3. bab ii - walisongo repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_bab2.pdf · 3 rachmat...

33
17 BAB II AKAD MUSYARAKAH DALAM ISLAM DAN PRAKTEKNYA Di PERBANKAN SYARIAH A. Akad dalam Islam 1. Definisi Akad Perjanjian atau kontrak dalam istilah hukum Islam biasa disebut dengan “akad”. Kata aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. 1 Secara etimologi, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi. Semua perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak bileh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari’at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh seseorang. 2 Ikhwan Abidin Basri dalam artikelya yang berjudul, “Teori Akad Dalam Muamalah” memberikan definisi akad sebagai berikut: Akad adalah ikatan antara ijab dan Qobul yang diselenggarakan menurut ketentuan syariah dimana terjadi konsekwensi hukum atas sesuatu yang karenanya akan diselenggarakan.Ijab adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang memiliki barang. Qobul adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang tersebut kepadanya. Sementara dalam terminologi ulama fiqih akad dapat ditinjau dari dua sisi yakni umum dan khusus. 3 Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama syafi’iyyah, Malikiyah dan Hanafiyah yaitu segala 1 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam, Jakarta : Sinar Grafika Offset, hal 15 2 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal 101 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43.

Upload: lambao

Post on 07-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

17

BAB II

AKAD MUSYARAKAH DALAM ISLAM DAN PRAKTEKNYA Di PERB ANKAN

SYARIAH

A. Akad dalam Islam

1. Definisi Akad

Perjanjian atau kontrak dalam istilah hukum Islam biasa disebut dengan “akad”. Kata

aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat.1 Secara etimologi, akad berarti

ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari

satu segi maupun dari dua segi. Semua perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih, tidak bileh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari’at. Tidak boleh

ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkan dan

kesepakatan untuk membunuh seseorang.2 Ikhwan Abidin Basri dalam artikelya yang

berjudul, “Teori Akad Dalam Muamalah” memberikan definisi akad sebagai berikut:

Akad adalah ikatan antara ijab dan Qobul yang diselenggarakan menurut ketentuan

syariah dimana terjadi konsekwensi hukum atas sesuatu yang karenanya akan

diselenggarakan.Ijab adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian

yang datang dari orang yang memiliki barang. Qobul adalah ungkapan atau ucapan atau

sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang akan dipindahkan

kepemilikan barang tersebut kepadanya.

Sementara dalam terminologi ulama fiqih akad dapat ditinjau dari dua sisi yakni umum

dan khusus.3

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan akad dari segi

bahasa menurut pendapat ulama syafi’iyyah, Malikiyah dan Hanafiyah yaitu segala

1 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam, Jakarta : Sinar Grafika Offset,

hal 15 2 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal 101

3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43.

Page 2: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

18

sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf,

talak, pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua

orang seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai.4 Sementara pengertian akad dalam arti

khusus perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang

berdampak pada objeknya. Menurut ulama Mazhab az-Zahiri semua syarat yang telah

disepakati oleh kedua belah pihak yang berakad, apabila tidak sesuai dengan Al-Qur’an

dan Sunnah adalah batal. Sedangkan menurut Jumhur ulama fiqih, pada dasarnya pihak-

pihak yang berakad itu mempunyai kebebasan untuk menentukan syarat-syarat tersendiri

dalam suatu akad. Namun, hendaknya diingat, bahwa kebebasan menentukan syarat-

syarat dalam akad tersebut, ada yang bersifat mutlak, tanpa batas selama tidak ada

larangan di dalam al-Quran dan Sunnah.5

2. Rukun Akad6

Menurut Jumhur (Mayoritas) fuqaha, rukum akad terdiri dari :

a. Pernyataan untuk mengikatkan diri (Sighah al-aqd)

b. Pihak-pihak yang berakad

c. Obyek akad

Ulama mazhab Hanafi berpendapat, bahwa rukun akad itu hana satu yaitu

sighah al-aqd, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad, tidak

termasuk rukun akad, tetapi syarat akad.

Sighah al-aqd merupakan rukun akad yang terpenting, karena melalui akad

inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad (transaksi). Sighah

al-aqd dinyatakan melalui ijab dan Kabul, dengan suatu ketentuan :

a. Tujuan akad itu harus jelas dan dapat dipahami

4 Ibid., hlm. 44.

5 M.Ali Hasan, op.cit, hal 109

6 Ibid, hal 103-105

Page 3: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

19

b. Antara ijab dan Kabul harus kesesuaian

c. Pernyataan ijab dan Kabul itu harus sesuai dengan kehendak masing-masing,

dan tidak boleh ada yang meragukan.

Ijab Kabul dapat dalam bentuk perkataan, perbuatan, isyarat dan tulisan

(biasanya transaksi yang besar nilainya). Namun, semua bentuk ijab dan Kabul

itu mempunyai nilai kekuatan yang sama.

Contoh Ijab dan Kabul dalam perbuatan adalah seperti yang terjadi di pasar

swalayan. Seseorang mengambil barang, sesudah membayar harganya kepada

kasir sesuai dengan harga yang tercantum pada barang tersebut. Kehendak

pembeli dan penjual sudah terpenuhi. Cara semacam inilah sekarang banyak kita

temukan dalam dunia dagang pada saat ini.

Ulama Mazhab Syafi’I dalam qaul qadim (pendapat ulama) tidak

membenarkan akad seperti ini, karena kedua belah pihak harus menuayatakan

secara jelas mengenai ijab dan Kabul itu. Demikian mazhab az-Zahiri dan Syiah

tidak membenarkannya. Namun Jumhur ulama fiqh, termasuk Mazhab Syafi’I

generasi belakangan seperti Imam Nawawi, membolehkan jual beli seperti ini,

karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat sebagian besar umat

islam.

Dengan demikian, adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang

membawa maslahat, dapat dibenarkan sebagai landasan dalam menetapkan suatu

hukum.

Page 4: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

20

3. Syarat Umum Suatu Akad 7

Para ulama fiqh menetapkan, ada beberapa syarat umum yang arus dipenuhi

dalam suatu akad, disamping setiap akad juga mempunyai syarat-syarat khusus.

Syarat-syarat umum suatu akad adalah :

a. Pihak-pihak yang melakukan akad dipandang mampu bertindak menurut

hokum (mukallaf). Apabila belum mampu, harus dilakukan oleh walinya.

Oleh sebab itu, suatu akad yang dilakukan oleh orang yang kurang waras

(gila) atau anak kecil yang belum mukallaf secara langsung, hukumnya tidak

sah

b. Obyek Akad, diakui syara’. Obyek akad harus memenuhi syarat :

1) Berbentuk harta

2) Dimiliki seseorang

3) Bernilai harta menurut syara’

Dengan demilian, yang tidak bernilai harta menurut syara’ tidak sah

seperti khamar (minuman keras).

Dengan demikian, yang tidak bernilai harta menurut syarat tidak sah

seperti khamar (minuman keras).

Disamping itu, Jumhur fukaha selain ulama Mazhab Hanafi mengatakan,

bahwa barang najis seperti anjing, babi, bangkai, dan darah tidak boleh

dijadikan obyek akad, karena barang najis tidak bernilai menurut syara.

Menurut mustafa az-Zarqa harta waqaf pun tidak dapat dijadikan

sebagai obyek akad. Sebab harta wakaf bukanlah hak milik yang dapat

diperjualbelikan. Harta wakaf adalah hak milik bersama kaum muslimin,

bukan milik pribadi seseorang. Dengan demikian, harta wakaf sebagai obyek

7 Ibid, hal 105-108

Page 5: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

21

jual beli tidak sah. Lain halnya menurut Mustafa az-Zarqa’ sewa menyewa

harta wakaf diperbolehkan,karena harta wakaf itu tidak berpindah tangan

secara penuh kepada pihak penyewa.

Obyek akad juga harus ada dan dapat diserahkan ketika berlangsung

akad,karena memperjualbelikan sesuatu yang belum ada dan tidak mampu

diserahkan hukumnya tidak sah. Contohnya seperti menjual padi yang belum

berbuah, menjual janin yang masih dalam kandungan

Menurut fukaha, ketentuan diatas tidak berlaku terhadap ‘aqd salam

(indent), istishna’ (pesanan barang), dan musaaqah (transaksi antara pemilik

kebun dan pengolahnya). Pengecualiaan ini dibenarkan atas dasar,bahwa

akad- akad semacam itu dibutuhkan masyarakat dan telah menjadi adat

kebiasaan yang dilakukan oleh anggota masyarakat.

c. Akad itu tidak dilarang oleh nash syara’.Atas dasar ini, seorang wali

(pemelihara anak kecil), tidak dibenarkan menghibahkan harta anak kecil

tersebut. Seharusnya harta anak kecil itu dikembangkan , dipelihara, dan

tidak diserahkan kepada seseorang tanpa ada imbalan (hibah). Apabila terjadi

akad, maka akad itu akan batal menurut syara’.

d. Akad yang dilakukan itu mememunuhi syarat- syarat khusus dengan akad

yang bersangkutan, disamping harus memenuhi syarat-syarat umum. Syarat-

syarat khusus, umpamanya: syarat jual- beli berbeda dengan syarat sewa

menyewa dan gadai.

e. Akad itu bermanfaat.

f. Ijab tetap utuh smpai terjadi kabul.

g. Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu suatu keadaan yang

menggambarkan proses suatu transaksi.

Page 6: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

22

4. Kemerdekaan mengemukakan syarat dalam akad8

Para ulama fiqh menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan

syaratnya mempunyai kekuatan mengikat terhadap para pihak yang berakad.

Setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada suatu akad dan

wajib dipenuhi segala akibat hukum yang ditimbulkan akad itu.

Ulama Hanafiah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa setiap orang yang

melakukan akad bebas untuk mengemukakan dan menentukan syarat, selama

syarat itu tidak bertentangan dengan kehendak syara’ dan tidak bertentangan pula

dengan hakikat akad. Sedangkan menurut ulama Hanabilah dan malikiyah, pihak-

pihak yang berakad bebas mengemukakan persyaratan dalan suatu akad selama

syarat-syarat itu bermanfaat bagi kedua belah pihak.

5. Berakhirnya akad 9

Para ulama menyatakan suatu akad dapat berakhir apabila;

a. Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut memiliki

tenggang waktu.

b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak

mengikat.

c. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dianggap berakhir jika :

1) jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan, salah

satu rukun atau syarat tidak terpenuhi.

2) Berlakunya Khiyar

3) Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak

4) Tercapainya tujuan akad itu secara sempurna

8 Nasrun Harun, Op. cit h 105-106

9 M. Ali Hasan, Op. cit h 108-109

Page 7: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

23

d. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia untuk akad-akad tertentu

misalnya: sewa-menyewa, ar-rahn, al-wakalah, al-kafalah.

B. Musyarakah Dalam Islam

1. Pengertian Musyarakah

Musyarakah merupakan salah satu bagian dari akad yang ada dalam tradisi

fikih muamalah.

Musyarakah atau syirkah menurut bahasa berarti �ط ا��◌ yang artinya campur

atau percampuran. Maksud percampuran disini ialah mencampurkan hartanya dengan

harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.10

Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat ulama’ fiqh yang memberikan definisi

syirkah, yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Sayyid Sabiq, dari kalangan ulama Hanafiah yang dimaksud dengan

syirkah adalah:

�� ��� ا�����ر��� �� رأس ا���ل � �� وا� “akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.11

b. Menurut Muhammad Al-syarbini al-khatib, dari kalangan ulama Syafi’iyah

dan Hambilah yang dimaksud dengan syirkah ialah:

�#ع ا�-, �� *�ء '%&��� ◌ %$#ت �34 12/ ا�� 5�6� “Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.12

c. Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua

orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan

menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya

10 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, hal.125 11 Ibid 12

Muhammad Munir bin Abdah, Al ittihafat al Saniyah,1367, bi al ahadisal Qudsiyah,Juz I, Dar.Ibm katsir Dimasqi :Beirut,h.86

Page 8: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

24

diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.13 Secara tidak

langsung perserikatan dapat menimbulkan rasa kesetia kawanan dan dapat

memperdalam rasa Ukhuwah Islamiyyah, serta dapat mempererat hubungan antara

seseorang dengan orang lain, seperti yang tersirat dalam firman Allah SWT dalam

QS. Al Maidah : 2

������������ ���� ��������� ������������� � ���� ����������

���� ����� �� !"#��$%������� & ���'�(����� )*�� � ("�� )*��

%,-%⌧) �/���-���� 01! Artinya : ’’Dan tolong - menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong - menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. ( QS. Al Maidah : 2 ).14

d. Dr. M. Nejatullah Siddiqi mendefinisikan syirkah sebagai keikutsertaan dua orang

atau lebih dalan suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan

berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan

pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang ditentukan.15

e. H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis mendefinisikan syirkah

secara harfiah mempunyai arti penggabungan atau percampuran. Secara

istilah adalah perjanjian kesepakatan bersama antara beberapa pemilik modal

untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, yang biasanya berjangka

panjang dan juga resiko kerugian ataupun keuntungan dibagi secara berimbang

sesuai dengan penyertaan modalnya.16

Setelah kita membahas tentang definisi syirkah menurut para ulama’ kiranya

dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah akad antara orang-orang

yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Adapun keuntungan ditentukan

13 Ibid, hal 126-127 14 Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Solo, CV. Pustaka Mantiq, 1997, hlm. 122 15 M. Nejatullah Siddiqie, Partnership and Profit Sharing in Islamic Law, Terj. Fakhriyah Mumtihani, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, Jakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 8. 16

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op.cit, hal 74

Page 9: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

25

sesuai dengan kesepakatan bersama diawal dan kerugian ditanggung secara

proporsional sampai batas modal masing-masing.

1. Landasan Hukum Musyarakah

a. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman dalam QS An Nisa’ : 12

& "�2�3 ��4����6 ���786�9 :-; <-�#�= $�>�3 ?@*�6��'A �B

-CDEF��� & G:-; -%�I <JKL-M�� &NOP��, *�JQS ��9 TB�V ��WX⌧Y

��Z*��[�; & \JKL-M�� ]:-^; _*�� � `*���� �V�D�b [�V�Dc 0d1!

Artinya : “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang di buat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi madhorot (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Penyantun” 17

Dan juga dalam QS. Shaad : 24

("���� �\�X-e⌧G ]:-^; -@*��f�D,�g�� Z�Wi�L��

WjQl⌫�I & ���� no�I p��� �B-)*�� ����\�;��@

���D-☺���� -�P��DPrs��� uL�D��� �(; Wjv � w:��� Vx���V �☺y��9 �cP(7���3 �X⌧z���{���3 x�c�I�Z KX]�� �7-G��Z

]/����9�� 01! Artinya : …Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."18 Kedua ayat di atas menunjukan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan

adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam QS. An Nisa 12

perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr) karena waris, sedangkan dalam QS

Shaad:24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari), 19

b. Dalam Hadis dinyatakan sebagai berikut :

17

Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Solo, CV. Pustaka Mantiq, 1997, hlm 117 18

Ibid, h.735-736 19

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001, h. 91

Page 10: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

26

ا �% �H�G ا�� �E ��F7��C7 D ا�A ھ�� A �B$> ��ذا �� ا�� ھ 7 ة ر�=> ;: ان هللا 7�#ل

�� ا�� ھ 7 ة .��1&�� �E I2 �ن D� �-�رواه ا�# داود وا ) ( Artinya: ”Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.’” (HR. Abu Daud dan Hakim dari Abi Hurairah).20 Hadis ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha,

maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah- Nya, selama tidak ada teman

yang mengkhianatinya. Perkongsian akan jatuh nilainya jika terjadi

penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa

dalam berkongsi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk

berkhianat terhadap sesama anggotanya. Di samping itu masih banyak hadits yang

lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini

sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa Rasulullah telah memebrikan ketetapan kepada mereka.

Berdasarkan keterangan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah tersebut diatas pada

prinsipnya seluruh Fuqaha’ sepakat menetapkan bahwa hukum syirkah adalah

mubah, meskipun mereka meperselisihkan keabsahan hukum beberapa jenis

syirkah.

c. Ijma’

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni yang dikutip oleh Muhammad

Syafi'i Antonio dalam bukunya Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik, telah berkata:

"Kaum muslimin telah berkonsesus terhadap legitimasi musyarokah secara global

walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya.21

2. Syarat dan Rukun Musyarakah

20 TM. Hasbi As-Sidiqqy, Koleksi Hadits-Hadits Hukum 7, Semarang: PT. Petrajaya Mitrajaya, 2001, hlm. 175 21 Muhammad Syafi'i Antonio, loc.cit.

Page 11: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

27

Para ulama’ memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut ulama’

Hanafiyah rukun syirkah adalah ijab (ungkapan penawaran melakukan perserikatan)

dan qabul (ungkapan penerimaan perserikatan ). Adapun mengenai dua orang yang

berakad dan harta berada diluar pembahasan akad seperti dalam akad jual beli.

Dan Jumhur ulama’ menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal yang

harus dilakukan dalam syirkah.

a. Adapun rukun syirkah menurut para ulama’ meliputi :

1) Sighat (Ijab dan Qabul)

Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkah tergantung pada sesuatu yang

di transaksikan dan juga kalimat akad hendaklah mengandung arti izin buat

membelanjakan barang syirkah dari peseronya.22

2) Al ‘Aqidain (subjek perikatan)

Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu :

a) Orang yang berakal

b) Baligh

c) Merdeka atau tidak dalam paksaan

Disyaratkan pula bahwa seorang mitra diharuskan berkompeten dalam

memberikan atau memberikan kekuasaan perwakilan, dikarenakan dalam

musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan.23

3) Mahallul Aqd (objek perikatan)

Objek perikatan bisa dilihat meliputi modal maupun kerjanya. Mengenai

modal yang disertakan dalam suatu perserikatan hendaklah berupa :

a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang

nilainya sama.

22

Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung,: Sinar Baru, 1992, hlm. 297. 23 Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta, Djambatan, 2001, hlm. 182.

Page 12: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

28

b) Modal yang dapat terdiri dari aset perdagangan.

c) Modal yang disertakan oleh masing-masing pesero dijadikan satu,

yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari

mana asal-usul modal itu.24

b. Adapun mengenai syarat-syarat syirkah menurut Hanafiah dibagi menjadi

empat bagian yaitu :25

1) Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta

maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu :

a) Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat

diterima sebagai perwakilan,

b) Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan

harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah,

sepertiga dan yang lainnya.

2) Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat

dua perkara yang harus dipenuhi yaitu :

a) Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat

pembayaran, sperti Junaih, Riyal, Rupiah.

b) Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah

dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.

3) Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam

mufawadhah disyaratkan :

a) Modal dalam syirkah mufawadhah harus sama,

b) Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah,

24

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op.cit, hal 76 25

Muhammad Ridwan, Kontruksi Bank Syari’ah Indonesia, Yogyakarta : Pustaka SM, 2007, hal 127-128

Page 13: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

29

c) Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni

pada semua macam jual beli atau perdagangan.

Menurut Malikiah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang

melakukan akad ialah, merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).

Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah

syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.

c. Adapun syarat-syarat syirkah menurut Idris Ahmad adalah sebagai berikut :

1) Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota

serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta serikat.

2) Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka

adalah wakil dari yang lain.

3) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing,

baik berupa mata uang maupun bentuk yang lain.26

Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 mengatur mengenai pembiayaan

musyarakah dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:.27

a) Ijab Kabul

Ijab Kabul yang dinyatakan oleh para pihak harus memperhatikan

hal-hal berikut ini :

(1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan

tujuan kontrak (akad).

(2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

(3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

b) Subjek Hukum 26

Ibid. hlm.128 27 Himpunan Undang-undang & peraturan pemerintah tentang Ekonomi Syariah dilengkapi 44 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang Produk Perbankan Syariah, Yogyakarta : Pustaka Zaedny, 2009, hal 154-156

Page 14: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

30

Para pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan

hal-hal berikut ini :

(1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan

perwakilan.

(2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap

mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

(3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah

dalam proses bisnis normal.

(4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk

mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi

wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan

memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan

kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

(5) Seorang mitra tidak diijinkan untuk mencairkan atau

menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

c) Obyek akad

Objek akad pada musyarakah terdiri dari modal, kerja,

keuntungan dan kerugian. Masing-masing ditentukan hal-hal sebagai

berikut ini :

(1) Modal

(a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau

yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset

perdagangan, seperti barang-barang, property, dan

sebagainya. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih

dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

Page 15: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

31

(b) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,

menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah

kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.

(c) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada

jaminan, namun untuk menghindari terjadinya

penyimpangan, Bank (LKS) dapat meminta jaminan.

(2) Kerja

(a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar

pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja

bukanlah merupakan syarat. Seseorang mitra boleh

melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan

dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan

tambahan bagi dirinya.

(b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas

nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-

masing data organisasi kerja harus dijelaskan dalam

kontrak.

(3) Keuntungan

Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk

menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi

keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.

(a) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara

proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada

jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi

seorang mitra.

Page 16: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

32

(b) Seorang mitra boleh mengusulkan, bahwa jika keuntungan

melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentasi itu

diberikan kepadanya.

(c) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas

dalam akad.

(d) Kerugian

Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara

proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

d) Biaya Operasional dan persengketaan

(1) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

(2) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak terjadi

kesepakatan melalui musyawarah.

3. Manfaat Musyarakah

Salah satu prinsip bagi hasil yang banyak di pakai dalam perbankan syari’ah

adalah musyarakah. Dimana musyarakah biasanya diaplikasikan untuk

pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank secara bersama-sama menyediakan

dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah

mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk

bank.

Adapun manfaat dari pembiayaan Musyarakah yaitu meliputi .28

a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat

keuntungan usaha nasabah meningkat

28Muhammad Syafi'i Antonio. op.cit. h. 93-94

Page 17: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

33

b. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan Cash Flow atau

Arus Kas Usaha Nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

c. Bank akan lebih selektif dan hati-hati ( prudent ) mencari usaha yang

benar-benar halal, aman dan menguntungkan.

d. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan

prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih pembiayaan (nasabah) satu

jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,

bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Adapun resiko yang terjadi dalam pembiayaan Musyarakah, relative tinggi :

1) Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam

kontrak.

2) Nasabah sering Lalai dalam usaha dan melakukan kesalahan yang

disengaja guna kepentingan diri sendiri..

3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur dan

pihak lembaga keuangan sulit untuk memperoleh data sebenarnya.

4. Macam-Macam Musyarakah

Ulama’ fiqh membagi syirkah dalam dua bentuk yaitu :29

a. Syirkah Amlak ( milik)

Syirkah Amlak ialah : persekutuan antara dua orang atau lebih untuk

memiliki harta bersama tanpa melalui akad syirkah.

Syirkah dalam kategori ini terbagi menjadi dua bentuk yaitu :

1) Syirkah Ikhtiyariyah

Ialah : Syirkah yang terjadi atas perbuatan dan kehendak pihak-pihak yang

berserikat.

2) Syirkah Ijbariyah

29

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, hal 167-168

Page 18: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

34

Ialah : Syirkah yang terjadi tanpa keinginan para pihak yang bersangkutan,

seperti persekutuan ahli waris.

b. Syirkah Uqud ( akad )

Syirkah Uqud ialah : persekutuan antara dua orang atau lebih untuk

mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungan.30

Mengenai pembagian Syirkah Uqud ini para Ulama’ Fiqh berbeda

pendapat.

1) Ulama’ Madzhab Hambali membaginya dalam lima bentuk yaitu :

Syirkah Inan, Mufawadhah, Abdan, Wujuh, dan Mudharabah.

2) Ulama’ Madzhab Maliki membaginya menjadi empat yaitu: Syirkah Inan,

Mufawadhah, Abdan dan Mudharabah.

3) Ulama’ Madzhab Syafi’i hanya membenarkan syirkah inan dan

Mudharabah

4) Ulama’ Madzhab Hanafi membaginya menjadi tiga yaitu :

a) Syirkah Al-Amwal ( perserikatan dalam modal atau harta).

b) Syirkah Al-A’mal ( perserikatan dalam kerja ).

c) Syirkah Al-Wujuh ( perserikatan tanpa modal ).

Berikut ini adalah pengertian umum tentang macam-macam Syirkah

Uqud :31

(1) Syirkah Al-amwal

Yaitu : persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih dalam usaha

tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi

keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan.

(2) Syirkah Al-A’mal atau Syirkah Abdan

30

Ibid 31 Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 194-195.

Page 19: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

35

Yaitu : Persekutuan dua pihak pekerja atau lebih untuk mengerjakan

suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai

dengan kesepakatan mereka.

(3) Syirkah Al-Wujuh

Yaitu : Persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk melakukan

kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak

menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan

kepercayaan pihak ketiga.

(4) Syirkah Al-Inan

Yaitu : Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama baik dalam hal modal,

pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.

(5) Syirkah Al-Mufawadhah

Yaitu : Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak

yang terlibat didalamnya adalah sama, baik dalam hal modal,

pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.

(6) Syirkah Al-Mudharabah

Yaitu : Persekutuan antara pihak pemilik modal dengan pihak yang

ahli dalam berdagang atau pengusaha, dimana pihak pemodal

menyediakan seluruh modal kerja.

Dengan kata lain perserikatan antara modal pada satu pihak,

dan pekerjaan pada pihak lain. Keuntungan dibagi berdasarkan

kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak pemodal.

Page 20: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

36

5. Pembagian Keuntungan dalam Musyarakah

Seperti yang telah kita ketahui, keuntungan akan dibagi di kalangan rekanan

dalam usaha berdasarkan bagian-bagian yang telah mereka tetapkan sebelumnya.

Bagian keuntungan setiap pihak harus ditetapkan sesuai bagian atau prosentasi.

Tidak ada jumlah pasti yang diterima oleh keempat ulama fiqh islam untuk

perjanjian mudharabah. Juga adanya kesepakatan yang menunjukan bahwa tidak

ada jumlah yang pasti yang dapat ditetapkan bagi pihak manapun baik itu dalam

syirkah maupun mudharabah. Pendapat tersebut menunjukan bahwa dalam

pembagian keuntungan , pihak-pihak dalam usaha tersebut bisa menetapkan

berapapun bagian tersebut melalui perjanjian bersama, sebagaimana yang

disepakati dalam perjanjian mudharabah, akan tetapi dalam syirkah pendapat ini

hanya didukung oleh ahli-ahli fiqh penganut mazhab hambali dan Hanafi.

Menurut para fuqaha dari mazhab Maliki dan Syafi’I, pembagian keuntungan

dalam syirkah harus mencerminkan jumlah modal yang ditanamkannya.32

Menurut para ahli fiqh pengikut Hanafi, dalam Syirkah keuntungan yang

dibagikan kepada setiap rekanan harus ditetapkan sesuai total keuntungan, bukan

berdasarkan jumlah uang tertentu. Juga wajib membagi keuntungan kepada pihak

yang memperoleh modal melalui mudharabah dan kepada pemilik modal

ditetapkan dengan suatu ukuran keuntungan yang sederhana, misalnya: seperdua,

sepertiga, atau seperempat.

Sebagaimana dalam perjanjian syirkah, ahli-ahli fiqh pengikut syafi’i dan

Maliki berpendapat bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai jumlah bagian atas

jumlah-jumlah modal yang diinvestasikan yang secara tidak langsung

32

M. Nejatullah Siddiqi, op,cit, h.18

Page 21: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

37

menunjukkan bahwa suatu jumlah uang tertentu sebagai keuntungan tidak dapat

dibagi kepada pihak manapun.

Pendapat dari pengikut Hambali sama dengan pengikut hanafi, yaitu bahwa

:’Keuntungan harus dibagikan diantara (para rekanan) sesuai ketentuan-ketentuan

yang telah ditetapkan sepanjang bentuk mudharabah atau musyarakah utu

dianggap sederhana, maka tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah tersebut.

Dan tidak boleh ditetapkan untuk menambah jumlah dirham lebih dari modal

yang diinvestasikan kepada satu pihak tertentu.

Jika ada salah satu dari kedua pihak menetapkan satu jumlah dirham tertentu

dalam syirkah atau mudharabah, maka itu tidak dapat disahkan.33

6. Berakhirnya Akad Musyarakah

Hal-hal yang menyebabkan berakhirnya suatu Akad Syirkah secara umum

yaitu:34

a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang

lainnya (mengundurkan diri).

b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian

mengelola harta) baik karena gila maupun karena alasan lainnya.

c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari

dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.

d. Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampunan, baik karena boros yang

terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang

lain.

e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas

harta yang menjadi saham syirkah.

33

Ibid, h. 20 34

Hendi Suhendi. op.cit. h. 134-135

Page 22: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

38

f. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama

syirkah.

C. Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Syariah

1. Pengertian Perbankan Syari’ah

Secara Umum Bank adalah lembaga yang memiliki tiga fungsi utama yaitu

menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman

uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan sesuai

dengan akad syari’ah telah dilakukan sejak zaman Rasululllah SAW. Praktek-praktek

seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan

untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak

zaman Rasulullah SAW. Pengertian Perbankan sendiri adalah segala sesuatu yang

menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank

Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara

dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.35 Dengan definisi itu, berarti

Perbankan Syariah meliputi Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS),

dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).36

2. Dasar Hukum Perbankan Syariah

Bank Syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui

keberadaannya di Negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif

tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya, Undang-

Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan , Undang-Undang No.10 tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, 35

Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 36 Zubaeri Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah (titik temu Hukum Islam dan Hukum Nasional), Jakarta : Rajawali Pers, 2009, h. 4

Page 23: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

39

Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah .37 Selain itu,

pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan

berkembang pada umumnya di seluruh Ibukota provinsi dan Kabupaten di Indonesia,

bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka Unit

Usaha Syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan

semacamnya).38

3. VISI dan MISI Perbankan Syariah39

a. Visi Perbankan Syariah

Perbankan Syariah memiliki visi untuk Terwujudnya sistem perbankan syariah yang

kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung

sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share-based

financing) dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong menuju

kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat.

b. Misi Perbankan Syariah

Misi perbankan syariah berdasarkan visi nya adalah:

1) melakukan kajian dan penelitian tentang kondisi, potensi serta kebutuhan

perbankan syariah secara berkesinambungan;

2) mempersiapkan konsep dan melaksanakan pengaturan dan pengawasan

berbasis risiko guna menujamin kesinambungan operasional perbankan

syariah yang sesuai dengan karakteristiknya;

37

Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h.4 38 ibid 39

Ibid.h.8

Page 24: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

40

3) mempersiapkan infrastruktur guna peningkatan efesiensi operasional

perbankan syariah;

4) mendisain kerangka entry dan exit perbankan syariah yang dapat

mendukung stabilitas perbankan.

4. Produk Umum Perbankan Syariah

Bank syariah memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit

ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit yang mengalami

kekurangan dana. Melalui bank, kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-

pihak yang memerlukan sehingga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.40

Dalam system perbankan syariah, terdapat beberapa produk yang telah

dioperasikan atau diaplikasikan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Produk-produk perbankan syariah yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan

Pengawas Syariah Nasional untuk dijalankan antara lain sebagai berikut :41

a. Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul. Atau lebih

tepatnya adalah proses seseorang dalam menjalankan suatu usaha. Secara teknis,

mudharabah adalah sebuah akad kerja sama antarpihak dimana pihak pertama (shahib

al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihal lainnya menjadi

pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah, dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama

bukan akibat kelalaian si pengelola. Namun, seandainya kerugian tersebut disebabkan

oleh kelalaian atau kecurangan pengelola. Maka si pengelola harus bertanggung jawab

40 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: EKONISIA, 2004, h. 56 41

Zainuddin Ali.op.cit.h.41

Page 25: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

41

atas kerugian yang terjadi. Dalam akad mudharabah, untuk produk pembiayaan, juga

dinamakan profit sharing.

b. Murabahah ( Pembiayaan dengan margin)

Murabahah merupakan salah satu produk perbankan syariah, baik kegiatan

usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah adalah

jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara

pihak penjial dan pembeli. Dalam kontrak murabahah penjual harus memberitahukan

harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai

tambahannya. Kontrak murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara

pemesanan, yang biasa disebut murabahah kepada pemesan pembelian.

Secara umum, nasabah pada perbankan syariah mengajukan permohonan

pembelian suatu barang, dimana barang tersebut akan dilunasi oleh pihak bank

syariah kepada penjual. Sementara itu, nasabah bank syariah melunasi pembiayaan

tersebut kepada bank syariah dengan menambah sejumlah margin kepada pihak bank

sesuai dengan kesepakatan yang terdapat pada perjanjian murabahah yang telah

disepakati sebelumnya antara nasabah dengan bank syariah. Setelah itu pihak

nasabah dapat melunasi pembiayaan tersebut, baik secara tunai maupun kredit.

c. Bai bi As-Salam

Bai bi As-Salam adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara pihak

bank dengan pihak nasabahnya, yaitu pihak bank menyediakan dana untuk pembelian

barang/asset yang dibutuhkan oleh pihak nasabah untuk mendukung usaha atau suatu

proyek. Selanjutnya, pihak nasabah akan membayar secara kredit dengan mark-up

yang didasarkan atas opportunity cost project (OCP)

d. Musyarakah

Page 26: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

42

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu. Dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan

kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan

kesepakatan. Akad jenis ini juga disebut dengan profit & loss sharing.

Dalam praktiknya, terdapat dua jenis musyarakah, yakni musyarakah

pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). musyarakah pemilikan tercipta karena

wasiat, warisan, atau kondisi lainnya yang berakibat pada pemilikan satu asset oleh

dua orang atau lebih. Dalam musyarakah jenis ini, kepemilikan dua orang atau lebih

terbagi dalam sebuah asset nyata, dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan.

Sementara musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau

lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka

sepakat berbagi keuntungan dan menanggung bersama kerugian.

e. Wadi’ah

Wadi’ah dalam tradisi fikih islam, dikenal dengan prinsip titipan atau

simpanan. Wadi’ah juga dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke

pihak lain. Dalam hal ini, baik sebagai individu maupun sebagai suatu badan hukum

yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Dapat

dikatakan bahwa sifat-sifat dari wadi’ah menjadi produk perbankan syariah berbentuk

giro yang merupakan titipan murni (yad damanah), dimana atas izin penitip dapat

digunakan oleh bank. Di samping itu, sebagai konsekuensi dari titipan murni tersebut,

apabila dari pihak pengelola uang (bank) memperoleh keuntungan, maka laba tersebut

sepenuhnya adalah milik bank. Kemudian bank atas kehendaknya sendiri tanpa

perjanjian dan understanding di muka, dapat memberikan bonus kepada para

nasabahnya.

Page 27: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

43

f. Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui bayaran upah

sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah

juga dapat diartikan lease contract dan juga hire contract. Karena itu, ijarah dalam

konteks perbankan syariah adalah suatu lease contract. Lease contract adalah suatu

lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment) baik dalam bentuk suatu

bangunan maupun barang-barang kepada salah sau nasabahnya berdasarkan

pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya.

g. Pembiayaan Istishna’42

Produk istishana’ menyerupai produk salam, tapi dalam Istishna

pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.

Skim Istishna’ dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan

manufaktur dan kontruksi.

Ketentuan umum Pembiayaan Istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan

harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah

disepakati dicantumkan dalam akad Istishna’ dan tidak boleh berubah selama

berlakunya akad. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga

setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung jawab nasabah.

h. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)43

Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai

agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa

pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank

perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran

transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah

42 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h.100 43 Ibid, h. 105

Page 28: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

44

seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang

akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka

ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima

pembayaran dari pemilik proyek.

i. Rahn (Gadai)

Tujuan akad rahn adalah untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada

bank dalam memberikan pembiayaan.

Barang siapa digadaikan wajib memenuhi kriteria:

1) Milik nasabah sendiri

2) Jenis ukuran.sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.

3) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan

dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang

yang digadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.

Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang

digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang

tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjuaalan melebihi kewajibannya,

kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hal hasil penjualan tersebut leih

kecil dari kewajibannya, maka nasabah harus menutupi kekurangannya.

j. Qardh

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya

dalam empat hal, yaitu:

1) Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan

pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan

haji. Nasabah akan melunasi sebelum keberangkatanya ke haji.

Page 29: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

45

2) Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah,

dimana nasabah diberi keluasaan untuk menarik uang tunai milik bank

melalui ATM. Nasabah akan mengembalikan sesuai waktu yang

ditentukan.

3) Sebagai pinjaman kepada pengusah kecil, dimana menurut perhitungan

bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiyaan dengan

skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.

4) Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan

fasilitas ini untuk memastikan terpenuinya kebutuhan pengurus bank.

Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan

melalui pemotongan gajinya.

k. Wakalah (Perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa

kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan tertentu, seperti transfer

uang, L/C, dan incaso .

Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus

cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak

cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah,

salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.

Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali

kegagalan karena force majure menjadi tanggung jawab nasabah.

l. Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran . Bank

dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini

Page 30: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

46

sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah.

Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.44

5. Penerapan Musyarakah dalam Sistem Perbankan Syariah

Penjelasan mengenai musyarakah sebagai salah satu produk pembiayaan

dalam bank syariah tidak berbeda jauh dengan teori-teori musyarakah dalam fiqh

klasik, baik pengertian, landasan hukumnya, prinsip-prinsipnya, macam-macam,

maupun syarat dan rukunnya. Semua Bank syari’ah juga mengadopsi prinsip-prinsip,

dan bahkan istilah-istilah teknis yang digunakan dalam fiqh klasik.

Model musyarakah sering dilaksanakan di bank syariah dalam bentuk:45

a. Pembiayaan Proyek

Musyarakah biasanya digunakan untuk membiayai proyek-proyek dimana bank

dan nasabah sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut.

Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut sebesar pokok

investasi bank ditambah dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah dan pendapatan

atau keuntungan proyek.

b. Modal Ventura

Pada lembaga khusus yang diizinkan melakukan kegiatan usaha investasi pada

perusahaan atau proyek khusus, musyarakah sering diterapkan sebagai model

modal ventura. Penanaman modal dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan

setelah selesai jangka waktunya, bank dapat menarik investasinya sekaligus atau

bertahap sesuai dengan tahapan hasil usaha.

Manfaat dari pembiayaan secara musyarakah dapat diklasifikasikan sebagai

berikut : 46

44 Ibid, h.106-107 45

Muhammad Ridwan. op.cit. h. 66 46

Ibid, h. 67

Page 31: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

47

1) Bank dapat menikmati peningkatan pendapatan seiring dengan naiknya

pendapatan nasabah atau mitra.

2) Bank tidak akan terbebani biaya dana tetap (fix cost of funds), tetapi hanya

menanggung beban biaya bagi hasil atas dana dari nasabah penyimpan

sesuai dengan pendapatan dari nasabah peminjam atau mitra musyarakah

nya. Dengan demikian bank syari’ah tidak akan mengalami kerugian

karena biaya dana (negative spread).

3) Nasabah akan merasa terbantu, karena tidak akan menanggung beban tetap.

Bagi hasil baru bisa diketahui setelah ada pendapatan usaha dan bukan

sebelum usaha dimulai. Nasabah tidak akan pernah menanggung beban

biaya diatas pendapatan usahanya.

4) Nasabah akan tetap mampu menjaga stabilitas cash flow perusahaannya,

karena pengambilan cicilan pokok disesuaikan dengan jadwal cash flow

yang disepakati bersama.

5) Nasabah akan mendapatkan konsultasi usaha dari bank, karena skema

musyarakah memungkinkan bank untuk melakukan pendampingan dan

konsultasi usaha bagi nasabah dan mitra.

6) Bank akan lebih lebih berhati-hati dalam menentukan investasinya, karena

pendapatan bank sangat dipengaruhi oleh pendapatan usaha nasabah.

7) Nasabah akan lebih mudah mendapatkan remisi jangka waktu dan beban

bagi hasilnya, karena jika usahanya merugi bank syariah tidak akan

menagih secara rigid, melainkan akan dilakukan evaluasi ulang terutama

menyangkut penyebab kerugian dan kemungkinan prospek usaha

selanjutnya.

Page 32: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

48

Namun demikian, umumnya bank syariah akan lebih berhati-hati dalam

menjalankan skema musyarakah. Kehati-hatian ini terkadang melebih dari azas

prudential banking, sehingga portofolio pembiayaan musyarakah jumlahnya lebih

sedikit dibanding dengan skema pembiayaan murabahah. Karena bank syariah akan

menghadapi resiko yang relatif lebih tinggi dibanding dengan resiko kredit pada bank

konvensional. Resiko tersebut meliputi :47

a) Terjadinya side streaming dari nasabah, yakni penerapan pembukuan ganda,

sehingga bank akan menerima pembukuan yang mencantumkan pendapatan usaha

yang lebih rendah dibanding dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi.

b) Resiko inefisiensi

Bank syari’ah akan mengerahkan tenaga yang berlebih untuk mengontrol atau

mengawasi usaha nasabahnya, bahkan bank syariah akan mengeluarkan biaya

yang lebih tinggi jika ternyata ada indikasi bahwa laporan nasabah meragukan.

Karenanya bank syariah akan melakukan audit terhadap kondisi usaha.

c) Resiko likuiditas

Pada umumnya pembiayaan musyarakah menggunakan standar cash flow usaha

yang dibiayai, sehingga sangat mungkin bank syariah akan mendapatkan angsuran

pokok sesuai dengan termin pendapatan nasabah. Belum lagi jika ternyata klien

nasabah menunda pembayarannya. Bank syariah akan turut menanggung resiko

likuiditas sebagaimana yang dialami oleh nasabah.

47 Ibid, h. 68

Page 33: 3. BAB II - Walisongo Repositoryeprints.walisongo.ac.id/1112/3/092311020_Bab2.pdf · 3 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 43. 18 ... Sebab harta

49

Skema pembiayaan musyarakah 48

48

Muhammad Syafi'i Antonio. op.cit. h. 94

Bank Syari’ah Nasabah

Bagi Hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi

modal (nisbah)

Keuntungan

Proyek Usaha