30 bab ii tinjauan pustaka 2. 1. landasan teori 2.1.1 teori
TRANSCRIPT
30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Landasan Teori
2.1.1 Teori Perpajakan
2.1.1.1. Defenisi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang
digunakan untuk membiayai semua pengeluaran negara.
Defenisi pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masing
masing definisi memiliki tujuan yang sama. Defenisi pajak menurut Rochmat
Soemitro (dalam Mardiasmo, 2006:1) dinyatakan bahwa :
Pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut P.J.A. Andriani (dalam Prabowo, 2002) juga dinyatakan
bahwa :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat
ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Defenisi pajak menurut Edwin RA Seligman dalam bukunya Essay in taxion
mengatakan bahwa
“Tax is a compulsory contribution from the person, to the Government to
defray the expenses incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred“.
Universitas Sumatera Utara
31
Dari defenisi tersebut terlihat adanya konstribusi seseorang ditujukan kepada
Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada seseoarang.
Pajak ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
Ray M Spmmerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock dalam
bukunya An Introduction to Taxation menyatakan bahwa :
“A Tax can be definied meaningfully as any non penal yet compulsory
transfer of resources from the privat to the public sector, levied on the
basis of predetermined criteriaand without receipt of specific benefit of
equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and
social objectives.”
Yang diterjemahkan oleh Moh. Zain : 2005, kemudian dikutip oleh Sony Devano
dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, (2006:
22) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Beberapa kata dalam definisi yang telah disampaikan di atas, mempunyai
arti sangat penting sebagai unsur-unsur yang memaknai pajak yaitu :
Universitas Sumatera Utara
32
1. Pungutan dapat dipaksakan
Salah satu hal yang membedakan pajak dengan pungutan atau iuran
lainnya adalah sifat memaksa yang melekat di dalamnya. Kata “compulsory”
digunakan untuk menunjukan bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan. Dalam
memungut pajak, pemerintah memiliki kewenangan penuh atas melakukan
pemaksaan agar wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena
itu, pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan selalu dapat
dipaksakan. Di Indonesia, salah satu instrument paksaan dalam pemungutan pajak
adalah penagihan pajak dengan surat paksa.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang;
Unsur definisi pajak yang juga sangat penting adalah bahwa pajak harus
ditetapkan berdasarkan undang-undang kata “predetermined criteria” secara
implisit menunjukan bahwa pungutan pajak secara implisit menunjukan bahwa
pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara serampangan, namun harus ada
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh otoritas publik dalam bentuk peraturan
perundang-undangan.
3. Pembayar pajak tidak mendapat manfaat langsung;
Pajak dipungut bukan untuk special benefit. Artinya pembayar pajak tidak
menerima langsung manfaat atas kontribusi pembayaran pajaknya. Hal tersebut
berbeda dengan pungutan lainnya seperti retribusi. Retribusi dipungut kepada
orang yang akan atau ingin mengkonsumsi barang dan jasa tertentu, artinya
pembayar retribusi akan mendapat manfaat langsung atas pembayaran yang telah
di lakukan.
Universitas Sumatera Utara
33
4. Penerimaan pajak digunakan untuk menjalankan fungsi negara.
Kalimat in order to accomplish some of a nation’s economic and social
objectives, artinya penerimaan pajak digunakan untuk tujuan membiayai
pengadaan public goods, dan juga untuk tujuan ekonomi dan social yang
dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang
karakteristik dan sifat khusus pajak seperti :
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang.
b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh si
pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.1
Adapun subjek pajak adalah mereka (orang atau badan) yang mematuhi
syarat subjektif, yaitu syarat yang melekat pada orang atau badan sesuai dengan
apa yang ditentukan oleh undang-undang.2 Sementara itu wajib pajak adalah
mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subjektif, juga harus
memenuhi syarat objektif misalnya memiliki penghasilan atau memiliki bumi
bangunan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak dan sebagainya.
1 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Loc. Cit. 2 Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2002, h.40.
Universitas Sumatera Utara
34
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek pajak itu belum tentu
wajib pajak bila tidak memenuhi syarat objektif, sedangkan wajib pajak dengan
sendirinya termasuk objek pajak. Jadi dalam hal ini pihak-pihak yang dapat
disebut sebagai wajib pajak adalah :
1. Wajib pajak pribadi.
2. Warga negara asing yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan hingga meninggalkan
Indonesia.
3. Wajib pajak badan sejak didirikan hingga bubar.
Adapun yang dimaksud dengan badan adalah bukan semata subjek pajak
yang bergerak dalam bidang usaha (komersial) namun juga yang bergerak di
bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagaianya sepanjang pendiriannya
dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang sehingga tidak ada alasan
bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk
menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak.3
2.1.1.2. Jenis-Jenis pajak
Secara umum jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan (PPh),
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM),
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
3 Erly Suandy, Hukum Pajak Salemba Empat, Yogyakarta, 2000, h,34.
Universitas Sumatera Utara
35
5. Pajak Lainnya.
Menurut Prabowo (2002) berdasarkan penerimaannya maka pajak
dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung
adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pajak tidak
langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pembahasan ini selanjutnya akan lebih
difokuskan pada pajak Penghasilan (PPh) sebagai salah satu sumber utama
penerimaan pajak bagi negara.
Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak
objektif (Waluyo dan Ilyas 2000), yaitu:
1. Pajak subjektif atau pajak yang bersifat perorangan
Adalah pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau
kondisi pribadi Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak objektif atau pajak yang bersifat kebendaan
adalah pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat objek
pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai
Analisis Potensi Pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak
yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitiannya
Universitas Sumatera Utara
36
ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap
penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN.
2.1.1.3. Fungsi pajak
Kajian pemungutan pajak terutama mempunyai fungsi untuk mengisi
kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan nasional. Namun selaras dengan
fungsi tersebut, fungsi pajak sebagai sarana untuk menunjang kebijaksanaan
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan
menjadi semakin meningkat. Adapun fungsi pajak adalah sebagai berikut :
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara
dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Universitas Sumatera Utara
37
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif, dan efisien.
Peranan stabilisasi ini terkait fundamental perekonomian negara sebagai akibat
dari gejolak yang muncul dalam perekonomian.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga
dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Fungsi-fungsi ini berkaitan dengan peran pemerintah dalam pembangunan
perekonomian untuk pengambilan kebijaksanaan. Dalam proses pengenaan pajak
terkandung unsur kebijakan publik yang memilki implikasi luas terhadap
kesejahteraan masyarakat sehingga pengenaan pajak harus memperhatikan
berbagai aspek dalam kestabilan makro ekonomi suatu negara. Kedudukan pajak
Universitas Sumatera Utara
38
dalam ekonomi makro adalah dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga pengenaannya harus
memperhatikan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.
Dalam konteks perekonomian negara, pajak dibebankan kepada individu
(rumah tangga) dan perusahaan dalam kegiatan ekonominya. Besar-kecilnya
penerimaan pajak yang diterima oleh pemerintah akan sangat terkait dengan
kondisi perekonomiannya. Perekonomian dalam kondisi stabil akan memberi
dampak positif bagi penerimaan pajak dan sebaliknya dalam kondisi krisis
ekonomi maka kegiatan ekonomi menjadi terganggu.
Rencana atau target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan
dari penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi intern Direktorat Jenderal
Pajak seperti Jumlah Wajib Pajak dan situasi ekonomi makro seperti tingkat
Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Tingkat Upah, Investasi, PDRB dan Ekspor.
2.1.1.4 Target Pajak
Target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan dari
penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi makro ekonomi yang ada dalam
hal ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran pembangunan.
Untuk membiayai berbagai program pembangunan, pemerintah
memperoleh penerimaan melalui sistem pajaknya yang dirancang secara hati-hati
yang bersumber dari pengeluaran pemerintah untuk menyeimbangkan antara
target dan realisasi sehingga bermuara pada efisiensi dan pemerataan. Berapa
banyak pendapatan nasional yang berasal dari pajak.
Universitas Sumatera Utara
39
Tabel.2.1. Perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan
nasional dari beberapa Negara Asia Tahun 2002.
