29736440 dampak kebakaran hutan dan lahan di kabupaten kampar sebaran titik api lima tahun terakhir

30
DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN KAMPAR (SEBARAN TITIK API LIMA TAHUN TERAKHIR) Disusun Oleh : AKHMAD NURDINSYAH NIM. 0910102 PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2010

Upload: foursh4red

Post on 08-Feb-2016

146 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kebahakaran Hutan

TRANSCRIPT

Page 1: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI

KABUPATEN KAMPAR (SEBARAN TITIK API LIMA TAHUN

TERAKHIR)

Disusun Oleh :

AKHMAD NURDINSYAH NIM. 0910102

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2010

Page 2: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ii

DAFTAR TABEL ………..………………………………………………….... iii

DAFTAR GAMBAR ………..…………………………………………………. iv

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

II. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

2.1. Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan ……………………. 4

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan .…. 5

2.2.1. Peranan manusia ………………………………………… .…. 6

2.2.2. Faktor alami ……………………………………………….…. 7

III. DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN

KAMPAR

3.1. Sebaran Titik Api Berdasarkan Penggunaan Lahan ..………………. 9

3.2. Sebaran Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan ..……………….. 11

3.3. Sebaran Titik Api Berdasarkan Kecamatan …………………………. 13

3.4. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Lingkungan di

Kabupaten Kampar …………………………..................................... 15

IV. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN

4.1. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan ..................………………. 18

4.2. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ..................……………… 20

4.3. Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan …………. 22

4.4. Pencegahan dan Pengendalian Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan ………….................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA …………..……………………………………………. 25

Page 3: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Penggunaan Lahan ………………………………………………………………….… 9

2. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Penguasaan Lahan ………………………………………………………………….… 11

3. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Kecamatan .…….… 13

Page 4: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik Sebaran Titik Api Berdasarkan Penggunaan Lahan .………….… 10

2. Grafik Sebaran Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan ..………….… 11

Page 5: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

I. PENDAHULUAN

Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu bentuk gangguan yang

makin sering terjadi di Indonesia ini khususnya Propinsi Riau. Kejadian

kebakaran hutan dan lahan setiap tahun cenderung semakin meningkat. Hal ini

disebabkan oleh meningkatnya kerawanan hutan dan lahan terhadap kebakaran

diantaranya karena konversi hutan alam yang masih sering dilakukan

dengan pembakaran, serta kebiasaan membakar lahan untuk

menyiapkan lahan pada musim kemarau.

Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kerugian yang sangat besar,

karena menghilangkan tegakan hutan yang bernilai ekonomis tinggi serta

hilangnya keanekaragaman hayati didalamnya. Kerusakan hutan dan lahan

akibat kebakaran telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat

signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang

berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global (global warming).

Kecenderungan tersebut saat ini sudah dimulai dengan mencairnya sebagian salju

abadi di puncak Gunung Jayawijaya dan mencairnya sebagian es di Kutub Utara,

suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-

200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar

memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025

(Bapedalda, 2008). Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan

banyak wilayah. Akibat lain dari kebakaran hutan adalah penambahan jumlah

lahan kritis, penurunan keragaman flora dan fauna, serta kerugian lain dengan

menurunnya kualitas lingkungan. Selain itu akibat buruk dari kebakaran hutan

adalah terjadinya polusi udara. Polusi yang berupa asap dapat mengganggu

aktivitas dan kesehatan masyarakat.

Seperti telah diketahui jutaan hektar hutan dan lahan di Indonesia telah

rusak akibat kebakaran hutan dan lahan dalam dua dasawarsa terakhir.

Sepanjang periode tersebut terdapat tahun tertentu dengan luas kebakaran yang

cukup besar. Data menunjukkan bahwa pada tahun 1982/1983 hutan dan lahan

yang mengalami kebakaran adalah seluas 3,6 juta ha, pada tahun 1994 seluas

Page 6: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

2

5,11 juta ha dan pada tahun 1997/1998 lebih dari 10 juta ha. Sebagian besar

hutan dan lahan tersebut terdapat di Sumatera dan Kalimantan (Saharjo dalam

Adiningsih, 2003).

Selanjutnya dikatakan, walaupun kebakaran hutan dan lahan lebih banyak

disebabkan oleh kegiatan manusia, tetapi berdasarkan pengalaman, kebakaran

menjadi lebih buruk ketika terjadi kemarau panjang atau saat El Nino muncul.

Sebaliknya, saat La Nina kebakaran hutan dan lahan menjadi menurun. Hasil

evaluasi dari citra satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric

Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer), kejadian

kebakaran hutan/lahan di Sumatera dan Kalimantan tahun 1997 dan 1998

menunjukkan, bahwa pada tahun 1997 di beberapa propinsi di Sumatera seperti

Riau, Jambi dan Sumatera Selatan dideteksi titik panas dengan jumlah lebih dari

100 titik tiap bulannya terutama pada bulan Juli sampai dengan September 1997.

Hal ini tampaknya sejalan dengan kondisi fenomena El Nino pada tahun 1997

yang mulai menguat pada bulan Juli dan hampir mencapai puncaknya pada bulan

September. Jumlah tersebut cukup besar bila dibandingkan dengan periode yang

sama pada tahun 1998 dengan jumlah kurang dari 50 titik (periode La Nina).

Saat musim kemarau panjang, kebakaran besar bisa terjadi di areal yang

luas dan sulit terjangkau. Keterbatasan sumberdaya pemadaman menjadi salah

satu kendala yang paling sering dihadapi dilapangan. Sementara itu, kesadaran

akan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan oleh pemerintah sudah

lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari

pengalokasian anggaran untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan lahan

telah dilakukan oleh semua pihak baik Pemerintah, pemerintah daerah, badan

usaha dan masyarakat, termasuk mengefektifkan perangkat hukum, namun belum

memberikan hasil yang optimal. Kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan

lahan di Kabupaten Kampar masih bersifat pemantauan lapangan terhadap data

hot spot, sehingga terkesan bahwa aksi dilakukan pada saat terjadinya kebakaran

hutan dan lahan dengan upaya pemadaman. Sosialisasi sebagai bentuk tindakan

pencegahan telah dilaksanakan, namun setiap tahun Kabupaten Kampar masih

Page 7: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

3

sebagai penghasil kabut asap. Data-data hot spot belum dijadikan sumber data

yang bisa diolah dan dipakai sebagai alat deteksi dini dalam penentuan prakiraan

kejadian kebakaran hutan dan lahan selanjutnya. Oleh karena itu kegiatan

pengendalian perlu difokuskan pada wilayah-wilayah yang sering terbakar

dengan pengkajian sebaran hot spot (titik api) di Kabupaten Kampar selama lima

tahun terakhir sebagai informasi dan alat deteksi dini, sehingga dapat terlihat

jelas trend dan prakiraan yang akan terjadi dan upaya-upaya yang harus

dilakukan pada wilayah-wilayah tersebut serta dampak yang ditimbulkan dari

kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kampar.

