234098541-ddh
DESCRIPTION
ATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan bawaan pada sistem muskuloskeletal memiliki keistimewaan
yakni selama perkembangannya baik pertumbuhan maupun pematangan dapat
mengakibatkan kelainan menetap yang lebih berat, atau sebaliknya menghasilkan
perbaikan sehingga kelainannya sama sekali hilang. Oleh karena itu pada
pendekatan dan pengelolaan harus dipikirkan kemungkinan efek pertumbuhan dan
maturasi dengan pengaruhnya terhadap anatomi dan faal.1
Diagnosis pascanatal dini kelainan bawaan menjadi tanggung jawab dokter
keluarga, dokter kebidanan dan dokter anak yang pertama kali memeriksa anak
yang baru lahir. Sebagian kelainan bawaan sangat mudah didiagnosis karena jelas
terlihat pascalahir, akan tetapi Developmental Dislocation of the Hip (DDH)
sering tidak segera kelihatan pada waktu lahir dan hanya dengan pemeriksaan
yang cermat dan khusus kelainan ini dapat diketahui. 1
DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu,
lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang
dalam bahasa Indonesia adalah Dislokasi Panggul Kongenital. Developmental
Dislocation of the Hip (DDH) atau dislokasi panggul kongenital adalah satu fase
dari berbagai ketidakstabilan pinggul pada bayi- bayi yang baru lahir. Biasanya
pada saat kelahiran, pinggul benar- benar stabil dan dipertahankan berfleksi
sebagian. Tetapi kadang- kadang sendi tak stabil dalam arti bahwa sendi itu
berdislokasi atau dapat berdislokasi, artinya meskipun biasanya berada di
tempatnya, sendi itu dengan mudah dapat dibuat berdislokasi dengan manipulasi
perlahan- lahan.2
Laporan insiden DDH bervariasi mulai dari 1.5 sampai 2.5 per 1000
kelahiran mengalami DDH. Dalam jurnal NCBI penelitian epidemiologi dari
DDH, didapatkan insiden 17,9% DDH pada bayi laki-laki dan 82,1% pada
perempuan yang artinya diislokasi panggul kongenital tujuh kali lebih banyak
pada perempuan daripada laki-laki. Sendi panggul kiri lebih sering terkena dan
hanya 1-5% yang bersifat bilateral. Kelainan ini banyak ditemukan pada orang
Amerika dan Jepang serta jarang ditemukan pada orang Indonesia.2,3,4,5,6
1
Tujuan terapi adalah mencapai mempertahankan reduksi konsentris dari
dislokasi panggul, tanpa komplikasi nekrosis avaskular. Keadaan cacat yang
terdapat pada dislokasi panggul kongenital tersebut akan semain berat setelah
anak dapat berjalan. Sehingga terapi pun akan semakin sukar. Maka terapi perlu
secepat mungkin dilakukan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Developmental Dysplasia Of The Hip (DDH) dahulu lebih popular dengan
nama Congenital Dislocation Of The Hip (CDH) atau dislokasi panggul
kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada
saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke lateral sampai
dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum.2,3
Ada tiga pola yang terlihat: (1) Subluxation, caput femoris berada di
acetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan; (2)
Dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi tetapi berada
pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3) Dislocated, Pinggul berada dalam
posisi dislokasi (Paling Parah).2,3
2.2 Epidemiologi
Developmental Dysplasia Of the hip merupakan fase Spekterum dari
ketidakstabilan sendi panggul. Dalam keadaan normal, panggul bayi baru lahir
dalam keadaan sedikit stabil dan fleksi.4
Laporan insiden DDH bervariasi mulai dari 1.5 sampai 2.5 per 1000
kelahiran mengalami DDH.4 Dalam jurnal NCBI penelitian epidemiologi dari
DDH, didapatkan insiden 17,9% DDH pada bayi laki-laki dan 82,1% pada
perempuan yang artinya diislokasi panggul kongenital tujuh kali lebih banyak
pada perempuan daripada laki-laki6. Sendi panggul kiri lebih sering terkena dan
hanya 1-5% yang bersifat bilateral.Kelainan ini banyak ditemukan pada orang
Amerika dan Jepang serta jarang ditemukan pada orang Indonesia.2,3,5
2.3 Anatomi
1. Anatomi Pelvis
Pelvis adalah bagian tubuh yang terletak di bawah abdomen.Walaupun
cavitas abdominalis dan cavitas saling berhubungan, kedua region ini dibicarakan
terpisah. Tulang pelvis memberikan hubungan yang kuat dan stabil antara batang
badan ekstremitas superior.7
3
Fungsi utamanya adalah meneruskan berat badan dari collumna vertebralis
ke femur; memuat, menyokong dan melindungi viscera pelvis; dan menyediakan
tempat perlekatan otot-otot batang badan dan ekstremitas inferior. Anatomi pelvis
terdiri dari; Ossa. Coxae Os. Sacrum, Os illium, Os.Ischium, Os. Pubis,
Symphysis pubis, acetabulum.7
Gambar 2.1. Penampang pelvis tampak dari atas
4
Gambar 2.2 Penampang pelvis depan
2. Anatomi Femur
Femur adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang
pada rangka tubuh. Disebelah atas femur bersendi dengan acetabulum untuk
membentuk articulation coxae dan dibawah dengan tibia dan patella untuk
membentuk articulation genus.7
Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor;
Caput
Membentuk kira-kira dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum
os coxae untuk membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terbentuk
lekukan kecil yang disebut fovea capitis untuk meleketnya ligamentum capitis
femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a. obturatoria
dihantarkan melalui fovea capitis.7
Collum
Yang menghubungkan caput dan corpus,
Trochanter major dan minor7
5
Merupakan tonjolan besar pada taut antara collum dan corpus7
Gambar 2.3 Anatomi Femur
2.4 Etiologi
Etiologi dari DDH adalah multifactorial. Abnormal kelemahan ligament
dan kapsul pinggul terlihat pada pasien dengan DDH. Ada Beberapa faktor
penyebab yang diduga berhubungan dengan terjadinya DDH, antara lain :2,3
1. FaktorGenetik
6
Faktor genetik pasti berperan pada etiologi, karena dislokasi kongenital
cenderung berlangsung dalam keluarga dan bahkan dalam seluruh populasi
(misalnya orang Italia utara). Wynne-Davies (1970) menemukan dua ciri
warisan yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan pinggul yakni sendi yang
longgar merata, suatu sifat yang dominan dan dysplasia acetabulum, suatu
sifat poligenik yang ditemukan pada kelompok yang lebih kecil (terutama
gadis) yang menderita ketidakstabilan yang menetap. Tetapi ini bukan
keterangan satu-satunya karena 4 dari 5 kasus hanya 1 yang mengalami
dislokasi.2,3
2. Faktor Hormonal
Yaitu tingginya kadar esterogen, progesterone dan relaksin pada ibu dalam
Beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran
ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan langkanya ketidak stabilan
pada bayi premature, yang lahir sebelum hormon- hormon mencapai
puncaknya.2,3
Ditambahkan adalah pengamatan bahwa selama periode neonatal, nayi
relative membawa esterogen dari ibunya.Hal ini menenangkan ligament
didalam tubuh. Beberapa bayi sangat sensitive terhadap estrogen, sehingga
menyebabkan ligament panggul menjadi terlalu lemah dan panggul tidak
stabil.2,3
3. Faktor Pasca Kelahiran
Dapat membantu ketidakstabilan neonatal dan gangguan perkembangan
acetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan pada orang Indian Amerika Utara
yang membedong bayinya dan menggendongnya dengan kaki merapat,
pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi, dan jarang pada orang cina selatan
dan Afrika yang membayi bayi pada punggungnya dengan kedua kaki
berabduksi lebar-lebar. Ada juga bukti dan percobaan bahwa ekstensi lutu dan
pinggul secara serentak mengakibatkan dislokasi pada panggul selama
perkembangan awal.2
2.5 Patologi
Saat kelahiran panggul, meskipun tak stabil mungkin bentuknya normal,
tetapi capsul sering merentang dan berlebih-lebihan. Selama masa kanak-kanak
Beberapa perubahan timbul, Beberapa diantaranya mungkin menunjukan
dysplasia primer pada acetabulum dan/ atau femur proksimal, tetapi kebanyakan
7
di antaranya muncul karena adaptasi terhadap ketidak stabilan menetap dan
pembebanan sendi secara abnormal.2
Caput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan
ekstensi pinggul, caput itu pertama-tama terletak posterolateral dan kemudian
superolateral pada acetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi.
Caput femoris yang bertulang rawan ukurannya normal tetapi inti tulangnya
terlambat muncul dan osifikasinya tertunda selama masa bayi.2
Caput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi di
bagian superior, labrum asetabulum dan tepi kapsulnya dapat di dorong ke dalam
ssoket oleh caput femoris yang berdislokasi; libus fibrokartilaginosa ini dapat
menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap caput femoris.2
Setelah menyangga badan perubahan-perubahan ini lebih hebat.
Acetabullum dan colum femur tetap anteversi dan tekanan dari caput femoris
menyebabkan terbentuknya suatu soket palsu diatas acetabulum dan m.psoas,
menimbulkan suatu penempilan jam pasir (hour glass). Pada saatnya otot
disekelilingnya menyesuaikan diri dan memendek.2
2.6 Diagnosis
Diagnosis Developmental Dysplasia Of The Hip (DDH) berdasarkan atas
manifestasi klinis dan pemeriksaan Radiologi.
Manifestasi Klinis
Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis setiap
kasus pada saat kelahiran. Karena alasan ini setiap bayi yang baru lahir harus
diperiksa untuk mencari tanda-tanda ketidakstabilan panggul. Bila teradapat
riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai persentasi bokong, kita harus
berhati-hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari sekali. Pada neonatus
terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan.2
Gambaran klinis dislokasi panggul kongenital adalah asimetri pada
lipatan-lipatan kulit paha. Pemeriksaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul
kongenital pada bayi baru lahir.2
1. Uji Ortolani
Dalam uji Ortolani, bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan
jari – jari diletakkan pada trokanter mayor; pinggul difleksikan sampai 90o dan
diabduksi perlahan – lahan. Biasanya abduksi berjalan lancar sampai hampir 90o.
8
Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang, tetapi kalau tekanan
diberikan pada trokanter mayor akan terdapat suatu bunyi halus sementara
dislokasi tereduksi, dan kemudian panggul berabduksi sepenuhnya (sentakan ke
dalam). Kalau abduksi berhenti di tengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam,
mungkin ada suatu dislokasi yang tak dapat direduksi.2
Gambar 2.4. Gambar skematis uji Ortolani.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan jalan mengembalikan kepala femur
yang mengalami dislokasi kembali ke asetabulum. Pertama-tama femur dipegang
dalam keadaan fleksi di daerah midline. Kemudian femur diabduksi secara
perlahan sambil mendorong torakanter nayor dengan jari-jari ke arah anterior.
2. Uji Barlow
Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari
pemeriksa di tempatkan pada lipatan paha dan dengan memegang paha bagian
atas, diusahakan mengungkit caput femoris ke dalam dan keluar acetabulum
selama abduksi dan adduksi. Kalau caput femoris normalnya berada pada posisi
reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, panggul itu
digolongkan sebagai dapat mengalami dislokasi (yaitu tak stabil).2
Gambar 2.5. Gambar skematis nuji Barlow.
9
Femur difleksikan kemudian dengan hati-hati digeser ke arah midline.
Setelah itu femur didorong ke arah posterior secara perlahan. Bila terdapat
dislokasi sendi panggul maka akan terasa kepala femur terdorong keluar
asetabulum.
3. Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam
keadaan fleksi 900 serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa
memegang bagian belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam
keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul
kongenital maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih
rendah dan disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.2
Setiap panggul yang memiliki tanda – tanda ketidakstabilan walaupun
sedikit diperiksa dengan ultrasonografi.Cara ini memperlihatkan bentuk
acetabulum dan posisi caput femoris.Kalau terdapat kelainan, bayi itu dibebat
dengan panggul yang berfleksi dan berabduksi dan diperiksa kembali 6 minggu
kemudian.Pada saat itu mungkin perlu dinilai apakah panggul berhasil direduksi
dan stabil, tereduksi tetapi tak stabil, mengalami subluksasi atau dislokasi. Di
tangan ahli yang berpengalaman, skrining pada neonatus sangat efektif untuk
menurunkan insidensi dislokasi yang muncul belakangan.2
Gambar 2.6. Gambar skematis pemeriksaan tanda Galeazi.
Dalam keadaan berbaring dan lutut dilipat, kedua lutut seharusnya sama
tinggi. Bila terdapat dislokasi panggul, maka lutut pada pada tungkai yang
bersangkutan akan terlihat lebih rendah.
Pemeriksaan Radiologi
10
Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat osifikasi sendi
baru tampak pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga pemeriksaan ini hanya
bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih
Rontgen Pelvis
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis
horizontal Hilgenreiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton.
Keterangan:
Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang melintasi tulang rawan tri-
radiatum.8
Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan melalui aspek lateral dari
asetabulum. Tepi asetabulum pada bayi masih merupakan tulang rawan sehingga
tidak terlihat pada foto rontgen.8
Indeks Asetabular (Sudut Hilgenreiner)Dibentuk oleh perpotongan antara
garis sepanjang atap asetabulum dengan garis Hilgenreiner.8
Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus antara tepi atas foramen
obturator dan bagian medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila terdapat
dislokasi panggul.8
Gambar 2.7. Gambaran rontgen pelvis8
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan
panggul dengan foto rontgen.Pada bayibaru lahir, acetabulum dan caput femoris
dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada foto polos biasa tidak terlihat.
11
Dengan pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3 bulan,
hubungan antara caput femoris dan acetabulum dapat diamati.9
Gambar. 2.8 Coronal View USG
Persiapan pemeriksaan pada USG:
1. Persiapan pasien
Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada bayi adalah di
atas 6 minggu.
12
Bayi diposisikan secara supine (kaki bayi menghadap ke arah pemeriksa).
Bayi boleh diposisikan secara dekubitus dengan meletakkan bantal di
punggungnya.
Jika bayi memakai popok, popok dibuka supaya dapat di skaning secara
coronal pada panggul.
Bayi diiringi oleh tua.
2. Teknik Scanning
Panggul bayi discaning secara coronal dan transversal untuk mengevaluasi
panggul dalam posisi neutral, abduksi / adduksi dan fleksi.
USG secara luas telah menggantikan radiografi untuk pencitraan panggul
neonatus. Pada saat kelahiran, acetabulum dan caput femoris merupakan tulang
rawan sehingga tak kelihatan pada foto rontgen biasa. USG nyata memberikan
gambaran yang tepat mengenai tata hubungan antara satu dengan yang lainnya.9
Klasifikasi Graff.4
13
Gambar 2.9 Derajat type klasifikasi Graff
Diagnosis dapat ditegakkan apabila terdapat gambaran:
Asimetris lipatan paha
Uji Ortolani dan Galeazzi positif
Asetabular indeks 40 derajat atau lebih besar
Disposisi lateral kaput femoris pada radiogram
Limitasi yang menetap dari gerakan sendi panggul dengan
atau tanpa gambaran radiologis yang abnormal
Kombinasi dari hal-hal yang disebutkan diatas
2.7 Penatalaksanaan
1. 3-6 bulan pertama
Kebijakan yang paling sederhana adalah menganggap semua bayi dengan
latar belakang yang berisiko tinggi (riwayat keluarga atau kelahiran sungsang
dengan ekstensi), atau dengan uji Ortholani atau uji Barlow positif, harus dicurigai
dan merawatnya dengan popok dobel atau suatu bantal abduksi selama 6 minggu
pertama. Pada stadium itu mereka diuji lagi, bayi yang panggulnya stabil
dibiarkan bebas tetapi tetap dalam pengawasan sekurang – kurangnya selama 6
bulan hingga panggul itu stabil dan rontgen memperlihatkan bahwa atap
acetabulum berkembang dengan memuaskan (biasanya 3-6 bulan).2,6
Tetapi karena 80 – 90% panggul yang tak stabil pada saat kelahiran akan
stabil secara spontan dalam 2-3 minggu, tampaknya akan lebih bijaksana bila
tidak memulai pembebatan dengan segera kecuali kalau panggul itu sudah
mengalami dislokasi. Hal ini mengurangi sedikit risiko (tetapi bermakna) akan
14
terjadinya nekrosis epifisis yang menyertai setiap bentuk pembebatan pembatas
pada neonatus. Karena itu kalau panggul dapat mengalami dislokasi tetapi
biasanya tidak terjadi dislokasi, bayi itu tidak diberi terapi tetapi diuji lagi setiap
minggu, jika setelah 3 minggu pinggul masih tak stabil, pembebatan abduksi
diterapkan. Kalau panggul sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama,
dengan hati – hati panggul di tempatkan pada posisi reduksi dan pembebatan
abduksi dilakukan dari permulaan.Reduksi dipertahankan hingga panggul stabil,
ini dapat berlangsung hanya beberapa minggu, tetapi tindakan yang paling aman
adalah mempertahankan pembebatan hingga rontgen memperlihatkan suatu atap
acetabulum yang baik.1,2
Bila ada fasilitas untuk USG, dapat diterapkan protokol yang lebih
baik.Semua bayi baru lahir yang memiliki latar belakang berisiko tinggi atau
diduga memiliki ketidakstabilan pinggul diperiksa dengan USG.Kalau USG
memperlihatkan bahwa panggul dalam reduksi dan mempunyai struktur tulang
rawan yang normal, tidak diperlukan terapi tetapi anak itu tetap dalam
pengawasan selama 3- 6 bulan.Kalau secara anatomis kurang sempurna, panggul
dibebat dalam keadaan abduksi dan setelah 6 minggu USG dilakukan lagi.
Sekarang pada beberapa kasus, panggul akan tampak normal dan tidak
membutuhkan terapi lanjutan, kecuali pemeriksaan rutin selama 3-6 bulan.
Sebagian di antaranya akan memperlihatkan kelainan yang menetap dan untuk
kasus ini pembebatan dalam keadaan abduksi dilanjutkan sampai USG berikutnya
dalam 3 bulan atau rontgen dalam 6 bulan memperlihatkan terbentuknya atap
acetabulum yang baik. 1,2
Pembebatan. (Palvic Harness)
Tujuan pembebatan adalah mempertahankan panggul agak berfleksi dan
berabduksi; posisi ekstrim dihindari dan sendi – sendi harus dimungkinkan untuk
melakukan sedikit gerakan dalam bebat.Untuk bayi yang baru lahir, popok dobel
atau bantal abduksi yang empuk cukup memadai.Bebat Von Rosen adalah suatu
bebat lunak yang berbentuk – H yang bermanfaat karena mudah
digunakan.Pengikat pelvic (Pelvic Harness) lebih sulit dipakaikan tetapi lebih
banyak memberi kebebasan kepada anak sementara posisi masih dipertahankan.
Cara yang tidak terlalu rumit dan yang paling tidak disenangi ibu yaitu
penggunaan plaster lutut dengan batang melintang yang mempertahankan pinggul
15
dalam 90o fleksi dan sekitar 45o abduksi, atau 10o lebih besar dari sudut dimana
sentakan ke dalamnya dapat diraba.1,2
Tiga aturan pembebatan yang terbaik adalah :
1. Pinggul harus direduksi sebagaimana mestinya sebelum dibebat
2. Posisi ekstrim harus dihindari
3. Pinggul harus dapat digerakkan.
Gambar 2.10. Contoh penggunaan bidai dari Cambridge untuk koreksi
dislokasi sendi panggul bawaan.
Tindak lanjut
Tindakan apapun yang telah diambil, tindak lanjut tetap diteruskan hingga
anak dapat berjalan. Kadang – kadang sekalipun dengan terapi yang paling hati-
hati, panggul dapat memperlihatkan tingkat displasia acetabulum tertentu di
kemudian hari. 2,3
2. Dislokasi yang menetap 6 – 18 bulan
Kalau setelah terapi dini, panggul belum seluruhnya direduksi atau kalau
anak itu di belakang hari menunjukkan adanya dislokasi yang tersembunyi,
panggul itu harus direduksi terutama dengan metode tertutup tetapi kalau perlu
dengan operasi dan tetap direduksi hingga perkembangan acetabulum
memuaskan. 2
Reduksi tertutup
16
Cara ini ideal tetapi memiliki risiko rusaknya pasokan darah pada caput
femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil risiko ini dilakukan
reduksi berangsur- angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki secara vertikal dan
secara berangsur- angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua
kaki terentang lebar- lebar. Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil
dan dicek dengan rontgen pelvis.1,2
Pembebatan panggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam suatu
spika gips dalam keadaan 60o fleksi, 40o abduksi dan 20o rotasi internal. Setelah 6
minggu spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi
memungkinkan gerakan suatu pengikat Pavlik atau gips lutut dengan batang
melintang. Bebat ini dipertahankan selama 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan
rontgen untuk memastikan caput femoris tereduksi secara konsentrik dan atap
acetabulum berkembang dengan normal. 1,2
Operasi
Kalau setiap tahap reduksi konsentrik belum dicapai, diperlukan operasi
terbuka.
3. Dislokasi menetap 18 bulan ke atas.6
Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil;
banyak ahli bedah langsung melakukan atrografi dan reduksi terbuka.
Traksi dilakukan jika reduksi tertutup tidak berhasil.traksi membantu
melonggarkan jaringan dan menurunkan caput femoris berhadapan dengan
acetabulum.
Operasi kapsul sendi dibuka di bagian anteriornya, setiap limbus yang ke
dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum.Biasanya
diperlukan osteotomi derotasi.
Pembebatan dilakukan setelah operasi, panggul ditahan dalam spika gips
selama 3 bulan dan kemudian dengan bebat memungkinkan beberapa gerakan
pinggul selama 1- 3 bulan dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan telah
tereduksi dan sedang berkembang secara memuaskan.
2.8. Komplikasi
17
Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk redislocation,
kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan kemungkinan nekrosis paling
berat dari caput femur.Tingkat nekrosis caput femur bervariasi, pada penelitian ini
rentang tingkat dari 0% sampai 73%.
Nekrosis avaskuler pada epifisis femur kapital mungkin terjadi sebagai
komplikasi setelah reduksi, mungkin disebabkan oleh kerusakan paha atau
berkurangnya suplai darah untuk kepala femur. Membuat pangkal paha tidak
dapat bergerak dalam posisi abduksi yang ekstrim atau dipaksakan atau rotasi
internal mungkin merupakan penyebab paling penting nekrosis avaskuler kepala
femur.10
Penampilan radiografiknya dan perjalanan berikutnya akan sangat
menyerupai penampilan dan perjalanan penyakit Legg-Calve-Perthes, dan
perawatannya mengikuti prinsip yang sama dengan yang dijelaskan untuk
perawatan penyakit tersebut. 10
Penekanan karena menahan beban tubuh dan aktivitas sehari-hari pada
persendian yang tidak tepat, akan mempercepat terjadinya degenerasi tulang
rawan artikuler pada persendian pangkal paha. 10
Degenerasi ini mungkin berprogresi ke artritis degeneratif sekunder yang
berkembang penuh pada persendian pangkal paha dalam kehidupan dewasa, yang
memerlukan operasi rekonstruksi pangkal paha sekunder untuk mengurangi nyeri
dan disabilitas. 10
Banyak penelitian menunjukkan bahwa abduksi ekstrim, khususnya
dikombinasikan dengan ekstensi dan rotasi internal, menghasilkan nekrosis
avaskular yang lebih tinggi kecuali dikoreksi segera setelah lahir, penekanan
abnormal menyebabkan malformasi perkembanga tulang paha dengan gaya
berjalan pincang. Jika kasus kelainan panggul congenital terlambat diobati, anak
akan memiliki kesulitan berjalan yang dapat mengakibatkan rasa sakit seumur
hidup. Selain itu jika kondisi ini tidak diobati posisi pinggul abnormal akan
memaksa acetabulum untuk mencari posisi lain untuk menampung caput femur
2.10. Prognosis
Penanganan penderita dengan dislokasi panggul kongenital termasuk
dalam kedaruratan medis, artinya harus segera dilakukan reposisi. Semakin cepat
ditangani semakin baik prognosisnya. Tindakan yang lazim dilakukan adalah
18
reposisi, umumnya perlu pembiusan total mengingat sakit yang berat dan otot
serta jaringan penunjangnya yang kuat.6
Akibat yang bisa terjadi bila terlambat ditangani adalah terjadinya nekrosis
avaskuler yang mengakibatkan kematian jaringan tulang dan sendi sampai
osteoartritis sendi yang terjadi lebih akhir dan ditandai kerusakan jaringan sendi
diikuti terbentuknya jaringan tulang baru yang abnormal. Idealnya jika kurang
dari 6 jam dislokasi sudah ditangani dapat mencegah komplikasi ini. Selain
direposisi juga dilakukan pemasangan traksi agar posisi sendi tidak bergeser lagi,
lebih kurang 2 minggu.6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Developmental Dysplasia Of The Hip (DDH) dahulu lebih popular dengan
nama Congenital Dislocation Of The Hip (CDH) atau dislokasi panggul
kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada
19
saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke lateral sampai
dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum.2,3
Ada tiga pola yang terlihat: (1) Subluxation, (2) Dislocatable, dan (3)
Dislocated.
Laporan insiden DDH bervariasi mulai dari 1.5 sampai 2.5 per 1000
kelahiran mengalami DDH. Penelitian epidemiologi dari DDH, didapatkan
insiden 17,9% DDH pada bayi laki-laki dan 82,1% pada perempuan yang artinya
diislokasi panggul kongenital tujuh kali lebih banyak pada perempuan daripada
laki-laki.
Sendi panggul kiri lebih sering terkena dan hanya 1-5% yang bersifat
bilateral. Kelainan ini banyak ditemukan pada orang Amerika dan Jepang serta
jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Penanganan penderita dengan dislokasi panggul kongenital termasuk
dalam kedaruratan medis, artinya harus segera dilakukan reposisi. Semakin cepat
ditangani semakin baik prognosisnya. Tindakan yang lazim dilakukan adalah
reposisi, umumnya perlu pembiusan total mengingat sakit yang berat dan otot
serta jaringan penunjangnya yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Dejong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2005
2. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi ke-7.
Jakarta: Widya Medika; 1995
20
3. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003
4. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008
5. Kumpulan Bahan Kuliah Blok 18 FK Unand Padang.
6. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Developmental Dislocation
(Dysplasia) of the Hip (DDH). Diunduh tanggal 10 Juli 2014 dari
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00347
7. Prognosis dan dislokasi panggul kongenital diunduh tanggal 10 Juli 2014 dari
http://books.google.co.id/books?
id=9yqqTP6teIC&pg=PA396&lpg=PA396&dq=Prognosis+dislokasi+panggul
+kongenital&source
8. Radiologi dislokasi panggul kongenital diunduh tanggal 10 Juli 2014 dari
http://books.google.co.id/books?
id=GTqUHHF4A6oC&pg=PA245&lpg=PA245&dq=Radiologi+dislokasi+pa
nggul+kongenital&source
9. Developmental Dislocation of the Hip diunduh tanggal 10 Juli 2014 dari
www.usp-neonatal-hips-winner.html
10. Perthes Disease diunduh tanggal 10 Juli 2014 available at www.ux-
perthes.html
11. Tamai J. Developmental Dislocation of the Hip diunduh tanggal 10 Juli 2014
dari http://emedicine.medscape.com/article/1248135-overview
21