27 jan - andriyanto

37
Oleh : Oleh : ANDRIYANTO, SH, MKes. ANDRIYANTO, SH, MKes. BIMTEK ETIKA, DISIPLIN DAN HUKUM KEPERAWATAN Program Doktor – Ilmu PSDM PPS UNAIR Surabaya, 27 Januari 2012

Upload: doni-purwanto

Post on 04-Sep-2015

249 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Para Perawat dituntut untuk melakukan kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab.

TRANSCRIPT

  • Oleh :

    ANDRIYANTO, SH, MKes.

    BIMTEK ETIKA, DISIPLIN DAN HUKUM KEPERAWATAN Program Doktor Ilmu PSDM PPS UNAIRSurabaya, 27 Januari 2012

  • CURRICULUM VITAENama : ANDRIYANTOTempat, tanggal lahir : Malang, 9 Juni 1966Alamat Rumah : Jl. Manyar Sabrangan IX/9 SurabayaTelp. : (031) 5938363, HP. 0818570332Telp/Fax Kantor AKZI : (031) 8499597 Status : 1 istri, 2 anakPendidikan : 1. Lulus Akademi Gizi Malang th 1988 2. Lulus Fak Hukum Unibraw Malang th 1990 3. Lulus S2 Kesmas Epid Unair th 2001 4. S3 Ilmu Kedokteran Unair th 2003

  • CURRICULUM VITAE Pekerjaan : Direktur Akademi Gizi Surabaya Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Jawa Timur Ketua Divisi Pembinaan dan DIklat Majelis Tenaga Kesehatan ProVinsi (MTKP) Jawa Timur Tenaga Ahli Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur 2011 Legal Consultant dan Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum Khusus Kesehatan & Kedokteran Maulana Medical Law Surabaya Wakil Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Jawa Timur Ka Prodi S1 Gizi STIKES Surabaya

  • Latar BelakangKebangkitan kesadaran akan hak-hak asasi manusia khususnya dalam bidang kesehatan dan semakin tingginya pengetahuan pasien akan berbagai masalah kesehatan.Begitu hebatnya kemajuan ilmu dan teknologi bidang biomedis agaknya mengalihkan kepercayaan pasien terhadap keampuhan iptek kedokteran.

  • Latar BelakangPasien perlu diberi peran untuk menilai mutu pelayanan sebagai upaya untuk mengendalikan pemberi jasa, seperti halnya terhadap pihak produsen (ada semangat perlindungan konsumen).Mulai marak muncul persoalan-persoalan hukum yang menyangkut pelayanan kesehatan baik RSU maupun praktek nakes yang berakibat matinya seseorang .

  • Para Perawat dituntut untuk melakukan kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab.

  • MENGAPA PERLU BIMTEK ETIKA, DISIPLIN DAN HUKUM KEPERAWATAN BAGI PERAWAT ?Yang dilayani manusia, keselamatan dan kesembuhan pasien merupakan tujuan utama Pelayanan yang diberikan Perawat adalah pelayanan prima yang didasarkan metode yang mutakhir terbukti terbaik Perkembangan IPTEK Kesehatan / Keperawatan yang sangat cepatPergeseran pola penyakitPeningkatan pengetahuan kesehatan dan kesadaran akan hak-hak pasien

  • KOMPETENSI PROFESIONAL KEPERAWATAN INDONESIA SAAT INIPengetahuan cukup, ketrampilan klinik dan perilaku kurang Masih tingginya kesalahan dalam mengelola pasien di Rumah Sakit & Tempat Praktek Perawata Masih tingginya ketidakpuasan KonsumenMaraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat kepada tenaga keperawatan

  • Hukum KesehatanSeluruh ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan, dan ketentuan-ketentuan dari bidang hukum lain seperti hukum pidana, perdata dan administratif yang dapat diterapkan dalam hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan. (Leenen, 1991).

  • Perlu Diingat !!!Kontrak terapeutik (Nakes dan Pasien) itu bukanlah perikatan berdasarkan hasil (resultaatsverbintenis), melainkan termasuk dalam kategori perikatan berdasarkan upaya/ usaha yang maksimal (inspanningverbitenis).Obyek perjanjian di sini bukanlah sembuh atau tidaknya pasien, melainkan apakah dokter/ nakes telah berusaha dengan maksimal atau tidak !

  • Dalam melaksanakan profesinya, tenaga kesehatan perlu berpegang kepada 3 ukuran umum, yaitu :KewenanganKemampuan rata-rataKetelitian yang umum

  • SEDERHANA & SERING DIREMEHKAN, TAPI SERING MENJADI PERSOALAN HUKUM BAGI PERAWAT :Informed Concent (Persetujuan Tindakan Medik)Informasi dan Rahasia Kedokteran (Pasal 322 KUHP)Rekam Medik (Medical Record)

  • KASUS 1Seorang pasien dibawa ke RS X karena menderita apendisitis akut.Setelah dilakukan persiapan, hari itu juga dilakukan operasi untuk mengangkat usus buntu yang menderita peradangan (infeksi).Beberapa hari kemudian pasien dipulangkan dengan pesan agar kontrol. Penderita memang sempat kontrol sekali dengan kondisi luka operasi baik. Pada dua bulan berikutnya RS mendapat somasi dari lawyer agar RS bertanggung jawab atas operasi di RS lain (RS Y) karena abses intra abdominal.Dalil yang dikemukakan oleh lawyer adalah bahwa abses itu terjadi karena kecerobohan RS X.

  • KASUS 2Seorang pasien menjalani operasi Caesar di RS X. Dua hari setelah operasi ketahuan bahwa bayinya menderita patah tulang paha dan kemudian dilakukan spalk.Tidak puas dengan perawatan yang sederhana itu maka bayi tersebut dibawa ke RS Y.Dokter di RS Y mengatakan: Entah karena pernyataan dokter tadi atau karena sebablain, orang tua pasien (lewat lawyer) menghubungi dokter (yang kebetulan masih residen) untuk melakukannegosiasi dan akhirnya disepakati soal ganti rugi.Sebelum dibayarkan, keburu ketahuan kepala instalasidan perkara diambil alih oleh RS.Keadaan seperti ini kok dibiarkan saja.

  • KASUS 3Seorang pasien menjalani operasi Caesar di RS X. Setelah operasi, luka bekas operasi mengalami infeksi dan suhu pasien terus menerus panas.Tidak puas dengan penanganan dokter Obs-Gyn, lalu pasien beralih ke dokter bedah untuk dilakukan operasi pembersihan. Dalam operasi ditemukan benang yang panjangnya sekitar 10 cm. Benang tersebut kemudian ditunjukkan kepada pasien sebagai penyebab abses.

    Tidak jelas apa motif dokter, yang pasti keterangan ituoleh pasien dipahaminya secara keliru sebagai bentukmalpraktek.

  • KASUS 4Seorang pasien bayi dirawat di RS X karena thalasemia. Lalu dilakukan punksi bone marrow dengan informed consent.Beberapa hari kemudian dilakukan punksi lagi karena hasil pemeriksaan dari punksi yang pertama tidak jelas.Sayangnya punksi yang kedua tidak disertai informed consent.Karena itu orang tua pasien mengajukan komplain lewat surat kabar serta mengirim surat kepada Menteri Kesehatan.

  • MENGAPA PASIEN MERASA YAKIN BAHWA RS / PERAWAT BERSALAH?

    Pasien merasa tidak menerima informasi yang dapat dimengerti atau diterima.

    Pasien yakin tindakan medik tidak sesuai standar (dengan atau tanpa fakta yang sebenarnya).

    Pasien merasa tidak ditangani dengan konsiderasi, rasa simpati atau rasa hormat.

    Pasien memperoleh informasi, tetapi merasa tidak lengkap atau tidak sebagaimana diharapkan.

    Pasien merasa dipulangkan sebelum benar-benar sembuh tanpa penjelasan atau tanpa follow up.

    Pasien tergolong sebagai chronic complainers.

    (Dickens, 2000)

    123456

  • KONFLIK DESTRUKTIF KONSTRUKTIF MENINGKATKAN KREATIFITAS

    (Winardi, 1994) MENINGKATKAN INOVASI

    MENINGKATKAN INTENSITAS UPAYA

    MENINGKATKAN KOHESI KELOMPOK

    MENGURANGI KETEGANGAN

  • KONFLIK

    Ketidak-sesuaian paham atas situasi tentang pokok-pokok pikiran tertentu. Adanya antagonisme-antagonisme emosional. (Winardi, 1994) KONFLIK ANTARA PASIEN DAN RUMAH SAKIT/ PERAWAT BUKAN SESUATU HAL YANG LUAR BIASA

  • Adverse outcome (adanya ke- senjangan yang besar antara harapan penderita dengan kenyataan menyusul tindakan medik). KONFLIK Perbedaan persepsi. Komunikasi yang ambigius. Gaya individual (Perawat / pasien). Cost yang tinggi.PREDISPOSING FACTORTRIGGER FACTORS

  • PERBEDAAN PERSEPSI

    Pasien salah paham mengenai:1. Hakekat hubungan terapetik.2. Hakekat (fungsi) dari tindakan medik.3. Penyebab timbulnya adverse out come.Kesalahfahaman sering dipicu oleh pernyataan sejawat.KOMUNIKASI YANG AMBIGIUS

    Informasi tidak jelas atau memiliki berbagai macam arti sehingga pasien keliru mengartikannya.GAYA INDIVIDUAL

    Perawat/Nakes arogan, ketus atau malas memberikan informasi.Pasien tergolong temperamental (chronic complainer).

  • ADVERSE OUTCOME

    STANDARD of CARETERPENUHISTANDARD of CARE TIDAK TERPENUHI

    RISIKOMEDIKUNFORESEENRISKFORESEENRISK

    MALPRAKTEKDENGANANTISIPASITANPAANTISIPASI

  • POSISI MASING-MASING PIHAK

    POSISI PASIEN : 1. Offensive. 2. Punya alternatif, antara lain : a. Mengadu ke rumah sakit atau dokter. b. Mengadu ke IDI / MKEK / PERSI. c. Mengadu ke Otoritas kesehatan. d. Mengadu ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). e. Lapor polisi (kasus pidana). f. Menggugat ganti rugi (kasus perdata). g. Mengadu ke LSM.

    POSISI RUMAH SAKIT / PERAWAT : 1. Defensive. 2. Tidak punya pilihan lain, kecuali menunggu dan akhirnya melayani pilihan pasien.

  • KONFLIK LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT ? ? 1. Undang wartawan trial by the press.2. Mediator : - mengefektifkan komunikasi. - mengefektifkan negosiasi.

    3. Menyerahkan kepada BPSK (Badan Pe- nyelesaian Sengketa Konsumen).4. Mengadu ke IDI / RS MKEK / PERSI.5. Menyerahkan kepada penyelesaian hukum. ? Alternative Dispute Resolution

  • KONFLIKPERLU DITELITIHASIL PENELITIAN tidak ada ALASAN terbukti ada ALASAN SUBSTANSIAL SUBSTANSIAL

    (tidak seharusnya ter- (logis jika terjadi konflik)jadi konflik)

  • ALASAN SUBSTANSIAL1. Negative act : Tidak melakukan apa yang mestinya dilakukan.

    2. Positive act : a. Melakukan yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak tepat waktu. b. Melakukan apa yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak sesuai dengan standard. c. Melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. d. Melakukan tindakan tanpa informed consent. e. Melakukan tindakan yang tidak lege artis. f. Melakukan tindakan di luar kemampuan atau kewenangan.

  • JALUR HUKUM PERDATA

    Pasien sebagai penggugat dibebani kewajiban untuk membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya.

    Dokter sebagai tergugat berhak untuk mematahkan dalil-dalil yang dikemukakan penggugat.

    Masing-masing pihak secara aktif mengupayakan sendiri bukti-bukti yang diperlukan.

    Masing-pihak boleh diwakili oleh Lawyer.

    Tanggung gugat bisa personal atau bisa dialihkan berdasarkan doctrine of vicarious liability.

  • CONTRACTUAL LIABILITY : tanggung gugat muncul karena terjadinya wanprestasi (ingkar janji). LIABILITY IN TORT : tanggung gugat muncul karena ada tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad). STRICT LIABILITY : tanggung gugat muncul walaupun tanpa ada kesalahan (liability without fault). VICARIOUS LIABILITY : tanggung gugat akibat kesalahan subordinat.1234

  • MEMBUKTIKAN PERKARA PERDATAMembuktikan adanya tanggung gugat dengan cara:1. Langsung, yaitu membuktikan adanya: a. Duty (Kewajiban) b. Dereliction of duty (Pelanggaran atas Kewajiban). c. Damage (Kerugian atau Cidera). d. Direct causation between dereliction of duty and damage (Akibat Langsung).

    2. Tidak langsung, yaitu mencari fakta-fakta yang secara tidak langsung membuktikan kesalahan dokter (res ipsa loquitor). Contohnya: ditemukannya gunting dalam perut. Yang wajib membuktikan adalah penggugat, sebab siapa yang mendalilkan dialah yang harus membuktikan.

  • KASUS dr. X di RS. A

    DUTY

    DERELICTION of DUTY

    DAMAGE Terbukti, sebab ada adverse outcome dan shg timbul kerugian materiel & immateriel.

    DIRECT CAUSATION Tidak relevan, sebab tidak ada dereliction of duty. Terbukti, karena telah terjadi hubungan kon-traktual (hubungan terapetik).Jika status dr X sebagai attending physicianmaka duty melekat padanya, tetapi jika sbgemployee maka duty melekat pada RS.

    Tidak terbukti sebab su-dah sesuai dengan stan-dard of care.

  • JALUR HUKUM PIDANA

    Dokter sebagai tersangka atau terdakwa, dapat melakukan: 1. Informal defence, yaitu mengajukan bukti-bukti guna menyangkal tuduhan yang tidak berdasar atau yang tidak menunjuk pada doktrin-doktrin tertentu.

    2. Formal defence atau Legal defence, yang bisa berupa: a. primary defence. b. secondary defence.

    Tanggung jawab pidana bersifat individual dan personal.

  • PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

    Membuktikan adanya:

    a. perbuatan tercela (actus reus), baik yang bersifat positive acts maupun negative acts.

    b. Sikap batin yang salah (mens rea), yang dapat dikatagorikan sebagai:

    - kesengajaan (intensional). - ceroboh (recklessness). - kurang hati-hati (negligence).

    Beban pembuktian ada di pundak JAKSA PENUNTUT UMUM.

  • HIRARKI PERBUATAN DIKAITKAN DENGAN UNSUR MENS REA Intesional (kesengajaan). Dollus. Recklessness (kecerobohan). Culpa Lata. Negligence (kurang hati-hati). Culpa Levis. Misadventure (kecelakaan). Bukan Tindak Pidana.

  • PENANGGULANGAN KONFLIK

    UPAYA PREVENTIF Persempit peluang terjadinya predisposing factor (adverse outcome) dengan cara:1. hindari PHYSICAL HAZARD.2. hindari MORAL HAZARD.3. hindari LEGAL HAZARD. Lakukan upaya agar tidak muncul trigger factors, yaitu:a. hindari PERBEDAAN PERSEPSI.b. hindari KOMUNIKASI AMBIGIUS. c. hindari AROGANSI, SOMBONG, dlsbnya.UPAYA REPRESIF Lakukan SELF - ASSESSMENT untuk menentukan sikap dan langkah selanjutnya.

  • SELF - ASSESSMENT KONFLIK

    Jika Tidak Ditemukan Alasan Subtantif :

    Lakukan upaya dengan memberikan penjelasan. Jawab somasi yang diajukan oleh lawyer. Hadapi dengan tegar jika pasien atau lawyernya menempuh jalur hukum.

    Jika Ditemukan Alasan Substantif : Upayakan mencari penyelesaian alternatif, yaitu dengan mediasi (Alternative Disputed Resolution). Lakukan upaya defensive jika pasien atau lawyernya menempuh jalur hukum.

  • *

    MTKP Jatim*****