Page 8: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

II. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kebakaran hutan dan lahan selama musim kering dapat disebabkan atau

dipicu oleh kejadian alamiah dan oleh kecerobohan manusia. Menurut Abdullah et

al. (2002), kejadian alamiah seperti terbakarnya ranting dan daun kering secara

spontan akibat panas yang ditimbulkan oleh batu dan benda lainnya yang dapat

menyimpan dan menghantar panas, dan pelepasan gas metana (CH4) telah

diketahui dapat memicu terjadinya kebakaran. Meskipun demikian, pemicu utama

terjadinya kebakaran adalah adanya kegiatan dan atau kecerobohan manusia, yang

90-95% kejadian kebakaran dipicu oleh faktor ini.

2.1. Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk

mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan

hingga akhir zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia

mengenal dan menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar

bagi perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan,

meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa

liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja,

1997).

Kebakaran hutan dan lahan terjadi karena adanya proses penyalaan api

yang terjadi karena adanya ketersediaan unsur penyebab kebakaran hutan dan

lahan, yaitu tersedianya udara, bahan bakar dan sumber panas (nyala api).

Kebakaran hutan terjadi apabila ketiga unsur tersebut muncul bersamaan, sehingga

saling mendukung munculnya api. Sebagai gambaran ada bahan bakar dan panas

yang terjadi karena suhu yang tinggi, namun tanpa adanya udara sebagai penyulut

api, tidak mungkin terjadi kebakaran hutan. Atau apabila udara ada dan bahan

bakar memungkinkan, namun apabila suhu panas tidak mendukung, maka juga

tidak akan terjadi kebakaran. Dengan demikian upaya perlindungan harus diarahkan

supaya ketiga unsur tersebut tidak muncul bersamaan (Bapedalda, 2008).

Page 9: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

5

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa api kebakaran

hutan dan lahan akan terjadi apabila ketiga unsur tersebut ada bersama-sama. Jadi

secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

API = BAHAN BAKAR + UDARA + PANAS

Bahan bakar tersebut akan dapat terbakar tergantung dari titik bakarnya.

Titik bakar adalah suhu dimana suatu benda (bahan bakar) akan terbakar. Setiap

jenis benda atau bahan bakar memiliki titik bakar yang berbeda-beda.

Ketika api menyala pada bahan bakar alami, tiga tingkatan proses akan

terjadi. Proses pertama, periode awal berkembangnya api, yang menghasilkan

pemanasan, pengeringan dan destilasi sebagian dari bahan bakar yang berada di

depan lidah api. Proses kedua adalah proses transisi atau pembakaran gas.

Lidah api yang terlihat dalam kebakaran adalah contoh dari gas-gas yang

terbakar. Jika proses pembakaran ini tidak sempurna, maka gas-gas tersebut akan

terkondensasi yang kelihatan sebagai asap, atau cairan pada bahan bakar.

Proses ketiga yaitu periode terbakarnya arang, yang menghasilkan sisa

pembakaran sebagai abu.

Energi yang menjaga berlangsungnya proses pembakaran adalah energi panas.

Ketika ditransfer ke bahan bakar yang belum terbakar, panas ini akan menaikkan

suhu ke suatu titik di mana bahan bakar akan berubah menjadi gas, bereaksi dengan

oksigen dan menghasilkan panas, sehingga rantai pembakaran terus berlangsung.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,

apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Menurut Danny (2001),

penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah karena

aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam.

Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena

sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara, dan tumpukan

srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses

alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1 %.

Page 10: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

6

2.2.1. Peranan manusia

Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan

telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu.

Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang

lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih

dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan

pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat

yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang

baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm dan Glover, 1999).

Kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan awal 1998

kebanyakan berawal dari pembakaran yang dilakukan dengan sengaja. Menurut

Bapedalda (2008), beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan kebakaran

karena manusia adalah :

a. Konversi lahan : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari

kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan untuk pertanian, industri, pembuatan

jalan, jembatan, bangunan dan lain-lain.

b. Pembakaran vegetasi : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari

pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga api

lompat, misalnya pembukaan areal HTI dan perkebunan, penyiapan lahan oleh

masyarakat.

c. Aktivitas dalam pemanfaatan sumberdaya alam : kebakaran yang disebabkan

oleh api yang berasal dari aktivitas selama pemanfaatan sumberdaya alam.

Pembakaran semak belukar dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan

pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar, pencari ikan di dalam

hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkam api akan menimbulkan

kebakaran.

d. Pembuatan kanal-kanal/saluran-saluran di lahan gambut : saluran-saluran

ini umumnya digunakan untuk sarana transportasi kayu asil tebangan maupun

irigasi. Saluran yang tidak dilengkapi pintu kontrol air yang memadai

menyebabkan lari/lepasnya air dari lapisan gambut sehingga gambut menjadi

kering dan mudah terbakar.

Page 11: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

7

e. Penguasaan lahan, api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh

kembali hak-hak atas lahan atau bahkan menjarah lahan “tidak bertuan” yang

terletak di dekatnya.

Namun, bahan kayu biasanya sangat jarang terbakar sendiri karena

membutuhkan suhu yang tinggi untuk memicu untuk dapat terbakar.

Kebanyakan kebakaran yang terjadi di Indonesia berawal dari pembakaran yang

dilakukan oleh manusia. Hal ini ditunjukkan data sebaran hotspot pada tahun

1997 yang dikemukakan oleh Saharjo dan Husaeni (1998) yaitu 45,95 % pada

perkebunan, 24,76 % pada peladangan berpindah, 15,49 % pada hutan produksi,

8,51 % pada hutan tanaman, 4,58 % pada hutan lindung dan taman nasional dan

1,20 % pada areal transmigrasi.

2.2.2. Faktor alami

Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-

Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997

(Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan

kebakaran tersebut juga memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi

kebakaran yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh

propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non

hutan.

Cuaca dan iklim mempengaruhi kebakaran hutan dengan cara yang

berbeda tapi saling terkait. Kaitan antara cuaca dan iklim dalam mempengaruhi

kebakaran hutan dan lahan adalah (1) iklim sangat mempengaruhi jumlah total

bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran, (2) iklim menentukan seberapa

panjang dan seberapa parah episode kebakaran, (3) cuaca mengatur kadar air

bahan bakar mati, selanjutnya kemudahan terbakar (flammability), dan (4) cuaca

mempunyai pengaruh yang independen terhadap penyalaan dan penyebaran

kebakaran hutan.

Api dapat tidak terkendali dan secara liar menyebar khususnya ketika

terjadi kekeringan berkepanjangan. Kebakaran besar di hutan Indonesia selalu

berasosiasi dengan kejadian El Nino. Selama El Nino, hujan dipindahkan ke arah

Page 12: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

8

timur Indonesia ke Pasifik tengah menyebabkan kekeringan panjang dan cuaca

yang panas di Indonesia, Filipina dan bagian utara Australia.

Kekeringan yang terjadi selama El Nino juga menyebabkan sumber air

berupa kolam-kolam penampung atau sungai menjadi surut. Sumber-sumber air

yang ada sangat sulit dijangkau sehingga mempersulit upaya pemadaman

kebakaran (Saharjo, 1997). Kebanyakan kebakaran hutan besar terjadi selama

kondisi cuaca yang ekstrim dan tidak biasa, dimana hal ini sesuai dengan

perkiraan. Kekeringan berkepanjangan, disertai suhu udara yang tinggi dan

kelembaban relatif udara yang rendah, membentuk situasi bagi kebanyakan

kebakaran besar karena menurunkan kandungan kelengasan bahan bakar hutan

mencapai kondisi rendah yang ekstrim. Kondisi kebakaran yang hebat biasanya

terjadi selama panas di hari-hari terik, kondisi yang kurang baik kemudian

mengikuti. Beberapa kebakaran mencapai intensitas tertinggi pada malam hari dan

beberapa kebakaran menyebar sangat cepat bahkan ketika suhu maupun

kelembaban udara tidak ekstrim (Soemarsono, 1997).

Faktor alam yang menyebabkan kebakaran dapat dibedakan menjadi

empat yaitu : bahan bakar (ukuran bahan bakar, banyaknya bahan bakar, jenis

bahan bakar dan kadar air bahan bakar), cuaca (angin, suhu, curah hujan, keadaan

air tanah dan kelembaban relatif), waktu (kondisi kebakaran yang paling mudah

dikontrol yaitu pada waktu pukul 04.00 - 06.00 atau pukul 21.00 - 04.00) dan

topografi (kemiringan lahan, arah lereng dan medan). Keempat faktor ini

memiliki peran yang besar dalam mempercepat proses terjadinya kebakaran

Page 13: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

IV. DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN

KAMPAR

Berdasarkan pantauan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and

Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) yang

dianalisis dan di-overlay-kan secara digital dengan peta administrasi Kabupaten

Kampar, periode tahun 2004 – 2008 tercatat 1.110 hotspot (titik api). Titik api

paling tinggi yang terpantau pada tahun 2006 sebanyak 306 titik api, sedangkan

terendah yang terpantau pada tahun 2005 sebanyak 141 titik api. Pada tahun 2009

berdasarkan analisa dan pantauan titik api sampai akhir Oktober 2009 tercatat

208 titik api (hasil analisis).

4.1. Sebaran Titik Api Berdasarkan Penggunaan Lahan

Berdasarkan penggunaan lahan atau pemanfaatan ruang maka titik api

terdistribusi pada areal kebun, Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengusahaan

Hutan (HPH)/Eks HPH, dan lahan masyarakat/ areal penggunaan lainnya (APL)

(Tabel 1.).

Tabel 1. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Penggunaan Lahan di Kabupaten Kampar.

Jumlah Titik Api (Tahun) No Penggunaan Lahan

2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah

1 Kebun 71 28 44 23 23 189 2 HTI 73 41 115 31 58 318 3 HPH/ Eks HPH 28 6 11 1 2 48 4 Lahan masyarakat 101 66 136 97 155 555 Jumlah 273 141 306 152 238 1.110

Sumber : Hasil analisis, 2009

Dilihat dari Tabel 1, maka sebaran titik api banyak berada pada lahan

masyarakat/ areal penggunan lainnya (APL) sebanyak 555 titik atau sebesar

50,00 % dari totak titik api, setelah itu areal HTI sebanyak 318 titik (28,65%),

areal kebun sebanyak 189 titik (17,03%) dan areal HPH/Eks HPH sebanyak 48

(4,32%). Secara grafis sebaran titik api berdasarkan penggunaan lahan di

Kabupaten Kampar dapat dilihat dalam Gambar 1.

Page 14: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

10

Gambar 1. Grafik Sebaran Titik Api Berdasarkan Penggunaan Lahan

Dari Tabel 1 dan Gambar 1. dapat diketahui sebaran titik api tersebut

dapat secara jelas terlihat bahwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada

periode 2004-2008 banyak dilakukan pada lahan masyarakat. Hal ini disebabkan

pembukaan lahan dan persiapan lahan oleh petani/ masyarakat dengan cara

membakar merupakan cara yang murah dan cepat terutama bagi tanah yang

berkesuburan rendah.

Berkurangnya lahan pertanian produktif akibat alih fungsi lahan

mengakibatkan berkurangnya produksi pertanian terutama padi-padian di

Kabupaten Kampar. Alih fungsi penggunaan lahan yang dilakukan oleh berbagai

pihak didasarkan pada pertimbangan produktifitas ekonomi yang dapat dihasilkan

lahan. Penggunaan satu hektar lahan untuk keperluan pertanian diprakirakan akan

menghasilkan lebih kecil nilai ekonomis dibandingkan dengan penggunaan satu

hektar lahan untuk kepentingan perkebunan (Pemkab Kampar, 2008). Oleh

karena itu para pemilk lahan pertanian semusim lebih memilih dan mengubah

fungsinya menjadi lahan perkebunan. Perubahan fungsi lahan ini yang

mendorong masyarakat untuk melakukan pembakaran pada saat pembersihan

lahan perkebunannya.

Sektor perkebunan kelapa sawit lima tahun terakhir memang menjadi

sektor unggulan masyarakat di Kabupaten Kampar, dengan dukungan Pemerintah

Propinsi Riau melalui program K2i perluasan areal tanaman sawit sampai saat ini

Page 15: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

11

masih terus berlanjut, hal ini ditunjang juga oleh banyaknya berdiri pabrik

pengolahan minyak kelapa sawit. Sejalan dengan itu pola pembakaran lahan baik

untuk lahan perkebunan maupun pertanian lainnya masih terus dilakukan. Dari

hasil analisa sebaran titik api pada bulan Januari 2009 sampai Oktober 2009

terpantau titik api pada lahan masyarakat sebanyak 125 titik api atau 60,10% dari

208 titik api yang terpantau di Kabupaten Kampar, selebihnya tersebar pada areal

Kebun sebanyak 24 titik api (11,54%), areal HTI sebanyak 51 titik api (24,52%)

dan areal HPH/Eks HPH sebanyak 8 titik api (3,85%).

Pemerintah sampai saat ini belum memberikan solusi konkrit dalam

pemecahan masalah pembukaan lahan dengan sistem zero burning, karena semua

konsep pembukaan lahan tanpa bakar sampai saat ini merupakan sistem yang

sangat mahal apabila dilakukan oleh masyarakat.

4.2. Sebaran Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan

Apabila dilihat dari penguasaan lahan atau izin pemanfaatan ruang, maka

titik api tersebar pada (Tabel 2 dan Gambar 2) :

1. Areal kelola masyarakat, dan

2. Areal yang telah diberikan hak pemanfaatan ruang (HTI, Perkebunan dan

HPH/Eks HPH).

Tabel 2. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Penguasaan Lahan di Kabupaten Kampar.

Jumlah Titik Api (Tahun) No Penggunaan Lahan

2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah

1 Kelola masyarakat 101 66 136 97 155 555

2 Areal yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang

172 75 170 55 83 555

Jumlah 273 141 306 152 238 1.110 Sumber : Hasil analisis, 2009

Dilihat dari pola penguasaan lahan maka sebaran titik api berimbang pada

areal kelola masyarakat dan areal yang telah diberikan pemanfaatan ruang

(Kebun, HTI dan HPH/eks HPH).

Page 16: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

12

Dari porsi ini dapat secara jelas terlihat bahwa masyarakat dan pemilik

izin pemanfaatan ruang sama-sama berkontibusi dalam kejadian kebakaran hutan

dan lahan di Kabupaten Kampar. Pemilik izin memiliki tanggung jawab terhadap

areal kelolanya beserta dampak yang ditimbulkannya ketika izin tersebut

diberikan oleh negara.

Gambar 2. Grafik Sebaran Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan

Dari grafik pada Gambar 2 dapat diketahui, pada tahun 2004-2006 areal

yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang memiliki jumlah titik api yang

tinggi dibandingkan areal kelola masyarakat, tetapi pada tahun 2007-2008 areal

kelola masyarakat lebih mendominasi distribusi titik api dibandingan areal yang

telah diberikan izin pemanfaatan. Pada areal yang telah diberikan izin

pemanfaatan ruang, yang berkontribusi besar dalam melakukan kebakaran hutan

adalah areal HTI yakni sebanyak 318 titik api atau 68,65 % dari jumlah tutik api

pada areal yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang.

Secara umum kebakaran yang terjadi pada areal yang dibebani hak, bisa

disebabkan beberapa hal antara lain : kurangnya sarana dan prasarana kebakaran

hutan dan lahan yang dimiliki oleh pemilik hak sehingga api sulit dipadamkan

pada saat api kecil dan belum merembet ke tempat lain, kurangnya sosialisasi

kepada masyarakat sekitar areal konsesi tentang kebakaran hutan dan lahan,

Page 17: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

13

adanya tumpang tindih kepemilikan (areal sengketa terutama yang berbatasan

dengan lahan masyarakat), kurang optimalnya patroli rutin yang dilakukan

petugas perusahaan terutama pada saat musim panas, areal konsesi tidak dikelola

lagi karena telah habis masa konsesi sehingga areal tersebut terkesan tidak

bertuan (khusus areal eks HPH), dan alih fungsi sistem silvikultur (TPTI menjadi

THPB).

4.3. Sebaran Titik Api Berdasarkan Kecamatan

Sebaran titik api pada periode 2004-2008 tersebar di 20 kecamatan dalam

Kabupaten Kampar. Hal ini berarti dari semua kecamatan di Kabupaten Kampar

ditemukan titik api, meskipun menurut data tahunan pantauan titik api pada

periode 2004-2008 tidak semua kecamatan di Kabupaten Kampar terpantau titik

api. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Titik Api Periode 2004-2008 Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kampar.

Jumlah Titik Api (Tahun) No Kecamatan

2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah

1 Bangkinang 1 9 22 15 16 63 2 Bangkinang Barat - 2 2 6 2 12 3 Bangkinag Seberang 5 5 3 1 2 16 4 Gunung Sahilan 6 4 11 10 14 45 5 Kampar 8 8 8 2 1 27 6 Kampar Kiri 3 4 25 30 70 132 7 Kampar Kiri Hilir 10 10 49 20 10 99 8 Kampar Kiri Hulu 1 - - 7 13 21 9 Kampar Kiri Tengah 1 - 5 4 5 15 10 Kampar Timur 1 4 2 - 2 9 11 Kampar Utara - 1 - - - 1 12 Perhentian Raja - - 4 1 2 7 13 Rumbio Jaya - - 1 - - 1 14 Salo 1 5 18 6 8 38 15 Siak Hulu 40 6 11 4 5 66 16 Tambang 13 6 19 5 7 50 17 Tapung 33 23 35 9 14 114 18 Tapung Hilir 73 17 39 3 24 156 19 Tapung Hulu 48 35 43 4 10 140 20 XIII Koto Kampar 29 2 9 25 33 98

Jumlah 273 141 306 152 238 1.110 Sumber : Hasil analisis, 2009

Page 18: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

14

Berdasarkan data Tabel 3 diperoleh informasi sebaran titik api terbanyak

(di atas 100 titik api) pada periode 2004-2008 masing-masing di Kecamatan

Tapung Hilir sebanyak 156 titik api (14,05%), setelah itu Kecamatan Tapung

Hulu sebanyak 140 titik api (12,61%), Kecamatan Kampar Kiri sebanyak 132

titik api (11,89%), dan Kecamatan Tapung sebanyak 114 titik api (10,27%).

Besarnya kejadian kebakaran (hot spot) di Kecamatan Tapung Hilir

disebabkan adanya pembukaan lahan menjadi areal perkebunan. Menurut

Bapedalda (2008), rata-rata waktu hujan pertahun 9,43 per hari dengan curah

hujan rata-rata 136,71 mm. Sedangkan penggunaan kawasan untuk perkebunan

adalah 31.790 ha (kelapa sawit) dan 176 ha (karet) dari luas wilayah 101.356 ha.

Kecamatan Tapung Hulu memiliki potensi sebesar 12,61 % sebagai

kecamatan penghasil titik api. Dengan rata-rata waktu hujan per tahun 7,5 hari

dan curah hujan rata-rata 203,25 mm. Menurut Bapedalda (2008), kebakaran

hutan dan lahan sering terpantau di bagian utara Kecamatan Tapung Hulu yaitu

di Desa Danau Lancang, kawasan ini berada di lokasi perkebunan. Kebakaran

yang terjadi karena adanya upaya konversi lahan hutan menjadi perkebunan baik

oleh masyarakat maupun perusahaan.

Demikian juga dengan Kecamatan Kampar Kiri dan Kecamatan Tapung,

kebakaran yang terjadi sangat dipengaruhi oleh sikap masyarakat dan pengusaha

dalam pembukaan lahan untuk kegiatan perkebunan dan hutan tanaman industri

(Bapedalda, 2008).

Dari Tabel 3 diketahui, terdapat kecamatan yang menunjukan bahwa

jumlah titik api semakin tahun mengalami kenaikan yakni Kecamatan Kampar

Kiri. Hal ini bisa kita kaitkan dengan jumlah rata-rata hari hujan pertahun

sebesar 10,4 hari dan rata-rata hujan per bulan 204,7 mm. Untuk bulan basah

hanya terjadi selam 5 bulan. Kondisi ini menunjukan bahwa sebaran bulan basah

di Kecamatan Kampar Kiri sebagian besar merupakan bulan kering, selain itu di

kecamatan ini terdapat perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri

(Bapedalda, 2008).

Page 19: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

15

Hasil analisis sebaran hot spot bulan Januari sampai Oktober 2009

ditemukan Kecamatan Kampar Kiri terpantau 41 titik api, angka yang sama juga

terjadi di Kecamatan XIII Koto Kampar. Angka ini merupakan angka tertinggi

dari 208 titik api yang terpantau di Kabupaten Kampar selama periode tersebut.

Disamping terdapat kecamatan yang memiliki kejadian kebakaran (hot

spot) tertinggi, juga terdapat kecamatan yang hanya terpantau 1 titik api saja

selama periode 2004-2008 yaitu Kecamatan Rumbio Jaya dan Kecamatan

Kampar Utara. Kedua kecamatan ini memiliki luas yang wilayah yang kecil yaitu

0,7 % dari luas Kabupaten Kampar 1.128.928 ha. Apabila dikaitkan dengan

jumlah rata-rata hari hujan pertahun Kecamatan Rumbio Jaya sebesar 14,40 hari

dan rata-rata hujan per bulan 278,2 mm. Kecamatan Kampar Utara tercatat

memiliki rata-rata hari hujan pertahun sebesar 14,42 hari dan rata-rata hujan per

bulan 278,25 mm (Bapedalda, 2008). Bila dibandingkan, kedua kecamatan ini

memiliki rata-rata hari hujan dan rata-rata hujan per bulan lebih tinggi dari

kecamatan lainnya.

4.4. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Lingkungan di

Kabupaten Kampar

Menurut Saharjo (2003), kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan sangat

besar sekali baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap kehidupan

mahluk hidup lainnya. Yang paling merugikan adalah timbulnya korban akibat

keganasan api baik langsung maupun tidak langsung, serta hilangnya plasma

nutfah dan lenyapnya spesies tanaman dan binatang yang tidak mungkin kembali

lagi.

Selanjutnya, perubahan sumber daya dan fungsi lingkungan karena

adanya kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan terjadinya penurunan

produktivitas lahan, penurunan fungsi hidrologis : daya serap/tampung air

berakibat banjir, penurunan fungsi pengendalian erosi (terjadi sedimentasi),

penurunan kualitas udara dan gangguan asap, serta penurunan kualitas air.

Page 20: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

16

Menurut Pemkab Kampar (2009), terjadinya kebakaran hutan dan lahan di

Kabupaten Kampar telah menyebabkan turunnya produktivitas lahan dan

meningkatnya lahan kritis. Luas lahan kritis di Kabupaten Kampar sampai dengan

tahun 2009 adalah 35.163,48 ha. Penyebab bertambahnya lahan kritis di

Kabupaten Kampar ini akibat kebakaran hutan dan lahan, perambahan hutan, alih

fungsi hutan, serta pembukaan lahan. Masalah banjir di Kabupaten Kampar tidak

terlepas dari fakor pembukaan lahan, kebakaran hutan dan lahan pada hulu yang

menyebabkan erosi sehingga terjadi sedimentasi.

Dampak kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Kampar

secara langsung sangat dirasakan terutama oleh masyarakat yang

menggantungkan hidupnya kepada hutan, satwa liar yang dilindungi yang

kehilangan habitatnya, sektor transportasi karena terganggunya jadwal penerangan

dan juga masyarakat secara keseluruhan yang terganggu kesehatannya dengan

tingginya kasus ISPA sebagai akibat terpapar oleh polusi asap dari kebakaran

hutan dan lahan tersebut. Penderita pada daerah bencana asap meningkat sebesar

1,8 – 3,8 kali lebih besar dari jumlah penderita ISPA periode yang sama tahun-

tahun sebelumnya (Pemkab Kampar, 2009).

Selanjutnya dikatakan, dampak kebakaran hutan bukan saja

mengakibatkan gangguan pencemaran udara, tetapi juga telah menghanguskan

biodiversitas pada kawasan hutan yang terbakar. Biota yang terbakar terdiri dari

flora dan fauna. Bagi jenis flora tidak memiliki mobilitas dibanding fauna

sehingga akan langsung punah. Namun bagi fauna yang dapat menghindar dari

kebakaran juga lambat laun akan terancam punah karena rusaknya habitat hidup

dan ketiadaan sumber makanan akibat rusaknya ekosistem. Kebakaran hutan juga

dapat memicu terjadinya kebakaran lahan atau sebaliknya, apalagi Kabupaten

Kampar memiliki kawasan gambut yang cukup luas (± 119.775 Ha) yang

berpotensi tinggi untuk terbakar. Jika hal ini terjadi maka perkiraan biaya

pemulihan lahan gambut berketebalan 10 cm saja sebesar 250-260 juta per hektar.

Sementara kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan diperkirakan Rp. 20 juta

per hektar.

Page 21: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

17

Akibat tidak langsung dari kebakaran lahan gambut merupakan akibat

lanjutan (post-effect) yang dihasilkan ketika proses pemulihan hutan dan lahan

baik secara alamiah maupun buatan manusia belum mencapai titik pulih. Akibat

ini bisa terjadi selama bertahun-tahun tergantung kemampuan untuk memulihkan.

Akibat utamanya adalah terganggunya fungsi hidrologis dan pengaturan iklim.

Hilangnya vegetasi dan terbukanya hutan dan lahan menyebabkan debit aliran

permukaan dan erosi akan meningkat dalam musim hujan sehingga dapat

menyebabkan banjir. Selain itu, hilangnya vegetasi akan mengurangi penyerapan

CO2

sehingga meningkatkan efek rumah kaca dan hutan juga kehilangan fungsi

pengaturan iklimnya (Kurnain, 2008).

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, estimasi

luas kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kampar tahun 2009 yang terjadi di

kawasan gambut adalah seluas 3,5 hektar dari total estimasi luas kebakaran hutan

dan lahan 245,55 hektar.

Kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya telah memberikan dampak

negatif bagi keanekaragaman hayati. Berbagai jenis kayu endemik di Kabupaten

Kampar telah menjadi langka. Kayu Kempas (Koompassia malacanensis), kayu

Mahang (Macaranga gigonteai), Ramin (Gonystylus bancanus), dan beberapa

jenis Meranti (Shorea spp.) adalah contoh dari beberapa jenis kayu yang sudah

sulit ditemukan di Kabupaten Kampar. Selain itu, puluhan jenis kayu kurang

dikenal (lesser-known species) saat ini mungkin telah menjadi langka atau punah

sebelum diketahui secara pasti nilai/manfaat dan sifat-sifatnya (Pemkab Kampar,

2009).

Page 22: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

V. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN

Hasil analisis sebaran hot spot periode 2004-2008 memberikan informasi

bahwa daerah yang perlu mendapat perhatian serius terkait dengan kemungkinan

terjadinya kejadian kebakaran adalah lahan masyarakat, lahan yang telah

diberikan pemanfaatan ruang (Kebun, HTI dan HPH/eks HPH), dan Kecamatan

yang didalamnya terdapat areal guna usaha untuk perkebunan maupun areal

konsesi hutan tanaman industri.

5.1. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Pada lahan masyarakat, lahan yang telah diberikan pemanfaatan ruang

(Kebun, HTI dan HPH/eks HPH), dan Kecamatan yang didalamnya terdapat areal

guna usaha untuk perkebunan maupun areal konsesi hutan tanaman industri

tersebut upaya untuk melakukan pencegahan terhadap kejadian kebakaran sangat

diperlukan serta persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kejadian kebakaran

hutan dan lahan.

Menurut Saharjo (dalam Bapedalda, 2008), upaya pencegahan terhadap

kejadian kebakaran dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :

1. Pendekatan sistem informasi kebakaran

Secara konvensional sistem informasi ini dilakukan dengan pemantauan

langsung di lapangan (lokasi rawan kebakaran), penggunaan peta dan kompas

serta penggunaan kentongan di desa-desa sebagai alat untuk

menginformasikan kepada warga masyarakat tentang kemungkinan terjadinya

kebakaran hutan dan lahan.

Saat ini dengan bantuan teknologi modern (komputer, alat komunikasi,

internet, penginderaan jauh) dapat dikembangkan sistem informasi kebakaran

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebakaran seperti

kondisi bahan bakar, kondisi klimatologi dan prilaku kebakaran.

Beberapa sistem informasi kebakaran hutan dan lahan yang dikembangkan

untuk peringatan kemungkinan terjadinya kebakaran adalah dengan sistem

informasi kebakaran dan distribusi informasi terjadinya kebakaran.

Page 23: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

19

Adapun sistem informasi kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut :

1) Sistem peringatan dini

Sistem peringatan dini dikembangkan dengan menggunakan data cuaca

harian sebagai dasar untuk menghitung indeks kekeringan. Indeks

kekeringan ini menggambarkan tingkat /nilai defisiensi kelembaban tanah

dan lahan.

2) Sistem peringkat bahaya kebakaran

Berdasarkan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kemudahan

terbakarnya bahan bakar (vegetasi), kesulitan pengendalian dan faktor

klimatologis, maka telah dikembangkan sistem peringkat bahaya

kebakaran (Fire Danger Rating System).

3) Sistem pemantauan kebakaran

Metode yang digunakan dalam pemantauan titik panas adalah metode

penginderaan jauh dengan menggunakan satelit. Data titik panas dapat

dijadikan sebagai salah satu indikator tentang kemungkinan terjadinya

kebakaran, sehingga perlu dilakukan analisa, pemantauan dan terkadang

perlu dilakukan cek lapangan (ground truthing) untuk mengetahui apakah

diperlukan tindakan penanggulangan dini khususnya pada saat musim

kemarau dimana penyebaran api akan sangat cepat.

2. Pendekatan sosial ekonomi

Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dengan meningkatkan tingkat partisipasi

masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Partisipasi

masyarakat sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian

kebakaran hutan dan lahan, karena :

1) Rasio jumlah petugas yang menguasai wilayah hutan dan lahan dengan

luas wilayah yang harus dikuasainya sangat rendah.

2) Apabila masyarakat lokal memiliki kesadaran akan fungsi hutan serta tidak

ada faktor lain yang memaksanya, maka harapan agar masyarakat dapat

ikut berpartisipasi aktif untuk menjaga keamanan hutan dari bahaya

kebakaran maupun jenis kerusakan lainnya akan dapat terlaksana.

Page 24: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

20

3) Masyarakat lokal adalah salah satu unsur pembentuk sumber api yang

dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Peningkatan

partisipasi/peran serta masyarakat lokal dalam pencegahan kebakaran

hutan dan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : dorongan dan

rangsangan, insentif, kesempatan, kemampuan masyarakat dan bimbingan

kepada masyarakat.

3. Pendekatan pengelolaan lahan dan hutan

Pendekatan pengelolaan lahan berkaitan dengan kebiasaan masyarakat yang

melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan dengan cara melakukan

pembakaran. Upaya pendekatan terhadap pengelolaan lahan dan hutan

dilakukan dengan penerapan usaha pertanian masyarakat dengan pembakaran

yang terkendali. Hal ini perlu ditekannkan karena pembukaan lahan

(persiapan lahan) dengan tanpa bakar (zero burning) sangat sulit dilakukan

oleh masyarakat karena terkait dengan kebiasaan masyarakat. Sehingga

walaupun terjadi pembakaran maka yang perlu dilakukan adalah pembakaran

yang terkendali

5.2. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Strategi yang dilakukan dalam operasi kegiatan pemadaman kebakaran

hutan dan lahan di lahan masyarakat, lahan yang telah diberikan pemanfaatan

ruang (Kebun, HTI dan HPH/eks HPH), dan Kecamatan yang didalamnya

terdapat areal guna usaha untuk perkebunan maupun areal konsesi hutan tanaman

industri, sehingga pemadaman dapat berjalan dengan efektif (lancar, cepat, aman

dan tuntas) adalah penggalangan sumberdaya manusia, identifikasi dan pemetaan

sumber air, dukungan dana, sarana dan prasarana pendukung, identifikasi daerah

bebas asap, organisasi regu pemadaman kebakaran hutan dan lahan serta prosedur

standar pelaksanaan kebakaran. Secara rinci upaya dalam pengendalian kebakaran

hutan dan lahan adalah sebagai berikut (Suratmo et al. dalam Bapedalda, 2008) :

1. Penggalangan sumber daya manusia (SDM)

Penggalangan sumberdaya manusia ini melibatkan unsur-unsur masyarakat,

LSM, Instansi, dinas terkait dan lain-lain. Pembentukan Tim Pengendali

Page 25: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

21

Kebakaran (Fire Brigade) merupakan tim terdepan dalam pemadaman

kebakaran hutan dan lahan.

2. Identifikasi dan pemetaan sumber air

Identifikasi dan pemetaan sumber air (surface water dan ground water)

dilakukan pada saat musim kemarau sehingga pada saat terjadi kebakaran,

sumber-sumber air yang telah teridentifikasi diharapkan masih terisi air.

Identifikasi dan pemetaan ini hendaknya disertai dengan koordinat sehingga

mudah dalam pencariannya.

3. Dukungan dana

Dukungan dana sangat diperlukan agar kegiatan operasi pemadaman

kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dengan lancar. Dukungan dana ini

diperlukan untuk konsumsi tim pemadam kebakaran, mobilisasi masyarakat

untuk membantu pemadaman, penambahan peralatan dan pengadaan sarana

pengobatan untuk korban kebakaran hutan dan lahan.

4. Sarana dan prasarana pendukung

Sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan dalam pemadaman

kebakaran hutan dan lahan adalah :

Jaringan jalan

Menara api

Alat komunikasi

Teropong dan kompas

Alat transportasi

Mobil pemadam kebakaran

Alat berat (bulldozer, traktor)

Alat pemadam lain seperti : pemukulapi, kampak, garuk, sekop, pompa

panggung

Perlengkapan timpemadamkebakaran (baju tahan api, sepatu boat,

helm,sarung tangan, senter, golok, tempat minum)

Klinik darurat menyediakan sarana penanggulangan korban kebakaran

.

Page 26: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

22

5.3. Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada

lahan milik dapat memanfaatkan kelompok tani yang ada dalam masyarakat

sebagai salah satu tim yang melakukan pengendalian secara mandiri. Disamping

itu perlu juga dilakukan upaya pembukaan lahan tanpa melakukan pembakaran

(zero burning). Namun demikian pengendalian kebakaran hutan ini juga perlu

ada keterlibatan dari pihak pemerintah melalui tim pengendalian kebakaran hutan

dan lahan pada tingkat kabupaten (Suratmo et al. dalam Bapedalda, 2008).

Menurut Direktorat Perlidungan Hutan Dephut RI (dalam Bapedalda,

2008), satuan tugas pemadam kebakaran hutan dan lahan di kecamatan

berkedudukan di Ibukota kecamatan yang menangani kebakaran hutan di wilayah

kecamatan. Regu pemadam kebakaran hutan dan lahan tingkat desa / instansi /

HPH / HPHTI / BUMN / izin usaha (REGDAMKARHUTLA) berkedudukan di

Kantor Desa atau di tempat operasi/lapangan masimg-masing instansi/izin usaha.

Selanjutnya, setiap badan usaha/penanggung jawab lahan usaha wajib

menyiapkan perangkat/sarana/prasarana pencegahan dan penanggulangan

kebakaran hutan dan lahan yang terdiri atas :

1. Organisasi Regu Pemadam Kebakaran (RPK)

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan dan penanggulangan

kebakaran hutan dan lahan

3. Peralatan pemadaman kebakaran yang memadai

4. Menara pengawas api

5. Menyediakan embung atau sumber-sumber air untuk pemadaman

6. Peta rawan kebakaran hutan dan lahan

7. Membuat sekat bakar

8. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat disekitar HGU.

Page 27: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

23

5.4. Pencegahan dan Pengendalian Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa dampak atau

perubahan sumber daya dan fungsi lingkungan karena adanya kebakaran hutan

dan lahan adalah terjadinya penurunan produktivitas lahan, penurunan fungsi

hidrologis : daya serap/ tampung air berakibat banjir, penurunan fungsi

pengendalian erosi (terjadi sedimentasi), penurunan kualitas udara dan gangguan

asap, serta penurunan kualitas air (Saharjo, 2003).

Kegiatan pengendalian kebakaran bisa dilakukan melalui kegiatan

mitigasi, kesiagaan, dan pemadaman api. Kegiatan mitigasi bertujuan untuk

mengurangi dampak kebakaran seperti pada kesehatan dan sektor transportasi

yang disebabkan oleh asap. Beberapa kegiatan mitigasi yang dapat dilakukan

antara lain: (1) menyediakan peralatan kesehatan terutama di daerah rawan

kebakaran, (2) menyediakan dan mengaktifkan semua alat pengukur debu di

daerah rawan kebakaran, (3) memperingatkan pihak-pihak yang terkait tentang

bahaya kebakaran dan asap, (4) mengembangkan waduk-waduk air di daerah

rawan kebakaran, dan (5) membuat parit-parit api untuk mencegah meluasnya

kebakaran beserta dampaknya (Kurnain, 2008).

Selanjutnya, kesiagaan dalam pengendalian kebakaran bertujuan agar

perangkat penanggulangan kebakaran dan dampaknya berada dalam keadaan siap

digerakkan. Hal yang paling penting dalam tahap ini adalah membangun

partisipasi masyarakat di kawasan rawan kebakaran, dan ketaatan para pengusaha

terhadap ketentuan penanggulangan kebakaran. Usaha lokal untuk memadamkan

api menjadi sangat penting karena upaya di tingkat lebih tinggi memerlukan

persiapan lebih lama sehingga dikhawatirkan api sudah menyebar lebih luas

Tidak semua unsur lingkungan yang rusak akibat kebakaran dapat

dipulihkan kembali seperti sedia kala karena keterbatasan teknologi atau karena

ketidaksesuaian dengan bentuk penggunaan lahan. Namun usaha-usaha yang bisa

dilakukan dalam pencegahan dampak kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan

salah satunya dengan reboisasi dan penghijauan. Diharapkan dengan pelaksanaan

reboisasi dan penghjauan ini pada akhirnya dapat membantu upaya rehabilitasi

Page 28: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

24

lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, terutama pada lahan-lahan kritis

dan lahan yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan sebagai pengatur iklim

mikro.

Ditinjau dari sektor kesehatan, pengendalian dampak pencemaran udara

akibat kebakaran hutan dan lahan sebagaimana tertuang dalam Kepmen

Kesehatan RI No. 289/MENKES/SK/III/2003, mencakup tiga fase prosedur

yaitu :

1. Fase pra bencana kebakaran hutan, dengan melakukan monitoring terhadap

penyakit dan kualitas udara, identifikasi masalah, penyusunan rencana kerja,

pelaporan dan penyebarluasan informasi.

2. Fase bencana kebakaran hutan, adalah fase dimana mulai terjadi kebakaran

hutan dan ditandai oleh angka ISPU > 200. Kegiatan yangdilakukan pada

fase ini adalah monitoring, tindakan reaksi cepat, kemitraan, pelaporan, dan

penyebarluasan informasi tentang kualitas udara dan pengaruhnya terhadap

kesehatan masyarakat.

3. Fase pasca bencana kebakaran hutan. Fase bencana dinyatakan berakhir

apabila angka ISPU mencapai mencapai < 200 dan parameter kualitas udara

dan angka penyakit kembali pada keadaan sebelum terjadi kebakaran hutan.

Kegiatan fase ini meliputi penanganan kasus, pemulihan kualitas lingkungan,

pelaporan, monitoring dan evaluasi dan penyebarluasan informasi.

Page 29: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.J., M.R. Ibrahim, dan A.R. A. Rahuim, 2002. The Influence of

Forest Fire in Peninsular Malaysia: History, Root Causes, Prevention, and Control. Paper presented in Workshop on Prevemtion and Control of Fire in Peatland, 19-21 Maret 2002, Kuala Lumpur.

Adiningsih, E.S, 2003. Model Prediksi Dampak El Nino / La Nina untuk Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Kementerian Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Bapedalda, 2008. Manual, Prosedur, Standar dan Norma Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Kampar, Bangkinang

Danny, W., 2001. Interaksi Ekologi dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di

Hutan Propinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat Kehutanan. Bogor. 33 hal.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998. Kebakaran Hutan dan

Lahan di Indonesia, Dampak, Faktor dan Evaluasi (Jilid 1), Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup & UNDP, Jakarta.

Kurnain, A, 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut : Karakteristik dan

Penanganannya, http://lemlit.unlam.ac.id/wp-content/uploads/2008/02/ akurnain.pdf, tanggal dikunjungi 05 Januari 2009.

Pemerintah Kabupaten Kampar, 2008. Laporan Status Lingkungan Hidup

Kabupaten Kampar Tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Kampar Propinsi Riau, Bangkinang.

________, 2009. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Tahun

2009, Pemerintah Kabupaten Kampar Propinsi Riau, Bangkinang. Saharjo, H.B, 1997. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Fusii, 1 (2) : 48-

58. Saharjo dan Husaeni, 1998. East Kalimantan Burns. Wildfire 7(7):19-21. Saharjo, B.H. 2003. Kebakaran Hutan dan Lahan. Laboratorium Kebakaran Hutan

dan Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 30: 29736440 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Kampar Sebaran Titik API Lima Tahun Terakhir

26

Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran, dalam Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Diterjemahkan oleh A. Tranggono. ITB, Bandung, 139 hal.

Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia

(Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan), hal:1-14. Dalam : Pusat Studi Energi UGM (eds) Prosiding Simposium: Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta.

Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan serta Daya Tanggap

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya, hal 36-39. Dalam: Pusat Studi Energi UGM (eds) Prosiding Simposium: Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta.