2.1.1. tinjauan teori tentang signage secara umum · rumah sakit tersebut. selain itu signage yang...
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra
9
2. LANDASAN TEORI DAN IDENTIFIKASI DATA
2.1. Tinjauan Teori Tentang Signage
2.1.1. Tinjauan Teori Tentang Signage Secara Umum
Sejak dua dekade ini, pertumbuhan di bidang informasi dan komunikasi
meledak. Kehidupan manusia semakin dibanjiri dengan informasi dan kemajuan
di segala bidang. Begitu juga dengan kota dan infrastrukturnya. Kehidupan
manusia menjadi semakin kompleks. Sehingga sangat diperlukan adanya signage
yang dirancang dengan baik untuk dapat mengidentifikasi, mengarahkan, dan
memperingatkan. Akan tetapi, apabila sebuah signage gagal memberi nilai guna
ataupun kurang mampu menarik, maka akan hanya menjadi visual pengganggu.
Bahkan menjadi sampah visual. Perancangan signage sebaiknya bersinergi
dengan perancangan arsitektur, sehingga akan mampu menghasilkan jumlah
signage yang efisien tanpa harus memenuhi pemandangan.
Menurut John Follis dan Dave Hammer (12-13), ada beberapa fungsi
signage yang sering dipakai di fasilitas umum, antara lain:
a. Directional atau Wayfinding. Fungsi ini merupakan fungsi yang membantu
pencarian arah jalan dari lokasi satu ke lokasi lainnya.
b. Identifying. Fungsi ini merupakan fungsi yang memberi identitas pada
suatu lokasi agar lokasi ini dapat diketahui dengan mudah.
c. Informational. Fungsi ini merupakan fungsi yang memberi informasi
umum maupun spesifik dari suatu tempat, misalnya jam buka atau
prosedur khusus.
d. Restrictive, Prohibitive, Warning. Fungsi ini merupakan fungsi yang
memberi peringatan pada hal yang berbahaya, larangan, ataupun perlu
perhatian khusus dari pengguna.
Signage wayfinding terbagi lagi menjadi dua yaitu pengarah dan tujuan.
Signage pengarah adalah signage yang akan memberi arahan sepanjang
perjalanan menuju tujuan. Signage tujuan akan menjadi titik akhir dari perjalanan
pengguna. Signage tujuan ini juga bisa menjadi signage identification karena juga
memberi identifikasi lokasi tertentu (Wenzel 55).
Universitas Kristen Petra
10
Sign System yang baik harus memperhatikan berbagai faktor. Signage
yang digunakan harus memperhatikan situasi dan kondisi dari lingkungan
arsitektural sekitar. Tentu saja tetap memperhatikan faktor situasi dan kondisi
pengguna. Sehingga perlu tingkat keterlihatan yang tinggi, serta menjaga
keseimbangan antara aspek fungsional dan estetika. Karena sign system nantinya
tidak hanya akan menjadi bagian integral dari arsitektur, tetapi juga brand dari
rumah sakit tersebut. Selain itu signage yang baik harus bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan muncul di benak pengguna.
Tingkat kegunaan dari sign system juga dipengaruhi oleh faktor manusia,
karena persepsi dan respon dari manusia berbeda-beda, bergantung pada
karakteristik fisik maupun psikologi. Faktor-faktor manusia tersebut antara lain:
a. Pandangan mata manusia.
Penelitian mengindikasikan bahwa sudut pandang mata manusia normal
berbentuk kerucut dengan sudut 60º. Sehingga area yang berada di luar
sudut tersebut relatif akan berkurang detailnya. Walaupun kelemahan ini
diatasi dengan menggerakkan kepala, tetapi tetap akan membutuhkan
usaha lebih untuk dapat menangkap detail yang hilang tersebut. Sebagai
contoh, jika sebuah signage digantungkan dari atas langit-langit sehingga
sudut antara mata pengguna dengan horizontal lebih dari 30º, besar
kemungkinan akan terlewatkan. Secara alami, pengguna tidak terbiasa
menggerakkan kepala ke atas untuk melihat tanda, atau sesuatu yang
berada di luar jangkauan penglihatannya.
b. Ketajaman Penglihatan.
Ketajaman pandangan manusia berbeda-beda, sehingga akan diperlukan
ukuran dan jarak yang relatif mudah dijangkau manusia pada umumnya.
c. Kecepatan Baca.
Kecepatan manusia dalam membaca dipengaruhi pula oleh umur,
kecerdasan, dan pendidikan. Rata-rata kecepatan baca manusia adalah 250
kata per menit. Sehingga signage jalan raya yang butuh kecepatan baca
tinggi, biasanya tidak memuat banyak informasi. Dibatasi hingga
maksimal enam informasi.
Universitas Kristen Petra
11
d. Keterbacaan.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa manusia dengan mata
normal mampu melihat huruf berukuran 2,5cm pada jarak maksimal 15
meter. Tetapi nilai ini perlu disesuaikan bila diaplikasikan pada signage.
Adapun yang mempengaruhi keterbacaan dari signage adalah tipografi.
Jenis typeface yang disarankan dipakai untuk kebanyakan signage adalah
jenis dari keluarga sans serif yang memiliki bentuk sederhana dan dekat
dengan bentuk geometris. Typeface ini memiliki kecenderungan
berpenampilan bersih dan modern.
e. Ketinggian Pandangan Mata.
Ketinggian rata-rata dari pandangan mata manusia adalah sekitar 1,7
meter. Pada saat duduk menjadi 1,3 meter. Dan pada saat mengendarai
kendaraan adalah 1,4 meter. Ketinggian ini harus tetap disesuaikan dengan
kondisi di tempat.
f. Tinggi Huruf.
Menentukan tinggi huruf yang dipakai di signage memerlukan faktor
tambahan; mayoritas ditentukan oleh kecepatan gerak pembaca maupun
waktu yang diperlukan untuk mengenali bentuk huruf.
g. Kebutuhan khusus.
Kebutuhan khusus untuk manula dan penyandang cacat juga diperlukan
untuk tempat yang dirasa perlu dipersiapkan.
2.1.2. Tinjauan Teori Tentang Signage Rumah Sakit
Nilai guna dari sign system di bangunan-bangunan modern semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna dari bangunan tersebut.
Termasuk pada bangunan rumah sakit. Rumah sakit memiliki banyak unit dan
ruangan sehingga akan sangat membingungkan tanpa dibantu adanya penunjuk
arah. Terlebih untuk rumah sakit yang masih terus berkembang dan memperluas
gedungnya. Unit-unit baru yang dibangun akan menjadi kepingan puzzle yang
apabila tidak ditata atau dibantu, akan menjadi semakin membingungkan.
Sign system yang baik akan dapat membantu memecahkan masalah
tersebut. Menurut studi Rupert Jensen & Associates “Building Research Survey”,
Universitas Kristen Petra
12
dalam sebuah rumah sakit kapasitas 800 orang, bila tidak dibantu signage yang
memadai, akan memboroskan waktu bekerja dari pegawai rumah sakit rata-rata
8000 jam setiap tahun, dan untuk menjelaskan jalan kepada para pengguna rumah
sakit. Tentu saja ini kurang efisien. Sehingga sign system yang dirancang dengan
benar akan memberi nilai guna serta nilai ekonomis bagi lingkungan yang
mengaplikasikannya (Follis dan Hammer 13).
2.2. Tinjauan Tentang Perusahaan/Lembaga
2.2.1. Tinjauan tentang Rumah Sakit secara Umum
Rumah Sakit menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan gedung
tempat merawat orang sakit dan gedung tempat menyediakan dan memberikan
pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan. Adapun berbagai
jenis rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya, yaitu:
a. Rumah Sakit Bersalin: Rumah sakit yg khusus melayani pemeriksaan ibu
hamil, ibu yg akan melahirkan, dan kesehatan anak di bawah usia lima
tahun.
b. Rumah Sakit Jiwa: Rumah sakit yang khusus merawat orang yang sakit
jiwa
c. Rumah Sakit Kanker: Rumah sakit yang khusus memberikan layanan,
pengobatan, dan perawatan bagi penderita penyakit kanker.
d. Rumah Sakit Ketergantungan Obat: Rumah sakit yang khusus memberikan
layanan, pengobatan, dan perawatan bagi penderita yang tergantung pada
obat terlarang.
e. Rumah Sakit Khusus: Rumah sakit yang memberikan layanan
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan satu macam penyakit
f. Rumah Sakit Mata: Rumah sakit yang khusus memberikan layanan,
pengobatan, dan perawatan bagi penderita penyakit mata
g. Rumah Sakit Rujukan: Rumah sakit yang ditetapkan menjadikan rujukan
sebagai komponen dl sistem pelayanan kesehatan
h. Rumah Sakit Terbang: Tempat perawatan orang yang sakit, berupa
pesawat terbang berisi perlengkapan medis lengkap dengan dokter dan
perawatnya
Universitas Kristen Petra
13
i. Rumah Sakit Umum: Rumah Sakit yang memberikan layanan,
pengobatan, perawatan bagi penderita berbagai penyakit yang dilengkapi
dengan dokter ahli.
Sedangkan menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit berdasarkan,
terdapat empat kelas rumah sakit, terdiri dari:
a. Rumah sakit kelas A
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, lima Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, dua belas Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan tiga
belas Pelayanan Medik Sub Spesialis.
b. Rumah sakit kelas B
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, empat Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, delapan Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan dua
Pelayanan Medik Sub Spesialis.
c. Rumah sakit kelas C
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan empat Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik.
d. Rumah sakit kelas D
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua
Pelayanan Medik Spesialis.
2.2.2. Tinjauan tentang Akreditasi Rumah Sakit Indonesia
Untuk menjamin mutu dari pelayanan rumah sakit di Indonesia,
diperlukan akreditasi. Proses akreditasi rumah sakit Indonesia bisa dilakukan oleh
KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Departemen Kesehatan.
Proses akreditasi dilakukan secara bertahap. Proses akreditasi pada lima
pelayanan mencakup:
a. Administrasi dan manajemen.
b. Pelayanan medik
Universitas Kristen Petra
14
c. Pelayanan gawat darurat
d. Pelayanan keperawatan
e. Pelayanan rekam medik.
Sign system dan corporate identity termasuk dalam pelayanan administrasi
dan manajemen fisik rumah sakit. Dalam Pedoman Survei Akreditasi Rumah
Sakit, Pedoman Khusus, Standar 4 Pasal 2, tertera definisi operasional sebagai
berikut: “Yang diartikan dengan “disemua tempat” apabila rambu, marka dan
petunjuk dibuat paling kurang di jalan menuju UGD, tempat rawat jalan, rawat
inap, apotik, kamar jenazah, laboratorium, radiologi, jalan masuk untuk pasien,
tempat pendaftaran, counter penerangan, tempat pembayaran, tempat parkir
kendaraan, daerah terlarang untuk pasien/pengunjung.
Yang dimaksud dengan “jelas terbaca” jika rambu, marka petunjuk menggunakan
huruf cukup besar, warna terang dan ditempatkan sedemikian rupa hingga cepat
dapat terbaca paling kurang dalam jarak 10 meter.
Papan peta atau billboard harus memuat denah rumah sakit dengan penjelasan
tempat-tempat pelayanan yang penting diketahui oleh masyarakat, misalnya lokasi
UGD, lokasi rawat jalan. Papan peta harus ditempatkan di halaman depan rumah
sakit sedemikian rupa agar masyarakat cepat dapat mengetahui begitu mereka
masuk ke halaman rumah sakit.” (Komite Akreditasi Rumah Sakit 12)
Skor tertinggi diberikan apabila rumah sakit memiliki rambu, marka,
petunjuk di semua tempat, jelas terbaca, serta ada billboard memuat denah/peta
rumah sakit. Sehingga diperlukan sign system yang efektif dan efisien untuk
mencapai nilai tinggi. Apabila sebuah rumah sakit memiliki nilai akreditasi KARS
yang tinggi, maka nilai dari brand rumah sakit tersebut juga tinggi. Rumah sakit
tersebut akan lebih dapat dipercaya oleh masyarakat.
2.2.3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo adalah menjadi
rumah sakit pilihan, yang berkomitmen pada kehidupan yang bermartabat dengan
dijiwai semangat kasih. Berusaha untuk menjadi rumah sakit yang diingat di
Universitas Kristen Petra
15
benak konsumen, serta tetap menjaga komitmen untuk melayani masyarakat
dengan cinta kasih.
Misi dari Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo adalah sebagai
berikut:
1. Memberi pelayanan kesehatan prima, yang menyeluruh, terpadu, aman
dan berkualitas secara profesional, dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan teknologi medis canggih.
2. Membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, bertanggungjawab,
disemangati kasih dan rasa syukur
3. Membangun jejaring kerjasama strategis yang saling menumbuh-
kembangkan di dalam dan di luar Rumah Sakit
4. Membangun, memelihara dan mengembangkan lingkungan Rumah Sakit
yang rekreatif, edukatif, kotemplatif dan inspiratif serta harmonis terhadap
kelestarian lingkungan dan perkembangan masyarakat.
Selain itu, Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya juga
memiliki sebuah slogan “Committed2HELP” yang bermakna berkomitmen untuk
selalu menolong, melayani, dan membantu dengan kejujuran, empati, kasih, dan
profesionalitas.
Gambar 2.1. Logo Committed2HELP
2.2.4. Latar Belakang Sejarah Perusahaan
Sejarah Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya dimulai di
tahun 1919. Tepat pada tanggal 1 Oktober 1919, Mgr. Fleerackers SJ.
Menandatangani persetujuan jual beli 2 persil tanah di daerah Reiniers Boulevard
(yang sekarang menjadi jalan Diponegoro) oleh Roomsch Kerk en Armbestuur
(Badan Pengurus Gereja) Surabaya dan pemilik tanah R.P. Van Alpen. Gedung
inilah yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo
Universitas Kristen Petra
16
Surabaya. Lalu pada tanggal 9 September 1920 dibentuk suatu perkumpulan
bernama “Roomsch Katholiek Ziekenhuis te Surabaya Vereeneging” (RKZV).
Pada tahun 1924, terjadi gerakan penutupan seluruh klinik di Surabaya.
RKZV memanfaatkan situasi dengan menyewa sebuah bangunan untuk
mewujudkan berdirinya suatu Rumah Sakit. RKZV membeli bangunan bekas
klinik dr. De Kock di jalan Oendaan Koelon Surabaya, dan dijadikan rumah sakit
dengan kapasitas 35 tempat tidur.
Tanggal 1 Januari 1925, perjanjian sewa klinik ditandatangani. Berbagai
usaha diupayakan untuk mengundang para biarawati yang bersedia bertugas di
Rumah Sakit, namun sampai saat itu belum berhasil. Akhirnya pimpinan gereja
dengan perantaraan Mgr. Verstraelen SVD. Dari Flores yang kebetulan sedang
berada di Surabaya untuk menghubungi pimpinan suster Misi Abdi Roh Kudus
atau Servarum Spiritus Sancti (SSpS) di Steyl Belanda, untuk meminta bantuan
tenaga suster biarawati. Akhirnya permintaan tersebut dikabulkan. Para biarawati
tersebut tiba di Surabaya pada tanggal 3 Mei 1925. Hari itu juga para suster mulai
bertugas karena kebutuhan di RKZV. Pada tanggal itu pula, ditetapkan sebagai
berdirinya Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, rumah
sakit kecil itu makin kurang memadai. Pembangunan kesulitan karena masalah
dana. Sehingga misi pendirian rumah sakit tersebut ditawarkan kepada para suster
SSpS tersebut. Pada tanggal 18 Juli 1933 berdirilah Yayasan Arnoldus dengan Sr.
Jezualda SSpS sebagai ketuanya. Dan pada tanggal 20 November 1933 di tanah
Reiniers Boulevard 136 (sekarang Jl. Diponegoro 51) dilaksanakan peletakkan
batu pertama oleh Pastor Van Hall sebagai tanda didirikannya Rumah Sakit
Katolik di tempat tersebut.
28 Oktober 1934 pembangunan tahap pertama rumah sakit dengan
kapasitas 50 tempat tidur telah selesai. Rumah Sakit ini diresmikan dan diberi
nama St. Vincentius a Paulo Roomsch Katholiek Ziekenhuis (RKZ). Pada bulan
November 1934 pasien di RKZ Oendaan Koelon dipindahkan ke RKZ
Diponegoro.
Pada tahun 1942 terjadi musibah, saat tentara Jepang mengambil alih
Rumah Sakit Katolik dan para Suster ditawan. Setelah Jepang menyerah kalah
Universitas Kristen Petra
17
Rumah Sakit Katolik dijadikan Rumah Sakit Umum. Pada tahun 1948 Rumah
Sakit dikembalikan kepada para suster SSpS dan kemudian mulai menata serta
memperbaiki kembali Rumah Sakit dan pengembangan terus berlanjut hingga saat
ini.
2.2.5. Kondisi Perusahaan Saat Ini
Menurut klasifikasi yang telah diajukan oleh Kementrian Kesehatan
Indonesia, Rumah Sakit ini termasuk rumah sakit kelas A.
Berikut ini jumlah staf dan karyawan dari Rumah Sakit St. Vincentius a
Paulo Surabaya:
• Jumlah staf dan karyawan : 1334 personil, terdiri dari:
• Dokter Umum : 20 orang
• Dokter Spesialis : 19 orang
• Dokter Gigi : 6 orang
• Apoteker : 4 orang
• Perawat dan Bidan : 487 orang
• Paramedis Non Perawat : 85 orang
• Karyawan Non Medis : 713 orang
Fasilitas Medis dan Non-Medis yang tersedia di Rumah Sakit St.
Vincentius a Paulo Surabaya termasuk modern dan cukup lengkap. Antara lain
tersedianya Rawat Inap, Rawat Jalan, Persalinan, Unit Gawat Darurat, Unit Day
Care, Home Care, Poliklinik yang mencakup antara lain: Umum, Spesialis Anak,
Spesialis Syaraf, Spesialis Bedah, Spesialis Bedah Tulang, Spesialis Kandungan,
Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan, Spesialis Paru, Spesialis Penyakit Dalam,
Spesialis Mata, Spesialis Urologi, Spesialis Akupunktur, Spesialis Paliatif,
Spesialis Kulit Kosmetik, Spesialis Gigi, Spesialis Jantung, serta Psikolog;
Praktek Bersama Dokter Spesialis, Balai Kesehatan Ibu Anak (BKIA),
Pemantauan Terapi, Farmasi, Konseling, serta dilengkapi dengan Laboratorium,
Fisioterapi, serta Pastoral Care.
Universitas Kristen Petra
18
2.3. Identifikasi Data
2.3.1. Hasil Penelitian
Berikut ini adalah hasil dari penelitian yang telah dilakukan:
a. Observasi
Observasi yang telah dilakukan meliputi observasi sign system di Rumah
Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo dan beberapa rumah sakit yang
dianggap sebagai kompetitor serta observasi dari pengguna Rumah Sakit
Katolik St. Vincentius a Paulo. Dari observasi didapatkan kondisi sign
system saat ini, serta bagaimana perbandingannya dengan sign system
yang dimiliki oleh rumah sakit kompetitor. Dari observasi pengguna
didapatkan informasi tentang perilaku pengguna. Selain observasi
lapangan dilakukan juga studi literatur meliputi literatur mengenai sign
system maupun literatur mengenai rumah sakit itu sendiri dari berbagai
sumber seperti buku, brosur, majalah dan website.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah jenis wawancara in-depth question
yang menggunakan beberapa pertanyaan acuan dan yang akan dilanjutkan
dengan pertanyaan mendalam. Jumlah responden yang diwawancara
adalah 13 orang. Pertanyaan acuan yang diajukan meliputi kebiasaan
pengguna, berapa lama pengguna mengenal rumah sakit ini, dan
bagaimana citra rumah sakit di mata pengguna. Hasil dari wawancara
dapat dilihat di halaman lampiran.
2.3.2. Analisis Hasil Penelitian
Berikut ini adalah analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan:
a. Observasi
Hasil observasi lapangan disusun dalam bentuk tabel di bawah ini.
Universitas Kristen Petra
19
Peta Bangunan
SignageWayfinding
Gambar 2.5. Signage RKZ
Gambar 2.7. Signage RS. Mitra Keluarga
Gambar 2.6. Signage RS. Darmo
Gambar 2.2. Peta RKZ
Gambar 2.3. Peta RS. Darmo Gambar 2.4. Peta RS. Mitra Keluarga
AspekRumah Sakit Katolik
Rumah Sakit DarmoRumah Sakit
St. Vincentius a Paulo Mitra Keluarga
Tabel 2.1. Perbandingan Rumah Sakit 1
Universitas Kristen Petra
20
Nomor Ruangan
Gambar 2.8. Penomoran RKZ
RS. Mitra KeluargaGambar 2.9. Penomoran RS. Darmo Gambar 2.10. Penomoran
AspekRumah Sakit Katolik
Rumah Sakit DarmoRumah Sakit
St. Vincentius a Paulo Mitra Keluarga
Tabel 2.1. Perbandingan Rumah Sakit 1 (sambungan)
Universitas Kristen Petra
21
Visibility Daya tarik visual dari sign system yang Peletakan Sign System di rumah sakit Sign system yang ada di rumah sakit iniada kurang dapat memberikan hasil ini sudah cukup baik dan lebih tertata sudah tertata dan dapat terlihat dengan yang efektif karena ketidakseragaman walaupun ada beberapa sudut bangunan baik karena proses penataan dan serta strategi pemasangan yang kurang yang masih dipenuhi sign tidak tertata. branding yang telah direncanakan de-tepat. ngan baik.
Symbolic Sign system di rumah sakit ini tidak ba- Rumah sakit ini juga tidak banyak Simbol tidak banyak digunakan dalamnyak menggunakan simbol. Sebagian menggunakan simbol dalam sign system rumah sakit ini, tetapi dibantu olehsimbol cukup baik dan menjelaskan. tetapi penggunaan beberapa simbol penggunaan elemen desain lainnya yang
sangat baik dan menjelaskan. baik dan bersih.Uniqueness Keunikan kurang terasa, karena terlihat Kurang unik karena terlihat sangat biasa. Keunikan sign system rumah sakit ini
sangat biasa dan kurang menampilkan Hampir sama dengan milik Rumah Sakit dibanding dengan rumah sakit lainnya keunikan dari rumah sakit ini. Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya. terletak pada standarisasi dan branding
yang dilakukan dengan baik.Originality and Yang berbeda dari rumah sakit ini adalah Rumah sakit ini memiliki sign system Perbedaan dari sign system di rumahDistinctiveness adanya beberapa signage yang telah yang standar dan biasa. Tetapi penataan- sakit ini adalah penataan yang baik dan
ada sejak jaman penjajahan Belanda. nya lebih baik. standar desain yang digunakan di selu-Tetapi signage tersebut dianggap kuno ruh bagian dari rumah sakit ini.karena kurang mampunya memenuhitugas sebagai pemandu.
Legibility Beberapa sign system cukup legible Sign systemdi rumah sakit ini cukup Legibility dari sign system di rumah karena ukuran dan penggunaan tipografi legible sayang bentuk dan ukurannya sakit ini sangat baik karena penggunaanyang baik. Sayangnya, masih banyak masih belum standar. tipografi yang standar dan penggunaanyang tidak legible, sehingga diperlukan bentuk dan warna yang membantu ke-perancangan ulang. terbacaan dan keterlihatan.
AspekRumah Sakit Katolik
Rumah Sakit DarmoRumah Sakit
St. Vincentius a Paulo Mitra Keluarga
Tabel 2.2. Perbandingan Rumah Sakit 2
Universitas Kristen Petra
22
Kelebihan Penggunaan tipografi pada signage Penataan yang lebih rapi dan pengguna- Standarisasi dan penggunaan desain yang memiliki legibility baik. an tipografi yang baik. yang sangat baik dan bersih, sesuai de-
ngan branding yang dilakukan.
Kekurangan Ketidakseragaman pada sign system Masih ada beberapa sign system yang Masih ada beberapa sign system tidakmengakibatkan sign system yang kurang tidak standar, dan kurang didesain de- standar yang ditempel sembarangan.nyaman dilihat, serta kurang efektifnya ngan baik.fungsi dari sign system itu sendiri.
AspekRumah Sakit Katolik
Rumah Sakit DarmoRumah Sakit
St. Vincentius a Paulo Mitra Keluarga
Simplicity Nilai kesederhanaan dari rumah sakit ini Sign system di rumah sakit ini sudah mu- Penggunaan sign system di rumah sakitsangat kurang dan sangat cluttered. lai tertata dan tidak terlalu rumit. ini sangat sederhana dan tertata sehing-Ada beberapa sudut yang dipenuhi oleh Tetapi tetap ada bagian yang masih tera- ga nyaman dilihat dan tetap berfungsisignage tak terkontrol. sa berada di tempat yang tidak semesti- sebagaimana mestinya.
nya.Catchy Arahan yang diberikan oleh sign system Arahan yang diberikan oleh sign system Arahan yang diberikan oleh sign system
yang ada di rumah sakit ini kurang dapat yang ada di rumah sakit ini dapat diingat yang ada di rumah sakit ini dapat diingatdiingat, sehingga bergantung pada pega- dan cukup mudah diikuti. dan cukup mudah diikuti.wai yang mengarahkan jalan.
Representation Walaupun telah menggunakan warna Penggunaan warna korporat sudah benar Karena rumah sakit ini sejak awal telahkorporat, sayangnya sign system di ba- dan tidak terlalu dominan. Tetapi tetap ditata dan memiliki standar branding,ngunan ini kurang mampu menampilkan sulit membedakan signage tanda darurat maka sign system yang dipakai juga citra rumah sakit sepenuhnya. dan signage biasa. mencerminkan citra tersebut.
AspekRumah Sakit Katolik
Rumah Sakit DarmoRumah Sakit
St. Vincentius a Paulo Mitra Keluarga
Tabel 2.2. Perbandingan Rumah Sakit 2 (sambungan)
Universitas Kristen Petra
23
b. Wawancara
Berdasarkan wawancara in-depth dengan pengunjung maupun dengan
pihak internal rumah sakit, dapat disimpulkan bahwa pengguna layanan dari
rumah sakit ini mayoritas ditujukan untuk SES D – B, atau menengah ke
bawah. Walau tidak dipungkiri, banyak pula masyarakat menengah ke atas
yang juga menggunakan layanan dari rumah sakit ini karena alasan
kepercayaan dan kebiasaan.
Mayoritas konsumen memiliki kesamaan kebiasaan, antara lain:
• Memakai rumah sakit ini karena sudah percaya sejak dahulu, nama baik
cukup dikenal.
• Bila tersesat atau mencari jalan, lebih sering bertanya kepada petugas.
Kemungkinan karena kurang baiknya efisiensi sign system yang ada.
Merasa kesulitan di area-area gedung baru dan Poliklinik.
2.3.3. Program Pengembangan Perusahaan di Masa Mendatang
Pihak manajemen Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya
menjelaskan bahwa di masa mendatang, rumah sakit ini memang mengarahkan
diri untuk melakukan branding yang lebih baik, baik secara pelayanan maupun
secara infrastruktur. Perancangan ulang sign system merupakan langkah awal
yang benar.
2.3.4. Citra Perusahaan
Secara umum, persepsi Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo
Surabaya menurut masyarakat adalah rumah sakit yang memiliki pelayanan
modern, pelayanan yang bagus dan disiplin, berjiwa sosial, dan memiliki taman
yang asri. Tetapi Rumah Sakit ini juga dikenal sebagai rumah sakit yang kaku
mulai dari peraturan hingga arsitekturnya. Kurang keluwesan dalam bentuk dan
suasana.
Universitas Kristen Petra
24
Gambar 2.11. Signage Wayfinding utama Rumah Sakit Katolik
St. Vincentius a Paulo
2.4. Usulan Pemecahan Masalah
Dari analisis data yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa alternatif
usulan pemecahan masalah. Usulan ini nantinya akan dapat disempurnakan
setelah konsep yang lebih lanjut. Berikut ini adalah usulan pemecahan masalah:
a. Pembuatan peta lokasi dari rumah sakit secara keseluruhan, dengan desain
yang lebih user friendly.
b. Pembuatan peta lokasi tempat yang spesifik untuk area yang lebih kecil.
c. Perancangan ulang signage-signage yang ada, dengan menerapkan
standarisasi, memasukkan citra dari RKZ, dan tidak lupa memasukkan
unsur kreatif pada signage-signage tersebut.
d. Memperbaiki cara penyampaian informasi pada pengguna, agar lebih
mudah dipahami, serta mengusulkan penggunaan sistem angka atau huruf
untuk menunjukkan ruangan atau fasilitas yang ada di rumah sakit untuk
memudahkan mengidentifikasi ruangan atau lokasi tertentu.
Universitas Kristen Petra
25
2.5. Kesimpulan Sementara
Setelah dilakukan penggalian data serta studi literatur, maka dapat ditarik
kesimpulan sementara mengenai sign system yang ada di lingkungan Rumah Sakit
Katolik St. Vincentius a Paulo. Keadaan yang ada sekarang, banyak ditemui sign
system yang sebenarnya kurang layak dipakai karena tidak mampu menjalankan
fungsi wayfinding dengan baik, serta ketidakseragaman visual pada signage. Yang
akhirnya berpengaruh pada kinerja rumah sakit. Hal ini mengakibatkan pada
kebiasaan pengunjung yang akhirnya bergantung pada petunjuk arah para pegawai
rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut, dirasakan perlu adanya perbaikan pada
sistem yang ada, yaitu dengan melakukan perancangan sign system dari rumah
sakit ini.