonen permintaan agregat:

GNP = C + I + G + (X-M).

Untuk sementara sektor pemerintah ditiadakan, maka diperoleh: GNP = C + I +

(X-M). Jika impor dikeluarkan dari konsumsi dan investasi, artinya C dan I hanya

untuk membeli produksi dalam negeri maka pengeluaran agregat untuk produksi

dalam negeri menjadi:

GNP = C + I + X.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

84

Untuk satu periode tertentu, produksi yang dihasilkannilainya akan sama dengan

pendapatan yang diciptakan dan pendapatan ini digunakan untuk konsumsi

produksi dalam negeri, barang impor atau ditabung, sehingga:

GNP = C + M + S.

Konsekuensinya:

C + i + x =C + M + S atau I + x = S + M;

Sehingga: S = I + (X-M)

Artinya, surplus perdagangan internasional (X-M) menunjukkan akumulasi aset

luar negeri atau sering disebut investasi luar negeri bersih (net foreign

investment). Dengan demikian tabunan dalam negeri dapat ditanamkan di dalam

negri (investasi) atau digunakan untuk membeli aset luar negeri melalui aliran

modal ke luar negeri.

I + X = S + M adalah identitas pendapatan nasional yang selalu benar dalam

realita. Tetapi ini tidak selalu menunjukkan bahwa apa yang direncanakan oleh

individu baik sebagai investor, eksportir, penabung atau importir, pada suatu

periode selalu sama. Apabila I + X = S + M itu sama dalam arti yang

direncanakan ( I + X) yang direncanakan = (S + M) yang direncanakan, maka

ekonomi (GNP) dikatakan dalam keadaan keseimbangan.

Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka impor seperti

halnya tabungan tergantung (secara positif) pada pendapatan. Makin tinggi

pendapatan, makin tinggi impor.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

85

Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain yang juga

mempengaruhi, seperti misalnya daya saing produksi dalam negeri, selera dan

sebagainya. Perubahan faktor-faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti

misalnya karena inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun,

maka impor cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas.

Ekspor suatu negara adalah impor negara lain. Dengan harga dianggap

tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar negeri bukan pendapatan nasional

negara tersebut. Oleh karena itu dalam diagram ekspor-pendapatan nasional,

fungsi ekspor digambarkan sebagai gaaris lurus horizontal. Artinya, ekspor tidak

tergantung pada pendapatan nasional. Berapa pun besarnya pendapatan nasional,

ekspor tetap. Ini berarti pendapatan nasional tidak mempengaruhi ekspor. Tetapi

sebaliknya, seperti halnya investasi, ekspor mempengaruhi pendapatan nasional. I

+ X merupakan injeksi dalam perekonomian, sedangkan S + M merupakan

kebocoran.

2.1.8.8. Keseimbangan pada Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran dalam keadaan seimbang apabila

X + CI = M + CO atau

X + CI – M – CO = 0

X – M + CI – CO = 0

X = Ekspor

Universitas Sumatera Utara

Page 57: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

86

M = Impor

CI = Capital Inflow

CO = Capital Outflow

Apabila CO – CI = NFC (Net Inflow of Capital), maka neraca pembayaran dalam

keadaan seimbang:

X – M + NFC = 0

(X – M) = Ekspor Netto

X – M + NFC = 0. maka kurva LM pada perekonomian tertutup sama dengan

kurva LM pada perekonomian terbuka.

Bila neraca pembayaran dalam keadaan defisit (X-M + NFC < 0) maka kurva LM

dalam ekonomi terbuka ada di sebelah kiri kurva LM dalam perekonomian

tertutup, karena defisit pada neraca pembayaran akan mengurangi jumlah uang

beredar.

Bila neraca pembayaran dalam keadaan surplus (X-M + NFC > 0), maka kurva

LM ada di sebelah kanan kurva LM dalam ekonomi tertutup, karena surplus pada

neraca pembayaran menambah jumlah uang dalam peredaran. Seperti yang

digambarkan kurva di bawah ini :

i LM2

LM1(TERBUKA=TERTUTUP)

LM3

Universitas Sumatera Utara

Page 58: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

87

0 Y

Gambar 2.7. Kurva Neraca Pembayaran

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan referensi

penulis adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitiannya Teera (2000) menganalisis determinan penerimaan

pajak di Uganda, estimasi model dimana penerimaan pajak merupakan

fungsi dari pembangunan ekonomi dan struktur ekonomi.

2. Penelitian Nersiwad (2001) menyatakan bahwa pengaruh inflasi

menurunkan penerimaan pajak secara keseluruhan baik Pajak Penghasilan

maupun Pajak Pertambahan Nilai.

3. Penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa peranan ekspor di

Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB di

Indonesia.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2003) yang merupakan

penelitian ex post facto yang merupakan penelitian dari peristiwa yang

telah terjadi dan kemudian dirunut mengenai faktor-faktor yang

Universitas Sumatera Utara

Page 59: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

88

mempengaruhi dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan selama

dasawarsa 1990-2000 diantaranya dipengaruhi baik secara langsung

maupun tidak langsung oleh faktor-faktor Produk Domestik Bruto,

Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar di

seluruh Indonesia.

5. Penelitian Evi Yulia (2004) menyatakan bahwa tingkat upah berpengaruh

positif terhadap penerimaan pajak penghasilan.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai analisis

potensi pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak

yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitian

ini ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang

signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN.

Salah satu hasil estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa Tax Base

(GDP) dan time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif

terhadap penerimaan PPh. Hasil regresi menunjukkan bahwa tax base

mempunyai hubungan positif terhadap penerimaan PPh dengan koefisien

sebesar 0,78 dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 1,156. ini

menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tax Base (GDP) sebesar satu persen

akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,78 persen dan penerimaan

PPn sebesar 1,156 persen.

7. Penelitian khomarul Hidayat (2006) dalam “Analisis Pengaruh Suku

Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 60: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

89

Penerimaan Pajak Penghasilan”, menyatakan bahwa Suku Bunga SBI

menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif terhadap Penerimaan

Pajak.

8. Lesoltho (2006) meneliti ” Faktor penentu Investasi Swasta di Boswana

periode 1976-2003” dan kesimpulannya adalah tingkat suku bunga dan

nilai tukar secara signifikan berpengaruh positif terhadap investasi swasta.

9. Penelitian Dimas Adityo (2007) menyatakan bahwa faktor ekspor-impor

berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak.

10. Penelitian, Zulfan, Murni Daulay, Iskandar Syarief (2007) mengkaji

tentang “ Analisis Determinan Perkembangan nilai Ekspor Sumatera

Utara”, dengan kesimpulan penelitiannya bahwa inflasi berpengaruh

positif dan tidak signifikan terhadap ekspor Sumatera Utara.

11. Saefuddin (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa inflasi tahun

sebelumnya mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap

penerimaan PPN di Sumatera Utara, Pertumbuhan ekonomi mempunyai

pengaruh positif dan terbesar terhadap penerimaan PPN di sumatera Utara.

12. Penelitian Widhia Aire (2008) dalam Analisis Pengaruh Tingkat Suku

Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Inflasi terhadap Pendapatan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) menyatakan bahwa apabila tingkat bunga

meningkat akan menurunkan pendapatan PPN sedangkan jika inflasi

meningkat akan meningkatkan pendapatan PPN.

13. Wiwin Setyari, dkk (2008) dalam penelitiannya tentang “Faktor Penentu

Investasi Swasta di Indoneisa periode 1989-2005” menyimpulkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 61: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

90

terdapat pengaruh signifikan dari variabel nilai tukar, tingkat suku bunga

terhadap investasi swasta.

14. Ni Putu Wiwin Setyari(2008) dalam penelitiannya “Determinan Investasi

di Indonesia” menyatakan bahwa Inflasi mempunyai pengaruh positif

terhadap Investasi namun tidak signifikan.

15. Josep Magnus Frimpong dan George Marbuah (2008), penelitiannya yang

berjudul “The Determinan of Private Sector Invesment in Ghana”

menyimpulkan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap Investasi

Swasta.

16. Hadi Hasana (2008) dalam Penelitiannya “Analisis yang mempengaruhi

Investasi swasta di Ja3wa tengah” menyimpulkan bahwa Tingkat Inflasi

berpengaruh positif terhadap investasi swasta di Jawa Tengah.

17. Novita Linda Sitompul (2008), dalam penelitiannya yang berjudul

“Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera

Utara” dan hasilnya menunjukkan bahwa Investasi PMDN tahun

sebelumnya dan Investasi PMA tahun sebelumnya secara parsial

berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara.

18. Dwi Tantiasi (2008) dalam penelitiannya :Analisis Faktor-Faktor yang

mempengaruhi Investasi Swasta di Indonesia” menyimpulkan bahwa Suku

Bunga berpengaruh positif terhadap Investasi Swasta di Indonesia.

19. Penelitian Siregar, Khairani (2009) menganalisis “Determinan Komsumsi

Masyarakat di Indonesia”, menyimpulkan bahwa Inflasi berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 62: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

91

positif terhadap tingkat komsumsi masyarakat, konsumsi masyarakat

dikaitkan dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

20. Muhammad Nuruh Hag (2011) dalam penelitiannya “Pengaruh Inflasi,

Nilai Tukar (kurs) dan Suku Bunga Terhadap Ekspor Non Migas di

Indonesia (periode 1998-2009)” menunjukkan bahwa Suku Bunga

Investasi berpengaruh negatif terhadap ekspor non migas di Indonesia.

2.3 Kerangka Konseptual

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variable

independen dan variable dependen. Sebelum melakukan penelitian mengenai

variable ekonomi makro yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kanwil DJP

Sumatera Utara telah dilakukan berbagai telaah yang menghubungkan variabel

varibel penelitian .

Banyak variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kanwil DJP

Sumatera Utara, maka pada penelitian ini penulis membatasi varibel yang

mempengaruhi Penerimaan Pajak (sebagai variable dependen) dipengaruhi oleh

Jumlah Wajib Pajak, Inflasi (INF), Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Upah,

Investasi, Ekspor dan PDRB, (sebagai variable independen), di mana varibel

yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan.

PX4X7

PX2X7

PX2X5 PX3X7 PYX7

INFLASI

(X2)

Tingkat

Bunga (X3) Invest

asi

(X5)

PDR

B(X

7)

Penerimaan

Pajak (Y)

Jumlah Wajib

Pajak(X1) PYX1

PYX2

Universitas Sumatera Utara

Page 63: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

92

PX3X5 PX5X7 PYX5

PX6X5 PX6X7

PX4X5

PX3X6 PYX6

PX4X6

PX2X6

PYX3

PYX4

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini, penulis menjelaskan variable-variabel yang saling

mempengaruhi dalam bentuk kerangka konseptual seperti dalam gambar 2.3.

Dalam konsep pertama, Penerimaan Pajak merupakan variabel Y yang disebut

sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Jumlah WP sebagai variabel X1,

Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai variable X3, Tingkat

Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel X5, Ekspor Neto sebagai

variabel X6, dan PDRB sebagai variabel X7 yang merupakan variabel independen

atau variabel bebas. Dimana variabel eksogenus (X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7)

mempengaruhi penerimaan Pajak sebagai variabel dependen (Y).

Konsep kedua, Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai

variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4 sebagai variable independen

mempengaruhi Investasi sebagai variabel X5..

Konsep ketiga, Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai

variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel X5

sebagai variable independen mempengaruhi Ekspor Neto sebagai variabel X6.

Tingkat

Upah (X4)

Expor

t

Net(X6

)

Universitas Sumatera Utara

Page 64: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

93

. Konsep keempat Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga

sebagai variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel

X5, Ekspor Neto sebagai variabel X6, sebagai variable independen mempengaruhi

PDRB sebagai variabel X7..

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang

sebenarnya yang kebenarannya harus diuji. Berdasarkan permasalahan di atas

maka sebagai jawaban sementara peneliti membuat hipotesa sebagai berikut:

5. Jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Penerimaan Pajak,

Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah,

Investasi, Net Ekspor, PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan

pajak Kanwil Direktorat Jenderal Pajak di Sumatera Utara

6. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah

berpengaruh positif terhadap Investasi PMDN di Sumatera Utara

7. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah dan

Investasi berpengaruh positif terhadap Net Ekspor di Sumatera Utara

8. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga, berpengaruh negatif, Tingkat Upah,

Investasi dan Net Ekspor berpengaruh terhadap PDRB di Sumatera

Utara.

Universitas Sumatera Utara