No. Negara % penerimaan pajak tehadap
pendapatan nasional
1. Singapura 22,44
2. Malaysia 20,17
3. Srilanka 17,91
4. Thailand 17,28
5. Korea 15,78
6. Jepang 14,56
7. Philiphina 13,68
8. Pakistan 13,60
9. Indonesia 13,0
10. India 9,85
11. Myanmar 5,50
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan tabel 2.1 diatas, untuk tahun 2002 tax ratio Indonesia sebesar
13,0%. Sedangkan negara-negara lain seperti Singapura sudah mencapai 22,44%,
Malaysia 20,17% dan Srilanka 17,91%. Dengan demikian kinerja perpajakan
Indonesia hanya sedikit lebih unggul dibandingkan tax ratio Negara India dan
Myanmar yaitu sebesar 9,85% dan 5,5%.
Proses penarikan pajak oleh pemerintah pada kegiatan ekonomi akan
mengurangi pendapatan disposable (disposable income), dimana :
∆AD = – c ∆ T (2.1)
1 – c
AD = 1 G (2.2)
1 - c
dimana:
Universitas Sumatera Utara
40
T = Pajak
G = Pengeluaran Pemerintah
c = Marginal Propensity to Consume (MPC)
AD = Aggredat Demand
∆AD/∆T dan AD/G menyatakan bahwa multiplier dari kebijakan fiskal. T
dan G merupakan multiplier pada putaran pertama. Pengaruh akhir dari ∆T dan
∆G terhadap AD biasanya tidak sama dengan satu, biasanya lebih kecil dari satu.
Ini tergantung kemana pajak itu dibelanjakan kembali, apakah untuk beli barang
atau bayar gaji. Proses penarikan pajak sebenarnya tidak hanya mengurangi
pendapatan, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap Investasi ( I ), terutama bila
pajak berkaitan dengan keputusan para penanam modal untuk investasi. Dalam hal
ini pengenaan pajak cenderung menurunkan investasi lewat proses pelipat dapat
menurunkan AD.
2.1.1.5 Azas-Azas Dalam Perpajakan.
Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dumulai sejak Adam
Smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan
bahwa penungutan pajak hendaknya didasarkan pada :
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
Universitas Sumatera Utara
41
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang
diminta.
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-
saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak
memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi
wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang
dipikul wajib pajak.
Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara
luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap
pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (Laksana, 2001)
memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban
administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara
keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya yaitu :
azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan
pertumbuhan (growth and stability).
Universitas Sumatera Utara
42
2.1.2 Jumlah Wajib Pajak
2.1.2.1 Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi
kewajiban subjektif dan objektifnya. Kewajiban subjektif yaitu telah wajib lapor
dan bayar pajak terutang sedangkan kewajiban objektif adalah apabila yang
bersangkutan telah memperoleh atau menerima penghasilan.
Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui
terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 angka (2) terdapat pengertian wajib pajak yaitu
“Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Pertumbuhan penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Penduduk yang besar akan menggerakkan
berbagai kegiatan ekonomi dan merangsang tingkat output atau produksi agregat
yang lebih tinggi, dan pada akhimya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang didorong oleh pendapatan nasional. Dengan peningkatan pendapatan
penduduk maka akan mengakibatkan peningkatan jumlah wajib pajak.
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif (orang
pribadi atau badan) dan objektif (mempunyai penghasilan) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
Universitas Sumatera Utara
43
tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak.
Jumlah wajib pajak yang memiliki NPWP disetiap wilayah kantor pajak
sangat berbeda dan tergantung dengan kondisi wilayah kerja masing-masing.
Inilah salah satu faktor penyebab perbedaan realisasi penerimaan pajak antara
suatu daerah dengan daerah yang lain adalah banyaknya jumlah wajib pajak di
masing-masing daerah tersebut (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa
banyak sedikitnya jumlah wajib pajak akan mempunyai dampak terhadap besar
kecilnya realisasi penerimaan pajak (Sudibjo 2000).
2.1.2.2 Kewajiban Wajib Pajak
Adapun wajib pajak mempunyai kewajiban (Mardiasmo 2001), antara lain
untuk:
1. Melaporkan usahanya
2. Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya.
3. Menyetor pajak yang terutang.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
Sebagai wajib pajak melekat kewajiban perpajakannya secara system self
assessment yaitu menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri kewajiba perpajakannya yang dituangkan pada Surat Pemberitahuan
(SPT). Kewajiban wajib pajak ini selalu dikaitkan dengan tingkat kepatuhan wajib
pajak yang sangat mempengaruhi jumlah penerimaan pajak.
Universitas Sumatera Utara
44
2.1.3 Inflasi
2.1.3.1 Defenisi Inflasi
Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang juga sering digunakan
untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Secara lebih jelas inflasi dapat
didefinisikan sebagai suatu ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang
peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu sistem
perekonomian.
Terdapat beberapa definisi dan pengertian umum mengenai inflasi
menurut para ahli dengan gambaran dan ungkapan yang berbeda-beda yaitu :
Inflasi menurut Rimsky K. Judisseno(2002:16) adalah salah satu peristiwa
moneter yang menunjukan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-
barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang.
Sedangkan Sadono Sukirno (2002:15) mengemukakan, “Inflasi adalah
suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.”
2.1.3.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi terdiri dari berbagai jenis (Iskandar Putong, 2003), yaitu :
a. Menurut Sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat) kategori yaitu sebagai
berikut:
1) Inflasi merayap/rendah, yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%
pertahun;
Universitas Sumatera Utara
45
2) Inflasi menengah dengan besaran inflasi antara 10% - 30% pertahun.
Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut sebagai inflasi 2 digit,
misalnya 15%, 20% atau 30%;
3) Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30% - 100% pertahun;
4) Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh
naiknya harga-harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
b. Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi dalam 2 (dua) kategori, (Abimanyu,
Yoopi, 2004) yaitu:
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation), yaitu inflasi yang
disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa.
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di
satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja
penuh (full employment), akibatnya sesuai dengan hukum permintaan, bila
permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.
Kurva inflasi tarikan permintaan dapat digambarkan sebagai berikut :
Harga S
D2
D1
0 Output
Gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
46
Kurva inflasi tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation)
Kenaikan permintaan barang dan jasa menyebabkan kurva permintaan D1
bergeser menjadi kurva permintaan D2.
2) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation), yaitu inflasi yang
disebabkan penurunan penawaran barang dan jasa.
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi
dimana terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang
negara yang bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan baku
industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat.
Akibat naiknya biaya produksi, yang bisa dilakukan oleh produsen adalah
langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang
sama. Kurva inflasi dorongan biaya dapat digambarkan sebagai berikut :
Harga S2
S1
D
0 Output
Gambar 2.2
Kurva inflasi dorongan biaya (Cost-Push Inflation)
Universitas Sumatera Utara
47
Penurunan penawaran barang dan jasa menyebabkan kurva penawaran S1
bergeser ke kiri menjadi kurva penawaran S2.
c. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua (Abimanyu, Yoopi, 2004)
yaitu :
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini
timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara,
harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen), bencana
alam yang berkepanjangan.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri, misalnya disebabkan negara-negara
yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi,
dapatlah diketahui bahwa harga-harga dan juga angkos produksi relatif
mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang
tersebut maka harga jual di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
2.1.3.2 Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi
serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan : equity
effect, sedang efek terhadap alokasi faktor produksi, dan produk nasional masing-
masing disebut dengan efisensi dan output effects.
a. Efek terhadap pendapatan(Equity Effect)
Universitas Sumatera Utara
48
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
namun ada pula pihak yang tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Seseorang
yang memperoleh pendapatan tetap akan mengalami penurunan nilai uang rillnya
sehingga menderita kerugian, demikian pula orang yang menumpuk kekayaannya
dalam bentuk uang kas, nilai uangnya akan berkurang sesuai dengan tingkat
inflasi, juga orang yang meminjamkan uang dengan tingkat bunga dibawah
tingkat inflasi, akan mengalami kerugian.
Sebaliknya orang yang beruntung adalah orang yang mendapat kenaikan
pendapatan dengan persentasi kenaikan lebih besar dari tingkat inflasi.
b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi.
Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam
barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong
kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya
akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Sehingga
kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi
faktor produksi menjadi tidak efisien.
c. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Inflasi mugkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi.
Alasannya dalam kenaikan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului
Universitas Sumatera Utara
49
kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini
akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila kenaikan inflasi itu cukup
tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan
output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis,
masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi mengarah ke barter,
yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat
disimpulkan tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi
dapat dibarengi dengan kenaikan output namun bisa juga dibarengi dengan
penurunan output.
Menurut Saefuddin (2008) inflasi tahun sebelumnya mempunyai pengaruh
negative dan signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.
Menurut Nersiwad (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
pengaruh inflasi menurunkan penerimaan pajak. Pengaruh inflasi terhadap
penerimaan pajak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Inflasi meningkatkan nominal pendapatan dengan kondisi implikasinya
pembayaran pajak nominalnya juga akan naik, berpengaruh pada Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Berhubungan dengan keuntungan dan kerugian karena perubahan harga asset
sehingga akan berpengaruh pada pajak penghasilannya
2.1.3.3. Penyebab Inflasi
Berbagai penyebab inflasi antara lain (Amalia, 2007) :
1. Defisit financing
Universitas Sumatera Utara
50
Diadakannya pengeluaran-pengeluaran dalam rangka untuk memperbesar
kapasitas produksi (investasi) yang tidak cepat-cepat menghasilkan tambahan
produk (output) dengan memakai tabungan atau defisit financing. Pendapatan
masyarakat bertambah sedangkan output masih belum bertambah atau tidak
bertambah karena scarce factor, dan situasi demand > supply.
2. Terjadinya surplus ekspor (X > M)
Dengan terjadinya surplus ekspor maka pendapatan bertambah sedangkan
jumlah barang berkurang. Ini mengakibatkan demand terhadap barang-barang
bertambah, sedangkan supply barang-barang berkurang. Disamping effective
demand meningkat terhadap barang-barang jadi, juga permintaan yang cepat pada
waktu yang bersangkutan.
3. Inflasi yang diimpor dari luar negeri.
Jika kita sangat bergantung pada impor barang-barang atau bahan baku
dari luar negeri, dimana barang atau bahan baku tersebut kita impor dari negara
yang sedang dilanda inflasi, maka kita terpaksa harus juga mengimpor dengan
harga-harga yang tinggi.
4. Jika Terjadi surplus impor (M > X)
Dalam hal ini, suatu negara memerlukan devisa untuk membayar
kelebihan impor tersebut ke luar negeri. Dengan demikian akan memperbesar
demand negara tersebut terhadap valuta asing. Permintaan yang besar terhadap
Universitas Sumatera Utara
51
devisa itu umumnya akan meningkatkan kurs valuta asing. Dengan kurs valuta
asing yang naik maka harga barang-barang di luar negeri menjadi tinggi.
2.1.4. Tingkat Suku Bunga
2.1.4.1. Defenisi Tingkat Suku Bunga
Tingkat Suku Bunga (interest rate) merupakan salah satu variable
ekonomi yang sering dipantau para pelaku ekonomi. Berbagai keputusan erat
hubungannya dengan kondisi tingkat suku bunga seperti keputusan untuk
berinvestasi.
Menurut Nopirin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu
terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya
dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang
menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka
tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.
Sedangkan menurut Suhaedi (2000) defenisi suku bunga adalah
merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan,
sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi
permintaan dan penawaran.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Suku Bunga Nominal.
Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. (2) Suku Bunga Riil.
Universitas Sumatera Utara
52
Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya
setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat
untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia
Pohan,2008). Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk
mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang
yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan
diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi.
Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah
berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan
berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
Menurut teori klasik tingkat suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan
permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana
disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi
sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat
yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh
pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat suku bunga.
Pada hakekatnya, suku bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan
untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per
unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk
meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam rupiah per tahun
untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam persen per tahun, adalah suku
bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu
Universitas Sumatera Utara
53
mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi
mereka atau membuat investasi yang menguntungkan.
Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga
makin kecil. Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong
untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.
Tingkat suku bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk
naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama
dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik
keseimbangan tingkat suku bunga tersebut digambarkan sebagai berikut :
Tingkat Suku Bunga
Tabungan
i1
I1
i0
I0
S0 S1 Loanable Fund
Gambar 2.3. Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan
Dari gambar 2.3 di atas dapat diketahui bahwa keseimbangan tingkat bunga
(i) berada pada titik Iο
dimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila
tingkat bunga di atas iο
maka jumlah tabungan melebihi keinginanpengusaha
untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk
meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke
posisi iο, sebaliknya apabila tingkat bunga dibawah i
ο, para pengusaha akan saling
Universitas Sumatera Utara
54
bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan
persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke iο.
Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang
diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia
meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana
investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat
bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas,
ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi kekanan atas dan
keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik Iı.
S (r) = I (r)
2.1.4.2 Jenis Pemberian Suku Bunga di Pasar Keuangan
Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para
debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe
bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain. Secara umum dikenal
lima jenis bunga dipasar keuangan sebagai berikut:
1. Bunga kupon (Coupon rate)
Bunga kupon adalah tingkat suku bunga yang dijanjikan oleh penerbit
sekuritas sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui
untuk melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan
pertukaran obligasi.
Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal
Universitas Sumatera Utara
55
2. Metode Bunga Sederhana
Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada
debitur terhadap bunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu
pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian
pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah sebagai
berikut:
I = P x r x t
P = Jumlah pokok pinjaman
r = tingkat bunga
t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun)
3. Add-on Rate oflnterest
Metode add-on Rate of Interest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh
pokok pinjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode
ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah
pokok pinjaman dihitung selama satu tahun untuk membebankan bunga,
meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar
sebesar satu tahun. Hal ini terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam
menurun jika sebagian dibayar.
4. Metode diskon (Discount Method)
Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan.
Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih
diberikan kepada debitur.
5. Compound Interest
Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi
Universitas Sumatera Utara
56
pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya
pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman.
Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok
pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode
tersebut akan menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga
periode yang akan datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan
metode ini harus mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur
sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang
bersangkutan kepada nasabah untuk menghindari manipulasi.
2.1.4.3 Penentuan Tingkat Suku Bunga
Dalam penentuan suku bunga terdapat faktor penentu suku bunga yang
terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan
nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan.
Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bunga luar negeri
dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.
Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral
menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga
pinjaman. Dengan penetapan suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan
ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan. Akan tetapi dengan makin
mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin
tidak efektif.
Universitas Sumatera Utara
57
Perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat
menggangu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi akan
meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana
perbankan akan meningkat. Sementara itu di sisi lain suku bunga yang tinggi akan
meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan
penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya produksi pada
gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha. Hal ini
berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun sehingga dalam
kondisi suku bunga yang tinggi yang menjadi persoalan adalah ke mana dana itu
akan disalurkan.
Di sisi perbankan, dengan suku bunga yang tinggi bank mampu
menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.
Namun disisi dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga
yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia udaha cenderung
mencari alternatif pendanaan yang lebih murah.
Sebaliknya tingkat bunga yang relatif rendah dibandingkan dengan tingkat
bunga luar negeri, di satu sisi, akan mengurangi hasrat masyarakat untuk
menabung dan mendorong pengaliran dana ke luar negeri sehingga bank-bank
akan mengalami kesulitan dalam menghimpun dana. Namun di sisi lain tingkat
bunga yang rendah tadi akan mendorong kegiatan produksi dan investasi. Karena
tingkat bunga yang relatif rendah akan mengakibatkan permintaan akan kredit
perbankan juga meningkat.
Universitas Sumatera Utara
58
Bagi masyarakat sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi berarti tingkat
inflasi di negara tersebut cukup tinggi. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan
menyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi riil masyarakat sebab nilai uang
yang dipegang masyarakat berkurang. Ini akan menyebabkan konsumsi
masyarakat atas barang yang dihasilkan perusahaan akan menurun pula. Hal ini
tentu akan mengurangi tingkat pendapatan perusahaan sehingga akan
mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut (Sunariyah,2006)
Terdapat hubungan negatif antara jumlah investasi dengan tingkat suku
bunga. Jika tingkat suku bunga naik, maka investasi akan berkurang, dan
demikian sebaliknya jika tingkat suku bunga menurun maka investasi akan
meningkat.
Interest
(i)
0 Investasi (I)
Gambar 2.4. Hubungan Investasi (I) dengan tingkat suku bunga (i)
Hubungan tingkat bunga dengan investasi juga dapat dilihat dari
Marginal Efficiency of Investment (MEI) dan Marginal Efficiency of Capital
(MEC). MEI menggambarkan hubungan investasi yang telah dilakukan oleh
pengusaha dalam jangka waktu tertentu. Sementara itu MEC lebih menekankan
pada hubungan antara hasil yang diharpakan dari modal yang ditanamkan oleh
seorang pengusaha. Hubungan tersebut dilakukan untuk usaha-usaha yang
Universitas Sumatera Utara
59
memiliki tingkat pengembalian modal (rate of return) yang lebih besar
dibandingkan tingkat suku bunga yang berlaku.
Interest
(i) MEC
MEI
0 Investasi (I)
Gambar 2.5 Kurva MEC dan MEI
Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa biasanya kurva MEC lebih landai
dibanding kurva MEI karena jumlah investasi yang "sesungguhnya" ditanamkan
umumnya lebih kecil daripada investasi yang "seharusnya" ditanamkan pada
berbagai bidang usaha.
2.1.5.Tingkat Upah
2.1.5.1. Defenisi Upah
Upah merupakan salah satu indikator untuk menilai hidup seorang buruh/
karyawan atau tenaga kerja. Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu
kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen
kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan
produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada:
1. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.
2. Peraturan Undang-Undang yang mengikat tentang Upah Minimum
Regional(UMR).
Universitas Sumatera Utara
60
3. Produktivitas marginal tenaga kerja.
4. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.
5. Perbedaan jenis pekerjaan.
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap
sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi.
Sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua
macam yaitu:
a. Upah nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang
diterima secara rutin oleh para pekerja.
Upah nominal adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para
pengusaha sebagai pembayar ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja
yang digunakan dalam proses produksi. (Sadono Sukirno, 2005;351)
b. Upah riil, adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja
jika ditukarkan dengan barang dan jasa yang diukur berdasarkan banyaknya
barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut.
Upah riil juga merupakan tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut
kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. (Sadono Sukirno,
2005;351)
Tenaga kerja mempunyai harapan tertentu terhadap seberapa besar atau
seberapa tinggi tingkat upah yang diperolehnya dimana yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
61
pertimbangan terpenting yang dipatok oleh tenaga kerja mengenai hal
pengupahan diantaranya :
a. Tingkat upah perlu mencukupi kebutuhan dan sesuai dengan harapan
ekonomis
b. Upah harus sepadan dengan pengeluaran investasi untuk membentuk modan
insane dalam meraih sesuatu perkerjaan seperti biaya yang dikeluarkan dalam
memperoleh pendidikan, ketrampilan atau pengalaman kerja.
2.1.5.2. Upah Minimum
Sejak otonomi daerah penentuan upah minimum yang semula ditetapkan
oleh menteri, didelegasikan menjadi kewenangan gubernur. Terdapat
kekhawatiran bahwa di daerah para pejabat pemerintah lebih lemah sehingga
cenderung mengambil kebijakan populis berupa peningkatan upah minimum yang
sering dan tinggi persentasenya. Hal tersebut merupakan kebijakan yang
berorientasi jangka pendek dan kurang memperhatikan pertumbuhan ekonomi
jangka panjang (SMERU, 2001).
Di berbagai propinsi ternyata penetapan upah minimum berbeda-beda baik
besarnya persentase kenaikan setiap tahun, sistem penetapannya, dan ruang
lingkup yang ditetapkan. Beberapa propinsi menetapkan upah minimum tunggal
dan beberapa menetapkan upah minimum sektoral. Upah minimum tunggal
bersifat kaku umumnya berdampak kepada perbaikan upah pekerja tetap pada
industri marginal. Akan tetapi studi tim SMERU (2001) juga menunjukkan bahwa
upah minimum (tunggal) menyebabkan kesempatan kerja kelompok bawah
Universitas Sumatera Utara
62
menurun terjadi subtitusi terhadap penggunaan kapital dan peningkatan pekerja
white collar dengan elastisitas yang cukup tinggi.
Beberapa propinsi di Indonesia menetapkan upah minimum sektoral
dengan derajat yang kurang bervariasi sampai sangat bervariasi seperti Sumatera
Utara dan Kalimatan Selatan (Setiaji, B. dkk. 2003). Beberapa propinsi suatu
tahun sering menetapkan upah sektoral dan pada tahun yang lain dihapuskan dan
muncul lagi misalnya seperti DKI dan Jawa Tengah.
Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan para
pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai/karyawan di lingkungan pekerjaaannya.
Menurut Sony Sumarnono (2003 :141) menyatakan bahwa upah
minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional sektor
maupun sub sektor. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan
tunjangan sedangkan upah pokok minimum adalah upah pokok yang diatur secara
minimal baik regional maupun sektoral serta sub sektoral.
Dalam peraturan pemerintah diatur hanya upah pokok saja tidak
termasuk tunjangan. Menurut pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
disebutkan bahwa upah minimum terdiri atas :
a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau wilayah kabupaten/kota.
b. Upah minimum berdasarkan sector wilayah propinsi atau wilayah/kota
c. Upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan yang layak.
2.1.5.3. Teori Upah
Universitas Sumatera Utara
63
Teori upah tenaga kerja untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam
hal upah dan pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan
beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya harga upah
tenaga kerja.
1. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo, teori ini menerangkan bahwa
upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untu pemeliharaan hidup
pekerja dengan keluarganya. Di pasar akan upah menurut harga pasar
adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan
penawaran. Upah harga pasar akan berubah disekitar upah menurut kodrat.
Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari
upah kerja.
2. Teori Upah Besi, teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle.
Penerapan sistem upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh
karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk
menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen.
Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah
“Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi
kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja.
3. Teori Dana Upah, teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill.
Menurut teori ini tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah
dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk
pembayaran upah. Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat
Universitas Sumatera Utara
64
upah yang cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga
kerja dengan penawaran tenaga kerja.
4. Teori Upah Etika, menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis
masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum,merupakan suatu
tindakan yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain
dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya juga
harus memberikan tunjangan keluarga.
2.1.5.4. Teori –Teori Pengupahan
1. Teori Neo – Klasik
Kaum Neo Klasik mengasumsikan bahwa ada upaya yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan faktor
produksi sehingga faktor produksi yang digunakan dapat menerima atau diberi
imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut
(Payaman. J. Simanjuntak, 1985). Sehingga pengusaha akan berupaya untuk
mempekerjakan sejumlah karyawan dan nilai pertambahan marginal seseorang
dengan gaji yang diterima orang tersebut. Gaji yang dibayarkan oleh pengusaha
adalah :
W = MPPLXP = WMPPL
Dimana :
W = Tingkat gaji (dalam arti labor cost) yang dibayarkan pengusaha
kepada karyawan
Universitas Sumatera Utara
65
P = Harga jual barang (hasil produksi) dalam Rupiah per unit barang
MPPL = Marginal Physical Product of Labour atau pertambahan hasil
marginal pekerja yang diukur dalam unit barang per unit waktu.
VMPPL = Value Marginal Phisical Product of Labour atau nilai pertambahan
hasil marginal pekerja atau karyawan.
Yang dimaksud dengan nilai pertambahan adalah hasil marginal karyawan
atau VMPPL adalah merupakan nilai jasa yang telah diberikan oleh karyawan
kepada pengusaha. Sedangkan gaji (W) yang diberikan oleh pengusaha terhadap
karyawan sebagai imbalan terhadap jasa karyawan yang telah diberikan kepada
pengusaha.
Menurut teori Neo-Klasik, karyawan memperoleh gaji senilai dengan
pertambahan hasil marginalnya. Langkah lain yang dilakukan oleh pengusaha
dalam rangka memaksimumkan keuntungan adalah dengan memberikan imbalan
kepada setiap faktor produksi yang sebesar nilai tambahan hasil marginal masing-
masing faktor produksi tersebut, imbalan untuk modal disebut sebagai rendemen.
Besaran rendemen menggambarkan harga satu unit modal, tingkatan rendemen
sama dengan nilai tambahan hasil marginal dari satu unit modal. Dapat
dirumuskan :
r = MPPLXP = VMPPL
Dimana :
r = Tingkat Rendemen Modal
Universitas Sumatera Utara
66
VMPPL = Nilai Pertambahan Hasil marginal (Value of Marginal Physical of
Capital)
P = Harga jual barang produksi
2. Teori Malthus
Menurut Malthus upah ditinjau kaitannya dengan pertumbuhan penduduk,
upah adalah harga penggunaan tenaga kerja. Sehingga tingkat upah yang terjadi
adalah karena hasil bekerjanya permintaan dan penawaran. Apabila penduduk
bertambah maka akan dapat menekan tingkat upah, sebaliknya tingkat upah akan
naik apabila penduduk berkurang dan penawaran tenaga kerjapun akan berkurang.
3. Teori John Stuart Mills
Menurut Mills, tingkat upah tidak akan beranjak dari tingkatnya semula.
Menurutnya dalam masyarakat sudah tersedia dana upah untuk pembayaran upah,
dunia usaha menyediakan sebagian dananya untuk pembayaran upah. Gaji
diberikan dengan dasar teori wager fund (teori modal), dimana gaji ditentukan
oleh kompetisi atau kekuatan permintaan. Dalam arti lain dengan modal yang
besar berari bahwa yang diproduksi semakin banyak dan secara langsung akan
diperoleh pendapatan yang lebih besar dan laba akan mudah didapat.
4. Teori Marshall
Hick-Marshall mengatakan bahwa gaji dipengaruhi oleh elastisitas
permintaan, elastisitas gaji dapat dikategorikan menjadi empat golongan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
67
a. Apabila terjadi elastisitas harga permintaan dari suatu barang (harga jual)
maka produksi akan meningkat.
b. Apabila terdapat faktor lain dari produksi maka akan dapat memudahkan
substitusi untuk kategori tenaga kerja.
c. Apabila faktor lain dari penawaran produksi sangat memudahkan
(penggunaan dari faktor lain dari produksi dapat bertambah atau substansi
dari kenaikan gaji).
d. Apabila harga dari karyawan masuk dalam kategori ketenagakerjaan
adalah bagian yang sangat besar dari harga produksi total.
5. Teori Kelembagaan
Menurut kelembagaan, munculnya serikat pekerja atau organisasi
masyarakat lain memungkinkan terjadi adu kekuatan untuk saling mencapai
tujuan masing – masing. Adu kekuatan ini juga berkaitan dengan penentuan
tingkat upah, menurut mazhab ini terdapat Bargaining Theory (teori tawar –
menawar) yaitu jika terdapat 2 kekuatan yang mempunyai preferensi tingkat upah
berbeda. Karena upah merupakan bagian dari kesempatan yang terangkum dalam
hubungan kerja sehingga tingkat upah mana yang cenderung sepakat. Tingkat
kesepakatan yang terjadi tergantung pada kekuatan tawar – menawar masing –
masing pihak, apabila pihak tenaga kerja yang lebih kuat maka tentu upah akan
bergerak naik begitu juga bila pihak perusahaan yang lebih kuat.
Semakin tinggi upah tenaga kerja akan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan dan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan
Universitas Sumatera Utara
68
peningkatan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) maka diharapkan akan meningkat
penerimaan pajak.
2.1.6 Investasi
2.1.6.1 Defenisi Investasi
Mankiw (2007) menyatakan bahwa investasi (investment) didefenisikan
sebagai tambahan bersih terhadap stock capital yang ada (net additional to
existing capital stock). Investasi juga disebut sebagai akumulasi modal atau
pembetukan modal.
Investasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modalnya yaitu
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).
Perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi untuk
menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis
dipakai.
Menurut Sukirno (2000:106-107) istilah investasi dapat diartikan sebagai
pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Pertambahan barang dan jasa ini yang memungkinkan
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang.
Dalam prakteknya, usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang
dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi adalah :
Universitas Sumatera Utara
69
a. Pembelian berbagai jenis arang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan
produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor dan
lainnya.
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan
barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan
pendapatan nasional.
Michael P.Todaro (2004:127), menyatakan sumber daya yang akan
digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan
datang disebut investasi. Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau
perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal.
Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan
merangsang investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi
modal dan investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus,
namun cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar
kapitalis meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan
antar kaum kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.
Menurut Keynes dalam Jinghan (2000:168), pendapatan total merupakan
fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan
nasional semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian
Universitas Sumatera Utara
70
sebaliknya. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena
pendapatan meningkat muncul permintaan yang lebih banyak atas barang
konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada
pendapatan dan pekerjaan sehingga sangat mempengaruhi penerimaan pajak.
2.1.6.2 Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi
Analisis makro ekonomi tidak mengabaikan pengaruh pendapatan nasional
terhadap investasi. Tetapi ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa faktor itu
bukanlah faktor paling penting yang menentukan tingkat investasi. Faktor-faktor
utama yang menentukan tingkat investasi adalah :
1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh
2. Tingkat suku bunga
3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
4. Kemajuan teknologi
5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya
6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
(Sukirno,2000:75)
2.1.6.3. Hubungan Investasi, Keuntungan, dan Tingkat Bunga
Jumlah barang-barang yang diminta bergantung pada tingkat bunga yang
mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi. Agar
proyek investasi menguntungkan maka hasilnya (penerimaan dari kenaikan
Universitas Sumatera Utara
71
produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran
untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit proyek investasi
yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan
turun.
Ketika mempelajari peran tingkat suku bunga dalam perekonomian para
ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil.
Tingkat bunga nominal diartikan sebagai tingkat bunga yang dibayar investor
untuk meminjam uang.
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi
untuk menghilangkan pengaruh inflasi.
Fungsi investasi dapat diinyatakan dengan persamaan :
I = I(r) ........................................................................ (3.1)
Fungsi investasi dapat digambarkan dengan kurva sebagai berikut :
Tingkat bunga riil
0 Kuantitas investasi,I
Sumber:Sukirno(2000:71)
Gambar 2.6 Kurva Fungsi Investasi
Universitas Sumatera Utara
72
2.1.6.4. Dasar Teori Investasi
1. Teori Klasik (Adam Smith)
Semua kaum klasik memandang pemupukan modal sebagai kunci
pertumbuhan ekonomi. Karena itu mereka menekankan betapa penting tabungan
dalam jumlah yang besar. Hanya pemilik modal dan pemilik tanah yang mampu
untuk menabung. Kelas pekerja tidak mampu menabung karena mereka hanya
menerima upah yang besarnya sama dengan tingkat kebutuhan hidup minimal.
Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan merangsang
investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi modal dan
investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus namun
cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar kapitalis
meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan antar kaum
kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes dalam Jinghan (2000:168) pendapatan total merupakan
fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan
nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian
sebaliknya. Permintaan konsumsi tergantung pada kecenderungan untuk
mengkonsumsi, jurang antara pendapatan dan konsumsi ini hanya dapat
dijembatani oleh investasi. Jika volume investasi yang diperlukan tidak terpenuhi
maka permintaan agregat akan turun lebih rendah dari penawaran agregat.
Akibatnya pendapatan dan pekerjaan akan turun sampai jurang tersebut
terjembatani. Efisiensi marginal dari modal merupakan tingkat hasil yang
Universitas Sumatera Utara
73
diharapkan dari aktiva modal baru. Bila mana harapan laba tinggi pengusaha akan
menginvestasi lebih tinggi. Suku bunga merupakan faktor lainnya dari investasi,
tergantung pada kuantitas. Sekarang investasi dapat dinaikkan melalui
peningkatan efisiensi marginal atau penurunan suku bunga. Walaupun kenaikan
investasi biasanya menyebabkan kenaikan pekerjaan ini bisa tidak terjadi bila
pada waktu yang sama kecenderungan untuk mengkonsumsi turun. Sebaliknya,
naiknya kecenderungan berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada
pekerjaan tanpa kenaikan pada investasi. Kenaikan invetasi menyebabkan
naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat, muncul permintaan yang
lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan
berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung menggumpal
(kumulatif). Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan
yang berlipat ganda pada pendapatan melalui kecenderungan mengkonsumsi.
Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh Keynes disebut
multiplier (K). Pengali (multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat,
berkat adanya kecenderungan mengkonsumsi tersebut, antara pekerjaan agregat
dan pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti bila investasi agregat
naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali kenaikan investasi
tersebut. Rumusnya adalah
...............................................(4.1) (Sukirno 2000:75)
dengan 1 – 1/K mewakili kecenderungan marginal mengkonsumsi. Jadi pengali K
= 1/1-MPC. Karena kecenderungan marginal berkonsumsi turun, berkat adanya
kenaikan pendapatan, maka diperlukan suntikan investasi dengan dosis besar guna
Universitas Sumatera Utara
74
memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam
perekonomian.
2.1.6.5 Analisis ICOR
Untuk mengetahui sejauh mana peranan investasi terhadap pertumbuhan
ekonomi, yang lebih tepatnya dilihat dari investasi netto. Korelasi pertumbuhan
diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi
Harrod-domar. Di dalam model ini, investasi dan ICOR (Incremental Capital
Output Ratio) merupakan dua variabel fundamental yang masing-masing dapat
dijelaskan secara garis besar sebagai berikut : investasi yang dimaksud adalah
investasi netto yang didefenisikan sebagai perubahan/ penanaman stok barang
modal atau:
It = Δkt ............................................................................................................ (5.1)
It = Kt-Kt-1 .................................................................................................... (5.2)
Misalnya di Sumatera Utara nilai stok barang modal pada tahun
1999(K1999)= 21 triliun rupiah, dan pada tahun 2000(K2000)= 30 triliun rupiah.
Kalau dalam pengertian investasi bruto, misalnya pembentukan modal tetap bruto
12 triliun rupiah tetapi penambahan stok baru hanya 9 triliun rupiah berarti
penggantian stok lama (penyusutan) sebesar 3 triliun rupiah.
ICOR adalah kebalikan dari ratio pertambahan output terhadap
pertambahan investasi yang pada intinyamenunjukkan hubungan antara
penambahan stok barang modal dan pertambahan output atau melihat seberpa
Universitas Sumatera Utara
75
besar peningkatan investasi yang diperukan untuk mendpatkan laju pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan, yang digambarkan dengan rumus sebagai berikut :
Y = y.K ...................................................................... (5.3)
1/y = K/y ................................................................... (5.4)
Dimana ratio Y = rasio output-kapital dan 1/y = ratio kapital output
(ICOR).
Dalam perkembangannya pemakaian konsep ICOR mengalami modifikasi
menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :
ICOR = (ΔK/Y) (ΔY/Y) ........................................... (5.5)
atau ICOR = (I/Y) (ΔY/Y) ........................................ (5.6)
Dimana ΔK = 1
Semakin baik kualitas investasi maka semakin kecil ICOR, sebaliknya
semakin buruk kualitas investasi maka semakin besar angka ICOR. (Nopirin
2000)
2.1.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.1.7.1 Defenisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah merupakan penjumlahan
nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan
ekonomi di suatu wilayah tertentu (propinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu
Universitas Sumatera Utara
76
kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud
kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
PDRB merupakan kegiatan ekonomi secara garis besarnya dapat
dikelompokkan ke dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi
barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa serta dari
kegiatan memproduksi ini timbul pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang telah dimiliki oleh berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga
dari pendapatan ini masyarakat dapat membeli barang dan jasa untuk keperluan
konsumsi maupun investasi.
2.1.7.2 Penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Badan Pusat Statistik (BPS 2001) memberi definisi PDRB (ditinjau dari
segi pendapatan) adalah jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh
faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam
proses produksi dalam jangka waktu tertentu. PDRB seringkali disajikan
menurut:
1. Harga berlaku (current year price) dan
2. Harga konstan (base year price).
Menurut harga berlaku artinya nilai barang jasa dihitung berdasarkan
harga pada tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga
ikut dihitung. Sedangkan PDRB yang disajikan menurut harga konstan nilai
barang jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar (Susanti et. Al. 2000).
Universitas Sumatera Utara
77
Menurut BPS, penghitungan PDRB ini dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan dua masalah pokok, yaitu:
1. Mengusahakan agar pembangunan ekonomi dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat secara mantap.
2. Mengusahakan agar pendapatan yang timbul tersebut dapat dibagi atau
diterima oleh masyarakat secara adil.
2.1.7.3. Rasio Penerimaan Pajak Terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Penerimaan dari sektor pajak dianggap sebagai sarana yang cukup efektif
sebagai sumber utama penerimaan suatu daerah, selain itu penerimaan pajak juga
merupakan alat pendorong perekonomian. Meskipun peranan pajak masih rendah,
namun sumbangannya terhadap PDRB menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan atau
keterkaitan antara PDRB dengan penerimaan pajak di suatu daerah.
Tax Ratio merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat
seberapa besar tingkat pemungutan pajak di suatu daerah, yang dihitung dengan
membandingkan besarnya penerimaan pajak dengan besamya PDRB. Penerimaan
pajak tersebut dapat berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maupun pajak-pajak lainnya.
Angka tax ratio yang semakin tinggi merupakan suatu indikasi dari semakin
baiknya kinerja penerimaan pajak. Atau semakin besar angka tax ratio, semakin
besar pula kemampuan daerah dalam menjaring penerimaan pajak. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
78
itu, angka rasio tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja penerimaan
perpajakan, apakah sudah memadai atau belum.
Besarnya tax ratio dapat dihitung dengan rumus (Wibowo 2000) sebagai berikut:
TRt = PDRBt
Tt
Dimana:
TRt = Tax Ratio pada periode t
Tt = Penerimaan pajak pada periode t
PDRBt = PDRB pada periode t
Penerimaan pajak sangat ditentukan oleh PDRB, jumlahpenduduk dan kebijakan
pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi PDRB dan jumlah penduduk
berpengaruh terhadap penerimaan masing-masing jenis pajak daerah tersebut
(Musgrave 1993)
2.1.8 Net Ekspor
2.1.8.1 Defenisi Net Ekspor
Net ekspor atau Ekspor bersih adalah Nilai Ekspor dikurangi Impor
(NX=EX-IM). Ekspor dan Impor suatu Negara terjadi karena adanya manfaat
yang diperoleh akibat dari perdagangan internasional
2.1.8.2 Ekspor
Ekspor merupakan salah satu factor terpenting dari Gross Nasional
Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan
masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak,
tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
79
sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di
pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 11,
pengertian ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah
pabean ke luar daerah paben.
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan
barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara
ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada
suatu tahun tertentu (Bambang Triyoso, 2004).
Menurut Baldwin (2005) yang dimaksud dengan ekspor adalah salah satu
sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar
antara beberapa negara, di mana dapat mengadakan perluasan dalam suatu
industri, sehingga mendorong dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor
lainnya dari perekonomian.
Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu
negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber
daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai
produk ekspor untuk mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian
nasional. Dengan meningkatnya ekspor maka diharapkan pertumbuhan ekonomi
regional juga akan meningkat dan sangat mempengaruhi penerimaan pajak.
Universitas Sumatera Utara
80
Namun menurut penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa
peranan ekspor di Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB
di Indonesia.
2.1.8.3 Tujuan Ekspor
Adapun tujuan ekspor antara lain (Amir MS, 2004) :
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk
memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik
(membuka pasar ekspor)
3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity)
4. Membiarkan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam
persaingan yang ketat.
2.1.8.4.Ciri-Ciri Komoditi Ekspor
Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki ciri-ciri
antara lain (Amir MS, 2004) :
1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat
dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.
2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu,
unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang
diproduksi negara lain.
Universitas Sumatera Utara
81
3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking
industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries).
4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor.
2.1.8.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Adapun faktor yang menentukan tingkat daya saing suatu komoditi ekspor
adalah :
1. Faktor langsung, yang terdiri dari :
a. Mutu komoditi
b. Biaya produksi dan penetuan harga jual
c. Ketepatan waktu penyerahan (delivery time)
d. Intensitas promosi
e. Penentuan saluran pemasaran (marketing chanel)
f. Layanan purna jual (after sales service)
2. Faktor tidak langsung, yang terdiri dari :
a. Kondisi sarana pendukung ekspor seperti fasilitas perbankan,
transportasi, birokrasi pemerintah, surveyor, bea cukai dan lain-lain
b. Insentif atau subsidi pemerintah untuk dieskpor
c. Kendala tarif dan non tarif
d. Tingkat efisiensi dan disiplin nasional
e. Kondisi ekonomi global seperti resesi dunia, proteksionisme,
restrukturisasi perusahaan dan re-upgrade global (kerja sama ekonomi
global).
Universitas Sumatera Utara
82
Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :
1. Harga internasional. Semakin besarselisih antar harga di pasar internasional
dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan
diekspor menjadi semakin banyak.
2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu
negara maka harga ekspor negar tersebut di pasar internasional akan menjadi
lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga
ekspor negara tersebut di pasar internasional menjadi lebih murah.
3. Quota ekspor-impor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa
pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.
4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga
produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau
dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan
non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.
2.1.8.6. Impor
Transaksi impor adalah kegiatan jual beli barang atau jasa dimana pihak-
pihak yang terlibat yaitu pihak eksportir dan importir berada dalam negara yang
berbeda melakukan kesepakatan tertulis dalam kontrak jual beli yang kegiatannya
dengan cara memasukkan barang dari luar ke dalam daerah wilayah pabean
Indonesia dan berakibat adanya valuta asing dalam negeri yang pembayrannya
menggunakan letter of credit (L/C).
Menurut Purwito (2006 :60)
Universitas Sumatera Utara
83
Impor merupakan suatu kegiatan pengiriman barang yang diproduksi di
negara lain untuk dijula di pasar dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan
arus lalu lintas barang sehingga otoritas ada pada pabean. Impor ini
berakibat adanya aliran keluar valuta asing dalam negeri.
2.1.8.7. Hubungan Ekspor dan impor
Di dalam ekonomi terbuka dua variabel perlu ditambahkan, yakni ekspor
(X) dan impor (M) barang dan jasa. Karena ekspor berasal dar produksi dalam
negeri dijual/dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi
ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi.sedankan impor merupakan
kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar neeri.
Oleh karena itu, pendapatan yang ditimbulkan karena proses peoduksi
dapat diunakan untuk membeli barang dan jasa dalam negeri (C). Atau keluar dari
aliran pendapatan sebagai tabungan (S) atau pembelian barang dari luar negeri
(M).
Ekspor bersih, yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara
pendapatan nasional dengan transaksi internasional. Ekspor bersih merupakan
salah satu komonen permintaan agregat:
GNP = C + I + G + (X-M).
Untuk sementara sektor pemerintah ditiadakan, maka diperoleh: GNP = C + I +
(X-M). Jika impor dikeluarkan dari konsumsi dan investasi, artinya C dan I hanya
untuk membeli produksi dalam negeri maka pengeluaran agregat untuk produksi
dalam negeri menjadi:
GNP = C + I + X.
Universitas Sumatera Utara
84
Untuk satu periode tertentu, produksi yang dihasilkannilainya akan sama dengan
pendapatan yang diciptakan dan pendapatan ini digunakan untuk konsumsi
produksi dalam negeri, barang impor atau ditabung, sehingga:
GNP = C + M + S.
Konsekuensinya:
C + i + x =C + M + S atau I + x = S + M;
Sehingga: S = I + (X-M)
Artinya, surplus perdagangan internasional (X-M) menunjukkan akumulasi aset
luar negeri atau sering disebut investasi luar negeri bersih (net foreign
investment). Dengan demikian tabunan dalam negeri dapat ditanamkan di dalam
negri (investasi) atau digunakan untuk membeli aset luar negeri melalui aliran
modal ke luar negeri.
I + X = S + M adalah identitas pendapatan nasional yang selalu benar dalam
realita. Tetapi ini tidak selalu menunjukkan bahwa apa yang direncanakan oleh
individu baik sebagai investor, eksportir, penabung atau importir, pada suatu
periode selalu sama. Apabila I + X = S + M itu sama dalam arti yang
direncanakan ( I + X) yang direncanakan = (S + M) yang direncanakan, maka
ekonomi (GNP) dikatakan dalam keadaan keseimbangan.
Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka impor seperti
halnya tabungan tergantung (secara positif) pada pendapatan. Makin tinggi
pendapatan, makin tinggi impor.
Universitas Sumatera Utara
85
Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain yang juga
mempengaruhi, seperti misalnya daya saing produksi dalam negeri, selera dan
sebagainya. Perubahan faktor-faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti
misalnya karena inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun,
maka impor cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas.
Ekspor suatu negara adalah impor negara lain. Dengan harga dianggap
tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar negeri bukan pendapatan nasional
negara tersebut. Oleh karena itu dalam diagram ekspor-pendapatan nasional,
fungsi ekspor digambarkan sebagai gaaris lurus horizontal. Artinya, ekspor tidak
tergantung pada pendapatan nasional. Berapa pun besarnya pendapatan nasional,
ekspor tetap. Ini berarti pendapatan nasional tidak mempengaruhi ekspor. Tetapi
sebaliknya, seperti halnya investasi, ekspor mempengaruhi pendapatan nasional. I
+ X merupakan injeksi dalam perekonomian, sedangkan S + M merupakan
kebocoran.
2.1.8.8. Keseimbangan pada Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran dalam keadaan seimbang apabila
X + CI = M + CO atau
X + CI – M – CO = 0
X – M + CI – CO = 0
X = Ekspor
Universitas Sumatera Utara
86
M = Impor
CI = Capital Inflow
CO = Capital Outflow
Apabila CO – CI = NFC (Net Inflow of Capital), maka neraca pembayaran dalam
keadaan seimbang:
X – M + NFC = 0
(X – M) = Ekspor Netto
X – M + NFC = 0. maka kurva LM pada perekonomian tertutup sama dengan
kurva LM pada perekonomian terbuka.
Bila neraca pembayaran dalam keadaan defisit (X-M + NFC < 0) maka kurva LM
dalam ekonomi terbuka ada di sebelah kiri kurva LM dalam perekonomian
tertutup, karena defisit pada neraca pembayaran akan mengurangi jumlah uang
beredar.
Bila neraca pembayaran dalam keadaan surplus (X-M + NFC > 0), maka kurva
LM ada di sebelah kanan kurva LM dalam ekonomi tertutup, karena surplus pada
neraca pembayaran menambah jumlah uang dalam peredaran. Seperti yang
digambarkan kurva di bawah ini :
i LM2
LM1(TERBUKA=TERTUTUP)
LM3
Universitas Sumatera Utara
87
0 Y
Gambar 2.7. Kurva Neraca Pembayaran
2.2. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan referensi
penulis adalah sebagai berikut :
1. Dalam penelitiannya Teera (2000) menganalisis determinan penerimaan
pajak di Uganda, estimasi model dimana penerimaan pajak merupakan
fungsi dari pembangunan ekonomi dan struktur ekonomi.
2. Penelitian Nersiwad (2001) menyatakan bahwa pengaruh inflasi
menurunkan penerimaan pajak secara keseluruhan baik Pajak Penghasilan
maupun Pajak Pertambahan Nilai.
3. Penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa peranan ekspor di
Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB di
Indonesia.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2003) yang merupakan
penelitian ex post facto yang merupakan penelitian dari peristiwa yang
telah terjadi dan kemudian dirunut mengenai faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
88
mempengaruhi dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan selama
dasawarsa 1990-2000 diantaranya dipengaruhi baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh faktor-faktor Produk Domestik Bruto,
Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar di
seluruh Indonesia.
5. Penelitian Evi Yulia (2004) menyatakan bahwa tingkat upah berpengaruh
positif terhadap penerimaan pajak penghasilan.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai analisis
potensi pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak
yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitian
ini ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang
signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN.
Salah satu hasil estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa Tax Base
(GDP) dan time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif
terhadap penerimaan PPh. Hasil regresi menunjukkan bahwa tax base
mempunyai hubungan positif terhadap penerimaan PPh dengan koefisien
sebesar 0,78 dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 1,156. ini
menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tax Base (GDP) sebesar satu persen
akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,78 persen dan penerimaan
PPn sebesar 1,156 persen.
7. Penelitian khomarul Hidayat (2006) dalam “Analisis Pengaruh Suku
Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi terhadap
Universitas Sumatera Utara
89
Penerimaan Pajak Penghasilan”, menyatakan bahwa Suku Bunga SBI
menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif terhadap Penerimaan
Pajak.
8. Lesoltho (2006) meneliti ” Faktor penentu Investasi Swasta di Boswana
periode 1976-2003” dan kesimpulannya adalah tingkat suku bunga dan
nilai tukar secara signifikan berpengaruh positif terhadap investasi swasta.
9. Penelitian Dimas Adityo (2007) menyatakan bahwa faktor ekspor-impor
berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak.
10. Penelitian, Zulfan, Murni Daulay, Iskandar Syarief (2007) mengkaji
tentang “ Analisis Determinan Perkembangan nilai Ekspor Sumatera
Utara”, dengan kesimpulan penelitiannya bahwa inflasi berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap ekspor Sumatera Utara.
11. Saefuddin (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa inflasi tahun
sebelumnya mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap
penerimaan PPN di Sumatera Utara, Pertumbuhan ekonomi mempunyai
pengaruh positif dan terbesar terhadap penerimaan PPN di sumatera Utara.
12. Penelitian Widhia Aire (2008) dalam Analisis Pengaruh Tingkat Suku
Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Inflasi terhadap Pendapatan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) menyatakan bahwa apabila tingkat bunga
meningkat akan menurunkan pendapatan PPN sedangkan jika inflasi
meningkat akan meningkatkan pendapatan PPN.
13. Wiwin Setyari, dkk (2008) dalam penelitiannya tentang “Faktor Penentu
Investasi Swasta di Indoneisa periode 1989-2005” menyimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
90
terdapat pengaruh signifikan dari variabel nilai tukar, tingkat suku bunga
terhadap investasi swasta.
14. Ni Putu Wiwin Setyari(2008) dalam penelitiannya “Determinan Investasi
di Indonesia” menyatakan bahwa Inflasi mempunyai pengaruh positif
terhadap Investasi namun tidak signifikan.
15. Josep Magnus Frimpong dan George Marbuah (2008), penelitiannya yang
berjudul “The Determinan of Private Sector Invesment in Ghana”
menyimpulkan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap Investasi
Swasta.
16. Hadi Hasana (2008) dalam Penelitiannya “Analisis yang mempengaruhi
Investasi swasta di Ja3wa tengah” menyimpulkan bahwa Tingkat Inflasi
berpengaruh positif terhadap investasi swasta di Jawa Tengah.
17. Novita Linda Sitompul (2008), dalam penelitiannya yang berjudul
“Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera
Utara” dan hasilnya menunjukkan bahwa Investasi PMDN tahun
sebelumnya dan Investasi PMA tahun sebelumnya secara parsial
berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara.
18. Dwi Tantiasi (2008) dalam penelitiannya :Analisis Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Investasi Swasta di Indonesia” menyimpulkan bahwa Suku
Bunga berpengaruh positif terhadap Investasi Swasta di Indonesia.
19. Penelitian Siregar, Khairani (2009) menganalisis “Determinan Komsumsi
Masyarakat di Indonesia”, menyimpulkan bahwa Inflasi berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
91
positif terhadap tingkat komsumsi masyarakat, konsumsi masyarakat
dikaitkan dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
20. Muhammad Nuruh Hag (2011) dalam penelitiannya “Pengaruh Inflasi,
Nilai Tukar (kurs) dan Suku Bunga Terhadap Ekspor Non Migas di
Indonesia (periode 1998-2009)” menunjukkan bahwa Suku Bunga
Investasi berpengaruh negatif terhadap ekspor non migas di Indonesia.
2.3 Kerangka Konseptual
Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variable
independen dan variable dependen. Sebelum melakukan penelitian mengenai
variable ekonomi makro yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kanwil DJP
Sumatera Utara telah dilakukan berbagai telaah yang menghubungkan variabel
varibel penelitian .
Banyak variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kanwil DJP
Sumatera Utara, maka pada penelitian ini penulis membatasi varibel yang
mempengaruhi Penerimaan Pajak (sebagai variable dependen) dipengaruhi oleh
Jumlah Wajib Pajak, Inflasi (INF), Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Upah,
Investasi, Ekspor dan PDRB, (sebagai variable independen), di mana varibel
yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
PX4X7
PX2X7
PX2X5 PX3X7 PYX7
INFLASI
(X2)
Tingkat
Bunga (X3) Invest
asi
(X5)
PDR
B(X
7)
Penerimaan
Pajak (Y)
Jumlah Wajib
Pajak(X1) PYX1
PYX2
Universitas Sumatera Utara
92
PX3X5 PX5X7 PYX5
PX6X5 PX6X7
PX4X5
PX3X6 PYX6
PX4X6
PX2X6
PYX3
PYX4
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Pada penelitian ini, penulis menjelaskan variable-variabel yang saling
mempengaruhi dalam bentuk kerangka konseptual seperti dalam gambar 2.3.
Dalam konsep pertama, Penerimaan Pajak merupakan variabel Y yang disebut
sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Jumlah WP sebagai variabel X1,
Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai variable X3, Tingkat
Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel X5, Ekspor Neto sebagai
variabel X6, dan PDRB sebagai variabel X7 yang merupakan variabel independen
atau variabel bebas. Dimana variabel eksogenus (X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7)
mempengaruhi penerimaan Pajak sebagai variabel dependen (Y).
Konsep kedua, Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai
variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4 sebagai variable independen
mempengaruhi Investasi sebagai variabel X5..
Konsep ketiga, Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga sebagai
variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel X5
sebagai variable independen mempengaruhi Ekspor Neto sebagai variabel X6.
Tingkat
Upah (X4)
Expor
t
Net(X6
)
Universitas Sumatera Utara
93
. Konsep keempat Inflasi sebagai variabel X2, Tingkat Suku Bunga
sebagai variable X3, Tingkat Upah sebagai variabel X4, Investasi sebagai variabel
X5, Ekspor Neto sebagai variabel X6, sebagai variable independen mempengaruhi
PDRB sebagai variabel X7..
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang
sebenarnya yang kebenarannya harus diuji. Berdasarkan permasalahan di atas
maka sebagai jawaban sementara peneliti membuat hipotesa sebagai berikut:
5. Jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Penerimaan Pajak,
Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah,
Investasi, Net Ekspor, PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan
pajak Kanwil Direktorat Jenderal Pajak di Sumatera Utara
6. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah
berpengaruh positif terhadap Investasi PMDN di Sumatera Utara
7. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif, Tingkat Upah dan
Investasi berpengaruh positif terhadap Net Ekspor di Sumatera Utara
8. Inflasi dan Tingkat Suku Bunga, berpengaruh negatif, Tingkat Upah,
Investasi dan Net Ekspor berpengaruh terhadap PDRB di Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara