270110130131_fadhli alamsyah_kwn-indonesia ditinjau dari kemandirian energi dan kemandirian pangan

20
TUGAS KE : 10 Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Kemandirian Pangan DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dosen : Drs. Achmad Sjafrudin, M.Si. Oleh: Fadhli Alamsyah 270110130131 Kelas FTG – C Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran Jatinangor

Upload: fadhli-alamsyah

Post on 28-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

TUGAS KE : 10

Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Kemandirian Pangan

DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dosen : Drs. Achmad Sjafrudin, M.Si.

Oleh:

Fadhli Alamsyah

270110130131

Kelas FTG – C

Fakultas Teknik Geologi

Universitas Padjajaran

Jatinangor

2014

Page 2: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Kemandirian Pangan”. Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Dengan penyusunan makalah ini penulis berusaha menggali tentang Indonesia Ditinjau dari Kemandirian Energi dan Kemandirian Pangan. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Jatinangor, 15 Mei 2014

i

Page 3: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pentingnya penciptaan ketahanan pangan sebagai wahana penguatan stabilitas ekonomi dan politik, jaminan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau dan menjanjikan untuk mendorong peningkatan produksi. Pemenuhan pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam pembangunan ekonomi. Permintaan pangan yang meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, mendorong percepatan produksi pangan dalam rangka terwujudnya stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, sehingga ketahanan pangan sangat terkait dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan serta daya dukung sektor pertanian.

Namun kepadatan penduduk yang diperkuat dengan penyusutan areal tanam, khususnya penurunan luas lahan pertanian produktif akibat konversi lahan untuk kepentingan sektor non-pertanian, serta kecilnya margin usaha tani yang berkonsekuensi pada rendahnya motivasi petani untuk meningkatkan produksi, serta adanya kendala dalam distribusi pangan sebagai akibat keterbatasan jangkauan jaringan sistem transportasi, ketidaktersediaan produk pangan sebagai akibat lemahnya teknologi pengawetan pangan, diperkuat lagi dengan kakunya (rigid) pola konsumsi pangan sehingga menghambat upaya pencapaian kemandirian/ketahanan pangan. Kondisi yang demikian tersebut makin memperpanjang fenomena kemiskinan dan ketahanan pangan yang dihadapi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu kondisi ketahanan pangan?2. Bagaimana kecukupan ketersediaan pangan; stabilitas ketersediaan pangan;

keterjangkauan terhadap pangan; serta kualitas pangan?3. Variabel-variabel yang menjadi indikator yang dapat menimbulkan masalah

ketahanan pangan?

C. TUJUAN

1. Mengidentifikasi kondisi ketahanan pangan .

2. Menganalisis kecukupan ketersediaan pangan; stabilitas ketersediaan pangan;

keterjangkauan terhadap pangan; serta kualitas pangan.

3. Menentukan variabel-variabel yang menjadi indikator yang dapat menimbulkan

masalah ketahanan pangan.

1

Page 4: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

BAB IIPEMBAHASAN

Semenjak dimulainya pencanangan MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), masyarakat Indonesia harus bersiap menghadapi pembangunan skala besar yang difokuskan pada beberapa sektor seperti, energi, pangan, dan infrastruktur. Pasal 1 ayat 2 Perpres No. 32 tahun 2011 menyebutkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode lima belas tahun sejak 2011 sampai 2025.

Pada bulan lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui rancangan peraturan pemerintah tentang kebijakan energi nasional (RPP KEN) disahkan menjadi PP pada Selasa(28/1/2014). Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat dapat menggunakan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Namun, tenaga nuklir hanya menjadi pilihan terakhir dalam pemanfaatan sumber daya energi nasional dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

Hal yang menjadi pertanyaan, kalau energi nuklir hanya menjadi pilihan terakhir, kapan kemandirian energi bisa terwujud? Karena untuk membangun pembangkit nuklir dibutuhkan waktu yang lama, mulai studi kelayakan sampai proses komisioning sidikitnya dibutuhkan waktu 10 sampai 20 tahun. Apakah harus menunggu energi fosil habis? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Namun, jangan sampai nanti disalahkan oleh anak cucu kita kalau sekarang kurang tepat dalam mengambil kebijakan.

Anehnya meskipun sudah ada MP3EI saat ini pengambil kebijakan terkadang tidak konsisten pada saat pelaksanaannya. Karena, pemerintah terkadang masih menggunakan teori ‘pemadam kebakaran.’ Menggunakan kebijakan ad hoc mengimpor sebagian kebutuhan energi dari luar negeri sebagai strategi jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan energinya, seperti pemenuhan listrik di perbatasan. Ini menjadi kontra produktif, karena akan menghambat kemandirian energi. Dibutuhkan kepemimpinan yang tegas, visioner dan konsisten untuk mewujudkan kemandirian energi.

Kemandirian energi akankah hanya menjadi mimpi? Karena faktanya saat ini Indonesia masih menduduki posisi yang rendah dalam hal konsumsi listrik di kawasan ASEAN, menurut World Fact Book 2013. Tingkat konsumsi listrik per kapita warga Indonesia jauh berada di bawah Malaysia, Thailand dan bahkan Vietnam, apalagi jika dibandingkan dengan Singapura dan Brunei. Tingkat konsumsi per kapita rata-rata masyarakat Indonesia per tahun sebesar 528,87kWh/tahun, angka ini lebih tinggi dibanding Filipina yang sebesar 494,34 kWh/tahun, Laos 338,58 kWh/tahun, Kamboja sebesar 117,64 kWh/tahun, dan Myanmar 69,51 kWh/tahun.

Tingkat konsumsi ini lebih rendah dibanding Vietnam 1103,59 kWh/tahun, Thailand 1965,98 kWh/tahun, Malaysia 3256,35 kWh/tahun, Singapura yang mencapai 7695,91

2

Page 5: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

kWh/tahun dan Brunei Darussalam 7771,79 kWh/tahun. Diperkirakan Vietnam akan meninggalkan jauh dari Indonesia jika nanti pada th 2016 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama beroperasi di negeri yang terkenal dengan Vietnam Rose itu.

Sementara itu tingkat produksi listrik kita berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh PLN pada Mei 2013 untuk produksi listrik tahun 2012 termasuk pembelian dari luar PLN sebesar 200.317,57 GWh atau 200,3 TWh. Nilai ini dibangkitkan oleh PLTU 36,8%; PLTGU 17,3%; PLTA 5,3%; PLTG 2,8%; PLT Panas Bumi 1,78%. Kemudian kumpulan pembangkit kecil (PLTD+PLTMG+PLT Surya dan angin) yang hanya menyumbang 1,7 % saja. PLN juga menyebutkan pertumbuhannya 9,2 % dari tahun sebelumnya. Sehingga penulis hitung secara ekstrapolasi pada tahun 2016 kebutuhan listrik kita akan membengkak menjadi sekitar 273,7 TWh. Dengan begitu pada tahun itu mustahil dipenuhi oleh pembangkit skala kecil seperti Tenaga Angin dan Surya yang didengungkan oleh sekelompok masyarakat. Pembangkit skala besar lebih ekonomis

Saatnya memikirkan solusi yang realistis dengan membangun pembangkit sekala besar. Semua opsi yang ada hendaknya dibuka saja. Hilangkan sekat-sekat ‘primordial’ kepentingan. Hanya gara-gara beda mazab energi, nuklir dan non nuklir menjadi ‘zero sum game’ akan kepentingannya masing-masing.

Semua pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan energi sekala besar hendaknya diupayakan. Negeri ini akan maju jika bisa sinergi. Para ahli energi sebaiknya jangan mempertentangkan secara diametral antara energi nuklir dan non nuklir. Ahli nuklir dapat membantu mencari sumber panas bumi untuk PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi) sekala besar, karena teknologi canggih ini dapat digunakan untuk mencari lokasi panas bumi secara optimal. Demikian juga ilmuwan nuklir hendaknya membuka dialog terus menerus terhadap yang kontra, karena memang tak terbantahkan nuklir mengandung potensi bahaya yang harus dikelola dengan baik.

Kasus Fukusima hendaknya menjadi pelajaran yang sangat berharga, meskipun sebenarnya kalau dilihat secara jernih bahwa PLTN (Pembangkit Tenaga Nuklir) Fukushima adalah PLTN generasi pertama yang pada tahun itu sudah waktunya ditutup karena usianya hampir 50 tahun. PLTN generasi pertama itu didesain tahan terhadap gempa, namun belum diantisipasi untuk tsunami. Sedangkan PLTN generasi sekarang seperti yang sedang dibangun di Vietnam, Iran dan Arab Saudi menggunakan teknologi generasi ke dua yang proven. Padahal sekarang sudah ada PLTN generasi 3 dan 4 yang jauh lebih handal dan ekonomis, hal ini sudah diterapkan di Korea Selatan dan negara maju lainnya.

Biaya pembangunan PLTN di Korea Selatan hanya sekitar 3 sen$ US/kW, sementara tarif listrik yang dijual oleh PLN nya Korea (KEPCO) sebesar 8,1sen$ US/kW. Jika tanpa nuklir tarif listrik di negeri Gingseng ini diatas 10 sen$ US/kW.

3

Page 6: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

Dengan begitu dapat diprediksi pada tahun 2020 tarif listrik tanpa nuklir akan jauh melebih dia tas 10 sen $ /kW karena harga minyak sudah melewati 200$ /bbl. Sedangkan harga batu bara diatas 150$ /ton, sedangkan harga gas diatas 10$ /MMBtu. Maka perlu kajian yang mendalam, apakah realistis nuklir diletakkan opsi paling akhir?

Berdasarkan statistik energi 2013 yang dikeluarkan oleh Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional), cadangan uranium (U3O8) kita sebesar 63.000 ton cukup untuk operasi 7 PLTN 1000MWe dengan umur operasi 40 tahun. Sedangkan cadangan Thorium sangat melimpah sebesar 121.500 ton setara dengan operasi 150 PLTN kapasitas 1000 MWe dengan umur operasi 40 tahun. Tambang Uranium dan Thorium diperkirakan jauh lebih tinggi dari angka itu, jika UU no.4/2009 tentang pertambangan diterapkan, perusahaan pertambangan wajib menggunakan smelter sehingga tidak mengekspor produk mentah. Dengan melimpahnya Uranium dan Thorium dapat digunakan untuk bahan bakar PLTN secara mandiri. Dengan begitu ke depan Indonesia bisa menikmati energi secara mandiri dan bahkan bisa menjual listrik ke kawasan ASEAN.

Kebalikan saat ini kawasan perbatasan Kalbar yang harus membeli listrik dari PLTA Malaysia. Anehnya pasokan air PLTA itu dari sungai dan hutan Indonesia. Lebih aneh lagi kabarnya negeri Jiran ini juga akan mebangun PLTN di kawasan perbatasan ini karena daerah yang bebas gempa maupun tsunami, dan boleh jadi membuka peluang pekerjaan bagi ahli nuklir dari Indonesia. Kalau ini terjadi Indonesia akan sangat ketinggalan jauh dari Malaysia dan percayalah kemandirian energi akan seperti lagu Ebit G Ade hanya menjadi sebuah mimpi diatas mimpi.

Terdapat beberapa perbedaan mengenai konsep swasembada pangan, kemandirian pangan, kedaulatan pangan, dan ketahanan pangan. Berdasarkan konsep tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:

Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan ruang lingkup wilayah nasional, sasaran utamanya adalah komoditas pangan dari produk pertanian seperti beras, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar strategi yang diterapkan dalam swasembada pangan adalah subtitusi impor dengan target yang diharapakan adalah peningkatan produksi pangan dengan sasaran petani. Sedangkan hasil target ketersediaan pangan oleh produk domestic (tidak impor).

Kemandirian pangan merupakan kondisi dinamis karena sifatnya lebih menekankan pada aspek perdangan atau komersialisasi: kemandirian lebih menuntut daya saing tinggi karena produk yang dihasilkan pada skema proporsi ekspor, sedangkan swasembada lebih tertuju pada skema subtitusi impor. Ruang lingkup dari kemandirian pangan adalah nasional/wilayah dengan sasaran komoditas pangan dengan strategi yang diterapkan adalah peningkatan daya saing atau dapat dikatakan promosi ekspor. Upaya atau harapan yang ditargetkan adalah peningkatan produksi pangan yang berdaya saing pangan sehingga hasil yang akan didapatkan ketersediaan pangan oleh produk domestic yang didapatkan dari hasil

4

Page 7: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

petani sebagai stake holder dalam negeri sedangkan impor hanya digunakan sebagai pelengkap.

Kedaulatan pangan adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat serta komunitasnya untuk menuntut dan mewujudkanhak untuk mendapatkan produksi pangan sendiri dan tindakan melawan kekuasaan perusahaan-perusahaan serta kekuatan lainnya yang merusak system produksi pangan rakyat melalui perdagangan, investasi, serta alat kebijakan lainnya. Tetapi dengan menggunakan konsep kedaulatan rakyat dalam kenyataannya (sebagai contoh di Negara India), menerapkan konsep tersebut mengakibatkan kelaparan yang bertambah buruk sebagai indikasi tindasan terhadap hak atas pangan masih, maka selama berlangsungnya World Food Summit tahun 1996, konsep kedaulatan pangan diajukan menjadi bahan perdebatan public untuk mencari alternative jalan keluar dinegara-negara yang menerapkan konsep kedaulatan pangan. Ruang lingkup dari kedaulatan pangan tidak jauh berbeda dengan swasembada pangan dan kemandirian pangan yaitu ruang lingkup secara nasional dengan sasaran petani sebagai pengelola lahan produktif dapat menghasilkan pangan yang beraneka ragam serta selain itu dengan prioritas petani maka akan dapat mengurangi alih fungsi lahan sebagai pengahasi pangan dengan adaka kebijakan terhadap ha-hak atas petani. Strategi yang diterapkan adalah pelarangan impor dengan target utama peningkatan produksi pangan dengan menekankan perlindungan pada petani sehingga menghasilkan kesejahteraan petani.

Ketahanan pangan menurut definisi FAO 1997 merupakan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi yaitu berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan social, berorientasi pada pemenuhan gizi serta ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. Dalam konsep ketahanan pangan ruangnya lingkup berdeda dengan yang lain yaitu meliputi rumah tangga dan individu. Strategi yang diterapkan dalam konsep ketahan pangan adalah peningkatan ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan. Capaian utama dalam konsep ini meliputi peningkatan status gizi (penurunan kelaparan, gizi kurang dan gizi buruk). Hasil yang diharapkan adalah manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup tinggi) pada konsep ketahanan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif. Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sitem ketahan pangan dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti yang banyak diketahui, baik secara nasional maupun globlal, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia.

Aspek-aspek ketahanan pangan terdiri dari 4 (empat) yaitu ketersediaan, akses, penyerapan pangan dan stabilitas pangan. Sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan akses, dan penyerapan pangan merupakan aspek yang harus

5

Page 8: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

terpenuhi secara utuh. Salah astu aspek tersebut tidak terpenuhi maka satu Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang cukup baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi pangannya tidak merata, maka ketahan pangan masih dikatakan rapuh. Secara rinci penjelasan mengenai subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: • Aspek Ketersediaan (Food Availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.Ketersediaan pangan per kapita yaitu ketersediaan jenis pangan yang tersedia untuk di konsumsi oleh rumah tangga, pedagang eceran, perusahaan/industri makanan jadi, rumah makan dan sejenisnya pada periode tertentu. Ketersediaan pangan mengisyaratkan adannya rata-rata pasokan pangan yang cukup tersedia setiap saat. faktor-faktor yang mempengaruhi ketersedian pangan antara lain :1. Produksi : peningkatan produksi pangan dan kualitas pangan dapat dilakukan dengan program intensifikasi budidaya dan diversifikasi pangan antara lain dengan usaha pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan yang menpunyai nilai tambah. 2. Pasokan pangan dari luar (impor)3. Cadangan pangan merupakan salah satu sumber penyediaan pangan penting bagi pemantapan ketahan pangan. Pengelolaan cadangan yang baik akan dapat menanggulangi masalah pangan seperti adanya gejolak harga yang tidak wajar, atau keadaan darurat karena adanya bencana atau paceklik yang berkepanjangan, sehingga membatasi aksesibilitas pangan masyarakat.4. Bantuan pangan5. Jumlah penduduk • Aspek Akses Pangan (Food Acces) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian atupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dari individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan social. Akses ekonomi tergantung pada, pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses social menyangkut tentang referensi pangan. Atau dapat dikatakan keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumah tangga memperoleh pangan yang dapat diukur dari pemilikan lahan. Cara memperoleh pangan juga dapat dengan memproleh produksi sendiri dan membeli. Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi Akses pangan dapat dikategorikan dalam faktor-faktor yang bersifat fisik antara lain kelancaran system distribusi, terpenuhinya sarana dan prasana transportasi sehingga tidak menimbulkan terjadinya isolasi daerah. Faktor yang bersifat ekonomi antara lain kemampuan atau peningkatan daya beli masyarakat atau individu dikarenakan adanya kesempatan kerja menyebabkan pendapatan tinggi sehingga harga pangan terjangkau. Faktor yang bersifat social antara lain tidak adanya konflik social yang disebabkan oleh buruknya adat atau kebiasaan, tinggi-rendahnya pengetahuan sehingga berpengarh pada preferensi atau pemilihan jenis pangan. Suatu contoh adanya pengetahuan

6

Page 9: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

tentang asupan gizi pada komoditas pangan yang seharusnya dikonsumsi maka rumah tangga atau individu dengan pendapatan yang tinggi maka tidak mustahil rumah tangga/individu akan memilih komoditas pangan yang memiliki mutu dan koalitas.• Aspek Penyerapan Pangan (Food Utilazation) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga / individu sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas kesehatan, serta penyuluahan gizi dan pemeliharaan balita. Penyerapan pangan / konsumsi terkait dengan kualitas dan keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sulit dilakukan karena melibatkan berbagai jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan hanya dilihat dari ada atau tidaknya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Oleh karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan/atau nabati. Penyerapan pangan erat kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan. Mutu dan keamangan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial baik individu, masyarakat maupun negara. Selain itu mutu dan keamanan pangan terkait erat juga dengan kualitas pangan yang dikonsumsi, yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelgensi manusia.Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan pangan antara lain fasilitas dan layanan kesehatan dengan cara peningkatan fasilitas kesehatan yang memadai dan mempermudah layanan kesehatan, sanitasi dan ketersediaan air dengan kecukupan air bersih hal ini dikarenakan air yang kurang bersih rentan penyakit. Faktor lain yang berpengaruh terhadap penyerapan pangan yaitu pengetahuan ibu rumah tangga yang mana pola makan dan pola asuh kesehatan berdampak pada seberapa besar jumlah asupan gizi yang dikonsumsi. Apabila faktor-faktor tersebut terpenuhi tidaklah mustahil bahwasannya hasil yang diharapkan seperti peluang harapan hidup dari terpenuhinya gizi balita akan memiminkan angka kematian bayi sebagi penerus generasi. Dari beberapa hasil observasi penyerapan pangan, bentuk dari ketahanan pangan menitik beratkan pada pola konsumsi yang diharapkan mampu memenuhi gizi maupun energi, diversifikasi pangan dan adanya jaminan keamanan pangan. Berkaitan dengan keamanan pangan, dari instansi atau badan pengawasan pangan telah meakukan beberapa kegiatan antara lain (a) penyuluhan kepada produsen makanan jajanan dan pedagang melalui pelatihan rencana penjaminan mutu, serta keamanan, mutu, dan gizi pangan; (b) operasionalisasi pengawasan bahan pangan/pangan melalui pengkajian; (c) penyebaran dan publikasi informasi keamanan dan mutu pangan melalui media cetak maupun elektronik; (d) penetapan dan pengusulan peraturan daerah tentang pengendalian Keamanan, mutu dan gizi pangan; (e) inventarisasi institusi daerah yang memiliki kompetensi dalam menangani keamanan, mutu, dan gizi pangan segar, olahan, siap saji dan pangan jajanan.• Aspek Stabilitas merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi sementara yang diakibatkan Karena masalah kekeringan, banjir, bencana, maupun konflik social. Jika dilihat

7

Page 10: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekwensi makan anggota rumah tangga. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai ketersediaan pangan di atas cutting point (240 hari untuk provinsi lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dan makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut. Dengan asusmsi di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari. Frekwensi makan sebenarnya dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan daam jangka waktu tertentu adalah mengurangi frekwensi makan atau mengkominasikan bahan makanan pokok misal (beras dengan umbi kayu).Kerentangan pangan atau kerawanan pangan disebabkan kegagalan produksi tanam yang disebabkan perubahan iklim dan serangan hama penyakit, terjadinya bencana alam misalkan banjir, longsor, gempa, gangguan kondisi social yang diakibatkan konflik atau perang. Jumlah bencana alam yang menimpa sebagian besar wilayah Indonesia sejak tahun 1999 hingga 2004 serta musim kemarau sejak Mei 2003 yang melanda sebagian besar besar melanda berbagai daerah di pedesaan dan lahan produktif menyebabkan kerugian moril dan materiil sehingga daya beli masyarakat menurun. Begitu juga dengan adanya perubahan iklim secara tiba-tiba menyebabkan prediksi hasil panen petani yang diharapkan melimpah pupus seketika. Selain itu juga gangguan iklim dapat menimbulkan serangan hama penyakit dikarenakan ketidakseimbangan kondisi alam. Factor lain yang mempengaruhi kerentangan pangan disebaban adanya konflik atau perang, factor ini berpengaruh terhadap akses manusia atau individu untuk mendapatkan kebutuhan pangan. Rasa tidak aman manusia atau induvidu dapat menghambat akses pangan sehingga dapat mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Beberapa solusi yang telah dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian untuk meminimalisir kerawanan pangan di daerah yang mengalami rawan pangan antara lain: Pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) melalui kegiatan Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan (PDRP), melakukan pelatihan/capacity building pencegahan dan penanggulangan daerah rawan pangan melalui penerapan analisis SKPG, guna membantu pemerintah Kabupaten atau Kota untuk menyususn tindak lanjut dan rencana aksi yang tepat sasaran dalam penanggulangan rawan pangan disertai anggaran dana yang memadai, memberikan bantuan sarana produksi untuk mengoptimalkan produktivita dan diversifikasi usahatani, bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memberikan subsidi ongkos angkut bahan pangan, serta membangun jaringan komunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Indikator keberhasilan ditinjau dari aspek ketahanan pangan subsistem ketersediaan pangan yaitu apabila hasil yang dari ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 kilokalori/hari dan ketersediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari. Subsistem Kemandirian pangan diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor sehingga mampu memaksimalka produksi local. Cadangan pangan pemerintah seimbang dengan jumlah kebutuhan rumahtangga/individu minimal mencukupi dalam kurun waktu 3 bulan, aspek ini mendukung aspek ketersedian pangan sehingga kerawanan pangan dapat diantisipasi dengan memetakan daerah rawan pangan. Untuk memudahkan jangkauan dalam memperoleh kebutuhan pangan di tinjau dari aspek ekonomi tidak adanya kelangkaan produk yang akan

8

Page 11: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

diperoleh sehingga dengan kelangkaan tersebut menyebabkan kenaikan harga yang terlalu tinggi maksimal perbedaan haraga tersebut 10% dari harga normal hal ini berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat dan pendapatan. Dengan ketersediaan pangan dan akses yang terjangkau dapat diperoleh gizi yang terpenuhi. Status gizi adalah outcome ketahanana pangan yang merupakan cerminan dari kulaitas hidup seseorang. Umumnya status gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi. Berkenaan dengan perilaku konsumsi pangan perlu mendapatkan perhatian mengingat ketersediaan gizi berimbang dan makanan yang aman dikonsumsi menjadi aspek yang kritis dalam upaya membentuk sumberdaya manusia yang sehat dan produktif. Apabila kondisi gizi tidak terpenuhi dapat dikategorikan daerah tersebut merupakan daerah rawan pangan. Kerawanan pangan atau penduduk rawan pangan didefinisikan sebagi mereka yang rata-rata tingkat konsumsinya energinya antara 71-89% dari norna kecukupan energi. Sedangkan penduduk rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari kecukupan energi. Sedangkan kerawanan ringan sampai sedang tingkat konsumsi energi 70-90%. Diversifikas konsumsi pangan ditujukan untuk meningkatkan pola pangan masyarakat melalui konsumsi pangan yang beragamdan gizi seimbang serta aman, sesuai kondisi dan situasi daerah, dengan mengutamakan sumberdaya local untuk mencegah ketergantungan terhadap satu jenis pangan tertentu. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan gizi masyarakat sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH).Keamanan pangan. Aspek ini ditujukan untuk antisipasi masalah yang cukup serius dengan ditandai kasus keracunan pangan baik dalam benuk pangan segar atau olahan didisi lain masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan. Cara lain untuk meminimalisir jumlah atau kasus keracuana dengan cara ditetapkannya kebijakan dalam penjaminan mutu dah kualitas pangan.

Berdasarkan data dari FAO, Negara produsen pangan terbesar didunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayur-sayuran dan buah adalah negara China dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia masih tergolong 20 negara produsen pangan terbesar di dunia. Negara produsen pangan utnuk sumber karbohodrat yakni padi-padian adalah negara China, Amerika Serikat, India, Rusia, Perancis sedangkan Indonesia menduduki peringkat keenam.. untuk pangan daging Indonesia menduduki peringat 18, dan sayuran-buah Indonesia menduduki peringkat 11. Peringkat-peringkat untuk negara Indonesia tersebut dapat dikatakan jauh dari kaegori mengingat Indonesia merupakn negara agraris yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah.

9

Page 12: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

10

Page 13: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Sesuai dengan perkembangan era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, beberapa komoditas pangan telah menjadi komoditas yang semakin strategis, karena dinamika ketidakpastian dan ketidakstabilan produksi nasionalnya, sehingga tidak senantiasa dapat mengandalkan pada ketersediaan pangan di pasar dunia. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara menetapkan Sistem Ketahanan Pangan untuk kepentingan dalam negerinya, termasuk Indonesia.

11

Page 14: 270110130131_Fadhli Alamsyah_KWN-Indonesia Ditinjau Dari Kemandirian Energi Dan Kemandirian Pangan

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional. 1976. Politik dan Strategi Nasional. Penerbit: Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional.

E book Politeknik Telkom, Pendidikan Kewarganegaraan, bab. 6 Geopolitik.

Putra, Aditya Wiralaksana. Sistem Ketahanan Negara Kepulauan. kompasiana.com, keyword: kasus geopolitik.

12